HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian
|
|
- Widyawati Hermawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kabupaten Rembang terletak di ujung Timur laut Propinsi Jawa Tengah yang dilalui jalan Pantai Utara Jawa (Jalur Pantura), pada garis koordinat 111,000'- 111,030' Bujur Timur dan 6,030'-7,06' Lintang Selatan. Secara umum kondisi tanah berdataran rendah dengan ketinggian wilayah maksimum kurang lebih 70 m di atas permukaan air laut dengan suhu maksimum sebesar 33 C dan suhu rata-rata sebesar 23 C. Kabupaten Rembang memiliki curah hujan rendah yaitu sebesar 1252 mm/tahun yang mengalami bulan basah selama 4-5 bulan, sedangkan selebihnya termasuk kategori bulan sedang sampai kering. Secara administratif Kabupaten Rembang memiliki 14 kecamatan, 287 desa dan 7 kelurahan yang memiliki luas wilayah meliputi ha (Pemerintah Kabupaten Rembang, 2010). Pemerintah Kabupaten Rembang (2010) menyatakan bahwa Kabupaten Rembang merupakan daerah/kawasan sentra produksi, sumber bibit dan bakalan sapi potong di Jawa Tengah dengan populasi sebanyak ekor pada tahun 2003, sedangkan pada tahun 2009 populasi sapi potong mencapai ekor. Bangsa sapi potong yang ada yaitu Peranakan Ongole (PO), American Ongole, Brahman, Simmental dan Limousine. Kabupaten Rembang juga merupakan daerah sentra produksi tanaman padi di Jawa Tengah. Tanaman padi relatif tersebar di seluruh kecamatan dengan sentra utama di Kecamatan Kaliori, Sumber dan Rembang. Produksi tanaman padi di Kabupaten Rembang pada tahun 2009 mencapai ton (Pemerintah Kabupaten Rembang, 2010). Produksi tanaman padi yang cukup tinggi ini memungkinkan tingginya by product dari hasil produksi tanaman padi berupa jerami padi dan dedak padi. Hal ini menyebabkan peternak sapi potong rakyat di Kabupaten Rembang menjadikan jerami padi dan dedak padi sebagai pakan utama untuk usaha pembibitan maupun penggemukkan, karena ketersediaannya yang melimpah. Hal yang sama terjadi di lokasi penelitian ini yang menjadikan jerami padi dan dedak padi sebagai pakan utama yang diberikan untuk ternak sapi potongnya.
2 Keadaan Sapi Penelitian Sapi-sapi yang digunakan pada penelitian ini adalah sapi-sapi betina dari usaha pembibitan sapi potong rakyat kelompok tani yang diketuai oleh Bapak Ahmad Zain. Peternakan tersebut terletak di Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang. Kandang yang digunakan pada peternakan ini adalah kandang individu tanpa sekat, kapasitas 16 ekor dengan ukuran kandang per-individu sebesar 2,5 m x 1,5 m (Gambar 2). Kandang ini beratapkan asbes tipe shade, berdinding tembok dan lantai dibuat dari semen dengan kemiringan 10. (a) (b) Gambar 2. Kandang Penelitian, (a) Kandang Penelitian Individu, (b) Bak Pakan dan Bak Minum Sapi-sapi tersebut biasa diberi pakan berupa jerami padi secara ad libitum dengan penambahan dedak padi sebanyak 2 kg/ekor/hari (Gambar 2). Pemberian pakan diberikan pada pagi, siang dan sore hari pada peternakan ini. (a) (b) Gambar 3. Kondisi Tubuh Sapi Penelitian, (a) Sapi R3K4 Tampak Samping, (b) Sapi R2K2 Tampak Belakang Rata-rata bobot badan sapi-sapi tersebut adalah sebesar 304,12 kg (Tabel 1) dengan umur berkisar 2-6 tahun (Tabel 2). Kondisi tubuh sapi-sapi (Gambar 3) tersebut bernilai 1 (sangat kurus) dimana dideskripsikan bahwa lemak tidak ada di 15
3 sekitar pangkal ekor, tulang pinggul, pangkal ekor dan tulang rusuk secara visual terlihat jelas (Rutter et al., 2000). Berikut ini adalah data mengenai bobot badan awal dan umur sapi-sapi penelitian. Tabel 1. Bobot Badan Awal Sapi PO Betina Penelitian (kg)* Kelompok Rataan K1 334,89 334,89 334,89 338,56 335,81 1,84 K2 322,20 320,41 316,84 324,00 320,86 3,06 K3 289,00 304,50 306,25 289,00 297,19 9,48 K4 265,69 278,89 240,25 265,69 262,63 16,17 Rataan 302,94 309,67 299,56 304,31 304,12 29,78 31,48 23,98 41,27 33,1 29,78 Keterangan : *Bobot badan dihitung berdasarkan rumus Schoorl (Williamson dan Payne, 1986) Bobot badan (kg) = R1= 100% jerami padi; R2= R1 + 2 kg dedak padi K1= bobot badan awal tertinggi 1-4; K2= bobot badan awal tertinggi 5-8 K3= bobot badan awal tertinggi 9-12; K4= bobot badan awal tertinggi Tabel 2. Umur Sapi PO Betina Penelitian Kelompok K1 I 4 (3,5-4 tahun) I 4 (3,5-4 tahun) I 1 Aus (6 tahun) I 4 (3,5-4 tahun) K2 I 4 (3,5-4 tahun) I 4 (3,5-4 tahun) I 4 Gesek(5 tahun) I 4 Gesek(5 tahun) K3 I 2 (2,5-3 tahun) I 1 Aus (6 tahun) I 4 Gesek(5 tahun) I 4 (3,5-4 tahun) K4 I 1 (2-2,5 tahun) I 4 (3,5-4 tahun) I 4 (3,5-4 tahun) I 1 (2-2,5 tahun) Keterangan : Pendugaan umur sapi melalui pergantian gigi berdasarkan Abrianto (2010) R1= 100% jerami padi; R2= R1 + 2 kg dedak padi K1= bobot badan awal tertinggi 1-4; K2= bobot badan awal tertinggi 5-8 K3= bobot badan awal tertinggi 9-12; K4= bobot badan awal tertinggi Umur sapi-sapi penelitian tersebut diestimasi melalui pergantian gigi (Abrianto, 2010). Sapi-sapi penelitian ini telah mengalami pergantian gigi pada I 1, I 2 dan I 4 (Tabel 2). I 1 menandakan bahwa satu pasang gigi seri telah berganti menjadi gigi tetap yang diperkirakan telah berumur 2-2,5 tahun. I 2 menandakan bahwa dua pasang gigi seri telah berganti menjadi gigi tetap yang diperkirakan telah berumur 2,5-3 tahun. I 4 menandakan bahwa empat pasang gigi seri telah berganti semua menjadi gigi tetap yang diperkirakan telah berumur 3,5-4 tahun. I 4 Gesek 16
4 menandakan bahwa ada gesekan yang terjadi pada empat pasang gigi tetap yang diperkirakan telah berumur 5 tahun. I 1 Aus menandakan bahwa ada satu pasang gigi tetap mengalami aus separuh lidah yang diperkirakan telah berumur 6 tahun. Sapi-sapi penelitian ini dikelompokkan berdasarkan bobot badan awal. Ada sapi penelitian yang berumur lebih tua, tetapi memiliki bobot badan awal yang lebih rendah sehingga ada sapi yang lebih tua masuk ke dalam kelompok bobot badan yang berperingkat lebih rendah. Sebagaimana yang terjadi pada sapi R2K3 berumur 6 tahun masuk ke dalam kelompok K3 yang berbobot badan awal lebih rendah (Tabel 2). Performa sapi-sapi penelitian ini perlu ditingkatkan, karena jika sapi-sapi betina tersebut menjadi induk, bobot badan induk sapi PO saat melahirkan akan mempengaruhi bobot lahir pedet. Sebagaimana yang dikemukakan dalam penelitian Hartati dan Dicky (2008) bahwa bobot induk sapi PO saat melahirkan berpengaruh nyata terhadap bobot lahir pedet. Keadaan Pakan Penelitian Bahan pakan yang digunakan pada penelitian ini merupakan bahan pakan yang didapatkan dari daerah sekitar Kabupaten Rembang. Kandungan nutrien bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Analisis Proximat Sampel Bahan Pakan yang Digunakan Kandungan Nutrien Jerami Padi 1 Dedak Padi 1 SKN 2 Konsentrat dalam R4 2 BK (%) 37,99 91,00 78,74 77,91 Abu (% BK) 17,40 16,90 15,42 19,35 PK (% BK) 4,21 8,36 14,62 15,17 LK (% BK) 1,44 3,97 5,96 4,45 SK (% BK) 32,50 28,90 22,10 22,83 Beta-N(% BK) 44,45 41,87 41,90 38,19 Ca (% BK) 0,42 0,14 1,92 3,64 P (% BK) 0,28 0,90 0,25 0,30 Sumber : 1 Sutardi (1980) 2 Hasil analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Perah (2011) Keterangan : BK = Bahan Kering; PK = Protein Kasar; LK = Lemak Kasar; SK = Serat Kasar Beta-N (Bahan ekstrak tanpa nitrogen = 100% - (kadar Abu + PK + SK + LK) SKN (Suplemen Kaya Nutrien); R4 = ransum komplit 17
5 Jerami padi yang digunakan pada penelitian ini memiliki kadar protein kasar (PK) sebesar 4,21% dan serat kasar (SK) sebesar 32,5% (Tabel 3). Jerami padi tersebut didapatkan dari daerah Kecamatan Kaliori dan Pamotan. Dedak padi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dedak kasar yang memiliki kadar PK sebesar 8,36% dan SK sebesar 28,9%, didapatkan dari daerah Tuban bersama bahan pakan lain penyusun SKN (Suplemen Kaya Nutrien) dan ransum komplit seperti tepung ikan, campuran mineral dan molases. Daun singkong, lamtoro dan turi didapatkan dari daerah Pati. Ketiga daun tersebut kemudian dibuat menjadi tepung untuk memudahkan dalam pencampuran bahan pakan penyusun SKN dan konsentrat dalam ransum komplit, karena secara struktural akan tergolong homogen. Selain itu, tujuan penepungan daun-daun tersebut adalah untuk mengurangi zat anti nutrisi yang secara alami terdapat dalam daun singkong, lamtoro dan turi. SKN yang digunakan pada penelitian ini memiliki kadar PK sebesar 14,62% dan SK sebesar 22,1% (Tabel 3). SKN ini berbentuk tepung dengan warna dominan kehijauan (Gambar 4a). SKN ini disusun dengan target penyusunan PK > 14% dan TDN (Total Digestible Nutrient) sebesar 65-70%. SKN diberikan sebanyak 0,4 kg atau 400 gram atas dasar pertimbangan ekonomis. Ransum komplit pada penelitian ini tersusun atas 40% jerami padi dan 60% konsentrat (8,5% tepung ikan, 30,5% dedak padi, 5,7% tepung daun singkong, 3% tepung daun lamtoro, 0,3% tepung daun turi, 10% molases, 1% campuran mineral dan 1% minyak kelapa). Konsentrat pada ransum komplit ini berbentuk tepung dengan warna coklat kehijauan (Gambar 4b). Konsentrat pada ransum komplit ini memiliki kadar PK sebesar 15,17% dan SK sebesar 22,83% (Tabel 3). Target penyusunan ransum komplit ini adalah memiliki PK > 11% dan TDN > 60%. 18
6 (a) (b) Gambar 4. Bahan Pakan yang Digunakan, (a) Suplemen Kaya Nutrien, (b) Konsentrat pada R4 R1 merupakan kontrol dalam penelitian ini, jerami padi digunakan karena bahan pakan ini sangat melimpah di daerah peternakan tersebut. R2 merupakan ransum yang biasa digunakan peternak. R3 diberikan ke ternak percobaan untuk mengetahui pengaruh suplementasi protein terhadap ransum yang biasa digunakan oleh peternak. R4 digunakan sebagai kontrol positif yaitu berupa ransum komplit yang diformulasikan sehingga memenuhi kebutuhan ternak. Kandungan nutrien pada pakan perlakuan dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Nutrien Pakan (%)* Kandungan Nutrien BK (%) 37,99 50,44 52,05 60,44 Abu (% BK) 17,40 17,19 17,08 18,75 PK (% BK) 4,21 5,92 6,48 11,80 LK (% BK) 1,44 2,48 2,71 3,52 SK (% BK) 32,50 31,02 30,44 25,80 Beta-N (% BK) 44,45 43,39 43,30 40,12 TDN 1) (% BK) 59,57 57,29 57,87 48,53 Ca (% BK) 0,42 0,30 0,41 2,65 P (% BK) 0,28 0,54 0,52 0,29 Keterangan : *Perhitungan berdasarkan data Sutardi (1980) dan hasil analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Perah (2011) 1) Perhitungan TDN (Total Digestible Nutrient) berdasarkan Sutardi (1980) TDN (% BK) = 100% PKt = Protein Kasar tercerna; SKt = Serat Kasar tercerna; LKt = Lemak Kasar tercerna Beta-Nt = Bahan ekstrak tanpa nitrogen tercerna BK = Bahan Kering; PK = Protein Kasar; LK = Lemak Kasar; SK = Serat Kasar Beta-N (Bahan ekstrak tanpa nitrogen) = 100% - (kadar Abu + PK + SK + LK) R1= 100% jerami padi; R2= R1 + 2 kg dedak padi 19
7 Konsumsi Bahan Kering Menurut Parakkasi (1999), konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup dan produksi. Kemampuan sapi mengkonsumsi pakan sangat terbatas. Keterbatasan itu dipengaruhi oleh keadaan fisiologis ternak, keadaan pakan dan faktor luar, seperti suhu dan kelembaban udara. Tabel 5. Rataan Konsumsi Bahan Kering (kg/ekor/hari) Kelompok K1 3,74 4,60 4,96 7,28 K2 4,20 4,49 4,37 6,17 K3 2,92 4,26 4,64 5,79 K4 3,24 4,31 5,08 5,13 Rataan 3,52 a 4,42 ab 4,76 b 6,09 c 0,56 0,16 0,32 0,90 Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan hasil sangat beda nyata (P<0,01) R1= 100% jerami padi; R2= R1 + 2 kg dedak padi K1= bobot badan awal tertinggi 1-4; K2= bobot badan awal tertinggi 5-8 K3= bobot badan awal tertinggi 9-12; K4= bobot badan awal tertinggi Hasil penelitian pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perbaikan pakan berbasis jerami padi ini berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rataan konsumsi bahan kering (BK). Konsumsi BK pada R1 tidak berbeda nyata dengan R2, tetapi konsumsi BK R2 tidak berbeda nyata dengan R3. Konsumsi BK pada R4 nyata lebih tinggi daripada R3, R2 dan R1. Perbaikan pakan berbasis jerami padi ini mengakibatkan konsumsi BK meningkat. Pemberian ransum komplit (R4) nyata lebih meningkatkan konsumsi BK. Hal ini disebabkan palatabilitas dan kualitas bahan pakan yang tinggi pada R4. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Parakkasi (1999) bahwa jumlah konsumsi BK pakan dipengaruhi beberapa variabel meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia serta kualitas bahan pakan. Palatabilitas merupakan gambaran sifat bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptik seperti penampakan, bau, rasa, tekstur dan temperaturnya sehingga menimbulkan rangsangan dan daya tarik ternak untuk mengkonsumsinya. Ketersediaan zat 20
8 makanan yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi yang normal harus mendapatkan perhatian khusus. Suplementasi protein pada bahan pakan yang rendah protein akan meningkatkan konsumsi dari bahan pakan tersebut. Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa pemberian konsentrat pada ternak bertujuan untuk meningkatkan daya cerna pakan secara keseluruhan. Semakin banyak konsentrat yang dapat dicerna, arus pakan dalam saluran pencernaan menjadi lebih cepat sehingga meningkatkan pengosongan rumen dan menimbulkan sensasi lapar pada ternak, akibatnya memungkinkan ternak untuk mengkonsumsi pakan lebih tinggi. Van Soest (2006) mengungkapkan bahwa suplementasi yang diberikan pada jerami padi dapat meningkatkan konsumsi pakan seperti yang terjadi pada penelitian Djajanegara dan Doyle (1989) dan Warly et al. (1992). National Research Council (1984) menyebutkan bahwa kebutuhan hidup pokok untuk heifer dengan bobot badan 300 kg membutuhkan konsumsi BK minimal sebesar 4,5 kg/ekor/hari. Sementara itu, jika heifer tersebut diprogramkan untuk PBBH sebesar 0,25 kg/hari, maka kebutuhan konsumsi BK minimal sebesar 6,2 kg/ekor/hari. Performa Produksi Performa seekor ternak merupakan hasil dari pengaruh faktor keturunan dan pengaruh kumulatif dari faktor lingkungan yang dialami oleh ternak tersebut sejak terjadinya pembuahan hingga saat ternak diukur dan diobservasi. Hardjosubroto (1990) dan Gunawan et al. (2008) menyatakan bahwa faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor ternak, sedangkan faktor lingkungan memberi kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya. Performa seekor ternak dapat dilihat dari bobot badan, laju pertumbuhan dan ukuranukuran tubuh. Performa produksi yang diamati pada penelitian ini adalah pertambahan bobot badan harian dan beberapa peubah tubuh. Pertambahan Bobot Badan Harian Pertambahan bobot badan harian (PBBH) merupakan salah satu peubah untuk mengetahui performa ternak. Laju pertumbuhan bobot badan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia (Cole, 1982). Potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi oleh faktor individu ternak dan jenis pakan. Tillman et al. (1998) 21
9 menyebutkan bahwa faktor pakan sangat menentukan pertumbuhan, bila kualitasnya baik dan diberikan dalam jumlah yang cukup, pertumbuhannya akan menjadi cepat, demikian pula sebaliknya. Tabel 6. Performa Pertambahan Bobot Badan Harian (kg/hari)* Kelompok Rataan K1-0,36 0,15 0,37 0,51 0,17 0,38 K2 0,28 0,42 0,28 1,15 0,53 0,42 K3 0,27-0,21 0,14 0,55 0,19 0,32 K4 0,06 0,82 0,42 0,40 0,42 0,31 Rataan 0,06 0,29 0,31 0,66 0,33 0,36 0,30 0,43 0,12 0,34 0,36 Keterangan : *Bobot badan dihitung berdasarkan rumus Schoorl (Williamson dan Payne, 1986) Bobot badan (kg) = R1= 100% jerami padi; R2= R1 + 2 kg dedak padi K1= bobot badan awal tertinggi 1-4; K2= bobot badan awal tertinggi 5-8 K3= bobot badan awal tertinggi 9-12; K4= bobot badan awal tertinggi Astuti (2003) mengemukakan bahwa sapi PO tanggap terhadap perubahan maupun perbaikan pakan dengan menunjukkan PBBH yang berbeda-beda. Astuti (2003) menggambarkan bahwa PBBH sapi PO dewasa sangat bervariasi yaitu sebesar 0,44-0,98 kg/hari dari berbagai penelitian perubahan maupun perbaikan pakan. Hal ini menandakan bahwa pengaruh lingkungan (pemberian pakan) dapat mempengaruhi performa seekor ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbaikan pakan ini tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap PBBH (Tabel 6). Sementara itu, hasil penelitian Prihandini dan Umiyasih (2008) menunjukkan bahwa perbaikan pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap PBBH sapi PO betina dewasa selama 2 bulan pemeliharaan. Hal ini disebabkan lama pemeliharaan yang relatif singkat (25 hari masa evaluasi pertumbuhan) pada penelitian ini sehingga keragaman laju pertumbuhan bobot badan yang ditampilkan tidak nyata. Prihandini dan Umiyasih (2008) menggunakan dua taraf pelakuan pakan pada penelitiannya, yaitu pakan A dan pakan B yang diujikan pada 26 ekor sapi PO betina 22
10 dengan rataan umur 2 tahun. Pakan A adalah perbaikan pakan yang berupa pemberian konsentrat dan suplemen mineral dari pakan B. Pakan B adalah pemberian pakan berupa pucuk tebu, rumput lapang, limbah pisang, daun gamal, rumput gajah, tebon kering, daun sengon dan dedak. PBBH pada perlakuan A adalah sebesar 0,59 kg/hari, sedangkan PBBH pada perlakuan B sebesar 0,34 kg/hari. Hal ini menandakan bahwa PBBH yang optimal dapat diperoleh dengan perbaikan pakan. Tidak optimalnya pertumbuhan sapi yang terjadi pada perlakuan perbaikan pakan (R3 dan R4) dapat disebabkan faktor umur. Ada sapi yang berumur lebih tua secara acak mendapatkan perlakuan pakan yang memiliki kandungan nutrien yang lebih baik (R3 dan R4), tetapi tidak menghasilkan PBBH yang lebih baik. Sebaliknya, ada sapi yang berumur lebih muda secara acak mendapatkan perlakuan pakan yang memiliki kandungan nutrien yang tidak lebih baik (R1 dan R2), tetapi menghasilkan PBBH yang lebih baik. Perbedaan performa PBBH ini lebih disebabkan faktor umur dimana umur yang lebih muda akan tumbuh lebih cepat. Sebagaimana yang terjadi pada sapi R3K3 berumur 5 tahun (Tabel 2) menghasilkan PBBH sebesar 0,14 kg/hari lebih rendah daripada sapi R1K3 berumur 2,5-3 tahun (Tabel 2) dengan PBBH sebesar 0,27 kg/hari. Hal ini dapat mengakibatkan tidak adanya pengaruh perlakuan perbaikan pakan yang disebabkan tidak optimalnya pertumbuhan pada sapi-sapi tua. Pertambahan negatif terjadi pada sapi R1K1 dan R2K3. Hal ini disebabkan konsumsi dan kandungan nutrien pada R1 dan R2 tidak mencukupi kebutuhan hidup pokok sapi R1K1 dan R2K3 sehingga terjadi degradasi jaringan yang akan mengakibatkan turunnya bobot badan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Tillman et al. (1998) bahwa apabila kebutuhan hidup pokok tidak terpenuhi oleh pakan maka kebutuhan tersebut dipenuhi dari degradasi jaringan. Zain et al. (2009) menyatakan bahwa jerami padi dapat dioptimalisasikan dengan baik apabila dilakukan perlakuan amoniasi pada jerami padi yang ditambahkan dengan konsentrat dan diberi suplementasi. Lebih lanjut yang diungkapkan Zain et al. (2009) bahwa pemberian 30% jerami padi amoniasi + 70% konsentrat (39% dedak padi, 50% bungkil kelapa, 10% ampas tahu, 0,4% garam dan 0,6% mineral mix) + suplemen (ubi kayu, fosfor dan sulfur) dapat meningkatkan PBBH hingga mencapai 0,67 kg/hari pada sapi pesisir jantan. 23
11 National Research Council (1984) menyebutkan bahwa kebutuhan hidup pokok untuk heifer dengan bobot badan 300 kg adalah PK minimal sebesar 7,8% dan TDN minimal sebesar 57%. Sementara itu, jika kebutuhan PK dalam pakan diberikan melebihi 11,1% maka PBBH sapi tersebut dapat mencapai angka di atas 0,75 kg/hari. Hal ini menandakan bahwa PBBH dipengaruhi oleh total protein yang diberikan ternak sapi setiap hari. Peubah Tubuh Peubah tubuh merupakan ukuran-ukuran yang dapat dilihat pada permukaan tubuh sapi, antara lain tinggi pundak, panjang badan, lebar dada, dalam dada dan lingkar dada (Natasasmita dan Mudikdjo, 1980; Ningsih, 2011). Setiap komponen tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda-beda, karena pengaruh alam maupun lingkungan (Otsuka et al., 1982; Tazkia, 2008). Panjang badan. Panjang badan merupakan salah satu ukuran yang sering digunakan untuk menilai ternak sapi potong. Panjang badan berkaitan erat dengan pertumbuhan tulang. Johansson dan Rendel (1968) menyatakan bahwa pertumbuhan panjang badan dipengaruhi oleh pertumbuhan kerangka tulang dan genetik. Posisi sapi ketika diukur berpengaruh terhadap pengukuran panjang badan (Herman, 1985). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbaikan pakan berbasis jerami padi ini tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap performa panjang badan dan pertambahan panjang badan harian (Tabel 7). Performa panjang badan akhir penelitian dan pertambahan panjang badan harian yang terjadi pada sapi PO betina dewasa umur 2-6 tahun dalam penelitian ini masing-masing sebesar 124,75 cm dan 0,13 cm/hari (Tabel 7). Pertambahan negatif terjadi pada sapi R2K1, R3K3, R3K4 dan R4K4 yang dapat diakibatkan oleh posisi sapi ketika diukur pada suatu waktu tidak dalam posisi lurus yang baik. 24
12 Tabel 7. Performa Panjang Badan Akhir Penelitian (cm) dan Pertambahan Harian (cm/hari) Kelompok Panjang Badan Akhir Rataan K ,5 5,26 K ,5 2,89 K ,40 K ,16 Rataan 121,5 124,75 127, ,75 5,04 Pertambahan Panjang Badan Harian 4,93 5,85 5,62 3,27 5,04 K1 0-0,2 0,24 0,44 0,12 0,28 K2 0 0,28 0,16 0,56 0,25 0,24 K3 0,52 0-0,08 0 0,11 0,28 K4 0,2 0,32-0,12-0,2 0,05 0,25 Rataan 0,18 0,1 0,05 0,2 0,13 0,24 0,24 0,24 0,18 0,36 0,24 Keterangan : R1= 100% jerami padi; R2= R1 + 2 kg dedak padi K1= bobot badan awal tertinggi 1-4; K2= bobot badan awal tertinggi 5-8 K3= bobot badan awal tertinggi 9-12; K4= bobot badan awal tertinggi Lingkar dada. Lingkar dada merupakan ukuran tubuh yang paling sering digunakan untuk menilai sapi potong. Lingkar dada berkaitan erat dengan pertumbuhan daging dan otot bagian thorax. Johansson dan Rendel (1968) menyebutkan bahwa pertumbuhan lingkar dada dipengaruhi oleh pertumbuhan daging dan otot. Berg dan Butterfield (1976) menyatakan bahwa bagian tubuh yang paling cepat tumbuh pada sapi dewasa adalah bagian thorax dan abdominal. Herman (1985) menyatakan bahwa posisi sapi ketika diukur tidak berpengaruh terhadap pengukuran lingkar dada. Perbaikan pakan yang diberikan pada pakan berbasis jerami padi ini berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap lingkar dada (Tabel 8). Lingkar dada R1 nyata lebih rendah dibandingkan R3, tetapi lingkar dada R1 dengan R2 dan R4 tidak berbeda nyata. Lingkar dada R2, R3 dan R4 tidak berbeda nyata. Hal ini menandakan terjadinya perbedaan performa lingkar dada yang cukup signifikan sebagai respon terhadap perlakuan perbaikan pakan ini, namun perbaikan pakan tersebut tidak 25
13 berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertambahan lingkar dada harian (Tabel 8). Pertambahan lingkar dada harian yang terjadi pada sapi PO betina dewasa umur 2-6 tahun dalam penelitian ini adalah rata-rata sebesar 0,09 cm/hari (Tabel 8). Pertambahan negatif yang terjadi pada sapi R1K1 dan R2K3 dapat diakibatkan telah terjadinya degradasi jaringan pada bagian thorax. Hal ini terjadi karena konsumsi dan kandungan nutrien pada R1 dan R2 tidak mencukupi kebutuhan hidup pokok sapi R1K1 dan R2K3 sehingga terjadi degradasi jaringan. Tabel 8. Performa Lingkar Dada Akhir Penelitian (cm) dan Pertambahan Harian (cm/hari) Kelompok Lingkar Dada Akhir Rataan K1 156, ,5 163,5 161,88 3,86 K , ,62 3,59 K , ,38 3,99 K ,83 Rataan 149,62 a 154,75 ab 158,12 b 156,38 ab 154,72 6,80 Pertambahan Lingkar Dada Harian 7,99 5,19 5,09 7,78 K1-0,1 0,04 0,1 0,14 0,04 0,1 K2 0,08 0,12 0,02 0,32 0,14 0,13 K3 0,08-0,06 0,04 0,16 0,06 0,09 K4 0,02 0,24 0,12 0,12 0,12 0,09 Rataan 0,02 0,08 0,07 0,18 0,09 0,1 0,08 0,13 0,05 0,09 0,1 Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan hasil beda nyata (P<0,05) R1= 100% jerami padi; R2= R1 + 2 kg dedak padi K1= bobot badan awal tertinggi 1-4; K2= bobot badan awal tertinggi 5-8 K3= bobot badan awal tertinggi 9-12; K4= bobot badan awal tertinggi Tinggi pundak. Tinggi pundak merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk menilai ternak sapi potong. Tinggi pundak berkaitan erat dengan pertumbuhan tulang, sebagaimana yang dikemukakan oleh Johansson dan Rendel (1968) bahwa pertumbuhan tinggi pundak dipengaruhi oleh pertumbuhan tulang dan genetik. Posisi sapi ketika diukur berpengaruh terhadap pengukuran tinggi pundak (Herman, 1985). 26
14 Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbaikan pakan berbasis jerami padi ini tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tinggi pundak dan pertambahan tinggi pundak harian (Tabel 9). Performa tinggi pundak dan pertambahan tinggi pundak harian yang terjadi pada sapi PO betina dewasa umur 2-6 tahun dalam penelitian ini masing-masing sebesar 125,69 cm dan 0,01 cm/hari (Tabel 9). Pertambahan negatif terjadi pada sapi R1K1, R2K1, R2K4, R3K4, R4K2 dan R4K3 yang dapat diakibatkan oleh posisi sapi ketika diukur pada suatu waktu tidak dalam posisi lurus yang baik. Tabel 9. Performa Tinggi Pundak Akhir Penelitian (cm) dan Pertambahan Harian (cm/hari) Kelompok Tinggi Pundak Akhir Rataan K ,55 K ,5 3,70 K ,25 5,44 K ,46 Rataan 124,5 126,5 126,5 125,25 125,69 4,53 Pertambahan Tinggi Pundak Harian 3,00 5,80 5,92 4,57 4,53 K1-0,04-0,08 0,12 0,08 0,02 0,1 K2 0,08 0,08 0,08-0,16 0,02 0,12 K3 0,04 0,08 0-0,04 0,02 0,05 K4 0-0,08-0,12 0,08-0,03 0,09 Rataan 0,02 0 0,02-0,01 0,01 0,08 0,05 0,09 0,11 0,12 0,08 Keterangan : R1= 100% jerami padi; R2= R1 + 2 kg dedak padi K1= bobot badan awal tertinggi 1-4; K2= bobot badan awal tertinggi 5-8 K3= bobot badan awal tertinggi 9-12; K4= bobot badan awal tertinggi Lebar dada. Lebar dada merupakan ukuran tubuh yang dapat digunakan dalam menilai sapi potong. Lebar dada juga dapat menggambarkan penilaian sapi potong dari arah depan. Lebar dada berkaitan erat dengan pertumbuhan tulang dan daging bagian thorax. Posisi sapi ketika diukur berpengaruh terhadap pengukuran lebar dada. 27
15 Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbaikan pakan berbasis jerami padi ini tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap lebar dada dan pertambahan lebar dada harian (Tabel 10). Rataan lebar dada dan pertambahan lebar dada harian pada penelitian ini masing-masing sebesar 31,38 cm dan -0,09 cm/hari (Tabel 10). Pertambahan negatif yang terjadi pada sapi R1K2, R1K3, R1K4 dan R2K4 dapat diakibatkan telah terjadinya degradasi jaringan pada bagian thorax. Hal ini terjadi karena konsumsi dan kandungan nutrien pada R1 dan R2 tidak mencukupi kebutuhan hidup pokok sapi R1K2, R1K3, R1K4 dan R2K4 sehingga terjadi degradasi jaringan. Sementara itu, pertambahan negatif yang terjadi pada semua sapi perlakuan R3 dan R4 lebih disebabkan oleh posisi sapi ketika diukur pada suatu waktu tidak dalam posisi lurus yang baik. Tabel 10. Performa Lebar Dada Akhir Penelitian (cm) dan Pertambahan Harian (cm/hari) Kelompok Lebar Dada Akhir Rataan K ,5 1,29 K ,5 2,22 K ,41 K ,75 1,5 Rataan 31 32, ,25 31,38 2,70 Pertambahan Lebar Dada Harian 3,65 2,63 2,16 2,63 2,70 K1 0,12 0,04-0,04-0,12 0 0,1 K2-0,04 0-0,32-0,04-0,1 0,15 K3-0,04 0,08-0,24-0,2-0,1 0,15 K4-0,2-0,12-0,12-0,24-0,17 0,06 Rataan -0,04 0-0,18-0,15-0,09 0,12 0,13 0,09 0,12 0,09 0,12 Keterangan : R1= 100% jerami padi; R2= R1 + 2 kg dedak padi K1= bobot badan awal tertinggi 1-4; K2= bobot badan awal tertinggi 5-8 K3= bobot badan awal tertinggi 9-12; K4= bobot badan awal tertinggi
16 Dalam dada. Dalam dada merupakan ukuran tubuh yang dapat digunakan dalam menilai sapi potong. Dalam dada dapat menggambarkan penilaian sapi potong dari arah samping. Dalam dada berkaitan erat dengan pertumbuhan tulang dan daging bagian thorax. Johansson dan Rendel (1968) menyebutkan bahwa pertumbuhan dalam dada dipengaruhi oleh pertumbuhan tulang dan daging. Posisi sapi ketika diukur berpengaruh terhadap pengukuran dalam dada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbaikan pakan berbasis jerami padi ini tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap dalam dada dan pertambahan dalam dada harian (Tabel 11). Rataan dalam dada dan pertambahan dalam dada harian pada penelitian ini masing-masing sebesar 62,12 cm dan 0,06 cm/hari (Tabel 11). Tabel 11. Performa Dalam Dada Akhir Penelitian (cm) dan Pertambahan Harian (cm/hari) Kelompok Dalam Dada Akhir Rataan K ,5 5,07 K ,5 1,29 K ,5 4,36 K ,45 Rataan 60, ,5 61,75 62,12 4,32 Pertambahan Dalam Dada Harian 2,63 5,10 6,24 2,99 4,32 K1-0,04 0,04 0,2 0 0,05 0,1 K2 0,24 0,08-0,08 0,2 0,11 0,14 K3 0,08 0,16-0,16-0,04 0,01 0,14 K4 0,1 0-0,1 0,24 0,06 0,14 Rataan 0,1 0,07-0,04 0,1 0,06 0,13 0,12 0,07 0,16 0,14 0,13 Keterangan : R1= 100% jerami padi; R2= R1 + 2 kg dedak padi K1= bobot badan awal tertinggi 1-4; K2= bobot badan awal tertinggi 5-8 K3= bobot badan awal tertinggi 9-12; K4= bobot badan awal tertinggi Pertambahan negatif yang terjadi pada sapi R1K1 dapat diakibatkan telah terjadinya degradasi jaringan pada bagian thorax. Hal ini terjadi karena konsumsi dan kandungan nutrien pada R1 tidak mencukupi kebutuhan hidup pokok sapi R1K1 29
17 sehingga terjadi degradasi jaringan. Sementara itu, pertambahan negatif yang terjadi pada sapi perlakuan R3K2, R3K3, R3K4 dan R4K3 lebih disebabkan oleh posisi sapi ketika diukur pada suatu waktu tidak dalam posisi lurus yang baik. Perbaikan pakan berbasis jerami padi ini tidak mempengaruhi peubah tubuh yang diukur, kecuali terhadap lingkar dada dan tidak mempengaruhi pertambahan harian semua peubah tubuh yang diukur. Hasil penelitian ini sejalan dengan Prihandini dan Umiyasih (2008) pada panjang badan dan tinggi pundak, tetapi tidak sejalan pada lingkar dada. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini dapat disebabkan beberapa faktor, antara lain: umur sapi yang telah mencapai dewasa kelamin dan dewasa tubuh, pakan, genetik dan posisi sapi saat diukur. Sapi PO betina penelitian ini yang berumur 2-6 tahun telah mencapai dewasa kelamin dan dewasa tubuh. Rata-rata sapi lokal Indonesia mencapai dewasa kelamin pada umur 1,5-2 tahun dan mencapai dewasa tubuh pada umur 2-2,5 tahun (Sosroamidjojo dan Soeradji, 1990). Setelah sapi mencapai dewasa kelamin pertumbuhan tulang akan terhenti karena osifikasi tulang rawan sudah sempurna. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Field dan Taylor (2003) bahwa pertumbuhan dan perkembangan tulang tercapai sebelum ternak dewasa kelamin. Hal ini dapat mengakibatkan perbaikan pakan tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tubuh yang dipengaruhi pertumbuhan tulang seperti panjang badan, tinggi pundak, lebar dada, dalam dada dan pertambahan hariannya. Pemberian pakan berkualitas tinggi pada sapi yang sebelumnya diberikan pakan berkualitas rendah akan mengakibatkan pertumbuhan kompensatori dimana pertumbuhan ternak akan mengalami percepatan (Soeparno, 2005). Hal ini dapat mengakibatkan perbaikan pakan berpengaruh nyata terhadap lingkar dada sehingga dalam waktu relatif singkat sudah menunjukkan keragaman lingkar dada yang berbeda nyata. Sementara itu, Tillman et al. (1998) menyatakan apabila kebutuhan hidup pokok tidak terpenuhi oleh pakan maka kebutuhan tersebut dipenuhi dari degradasi jaringan. Hal ini mengakibatkan terjadinya pertambahan harian yang negatif pada lingkar dada, lebar dada dan dalam dada beberapa sapi penelitian. Faktor genetik individu sapi dapat mempengaruhi performa peubah tubuh (Johansson dan Rendel, 1968). Sapi PO betina penelitian ini yang berumur 2-6 tahun memiliki rataan panjang badan, tinggi pundak, lebar dada dan dalam dada masing- 30
18 masing sebesar 124,75 cm; 125,69 cm; 31,38 cm dan 62,12 cm, sedangkan sapi PO betina penelitian Prihandini dan Umiyasih (2008) yang berumur 2 tahun memiliki rataan panjang badan dan tinggi pundak masing-masing sebesar 123 cm dan 119,39 cm. Adrial (2010) menyatakan bahwa rata-rata panjang badan dan tinggi pundak sapi PO betina dewasa umur 4,5 tahun ketika dibandingkan dengan sapi pesisir Sumatera Barat masing-masing sebesar 131,7 ± 7 cm dan 128,7 ± 5,5 cm. Sementara itu, Abdullah et al. (2006) menyatakan bahwa rataan panjang badan, tinggi pundak, lebar dada dan dalam dada sapi PO lokal dewasa diatas umur 2 tahun masing-masing sebesar 120,15 cm; 127,46 cm; 44,28 cm; 59,12 cm. Perbedaan yang terjadi pada performa peubah tubuh ini lebih disebabkan faktor genetik individu ternak. Posisi sapi dapat mempengaruhi pengukuran peubah tubuh (Herman, 1985). Pengukuran peubah tubuh perlu dilakukan pada sapi yang berdiri normal pada keempat kakinya dengan kepala lurus ke depan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi derajat kesalahan pada saat pengukuran. 31
MATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di usaha peternakan rakyat yang terletak di Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi
Lebih terperinciSKRIPSI ACHMAD KAUTSAR
PERFORMA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) BETINA TERHADAP PEMBERIAN PAKAN BERBASIS JERAMI PADI YANG DIPERBAIKI DENGAN TEKNOLOGI SUPLEMENTASI DI KABUPATEN REMBANG SKRIPSI ACHMAD KAUTSAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang
Lebih terperinciFORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN
AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian
Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum
HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan
16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012
20 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni hingga bulan September 2011 dan bertempat di Laboratorium Lapang Blok A, Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.
PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput
Lebih terperinciStrategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Penggemukan Melalui Perbaikan Pakan Berbasis Sumberdaya Lokal di Pulau Timor
Judul : Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Penggemukan Melalui Perbaikan Pakan Berbasis Sumberdaya Lokal di Pulau Timor Narasumber : Ir. Yohanis Umbu Laiya Sobang, M.Si Instansi : Fakultas Peternakan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung
22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung Madu Plantation Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September
16 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September 2012 yang bertempat di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Analisis
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi
MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga
9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak
24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ternak Penelitian, Ternak yang digunakan
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi
22 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi Madura Jantan yang Mendapat Kuantitas Pakan Berbeda dilaksanakan pada bulan Juni September 2015. Lokasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba
8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba dan Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan
Lebih terperinciGambar 2. Domba didalam Kandang Individu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak
8 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian keluaran kreatinin pada urin sapi Madura yang mendapat pakan dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan
Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi
Lebih terperinciPEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI
Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat
Lebih terperinciMETODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan dengan rata-rata bobot badan sebesar 21,09 kg dan koevisien
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016.
21 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016. Penelitian dilaksanakan di Peternakan Sapi Perah Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Pembibitan Ternak Unggul
Lebih terperinciMATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu
MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kontrol lingkungan kandang sangat penting untuk kenyamanan dan kesehatan sapi, oleh karena itu kebersihan kandang termasuk suhu lingkungan sekitar kandang sangat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KambingKacang Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil,
Lebih terperinciTEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG
TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG Pakan merupakan komponen biaya tertinggi dalam suatu usaha peternakan, yaitu dapat mencapai 70-80%. Pengalaman telah menunjukkan kepada kita, bahwa usaha
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. dilaksanakan pada bulan Maret Juni Lokasi penelitian di kandang
9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Evaluasi Panjang Potongan Hijauan yang Berbeda dalam Ransum Kering Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Kambing Lokal dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Metode
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan
Lebih terperinciMETODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma dilakukan di Laboratorium Pengujian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan
13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Lebih terperinci1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :
BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciRansum Ternak Berkualitas (Sapi, Kambing, dan Domba)
Ransum Ternak Berkualitas (Sapi, Kambing, dan Domba) Cuk Tri Noviandi, S.Pt., M.Anim.St., Ph.D. HP: 0815-7810-5111 E-mail: Laboratorium Teknologi Makanan Ternak Departemen Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus
15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus sampai dengan 30 September 2015. Kegiatan penelitian ini bertempat di P.T. Naksatra Kejora Peternakan Sapi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus)
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penampilan Produksi Sapi Madura Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) dengan sapi PO maupun sapi Brahman, turunan dari Bos indicus. Sapi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi
1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang dengan kambing Peranakan Etawa (PE). Kambing jenis ini mampu
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan
14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar
PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan
Lebih terperinciPetunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi
Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi i PETUNJUK PRAKTIS MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH PERTANIAN UNTUK PAKAN TERNAK SAPI Penyusun: Nurul Agustini Penyunting: Tanda Sahat Panjaitan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura adalah salah satu plasma nutfah yang berasal dari Indonesia, tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan sebagai ternak
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. Bahan Penelitian 3.. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan bobot badan 300-900 gram per ekor sebanyak 40 ekor (34 ekor
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Peranakan Ongole (PO) Bahan Pakan
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi PO merupakan hasil pemuliaan melalui sistim persilangan dengan grading up sapi Jawa dan Sumba Ongole (SO) lewat setengah abad silam. Sapi PO di beberapa
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16
16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciPAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG
0999: Amir Purba dkk. PG-57 PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG Amir Purba 1, I Wayan Mathius 2, Simon Petrus Ginting 3, dan Frisda R. Panjaitan 1, 1 Pusat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penentu dalam keberhasilan usaha peternakan adalah ketersediaan pakan ternak secara kontinyu. Saat ini sangat dirasakan produksi hijauan makanan ternak
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di
11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di kandang kambing Kelompok Tani Ternak Tunas Melati, di desa Cepoko Kuning, Batang, Jawa Tengah serta
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga
20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga Januari 2015 di kandang peternakan Koperasi Gunung Madu Plantation,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Diponegoro, Semarang. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Mei hingga
15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang komposisi kimiawi tubuh sapi Madura jantan yang diberi level pemberian pakan berbeda dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas
Lebih terperinciTEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI
TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI I. Pendahuluan Ternak ruminansia diklasifikasikan sebagai hewan herbivora karena
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5
TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah
Lebih terperinciMATERI. Lokasi dan Waktu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit
Lebih terperinciSTATUS NUTRISI SAPI PERANAKAN ONGOLR DI KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
STATUS NUTRISI SAPI PERANAKAN ONGOLR DI KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Nutritional Status of Ongole Cattle in Bumi Agung District East Lampung Regency Repki Septori a, Erwanto b, dan Rudy
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Bahan dan Alat
36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres)
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak
10 BAB III MATERI DAN METODE Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Penelitian dilaksanakan mulai
Lebih terperinci