ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) GANIS DWI CAHYANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur GANIS DWI CAHYANI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

3 RINGKASAN GANIS DWI CAHYANI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah dan Kelayakan Finansial Usaha Pengelolaan Sampah Rumahtangga (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur). Dibimbing Oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan NUVA. Kebutuhan pasar perumahan yang tinggi mengakibatkan rendahnya penilaian manusia terhadap lingkungan dalam pembangunan perumahan yang mengakibatkan pembangunan suatu perumahan kurang memperhatikan kondisi lingkungannya. Salah satu contohnya adalah kurangnya lahan pembuangan sampah di daerah perumahan yang menyebabkan warga perumahan tidak melakukan pengelolaan sampah secara baik. Sampah menjadi permasalahan serius sejalan dengan bertambahnya penduduk dan perubahan pola hidup masyarakat di suatu lingkungan. Sementara itu, kapasitas penanganan sampah yang biasa dilakukan oleh Pemerintah Daerah/Kota pada umumnya tidak mampu menyesuaikan laju produksi sampah. Sampah perumahan diproduksi oleh rumahtangga yang merupakan penyumbang terbesar limbah padat. Sektor perumahan menyumbang 58% dari m 3 produksi sampah yang dihasilkan di DKI Jakarta. Sedangkan pengelolaan sampah di Indonesia pada umumnya dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengangkut, membuang dan memusnahkan sampah. Pengelolaan sampah yang masih relatif sederhana, belum dapat menyelesaikan permasalahan sampah, sehingga diperlukan adanya peraturan tentang persampahan dan pengelolaannya agar sampah yang dihasilkan terutama yang bersumber dari perumahan dan pemukiman dapat dilakukan dengan efektif. Solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan sampah adalah dengan melakukan pengelolaan sampah berbasis komunitas. Salah satu sampah padat perkotaan yang dapat dijadikan sebagai bisnis komersil berbasis komunitas adalah sampah sebagai bahan baku kompos. Kompos dibutuhkan untuk usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan penghijauan sehingga dapat dipasarkan secara luas. Dampak positif lain dari usaha pengelolaan sampah komunitas adalah mengurangi anggaran pemerintah dalam mengatasi sampah, membuka lapangan kerja dan memperbaiki kondisi lingkungan. Perumahan Cipinang Elok adalah salah satu perumahan yang warganya telah melakukan kegiatan pengelolaan sampah yang kemudian diberi nama pabrik kompos Mutu Elok. Aktivitas yang dilakukan oleh warga Cipinang Elok merupakan peran masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah. Peran tersebut diperlukan karena produsen sampah itu sendiri adalah masyarakat. Terdapat keterkaitan antara masyarakat sebagai produsen dengan produksi sampah yang dihasilkan. Setiap individu memiliki perbedaan alasan dalam memproduksi sampah di tempat tinggalnya, untuk wilayah perumahan misalnya, akan terdapat perbedaan persepsi jika dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah. Penelitian ini tentang produksi dan kelayakan finansial pengelolaan sampah yang kemudian akan menganalisis lebih jauh tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi sampah di perumahan Cipinang Elok yang akan 1

4 RINGKASAN GANIS DWI CAHYANI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah dan Kelayakan Finansial Usaha Pengelolaan Sampah Rumahtangga (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur). Dibimbing Oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan NUVA. Kebutuhan pasar perumahan yang tinggi mengakibatkan rendahnya penilaian manusia terhadap lingkungan dalam pembangunan perumahan yang mengakibatkan pembangunan suatu perumahan kurang memperhatikan kondisi lingkungannya. Salah satu contohnya adalah kurangnya lahan pembuangan sampah di daerah perumahan yang menyebabkan warga perumahan tidak melakukan pengelolaan sampah secara baik. Sampah menjadi permasalahan serius sejalan dengan bertambahnya penduduk dan perubahan pola hidup masyarakat di suatu lingkungan. Sementara itu, kapasitas penanganan sampah yang biasa dilakukan oleh Pemerintah Daerah/Kota pada umumnya tidak mampu menyesuaikan laju produksi sampah. Sampah perumahan diproduksi oleh rumahtangga yang merupakan penyumbang terbesar limbah padat. Sektor perumahan menyumbang 58% dari m 3 produksi sampah yang dihasilkan di DKI Jakarta. Sedangkan pengelolaan sampah di Indonesia pada umumnya dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengangkut, membuang dan memusnahkan sampah. Pengelolaan sampah yang masih relatif sederhana, belum dapat menyelesaikan permasalahan sampah, sehingga diperlukan adanya peraturan tentang persampahan dan pengelolaannya agar sampah yang dihasilkan terutama yang bersumber dari perumahan dan pemukiman dapat dilakukan dengan efektif. Solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan sampah adalah dengan melakukan pengelolaan sampah berbasis komunitas. Salah satu sampah padat perkotaan yang dapat dijadikan sebagai bisnis komersil berbasis komunitas adalah sampah sebagai bahan baku kompos. Kompos dibutuhkan untuk usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan penghijauan sehingga dapat dipasarkan secara luas. Dampak positif lain dari usaha pengelolaan sampah komunitas adalah mengurangi anggaran pemerintah dalam mengatasi sampah, membuka lapangan kerja dan memperbaiki kondisi lingkungan. Perumahan Cipinang Elok adalah salah satu perumahan yang warganya telah melakukan kegiatan pengelolaan sampah yang kemudian diberi nama pabrik kompos Mutu Elok. Aktivitas yang dilakukan oleh warga Cipinang Elok merupakan peran masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah. Peran tersebut diperlukan karena produsen sampah itu sendiri adalah masyarakat. Terdapat keterkaitan antara masyarakat sebagai produsen dengan produksi sampah yang dihasilkan. Setiap individu memiliki perbedaan alasan dalam memproduksi sampah di tempat tinggalnya, untuk wilayah perumahan misalnya, akan terdapat perbedaan persepsi jika dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah. Penelitian ini tentang produksi dan kelayakan finansial pengelolaan sampah yang kemudian akan menganalisis lebih jauh tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi sampah di perumahan Cipinang Elok yang akan

5 diolah dengan menggunakan analisis regresi ganda. Dari analisis tersebut diharapkan dapat diketahui faktor-faktor yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi sampah di perumahan Cipinang Elok dari model persamaan produksi sampah. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok di perumahan Cipinang Elok dengan menggunakan kriteria kelayakan NPV, IRR dan Net B/C. Dalam analisis kelayakan finansial dilakukan uji sensitivitas dengan tiga skenario yaitu adanya subsidi harga kompos dari pemerintah sebesar Rp 350/kg, perubahan alokasi dana dari kas warga untuk pabrik kompos Mutu Elok sebesar 5% dan perubahan tarif retribusi kebersihan di perumahan Cipinang Elok sebesar 5%. Berdasarkan hasil regresi berganda, model persamaan fungsi produksi sampah rumahtangga skenario I adalah: Y = X X X X X X 9 Variabel yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi sampah adalah pola hidup, jumlah anggota keluarga, pendapatan rumahtangga, pengeluaran konsumsi rumahtangga yang berpengaruh nyata pada taraf 5%, sedangkan untuk variabel jenis sampah berpengaruh nyata pada taraf 10%, dan variabel retribusi kebersihan berpengaruh nyata pada taraf 20%. Sedangkan hasil regresi berganda, model persamaan fungsi produksi sampah rumahtangga skenario II adalah: Y = X X X X X X 9 Variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 5% adalah pola hidup, jumlah anggota keluarga, pendapatan rumahtangga, pengeluaran konsumsi rumahtangga dan retribusi kebersihan. Sedangkan jenis sampah berpengaruh nyata pada taraf 10%. Dari hasil analisis kelayakan finansial dapat disimpulkan bahwa usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok dengan bantuan kas warga, layak dijalankan. Hal ini berdasarkan kriteria kelayakan dimana NPV 0, IRR> dari suku bunga rata-rata sebesar 10%, dan Net B/C 1 dengan periode waktu proyek selama 10 tahun. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa pemberian subsidi harga kompos dari pemerintah, peningkatan alokasi dana dari kas warga dan peningkatan tarif retribusi kebersihan akan meningkatkan kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok, sebaliknya penurunan alokasi dana dari kas warga dan penurunan tarif retribusi kebersihan akan menurunkan kelayakan finansial pabrik kompos Mutu Elok. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengelola sektor perumahan dalam mempertimbangkan usaha pengelolaan sampah pemukiman yang dari hasil penelitian mampu memberikan keuntungan secara finansial serta dapat mengantisipasi peningkatan produksi sampah berdasarkan faktor-faktor yang secara signifikan dapat mempengaruhi produksi sampah.

6 diolah dengan menggunakan analisis regresi ganda. Dari analisis tersebut diharapkan dapat diketahui faktor-faktor yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi sampah di perumahan Cipinang Elok dari model persamaan produksi sampah. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok di perumahan Cipinang Elok dengan menggunakan kriteria kelayakan NPV, IRR dan Net B/C. Dalam analisis kelayakan finansial dilakukan uji sensitivitas dengan tiga skenario yaitu adanya subsidi harga kompos dari pemerintah sebesar Rp 350/kg, perubahan alokasi dana dari kas warga untuk pabrik kompos Mutu Elok sebesar 5% dan perubahan tarif retribusi kebersihan di perumahan Cipinang Elok sebesar 5%. Berdasarkan hasil regresi berganda, model persamaan fungsi produksi sampah rumahtangga skenario I adalah: Y = X X X X X X 9 Variabel yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi sampah adalah pola hidup, jumlah anggota keluarga, pendapatan rumahtangga, pengeluaran konsumsi rumahtangga yang berpengaruh nyata pada taraf 5%, sedangkan untuk variabel jenis sampah berpengaruh nyata pada taraf 10%, dan variabel retribusi kebersihan berpengaruh nyata pada taraf 20%. Sedangkan hasil regresi berganda, model persamaan fungsi produksi sampah rumahtangga skenario II adalah: Y = X X X X X X 9 Variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 5% adalah pola hidup, jumlah anggota keluarga, pendapatan rumahtangga, pengeluaran konsumsi rumahtangga dan retribusi kebersihan. Sedangkan jenis sampah berpengaruh nyata pada taraf 10%. Dari hasil analisis kelayakan finansial dapat disimpulkan bahwa usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok dengan bantuan kas warga, layak dijalankan. Hal ini berdasarkan kriteria kelayakan dimana NPV 0, IRR> dari suku bunga rata-rata sebesar 10%, dan Net B/C 1 dengan periode waktu proyek selama 10 tahun. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa pemberian subsidi harga kompos dari pemerintah, peningkatan alokasi dana dari kas warga dan peningkatan tarif retribusi kebersihan akan meningkatkan kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok, sebaliknya penurunan alokasi dana dari kas warga dan penurunan tarif retribusi kebersihan akan menurunkan kelayakan finansial pabrik kompos Mutu Elok. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengelola sektor perumahan dalam mempertimbangkan usaha pengelolaan sampah pemukiman yang dari hasil penelitian mampu memberikan keuntungan secara finansial serta dapat mengantisipasi peningkatan produksi sampah berdasarkan faktor-faktor yang secara signifikan dapat mempengaruhi produksi sampah. 2

7 Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah dan Kelayakan Finansial Usaha Pengelolaan Sampah Rumahtangga (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) Nama : Ganis Dwi Cahyani NRP : H Disetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP : Nuva, SP, M.Sc Diketahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP : Tanggal Lulus :

8 Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah dan Kelayakan Finansial Usaha Pengelolaan Sampah Rumahtangga (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) Nama : Ganis Dwi Cahyani NRP : H Disetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP : Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Diketahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Dr. Sri Hartoyo, MS NIP : Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP : Tanggal Lulus :

9 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Mei 2009 Ganis Dwi Cahyani H

10 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ganis Dwi Cahyani lahir pada tanggal 6 November 1986 di Madiun, Jawa Timur. Penulis anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Kuswoto dan Sri Ani Nurwati. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis adalah SDN Kebonsari III Tuban dengan tahun kelulusan 1999, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri I Tuban dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMA Negeri I Tuban sampai dengan tahun Pada tahun 2005 penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi di Bogor, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen dengan kurikulum Mayor-Minor. Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti beberapa kegiatan organisasi di kampus, antara lain adalah Kru Koran Kampus IPB, Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) IPMRT Tuban, Sanggar Seni Sunda Gentra Kaheman dan Himpunan Profesi mahasiswa ESL (REESA). Penulis pernah menjadi juara I dalam karya tulis ilmiah olimpiade pertanian pelajar SMA seindonesia serta mewakili Departemen ESL sebagai mahasiswa berprestasi tahun Penulis mempunyai pengalaman kerja sebagai asisten dosen mata kuliah Ekonomi Umum pada tahun 2008 dan magang di Badan Pertanahan Negara (BPN) wilayah Tuban pada tahun Penulis juga aktif dalam mengikuti seminar dan pelatihan di berbagai acara. Sampai saat ini, penulis adalah penerima beasiswa BBM.

11 KATA PENGANTAR Dengan rahmat dari Allah SWT, penulis mengucapkan segala syukur karena telah diberi kemudahan dan kelancaran sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Dilatar belakangi oleh rasa keingintahuan yang besar dari penulis terhadap permasalahan sampah khususnya di wilayah DKI Jakarta serta sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis melakukan penelitian untuk menyusun skripsi yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah dan Kelayakan Finansial Usaha Pengelolaan Sampah Rumahtangga (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah di pabrik kompos Mutu Elok dan menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi poduksi sampah rumahtangga di perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran usaha pengelolaan sampah perumahan yang dapat memberikan keuntungan secara finansial, serta menjadi masukan terhadap pemerintah daerah terkait dengan penetapan tarif retribusi kebersihan yang selama ini disusun berdasarkan pada luasan bangunan. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna, sehingga saran dan kritik yang dapat memperbaiki penyusunan skripsi sangat diharapkan oleh penulis.

12 UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih kepada Allah SWT yang memberikan segala kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah dan Kelayakan Finansial Usaha Pengelolaan Sampah Rumahtangga (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) dengan lancar. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan data primer yang diperoleh penulis dengan cara wawancara dan pengisian kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data hunian perumahan Cipinang Elok dan buku kas pabrik kompos Mutu Elok. Dengan bimbingan dari Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS dan Nuva SP, M.Sc, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi. Untuk itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Kedua orang tua penulis, bapak dan ibu, dengan penuh kesabaran selalu memberikan doanya kepada penulis. 2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS yang memberikan bimbingan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 3. Nuva, SP, M.Sc yang memberikan bantuan kepada penulis, sehingga penulis dapat mengatasi permasalahan selama pengerjaan skripsi. 4. Keluarga Besar Kuswoto, mbak Dian dan mas Priyo terimakasih atas segala dukungannya.

13 5. Ketua RW 010 Perumahan Cipinang Elok dan pengelola pabrik kompos Mutu Elok yang memberikan kemudahan kepada penulis dalam mengambil data. 6. Teman-teman di Departemen ESL angkatan 42, kalian semua adalah motivator terbaik bagi penulis. 7. Terspesial untuk penyemangat hati penulis, terimakasih. Semoga skripsi hasil karya penulis dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Bogor, Mei 2009 Penulis

14 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi Sampah Proses Pengolahan Sampah Kebijakan Pengelolaan Sampah Undang-Undang Pengelolaan Sampah No.18 tahun Lingkungan Pemukiman dan Perumahan Penelitian Terdahulu yang Terkait III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Operasional Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Ekonomi Biaya dan Manfaat Pengelolaan Sampah Analisis Regresi Persamaan Regresi Ganda Uji Hipotesis Pengertian Proyek Analisis Kelayakan Finansial IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Penentuan Jumlah Responden Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Regresi Ganda Persamaan Regresi Ganda Analisis Kelayakan Finansial Komponen Arus Penerimaan (Inflow) Usaha Pengelolaan Sampah Pabrik Kompos Mutu Elok Komponen Arus Pengeluaran (Outflow) Usaha Pengelolaan Sampah Pabrik Kompos Mutu Elok i

15 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Pengelolaan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Deskripsi Perumahan Cipinang Elok Pengelolaan Sampah di Perumahan Cipinang Elok Pengumpulan Sampah Retribusi Kebersihan VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH RUMAHTANGGA Karakteristik Responden Sebaran Tempat Tinggal Responden Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan Rumahtangga Jumlah Anggota Keluarga Faktor Penunjang Pola Hidup Luas Tempat Tinggal Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Pengeluaran Non Konsumsi Rumahtangga Jenis Sampah Retribusi Kebersihan Fungsi Regresi Berganda VII. KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH PABRIK KOMPOS MUTU ELOK Pabrik Kompos Mutu Elok Aspek Pelaksanaan Usaha Aspek Pasar Pangsa Pasar Bauran Pemasaran Hasil Analisis Aspek Pasar Aspek Teknis Lokasi Usaha Proses Pengolahan Sampah Organik Hasil Analisis Aspek Teknis Aspek Manajemen Struktur Organisasi Tenaga Kerja Hasil Analisis Aspek Manajerial Aspek Sosial Analisis Kelayakan Finansial Identifikasi Pemasukan Identifikasi Pengeluaran Kriteria Kelayakan Analisis Sensitivitas Hasil Analisis Sensitivitas ii

16 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

17 DAFTAR TABEL Nomor Hal 1. Produksi dan Volume Sampah yang Terangkut perhari di Provinsi DKI Jakarta Tahun (satuan m 3 ) Presentase Komposisi Sampah di DKI Jakarta (%) tahun Daftar Kebutuhan Data, Jenis dan Sumbernya Peralatan yang Digunakan untuk Pembuatan Kompos Distribusi Produksi Sampah di DKI Jakarta Pembagian Blok dan Penduduk di Perumahan Cipinang Elok Pembagian Tugas Pengambilan Sampah di Perumahan Cipinang Elok Sumber dan Produksi Sampah di Perumahan Cipinang Elok Ketentuan Tarif Retribusi Kebersihan di Perumahan Cipinang Elok Hasil Analisis Regresi Skenario I Hasil Analisis Regresi Skenario II Total Penjualan Kompos di Pabrik Kompos Mutu Elok Total Biaya Investasi Usaha Pengelolaan Sampah Pabrik Kompos Mutu Elok Total Biaya Re-investasi Usaha Pengelolaan Sampah Pabrik Kompos Mutu Elok Total Biaya Produksi Usaha Pengelolaan Sampah Pabrik Kompos Mutu Elok Hasil Kelayakan Finansial Pabrik Kompos Mutu Elok Ketentuan Subsidi Harga Kompos Pemerintah Hasil Analisis Sensitivitas iv

18 DAFTAR GAMBAR Nomor Hal 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional Grafik Biaya dan Manfaat Pengelolaan Sampah Mekanisme Pengelolaan Sampah di DKI Jakarta Sebaran Tempat Tinggal Responden Warga Perumahan Cipinang Elok Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Tingkat Pendidikan Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Tingkat Pendapatan Rumahatangga Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Pola Hidup Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Luas Tempat Tinggal Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Pengeluaran Non Konsumsi Rumahtangga Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Jenis Sampah Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Retribusi Kebersihan Alur Pengolahan Sampah Struktur Organisasi Pengelola Pabrik Kompos Mutu Elok v

19 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Hal 1. Cashflow Kelayakan Finansial Pabrik Kompos Mutu Elok Analisis Sensitivitas Berdasarkan Skenario I Subsidi Harga Kompos dari Pemerintah Sebesar Rp 350/kg Analisis Sensitivitas Berdasarkan Skenario II Peningkatan Alokasi Dana dari Kas Warga untuk Pabrik Kompos Mutu Elok Sebesar 5% Penurunan Alokasi Dana dari Kas Warga untuk Pabrik Kompos Mutu Elok Sebesar 5% Analisis Sensitivitas Berdasarkan Skenario Ke III Peningkatan Tarif Retribusi Kebersihan Sebesar 5% Penurunan Tarif Retribusi Kebersihan Sebesar 5% Hasil Analisis Regresi Skenario I Hasil Analisis Regresi Skenario II Rekapitulasi Hasil Kuesioner Kuesioner vi

20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika jumlah manusia masih sedikit, cara hidup dan bermukim manusia selaras dengan lingkungan alam, namun seiring dengan berkembang dan meningkatnya kebutuhan manusia terjadi perubahan cara hidup dan bermukim yang tidak lagi selaras dengan lingkungan alam. Kebutuhan akan tempat tinggal menjadikan lahan dan ruang dialih fungsikan menjadi perumahan yang disertai pula dengan fasilitas pelayanan hidup yang bermacam-macam, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, hiburan dan pasar. Fasilitas-fasilitas tersebut ditunjang dengan prasarana jalan, angkutan, listrik, air minum dan saluran sampah. Penduduk membutuhkan pemukiman yang tersebar di dua macam lingkungan pemukiman, yaitu wilayah perdesaan dan wilayah perkotaan. Keadaan lingkungan dan masalah yang dihadapi berbeda di kedua wilayah tersebut. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari sarana dan kepadatan penduduk yang bermukim di sana. Kota memiliki penduduk yang lebih padat dan sarana yang lebih lengkap serta memerlukan pengamatan yang lebih baik, sebaliknya dengan wilayah perdesaan dimana sarana pemukiman relatif sederhana. Perumahan di kota memiliki kelengkapan fasilitas dan pelayanan yang relatif lebih baik dibandingkan perumahan di desa. Hal ini menimbulkan kecenderungan meningkatnya proses urbanisasi ke kota. Akibatnya terdapat ketidakseimbangan pengembangan lingkungan di desa dan di kota. Perkembangan kota meningkat pesat, namun peningkatan ini tidak disertai dengan kemampuan pengelolaan kota untuk menyediakan pelayanan fasilitas publik yang layak bagi penduduk kota, 3

21 sedangkan kemampuan dan keterlibatan masyarakat pada pemeliharaan lingkungan juga sangat terbatas. Perumahan dan pemukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar juga mempunyai fungsi yang strategis sebagai: pusat pendidikan keluarga, pembinaan generasi muda, tempat persemaian budaya, pengejawantahan jatidiri dan barang modal (capital goods). Kebutuhan perumahan di Indonesia setiap tahunnya rata-rata sebesar unit rumah baru per tahun. Kebutuhan pasar perumahan yang tinggi mengakibatkan rendahnya penilaian manusia terhadap lingkungan dalam pembangunan perumahan yang mengakibatkan pembangunan suatu perumahan kurang memperhatikan kondisi lingkungannya. Salah satu contohnya adalah kurangnya lahan pembuangan sampah di daerah perumahan yang menyebabkan warga perumahan tidak melakukan pengelolaan sampah secara baik. Menurut Direktur Jenderal Perumahan dan Pemukiman (2008), perumahan dan pemukiman di Indonesia belum mempunyai sistem penyelenggaraan yang mantap, tingkat pemenuhan kebutuhan rumah yang masih rendah, serta tidak mempertimbangkan kualitas lingkungan pemukiman yang berkaitan dengan pengelolaan sampah. Produksi sampah perumahan tidak diperhitungkan sebagai faktor yang menyebabkan menurunnya kualitas perumahan. Semakin besar kebutuhan masyarakat akan perumahan, maka akan semakin besar pula produksi sampah perumahan. Pertumbuhan kota yang tidak terkendalikan juga akan menyebabkan kawasan pemukiman tumbuh pesat dan sulit melakukan pengumpulan sampah. Saat ini sampah masih menjadi permasalahan karena dampak negatif yang ditimbulkannya lebih besar dari pada dampak positifnya. Timbulan sampah selain berkorelasi positif dengan jumlah penduduk, juga merupakan ancaman bagi 4

22 peningkatan taraf hidup masyarakat karena ternyata timbulan sampah semakin tinggi dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Awalnya, ketika terbentuknya suatu lingkungan masyarakat yang kemudian menjadi embrio kota, sampah belum menjadi masalah yang rumit karena daya dukung lahan yang relatif tinggi dan volume timbulan sampah yang relatif rendah sehingga pengelolaannya berjalan dengan alami. Sampah menjadi permasalahan serius sejalan dengan bertambahnya penduduk dan perubahan pola hidup masyarakat di suatu lingkungan. Sementara itu, kapasitas penanganan sampah yang biasa dilakukan oleh Pemerintah Daerah/Kota pada umumnya tidak mampu menyesuaikan laju produksi sampah sehingga menyebabkan terjadinya ketimpangan antara kapasitas sampah dan kebutuhan pelayanan. Sampah perumahan diproduksi oleh rumahtangga yang merupakan penyumbang terbesar limbah padat. Sebagai gambaran disini diberikan ilustrasi tentang Provinsi DKI Jakarta. Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta mencatat, setiap orang di Ibu Kota kini rata-rata menghasilkan 2,97 liter sampah perhari. Jumlah penduduk dari lima wilayah kota ini mencapai 12 juta jiwa, sehingga timbulan sampah yang harus dibuang setiap hari berkisar m 3 atau sekitar ton. Pada tahun 2010, timbulan sampah per hari diperkirakan mencapai ton, dan menjadi ton pada tahun Timbulan sampah terbanyak berasal dari pemukiman, dengan demikian penghasil sampah terbesar adalah rumahtangga. Berdasarkan data Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2005, kita dapat melihat berapa banyak produksi sampah per hari penduduk Jakarta dan volume yang terangkut setiap hari, sebagaimana dideskripsikan dalam tabel 2: 5

23 Tabel 1. Produksi dan Volume Sampah yang Terangkut perhari di Provinsi DKI Jakarta Tahun (satuan m 3 ) Tahun Produksi sampah per hari (m 3 ) Volume Sampah yang terangkut per hari (m 3 ) % Sampah yang Tertanggulangi , , ,70 Sumber : Badan Pusat Statistik Lingkungan Hidup Indonesia, 2005 Apabila timbulan sampah yang bersumber dari perumahan dan pemukiman belum teratasi dengan baik, tentunya akan menjadi suatu pencapaian terhadap kondisi lingkungan yang buruk dan berdampak negatif terhadap masyarakat DKI Jakarta sehingga perlu adanya suatu pengelolaan sampah yang dapat menanggulangi timbulan sampah tersebut. Pengelolaan sampah di Indonesia masih sebatas cara membuang bukan mengolah. Cara yang dilakukan sekarang ini antara lain mencari lahan kosong dan kemudian berpindah lagi jika telah penuh atau dianggap tidak layak. Selain itu, pengelolaan sampah di Indonesia pada umumnya dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengangkut, membuang dan memusnahkan sampah. Pengelolaan sampah yang masih relatif sederhana, tidak menjadikan permasalahan sampah selesai begitu saja, sehingga diperlukan adanya peraturan tentang persampahan dan pengelolaannya agar sampah yang dihasilkan terutama yang bersumber dari perumahan dan pemukiman dapat dilakukan dengan efektif. Penanganan sampah dengan cara pengangkutan dan pembuangan yang menumpuk ke suatu wilayah ini membutuhkan biaya operasional yang sangat besar dan hanya efektif dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang sangat tidak efisien dan kurang aman karena adanya keterbatasan daya dukung lahan dan lingkungan yang semakin lama semakin menipis dan tidak 6

24 mampu lagi menampungnya dan pada akhirnya menjadi bencana (Sitohang, 2008). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengelola sampah tanpa menggunakan biaya yang besar adalah dengan pengelolaan sampah berbasis komunitas dimana sampah dikelola secara kawasan dengan peran serta dari masyarakat. Peran serta tersebut antara lain adalah melakukan pemilahan sampah, mendirikan usaha pengelolaan sampah dan membayar iuran retribusi kebersihan. Salah satu sampah padat perkotaan yang dapat dijadikan sebagai bisnis komersil berbasis komunitas adalah sampah sebagai bahan baku kompos yang sangat banyak jumlahnya, tetapi belum digunakan secara optimal (Bintoro, 2008 dalam Sitohang, 2008). Kompos dibutuhkan untuk usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan penghijauan sehingga dapat dipasarkan secara luas. Dampak positif lain dari usaha pengelolaan sampah komunitas adalah mengurangi anggaran pemerintah dalam mengatasi sampah, membuka lapangan kerja dan memperbaiki kondisi lingkungan. Penelitian tentang usaha pengelolaan sampah yang dapat memberikan kelayakan secara finansial adalah di Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, dimana pengelolaan sampah dengan bantuan subsidi harga kompos dari pemerintah dan iuran retribusi kebersihan warga yang ditambah dengan peminjaman modal dari bank memberikan keuntungan bersih Rp ,76, Net B/C 1,69 dengan periode pengembalian modal usaha selama 8 tahun (Sitohang, 2008). 1.2 Perumusan Masalah Salah satu permasalahan sampah di DKI Jakarta adalah mengenai pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah yang diterapkan pemerintah Provinsi 7

25 DKI Jakarta selama ini adalah mekanisme pengumpulan sampah dengan cara menjadikan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Bantar Gebang sebagai Sink dari seluruh distributor sampah di DKI Jakarta. Akibatnya, terjadi penumpukan volume dan keragaman sampah yang terlalu besar di TPA Bantar Gebang. Permasalahan sampah diawali dari peningkatan jumlah penduduk yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk dialih fungsikan menjadi perumahan. Luas lahan yang semakin sempit menjadikan daya dukungnya untuk menampung sampah semakin menurun yang menjadikan sampah tidak terdekomposisi dengan baik dan menimbulkan pencemaran yang mengganggu kondisi lingkungan. Permasalahan sampah sudah seharusnya menjadi tanggung jawab masyarakat dengan kendali dari pemerintah pusat sebagai otoritas pemerintahan. Dalam hal ini penting melibatkan peran serta masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah sesuai dengan mekanisme pengelolaan sampah yang dibuat pemerintah pusat. Alasan pentingnya keterlibatan masyarakat adalah masyarakat sebagai penghasil sampah, apabila tidak ada peran serta yang harus ditanggung masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah, berarti masyarakat hanya berkontribusi dalam peningkatan volume sampah. Peran serta masyarakat lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan membayar retribusi kebersihan yang besarnya sesuai dengan peraturan daerah setempat atau kesepakatan warga perumahan. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta no. 3 tahun 1999, tarif retribusi yang ditetapkan sebesar Rp sampai Rp per bulan yang dibebankan bersamaan dengan pembayaran listrik. Permasalahannya adalah tarif yang ditetapkan masih terlalu mahal untuk dapat dibayar oleh masyarakat miskin, 8

26 namun bagi masyarakat yang tingkat ekonominya menengah ke atas, tarif retribusi tersebut terlalu murah. Menurut data dari Dinas Kebersihan tahun 2005, produksi sampah sebesar m 3 dihasilkan dari distributor yang berbeda. Distributor sampah terbesar berasal dari sektor perumahan dengan volume sampah sebesar ,68 m 3 tiap harinya. Dibandingkan dengan sektor lainnya yaitu pasar, komersial, industri dan sarana umum, sektor perumahan mempunyai pengaruh terbesar terhadap peningkatan volume sampah yang diangkut ke TPA Bantar Gebang. Perumahan Cipinang Elok adalah salah satu perumahan yang warganya telah melakukan kegiatan pengelolaan sampah yang kemudian diberi nama pabrik kompos Mutu Elok. Warga perumahan Cipinang Elok yang berjumlah 718 keluarga mampu mengelola sampah rumah tangganya masing-masing. Lambat laun kegiatan ini berkembang menjadi pengelolaan sampah skala kawasan. Aktivitas yang dilakukan oleh warga Cipinang Elok merupakan salah satu peran masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah. Peran tersebut diperlukan karena produsen sampah itu sendiri adalah masyarakat. Apabila pengelolaan sampah secara kawasan tidak dilakukan oleh warga perumahan Cipinang Elok, maka volume sampah yang dihasilkan tidak akan terangkut dengan baik, menimbulkan berbagai pencemaran yang dapat memperburuk kondisi lingkungan dan mengurangi kenyamanan tempat tinggal. Terdapat keterkaitan antara masyarakat sebagai produsen dengan produksi sampah yang dihasilkan. Setiap individu memiliki perbedaan alasan dalam memproduksi sampah di tempat tinggalnya, untuk wilayah perumahan misalnya, akan terdapat perbedaan persepsi jika dikaitkan dengan faktor-faktor yang 9

27 mempengaruhi produksi sampah. Produksi sampah tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Buku pedoman bidang studi Pembuangan Sampah menyebutkan ada tujuh faktor yang mempengaruhi produksi sampah. Faktorfaktor tersebut antara lain adalah jumlah penduduk dan kepadatannya, tingkat aktivitas, pola kehidupan/tingkat sosial ekonomi, letak geografi, iklim, musim dan kemajuan teknologi. Dalam menjalankan usaha pengelolaan sampah, diperlukan studi kelayakan untuk mengetahui kelayakan usaha secara finansial dengan mengidentifikasi seluruh arus pemasukan dan arus pengeluaran. Hal ini penting untuk dilaksanakan mengingat pabrik kompos Mutu Elok merupakan solusi yang dilakukan oleh warga perumahan Cipinang Elok untuk mengurangi volume sampah berlebih ke TPA Bantar Gebang. Pendirian pabrik kompos Mutu Elok diawali dengan permasalahan sampah yang tiap harinya mencapai 17 m 3. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dibahas pula tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah di perumahan Cipinang Elok. Analisis tersebut diharapkan dapat memperlihatkan faktor-faktor mana saja yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi sampah di perumahan Cipinang Elok dari model persamaan produksi sampah serta kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok di perumahan Cipinang Elok sehingga diharapkan dapat diketahui besarnya biaya dan manfaat serta keuntungan atau kerugian yang dihasilkan dari usaha pengelolaan sampah tersebut. Oleh karena itu, sebagai pertanyaan dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana mekanisme pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok, Jakarta? 10

28 2. Bagaimana analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah di perumahan Cipinang Elok, Jakarta? 3. Bagaimana analisis kelayakan finansial usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok di perumahan Cipinang Elok, Jakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang ada, maka penelitian ditujukan secara umum untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah di perumahan Cipinang Elok serta kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok yang selama ini dilakukan di perumahan Cipinang Elok. Tujuan secara khusus dari penelitian ini adalah: 1. Deskripsi mekanisme pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok, Jakarta. 2. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah di perumahan Cipinang Elok, Jakarta. 3. Analisis kelayakan finansial usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok di perumahan Cipinang Elok, Jakarta. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah dan kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 11

29 1. Akademisi penelitian, khususnya di dalam analisis kelayakan finansial suatu proyek yang berbasis lingkungan, dalam penelitian ini adalah sampah. 2. Institusi lingkungan dan sumberdaya di dalam memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kualitas lingkungan, khususnya produksi sampah. 3. Mahasiswa secara umum terkait dengan pemahaman pentingnya menilai suatu proyek yang memprioritaskan kondisi lingkungan. 4. Masyarakat luas di dalam mengedepankan kualitas lingkungan dengan melakukan pengelolaan sampah secara terpadu dengan peran serta dari masyarakat. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Sesuai dengan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah diuraikan, maka ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah dan kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur. Dalam penelitian ini, variabel yang akan dianalisis adalah pola hidup, jumlah anggota keluarga, pendapatan rumahtangga, luas tempat tinggal, tingkat pendidikan, pengeluaran konsumsi rumahtangga, pengeluaran non konsumsi rumahtangga jenis sampah dan retribusi kebersihan. Untuk mengetahui variabel mana yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi sampah, maka digunakan analisis regresi ganda. Selain itu, dilakukan pula analisis kelayakan finansial terhadap usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok yang dilakukan oleh warga perumahan Cipinang Elok. Analisis finansial dimaksud untuk 12

30 mendapatkan kelayakan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh warga perumahan Cipinang Elok berdasarkan harga pasar. Pabrik kompos Mutu Elok di perumahan Cipinang Elok menghasilkan produk berupa kompos yang dipasarkan ke masyarakat sedangkan input dari proses produksi juga berdasarkan harga pembelian pasar. Dengan demikian usaha pengelolaan sampah di pabrik kompos Mutu Elok milik warga perumahan Cipinang Elok ini dapat dianalisis secara finansial. Keterbatasan penelitian ini adalah tidak diperhitungkannya faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi produksi sampah. Selain itu, analisis kelayakan hanya mempertimbangkan segi finansial suatu proyek dan tidak menghitung kelayakan ekonominya. 13

31 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produksi Sampah Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume serta jenis sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang digunakan sehari-hari. Berdasarkan Undang-Undang Pengelolaan Sampah No. 18 tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang ini terdiri atas: 1. Sampah rumahtangga, yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumahtangga. 2. Sampah sejenis sampah rumahtangga yaitu sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan fasilitas lainnya. 3. Sampah spesifik, dapat didefinisikan menjadi beberapa penjelasan sebagai berikut: a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun. b. Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun. c. Sampah yang timbul akibat bencana. d. Puing bongkaran bangunan. e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah. f. Sampah yang timbul secara tidak periodik. Sedangkan menurut Ekolink dalam Lingkungan untuk Manajemen (1996), sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas 14

32 manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Dalam hal ini, sampah yang diproduksi manusia dalam berbagai aktivitas terdiri dari sampah kering (anorganik) dan sampah basah (organik). Sampah kering diantaranya terdiri dari barang logam, kaca, kertas dan plastik. Golongan sampah ini banyak dijadikan barang komoditi lewat daur ulang oleh para pemulung, sehingga sedikit banyak mengurangi beban penanganan sampah lebih lanjut. Adapun bagi sampah basah yang banyak diproduksi rumahtangga, pasar-pasar tradisional terutama berasal dari sisa sayur mayur, hingga saat ini masih tetap menjadi permasalahan yang belum bisa dipecahkan langsung di lokasi. Dinas Kebersihan DKI Jakarta mencatat bahwa volume sampah di Jakarta mencapai m 3 /hari pada tahun Komposisi dan karakteristik sampah yang dihasilkan dari tahun ke tahun bergeser ke arah sampah yang kompleks, termasuk adanya kandungan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) seperti kandungan logam berat dan senyawa toksik lainnya pada sampah. Komposisi sampah di perkotaan, seperti DKI Jakarta mengalami penurunan komposisi sampah organik yang cukup signifikan, yaitu rata-rata sebesar 9,275 % setiap lima tahun, serta peningkatan sampah kertas dan plastik yang cukup besar pada lima tahun terakhir. Sedangkan komposisi sampah plastik mengalami rata-rata peningkatan sebesar 2,695 % setiap lima tahun (Saribanon, 2007). Berikut tabel 3 tentang presentase komposisi sampah di DKI Jakarta: 15

33 Tabel 2. Presentase Komposisi Sampah di DKI Jakarta (%)Tahun No. Komposisi Sampah Tahun ) (%) Tren Perubahan Presentase (%) Tahun ) (%) Tren Perubahan Presentase (%) Tahun ) 1. Bahan Organik 73,92-8,87 65,05-9,68 55,37 2. Plastik 7,86 3,22 11,08 2,17 13,25 3. Kertas 10,18-0,07 10,11 10,46 20,57 4. Kayu 0,98 2,14 3,12-3,05 0,07 5. Kain 1,57 0,88 2,45-1,84 0,61 6. Metal/Logam 2,04-0,14 1,90-0,84 1,06 7. Gelas/Kaca 1,75-0,12 1,63 0,28 1,91 8. Tulang 0,00 1,09 1,09-1,09 0,00 (%) 9. Karet dan Kulit tiruan 0,55 0,00 0,55-0,36 0, Baterai 0,29-0,01 0,28-0,28 0, Lain-lain 0,86 1,88 2,74 4,23 6,97 Jumlah Sumber : 1) Dinas Kebersihan DKI Jakarta, ) Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2005 Dinas Kebersihan DKI Jakarta terlibat dalam proses pengambilan, pengangkutan dan pembuangan sampah, belum pada taraf pengelolaan terpadu. Saat ini, Pemerintah DKI Jakarta melalui Dinas Kebersihan, menerapkan sistem pengelolaan sampah dengan bertumpu pada penimbunan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Oleh karena itu, proses distribusi dan transportasi menjadi penting. Mekanisme pengangkutan sampah dapat melalui tempat pengumpulan sampah sementara (TPS) atau langsung ke TPA. Untuk sampah industri, sebagian ada yang didistribusikan ke TPA dan sampah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) diolah sendiri atau melalui PT. PPLI (Prasedha Paramah Limbah Industri) yang telah memperoleh ijin operasional dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dan perusahaan swasta lainnya, yaitu PT. WGI 16

34 (Wiraswasta Gemilang Indonesia) dan PT. Dong Woo. Dengan kondisi armada pengangkutan dan TPS di setiap wilayah saat ini, Pemerintah DKI Jakarta belum mampu menangani seluruh sampah yang dihasilkan masyarakat Jakarta atau masih belum dapat mengelola sekitar 13% sampah setiap harinya dari total m 3 sampah (Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2005). 2.2 Proses Pengolahan Sampah Menurut Hadi (2006) ada tiga proses pengelolaan sampah yang dapat diterapkan, antara lain pengomposan (composting), pembakaran (incineration) dan tempat pembuangan akhir sampah (Sanitary Landfill). Pengomposan (composting) adalah proses pengolahan sampah secara aerobik dan anaerobik yang merupakan proses saling menunjang untuk menghasilkan kompos. Sampah yang dapat digunakan dengan baik sebagai bahan baku kompos adalah sampah organik karena mudah mengalami proses dekomposisi oleh mikroba-mikroba. Pembakaran (incineration) sampah dengan menggunakan incinerator adalah salah satu cara pengolahan sampah baik padat maupun cair. Di dalam incinerator, sampah dibakar secara terkendali dan berubah menjadi gas (asap) dan abu. Salah satu kelebihan incinerator adalah mencegah pencemaran udara dengan syarat incinerator harus beroperasi secara berkesinambungan selama enam atau tujuh hari selama seminggu dengan kondisi temperatur yang dikontrol dengan baik dan adanya alat pengendali polusi udara hingga mencapai tingkat efisiensi serta mencegah terjadinya pencemaran udara dan bau. Teknik pembuangan akhir sampah (Sanitary Landfill) adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap sampah. Pada teknik 17

35 ini, sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan untuk kemudian dilapisi dengan tanah dan dipadatkan kembali. Pada bagian atas timbunan sampah tersebut, dapat dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Pada bagian dasar dari konstruksi sanitary landfill dibangun suatu lapisan kedap air yang dilengkapi dengan pipa-pipa pengumpul dan penyalur air lindi (leachate) serta pipa penyalur gas yang terbentuk dari hasil penguraian sampah-sampah organik yang ditimbun. 2.3 Kebijakan Pengelolaan Sampah Pemukiman Pengelolaan sampah dapat diartikan sebagai suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbulan, penyimpanan sementara, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat, ekonomi, keahlian teknik, perlindungan alam, keindahan (estetis), pertimbangan-pertimbangan lingkungan dan juga mempertimbangkan sikap masyarakat (Tchobanoglous et al., 1977). Kebijakan pemerintah tentang pengelolaan sampah memiliki acuan pada amanat yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2008 sebagai berikut: 1. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. 2. Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggungjawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan dan asas nilai ekonomi. 18

36 3. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. 4. Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan, antara lain dengan cara: a. Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah. b. Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan dan penanganan sampah. c. Memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan dan pemanfaatan sampah. d. Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah. e. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah. f. Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah. g. Melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah. 5. Dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, Pemerintah mempunyai kewenangan, antara lain: a. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah. b. Menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria pengelolaan sampah. 19

37 c. Memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah, kemitraan dan jejaring dalam pengelolaan sampah. d. Menyelenggarakan koordinasi, pembinaan dan pengawasan kinerja Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sampah. e. Menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah dalam pengelolaan sampah. Undang-Undang Pengelolaan Sampah juga mengatur tentang pengelolaan sampah rumahtangga. Dalam pasal 12 dijelaskan bahwa: 1. Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumahtangga dan sampah sejenis sampah rumahtangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan. 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumahtangga dan sampah sejenis sampah rumahtangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah. Sedangkan pada pasal 13 dinyatakan bahwa pengelola kawasan pemukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah. Peraturan lain tertuang dalam Undang-Undang Pengelolaan Sampah bab VI pasal 19, tentang penyelenggaraan pengelolaan sampah rumahtangga yang menjelaskan bahwa pengelolaan sampah rumahtangga dan sampah sejenis sampah rumahtangga terdiri dari pengurangan sampah dan penanganan sampah. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No. 409/KPTS/2002 pasal 1 tentang pedoman kerjasama pemerintah dan badan swasta dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan air minum, menyatakan bahwa 20

38 penyelenggaraan dan pengelolaan sanitasi merupakan kegiatan investasi yang meliputi atau sebagian dari pengadaan, penyediaan, pengelolaan pencemaran ke badan air, sistem persampahan, air limbah dan atau air kotor. Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman No. 281-II/PD LP pada tanggal 30 Oktober 1989 tentang persyaratan kesehatan pengelolaan sampah menyatakan bahwa pengelolaan sampah setempat dengan pola individual di pemukiman untuk mengurangi volume, merubah bentuk atau memusnahkan sampah harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Hanya dilakukan pada pemukiman yang kepadatannya kurang dari 50 jiwa per ha. 2. Bila dilakukan pembakaran, asap dan debu yang dihasilkan tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan masyarakat sekitarnya. 3. Bila sampah yang dihasilkan ditimbun atau ditanam pada lubang galian tanah, jaraknya terhadap sumur atau sumber air bersih terdekat minimal 10 meter. 4. Sampah-sampah berupa baterai dan bekas wadah berbahaya dan beracun harus ditangani secara khusus. Selain dari Undang-Undang Pengelolaan sampah No.18 tahun 2008, pengaturan persampahan di Indonesia masih dalam tatanan Peraturan Daerah. Hal ini dapat dilihat dari pengelolaan sampah yang masih diatur secara parsial dan sektoral, seperti diatur dalam Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Perumahan dan Pemukiman, Undang-Undang Lingkungan Hidup, Undang- Undang Perindustrian. 21

39 Menurut Pasal 29H UUD 1945 dinyatakan bahwa penanganan masalah sampah merupakan masalah Pemerintah, Pemerintah Daerah (Pemerintah Kabupaten/Kota) yang memiliki kewenangan atas barang publik. Wewenang (hukum) publik yang bersifat tidak dapat dipindahtangankan (non transferable) kepada institusi atau badan hukum privat. Sehingga apabila badan hukum privat melakukan suatu pengelolaan sampah, maka kewenangannya hanya sebatas operator yang bertanggung jawab kepada Pemerintah Daerah (Pemerintah Kabupaten/Kota) dengan konsekuensi bahwa badan hukum privat itu tidak dapat memungut secara langsung biaya dari warga masyarakat untuk membiayai penanganan sampah yang dilakukan. Standar yang berhubungan dengan pengelolaan persampahan telah diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Badan Standarisasi Nasional (BSN), yaitu: 1. SK-SNI. S , tentang spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan kota sedang di Indonesia. Standar ini mengatur tentang jenis sumber sampah, besaran timbulan sampah berdasarkan komponen sumber sampah serta besaran timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota. 2. SNI , tentang tata cara pengelolaan teknik sampah perkotaan. Standar ini mengatur tentang persyaratan teknis yang meliputi: teknik operasional, daerah pelayanan, tingkat pelayanan, pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan dan pembuangan akhir. Kriteria penentuan kualitas operasional pelayanan adalah: a. Penggunaan jenis peralatan 22

40 b. Sampah terisolasi dari lingkungan c. Frekuensi pelayanan d. Frekuensi penyapuan e. Estetika f. Tipe kota g. Variasi daerah pelayanan h. Pendapatan dari retribusi i. Timbulan sampah musiman 3. SNI , tentang tata cara pemilihan lokasi tempat tembuangan akhir sampah. Standar ini mengatur tentang ketentuan pemilihan lokasi TPA, kriteria pemilihan lokasi yang meliputi kriteria regional dan kriteria penyisih. 4. SNI , tentang metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan. Standar ini mengatur tentang tata cara pengambilan dan pengukuran contoh timbulan sampah yang meliputi lokasi, cara pengambilan, jumlah contoh, frekuensi pengambilan serta pengukuran dan perhitungan. 2.4 Undang-Undang Pengelolaan Sampah No.18 tahun 2008 Rancangan Undang-Undang pengelolaan sampah, diawali dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Ir. Rachmat Witoelar No. 295 Tahun 2007 pada tanggal 11 Juni 2007 tentang dibentuknya tim kerja dan tim ahli pembahasan rancangan Undang-Undang pengelolaan sampah. Tim kerja yang dibentuk bertugas untuk: 23

41 1. Menyiapkan materi dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah. 2. Melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah. 3. Melaksanakan tugas lain dari Menteri Negara Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan persiapan dan/atau pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah. Keputusan Menteri Negara untuk menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Sampah mendapat tanggapan dari beberapa pihak. Sebagian pihak menyatakan bahwa Undang-Undang Pengelolaan Sampah harus segera disahkan agar dapat diimplementasikan untuk mengatasi permasalahan sampah 1). Namun tanggapan kontra tentang RUU Pengelolaan Sampah juga disampaikan dari beberapa pihak. Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sampah dianggap akan membebani daerah karena sulit dioperasionalkan 2). Gejala RUU Pengelolaan Sampah sulit diaplikasikan di daerah, diantaranya tampak dari kondisi daerah. Prinsip di banyak negara, investasi awal untuk pengelolaan lingkungan hidup adalah tanggungjawab pemerintah. Meskipun demikian, Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sampah tetap disetujui dalam Sidang Paripurna DPR di Jakarta pada tanggal 9 April Undang-Undang Pengelolaan Sampah menetapkan kewajiban setiap orang, pengelolaan kawasan dan produsen untuk melakukan pengelolaan sampah. Pengelola kawasan pemukiman, industri, hingga fasilitas sosial wajib 1) Pernyataan dari Ketua Koalisi LSM untuk Persampahan Nasional, Bagong Suyoto. Dikutip dari koran Antara tanggal 8 April ) Pernyataan dari Direktur Pengelolaan Limbah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal), Setyo R Moersidi. Dikutip dari Koran Kompas tanggal 10 April

42 menyediakan fasilitas pemilahan sampah. Sedangkan produsen wajib mengelola kemasan produknya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. Undang- Undang ini juga mengatur tentang pemberian kompensasi, antara lain berupa relokasi, pemulihan lingkungan dan biaya pengobatan kepada orang yang terkena dampak negatif dari kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah. Ketentuan pidana juga diberikan kepada pengimpor sampah dengan penjara kurungan 3 hingga 12 tahun dan denda Rp 100 juta hingga Rp 5 miliar. Dan pengelola sampah yang mencemari dan hingga menyebabkan kematian diancam pidana penjara 4 sampai 15 tahun dan denda Rp 100 juta hingga Rp 5 miliar. Dalam implementasinya, Undang-Undang Pengelolaan Sampah mengalami beberapa hambatan. Perangkat dan penunjang terhadap pelaksanaan Undang- Undang Pengelolaan Sampah seharusnya diimplementasikan dengan baik agar masyarakat dapat mengambil manfaat dari disahkannya Undang-Undang tersebut untuk mengatasi permasalahan sampah yang terjadi di Indonesia 3). 2.5 Lingkungan Pemukiman dan Perumahan Lingkungan pemukiman diartikan sebagai suatu kesatuan dari beberapa tempat tinggal/rumah yang didukung dengan sarana dan prasarana di dalamnya, misalnya sarana jalan, taman, tempat ibadah, pendidikan, kesehatan, perkantoran, perniagaan dan sebagainya. Selain itu lingkungan pemukiman dapat meliputi aspek fisik ataupun non fisik. Aspek fisik merupakan sarana dan prasarana yang 3) Pernyataan dari Daud Silalahi, pakar Hukum Lingkungan dari Universitas Padjajaran Kompas tanggal 10 April

43 ada, sedangkan aspek non fisik merupakan kualitas lingkungan pemukiman tersebut, misalnya kenyamanan dan tingkat kesehatan (Avianto, 2005). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1992 pemukiman dapat dapat diartikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Lingkungan pemukiman harus didukung oleh pelayanan dan utilitas umum yang sebanding dengan ukuran atau luasnya lingkungan dan banyaknya penduduk. Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Satuan lingkungan pemukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur. Menurut definisi lain, pemukiman merupakan suatu sumber informasi tentang manusia dan aktivitasnya dalam suatu habitat. Pemukiman memiliki dua arti, yaitu (1) suatu proses dimana manusia menetap pada suatu area dan (2) Hasil dari proses menetap tersebut. Pemukiman tidak hanya sebagai tempat bekerja manusia melainkan juga untuk memenuhi fasilitas jasa, komunikasi, pendidikan dan rekreasi (Van der Zee,1986 dalam Hermawati, 2006). 26

44 2.6 Penelitian Terdahulu yang Terkait Analisis Spearman yang digunakan dalam penelitian Iriani (1994) untuk melihat hubungan antara variabel-variabel indikator dengan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kecamatan Medan Sunggal. Penelitiannya menunjukkan bahwa peran serta masyarakat pada daerah dengan kepadatan penduduk sedang (Kecamatan Medan Sunggal). Variabel yang digunakan sebagai indikator adalah pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga, lamanya tinggal dan pengetahuan masyarakat tentang sampah. Penelitian-penelitian tentang pengelolaan sampah berbasis komunitas antara lain penelitian yang dilakukan oleh Mustika (2006) tentang analisis komposisi sampah kota dan potensi pemanfaatannya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat potensi sampah di empat lokasi penelitian yaitu di Pasar Parung (Bogor), TPA Galuga (Bogor), TPA Pondok Rajeg (Bogor) dan TPA Ciangir (Tasikmalaya). Potensi sampah organik berupa kompos dan biogas, sedangkan potensi sampah non organik berupa daur ulang plastik dan kertas. Penelitian Hadi (2006) tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pedagang dalam pengelolaan sampah pasar studi kasus di Pasar Horas Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Faktor-faktor yang dianalisis dalam penelitian ini adalah usia responden, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, lama berdagang, status tempat berdagang, keadaan tempat berdagang, kategori berdagang dan sikap terhadap lingkungan. Penelitian Alimah (2007), tentang perilaku kolektif komunitas Kampung Banjarsari dalam pengelolaan sampah domestik perkotaan berbasis masyarakat yang menyimpulkan bahwa pengelolaan sampah di Kampung Banjarsari masih 27

45 sebatas pada perilaku kolektif dalam pembuangan sampah pada tempatnya, sedangkan aktivitas pemilahan sampah dengan penetapan 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) tidak dilakukan. Penelitian Sitohang (2008), tentang analisis finansial proyek usaha pengelolaan sampah kota Bogor berbasis komunitas (Kelurahan Bubulak, Bogor Barat). Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengelolaan sampah berbasis komunitas dapat layak dijalankan apabila ada peran serta masyarakat melalui retribusi sampah dan bantuan subsidi kompos dari pemerintah. Kriteria kelayakan yang digunakan adalah NPV, IRR, Net B/C dan PP. Fatimah (2009) dalam penelitiannya yang berjudul analisis kelayakan usaha pengelolaan sampah menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kota Bogor. Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara finansial proyek PLTSa di Kota Bogor tidak layak dijalankan karena komponen biaya investasi dan operasionalnya sangat mahal. Sebaliknya, proyek PLTSa di Kota Bogor menurut aspek pasar, aspek teknik dan aspek manajemen, layak untuk dijalankan. Dari hasil penelitian terdahulu di atas, yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, antara lain: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah dianalisis dengan regresi ganda, sehingga dapat diketahui seberapa berpengaruh faktor tersebut dalam mempengaruhi produksi sampah. 2. Penelitian ini menghitung kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pemukiman, dengan studi kasus di perumahan Cipinang Elok. 28

46 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian diawali dengan latar belakang kondisi lingkungan di DKI Jakarta terutama pada aspek persampahan. Berdasarkan kondisi lingkungan yang ada, akan dispesialisasikan pada lingkungan kawasan kota. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi lainnya. Telah disebutkan bahwa kawasan perkotaan mempunyai salah satu fungsi sebagai tempat pemukiman. Perumahan dan pemukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar, juga mempunyai fungsi yang strategis. Kebutuhan pasar perumahan yang tinggi mengakibatkan rendahnya penilaian manusia terhadap lingkungan dalam pembangunan perumahan yang mengakibatkan pembangunan suatu perumahan kurang memperhatikan kondisi lingkungannya, terutama dalam hal produksi sampah. Timbulan sampah selain berkorelasi positif dengan jumlah penduduk, juga merupakan ancaman bagi peningkatan taraf hidup masyarakat karena ternyata bahwa timbulan sampah semakin tinggi dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Diawali dengan mendeskripsikan kondisi lingkungan, jumlah penduduk dan perumahan, selanjutnya penelitian ini akan mengambil satu studi kasus di perumahan Cipinang Elok, RW 010 Kelurahan Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara, Jakarta timur. Perumahan Cipinang Elok adalah salah satu perumahan yang warganya telah melakukan kegiatan pengelolaan sampah yang kemudian 29

47 diberi nama pabrik kompos Mutu Elok. Permasalahan yang akan dirumuskan adalah tentang kondisi umum pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah di perumahan Cipinang Elok dan kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok. Tiap permasalahan mempunyai variabel-variabel yang akan dianalisis melalui pengolahan data hasil wawancara, data sekunder dan hasil pengisian kuesioner. Data akan diolah dengan menggunakan analisis regresi ganda dan analisis kelayakan finansial untuk menjawab permasalahan. Untuk memperjelas alur dari penelitian yang dilakukan, dapat dilihat bagan kerangka pemikiran dalam Gambar 1. 30

48 Pengelolaan sampah di DKI Jakarta Pengelolaan Sampah di Perumahan Cipinang Elok Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Sampah di Perumahan Cipinang Elok Kelayakan Finansial Usaha Pengelolaan Sampah Pabrik Kompos Mutu Elok 1. Proses Pengelolaan Sampah 2. Produksi Sampah/hari 3. Populasi Rumahtangga 4. Sarana Pengelolaan Sampah yang digunakan Analisis Deskriptif 1. Pola Hidup 2. Jumlah Anggota Keluarga 3. Pendapatan per Rumah tangga 4. Luas Tempat Tinggal 5. Tingkat Pendidikan 6. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 7. Pengeluaran Non Konsumsi Rumahtangga 8. Jenis Sampah 9. Retribusi Sampah 1. Identifikasi Arus Penerimaan 2. Identifikasi Arus Pengeluaran 3. Kriteria Kelayakan (NPV, IRR dan Net B/C) Analisis Kelayakan Finansial Analisis Regresi Pengelolaan Sampah Pemukiman Menjadi Lebih Baik. Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional 31

49 3.2 Kerangka Pemikiran Teoritis Teori Ekonomi Biaya dan Manfaat Pengelolaan Sampah Sampah merupakan buangan padat yang diproduksi oleh publik tanpa batasan dalam produksinya dari pihak lain. Namun, hasil dari produksi sampah yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan yang mempunyai dampak terhadap publik. Pengelolaan sampah oleh masyarakat akan memberikan dampak kepada lingkungan baik langsung maupun tidak langsung. Dampak yang diberikan dapat memberikan nilai yang positif ataupun negatif kepada pihak lain. Dampak dari pengelolaan sampah merupakan eksternalitas dari kegiatan yang dilakukan oleh satu pihak yang mempengaruhi uitilitas (kegunaan) pihak lain secara tidak diinginkan dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak (Fauzi, 2006). Masyarakat yang melakukan aktivitas pengelolaan sampah akan mengeluarkan sejumlah biaya, sebaliknya manfaat yang dihasilkan dari pengelolaan sampah akan berdampak baik langsung maupun tidak langsung kepada kondisi lingkungan yang dapat dirasakan oleh pihak lain yang tidak ikut melakukan pengelolaan sampah. Biaya marginal yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah disebut sebagai marginal abatement cost (MAC), sedangkan manfaat yang diperoleh masyarakat dari pengelolaan sampah disebut dengan marginal damage (MD). Berikut adalah grafik yang menjelaskan hubungan antara MAC dan MD: 32

50 P MD 2 MD 1 P 2 P* E 2 E* MAC E Gambar 2: Grafik Biaya dan Manfaat Pengelolaan Sampah Keterangan : P : Tarif retribusi kebersihan warga E : Eksternalitas negatif sampah MAC : Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pengelolaan sampah MD : Manfaat dari pengelolaan sampah Titik equilibrium dari grafik diatas berada pada perpotongan kurva MD dan MAC, sehingga eksternalitas negatif sampah berada pada E* dan tarif retribusi kebersihan yang harus dibayar warga pada P*. Apabila warga melakukan peningkatan usaha dalam mengelola sampah, maka manfaat pengelolaan sampah yang diperoleh akan meningkat dan menggeser kurva MD menjadi MD 2. Hal ini mengakibatkan tarif retribusi kebersihan warga meningkat menjadi P 2. Namun peningkatan tarif retribusi kebersihan tersebut mampu menurunkan dampak negatif sampah ke E 2. Dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya sosial yang dikeluarkan masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah melalui tarif retribusi kebersihan dapat menurunkan dampak negatif dari produksi sampah berlebih. 33

51 3.2.2 Analisis Regresi Ganda Analisis regresi digunakan untuk mempelajari bagaimana variabel-variabel dapat saling berhubungan atau dapat diramalkan (Husaini, et al; 1995). Hubungan yang diperoleh biasanya dinyatakan dalam persamaan matematik yang menyatakan hubungan fungsional antara variabel-variabel. Variabel yang mempengaruhi dalam analisis regresi disebut sebagai variabel prediktor, dengan lambang X, sedangkan variabel yang dipengaruhi disebut variabel kriterium dengan lambang Y. Hubungan fungsional antara satu variabel prediktor dengan satu variabel kriterium disebut analisis regresi tunggal, sedangkan hubungan fungsional yang lebih dari satu variabel disebut analisis regresi ganda. Analisis regresi berguna untuk: 1. Mendapatkan hubungan fungsional antara dua variabel atau lebih. 2. Mendapatkan pengaruh antara variabel prediktor terhadap variabel kriteriumnya. 3. Meramalkan pengaruh variabel prediktor terhadap kriteriumnya. Sedangkan asumsi yang harus digunakan dalam analisis regresi adalah: 1. Variabel yang dicari hubungan fungsionalnya mempunyai data yang berdistribusi normal. 2. Variabel X tidak acak, sedangkan variabel Y harus acak. 3. Variabel yang dihubungkan mempunyai pasangan sama dari subjek yang sama pula. 4. Variabel yang dihubungkan mempunyai data interval atau rasio. 34

52 Persamaan Regresi Ganda Dalam penelitian ini, persamaan regresi yang digunakan adalah regresi ganda. Regresi ganda digunakan untuk meramalkan pengaruh dua variabel prediktor atau lebih terhadap satu variabel kriterium atau untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsional antara dua buah variabel bebas (X) atau lebih dengan sebuah variabel terikat (Y). Berikut perumusannya: Keterangan: Y = a + b X + b X + b X b n X n Y = Variabel Kriterium X = Variabel Prediktor a = Bilangan Konstan b = Koefisien arah regresi linier n = banyaknya variabel predikor Uji Hipotesis Langkah-langkah dalam melakukan pengujian hipotesis terhadap analisis regresi ganda adalah sebagai berikut: 1. Menentukan maksud H 0 dan H 1 dalam bentuk kalimat: a. H 0 : tidak terdapat hubungan fungsional yang signifikan antar variabel X 1, X 2 dan variabel X n yang lain dengan variabel Y. b. H 1 : terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara variabel X 1, X 2 dan variabel X n yang lain dengan variabel Y. 2. Menentukan dalam bentuk statistik: a. H 0 : Ry.x1.x2 xn 0 b. H 1 : Ry.x1.x2 xn = 0 3. Menghitung F sign hitung dengan menggunakan rumus: 35

53 Keterangan: F = R 2 ( n m 1) m(1 R 2 ) n = Banyaknya sampel (responden) m = Banyaknya prediktor 4. Menghitung F tabel dengan menggunakan rumus: F tabel = F ( 1 a)( dkpembilang, dkpenyebut) dk pembilang = dk penyebut m = n m Bandingkan nilai F tabel dengan dengan tabel F. 5. Menentukan taraf signifikan (α) 6. Menentukan kriteria pengujian H 1, yaitu: H 0 : tidak signifikan H 1 : signifikan 1 Jika F hitung F tabel, maka H 1 diterima atau signifikan. 7. Melakukan uji-t. Uji-t digunakan untuk melihat nyata (signifikan) atau tidaknya pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel tak bebas (Y) melalui t-hit tiap variabel. Keterangan: t hit = b s i i bi = Koefisien peubah ke i si = Standar error peubah ke i Pengertian Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan yang menggunakan modal atau faktor produksi yang bertujuan untuk memperoleh manfaat dalam jangka waktu tertentu. 36

54 Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mendapatkan benefit (kemanfaatan). Kegiatan-kegiatan tersebut dapat berbentuk investasi baru dalam berbagai macam pabrik, pembuatan jalan raya, atau kereta api, irigasi, rumah sakit, berbagai macam program pelatihan, program keluarga berencana dan perluasan atau perbaikan program-program yang sedang berjalan, baik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah, badan-badan swasta, organisasi-organisasi sosial maupun oleh perorangan (Gray, et al; 1992). Sumber-sumber yang dipergunakan dalam pelaksanaan proyek dapat berbentuk barang-barang modal, tanah, bahan-bahan setengah jadi, bahan-bahan mentah, tenaga kerja dan waktu. Sumber-sumber tersebut, sebagian atau seluruhnya dapat dianggap sebagai barang-barang konsumsi yang dikorbankan dari penggunaan masa sekarang untuk memperoleh manfaat yang lebih besar di masa yang akan datang. Manfaat (benefit) yang diperoleh tersebut dapat berbentuk tingkat konsumsi yang lebih besar, penambahan kesempatan kerja, perbaikan dalam tingkat pendidikan atau kesehatan dan perubahan dalam suatu sistem atau struktur. Suatu proyek dapat dikatakan berakhir apabila sudah tidak memberikan benefit kembali. Tahapan-tahapan dalam melakukan proyek atau disebut dengan siklus proyek terbagai menjadi lima tahap, antara lain: 1. Identifikasi proyek Tahap ini dimaksudkan untuk menemukan proyek yang potensial. Identifikasi yang dilakukan meliputi identifikasi proyek baru atau identifikasi lokasi proyek. 37

55 2. Persiapan dan Analisis Setelah proyek diidentifikasi, dilakukan proses persiapan yang terinci dan analisis terhadap rencana proyek. Dalam tahap ini pertimbangan terhadap masing-masing aspek perlu dilakukan. Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan tersebut adalah (Kadariah., et al: 1999): a. Aspek Teknis Meliputi evaluasi tentang input dan output terhadap barang dan jasa yang akan diperlukan dan diproduksi dalam proyek. b. Aspek managerial dan administratif Menyangkut kemampuan staf proyek untuk menjalankan administratif dalam ukuran besar. c. Aspek Organisasi Ditujukan pada hubungan antara adminstratif dalam proyek dengan bagian administratif pemerintah lainnya dan untuk melihat apakah hubungan antara masing-masing wewenang dan tanggung jawab dapat diketahui dengan jelas. d. Aspek Komersial Menyangkut penawaran input (barang dan jasa) yang diperlukan proyek, baik waktu membangun proyek maupun pada waktu proyek sudah berproduksi dan dalam menganalisa pemasaran output yang akan diproduksi oleh proyek. e. Aspek Finansial Untuk membandingkan antara pengeluaran uang dengan penerimaan proyek. Menyangkut keberlanjutan proyek dalam segi finansial. 38

56 f. Aspek Ekonomis Diperhatikan dalam rangka menentukan apakah proyek akan memberikan sumbangan atau mempunyai peran yang positif dalam pembangunan ekonomi seluruhnya. Dalam tahap persiapan dan analisis perlu dilakukan studi kelayakan (feasibility study) yang akan memberikan informasi yang cukup untuk menentukan dimulainya perencanaan yang lebih lanjut. 3. Penilaian Penilaian terhadap proyek yang sudah dipersiapkan, bertujuan untuk memeriksa kembali tiap aspek dari rencana proyek. 4. Pelaksanaan Merupakan bagian yang terpenting dalam siklus proyek. Pada tahap ini, proyek dijalankan dengan periode waktu yang telah ditentukan. Ada beberapa aspek pelaksanaan yang ada sangkut pautnya dengan perencanaan dan analisis, yaitu bahwa rencana proyek yang baik dan masuk akal (realistis) akan memberikan kemungkinan yang besar terhadap proyek tersebut untuk dilaksanakan dan keuntungan dapat diwujudkan. Selain itu, rencana proyek harus luwes (fleksible), mengingat kondisi sosial ekonomi yang selalu berubah. 5. Evaluasi Evaluasi proyek dapat dilakukan ketika proyek sudah berjalan atau proyek yang sedang berjalan. Evaluasi dapat dilakukan oleh pihak pengelola proyek, lembaga sponsor ataupun pihak lain di luar proyek. 39

57 Analisis Kelayakan Finansial Perhitungan manfaat dan biaya-biaya proyek pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua pendekatan, tergantung pada siapa yang berkepentingan langsung dalam proyek. Berdasarkan tingkat kepentingan tersebut, kelayakan suatu proyek dapat dianalisis secara privat atau finansial dan secara sosial atau ekonomi. Analisis kelayakan finansial digunakan apabila pihak-pihak yang berkepentingan secara langsung dari proyek tersebut adalah individu atau pengusaha, sedangkan analisis kelayakan ekonomi digunakan apabila pihak yang berkepentingan tersebut adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Analisis investasi suatu proyek terbagai menjadi dua metode yaitu: a) Analisis tidak berdiskonto yang tidak memperhitungkan unsur waktu, dan b) Analisis berdiskonto yang memperhitungkan unsur waktu. Untuk menganalisis usaha pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok yang diberi nama pabrik kompos Mutu Elok digunakan analisis finansial yang berdiskonto, sehingga tidak memperhitungkan manfaat dan biaya sosial yang ditanggung oleh warga perumahan Cipinang Elok. Pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sampah ini adalah sebatas pada warga RW 010 dan tidak melibatkan masyarakat secara keseluruhan. Analisis finansial diperoleh dari perhitungan besarnya manfaat dan biaya suatu proyek yang sedang berlangsung dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan harga pasar. Besarnya manfaat dan biaya proyek, akan disusun dalam cashflow dimana manfaat proyek merupakan inflow (arus penerimaan) dan biaya proyek merupakan outflow (arus pengeluaran). Komponen arus penerimaan dari proyek yang akan dihitung meliputi: 40

58 1. Produksi total Berasal dari produksi total yang dihasilkan dikalikan dengan harga persatuan produk (termasuk produk yang dijual dan dikonsumsi), dapat berupa produk utama atau produk sampingan. 2. Pinjaman Semua tambahan modal yang diterima untuk keperluan proyek, baik untuk investasi maupun operasional. 3. Bantuan (Grants) Dapat berupa uang tunai dan barang. Dapat digunakan sebagai investasi ataupun operasional. 4. Nilai Sewa Penerimaan dari menyewakan alat-alat. 5. Nilai Sisa (Salvage Value) Suatu nilai sisa dari modal investasi yang tidak terpakai habis selama umur ekonomis proyek. Penilaiannya dilakukan pada saat proyek berakhir. Sedangkan untuk komponen arus pengeluaran dalam proyek, meliputi: 1. Investasi Berupa tanah, bangunan, mesin dan peralatan. 2. Produksi Berupa pembelian bahan baku dan input yang habis sekali pakai dalam proses produksi. 3. Tenaga Kerja Berupa upah bagi tenaga kerja tetap maupun musiman. 41

59 4. Pajak Bagian benefit yang dibayarkan kepada Pemerintah. Sehingga adanya pajak akan mengurangi manfaat. 5. Reinvestasi Biaya Investasi pada tahun berikutnya. 6. Debt Service Besarnya Pokok dan bunga pinjaman yang harus dibayarkan. Penentuan suatu keputusan investasi dilihat dari kriteria penilaian investasi. Kriteria penilaian investasi digunakan untuk menilai apakah suatu usaha layak untuk dilaksanakan apabila dipandang dari aspek profitabilitas komersialnya (Husnan dan Suwarno, 2000). Dinyatakan bahwa setiap kriteria kelayakan investasi memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing, sehingga perlu diputuskan kriteria manakah yang paling tepat dalam setiap keadaan. Pada umumnya ada beberapa metode yang bisa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian aliran kas suatu investasi, yaitu metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit/Cost (Net B/C), Break Even Point (BEP), Payback Pariod (PP) dan analisis sensitivitas (Gray, et al, 1992). 1. Net Present Value (NPV) atau Nilai Bersih sekarang Present Value (NPV) dari suatu proyek adalah nilai sekarang (present value) dari selisih antara penerimaan dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. Ukuran ini bertujuan untuk mengurutkan alternatif yang dapat dipilih dalam menentukan alternatif pengalokasian sumberdaya yang terbatas (Gray et al, 1992). Oleh karena semua arus kas didiskontokan kembali ke masa sekarang, membandingkan selisih antara nilai sekarang arus kas tahunan dan 42

60 pengeluaran investasi menjadi tepat. Perbedaan antara nilai sekarang arus kas tahunan dan pengeluaran awal menentukan nilai bersih atas penerimaan proposal investasi dalam nilai uang pada saat sekarang. Jika NPV proyek lebih besar atau sama dengan nol, maka proyek tersebut diterima, dan jika nilai NPV proyek kurang dari nol, maka proyek tersebut ditolak. 2. Internal Rate of Return (IRR) atau tingkat pengembalian internal. Tingkat pengembalian internal adalah tingkat diskonto yang menyamakan nilai sekarang arus kas bersih masa depan proyek dengan pengeluaran awal proyek (Keown et al, 2001). IRR merupakan tingkat diskonto pada saat NPV bernilai sama dengan nol. IRR digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek setiap tahunnya. Selain itu IRR dapat digunakan untuk menunjukkan kemampuan suatu proyek dalam mengembalikan bunga yang dipinjam. Kriteria penilaiannya yaitu jika IRR yang didapat ternyata lebih besar dari discount factor atau suku bunga yang berlaku, maka investasi dapat diterima. 3. Net Benefit/Cost (Net B/C) Rasio keuntungan/biaya atau indeks keuntungan adalah rasio nilai sekarang dari arus kas bersih pada masa depan terhadap pengeluaran awalnya. Jika kriteria nilai bersih investasi sekarang memberikan ukuran kelayakan proyek dalam nilai uang absolut, maka indeks keuntungan memberikan ukuran relatif dari keuntungan bersih masa depannya terhadap biaya awal (Keown et al, 2001). Net B/C merupakan angka pembanding antara nilai bersih total penerimaan dengan nilai bersih total biaya. Nilai penerimaan dan pengeluaran didiskontokan terlebih dahulu untuk memperhitungkan nilai uang terhadap 43

61 waktu. Perhitungan ini digunakan untuk mengetahui berapa kali kelipatan penerimaan yang akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan (Djamin, 1993). Kriteria keputusan dengan menggunakan indeks keuntungan adalah menerima proyek jika Net B/C lebih besar atau sama dengan 1,00 dan menolak proyek jika Net B/C kurang dari 1, Break Even Point (BEP) atau titik impas Titik impas adalah suatu kondisi pada saat tingkat produksi atau besarnya pendapatan sama dengan besarnya pengeluaran perusahaan sehingga pada saat itu perusahaan tidak mengalami keuntungan maupun kerugian. Perhitungan BEP dapat dilakukan dengan beberapa cara (Mulyadi, 1997). 5. Payback Period (PP) atau masa pengembalian investasi Setelah mendapatkan nilai sekarang dari keuntungan bersih maka dapat ditentukan pada tahun ke berapa total biaya investasi dapat tertutupi oleh keuntungan. Semakin cepat tingkat pengembalian usaha maka akan semakin baik (Mulyadi, 1997). Kelemahan dari metode payback period adalah: (1)Tidak memperhitungkan nilai waktu uang, dan (2)Tidak memperhitungkan aliran kas sesudah periode payback. 6. Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis suatu usaha jika terjadi kesalahan atau perubahan pada perhitungan biaya dan penjualan. Setiap kemungkinan yang terjadi dilihat pengaruhnya terhadap usaha. Implikasi dari kondisi tersebut yaitu harus diadakan analisis kembali untuk berbagai kemungkinan yang terjadi pada 44

62 kondisi riil. Analisis usaha umumnya berdasarkan pada nilai dari perkiraanperkiraan yang dapat terjadi pada masa mendatang. Dalam penelitian ini, kriteria kelayakan yang digunakan sebatas perhitungan Net Present Value (NPV) atau Nilai Bersih sekarang, Internal Rate of Return (IRR) atau tingkat pengembalian internal, Net Benefit/Cost (Net B/C) dan Analisis Sensitivitas. 45

63 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Daerah penelitian mencakup perumahan Cipinang Elok RW 010, Kelurahan Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Kompleks perumahan Cipinang Elok yang berdiri sejak tahun 1974 ini menempati lahan persawahan di Kelurahan Cipinang Muara dengan luas wilayah 31,54 ha dengan peruntukan yang variatif. Pertimbangan dipilihnya perumahan Cipinang Elok RW 010 sebagai lokasi penelitian adalah (1) Perumahan Cipinang Elok telah melakukan pengelolaan sampah perumahan, (2) Terdapat usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok dengan produksi kompos, (3) Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari Ketua RW setempat, sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian. Pengambilan data dilaksanakan bulan Februari-Maret Jenis dan Sumber Data Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksplanasi, yang bersifat non eksperimen dan bertujuan menjelaskan regresi dari faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah serta analisis kelayakan finansial dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok di perumahan Cipinang Elok. Data yang akan dikumpulkan berupa: produksi sampah di Indonesia, jumlah penduduk Indonesia, produksi sampah perumahan, sektor-sektor penghasil sampah terbesar, kebijakan pemerintah tentang sampah, kondisi lingkungan perumahan Cipinang Elok, biaya dan manfaat dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok, dan sebagainya. Data sekunder diperoleh dari 46

64 beberapa sumber antara lain Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Undang-Undang Pengelolaan sampah, Undang-Undang perumahan dan pemukiman, Pedoman Umum Penyelenggaraan Keterpaduan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) Kawasan Perumahan, Departemen Pekerjaan Umum dan Badan Standarisasi Nasional (BSN). Selain itu, data sekunder juga diperoleh melalui literatur dari berbagai instansi dan penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Untuk kemudahan pengumpulan data, berikut disajikan daftar kebutuhan data, jenis dan sumber data serta teknik pengumpulan data, sebagaimana disajikan pada tabel 3: 47

65 Tabel 3. Daftar Kebutuhan Data, Jenis dan Sumbernya Tujuan Penelitian Data yang dibutuhkan Sumber Data 1. Pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok 1. Proses pengelolaan sampah pemukiman 2. Sarana pengelolaan sampah 3. Populasi rumahtangga 4. Produksi sampah per hari Data Sekunder Teknik Pengumpulan Data Data Hunian Perumahan Cipinang Elok 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah 1. Pola Hidup 2. Jumlah Anggota Keluarga 3. Pendapatan per Rumahtangga 4. Luas Tempat Tinggal 5. Tingkat Pendidikan 6. Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 7. Pengeluaran Non Konsumsi Rumahtangga 8. Jenis Sampah 9. Retribusi Sampah Data Primer dan Data sekunder Kuesioner dan Data Hunian Perumahan Cipinang Elok 3. Kelayakan finansial pabrik kompos Mutu Elok 1. Identifikasi Arus Penerimaan 2. Identifikasi Arus Pengeluaran 3. Kriteria Kelayakan Wawancara dan Data Sekunder Buku kas proyek 4.3 Penentuan Jumlah Responden Dalam penelitian ini, responden adalah rumahtangga yang tinggal dalam komplek perumahan Cipinang Elok RW 010. Jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian sebanyak 72 rumahtangga. Hal ini dikarenakan populasi dari sampel yang diambil adalah populasi homogen. Penentuan pengambilan 48

66 sampelnya adalah 10% dari 712 rumahtangga di perumahan Cipinang Elok RW Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan secara langsung. Responden dipilih berdasarkan metode probability sampling (metode sampling dimana setiap orang mempunyai peluang yang sama untuk menjadi responden). Wawancara merupakan teknik pengambilan data dengan percakapan dua arah yang menerapkan prinsip kesadaran dalam suasana akrab dan informal. Peneliti memberikan kebebasan kepada responden untuk menentukan pilihan jawaban. Informasi yang diharapkan dapat diketahui dari wawancara ini adalah tentang seberapa besar tiap variabel yang akan dianalisis dapat mempengaruhi produksi sampah di perumahan Cipinang Elok. Pengamatan adalah proses penelitian yang mensyaratkan interaksi sosial antara peneliti dengan subyek penelitian dalam lingkungan sosial. Alasan diperlukannya pengamatan adalah agar peneliti mampu memahami secara kritis situasi aktual yang terjadi di lingkungan penelitian yaitu di perumahan Cipinang Elok RW 010. Hal-hal yang akan diamati dalam pelaksanaan penelitian adalah: 1. Pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok. 2. Proses pengolahan sampah di pabrik kompos Mutu Elok. 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Dalam penelitian ini, pengolahan data akan dilakukan dengan bantuan software komputer minitab 14 dan microsoft excel. Data yang telah ditabelkan 49

67 akan dipersiapkan sebagai input komputer sesuai dengan model yang diduga dan asumsi yang digunakan. Data dan informasi yang diperoleh akan dianalisis secara kuantitatif melalui metode deskriptif dan model kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui kondisi umum pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok. Sedangkan model kuantitatif digunakan untuk menganalisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah dan kelayakan finansial usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok di perumahan Cipinang Elok Analisis Regresi Ganda Sebelum melakukan Uji F dan Uji t, terlebih dahulu diidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi produksi sampah di perumahan Cipinang Elok. Berikut penjelasan tiap variabelnya: X1 : Pola Hidup Pola hidup yang dimaksud adalah kebiasaan rumahtangga dalam mengkonsumsi makanan. Setiap rumahtangga akan ditanya mengenai pola hidup dalam mengkonsumsi makanan. Ada dua pilihan yang akan ditawarkan kepada responden yaitu makanan diperoleh dengan cara memasak sendiri atau membeli makanan dari luar. Asumsinya adalah rumahtangga yang memasak sendiri akan menghasilkan sampah yang lebih banyak dibandingkan dengan rumahtangga yang membeli makanan dari luar. Pengukuran pola hidup rumahtangga berdasarkan klasifikasi sebagai berikut: Memasak sendiri : mempunyai skor 1 Membeli dari luar : mempunyai skor 2 50

68 X2 : Jumlah anggota keluarga Tiap responden akan ditanya mengenai jumlah keluarganya dengan asumsi bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga dalam satu rumahtangga maka akan semakin besar produksi sampah yang dihasilkan. Yang dimaksud anggota keluarga adalah ayah, ibu, anak dan anggota keluarga yang lain yang tinggal dalam rumahtangga tersebut. X3 : Pendapatan rumahtangga Pendapatan rumahtangga yang dimaksud adalah pendapatan rata-rata yang dihasilkan oleh anggota keluarga yang sudah mempunyai penghasilan dalam periode waktu satu bulan. Asumsinya adalah semakin besar pendapatan rumahtangga, maka semakin besar produksi sampah yang dihasilkan. X4 : Luas tempat tinggal Yang dimaksud luas tempat tinggal dalam penelitian ini adalah luasan bangunan tempat tinggal rumahtangga tersebut. Asumsi yang digunakan adalah semakin luas tempat tinggal suatu rumahtangga maka semakin besar pengaruhnya terhadap produksi sampah. X5 : Tingkat pendidikan Adalah pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh responden. Ukuran (indikator) tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir responden. Peubah yang diamati adalah pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh responden, seperti SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi (sarjana). Pengukuran tingkat pendidikan responden berdasarkan klasifikasi sebagai berikut: 51

69 Lulusan SD dan SMP : mempunyai skor 1 Lulusan SLTA : mempunyai skor 2 Lulusan Perguruan Tinggi : mempunyai skor 3 Asumsi dari variabel ini adalah tingkat pendidikan mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi sampah. X6 : Pengeluaran konsumsi rumahtangga Pengeluaran konsumsi rumahtangga yang dimaksud adalah besarnya pendapatan yang dipergunakan untuk membeli kebutuhan konsumsi makanan selama satu bulan. Pengukuran presentase pendapatan untuk konsumsi makanan oleh rumahtangga berdasarkan klasifikasi sebagai berikut: A : 50 % dari rata-rata pendapatan rumahtangga B : 60 % dari rata-rata pendapatan rumahtangga C : 70 % dari rata-rata pendapatan rumahtangga D : 80 % dari rata-rata pendapatan rumahtangga E : 90 % dari rata-rata pendapatan rumahtangga Asumsi dari variabel ini adalah pengeluaran konsumsi rumahtangga mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi sampah. X7 : Pengeluaran non konsumsi rumahtangga Pengeluaran non konsumsi rumahtangga adalah pengeluaran konsumsi rumahtangga selama satu bulan untuk membayar biaya kesehatan dan biaya pendidikan. Pengukuran presentase pendapatan untuk kebutuhan non konsumsi rumahtangga berdasarkan klasifikasi sebagai berikut: 52

70 A: 5 % dari rata-rata pendapatan rumahtangga B : 10 % dari rata-rata pendapatan rumahtangga C : 15 % dari rata-rata pendapatan rumahtangga D: 20 % dari rata-rata pendapatan rumahtangga E : 25 % dari rata-rata pendapatan rumahtangga Asumsi dari variabel ini adalah pengeluaran non konsumsi rumahtangga mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi sampah. X8 : Jenis sampah Jenis sampah di perumahan Cipinang Elok diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sampah organik dan sampah non organik. Pengukuran jenis sampah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Sampah organik : mempunyai skor 1 Sampah non organik : mempunyai skor 2 Asumsi dari variabel ini adalah jenis sampah mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi sampah. X9 : Retribusi kebersihan Retribusi kebersihan adalah iuran kebersihan warga yang dibayarkan tiap bulan. Retribusi kebersihan ikut diperhitungkan karena diharapkan dapat diketahui penetapan iuran retribusi yang tepat sesuai dengan produksi sampah tiap rumahtangga. Pengukuran retribusi kebersihan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: A : mempunyai skor 1 B : mempunyai skor 2 C : mempunyai skor 3 53

71 D : mempunyai skor 4 E : mempunyai skor Persamaan Regresi Ganda Y = a+ b X + Keterangan: b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 + b7 X7 + b8 X8 b9 X9 Y = Produksi Sampah Rumahtangga yang dihasilkan (Kg/Hari) X, meliputi = X1 : Pola hidup X2 : Jumlah anggota keluarga (Orang) X3 : Pendapatan rumahtangga (Rp/Bulan) X4 : Luas tempat tinggal (m 2 ) X5 : Tingkat pendidikan X6 : Pengeluaran konsumsi rumahtangga (Rp/Bulan) X7 : Pengeluaran non konsumsi rumahtangga (Rp/Bulan) X8 : Jenis sampah X9 : Retribusi kebersihan (Rp/Bulan) a = Bilangan Konstan = Koefisien arah regresi linier. b Analisis Kelayakan Finansial 1. Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang n t= 1 ( Bt (1 + Ct t i ) ) Keterangan: Bt = Benefit pada tahun ke-t Ct = Cost pada tahun ke-t t = Periode tahun i = Tingkat bunga tahun ke-t NPV 0 = proyek layak NPV < 0 = proyek tidak layak 2. Internal Rate Return (IRR) atau tingkat pengembalian internal PVP IRR = DFP + (( ) x ( DFN DFP )) PVP PVN Keterangan: PVP = NPV positif PVN = NPV negatif 54

72 DFP = diskon faktor yang menghasilkan NPV positif DFN = diskon faktor yang menghasilkan NPV negatif IRR > diskon faktor yang ditentukan = proyek layak IRR < diskon faktor yang ditentukan = proyek tidak layak 3. Net Benefit/Cost (Net B/C) atau rasio keuntungan /biaya sama dengan Profitability Index (PI) atau Indeks keuntungan. Net B/C = n t= 1 n t= 1 ( Bt (1 ( Ct (1 + + Ct t i ) Bt t i ) ) ) > 0 > 0 Keterangan: Bt = Benefit pada tahun ke-t Ct = Cost pada tahun ke-t t = Periode tahun i = Tingkat bunga tahun ke-t Net B/C 1 = proyek layak Net B/C <1 = proyek tidak layak 4. Analisis Sensitivitas Dalam penelitian ini, perubahan yang diperkirakan terjadi adalah perubahan arus pemasukan. Perubahan yang terjadi dapat dihitung besarnya NPV, IRR dan Net B/C berdasarkan tiga skenario yaitu adanya subsidi harga kompos dari pemerintah sebesar Rp 350 perkg, perubahan alokasi dana dari kas warga untuk pabrik kompos Mutu Elok dan perubahan tarif retribusi kebersihan di perumahan Cipinang Elok. Proyek masih dianggap layak untuk dilaksanakan ketika NPV 0, IRR > diskon faktor yang ditentukan dan Net B/C 1. 55

73 4.5.3 Komponen Arus Penerimaan (Inflow) Usaha Pengelolaan Sampah Pabrik Kompos Mutu Elok Komponen Arus Penerimaan (Inflow) dihitung berdasarkan sejumlah Benefit (Bt) yang diterima dari usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok yang terdiri dari: 1. Produksi Total Nilai produksi total diperoleh dari harga pasar penjualan kompos dikalikan dengan produksi kompos yang dihasilkan pabrik kompos Mutu Elok. Nilai produksi total dirumuskan sebagai berikut: n PT = i= 1 n = i= 1 Keterangan: PTi Pi Qi PT = Produksi total tahun ke i Pi = Harga kompos yang dijual (Rp/Kg) Qi = Jumlah kompos yang dijual (Kg) i = Periode waktu 2. Bantuan (Grants) Pabrik kompos Mutu Elok mendapatkan bantuan yang besar diawal tahun. Bantuan tersebut digunakan sebagai modal investasi. Dana bantuan tersebut berasal dari: a. Dana PPMK (Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan) b. Kas warga c. Mesin pengolah sampah 56

74 Besarnya bantuan yang digunakan sebagai modal awal dapat dirumuskan sebagai berikut: BT = ( P0 + I0 + M 0) Keterangan: BT = Dana Bantuan (Rp) P0 = Dana PPMK (Rp) I0 = Kas warga (Rp) M0 = Sumbangan mesin (Rp) i = Periode waktu i Arus penerimaan adalah jumlah manfaat yang diterima dari produksi total yang dihasilkan dari penjualan kompos dan penerimaan dana bantuan oleh pabrik kompos Mutu Elok, perumahan Cipinang Elok. Arus penerimaan tersebut dirumuskan sebagai berikut: Arus Penerimaan = TP + BT...(1) Keterangan: TP = Total Produksi (Rp) BT = Dana Bantuan (Rp) Komponen Arus Pengeluaran (Outflow) Usaha Pengelolaan Sampah Pabrik Kompos Mutu Elok Komponen Arus Pengeluaran (Outflow) dihitung berdasarkan sejumlah biaya (Ct) yang dikeluarkan untuk usaha pengelolaan sampah pabrik kompos Mutu Elok yang terdiri dari: 1. Biaya Investasi Investasi awal yang dikeluarkan pada tahun pertama untuk mendirikan pabrik kompos Mutu Elok berupa bangunan, mesin dan peralatan. Berikut penjelasannya: 57

75 a. Bangunan, terdiri dari beberapa ruangan yang memerlukan penyinaran matahari yang tidak terlalu terik sehinggga harus memiliki atap dari fiberglaas atau plastik berwarna hijau atau biru. Tempat ini terbuka dan dapat dibuat seperti bak dengan tinggi 1 m. Luasnya disesuaikan dengan kebutuhan. Ruangan ini dapat juga berupa hamparan tempat gundukan sampah yang ditutup terpal atau plastik. Pada ruangan ini juga dilakukan pencampuran sampah dengan inokulum. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk bangunan, disimbolkan dengan BN. b. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan kompos. Perincian alatalat tersebut terdapat dalam tabel 4: 58

76 Tabel 4. Peralatan yang Digunakan untuk Pembuatan Kompos No. Peralatan Kegunaan 1. Sekop 2. Ember Plastik 3. Bakul 4. Terpal 5. Garu 6. Timbangan 7. Tong Air 8. Gayung 9. Gerobak Sampah 10. Dinamo 11. Streples Digunakan untuk mengambil sampah. Terdapat 2 model sekop, yaitu yang ujungnya kotak dan yang ujungnya lancip. Bahan bisa dari plat biasa maupun plat baja, dengan ketebalan mulai: 1mm, 1.3mm, 1.5mm, dan 2mm Digunakan sebagai tempat untuk mencampurkan cairan disinfektan dengan sampah yang telah dipilah Sebagai tempat menyimpan dedak dan tanah yang digunakan sebagai campuran kompos Untuk menutup bagian atas kompos yang mengalami fermentasi selama 15 hari Untuk memudahkan pekerja dalam pencetakan sampah basah Digunakan ketika penimbangan kompos. Berat tiap kemasan kompos adalah 5 kg Untuk menyimpan air yang digunakan untuk proses pengomposan sampah Digunakan ketika mencampurkan cairan EM4 ke dalam adukan sampah yang telah digiling Digunakan untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah organik ke pabrik kompos Mutu Elok Digunakan untuk menggerakkan mesin penggiling dan penyaring Digunakan untuk mengemas kompos yang sudah siap untuk dijual 12. Sepatu Boot Dipakai pekerja ketika melakukan proses pengomposan 13. Selang Air Diperlukan untuk memperlancar aliran air dari tong air Seluruh biaya yang digunakan untuk membeli peralatan disimbolkan dengan PN. c. Meja dan Kursi sebagai inventaris kantor. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli meja dan kursi disimbolkan dengan MK. Jadi total biaya investasi dari pengelolaan sampah menjadi kompos di pabrik kompos Mutu Elok adalah jumlah dari biaya pembelian tanah, pendirian bangunan, peralatan, inventaris meja dan kursi. Berikut adalah perumusannya: 59

77 BI = BN + PN + Keterangan: MK BI = Biaya Investasi (Rp) BN = Biaya pendirian bangunan (Rp) PN = Biaya pembelian peralatan (Rp) MK = Biaya pembelian meja dan kursi (Rp) 2. Biaya Produksi Biaya produksi digunakan untuk membeli input-input yang diperlukan dalam pembuatan kompos antara lain: a. Bahan baku kompos Input produksi yang digunakan untuk pembuatan kompos terdiri dari EM4, tanah, gula, dedak dan bokasi. b. Plastik Kemasan Plastik kemasan digunakan untuk membungkus kompos yang siap dipasarkan. c. Biaya Listrik Biaya yang dikeluarkan untuk membayar listrik tiap bulannya. d. Kertas Kemasan Biaya yang dikeluarkan untuk memfotokopi kertas kemasan merek kompos. e. Isi Streples Biaya yang dikeluarkan untuk membeli isi streples. Seluruh biaya yang digunakan untuk membeli alat-alat produksi disimbolkan dengan BP. 60

78 3. Biaya Tenaga Kerja Biaya tenaga kerja yang dimaksud adalah pembayaran gaji dua orang pekerja pabrik kompos Mutu Elok. Biaya yang dikeluarkan untuk menggaji pekerja pabrik kompos Mutu Elok diberi simbol dengan BTK. 4. Biaya Lain-Lain Biaya yang dikeluarkan diluar investasi dan produksi. Antara lain adalah biaya untuk perbaikan peralatan, perbaikan gerobak dan ongkos kirim kompos. Seluruh biaya lain-lain yang dikeluarkan diberi simbol BLL. Arus pengeluaran (outflow) dari pengelolaan sampah di pabrik kompos Mutu Elok terdiri dari biaya investasi, biaya produksi, biaya tenaga kerja dan biaya lain-lain yang dirumuskan sebagai berikut: Arus Pengeluaran = BI + BP + BTK + BLL...(2) Keterangan: BI = Biaya Investasi (Rp) BP = Biaya Produksi (Rp) BTK = Biaya Tenaga kerja (Rp) BL = Biaya Lain-lain (Rp) 61

79 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Pengelolaan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Menurut data dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta tahun 2005, produksi sampah DKI Jakarta sebanyak m 3 per hari. Sampah DKI Jakarta berasal dari lima sumber, antara lain: perumahan, pasar, kawasan komersial, industri dan sarana umum, misalanya jalan, taman dan sungai. Dari tabel 5, terlihat bahwa penghasil sampah terbesar adalah sektor perumahan (58%), yang diikuti oleh distributor sektor komersial yaitu pusat perbelanjaan dan perkantoran (15%), industri (15%), pasar (10%) dan sarana umum misalnya jalan, taman dan sungai (2%). Berikut tabel perincian distribusi produksi sampah di DKI Jakarta: Tabel 5. Distribusi Produksi Sampah DKI Jakarta Distributor Produksi Sampah (m 3 /Hari) Presentase (%) 1. Perumahan , Pasar: a. Pasar Temporer 699,90 2,5 b. PD Pasar Jaya 2.099,70 7,5 3. Komersial 4.199, Industri 4.199, Jalan, Taman, Sungai 559,92 2 Total Produksi Sampah , Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2005 Mekanisme pengangkutan sampah dari tiap sumber dapat langsung didistribusikan ke TPA Bantar Gebang, namun ada juga yang melalui TPS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) dan SPA (Stasiun Pengelolaan Akhir). Sebanyak 0,5% sampah dari TPS di kelurahan yang mengalami proses 62

80 pembakaran (incineration) sebelum dibawa ke TPA Bantar Gebang. Sedangkan sampah dari SPA Sunter dan Cacing mengalami ritasi sebesar 50% sebelum diangkut ke TPA Bantar Gebang. Sebanyak 13% sampah yang tidak terangkut setiap tahunnya. Kemungkinan tidak ada kontainer yang masuk ke dalam area terpencil, sehingga sampah tidak dapat diangkut ke TPA. Berikut adalah gambar mekanisme pengangkutan sampah di DKI Jakarta: Perumahan 58% Pasar 10% Komersial 15% Industri 15% Sarana Umum 2% Langsung 19% TPS di Kelurahan 40% SPA Sunter dan Cacing 40% Tidak Diangkut 13% Incinerator Kompos -0,5% Ritasi ke TPA -50% Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2005 Gambar 3. Mekanisme Pengelolaan Sampah DKI Jakarta * TPA Bantar Gebang 70% * TPA Tidak Resmi 16,5% Upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk pengelolaan sampah tertuang dalam perencanaan pembangunan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta yang menyusun rencana pengelolaan sampah sebagai berikut: 1. Solid waste management system improvement project in the city of Jakarta in Indonesia (JICA 1987), meliputi: a. Estimasi sampah 2005 adalah ton/hari. 63

81 b. Sistem sanitary landfill di dua lokasi (belahan Timur dan belahan Barat). c. Stasiun peralihan antara untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan sampah. d. Reklamasi laut dengan sampah, penggunaan incinerator, dan pengomposan. e. Sistem pelayanan langsung dan tak langsung. 2. PERDA Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta 2010, meliputi: a. Lokasi sanitary landfill untuk bagian Barat dan Selatan. b. Pengembangan stasiun peralihan antara. c. Pengembangan penggunaan incinerator. d. Perluasan penggunaan teknik komposting dan alternatif teknologi lain dalam pengolahan. e. Pembangunan recycle plant. f. Peningkatan peran serta masyarakat melalui konsep 3R (Recycle, Reuse, Reduce). 5.2 Deskripsi Perumahan Cipinang Elok Daerah penelitian mencakup perumahan Cipinang Elok RW 010, Kelurahan Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Kompleks perumahan Cipinang Elok yang berdiri sejak tahun 1974 ini menempati lahan persawahan di Kelurahan Cipinang Muara dengan luas wilayah 31,54 ha, dengan batasan wilayah sebagai berikut: 64

82 Utara : Cipinang Muara Rancak RW 004 Timur : Cipinang Muara RW 003 Selatan : Cipinang Muara RW 003 Barat : Jalan raya Cipinang Jaya Perumahan Cipinang Elok RW 010 memiliki 15 RT yang terdiri dari 43 blok, 679 buah kavling yang dihuni oleh 718 keluarga dengan jumlah jiwa, jumlah penduduk laki-laki sebanyak jiwa dan penduduk perempuan sebanyak jiwa. Berikut tabel 6 tentang pembagian blok rumah dan penduduk di perumahan Cipinang Elok: 65

83 Tabel 6. Pembagian Blok dan Penduduk di Perumahan Cipinang Elok Penduduk Rumah Tetap Tidak Tetap Tetap dan Tidak Tetap RT Blok Jumlah Pria Wanita Jumlah Pria Wanita Jumlah Pria Wanita Jumlah 1 A, F, G, H, I B, C, E AV, I J, K, L M, N, O AW, BJ, BK, BL,Y Q, S, T, X U, V, W, X AA, AB AC, AD AE, AF AG, AO AP, AQ, AR AH, AI AJ, AK, AL Sumber : Data Penduduk Perumahan Cipinang Elok,

84 Visi warga perumahan Cipinang Elok adalah terciptanya kebersamaan warga yang guyub dan rukun. Makna kata guyub adalah terciptanya suasana warga yang hangat, akrab dan saling merindukan. Sedangkan misi warga perumahan Cipinang Elok adalah memfasilitasi kegiatan kebersamaan warga dan menciptakan suasana lingkungan yang nyaman untuk bersosialisasi. Kegiatan warga yang terkait dengan kebersihan lingkungan adalah kegiatan penanggulangan sampah yang dilakukan dengan cara melakukan pemilahan sampah menjadi dua jenis yaitu organik dan non organik di tiap unit rumahtangga. Selain itu, pemeliharaan saluran air yang dilakukan secara berkala oleh petugas kebersihan Cipinang Elok. Lumpur yang dihasilkan dari pembersihan saluran air digunakan untuk penyubur taman yang berada di sepanjang jalan perumahan Cipinang Elok. Keterkaitan warga dalam kebersihan lingkungan adalah retribusi kebersihan yang dibayarkan tiap bulan. Penelitian dilakukan di perumahan Cipinang Elok karena perumahan tersebut telah mampu melakukan pengelolaan sampah dengan memanfaatkan sampah hijau dari taman-taman di sepanjang perumahan Cipinang Elok dan sampah tanaman warga yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kompos. Awalnya pengelolaan sampah dilakukan oleh petugas kebersihan Cipinang Elok RW 010 dengan sistem penarikan retribusi kebersihan dari warga. Sampah yang terkumpul mencapai 17 m 3 tiap harinya. Ide pengelolaan sampah dari pengurus RW ditujukan untuk mengurangi volume sampah yang diangkut kontainer dari Pemerintah Daerah (Pemda) Jakarta Timur ke TPA Bantar Gebang, 67

85 yang terkadang melebihi kapasitas dari daya angkut kontainer. Oleh karena itu, pada tahun 2005 ada upaya untuk mengurangi volume sampah yang akan diangkut ke TPA Bantar Gebang dengan memanfaatkan kembali sisa sampah hijau yang berupa sampah tanaman yang bersumber dari perumahan warga ataupun dari taman-taman yang berada di sekitar perumahan Cipinang Elok untuk dijadikan bahan baku kompos. Ketua RW setempat, Bapak Saksono Soehodo bersama warga mendirikan bangunan yang bernama pabrik kompos Mutu Elok sebagai tempat untuk melakukan pengelolaan sampah hijau menjadi kompos. Dana yang digunakan untuk mendirikan pabrik kompos Mutu Elok berasal dari PPMK (Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan), iuran retribusi warga dan dana operasional RT/RW. Bantuan lain diperoleh dari Ketua RW 010, Bapak Saksono Soehodo yang memanfaatkan kembali mesin penggiling dan mesin penyaring dari Dinas Kebersihan yang diperlukan untuk pemrosesan kompos. Kompos yang dihasilkan kemudian dipasarkan ke masyarakat, sebagian konsumen berasal dari perumahan Cipinang Elok dan wilayah Jakarta Timur. Kelebihan dari kompos yang dihasilkan di pabrik kompos Mutu Elok adalah kualitasnya yang sama dengan produksi kompos dari tempat lain dan harganya yang murah. Selebihnya upaya untuk mengurangi penumpukan sampah yang berlebih dari perumahan dengan memanfaatkan sampah tersebut menjadi kompos adalah wujud dari kepedulian yang besar terhadap lingkungan. 68

86 5.3 Pengelolaan Sampah di Perumahan Cipinang Elok Pengumpulan Sampah Sampah di perumahan Cipinang Elok RW 010 dikumpulkan oleh petugas tiap harinya. Petugas yang mengumpulkan sampah sebanyak 10 orang dengan pembagian beberapa blok perumahan sebagai berikut: Tabel 7. Pembagian Tugas Pengambilan Sampah di Perumahan Cipinang Elok Petugas Blok Perumahan 1. BJ, AW, BL, BK, Y 2. AV 3. AL, AK, AJ 4. K, L, T, M, N, O 5. Q, S, T, X 6. E, C, B, A, F, H, I 7. AB, AC, AA, AE, AD 8. AE, AF, AG, AO, AP, AQ 9. W, V, U, X 10. AH, AI, AJ, Y Sumber : Hasil Penelitian, 2009 Sampah diangkut ditiap rumahtangga dengan menggunakan gerobak dorong. Setelah sampah diangkut di tiap blok, sampah kemudian dibawa ke pabrik kompos Mutu Elok untuk pemrosesan kompos. Namun tidak semua sampah dapat digunakan untuk bahan baku kompos, sebagian besar dibuang ke kontainer yang kemudian dibawa petugas kebersihan DKI Jakarta ke TPA Bantar gebang. Bahan baku kompos adalah sampah tanaman yang berupa daun-daunan yang berasal dari taman yang berada di sekitar perumahan Cipinang Elok dan sisa tanaman warga. Sampah yang terkumpul sudah melalui pemilahan jenis sampah 69

87 yaitu organik dan non organik di tiap rumahtangga. Berikut adalah tabel 8 yang memperlihatkan produksi sampah per RT: Tabel 8. Sumber dan Produksi Sampah di Perumahan Cipinang Elok RT Produksi Sampah (m 3 /Hari) Presentase (%) 1 1 5, , , ,88 5 1,5 8, , ,76 8 1,5 8, , , , ,5 2, ,5 2, ,5 2, ,5 2,94 total Sumber : Hasil Penelitian, 2009 Rata-rata produksi sampah yang dihasilkan di perumahan Cipinang Elok RW 010 dalam sehari adalah 17 m 3, sedangkan sampah yang digunakan untuk kompos sebanyak 2-3 m 3 perhari sehingga yang diangkut ke TPA Bantar Gebang sebanyak 15 m Retribusi Kebersihan Di perumahan Cipinang Elok, warga dikenakan tarif retribusi untuk kebersihan termasuk dalam pengambilan sampah oleh petugas kebersihan Cipinang Elok. Ketentuan besarnya tarif retribusi tergantung pada luasan tempat tinggal, yaitu untuk luas tempat tinggal <200 m 2 dipungut tarif Rp sampai 70

88 dengan Rp per bulan, sedangkan tempat tinggal seluas m 2 dipungut tarif Rp sampai dengan Rp per bulan dan luas tempat tinggal >250 m 2 dikenai tarif retribusi sebesar Rp sampai dengan Rp tiap bulan. Berikut tabel 9 tentang pembagian tarif retribusi sampah di perumahan Cipinang Elok: Tabel 9. Ketentuan Tarif Retribusi Kebersihan di Perumahan Cipinang Elok Kelas Ukuran (m 2 ) Kriteria Tarif (Rp/Bulan) Kecil < 200 Standar 1 lantai lantai Sedang Standar 1 lantai lantai Besar > 250 Standar 1 lantai Sumber : Hasil Penelitian, lantai Peran serta masyarakat sangat besar terhadap kualitas lingkungan di perumahan Cipinang Elok, terutama dalam pemasukan usaha produksi kompos yang dihasilkan di pabrik kompos Mutu Elok. Perincian penggunaan retribusi warga untuk kebersihan dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Gaji petugas kebersihan dan uang lembur 2. Uang makan petugas kebersihan 3. Tip petugas kebersihan DKI 4. Perbaikan gerobak dan keranjang sampah 5. Bensin untuk alat pemotong rumput 6. Angkutan sampah Bali Indah 7. Seragam pegawai sampah 8. Pembersihan saluran air 71

89 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH RUMAHTANGGA 6.1 Karakteristik Responden Jumlah rumahtangga yang dipilih sebagai responden sebanyak 72 keluarga yang bertempat tinggal di perumahan Cipinang Elok RW 010. Responden sebagain besar wanita sebanyak 46 orang (63,89%) dan pria sebanyak 26 orang (36,11%) Sebaran Tempat Tinggal Responden Berdasarkan tempat tinggal, sebagian besar responden berasal dari RT 15 Gambar 4 menunjukan bahwa responden yang berasal dari RT 15 sebanyak 8 rumahtangga (11,11%). Sedangkan responden terbesar kedua berasal dari RT 9 sebanyak 6 rumahtangga (8,33%). Sedangkan RT 1, 2, 5, 11, 12 dan 14 masingmasing memiliki jumlah responden sebanyak 5 rumahtangga (6,94%). Sebanyak 4 rumahtangga (5,56%) diambil dari tiap RT 3, 4, 6, 7, 8, 10 dan % 6.94% 6.94% 6.94% 5.56% 11.11% 8.33% 6.94% 5.56% 6.94% 5.56% 5.56% 5.56% 5.56% 6.94% RT 1 RT 2 RT 3 RT 4 RT 5 RT 6 RT 7 RT 8 RT 9 RT 10 RT 11 RT 12 RT 13 RT 14 RT 15 Gambar 4. Sebaran Tempat Tinggal Responden Warga Perumahan Cipinang Elok Tingkat Pendidikan Menurut tingkat pendidikan, sebagian besar responden di perumahan Cipinang Elok berpendidikan akhir perguruan tinggi (59,72%), sedangkan yang 72

90 berpendidikan akhir SLTA sebanyak 25 responden (34,72%) dan yang berpendidikan akhir SD/SLTP sebanyak 4 responden (5,56%). Dengan demikian diharapkan agar semakin tinggi pendidikan responden, maka semakin besar kesadarannya untuk tidak memproduksi sampah berlebih. Berikut tampilan gambarnya. 5.56% 59.72% 34.72% SD/SLTP SLTA PT Gambar 5. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan Rumahtangga Pendapatan rumahtangga yang dimaksud adalah penerimaan yang diperoleh rumahtangga dalam kurun waktu satu bulan. Penerimaan tersebut berasal dari seluruh anggota keluarga yang telah mempunyai penghasilan dan tinggal di dalam satu rumah. Pada gambar 6, terlihat bahwa tingkat pendapatan responden di perumahan Cipinang Elok yang kurang dari Rp per bulannya sebanyak 34 responden (47,22 %), sedangkan yang berpendapatan antara Rp sebanyak 18 responden (25,00%). Pendapatan dengan selang Rp sebanyak 5 responden (6,94%). Pada selang pendapatan Rp sebanyak 2 orang (2,78%) dan yang berpendapatan lebih besar dari Rp sebanyak 13 responden (18,06%). 73

91 Besarnya pendapatan yang diperoleh rumahtangga berpengaruh terhadap produksi sampah yang dihasilkan. Pendapatan rumahtangga memperlihatkan kemampuannya dalam membeli sesuatu yang kemungkinan dapat menghasilkan sampah. Sehingga semakin besar pendapatan rumahtangga maka semakin besar pula produksi sampah yang dihasilkan % 6.94% 2.78% 47.22% 18.06% < > Gambar 6. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Tingkat Pendapatan Rumahtangga Jumlah Anggota Keluarga Pada gambar 7, sebagian besar anggota keluarga di perumahan Cipinang Elok berjumlah empat sampai lima orang yaitu sebanyak 32 orang (44,44%), sedangkan yang anggota keluarganya berjumlah antara 1 sampai 3 orang sebanyak 28 orang (38,89%), dan yang berjumlah lebih dari 5 orang anggota keluarga sebanyak 12 orang (16,67%). Berdasarkan hal ini, maka terlihat bahwa sebagian besar responden di perumahan Cipinang Elok telah berkeluarga yang diasumsikan bahwa semakin banyak anggota keluarga maka akan semakin besar pula pengaruhnya terhadap produksi sampah. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi produksi sampah yang dihasilkan dalam rumahtangga. Keluarga yang beranggotakan sedikit orang memiliki produksi sampah yang lebih sedikit dibandingkan dengan keluarga yang beranggotakan lebih banyak. Setiap anggota keluarga dalam rumahtangga 74

92 berkontribusi dalam menghasilkan sampah, sehingga produksi sampah yang dihasilkan dalam suatu rumahtangga dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga yang terdapat dalam rumahtangga itu sendiri % 44.44% 38.89% 1 s/d 3 4 s/d 5 > 5 Gambar 7. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga 6.2 Faktor Penunjang Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi besarnya produksi sampah yang dihasilkan tiap rumahtangga adalah pola hidup, luas tempat tinggal, pengeluaran konsumsi rumahtangga, pengeluaran non konsumsi rumahtangga, jenis sampah dan retribusi kebersihan Pola Hidup Pola hidup yang dimaksud adalah kebiasaan cara mengkonsumsi makanan dalam keluarga, yaitu dengan memasak makanan sendiri atau membeli makanan dari luar. Pola hidup tersebut dapat mempengaruhi besarnya produksi sampah yang dihasilkan rumahtangga. Dari gambar 8, terlihat bahwa responden di perumahan Cipinang Elok sebanyak 38 rumahtangga (52,78%) mempunyai pola hidup mengkonsumsi makanan dengan cara memasak sendiri, sedangkan yang membeli makanan dari luar sebanyak 34 rumahtangga (47,22%). Ketika rumahtangga membeli makanan dari luar, maka yang tersisa adalah bungkus makanan tersebut. Pada umumnya bungkus makanan terbuat dari 75

93 stereofom, kertas dan plastik. Bila dibandingkan dengan memasak sendiri yang menghasilkan sampah dapur seperti sisa-sisa sayuran, produksi sampah dari sisa pembungkus makanan yang dibeli dari luar memiliki berat dalam satuan kg yang lebih ringan daripada sampah dapur yang dihasilkan dari memasak sendiri. Sehingga pola hidup dalam mengkonsumsi makanan akan mempengaruhi produksi sampah tiap rumahtangga % 52.78% memasak sendiri membeli dari luar Gambar 8. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Pola Hidup Luas Tempat Tinggal Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap produksi sampah yang diproduksi tiap rumahtangga di perumahan Cipinang Elok adalah luas tempat tinggal. Luas tempat tinggal yang dimaksud, adalah luasan bangunan tempat tinggal yang dihuni oleh satu rumahtangga. Dalam gambar 9, terlihat bahwa responden di perumahan Cipinang Elok yang mempunyai luas tempat tinggal kurang dari 200 m 2 sebanyak 30 rumahtangga (41,67%), sedangkan yang tempat tinggalnya seluas m 2 sebanyak 17 rumahtangga (23,61%) dan yang memiliki tempat tinggal dengan luas lebih dari 250 m 2 sebanyak 25 rumahtangga (34,72 %). Dari luasan tempat tinggal tersebut, dianggap mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produksi sampah yang dihasilkan, dimana retribusi kebersihan 76

94 yang dibayar warga perumahan Cipinang Elok ditentukan dari luasan tempat tinggal tiap rumahtangga. Hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa rumahtangga dengan tempat tinggal yang luas, mempunyai produksi sampah yang lebih banyak dibandingkan dengan rumahtangga yang mempunyai luasan rumah yang lebih kecil. Sehingga rumahtangga yang mempunyai tempat tinggal yang luas harus membayar iuran retribusi yang nilainya lebih besar % 41.67% < > % Gambar 9. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Luas Tempat Tinggal Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Pengeluaran konsumsi rumahtangga yang dimaksud adalah besarnya pendapatan rumahtangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan keluarga selama satu bulan. Dari gambar 10, terlihat bahwa sebagian besar responden menggunakan pendapatannya untuk konsumsi rumahtangga sebanyak Rp setiap bulannya (75%), sedangkan yang pengeluaran konsumsinya kurang dari Rp sebanyak 16 rumahtangga (22,22%) dan yang pengeluaran konsumsinya lebih dari Rp sebanyak 2 rumahtangga ( 2,78%). Pengeluaran konsumsi rumahtangga mempunyai pengaruh terhadap produksi sampah, dimana konsumsi rumahtangga sangat dipengaruhi oleh pola hidup keluarganya. Rumahtangga menganggap bahwa pengeluaran konsumsinya 77

95 akan lebih besar jika mempunyai kebiasaan makan di luar atau membeli makanan dari luar. Sampah yang dihasilkan dari pola hidup makan di luar rumah atau membeli makanan dari luar adalah berupa plastik, stereofom dan kertas yang memiliki berat lebih ringan daripada produksi sampah hasil memasak sendiri % 22.22% 2.78% < > Gambar 10. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Pengeluaran Non Konsumsi Rumahtangga Pengeluaran non konsumsi rumahtangga dalam hal ini adalah pendapatan rumahtangga yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan non konsumsi keluarga yaitu biaya kesehatan dan biaya pendidikan. Gambar 11 memperlihatkan bahwa pengeluaran non konsumsi responden yang kurang dari Rp sebanyak 39 rumahtangga (54,17%), sedangkan yang pengeluaran konsumsinya antara Rp sebanyak 30 rumahtangga (41,67%) dan yang pengeluaran konsumsinya lebih dari Rp sebanyak 3 rumahtangga (4,17%). Pengeluaran non konsumsi tiap rumahtangga berbeda. Ketika anggota keluarganya tidak ada yang sedang menempuh pendidikan, maka rumahtangga tersebut tidak mengeluarkan biaya pendidikan. Sebaliknya ketika anggota keluarga ada yang sedang menempuh pendidikan, maka rumahtangga mempunyai tanggungan biaya pendidikan. Sedangkan untuk biaya kesehatan, tidak semua 78

96 rumahtangga mempunyai pengeluaran untuk kesehatan. Dari penelitian, rumahtangga yang mempunyai pengeluaran biaya kesehatan tiap bulannya digunakan untuk cek up kesehatan, tidak dalam rangka pengobatan rutin. 4.17% < % 54.17% > Gambar 11. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Pengeluaran Non Konsumsi Rumahtangga Jenis Sampah Pada gambar 12 terlihat bahwa produksi sampah yang dihasilkan di perumahan Cipinang Elok terdiri dari dua jenis sampah, yaitu sampah organik dan sampah non organik. Sebanyak 39 responden (54,17%) menghasilkan sampah organik lebih banyak daripada sampah non organik, sedangkan responden yang menghasilkan sampah non organik lebih banyak daripada sampah organik sebanyak 33 responden (45,83%). Jenis sampah dapat mempengaruhi produksi sampah karena dari penelitian rumahtangga yang menghasilkan sampah non organik lebih banyak, mempunyai produksi sampah dengan satuan kg yang lebih ringan. Sebaliknya rumahtangga yang lebih banyak menghasilkan sampah organik, mempunyai produksi sampah dengan satuan kg yang lebih berat. Hal ini dikarenakan sampah non organik yang dihasilkan sebagian besar berupa sampah plastik dan kertas yang mempunyai berat lebih ringan daripada sampah organik rumahtangga yang sebagian besar berupa sisa-sisa sayuran. 79

97 45.83% Organik 54.17% Non Organik Gambar 12. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Jenis Sampah Retribusi Kebersihan Pada gambar 13, terlihat bahwa retribusi kebersihan tiap rumahtangga berbeda. Dari penelitian, diperoleh informasi bahwa besarnya tarif retribusi tergantung dari luasan tempat tinggal. Responden di perumahan Cipinang Elok yang membayar retribusi kurang dari Rp sebanyak 19 rumahtangga (26,39%), sedangkan yang membayar retribusi sebesar Rp sebanyak 29 rumahtangga (40,28%), Rp sebanyak 3 rumahtangga (4,17%), Rp sebanyak 12 rumahtangga dan yang membayar retribusi lebih dari Rp sebanyak 9 rumahtangga (12,50%). 4.17% 16.67% 12.50% 26.39% % Gambar 13. Sebaran Responden Warga Perumahan Cipinang Elok berdasarkan Retribusi Kebersihan 80

98 6.3 Fungsi Regresi Berganda Fungsi regresi dalam penelitian ini diuji dengan dua skenario. Skenario ke I dengan memasukkan variabel luas tempat tinggal sebagai variabel independen dan skenario ke II tidak memasukkan variabel luas tempat tinggal sebagai variabel independen. Fungsi regresi menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil regresi berganda, model persamaan fungsi produksi sampah rumahtangga skenario I adalah: Y = X X X X X X 9 Hasil analisis persamaan regresi skenario ke I dapat dilihat pada tabel 10. Terlihat bahwa enam dari sembilan variabel berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Variabel yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi sampah adalah pola hidup, jumlah anggota keluarga, pendapatan rumahtangga dan pengeluaran konsumsi rumahtangga yang berpengaruh nyata pada taraf 5%, sedangkan untuk variabel jenis sampah berpengaruh nyata pada taraf 10%, dan variabel retribusi kebersihan berpengaruh nyata pada taraf 20%. Hasil koefisien regresi yang bertanda postif berarti bahwa dengan semakin meningkatnya variabel independen maka akan meningkatkan produksi sampah rumahtangga dan sebaliknya untuk variabel yang bertanda negatif berarti bahwa semakin meningkat veriabel independen maka produksi sampah rumahtangga akan semakin berkurang. Hasil analisis regresi ganda pada skenario I mempunyai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 75,6%. Hal ini berarti bahwa 75,6% variasi variabel produksi sampah dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen yang digunakan dan sisanya 24,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan 81

99 ke dalam model. Nilai Durbin-Watson dari hasil perhitungan statistik untuk model persamaan regresi produksi sampah skenario I adalah DW (1,87103) > U tabel DW(1,74), sehingga tidak terjadi autokorelasi. Dari hasil regresi berganda, VIF untuk variabel luas tempat tinggal dan retribusi kebersihan mempunyai nilai >4. Sehingga dalam persamaan model regresi produksi sampah untuk skenario I, terjadi multikolinieritas. Retribusi kebersihan yang ditetapkan di perumahan Cipinang Elok berdasarkan pada luas tempat tinggal warga. Namun, pada hasil analisis terlihat bahwa semakin luas tempat tinggal rumahtangga, maka semakin sedikit produksi sampah yang dihasilkan. Dan pada variabel retribusi kebersihan, terlihat bahwa semakin besar retribusi kebersihan, maka semakin sedikit produksi sampah yang dihasilkan. Luas tempat tinggal dianggap akan berpengaruh positif terhadap produksi sampah, sehingga ditetapkan besarnya retribusi kebersihan berdasarkan luasan tempat tinggal. Namun, hasil analisis regresi memperlihatkan hubungan yang tidak signifikan antara produksi sampah dan luas tempat tinggal, yang artinya bahwa luasan tempat tinggal tidak berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan produksi sampah. Sehingga retribusi kebersihan seharusnya tidak ditetapkan berdasarkan luasan tempat tinggal rumahtangga. Berikut adalah tabel 10, hasil regresi berdasarkan skenario I: 82

100 Tabel 10. Hasil Analisis Regresi Skenario I Predictor Coeficient SE Coef T P VIF Constant * X * 3.4 X * 1.3 X * 3.1 X X X * 2.3 X X ** 3.4 X *** 7.3 R-Sq = 75.6% R-Sq(adj) = 72.1% Durbin-Watson statistic = * nyata pada tingkat kepercayaan 95% ** nyata pada tingkat kepercayaan 90% *** nyata pada tingkat kepercayaan 80% Keterangan: X1= Pola Hidup, X2= Jumlah Anggota Keluarga, X3= Pendapatan Rumahtangga, X4= Luas Tempat Tinggal, X5= Tingkat Pendidikan, X6= Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga, X7= Pengeluaran Non Konsumsi Rumahtangga, X8= Jenis Sampah, X9= Retribusi Kebersihan. Berdasarkan hasil regresi berganda, model persamaan fungsi produksi sampah rumahtangga skenario II adalah: Y = X X X X X X 9 Fungsi regresi ganda pada skenario II dapat dilihat pada tabel 11, enam variabel independen dari delapan variabel mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi sampah. Variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 5% adalah pola hidup, jumlah anggota keluarga, pendapatan rumahtangga, pengeluaran konsumsi rumahtangga dan retribusi kebersihan. Sedangkan jenis sampah berpengaruh nyata pada taraf 10%. Hasil analisis regresi ganda pada skenario II mempunyai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 75,6%. Hal ini berarti bahwa 75,6% variasi variabel 83

101 produksi sampah dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen yang digunakan dan sisanya 24,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Nilai Durbin-Watson dari hasil perhitungan statistik untuk model persamaan regresi produksi sampah skenario II adalah DW (1,88460) > U tabel DW (1,74), sehingga tidak terjadi autokorelasi. Dari hasil regresi berganda, VIF untuk seluruh variabel <4, sehingga dalam persamaan model regresi produksi sampah untuk skenario II, tidak terjadi multikolinieritas. Berikut adalah tabel 11, hasil regresi berdasarkan skenario II: Tabel 11. Hasil Analisis Regresi Skenario II Predictor Coeficient SE Coef T P VIF Constant * X * 3.4 X * 1.3 X * 3.0 X X * 2.3 X X ** 3.4 X * 3.7 R-Sq = 75.6% R-Sq(adj) = 72.5% Durbin-Watson statistic = * nyata pada tingkat kepercayaan 95% ** nyata pada tingkat kepercayaan 90% Keterangan: X1= Pola Hidup, X2= Jumlah Anggota Keluarga, X3= Pendapatan Rumahtangga, X5= Tingkat Pendidikan, X6= Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga, X7= Pengeluaran Non Konsumsi Rumahtangga, X8= Jenis Sampah, X9= Retribusi Kebersihan. X1 : Pola Hidup Dari hasil analisis, pola hidup rumahtangga mempunyai pengaruh nyata pada taraf 5% terhadap produksi sampah yang dihasilkan dan memiliki tanda koefisien negatif. Artinya bahwa semakin meningkat pola hidupnya untuk 84

102 mengkonsumsi makanan dengan cara membeli dari luar, maka akan semakin sedikit produksi sampah yang dihasilkan. Sebaliknya semakin meningkat pola hidupnya untuk mengkonsumsi makanan dengan cara memasak sendiri, maka akan semakin meningkat produksi sampah yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena sampah yang dihasilkan dari sisa makanan yang diperoleh dengan cara membeli dari luar berupa stereofom, plastik dan kertas mempunyai berat yang lebih ringan daripada sisa-sisa sampah sayuran dari hasil memasak sendiri. X2 : Jumlah Anggota Keluarga Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata pada taraf 5% terhadap produksi sampah yang dihasilkan dan memiliki tanda koefisien positif. Artinya bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga dalam suatu rumahtangga, maka semakin meningkat pula produksi sampah yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan tiap anggota keluarga mempunyai kontribusi dalam menghasilkan sampah, sehingga penambahan jumlah anggota keluarga akan meningkatkan produksi sampah yang dihasilkan. X3 : Pendapatan Rumahtangga Hasil regresi menunjukkan bahwa pendapatan rumahtangga berpengaruh nyata terhadap produksi sampah pada taraf 5% dan memiliki tanda koefisien positif. Berdasarkan tanda koefisien yang positif dapat diartikan bahwa semakin meningkat pendapatan rumahtangga, maka produksi sampah yang dihasilkan semakin bertambah. Hal ini dapat terjadi karena dengan pendapatan yang meningkat maka rumahtangga cenderung akan meningkatkan pengeluaran belanjanya yang dapat menghasilkan sampah. Sampah yang terkumpul semakin banyak akan meningkatkan produksi sampah rumahtangga. 85

103 X6 : Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Berdasarkan tabel 11, dapat dilihat bahwa pengeluaran konsumsi rumahtangga mempengaruhi produksi sampah secara nyata pada taraf 5% dan mempunyai nilai koefisien negatif. Hal ini berarti bahwa semakin besar pengeluaran rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya terhadap makanan, maka semakin sedikit produksi sampah yang dihasilkan. Hal ini terkait dengan pola hidup rumahtangga dalam mengkonsumsi makanan. Ketika rumahtangga lebih sering membeli makanan dari luar atau makan di luar rumah, maka produksi sampah yang dihasilkan rumahtangga tersebut semakin sedikit. Sampah hasil membeli makanan dari luar atau makan di luar rumah mempunyai berat yang lebih ringan dalam satuan kg, daripada sampah dapur sisa memasak sendiri. Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa membeli makanan dari luar atau makan di luar rumah mempunyai pengeluaran yang lebih besar daripada memasak makanan sendiri. X8 : Jenis Sampah Berdasarkan hasil analisis regresi, jenis sampah berpengaruh nyata terhadap produksi sampah yang dihasilkan rumahtangga pada taraf 10%. Berdasarkan tanda koefisien yang negatif dapat dijelaskan bahwa semakin meningkat produksi sampah non organik yang dihasilkan rumahtangga, maka akan semakin sedikit produksi sampah yang dihasilkan dalam satuan kg. Ketika produksi sampah organik yang berupa sampah dapur dari sisa memasak sendiri lebih banyak, maka produksi sampah yang dihasilkan lebih berat dibandingkan dengan rumahtangga yang menghasilkan sampah non organik yang sebagian besar terdiri dari kertas, plastik dan stereofom. 86

104 X9 : Retribusi Kebersihan Dari hasil analisis regresi, retribusi kebersihan mempunyai pengaruh signifikan terhadap produksi sampah yang dihasilkan tiap rumahtangga pada taraf 5%. Tanda koefisien yang negatif, memperlihatkan bahwa semakin besar retribusi kebersihan yang dibayarkan oleh warga perumahan Cipinang Elok, maka semakin sedikit produksi sampah yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan penetapan besarnya tarif retribusi berdasarkan pada luasan tempat tinggal, yaitu semakin luas tempat tinggal maka semakin besar tarif retribusinya. Padahal menurut hasil analisis regresi tabel 10, dapat dilihat bahwa luasan tempat tinggal tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produksi sampah. Hal ini menjadi masukan bagi pengelola perumahan Cipinang Elok bahwa penetapan tarif retribusi tidak berdasarkan luas tempat tinggal, tetapi berdasarkan banyaknya produksi sampah yang dihasilkan tiap rumahtangga. 87

105 VII. KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGOLAHAN SAMPAH PABRIK KOMPOS MUTU ELOK 7.1 Pabrik Kompos Mutu Elok Pabrik kompos Mutu Elok didirikan pada tahun 2005 berdasarkan ide dari pengurus RW 010 untuk mengurangi volume sampah ke TPS Bantar Gebang. Pabrik kompos didirikan diatas tanah seluas 75 m 2 dengan pembagian beberapa ruangan di dalamnya. Langkah awalnya adalah diperolehnya dana dari PPMK dan kas warga yang digunakan untuk membangun pabrik kompos Mutu Elok. Selain itu sumbangan berupa mesin penyaring adan penggiling dari Dinas Kebersihan juga turut andil dalam menginvestasikan prasarana. Adanya kerjasama dari berbagai pihak mendorong terwujudnya upaya pengolahan sampah hijau menjadi kompos. Dari pihak internal adalah kesadaran bersama antara pengurus RW dan partisipasi warga perumahan Cipinang Elok. Sedangkan pihak eksternal yang membantu pengujian proses produksi dan kualitas kompos adalah Ibu Setiati Ediono, selaku dosen dari Fakultas Teknik Lingkungan Universitas Trisakti. Awal tahun 2006, hasil olahan sampah menghasilkan produk yang berlabel kompos Elok. Meski pemasarannya masih terbatas secara lokal, namun produksi kompos Elok memiliki daya saing yang cukup baik dengan kompos hasil tempat lain, baik dari segi harga maupun mutunya. 88

106 7.2 Aspek Pelaksanaan Usaha Aspek Pasar Aspek pasar penting untuk menentukan besarnya permintaan suatu produk dengan harga yang menguntungkan. Untuk meningkatkan permintaan, pemilik usaha dapat melakukan rencana pemasaran yang strategis menyangkut ketersediaan input, biaya produksi, tenaga kerja dan biaya pemasaran produk serta promosi yang biasanya dilakukan oleh pemilik usaha itu sendiri. Potensi pasar bagi kompos yang dihasilkan di pabrik kompos Mutu Elok adalah dari permintaan konsumen terhadap kompos yang tiap bulannya mencapai kg. Potensi pasar yang belum dimanfaatkan dari pengelolaan sampah di pabrik kompos Mutu Elok adalah sampah non organik dan sampah organik limbah rumahtangga. Sampah yang dikelola sebagai kompos adalah sampah tanaman dari taman-taman di sekitar perumahan Cipinang Elok dan tanaman warga. Sehingga potensi sampah organik dan non organik yang belum terolah, menjadi ketersediaan input yang besar untuk menghasilkan keuntungan dari pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok Pangsa Pasar Pangsa pasar dari kompos Elok masih difokuskan di wilayah Jakarta Timur. Belum dimilikinya konsumen tetap dari suatu lokasi pasar menjadikan pemasaran kompos Elok masih terbatas. Selain pemesanan dari konsumen baik dari luar perumahan ataupun dari warga perumahan Cipinang Elok, ada juga konsumen yang datang langsung membeli kompos di pabrik kompos Mutu Elok. Meskipun pangsa pasar saat ini belum terlalu besar, tidak menutup kemungkinan bagi pabrik kompos Mutu Elok untuk meningkatkan pangsa 89

107 pasarnya melihat kondisi permintaan konsumen yang cukup besar. Apabila sampah non organik dan organik dari limbah rumahtangga dapat dimanfaatkan dan diolah dengan baik, tidak menutup kemungkinan akan terjadi peningkatan produksi dari produk daur ulang sampah ataupun pupuk hasil olahan sampah Bauran Pemasaran Adanya kecenderungan peningkatan permintaan konsumen terhadap kompos Elok mengharuskan penyusunan rencana pemasaran yang strategis dari pengelolaan sampah di pabrik kompos Mutu Elok. Dalam Sitohang (2008), rencana pemasaran tersebut dapat dirumuskan dalam bauran pemasaran yang meliputi strategi produk, harga, tempat dan promosi. Kompos dipasarkan dalam kemasan kantong plastik dengan ukuran 5 kg. Namun konsumen juga dapat membeli dengan ukuran yang lebih sedikit atau lebih banyak dari kemasan jual tiap 5 kg. Kompos yang dijual tersebut memiliki merek Kompos Elok. Kualitas dari kompos Elok tidak kalah dengan kompos dari produksi tempat lain. Pengujian kualitas dilakukan berkat kerjasama dengan dosen dari Fakultas Teknik Lingkungan Universitas Trisakti yang membantu memonitor proses pengomposan. Harga yang ditetapkan dari kompos Elok adalah Rp tiap kg. Pada awal produksinya, harga kompos Elok adalah Rp per kg. Namun seiring dengan perubahan harga input produksi, harga kompos Elok meningkat menjadi Rp tiap kg. Sehingga harga jual untuk satu kemasan kompos Elok yang berukuran 5 kg adalah Rp Strategi pemasaran yang selama ini dilakukan adalah dengan mengikuti pameran produk atau dengan cara tidak langsung yaitu melalui kepuasan yang 90

108 diberikan kepada pelanggan. Karena kualitas dari kompos Elok yang tidak kalah dengan kualitas dari kompos produksi tempat lain, sehingga ada pemasaran secara tidak langsung dari pelanggan kepada masyarakat untuk mempromosikan kompos Elok. Selain itu, harga kompos Elok yang relatif murah sehingga meningkatkan permintaan dari konsumen Hasil Analisis Aspek Pasar Berdasarkan kepada ketersediaan input dari sampah tanaman yang berasal dari taman-taman yang berada di sepanjang jalan di perumahan Cipinang Elok serta dari potensi sampah non organik dan organik dari rumahtangga yang belum dimanfaatkan, maka pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok mempunyai prospek keberlanjutan usaha yang baik. Selain itu, permintaan kompos yang cukup tinggi yang harus didukung dengan rencana pemasaran yang strategis akan mampu meningkatkan daya jual produk. Kompos yang sudah dikemas dengan baik dengan harga yang relatif murah serta adanya promosi tidak langsung yang dilakukan oleh pelanggan karena merasa puas dengan kualitas kompos Elok, menjadikan nilai tambah bagi pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok menjadi layak dijalankan Aspek Teknis Aspek teknis perlu diperhatikan dalam pelaksanaan suatu usaha agar tidak menimbulkan biaya produksi yang terlalu besar sehingga mengakibatkan pengurangan keuntungan. Faktor yang akan dikaji dalam aspek teknis untuk penelitian ini adalah lokasi usaha dan proses pengolahan sampah. 91

109 Lokasi Usaha Lokasi merupakan aspek penting dalam menjalankan suatu usaha. Selama ini kompos Elok dijual dengan cara dititipkan di tempat usaha warga yaitu Bapak Ajon Hermansyah yang memiliki Toko Eropa di perumahan Cipinang Elok. Pemasaran yang selama ini dilakukan adalah dengan mendistribusikan kompos ke Toko Eropa untuk selanjutnya dijual ke konsumen. Namun, konsumen juga dapat membeli langsung kompos Elok dari pabrik pengolahannya yang letaknya tidak jauh dari lokasi pemasaran. Letak Toko Eropa sebagai tempat penjualan kompos serta pabrik pengelolaan sampah yang dekat menjadikan distribusi kompos dapat lancar dilakukan dengan biaya transportasi yang rendah. Untuk pengiriman kompos dengan sistem pesan antar, biaya transportasi yang dikeluarkan pengelola kompos tidak terlalu besar karena pemasarannya yang masih di sekitar Jakarta dan masih mudah dijangkau transportasi umum. Luas tanah untuk pengelolaan kompos adalah 75 m 2. Pada lahan tersebut terdiri dari bangunan untuk proses produksi kompos dan beberapa fasilitas pendukung seperti bak sampah dan bak kompos siap dikemas Proses Pengolahan Sampah Organik Dari hasil pengamatan selama penelitian, pembuatan kompos relatif mudah. Namun diperlukan ketelitian dalam setiap pencampuran input produksinya. Mengolah sampah menjadi kompos membutuhkan beberapa bahan baku, selain sampah hijau, digunakan pula Effective Microorganism-4 (EM4), gula, dedak, tanah dan bokasi. EM4 adalah suatu kultur campuran mikroorganisme yang mengandung bakteri fotosintesis, Actinomycetes, jamur fermentasi dan Lactobacillus Sp yang berpengaruh dan menguntungkan bagi 92

110 pertumbuhan tanaman dan fermentasi bahan organik dalam sampah (Apnan, 1995 dalam Sitohang, 2008). Mesin yang digunakan adalah mesin penggiling dan mesin penyaring. Pembuatan kompos melalui beberapa tahapan. Berdasarkan pengamatan selama penelitian, tahapan dalam pengomposan di pabrik kompos Mutu Elok antara lain adalah: 1. Sampah organik yang berasal dari sisa tanaman dikumpulkan oleh petugas pengambil sampah. Setelah ditimbun ke dalam bak sampah selama 2 hari, sampah hijau tersebut dihancurkan dengan mesin penggiling. 2. Setelah sampah selesai digiling, sampah dengan takaran tiap 1 m 3 dicampur dengan 10 kg tanah, 10 kg dedak, cairan EM4 dan bokasi. 3. Sampah yang telah tercampur dengan tanah, dedak, bokasi dan cairan EM4 diaduk secara merata. Adukan sampah yang telah merata tersebut dicampur dengan air sebanyak 200 liter yang telah tercampur dengan gula 1 kg. 4. Sampah yang sudah tercampur dengan air ditumbuk menjadi satu kemudian dicetak dengan cangkul dan garu dengan ukuran 1 x 1 m. Sampah yang sudah dicetak, ditutup dengan terpal selama 15 hari. Tujuan ditutup dengan terpal adalah agar sampah dapat terfermentasi dengan baik dari setiap bahan campurannya. 5. Setelah 15 hari, sampah akan mulai matang dan mengeluarkan asap. Sampah yang terfermentasi tersebut menjadi kompos basah sehingga harus digiling kembali agar menjadi halus. 6. Kompos basah kemudian disaring dengan mesin penyaringan agar kandungan air yang terdapat dalam kompos basah dapat berkurang. 93

111 7. Proses pengomposan selesai, kompos ditampung dalam bak penampungan dan dikemas dalam plastik. Kemasan yang dipasarkan adalah dengan ukuran 5 kg. Berikut adalah gambar proses pengomposan di pabrik kompos Mutu Elok : 1. Sampah dari sisa tanaman yang ditimbun selama 2 hari 2. Pencetakan sampah 3. Cetakan sampah ditutup dengan terpal selama 15 hari 4. Sampah melalui proses penyaringan 5. Sampah kering yang sedang ditimbang dan dikemas 6. Kompos Elok yang siap dipasarkan Gambar 14. Alur Pengolahan Sampah 94

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SAMPAH DAN KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAHTANGGA (Studi Kasus di Perumahan Cipinang Elok, Jakarta Timur) GANIS DWI CAHYANI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan kota. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang semakin meningkat secara

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan sampah memerlukan suatu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari keterkaitannya terhadap lingkungan. Lingkungan memberikan berbagai sumberdaya kepada manusia dalam

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ABSTRAK KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH Peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kuantitas sampah kota. Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL PROYEK USAHA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA BOGOR BERBASIS KOMUNITAS (Studi Kasus: Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor)

ANALISIS FINANSIAL PROYEK USAHA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA BOGOR BERBASIS KOMUNITAS (Studi Kasus: Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) ANALISIS FINANSIAL PROYEK USAHA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA BOGOR BERBASIS KOMUNITAS (Studi Kasus: Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) OLEH LAURA SITOHANG H14104031 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa lingkungan hidup yang baik merupakan hak asasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Jakarta cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai perubahan pola konsumsi dan gaya hidup turut meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai barang buangan, yaitu

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN KOTA KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau daerah sekitarnya. Selain itu lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat, peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menimbulkan bertambahnya

Lebih terperinci

1. Pendahuluan ABSTRAK:

1. Pendahuluan ABSTRAK: OP-26 KAJIAN PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS Yenni Ruslinda 1) Slamet Raharjo 2) Lusi Susanti 3) Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE, Menimbang

Lebih terperinci

l. PENDAHULUAN Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau

l. PENDAHULUAN Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau l. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil aktivitas kehidupan manusia baik individu maupun kelompok maupun proses-proses alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa permasalahan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasarsampah, sistem pengelolaan sampah, kebijakan daerah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasarsampah, sistem pengelolaan sampah, kebijakan daerah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini berisi kajian pustaka yang dilakukan mengenai konsep dasarsampah, sistem pengelolaan sampah, kebijakan daerah dalam pengelolaan sampah, dampak ekonomi dari sampah,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah menjadi persoalan serius terutama di kota-kota besar, tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK Joko Widodo dan Yulinah Trihadiningrum Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP - ITS Surabaya ABSTRAK Pembuangan akhir sampah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri dan urbanisasi pada daerah perkotaan dunia yang tinggi meningkatkan volume dan tipe sampah. Aturan pengelolaan sampah yang kurang tepat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK I. UMUM Berbeda dengan jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa memenuhi ketentuan pasal 18 ayat 1, 2 dan 3 Peraturan Daerah

Lebih terperinci

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.188, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Sampah. Rumah Tangga. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya volume sampah di Surakarta telah menimbulkan masalah yang kompleks dalam pengelolaan sampah. Untuk itu dibutuhkan strategi yang efektif untuk mereduksi

Lebih terperinci

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang TUGAS AKHIR 108 Periode Agustus Desember 2009 Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang Oleh : PINGKAN DIAS L L2B00519O Dosen Pembimbing : Ir. Abdul Malik, MSA Jurusan Arsitektur Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI Penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2008, bertempat di beberapa TPS pasar di Kota Bogor, Jawa Barat yaitu pasar Merdeka, pasar Jl. Dewi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sampah merupakan material sisa hasil proses suatu aktifitas, baik karena kegiatan industri, rumah tangga, maupun aktifitas manusia lainnya. Sampah selalu menjadi masalah lingkungan

Lebih terperinci

BAB III STUDI LITERATUR

BAB III STUDI LITERATUR BAB III STUDI LITERATUR 3.1 PENGERTIAN LIMBAH PADAT Limbah padat merupakan limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organic dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

Lay out TPST. ke TPA. Pipa Lindi

Lay out TPST. ke TPA. Pipa Lindi Lay out TPST A A B ke TPA 1 2 3 B 14 10 11 12 13 4 Pipa Lindi 18 15 9 8 18 7 5 19 16 17 18 1) Area penerima 2) Area pemilahan 3) Area pemilahan plastik 4) Area pencacah s.basah 5) Area pengomposan 6) Area

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan sampah yang diolah tidak seimbang. Sampah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Berbagai aktifitas manusia secara langsung maupun tidak langsung menghasilkan sampah. Semakin canggih teknologi di dunia, semakin beragam kegiatan manusia di bumi, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah.

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah sampah merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah,

BAB I PENDAHULUAN. dan kualitas sampah yang dihasilkan. Demikian halnya dengan jenis sampah, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia dengan segala aktivitasnya pastilah tidak terlepas dengan adanya sampah, karena sampah merupakan hasil efek samping dari adanya aktivitas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN FASILITAS PENGOLAHAN SAMPAH DI KECAMATAN KELAPA DUA KABUPATEN TANGERANG

PENGEMBANGAN FASILITAS PENGOLAHAN SAMPAH DI KECAMATAN KELAPA DUA KABUPATEN TANGERANG PRESENTASI TESIS 1 PENGEMBANGAN FASILITAS PENGOLAHAN SAMPAH DI KECAMATAN KELAPA DUA KABUPATEN TANGERANG M. AGUS RAMDHAN (3310202701) PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL )

PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL ) PRESENTASI TESIS PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL ) DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. YULINAH TRIHADININGRUM, MApp.Sc OLEH : MALIK EFENDI (3310202708)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia untuk mempertahankan dan meningkatkan taraf hidup, menuntut berbagai pengembangan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang dibangun di atas lahan seluas 27 Ha di Dusun Betiting, Desa Gunting, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila tidak diimbangi dengan fasilitas lingkungan yang memadai, seperti penyediaan perumahan, air bersih

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 54 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DAN ZAT KIMIA PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA DAN BANDAR UDARA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA s BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 LAMPIRAN III UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Pasal 1 (1.1) Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang a. bahwa dalam rangka menumbuh kembangkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa pertambahan

Lebih terperinci

Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang

Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang Sudiro 1), Arief Setyawan 2), Lukman Nulhakim 3) 1),3 ) Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota Karanganyar yang terus meningkat disertai dengan peningkatan kualitas dan kuantitas kegiatan manusia sehari-hari

Lebih terperinci

AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI. Antung Deddy Radiansyah

AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI. Antung Deddy Radiansyah AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI Antung Deddy Radiansyah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ii RINGKASAN H. Antung Deddy R. Analisis Keberlanjutan Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan kota metropolitan di beberapa negara berkembang telah menimbulkan permasalahan dalam hal pengelolaan sampah (Petrick, 1984). Saat ini

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR + BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA.

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA. PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MURUNG RAYA. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang

Lebih terperinci

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA 1. Latar Belakang Sampah yang menjadi masalah memaksa kita untuk berpikir dan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam program pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah program lingkungan sehat, perilaku

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantar Gebang mempunyai areal seluas 108 ha. Luas areal kerja efektif kurang lebih 69 ha yang dibagi dalam lima zona, masing-masing

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN 1 SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DAN LINGKUNGAN OLEH PEMERINTAH, SWASTA DAN MASYARAKAT BUPATI POLEWALI MANDAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KONSEPSI PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN SECARA TERPADU BERKELANJUTAN *)

KONSEPSI PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN SECARA TERPADU BERKELANJUTAN *) 1 KONSEPSI PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN SECARA TERPADU BERKELANJUTAN *) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak Meningkatnya beban sampah (limbah domestik) di wilayah perkotaan, secara berangsur-angsur memberikan

Lebih terperinci

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampah merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Sampah dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan pembangunan wilayah perkotaan di Indonesia. Hal ini tentunya sangat berdampak pada peningkatan jumlah penduduk kota yang juga sebanding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan secara merata diseluruh tanah air dan ditujukan bukan hanya untuk satu golongan, atau

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM 99 BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM 6.1 Perumusan Alternatif Strategi dan Program Untuk dapat merumuskan alternatif strategi dan program peningkatan pelayanan sampah perumahan pada kajian ini digunakan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota seringkali menimbulkan permasalahan baru dalam menata perkotaan yang berkaitan dengan penyediaan prasarana dan sarana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat

I. PENDAHULUAN. Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa. bersama akan maksimal, dengan demikian kemakmuran sebuah bangsa dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Amartya Sen, peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, menyatakan bahwa pembangunan adalah sesuatu yang bersahabat, pembangunan seharusnya merupakan proses yang memfasilitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah menurut SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri atas bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya Lampiran E: Deskripsi Program / Kegiatan A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya Nama Maksud Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat di lingkungan. Masyarakat awam biasanya hanya menyebutnya sampah saja. Bentuk, jenis,

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Sampah Sampah merupakan barang sisa yang sudah tidak berguna lagi dan harus dibuang. Berdasarkan istilah lingkungan untuk manajemen, Basriyanta

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU-BAU,

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU-BAU, PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU-BAU, Menimbang : a. bahwa kebersihan merupakan salah satu segi kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang sibuk dan berkembang cepat, dalam satu hari menghasilkan timbulan sampah sebesar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

BANTAENG, 30 JANUARI (Prof. DR. H.M. NURDIN ABDULLAH, M.Agr)

BANTAENG, 30 JANUARI (Prof. DR. H.M. NURDIN ABDULLAH, M.Agr) LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.53/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA FORMULIR ISIAN SISTEM MANAJEMEN PROGRAM

Lebih terperinci