PEMODELAN KERAGAAN SEKTOR PERIKANAN UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI SUMBERDAYA DAN REGIONAL PESISIR: SUATU ANALISIS MODEL HYBRID SOFYAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMODELAN KERAGAAN SEKTOR PERIKANAN UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI SUMBERDAYA DAN REGIONAL PESISIR: SUATU ANALISIS MODEL HYBRID SOFYAN"

Transkripsi

1 PEMODELAN KERAGAAN SEKTOR PERIKANAN UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI SUMBERDAYA DAN REGIONAL PESISIR: SUATU ANALISIS MODEL HYBRID SOFYAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 ABSTRACT Sofyan, The Modeling of Fisheries Performance for developing resource and regional economic in Coastal Area: A Hybrid Model Analysis. Under supervisor of AKHMAD FAUZI, KOOSWARDHONO MUDIKDJO and ERNAN RUSTIADI. Fisheries development in Indonesia is facing a paradox. Abundant resources in Indonesian water are not reflected in the welfare of fishermen and other user of resources. Even though there has been a significant progress during the last five years, this progress is relatively insignificant compared to potentials that could have been generated. This research attempts to seek answers to such a question through the development of hybrid model. The model aims to incorporate regional aspect into fisheries management. In general this research aims to measure and analysis economic performance of fisheries development in accordance to regional development, specifically the objectives are 1) to assess the exploitation status of fisheries viewed from effort, levels biomass and its resource rent, 2) to measure resource depreciation and its impact to fisheries development, 3) to analyze the dynamic interaction among fisheries component in the fisheries sector, 4) to analyze the degree of competitiveness of fisheries sector within four regions in the north coast of Java and 5) to determine the optimal levels of fisheries management in the regions. Results of study show that the performance of fisheries development is attributed to differences in regional performance. This can be seen from the level of depreciation and degradation within the regions relative to the overall north coast of Java. Among four regions, Cirebon is the only region that did not affect very much to the overall fisheries performance in the north coast of Java. Increasing performance can be made by curtailing the level of effort as much as 56,38% (Karawang), 8,60% (Subang), 46,51% (Indramayu) dan 58,57% (Cirebon) respectively. The opportunity cost of fisheries could have been allocated to other industries which are more efficient. Keywords: Resource economic, Regional Economic, Hybrid Model, North coast of Java, Depreciation, Degradation. ii

3 ABSTRAK SOFYAN, Pemodelan Keragaan Sektor Perikanan Untuk Pengembangan Ekonomi Sumberdaya Dan Regional Pesisir: Suatu Analisis Model Hybrid. Dimbing oleh AKHMAD FAUZI, KOOSWARDHONO MUDIKDJO DAN ERNAN RUSTIADI. Pembangunan perikanan di Indonesia dihadapkan pada dua dilema. Di satu sisi, kita dihadapkan pada sumberdaya perikanan yang konon katanya kaya dan mampu menghasilkan potensi ekonomi. Tetapi di sisi lain kenyataannya, potensi tersebut belum mampu meningkatkan ekonomi para pelakunya secara signifikan. Meski mengalami peningkatan pertumbuhan produksi dan devisa serta penerimaan lainnya selama beberapa tahun belakangan ini, namun peningkatan tersebut relatif masih kecil dibandingkan dengan potensi ekonomi yang dapat dihasilkan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan hybrid model, yaitu memasukan aspek regional ke dalam bio-ekonomi. Pada akhirnya kebijakan yang harus dilakukanpun akan berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menilai performance (keragaan) dari sektor perikanan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan secara terintegrasi dilihat dari aspek ekonomi sumberdaya. Secara khusus, penelitian ini bertujuan menganalisis keragaan sumberdaya perikanan tangkap di Pantai Utara Jawa Barat dan di empat Kabupaten (Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon), melalui pengukuran: (1) nilai biomass, produksi dan rente sumberdaya perikanan pada kondisi aktual, lestari dan optimum, (2) depresiasi sumberdaya perikanan dan dampaknya terhadap keragaan perikanan, (3) interaksi dinamik antara komponen-komponen produksi dan effort, guna menentukan perbaikan kinerja perikanan secara menyeluruh dan berkelanjutan, (4) Tingkat (Derajat) Competitiveness sektor perikanan, untuk menilai kontribusi wilayah dalam keragaan kegiatan perikanan, dan (5) pengelolaan sumberdaya perikanan yang optimal serta tingkat efisiensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya terhadap Perairan Pantai Utara Jawa Barat secara keseluruhan memberikan warna yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat kita lihat baik dari kontribusinya terhadap degradasi, depresiasi maupun tingkat efisiensi relatifnya. Sehingga waktu yang diperlukan antara biomas dan effort untuk mencapai steady state (keseimbangan) sangat bervariasi. Dari empat kabupaten yang dianalisis, hanya Kabupaten Cirebon yang tidak berpengaruh positif terhadap Pantura Jawa Barat secara keseluruhan. Kemudian untuk meningkatkan efisiensi industri perikanan perlu dilakukan pengendalian input untuk masingmasing kabupaten sebesar 56,38% (Karawang), 8,60% (Subang), 46,51% (Indramayu) dan 58,57% (Cirebon). Opportunity cost dari kegiatan perikanan tangkap tersebut dapat diinvestasikan untuk pengembangan regional dengan meningkatkan nilai tambah dari industri perikanan itu sendiri yang lebih efisien. Kata Kunci : Ekonomi Sumberdaya, Ekonomi Regional,Model Hybrid, Pantura Jawa Barat, Degradasi, Depresiasi, Efisiensi. iii

4 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul : Pemodelan Keragaan Sektor Perikanan Untuk Pengembangan Ekonomi Sumberdaya Dan Regional Pesisir : Suatu Analisis Model Hybrid Adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Februari 2006 Sofyan Nrp: C iv

5 Hak cipta milik Sofyan, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya v

6 PEMODELAN KERAGAAN SEKTOR PERIKANAN UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI SUMBERDAYA DAN REGIONAL PESISIR: SUATU ANALISIS MODEL HYBRID SOFYAN Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 vi

7 Judul Disertasi Nama : Pemodelan Keragaan Sektor Perikanan Untuk Pengembangan Ekonomi Sumberdaya dan Regional Pesisir: Suatu Analisis Model Hybrid : Sofyan NRP : C Menyetujui, Komisi Pembimbing Dr.Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. Ketua Prof.Dr.Ir. Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc. Anggota Dr.Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof.Dr.Ir. Rokhmin Dahuri, MS Prof.Dr.Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc. Tanggal Ujian: 26 Januari 2006 Tanggal Lulus : vii

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis 5 Nopember 1966, merupakan anak ke lima dari tujuh bersaudara keluarga Bapak Samsudin (alm) dan Ibu Ikah (almh). Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Negeri 1 Sukakerta, Panumbangan, Ciamis pada tahun 1979, sedangkan sekolah menengah pertama diselesaikan di SMP Negeri Panumbangan, Ciamis pada tahun Sekolah menengah atas diselesaikan pada tahun 1985 di SMA Negeri 1 Karawang. Pada tahun 1986, penulis tercatat sebagai sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Syiah Kuala Darussalam-Banda Aceh, dan selesai pada tahun Pada April 1995, penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan Bahasa Jepang di Kokusai Gakuyu Kai Nihongo Gakko, Tokyo Jepang. Kemudian pada September 1995 Maret 1996, mengikuti Reseach Student di Universitas Saga. Pada bulan April 1996, penulis melanjutkan program master pada bidang ekonomi pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Saga, Jepang dengan bantuan beasiswa OECF-Unsyiah dan selesai pada tahun Kemudian penulis pada tahun 2001 tercatat sebagai mahasiswa program doktor di Pasca Sarjana (sekarang Sekolah Pascasarjana) Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 1992, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Almamater, Universitas Syiah Kuala Darussalam-Banda Aceh. Penulis menikah dengan Ir. Evi Lisna, M.Sc. pada tahun 1992 dan telah dikaruniai dua orang putra yaitu: Faiz Yafie Naufal (lahir di Banda Aceh, 9 Desember 1993) dan Wildan Dhia Yafie (lahir di Banda Aceh, 1 Oktober 1999). viii

9 PRAKATA Syukur Allhamdulillah, saya panjatkan kepada Allah SWT bahwa atas segala rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan Penelitian ini sesuai dengan rencana. Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti perkuliahan pada jenjang Program Doktor pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul Pemodelan Keragaan Sektor Perikanan Untuk Pengembangan Ekonomi Suberdaya dan Regional Pesisir: Suatu Analisis Model Hybrid, sebagai upaya untuk memberikan gambaran yang komprehensif mengenai keragaan sektor perikanan dan kelautan di lihat dari aspek ekonomi sumberdaya dan regional. Penulis mengharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang lebih komprehensif dan menyeluruh sehingga akan melahirkan pilihan kebijakan yang tepat dalam upaya membangun perikanan yang berkelanjutan seperti yang diamanatkan dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries. Kritik dan saran sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan penulisan. Semoga usulan rencana penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukan. Bogor, Februari 2006 Sofyan ix

10 UCAPAN TERIMA KASIH Penulisan disertasi ini menjadi terasa lebih ringan dan menyenangkan berkat dorongan, arahan, doa dan bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Akhmad Fauzi Syam, M.Sc., selaku ketua Komisi pembimbing yang tidak pernah mengenal lelah dan selalu meluangkan waktu untuk memberi arahan dan bimbingan sejak awal penulisan disertasi ini hingga selesai. Dengan sentuhan beliau, disertasi ini terasa memberikan nuansa dan warna tersendiri terhadap kontribusinya pada ilmu pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, M.Sc., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang selalu memberikan semangat dan selalu meluangkan waktu untuk memberi arahan dan bimbingan sejak awal penulisan disertasi ini hingga selesai. 3. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang memonitor perkembangan penulisan disertasi ini dan selalu meluangkan waktu untuk memberi arahan dan bimbingan sejak awal penulisan disertasi ini hingga selesai. Beliau selalu memberikan filosofi dan kontribusi yang kritis untuk kesempurnaan disertasi ini. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup dan Bapak Dr.Ir. Andin H. Taryoto dan Bapak Dr.Ir. Sutrisno Sukimin, DEA, selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka. 5. Ketua dan Sekertaris serta seluruh civitas akademika Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor atas segala bekal ilmu, dorongan dan bantuannya selama penulis menimba ilmu di PS-SPL IPB. Khusus untuk staf adminitistrasi di PS-SPL Mas Zainal, Mas Helmi dan Mas Yoyo terimakasih atas segala bantuannya selama ini. 6. Segenap civitas akademika Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, khususnya kepada Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanaian, Dekan Fakultas Pertanian dan Rektor Universitas Syiah Kuala Darussalam-Banda Aceh yang x

11 telah memberikan dorongan dan izin kepada penulis untuk melanjutkan studi program S3 di IPB ini. 7. Penulis juga menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pemda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), atas segala bantuannya selama ini. Bantuan Pemerintah NAD tersebut sangat berarti bagi upaya penyelesaian program doktor ini. 8. Bapak Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Karawang, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Subang, Indramayu dan Cirebon, atas segala bantuannya selama penulis dilapangan. 9. Teman-teman Mahasiswa SPL, khususnya Angkatan 4, 5 dan 6 yang telah banyak memberikan dorongan dan semangat. Khusus kepada Dr. Armen, Dr. Toni, Indra, Dr. Uci, Dr. Ina, Winy, Des, Dr. Dewayani, Abu Bakar, Asbar, Feira, Niki dan Sofie, mereka adalah teman-teman yang selama ini telah banyak memberikan tukar pikiran. 10. Seluruh mahasiswa Sekolah Pascasarjana asal NAD, khususnya Kepada Keluarga Bapak T. Fauzi, Keluaraga Dr. Agussabti, Keluarga Razali, Keluarga Edo dan lain-lain. 11. Ayahanda Samsudin (alm), Ibunda Ikah (almh), mereka berdua telah menanamkan pondasi yang kuat kepada penulis dalam mengarungi kehidupan ini. 12. Istri tercinta Ir. Evi Lisna, M.Sc., dan kedua putraku Faiz Yafie Naufal dan Wildan Dhia Yafie. Keberhasilan menyelesaikan disertasi ini tak terlepas dari dorongan, pengorbanan dan doa yang sangat luar biasa dari mereka. Bogor, Februari 2006 Sofyan xi

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL.. Halaman DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xviii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Hipotesis Tujuan dan Kegunaan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pesisir Optimasi Sumberdaya Perikanan Pembangunan Berkelanjutan Teori Pertumbuhan Disparitas Wilayah Konsep Efisiensi METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan, Lingkup, dan Keterbatasan Studi Metode Analisis Standarisasi Alat Uji Stationarity Model Bio-Ekonomi Sumberdaya Perikanan Perikanan Estimasi Discount Rate Analisis Laju Degradasi dan Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan Model Komplementari dan Kompetitif Data Envelopment Analysis (DEA) Waktu dan Lokasi Penelitian Data Penelitian GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Bio-Ekologis Sumberdaya Perikanan Pantai Utara Jawa Barat Produksi dan Nilai Produksi Peran Sektor Perikanan Terhadap Perekonomian Jawa Barat Perkembangan Rumah Tangga Perikanan, Armada dan Alat Tangkap HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data Produksi Perikanan Standarisasi Unit Effort.. 73 xi xii

13 5.3 Estimasi Parameter Biologi Estimasi Sustainable Yield Analisis Degradasi Struktur Biaya Analisis Discount Rate Analisi Depresiasi Pengelolaan Sumberdaya Yang Optimal Analisis Kesejahteraan Produsen Analisis Konvergensi Analisis Sistem Dinamis Analisis Efisiensi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR TABEL 1. Perkembangan Produksi Perikanan Pantai Utara Jawa Barat Halaman 2. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Nelayan Berdasarkan Besarnya Usaha di Pantai Utara Jawa Barat Tahun Parameter Biologi Perikanan Pelagik di Lokasi Penelitian Fungsi Produksi Lestari Gompertz Keragaan Effort, Produksi Aktual dan Produksi Lestari Gompertz di Pantai Utara Jawa Barat Perkembangan Tingkat Degradasi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Pantai Utara Jawa Barat Rata-rata Biaya Riil Penangkapan Ikan per Unit Effort Menurut Lokasi Penelitian (Rp. Ribu per Trip) Perubahan Depresiasi Sumberdaya Perikanan Pelagik Di Pantai Utara Jawa Barat Perubahan Depresiasi Sumberdaya Perikanan Pelagik Di Kabupaten Karawang Perubahan Depresiasi Sumberdaya Perikanan Pelagik Di Kabupaten Subang Perubahan Depresiasi Sumberdaya Perikanan Pelagik Di Kabupaten Indramayu Perubahan Depresiasi Sumberdaya Perikanan Pelagik Di Kabupaten Cirebon Nilai Optimal Biomas, produksi dan Effort pada Discount Rate 15% dan 5,54% di Pantai Utara Jawa Barat Nilai Biomas, Produksi dan Input Optimal dengan Menggunakan Discount Rate 15% dan 5,54% Rente Optimal Lestari di Pantai Utara Jawa Barat Rente Optimal Lestari di Kabupaten Karawang Rente Optimal Lestari di Kabupaten Subang Rente Optimal Lestari di Kabupaten Indramayu Rente Optimal Lestari di Kabupaten Cirebon Perbedaan Present Value Rente Optimal dan Lestari di pantai Utara Jawa Barat Potensial Surplus Produsen di Lokasi Penelitian xiv

15 22. Matriks Analisis Komplementari Skor Efisiensi Unit Fisik DEA di Pantai Utara Jawa Barat Skor Efisiensi Unit Fisik DEA di Empat Lokasi Penelitian Potensi Perbaikan Efisiensi Fisik dari DMU (Lokasi Penelitian) xv

16 DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka Permasalahan Kurva Pertumbuhan Kurva Yield Effort Keseimbangan Bioekonomi Gordon-Schaefer Hubungan Antara Tiga Tujuan Dari Pembangunan Berkelanjutan Konsep Pengukuran Efisiensi Dari Sisi Input Konsep Pengukuran Efisiensi Dari Sisi Output Alur Penelitian Halaman 9. Perkembangan Kontribusi Produksi Perikanan Tangkap Empat Kabupaten Lokasi Penelitian Terhadap Produksi Total Perikanan Tangkap Pantai Utara Jawa Barat Perkembangan PDRB Total dan PDRB Perikanan Propinsi Jawa Jawa Barat Tahun Perkembangan PDRB Total dan PDRB Perikanan dan Pertanian Di Propinsi Jawa Jawa Barat Tahun Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Nelayan Berdasarkan Besarnya Usaha di Pantai Utara Jawa Barat Tahun Perkembangan Jumlah Perahu Motor Tempel dan Perahu Tanpa Motor Penangkap Perikanan Laut di Pantai Utara Jawa Barat Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Untuk Tiga Alat Tangkap di Pantai Utara Jawa Barat Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Untuk Tiga Alat Tangkap di Kabupaten Karawang Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Untuk Tiga Alat Tangkap di Kabupaten Subang Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Untuk Tiga Alat Tangkap di Kabupaten Indramayu Perkembangan Produksi Perikanan Tangkap Untuk Tiga Alat Tangkap di Kabupaten Cirebon Perkembangan Standarisasi Effort dari Alat Tangkap Terpilih di Pantai Utara Jawa Barat Fungsi Produksi Lestari Gompertz di Lokasi Penelitian xvi

17 21. Produksi Aktual dan Produksi Lestari Gompertz di Pantai Utara Jawa Barat Produksi Aktual dan Produksi Lestari Gompertz di Kabupaten Karawang Produksi Aktual dan Produksi Lestari Gompertz di Kabupaten Subang Produksi Aktual dan Produksi Lestari Gompertz di Kabupaten Indramayu Produksi Aktual dan Produksi Lestari Gompertz di Kabupaten Cirebon Kurva Lestari Gompertz dan Produksi Aktual di Pantai Utara Jawa Barat Copes Eye Ball Loop Untuk Fungsi Produksi Lestari Gompertz Di Pantai Utara Jawa Barat Kurva Lestari Gompertz dan Produksi Aktual di Kabupaten Karawang Copes Eye Ball Loop Untuk Fungsi Produksi Lestari Gompertz Di Kabupaten Karawang Kurva Lestari Gompertz dan Produksi Aktual di Kabupaten Subang Copes Eye Ball Loop Untuk Fungsi Produksi Lestari Gompertz Di Kabupaten Subang Kurva Lestari Gompertz dan Produksi Aktual di Kabupaten Indramayu Copes Eye Ball Loop Untuk Fungsi Produksi Lestari Gompertz Di Kabupaten Indramayu Kurva Lestari Gompertz dan Produksi Aktual di Kabupaten Cirebon Copes Eye Ball Loop Untuk Fungsi Produksi Lestari Gompertz Di Kabupaten Cirebon Perkembangan Nilai Koefisien Degradasi di Pantai Utara Jawa Barat Grafik Perkembangan Nilai Koefisien Degradasi di Lokasi Penelitian Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Laju Produksi Aktual di Pantai Utara Jawa Barat Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Laju Produksi Aktual di Kabupaten Karawang xvii

18 40. Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Laju Produksi Aktual di Kabupaten Subang Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Laju Produksi Aktual di Kabupaten Indramayu Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Laju Produksi Aktual di Kabupaten Cirebon Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Effort di Pantai Utara Jawa Barat Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Effort di Kabupaten Karawang Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Effort di Kabupaten Suabang Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Effort di Kabupaten Indramayu Perbandingan Perkembangan Laju Degradasi Dengan Effort di Kabupaten Cirebon Trajektori Nilai Biomas dan Produksi Optimal pada Discount Rate 15% dan 5,54% di Pantai Utara Jawa Barat Trajektori Nilai Biomas dan Produksi Optimal pada Discount Rate 15% dan 5,54% di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian Perbandingan Produksi Aktual, Lestari dan Optimal Di Pantai Utara Jawa Barat Perbandingan Input Aktual dan Optimal di Pantai Utara Jawa Barat Perbandingan Produksi Aktual, Lestari dan Optimal (δ=15% dan δ=5,54%) di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian Perbandingan Input Aktual dan Optimal (δ=15% dan δ=5,54%) di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian Perkembangan Rente Optimal Lestari di Pantai Utara Jawa Barat Persentase Perbedaan Effort Optimal dengan Aktual (a) dan Rente Optimal dengan Lestari (b) di Pantai Utara Jawa Barat Persentase Perbedaan Effort Optimal dengan Aktual (a) dan Rente Optimal dengan Lestari (b) di Kabupaten Karawang Persentase Perbedaan Effort Optimal dengan Aktual (a) dan Rente Optimal dengan Lestari (b) di Kabupaten Subang Persentase Perbedaan Effort Optimal dengan Aktual (a) dan Rente Optimal dengan Lestari (b) di Kabupaten Indramayu Persentase Perbedaan Effort Optimal dengan Aktual (a) dan Rente Optimal dengan Lestari (b) di Kabupaten Cirebon xviii

19 60. Perbandingan Antara Input (Effort) dengan Surplus Produsen Di Pantai Utara Jawa Barat Perbandingan Antara Input (Effort) dengan Surplus Produsen Di Kabupaten Karawang Perbandingan Antara Input (Effort) dengan Surplus Produsen Di Kabupaten Subang Perbandingan Antara Input (Effort) dengan Surplus Produsen Di KabupatenIndramayu Perbandingan Antara Input (Effort) dengan Surplus Produsen Di Kabupaten Cirebon Trajektori Rasio Produksi Aktual dan Biomas Di Pantai Utara Jawa Barat Trajektori Rasio Produksi Aktual dan Biomas Di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian Trajektori Rasio Produksi Aktual dan Tenaga Kerja Di Pantai Utara Jawa Barat Trajektori Rasio Produksi Aktual dan Tenaga Kerja Di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian Trajektori Cost Price Ratio di Pantai Utara Jawa Barat Trajektori Cost Price Ratio Di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian Trajektori Dinamis Antara Effort dan Biomas Di Pantai Utara Jawa Barat Trajektori Dinamis Antara Effort dan Biomas Di Kabupaten Karawang Trajektori Dinamis Antara Effort dan Biomas Di Kabupaten Subang Trajektori Dinamis Antara Effort dan Biomas Di Kabupaten Indramayu Trajektori Dinamis Antara Effort dan Biomas Di Kabupaten Cirebon Analisis Phase Plane di Pantai Utara Jawa Barat Analisis Phase Plane di Kabupaten Karawang Analisis Phase Plane di Kabupaten Subang Analisis Phase Plane di Kabupaten Indramayu Analisis Phase Plane di Kabupaten Cirebon Analsisi Phase Plane Posisi Keempat Kabupaten Terhadap Pantura Jawa Barat xix

20 82. Tajektori Skor Efisiensi DEA di Pantai Utara Jawa Barat Tajektori Skor Efisiensi DEA di Empat Kabupaten Lokasi Penelitian Potensi Perbaikan Effort di Pantai Utara Jawa Barat Potensi Perbaikan Produksi Aktual di Pantai Utara Jawa Barat Potensi Perbaikan Produksi Lestaridi Pantai Utara Jawa Barat Potensi Perbaikan Efsiensi dari Efort Potensi Perbaikan Efsiensi dari Produksi Aktual Potensi Perbaikan Efsiensi dari Produksi Lestari Analisis Relatif Efisiensi Fisik Frontir Analisis Relatif Efisiensi Moneter Frontir Potensi Perbaikan Efisiensi Fisik dari DMU (Lokasi Penelitian). 164 xx

21 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Disagregasi Produksi Perikanan Pelagik di Kabupaten Karawang Standarisasi Unit Upaya (Trip) Perikanan Pelagik di Kabupaten Karawang Disagregasi Produksi Perikanan Pelagik Kabupaten Subang Standarisasi Unit Upaya (Trip) Perikanan Pelagik Di Kabupaten Subang Disagregasi Produksi Perikanan Pelagik Kabupaten Cirebon Standarisasi Unit Upaya (Trip) Perikanan Pelagik Di Kabupaten Cirebon Disagregasi Produksi Perikanan Pelagik Kabupaten Indramayu Standarisasi Unit Upaya (Trip) Perikanan Pelagik Di Kabupaten Cirebon Disagregasi Produksi Perikanan Pelagik di Pantai Utara Jawa Barat Standarisasi Unit Upaya (Trip) Perikanan Pelagik Di di Pantai Utara Jawa Barat Print out Analisis CYP di Pantai Utara Jawa Barat Print out Analisis CYP di Kabupaten Karawang Print out Analisis CYP di Kabupaten Subang Print out Analisis CYP di Kabupaten Indramayu Print out Analisis CYP di Kabupaten Cirebon Perhitungan Koefisien Degradasi di Pantura Jawa Barat Perhitungan Koefisien Degradasi di Kabupaten Karawang Perhitungan Koefisien Degradasi di Kabupaten Subang Perhitungan Koefisien Degradasi di Kabupaten Indramayu Perhitungan Koefisien Degradasi di Kabupaten Cirebon Print Out Perhitungan Discount Rate Kulla Maple Output Untuk Optimal Biomas, Produksi dan Effort Algoritma Model Dinamik Maple Output untuk perhitungan Surplus Produsen Gams Output Untuk Analisis DEA Model Perikanan di Pantai Utara Jawa Barat xxi

22 26. Potensi Perbaikan Efisiensi dari DMU Pantai Utara Jawa Barat Potensi Perbaikan Efisiensi dari DMU di Empat Kabupaten Terpilh Estimasi Potensi, Produksi, dan Tingkat Pemanfaatan, Masing-masing kelompok Sumberdaya Laut Pada Setaip Wilayah Pengelolaan Perikanan, Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut (WPP) di Indonesia Perkembangan PDRB Propinsi Jawa Barat, Tahun xxii

23 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan dan kelautan pada saat ini merupakan salah satu sektor yang diharapkan menjadi tumpuan bagi bangsa Indonseia untuk melakukan pemulihan ekonomi akibat krisis yang berlangsung sejak tahun Setidaknya ada tiga alasan utama yang diyakini bahwa sektor perikanan dan kelautan dapat berperan sebagai salah satu sektor andalan yang mampu membangkitkan kembali perekonomian nasional melalui penggalian sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru atau peningkatan sumber pertumbuhan yang selama ini berlangsung. Pertama, secara fisik negara Indonesia adalah negara kepulauan terbesar dengan pulau dan memiliki panjang garis pantai km. Kedua, wilayah pesisir Indonesia memiliki sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (enviromental services) yang beraneka ragam dan besar sebagai potensi pembangunan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Ketiga, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dunia dan semakin menipisnya sumberdaya alam di daratan, permintaan terhadap produk-produk dan jasa-jasa kelautan baik yang berasal dari pasar domestik maupun pasar global diperkirakan akan semakin meningkat. Berdasarkan potensi yang dimiliki di atas tidak berlebihan rasanya sektor perikanan dapat dijadikan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru atau sebagai prime mover. Kemudian ditambah lagi dengan kebijakan politik untuk memacu desentralisasi, maka pengelolaan sumberdaya pesisir ke depan akan lebih banyak didelegasikan kepada pemerintah daerah. Hal ini tentu saja memberikan peluang yang lebih besar untuk mengelola dan memanfaatkan potensi pesisir secara lebih efisien dan arif. Namun di sisi lain, kondisi ini menciptakan kemungkinan eksploitasi sumberdaya hanya untuk memacu pertumbuhan daerah. Ditambah lagi dengan kondisi umum sumberdaya manusia, ekosistem, dan kebijakan pembangunan pesisir dan laut selama ini menjadi tantangan tersendiri bagi semua pihak untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya tersebut yang lestari dan memihak pada kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

24 2 Memasuki abad 21 ini, yang dicirikan dengan era globalisasi dan perdagangan bebas, dituntut suatu pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dari suatu bangsa hanya dapat diwujudkan apabila bangsa tersebut mampu menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru dan memelihara dan meningkatkan efisiensi sumber (sektor) pertumbuhan yang ada melalui produksi barang dan jasa yang efisien dan memiliki daya saing tinggi (kompetitif). Di negara kita, pembangunan perikanan dihadapkan pada dua dilema. Di satu sisi, kita dihadapkan pada sumberdaya perikanan yang konon katanya kaya dan mampu menghasilkan potensi ekonomi. Tetapi di sisi lain kenyataannya, potensi tersebut belum juga dapat meningkatkan ekonomi para pelakunya secara signifikan. Meski mengalami peningkatan pertumbuhan produksi dan devisa serta penerimaan lainnya selama beberapa tahun belakangan ini, namun peningkatan tersebut relatif masih kecil dibandingkan dengan potensi ekonomi yang dapat dihasilkan. 1.2 Perumusan Masalah Wilayah pesisir Indonesia mempunyai sumberdaya yang sangat melimpah, baik dari sektor perikanan secara langsung maupun dari sektor kelautan lainnya. Hal ini dapat kita lihat misalnya dari potensi sumberdaya yang ada, terutama misalnya potensi sumberdaya perikanannya baik secara kuantitas maupun secara diversitasnya. Ironisnya, walaupun potensi sumberdaya perikanan Indonesia cukup tinggi baik ditinjau dari segi luasan maupun dari ekosistemnya, tetapi kenyataannya potensi yang tinggi tersebut belum terefleksikan secara signifikan pada masyarakat pesisir kita, khususnya nelayan. Kemudian kalau kita lihat sisi lain, walaupun kontribusi sektor perikanan dan kelautan terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Seperti pada tahun 1995 total PDB yang disumbangkan oleh sektor perikanan dan kelautan baru mencapai Rp. 55,9 triliun atau 13,32 persen dari total PDB Nasional. Nilai tersebut terus mengalami peningkatan, dan pada tahun 1998, total PDB yang disumbangkan bidang kelautan telah mencapai Rp.189,13 triliun atau 20,06 persen dari total PDB nasional. (Kusumastanto, 2002).

25 3 Namun demikian, ekspansi ekonomi yang diarahkan pada penciptaan pertumbuhan produksi maksimal yang dicirikan dengan kegiatan eksploitatif telah mewarnai praktek pembangunan bidang perikanan dalam tiga dasawarsa ini. Keadaan ini telah mengakibatkan adanya semacam ongkos yang harus ditanggung (eksternalitas) dalam dimensi jangka panjang. Disamping itu fakta ketimpangan antar sektor modern yang padat modal dan teknologi yang diyakini mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan sektor-sektor tradisional merupakan bukti nyata bahwa pencapaian hasil-hasil pembangunan di sektor berbasis sumberdaya perikanan ini memberikan gambaran yang beragam. Dari tujuh kegiatan ekonomi yang berbasis perikanan dan kelautan yang ada, hanya sektor pertambangan dan energi saja yang telah memberikan hasil dan sumbangan nyata terhadap perekonomian bangsa, sementara sektor perikanan dan pariwisata bahari walaupun secara potensi sangat besar, hasil-hasil yang dicapai masih jauh dari harapan. Dilihat dari komposisi PDB setiap sektor terhadap PDB kelautan, sektor pertambangan mendominasi sekitar 35,2 persen pada tahun 1995 dan pada tahun 1998 meningkat menjadi 49,78 persen. Sementara PDB sektor perikanan pada tahun 1995 hanya berkontribusi sebesar 11,56 persen dan meningkat hingga mencapai 15,36 persen pada tahun 1997 dan kembali mengalami penurunan pada tahun 1998 menjadi 10,76 persen walaupun di sisi lain nilai meningkat menjadi Rp 20,3 milyar (Kusumastanto, 2002). Dalam ekonomi jangka panjang kontribusi yang disumbangkan sektor perikanan dan pariwisata bahari mampu memberikan manfaat ekonomi lain yang kurang diperoleh dari sektor pertambangan dan energi yaitu selain menciptakan pertumbuhan, pada saat yang sama dapat mendorong pemerataan secara lebih adil. Demikian juga halnya dengan sektor transportasi laut, bangunan kelautan, industri maritim dan jasa-jasa kelautan lainnya belum berkembang secara optimal, bahkan tertinggal jauh. Ketimpangan tersebut tidak hanya terjadi antar sektor kegiatan pada bidang kelautan melainkan juga antar kelompok-kelompok masyarakat yang bekerja pada masing-masing kegiatan sektor tersebut. Dengan potret dan pencapaian di atas, akibatnya meskipun pertumbuhan yang diperoleh dari sektor ekonomi berbasis sumberdaya perikanan relatif cukup tinggi dan sumbangan yang diberikan sektor ini cukup nyata terhadap PDB,

26 4 namun kenyataannya bahwa 70 persen dari jumlah nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir masih terjebak dalam kemiskinan. Ironisnya kemiskinan dan ketertinggalan masyarakat nelayan/ pesisir justru terjadi di negara maritim yang notabenenya memiliki sumberdaya kelautan yang melimpah. Keadaan ini kemudian diikuti oleh kerusakan lingkungan berupa overfishing (tangkap lebih), kepunahan jenis (species extinction), kerusakan terumbu karang, degradasi hutan mangrove, pencemaran, dan lainnya di berbagai kawasan pesisir dan laut, bahkan telah mencapai suatu tingkat yang mengancam sustainable capacity terhadap ekosistem pesisir dan laut itu sendiri. Kondisi di atas diperburuk lagi dengan kondisi tenaga kerja yang ada, seperti jumlah tenaga kerja yang mampu diserap masih relatif rendah dibandingkan sektor lainnya, yaitu pada tahun 2000 jumlah nelayan Indonesia sekitar orang (Dahuri, 2003). Tingkat konsumsi ikan per kapita juga masih sangat rendah (21,78 kg pada tahun 2001). Kemudian sumbangan terhadap devisa negarapun masih relatif kecil. Sementara kalau kita lihat dari aspek fisik, panjang garis pantai kita merupakan terpanjang kedua setelah Kanada, tetapi sebagai perbandingan Negara Thailand misalnya, dengan panjang garis pantai yang dimiliki cuma km atau 3,21 persen nya dari panjang garis pantai Indonesia, nilai ekspor perikanan telah mencapai $ 4,2 milyar, sementara Indonesia baru mencapai $ 1,76 milyar (1998). Di sisi lain, pembangunan sektor perikanan terkendala pula oleh pembangunan wilayah pesisir yang cenderung lebih tertinggal dibanding dengan wilayah perkotaan. Infrastruktur wilayah pesisir yang banyak dicirikan oleh infrastruktur penunjang perikanan dan kelautan belum terintegrasi secara terpadu. Infrastruktur jalan, air, dan sarana fisik lainnya sering tidak menyentuh kebutuhan panunjang pembangunan perikanan. Beberapa Tempat Pelelangan Ikan (TPI) misalnya tidak memiliki sarana air bersih dan infrastruktur jalan dan pabrik es yang memadai. Kondisi ini tentu saja menyulitkan berkembangnya sektor perikanan. Pantai Utara Jawa Barat sebagai salah satu daerah perikanan yang cukup penting di Indonesia juga tidak terlepas dari kondisi di atas. Perikanan Pantai Utara Jawa Barat ini merupakan kombinasi jenis perikanan demersal dan pelagis

27 5 kecil. Perikanan ini merupakan perikanan yang bersifat multi species dan dengan alat tangkap yang beragam (multi gear). Karakteristik lain dari wilayah perairan ini adalah perikanan dengan landing base di banyak tempat dan memiliki daerah penangkapan (fishing ground) yang cukup luas, mulai dari wilayah Laut Jawa sampai dengan perairan Laut Cina Selatan. Perikanan Pantura Jawa Barat telah berkembang sangat lama dengan tingkat intensitas pemanfaatan yang tinggi dan memiliki komunitas nelayan yang cukup penting bagi perikanan Indonesia. Dari fenomena di atas, ada beberapa hal yang diduga merupakan masalah rendahnya kontribusi sektor perikanan di Indonesia, diantaranya adalah : a) Kapasitas sumberdaya alam (stok ikan) yang cenderung mulai menurun di beberapa daerah penangkapan ikan. b) Sumber ekonomi perikanan yang terdistorsi, dimana beberapa produk perikanan memiliki pasar yang sifatnya monopsonis, sementara dari sisi input produk input perikanan juga bersifat monopolistik. c) Sumberdaya manusia pada sektor pesisir relatif masih rendah, dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. d) Kapasitas perikanan di beberapa daerah mulai melebihi kapasitas sumberdayanya (Fauzi, 2002). e) Belum terintegrasi pengembangan wilayah pesisir dengan pembangunan sektor perikanan. Bertitik tolak dari kelima permasalahan di atas satu resultan yang bisa ditarik adalah aspek pengembangan wilayah dan aspek efisiensi dari industri itu sendiri. Kemudian lemahnya daya saing sumberdaya perikanan kita dibandingkan dengan negara lainnya adalah karena aspek inefisiensi yang dihadapi oleh sektor perikanan di Indonesia. Selain itu tidak berkembangnya wilayah-wilayah perikanan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi juga disebabkan aspek ekonomi regional yang kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu penelitian yang mengarah kepada perbaikan kedua aspek tersebut secara terintegrasi perlu mendapat perhatian. Tumbuhnya kepentingan untuk menganalisis lebih rinci dan mendalam pengembangan sumberdaya pesisir dilihat dari kedua sisi tersebut, menimbulkan beberapa pertanyaan sebagai berikut :

28 6 1. Apakah ekstraksi yang berlebihan menjadi penyebab rendahnya kontribusi perikanan? 2. Apakah efisiensi pengelolaan perikanan berperan penting dalam meningkatkan atau menurunkan kinerja perikanan? 3. Apakah konvergensi keragaan perikanan berperan dalam pembangunan wilayah pesisir? 4. Apakah depresiasi sumberdaya perikanan manjadi pemicu rendahnya keragaan ekonomi perikanan? 5. Oleh karena sumberdaya ikan sangat bersifat dinamis, demikian juga aktifitas ekologinya. Apakah dengan melihat aspek dinamika tersebut dapat memberikan jawaban terhadap keragaan perikanan? 6. Bagaimana implikasi kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang diturunkan atas jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas? 1.3 Hipotesis Berangkat dari latar belakang permasalahan penelitian seperti diuraikan di atas, maka dapat diturunkan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga bahwa ekstraksi yang tidak berkelanjutan menimbulkan depresiasi sumberdaya ikan yang berakibat pada rendahnya kinerja perikanan. 2. Diduga perbedaan input dan output antar wilayah pesisir berkontribusi terhadap perbedaan depresiasi sumberdaya ikan yang kemudian secara agregrat berkontribusi terhadap keragaan perikanan di Pantura Jawa Barat. 3. Diduga bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan yang tidak efisien berkontribusi terhadap rendahnya keragaan sektor perikanan. 4. Diduga konvergensi pertumbuhan sektor Perikanan akan berkontribusi terhadap kinerja dan keragaan perikanan secara keseluruhan. 5. Diduga bahwa interaksi dinamik akan menentukan keberlanjutan usaha perikanan dalam jangka panjang dan berperan dalam memperbaiki keragaan perikanan.

29 Gambar 1. Kerangka Permasalahan 7

30 8 1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Atas dasar permasalahan dan hipotesis penelitian di atas, maka penelitian ini secara umum bertujuan untuk : Menilai keragaan dari sektor perikanan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir secara terintegrasi dilihat dari aspek ekonomi sumberdaya. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk ; 1. Menganalisis, menilai dan membandingkan keragaan perikanan melalui pengukuran nilai biomass, produksi dan rente sumberdaya perikanan pada kondisi aktual, lestari dan optimum, baik secara keseluruhan di Pantai Utara Jawa Barat maupun secara parsial di empat lokasi kabupaten penelitian. 2. Menghitung depresiasi sumberdaya perikanan dan dampaknya terhadap keragaan perikanan secara agregrat maupun secara parsial di empat lokasi kabupaten penelitian. 3. Menganalisis interaksi dinamik antara komponen-komponen produksi dan effort, guna menentukan perbaikan kinerja perikanan secara menyeluruh dan berkelanjutan. 4. Menganalisis Tingkat (Derajat) Competitiveness sektor perikanan, untuk menilai kontribusi wilayah dalam keragaan kegiatan perikanan. 5. Menganalisis implikasi kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang optimal serta menganalisis tingkat efisiensi perikanan tangkap di Pantai Utara Jawa Barat dan di empat lokasi penelitian. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diperoleh gambaran yang jelas dan komprehensif mengenai kondisi sumberdaya perikanan, khususnya kondisi perikanan di daerah penelitian sehingga akhirnya dapat merupakan bahan untuk menentukan kebijakan yang tepat guna mencapai pembangunan perikanan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, sebagaimana yang disyaratkan dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (FAO, 1995).

31 9 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Pesisir Wilayah pesisir merupakan suatu kawasan ekonomi yang strategis. Dikatakan strategis karena secara potensial memiliki efek ganda (multiplier effect) yang signifikan baik secara lintas sektoral, lintas spasial (lintas wilayah) maupun lintas pelaku. Dari kenyataan diatas diharapkan wilayah pesisir dapat memberikan efek sentrifugal yang mampu menggerakkan secara efektif perkembangan ekonomi sektor-sektor lainnya. Dengan kata lain wilayah pesisir dapat berfungsi sebagai prime mover. Meskipun terdapat beragam definisi wilayah pesisir, dalam konteks pengelolaan, wilayah pesisir dapat didefinisikan sebagai pertemuan antara daratan dan lautan dengan dinamika yang sangat tinggi (Alder and Kay, 1999). Dengan demikian, wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang unik yang merupakan peralihan daratan dan lautan. Wilayah pesisir dipengaruhi oleh dua regim yang berbeda yaitu daratan dan lautan sehingga wilayah pesisir memiliki karakter yang sangat spesifik. Karakter ini berkaitan dengan proses sumberdaya dan pemanfaatannya. Jadi dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa wilayah pesisir memiliki karakteristik sebagai berikut : 1) Memiliki produktifitas yang tinggi dan kerentanan dalam keseimbangan sistemnya. 2) Memiliki beragam fungsi dan proses, yaitu fungsi hidrologis, geofisik, biofisik, dan ekologis. 3) Menampung beragam pengguna. 4) Memiliki beragam tema. Berangkat dari keempat karakteristik di atas, maka wilayah pesisir sebagai suatu ekosistem alamiah memiliki empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia (Ortolando, 1984 dalam Dahuri dkk., 2001), yaitu : 1) 2) 3) Sebagai penyedia jasa-jasa bagi pendukung kehidupan. Memberikan jasa-jasa kenyamanan. Penyedia sumberdaya alam.

32 10 4) Penerima limbah Peranan strategis wilayah pesisir hanya tercapai jika memenuhi persyaratan-persyaratan berikut (Rustiadi, 2001): 1) Basis ekonomi (economic base) wilayah yang bertumbuh atas sumberdaya-sumberdaya domestik yang terbaharui (domestic renewable resources). Aktifitas wilayah berbasis bukan sumberdaya domestik (foot loose) akan cenderung tidak stabil, rentan dan sangat tergantung pada dinamika eksternal. Sedangkan tumpuan pada sumberdaya tak terbaharui (non renewable resources) tidak menjamin pembangunan yang lestari seiring dengan berkurangnya sumberdaya (depletion) yang menjadi tumpuannya. 2) Memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan ke depan (forward lingkage) terhadap berbagai sektor ekonomi lainnya di daerah bersangkutan secara signifikan, sehingga perkembangan sektor basis dapat menimbulkan efek ganda (multiplier effect) terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya di daerah yang bersangkuatan. Tingkat backward linkage dan forward linkage yang lebih rendah dari potensi yang dimiliki daerah menciptakan kebocoran wilayah (regional leakages). Akibatnya, potensi pertumbuhan yang dimiliki akan dinikmati oleh wilayah lainnya, walaupun wilayah lain tersebut memiliki keunggulan komparatif yang lebih rendah namun memiliki keunggulan kompetitif akibat berbagai fasilitas dan struktur kebijakan (struktur insentif) yang lebih baik. Kebocoran wilayah di sentra-sentra produksi ikan di kawasan pesisir juga banyak bersumber dari proses penyusutan (secara kuantitas dan kualitas) yang pada semestinya. Tidak berkembangnya industri-industri penunjang dan pengolahan hasil tangkapan/budidaya ikan di sentra-sentra produksi ikan menyebabkan berbagai wilayah pesisir mengalami kebocoran wilayah yang sangat masif. 3) Efek ganda (multiplier effect) yang signifikan dari sektor basis dan sektorsektor turunan dan penunjangnya dengan penciptaan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat (sektor rumah tangga), sektor pemerintah lokal/ daerah (sektor pajak/ restribusi) dan PDRB wilayah. Keterkaitan yang

33 11 signifikan dengan aktifitas ekonomi masyarakat hanya dapat terjamin pada struktur usaha yang terhindar dari bentuk-bentuk monopoli-oligopoli ataupun dari struktur pasar yang monopsoni-oligopsoni. Struktur pajak/ restribusi yang tidak tepat serta berbagai bentuk misleading policy yang sekilas nampak ditujukan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor-sektor yang secara kuantitas sengat besar namun sebenarnya memiliki tingkat rent yang rendah pada gilirannya malah menurunkan daya kompetisi wilayah (regional competitive advantage) dan secara jangka menengah dan panjang akhirnya malah menurunkan PAD. Struktur kebijakan (struktur insentif) harus diarahkan agar mendorong daya kompetitif dan menjamin multiplier yang tinggi terhadap penyediaan lapangan kerja dan penerimaan rumah tangga (bukan hanya penerimaan sektor usaha). 4) Keterkaitan lintas regional di dalam maupun antar wilayah yang tinggi (intra and interregional interactions) akan lebih menjamin aliran alokasi dan distribusi sumberdaya yang efisien dan stabil sehingga menurunkan ketidakpastian (uncertainty). Untuk itu sarana dan prasarana transportasi, komunikasi dan informasi yang umumnya merupakan sektor-sektor publik dimana sektor non pemerintah masih belum memiliki insentif atau kapasitas, perlu ditingkatkan. 5) Terjadinya learning process secara berkelanjutan yang mendorong terjadinya koreksi dan peningkatan secara terus menerus. Proses ini harus terus dikembangkan melalui berbagai bentuk proses dialog dan networking lintas stakeholders sebagai bentuk pengembangan social capital, disamping pengembangan human, natural dan man-made capitals. Indonesia memiliki sumberdaya alam pesisir dan laut yang jumlahnya sangat besar (Dahuri dkk., 2001). Sumberdaya mineral, minyak dan gas bumi, perikanan serta pariwisata di wilayah pesisir dan laut merupakan aset yang sangat signifikan bagi kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia. Sumberdaya perikanan dan kelautan, sebagaimana sumberdaya alam lainnya merupakan aset negara (daerah) yang apabila dikelola dengan baik dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kesejahteraan suatu bangsa (wealth of

34 12 nation) atau suatu daerah. Untuk itu pemanfaatan sumberdaya pesisir dan kelautan tidak terlepas dari aspek pengguna (stake holder) yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pesisir dan kelautan dengan berbagai kepentingannya. Tetapi kenyataannya memperlihatkan bahwa aspek pengguna sumberdaya seringkali tidak menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan kelautan. Akibatnya menimbulkan berbagai masalah baik itu dari aspek alokasi sumberdaya maupun dalam penyediaan produk-produk yang diperlukan. 2.2 Optimasi Sumberdaya Perikanan Sumberdaya perikanan, apabila dikelola secara baik dan benar dapat merupakan salah satu kekuatan ekonomi yang dapat diandalkan. Oleh karena itu salah satu pertanyaan yang paling mendasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya tersebut, sehingga diperoleh manfaat ekonomi yang setinggi-tingginya bagi pengguna dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya tersebut. Pada mulanya, pengelolaan sumberdaya ini banyak didasarkan pada faktor biologi semata dengan pendekatan yang disebut Maximum Sustainable Yield (MSY) atau tangkapan maksimum yang lestari. Inti pendekatan ini adalah bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini di panen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan (sustainable). Pendekatan biologi dengan menggunakan kerangka surplus produksi ini sendiri merupakan salah satu pendekatan dari tiga pendekatan umum yang biasa dipakai khususnya untuk perikanan yang multi species. Pendekatan lain seperti Total Biomass Schaefer Model (TBSM) yang dikembangkan oleh Brown et al. (1976), Pope (1979), Pauly (1979) dan Panayotou (1985), serta pendekatan independen single species yang dikembangkan oleh Anderson dan Ursin (1977) dan May et al. (1979) memerlukan data dan perhitungan yang ekstensif sehingga sulit diterapkan wilayah yang memiliki multi spesies.

35 13 Dalam model surplus produksi, dinamika dari biomas digambarkan sebagai selisih antara produksi dan mortalitas alami sebagaimana digambarkan pada persamaan berikut: Biomas pada t+1 = biomas pada t + produksi mortalitas alami Persamaan tersebut di atas menyatakan bahwa jika produksi melebihi mortalitas alami, maka biomas akan meningkat, sebaliknya jika mortalitas alami lebih tinggi dari pada produksi, maka biomas akan menurun. Istilah surplus produksi sendiri menggambarkan perbedaan atau selisih antara produksi dan mortalitas alami di atas. Lebih jauh Hilborn dan Walter (1992) menyatakan bahwa surplus produksi menggambarkan jumlah peningkatan stok ikan dalam kondisi tidak ada aktifitas penangkapan atau dengan kata lain jumlah yang bisa ditangkap jika biomas dipertahankan dalam tingkat yang tetap. Scott Gordon merupakan seorang ekonom yang pertama kali memperkenalkan istilah bioekonomi, dimana menggunakan pendekatan ekonomi untuk menganalisis pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal. Kemudian seiring dengan perjalanan waktu istilah ini semakin intensif digunakan setelah Collin Clark dan Gordon Munro memperkenalkan pendekatan kapital untuk memahami pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal. Model bioekonomi Gordon-Schaefer (GS) sendiri dibangun dari model produksi surplus yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Graham pada tahun Model ini mengasumsikan bahwa pertumbuhan populasi ikan mengikuti fungsi pertumbuhan logistik dan tanpa adanya gangguan atau penangkapan oleh manusia. Secara matematis dapat ditulis : x x = F( x) = rx(1 ) (2.1) t k dimana : x = biomasa ikan r = pertumbuhan alamiah (kelahiran dikurangi kematian) k = kapasitas daya dukung lingkungan. Secara grafik persamaan (2.1) di atas dapat digambarkan sebagai berikut :

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan dan kelautan diharapkan menjadi prime mover bagi pemulihan ekonomi Indonesia, karena prospek pasar komoditas perikanan dan kelautan ini terus meningkat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Selanjutnya menurut Dahuri (2002), ada enam alasan utama mengapa sektor kelautan dan perikanan perlu dibangun.

1.1 Latar Belakang Selanjutnya menurut Dahuri (2002), ada enam alasan utama mengapa sektor kelautan dan perikanan perlu dibangun. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia telah menjadi krisis multidimensional yang dampaknya masih dirasakan dalam setiap aspek kehidupan bangsa. Untuk itu agenda

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Bimafika, 2010, 2, 141-147 1 POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Achmad Zaky Masabessy * FPIK Unidar Ambon ABSTRACT Maluku Tengah marine water has fish resources,

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pembangunan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa yang akan datang. Sebagai

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

MODEL BIO-EKONOMI OPSI REHABILITASI SUMBER DAYA PERIKANAN DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM I N D R A

MODEL BIO-EKONOMI OPSI REHABILITASI SUMBER DAYA PERIKANAN DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM I N D R A MODEL BIO-EKONOMI OPSI REHABILITASI SUMBER DAYA PERIKANAN DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM I N D R A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor perikanan merupakan bagian dari pembangunan perekonomian nasional yang selama ini mengalami pasang surut pada saat tertentu sektor perikanan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.508 pulau dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis pantai 91.000

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL........ iv DAFTAR GAMBAR........ vii DAFTAR LAMPIRAN........ viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang....... 1.2. Perumusan Masalah.......... 1.3. Tujuan dan Kegunaan..... 1.4. Ruang

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 16 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Halmahera Utara sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku Utara, memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : PEMODELAN STOK GABAH/BERAS

Lebih terperinci

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY SEKOLAH PASCA SARJANA

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Perikanan Kabupaten Agam Aktifitas kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Agam hanya terdapat di satu kecamatan yaitu Kecamatan Tanjung Mutiara. Wilayah ini terdiri atas

Lebih terperinci

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pemikiran Pembangunan pulau kecil menjadi kasus khusus disebabkan keterbatasan yang dimilikinya seperti sumberdaya alam, ekonomi dan kebudayaannya. Hal

Lebih terperinci

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Hazmi Arief*, Novia Dewi**, Jumatri Yusri**

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN KAKAP DI KABUPATEN KUTAI TIMUR (Bio-economic Analysis of Blood Snaper Resources Utilization in Kutai Timur Regency) ERWAN SULISTIANTO Jurusan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus Kota Batu Provinsi Jawa Timur) FATCHURRAHMAN ASSIDIQQI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee ABSTRACT ANDAN HAMDANI. Analysis of Management and Assessment User Fee on Utilization of Lemuru Resources In Bali Strait. Under direction of MOCH PRIHATNA SOBARI and WAWAN OKTARIZA Lemuru resources in

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN (Studi Kasus di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau) RAHMAT PARULIAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Upaya Penangkapan

3 KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Upaya Penangkapan 3 KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Upaya Penangkapan Optimalisasi upaya penangkapan udang sesuai potensi lestari di Delta Mahakam dan sekitarnya perlu dilakukan. Kebijakan dan program yang bertalian dengan upaya

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA HARY RACHMAT RIYADI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 Oleh : Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, MEc Rektor dan Senat Guru Besar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

Penentuan Variabel Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan

Penentuan Variabel Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan C1 Penentuan Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan Dwi Putri Heritasari dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan Wilayah dan Kota,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci