BAB II TINJAUAN PUSTAKA. types of object (products, services, or ideas). Analisis konjoin adalah suatu teknik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. types of object (products, services, or ideas). Analisis konjoin adalah suatu teknik"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Konjoin Pengertian Analisis Konjoin Menurut Hair et al (2010), Conjoint analysis is a multivariate technique developed specifically to understand how respondents develop preferences for any types of object (products, services, or ideas). Analisis konjoin adalah suatu teknik multivariat yang secara khusus digunakan untuk memahami bagaimana responden mengembangkan preferensinya terhadap semua jenis objek (produk, pelayanan, atau ide). Analisis ini didasarkan pada premis sederhana konsumen dalam mengevaluasi nilai atau utilitas yang diperoleh dari suatu produk atau pelayanan (baik sesungguhnya maupun hipotesis) dengan cara mengombinasikan utilitas yang mereka berikan terhadap masing-masing tingkat dari atribut (karakteristik) suatu produk atau pelayanan. Pendekatan analisis ini memberikan kesempatan bagi responden untuk menunjukkan produk alternatif yang ingin dibeli dan yang tidak ingin dibeli (Murti, 2002). Dengan analisis ini dapat dibentuk suatu rancangan mengenai karakteristik produk baru, membuat konsep produk baru, membantu menentukan tingkat harga, serta memprediksi tingkat penjualan. Menurut Santoso (2012), Conjoint analysis termasuk ke dalam Multivariate Dependence Methode, dengan model: 9

2 10 Y 1 Metrik/Nonmetrik = X 1 + X X n Nonmetrik Keterangan: Variabel independen (X 1 dan seterusnya) adalah atribut yang berupa data nonmetrik. Termasuk di sini adalah bagian dari atribut (taraf). Variabel dependen (Y 1 ) adalah pendapat keseluruhan (overall preference) dari seorang responden terhadap sekian atribut dan taraf dari sebuah produk atau pelayanan. Variabel dependen ini juga mencakup tingkat kepentingan atribut dari seorang responden terhadap atribut-atribut produk atau pelayanan. Menurut Malhotra (2010) secara umum model analisis konjoin dapat diformulasikan sebagai berikut: U Dalam praktiknya, intersep biasanya ditambahkan ke dalam model analisis konjoin sehingga menjadi: U Dimana: U(X) = utility total. k j ij = part-worth atau nilai kegunaan dari atribut ke-i taraf ke-j = taraf ke-j dari atribut ke-i m i = jumlah atribut ke-i

3 11 Xij = Dummy variable atribut ke-i taraf ke-j (1=taraf muncul; 0=tidak muncul) Menurut Aaker (2007) konsumen sering memertimbangkan berbagai faktor dalam menentukan pilihannya dalam memilih suatu produk atau pelayanan. Faktorfaktor tersebut bersifat trade-off yang membuat konsumen serba salah Tujuan Analisis Konjoin Menurut Sarwono (2006), Adapun tujuan analisis konjoin, antara lain: 1. Menentukan tingkat kepentingan relatif atribut-atribut pada proses pemilihan yang dilakukan oleh konsumen. 2. Membuat estimasi pangsa pasar suatu produk atau pelayanan tertentu yang berbeda tingkat atributnya. 3. Untuk menentukan komposisi produk atau pelayanan yang paling disukai oleh konsumen. 4. Untuk membuat segmentasi pasar yang didasarkan pada kemiripan preferensi terhadap tingkat-tingkat atribut Asumsi pada Analisis Konjoin Menurut Santoso (2012) proses konjoin berbeda dengan analisis multivariat lainnya karena tidak membutuhkan uji asumsi seperti normalitas, homocedastisitas dan lainnya Metode Perancangan dan Pengukuran dalam Analisis Konjoin Menurut Hair et al (2010), metode perancangan dan pengukuran pada analisis konjoin, yaitu:

4 12 1. Traditional Conjoint Analysis Traditional Conjoint Analysis merupakan metode yang menduga individual utility dari masing-masing taraf tiap atributnya. Penggunaannya baik itu pada single profile atau pada pairwise full profile dapat dilakukan secara manual atau secara komputerisasi. Perancangannya meliputi penentuan atribut, penentuan taraf, dan menentukan format kuesioner yang tepat. Nilai utility pada traditional conjoint analysis dapat diduga dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Square) pada data metrik (rating data) atau menggunakan monotone regression pada data nonmetrik (ranking data). Penggunaan metode ini akan bekerja efektif jika digunakan pada jumlah atribut kurang dari Adaptive/Hybrid Conjoint Analysis (ACA) ACA (Adaptive Conjoint Analysis) merupakan metode yang digunakan untuk merancang full-profile. Istilah adaptive mengacu bahwa wawancara dilakukan secara komputerisasi dan berisi tahap-tahap yang akan menentukan tingkat keinginan dari suatu taraf dan tingkat kepentingan dari tiap atribut. Responden dihadapkan pada suatu pertanyaan berupa kuesioner kemudian diminta untuk menjawab pertanyaan di dalamnya. Pertanyaan yang dihadapkan pada responden dapat berupa tipe pertanyaan pilihan, ranking, atau rating. Tipe pertanyaan berupa tingkat kepentingan atribut atau tipe pertanyaan pasangan. Dugaan nilai kegunaan didapat dari tingkat preferensi responden tiap taraf dan tingkat kepentingan tiap atribut. Pertama kali ACA diperkenalkan, nilai kegunaan

5 13 diduga dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Square). Namun seiring perkembangan zaman, ACA berkembang menjadi beberapa versi yang memiliki tingkat kesulitan yang lebih kompleks. Seperti saat ini ACA-Hierarchical Bayes Estimation (HB) digunakan untuk menduga nilai kegunaan suatu produk. Dalam suatu pasar produk, nilai kegunaan responden digunakan untuk menduga kekuatan pilihan produk atau pelayanan. Metode ACA ini akan efektif jika digunakan pada jumlah atribut sampai dengan 30 untuk tiap atribut memiliki sampai dengan 15 taraf dan tidak akan memberikan keuntungan apabila digunakan pada jumlah atribut kurang dari 6, walaupun setidaknya akan bekerja seperti pada full profile. Dengan jumlah atribut yang besar, analisis data hanya mungkin dilakukan secara komputerisasi karena tidak mungkin dilakukan responden dengan manual. Seperti full profile, ACA dapat mengukur utility taraf tiap individu dan hanya dapat mengukur efek utama tiap atributnya. 3. Choice Based Conjoint (CBC) CBC (Choice Based Conjoint) adalah suatu pengembangan baru. Penggunaan dari metode ini secara besar-besaran baru terlihat lima tahun belakangan. Pada metode ini responden diperlihatkan semua altenatif yang tersedia, kemudian diizinkan untuk memilih satu dari beberapa pilihan tersebut atau tidak memilih satu pun dari banyak pilihan yang tersedia. CBC dapat dilakukan pada atribut kecil maupun besar, secara manual ataupun komputerisasi. Berbeda dengan traditional conjoint dan adaptive conjoint, salah satu kelemahan pada CBC tidak dapat mengukur taraf

6 14 utility tiap individu. Pada kasus Choice Based Conjoint (CBC) perlu dilakukan adaptasi untuk menghasilkan suatu gugus pilihan yang terdiri dari lebih dari satu konsep produk atau pelayanan. Untuk mengukur nilai kegunaan digunakan regresi probit atau regresi logit Tahapan-tahapan Melakukan Analisis Konjoin Analisis konjoin dilakukan dengan meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Perumusan Masalah Menentukan atribut dan taraf dari sebuah objek yang dianggap penting dan akan dilibatkan dalam mengevaluasi produk atau pelayanan. Penetapan atribut dan taraf dapat didiskusikan dengan ahli, mengeksplorasi data sekunder, atau melakukan studi pendahuluan (Bilschken, 2004). Menurut Hair et al (2010), karakteristik umum yang harus diperhatikan dalam menentukan atribut dan taraf yaitu: 1. Atribut dan taraf harus dapat dikomunikasikan dengan mudah untuk melakukan evaluasi secara realistis. 2. Atribut dan taraf harus dilaksanakan dan didefinisikan dengan jelas sehingga tiap atribut berbeda dengan jelas dan presentasi konsep dapat diimplementasikan secara presisi. Dengan kata lain, atribut tidak bisa bersifat fuzzy. Jumlah taraf tiap atribut harus seimbang dan range dari taraf pada atribut harus diatur agar berada di luar nilai-nilai yang sudah ada, tetapi tidak pada taraf yang tidak dapat dipercaya. Taraf juga harus didefinisikan sedemikian rupa sehingga tidak terdapat stimuli yang sangat disukai konsumen tetapi tidak dapat direalisasikan.

7 15 2. Penentuan Metode Analisis Konjoin Penentuan metode yang akan digunakan dalam analisis konjoin dilakukan berdasarkan jumlah atribut yang dilibatkan. Menurut Hair et al (2010) ada tiga metode yang dapat digunakan dalam analisis konjoin. Perbandingan ketiga metode tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Karateristik Maksimum Atribut Tabel 2.1 Perbandingan Alternatif Metode Konjoin Traditional Conjoint Metode Konjoin Adaptive/Hybrid Conjoint Choice-Based Conjoint Level Analisis Individual Individual Agregat atau individual Bentuk Model Aditif Aditif Aditif dan interaksi Aktifitas Pemilihan Format Pengumpulan Data Mengevaluasi stimuli fullprofile dalam satu waktu Tidak dibatasi Memberikan rating terhadap stimuli yang mencakup sekelompok atribut Umumnya berbasis komputer Sumber: Multivariate Data Analysis (Hair et al, 2010) Memilih sekelompok stimuli Tidak dibatasi Menurut Hair et al (2010), ada dua macam aturan komposisi untuk menggambarkan bagaimana responden menggabungkan parth-worth dari atribut untuk mendapatkan nilai secara keseluruhan, yaitu: 1. Model aditif, merupakan aturan komposisi yang paling umum dan paling mendasar serta merupakan model dasar untuk traditional conjoint dan adaptive conjoint. Model ini tidak membutuhkan asumsi yang ketat mengenai sebaran data.

8 16 Responden secara sederhana menjumlahkan nilai tiap atribut untuk mendapatkan nilai total dari kombinasi atribut. 2. Model interaktif, merupakan aturan komposisi yang lebih sering digunakan untuk atribut yang kurang tangible terutama bila reaksi estetis atau emosional berperan besar. Kepentingan interaksi meningkat karena ketidakmampuan untuk menentukan perbedaan aktual antara atribut tertentu. Dalam analisis konjoin digunakan model interaktif multiplikatif. 3. Merancang Stimuli Kombinasi antara atribut dan taraf disebut stimuli atau treatment. Jika ada m atribut dan n taraf, maka stimuli yang seharusnya n x n x sejumlah m buah. Jika jumlah atribut dan taraf yang dilibatkan dalam penelitian banyak, maka akan semakin banyak pula stimuli yang terbentuk. Akibatnya responden menjadi jenuh dan tidak konsisten dalam menilai atau memeringkatkan stimuli-stimuli suatu produk atau pelayanan. Untuk itu diperlukan suatu teknik untuk mereduksi jumlah stimuli agar responden lebih mudah dalam mengevaluasi stimuli. Teknik ini dikenal dengan istilah fractional factorial design. Dengan desain ini akan diperoleh jumlah stimuli yang hanya mengukur efek utamanya saja sedangkan efek dari interaksi antara satu atribut dengan atribut lainnya diabaikan. Urutan penyajian atribut dalam stimuli tidak berpengaruh terhadap responden dalam memberikan peringkat (ranking) ataupun nilai (rating) terhadap skenario pilihan (Ryan et al, 1998).

9 17 Menurut Bilschken (2004), jumlah stimuli yang terpilih biasanya dibatasi kurang dari 20 stimuli, namun ada dua konsep yang harus diperhatikan dalam fractional factorial design, yaitu: a. Balanced, setiap taraf memiliki jumlah ulangan yang relatif sama pada kombinasi yang akan dievaluasi. b. Orthogonal, tidak ada korelasi di antara stimuli-stimuli yang terbentuk. Dalam perancangan stimuli ada tiga metode presentasi stimuli, yaitu: 1. Metode Presentasi Trade-Off Metode ini membandingkan atribut secara berpasang-pasangan dengan mengurutkan semua kombinasi taraf. Jumlah matriks trade-off ditentukan berdasarkan jumlah faktor dan dihitung sebagai berikut: Jumlah matriks trade-off = Dimana N adalah jumlah faktor. 2. Metode Presentasi Full-Profile Metode ini merupakan metode yang paling popular. Responden diminta untuk memberikan peringkat pada sebagian dari kombinasi taraf-taraf dari atribut (ranking) atau menilai (rating) sebagian atau seluruh kombinasi taraf-taraf yang menggambarkan profil produk atau pelayanan secara lengkap. Metode ini merupakan metode yang paling realistis dalam menampilkan masing-masing taraf pada suatu profil dengan jelas. Jika ada m atribut dan n taraf, maka stimuli yang seharusnya n x n x sejumlah m buah. Semakin banyak jumlah atribut dan taraf, maka akan semakin banyak

10 18 pula stimuli yang terbentuk. Untuk jumlah stimuli yang terlalu banyak, bisa dilakukan pengurangan stimuli dengan ketentuan stimuli minimal adalah: Minimum stimuli = jumlah taraf - jumlah atribut Metode Presentasi Pairwise Camparison Metode ini merupakan gabungan dari metode trade-off dan full-profile dengan karakteristik yang paling khusus yaitu profil yang digunakan tidak mengandung semua atribut, namun hanya beberapa atribut per kesempatan yang digunakan dalam membangun profil. Responden diminta memberikan peringkat pada setiap kombinasi taraf-taraf dari dua atribut, mulai dari yang paling disukai sampai pada yang paling tidak disukai. Jika banyaknya atribut ada p buah, maka kombinasi taraf atribut yang harus dievaluasi responden terdapat sebanyak p(p-1)/2 pasangan. Secara umum, metode pengukuran preferensi dapat dilakukan dengan pengurutan (rank-ordering) atau dengan pemberian nilai (rating). Metode trade-off menggunakan ranking, metode pairwise comparison menggunakan rating terhadap stimuli yang lebih disukai, sedangkan metode full-profile mengakomodasi baik ranking maupun rating. 4. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dimaksud di sini yaitu pengumpulan pendapat responden terhadap setiap stimuli yang ada. Pendapat setiap responden ini disebut sebagai utility, yang dinyatakan dengan angka dan menjadi dasar perhitungan konjoin.

11 19 5. Melakukan Proses Konjoin Dari pendapat responden atas sekian stimuli, dilakukan proses konjoin untuk memperkirakan produk atau pelayanan yang diinginkan responden. 6. Interpretasi Hasil Pengamatan terhadap estimasi part-worth untuk tiap atribut merupakan metode interpretasi yang paling umum. Semakin tinggi part-worth (baik positif maupun negatif), semakin besar pengaruhnya terhadap utilitas secara keseluruhan. Nilai-nilai part-worth dapat diplot ke dalam bentuk grafik untuk mengidentifikasi pola. Banyak program mengonversikan estimasi part-worth ke sekala umum untuk memungkinkan terjadinya perbandingan atribut pada satu individu atau antarindividu. Dengan konversi ini memungkinkan penggunaan partworth dalam multivariat yang lain seperti analisis cluster. Analisis konjoin dapat juga mengukur tingkat kepentingan relatif dari tiap atribut. Atribut dengan range terbesar dari part-worth adalah faktor terpenting karena memberikan kontribusi terbesar dari utilitas keseluruhan (Hair et al, 2010) Nilai Kepentingan Taraf (NKT) digunakan untuk menentukan nilai pentingnya suatu taraf relatif terhadap taraf yang lain pada suatu atribut. NKT didapat dari nilai peubah boneka untuk taraf suatu atribut yang dimasukkan ke dalam model konjoin, dimana nilai taraf peubah boneka untuk atribut yang lain tetap atau dimasukkan nilai nol.

12 20 Nilai Relatif Penting (NRP) digunakan untuk mengetahui tingkat kepentingan relatif suatu atribut terhadap atribut yang lain. NRP diformulasikan sebagai berikut: Keterangan: NRP UT i UR i k = nilai relatif penting = nilai kepentingan taraf tertinggi atribut ke-i = nilai kepentingan taraf terendah atribut ke-i = jumlah atribut Menurut Kuhfeld (2000) ada beberapa ketentuan dalam melakukan interpretasi hasil, yaitu: a. Taraf yang memiliki nilai kegunaan lebih tinggi adalah taraf yang lebih disukai. b. Total nilai kegunaan masing-masing kombinasi sama dengan jumlah nilai kegunaan tiap taraf dari atribut-atribut tersebut. c. Kombinasi yang memiliki total nilai kegunaan tertinggi adalah kombinasi yang paling disukai responden. d. Atribut yang memiliki perbedaan nilai kegunaan lebih besar antara nilai kegunaan taraf tertinggi dan terendahnya merupakan atribut yang lebih penting. 7. Validasi Hasil Konjoin Tujuan validasi adalah untuk memastikan seberapa konsisten model dapat memprediksi set evaluasi preferensi dari setiap responden. Untuk validasi dapat

13 21 ditambahkan holdout (stimuli tambahan). Pada data rank-order digunakan korelasi berdasarkan rank aktual dan terprediksi (misalny Spearman s rho atau Kendall s tau). Sedangkan untuk penilaian metrik digunakan korelasi Pearson bersamaan dengan penggunaan perbandingan ranking aktual dan terprediksi. Pengukuran tingkat ketepatan prediksi yang dilihat dengan adanya korelasi yang tinggi dan signifikan antara hasil estimasi dan hasil aktual disebut dengan predictive accuracy (Santoso, 2012). 2.2 Pelayanan Kesehatan Pengertian Pelayanan Kesehatan Menurut Notoatmodjo (2007), pelayanan kesehatan adalah subsistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Sementara, menurut Levey dan Loomba (1973) pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat. Menurut Zastrow (1982) yang dikutip Syakurah (2003), pelayanan kesehatan diorganisasi dalam komponen: 1. Praktek dokter sendiri, kurang disupervisi, hanya bertanggung jawab kepada pasien, dan relatif terisolasi.

14 22 2. Setting pelayanan rawat jalan berkelompok, seperti balai-balai pengobatan atau klinik-klinik khusus (seperti klinik ginjal, balai pengobatan gigi) atau yang diselenggarakan di perguruan tinggi atau sekolah-sekolah, di pabrik-pabrik, di perusahaan-perusahaan, atau tempat-tempat kerja lain. 3. Setting rumah sakit 4. Perawatan dalam rumah 5. Pelayanan kesehatan masyarakat yang diorganisir dalam berbagai tingkatan, yaitu lokal, regional, oleh pemerintah pusat atau nasional, dan internasional Tujuan Pelayanan Kesehatan Menurut Notoatmodjo (2007), tujuan pelayanan kesehatan yaitu: 1. Promotif (Memelihara dan Meningkatkan Kesehatan) Hal ini diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi dan perbaikan sanitasi lingkungan. 2. Preventif (Pencegahan Terhadap Orang yang Berisiko Terhadap Penyakit) a. Preventif Primer Terdiri dari program pendidikan seperti imunisasi, penyediaan nutrisi yang baik, dan kesegaran fisik b. Preventif Sekunder Terdiri dari pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi kecacatan dengan cara menghindari akibat yang timbul dari perkembangan penyakit tersebut.

15 23 c. Preventif Tersier Pembuatan diagnosis ditujukan untuk melaksanakan tindakan rehabilitasi, pembuatan diagnosis dan pengobatan. 3. Kuratif (Penyembuhan Penyakit) Untuk merawat dan mengobati anggota keluarga, kelompok yang menderita penyakit, atau masalah kesehatan. 4. Rehabilitatif (Pemulihan) Usaha pemulihan seseorang untuk mencapai fungsi normal atau mendekati normal setelah mengalami sakit fisik atau mental, cedera, atau penyalahgunaan Jenis-Jenis Pelayanan Kesehatan Menurut Notoatmodjo (1993), ada tiga jenis pelayanan kesehatan, yaitu: 1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Primary Health Care) Pelayanan kesehatan primer (primary health care) adalah pelayanan kesehatan yang paling dekat dan yang pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami ganggunan kesehatan ringan dan mereka yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan. Pelayanan ini lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar dan dilakukan bersama masyarakat serta dimotori oleh dokter umum (tenaga medis) dan perawat mantri (tenaga paramedis). Primary health care pada pokoknya ditunjukan kepada masyarakat yang sebagian besarnya bermukim di pedesaan, serta masyarakat yang berpenghasilan rendah di perkotaan. Pelayanan kesehatan sifatnya berobat jalan (ambulatory

16 24 services). Bentuk pelayanan ini misalnya puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, klinik, balkesmas, praktek dokter swasta, dan sebagainya. 2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Secondary Health Care) Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health care) merupakan pelayanan yang lebih bersifat spesialis dan kadang bersifat pelayanan subspesialis, tetapi masih terbatas. Pelayanan kesehatan ini menangani kasus-kasus yang tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer karena peralatan atau keahliannya belum ada. Pelayanan kesehatan dilakukan oleh dokter spesialis dan dokter subspesialis terbatas. Sifat pelayanan kesehatan adalah pelayanan jalan atau pelayanan rawat (inpantient services). Bentuk pelayanan ini misalnya puskesmas dengan rawat inap (puskesmas pusat), rumah bersalin, rumah sakit kelas C dan D. 3. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiary Health Care) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health care) merupakan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan subspesialis serta subspesialis luas. Pelayanan kesehatan ini menangani kasus-kasus yang tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks dan tersedia tenaga-tenaga kesehatan super spesialis. Pelayanan kesehatan dilakukan oleh dokter subspesialis dan dokter subspesialis luas. Sifat pelayanan kesehatan adalah pelayanan jalan atau pelayanan rawat inap (rehabilitasi). Bentuk pelayanan ini misalnya rumah sakit kelas A dan B.

17 Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan Menurut Azwar (1996) yang dikutip Syakurah (2003) persyaratan pokok agar memberi pengaruh kepada pasien dalam menentukan keputusannya terhadap penggunaan ulang pelayanan kesehatan antara lain: 1. Tersedia dan Berkesinambungan Syarat pokok pertama pelayanan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat (acceptable) serta bersifat berkesinambungan (sustainable). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan dan keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat dibutuhkan. 2. Dapat Diterima dan Wajar Syarat pokok kedua pelayanan yang baik adalah dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan keyakinan, adat istiadat, kebudayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar bukanlah suatu keadaan pelayanan kesehatan yang baik. 3. Mudah Dicapai Syarat pokok ketiga adalah mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud di sini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian, untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Bila fasilitas ini mudah dijangkau dengan menggunakan alat transportasi yang tersedia maka fasilitas ini akan banyak

18 26 dipergunakan. Tingkat penggunaan di masa lalu dan kecendrungan merupakan indikator terbaik untuk perubahan jangka panjang dan pendek dari permintaan pada masa yang akan datang. 4. Terjangkau Syarat pokok keempat pelayanan yang baik adalah terjangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud di sini terutama dari sudut biaya agar biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal yang hanya dapat dinikmati oleh sebagian masyarakat saja, bukan pelayanan kesehatan yang baik. 5. Bermutu Syarat pokok kelima pelayanan yang baik adalah bermutu (quality) yaitu menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan dan di pihak lain tata cara penyelenggaraan sesuai kode etik serta standar yang telah ditetapkan. 2.3 Klinik Pengertian Klinik Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2011 tentang Klinik, klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis.

19 27 Klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pelayanan kesehatannya dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan, one day care, rawat inap, dan/atau home care. Klinik yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 24 jam harus menyediakan dokter serta tenaga kesehatan lain sesuai kebutuhan yang setiap saat berada di tempat Jenis-Jenis Klinik Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2011 tentang Klinik., menurut jenis pelayanannya klinik dibagi 2 yaitu: 1. Klinik Pratama Klinik Pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayaan medik dasar. Pimpinan Klinik Pratama adalah seorang dokter atau dokter gigi. 2. Klinik Utama Klinik Utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. Pimpinan Klinik Utama adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang memiliki kompetensi sesuai dengan jenis kliniknya. Klinik Pratama atau Klinik Utama dapat mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, atau jenis penyakit tertentu. Kepemilikan Klinik Pratama yang menyelenggarakan rawat jalan dapat secara perorangan atau berbentuk badan usaha. Sedangkan, kepemilikan Klinik

20 28 Pratama yang menyelenggarakan rawat inap dan kepemilikan Klinik Utama harus berbentuk badan usaha (Permenkes RI, 2011) Kegiatan Pelayanan Kesehatan di Sekolah Menurut Piliang (2013), kegiatan pelayanan kesehatan di sekolah antara lain: 1. Penyuluhan Kesehatan Penyuluhan kesehatan menurut Departemen Kesehatan RI (1999) yang dikutip Priliani (2012) adalah upaya memberdayakan individu, kelompok, dan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan, kemauan, dan kemampuan, serta mengembangkan suasana yang mendukung, yang dilakukan dari, oleh, dan untuk masyarakat, sesuai dengan sosial budaya dan kondisi setempat. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan praktis dalam rangka pemutusan rantai penularan penyakit, upaya pemeliharaan kesehatan pribadi siswa/guru yang ditekankan pada upaya pembentukan perilaku hidup besih dan sehat, maupun lingkungan fisik sekolah untuk mendukung terciptanya suasana yang sehat dalam proses pembelajaran. Misalnya, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pemberantasan kecacingan, pencegahan terhadap penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif). 2. Imunisasi Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi dilakukan pada setiap

21 29 bulan November yang dikenal sebagai bulan imunisasi asan sekolah (BIAS). Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk memberikan perlindungan jangka panjang terhadap penyakit difteri dan tetanus dengan imunisasi Difteri Tetanus Toxoid (DT) dan Tetanus Toxoid (TT). Pemberian imunisasi dilakukan pada siswa SD/MI kelas I dan VI. Siswa kelas I menerima imunisasi DT dan siswa kelas VI menerima imunisasi TT. 3. Dokter Kecil Dokter kecil adalah peserta didik yang ikut melaksanakan sebagian usaha pelayanan kesehatan serta berperan aktif dalam kegiatan kesehatan yang diselenggarakan di sekolah. Peserta didik yang dapat menjadi dokter kecil adalah siswa kelas IV dan V dengan kriteria berprestasi di kelas, berwatak pemimpin, bertanggung jawab, bersih, berperilaku sehat, serta telah mendapat pelatihan dari petugas puskesmas/tim Pembina UKS. Kegiatan yang dilakukan dokter kecil di antaranya: a. Mengamati kebersihan dan kesehatan pribadi b. Mengenali penyakit secara awal c. Pengobatan sederhana d. Menimbang dan mengukur tinggi badan e. Memeriksa ketajaman penglihatan f. Memeriksa kebersihan gigi

22 30 4. PMR (Palang Merah Remaja) PMR (Palang Merah Remaja) adalah wadah pembinaan dan pengembangan anggota remaja yang dilaksanakan oleh Palang Merah Indonesia (Muktie, 2011). PMR berpusat di sekolah-sekolah ataupun kelompok-kelompok masyarakat (sanggar, kelompok belajar, dan lain-lain) dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan dasar kepada siswa sekolah dalam bidang yang berhubungan dengan kegiatan kemanusiaan. Untuk menjadi anggota palang merah remaja di sekolah, harus diadakan pendidikan dan pelatihan diklat. Di Indonesia ada tiga tingkatan PMR sesuai dengan jenjang pendidikan atau usianya, yaitu: a. PMR Mula adalah PMR dengan tingkatan setara pelajar Sekolah Dasar (10-12 tahun). Warna syal/slayer hijau. b. PMR Madya adalah PMR dengan tingkatan setara pelajar Sekolah Menengah Pertama (12-15 tahun). Warna syal/slayer biru langit. c. PMR Wira adalah PMR dengan tingkatan setara pelajar Sekolah Menengah Atas (15-20 tahun). Warna syal/slayer kuning cerah. 5. P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan) dan P3P (Pertolongan Pertama pada Penyakit) Kegiatan yang dilakukan pada pertolongan pertama adalah melakukan pengobatan sederhana baik pada penyakit, kecelakaan, dan penanganan diare.

23 31 6. Penjaringan Kesehatan Penjaringan kesehatan adalah salah satu upaya pemerintah yang bertujuan untuk mengetahui secara dini masalah kesehatan anak sekolah, antara lain status gizi anak, kesehatan indra penglihatan, dan pendengaran. Penjaringan kesehatan dilakukan bagi siswa kelas I SD/MI yang baru masuk dan hasilnya akan dimanfaatkan untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan UKS atau klinik sekolah. Kegiatan ini adalah untuk mengetahui secara dini masalah kesehatan anak sekolah seperti status gizi anak, kesehatan indra penglihatan, dan pendengaran yang merupakan faktor penting bagi anak dalam proses pembelajaran. Penjaringan kesehatan dilakukan secara bertahap pada siswa sekolah yang baru masuk yaitu: a. Tahap awal penjaringan dilakukan di sekolah oleh guru dibantu dokter kecil yaitu pengenalan gejala sederhana, baik melalui pengamatan maupun wawancara dengan siswa dan orangtua mereka. b. Tahap berikutnya dilakukan oleh tenaga paramedis dengan prosedur cara pengamatan. c. Tahap ketiga penjaringan kesehatan dilakukan oleh dokter untuk menetapkan tindak lanjut penanganan kasus yang telah dideteksi pada tahap pertama dan kedua.

24 32 7. Pemeriksaan Berkala Pemeriksaan berkala adalah pemeriksaan kesehatan pada siswa yang dilakukan oleh dokter pada waktu-waktu tertentu. Pemeriksaan berkala dilakukan oleh petugas kesehatan, guru kesehatan sekolah, dan dokter kecil kepada seluruh siswa dan guru setiap 6 bulan, untuk memantau, memellihara, serta meningkatkan status kesehatan mereka. Kegiatan yang dilakukan berupa penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, pemeriksaan ketajaman penglihatan dan pendengaran oleh guru kesehatan sekolah dengan dokter kecil, dan pemeriksaan kesehatan oleh petugas kesehatan. 8. Pengawasan Warung Sekolah Agar terselengggara warung sekolah/kantin yang sehat tentunya harus didukung oleh pengetahuan dan keterampilan mengenai gizi dan kebersihan. Pembinaan ini dilakukan oleh tenaga kesehatan dan sekolah; guru kesehatan sekolah dan dokter kecil. 9. Dana Sehat Dana sehat adalah dana yang diperuntukkan untuk kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan kesehatan sekolah. Komponen pokok dari dana sehat adalah hal yang berhubungan dengan dana tersebut dan pengelolaannya. a. Dana Yang dimaksud dana adalah uang atau barang yang diterima atau dikumpulkan oleh Tim Pelaksana UKS baik dari peserta didik, komite

25 33 sekolah, pemerintah, maupun dari masyarakat untuk pelaksanaan program kesehatan di sekolah. b. Pengelola Pada organisasi tim pelaksana kesehatan sekolah harus ada bendahara yang bertugas melakukan pembukuan/pengelolaan dana sehat yang dicatat/dibukukan dalam buku khusus untuk pendanaan kesehatan sekolah. c. Pengelolaan Dana Sehat Dana yang diperoleh dan digunakan oleh tim pelaksana kesehatan sekolah harus dikelola dengan baik. Untuk keperluan tersebut maka harus ditetapkan bendahara (guru atau anggota komite sekolah) untuk menyiapkan pembukuan yang meliputi pencatatan alihan dana dan barang, bagaimana cara pertanggungjawabannya dan pelaporannya. 10. Memantau Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani adalah kondisi jasmani yang berhubungan dengan kemampuan dan kesanggupannya berfungsi dalam pekerjaan secara optimal dan efisisen. Untuk mengetahui dan menilai tingkat kesegaran jasmani seseorang dapat dilakukan dengan melasanakan pengukuran dengan tes kesegaran jasmani. Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) untuk kelompok umur 6 9 tahun adalah: a. Lari 30 meter (mengukur kecepatan) b. Gantung siku tekuk (mengukur kekuatan dan ketahanan otot lengan dan bahu) c. Baring duduk 30 detik (mengukur kekuatan dan ketahanan otot perut)

26 34 d. Loncat tegak (mengukur tenaga eksplosif) e. Lari 600 meter (mengukur daya tahan jantung paru) Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) untuk kelompok umur tahun adalah : a. Lari 40 meter (mengukur kecepatan) b. Gantung siku tekuk (mengukur kekuatan dan ketahanan otot lengan dan bahu) c. Baring duduk 30 detik (mengukur kekuatan dan ketahanan otot perut) d. Loncat tegak (mengukur tenaga eksplosif) e. Lari 600 meter (mengukur daya tahan jantung paru) 11. Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) adalah pelayanan kesehatan gigi yang dikerjakan oleh petugas kesehatan yang terdiri dari tiga macam pelayanan: a. UKGS Tahap I: pendidikan dan penyuluhan kesehatan gigi dan mengadakan kegiatan menggosok gigi masal minimal untuk kelas I, II, dan III dibimbing guru dengan memakai pasta gigi berfluoride minimal sekali sebulan. b. UKGS Tahap II: UKGS tahap I ditambah penjaringan kesehatan gigi dan mulut untuk kelas I diikuti pencabutan gigi sulung yang sudah waktunya tanggal. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit oleh guru, pelayanan medik dasar atas permintaan dan rujukan bagi yang memerlukan. c. UKGS Tahap III: UKGS tahap II ditambah pelayanan medik dasar pada kelas terpilih sesuai kebutuhan untuk kelas I,III,V dan VI.

27 Keinginan Menurut Santoso (2006), keinginan adalah sesuatu tambahan atas kebutuhan yang diharapkan dapat dipenuhi sehingga manusia tersebut merasa lebih puas. Namun bila keinginan tidak terpenuhi maka sesungguhnya kesejahteraannya tidak berkurang. Menurut Gozali (2013), keinginan adalah semua fungsi tambahan yang jika tidak ada sebenarnya tidak mengganggu hidup tetapi manusia mengharapkan untuk bisa mendapatkan fungsi tambahan tersebut. Misalnya makanan yang mahal, rumah yang besar dan mewah, mobil baru dan mengkilat, dan lain-lain. Keinginan seringkali merupakan perwujudan untuk menegaskan status sosial seseorang sekaligus membuktikan kemampuan kepada orang lain untuk dapat memilikinya.

28 Kerangka Operasional Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuraikan sebelumnya, maka dapat dikembangkan kerangka operasional sebagai berikut: 1. Penyuluhan Kesehatan 2. Konsultan Kesehatan 3. PMR (Palang Merah Remaja) 4. Pengawasan Warung Sekolah Analisis Konjoin Overall Preference Analisis Korelasi Kendall s tau Gambar 2.1 Kerangka Operasional Penerapan Analisis Konjoin untuk Keinginan Siswa Terhadap Pelayanan Kesehatan di SMA Harapan 3 Medan Tahun 2013

29 Hipotesis Penelitian Ada korelasi yang kuat antara hasil analisis konjoin dengan keinginan siswa SMA Harapan 3 Medan sesungguhnya.

BAB III ANALISIS KONJOIN. Dalam upaya untuk memprediksi preferensi warga mengenai sistem

BAB III ANALISIS KONJOIN. Dalam upaya untuk memprediksi preferensi warga mengenai sistem BAB III ANALISIS KONJOIN Dalam upaya untuk memprediksi preferensi warga mengenai sistem pengelolaan air yang paling diminati, penelitian secara langsung penulisan ini telah mengarah kepada studi kasus

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Kebutuhan Penelitian preferensi konsumen terhadap produk pra bayar CDMA didapatkan dengan menyebarkan kuisioner pada mahasiswa Universitas Bina Nusantara jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Konjoin 2.1.1 Pengertian Analisis Konjoin Kata conjoint menurut para praktisi riset diambil dari kata CONsidered JOINTly. Dalam kenyataannya kata sifat conjoint diturunkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Definisi dan Konsep Bimbingan Belajar Masalah belajar merupakan inti dari masalah pendidikan, karena belajar merupakan kegiatan utama dalam pendidikan dan pengajaran. Perkembangan

Lebih terperinci

ANALISIS KONJOIN FULL-PROFILE UNTUK MENGETAHUI FEATURE TELEPON SELULAR YANG IDEAL DIPASARKAN DI KECAMATAN BANYUMANIK SEMARANG

ANALISIS KONJOIN FULL-PROFILE UNTUK MENGETAHUI FEATURE TELEPON SELULAR YANG IDEAL DIPASARKAN DI KECAMATAN BANYUMANIK SEMARANG ANALISIS KONJOIN FULL-PROFILE UNTUK MENGETAHUI FEATURE TELEPON SELULAR YANG IDEAL DIPASARKAN DI KECAMATAN BANYUMANIK SEMARANG Ayu Anastasia Adhi 1, Diah Safitri 2 1) Alumni Program Studi Statistika, Jurusan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

Lebih terperinci

ANALISIS KONJOIN: METODE FULL PROFILE DAN CBC UNTUK MENELAAH PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PILIHAN PEKERJAAN

ANALISIS KONJOIN: METODE FULL PROFILE DAN CBC UNTUK MENELAAH PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PILIHAN PEKERJAAN , April 2007, p: 8-17 ISSN : 0853-8115 ANALISIS KONJOIN: METODE FULL PROFILE DAN CBC UNTUK MENELAAH PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PILIHAN PEKERJAAN Vol 12 No.1 Hari Wijayanto dan Yenni Angraeni Departemen

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALISIS KONJOIN PADA PREFERENSI MAHASISWA TERHADAP PEKERJAAN

PENERAPAN ANALISIS KONJOIN PADA PREFERENSI MAHASISWA TERHADAP PEKERJAAN Saintia Matematika ISSN: 2337-9197 Vol. 2, No. 2 (2014), pp. 189 200. PENERAPAN ANALISIS KONJOIN PADA PREFERENSI MAHASISWA TERHADAP PEKERJAAN Wiwit Widyawati Rachmad Sitepu, Normalina Napitupulu Abstrak.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai mahluk sosial manusia membutuhkan kerjasama, maka dari itu manusia berserikat membentuk suatu tatanan masyarakat berkuasa yang biasa dikenal dengan pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa akan datang yang ingin dicapai

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa akan datang yang ingin dicapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambaran masyarakat Indonesia dimasa akan datang yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang penduduknya hidup dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Preferensi Konsumen Menurut Kotler dan Armstrong (2006), preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada. Preferensi konsumen berhubungan

Lebih terperinci

Perbandingan Tingkat Kemudahan Tiga Metode Konjoin pada Preferensi Mahasiswa terhadap Kualitas Dosen STIS

Perbandingan Tingkat Kemudahan Tiga Metode Konjoin pada Preferensi Mahasiswa terhadap Kualitas Dosen STIS SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY S - Perbandingan Tingkat Kemudahan Tiga Metode Konjoin pada STIS Fitri Catur Lestari Sekolah Tinggi Ilmu Statistik fitricaturlestari@stis.ac.id

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. 3,13 Wilayah

Lebih terperinci

APLIKASI ANALISIS KONJOIN UNTUK MENGUKUR PREFERENSI MAHASISWA FMIPA USU DALAM MEMILIH PRODUK PASTA GIGI

APLIKASI ANALISIS KONJOIN UNTUK MENGUKUR PREFERENSI MAHASISWA FMIPA USU DALAM MEMILIH PRODUK PASTA GIGI Saintia Matematika Vol. 1, No. 1 (2013), pp. 63 71. APLIKASI ANALISIS KONJOIN UNTUK MENGUKUR PREFERENSI MAHASISWA FMIPA USU DALAM MEMILIH PRODUK PASTA GIGI Syahfitriani Gim Tarigan, Pengarapen Bangun Abstrak.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Produk Menurut Kotler (004), produk didefinisikan sebagai salah satu yang bisa ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Jadi produk bisa mencakup aspek fisik seperti

Lebih terperinci

PROGRAM DOKTER KECIL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA SISWA SEKOLAH DASAR

PROGRAM DOKTER KECIL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA SISWA SEKOLAH DASAR PROGRAM DOKTER KECIL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA SISWA SEKOLAH DASAR Ni Putu Dewi Sri Wahyuni Fakultas Olahraga dan Kean, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja Email

Lebih terperinci

SISTEM PELAYANAN KESEHATAN & SISTEM RUJUKAN. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.KES

SISTEM PELAYANAN KESEHATAN & SISTEM RUJUKAN. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.KES SISTEM PELAYANAN KESEHATAN & SISTEM RUJUKAN Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.KES Definisi Sistem kesehatan suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) & orang yang menggunakan pelayanan tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kepuasan 1.1 Defenisi Kepuasan Pasien Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Laptop Laptop adalah komputer pribadi yang portable atau mudah dibawa kemana-mana. Nama laptop itu sendiri diambil dari cara orang menggunakan komputer pribadi ini. Dahulu komputer

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 25 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah di PPI Muara Angke Jakarta karena PPI Muara angke berperan penting dalam pemasaran hasil tangkapan di Jakarta (Gambar 1).

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

PREFERENSI WISATAWAN TERHADAP KUNJUNGAN WISATA PULAU SAMOSIR DENGAN ANALISIS KONJOIN. Sari C Kembaren Pengarapen Bangun, Rachmad Sitepu

PREFERENSI WISATAWAN TERHADAP KUNJUNGAN WISATA PULAU SAMOSIR DENGAN ANALISIS KONJOIN. Sari C Kembaren Pengarapen Bangun, Rachmad Sitepu Saintia Matematika ISSN: 2337-9197 Vol. 02, No. 03 (2014), pp. 267 275. PREFERENSI WISATAWAN TERHADAP KUNJUNGAN WISATA PULAU SAMOSIR DENGAN ANALISIS KONJOIN Sari C Kembaren Pengarapen Bangun, Rachmad Sitepu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaminan Kesehatan Nasional adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperlihatkan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pasien Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja layanan kesehatan yang diterima setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut American Marketing Association Tahun 1985 (Alma, 2007, p3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut American Marketing Association Tahun 1985 (Alma, 2007, p3) BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Pemasaran Menurut American Marketing Association Tahun 1985 (Alma, 2007, p3) Pemasaran adalah proses perencanaan

Lebih terperinci

Perbedaan jenis pelayanan pada:

Perbedaan jenis pelayanan pada: APLIKASI MANAJEMEN DI RUMAH SAKIT OLEH : LELI F. MAHARANI S. 081121039 MARINADIAH 081121015 MURNIATY 081121037 MELDA 081121044 MASDARIAH 081121031 SARMA JULITA 071101116 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.185, 2014 KESEHATAN. Jiwa. Kesehatan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5571) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keinginan konsumen untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari menjadi satu alasan yang kuat untuk membeli suatu produk atau jasa. Sampo merupakan salah satu barang kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK SUSU BERBASIS ANALISIS CONJOINT

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK SUSU BERBASIS ANALISIS CONJOINT ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK SUSU BERBASIS ANALISIS CONJOINT MENGGUNAKAN METODE PRESENTASI PAIRWISE-COMPARISON (Studi Kasus di Beberapa SMP Kecamatan Banyumanik Kota Semarang) SKRIPSI Disusun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk implementasi pengaturan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan adalah lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk menyediakan barang dan jasa dengan tujuan memperoleh keuntungan. Manajemen merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PREFERENSI MAHASISWA UST TINGKAT AKHIR TERHADAP PEKERJAAN DENGAN PENERAPAN CONJOINT ANALYSIS

ANALISIS PREFERENSI MAHASISWA UST TINGKAT AKHIR TERHADAP PEKERJAAN DENGAN PENERAPAN CONJOINT ANALYSIS ANALISIS PREFERENSI MAHASISWA UST TINGKAT AKHIR TERHADAP PEKERJAAN DENGAN PENERAPAN CONJOINT ANALYSIS ANALYSIS PREFERENCES UST STUDENTS TO WORK WITH END OF APPLICATION ANALYSIS CONJOINT Ag. Eko Susetyo

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pelayanan merupakan suatu aktivitas atau serangkaian alat yang bersifat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pelayanan merupakan suatu aktivitas atau serangkaian alat yang bersifat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pelayanan Kesehatan 1.1. Defenisi Pelayanan Kesehatan Pelayanan merupakan suatu aktivitas atau serangkaian alat yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba), yang terjadi

Lebih terperinci

ANALISIS CONJOINT PAIRWISE-COMPARISON

ANALISIS CONJOINT PAIRWISE-COMPARISON ANALISIS CONJOINT PAIRWISE-COMPARISON UNTUK MENGETAHUI TINGKAT KEPENTINGAN ATRIBUT JASA BIRO PERJALANAN WISATA (Studi Kasus Beberapa SMA Negeri di Kabupaten Klaten) SKRIPSI Oleh: GALIH MARASETA WHP 24010210120029

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini era globalisasi menuntut kesiapan yang lebih matang dalam segala hal. Bidang pendidikan merupakan salah satu andalan untuk mempersiapkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi dan Konsep Kepemimpinan Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda pada pendapat setiap orang. Kebanyakan defenisi mengenai kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan

Lebih terperinci

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS 1. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

BAB I PENDAHULUAN. melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial, yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBEBASAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DASAR DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT BAGI PENDUDUK KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Oleh : Titik Anggraeni

Oleh : Titik Anggraeni Page 1 of 8 Oleh : Titik Anggraeni A. PENDAHULUAN Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Melalui system ini, tujuan pembangunan kesehatan dapat tercapai

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kusuma Agrowisata yang terletak di Jalan Abdul Gani Atas Batu, Malang, Jawa Timur. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN PENGGUNA JASA MASKAPAI PENERBANGAN UNTUK RUTE SEMARANG-JAKARTA DENGAN

ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN PENGGUNA JASA MASKAPAI PENERBANGAN UNTUK RUTE SEMARANG-JAKARTA DENGAN ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN PENGGUNA JASA MASKAPAI PENERBANGAN UNTUK RUTE SEMARANG-JAKARTA DENGAN METODE CHOICE-BASED CONJOINT (FULL PROFILE) (Studi Kasus di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang)

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian yang dibahas pada karya akhir ini. Metodologi ini terbagi menjadi beberapa bagian yang berkaitan

Lebih terperinci

KAJIAN ANALISIS KONJOIN DAN PENERAPANNYA PADA PREFERENSI MAHASISWA TINGKAT AKHIR IPB TERHADAP PEKERJAAN RIANA RISKINANDINI

KAJIAN ANALISIS KONJOIN DAN PENERAPANNYA PADA PREFERENSI MAHASISWA TINGKAT AKHIR IPB TERHADAP PEKERJAAN RIANA RISKINANDINI KAJIAN ANALISIS KONJOIN DAN PENERAPANNYA PADA PREFERENSI MAHASISWA TINGKAT AKHIR IPB TERHADAP PEKERJAAN RIANA RISKINANDINI DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

2 pembinaan dan pengembangan usaha kesehatan sekolah/madrasah di setiap sekolah/madrasah; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada

2 pembinaan dan pengembangan usaha kesehatan sekolah/madrasah di setiap sekolah/madrasah; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1717, 2014 PERATURAN BERSAMA. Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah. Pengembangan. Pembinaan. Pencabutan. PERATURAN BERSAMA ANTARA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KESEHATAN SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KESEHATAN SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN BERSAMA ANTARA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu pelayanan kesehatan pada seluruh masyarakat. Menurut WHO kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. mutu pelayanan kesehatan pada seluruh masyarakat. Menurut WHO kesehatan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia yakni kesehatan jasmani dan kesehatan rohani. Kesehatan dapat tercapai dengan meningkatkan

Lebih terperinci

Conjoint Analysis. Prof Bhisma Murti. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret

Conjoint Analysis. Prof Bhisma Murti. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Conjoint Analysis Prof Bhisma Murti Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Latar Belakang Penerapan Conjoint Analysis Dahulu keterlibatan pasien dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 tahun 2014 tentang Klinik, klinik merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian adalah suatu lembaga yang memang dirancang khusus untuk pengajaran para murid (siswa) di bawah pengawasan para guru. yang pada dasarnya sebagai sarana untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang profit maupun yang non profit, mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. yang profit maupun yang non profit, mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu organisasi baik organisasi pemerintah maupun organisasi swasta, baik yang profit maupun yang non profit, mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Sepeda motor adalah kendaraan beroda dua yang digerakkan oleh sebuah mesin.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Sepeda motor adalah kendaraan beroda dua yang digerakkan oleh sebuah mesin. 9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sepeda Motor Sepeda motor adalah kendaraan beroda dua yang digerakkan oleh sebuah mesin. Letak kedua roda sebaris lurus dan pada kecepatan tinggi sepeda motor tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh lingkungan sehat,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang :

Lebih terperinci

n = n = BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sampel Dan Teknik Pengambilan sampel

n = n = BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sampel Dan Teknik Pengambilan sampel BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sampel Dan Teknik Pengambilan sampel Responden penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 14 Medan. Data jumlah siswa yang diperoleh adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Jumlah

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAWANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari tujuan dan upaya pemerintah dalam memberikan arah pembangunan ke depan bagi bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mencermati semakin tingginya kebutuhan manusia akan perumahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Mencermati semakin tingginya kebutuhan manusia akan perumahan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mencermati semakin tingginya kebutuhan manusia akan perumahan dan permukiman sehat yang layak huni serta pentingnya sumber daya manusia berkualitas di masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memerlukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Peranan pekerjaan sangatlah besar dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, terutama kebutuhan

Lebih terperinci

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya?

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, karena dengan tubuh yang sehat atau fungsi tubuh manusia berjalan

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. RUMAH SAKIT Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. DASAR HUKUM RUMAH SAKIT UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. PerMenKes RI Nomor 1045/menkes/per/XI/2006 Tentang Pedoman organisasi rumah sakit di lingkungan

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN KELAS III PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 52 TAHUN 2011 TENTANG PEMANFAATAN DANA PELAYANAN KESEHATAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT PADA PUSKESMAS DAN JARINGANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan I. Latar Belakang Beberapa pertimbangan dikeluarkannya Permenkes ini diantaranya, bahwa penyelenggaraan Pusat Kesehatan Masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas, keterjangkauan, dan

Lebih terperinci

JMP : Volume 4 Nomor 1, Juni 2012, hal

JMP : Volume 4 Nomor 1, Juni 2012, hal JMP : Volume 4 Nomor 1, Juni 2012, hal. 79-89 PENERAPAN ANALISIS KONJOIN RANCANGAN FULL PROFILE DENGAN JENIS RESPON RANKING PADA PREFERENSI MAHASISWA TERHADAP KUALITAS DOSEN SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berjalan sendiri-sendiri dan tidak saling berhubungan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berjalan sendiri-sendiri dan tidak saling berhubungan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Sejarah Puskesmas Perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak pemerintahan Belanda pada abad ke-16 yaitu adanya upaya pemberantasan penyakit

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DAN SERTIFIKASI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN No. 1437, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLRI. Pelayanan Kesehatan. PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KONJOIN FULL PROFILE DALAM PEMILIHAN BEDAK UNTUK MAHASISWI DEPARTEMEN STATISTIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO

ANALISIS KONJOIN FULL PROFILE DALAM PEMILIHAN BEDAK UNTUK MAHASISWI DEPARTEMEN STATISTIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman 747-756 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian ANALISIS KONJOIN FULL PROFILE DALAM PEMILIHAN BEDAK UNTUK MAHASISWI

Lebih terperinci

Bab III METODA PENELITIAN

Bab III METODA PENELITIAN Bab III METODA PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas tentang populasi, sampel, metode pengambilan sampel dan profil perusahaan. Penelian ini menggunakan analisis konjoin sebagai analisis multivariat yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kesehatan 2.1.1 Pengertian Pelayanan Kesehatan Menurut Levey dan Loomba (1973) yang dikutip oleh Azrul Azwar (1996) yang dimaksud pelayanan kesehatan ialah setiap upaya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai. dengan standart pelayanan Rumah Sakit.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai. dengan standart pelayanan Rumah Sakit. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Administrasi dan Kebijakan Upaya Kesehatan Perorangan. Amal Sjaaf Dep. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, FKM UI

Administrasi dan Kebijakan Upaya Kesehatan Perorangan. Amal Sjaaf Dep. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, FKM UI Administrasi dan Kebijakan Upaya Kesehatan Perorangan Amal Sjaaf Dep. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, FKM UI Pasal 28H Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Fungsi Bank Secara umum, Fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali ke masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary.

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI Oleh : MEILINA DYAH EKAWATI K 100 050 204 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nifas sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nifas sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care = ANC) 2.1.1 Pengertian Pemeriksaan kehamilan (ANC) merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan begitu kompleksnya masalah hidup sekarang ini menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan masyarakat adalah multi kausal, maka pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau prakteknya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. prinsip hidup sehat dalam kehidupan peserta didik sehari-hari (Ahmad

BAB II KAJIAN TEORI. prinsip hidup sehat dalam kehidupan peserta didik sehari-hari (Ahmad A. Deskripsi Teori BAB II KAJIAN TEORI 1. Hakikat UKS Usaha Kesehatan Sekolah atau UKS adalah upaya pendidikan dan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu, sadar, berencana, terarah, dan bertanggung

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Data Menurut Sugiyono (2012:5) data ialah bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan informasi atau keterangan, baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukkan

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. WHO (2005) melaporkan penyakit kronis telah mengambil nyawa lebih dari 35 juta orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan industri membawa dampak bagi kehidupan manusia terutama dunia usaha pada saat ini. Di samping itu banyaknya usaha yang bermunculan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Dimana sarana kesehatan pemerintah maupun swasta semakin

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Dimana sarana kesehatan pemerintah maupun swasta semakin BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyedia jasa pelayanan kesehatan dewasa ini mengalami persaingan yang semakin ketat. Seiring perkembangan ilmu kedokteran yang semakin pesat dan kebutuhan manusia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) Regional Meeting on Revitalizing Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan tentang perlunya melakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. jasa pelayanan kesehatan. Perusahaan jasa itu sendiri adalah perusahaan yang

BAB II LANDASAN TEORI. jasa pelayanan kesehatan. Perusahaan jasa itu sendiri adalah perusahaan yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Klinik Klinik merupakan salah satu bentuk perusahaan jasa yang memberikan jasa pelayanan kesehatan. Perusahaan jasa itu sendiri adalah perusahaan yang kegiatan utamanya memberikan

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BELITUNG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi untuk keberhasilan pembangunan Bangsa Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan pembangunan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan

Lebih terperinci