BAB II AKIBAT HUKUM SETORAN MODAL PERSEROAN TERBATAS YANG TERBUKTI BERASAL DARI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II AKIBAT HUKUM SETORAN MODAL PERSEROAN TERBATAS YANG TERBUKTI BERASAL DARI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG"

Transkripsi

1 25 BAB II AKIBAT HUKUM SETORAN MODAL PERSEROAN TERBATAS YANG TERBUKTI BERASAL DARI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 2.1 Modal Perseroan Terbatas Modal awal PT berasal dari kontribusi para pemegang saham PT. Modal yang berasal dari kontribusi pemegang saham disebut sebagai equitas (equity). Dalam hal ini PT menerbitkan equity securities berupa saham. 25 Para pemegang saham wajib mengambil saham dalam jumlah nominal tertentu yang ditentukan oleh Undang-Undang dan/atau anggaran dasar PT. 26 Di Indonesia berdasarkan UU PT, modal PT dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu modal dasar, modal yang ditempatkan, dan modal yang disetor. Modal dasar adalah keseluruhan nilai nominal saham yang ada dalam PT. Modal dasar ditentukan dalam anggaran dasar PT. Modal yang ditempatkan adalah modal yang disepakati para pendiri untuk disetor ke dalam PT pada saat PT didirikan. Demikian dengan modal yang ditempatkan sama dengan modal dasar, dimana modal ditempatkan belum memberikan gambaran kekuatan financial riil PT, dikarenakan modal tersebut belum berupa uang tunai atau belum terdapat penyetoran dalam kas PT. 27 Modal disetor adalah 25 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas : Doktrin, Peraturan Perundang Undangan, dan Yurisprudensi, Total Media,Yogyakarta, 2009, hlm Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, No. 40 Tahun Pasal Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas : Doktrin, Peraturan Perundang Undangan, dan Yurisprudensi, Total Media, Yogyakarta, 2009, hlm. 75.

2 26 modal PT yang berupa sejumlah uang tunai atau bentuk lainnya yang diserahkan oleh para pendiri kepada kas PT pada saat PT didirikan. Modal yang disetor dan dimiliki oleh PT tidak hanya dalam bentuk saham, tetapi juga dapat berbentuk surat berharga. UU PT mengatur mengenai persyaratan modal minimum dalam pendirian suatu PT. Tujuan diaturnya persyaratan modal minimum dimaksudkan supaya PT yang telah didirikan setidaknya sudah memiliki modal, yaitu sebesar modal yang disetor. Hal demikian dapat menjadi jaminan bagi setiap tagihan terhadap pihak ketiga terhadap PT yang merupakan suatu bentuk pemberian perlindungan jaminan terhadap tagihan pihak ketiga. 28 UU PT menentukan bahwa modal dasar PT minimal Rp ,00 (Lima Puluh Juta Rupiah). 29 Namun, UU PT juga menentukan bahwa untuk bidang usaha tertentu seperti perasuransian dan perbankan, modal dasar minimum yang harus disetorkan akan ditentukan berdasarkan Undang-Undang atau peraturan pelaksana yang mengatur usaha tertentu tersebut. Persyaratan modal dasar sebagaimana telah diatur dapat diubah melalui Peraturan Pemerintah. 30 Untuk modal yang ditempatkan, UU PT mengatur bahwa paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 UU PT harus ditempatkan dan disetor penuh. 31 Sisa saham yang belum diambil akan menjadi dana cadangan. Dana cadangan tersebut akan 28 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Airlangga University Pers, Surabaya, 1995, hlm Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, No. 40 Tahun Pasal 32 ayat (1). 30 Ibid. Pasal 32 ayat (3) dan penjelasan. 31 Ibid. Pasal 33 ayat (1).

3 27 menjadi saham simpanan atau saham tambahan modal, sehingga dapat dikeluarkan saham simpanan. Modal ditempatkan disetor penuh dan dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. 32 Bukti penyetoran yang sah yang dimaksud adalah bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atasnama PT, data dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan atau neraca PT yang ditandatangani oleh direksi dan dewan komisaris. Pengeluaran saham untuk menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh, hal ini menyebabkan tidak dimungkinkannya penyetoran atas saham dengan cara mencicil. 33 Terhadap modal yang disetor, penyetoran atas modal dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. Pada umumnya penyetoran modal adalah dalam bentuk uang, namun tidak menutup kemungkinan penyetoran modal dapat dilakukan dengan bentuk lain baik berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud, yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara nyata telah diterima oleh PT. Modal yang disetor dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian yang menerangkan harga, status, jenis, tempat kedudukan, dan lain-lain, dikarenakan untuk memberi kejelasan mengenai asal-usul barang yang disetor tersebut. 34 Dalam hal penyetoran modal dalam bentuk lain selain uang, maka penilaian setoran modal ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar 32 Ibid. Pasal 33 ayat (2). 33 Ibid. Pasal 33 ayat (3). 34 Ibid. Pasal 34 ayat (1).

4 28 atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan PT. 35 Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut. Maksud daripada diumumkannya penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak dalam surat kabar adalah agar diketahui umum dan memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk dapat mengajukan keberatan atas penyerahan benda tersebut sebagai setoran modal saham, andaikata ternyata diketahui benda tersebut bukan milik penyetor. 36 Di dalam modal PT dapat dilakukan penambahan dan pengurangan, penambahan modal dilakukan bilamana salah satu pemegang saham keluar dari pemegang saham dikarenakan terlibat tindak pidana sehingga modal yang disetorkan disita oleh untuk kepentingan negara, dengan disitanya modal yang disetor oleh salah satu pendiri disita oleh negara mengakibatkan modal PT berkurang yang tidak sesuai dengan disyaratkan oleh UU PT, sehingga harus dilakukan penambahan modal. Penambahan modal PT dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS. 37 Keputusan RUPS untuk penambahan modal ditempatkan dan disetor dalam batas modal dasar adalah sah apabila dilakukan dengan kuorum kehadiran lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak suara dan disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian 35 Ibid. Pasal 34 ayat (2) dan penjelasan. 36 Ibid. Pasal 34 ayat (3) dan penjelasan. 37 Ibid. Pasal 41 ayat (1).

5 29 dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan, kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar dan terhadap penambahan modal PT wajib diberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk dicatat dalam daftar PT. 38 Pengurangan modal PT dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, Keputusan RUPS untuk pengurangan modal PT adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan ketentuan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar, Direksi wajib memberitahukan keputusan kepada semua kreditor dengan mengumumkan dalam 1 (satu) atau lebih Surat Kabar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS. 39 Dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman kreditor dapat mengajukan keberatan secara tertulis disertai alasannya kepada PT atas keputusan pengurangan modal dengan tembusan kepada Menteri Hukum dan HAM. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan diterima, PT wajib memberikan jawaban secara tertulis atas keberatan yang diajukan. Dalam hal PT menolak keberatan atau tidak memberikan penyelesaian yang disepakati kreditor dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal jawaban PT diterima atau tidak memberikan tanggapan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal keberatan diajukan kepada PT, kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi 38 Ibid. Pasal 42 ayat (2) dan (3). 39 Ibid. Pasal 44 ayat (1) dan (2).

6 30 tempat kedudukan PT. 40 Dalam melakukan pengurangan modal PT harus mendapatkan persetujuan Menteri Hukum dan HAM. 41 Setelah pengurangan modal PT disetujui oleh pemegang saham dan telah mendapat persertujuan Menteri Hukum dan HAM, maka pemegang saham harus melakukan RUPS untuk merubah anggaran dasar PT. 42 Saham dapat digolongkan sebagai benda bergerak. 43 Saham diberikan kepada pendiri sebagai suatu bentuk penyertaan modal ke dalam PT, dimana bukti penyertaan tersebut juga merupakan bukti kepemilikan harta bersama melalui penyetoran penuh modal yang diambil bagian oleh para pendiri PT yang keberadaannya telah melalui mekanisme pendaftaran pada Menteri Hukum dan HAM. 44 Berdasarkan UU PT, saham dalam PT yang dapat diterbitkan hanya saham atas nama. 45 PT hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan PT tidak diperkenankan mengeluarkan saham atas tunjuk. 46 Hal yang demikian berbeda dengan pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dimana dalam Undang-Undang tersebut PT diperkenankan mengeluarkan saham atas nama dan saham atas tunjuk. 47 Hal yang demikian merupakan salah satu perbedaan antara UU PT dengan Undang-Undang 40 Ibid. Pasal 45 ayat (1), (2), dan (3). 41 Ibid. Pasal 46 ayat (1). 42 Ibid. Pasal 21 ayat (2) huruf (e). 43 Ibid. Pasal 34 ayat (2) dan penjelasan. 44 Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Forum Sahabat, Jakarta, 2008, hlm Op.Cit. Pasal 48 ayat (1). 46 Ibid. penjelasan Pasal 48 ayat (1). 47 Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, No. 1 Tahun Penjelasan Pasal 24 ayat (2).

7 31 Nomor 1 Tahun Sebagai persyaratan kepemilikan saham dalam PT dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 48 Dalam hal persyaratan kepemilikan saham telah ditetapkan dan tidak dipenuhi, maka pihak yang memperoleh kepemilikan tersebut tidak dapat menjalankan haknya selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan UU PT dan/atau anggaran dasar. 49 Pemilik saham diberikan hak untuk : 50 a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS; b. Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi; c. Menjalankan hak lainnya berdasarkan UU PT. Hak yang disebut diatas berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atasnama pemiliknya. 51 Kemudian, hak-hak tersebut tidak berlaku bagi klasifikasi saham tertentu sebagaimana ditetapkan dalam UU PT. 52 Setiap saham memberikan hak kepada pemiliknya yang tidak dapat dibagi-bagi. 53 Para pemegang saham tidak diperbolehkan membagi hak atas 1 (satu) saham sesuai dengan keinginannya. Dalam hal satu saham dimiliki oleh 48 Op.Cit. penjelasan Pasal 48 ayat (2). 49 Ibid. penjelasan Pasal 48 ayat (3). 50 Ibid. Pasal 52 ayat (1). 51 Ibid. Pasal 52 ayat (2). 52 Ibid. Pasal 52 ayat (3). 53 Ibid. Pasal 52 ayat (4).

8 32 lebih dari 1 (satu) orang, maka hak yang timbul karenanya digunakan dengan cara menunjuk salah 1 (satu) orang sebagai wakil. 54 UU PT memberikan peluang pada PT untuk mengeluarkan saham dalam beberapa klasifikasi saham. Apabila PT menerbitkan saham dengan klasifikasi tertentu, maka klasifikasi beserta jumlah klasifikasi saham dan jumlah saham untuk setiap klasifikasi harus disebutkan didalam anggaran dasar PT. 55 Pada dasarnya anggaran dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih. Manakala terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, maka anggaran dasar menetapkan salah 1 (satu) diantaranya sebagai saham biasa. 56 Saham berdasarkan pemegang saham dibedakan menjadi 2 yaitu : 1. Saham Biasa (common stocks) Saham biasa adalah saham yang mempunyai hak suara untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan dengan pengurusan PT, mempunyai hak untuk menerima deviden yang dibagikan, dan menerima hasil kekayaan hasil likuidasi. 57 Hak suara yang dimiliki oleh pemegang saham biasa dapat juga dimiliki oleh pemegang saham dengan klasifikasi lain. 58 Pemegang saham biasa tidak mempunyai hak yang lebih tertentu dari pemegang saham dengan klasifikasi lainnya. 2. Saham yang memiliki keistimewaan (preference shares) Saham istimewa merupakan saham yang memiliki keistimewaan 54 Ibid. Pasal 52 ayat (5). 55 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas : Doktrin, Peraturan Perundang Undangan, dan Yurisprudensi, Total Media, Yogyakarta, 2009, hlm Op.Cit. Pasal 53 ayat (3). 57 Ibid. penjelasan Pasal 53 ayat (3). 58 Ibid. Pasal 53 ayat (3).

9 33 daripada saham biasa. Keistimewaan dalam hal pembagian deviden, yang dalam hal ini juga berkaitan dengan pencalonan anggota direksi dan komisaris, serta pembagian sisa kekayaan PT setelah PT dibubarkan dan dilikuidasi. Saham istimewa dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu : a. Saham preferen, yaitu saham yang memberikan hak kepada pemiliknya dalam hal pembagian deviden. 59 b. Saham preferen kumulatif, yaitu saham yang memberikan hak lebih kepada pemiliknya dari pemilik saham preferen utama. Pemegang saham preferen kumulatif mempunyai hak lebih, misalnya dalam 1 (satu) tahun buku PT tidak memperoleh keuntungan sehingga tidak dilakukan pembagian deviden, maka hak pemegang saham preferen kumulatif masih dapat diperhitungkan dalam pembagian deviden tahun berikutnya. 60 c. Saham prioritas, yaitu saham yang memberikan hak khusus kepada pemiliknya dalam RUPS seperti hak untuk mengusulkan nama calon anggota direksi dan anggota dewan komisaris. Hak pemegang saham prioritas ini merupakan hak yang termasuk dalam klausul oligarchie. Yang dimaksud sebagai klausul oligarchie adalah klausul didalam anggaran dasar PT dimana pemegang saham tertentu memiliki hak-hak istimewa yang tidak dimiliki pemegang saham yang lain. Pemilihan dan penunjukan direksi dan dewan komisaris PT terikat pada 59 Rudhi Prasetya, Teori & Praktek Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm Ibid.

10 34 pencalonan yang dikemukakan oleh pemegang saham yang memiliki hak istimewa tersebut. Klausul tersebut tidak selalu ada didalam anggaran dasar PT, tetapi dapat dicantumkan dalam anggaran dasar PT jika dikehendaki. 61 Pemegang saham juga diberi hak untuk mengalihkan hak milik atas sahamnya yang diatur dalam anggaran dasar PT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 62 Pengalihan hak atas saham dapat terjadi dengan berbagai macam cara yang memungkinkan terjadinya peralihan hak milik atas benda lainnya. Pada umumnya peralihan hak milik dapat terjadi karena perjanjian (jual-beli, tukar menukar, atau hibah), karena Undang- Undang (misalnya pewarisan), dan karena putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap (misalkan proses lelang). Manakala pengalihan hak atas saham melalui perjanjian jual-beli, menurut Yahya Harahap dalam bukunya mengatakan bahwa pemindahan hak atas saham melalui jual beli tunduk kepada ketentuan Pasal 1457 KUHPer. 63 Dalam pengalihan hak atas saham harus melalui mekanisme sebagai berikut : 64 a. Dilakukan dengan Akta Pemindahan Hak, artinya yang dimaksud dengan akta adalah akta yang dibuat di hadapan Notaris atau Akta di bawah tangan; 61 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, jilid II, Djambatan, Jakarta, 1982, hlm Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, No. 40 Tahun Pasal Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm Op.Cit. Pasal 56 ayat (1), (2), (3).

11 35 b. Akta pemindahan hak tersebut atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada PT; c. Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri Hukum dan HAM untuk dicatat dalam daftar PT paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak. Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu : 65 a. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya; b. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ PT; dan/atau c. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan sebagaimana disebutkan diatas tidak berlaku dalam hal pemindahan hak atas saham disebabkan peralihan hak karena hukum, yang dimaksud peralihan hak karena hukum adalah peralihan hak karena pewarisan atau peralihan hak akibat penggabungan, peleburan, atau pemisahan PT. 66 Manakala dalam anggaran dasar mensyaratkan pemegang saham yang menjual sahamnya menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang 65 Ibid. Pasal 57 ayat (1). 66 Ibid. penjelasan Pasal 57 ayat (2).

12 36 saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga Sumber Pendapatan Dalam mempertahankan hidup, manusia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Warga Negara Indonesia untuk memperoleh pekerjaan dan haknya untuk mendapatkan imbalan berupa gaji telah dijamin oleh konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (2) UUD NRI Dimana setiap pekerjaan yang ada berbeda-beda penghasilan yang diterima Sumber Pendapatan Yang Sah Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya haruslah bekerja. Dimana orang dapat bekerja dengan berusaha sendiri (wirausaha) ataukah bekerja pada instansi pemerintah. Sumber pendapatan yang sah adalah pendapatan yang didapat bukan dengan cara yang melaanggar peraturan perundangundangan dan tidak melanggar nilai-nilai kepatutan Sumber Pendapatan Yang Tidak Sah Sumber pendapatan yang tidak sah adalah pendapatan yang didapat dengan cara yang melanggar peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai kepatutan. Sebagai contoh Seorang Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya disebut pegawai PNS) Provinsi Jawa Timur yang 67 Ibid. Pasal 58 ayat (1).

13 37 bekerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Biro Pemerintahan (selanjutnya disebut SKPD) dengan pangkat dan golongan IV/b dan masa kerja 32 tahun dengan menduduki jabatan sebagai kepala biro pemerintahan mendapatkan gaji pokok setiap bulannya sebesar Rp ,00, sebagaimana telah diatur dalam Lampiran Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2014 Tentang Perubahan Keenam Belas Atas Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Tidak hanya sekedar gaji pokok yang diterima setiap bulannya tetapi ditambah tunjangan-tunjangan yang lain seperti tunjangan anak, tunjangan istri, tunjangan beras, tunjangan jabatan, uang makan, uang lembur, perjalanan dinas, dan honorarium yang manakala ditotal setiap bulannya pegawai tersebut menerima gaji kurang lebih sebesar Rp ,00. Dalam bidang tersebut terdapat beberapa tugas yang harus dikerjakan oleh pegawai yang menduduki jabatan tersebut yaitu melaksanakan pemantauan sebelum dan pada waktu proses pemilihan umum kepala daerah Kabupaten/Kota yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten/Kota, dan setelah terpilihnya kepala daerah Kabupaten/Kota, pegawai tersebut berkewajiban untuk mengusulkan Surat Keputusan (selanjutnya disebut SK) kepada Kementerian Dalam Negeri (selanjutnya disebut Kemendagri) atas kepala daerah Kabupaten/Kota yang terpilih, setelah SK dari Kemendagri tersebut sudah selesai, maka pegawai tersebut

14 38 berkewajiban untuk mempersiapkan proses pelantikan kepala daerah Kabupaten/Kota terpilih oleh Gubernur. Selain itu pegawai yang menduduki jabatan tersebut juga mempunyai tugas lain yaitu mengusulkan Surat Keputusan Pergantian Antar Waktu (selanjutnya disebut SK PAW) untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut DPRD) Kabupaten/Kota kepada Kemendagri. Dikatakan pendapatan yang didapat tersebut tidak sah manakala PNS tersebut diatas dalam melakukan tugasnya dalam hal mengusulkan SK kepala daerah Kabupaten/Kota terpilih, pegawai PNS tersebut meminta sejumlah uang atau menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) Kewenangan Dalam Memeriksa Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang Sebelum dan Dalam Proses Penyelidikan Di dalam TPPU terdapat sebuah badan yang didirikan pada tanggal 17 April 2002 bersamaan dengan disahkannya UU TPPU, badan tersebut dinamakan sebagai Badan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi 68 Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, No. 20 Tahun Pasal 11.

15 39 Keuangan (selanjutnya disebut PPATK). PPATK ini didirikan dengan maksud sebagai upaya Indonesia untuk ikut serta bersama dengan negara-negara lain memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisir seperti terorisme dan pencucian uang. Pencucian uang adalah modus tindak pidana baru dibanyak Negara termasuk Indonesia sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional. Negara-negara di dunia dan Organisasi Internasional menaruh perhatian khusus terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, karena memiliki dampak negatif yang sangat besar bagi perekonomian suatu Negara. PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. 69 PPATK berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetapi manakala diperlukan badan PPATK dapat dibentuk suatu perwakilan di daerah Provinsi, Kabupaten/Kota. PPATK bertanggungjawab kepada Presiden Republik Indonesia, dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, PPATK bersifat independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh dari kekuasaan atau lembaga Negara manapun. Susunan organisasi PPATK terdiri atas kepala, wakil kepala, jabatan struktural lain, dan jabatan fungsional Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, No. 15 Tahun Pasal 1 angka Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, No. 8 Tahun Pasal 48.

16 40 PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas TPPU. 71 PPATK dalam melaksanakan tugasnya mempunyai 4 fungsi yaitu : 72 a. Pencegahan dan pemberantasan TPPU; b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; c. Pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi TPPU dan/atau tindak pidana lain. Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan TPPU, PPATK berwenang : 73 a. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu; b. Menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan; c. Mengkoordinasikan upaya pencegahan TPPU dengan instansi terkait; d. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan TPPU;dan e. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan 71 Ibid. Pasal Ibid. Pasal Ibid. Pasal 41.

17 41 forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU; Dalam melaksanakan fungsi pengelolaan data dan informasi, PPATK berwenang menyelenggarakan sistem informasi. 74 Dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor, PPATK berwenang: 75 a. Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi Pihak Pelapor; b. Menetapkan kategori Pengguna Jasa yang berpotensi melakukan TPPU; c. Melakukan audit kepatuhan atau audit khusus; d. Menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Pihak Pelapor; e. Memberikan peringatan kepada Pihak Pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan; f. Merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha Pihak Pelapor; dan g. Menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali Pengguna Jasa bagi Pihak Pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur. 74 Ibid. Pasal Ibid. Pasal 43.

18 42 Selain itu PPATK dalam melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi mempunyai kewenangan yaitu : 76 a. Meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak Pelapor; b. Meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait; c. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan pengembangan hasil analisis PPATK; d. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan permintaan dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri; e. Meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di dalam maupun di luar negeri; f. Menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan TPPU; g. Meminta keterangan kepada Pihak Pelapor dan pihak lain yang terkait dengan dugaan TPPU; h. Merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; i. Meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian Transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana; j. Meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan 76 Ibid. Pasal 44.

19 43 yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan TPPU; k. Mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan l. Meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik. Selain kewenangan PPATK yang telah diuraikan diatas, terdapat perluasan terhadap kewenangan PPATK yaitu dengan ditambahkannya kewenangan PPATK untuk melakukan penghentian sementara transaksi keuangan yang dianggap mencurigakan selama 5 hari dan dapat diperpanjang selama 15 hari. 77 Dalam hal ditemukan adanya indikasi TPPU atau tindak pidana lain, maka PPATK menyerahkan hasil pemeriksaan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan. 78 PPATK dalam melakukan kewenangannya tidak ada peraturan perundangundangan dan kode etik yang mengatur mengenai kerahasiaan Proses Penyelidikan dan Penyidikan Di dalam negara Indonesia terdapat beberapa badan penyidikan yang berkaitan dengan TPPU, penyidikan TPPU dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud sebagai penyidik tindak pidana asal adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, antara lain Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi 77 Ibid. Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 66 ayat (1) dan (2). 78 Ibid. Pasal 64 ayat (2). 79 Ibid. Pasal 45.

20 44 (selanjutnya disebut KPK), Badan Narkotika Nasional (selanjutnya disebut BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak (selanjutnya disebut Dirjen Pajak) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (selanjutnya disebut Dirjen Bea dan Cukai) Kementerian Keuangan Republik Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 74 beserta penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut UU PPTPPU). Dalam hal TPPU berkaitan dengan tindak pidana asal, maka diberlakukan penggabungan proses penyelidikan dan penyidikan, dimana penyelidik tindak pidana asal diberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang. Setelah proses penyidikan dinyatakan selesai dan telah mempunyai cukup bukti, penyidik diminta untuk menyerahkan berkas kepada Penuntut Umum yaitu Jaksa untuk dilakukan penuntutan sebagaimana mengacu pada KUHAP Proses Penuntutan Dalam proses penuntutan terhadap perkara TPPU yang berwenang adalah Jaksa. Legal standing Jaksa untuk melakukan penuntutan terhadap TPPU telah diatur sebelumnya pada Pasal 30 UU TPPU dan yang telah diganti dengan UU PPTPPU, dimana dinyatakan bahwa penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini,

21 45 dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. Pengaturan tersebut diatas sampai dengan disahkannya UU PPTPPU tidak dirubah, sehingga dapat ditafsirkan pengaturan tersebut sebagai legal standing bagi Jaksa untuk melakukan penuntutan terhadap TPPU dan tidak ada badan atau lembaga lain yang berwenang untuk melakukan penuntutan terhadap TPPU. Penuntut umum dalam hal ini Jaksa wajib menyerahkan berkas tindak pidana pencucian uang kepada pengadilan negeri kepada pengadilan negeri paling lama 30 hari kerja sejak tanggal diterimanya berkas perkara yang telah dinyatakan lengkap. 80 Setelah berkas tersebut diserahkan oleh penuntut umum kepada pengadilan negeri, ketua pengadilan negeri wajib membentuk majelis hakim paling lama 3 hari kerja sejak diterimanya berkas tersebut Proses Pemeriksaan di Pengadilan Dalam pemeriksaan di Pengadilan Negeri terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaan bukan merupakan hasil dari tindak pidana, dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup. 82 Apabila terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut, tetapi terdakwa tidak hadir pada sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara dapat 80 Ibid.Pasal 76 ayat (1). 81 Ibid.Pasal 76 ayat (2). 82 Ibid.Pasal 78 ayat (2).

22 46 diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa. 83 Manakala terdakwa hadir pada sidang berikutnya sebelum putusan dijatuhkan, terdakwa wajib diperiksa dan segala keterangan saksi dan surat yang telah dibacakan dalam sidang sebelumnya dianggap diucapkan dalam sidang tersebut. 84 Putusan yang diucapkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor pemerintah daerah, atau diberitahukan kepada kuasanya, dan apabila terdakwa keberatan atas putusan tersebut, terdakwa dapat mengajukan banding paling lama 7 (tujuh) hari sejak putusan diucapkan. 85 Apabila sebelum putusan diucapkan terdakwa meninggal dunia dan terdapat bukti yang cukup bahwa terdakwa telah melakukan TPPU, hakim atas dasar tuntutan penuntut umum memutuskan perampasan harta kekayaan yang telah disita, bentuk putusan hakim tersebut berupa penetapan, penetapan tersebut tidak dapat dimohonkan upaya hukum, dan apabila ada pihak ketiga yang berkepentingan atas penetapan hakim tersebut dapat mengajukan keberatan pada pengadilan yang telah menjatuhkan penetapan tersebut dalam waktu 30 hari sejak tanggal penetapan tersebut diumumkan Akibat Hukum Setoran Modal Perseroan Terbatas Setelah Terbukti Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang Setoran modal yang dimasukkan dalam PT yang telah terbukti hasil dari 83 Ibid.Pasal 79 ayat (1). 84 Ibid.Pasal 79 ayat (2). 85 Ibid.Pasal 79 ayat (3) dan Pasal 80 ayat (2). 86 Ibid.Pasal 79 ayat (4),(5), dan (6).

23 47 TPPU dan telah diputus oleh pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka setoran modal tersebut dinyatakan tidak sah dan terhadap setoran modal tersebut harus dikeluarkan dari PT dan pemegang saham yang terbukti sebagai pelaku TPPU tersebut harus dicoret dari daftar pemegang saham PT. Manakala TPPU tersebut dilakukan dengan maksud memberi manfaat bagi PT, maka dapat dikenakan pidana denda paling banyak Rp ,00 (seratus miliar rupiah) dan juga dapat dikenakan pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim, pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha korporasi, pencabutan izin usaha, pembubaran dan/atau pelarangan korporasi, perampasan aset korporasi untuk negara, dan/atau pengambilalihan korporasi oleh Negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU PPTPPU. Apabila didalam pembuktian PT tidak menerima keuntungan dari hasil TPPU tersebut, maka PT tidak dapat dikenakan pidana sebagaimana disebut diatas, dan yang bertanggungjawab hanya terbatas pada pelaku TPPU. Seandainya PT dengan putusan pengadilan diputus untuk dikenakan pidana denda dan pidana tambahan sebagaimana disebutkan diatas, apabila pemegang saham yang lain merasa keberatan atas putusan tersebut, pemegang saham yang lain dapat mengajukan keberatan atas putusan pengadilan tersebut.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191]

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191] UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191] BAB II TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Pasal 3 (1) Setiap orang yang dengan sengaja: a. menempatkan Harta Kekayaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.50, 2013 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5406) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1 Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1.1 Pemeriksaan oleh PPATK Pemeriksaan adalah proses identifikasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dinyatakan setiap orang berhak untuk bekerja serta

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dinyatakan setiap orang berhak untuk bekerja serta 11 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Di era pertumbuhan ekonomi yang pesat ini, sebagai masyarakat yang konsumtif harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dimana hak kita sebagai Warga Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164]

UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164] UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164] BAB II TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Pasal 3 Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4.1 Kewenangan KPK Segala kewenangan yang

Lebih terperinci

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) Jawablah pertanyaan dibawah ini!

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) Jawablah pertanyaan dibawah ini! Nama : Muhammad Nur Jamaluddin NPM : 151000126 Kelas : O Mata Kuliah : Money Laundering Crime Dosen : Maman Budiman, S.H.,M.H. Jawablah pertanyaan dibawah ini! 1. Apa yang dimaksud dengan pencucian uang?

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah yang besar

Lebih terperinci

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa kejahatan yang menghasilkan harta

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 108, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK I. KETENTUAN UMUM II. 1. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kejahatan yang menghasilkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, I.

Lebih terperinci

Perpustakaan LAFAI

Perpustakaan LAFAI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, I.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diratifikasi

Lebih terperinci

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK Copyright (C) 2000 BPHN PP 28/1999, MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK *36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.50, 2013 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5406) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PEMBUATAN AKTA-AKTA TERKAIT DENGAN PERSEROAN TERBATAS YANG WAJIB DIKETAHUI OLEH NOTARIS Oleh: Alwesius, SH, MKn Notaris-PPAT Surabaya, Shangrila Hotel, 22 April 2017 PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/20172017 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia Modul E-Learning 1 PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENDANAAN TERORISME Bagian Keempat. Pengaturan Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang di Indonesia Tujuan Modul bagian keempat yaitu Pengaturan

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.05/2016 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.5, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penilai Internal. Ditjen Kekayaan Negara. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 /PMK.06/2014 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UU 28-2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA http://welcome.to/rgs_mitra ; rgs@cbn. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjut

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjut No.927, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Audit. Kepatuhan. Khusus. Tata Cara. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5 Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5.1 Kewenangan Penyidikan oleh BNN Dalam melaksanakan

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN 34 BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN A. Rapat Umum Pemegang Saham Dalam setiap Perseroan Terbatas mempunyai alat yang disebut dengan organ perseroan yang bertugas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 ten

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 ten BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.637, 2016 KEMENKEU. Ditjen KN. Penilai Pemerintah. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/PMK.06/2016 TENTANG PENILAI PEMERINTAH DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.806, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Informasi. Permintaan. Tata Cara. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-08/1.02/PPATK/05/2013

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PT MANDOM INDONESIA Tbk. Nama dan Tempat Kedudukan Pasal 1. Jangka Waktu berdirinya Perseroan Pasal 2

ANGGARAN DASAR PT MANDOM INDONESIA Tbk. Nama dan Tempat Kedudukan Pasal 1. Jangka Waktu berdirinya Perseroan Pasal 2 ANGGARAN DASAR PT MANDOM INDONESIA Tbk Nama dan Tempat Kedudukan Pasal 1 1. Perseroan Terbatas ini diberi nama: PT Mandom Indonesia Tbk (selanjutnya disebut Perseroan ), berkedudukan dan berkantor pusat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T No. 339, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pencucian Uang. Asal Narkotika. Prekursor Narkotika. Penyelidikan. Penyidikan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELIDIKAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP- 179/BL/2008 TENTANG POKOK-POKOK

Lebih terperinci