PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA"

Transkripsi

1 PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perencanaan Beberapa Jalur Interpretasi Alam di Taman Nasional Gunung Merbabu dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2008 Tri Satyatama NRP E

3 ABSTRAK TRI SATYATAMA. Perencanaan Beberapa Jalur Interpretasi Alam di Taman Nasional Gunung Merbabu dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dibimbing oleh E.K.S. HARINI MUNTASIB dan LILIK BUDI PRASETYO. Taman Nasional Gunung Merbabu merupakan salah satu dari beberapa taman nasional baru di Indonesia yang dibentuk pada tahun Kegiatan ekowisata di kawasan ini belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal oleh pengelola sebelumnya, yaitu Perum Perhutani, meskipun kawasan ini mempunyai peluang untuk dikembangkan menjadi lokasi interpretasi alam. Dengan perubahan status menjadi taman nasional, maka peluang pengembangan ekowisata menjadi lebih besar mengingat pengelolaan yang lebih intensif oleh sebuah Unit Pelaksana Teknis dan pengembangan ekowisata telah disebutkan dalam Rencana Pengelolaan sebagai salah satu kegiatan Balai Taman Nasional Gunung Merbabu. Sebagai bagian dari ekowisata, interpretasi alam merupakan media untuk menjembatani pengunjung suatu kawasan dengan sumber daya alam yang ada pada kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuan menyusun perencanaan beberapa jalur interpretasi alam di kawasan TNGMB berdasarkan potensi sumber daya yang ada dan demand penggunanya, dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis. Pemilihan jalur interpretasi alam dengan berdasarkan kriteria potensi sumber daya alam dan kebutuhan (demand) pengguna dilakukan dengan menggunakan sarana Query Builder yang tersedia di dalam ArcView GIS 3.3. Berdasarkan sintesis antara potensi jalur dan kebutuhan (demand) pengguna, terdapat 8 jalur yang memenuhi kriteria, yaitu jalur Selo - puncak, Tekelan - puncak, Selo II dan III, Tekelan IV, TWA - Krinjingan, TWA - Watu Tadah dan TWA - Dufan.

4 ABSTRACT TRI SATYATAMA. Various Nature Interpretation Tracks Planning in Mount Merbabu National Park Central Java Using Geographic Information System. Under directions of E.K.S. HARINI MUNTASIB and LILIK BUDI PRASETYO. Mount Merbabu National Park is one among several new national parks in Indonesia which was established in Ecotourism activities in this area have not been properly developed by Perum Perhutani, as the past management authority, although the area is very potential to be developed as an ecotourism site for activities such as nature interpretation, apart from camping and hiking which are already carried out. With the change of the area status into a national park, the opportunity of ecotourism development is increased as the area is presently managed by a focused management authority, The Mount Merbabu National Park Office. As a part of ecotourism, nature interpretation is a mean to relate visitors to natural resources, which is an urgent need for Mount Merbabu National Park. The objective of this research is to develop an interpretation plan of vaious tracks in the Park, based on the tracks resources and users demands. The selection of user-oriented nature interpretation tracks done by using the Query Builder tool available in ArcView GIS 3.3. The synthesis of tracks resources and users demand resulted in 8 criteriafulfilling tracks, e.g. Selo - summit, Tekelan - summit, Selo II, Selo III, Tekelan IV, TWA - Krinjingan Waterfall, TWA - Watu Tadah Waterfall dan TWA - Dufan. The planning of these selected tracks includes mapping and interpretation scenarios. Keywords : nature interpretation, Mount Merbabu National Park, GIS

5 c Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB. PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM

6 DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas Judul Penelitian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 : Perencanaan Beberapa Jalur Interpretasi Alam

7 di Taman Nasional Gunung Merbabu Jawa Tengah dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis Nama : Tri Satyatama NIM : E Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi : Konservasi Keanekaragaman Hayati Disetujui : Komisi Pembimbing Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, M.S. Ketua Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. Anggota Diketahui : Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. NIP NIP Tanggal Ujian : 19 Desember 2007 Tanggal Lulus : PRAKATA

8 Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat hidayah, karunia dan petunjuk-nya maka tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih adalah perencanaan wisata alam, dengan judul Perencanaan Beberapa Jalur Interpretasi Alam di Taman Nasional Gunung Merbabu dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Penelitian dilakukan di Taman Nasional Gunung Merbabu Jawa Tengah mulai bulan Juni hingga Agustus Terima kasih penulis ucapkan kepada Profesor Dr. E.K.S. Harini Muntasib, M.S. dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. selaku komisi pembimbing. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ir. Untung Suprapto selaku Kepala Balai Taman Nasional Gunung Merbabu beserta staf, Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA selaku Ketua Sub Program Studi, dan rekan-rekan Magister Profesi 2006 serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Januari 2008 Tri Satyatama

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Solo Jawa Tengah pada tanggal 8 April 1973 dari ayah Pararto S.D. (alm.) dan ibu Erlijani Siregar (almh.). Penulis merupakan putra ke-tiga dari tiga bersaudara. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Solo jurusan Biologi. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, mengambil jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan dan lulus pada tahun Penulis bekerja pada Departemen Kehutanan dan ditempatkan di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah sejak tahun 2000 hingga sekarang.

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Kerangka Pemikiran Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Interpretasi Alam Perencanaan Interpretasi Taman Nasional Sistem Informasi Geografis III. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Jenis Data yang Dikumpulkan Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data IV. KEADAAN UMUM LOKASI Sejarah Kawasan TN Gunung Merbabu Letak dan Luas TN Gunung Merbabu Aksesibilitas Keadaan Fisik dan Biologi Iklim Hidrologi Topografi Geologi dan Tanah Tata Guna Lahan Sarana dan Prasarana Wisata x

11 Halaman V. HASIL DAN PEMBAHASAN Jalur Verifikasi Sarana dan Prasarana Interpretasi Alam Aksesibilitas Jalur Karakteristik dan Demand Pengguna (Pendaki) TN Gunung Merbabu Karakteristik dan Demand Pengguna (Pengunjung) TN Gunung Merbabu Aspek Sosial Budaya Kebijakan Balai TN Gunung Merbabu Analisis Potensi Flora dan Fauna Analisis Pengembangan Interpretasi Alam Sintesis Perencanaan Jalur Interpretasi Alam VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xi

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Target responden dan informasi yang ingin didapatkan Tabel 2 Pengelompokan umur responden pendaki gunung Tabel 3 Pengelompokan umur responden pengunjung Tabel 4 Data yang diperlukan dan metode pengambilannya Tabel 5 Daftar wilayah administrasi yang berbatasan langsung dengan TN Gunung Merbabu Tabel 6 Daftar jalur pendakian dan non pendakian dilakukannya verifikasi Tabel 7 Rute jalur pendakian Selo Tabel 8 Data rekaman GPS Receiver jalur pendakian Selo Tabel 9 Rute jalur pendakian Tekelan - Puncak Tabel 10 Data rekaman GPS Receiver jalur pendakian Tekelan - Puncak Tabel 11 Rute jalur Selo - Mata Air Tabel 12 Data rekaman GPS Receiver jalur Selo - Mata Air Tabel 13 Rute jalur Tekelan - Watu Tadah Tabel 14 Data rekaman GPS Receiver jalur Tekelan - Watu Tadah Tabel 15 Rute jalur TWA Tuk Songo - Tekelan Tabel 16 Data rekaman GPS Receiver jalur TWA Tuk Songo - Tekelan Tabel 17 Rute jalur Tekelan - Krinjingan Tabel 18 Data rekaman GPS Receiver jalur Tekelan - Krinjingan Tabel 19 Rute jalur Tekelan - Dufan Tabel 20 Data rekaman GPS Receiver jalur Tekelan - Dufan Tabel 21 Rute jalur Selo - Jurang Warung Tabel 22 Data rekaman GPS Receiver Jalur Selo - Jurang Warung Tabel 23 Data spasial obyek lainnya Tabel 24 Karakteristik responden pendaki Tabel 25 Skoring terhadap nilai-nilai faktor yang mempengaruhi responden dalam memilih jalur pendakian Tabel 26 Matriks hasil kuesioner pendaki Tabel 27 Karakteristik responden pengunjung Tabel 28 Matriks hasil kuesioner pengunjung Tabel 29 Jumlah jenis flora fauna hasil verfikasi pada setiap jalur Tabel 30 Skoring potensi jalur pendakian dan non pendakian xii

13 Halaman Tabel 31 Modifikasi dan penggabungan jalur Tabel 32 Alternatif jalur interpretasi alam Tabel 33 Karakteristik jalur sesuai keinginan (demand) pengguna Tabel 34 Preferensi pengguna TNGMB terhadap Interpretasi Alam Tabel 35 Jalur Interpretasi Alam berdasarkan kriteria preferensi pengguna Tabel 36 Jalur terpilih berdasarkan preferensi penggunanya Tabel 37 Jalur tidak terpilih Tabel 38 Rencana jalur Interpretasi Alam di TN Gunung Merbabu Tabel 39 Rencana kegiatan Interpretasi Alam di TN Gunung Merbabu Tabel 40 Klasifikasi jalur Interpretasi Alam berdasarkan kelompok umur pengguna xiii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Kerangka pemikiran perencanaan Interpretasi Alam di TNGMB dengan menggunakan SIG... 6 Gambar 2 Bagan alir tahapan perencanaan interpretasi menurut Sharpe (1982) 17 Gambar 3 Bagan alir proses penelitian Perencanaan Beberapa Jalur Interpretasi Alam di TNGMB dengan menggunakan SIG Gambar 4 Peta lokasi penelitian Gambar 5 Peta jalur dilakukannya kegiatan verifikasi Gambar 6 Profil jalur pendakian Selo - Puncak Gambar 7 Profil jalur pendakian Tekelan - Puncak Gambar 8 Profil jalur non pendakian Selo - Mata Air Gambar 9 Profil jalur non pendakian Tekelan - Watu Tadah Gambar 10 Profil jalur non pendakian TWA Tuk Songo - Tekelan Gambar 11 Profil jalur non pendakian Tekelan - Krinjingan Gambar 12 Profil jalur non pendakian Tekelan - Dufan Gambar 13 Profil jalur non pendakian Selo - Jurang Warung Gambar 14 Overlay jalur verifikasi pada kelas lereng TNGMB Gambar 15 Overlay jalur verifikasi terhadap ketinggian kawasan TNGMB Gambar 16 Jalur yang pernah dilewati Gambar 17 Sumber informasi jalur pendakian Gambar 18 Modus pendakian Gambar 19 Tujuan pendakian Gambar 20 Faktor yang paling mempengaruhi dalam memilih jalur pendakian Gambar 21 Alasan utama memilih jalur yang sering dilalui Gambar 22 Jalur yang paling disukai Gambar 23 Tingkat kemiringan jalur yang disukai Gambar 24 Pola beristirahat dalam pendakian Gambar 25 Preferensi tempat beristirahat dalam pendakian Gambar 26 Kondisi responden ketika melakukan pendakian Gambar 27 Obyek daya tarik jalur pendakian Gambar 28 Pengetahuan responden pendaki mengenai Interpretasi Alam Gambar 29 Preferensi terhadap dasar kegiatan interpretasi alam Gambar 30 Preferensi durasi jalur Interpretasi Alam xiv

15 Halaman Gambar 31 Preferensi kemiringan/slope jalur Interpretasi Alam Gambar 32 Preferensi posisi jalur Interpretasi Alam Gambar 33 Modus kunjungan Gambar 34 Tujuan kunjungan Gambar 35 Obyek daya tarik tempat wisata Gambar 36 Kegiatan yang dilakukan di tempat wisata Gambar 37 Bagian yang disukai dari tempat wisata Gambar 38 Tingkat penghasilan responden pengunjung Gambar 39 Pengetahuan responden pengunjung mengenai Interpretasi Alam Gambar 40 Preferensi terhadap dasar kegiatan Interpretasi Alam Gambar 41 Preferensi durasi jalur Interpretasi Alam Gambar 42 Preferensi kemiringan/slope jalur Interpretasi Alam Gambar 43 Preferensi posisi jalur Interpretasi Alam Gambar 44 Overlay jalur verifikasi pada zonasi TNGMB Gambar 45 Overlay jalur verifikasi terhadap tipe vegetasi kawasan TNGMB Gambar 46 Hasil dijitasi manual Gambar 47 Pengisian atribut masing-masing jalur alternatif Gambar 48 Pemililihan jalur Interpretasi Alam dengan Query Builder Gambar 49 Pengubahan Vertex hasil dijitasi manual ke dalam bentuk Shapefile Gambar 50 Peta obyek interpretasi alam pada jalur pendakian Tekelan-Puncak Gambar 51 Peta obyek interpretasi alam pada jalur non pendakian di Wilayah Seksi Pengelolaan I TN Gunung Merbabu Gambar 52 Peta obyek interpretasi alam pada jalur pendakian Selo - Puncak Gambar 53 Peta obyek interpretasi alam pada jalur Selo II dan Selo III Gambar 54 Peta pengelompokan jalur Interpretasi Alam berdasarkan Kelompok Umur peserta xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner untuk pengunjung Lampiran 2 Kuesioner untuk pendaki Lampiran 3 Kuesioner untuk pengelola TNGMB Lampiran 4 Foto-foto Lampiran 5 Tallysheet verifikasi flora dan fauna jalur Selo - Mata Air Lampiran 6 Tallysheet verifikasi flora dan fauna jalur Selo - Puncak Lampiran 7 Tallysheet verifikasi flora dan fauna jalur Tekelan - Puncak Lampiran 8 Tallysheet verifikasi flora dan fauna jalur Tekelan - Watu Tadah Lampiran 9 Tallysheet verifikasi flora dan fauna jalur Tekelan - Krinjingan Lampiran 10 Tallysheet verifikasi flora dan fauna jalur Tekelan - Dufan Lampiran 11 Tallysheet verifikasi flora dan fauna jalur Selo - Jurang Warung Lampiran 12 Data jumlah pendaki dan pengunjung Lampiran 13 Hasil pengamatan flora jalur Selo - Mata Air (Non Pendakian) Lampiran 14 Hasil pengamatan flora jalur Selo - Puncak (Pendakian) Lampiran 15 Hasil pengamatan flora jalur Tekelan - Puncak (Pendakian) Lampiran 16 Hasil pengamatan flora jalur Tekelan- Watu Tadah (Non Pendakian) Lampiran 17 Hasil pengamatan flora jalur Tekelan - TWA Tuk 9 (Non Pendakian) Lampiran 18 Hasil pengamatan flora jalur Tekelan - Krinjingan (Non Pendakian) Lampiran 19 Hasil pengamatan flora jalur Tekelan - Dufan (Non Pendakian) Lampiran 20 Hasil pengamatan flora jalur Selo - Jurang Warung (Non Pendakian) Lampiran 21 Hasil pengamatan satwa jalur Selo - Mata Air (Non Pendakian) Lampiran 22 Hasil pengamatan satwa jalur Selo - Puncak (Pendakian) Lampiran 23 Hasil pengamatan satwa jalur Tekelan - Puncak (Pendakian) Lampiran 24 Hasil pengamatan satwa jalur Tekelan - Watu Tadah (Non Pendakian) Lampiran 25 Hasil pengamatan satwa jalur Tekelan - TWA Tuk 9 (Non Pendakian) Lampiran 26 Hasil pengamatan satwa jalur Tekelan - Krinjingan (Non Pendakian) Lampiran 27 Hasil pengamatan satwa jalur Tekelan - Dufan (Non Pendakian) Lampiran 28 Hasil pengamatan satwa jalur Selo - Jurang Warung (Non Pendakian) Lampiran 29 Perbandingan rekapitulasi hasil inventarisasi flora TN G. Merbabu Lampiran 30 Perbandingan rekapitulasi hasil inventarisasi fauna TN G. Merbabu xvi

17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB) merupakan salah satu dari taman nasional baru di Indonesia, dengan dasar penunjukkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 135/MENHUT-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 dengan luas Ha. Taman Nasional Gunung Merbabu merupakan alih fungsi kawasan hutan lindung di lereng Gunung Merbabu yang semula dikelola oleh Perum Perhutani serta Taman Wisata Alam (TWA) Tuk Songo Kopeng yang termasuk kawasan konservasi lingkup Balai KSDA Jawa Tengah menjadi sebuah taman nasional. Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu meliputi 3 (tiga) wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Magelang (sebelah Barat), Kabupaten Boyolali (sebelah Timur) dan Kabupaten Semarang (sebelah Utara). Dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Gunung Merbabu (BKSDA Jawa Tengah 2006) disebutkan bahwa kawasan taman nasional ini memiliki nilai-nilai penting seperti keanekaragaman hayati, perlindungan fungsi hidro-orologi, potensi pariwisata alam dan religius, serta potensi pemberdayaan masyarakat. Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Dephut 1990), taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Dengan demikian maka kegiatan ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan yang diperbolehkan di dalam kawasan konservasi ini. MacKinnon et al. (1993) menyatakan bahwa kawasan yang dilindungi dapat memberikan kontribusi banyak pada pengembangan wilayah dengan menarik wisatawan ke wilayah pedesaan. Kawasan yang dilindungi memiliki daya tarik yang besar di banyak negara tropika, mendatangkan keuntungan ekonomi yang signifikan bagi negara, dan dengan perencanaan yang benar dapat bermanfaat bagi masyarakat setempat. Rancangan pengelolaan kawasan yang terdapat di dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Gunung Merbabu (BKSDA Jawa Tengah 2006) memuat pemanfaatan kawasan, yang salah satu kegiatannya adalah pengembangan wisata alam. Sebelum menjadi taman nasional, kawasan Hutan Lindung Gunung Merbabu dan sekitarnya telah dimanfaatkan sebagai tempat

18 2 melakukan aktivitas di luar ruang seperti berkemah dan mendaki gunung, khususnya oleh para pecinta alam. Hal ini dapat dilihat dengan adanya bumi perkemahan di TWA Tuk Songo Kopeng dan Wana Wisata Kopeng, serta beberapa jalur pendakian menuju puncak Gunung Merbabu. Namun ekowisata di kawasan ini belum dikelola atau dimanfaatkan secara optimal oleh Perum Perhutani selaku pemangku kawasan sebelumnya. Padahal kawasan tersebut mempunyai peluang untuk dikembangkan menjadi lokasi interpretasi alam. Dengan perubahan status menjadi taman nasional, maka peluang pengembangan ekowisata akan menjadi lebih besar mengingat pengelolaan yang lebih intensif oleh sebuah Unit Pelaksana Teknis dan pengembangan ekowisata telah disebutkan dalam Rencana Pengelolaan sebagai salah satu kegiatan Balai Taman Nasional Gunung Merbabu. Interpretasi alam walaupun di Indonesia belum banyak dikenal, sebenarnya bukan sesuatu hal yang benar-benar baru, terbukti dengan telah diterbitkannya berbagai publikasi mengenai interpretasi sejak tahun 1950-an. Salah satunya adalah Interpreting Our Heritage yang ditulis oleh Freeman Tilden pada tahun 1957, seseorang yang dianggap sebagai Bapak Interpretasi, yang mendefinisikan interpretasi alam sebagai suatu kegiatan pendidikan yang bertujuan menunjukkan arti dan hubungan antara seseorang dengan alam lingkungannya dengan menggunakan benda-benda aslinya, melalui pengalaman langsung di lapangan dan dengan media ilustratif seperti foto, slide, film dan sebagainya. Dalam buku tersebut juga disebutkan bahwa istilah interpretasi muncul karena keluhan pengunjung yang datang ke suatu kawasan. Semua keindahan, keunikan dan kekhasan kawasan tersebut hanya dapat dinikmati oleh sebagian orang saja, itupun kalau bertemu dengan orang-orang yang mengerti tentang flora, fauna, sejarah, tanah dan sebagainya. Akhirnya terjadi suatu kesepakatan bahwa pengunjung yang datang ke suatu kawasan memerlukan suatu pelayanan yang dapat mengungkapkan keindahan dan kekhasan kawasan tersebut, sehingga dapat mendatangkan suatu inspirasi sekaligus memenuhi keinginan pengunjung untuk mengetahui keadaan kawasan tersebut. Interpretasi bukan hanya bertujuan untuk menjelaskan tentang alam saja namun juga untuk menjelaskan pengertian dan apresiasi terhadap lingkungan dengan cara menyampaikan nilai-nilai sumber daya alam serta nilai sejarah dan budayanya yang penting. Program interpretasi juga berusaha untuk menjelaskan dasar pembentukan lingkungan (Ditjen PHPA 1988).

19 3 Di Indonesia, khususnya di kawasan konservasi lingkup Departemen Kehutanan seperti taman nasional, taman wisata alam dan taman hutan raya, program interpretasi alam masih sangat jarang disediakan oleh pengelola kawasan. Beberapa taman nasional yang telah mempunyai program interpretasi alam antara lain Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Taman Nasional Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Karimunjawa. Kegiatan wisata alam di Taman Nasional Gunung Merbabu umumnya berupa perkemahan dan pendakian gunung, sehingga para penggunanya belum mendapat nilai tambah unsur-unsur wisata minat khusus lainnya, seperti rewarding, enriching dan learning. Interpretasi alam sebagai salah satu kegiatan dalam ekowisata dapat dikembangkan di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu untuk memberikan nilai tambah yang belum didapatkan tersebut. Penyusunan perencanaan interpretasi alam dilaksanakan dengan melakukan identifikasi masalah, inventarisasi, verifikasi, analisis dan sintesis data serta pengambilan keputusan. Penggunaan teknologi informasi, khususnya Sistem Informasi Geografis, dalam perencanaan maupun pengelolaan suatu kawasan konservasi merupakan suatu keharusan pada saat ini. Hal ini dikarenakan dengan Sistem Informasi Geografis dapat dilakukan pemetaan, analisis, pengelolaan atau pengubahan terhadap data kawasan menurut kondisinya yang terkini secara cepat, mudah serta dengan biaya yang relatif rendah. Penggunaan Sistem Informasi Geografis akan sangat membantu pengelola suatu kawasan konservasi dalam merencanakan kebijakan atau keputusan yang akan diambil berkaitan dengan pengelolaan kawasan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian mengenai perencanaan interpretasi alam di Taman Nasional Gunung Merbabu ini dilaksanakan dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis Perumusan Masalah Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Dephut 1990). Hingga saat ini pemanfaatan secara lestari kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu khususnya dalam hal ekowisata baru sebatas perkemahan dan pendakian gunung saja. Kenyataan tersebut merupakan peluang bagi pengelola untuk mengubah persepsi tentang konservasi sekaligus meningkatkan

20 4 kesadaran masyarakat dan memberikan manfaat atau nilai tambah yang lebih besar bagi masyarakat, khususnya para pengunjung dan pendaki Taman Nasional Gunung Merbabu. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memberikan nilai tambah tersebut adalah dengan interpretasi alam. Hal ini sesuai dengan tujuan interpretasi alam yaitu sebagai media komunikasi antara sumber daya alam dan manusia yang berinteraksi dengannya. Dengan interpretasi alam diharapkan para pengunjung maupun pendaki atau siapapun yang berinteraksi dengan Taman Nasional Gunung Merbabu, kesadaran akan pentingnya pelestarian alam dapat ditingkatkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Agar interpretasi alam di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu dapat dilaksanakan secara optimal dengan memberikan manfaat, nilai tambah, kepuasan yang maksimal serta meningkatkan kesadaran bagi para pengunjung, maka diperlukan penelitian yang mendalam terlebih dahulu Kerangka Pemikiran Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB) mempunyai potensi fisik, biologis dan sosial budaya yang menyebar secara spasial di dalamnya. Sebagai implementasi fungsi pemanfaatan kawasan yang tertuang dalam Rencana Pengelolaannya, Taman Nasional Gunung Merbabu perlu melakukan pengembangan lebih lanjut terhadap ekowisata yang sudah berjalan di kawasan tersebut untuk memberikan nilai tambah bagi pengunjung sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengambil kebijakan akan pentingnya pelestarian alam dengan program-program interpretasi alam. Suatu perencanaan, termasuk perencanaan interpretasi alam, perlu mengetahui terlebih dahulu sumber daya (supply) yang dimiliki dan kebutuhan (demand) pasarnya terlebih dahulu. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai interpretasi alam di Taman Nasional Gunung Merbabu yang dapat dilaksanakan secara optimal sesuai kondisi, potensi dan karakteristik kawasan yang merupakan sisi supply serta kebutuhan pengunjung dan pendaki yang merupakan sisi demand, sekaligus dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Penelitian dilakukan dengan tahap : inventarisasi data primer maupun sekunder serta survei karakteristik dan kebutuhan pengunjung, verifikasi data dan posisi spasialnya, analisis, sintesis dengan bantuan Sistem Informasi Geografis dan penyusunan perencanaan interpretasi alam.

21 5 Beberapa data dan survei yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain : kondisi & potensi ekosistem, flora & fauna, jalur pendakian & non pendakian, data spasial kawasan, sarana dan prasarana interpretasi alam, aksesibilitas, karakteristik dan kebutuhan/keinginan pengguna serta potensi sosial budaya di kawasan konservasi ini. Hasil penelitian berupa peta rencana interpretasi alam secara spasial yang dapat digunakan dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu khususnya pengembangan interpretasi alam oleh Balai Taman Nasional Gunung Merbabu. Gambar 1 menunjukkan kerangka pemikiran Perencanaan Beberapa Jalur Interpretasi Alam di Taman Nasional Gunung Merbabu dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menyusun perencanaan beberapa jalur interpretasi alam di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu Propinsi Jawa Tengah, berdasarkan potensi sumber daya alam yang tersedia dan preferensi dari pengguna dengan menggunakan bantuan aplikasi Sistem Informasi Geografis Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini dapat digunakan bagi perencanaan dalam upaya pengembangan ekowisata khususnya interpretasi alam di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu.

22 6 TN GUNUNG MERBABU Potensi Fisik Potensi Biologis Potensi Sosial Budaya SPASIAL - Pemberian nilai tambah bagi pengunjung TNGMB - Peningkatan kesadaran masyarakat dan pengambil kebijakan PENGEMBANGAN INTERPRETASI ALAM PENELITIAN PENGELOLAAN VERIFIKASI DATA ANALISIS DATA INVENTARISASI DATA & SURVEI - Kondisi & potensi ekosistem - Flora dan fauna - Jalur pendakian dan non pendakian - Data spasial kawasan - Sarana & prasarana interpretasi alam - Aksesibilitas - Karakteristik dan demand pengguna - Sosial budaya kawasan TNGMB SINTESA PERENCANAAN INTERPRETASI ALAM PETA SPASIAL RENCANA INTERPRETASI ALAM Gambar 1 Kerangka pemikiran Perencanaan Beberapa Jalur Interpretasi Alam di Taman Nasional Gunung Merbabu dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis

23 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Interpretasi Alam Cara paling langsung bagi masyarakat umum untuk mempelajari kawasan yang dilindungi adalah melihatnya sendiri (MacKinnon et al. 1990). Penting artinya bagi mereka untuk mendapat kesan pertama yang baik. Harus selalu diingat bahwa mendidik bukanlah tujuan akhir, melainkan alat untuk mencapai tujuan akhir. Kawasan konservasi memerlukan dukungan dan penghargaan dari pengunjung, dan pengunjung perlu dibuat senang. Cara untuk menyampaikan hal tersebut pada masyarakat adalah melalu jasa informasi dan interpretasi. Tilden (1975) mendefinisikan interpretasi alam sebagai suatu kegiatan pendidikan yang bertujuan menunjukkan arti dan hubungan antara seseorang dengan alam lingkungannya dengan menggunakan benda-benda aslinya, melalui pengalaman langsung di lapangan dan dengan media ilustratif seperti, foto, slide, film dan sebagainya. Selanjutnya Sharpe (1982) menyatakan interpretasi adalah suatu mata rantai antara pengunjung dan sumber daya alam yang ada. MacKinnon et al. (1990) menyatakan bahwa interpretasi dalam taman nasional berbeda dengan informasi. Interpretasi bukanlah sekedar daftar berisi fakta, melainkan mencoba mengungkapkan konsep, arti dan hubungan keterkaitan gejala alam. Interpretasi berfungsi untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan tujuan dan kebijakan taman serta berusaha mengembangkan perhatian bagi keperluan perlindungan. Interpretasi juga harus mendidik pengunjung untuk menghargai kawasan perlindungan bagi wilayah dan bangsa. Menurut Ditjen PHPA (1988), interpretasi konservasi alam adalah suatu kegiatan bina cinta alam yang khusus ditujukan kepada pengunjung kawasan konservasi alam dan merupakan kombinasi dari enam hal, yaitu pelayanan informasi, pelayanan pemanduan, pendidikan, hiburan dan inspirasi serta promosi. Kegiatan interpretasi itu diselenggarakan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pengunjung dan dengan cara mempertemukan pengunjung dengan obyek-obyek interpretasi, sehingga pengunjung dapat memperoleh pengalaman langsung melalui panca inderanya seperti penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman atau perabaan. Muntasib (2003b) menyimpulkan bahwa interpretasi alam adalah suatu seni dalam memberikan penjelasan tentang suatu kawasan wisata alam kepada pengunjung sehingga dapat memberikan inspirasi, menggugah pemikiran untuk

24 8 mengetahui menyadari, mendidik dan bila mungkin menarik minat pengunjung untuk ikut melakukan konservasi. Kegiatan wisata alam dan ekowisata berkaitan erat dengan pembelajaran dan kesadaran lingkungan. Jika ekowisata dimaksudkan untuk mempromosikan suatu perjalanan yang bertanggung jawab maka penyelenggaraan ekowisata harus mempunyai bekal interpretasi dan pendidikan tentang kawasan yang akan ditawarkan Sejarah Perkembangan Interpretasi di Indonesia Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun maka tinjauan sejarah perkembangan interpretasi dapat dibagi ke dalam 3 periode, yaitu (Muntasib 2003b) : 1. Periode Merupakan periode peletakan dasar interpretasi di Indonesia. Usaha pengembangan interpretasi tidak bisa dilepaskan dari pengalaman dan mengikuti mata kuliah dan merasakan langsung bagi para dosen serta para pengelola taman wisata alam dan taman nasional yang sekolah atau berkesempatan mengikuti kursus di negara-negara barat, terutama di Amerika Serikat. Pada periode tersebut mulai dikenalkan mata kuliah di Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan, Pendidikan Konservasi dan Interpretasi. Juga pada periode ini telah diterbitkan buku Pedoman Interpretasi Taman Nasional oleh Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata (pada tahun 1988). Bahkan dalam struktur organisasi telah terdapat penugasan untuk interpretasi. Pelatihan-pelatihan interpretasi juga mulai diadakan di Pusdiklat Kehutanan. Beberapa taman nasional sudah pula mengembangkan berbagai program interpretasi serta tandatanda interpretasi di lapangan (papan nama, papan interpretasi, media interpretasi dan sebagainya). 2. Periode Periode ini merupakan periode dorman dari interpretasi namun menjelang akhir 2000 dengan makin gencarnya pengembangan ekowisata, serta mulai disadarai oleh para pelaku ekowisata bahwa interpretasi merupakan salah satu kunci keberhasilan ekowisata, walaupun saat itu beberapa taman nasional mulai memiliki kegiatan-kegiatan berkaitan dengan interpretasi. 3. Periode sekarang Pada periode ini perhatian terhadap interpretasi mulai meluas bukan hanya di lingkungan Departemen Kehutanan dan Perguruan-perguruan Tinggi Kehutanan, namun sudah meluas kepada berbagai kegiatan yang berkaitan

25 9 dengan wisata alam dan ekowisata. Apalagi dengan Deklarasi Quebec serta Tahun Ekowisata dan Pegunungan Nasional Tahun 2002 dan rekomendasi dari lokakarya tersebut salah satunya interpretasi sebagai prioritas untuk dikembangkan. Diharapkan pada periode ini mulai diteruskan sosialisasi tentang perlunya interpretasi bagi pengembangan wisata alam dan ekowisata Unsur-unsur Interpretasi Unsur-unsur interpretasi ada tiga (Ditjen PHPA 1988), yaitu : a). Pengunjung Beberapa hal yang berkaitan dengan pengunjung yang perlu dianalisis dan diperhatikan dalam perencanaan dan pelaksanaan interpretasi antara lain : 1). Tempat-tempat yang paling banyak mendapat perhatian pengunjung 2). Asal sebagian besar pengunjung 3). Distribusi musiman pengunjung 4). Persentase jumlah pengunjung yang melewati pintu utama dan pintu lainnya. Informasi yang harus dikumpulkan untuk mengetahui karakteristik pengunjung dalam rangka penyusunan program interpretasi adalah : 1). Proporsi pengunjung nusantara dan mancanegara 2). Ukuran kelompok, distribusi umur dan tingkat pendidikan 3). Distribusi musiman kunjungan, waktu berkunjung, lama tinggal dan frekuensi kunjungan ulang 4). Jenis transportasi, tema dan media yang paling menarik bagi pengunjung. b). Pemandu Wisata Kualitas tenaga pemandu wisata sangat menentukan tingkat keberhasilan dalam interpretasi. Syarat pemandu wisata harus mempunyai kemampuan : 1). Menguasai beberapa ilmu atau ahli dalam bidang ilmu tertentu (flora, fauna, sejarah, geologi atau budaya) yang berkaitan dengan obyek wisata 2). Menguasai pengetahuan di bidang pendidikan dan komunikasi masa serta sekaligus mempraktekkannya 3). Menguasai cara-cara melaksanakan interpretasi secara baik dan benar. c). Obyek Interpretasi Obyek interpretasi adalah segala yang ada di dalam kawasan bersangkutan dan digunakan sebagai obyek dalam menyelenggarakan interpretasi. Terdapat dua macam obyek interpretasi yaitu obyek sumberdaya alam, dan obyek sejarah dan budaya (Ditjen PHPA 1988). Agar program

26 10 interpretasi dapat berlangsung dengan baik, maka pemilihan dan penggunaan serta pemeliharaan obyek interpretasi perlu dilaksanakan. Dalam pemilihan obyek interpretasi harus memperhatikan sifat dan keadaan pengunjung serta sifat sumberdaya alam, sejarah dan budaya yang menjadi obyek interpretasi. Ciri-ciri utama obyek interpretasi yang harus diperhatikan adalah (FAO 1976, diacu dalam Rahmat 1996) : a). Ciri-ciri geologis 1). Strata geologis yang representatif 2). Strata yang menunjukkan asal-usul suatu daerah 3). Tanda-tanda kehidupan prasejarah dan perkembangan evolusi yang berasosiasi dengan geologis 4). Ciri-ciri fisiografis seperti gua, jembatan alam, kawah, air terjun, danau, mata air dan delta sungai. b). Ciri-ciri biologis 1). Flora dan fauna yang khas dan penting 2). Tapak di mana satwa sering terlihat 3). Tanda-tanda yang menunjukkan hubungan ekologis yang penting 4). Spesimen yang menarik/khusus seperti pohon raksasa, pohon berumur ratusan tahun dan tanaman hibrida 5). Tanda-tanda yang menunjukkan hubungan penting antara manusia dengan lingkungan seperti perubahan vegetasi dan artefak (benda-benda sederhana seperti alat atau perhiasan yang menunjukkan keindahan). c). Ciri-ciri Sejarah Manusia 1). Tanda-tanda yang menunjukkan keberadaan manusia primitif seperti tapak budaya prasejarah, reruntuhan, artefak dan piktograf sistem tulisan kuno 2). Tanda-tanda yang menunjukkan adanya budaya suatu suku 3). Tapak, artefak dan dokumen yang berhubungan dengan sejarah penghuni 4). Tanda-tanda yang menunjukkan penggunaan sumberdaya pada masa lalu seperti perubahan vegetasi, bekas penggergajian, pertambangan dan peternakan Tipe Interpretasi Menurut kegiatannya, Aldridge (1972), diacu dalam Muntasib (2003a) membagi interpretasi alam ke dalam empat tipe, yaitu :

27 11 a). Interpretasi tempat historis (bersejarah) Merupakan seni dalam menjelaskan tempat-tempat yang ada hubungannya dengan masa lampau atau berhubungan dengan keadaan budaya b). Interpretasi tempat alami Menjelaskan karakteristik suatu daerah melalui hubungan antara batubatuan, tanah, flora, fauna dan manusia c). Interpretasi lingkungan hidup Menjelaskan hubungan manusia dengan lingkungannya d). Pendidikan pelestarian Mengajarkan tentang tata lingkungan melalui disiplin ilmu bumi, kehidupan dan sosial serta seni Metode Interpretasi Metode interpretasi adalah cara-cara yang digunakan untuk melaksanakan interpretasi. Penentuan penggunaan metode interpretasi berdasarkan 2 (dua) faktor yaitu obyek interpretasi dan pengunjung (Ditjen PHPA 1988). Menurut Berkmuller (1981), metode interpretasi terbagi atas : a). Dengan pemandu (Guided Trails/GT), pengunjung mendapatkan informasi dan pengetahuan mengenai obyek-obyek interpretasi dengan bantuan pemandu b). Pemanduan sendiri (Self Guided Trails/SGT), pengunjung mendapatkan informasi dan pengetahuan mengenai obyek-obyek interpretasi dengan bantuan tanda (Sign in Place, Audio Trail, Leaflet dan Marker Trail). Sharpe (1982) menganjurkan agar metode SGT digunakan dalam keadaan frekuensi pengunjung tinggi dan ketersediaan pemandu terbatas. Sedangkan menurut Soedargo et al. (1989), secara garis besar metode interpretasi lingkungan terdiri dari : a). Pelayanan langsung (personal service), yaitu dilakukan langsung oleh petugas interpretasi kepada pengunjung b). Pelayanan tidak langsung (non-personal service), yaitu dilakukan melalui suatu media di mana petugas interpretasi tidak berhubungan langsung dengan pengunjung Sarana Interpretasi Menurut Muntasib (2003a), sarana interpretasi terdiri dari : a). Jalan setapak interpretasi

28 12 1) Jalan setapak yang memerlukan kehadiran pemandu wisata alam 2) Jalan setapak yang tidak memerlukan kehadiran pemandu wisata alam tetapi lengkap dengan petunjuk-petunjuk (guided trails) b). Wisma cinta alam, yang merupakan tempat transit terprenting dari suatu kawasan karena disini pengunjung mendapat sambutan dan mendapat bekal informasi yang dibutuhkan c). Pusat informasi, yang sebenarnya merupakan tempat transit kedua dari pengunjung untuk lebih memperjelas atau melengkapi informasi yang sudah didapatkan di wisma cinta alam d). Jalur interpretasi, yang merupakan jalur khusus yang digunakan untuk orangorang yang memeasuki kawasan dengan lingkungan yang sangat menarik untuk tujuan menghargai nilai-nilai kawasan yang dipandu oleh petugas kawasan tersebut e). Bumi Perkemahan, yaitu tempat menikmati alam dengan santai, bermalam dalam tenda di tempat terbuka Program Interpretasi Menurut Sharpe (1982), program interpretasi adalah pengetahuan dari seluruh usaha interpretasi, yaitu mencakup personil, fasilitas dan seluruh kegiatan interpretasi, kelembagaan serta tempat rekreasi itu sendiri. Intinya, bahwa program interpretasi menghubungkan sumberdaya alam atau budaya suatu areal dengan pengunjung yang menggunakan berbagai macam variasi. Sedangkan menurut Ditjen PHPA (1988), program interpretasi merupakan suatu pola pelaksanaan interpretasi menurut waktu tertentu dan skenario cerita tertentu pula. Skenario cerita interpretasi adalah garis-garis besar cerita yang akan menjadi tuntunan dalam pelaksanaan interpretasi. Demikian pula dijelaskan bahwa materi interpretasi adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyusun suatu program interpretasi dan yang akan menjadi isi dan maksud interpretasi yang diprogramkan tersebut. Selain itu dijelaskan pula bahwa media interpretasi adalah alat untuk berkomunikasi dengan pengunjung dalam rangka penyelenggaraan interpretasi seperti foto, poster, slide, video, brosur, booklet dan leaflet Perencanaan Interpretasi Sasaran Perencanaan Agar perencanaan sesuai dengan kondisi, situasi dan kemampuan dari

29 13 lokasi yang ada, maka menurut Bradley, diacu dalam Sharpe (1982) seharusnya suatu perencanaan memiliki ciri-ciri berikut : a. Dapat dipergunakan Program yang direncanakan terutama perkembangan fasilitas interpretasi, harus dapat dilaksanakan oleh semua orang. Perhatian utama ditujukan pada keselamatan pengunjung dan pemisahan penggunaan jalan angkutan umum dengan yang bukan angkutan umum, terutama dalam hal interaksi dengan subyek interpretasinya. b. Efisien Fasilitas yang dipergunakan seharusnya efisien dari segi pelayanan, penggunaan dan pembiayaan serta penggunaannya dapat membantu program interpretasi. c. Dapat mengungkapkan keindahan Menyediakan suatu paket yang bervariasi tetapi kompak pada sebuah karakteristik yang ada, indah dan sensitif serta menimbulkan bayangan atau gambaran dari subyek interpretasinya. d. Fleksibel (lentur) dan selektif Perencanaan interpretasi merupakan suatu proses dinamis, maka diperlukan kesederhanaan, fleksibilitas dan pemilihan sasaran dari perencanaan interpretasi. Fasilitas yang mendukung dapat dipilih sesuai dengan program yang disusun, tema yang baru atau teknik-teknik yang baru, bisa dikembangkan apabila fasilitas yang mendukung sudah tersedia. Pesan interpretasi sebaiknya berkembang, sehingga pengunjung dapat lebih tertarik, mengerti, merenungkan dan mengevaluasi sesuai dengan apa yang harus didapatnya. Program yang bagus akan selalu dipilih oleh pengunjung. e. Kerugian atau kerusakan yang sekecil mungkin pada komunitas dan kebudayaan Dilema dari pengembangan suatu kawasan wisata adalah tekanan pengunjung yang dapat menimbulkan kerusakan alam dan kebudayaan. Maka perencanaan interpretasi harus memperhitungkan supaya tekanan yang ditimbulkan oleh pengunjung sekecil mungkin, misalnya tumbuhan atau binatang dapat dilihat dari tempat-tempat tertentu yang tidak akan menimbulkan kerusakan, namun pengunjung tetap terpuaskan. Terutama untuk jenis-jenis yang langka dan jarang.

30 14 f. Penggunaan sumberdaya yang optimum Problem utama dalam penyusunan perencanaan interpretasi adalah cara penempatan kegiatan manusia dengan sumberdaya yang ada, supaya seoptimum mungkin bisa ditunjukkan, nyaman tetapi sekecil mungkin menimbulkan kerusakan sumberdaya, sehingga selalu diperlukan perbaikanperbaikan dari program-program yang sudah ada atau menyusun program yang baru sama sekali. g. Partisipasi publik Diperlukan pula pendapat umum atau saran-saran dari publik untuk menyusun suatu perencanaan program interpretasi. Sebagai suatu kritik sekaligus sebagai acuan dalam penyusunan program selanjutnya Prospektus Perencanaan Grater (1976), diacu dalam Muntasib (2003a) mengatakan bahwa sebelum menyusun perencanaan program interpretasi disusun dulu suatu prospektus yang merupakan suatu perencanaan akhir tentang apa yang dipikirkan dan direncanakan oleh interpreter. Prospektus ini bisa panjang ataupun pendek, tetapi yang penting adalah mudah dimengerti dan merupakan suatu data dasar untuk perkembangan interpretasi. Garis besar prospektus adalah sebagai berikut : a. Tinjauan umum tentang lokasi yang akan dibuat interpretasinya b. Pernyataan tentang ringkasan tujuan program interpretasi c. Menentukan faktor-faktor yang berpengaruh : 1). Pernyataan umum tentang lokasi yang akan dibuat interpretasikan untuk dapat membuat ruang lingkup perencanaannya 2). Pernyataan tentang ringkasan tujuan dari program interpretasi 3). Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi : a. Lingkungan 1). Cuaca dan iklim 2). Lokasi 3). Letak geografis 4). Sejarah alam (geologi, biologi dan ekologi) 5). Nilai sejarah 6). Nilai arkeologi 7). Nilai-nilai tertentu.

31 15 b. Pengunjung 1). Asal 2). Tingkat ekonomi 3). Latar belakang (a). Umum (b). Peneliti 4). Pola kunjungan 5). Aktivitas interpretasi, melalui biro perjalanan atau suatu organisasi. 4). Program Interpretasi a. Sekarang (memilih aktivitas dan fasilitas yang teliti) 1). Pusat pengunjung 2). Tempat pemberhentian 3). Tanda-tanda interpretasi 4). Peralatan pelayanan sendiri (self-guiding devices), 5). Pelayanan personal : (a). Jalan kaki, mendaki, wisata (b). Penugasan di tempat asalnya (on-site assignment) (c). Penugasan di luar tempat aslinya (off-site assignment) (d). Demonstrasi (e). Panggung terbuka dan program api unggun. e. Fasilitas audio visual f. Publikasi untuk publik : 1). Folder, peta dan sebagainya 2). Publikasi yang berhubungan dengan lokasi dan menggunakan gambar-gambar 3). Petunjuk atau pemandu dengan booklet atau leaflet 4). dan lain-lain. g. Perpustakaan : 1). Dapat digunakan oleh umum sepuas-puasnya 2). Bagaimana cara penggunaannya h. Koleksi buku-buku Tipe daftar dan garis besar dari koleksi yang ada (biologi, geologi, historis, sejarah dan sebagainya). 6). Studi yang mendukung program interpretasi, daftar studi yang ada atau

32 16 dibuat tingkatan perencanaan interpretasi dan programnya 7). Peningkatan keahlian staf a. Saat ini b. Rencana peningkatan keahlian selanjutnya. 8). Perkiraan harga untuk rencana program sebagai suatu tindak dari fasilitas dan aktivitas yang diberikan pada poin 5 9). Peta lokasi secara keseluruhan dengan garis besar fasilitas dan aktivitas yang jelas. Prospektus ini akan menggambarkan perkembangan semua program interpretasi untuk seluruh wilayah atau kawasan dan merupakan suatu garis besar. Prospektus ini sebaiknya dibuat untuk paling sedikit 3 tahun atau setiap tahun fiskal, sehingga dapat digunakan juga pegangan bagi kelompok-kelompok yang ikut menangani, misalnya arsitektur lansekap, arsitek, teknisi dan sebagainya. Prospektus ini merupakan inti program interpretasi Tahap Perencanaan Menurut Sharpe (1982) tahapan-tahapan dalam perencanaan interpretasi yaitu : Tahap 1. Menentukan tujuan Tujuan adalah pemandu untuk tindakan-tindakan spesifik yang diperlukan dalam sebuah perencanaan interpretasi. Tahap 2. Inventarisasi dan pengumpulan data Tujuan dalam tahap inventarisasi ini adalah mengidentifikasi lokasi untuk menemukan sumberdaya serta keindahan alam. Aspek-aspek yang diidentifikasi antara lain : fisik, biologi dan lingkungan budaya. Inventarisasi yang baik sangat diperlukan untuk memberikan sebuah data dasar, yang berfungsi dalam efektivitas penyampaian informasi interpretasi. Selain itu, inventarisasi ini diperlukan sebagai sebuah pertimbangan dalam pemakaian lahan dan kesempatan untuk memasukkan kegiatan interpretasi di dalamnya. Teknik-teknik inventarisasi yang digunakan tergantung terhadap sumber informasinya. Sebagai prosedur standar adalah : mencari literatur yang terbaru, menguji kembali data yang telah dipetakan, wawancara terhadap pengelola, masyarakat dan orang-orang yang sudah berpengalaman di lapangan. Tahap 3. Analisis Data-data yang diperoleh dalam inventarisasi haruslah menggambarkan

33 17 kondisi yang berbeda untuk seluruh elemen yang mencakup alam dan sistem budaya. Dalam analisis data, informasi-informasi yang didapatkan harus diuji dan dievaluasi sehingga menghasilkan kritik dan saran untuk pengembangan rencana interpretasi dan disusun dalam sistem yang interaktif. Hal lain yang diperlukan dalam tahap analisis yaitu mengidentifikasi potensi dan tema-tema interpretasi. Dasar tema bisa saja berupa seputar ciri khusus dari suatu daerah, atau yang sifatnya lebih umum dan unik. Tahap 4. Sintesa dan alternatif perencanaan Tahap ini merupakan tahapan untuk memadukan berbagai alternatif kegiatan dan mengidentifikasikan masing-masing penerapannya. Rancangan dan ide imajinatif menjadi penting, penyediaan selang pemilihan antara alternatif yang sama baiknya dengan basis untuk seleksi program. Tahap 5. Perencanaan Tahap dan proses perencanaan menitikberatkan pada pemilihan alternatif, yaitu sesuatu yang lebih memuaskan untuk semua kepentingan. Dalam tahap ini perencana harus melakukan perbaikan yang diperlukan dan mulai melengkapi semua aspek dan rencana yang diperoleh, termasuk pendugaan secara terperinci dan dampak implementasinya. Tahap 6. Implementasi Mencakup kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemilihan cara dan tempat pelaksanaan interpretasi. Langkah ini bertujuan untuk melaksanakan penyampaian cerita sekaligus memecahkan masalah yang timbul. Tahap 7. Evaluasi dan perbaikan rencana Kegiatan monitoring dan pemantauan diperlukan dalam melihat kelanjutan dari suatu rencana yang dibuat sehingga tujuan dapat tercapai. Evaluasi dilakukan terhadap para pengguna dan dampak fasilitas yang dibangun terhadap sumberdaya serta dampak program terhadap para pengguna. Masukan Tujuan Inventarisasi & Pengumpulan Data Analisis Sintesis Rencana Implementasi Evaluasi Umpan Balik Gambar 2 Bagan alir tahapan perencanaan interpretasi menurut Sharpe (1982)

34 18 Knapp dan Benton (2004) menyimpulkan 4 hal pokok sebagai syarat suatu interpretasi alam yang berhasil, yaitu : a). Harus berhubungan dengan pengunjung b). Harus mencoba mencapai tujuannya melalui teknik-teknik yang inovatif c). Memenuhi kebutuhan dasar program interpretasi d). Lebih menjangkau masyarakat luas. Hal tersebut sejalan dengan Rachmawati dan Muntasib (2002) yang menyatakan bahwa dalam menyusun interpretasi maupun berbagai program interpretasi, pelibatan masyarakat sekitar maupun pengunjung sangatdiperlukan sehingga perencanaan maupun program yang disusun dapat dipergunakan oleh pengunjung. Menurut Ditjen PHPA (1988), hal-hal yang perlu disiapkan dalam sebuah interpretasi adalah : a. Rencana satuan atau unit interpretasi Satuan unit interpretasi yang pokok meliputi : 1). Lokasi interpretasi Lokasi interpretasi merupakan bagian dari kawasan yang digunakan untuk kegiatan interpretasi. Perencanaan lokasi interpretasi sangat berkaitan dengan analisa potensi sumberdaya alam, situs, topografi, keselamatan dan kenyamanan pengunjung serta analisa pengunjung kawasan yang bersangkutan. 2). Jalan setapak interpretasi Dalam perencanaannya jalan setapak interpretasi harus lengkap dengan obyek-obyek interpretasi. 3). Papan informasi dan pal-pal interpretasi Papan informasi dan pal-pal informasi ini meliputi : papan penunjuk arah, papan nama, papan informasi (informasi khusus untuk interpretasi yang ditampilkan dalam bentuk papan), dan pal-pal interpretasi (informasi khusus untuk interpretasi yang ditampilkan dalam bentuk pal-pal). 4). Pusat informasi Pusat informasi ini harus dapat berfungsi sebagai pengubah alam pikiran pengunjung dari suasana luar ke dalam lingkungan kawasan yang dikunjungi. Di dalam pusat informasi disajikan materi mengenai kondisi dan segala sesuatu yang sedang terjadi dalam kawasan yang dikunjungi.

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB) merupakan salah satu dari taman nasional baru di Indonesia, dengan dasar penunjukkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 135/MENHUT-II/2004

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Interpretasi Alam Cara paling langsung bagi masyarakat umum untuk mempelajari kawasan yang dilindungi adalah melihatnya sendiri (MacKinnon et al. 1990). Penting artinya bagi mereka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2007, bertempat di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB). Taman Nasional Gunung Merbabu

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Heyne K. 1987a. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Yayasan Sarana Wanajaya. Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. Heyne K. 1987a. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Yayasan Sarana Wanajaya. Jakarta DAFTAR PUSTAKA [BKSDA Jawa Tengah] Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah. 2005a. Inventarisasi Potensi Flora dan Fauna Taman Nasional Gunung Merbabu di Kabupaten Boyolali. Semarang : Balai Konservasi

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interpretasi 2.1.1 Definisi dan Tujuan Interpretasi Tilden (1957) menyatakan bahwa interpretasi merupakan kegiatan edukatif yang sasarannya mengungkapkan pertalian makna,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) merupakan suatu kawasan hutan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah dengan tujuan

Lebih terperinci

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI

PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI PENILAIAN POTENSI OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM SERTA ALTERNATIF PERENCANAANNYA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI SIAM ROMANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO Oleh DIDIK YULIANTO A34202008 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTIT UT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

Perencanaan Jalur Interpretasi Alam Menggunakan Sistem Informasi Geografis

Perencanaan Jalur Interpretasi Alam Menggunakan Sistem Informasi Geografis Perencanaan Jalur Interpretasi Alam Menggunakan Sistem Informasi Geografis Planning Nature Interpretation Tracks by the Use of Geographic Information System Tri Satyatama 1*, EKS Harini Muntasib 2, dan

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TERHADAP FUNGSI DAN LOKASI OBYEK-OBYEK REKREASI DI KEBUN RAYA BOGOR

PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TERHADAP FUNGSI DAN LOKASI OBYEK-OBYEK REKREASI DI KEBUN RAYA BOGOR PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TERHADAP FUNGSI DAN LOKASI OBYEK-OBYEK REKREASI DI KEBUN RAYA BOGOR Oleh SEPTA ARI MAMIRI A34203047 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI SANDI KUSUMA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekowisata bagi negara-negara berkembang dipandang sebagai cara untuk mengembangkan perekonomian dengan memanfaatkan kawasan-kawasan alami secara tidak konsumtif. Untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode Survey Deskriptif Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey deskriptif. Metode survey deskriptif merupakan metode untuk

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR Oleh : YAYAT RUHIYAT A34201018 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YAYAT RUHIYAT. Studi

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A34203015 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERENCANAAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

3 METODE Jalur Interpretasi

3 METODE Jalur Interpretasi 15 2.3.5 Jalur Interpretasi Cara terbaik dalam menentukan panjang jalur interpretasi adalah berdasarkan pada waktu berjalan kaki. Hal ini tergantung pada tanah lapang, jarak aktual dan orang yang berjalan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT Oleh : RINRIN KODARIYAH A 34201017 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI. Oleh :

PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI. Oleh : PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI Oleh : HANNA MANURUNG 081201025/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kecamatan Cikampek, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat. Luas KHDTK Cikampek adalah 51,10 ha. Secara administratif

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA

STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA (Studi Kasus : Desa Horale, Desa Masihulan, Desa Air Besar, Desa Solea dan Desa Pasahari) WISYE SOUHUWAT DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati dan dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversitas terbesar

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Interpretasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari

TINJAUAN PUSTAKA. Interpretasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Interpretasi Interpretasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang seni dalam memberikan penjelasan tentang suatu kawasan (flora, fauna, proses geologis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Sakti Pulau Nusa Penida Provinsi Bali. Untuk lebih jelas peneliti mencantumkan denah yang bisa peneliti dapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekowisata 2.1.1 Pengertian Ekowisata Ekowisata didefinisikan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) dalam Fennel (1999) sebagai suatu bentuk perjalanan wisata ke area

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENILAIAN DAYA TARIK WISATA KAWASAN AIR TERJUN MANANGGAR DI DESA ENGKANGIN KECAMATAN AIR BESAR KABUPATEN LANDAK

PENILAIAN DAYA TARIK WISATA KAWASAN AIR TERJUN MANANGGAR DI DESA ENGKANGIN KECAMATAN AIR BESAR KABUPATEN LANDAK PENILAIAN DAYA TARIK WISATA KAWASAN AIR TERJUN MANANGGAR DI DESA ENGKANGIN KECAMATAN AIR BESAR KABUPATEN LANDAK Assessment Of Tourist Attraction Zone Mananggar Waterfall Village Engkangin District Air

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wisata alam oleh Direktorat Jenderal Pariwisata (1998:3) dan Yoeti (2000) dalam Puspitasari (2011:3) disebutkan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK ISKANDAR ZULKARNAIN

ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK ISKANDAR ZULKARNAIN ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK ISKANDAR ZULKARNAIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK ISKANDAR ZULKARNAIN. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian.

IV. METODOLOGI. Gambar 14. Peta Orientasi Lokasi Penelitian. IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada jalur pendakian Gunung Tambora wilayah Kabupaten Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 21 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Saung Angklung Udjo, Jalan Padasuka 116, Bandung. Waktu penelitian dilakukan selama empat bulan yaitu mulai bulan Februari-Mei 2012.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa fenomena alam, baik secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, dan membentang antara garis

Lebih terperinci

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH oleh : WAHYUDIONO C 64102010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI

ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI ANALISIS KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN METODE PEMBAYARAN NON-TUNAI (PREPAID CARD) LOVITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peraturan Pendakian

Lampiran 1. Peraturan Pendakian 93 Lampiran 1. Peraturan Pendakian 1. Semua pengunjung wajib membayar tiket masuk taman dan asuransi. Para wisatawan dapat membelinya di ke empat pintu masuk. Ijin khusus diberlakukan bagi pendaki gunung

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A

PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A34204040 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 2. Peta orientasi lokasi penelitian (Sumber: diolah dari google)

METODOLOGI. Gambar 2. Peta orientasi lokasi penelitian (Sumber: diolah dari google) METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai perencanaan lanskap agrowisata berkelanjutan ini dilakukan di Desa Sukaharja dan Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Propinsi

Lebih terperinci

PENILAIAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM DI TAMAN WISATA ALAM (TWA) SIBOLANGIT

PENILAIAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM DI TAMAN WISATA ALAM (TWA) SIBOLANGIT PENILAIAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA ALAM DI TAMAN WISATA ALAM (TWA) SIBOLANGIT SKRIPSI IRENA ASTRIA GINTING 081201017 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Perkembangan Wisatawan Nusantara pada tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Perkembangan Wisatawan Nusantara pada tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tentang kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA KOPENG. Oleh : Galuh Kesumawardhana L2D

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA KOPENG. Oleh : Galuh Kesumawardhana L2D STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA KOPENG Oleh : Galuh Kesumawardhana L2D 098 432 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2004 ABSTRAK Pariwisata saat ini

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FARMA YUNIANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PAKET WISATA ALAM BERBASIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SISWA SMP DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MIFTACHU FIRRIDJAL

PENYUSUNAN PAKET WISATA ALAM BERBASIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SISWA SMP DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MIFTACHU FIRRIDJAL PENYUSUNAN PAKET WISATA ALAM BERBASIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SISWA SMP DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MIFTACHU FIRRIDJAL DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM RASKIN DAN KEPUASAN RUMAH TANGGA PENERIMA MANFAAT DI DKI JAKARTA

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM RASKIN DAN KEPUASAN RUMAH TANGGA PENERIMA MANFAAT DI DKI JAKARTA ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM RASKIN DAN KEPUASAN RUMAH TANGGA PENERIMA MANFAAT DI DKI JAKARTA Oleh : Rini Andrida PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata selama ini terbukti menghasilkan berbagai keuntungan secara ekonomi. Namun bentuk pariwisata yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Jawa Barat. Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur

METODOLOGI. Peta Jawa Barat. Peta Purwakarta Peta Grama Tirta Jatiluhur. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, Kawasan Wisata Grama Tirta Jatiluhur 16 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Grama Tirta Jatiluhur, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat (Gambar 2 dan 3). Penelitian berlangsung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI LINGKUNGAN DI KAWASAN WISATA DANAU LINTING KABUPATEN DELI SERDANG OLEH MUSAWIR NASUTION/ MANAJEMEN HUTAN

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI LINGKUNGAN DI KAWASAN WISATA DANAU LINTING KABUPATEN DELI SERDANG OLEH MUSAWIR NASUTION/ MANAJEMEN HUTAN PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI LINGKUNGAN DI KAWASAN WISATA DANAU LINTING KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI OLEH MUSAWIR NASUTION/081201012 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016

Lebih terperinci

7 CONTOH PROGRAM INTERPRETASI: MENGENAL BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG

7 CONTOH PROGRAM INTERPRETASI: MENGENAL BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG 49 Teknik Interpretasi Untuk menyampaikan pesan yang berupa materi interpretasi berbasis konservasi sumber daya bambu kepada pengunjung dengan baik, maka diperlukan teknik interpretasi. Sesuai dengan penjelasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata adalah kegiatan seseorang dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan perbedaan waktu kunjungan dan motivasi kunjungan. Menurut Pendit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ANALISIS INSTITUSI KONSERVASI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL UJUNG KULON, DESA TAMANJAYA, KAMPUNG CIBANUA, KECAMATAN SUMUR, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN MONIKA BR PINEM PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Judul... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Gambar... viii Daftar Tabel... xi Lampiran... xii

DAFTAR ISI Judul... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Gambar... viii Daftar Tabel... xi Lampiran... xii DAFTAR ISI Judul... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iv Daftar Gambar... viii Daftar Tabel... xi Lampiran... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 4 1.3. Tujuan Penulisan...

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA. Oleh MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO A

PERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA. Oleh MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO A PERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA Oleh MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO A34201037 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Lokasi yang dijadikan fokus penelitian berlokasi di TWA Cimanggu Sesuai administrasi pemangkuan kawasan konservasi, TWA Cimanggu termasuk wilayah kerja Seksi Konservasi

Lebih terperinci