BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Yulia Gunawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) merupakan suatu kawasan hutan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk kepentingan umum seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan serta religi dan budaya atau tujuan kemanfaatan lainnya dengan catatan bahwa peruntukan itu tidak mengubah fungsi pokok kawasan hutan tersebut.menteri Kehutanan telah menetapkan beberapa lokasi KHDTK sebagai hutan penelitian, dan untuk menjamin kepastian hukumnya pengelolaan KHDTK tersebut diserahkan kepada Badan Litbang Kehutanan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan 2010). Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) sebagai ekosistem hutan tanaman, hutan sekunder, atau sebagai hutan primer dari segi nilai langsung tetap memiliki nilai dan jasa sebagaimana kawasan hutan lainnya.hutan sekunder dilihat dari segi nilai tidak langsung yaitu konservasi tanah dan air, resapan karbon, perlindungan banjir, transportasi air, tanah dan keanekaragaman hayati bernilai lebih tinggi dari hutan primer.sebaliknya apabila dilihat dari nilai langsung, maka potensi produk hutan primer lebih tinggi daripada hutan sekunder (Departemen Kehutanan 2006). Kawasan hutan yang dikelola untuk kegiatan penelitian tidak secara langsung memanfaatkan hasil hutan kayu yang menjadi sumber terbentuknya jasa lingkungan lain. Untuk itu pemanenan dapat dilakukan dalam rangka mendukung kegiatan penelitian dan dilakukan secara sistematis dan terkontrol. KHDTK akan lebih banyak memberikan nilai jasa lingkungan ekologis, dimana salah satunya adalah penambatan karbon. Nilai ekologis langsung dari aspek biodiversitas kawasan KHDTK yang dimiliki hutan sekunder dan primer sangat potensial sebagai sumber plasma nutfah lokal, terutama jenis ekonomi lokal untuk dikembangkan di hutan penelitian sebagai proses budidaya. Pengembangan melalui penelitian dapat menghasilkan bibit stek pucuk atau bibit vegetatif dan
2 4 generatif serta sumber bibit yang bermikoriza untuk memacu pertumbuhannya (Departemen Kehutanan 2006). 2.2 Interpretasi Defenisi interpretasi Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata (1988) dalam buku pedomannya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan interpretasi konservasi alam adalah suatu kegiatan bina cinta alam yang khusus ditujukan kepada pengunjung kawasan konservasi alam, yang mana merupakan kombinasi dari enam hal yaitu pelayanan informasi, pelayanan pemanduan, pendidikan, hiburan, inspirasi, dan promosi. Kegiatan diselenggarakan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pengunjung dan dengan cara mempertemukan pengunjung kepada obyek-obyek interpretasi, sehingga pengunjung dapat memperoleh pengalaman langsung melalui panca inderanya seperti penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, ataupun perabaan. Sharpe (1982), menjelaskan bahwa interpretasi adalah pelayanan kepada pengunjung yang datang ke taman-taman, hutan, tempat-tempat yang dilindungi dan tempat-tempat rekreasi lainnya yang sejenis. Tujuan pengunjung datang ke tempat rekreasi selain untuk bersantai dan mencari inspirasi, juga untuk belajar tentang alam dan kebudayaan. Sumberdaya alam yang ingin dilihat bisa berupa proses geologis, binatang, tumbuhan, komunitas ekologis, sejarah, dan prasejarah manusia. Interpretasi merupakan mata rantai komunikasi antara pengunjung dengan sumberdaya yang ada. Ditambahkan oleh Ham S (1992) diacu dalamnational Park Service (2007) bahwa interpretasi yang berkualitas memuat empat unsur yaitu interpretasi haruslah menyenangkan, relevan, terorganisir, dan memiliki tema. Muntasib (2003) mendefinisikan bahwa interpretasi lingkungan adalah suatu seni dalam menjelaskan keadaan lingkungan (flora, fauna, proses geologis, proses biotik dan abiotik yang terjadi) oleh pengelola kawasan kepada pengunjung yang datang ke lingkungan tersebut sehingga dapat memberikan inovasi dan menggugah pemikiran untuk mengetahui, menyadari, mendidik dan bila
3 5 memungkinkan menarik minat pengunjung untuk ikut menjaga lingkungan tersebut ataupun mempelajarinya lebih lanjut. Interpretasi lingkungan juga dapat dikatakan sebagai suatu aktifitas pendidikan untuk mengungkapkan arti dan hubungan antara obyek alami dengan pengunjung melalui pengalaman tangan pertama dan penggambaran media (ilustrasi) secara sederhana (Tilden 1957diacu dalam Sharpe 1982).Interpretasi yang lengkap harus dapat diketahui, distimulasikan, dan jelas. Seseorang tidak akan pernah menjadi pendengar yang baik apabila tidak mengetahui permasalahan-permasalahannya. Melalui pengetahuan dan menjadi pendengar yang baik maka selanjutnya akan mau belajar (Graser 1976 diacu dalam Muntasib 2003) Tujuan interpretasi Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata (1988) menyatakan interpretasi konservasi alam merupakan suatu cara yang strategis, sebab interpretasi taman nasional memiliki dua tujuan pokok, yakni: a. Untuk membantu pengunjung agar kunjungannya lebih menyenangkan dan lebih kaya akan pengalaman, dengan cara meningkatkan kesadaran, penghargaan dan pengertian akan kawasan konservasi yang dikunjunginya, antara lain melalui: 1. Pemanfaatan waktu yang efisien selama kunjungan yang sifatnya rileks, menyenangkan dan penuh inspirasi. 2. Penambahan pengetahuan dan atau pengertian semaksimal mungkin tentang hubungan timbal balik dari sekian banyak aspek yang mereka amati, termasuk dengan kehidupan mereka sendiri. 3. Penyampaian informasi yang benar, tepat, dan menarik. b. Untuk mencapai tujuan pengelolaan kawasan konservasi yang bersangkutan, yaitu dengan cara: 1. Meningkatkan penggunaan sumberdaya rekreasi bagi pengunjung yang bijaksana. 2. Menanamkan pengertian bahwa kawasan konservasi yang dikunjungi tersebut adalah tempat yang istimewa sehingga memerlukan perlakuan yang khusus, dan sekaligus menekan
4 6 serendah-rendahnya pengaruh yang kuat dari manusia terhadap sumberdaya alam yang ada. Sharpe (1982), menjelaskan interpretasi memiliki tiga tujuan, pertama adalah interpretasi bertujuan membantu pengunjung dalam mengembangkan kesadaran agar lebih peka, apresiasi, dan paham akan kawasan yang dikunjungi. Kedua, interpretasi membantu dalam mencapai tujuan manajemen, dan yang terakhir adalah interpretasi bertujuan mempromosikan organisasi agar publik lebih memahami organisasi tersebut. Tilden (1957) diacu dalam Sharpe (1982) memberikan enam prinsip interpretasi, antara lain: 1. Suatu interpretasi yang tidak ada kaitannya antara apa yang diperagakan atau diuraikan dengan apa yang dialami atau kepribadian personal para pengunjung, maka hal tersebut merupakan hal yang sia-sia. 2. Informasi atau materi yang sejenis dengan itu saja bukanlah termasuk dalam kategori interpretasi. Interpretasi adalah ungkapan rahasia yang didasarkan atas informasi-informasi, namun interpretasi berbeda dan lebih luas daripada informasi. Interpretasi memuat unsur-unsur informasi. 3. Interpretasi adalah seni yang menggabungkan bermacam-macam seni, baik bersifat ilmiah, sejarah atau arsitektur, atau sesuatu seni yang pada suatu tingkatan dapat diajarkan pada orang lain. 4. Cara mengungkapkan interpretasi bukanlah dengan paksaan melainkan dengan ajakan atau persuasif. 5. Interpretasi bermaksud mempertunjukkan secara jelas dan bukan setengahsetengah. Interpretasi sebaiknya tidak dirahasiakan atau hanya boleh digunakan oleh kelompok tertentu saja. 6. Interpretasi yang ditujukan pada anak-anak tidak dapat digunakan pada interpretasi yang ditujukan pada orang dewasa karena masing-masingmya memiliki pendekatan yang berbeda Obyek interpretasi Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata (1988) mendefinisikan bahwa obyek interpretasi adalah segala sesuatu yang ada di taman nasional yang bersangkutan yang digunakan sebagai obyek dalam menyelenggarakan interpretasi. Obyek interpretasi dapat digolongkan menjadi dua macam pokok,
5 7 yaitu obyek interpretasi berupa potensi sumberdaya alam dan potensi sejarah ataupun budaya. Obyek interpretasi sumberdaya alam suatu kawasan konservasi dapat berupa flora fauna (darat dan laut), tipe-tipe ekosistem yang khas, tanah dan geologi, kawah gunung, gua, air terjun, danau atau telaga, sungai, perairan pantai, laut (termasuk bawah laut), pemandangan alam dan lain sebagainya. Sedangkan obyek interpretasi budaya atau sejarah dapat berupa batu-batu megalitik, situssitus dan benda peninggalan purbakala, situs-situs sejarah, bekas pemukiman yang sudah lama ditinggalkan, pemukiman dan kehidupan penduduk asli baik di dalam ataupun di sekitar kawasan konservasi, sejarah kawasan, legenda yang ada di kalangan masyarakat setempat, dan lain sebagainya Teknik interpretasi Sharpe (1982) menjelaskan bahwa secara garis besar terdapat dua macam teknik interpetasi yaitu teknik secara langsung dan teknik secara tidak langsung. a. Teknik secara langsung (attended service) Teknik interpretasi secara langsung adalah kegiatan interpretasi yang melibatkan langsung antara pemandu (interpreter) dan pengunjung dengan obyek interpretasi yang ada sehingga pengunjung dapat segera melihat, mendengar atau bila mungkin mencium, meraba, dan merasakan obyekobyek interpretasi yang digunakan. Adapun tahap-tahap pelaksanaannya adalah: 1. Informasi: pengunjung akan mendapatkan informasi tentang obyek yang akan dikunjungi 2. Rencana kegiatan pelaksanaan program akan dijelaskan pada suatu sentra pengunjung, jadi pengunjung sudah terlebih dahulu mengetahui program interpretasi yang direkomendasikan dan garis besar rencana perjalanannya. 3. Penyampaian uraian-uraian, dilakukan oleh interpreter pada saat melaksanakan program interpretasinya. Kontak antara pengunjung dengan interpreter adalah suatu bentuk komunikasi langsung, sehingga peran seorang interpreter sangatlah besar untuk dapat mengungkapkan semua potensi dalam kawasan.seorang interpreter yang baik harus dapat membuat suasana yang nyaman dan
6 8 santai sehingga pengunjung dapat bebas bertanya atau menyampaikan keluhan-keluhannya. Beberapa hal yang harus diingat oleh interpreter apabila membawa rombongan ke suatu tempat: 1. Mengatur tempat berkumpul 2. Datang lebih awal dari pengunjung 3. Berangkat tepat pada waktunya 4. Menjelaskan secara singkat apa yang akan dikerjakan 5. Pelaksanaan program 6. Tepat dalam mengakhiri program tersebut Peran interpreter bisa diganti dengan semacam buku petunjuk terutama bila jalan-jalan sudah tertata dengan baik dan cukup aman bagi pengunjung serta apabila program yang disusun sudah sangat jelas. Interpretasi secara langsung dapat berupa: 1. Tamasya keliling atau berjalan-jalan dengan pemandu wisata. Pengunjung dalam kelompok-kelompok atau perorangan yang bergabung membentuk suatu rombongan, berjalan-jalan atau dengan kendaraan mendatangi obyek-obyek interpretasi dengan dipandu oleh interpreter dan mengikuti salah satu program interpretasi yang telah disusun. 2. Percakapan atau diskusi di lokasi dengan atau tanpa demonstrasi. Cara ini biasanya dilakukan pada tempat-tempat khusus misalnya adalah tempat yang memiliki keunikan flora fauna tertentu. b. Teknik secara tidak langsung (unattended service) Teknik interpretasi secara tidak langsung adalah kegiatan interpretasi yang dilaksanakan dengan menggunakan alat bantu dalam memperkenalkan obyek interpretasi. Interpretasi disajikan dalam suatu program, slide, video, film, rangkaian gambar-gambar dan sebagainya. Program ini biasanya diselenggarakan terutama untuk kawasan yang sangat luas, tidak semua potensi alam mudah dinikmati atau didatangi, daerahnya rawan, satwaliarnya masih banyak, dan sebagainya.walaupun begitu, pengunjung tetap dapat mengetahui dan menikmati kekayaan alam yang ada di lokasi
7 9 tersebut. Program interpretasi secara tidak langsung ini harus dibuat menarik dan dapat mewakili potensi alam yang ada di lokasi tersebut Media interpretasi Media sebenarnya merupakan salah satu unsur dalam komunikasi, karena dalam proses komunikasi selalu terjadi suatu proses penyampaian informasi dan sumber informasi atau dari pengirim pesan kepada sasaran atau penerima informasi melalui suatu media. Proses komunikasi dapat dikatakan efektif apabila pesan yang dikirimkan tersebut dapat dimengerti oleh penerima pesan. Atau dengan cara lain pengirim pesan harus mendesain pesan yang dikirimkan sedemikian rupa sehingga penerima pesan dapat mengerti dan memahami isi pesan tersebut (Muntasib 2003). Skema proses komunikasi dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini. Media Opinion Sumber Pesan Publik Massa Leaders Gambar 1 Model Komunikasi Katz and Lazarsfeld (diacu dalam Lubis et. al 2010). Muntasib (2003) menjelaskan bahwa komunikasi bisa berlangsung secara verbal maupun non verbal atau dalam bentuk visual berupa gambar, simbol, dan lain-lain. Dalam interpretasi, komunikasi non verbal sangatlah diperlukan karena: 1. Pesan yang akan disampaikan akan lebih menarik perhatian 2. Pesan yang disampaikan lebih efisien karena gambaran visual dapat mengkomunikasikan pesan dengan cepat dan nyata sehingga diharapkan dapat lebih mempercepat pemahaman pesan. 3. Pesan yang disampaikan lebih efektif karena dapat membuat sasaran lebih berkonsentrasi. Pesan visual harus dirancang sesuai dengan tingkat pemahaman isi penerimasehingga dapat memahami isi pesan yang disampaikan.maka dari itu diperlukan suatu keterampilan memvisualkan ide-ide dari lingkungan yang masih bersifat verbal menjadi bentuk-bentuk visual (Haryono & Siswosumarto 1986 diacu dalam Muntasib 2003). Terdapat tiga cara untuk memvisualkan ide-ide yaitu simbol piktoral, simbol grafis, dan simbol verbal.
8 10 1. Simbol piktoral merupakan suatu cara untuk merekonstruksi benda atau obyek yang diwakili serealistik dan senyata mungkin, misalnya potret, gambar, ilustrasi, relief, maupun ukiran. 2. Simbol grafis merupakan suatu cara untuk merekonstruksi benda atau obyek secara abstrak atau hanya garis besar benda nyatanya saja atau hanya bayangan dari benda nyata tersebut. 3. Simbol verbal merupakan suatu cara untuk merekonstruksi benda atau obyek yang berupa kata atau kalimat yang memberikan label atau uraian pada benda nyatanya. Pemilihan simbol-simbol tersebut haruslah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan juga tergantung dari siapa sasarannyaagardapat merancang suatu interpretasi yang baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan simbol antara lain simbol tersebut dapat mengkomunikasikan obyeknya, sasaran dapat membaca pesan sesuai dengan tujuan perencana, simbol harus dirancang dengan baik, dan rancangan haruslah estetis. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan media (Muntasib & Rachmawati 2003): 1. Pengunjung Pengunjung yang datang ke suatu kawasan mempunyai kesenangan dan latar belakang yang bermacam-macam, usia, kelompok, dan sebagainya. Perencana interpretasi harus memilih media yang dapat meliputi keanekaragaman pengunjung seluas mungkin. 2. Tujuan pengunjung Suatu kawasan biasanya mempunyai daya tarik lingkungan masing-masing dan diantara bagian-bagian yang menarik tadi, terdapat bagian yang lebih disukai pengunjung dibanding tempat lainnya.tempat inilah yang biasanya diperlukan lebih banyak informasi untuk mempermudah pengunjung. 3. Interaksi pengunjung Interaksi antar pengunjung juga harus menjadi perhatian dalam memilih media interpretasi. Misalnya jika suatu pengunjung dapat berinteraksi dengan pengunjung lainnya maka media yang dapat direkomendasikanadalah perjalanan dengan pemandu. Namun jika tidak,
9 11 bisa, direkomendasikan media berupa tanda-tanda interpretasi atau papan interpretasi. 4. Hubungan antara pengunjung dengan media Menurut Tilden (1957) diacu dalammuntasib (2003), cara untuk berhubungan dengan seseorang adalah dengan memberikan sentuhan di hatinya. Oleh karena itu media yang direkomendasikan juga harus dapat menyentuh hati dan perasaan dari pengunjung. 5. Perlindungan pengunjung Jika terdapat potensi bahaya di suatu kawasan serta dekat dengan daerah yang sedang diinterpretasikan, maka dibutuhkan suatu informasi bagi pengunjung mengenai keadaan lingkungan baik secara verbal maupun melalui tanda-tanda. 6. Musim kunjungan Musim kunjungan di Indonesia biasanya tidak begitu dipengaruhi oleh musim atau cuaca, akan tetapi lebih dipengaruhi oleh musim liburan sekolah atau hari-hari besar lainnya. 7. Sumberdaya yang ada Muntasib (2003) mengungkapkan bahwa tidak semua sumberdaya yang ada bisa dinikmati oleh pengunjung sehingga sebaiknya dibuat paket berupa slide atau film dari potensi yang ada. 8. Perlindungan sumberdaya Terutama ditujukan pada sumberdaya yang langka atau rawan terhadap gangguan sehingga dibutuhkan suatu perlindungan. Pengunjung tetap dapat menikmati sumberdaya tersebut melalui media foto, film, atau slide. 9. Kerusakan tapak yang disebabkan pembangunan Sharpe (1982) dalam bukunya yang berjudul Interpreting The Environment, menjelaskan bahwa media interpretasi terbagi dalam dua kategori yaitu personal services dan nonpersonal services.
10 12 1. Personal services Kategori ini mengutamakan fleksibilitas dan pelayanan yang ramah kepada pengunjung. Jenis-jenis media interpretasi yang tergolong pada kategori ini adalah: a. Petugas informasi; berfungsi melayani pengunjung dengan ramah dan membuat pengunjung merasa nyaman serta membangun komunikasi dua arah dengan pengunjung. Petugas informasi dapat berlokasi di pintu masuk, kemah area, pusat informasi, ataupun lokasi lainnya yang mudah ditemukan oleh pengunjung. b. Penyelenggaraan kegiatan; terdiri atas tracking, berkemah, tur, dan menyusuri gua. Pengunjung dipandu langsung oleh interpreter sejak awal kegiatan hingga akhir. Kegiatan ini dapat diselingi dengan diskusi antara pengunjung dan interpreter. c. Perbincangan grup; terdiri atas presentasi slide atau diskusi yang biasanya diadakan di auditorium. Diskusi haruslah memiliki agenda yang terstruktur seperti menonton film dokumenter mengenai lokasi wisata yang dilanjutkan dengan tanya jawab. d. Tinggal bersama masyarakat setempat dan merasakan budaya serta nilai-nilai tradisional di dalamnya 2. Nonpersonal services Jenis-jenis media interpretasi yang tergolong pada kategori ini adalah: a. Peralatan audio; dapat berupa suara manusia dalam berbagai bahasa, suara alam, dan suara satwa. b. Papan interpretasi; terdiri dari papan tanda, labels, papan vandalisme, dan papan pengumuman. c. Kegiatan pemanduan sendiri (self-guiding) d. Pameran; baik pameran yang diselenggarakan di dalam ruangan atau luar ruangan. e. Pusat informasi; terdiri dari ruangan pengunjung dan pengelola. Ruangan pengunjung dibagi menjadi lobi, ruang pameran, dan auditorium. Sedangkan ruangan pengelola terdiri atas kantor, perpustakaan, dan ruang koleksi. Pusat informasi merupakan salah
11 13 satu tempat yang sering dikunjungi oleh pengunjung sehingga harus terletak di lokasi yang mudah dicapai. f. Media elektronik dan media cetak; terdiri atas radio, televisi, brosur, koran, dan internet.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interpretasi 2.1.1 Definisi dan Tujuan Interpretasi Tilden (1957) menyatakan bahwa interpretasi merupakan kegiatan edukatif yang sasarannya mengungkapkan pertalian makna,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Cikampek, Kab. Karawang, Jawa Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama bulan
Lebih terperinci7 CONTOH PROGRAM INTERPRETASI: MENGENAL BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG
49 Teknik Interpretasi Untuk menyampaikan pesan yang berupa materi interpretasi berbasis konservasi sumber daya bambu kepada pengunjung dengan baik, maka diperlukan teknik interpretasi. Sesuai dengan penjelasan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Interpretasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Interpretasi Interpretasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang seni dalam memberikan penjelasan tentang suatu kawasan (flora, fauna, proses geologis
Lebih terperinci2015 PERANAN MEDIA VISUAL TERHADAP DAYA TARIK WISATA DI MUSEUM GEOLOGI BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daya tarik wisata berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009 merupakan sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, kemudahan, dan nilai yang berupa
Lebih terperinciPERENCANAAN MEDIA INTERPRETASI DI KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS (KHDTK) CIKAMPEK KABUPATEN KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT MEGA HADITIA
PERENCANAAN MEDIA INTERPRETASI DI KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS (KHDTK) CIKAMPEK KABUPATEN KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT MEGA HADITIA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS
Lebih terperinciserta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, pasal
Lebih terperinciLampiran 1 Kuesioner untuk pengunjung KHDTK Cikampek
68 Lampiran 1 Kuesioner untuk pengunjung KHDTK Cikampek KUESIONER UNTUK PENGUNJUNG Peneliti : Mega Haditia/E34080046 Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB Selamat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia itu bisa menjadi bosan dan hasil kerjanya tidak akan maksimal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia membutuhkan hiburan untuk melepaskan diri dari padatnya aktivitas sehari-hari. Pekerjaan dan rutinitas yang dilakukan setiap hari membutuhkan konsentrasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB) merupakan salah satu dari taman nasional baru di Indonesia, dengan dasar penunjukkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 135/MENHUT-II/2004
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER
PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak lepas dari komunikasi. Komunikasi dapat dipahami
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia tidak lepas dari komunikasi. Komunikasi dapat dipahami sebagai proses penyampaian pesan, ide, atau informasi kepada orang lain dengan menggunakan sarana tertentu
Lebih terperinciEkowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu kemajuan ekonomi suatu negara adalah sektor pariwisata. Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan sektor pariwisata terjadi secara global dalam beberapa tahun belakangan ini. Sektor pariwisata menjadi tulang punggung suatu negara, dalam arti salah satu
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada
TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri
Lebih terperinciDr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 1 Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Pengertian TAHURA Taman Hutan Raya adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Untuk tujuan
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. TSI II Prigen ini merupakan Safari Park terbesar di Asia yang berlokasi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Taman Safari Indonesia II Prigen Jawa Timur merupakan salah satu lembaga konservasi flora dan fauna terbesar di Indonesia. Hanya saja, permasalahan yang tampak
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion
II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion Bioregion merupakan area geografis yang mempunyai karakteristik tanah, daerah aliran sungai (DAS), iklim, tanaman lokal serta hewan, yang unik dan memiliki nilai intrinsik
Lebih terperinciLampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi
I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layaknya fenomena alam yang telah terjadi di dunia ini, evolusi makhluk hidup termasuk ke dalam subyek bagi hukum-hukum alam yang dapat di uji melalui berbagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan
Lebih terperinci6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT
6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki
Lebih terperinciTengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik
Lebih terperinciGambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Sakti Pulau Nusa Penida Provinsi Bali. Untuk lebih jelas peneliti mencantumkan denah yang bisa peneliti dapatkan
Lebih terperinciPulau Lombok. Sedangkan saluran informasi melalui audiovisual diperoleh dari televisi, compact disk (rekaman lokasi dan gambaran berbagai macam obyek
23 KERANGKA PEMIKIRAN Pemasaran suatu produk barang dan jasa tidak akan bisa lepas dari konteks komunikasi. Transaksi tersebut tidak saja menyangkut komunikasi satu arah tetapi menyangkut dua arah. Komunikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011.
BAB I PENDAHULUAN AQUARIUM BIOTA LAUT I.1. Latar Belakang Hampir 97,5% luas permukaan bumi merupakan lautan,dan sisanya adalah perairan air tawar. Sekitar 2/3 berwujud es di kutub dan 1/3 sisanya berupa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka percepatan pembangunan daerah, salah satu sektor yang menjadi andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. Pariwisata
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan
Lebih terperinci19 Oktober Ema Umilia
19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekowisata 2.1.1 Pengertian Ekowisata Ekowisata didefinisikan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) dalam Fennel (1999) sebagai suatu bentuk perjalanan wisata ke area
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.
Lebih terperinciDisampaikan pada pelatihan pemandu ekowisata oleh WWF di Taman Nasional Tesso Nilo (30 September 2010)
(Adam) A. Supriatna Birding specialist dan praktisi ekowisata di Gunung Gede- Pangrango dan kawasan sekitarnya Disampaikan pada pelatihan pemandu ekowisata oleh WWF di Taman Nasional Tesso Nilo (30 September
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 39 Tahun 1996 Tentang : Jenis Usaha Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang
Lebih terperinciPUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang
4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2010 telah dicanangkan oleh PBB sebagai Tahun Internasional Biodiversity (keanekaragaman hayati) dengan tema Biodirvesity is life, Biodirvesity is Our
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan hidup manusia semakin berkembang sejalan dengan modernisasi yang tidak pernah terhenti terjadi di bumi. Aktifitas yang dilakukan oleh manusia semakin kompleks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pariwisata merupakan sektor mega bisnis. Banyak orang bersedia mengeluarkan uang untuk mengisi waktu luang (leisure) dalam rangka menyenangkan diri
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kecamatan Cikampek, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat. Luas KHDTK Cikampek adalah 51,10 ha. Secara administratif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan alam, struktur historik, adat budaya, dan sumber daya lain yang terkait dengan wisata.
Lebih terperinciKeputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciSILABUS SMA. Sumber Belajar. Kompetensi Dasar Materi pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi waktu
SILABUS SMA Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Geografi Kelas/Semester : XI Kompetensi Inti : 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, baik di darat maupun di laut. Hal ini didukung dengan fakta menurut Portal Nasional
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN
1 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN I. UMUM Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan berupa sumber daya yang
Lebih terperinciKonservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI
Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan
Lebih terperinciLampiran 1. Peraturan Pendakian
93 Lampiran 1. Peraturan Pendakian 1. Semua pengunjung wajib membayar tiket masuk taman dan asuransi. Para wisatawan dapat membelinya di ke empat pintu masuk. Ijin khusus diberlakukan bagi pendaki gunung
Lebih terperinci6 PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG
44 6 PERENCANAAN INTERPRETASI BERBASIS KONSERVASI BAMBU SEBAGAI BAHAN BAKU ANGKLUNG Seperti yang disampaikan oleh Muscardo (1998) peran interpretasi dalam mendukung kegiatan wisata meliputi meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki banyak ragam pariwisata dan budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Mulai dari tempat wisata dan objek wisata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata terjadi karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum di ketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SINTANG
1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.
BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata Kata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciKONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU
KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU 1. Latar Belakang Sebagai modal dasar untuk mengembangkan kepariwisataannya yaitu alam dan budaya tersebut meliputi alam dengan segala isi dan bentuknya baik berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Gambaran Umum Proyek Judul Proyek : Pusat Data & Informasi Bencana Alam Tema : Form Follow Function Lokasi : Kelurahan Gunung Sahari, Jakarta Pusat Sifat Proyek : Fiktif Kepemilikan
Lebih terperinciVI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung
VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100
Lebih terperinciPELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berwisata ke museum selain bertujuan untuk berlibur juga dapat menambah ilmu pengetahuan sekaligus ikut menjaga pelestarian kekayaan budaya bangsa. Menurut situs kebudayaan.kemdikbud.go.id
Lebih terperinciLAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan
LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang
BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah pembangunan skala nasional, hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan sebagai salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat
Lebih terperinciKeputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting
Keputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
Lebih terperinciGALERI SENI UKIR BATU PUTIH. BAB I.
BAB I. GALERI SENI UKIR BATU PUTIH. Pendahuluan BATU PUTIH. GALERI SENI UKIR BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang a. Kelayakan Proyek Daerah Istimewa Yogyakarta secara geografis berada di pesisir pantai
Lebih terperinciKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM NOMOR : P. 11/KSDAE/SET/KSA.0/9/2016
Lebih terperinciSuhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY
Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dunia pariwisata merupakan salah satu sumber daya yang dapat. dimanfaatkan. Sesuai perkembangannya kepariwisataan bertujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia pariwisata merupakan salah satu sumber daya yang dapat dimanfaatkan. Sesuai perkembangannya kepariwisataan bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekonomi Kreatif dalam situs tempo.co (2014: 29 April 2014) bahwa pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu industri yang terus mengalami pertumbuhan di Indonesia dan berada di peringkat 70 dalam daya saing pariwisata global. Hal tersebut
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Obyek Wisata Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata dan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan ( something to see).
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan
TINJAUAN PUSTAKA Danau Perairan pedalaman (inland water) diistilahkan untuk semua badan air (water body) yang ada di daratan. Air pada perairan pedalaman umumnya tawar meskipun ada beberapa badan air yang
Lebih terperinciBAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA
PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wisata alam oleh Direktorat Jenderal Pariwisata (1998:3) dan Yoeti (2000) dalam Puspitasari (2011:3) disebutkan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan
Lebih terperinciSERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Wilayah Pesisir 2.1.1. Batas Wilayah Pesisir Dalam pengelolaan wilayah pesisir sangat diperlukan batas wilayah yang akan dikelola. Batas wilayah pesisir dipertimbangkan atas dasar
Lebih terperinciTATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU
TATA CARA MASUK KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU Peraturan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: P.7/IV-Set/2011 Pengertian 1. Kawasan Suaka Alam adalah
Lebih terperinci2015 PENGARUH PERSEPSI WISATAWAN TERHADAP PERILAKU VANDALISME DI TAMAN WISATA ALAM SITU PATENGGANG KABUPATEN BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau We hingga Pulau Rote berjajar pulau-pulau. Indonesia terdiri atas gugusan pulau-pulau yang saling berjajar menjadi sebuah negara
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 330). PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciHutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi
Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi Cilacap merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kota industrinya yang menjadikan Cilacap sebagai
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN
Lebih terperinciKETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;
Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat menjanjikan bagi negara Indonesia karena memiliki potensi kekayaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata alam dewasa ini memiliki prospek yang sangat menjanjikan bagi negara Indonesia karena memiliki potensi kekayaan hayati dan non hayati yang sangat
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI TEMPAT WISATA Sejarah Taman Wisata Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk. lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
BAB II DESKRIPSI TEMPAT WISATA 2.1. Sejarah Taman Wisata Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk Menurut Undang-undang, Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Projek Gagasan awal. Projek akhir arsitektur berjudul Pusat Rekreasi dan Interaksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Projek 1.1.1 Gagasan awal Projek akhir arsitektur berjudul Pusat Rekreasi dan Interaksi Biota Laut Endemik di Jepara merupakan pendekatan sebuah perancangan baru kompleks
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Bandung Selatan memiliki sebuah kawasan wisata potensial, yaitu kawasan wisata Ciwidey. Di kawasan tersebut terdapat empat tujuan wisata utama, diantaranya
Lebih terperinci