Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Hefrizal Handra
|
|
- Ivan Iskandar
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Berbagi Beban Fiskal Hefrizal Handra Publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat ini merupakan hasil dari Aktivitas Kebijakan Ekonomi di Indonesia yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA). Kegiatan ini merupakan kontribusi pemikiran dari komunitas penelitian/riset, yang diharapkan dapat membantu meningkatkan efektivitas kebijakan pemerintah. Dalam kegiatan ini, CSIS bersama dengan ERIA mengundang 16 ahli ekonomi dari berbagai institusi penelitian terkemuka yang kompeten pada bidang keahlian yang spesifik, untuk berdiskusi mengenai tujuh permasalahan strategis ekonomi Indonesia (pembangunan infrastruktur, kebijakan daya saing, iklim investasi, kebijakan pangan, kebijakan sektor jasa, kebijakan fiskal, dan kebijakan perlindungan sosial), yang kemudian dikumpulkan dalam rangkaian ikhtisar kebijakan singkat (policy brief) untuk masing-masing topik. Diseminasi hasil temuan dan rekomendasi yang dihasilkan kegiatan ini dilakukan melalui berbagai jalur. Kegiatan ini berusaha untuk melibatkan pejabat pemerintah yang terkait melalui sejumlah Focus Group Discussion (FGD) dan Audiensi dengan pengambil kebijakan strategis, yang terkait dengan masing-masing topik di atas. Sementara itu, diseminasi kepada publik secara luas juga dilakukan melalui sejumlah Seminar Publik mengenai masing-masing topik, serta melalui publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat dan sejumlah multimedia pendukung yang dapat diakses secara online melalui 1
2 Pengantar Salah satu agenda prioritas Pemerintahan Jokowi-JK (Nawacita) adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan. Pencapaian prioritas ini antara lain didukung dengan peningkatan dana transfer ke Daerah dan ke Desa. Jumlah dana transfer ke Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa dalam APBN Perubahan 2015 meningkat tajam. Dana Desa untuk tahun 2016 bahkan meningkat 125% di APBN 2016, serta direncanakan meningkat terus hingga tahun Namun peningkatan Dana transfer ke Daerah dan Desa menimbulkan pertanyaan sejauh mana kebijakan tersebut sejalan dengan kebutuhan fiskal Pemerintah Daerah terkait dengan tugasnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan belanja Pemerintah Pusat juga terus meningkat. Pemerintah memerlukan dana untuk membangun infrastruktur skala nasional yang diperkirakan tidak kurang dari Rp 5500 triliun untuk lima tahun (sekitar Rp 1100 Triliun per tahun). Demikian juga belanja bidang kesehatan, Clements et al (2012) memperkirakan bahwa belanja bidang kesehatan di emerging economies akan naik sekitar 1% PDB dalam dua puluh tahun ke depan. Tidak kalah pentingnya, belanja Negara untuk program jaring pengaman sosial, diperkirakan akan terus meningkat di masa mendatang. Handra and Dita (2015) memperkirakan beban fiskal sistem pensiun di Indonesia akan mencapai sekitar 1% PDB di tahun 2030 jika Pemerintah harus terus membayar pensiun PNS seperti biasanya dan berkewajiban membayar premi pensiun orang miskin. Tabel 1. Dana Transfer ke Daerah dan Desa (Dalam Triliun Rp) Keterbatasan sumber daya untuk membiayai penyelenggaran Negara mengharuskan pembagian beban fiskal yang adil (fair) dan efisien. Tulisan ini menganalisis kondisi pembagian beban fiskal antar tingkatan Pemerintahan dan mengusulkan alternatif kebijakan untuk berbagi beban fiskal secara lebih adil dan efisien. Kondisi Pembagian Kapasitas dan Beban Fiskal Antar Tingkatan Pemerintahan Di Indonesia, pada prinsipnya dasarnya beban fiskal untuk penyediaan layanan publik (termasuk public goods) adalah merupakan tanggungjawab Pemerintah Pusat. Namun terdapat Undang-Undang Pemerintahan Daerah 2
3 yang menentukan kewenangan/urusan yang diserahkan (didesentralisasikan) ke Pemerintah Daerah (Pemda). Sebagai konsekuensi dari desentralisasi tersebut, Pemda memiliki tanggungjawab untuk membiayai urusan desentralisasi tersebut, dan untuk itu kepada Pemerintah Daerah diserahkan sumber pendapatan dengan Undang-Undang Pajak dan Retribusi Daerah yang biasanya disebut Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun PAD tidak mencukupi untuk mendanai tugas daerah, sehingga diperlukan dana transfer dari Pemerintah Pusat yang diatur dalam Undang-Undang Perimbangan Keuangan. Analisis terhadap kondisi keuangan Negara dan hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah menghasilkan fenomena sebagai berikut: 1. Dana Transfer ke Daerah cenderung meningkat dari tahun ke tahun, tidak hanya secara nominal, bahkan dalam prosentase terhadap PDB (lihat tabel 1), terutama sejak tahun 2010 dan semakin besar setelah adanya Dana Desa mulai tahun Tabel 1. Penerimaan dan Belanja Negara (% PDB) Penerimaan Negara Belanja Negara transfer Tahun Pajak Bukan Total Pem. ke Total Defisit Pajak Pusat Daerah % 7.0% 18.3% 15.8% 4.9% 20.7% -2.5% % 4.9% 16.4% 12.3% 5.4% 17.7% -1.3% % 4.9% 16.9% 6.0% 18.7% -1.7% % 5.3% 17.6% 13.0% 5.7% 18.6% -1.0% % 5.3% 17.8% 13.0% 5.4% 18.4% -0.5% % 6.8% 19.1% 13.2% 6.8% 20.0% -0.9% % 5.4% 17.8% 6.4% 19.1% -1.3% % 6.5% 19.8% 14.0% 5.9% 19.9% -0.1% % 4.0% 15.1% 11.2% 5.5% 16.7% -1.6% % 4.2% 15.4% 12.1% 5.3% 17.5% -0.7% % 4.5% 16.2% 11.9% 5.5% 17.4% -2.1% % 4.3% 16.2% 12.3% 5.8% 18.1% -1.9% % 3.8% 15.4% 12.9% 5.5% 18.4% -2.4% % 16.6% 5.9% 18.7% -2.4% % 15.0% 11.3% 5.7% 16.9% -1.9% % 2.2% 14.2% 10.3% 6.0% 16.3% -2.% Catatan: Realisasi, 2015 APBN-P, 2016 RAPBN Belanja Pemerintah Pusat cenderung menurun, dikarenakan Pendapatan Negara terus turun dalam prosentase terhadap PDB, sementara itu transfer ke Daerah ditingkatkan. Pemerintah memilih untuk mempertahankan defisit pada level yang aman, secara rata-rata dibawah 2% PDB, meskipun Undang-Undang Keuangan Negara (UU 17 Tahun 2003) memperbolehkan defisit hingga 3% PDB. Penurunan Pendapatan Negara terutama sejak tahun 2006, lebih disebabkan oleh penurunan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Penurunan Pendapatan Negara mestinya dapat dihindari jika Pemerintah mampu meningkatkan pendapatan perpajakan. Namun pendapatan perpajakan juga mengalami stagnasi dalam periode Pemerintah Presiden SBY. Dengan kata lain, Pemerintah sejak tahun 2009, lebih memilih untuk mengurangi belanja Pusat dari pada menurunkan transfer ke daerah untuk merespon penurunan pendapatan Negara. 3
4 Gambar 2. Perbandingan Belanja Pusat dan Daerah 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% Pusat Daerah Peningkatan besaran belanja Pemerintah Daerah (Pemda) secara keseluruhan (Propinsi, Kabupaten dan Kota)) mengkonfirmasi semakin besarnya dana yang dikelola Pemda. Sumber pendapatan daerah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Transfer dari Pusat meningkat dari tahun ke tahun. PAD telah meningkat tajam dari 1,2% PDB pada tahun 2009 ke 1,7% PDB pada tahun Hal ini terjadi karena pelimpahan pajak ke daerah dengan UU No 28 Tahun Ditambah dengan dana transfer dari Pemerintah Pusat, sumber yang dapat dibelanjakan Pemda pada tahun 2015 diperkirakan sekitar 7,4% PDB dan meningkat menjadi 7,7% PDB di tahun 2016 (lihat Gambar 2). Besaran ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2005 yang hanya sekitar 6,7% PDB. 2. Gambar 3. Komposisi Belanja Negara 12.0% 10.0% 8.0% 6.0% 4.0% 2.0% 0.0% Belanja K/L Belanja Non K/L Transfer ke Daerah & Desa 4. Penurunan belanja Pemerintah Pusat (dalam %PDB) secara perlahan terlihat jelas. Di Tahun 2005 belanja Pemerintah Pusat berada pada level 13% PDB, namun di tahun 2016 diperkirakan hanya di level 10.3% PDB. Penurunan belanja Pemerintah Pusat (dalam rasio terhadap PDB), terefleksi pada belenja Kementrian/Lembaga (K/L). Belanja K/L adalah belanja yang digunakan langsung oleh Kementrian/Lembaga untuk operasional, pemeliharaan dan pembangunan. Dalam periode 2003 hingga 2015, 4
5 Belanja K/L cenderung stagnan, namun sedikit berfluktuasi bersamaan dengan kenaikan ataupun penurunan belanja Non K/L Penurunan Belanja K/L cukup mengkhawatirkan jika dihubungkan dengan kebutuhan untuk mempertahankan kemampuan melayani masyarakat dan memfasilitasi aktifitas perekonomian nasional. Selain itu, beban belanja Pemerintah Pusat untuk program jaminan sosial saat ini dan di masa datang juga tidak kalah besarnya. Demikian juga beban belanja non K/L terkadang masih menekan, terutama subsidi energi. Tekanan subsidi berkurang dengan penurunan harga migas di tahun Namun belum tentu bertahan lama jika Pemerintah tidak berani melakukan penyesuaian harga secara periodik Peningkatan belanja daerah sepertinya tidak diikuti oleh penambahan beban fiskal dalam artian tambahan penugasan belanja (expenditure assignment). Sejak 2001 dengan UU 22/1999 hingga sekarang dengan UU 23/2014, tidak ada perubahan yang signifikan terkait urusan yang diserahkan ke Pemerintah Daerah. Semestinya tidak perlu ada peningkatan dana transfer ke daerah karena tidak tambahan penugasan. Kalaupun meningkat secara nominal karena peningkatan pendapatan Negara, namun dalam proporsi terhadap total belanja Negara mestinya tetap dipertahankan. Kebijakan peningkatan Dana Transfer ke Daerah baru dapat dianggap tepat sekiranya terjadi penambahan penugasan ke daerah. Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ternyata tidak memberikan tambahan penugasan tersebut. Bahkan Undang- Undang yang baru ini menambah beban fiskal Pemerintah Pusat terkait dengan pendanaan penugasan ke Gubernur sebagai Wakil Pusat di Daerah. Tabel 2. Dana ke Desa (Triliun Rp) Dana Desa dari Pusat Alokasi Dana Perimbangan Kab/Kota Bagi Hasil PAD Kab/Kota Perkiraan Dana yang Dikelola Desa Sumber: Road Map Dana Desa, Kemenkeu RI Tekanan terhadap Anggaran Negara keseluruhan juga muncul di tahun 2015 dengan diimplementasikannya Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Dana Desa kemudian muncul sebagai jawaban terhadap janji-janji politik satu milyar satu Desa. Padahal tidak ada tambahan penugasan kepada Pemerintah Desa di peraturan tersebut. Penugasan kepada Desa pada dasarnya tidak berbeda dengan penugasan sebelumnya di Undang-Undang No 32 Tahun Artinya, keberadaan Dana Desa berpotensi meningkatkan inefisiennya belanja Negara jika tidak diikuti dengan penugasan yang jelas. Dana Desa dimulai dengan jumlah Rp. 20,8 Triliun di tahun 2015, meningkat drastis (125%) pada tahun 2016 dan akan terus meningkat hingga Tahun 2019 (lihat tabel 2). 1 Belanja Non K/L terutama adalah belanja untuk subsidi energi dan belanja bunga. 5
6 Perlunya Membagi Beban Fiskal Pemerintah ke Daerah dan Desa Dari uraian sebelumnya terlihat bahwa Pemerintah Pusat perlu membagi beban fiskal ke Daerah dan Desa. Dua hal penting yang perlu dilakukan Pemerintah Pusat, yaitu (1) memberikan tambahan penugasan kepada Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa, (2) Mengantisipasi potensi tambahan beban fiskal yang besar di masa mendatang terutama terkait belanja untuk program jaminan sosial. Tambahan penugasan kepada Pemerintah Daerah, terutama tentunya untuk bidang pemerintahan yang urusannya dibagi antara pusat dan daerah seperti bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan bidang lintas sektoral seperti program jaminan sosial. Untuk bidang yang sepenuhnya menjadi tugas Pusat seperti hukum, pertahanan dan keamanan maka beban fiskalnya sudah pasti juga menjadi tanggungjawab Pusat. Untuk melihat kemungkinan penambahan penugasan kepada Pemerintah Daerah untuk bidang pedidikan, kesehatan dan pekerjaan umum perlu dianalisis pembagian fungsi/urusan. Secara umum dapat diuraikan sbb: 1. Untuk bidang pendidikan, sudah ada pembagian tugas yang cukup jelas sesuai tingkatan pendidikan. Pendanaan pengelolaan penyelenggaran pendidikan tinggi merupakan tanggungjawab Pemerintah Pusat, sedangkan pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar dan menengah, non formal adalah tanggungjawab Pemerintah Daerah. Namun, Pusat memiliki tanggungjawab yang luas karena berwenang menentukan standar nasional pendidikan, kurikulum nasional, akreditasi lembaga pendidikan seluruh tingkatan pendidikan. 2. Untuk bidang kesehatan, pembagian tugas juga cukup jelas seperti halnya bidang pendidikan. Untuk penyelenggaraan/pengelolaan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), pembedaan penugasan ada pada skala pelayanan. Jika skala pelayanannya tingkat kabupaten/kota dan antar kabupaten/kota dalam propinsi, maka tanggungjawabnya ada pada tangan Pemerintah Daerah. Sedangkan Pemerintah Pusat punya tanggungjawab untuk rujukan nasional atau lintas Propinsi. Selain itu, Pemerintah Pusat juga memiliki tanggungjawab yang luas terkait dengan penempatan tenaga kesehatan di daerah, ketersediaan obat, vaksin, alat kesehatan, dan pengawasan makanan dan minuman. 3. Untuk bidang pekerjaan umum juga ada pembagian tugas yang jelas. Bidang jalan misalnya ada klasifikasi jalan kabupaten/kota, jalan propinsi dan jalan nasional. Klasifikasi tersebut kemudian memiliki konsekuensi pendanaan. Namun untuk bidang pengairan, perumahan dan pemukiman, peranan Pemerintah Pusat cenderung lebih besar. Dari uraian tersebut salah satu tambahan tanggungjawab pendanaan (beban fiskal) yang dapat dilimpahkan ke Pemerintah Daerah untuk bidang Kesehatan adalah pengawasan obat dan makanan (ke Propinsi). Kemudian untuk bidang pendidikan, Pemerintah Daerah perlu didorong untuk mendirikan unit pendidikan vokasi dan lembaga pelatihan tenaga kerja trampil. Sedangkan untuk bidang pekerjaan umum, banyak sekali yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah karena kondisinya yang memang masih jauh dibawah standar minimum. Untuk program jaminan sosial nasional, Pemerintah perlu mengantisipasi potensi tambahan beban fiskal yang besar di masa mendatang dengan membagi beban fiskal ke Pemerintah Daerah bahkan ke Desa sejalan dengan 6
7 peningkatan Dana Desa. Membagi beban fiskal antar tingkatan Pemerintahan pada dasarnya adalah mendistribusikan resiko pendanaan layanan. Jika beban fiskal hanya ditanggung oleh Pemerintah Pusat, penurunan pendapatan negara dapat mengganggu layanan publik tersebut. Namun jika beban tersebut dibagi, maka resiko pembiayaan juga akan terdistribusi Sebagian besar resiko fiskal pada akhirnya memang akan menjadi tanggungan pemerintah nasional, termasuk jika Pemerintah Daerah gagal menanggung beban fiskalnya. Namun membagi beban fiskal (tanggungjawab belanja) kepada Pemerintah Daerah bahkan Pemerintah Desa, terutama untuk mendanai fungsi yang sudah didesentralisasikan akan meningkatkan akuntabilitas Pemerintah Daerah dan Desa untuk menyediakan pelayanan publik lokal yang lebih baik dan turut berpartisipasi dalam program jaminan sosial nasional Kesimpulan dan Rekomendasi Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa pilihan kebijakan meningkatkan dana transfer ke Daerah dan Desa dalam kondisi pendapatan negara mengalami tekanan dan tidak meningkat secara proporsional sejalan dengan peningkatan PDB, telah menempatkan Pemerintah Pusat mengalami tekanan fiskal yang berakibat kepada penurunan belanja. Pemerintah Pusat ke depan diperkirakan akan menghadapi peningkatan kebutuhan belanja untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas infrastruktur nasional serta belanja jaminan sosial nasional. Untuk itu tingkat transfer ke Daerah dan Desa perlu dipertahankan pada level tertentu tanpa harus mengorbankan pelayanan publik lokal dan pembangunan daerah. Namun karena janji politik menghendaki Pemerintah untuk meningkatan dana transfer, sebaiknya hal tersebut diikuti dengan membagi beban fiskal (tanggungjawab belanja) ke Daerah dan Desa. Beberapa alternatif yang mungkin diimplementasikan untuk membagi beban fiskal adalah: Sharing beban fiskal dana pensiun PNS antara Pusat dan Daerah. Pemerintah perlu mengubah sistem pensiun PNS dari pay as you go (PAYGO) ke sistem fully funded. Dengan sistem PAYGO, Pemerintah Pusat bertanggungjawab membayar pensiun PNS setelah mereka pensiun hingga meninggal bahkan sampai ke duda/janda pensiunan. Dengan sistem fully funded, Pemerintah hanya membayarkan dana pensiun ketika PNS tersebut bekerja, dan PNS tersebut akan menerima tabungan pensiun tersebut begitu mereka memasuki usia pensiun. Dengan sistem fully funded memungkinkan untuk membagi beban dana pensiun dengan Pemda dan Desa. Pemda dan Desa harus ikut bertanggungjawab untuk membayar sebagian dari Dana Pensiun PNS Daerah. Sistem ini mungkin dapat diterapkan untuk PNS yang baru diangkat. Dengan kata lain, untuk PNS yang baru diangkat, Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang memperkerjakan PNS tersebut membayarkan iuran pensiun PNS tersebut ke BPJS Ketenagakerjaan (tentu ditambah potongan gaji sebagai iuran individu PNS). Dengan itu berarti akan terujud pembagian beban fiskal untuk iuran pensiun antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat membayarkan tambahan iuran pensiun PNS Pusat, Pemerintah Daerah membayarkan tambahan iuran pensiun PNS Daerah. Kemudian jika PNS tersebut pensiun, BPJS tenaga kerjalah yang sepenuhnya bertanggungjawab membayarkan pensiun sesuai kontribusi. Jika alternatif ini 7
8 bisa dilakukan, secara bertahap beban APBN untuk pembayaran langsung untuk pensiun aparat negara akan berkurang Pemerintah Desa diperkirakan akan menerima dana transfer yang semakin membesar. Diperkirakan tahun 2019, setiap Pemerintah Desa akan menerima transfer paling sedikit sekitar Rp. 2,2 milyar (Roadmap Dana Desa, Kemenkeu). Sementara itu penugasan untuk Pemerintah Desa belum terinci dan lengkap. Salah satu penugasan yang mungkin diberikan ke Pemerintah Desa adalah membayar sebagian asuransi kesehatan warga miskin di Desa tersebut. Sebagian dibayarkan oleh Pemerintah Pusat, sebagian lagi dibayarkan oleh Pemerintah Desa. Sistem ini akan mendorong Pemerintah Desa untuk ikut serta dalam program untuk mengatasi kemiskinan dan semakin baik dalam menetapkan warga yang miskin. Selama ini, Pemerintah Desa justru cenderung untuk mengusulkan sebanyak mungkin warga yang mendapatkan jaminan kesehatan dan ada kemungkinan terjadi manipulasi data untuk penentuan warga yang miskin. Sebab tidak ada punishment terhadap Pemerintah Desa yang salah menetapkan warga terkategori miskin Pemerintah Pusat perlu menyediakan akses pembiayaan yang lebih luas bagi Pemerintah Daerah (untuk melakukan pinjaman daerah ataupun untuk menerbitkan obligasi daerah) guna membiayai pembangunan infrastruktur lokal yang mendorong pertumbuhan daerah. Menyediakan akses pembiayaan (pinjaman dan obligasi) bagi Pemda akan mendorong peningkatan akuntabilitas dibanding dengan menyediakan tambahan dana transfer (bantuan khusus) untuk pembangunan infrastruktur. Penyediaan grant yang terus menerus meningkat cenderung memanjakan Pemerintah Daerah dan akan memberi tekanan fiskal kepada Pemerintah pada kondisi perlambatan ekonomi seperti periode ini. Referensi Clements, Benedict, David Coady and Sanjeev Gupta (2012), The Economics of Public Health Care Reform in Advance and Emerging Economies, IMF Publication. DJPK Kemenkeu, 2014, Laporan Analisis Realisasi APBD Tahun 2013 DJPK Kemenkeu, 2010, Laporan Analisis Realisasi APBD Tahun 2009 Handra, Hefrizal and Dita, Astrid (2014), Pension System and Its Fiscal Implications in Indonesia, ERIA Research Report. 8
BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciKebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY Disampaikan Oleh : Direktur Pembiayaan dan Transfer Non Dana Perimbangan DJPK Kementerian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan
Lebih terperinciHUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam
KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciBAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN
BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011-2015 3.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah. Implementasi otonomi daerah menuntut terciptanya performa keuangan daerah yang lebih baik. Namun pada
Lebih terperinciGAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu
BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan
Lebih terperinci5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU
BAB V ANALISIS APBD 5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 5.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan
Lebih terperinciSEKILAS TENTANG ANALISIS KEBIJAKAN BELANJA PUBLIK/NEGARA
SEKILAS TENTANG ANALISIS KEBIJAKAN BELANJA PUBLIK/NEGARA 1. Arti penting dan peran analisis kebijakan belanja publik. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
Lebih terperinciDesentralisasi dan Hubungan Pusat - Daerah
Desentralisasi dan Hubungan Pusat - Daerah Deskripsi dan Tujuan DESKRIPSI: Topik ini menjelaskan pemahaman tentang desentralisasi fiskal, hubungan kewenangan antar tingkat pemerintahan, serta hubungan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam waktu tujuh tahun sejak tumbangnya rezim orde baru, bangsa Indonesia terus berupaya memperbaiki sistem pemerintahannya. Bahkan upaya-upaya perubahan yang
Lebih terperinciBAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)
BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
Lebih terperinciDANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH
DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH Oleh: DR. MOCH ARDIAN N. Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH 2018 1 2 KEBIJAKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas pemerintah secara profesional untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,
Lebih terperinciBANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya
BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral
BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakikatnya bertujuan untuk menghapus atau mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan menyediakan lapangan pekerjaan dalam konteks
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tonggak perubahan yang bergerak sejak tahun 1998 dengan pergantian pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan dalam aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. Perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah dapat dilihat dari aspek history yang dibagi
Lebih terperinciANALISIS PERMASALAHAN BELANJA PEGAWAI DALAM APBN. Grafik 1. Perkembangan Belanja Pegawai dalam APBN
ANALISIS PERMASALAHAN BELANJA PEGAWAI DALAM APBN I. PROFIL BELANJA PEGAWAI Belanja Pegawai termasuk belanja yang cukup besar dan terus meningkat, bila pada tahun 2006 hanya 73,2 triliun (17%), maka pada
Lebih terperinciPerhitungan Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota untuk Memenuhi Jumlah Minimum Alokasi Dana Desa
Catatan Kebijakan Februari 2017 Perhitungan Kapasitas Fiskal Kabupaten/Kota untuk Memenuhi Jumlah Minimum Alokasi Dana Desa Latar Belakang Pasal 72 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciPINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1
PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas
Lebih terperinciKAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR
KAJIAN KAPASITAS KABUPATEN SEMARANG DALAM MELAKUKAN PINJAMAN (STUDI KASUS : PEMDA DAN PDAM KABUPATEN SEMARANG) TUGAS AKHIR Oleh: WIBYCA FUISYANUAR L2D 003 379 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciMEREALISASIKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SECARA EFEKTIF
Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia MEREALISASIKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SECARA EFEKTIF Fauziah Zen Publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat ini merupakan hasil dari Aktivitas Kebijakan Ekonomi di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek
Lebih terperinciRUANG FISKAL DALAM APBN
RUANG FISKAL DALAM APBN Ruang fiskal secara umum merupakan ketersediaan ruang dalam anggaran yang memampukan Pemerintah menyediakan dana untuk tujuan tertentu tanpa menciptakan permasalahan dalam kesinambungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal, merupakan salah satu pengeluaran investasi jangka panjang dalam kegiatan perekonomian.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
Lebih terperinciANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU
ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU Taryono Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era reformasi ini tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia yang menyebabkan adanya aspek akuntabilitas dan transparansi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diatur dalam UU RI Nomor 33 Tahun 2004. UU ini menegaskan bahwa untuk
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai
Lebih terperinciBAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN
BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN 2.1 EKONOMI MAKRO Salah satu tujuan pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat, sehubungan dengan itu pemerintah daerah berupaya mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan Nasional Indonesia
Lebih terperinciRENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA Disampaikan oleh: Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah Dr. Ahmad Yani, S.H., Akt., M.M., CA. MUSRENBANG
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi daerah, sebagaimana halnya di bidang-bidang lainnya. Usaha untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah pusat telah menggariskan kebijaksanaan untuk mengembangkan dan meningkatkan peranan dan kemampuan pemerintah daerah di bidang keuangan dan ekonomi daerah,
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2013 1 L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI
Lebih terperinciSAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN
SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan melakukan perubahan kebijakan
Lebih terperinciGrafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016
BAB V ANALISIS APBD 5.1. Pendapatan Daerah Sebagai daerah pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), kondisi keuangan daerah Provinsi Kaltara tergolong belum stabil terutama pada tahun 2013. Sumber
Lebih terperinciPEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN
PEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN soloraya.net Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat 15 Agustus 2014, menyatakan bahwa selain dialokasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KEBIJAKAN ALOKASI DAN PENYALURAN DAK TAHUN 2016
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KEBIJAKAN ALOKASI DAN PENYALURAN DAK TAHUN 2016 Jakarta, 10 Februari 2016 ARAH KEBIJAKAN DAK TA 2016 1. Mendukung implementasi
Lebih terperinciPembinaan. 7 Provinsi, KESEHATAN. 120 Preventif: Perencanaan. Anggaran Daerah. Kab/Kota "Gerakan. pelayanan masyarakat Masyarakat
Matriks Sasaran Pembangunan, Kegiatan Pendukung, Dan Kegiatan Kementerian/Lembaga : Dalam Negeri K/L : Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah No Nasional 1 PELAYANAN Penguatan Advokasi Regulasi Jumlah Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah terjadi pada tahun 1998 yang lalu telah berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Krisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi politik yang dilancarkan pada tahun 1988 telah berhasil menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan dengan pemerintahan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor-faktor produksi pada umumnya tidak selalu diikuti oleh pertambahan produksi barang
Lebih terperinciPERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI PERHITUNGAN ALOKASI DAN KEBIJAKAN PENYALURAN DAK TA 2014, SERTA ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH DI BIDANG KEHUTANAN disampaikan pada: Sosialisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peralihan masa orde baru ke reformasi memberikan perubahan terhadap pemerintahan Indonesia. Salah satu perubahan tersebut adalah otonomi daerah yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan
Lebih terperinciBAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK
63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran
Lebih terperinci2015 ANALISIS STRATEGI BIAYA PENGALOKASIAN BELANJA LANGSUNG PADA APBD PEMERINTAH DAERAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun anggaran 2001, pemerintah telah menerapkan UU No. 25 Tahun 1999 yang kemudian di revisi menjadi UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah sangat erat kaitannya dengan otonomi daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem pemerintahan di Indonesia bersifat
Lebih terperinciDaftar Tabel Data Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan
Daftar Tabel Data Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan LAMPIRAN BAB II. Inflasi PERKEMBANGAN TINGKAT INFLASI Prov/Kab/Kota Tingkat Inflasi (%) Keterangan Prov Maret 0 (YoY) Kabupaten Maret 0 (bulanan)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang meliputi bidang kesehatan, pendidikan, kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang jauh lebih besar kepada pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Lebih terperinci1 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah di Indonesia memasuki babak baru seiring diberlakukannya desentralisasi fiskal. Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia yang dimulai dari tahun 2001 merupakan sebuah gebrakan (big bang) dari semula pemerintahan yang bersifat sentralistis menjadi
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk merencanakan dan melaksanakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur
Lebih terperinci1. NAMA JABATAN: Direktur Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah.
LAMPIRAN VI KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KM.1/2016 TENTANG URAIAN JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 1. NAMA JABATAN: Direktur Evaluasi Pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir akhir ini membawa dampak
Lebih terperinciINUNG ISMI SETYOWATI B
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang
BAB I PENDAHULIAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat. Ini dapat dibuktikan dengan jelas dari
Lebih terperinciPENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Ketentuan Pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan otonomi daerah memberikan ruang kepada daerah untuk mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga pemberian pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karakteristik unik dalam struktur formal kelembagaan pemerintahan Negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa merupakan entitas sosial politik yang sangat penting dan memiliki karakteristik unik dalam struktur formal kelembagaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belanja modal yang sebagai perubahan yang fundamental di dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) telah mulai dilakukan pasca reformasi dengan didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI tahun 1945, pemerintah daerah berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu semangat reformasi keuangan daerah adalah dilakukannya pertanggungjawaban keuangan oleh pemerintah daerah dan penilaian kinerja keuangan daerah otonomi secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Awal tahun 2014 lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan adanya pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Lebih terperincilocal accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undangundang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi kewenangan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam pengelolaan keuangan daerah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem otonomi daerah. Awal dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah sejak diberlakukannya Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciArah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah
XXII Arah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan bentuk pengelolaan keuangan daerah dalam pengalokasian sumber daya di daerah secara optimal, sekaligus
Lebih terperinciBAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH
BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH 5.1 PENDANAAN Rencana alokasi pendanaan untuk Percepatan Pembangunan Daerah pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2009 memberikan kerangka anggaran yang diperlukan
Lebih terperinciAnalisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 4.1. Pendapatan Daerah 4.1.1. Pendapatan Asli Daerah Sejak tahun 2011 terdapat beberapa anggaran yang masuk dalam komponen Pendapatan Asli Daerah yaitu Dana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari reformasi. Undang-Undang
Lebih terperinci