AKU WARGA NEGARA YANG BAIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKU WARGA NEGARA YANG BAIK"

Transkripsi

1 AKU WARGA NEGARA YANG BAIK UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA DOSEN: M. AYUB PRAMANA,SH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA T.A NAMA : SALMAN FARIS NIM : PROGRAM JURUSAN : S1 : SI KELOMPOK : G

2 Bukti Tuhan itu Ada Beriman bahwa Tuhan itu ada adalah iman yang paling utama. Jika seseorang sudah tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, maka sesungguhnya orang itu dalam kesesatan yang nyata. Benarkah Tuhan itu ada? Kita tidak pernah melihat Tuhan. Kita juga tidak pernah bercakapcakap dengan Tuhan. Karena itu, tidak heran jika orang-orang atheist menganggap Tuhan itu tidak ada. Cuma khayalan orang belaka. Ada kisah zaman dulu tentang orang atheist yang tidak percaya dengan Tuhan. Dia mengajak berdebat seorang alim mengenai ada atau tidak adanya Tuhan. Di antara pertanyaannya adalah: Benarkah Tuhan itu ada dan Jika ada, di manakah Tuhan itu? Ketika orang atheist itu menunggu bersama para penduduk di kampung tersebut, orang alim itu belum juga datang. Ketika orang atheist dan para penduduk berpikir bahwa orang alim itu tidak akan datang, barulah muncul orang alim tersebut. Maaf jika kalian menunggu lama. Karena hujan turun deras, maka sungai menjadi banjir, sehingga jembatannya hanyut dan saya tak bisa menyeberang. Alhamdulillah tiba-tiba ada sebatang pohon yang tumbang. Kemudian, pohon tersebut terpotong-potong ranting dan dahannya dengan sendirinya, sehingga jadi satu batang yang lurus, hingga akhirnya menjadi perahu. Setelah itu, baru saya bisa menyeberangi sungai dengan perahu tersebut. Begitu orang alim itu berkata. Si Atheist dan juga para penduduk kampung tertawa terbahak-bahak. Dia berkata kepada orang banyak, Orang alim ini sudah gila rupanya. Masak pohon bisa jadi perahu dengan sendirinya. Mana bisa perahu jadi dengan sendirinya tanpa ada yang membuatnya! Orang banyak pun tertawa riuh. Setelah tawa agak reda, orang alim pun berkata, Jika kalian percaya bahwa perahu tak mungkin ada tanpa ada pembuatnya, kenapa kalian percaya bahwa bumi, langit, dan seisinya bisa ada tanpa penciptanya? Mana yang lebih sulit, membuat perahu, atau menciptakan bumi, langit, dan seisinya ini? Mendengar perkataan orang alim tersebut, akhirnya mereka sadar bahwa mereka telah terjebak oleh pernyataan mereka sendiri. Kalau begitu, jawab pertanyaanku yang kedua, kata si Atheist. Jika Tuhan itu ada, mengapa dia tidak kelihatan. Di mana Tuhan itu berada? Orang atheist itu berpendapat, karena dia tidak pernah melihat Tuhan, maka Tuhan itu tidak ada. Orang alim itu kemudian menampar pipi si atheist dengan keras, sehingga si atheist merasa kesakitan. Kenapa anda memukul saya? Sakit sekali. Begitu si Atheist mengaduh. Si Alim bertanya, Ah mana ada sakit. Saya tidak melihat sakit. Di mana sakitnya?

3 Ini sakitnya di sini, si Atheist menunjuk-nunjuk pipinya. Tidak, saya tidak melihat sakit. Apakah para hadirin melihat sakitnya? Si Alim bertanya ke orang banyak. Orang banyak berkata, Tidak! Nah, meski kita tidak bisa melihat sakit, bukan berarti sakit itu tidak ada. Begitu juga Tuhan. Karena kita tidak bisa melihat Tuhan, bukan berarti Tuhan itu tidak ada. Tuhan ada. Meski kita tidak bisa melihatnya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya. Demikian si Alim berkata. Sederhana memang pembuktian orang alim tersebut. Tapi pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada hanya karena panca indera manusia tidak bisa mengetahui keberadaan Tuhan adalah pernyataan yang keliru. Berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, tapi pada kenyataannya benda itu ada? Betapa banyak benda langit yang jaraknya milyaran, bahkan mungkin trilyunan cahaya yang tidak pernah dilihat manusia, tapi benda itu sebenarnya ada? Berapa banyak zakat berukuran molekul, bahkan nukleus (rambut dibelah 1 juta), sehingga manusia tak bisa melihatnya, ternyata benda itu ada? (manusia baru bisa melihatnya jika meletakan benda tersebut ke bawah mikroskop yang amat kuat). Berapa banyak gelombang (entah radio, elektromagnetik. Listrik, dan lain-lain) yang tak bisa dilihat, tapi ternyata hal itu ada. Benda itu ada, tapi panca indera manusia lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya. Kemampuan manusia untuk melihat warna hanya terbatas pada beberapa frekuensi tertentu, demikian pula suara. Terkadang sinar yang amat menyilaukan bukan saja tak dapat dilihat, tapi dapat membutakan manusia. Demikian pula suara dengan frekuensi dan kekerasan tertentu selain ada yang tak bisa didengar juga ada yang mampu menghancurkan pendengaran manusia. Jika untuk mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan, apalagi untuk mengetahui keberadaan Sang Maha Pencipta! Memang sulit membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Tapi jika kita melihat pesawat terbang, mobil, TV, dan lain-lain, sangat tidak masuk akal jika kita berkata semua itu terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pembuatnya. Jika benda-benda yang sederhana seperti korek api saja ada pembuatnya, apalagi dunia yang jauh lebih kompleks. Bumi yang sekarang didiami oleh sekitar 8 milyar manusia, keliling lingkarannya sekitar 40 ribu kilometer panjangnya. Matahari, keliling lingkarannya sekitar 4,3 juta kilometer panjangnya. Matahari, dan 9 planetnya yang tergabung dalam Sistem Tata Surya, tergabung dalam galaksi Bima Sakti yang panjangnya sekitar 100 ribu tahun cahaya (kecepatan cahaya=300 ribu kilometer/detik!) bersama sekitar 100 milyar bintang lainnya. Galaksi Bima Sakti, hanyalah 1 galaksi di antara ribuan galaksi lainnya yang tergabung dalam 1 Cluster. Cluster ini bersama

4 ribuan Cluster lainnya membentuk 1 Super Cluster. Sementara ribuan Super Cluster ini akhirnya membentuk Jagad Raya (Universe) yang bentangannya sejauh 30 Milyar Tahun Cahaya! Harap diingat, angka 30 Milyar Tahun Cahaya baru angka estimasi saat ini, karena jarak pandang teleskop tercanggih baru sampai 15 Milyar Tahun Cahaya. Bayangkan, jika jarak bumi dengan matahari yang 150 juta kilometer ditempuh oleh cahaya hanya dalam 8 menit, maka seluruh Jagad Raya baru bisa ditempuh selama 30 milyar tahun cahaya. Itulah kebesaran ciptaan Allah! Jika kita yakin akan kebesaran ciptaan Tuhan, maka hendaknya kita lebih meyakini lagi kebesaran penciptanya. Dalam Al Qur an, Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit, bintang, matahari, bulan, dan lain-lain: Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya. [Al Furqoon:61] Ada jutaan orang yang mengatur lalu lintas jalan raya, laut, dan udara. Mercusuar sebagai penunjuk arah di bangun, demikian pula lampu merah dan radar. Menara kontrol bandara mengatur lalu lintas laut dan udara. Sementara tiap kendaraan ada pengemudinya. Bahkan untuk pesawat terbang ada Pilot dan Co-pilot, sementara di kapal laut ada Kapten, juru mudi, dan lainlain. Toh, ribuan kecelakaan selalu terjadi di darat, laut, dan udara. Meski ada yang mengatur, tetap terjadi kecelakaan lalu lintas. Sebaliknya, bumi, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain selalu beredar selama milyaran tahun lebih (umur bumi diperkirakan sekitar 4,5 milyar tahun) tanpa ada tabrakan. Selama milyaran tahun, tidak pernah bumi menabrak bulan, atau bulan menabrak matahari. Padahal tidak ada rambu-rambu jalan, polisi, atau pun pilot yang mengendarai. Tanpa ada Tuhan yang Maha Mengatur, tidak mungkin semua itu terjadi. Semua itu terjadi karena adanya Tuhan yang Maha Pengatur. Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan (orbit) bagi masing-masing benda tersebut. Jika kita sungguh-sungguh memikirkan hal ini, tentu kita yakin bahwa Tuhan itu ada. Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-nya manzilahmanzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-nya) kepada orang-orang yang mengetahui. [Yunus:5] Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. [Yaa Siin:40] Sungguhnya orang-orang yang memikirkan alam, insya Allah akan yakin bahwa Tuhan itu ada: Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu. [Ar Ra d:2] (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya

5 Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. [Ali Imron:191] Terhadap manusia-manusia yang sombong dan tidak mengakui adanya Tuhan, Allah menanyakan kepada mereka tentang makhluk ciptaannya. Manusiakah yang menciptakan, atau Tuhan yang Maha Pencipta: Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya? [Al Waaqi ah:58-59] Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya? [Al Waaqi ah:63-64] Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya? [Al Waaqi ah:72] Di ayat lain, bahkan Allah menantang pihak lain untuk menciptakan lalat jika mereka mampu. Manusia mungkin bisa membuat robot dari bahan-bahan yang sudah diciptakan oleh Allah. Tapi untuk menciptakan seekor lalat dari tiada menjadi ada serta makhluk yang bisa bereproduksi (beranak-pinak), tak ada satu pun yang bisa menciptakannya kecuali Allah: Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. [Al Hajj:73] Sesungguhnya, masih banyak ayat-ayat Al Qur an lainnya yang menjelaskan bahwa sesungguhnya, Tuhan itu ada, dan Dia lah yang Maha Pencipta.

6 T E R O R I S M E Tragedi 11 September 2001 telah mendorong masyarakat internasional untuk meningkatkan kewaspadaannya terhadap terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, karena aksi terorisme dapat terjadi kapan saja dan di mana saja tanpa mengenal waktu dan tempat. Isu terorisme sekarang ini menjadi isu global yang perlu dicermati dan disikapi oleh bangsa Indonesia secara tepat, hal ini dikarenakan kita harus mengambil sikap yang jelas terhadap terorisme internasional. Teror sebagai senjata yang efektif bagi si lemah yang merupakan kekuatan yang dapat digunakan secara tidak terbatas, perbedaan obyektif dari pelaku dan kekuatannya subyektif yang didapat untuk mencapai tujuan mereka. Ruang Lingkup. Tulisan ini mencakup tentang terorisme dan hubungannya dengan dunia internasional serta penanggulangan terorisme itu sendiri. Definisi terorisme. Terorisme dapat dipandang dari berbagai sudut ilmu: Sosiologi, kriminologi, politik, psikiatri, hubung-an internasional dan hukum, oleh karena itu sulit merumuskan suatu definisi yang mampu mencakup seluruh aspek dan dimensi berbagai disiplin ilmu tersebut. Menurut Konvensi PBB tahun 1937, Terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas. US Department of Defense tahun Terorisme adalah perbuatan melawan hukum atau tindakan yang mengan-dung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan tujuan politik, agama atau idiologi. TNI - AD, berdasarkan Bujuknik tentang Anti Teror tahun Terorisme adalah cara berfikir dan bertindak yang menggunakan teror sebagai tehnik untuk mencapai tujuan. Anti Terorisme PBB, berdasarkan Chapter VII of UN CHARTER : meliputi implikasi legal dalam bentuk kewajiban dari setiap negara untuk menahan, menuntut dan menjatuhkan hukuman atau melakukan ekstradisi terhadap pelaku tindak terorisme. TNI - AD, berdasarkan Bujuknik tentang Anti Teror :adalah segala bentuk usaha, pekerjaan, kegiatan dan tindakan yang meliputi perencanaan, persiapan dan pelaksanaan untuk menanggulangi aksi teror. Seiarah Terorisme. Sejarah tentang terorisme berkembang sejak berabad lampau. Hal ini ditandai dengan bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Perkembangannya bermula dan bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari terorisme dengan mengacu

7 pada sejarah terorisme modern. Terorisme muncul pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya Perang Dunia-I dan terjadi hampir di seluruh permukaan bumi. Sejarah mencatat pada tahun 1890-an aksi terorisme Armenia melawan pemerintah Turki, yang berakhir dengan bencana pembunuhan masal terhadap warga Armenia pada PD-I. Pada dekade PD-I, aksi terorisme diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan idiologi. Pasca Perang Dunia II, dunia tidak pernah mengenal " damai ". Berbagai pergolakan berkembang dan berlangsung secara berkelanjutan. Konfrontasi negara adikuasa yang meluas menjadi konflik Timur - Barat dan menyeret beberapa negara Dunia Ketiga ke dalamnya menyebabkan timbulnya konflik Utara - Selatan. Perjuangan melawan penjajah, pergolakan rasial, konflik regional yang menarik campur tangan pihak ketiga, pergolakan dalam negeri di sekian banyak negara Dunia Ketiga, membuat dunia labil dan bergejolak. Ketidakstabilan dunia dan rasa frustasi dari banyak Negara Berkembang dalam perjuangan menuntut hak-hak yang dianggap fundamental dan sah, membuka peluang muncul dan meluasnya terorisme. Fenomena terorisme itu sendiri merupakan gejala yang relatif baru, yaitu sesudah Perang Dunia II dan meningkat sejak permulaan dasa warsa 70-an. Terorisme dan teror telah berkembang dalam sengketa idiologi, fanatisme agama, perjuangan kemerdekaan, pemberontakan, ge-rilya, bahkan juga oleh pemerintah sebagai cara dan sarana menegakkan kekuasaannya. Ciri-ciri terorisme. Berdasarkan matrik perbandingan karakteristik kelompok pengguna tindak kekerasan guna mencapai tujuannya, dapat disimpulkan ciri - ciri terorisme adalah sbb: Organsisasi yang baik, berdisiplin tinggi, militan.organsisasinya merupakan kelompok - kelompok kecil, disiplin dan militansi ditanarnkan melalui indoktrinasi dan latihan yang bertahun - tahun. Mempunyai tujuan politik, tetapi melakukan perbuatan kriminal untuk mencapai tujuan. Tidak mengindahkan norma - norma yang berlaku, seperti agama, hukum,dll. Memilih sasaran yang me-nimbulkan efek psykologis yang tinggi untuk menimbulkan rasa takut dan mendapatkan publikasi yang luas. Karakteristik Terorisme Dapat ditinjau dari 4 macam pengelompokan yaitu : Karakteristik Organisasi yang meliputi : organisasi, rekrutmen, pendanaan dan hubungan intemasional.karakteristik Operasi yang meliputi : perencanaan, waktu, taktik dan kolusi. Karakteristik Perilaku yang meliputi : motivasi, dedikasi, disiplin, keinginan membunuh dan keinginan menyerah hidup - hidup. Karakteristik Sumber daya yang meliputi : latihan / kemampuan, pengalaman perorangan di bidang teknologi, persenjataan, perlengkapan dan transportasi. Motif Terorisme. Teroris terin-spirasi oleh motif yang berbeda. Motif terorisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori : rasional, psikologi dan budaya yang kemudian dapat dijabarkan lebih luas menjadi : Membebaskan Tanah Air. Pejuang - pejuang Palestina pada 15 Nopember 1988 memproklamasikan kemerdekaan-nya di Aljazair. Dalam mencapai tujuan tersebut pada akhirnya PLO terbagi atas dua front yaitu front Intifada dan gerakan radikal garis keras ( HAMAS ). Bagi negara Israel, PLO bagaimanapun bentuknya digolongkan ke dalam kelompok teroris.

8 Memisahkan diri dari pemerintah yang sah ( separatis ). IRA ( Irish Republica Army ) dengan segala bentuk kegiatannya dicap sebagai teroris oleh pemerintah Inggris. Sebagai protes sistem sosial yang berlaku. Brigade Merah Italia, yang bertujuan untuk membebaskan Italia dari kaum kapitalis multinasionalis, oleh pemerintah Italia dimasukkan ke dalam kelompok teroris. Menyingkirkan musuh-mu-suh politik. Banyak digunakan Kadafi untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya dengan cara mengirirnkan Dead Squad untuk membunuh. Yang paling menonjol usaha membunuh bekas PM Libya A. Hamid Bakhoush di Mesir yang menggunakan pembunuh-pembunuh bayarandari Eropa. Sifat Internasional dari Terorisme. Melaksanakan tindakan keke-rasan dengan melibatkan lebih dari satu negara. Kasus pembajakan pesawat komersil tidak dapat ditangani oleh satu negara saja. Kekerasan yang menarik perhatian dunia. Aksi-aksi yang dilakukan oleh gerakan teroris senantiasa akan mengundang publikasi yang luas. Tidak memperdulikan kepen-tingan negara dimana aksi teror itu dilaksanakan. Tujuan Terorisme. Tujuan dari teroris dapat dibedakan menjadi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka pendek. Memperoleh pengakuan dari lokal, nasional maupun dunia internasional atas perjuangannya. Memicu reaksi pemerintah, over reaksi dan tindakan represif yang dapat mengakibatkan keresahan di masyarakat. Mengganggu, melemahkan dan mempermalukan pemerintah, militer atau aparat keamanan lainnya. Menunjukkan ketidak-mampu-an pemerintah dalam melin-dungi dan mengamankan warganya. Memperoleh uang ataupun perlengkapan. Mengganggu atau menghancurkan sarana komunikasi maupun transportasi. Mencegah ataupun menghambat keputusan dari badan eksekutif atau legislatif. Menimbulkan mogok kerja Mencegah mengalirnya investasi dari pihak asing atau program bantuan dari luar negeri. Mempengaruhi jalannya pemi-lihan umum Membebaskan tawanan yang menjadi kelompok mereka Memuaskan atau membalaskan dendam. Beberapa kelompok teroris menggunakan aksi-aksi teror yang bertujuan jangka pendek tersebut untuk melemahkan pihak pemerintah untuk mencapai tujuan jangka panjang mereka. Tujuan Jangka Panjang Menimbulkan perubahan dramatis dalam pemerintahan seperti revolusi, perang sa- udara atau perang antar negara. Menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pihak teroris selama perang gerilya. Mempengaruhi kebijaksanaan pembuat keputusan baik dalam lingkup lokal, nasional atau internasional.

9 Memperoleh pengakuan politis sebagai badan hukum untuk mewakili suatu suku bangsa atau kelompok nasional. Cara kerja jaringan terorisme international. Dari fakta-fakta yang ada diketahui bahwa hubungan antara kelompok-kelompok terorisme secara tertutup telah terjalin. Kerjasama antara kelompok terorisme. Meskipun tidak ada konspirasi internasional yang jelas antar kelompok terorisme, namun trend yang ada menunjukkan peningkatan kerjasama antara kelompok teroris di dunia.kerjasama ini meliputi bantuan dalam hal sumber daya, tenaga ahli, tempat perlindungan bahkan partisipasi dalam operasi bersama. Seiring dengan berkembangnya kerjasama antar kelompok teroris, efisiensi dari operasional kelompok terorisme tersebut serta daerah operasional aksi terornya juga meningkat. Di beberapa negara tertentu pemerintah justru mendukung adanya kerjasama antar kelompok teroris ini. Mereka memberikan dukungan logistik, mengorganisir pertemuan antar pimpinan dari kelompok yang berbeda serta memberikan bantuan dalam pelaksanaan operasinya. Peme-rintah ini menganggap penggunaan terorisme ini sebagai alternatif dari perang konvensional. Pada intinya pemerintah memanfaatkan kelompok teroris ini sebagai tentara cadangan mereka.ada beberapa peristiwa penting mengenai kerjasama antar kelompok teroris dunia antara lain : Pertemuan Di Badawi. Sesudah pertemuan di Badawi pada tahun 1971 yang dihadiri berbagai perwakilan organisasi teroris Eropa dan Timur Tengah. Menimbulkan kerja sama dalam pelaksanaan aksi teroris. ( Peristiwa serangan lapangan terbang Tel Aviv, Mei 1972 ) Pertermuan Larnaca. Kerja sama yang di bangun dalam pertemuan di Badawi dilanjutkan kemudian dengan pertemuan di Larnaca (Siprus) dalam tahun1997 yang mengembangkan kerja sama taktis dalam hubungan saling bantu dan saling memperkuat. Usaha tersebut diarahkan untuk menjamin sukses yang lebih besar dalam aksi-aksi teror, karena disadari bahwa di samping kemampuan masing-masing organisasi, dibutuhkan pula kerja sama yang lebih luas dengan organisasi lain yang serupa. Kasus pemboman Konsulat Amerika di Pakistan. Al Qaeda membayar sejumlah teroris sektarian lokal Pakistan untuk merencanakan peledakan bom di luar gedung Konsulat Amerika yang menewaskan 12 warga Pakistan (8 Mei 2002). Operasi Teroris. Operasi teroris biasanya dilaksanakan oleh elemen klandestin yang dilatih dan diorganisir secara khusus. Tindakan pengamanan yang ketat biasanya diberlakukan setelah sasaran operasi dipilih. Anggota tim biasanya tidak dipertemukan sebelum pelaksanaan latihan pendahuluan sesaat sebelum berangkat menuju sasaran. Pengintaian biasanya dilaksanakan oleh elemen atau personel yang bertugas khusus sebagai intelijen khusus. Untuk memperbesar kemungkinan keberhasilan pelaksanaan operasi lebih banyak serangan yang direncanakan dari pada yang dilancarkan. Teroris senantiasa mencari dan mengeksploitir titik lemah dari sasaran. Mereka seringkali menyerang sasaran yang tidak dilindungi atau kurang pengamanannya. Karakteristik dari operasi teroris adalah kekerasan, kecepatan dan pendadakan. Metode. Teroris biasanya beroperasi dalam hubungan unit kecil yang terdiri dari personel yang terlatih menggunakan senapan otomatis ringan, granat tangan, bahan peledak munisi, dan radio transistor. Sebelum pelaksanaan operasi teroris biasanya berbaur dengan masyarakat setempat untuk menghindari deteksi dari aparat keamanan. Setelah pelaksanan operasi mereka kembali bergabung dengan masyarakat untuk memperbesar kemungkinan pelolosan mereka

10 Taktik Teroris Bom. Taktik yang sering digunakan oleh kelompok teroris adalah pengeboman. Dalam dekade terakhir ini tercatat 67 % dari aksi teror yang dilaksanakan berhubungan de-ngan bom. Pembajakan. Pembajakan sa-ngat populer dilancarkan oleh kelompok teroris selama periode Pembajakan terhadap kendaraan yang membawa bahan makanan adalah taktik yang digunakan oleh kelompok Tupamaros di Uruguay untuk mendapatkan kesan Robinhood dan menghancurkan propaganda dari pemerintah. Tetapi jenis pembajakan yang lebih populer saat ini adalah pembajakan pesawat terbang komersil. Pembunuhan. Pembunuhan adalah bentuk aksi teroris yang tertua dan masih digunakan hingga saat ini. Sasaran dari pembunuhan ini seringkali telah diramalkan, teroris akan mengklaim bertanggung jawab atas pembunuhan yang dilaksanakan. Sasaran dari pembunuhan ini biasanya adalah pejabat pemerintah, pengusaha, politisi dan aparat keamanan. Dalam 10 tahun terakhir tercatat 246 kasus pembunuhan oleh teroris di seluruh dunia. Penghadangan. Penghadangan yang telah dipersiapkan jarang sekali gagal. Hal ini juga berlaku bagi operasi yang dilaksanakan oleh kelompok teroris. Aksi ini biasanya direncanakan secara seksama, dilaksanakan latihan pendahuluan dan gladi serta dilaksanakan secara tepat. Dalam bentuk operasi ini waktu dan medan berpihak kepada kelompok teroris. Penculikan. Tidak semua peng-hadangan ditujukan untuk membunuh. Dalam kasus kelompok gerilya Abu Sayaf di Filipina, penghadangan lebih ditujukan untuk menculik personil. Penculikan biasanya akan diikuti oleh tuntutan tebusan berupa uang, atau tuntutan politik lainnya. Penyanderaan. Perbedaan anta-ra penculikan dan penyanderaan dalam dunia terorisme sangat tipis. Kedua bentuk operasi ini seringkali memiliki pengertian yang sama. Penculik biasanya menahan korbannya di tempat yang tersembunyi dan tuntut-annya adalah berupa materi dan uang, sedangkan penyanderaan berhadapan langsung dengan aparat dengan menahan sandera di tempat umum. Tuntutan pe-nyanderaan biasanya lebih dari sekedar materi. Biasanya tuntutan politik lebih sering dilemparkan teroris pada kasus pe-nyanderaan ini. Perampokan. Operasi yang di-laksanakan oleh kelompok teroris adalah sangat mahal. Untuk mendanai kegiatan mereka teroris merampok bank atau mobil lapis baja yang membawa uang dalam jumlah besar. Perampokan bank juga dapat digunakan sebagai ujian bagi program latihan personil baru. Ancaman / Intimidasi. Merupakan suatu usaha, pekerjaan, kegiatan dan tindakan untuk menakut-nakuti atau mengancam dengan menggunakan kekerasan terhadap seseorang atau kelompok, di daerah yang dianggap lawan, sehingga sasaran terpaksa menuruti kehendak pengancam untuk tujuan dan maksud tertentu. Pengaruh Terorisme. Menga-cu pada aksi terorisme yang pa-ling faktual saat ini, yaitu Tragedi World Trade Centre (WTC) di New York USA tanggal 11 September 2001, dapat dirasakan pengaruh terorisme secara global.

11 Pengaruh pada Idiologi. Kaum fanatis/ radikal agama Islam di- tuduh bertanggung jawab terhadap serangan gedung kembar WTC. Osama bin Laden beserta organisasi AI-Qaeda dituduh sebagai kelompok yang anti kapitalisme barat, berhasil meya-kinkan dunia intemasional tentang keberadaan organisasinya dengan tujuannya menghancurkan Amerika sebagai simbol kapitalisme negeri barat. Pengaruh pada Agama. Jelas sekali dampak yang ditimbulkan oleh tragedi WTC "Islam" sebagai agama disudutkan sebagai biang keladi semua kegiatan terorisme yang berdampak pula kepada negara-negara Islam, termasuk negara Indonesia disi-nyalir sebagai tempat bersembunyi dan pelatihan Al Qaeda. Pengaruh pada Politik. Tanggapan pemerintah Amerika terhadap Tragedi WTC, sudah sangat jelas bahwa jaringan teroris Osama bin Laden bersama organisasi Al Qaeda adalah musuh utama mereka, dan lewat seruan politiknya mereka minta dukungan dari negara lain yang mengental menjadi bentuk : berdiri bersama Amerika atau menjadi lawan. Pasca tragedi WTC, tidak hanya berdampak negatif terhadap negara kita, tetapi ada pula dampak positifnya, bahwa dalam menangani masalah terorisme tidak bisa dilakukan secara sendirian, tapi butuh kerjasama dengan negara-negara lain. Pemerintah Amerika mulai membuka kran-kran bantuan luar negerinya terhadap Indonesia, karena Amerika butuh kerjasama dengan Indonesia dalam rangka memerangi terorisme. Pengaruh pada segi Ekonomi. Kegiatan terorisme dalam bentuk pembajakan pesawat memang sudah sering terjadi, tetapi tragedi WTC benar-benar melahirkan semacam "trauma berpergian" dengan pesawat terbang bagi sebagian kalangan masyarakat, tidak hanya di Amerika, tetapi juga dibelahan dunia yang lain yang berakibat puluhan maskapai penerbangan menga-lami kerugian bahkan sampai terjadi penutupan perusahaan penerbangan tersebut. Pengaruh pada bidang Hankam. Terorisme dianggap musuh oleh semua negara. Amerika membentuk aliansi bersenjata untuk memburu Osama bin Laden dan organisasi Al Qaeda. Aliansi yang dibentuk tersebut akhirnya menyerbu Afghanistan dan menyebabkan jatuhnya pemerintahan Taliban. Dari uraian di atas, nyata bahwa pengaruh aksi terorisme melampaui batas wilayah domestik suatu negara karena memang terorisme tidak mengenal batas wilayah baik itu aksi maupun dampak yang ditimbulkan. Penanganan Terorisme. Mem-bahas tentang penanganan terorisme, tidak lepas dari dua tindakan dasar yaitu upaya-upaya preventif dan upaya-upaya represif. Sikap dan kebijaksanaan dasar Pemerintah Republik Indonesia. Sikap Dasar Pemerintah RI : Teroris tidak dapat di tolerir karena bertentangan dengan perikemanusiaan yang adil dan beradab. Sandera adalah korban yang tidak berdosa dan harus diselamatkan. Kebijaksanaan dasar Peme-rintah RI. Terorisme harus dibasmi tanpa mengenal kompromi. Keselamatan jiwa korban atau sandera adalah hal yang di-utamakan.

12 Prinsip dari penanganan Te-rorisme. Beberapa prinsip da-lam menangani terorisme ini merupakan syarat bagi suksesnya pelaksanaan operasi. Tujuan. Tujuan utama dari program memerangi terorisme adalah menetralisir kelompok teroris. Netralisir dalam konteks ini tidak harus membunuh teroris tetapi dengan meniadakan sumber ancaman. Legitimasi. Pasukan keamanan yang menangani terorisme harus mendapat legitimasi dan payung hukum dalam menjalankan tugasnya Kesabaran dan keteguhan. Sangat diperlukan khususnya bagi negosiator dalam rangka menyelesaikan permasalahan tanpa menimbulkan banyak korban yang tidak perlu sambil memberi waktu kepada Tim Penanggulangan Teror untuk menyiapkan diri. Menahan diri. Seluruh satuan yang terlibat dalam mekanisme penanggulangan teror harus bisa menahan diri semaksimal mungkin terhadap teroris dari bentuk ancaman, tuntutan dan bentuk intimidasi lainnya dalam rang-ka pencapaian tugas secara keseluruhan. Keamanan. Keamanan adalah syarat utama dalam kegiatan pe-nanganan terorisme. Kesatuan usaha. Kerjasama antar instansi yang terkait sangat menentukan keberhasilan penanganan terhadap terorisme untuk itu sangat diperlukan kesatuan usaha. Tindakan Preventif. Kegiatan penanggulangan anti teror ditujukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya aksi teror. Kegiatan ini meliputi tehnik pencegahan kejahatan murni yang ditujukan untuk memperkuat target serta prosedur untuk mendeteksi aksi teror yang terencana. Perencanaan dan latihan adalah unsur penting dalam program penanggulangan teror. Kegiatan preventif meliputi pe-rencanaan, tindakan pencegahan, persiapan dan latihan sebelum insiden terjadi. Selama tahap ini pertimbangan diberikan kepada penelitian, pengumpulan informasi dan intelijen, tindakan pen-cegahan, perencanaan yang mendalam serta latihan yang intensif. Pengalaman membuktikan bah-wa pencegahan adalah cara terbaik untuk melawan terorisme. Terdapat 8 langkah dalam tahap pencegahan meliputi : Intelijen. Pengumpulan kete-rangan/intelijen mengenai teroris adalah hal terpenting dalam memerangi teroris. Siapa teroris, kapan, dimana dan bagaimana ia akan melancarkan aksinya ada-lah pertanyaan yang harus terjawab dalam pengumpulan intelijen ini. Informasi yang dikumpulkan meliputi bidang sosial, ekonomi dan politik dari suatu daerah. Analisa ancaman. Idealnya langkah ini dilaksanakan secara terus menerus. Analisa terhadap ancaman ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan ancaman yang dapat terjadi. Dalam melakukan analisa ini kita harus berfikir dari sudut pandang seorang teroris. Bagaimana kita akan melancarkan aksi teror terhadap sasaran? Daerah mana yang memiliki titik lemah dan kerawanan? Strategi dan taktik apa yang akan digunakan. Pengamanan Operasi. Penga-manan operasi atau kegiatan merupakan hal penting dalam pencegahan terjadinya aksi teror. Dalam pelaksanaan aksinya teroris akan mengeksploitasi data intelijen dari sasaran. Data intelijen ini diperoleh dari menggunakan agen, penyadapan dengan alat komunikasi dan penggunaan foto intelijen. Hal ini dapat kita cegah dengan kegiatan lawan intelijen serta dengan meningkatkan kesiap-siagaan terutama apa-rat keamanan. Dasar dari pengamanan kegiatan ini adalah rasa kepedulian dan latihan.

13 Pengamanan Personil. Tidak seorangpun yang kebal terhadap serangan dari teroris. Dalam memilih sasarannya teroris tidak pernah memandang bulu. Target dapat berupaya kantor pemerintah, instalasi atau tempat-tempat umum. Orang-orang yang berada di tempat tersebut menjadi sasaran teroris semata-mata karena mereka berada di tempat tersebut saat serangan teroris. Seringkali teroris juga memilih orang-orang tertentu sebagai sasaran untuk penculikan, penyanderaan dan pembunuhan. Pengamanan Fisik. Pengaman-an fisik mencakup pengamanan terhadap berita, materi serta pencegahan tindak kejahatan. Meskipun tindak kejahatan termasuk dalam kegiatan teroris namun terdapat beberapa perbedaan yang harus diperhitungkan dalam pelaksanaan pengamanan fisik. Teroris biasanya lebih terorganisir, terlatih, dan lebih me-miliki motivasi dibanding kriminal biasa. Wewenang dan Yuridiksi. Dalam menghadapi aksi teror harus jelas batas wewenang dan wilayah tanggung jawab dari setiap satuan yang terlibat, sehingga dapat tercipta satu kesatuan komando. Pembentukan Manajemen Krisis. Merespon dari insiden terorisme dibutuhkan suatu keahlian khusus dan banyak pertimbangan. Tindakan yang pa-ling awal adalah insiden yang terjadi harus dipastikan aksi teroris bukan hanya sekedar tindak kejahatan. Langkah selanjutnya adalah rencana operasi harus segera dibentuk untuk menghadapi aksi teroris tersebut. Karena aksi teroris tidak me-ngenal batas wilayah, maka penanganannya pasti melibatkan banyak unsur, baik itu Kepolisian, Militer maupun Peme-rintah, untuk itu dibutuhkan suatu Badan yang mengkoordinasikannya. Badan tersebutlah yang bertanggungjawab membentuk Manajemen Krisis agar setiap tindakan dapat terarah dan terpadu secara efektif dalam menangani terorisme. Tindakan Represif. Segala usaha dan tindakan untuk menggunakan segala daya yang ada meliputi penggunaan alat utama sistim senjata dan sistim sosial yang ada untuk menghancurkan aksi teror. Dalam pelaksanaan penanggulangan teror pembuat keputusan harus memahami benar kemampuan dari Tim aksi khusus dan hanya menggunakan tim ini dalam peran yang berada dalam koridor kemampuannya. Penggelaran dari kekuatan Tim aksi khusus ini akan tergantung pada situasi yang terjadi. Dalam manajemen penanggulangan te-ror ini pelaksanaan operasi, organisasi disusun sebagai berikut : Tim Aksi Khusus. Tergantung dari besarnya insiden yang terjadi kekuatan pasukan dapat dikerahkan dari unit hingga detasemen. Tim Negosiator. Tim ini senantiasa berinteraksi dengan teroris dengan melaksanakan negosiasi sambil mengulur waktu bagi tim aksi khusus agar dapat lebih mempersiapkan diri. Seringkali dalam penanganan teror situasi dapat teratasi dengan proses negosiasi tanpa harus penanganan dari tim aksi khusus. Unsur Ring dalam. Unsur ini bertugas mengendalikan secara fisik daerah sekitar sasaran. Tim ini bertugas mengisolasi sekaligus berfungsi untuk me-ngumpulkan keterangan menge-nai teroris dan situasi di sasaran. Unsur dari Tim aksi khusus atau tim sniper dapat ditugaskan sebagai unsur ring dalam. Unsur Ring luar. Tugas dari tim ini antara lain mengontrol akses keluar masuk daerah insiden dan mengosongkan bangunan di sekitar tempat insiden.

14 SEPARATISME DI INDONESIA Pada masa kejayaannya, nasionalisme tampak begitu kuat mengakar dalam berbagai lapisan masyarakat di Indonesia. Ini dapat dengan mudah terlihat dalam berbagai ungkapan bangsa-ku, negeri-ku, yang ku cinta atau demi kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana muncul hampir dalam setiap percakapan sehari-hari hingga dialog resmi kenegaraan. Memaknai Indonesia, dalam konteks nasionalisme, merupakan sebuah kesatuan antara bangsa (nation) sekaligus negara (state) (Dhakidhae, 2001: v). Di dalamnya terdapat sebuah solidaritas negarabangsa (nation-state) dari susunan beraneka solidaritas suku-bangsa (ethnic). Sebuah misteri besar di balik bersatunya beraneka entitas kultural yang sangat heterogen dalam sebuah payung yang bernama negara-bangsa Indonesia, menjadi hal yang biasa saja dalam kehidupan nasional. Slogan bhineka tunggal ika, tampaknya menjadi adagium pamungkas yang mampu mereduksi semua perbedaan tersebut. Namun, munculnya berbagai konflik sosial pada era 1990-an, tampaknya menjadi sebuah titik balik perjalanan nasionalisme di Indonesia. Setelah berjaya hampir setengah abad di bumi nusantara pasca kemerdekaannya, nasionalisme Indonesia seakan-akan runtuh begitu saja tanpa sisa. Rasa kebanggaan sebagai sebuah kesatuan bangsa Indonesia tampaknya menghilang, tergerus oleh gelombang semangat kesukuan dan kedaerahan yang tengah menggelora di sejumlah wilayah. Ikatan kebangsaan Indonesia menjadi tidak begitu berarti, dan tenggelam oleh sentimen etnis yang sangat kental. Munculnya berbagai konflik bernuansa suku, agama, dan ras (SARA) di Kalimantan, Maluku, dan Poso, hingga gerakan pemberontakan lokal radikal di Timor Timur, Aceh, Maluku Selatan, dan Papua tampaknya menjadi bukti nyata rasa kebangsaan yang memudar dan sekaligus sebagai ancaman terhadap eksistensi Indonesia sebagai kesatuan entitas dalam sebuah negara-bangsa. Wacana separatisme kultural yang anti-nasionalisme Indonesia menjadi fenomena sekaligus pertanyaan yang terus membayang. Mungkinkah, nasionalisme Indonesia telah berakhir? Memaknai Nasionalisme Sebelum lebih jauh mengkaji mengenai apa itu nasionalisme Indonesia dan anti-nasionalis, ada baiknya pembahasan ini didasarkan pada konsep-konsep besar mengenai nasionalisme. Hingga saat ini, belum ada kesepakatan umum di antara pakar ilmu sosial dan ilmu politik dalam mendefinisikan mengenai konsep nasionalisme. Hal ini senada dengan apa yang John Hall (McCrone, 1998: 3) menyatakan bahwa nasionalisme sebagai sebuah rekaman historis memiliki makna yang beraneka ragam dan tidak ada satu pun teori universal tentang nasionalisme yang mumpuni. Sementara itu, Roger Brubaker (1996: 10) berpendapat bahwa nation (bangsa) merupakan sebuah kategori praktis, bukan sebaliknya sebagai kategori analisis. Artinya, untuk memahami nasionalisme, maka haruslah dipahami terlebih dahulu bagaimana konsep nasionalisme itu digunakan dalam tataran praktis dan hakikat nation itu sendiri. Langkah tersebut diharapkan akan mengarahkan pada pemahaman struktur, pengetahuan pemikiran dan pengalaman, hingga pengorganisasian tindakan maupun diskursus politik.

15 Menjawab pertanyaan apa itu nation dan nasionalisme, Ernest Renan (McCrone, 1998: 5) menggambarkan bahwa nation merupakan sebuah solidaritas dengan skala besar yang terbentuk dari sebuah perasaan pengorbanan bahwa sekelompok orang telah menciptakan ikatan tersebut di masa lampau dan mempersiapkannya bagi generasi penerus mereka solidaritas tersebut untuk di masa mendatang. Dari jawaban tersebut, Renan berargumen bahwa nasionalisme merupakan perasaan kebersamaan dari setiap anggotanya. Perasaan tersebut terbentuk dan tumbuh selama pengalaman-pengalaman hidup yang mereka jalani yang kemudian memandu mereka untuk hidup bersama dalam sebuah proses pembangunan di masa depan yang lebih baik. Meski demikian, Renan tidak menjelaskan bagaimana orang-orang tersebut dapat bertemu hingga dapat berkumpul hingga hidup bersama. Pernyataan Renan, tampaknya hanya menjadi definisi ideal tentang nasionalisme di negaranegara Eropa. Karena memang definisi tersebut merupakan sintesis dari kondisi faktual yang terjadi di Eropa pada masanya. Terbentuknya negara-negara di Eropa merupakan sebuah evolusi dari komunitas dagang (gilda) yang memiliki persamaan visi demi keuntungan perdagangan yang mereka lakukan pada masa Abad Pertengahan (Kropotkin, 2006: 82). Pada awalnya, negara-negara di Eropa tidak lain hanyalah sebuah perserikatan kota-kota dagang yang independen. Namun, karena munculnya kekhawatiran adanya serangan dari bangsa bar-bar, kemudian negara-kota tersebut membentuk sebuah solidaritas yang lebih besar dari sekedar perkumpulan dagang, dengan sebuah institusi baru di bidang ekonomi dan sosial. Dari ikatan tersebut berevolusi hingga muncullah konsep nation, yang kini menjadi negara-negara di Eropa. Sebagaimana pandangan Hall, bahwa nasionalisme merupakan rekaman sejarah, tentunya akan menjadi sulit jika konsepsi tentang nation dan nasionalisme yang diusung oleh Renan tersebut untuk digunakan dalam konteks dunia ketiga, tidak terkecuali Indonesia. Hal ini karena terdapat perbedaan alur historis antara kedua wilayah ini. Secara umum, perjalanan sejarah dari proses pembentukan negara-negara di dunia ketiga merupakan sebuah unintended consequences dari proses kolonialisasi yang dilakukan oleh negara-negara Eropa. Indonesia merupakan sebuah bukti konkret dari konsekuensi yang tidak pernah diharapkan dari agenda kolonialisasi bangsa Eropa. Barangkali, Belanda, sebagai pihak kolonial utama di Indonesia, tidak pernah bermimpi akan lahirnya sebuah nation-state dari wilayah jajahannya di bumi nusantara. Memahami Indonesia Dalam konteks keindonesiaan, kajian etnisitas seharusnya menjadi pembahasan fundamen ketika akan membahas mengenai nasionalisme Indonesia. Bagaimana tidak? Wilayah yang sekarang dikenal dengan sebutan Indonesia ini, pada mulanya merupakan sekumpulan wilayah dari kerajaan-kerajaan yang bersifat independen dan berbasis pada kekuasaan etnik dan otoritas kedaerahan. Sebut saja Kesultanan Aceh, Malaka, Riau, dan Jambi di Sumatera, Kesultanan Banten, Cirebon, Demak, dan Mataram di Jawa, Kesultanan Banjar di Kalimantan, Kerajaan Bali di Sunda Kecil, hingga Kesultanan Ternate dan Tidore di Indonesia Timur, semua itu merupakan fakta historis atas legitimasi etnis di masa lampau. Perjalanan sejarah nusantara menemukan takdirnya yang lain, kedatangan kaum kolonial Eropa, secara langsung telah melumpuhkan dominasi lokal dari seluruh kerajaan etnis yang ada di nusantara. Praktek imperialisme ini secara tidak sengaja menyatukan secara paksa wilayahwilayah independen tersebut dalam sebuah kesatuan teritori dan administratif di bawah kekuasaan kolonialisasi Hindia Belanda. Pemaksaan inilah yang di kemudian hari menjadi sebuah kondisi yang melahirkan cikal bakal nasionalisme Indonesia. Jika Renan tidak memberikan penjelasan apa yang menyebabkan bertemunya berbagai entitas yang berbeda dalam proses pembentukan nasionalisme, maka dalam konteks Indonesia, salah satu faktor penyatu

16 tersebut adalah Pan Nederlansia sebagai proyek kolonialisasi di bumi nusantara yang dilakukan oleh pihak kolonial Belanda pada masa itu. Hidup bersama di bawah tekanan dengan identitas kultural yang berbeda dalam waktu yang sangat lama, demikianlah pra-kondisi lahirnya nasionalisme Indonesia. Tidak dapat di pungkiri, bahwa faktor etnisitas pada perode perjuangan kemerdekaan masih menonjol. Bagaimana mungkin, sebuah organisasi perjuangan modern pertama, Budi Utomo yang merupakan simbol kebangkitan bangsa, masih menggunakan atribut ke-jawa-annya sebagai identitas organisasi (Ricklef, 2000: 344). Fakta ini menunjukkan bahwa kesadaran etnis dan kedaerahan tidak bisa dilepaskan begitu saja dan digantikan dengan jubah kebersamaan nasional. Meskipun demikian, perasaan ketertindasan sebagai nasib bersama akibat praktek kolonialisasi setidaknya mampu menghasilkan ikatan solidaritas yang lebih kuat, dan untuk sementara waktu mampu menciptakan sebuah kesatuan komunitas kebangsaan (nation) yang berdasarkan pada bayangan perasaan anti-kolonial. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Benedict Anderson (2001: 5) bahwa nation merupakan sebuah komunitas yang dibayangkan. Dalam kondisi ini, sebagian besar masyarakat lokal yang masih kental nuansa kesukuannya pada waktu itu memimpikan bagaimana mengusir pihak kolonial secara bersama-sama. Perasaan tersebutlah menjadi sebagai sebuah cikal-bakal kesadaran ke-indonesia-an, sebuah nasionalisme antikolonial. Semangat anti-kolonial inilah yang menjadi motivasi sekaligus identitas perekat beraneka entitas kultural tersebut dalam memperjuangkan sebuah kemerdekaan negara-bangsa Indonesia. Dalam perjalanan selanjutnya, semangat anti-kolonial inilah yang kemudian menjadi sebuah landasan nasionalisme Indonesia pada periode pertama untuk mengantisipasi munculnya kembali identitas etnis lokal. Slogan revolusi belum selesai hingga neokolim menjadi senjata yang cukup ampuh bagi penguasa republik yang baru lahir ini untuk memupus sentimen kedaerahan. Pembangunan identitas nasional terus diupayakan sebagai sebuah usaha merangkul berbagai identitas lokal yang bernuansa etnis. Meski belum sepenuhnya berhasil, negara setidaknya mampu menciptakan ikatan nation berada di atas keanekaragaman solidaritas suku-bangsa. Sementara itu, hal yang berbeda dilakukan oleh rezim selanjutnya, pada periode ini, konsep pembangunan nasionalisme lebih didefinisikan sebagai kemajuan pembangunan ekonomi dalam sebuah stabilitas politik yang tinggi. Sentralisasi pemerintahan dan pembangunan tampak begitu nyata. Daerah kehilangan kesejahteraan ekonomi dan politiknya sebagaimana yang dijanjikan oleh Pusat. Sementara itu, pengawalan terhadap nasionalisme dilakukan secara represif, yang berdampak pada kebuntuan proses artikulasi ekonomi dan politik dari Daerah kepada proses pembuatan kebijakan nasional di Pusat. Kehidupan bernegara menjadi sangat tiranik. Negara menghegemoni bangsa, dengan mengarahkan konsepsi nasionalisme sesuai dengan kebutuhan rezim penguasa. Dengan kondisi seperti ini, berbagai etnis masyarkat di Daerah tidak lagi merasakan manfaat sebagai bagian dari Indonesia. Perasaan tersisihkan dari kesatuan sebagai bangsa dalam nasionalisme Indonesia muncul. Walhasil, terjadi penguatan semangat kesukuan dan kedaerahan yang berdampak pada krisis identitas nasional dan krisis kepercayaan terhadap kepemimpinan nasional. Solidaritas nasional pun melemah, tergerus oleh sentimen etnisitas. Ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat, menimbulkan gejolak sosial di berbagai daerah. Konflik sosial hingga upaya disintegrasi nasional merebah di sejumlah daerah. Reformasi pun tidak lagi terelakkan. Keran demokratisasi, bahkan deliberalisasi di buka. Euforia reformasi memicu perubahan sosial yang begitu cepat. Ikatan etnisitas dan kedaerahan kembali

17 menunjukkan identitasnya. Pemerintah pusat seakan kehilangan legitimasi di sejumlah daerah. Puncaknya adalah lepasnya Timor Timur. Belum lagi wacana pemberontakan yang digulirkan oleh Republik Maluku Selatan (RMS), Gerakan Aceh Merdeka (GAM), hingga Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali bergulir di tingkat daerah. Ketidakmampuan pemerintah pusat untuk mengelola konflik mengarah pada arogansi intelektual dalam mendefinisikan apa itu nasionalisme. Sejumlah pihak, khususnya yang memiliki kepentingan di Pusat, menafsirkan gejolak sosial yang terjadi di sejumlah daerah sebagai sebuah tindakan institusional yang menentang nasionalisme Indonesia, separatisme. Padahal dalam kenyataan yang terjadi sesungguhnya, kemunculan tindakan yang kita sebut di sini sebagai separatisme merupakan buah dari ketidakmampuan pemerintah itu sendiri dalam mengelola konflik, yang pada hakikatnya bersumber pada ketidakadilan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan sosial. Separatisme tampaknya menjadi isu di mana pelakunya harus dibasmi sedemikian rupa, tanpa memahami alasan apa di balik munculnya gerakan tersebut. Bisa jadi separatisme merupakan bentuk otokritik terhadap hegemoni negara terhadap proses nation-building yang melahirkan pembangunan yang berketidakadilan. Meski demikian, tidak dapat dinafikan juga bahwa ada beberapa kelompok yang memanfaatkan isu perbedaan etnis dan ketimpangan distribusi kesejahteraan menjadi sebuah sumber daya politik yang memang ditujukan untuk memisahkan dari kebangsaan Indonesia. Sebuah Solusi Realita bahwa bangsa ini sebagai sebuah komunitas yang majemuk merupakan sebuah ketetapan yang telah terjadi. Fakta tersebut sudah seharusnya tidak lagi dipermasalahkan sebagai penyebab utama timbulnya konflik sosial. Mengutip Malesevic (2004: 118), bahwa perbedaan atribut etnis dan fisik bukan menjadi alasan utama terjadinya konflik etnik, melainkan adanya kekuatan politis yang memobilisasi masyarakat di tingkat akar rumput untuk saling menyerang. Hal serupa yang terjadi di Indonesia, besar kemungkinan bahwa konflik sosial yang bernuansa etnis di sejumlah daerah sesungguhnya bukan karena mereka berbeda berdasarkan atribut kultur dan fisik, melainkan adanya sebuah kondisi sosial dan ditambah dengan penetrasi politis yang mempengaruhi massa di tingkat akar rumput. Kondisi sosial di sini, dapat diartikan sebagai ketidakadilan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan sosial yang timpang. Salah satu faktor historis terbentuknya nasionalisme Indonesia adalah berdasarkan fungsinya, yaitu bagaimana memberikan manfaat bagi seluruh entitas kultural yang ada dalam kepulauan nusantara. Pada periode awal, integrasi nasional ini memiliki agenda mendasar untuk dapat memberikan kebebasan politik bagi masyarakat yang pada waktu itu berada di bawah kolonialisasi Belanda. Evolusi fungsional integrasi nasional beradaptasi menjadi sebuah kebutuhan akan kesejahteraan sosial dalam masyarakat Indonesia kontemporer. Namun, dalam prakteknya, kesejahteraan sosial tersebut belum juga terealisasikan. Sebaliknya, ketimpangan sosial terjadi begitu dahsyat. Dengan kondisi seperti ini, di mana ketidakmerataan kesejahteraan dan juga munculnya sentimen etnis, merupakan sebuah medium yang subur bagi tumbuhnya wacana gerakan separatis di Indonesia. Gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari kesatuan nasional pada hakikatnya memanfaatkan kondisi tersebut. Oleh karenanya, pemberantasan gerakan separatis yang hanya mengandalkan kekerasan militer maupun diplomasi omong kosong, tampaknya tidak akan pernah membuahkan hasil. Upaya memperlemah munculnya gerakan separatis tersebut adalah dengan langkah meminimalisasikan faktor-faktor pemicu munculnya gerakan separatis tersebut,

18 yakni distribusi dan peningkatan kesejahteraan rakyat secara adil dan reorientasi pembangunan kebangsaan dan nasionalisme Indonesia. Pertama, peningkatan kesejahteraan rakyat secara adil merupakan kunci pokok dalam membungkam gerakan separatis. Dalam sejarahnya, munculnya berbagai gerakan yang dicap sebagai separatis merupakan dampak dari pembangunan yang tidak adil dengan ketimpangan kesejahteraan. Ketika hal tersebut dikaitkan dengan atribut etnis, kedaerahan, bahkan agama, hal tersebut tampaknya menjadi senjata yang ampuh bagi separatis dalam melakukan doktrinasi terhadap masyarakat umum untuk menentang negara. Namun, ketika kesejahteraan tersebut dapat terpenuhi, maka akan sulit bagi aktor-aktor gerakan separatis untuk mencari celah dalam mendapatkan legitimasi dari rakyat untuk perlawanannya melawan negara. Oleh karenanya, gerakan-gerakan perlawanan separatisme itu janganlah sekedar dilihat secara hitam-putih sebagai bentuk anti-nasionalisme. Karena, mungkin saja, gerakan tersebut merupakan pengingatan bagi pemerintah atas ketidakadilan pembangunan kesejahteraan yang dilakukan selama ini. Kedua, reorientasi pembangunan kebangsaan dan nasionalisme Indonesia merupakan hal penting dalam penjagaan keutuhan nasional sebagai upaya meredupkan isu-isu separatisme. Langkah yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan memanfaatkan institusi pendidikan sebagai pembentukan kader-kader bangsa yang militan. Negara memiliki tanggung jawab untuk menjaga melalui agenda pendidikan kewarganegaraan (civic education). Pendidikan kewarganegaraan ini merupakan upaya mempersiapkan generasi masa depan untuk menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara secara lebih baik (Azra, 2002: ix). Pendidikan kewarganegaraan ini bukan sekedar agenda doktrinatif dari negara kepada rakyat, melainkan sebuah upaya enkulturisasi nasionalisme, yang bersumber dari budaya majemuk yang dimiliki bangsa. Selain itu, pendidikan juga berperan sebagai objektifikasi nilai yang dimiliki bangsa, baik sisi positif maupun negatif, sehingga mampu membangkitkan semangat inward looking nationalism (Lubis, 2001). Rakyat menjadi sadar akan titik lemah dan kelebihan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang majemuk ini. Perbedaan kultur dari setiap etnis, ideologi, dan bahkan agama semestinya tidak ditutup-tutupi hanya sekedar untuk meghindari pergesekan, melainkan harus saling disepahami. Dari perbedaan ini, masyarakat berupaya untuk dicerdaskan dalam memahami realitas tersebut. Perbedaan itu seharusnya menjadi modal budaya yang menjadi dasar pembangunan nasionalisme Indonesia.

T E R O R I S M E. Oleh: Kolonel Inf Loudewijk F Paulus, Kopassus

T E R O R I S M E. Oleh: Kolonel Inf Loudewijk F Paulus, Kopassus T E R O R I S M E Oleh: Kolonel Inf Loudewijk F Paulus, Kopassus Tragedi 11 September 2001 telah mendorong masyarakat internasional untuk meningkatkan kewaspadaannya terhadap terorisme dalam segala bentuk

Lebih terperinci

AKU WARGA NEGARA YANG BAIK

AKU WARGA NEGARA YANG BAIK AKU WARGA NEGARA YANG BAIK UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA OLEH : DOSEN NAMA : M. AYUB PRAMANA, SH. : NATOKO INDROJATI NIM : 11.12.5590 PROGRAM JURUSAN KELOMPOK : STRATA-1 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York,

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York, Amerika Serikat

Lebih terperinci

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 Oleh: Muh. Miftachun Niam (08430008) Natashia Cecillia Angelina (09430028) ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

: HENI OKTAVIA NIM : : SISTEM INFORMASI

: HENI OKTAVIA NIM : : SISTEM INFORMASI NAMA : HENI OKTAVIA NIM : 11.12.5414 PROGRAM STUDI JURUSAN KELOMPOK : STRATA-1 : SISTEM INFORMASI : G KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. sehingga berada dalam ujung tanduk kehancuran, momentum yang tepat ini

BAB V KESIMPULAN. sehingga berada dalam ujung tanduk kehancuran, momentum yang tepat ini BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan Historis Kekalahan Uni Soviet dalam perang dingin membuatnya semakin lemah sehingga berada dalam ujung tanduk kehancuran, momentum yang tepat ini dimanfaatkan oleh negara-negara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA I. UMUM Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika.

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika. KEWARGANEGARAAN Modul ke: GLOBALISASI DAN NASIONALISME Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan pengertian globalisasi

Lebih terperinci

Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional

Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan, Kekuatan nasional

Lebih terperinci

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Peran Pemerintah dan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi terorisme sudah menunjukan keberhasilan yang cukup berarti,

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Oleh : Nama : Sandy muttaqin NIM : 11.12.5463 Jurusan : S1-Sistem informasi Kelompok : G Dosen : M. Ayub Pramana, SH KATA PENGANTAR Segala puji

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

AKU WARGA NEGARA YANG BAIK

AKU WARGA NEGARA YANG BAIK AKU WARGA NEGARA YANG BAIK UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA DOSEN : M. AYUB PRAMANA, SH. OLEH : NAMA : MUHAMMAD DAVID KADAFI NOMOR : 11.12.5358 PROGRAM : STRATA 1 JURUSAN : SI

Lebih terperinci

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME 1 1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME Dalam sejarahnya, manusia memang sudah ditakdirkan untuk berkompetisi demi bertahan hidup. Namun terkadang kompetisi yang dijalankan manusia itu tidaklah sehat dan menjurus

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan

Lebih terperinci

AKU WARGA NEGARA YANG BAIK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL TH. 2011/2012

AKU WARGA NEGARA YANG BAIK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL TH. 2011/2012 AKU WARGA NEGARA YANG BAIK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL TH. 2011/2012 M. Ayub Pramana, SH. KELOMPOK G FITRIANA ARUMSARI 11.12.5471 - S1.SI STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

AKU WARGA NEGARA YANG BAIK

AKU WARGA NEGARA YANG BAIK AKU WARGA NEGARA YANG BAIK UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA Dosen : M. Ayub Pramana, SH OLEH : `NAMA : PRIMA YUDISTIRA `NOMOR : 11.12.5573 `PROGRAM : STRATA-1 `JURUSAN : SI `KELOMPOK

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan Indonesia secara langsung maupun tidak langsung

Lebih terperinci

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas lapisanlapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA Nama : AGUNG NOLIANDHI PUTRA NIM : 11.11.5170 Kelompok : E Jurusan : 11 S1 TI 08 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 ABSTRAK Konflik adalah sesuatu yang hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari permasalahan konflik dalam

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pertahanan

Lebih terperinci

VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL

VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL RETHINKING & RESHAPING VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL OLEH : DR. MUHADJIR EFFENDY, M.AP. Disampaikan dalam Acara Tanwir Muhammadiyah 2009 di Bandar Lampung, 5 8 Maret 2009 1 Lingkup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai

Lebih terperinci

Aku Warga Negara yang Baik

Aku Warga Negara yang Baik Aku Warga Negara yang Baik Untuk Memenuhi Tugas Pancasila M. Ayub Pramana, SH Disusun Oleh : Nama : Aditya Wijang Permana No : 11.12.5576 Program : STRATA 1 Jurusan Kelompok : SI : G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI Disusun Oleh: TRI SARWINI 151070012 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA AKU WARGA NEGARA YANG BAIK

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA AKU WARGA NEGARA YANG BAIK TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA SEMESTER GANJIL T.A. 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA AKU WARGA NEGARA YANG BAIK Di Susun Oleh : Nama : Barnadin Cahyadi Saputra Nomor : 11.12.5373 Program : Strata

Lebih terperinci

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar Wawasan Kebangsaan Dewi Fortuna Anwar Munculnya konsep Westphalian State Perjanjian Westphalia 1648 yang mengakhiri perang 30 tahun antar agama Katholik Roma dan Protestan di Eropa melahirkan konsep Westphalian

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

Komunisme dan Pan-Islamisme

Komunisme dan Pan-Islamisme Komunisme dan Pan-Islamisme Tan Malaka (1922) Penerjemah: Ted Sprague, Agustus 2009 Ini adalah sebuah pidato yang disampaikan oleh tokoh Marxis Indonesia Tan Malaka pada Kongres Komunis Internasional ke-empat

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

ANCAMAN LINTAS AGAMA DAN IDEOLOGI MELALUI BOM DI TEMPAT LAHIRNYA PANCASILA

ANCAMAN LINTAS AGAMA DAN IDEOLOGI MELALUI BOM DI TEMPAT LAHIRNYA PANCASILA ANCAMAN LINTAS AGAMA DAN IDEOLOGI MELALUI BOM DI TEMPAT LAHIRNYA PANCASILA A. Abstrak Negara Indonesia kian terancam karena efek pemikiran ideologi orang luar yang ditelan mentah-mentah tanpa adanya suatu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari skripsi dengan judul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani

Lebih terperinci

Negara Jangan Cuci Tangan

Negara Jangan Cuci Tangan Negara Jangan Cuci Tangan Ariel Heryanto, CNN Indonesia http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160426085258-21-126499/negara-jangan-cuci-tangan/ Selasa, 26/04/2016 08:53 WIB Ilustrasi. (CNN Indonesia)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH.

BAHAN TAYANG MODUL 11 SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2016/2017 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: 11 Fakultas TEKNIK PANCASILA DAN IMPLEMENTASINYA SILA KETIGA PANCASILA KEPENTINGAN NASIONAL YANG HARUS DIDAHULUKAN SERTA AKTUALISASI SILA KETIGA DALAM KEHIDUPAN BERNEGARA ( DALAM BIDANG POLITIK,

Lebih terperinci

AKU WARGA NEGARA YANG BAIK DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA

AKU WARGA NEGARA YANG BAIK DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA AKU WARGA NEGARA YANG BAIK DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA Nama : FREDI RUTDI ANGARA NIM : 11.12.5415 Kelompok : G Program Studi : STRATA 1 Jurusan : System Informasi DOSEN PEMBIMBING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

Budi Mulyana, Pengamat Hubungan Internasional

Budi Mulyana, Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana, Pengamat Hubungan Internasional Kasus perburuan Osama merupakan contoh kesekian kalinya yang menunjukkan bahwa hukum internasional merupakan aturan yang sangat multiinterpretasi. Kesepakatan

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA Disusun Oleh: I Gusti Bagus Wirya Agung, S.Psi., MBA UPT. PENDIDIKAN PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA U N I V E R S I T A S U D A Y A N A B A L I 2016 JUDUL: PENDIDIKAN

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

CEGAH PERKEMBANGAN RADIKALISME DENGAN DERADIKALISASI

CEGAH PERKEMBANGAN RADIKALISME DENGAN DERADIKALISASI CEGAH PERKEMBANGAN RADIKALISME DENGAN DERADIKALISASI O L E H : PROF. DR. IRFAN IDRIS, MA DIREKTUR DERADIKALISASI BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME (BNPT) RI JOGJAKARTA, 11 JUNI 2014 1 Kerangka Konsepsi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Gerakan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah Aceh, Papua, dan Maluku merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia MATA UJIAN BIDANG TINGKAT : P.ENGETAHUAN UMUM : SEJARAH : SARJANA/DIPLOMA PETUNJUK UMUM 1) Dahulukan menulis nama dan nomor peserta pada lembar jawaban 2) Semua jawaban dikerjakan di lembar jawaban yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia. Penduduk muslimnya berjumlah 209.120.000 orang atau 13% dari jumlah penduduk Muslim

Lebih terperinci

Mengapa HT terus mendesak pemerintah mengirimkan tentara perang melawan Israel?

Mengapa HT terus mendesak pemerintah mengirimkan tentara perang melawan Israel? Hafidz Abdurrahman Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI Inggris melakukan berbagai upaya untuk mendudukkan Yahudi di Palestina namun selalu gagal. Tapi setelah khilafah runtuh dan ruh jihad mati barulah negara

Lebih terperinci

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute

Lebih terperinci

cambuk, potong tangan, dan lainnya dilaksanakan oleh Monarki Arab Saudi. Selain hal tersebut, Monarki Arab Saudi berusaha untuk meningkatkan

cambuk, potong tangan, dan lainnya dilaksanakan oleh Monarki Arab Saudi. Selain hal tersebut, Monarki Arab Saudi berusaha untuk meningkatkan BAB V KESIMPULAN Arab Saudi merupakan negara dengan bentuk monarki absolut yang masih bertahan hingga saat ini. Namun pada prosesnya, eksistensi Arab Saudi sering mengalami krisis baik dari dalam negeri

Lebih terperinci

Orang Kristen yang membunuh kaum Muslim jauh lebih sadis tidak pernah sedikit pun dibilang sebagai teroris.

Orang Kristen yang membunuh kaum Muslim jauh lebih sadis tidak pernah sedikit pun dibilang sebagai teroris. Orang Kristen yang membunuh kaum Muslim jauh lebih sadis tidak pernah sedikit pun dibilang sebagai teroris. Tidak pernah ada cerita orang Kristen disebut teroris, meski tindakannya sama persis dengan teroris.

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA

TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA Oleh: NAMA : AGUNG CHRISNA NUGROHO NIM : 11.02.7990 KELOMPOK :A PROGRAM STUDI : DIPLOMA 3 JURUSAN DOSEN : MANAJEMEN INFORMATIKA : Drs.

Lebih terperinci

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA New York, 23 September 2003 Yang Mulia Ketua Sidang Umum, Para Yang Mulia Ketua Perwakilan Negara-negara Anggota,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digencarkan Amerika Serikat. Begitupula konflik yang terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. digencarkan Amerika Serikat. Begitupula konflik yang terjadi di Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan mengenai hak-hak dan perlakuan terhadap tawanan perang telah dimulai lebih dari satu abad yang lalu dan saat ini pun sedang menjadi isu hangat pasca dikobarkannya

Lebih terperinci

Kaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah.

Kaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah. Biksu Buddha Saydaw Wirathu, yang dikenal sebagai bin Laden dari Myanmar, telah menyerukan untuk memboikot secara nasional bisnis kaum Muslim di Myanmar Belum kering air mata warga Rohingya yang dianiaya

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sekaligus (Abdullah, 2006: 77). Globalisasi telah membawa Indonesia ke dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. sekaligus (Abdullah, 2006: 77). Globalisasi telah membawa Indonesia ke dalam BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Perubahan yang terjadi di Indonesia selama setengah abad ini sesungguhnya telah membawa masyarakat ke arah yang penuh dengan fragmentasi dan kohesi sekaligus (Abdullah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Pustaka Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai respon negara terhadap terorisme serta upaya-upaya yang dilakukan negara untuk menangani terorisme.

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Sebagai bagian dari agenda untuk mewujudkan kondisi aman dan damai, upaya secara komprehensif mengatasi dan menyelesaikan permasalahan separatisme yang telah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari analisis yang telah dilakukan terkait resolusi konflik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna mengatasi konflik di Sampit,

Lebih terperinci

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Kasus separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengancam integritas Negara Kesatuan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 Oleh Herry Darwanto 2 I. PERMASALAHAN Sebagai negara yang masyarakatnya heterogen, potensi konflik di Indonesia cenderung akan tetap

Lebih terperinci

MEMBANGUN INTEGRASI NASIONAL DENGAN BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA

MEMBANGUN INTEGRASI NASIONAL DENGAN BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA MEMBANGUN INTEGRASI NASIONAL DENGAN BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA Disusun oleh: Nama : Tuzara Adhelia Wibowo No. Absen : 31 Kelas : X MIA 2 SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014 / 2015 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PANCASILA. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Makna dan Aktualisasi Sila Persatuan Indonesia dalam Kehidupan Bernegara

PANCASILA. Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Makna dan Aktualisasi Sila Persatuan Indonesia dalam Kehidupan Bernegara PANCASILA Modul ke: Makna dan Aktualisasi Sila Persatuan Indonesia dalam Kehidupan Bernegara Fakultas Ekonomi dan Bisnis Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Pendahuluan

Lebih terperinci

Oleh Juwono Sudarsono

Oleh Juwono Sudarsono Oleh Juwono Sudarsono MALAPETAKA di Bali, yang merenggut lebih dari 180 jiwa pada 12 Oktober 2002, akhirnya menegaskan keberadaan kelompok teror di Indonesia yang terkait dengan terorisme internasional.

Lebih terperinci

WAJAH ISLAM YANG SEBENARNYA

WAJAH ISLAM YANG SEBENARNYA WAJAH ISLAM YANG SEBENARNYA Pada 11 September 2001, saya melihat wajah Islam yang sebenarnya. Saya melihat kegembiraan di wajah bangsa kami karena ada begitu banyak orang kafir yang dibantai dengan mudahnya...saya

Lebih terperinci

Amanat Presiden RI pada Peringatan HUT TNI Ke-64, Senin, 05 Oktober 2009

Amanat Presiden RI pada Peringatan HUT TNI Ke-64, Senin, 05 Oktober 2009 Amanat Presiden RI pada Peringatan HUT TNI Ke-64, 05-10-09 Senin, 05 Oktober 2009 Â AMANAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN TNI KE-64 DI MABES TNI, CILANGKAP, JAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. Tanpa mampu mempertahankan diri terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bila masa depan adalah kenyataan, apakah masa depan akan dialami oleh setiap orang? Jawabannya bisa iya bisa tidak. Tetapi yang paling terpenting adalah masa depan itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemeluk agama Islam di Amerika Serikat merupakan percampuran dari beberapa kelompok etnis, bahasa, serta ideologi, baik penduduk asli Amerika Serikat, ataupun

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1. Jepang Pasca Perang Dunia II Pada saat Perang Dunia II, Jepang sebagai negara penyerang menduduki negara Asia, terutama Cina dan Korea. Berakhirnya Perang Dunia II merupakan kesempatan

Lebih terperinci

Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan

Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan PERTEMUAN KE 2 1 Identitas Nasional pada hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu nation (bangsa) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa jasa para pahlawannya. Itulah

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa jasa para pahlawannya. Itulah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa jasa para pahlawannya. Itulah yang diungkapkan oleh Ir. Soekarno untuk mengenang dan menghargai jasa jasa

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kerangka utama yang mendasari pembentukan bangsa dan negara Republik Indonesia. Upaya kelompok atau golongan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Farewell Presiden dg Perwira dan Prajurit TNI,di Magelang, tgl. 17 Okt 2014 Jumat, 17 Oktober 2014

Sambutan Presiden RI pd Farewell Presiden dg Perwira dan Prajurit TNI,di Magelang, tgl. 17 Okt 2014 Jumat, 17 Oktober 2014 Sambutan Presiden RI pd Farewell Presiden dg Perwira dan Prajurit TNI,di Magelang, tgl. 17 Okt 2014 Jumat, 17 Oktober 2014 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA FAREWELL PRESIDEN DENGAN PERWIRA

Lebih terperinci

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun 1967 1972 Oleh: Ida Fitrianingrum K4400026 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian seperti yang diuraikan pada

Lebih terperinci

ANATOMI KEAMANAN NASIONAL

ANATOMI KEAMANAN NASIONAL ANATOMI KEAMANAN NASIONAL Wilayah Negara Indonesia Fungsi Negara Miriam Budiardjo menyatakan, bahwa setiap negara, apapun ideologinya, menyeleng garakan beberapa fungsi minimum yaitu: a. Fungsi penertiban

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan 201 BAB V PENUTUP A. Simpulan Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan historis antara Turki Utsmani dan Hindia Belanda sejatinya telah terjalin lama sebagaimana yang telah dikaji oleh banyak

Lebih terperinci

AMANAT TERTULIS PRESIDEN RI PADA PERINGATAN HARI BELA NEGARA Sabtu, 19 Desember 2015

AMANAT TERTULIS PRESIDEN RI PADA PERINGATAN HARI BELA NEGARA Sabtu, 19 Desember 2015 AMANAT TERTULIS PRESIDEN RI PADA PERINGATAN HARI BELA NEGARA Sabtu, 19 Desember 2015 Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita sekalian Om Swastyastu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada tanggal 12 oktober 2002 hingga bom yang meledak di JW Marriott dan Ritz- Carlton Jumat pagi

Lebih terperinci

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #38 oleh Chris McCann

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #38 oleh Chris McCann Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #38 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #38 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP) JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP) JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP) JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Jl. Ki Hajar Dewantara No. 116 Iringmulyo Kota Metro Telp./Fax. (0725) 42445-42454 GBPP Nama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus

I. PENDAHULUAN. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1 I. PENDAHULUAN A.Latar BelakangMasalah Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 banyak sekali permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia.Sebagai negara yang baru merdeka

Lebih terperinci

Hubungan Aliansi Rusia-Iran dan Upaya Mencapai Hegemoni Rusia

Hubungan Aliansi Rusia-Iran dan Upaya Mencapai Hegemoni Rusia Hubungan Aliansi Rusia-Iran dan Upaya Mencapai Hegemoni Rusia Lebih dari dua abad lamanya Negara Rusia tidak pernah jauh dari pusat perpolitikan Iran, baik itu sebagai musuh politik dan terkadang menjadi

Lebih terperinci

ADAADNAN ABDULLA MUHAMMAD ADNAN ABDULLAH NEO KHAWARIJ MENGUNGKAP BIANG TERORISME, RADIKALISME, DAN SOLUSINYA. Diterbitkan secara mandiri

ADAADNAN ABDULLA MUHAMMAD ADNAN ABDULLAH NEO KHAWARIJ MENGUNGKAP BIANG TERORISME, RADIKALISME, DAN SOLUSINYA. Diterbitkan secara mandiri ADAADNAN ABDULLA MUHAMMAD ADNAN ABDULLAH NEO KHAWARIJ MENGUNGKAP BIANG TERORISME, RADIKALISME, DAN SOLUSINYA Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com NEO KHAWARIJ, MENGUNGKAP BIANG TERORISME, RADIKALISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat telah merdeka dari penjajahan, baik merdeka dengan berperang maupun merdeka

BAB I PENDAHULUAN. kuat telah merdeka dari penjajahan, baik merdeka dengan berperang maupun merdeka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perang dunia kedua telah berakhir, setiap Negara yang dijajah oleh Negara yang kuat telah merdeka dari penjajahan, baik merdeka dengan berperang maupun merdeka

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. dari revolusi di kerdua Negara tersebut. Bahkan di Mesir media sosial

BAB V. Kesimpulan. dari revolusi di kerdua Negara tersebut. Bahkan di Mesir media sosial BAB V Kesimpulan Berdasarkan tulisan diatas, dapat diambil argumen bahwa Media memiliki peranan yang sangat penting dalam isu politik dan hubungan internasional. Di kawasan Mesir dan Suriah bisa dikatakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci