PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN"

Transkripsi

1 PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

2 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul Pendayagunaan Kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dalam Upaya Mensejahterakan Keluarga Miskin (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung), adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tugas akhir ini. Bogor, Desember 2005 Erna Susanty NRP. A

3 A B S T R A K ERNA SUSANTY. Pendayagunaan Kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dalam upaya mensejahterakan keluarga miskin (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung). Dibimbing oleh NURMALA K. PANJAITAN dan SAHARUDDIN. Kajian tentang Pendayagunaan Kelembagaan UKS menjadi penting sebagai input untuk reformulasi pembangunan yang berpusat pada rakyat. Hal tersebut disebabkan karena secara substansial keberadaan Kelembagaan UKS dengan berbagai bentuk kegiatan UKSnya, bertujuan mengatasi permasalahan kemasyarakatan (termasuk masalah kemiskinan) dan mendorong masyarakat menjadi pelaku utama dalam pembangunan. Selain itu kegiatan UKSpun sudah sejak lama dilaksanakan dan telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Sejak terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997, maka kegiatan UKS yang dilakukan masyarakat mendapat respon pemerintah dan dirasakan perlu untuk dikembangkan menjadi bagian dari pembangunan kesejahteraan sosial. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah dengan pendekatan kualitatif, bertujuan untuk memperoleh informasi secara mendalam dan mengetahui bagaimana masyarakat memahami fenomena dari kelembagaan UKS tersebut. Untuk pengumpulan datanya yaitu menggunakan teknik : Observas i, wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus dan studi dokumentasi. Data yang diperoleh, yang bersifat kualitatif, dianalisis secara deskriptif interpretatif. Untuk data kuantitatif yang menggambarkan kondisi umum lokasi kajian, disajikan secara tabulasi dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Perancangan program menggunakan pendekatan partisipatif. Di kelurahan Cigadung sudah tumbuh dan berkembang pola kelembagaankelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial di tingkat lokal. Namun kenyataan di lapangan, upaya yang dilakukan kelembagaan tersebut masih belum optimal dalam pencapaian tujuannya karena keterbatasan yang dimiliki (SDM, dana, sarana dan prasarana pendukung, kurangnya program yang bersifat pemberdayaan dan kurangnya dukungan dari pemerintah setempat/stakeholders yang mempunyai perhatian terhadap permasalahan kemasyarakatan ), serta tidak adanya sinergitas antar kelembagaan UKS yang ada. Upaya pendayagunaan dilakukan dengan meningkatkan sumber internal dan eksternal yang dimiliki kelembagaan tersebut agar terjalin interaksi dan integrasi kegiatan UKS yang harmonis. Melalui kegiatan diskusi kelompok terfokus dengan melakukan langkah -langkah : analisis kebutuhan, identifikasi sumber, mobilisasi dan manajemen sumber, maka telah terbentuk jaringan kerjasama/sinergitas antar kelembagaan UKS dalam suatu wadah/wahana kesejahteraan sosial berbasiskan masyarakat (WKSBM). Kegiatan penanganan masalah kemiskinan yang dapat dilakukan dalam program kegiatan WKSBM, yakni : (1) melakukan identifying issues, (2) Pro poor advocacy, (3) Delivering social services dan (4) mediating local communities. Keberadaan WKSBM yang makin melembaga dalam masyarakat, diharapkan akan meringankan beban masyarakat dan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan, khususnya dalam mensejahterakan keluarga miskin.

4 PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magiste r Profesional pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

5 Judul Tugas Akhir N a m a NIM : Pendayagunaan Kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dalam upaya mensejahterakan keluarga miskin ( Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) : ERNA SUSANTY : A DISETUJUI KOMISI PEMBIMBING Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS., DEA K e t u a Ir. Saharuddin, M.Si Anggota Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc. Tanggal Ujian : 9 Desember 2005 Tanggal Lulus :

6 Hak cipta milik Erna Susanty, tahun 2005 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya.

7 PRAKATA Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan karunia-nya hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB), Program Studi Magister Pengembangan Masyarakat, Konsentrasi Pekerjaan Sosial. Judul Kajian Pengembangan Masyarakat ini adalah PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalamdalamnya kepada : 1. Ibu Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS, DEA dan Bapak Ir. Saharuddin, MSi selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan ini. 2. Ibu Dra. Winati Wigna, MDS selaku Penguji luar Komisi yang banyak memberikan masukan untuk perbaikan kajian ini. 3. Bapak Ketua Program Studi dan Dosen-dosen Program Studi Pengembangan Masyarakat yang telah membekali ilmu-ilmu Pengembangan Masyarakat. 4. Bapak Dr. Marjuki, M.Sc Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti sekolah Pasca Sarjana Profesional Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. 5. Suami, dan anak -anakku tercinta, Ibu, adik dan kakak serta teman-teman yang telah memberikan dorongan, do a, semangat dan pengertian selama menempuh pendidikan ini sampai selesai. 6. Semua pihak yang telah membantu penulis hingga dapat terselesaikannya kajian ini. Semoga kajian Pengembangan Masyarakat ini dapat memberikan sumbangan kepada pihak -pihak yang akan meneliti lebih lanjut dan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi Pemerintahan Lokal dalam Pendayagunaan Kelembagaan UKS berbasis Masyarakat. Bogor, Desember 2005 Erna Susanty

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon, Propinsi Jawa Barat, pada tanggal 11 Oktober 1966 dari pasangan Umar Mudiarto dan Muryati. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri Kesambi Dalam II pada tahun 1979 di Kota Cirebon. Pada tahun 1982 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 6 Cirebon. Pada tahun 1985 menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Cirebon. Pada tahun 1991 menyelesaikan pendidikan program Sarjana (S1) pada Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung. Penulis menikah dengan Drs. Iri Sapria pada tahun 1991 dan telah dikaruniai 3 orang anak, yaitu : Reza Nandya Rinaldi (Alm), Dimas Pramudya Rinaldi (11 tahun), Dhi fan Fauzan Rinaldi (6 tahun). Pada tahun 1992 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Departemen Sosial RI., dan ditempatkan di Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi Sulawesi Tengah. Tahun 2000 penulis dipindahtugaskan pada Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung sampai sekarang.

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Kajian... 7 TINJAUAN TEORITIS... 8 Kesejahteraan Sosial, Sumber Kesejahteraan Sosial dan Pendayagunaannya... 8 Pengertian Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dan Kelembagaan UKS dalam Pengembangan Masyarakat Tinjauan tentang Kemiskinan dan Keluarga Konsep Pemberdayaan dalam Pengembangan Masyarakat Modal Sosial dalam Pengembangan Masyarkat Kerangka Pemikiran METODOLOGI KAJIAN Tipe Kajian dan Strategi Kajian Lokasi dan Waktu Kajian Subyek Kajian, Cara Pengumpulan dan Teknik Analisis Data Subyek Kajian Pengumpulan Data Teknik Analisis Data Perancangan dan Penyusunan Program Kerja xii xiii xiv

10 x PETA SOSIAL SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL KELURAHAN CIGADUNG KECAMATAN CIBEUNYING KALER KOTA BANDUNG Lokasi Kependudukan Sistem Ekonomi Struktur Komunitas Kelembagaaan dan Organisasi Sosial Lembaga Kekerabatan/Solidaritas Lembaga Ekonomi Lembaga Pendidikan Lembaga Keagamaan Lembaga Pemerintahan Sumber Daya Lokal Pendayagunaan Kelembagaaan Lokal Pemetaan Permasalahan, Kebutuhan dan Sumber Kesejahteraan Sosial EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Kegiatan Pengembangan Masyarakat melalui Program Terpadu Peningkatan Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS) Pengembangan Ekonomi Lokal dari Kegiatan P2WKSS Evaluasi Program P2WKSS Program Pengembangan Masyarakat melelui Kegaitan Koperasi Warga Pengembangan Ekonomi Lokal Kegiatan Koperasi Warga Evaluasi Kegiatan Koperasi Warga Ikhtisar Program Pengembangan Masyarakat ANALISIS PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) Profil Kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Kelompok Rereongan... 66

11 xi Koperasi Warga (KOPAGA) dan Program Bantuan Kredit Mikro PPMK Kelembagaan Sosial : PKK dan LPM Kelompok Pengajian Al-Mutazam Analisis Kapasitas dan Faktor-faktor Pendukung/Penghambat Kelembagaan UKS Analisis Jaringan Intra Komunitas RANCANGAN STRATEGI PEMBENTUKAN JARINGAN KELEMBAGAAN UKS DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN Pendekatan dan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagan UKS Tujuan dan Sasaran Rancangan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS Kontribusi Keberadaan Jaringan Kerjasama Kelembagaan UKS WKSBM Dalam Mensejahterakan Keluarga Miskin Program Aksi SIMPULAN DAN REKOMENDASI Simpulan Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Jadual Pelaksanaan Di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung tahun 2004/ Tabel 2 Rincian Responden, Informan dan Cara Pengumpulan Data 27 Tabel 3 Orbitasi, Waktu Tempuh dan Letak Kelurahan Cigadung.. 31 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Luas lahan Kelurahan Cigadung Berdasarkan Penggunaannya Tahun Komposisi Jumlah Penduduk Kelurahan Cigadung Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Tahun Komposisi Penduduk Kelurahan Cigadung Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun Kelembagaan Sosial yang ada di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Tahun Tabel 9 Profil Kelembagaan UKS di Kelurahan Cigadung Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Analisis Kapasitas Kelembagaan UKS di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Tahun Analisis Masalah dan Cara Mengatasi Masalah dalam Rangka Pendayagunaan Kelembagaan UKS Rancangan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Kerangka Pemikiran Pendayagunaan Kelembagaan UKS dalam Upaya Mensejahterakan Keluarga Miskin Peta Lokasi Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Piramida Penduduk Kelurahan Cigadung berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2003 (per 100 orang) Sistem pelapisan sosial penduduk Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Gambar 5 Jaringan Intra Komunitas Kelurahan Cigadung Tahun Gambar 6 Pendekatan dan Strategi Pembentukan Jaringan Kelembagaan UKS

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Peta Kelurahan Cigad ung Surat Keputusan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Catatan Hasil PRA Daftar Hadir Peserta Diskusi Kelompok Terfokus Foto-foto Kegiatan Kajian 125

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 yang berkepanjangan dan diikuti oleh krisis diberbagai bidang telah berdampak ke berbagai sektor, mengganggu sendi-sendi kehidupan masyarakat, khususnya penduduk miskin yang menunjukkan angka yang terus meningkat jumlahnya. Hasil SUSENAS tahun 1996 dan 1999 BPS mengungkapkan bahwa jumlah penduduk miskin telah bertambah hampir 50 % sebagai dampak dari krisis ekonomi. Pada periode tersebut jumlah rumah tangga miskin telah pula bertambah dari sekitar 6,36 juta KK menjadi 9,64 juta KK. Upaya penanganan kemiskinan telah dilakukan pemerintah melalui program bimbingan, bantuan dana dan penyediaan fasilitas yang ditujukan untuk meningkatkan kelembagaan, partisipasi dan keswadayaan masyarakat dalam pembangunan (seperti program P2KP, program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, UED-SP, dan lain-lain), namun pada akhirnya belum mampu mengatasi kemiskinan secara menyeluruh. Berbagai laporan evaluasi program-program pembangunan yang dilakukan selama ini, menunjukkan bahwa masyarakat menjadi ketergantungan pada bantuan-bantuan pemerintah. Program-program yang dilaksanakan lebih berorientasi pada pemenuhan target pembangunan dan kurang memperhatikan keberlanjutan program, proses pendidikan dan pelembagaan pembangunan. Belajar dari kegagalan pembangunan pada tiga dekade terakhir, maka terjadi perubahan paradigma pembangunan dari sentralistik menjadi desentralistik. Pemerintah kini sudah mencanangkan pendekatan pembangunan yang bersifat demokratis dalam arti bersifat memulihkan otonomi (kedaulatan) masyarakat lokal. Indikasinya adalah dengan diberlakukannya undang-undang no. 22/1999 tentang otonomi daerah, yang memberikan kewenangan pemerintah daerah dan masyarakat lokal untuk menyelenggarakan pembangunan sesuai kebutuhannya. Pemerintah saat ini berupaya untuk mengedepankan inisiatif dan mengoptimalkan segenap potensi

16 2 yang dimiliki masyarakat dalam pembangunan. Masyarakat berperan sebagai pelaksana utama pembangunan termasuk pembangunan kesejahteraan sosial, sedangkan pemerintah hanya sebatas pendukung/fasilitator saja. Esensi dari pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan, serta kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja, tetapi juga masyarakat. Kegiatan kajian di lapangan menunjukkan, dengan dipulihkannya kewenangan masyarakat lokal dalam penyelenggaraan pembangunan telah menumbuhkan kesadaran sejumlah anggota masyarakat untuk melaksanakan pembangunan di wilayahnya sesuai dengan yang diinginkannya dan ditujukan untuk kesejahteraan bersama. Selain itu terbatasnya kemampuan pemerintah dan akses yang sulit dalam menjangkau program-program pembangunan, telah pula mendorong sejumlah anggota masyarakat untuk melaksanakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial (UKS) dalam suatu wadah atau kelompok yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan kemasyarakatan ataupun mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan usaha kesejahteraan sosial di lokasi kajian, dilaksanakan masyarakat melalui berbagai bentuk kegiatan. Masyarakat sudah mulai memanfaatkan potensipotensi/sumber kesejahteraan sosial yang ada ( SDM, SDA dan sumberdaya sosial) termasuk memanfaatkan kelembagaan-kelembagaan usaha kesejahteraan sosial yang merupakan sumberdaya sosial. Kegiatan usaha kesejahteraan sosial dilakukan melalui berbagai perkumpulan, kelompok, maupun kelembagaan. Aktifitas ini dikembangkan baik oleh individu, keluarga maupun kelompok Hasil pengamatan pada saat kajian menunjukkan sudah tumbuh dan berkembang pola kelembagaan usaha kesejahteraan sosial di tingkat lokal dalam bentuk-bentuk sebagai berikut: a. Lembaga kesejahteraan sosial yang tumbuh secara alamiah dan berkembang dari kelembagaan tradisional, seperti : kelompok arisan, kelompok pengajian, kelompok PKK dengan berbagai kegiatan; posyandu, posbindu dan dasa wisma ataupun lembaga pemberdayaan kemasyarakatan yang ada di tingkat kelurahan.

17 3 b. Kelompok-kelompok pelayanan sosial di tingkat masyarakat lokal, seperti : LSM dalam bidang bantuan keuangan dan koperasi warga. Keberadaan kelembagaan usaha kesejahteraan sosial tersebut merupakan potensi, sumber sekaligus sebagai alat bagi masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Usaha kesejahteraan sosial yang bersumberdayakan masyarakat tersebut perlu dikembangkan, karena diharapkan kelembagaan UKS di masyarakat akan lebih mampu berperan dalam usaha mencegah, mengatasi dan mengantisipasi berbagai permasalahan sosial yang tumbuh dan berkembang di tingkat masyarakat atau lokal. Selain itu usaha kesejahteraan sosial yang makin melembaga dalam masyarakat, akan meringankan beban masyarakat dan pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan. Namun disadari sepenuhnya, bahwa upaya yang telah dilakukan oleh perkumpulan, kelompok, lembaga maupun pranata sosial yang berbasiskan masyarakat pada akar rumput tersebut masih memiliki kelemahan baik sarana, prasarana maupun kegiatannya. Kelemahan pada sarana atau prasarana yaitu menyangkut minimnya fasilitas dan dana untuk kegiatan, serta kurangnya pengetahuan para pelaku usaha kesejahteraan sosial tersebut dalam mengelola kegiatan. Kelemahan pada kegiatan, yaitu kegiatan yang dilaksanakan tidak berkelanjutan, kurang terorganisir, tidak/kurang adanya program kegiatan yang bersifat pemberdayaan, serta tidak adanya kolaborasi antar kelembagaan, sehingga pencapaian kesejahteraan sosial tidak optimal. Oleh karena itu, kajian pengembangan masyarakat difokuskan pada pendayagunaan kelembagaan UKS. Proses pendayagunaan itu sendiri pada hakekatnya merupakan proses pemberdayaan dari kelembagaan UKS tersebut. Kegiatan pemberdayaan dimaksudkan untuk menumbuhkan, membangun, memperkuat, mengembangkan dan mendayagunakan potensi dan sumber kelembagaan kesejahteraan sosial secara berkelanjutan sehingga dapat memberikan kontribusinya dalam mensejahterakan keluarga miskin dan mengatasi permasalahan kemasyarakatan pada umumnya. Selain itu melalui upaya pendayagunaan diharapkan masyarakat dapat lebih mengenali permasalahannya dan secara mandiri

18 4 mengatasi permasalahan tersebut serta melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat sesuai aspirasinya. Hasil kajian inipun diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah, khususnya Departemen Sosial RI sebagai pelaksana teknis bidang pembangunan kesejahteraan sosial. Selain itu dapat memberikan bahan masukan bagi pemerintah lokal dalam pemberdayaan kelembagaan UKS yang ada di masyarakat, sehingga mampu memberikan kontribusi dalam mensejahterakan keluarga miskin dan mengatasi permasalahan kemasyarakatan yang terjadi. Perumusan Masalah Berbagai permasalahan sosial sebagaimana umumnya yang terjadi pada masyarakat perkotaan juga dijumpai dilokasi kajian. Salah satu permasalahan sosial yang selalu menarik untuk dikaji adalah masalah kemiskinan perkotaan yang frekuensinya menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil SUSENAS 2002 jumlah penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan adalah sebesar 37,5 juta jiwa, dimana sebagian besar tinggal di daerah kumuh perkotaan. Bahwa masalah kemiskinan masih menjadi penyebab munculnya berbagai permasalahan sosial, demikian halnya yang terjadi di lokasi kajian. Permasalahan anak putus sekolah, rendahnya kualitas kesehatan dan gizi keluarga, kenakalan anak/remaja, pekerja anak di bawah umur, konflik sosial, pengangguran adalah wujud nyata sebagai akibat kemiskinan yang dialami sebagian warga masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan masyarakat dan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan yang terjadi. Kegiatan usaha kesejahteraan sosial merupakan kegiatan yang dilakukan dalam upaya mengatasi permasalahan sosial baik secara individu, keluarga ataupun masyarakat. Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan UKS tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi saja, tetapi juga mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan sosial, sehingga diharapkan masyarakat dapat menampilkan peranan sosial sebaik-baiknya. Kegiatan - kegiatan UKS tersebut

19 5 telah dilaksanakan masyarakat di lokasi kajian. Keberadaan kelompok-kelompok atau kelembagaan dalam kegiatan usaha kesejahteraan sosial yang dilaksanakan sejumlah anggota masyarakat, seperti; majelis taklim (kelompok pengajian), koperasi warga ataupun kelompok rereongan telah dirasakan manfaatnya, baik dalam mengatasi permasalahan kemasyarakatan secara individual, keluarga ataupun kelompok. Melalui lembaga/organisasi berbasis komunitas inilah masyarakat dapat menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi ataupun untuk melaksanakan kegiatan kemasyarakatan secara bersama. Namun yang menjadi permasalahan adalah berbagai permasalahan baik yang berasal dari dalam (internal) maupun luar (eksternal) seringkali menyebabkan kelembagaan ataupun kelompok-kelompok kegiatan masyarakat yang bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial tersebut sepertinya menjadi kurang berdaya. Permasalahan internal, berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki kelembagaan seperti : dana, sarana, prasarana dan kegiatan pelayanan usaha kesejahteraan sosial yang dilaksanakan. Pada kajian ini dapat dicontohkan, kelompok warga yang sepakat mendirikan koperasi warga dengan tujuan mengatasi permasalahan ekonomi yang dialami sebagian besar anggota masyarakat. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa bantuan pinjaman permodalan saja tidak cukup mengatasi permasalahan yang terjadi, akan tetapi bantuan pendampingan dalam usaha ekonomi produktif yang dilaksanakan masyarakat perlu juga dilakukan, untuk keberlanjutan dari kegiatan yang dilakukan. Demikian halnya dengan kelembagaan/kelompok rereongan ataupun pengajian yang menjadi fokus kajian, kegiatan yang dilaksanakan bersifat sementara dalam arti tidak ada upaya pemberdayaan yang dilakukan. Kegiatan usaha kesejahteraan sosial, khususnya yang ditujukan untuk membantu keluarga miskin sebatas bantuan saja, tidak ada upaya pemberdayaan yang dapat menjadikan keluarga miskin tersebut nantinya dapat menjadi mandiri dan swadaya dalam mengatasi permasalahannya. Permasalahan internal lainnya yang dijumpai berkaitan dengan dana, yakni dana yang dimiliki kelembagaan yang ada di masyarakat, seringkali tidak cukup untuk mengatasi permasalahan yang ada. Kelompok PKK yang merupakan kelembagaan bentukkan pemerintah dan keberadaannya masih dibutuhkan

20 6 masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah; dengan kegiatan posyandu dan penyuluhan sosial, dalam pelaksanaan kegiatan kurang lancar karena terbentur minimnya dana yang dimiliki. Selain permasalahan-permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, permasalahan yang berasal dari luar kelembagaan juga menjadi hambatan dalam pencapaian tujuan dari masing-masing kelembagaan tersebut. Kurang/tidak adanya dukungan dari pemerintah setempat untuk tumbuh dan berkembangnya kelembagaankelembagaan yang telah ada. Pemerintah cenderung membentuk kelembagaan/organisasi baru untuk mengatasi permasalahan kemasyarakatan. Dalam kondisi demikian, maka kelembagaan lokal yang berbasis komunitas menjadi terpengaruh perkembangannya, bahkan ada diantaranya dalam keadaan stagnasi dan disorganisasi. Tidak adanya sinergitas dalam pelaksanaan kegiatan UKS juga menyebabkan terjadinya tumpang tindih dalam pelayanan sosial yang ditujukan bagi masyarakat, khususnya pelayanan sosial bagi masyarakat tidak mampu/miskin. Pelayanan sosial/bantuan kepada masyarakat miskin yang dilakukan kelembagaan sifatnya sektoral dan insidental, sehingga program kegiatan tidak dapat mengatasi permasalahan akar kemiskinan sesungguhnya. Untuk itu diperlukan suatu upaya pendayagunaan pada kelompok/kelembagaan UKS berbasis masyarakat tersebut. Upaya pendayagunaan dimaksud pada hakekatnya merupakan upaya pemberdayaan, yakni mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat dengan strategi memberi kekuatan (power) kepada kelembagaan tersebut, sehingga diharapkan keberdayaannya dapat mensejahterakan masyarakat khususnya keluarga miskin. Menyadari hal yang demikian, perlu adanya suatu media atau wahana kesejahteraan sosial berbasis masyarakat yang dapat mempertemukan atau menjembatani kerjasama sinergis dari kelembagaan-kelembagaan tersebut, sehingga tujuan mensejahterakan keluarga miskin dan masyarakat pada umumnya dapat tercapai lebih optimal.

21 7 Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka perumusan masalah pada kajian ini adalah : a. Bagaimana karakteristik kemiskinan (keluarga miskin) yang ada di masyarakat kelurahan Cigadung? b. Bagaimana bentuk/profil dan pendayagunaan kelembagaan UKS yang dimiliki masyarakat di kelurahan Cigadung? c. Bagaimana kapasitas yang dimiliki kelembagaan UKS dan faktor-faktor apa yang mendukung/menghambat dalam pelaksanaan kegiatan kelembagaan UKS di kelurahan Cigadung? d. Bagaimanakah bentuk jaringan intra komunitas yang terjadi di kelurahan Cigadung? e. Bagaimanakah strategi pembentukan jaringan kelembagaan UKS yang tepat dalam mensejahterakan keluarga miskin? Tujuan Kajian Kajian bertujuan untuk mengkaji dan merumuskan strategi pendayagunaan yang tepat bagi kinerja kelembagaan UKS sehingga dapat memberikan kontribusi dalam mensejahterakan masyarakat, khususnya keluarga miskin. Secara khusus kajian ini bertujuan : a. Mengetahui dan memahami permasalahan kemiskinan (keluarga miskin) yang terdapat di komunitas kelurahan Cigadung. b. Mengetahui dan mengidentifikasi profil kelembagaan UKS serta pendayagunaannya di masyarakat kelurahan Cigadung dalam mengatasi permasalahan sosial, khususnya permasalahan kemiskinan. c. Menganalisis kapasitas yang dimiliki kelembagaan UKS dan faktor pendukung/ penghambat dalam pelaksanaan kegiatan kelembagaan UKS yang terdapat di kelurahan Cigadung. d. Mengidentifikasi bentuk jaringan intra komunitas yang terjadi di kelurahan Cigadung. e. Menyusun rancangan program/strategi pembentukan jaringan yang tepat bagi kelembagaan usaha kesejahteraan sosial yang ada di masyarakat.

22 TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Sosial, Sumber Kesejahteraan Sosial dan Pendayagunaannya Undang-undang RI nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan -ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial memberikan batasan Kesejahteraan Sosial sebagai berikut : Suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila. Definisi lain tentang kesejahteraan sosial menurut batasan PBB yakni sebagai, Kegiatan -kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat (Suharto Edi, 1997). Selanjutnya mengacu pendapat tersebut, kesejahteraan sosial sebagai suatu institusi dan bidang kegiatan menunjuk pada kegiatan-kegiatan yang terorganisir yang diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah dan peningkatan kesejahteraan/kualitas kehidupan individu, kelompok dan masyarakat. Organisasi atau kelembagaan yang melaksanakan kegiatan-kegiatan kesejahteraan sosial disebut sebagai lembaga kesejahteraan sosial. Berdasarkan pengertian kesejahteraan sosial disimpulkan kesejahteraan sosial merujuk pada : tersebut, maka dapat a. Kondisi statis atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhankebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial. b. Kondisi dinamis, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi statis di atas.

23 9 c. Institusi, arena atau bidang kegiatan melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan atau pelayanan sosial. Pembangunan kesejahteraan sosial sendiri berorientasi dan berwawasan ke depan, searah dengan perubahan dan perkembangan masyarakat. Sasaran pembangunan kesejahteraan sosial adalah seluruh masyarakat dari berbagai latar dan golongan dengan prioritas utama para penyandang masalah sosial. Tujuan pembangunan kesejahteraan sosial menurut Departemen Sosial R.I. seperti yang tertuang dalam Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Depsos R.I. (2003), adalah terwujudnya tata kehidupan dan penghidupan yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha dan memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, baik perorangan, keluarga, kelompok dan komunitas masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia serta nilai sosial budaya setempat. Selanjutnya merujuk pendapat Suharto (2003) mengemukakan bahwa kesejahteraan keluarga merupakan suatu keadaan keberfungsian individu dan keluarga dalam melaksanakan aktifitas hidupnya yang ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (sandang,pangan dan papan), terpenuhinya akses terhadap kesehatan, pendidikan dan transportasi serta mampu menampilkan peranan sosial dan mengatasi permasalahan sosial secara mandiri. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial keluarga ditunjukkan pada kondisi-kondisi yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga. Pemenuhan kebutuhan ini akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan dan perkembangan keluarga, sehingga pada gilirannya akan berpengaruh pula pada kemampuan pelaksanaan peran sosial anggota keluarga. Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan yang dirasakan baik oleh individu, keluarga ataupun masyarakat secara luas, maka sumber adalah sesuatu yang memiliki nilai dan dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah dan memenuhi kebutuhan. Hermawati (2001 : 70 71) mengategorikan ada tiga jenis sumber yang dapat digali dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yaitu :

24 10 a. Sumber daya manusia (human resources), yaitu sumber yang diperoleh dari manusia berupa tenaga, pikiran, kekuatan, ketrampilan dan sebagainya. b. Sumber daya alam (phiysical resources), yaitu sumber yang diperoleh dari alam semesta dan lingkungan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti air, batu, tumbuhan, bahan tambang, dan sebagainya. c. Sumber daya kelembagaan (institutional resources), yaitu sumber yang diperoleh dari lembaga/badan sosial yang ada di masyarakat, seperti lembaga sosial, rumah sakit, sekolah, dan sebagainya. Berdasarkan pada pengertian sumber sebagaimana dikemukakan di atas, maka sumber kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai sumber, potensi yang dapat digunakan dalam usaha kesejahteraan sosial. Hal yang sama dikatakan Pincus dan Minahan (1973 : 4-9), sumber kesejahteraan sosial diartikan sebagai sarana yang menyebabkan berlangsungnya kegiatan usaha kesejahteraan sosial. Masing-masing sumber kesejahteraan sosial tersebut dapat melakukan sendiri, mewakili lembaga, bersama-sama dalam satu kelompok pelayanan secara profesional atau hanya dalam kondisi tertentu saja. Melengkapi pengertian tentang sumber tersebut, menurut Pusdatin Kessos (2001: 10-11) yang dimaksud sumber kesejahteraan sosial adalah semua hal yang berharga yang dapat digunakan untuk menjaga, menjunjung, menciptakan, mendukung dan memperkuat usaha kesejahteraan sosial. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, sumber kesejahteraan sosial adalah sarana, baik yang berasal dari unsur alam, manusia dan sosial yang dapat dimanfaatkan oleh orang baik secara individu, kelompok maupun kolektif untuk mendukung terciptanya kesejahteraan sosial. Brown dalam Payne (1986: 50) menambahkan bahwa: Sumber kesejahteraan sosial dapat berdaya guna dalam proses pemenuhan kebutuhan dan pemecahan masalah bila memiliki srtategistrategi tertentu dalam pendayagunaannya. Strategi yang dimaksud adalah: a. Strategi orientasi internal, meningkatnya kualitas sumber internal agar mampu menggali dan menggunakan potensi-potensi yang ada pada dirinya serta mampu menjangkau potensi dan sumber yang ada diluar dirinya. b. Strategi orientasi eksternal, meningkatn ya kualitas sumber eksternal agar mampu menjangkau dan memberikan pelayanan secara optimal kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Adapun strategi yang digunakan adalah : (1) peningkatan, (2) pengorganisasian manajemen

25 11 pelayanan, (3) perluasan, yaitu memperluas jangkauan jaringan dan distribusi pelayanan. c. Strategi orientasi internal-eksternal, meningkatkan sumber internal dan eksternal agar terjalin interaksi dan integrasi yang harmonis. (Runian Brown dalam Payne, 1986: 50). Mengacu pada pendapat Brown di atas, maka strategi perpaduan orientasi internal-eksternal merupakan strategi yang dirasa tepat dapat dilakukan dalam upaya pendayagunaan kelembagaan UKS yang menjadi fokus kajian ini. Adapun pendayagunaan sumber kesejahteraan sosial dilaksanakan secara partisipatif dengan langkah-langkah, sebagai berikut : a. Analisis kebutuhan, yakni mengumpulkan data dan mencari informasi mengenai kebutuhan yang diperlukan dan bagaimana kebutuhan tersebut dipenuhi. b. Identifikasi sumber, yaitu menentukan potensi dan sumber yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. c. Memobilisasi sumber, yaitu menggali sumber, menghubungkan dan memanfaatkan sumber. d. Manajemen sumber, yaitu mengatur, mengalokasikan dan menggunakan sumber agar proses pemenuhan kebutuhan dapat berhasil secara optimal dan berkesinambungan. Pengertian Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dan Kelembagaan UKS dalam Pengembangan Masyarakat Menurut Undang-undang RI no.6 tahun 1974 bab I pasal 2 ayat 2 yang dimaksud dengan Usaha Kesejahteraan Sosial adalah segala upaya pemikiran yang diterjemahkan dalam program dan dijabarkan dalam kegiatan untuk mewujudkan, memelihara, memulihkan dan mengembangkan taraf kesejahteraan sosial. Selanjutnya dalam pelaksanaannya kegiatan UKS memiliki prinsip dasar, yakni ; (1) Setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya dan berkewajiban untuk sebanyak mungkin ikut serta dalam kegiatan UKS, (2) UKS merupakan tangggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat, dan (3) Nilai-nilai kemanusiaan, kekeluargaan, kegotong

26 12 royongan, kebersamaan, kesetiakawanan sosial, tanggung jawab sosial dan keadilan sosial tercermin dalam UKS. Dari definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kegiatankegiatan yang dilaksanakan masyarakat dalam upaya mengatasi permasalahan kemasyarakatan ataupun untuk mewujudkan pembangunan adalah merupakan suatu kegiatan usaha kesejahteraan sosial. Selain itu suatu kegiatan UKS dilaksanakan tidak semata-mata untuk mensejahterakan masyarakat secara ekonomi, tetapi juga seluruh aspek kehidupan bermasyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta nilai sosial budaya masyarakat setempat. Kegiatan UKS memiliki fungsi pokok, sebagai berikut : (1) Usaha pencegahan/preventif, yakni usaha yang mengarah kepada semakin terciptanya dan terbinanya kondisi sosial masyarakat yang dinamis yang memungkinkan masyarakat menjadi penangkal dalam mencegah dan atau mengatasi permasalahan kesejahteraan sosial di lingkungannya, (2) Usaha rehabilitasi, yakni usaha yang mengarah kepada pemulihan harga diri, penanaman rasa percaya diri, perluasan wawasan, menumbuhkan motivasi dan kemampuan agar penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dapat secara mandiri melaksanakan fungsi sosialnya, (3) Usaha pengembangan, usaha yang bersifat mengembangkan sumber daya manusia dalam mengatasi atau memperbaiki sebagai individu dan masyarakat serta ikut dalam pembangunan, (4) Usaha penunjang, usaha untuk mendorong dan membantu agar usaha-usaha di bidang kesejahteraan sosial dapat lebih berkembang dan berdaya guna. Kegiatan UKS dilaksanakan masyarakat dalam berbagai kelompok/ kelembagaan sosial. Definisi kelembagaan sosial atau pranata sosial menurut Koentjaraningrat (1986: 165) adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Definisi tersebut menekankan pada sistem tata kelakuan atau sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Pengertian lain tentang kelembagaan dan menyebutnya sebagai lembaga kemasyarakatan menurut Soekanto (1982: ) adalah himpunan normanorma yang diwujudkan dalam hubungan antar manusia. Sistem norma merupakan salah satu unsur dari kebudayaan, atau merupakan unsur pokok

27 13 dalam kehidupan bermasyarakat. Kelembagaan merupakan tempat dimana norma tersebut hidup dan dijaga. Definisi lain mengenai kelembagaan adalah sumbangan dari Studi Sosiologi Kelompok (Syahyuti, 2003) mengatakan, bahwa kelembagaan yang tumbuh di masyarakat diumpamakan ibarat organ-organ yang ada dalam tubuh manusia, yang masing-masing menjalankan fungsinya, dan satu sama lain saling berkaitan. Masyarakat akan berjalan baik apabila kelompok-kelompok sosial yang ada menjalankan fungsinya dengan baik pula. Garcia (1994) dalam Syahyuti menambahkan bahwa kelembagaan tak sekedar group of people. Tanpa kelembagaan, maka tak akan ada masyarakat dengan segala kebudayaannya. Kelembagaan bertanggung jawab terhadap kebutuhan manusia dan kelangsungan masyarakat. Dari sisi sudut pandang ekonomi, fungsi utama kelembagaan adalah agar tercapai efisiensi dalam bertindak. Di sisi lain, kelembagaan juga menjadi wadah untuk menumbuhkan tindakan kolektif di tingkat lokal sehingga mampu menciptakan perubahan arah struktur ekonomi masyarakat. Selanjutnya merujuk pendapat Syahyuti pula, bahwa ada empat dimensi untuk dapat memahami kinerja suatu kelembagaan, yaitu : (1) Kondisi lingkungan eksternal, yaitu lingkungan sosial dimana suatu kelembagaan hidup. (2) Motivasi kelembagaan, yaitu bagaimana visi dan misi yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan suatu kelembagaan. (3) Kapasitas kelembagaan, yakni bagaimana kemampuan kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuannya. (4) Kinerja kelembagaan, yaitu bagaimana strategi yang dijalankan suatu kelembagaan dalam mencapai tujuan, bagaimana penggunaan sumber daya dan keberlanjutan kegiatan yang dilaksanakan. Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana di atas, maka kelembagaan usaha kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi atau digunakan dalam kegiatan UKS. Melalui kelembagaan itu pula hubungan antar manusia diatur oleh sistem norma dan organisasi sosial mengatur hubungan manusia tersebut. Dengan demikian fungsinya adalah untuk mengatur anggota masyarakat dalam melaksanakan kegiatan UKS dan sebagai wadah aspirasi dalam pelaksanakan kegiatan kemasyarakatan. Kegiatan UKS juga merupakan aktualisasi dari bentuk

28 14 hubungan kekerabatan yang dilakukan masyarakat, hal tersebut mendukung pendapat Nasdian (2004) bahwa Dalam konteks sosio budaya, hubungan yang dijalin melalui kekerabatan dan kebersamaan dalam masyarakat, dapat dikelola untuk memecahkan masalah-masalah sosial atau mengembangkan kegiatan sektor sosial misalnya dalam mengatasi masalah sosial, kematian, gotong royong, membantu anak yatim, dan lain-lain. Hasil penelitian Lea Jelinek (1999) di Jakarta yang meneliti tentang Dinamika hubungan antar kelompok juga menemukan bahwa dalam kehidupan kota ternyata masih memiliki potensi dalam bentuk kegotong royongan, kebersamaan, kekeluargaan yang diwadahi dalam suatu organisasi ketetanggaan atau disebut juga sebagai institusi lo kal (kelembagaan lokal). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kelembagaan yang ada telah menciptakan mekanisme pemecahan masalah. Dari uraian -uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kelembagaan UKS merupakan manifestasi dari peran serta masyarakat dalam kegiatan pengembangan masyarakat termasuk pembangunan kesejahteraan sosial yang perlu dipelihara dan dikembangkan karena merupakan wahana yang potensial untuk menangani penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang dirasakan semakin meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya. Tinjauan tentang Kemiskinan dan Keluarga Kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja melibatkan faktor ekonomi, tetapi juga sosial, budaya dan politik. Untuk itu tidaklah mengherankan apabila kesulitan akan timbul ketika fenomena kemiskinan diobyektifkan dalam bentuk angka-angka. Dengan kata lain, tidak mudah untuk menentukan berapa rupiah pendapatan yang harus dimiliki oleh setiap orang agar terhindar dari garis batas kemiskinan. Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (BKPK) bekerja sama dengan Lembaga Penelitian SMERU (2000;1) dalam Suharto (2003) menjelaskan beberapa definisi kemiskinan : a. Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan non material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi

29 15 kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. b. Kadang-kadang kemiskinan didefinisikan dari segi kurang atau tidak memiliki aset-aset seperti tanah, rumah, peralatan, uang, emas, kredit dan lain-lain. c. Kemiskinan non -material meliputi berbagai macam kebebasan, hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak, hak atas rumah tangga, dan kehidupan yang layak. Saat ni terdapat banyak cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbeda-beda. Biro Pusat Statistik (BPS) memberikan alternatif untuk mengukur garis kemiskinan dengan cara menentukan berapa besar kalori minimum yang harus dipenuhi oleh setiap orang dalam sehari-hari yaitu sebesar 2100 kalori. Kriteria lain yang digunakan untuk mengukur kemiskinan penduduk adalah dengan menggunakan ratio -kebutuhan fisik minimum (R-KFM). Apabila diasumsikan kebutuhan fisik minimum sesuai dengan kondisi yang dihadapi sekarang ini untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum empat sehat lima sempurna adalah sebesar Rp per kapita per hari, maka dapat ditentukan besarnya kebutuhan fisik minimum perbulan yaitu Rp x 30 hari = Rp dan pertahuan sebesar Rp x 365 hari = Rp (Husin; 1993 dalam Supriatna). Sayogyo dalam Nugroho (1995;30) mengusulkan cara mengukur kemiskinan dengan pendekatan kemiskinan absolut. Cara yang dikembangkan adalah memperhitungkan standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi. Berdasarkan hal tersebut, ada tiga golongan orang miskin, yaitu golongan paling miskin, yang mempunyai pendapatan perkapita per tahun beras sebanyak 240 kg atau kurang, golongan miskin sekali yang mempunyai pendapatan perkapita pertahun beras sebanyak 240 sampai dengan 360 kg, dan lapisan miskin yang memiliki pendapatan perkapita per tahun beras lebih dari 360 kg tetapi kurang dari 480 kg. Suharto (2004) mengemukakan bahwa ada tiga kategori kemiskinan yang menjadi pusat perhatian pekerjaan sosial, yaitu : (a) Kelompok yang paling miskin (destitute) atau yang sering didefinisikan sebagai fakir miskin. Kelompok ini secara absolut memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan (umumnya tidak memiliki sumber pendapatan sama sekali) serta tidak memiliki akses

30 16 terhadap berbagai pelayanan sosial, (b) Kelompok miskin (poor), kelompok ini memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan namun secara relatif memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar, seperti masih memiliki sumber-sumber finansial, memiliki pendidikan dasar atau tidak buta huruf, dan (c) Kelompok rentan (vulnerable group), kelompok ini dapat dikategorikan bebas dari kemiskinan, karena memiliki kehidupan relatif lebih baik ketimbang kelompok destitute maupun miskin. Selanjutnya Suharto (2004) mengungkapkan bahwa secara tegas, memang sulit mengkategorikan bahwa sasaran garapan pekerjaan sosial adalah salah satu kelompok dari ketiga kelompok di atas. Pekerjaan sosial melihat bahwa kelompok sasaran dalam menangani kemiskinan harus mencakup tiga kelompok miskin secara simultan. Dalam kaitan ini, maka seringkali orang mengklasifikasikan kemiskinan berdasarkan status atau profil yang melekat padanya yang kemudian disebut Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Gelandangan, pengemis, anak jalanan, suku adat terpencil, jompo terlantar, penyandang cacat (tubuh, mental, sosial) dan lain -lain adalah beberapa contoh PMKS yang sering diidentikan dengan sasaran pekerjaan sosial di Indoensia. Suharto (2004) menyebutkan bahwa belum ada hasil penelitian yang komprehensif apakah mereka ini tergolong pada kelompok destitute, poor atau vulnerable. Namun dapat diasumsikan bahwa proporsi jumlah PMKS diantara ketiga kategori tersebut membentuk piramida kemiskinan. Konsep Pemberdayaan dalam Pengembangan Masyarakat Pemberdayaan dalam pengembangan masyarakat menjadi penting apabila pemerintah bertekad memasuki paradigma pembangunan berpusat pada rakyat, karena berkaitan dengan upaya pengembangan sumberdaya manusia pada aras lokal. Konsep pemberdayaan lebih didasari atas teori kekuasaan (power) sebagaimana dikemukakan perspektif sosiologi struktural fungsionalis. Parson dalam Hikmat (2001), melihat kekuasaan dalam masyarakat adalah kekuatan anggota masyarakat secara keseluruhan yang disebut dengan tujuan kolektif. Tujuan kolektif akan dapat direalisasikan apabila masyarakat memiliki serangkaian pengetahuan, keterampilan dan sumber daya yang dibutuhkan.

31 17 Menurut Uphoff (1988), untuk mendorong munculnya kesesuaian antara kegiatan pengembangan dengan kondisi lokal diperlukan cara-cara tradisional yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sumberdaya materiil yang dibutuhkan termasuk pula kelembagaan lokal. Kata tradisional (lo kal) semakin penting apabila kegiatan yang dilaksanakan diarahkan pada tumbuhnya kepercayaan diri (self-reliance) masyarakat lokal. Pemahaman makna keseluruhan dan tujuan kolektif dalam konteks pengembangan masyarakat, menurut Cary (1970), pada intinya merupakan usaha yang disengaja dan dilakukan bersama-sama oleh orang-orang dalam masyarakat dalam mengarahkan masa depan masyarakat serta membangun serangkaian teknik yang diakui dan didukung masyarakat serta ditujukan untuk mencapai kehidupan sosial yang lebih baik dimasa depan. Pandangan serupa juga dikemukakan oleh Korten (1998) dalam Pramono (2003) bahwa pembangunan yang lebih berpihak kepada rakyat tetap saja dituntun oleh suatu paradigma (baru) yang didasarkan pada gagasan dan nilai-nilai, teknik sosial, dan teknologi altenatif, namun sasarannya terfokus pada pertumbuhan umat manusia. Berdasarkan pandangan Cary dan Korten, kegiatan melalui pemberdayaan, sebaiknya diarahkan pada kesadaran masyarakat untuk berperan dan membangun serangkaian cara dalam memenuhi tuntutan kebutuhan. Dengan demikian, kesempatan masyarakat lokal mengorganisasi kemampuan dan potensi yang dimiliki harus sama pentingnya dengan peningkatan ekonomi yang selama ini menjadi tujuan pengembangan masyarakat. Melibatkan kemampuan dan potensi masyarakat lokal membangun serangkaian cara guna memenuhi kebutuhannya., diperlukan adanya kesadaran, dan ini merupakan faktor yang akan menjembatani antara keinginan dan tindakan kolektif. Kesadaran menurut Freire dalam Hikmat (2001), dinyatakan sebagai conscientization process yang akan memberikan pemahaman tentang apa yang dibutuhkan, kelebihan dan kekurangan dari potensi yang dimilki masyarakat. Melalui kesadaran ini diharapkan akan terbentuk tingkah laku yang mandiri. Merujuk pandangan social behaviorism Mead dalam Panjaitan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial (struktur sosial), aspek tingkah laku yang teramati (eksternal) dan aspek mental (internal). Kesadaran tingkah laku

32 18 semacam ini memberikan kemungkinan bagi masyarakat lokal mengurangi ketergantungan mereka terhadap inisiatif fasilitator dan kepemimpinan pada tingkat kabupaten dan propinsi. Merujuk hal-hal tersebut dan mengaitkannya dengan filsafat politik keadilan sosial, maka pemberdayaan sebagaimana dikemukakan Ife (1995) memiliki dua konsep berbeda yaitu kekuasaan dan kekurang-beruntungan. Pertama, pemberdayaan dilihat dari pemberian kekuasaan kepada individu atau kelompok. Mengijinkan mereka menentukan kekuatan di dalam tangan mereka sendiri. Kedua, pemberdayaan dilihat dari kekurangberuntungan, ini lebih dilatarbelakangi pada struktur sosial yang mengakibatkan masyarakat tidak memiliki ruang yang memadai untuk berpartisipasi (berperan) dalam proses pembangunan diwilayahnya. Pandangan tentang kekuatan juga diperkuat Friedman dalam Mardiniah (2003), bahwa pemberdayaan dimaknai sebagai mendapatkan kekuatan (power) dan mengaitkannya dengan kemampuan golongan miskin untuk mendapatkan akses ke sumber-sumber daya yang menjadi dasar dari kekuasaan dalam suatu sistem atau organisasi. Akses tersebut dipergunakan untuk mencapai kemandirian dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, golongan miskin dapat mengorganisasikan kemampuan dan potensi yang dimiliki untuk menentukan, merencanakan dan melaksanakan apa yang menjadi keputusan kolektif mereka. Berdasarkan deskripsi di atas, kegiatan pemberdayaan diarahkan kepada upaya untuk mendorong dan memobilisasi sumber-sumber sosial sehingga masyarakat dapat menyatakan kebutuhan-kebutuhannya, menyatakan pendapatpendapatnya dan dapat menggali serta memanfaatkan sumber-sumber lokal yang tersedia. Dengan demikian pendayagunaan UKS pada hakekatnya juga adalah suatu upaya pemberdayaan,yaitu upaya yang dilakukan masyarakat untuk menjadikan kelembagaan UKS yang ada dan dimiliki menjadi lebih berdayaguna dalam mengatasi permasalahan sosial termasuk permasalahan kemiskinan.

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY SEKOLAH PASCA SARJANA

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS (STUDI KASUS KESIAPSIAGAAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DAERAH RAWAN BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI DESA KIDANGPANANJUNG KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG PROPINSI

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY

PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2005

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA ( Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah ) RAHMAT IMAM SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN 136 PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN (KASUS DI RW 04 DUSUN DAWUKAN DESA SENDANGTIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA) DJULI SUGIARTO

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH 1 PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH (Studi Di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJAN A INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJAN A INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN MENURUT PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL (STUDI KASUS DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS, KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU) MOHAMAD ZAINURI SEKOLAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL - 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat Pemberdayaan mempunyai dua dimensi. Pertama, suatu proses mengalihkan kemampuan, kekuatan dan kekuasaan kepada masyarakat agar menjadi lebih berdaya

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi hak

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI - 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL TAHUN 2015-2019. BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI

Lebih terperinci

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG ASEP AANG RAHMATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH. Merza Gamal

STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH. Merza Gamal STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH Merza Gamal SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO Menimbang :

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. hidayah-nya. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Sosial Tenaga Kerja dan

KATA PENGANTAR. hidayah-nya. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Sosial Tenaga Kerja dan KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke khadirat Alloh SWT, atas berkat taufik dan hidayah-nya. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transdmigrasi Kabupaten Garut Tahun 20115-2019

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN WALIKOTA LANGSA,

SALINAN WALIKOTA LANGSA, SALINAN QANUN KOTA LANGSA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 27 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 29 Desember 2009 Nomor : 27 Tahun 2009 Tentang : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN BUKU ADMINISTRASI RUKUN WARGA

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK

BAB II KERANGKA TEORITIK BAB II KERANGKA TEORITIK A. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (Empowerment), berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan) keterangan. Ide utama

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN PERANAN WANITA MENUJU KELUARGA SEHAT DAN SEJAHTERA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 23 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan maupun di berbagai tempat umum. Padahal dalam Pasal 34 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. jalan maupun di berbagai tempat umum. Padahal dalam Pasal 34 Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tergolong dalam negara berkembang. Infrastruktur yang terus berkembang hingga sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA I. UMUM Hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata No.1359, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. Dana Desa. Penetapan. Tahun 2018. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

pelaksanaan pemerintahan terbebas dari praktek-praktek KKN,

pelaksanaan pemerintahan terbebas dari praktek-praktek KKN, VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH KECAMATAN BAREGBEG KABUPATEN CIAMIS VISI Agar terselenggaranya good goverment ( pemerintahan yang baik ) tentunya diperlukan perencanaan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 115 8.1 Kesimpulan Dari hasil kajian tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) (suatu kajian penguatan kapasitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 48 TAHUN 2010 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci

Perempuan dan Industri Rumahan

Perempuan dan Industri Rumahan A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang berorientasi pada upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL KOTA BATU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pemberdayaan masyarakat lokal yang diisyaratkan oleh Undangundang. Nomor 32/2004 telah menuntut pihak praktisi pengembang masyarakat, baik itu aparat pemerintah,

Lebih terperinci

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 10 TAHUN 2007 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA D I N A S S O S I A L KABUPATEN PARIGI MOUTONG DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA DAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK

Lebih terperinci