DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA EFEUMISME DALAM BAHASA SUNDA SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER
|
|
- Sucianty Santoso
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 EFEUMISME DALAM BAHASA SUNDA SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER Rani Siti Fitriani Dosen Prodi PBS. Indonesia FKIP UNINUS ABSTRAK Orang Sunda sudah memiliki landasan hidup yang berorientasi kepada pembentukan karakter. Orang Sunda memiliki filosofi hidup silih asih, silih asuh, dan silih asah. Tingkat tutur (undak usuk) dalam bahasa Sunda menjadi salah satu dari alat pembentukan karakter. Tingkat tutur (undak usuk) bahasa Sunda saat ini lebih ditunjukkan kepada tiga kode kata yaitu halus, sedeng, dan kasar Gunardi (2012: 8). Efeumisme dalam Bahasa Sunda sebagai Pembentukan Karakter dapat diwujudkan dalam pengajaran satra berupa wawangsalan yang berbentuk nasehat, contoh, perintan dan larangan; kemahiran membaca baik pada wacana atau teks maupun percakapan atau dialog; dan latihan soal seperti pilihan ganda. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan tingkat tutur atau undak usuk yang tepat pada diksi kata kerja, kata ganti orang, kata keterangan tempat, maupun tuturan yang tidak langsung pada kalimat perintah, contoh, larangan, dan nasehat. Kata Kunci: Efeumisme, bahasa Sunda, dan pendidikan karakter 81
2 DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA A. PENDAHULUAN Pendidikan karakter merupakan hal penting yang menjadi tujuan dari suatu pembelajaran. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia sehingga menjadikan bangsa Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Pendidikan karakter meliputi pendidikan nilai bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Dalam Undang-Undang 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Menurut Khan (2010: 121) pendidikan karakter bisa dipadukan ke dalam mata pelajaran, pendidikan agama, pendidikan moral, pancasila, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan sejarah bangsa, pendidikan kesusastraan, pendidikan budi pekerti, dan kepada pendidikan filsafat ilmu (bagi mahasiswa). Karakter orang Sunda yang diharapkan sebagai manusia yang memiliki kepribadian, memiliki sikap, memiliki karisma, dan memiliki jiwa kepedulian sosial, yaitu (1) kudu hade gogog hade tagog, yaitu memiliki penampilan yang meyakinkan, optimistik, dan karismatik; (2) nyaur kudu diukur, nyaba kudu diungang, yaitu harus menjaga ucapan; tindakan atau perbuatan agar tidak menyakiti orang; (3) Batok bulu eusi madu, yaitu harus memiliki otak atau kecerdasan yang baik; (4) ulah bengkung bekas nyalahan, yaitu jangan salah berbuat karena hasilnya akan sia-sia atau hasilnya tidak baik; (5) ulah elmu ajug, yaitu jangan menasihati orang tetapi diri sendirinya butuh nasihat orang lain atau jangan mengajak orang lain berbuat baik sendiri saja tidak baik; (6) sacangreud pageuh sagolek pangkek, yaitu hidup harus memiliki prinsip; (7) ulah gindi piker belang bayah, yaitu jangan berbuat jahat memiliki pikiran jelek kepada orang lain; (8) kudu leuleus jeujeur liat tali, yaitu hidup itu harus kuat, menanggung beban seberat apapun jangan menyerah. Bahasa memiliki berbagai macam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu terdiri dari fungsi yang paling sederhana dan konkret, yaitu sebagai alat komunikasi; sebagai alat kerja sama di antara pemakainya; sebagai alat untuk mewariskan budaya untuk generasi berikutnya; sampai kepada fungsi yang amat luas dan abstrak, yaitu sebagai saka guru kebudayaan (Koetjaraningrat, 1980: 57). Tuturan yang santun akan mencerminkan karakter 82
3 penutur yang santun dan sebaliknya tuturan yang tidak santun akan mencerminkan karakter penutur yang tidak santun atau kasar. Oleh Karena itu, pendidikan karakter melalui pembelajaran bahasa yang santun menjadi hal penting. B. PEMBAHASAN 1. Tingkat Tutur (Undak Usuk) dalam Bahasa Sunda Dalam bahasa dikenal tingkat tutur atau undak usuk bahasa. Bahasa Sunda yang digunakan untuk orang yang lebih muda, lebih tua, atau seusia akan berbeda. Begitupun bahasa yang digunakan kepada mitra tutur dipengaruhi oleh latar belakang sosial, pendidikan, profesi, dan sebagainya. Intonasi pun mempengaruhi kesantunan dalam berbahasa. Jadi, diksi kata kerja, diksi kata ganti orang, diksi kata benda untuk keterangan tempat, diksi untuk kata sifat atau keadaan, dan sebagainya pun berbeda. Dalam bahasa Indonesia tidak mengenal tingkat tutur sehingga penutur tidak akan kesulitan dalam berkomunikasi. Namun, dengan adanya tingkat tutur dalam bahasa Sunda justru dapat menjadi strategi dalam pembelajaran bahasa untuk pembentukan karakter siswa. Gugun Gunardi (2012: 7) membagi tiga hal yang harus diperhatikan oleh penutur dalam berkomunikasi. 1) Penggunaan diksi dalam tindak tutur kepada mitra tutur yang (usia, kedudukan, atau status sosial) lebih tinggi. 2) Penggunaan diksi dalam tindak tutur kepada mitra tutur yang (usia, kedudukan, atau status sosial) sama. 3) Penggunaan diksi dalam tindak tutur kepada mitra tutur yang (usia, kedudukan, atau status sosial) lebih rendah. Penekanan dalam kesantunan bahasa atau efeumisme adalah latar usia mitra tutur. Jadi, meskipun latar sosialnya, pendidikan, atau jabatannya lebih rendah tetap rambu-rambu untuk menghormati yang lebih tua itu sangat penting. Menurut Gunardi (2012: 8) tingkat tutur (undak usuk) bahasa Sunda saat ini lebih ditunjukkan kepada tiga kode kata sebagai berikut. 1) Bahasa Kasar (bahasa Loma) Bentuk bahasa ini biasa digunakan dalam tuturan bahasa Sunda dengan lawan bicara yang sudah diangap akrab. Kata-kata bahasa ini pun biasa digunakan untuk menceritakan orang lain yang sudah dianggap akrab pula. (1) Naha kamari silaing teu sakola? Mengapa kemarin kamu tidak sekolah? (2) Ari si Wardi teh geus cager? Sudah sembuhkah Wardi? 2) Bahasa Sedeng Bahasa sedang adalah bahasa halus untuk diri sendiri. Bentuk bahasa ini digunakan untuk menghaluskan katakata atau tuturan bagi diri sendiri, atau untuk orang lain yang dianggap selevel dengan penutur. Fungsi dari bentuk bahasa ini adalah untuk menghormati diri sendiri ketika bertutur dengan orang lain, terutama dengan orang yang dianggap perlu dihormati. 83
4 DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA (1) Enjing abdi bade mios ka Jakarta teh. Besok saya akan berangkat ke Jakarta. (2) Rorompok abdi tebih ti dieu. Rumah saya jauh dari sini. Bentuk tuturan pada tingkat tutur sedeng, mengharuskan si penutur untuk memilih bahasa sedang (bentuk hormat untuk diri sendiri). 3) Bahasa Lemes Bahasa lemes adalah bentuk yang digunakan untuk berbicara dengan orang lain yang dihormati, atau kepada orang yang levelnya dianggap lebih tinggi dari si penutur (baik dari segi usia, pangkat, maupun gelar), serta digunakan dalam bertutur kepada orang lain yang dianggap belum kenal betul (belum akrab). (1) Iraha pisumpingeunana Uwa teh? Kapan kira-kira akan satangnya Uwa. (2) Dupi Bapa iraha bade angkat ka Amerika teh? Kapan Bapa akan berangkat ke Amerika? 4) Bahasa Cohag Bentuk bahasa ini adalah bahasa Sunda yang sangat kasar. Pada lingkungan masyarakat Sunda tertentu, kosakata cohag ini masih banyak digunakan, terutama untuk penggunaan pada binatang, dan dalam kondisi yang sangat marah sekali. Bagi masyarakat Sunda (baduy), di daerah Kanekes kebiasaan kebiasaan berbahasa Sunda menggunakan kosakata cohag bukan hal yang tabu Karena mereka tidak mengenal tingkat tutur (undakusuk) bahasa Sunda. Jadi, dalam tuturan sehari-hari, mengucapkan kosakata cohag ini sudah biasa. Akan tetapi, bagi masyarakat Sunda di daerah lain yang mengenal tingkat tutur penggunaan kosakata cohag ini sangat dihindari, kecuali dalam situasi tertentu. (1) Hulu anjing. kepala anjing. (2) Kokod maneh. Tangan kamu. Efeumisme berfungsi untuk menghaluskan sebuah tuturan. Fungsi ini merupakan fungsi yang paling umum dari fungsi-fungsi efeumisme lainnya. Katakata atau frasa atau kalimat yang memiliki denotasi yang kurang halus atau dianggap kasar bila dituturkan dan kadang-kadang berkonotasi rendah atau kurang hormat, harus diungkapkan dengan cara-cara yang tidak langsung guna menghindari berbagai hal yang berakibat pada hal yang tidak diinginkan. Bentuk efeumisme bahasa Sunda dalam pendidikan karakter dapat diwujudkan oleh tuturan pendidik baik guru ataupun dosen kepada siswa atau mahasiswa saat pembelajaran. Efeumisme bahasa Sunda dalam pendidikan karakter pun dapat dilakukan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Ketika orang tua bertutur yang santun kepada anak, kerabat, tetangga, dan sebagainya akan menjadi model bagi anggota keluarga khususnya anak-anak dalam bertutur yang santun ketika ia bertutur dengan orang lain. Sama halnya seorang duru atau dosen harus dapat menjadi figur yang baik 84
5 dalam realisasi kesantunan berbahasa sebagai wujud dari efeumisme bahasa Sunda dalam pedidikan karakter. Wawangsalan merupakan salah satu bentuk karya sastra dalam bahasa Sunda yang mengandung pendidikan karakter. Isi wangsalan mengandung beragam perintah, nasihat, contoh, larangan, petunjuk, dan sebagainya yang bertujuan sebagai pendidikan karakter yang diungkapkan secara tidak langsung karena sangat memperhatikan efeumisme. Wawangsalan baris pertama, memiliki kemampuan untuk menghimpun keperluan-keperluan dalam dunia pendidikan. Selnnya, juga disampaikan penuh dengan simbol-simbol yang juga mengajak lawan bicara atau pendengar untuk memaknai lebih dalam isi wawangsalan tersebut. 2. Efeumisme dalam Bahasa Sunda sebagai Pendidikan Karakter Pemakaian atau pemlihan diksi yang berkaitan dengan tingkat tutur dapat menggunakan cara dalam bentuk latihan atau soal; dialog atau percakapan; wacana atau teks; dan sebagainya. 1) Latihan soal (1) Teu kenging di mana wae, rujit, sareng bilih seueur laluer! a. Nyiduh b. Ngaludah Kalimat imperatif pada soal no (1) merupakan kalimat imperatif yang santun karena digunakan pemarkah kesantunan imperatif teu kenging bukan menggunakan tong atau teu menang. Oleh Karena itu, diksi kata kerja yang tepat untuk kalimat imperatif tersebut adalah ngaludah. Kata kerja ngaludah lebih santun dibandingkan kata kerja nyiduh. Bandingkan dengan kalimat berikut Teu kenging nyiduh di mana wae, rujit, sareng bilih seueur laluer! Kata kerja nyiduh lebih kasar dibandingkan kata kerja ngaludah. (2) Pa Haji nuju teu raos, margi haben ngemutan kontrakan kantor anu tos ampir seep. a. Dahar b. Neda c. Tuang Kalimat deklaratif pada soal no (2) memiliki subjek orang yang dihormati atau dihargai karena faktor usia atau faktor sosial. Oleh Karena itu, dalam penggunaan diksi kata kerja akan digunakan tingkat tutur yang sesuai dengan latar belakang Pa Haji. Pa Haji nuju teu raos tuang, margi haben ngemutan kontrakan kantor anu tos ampir seep. Bandingkan dengan pemakaian kata kerja dahar dan neda berikut ini. 2) Percakapan Abus, asup (BK) - Lebet (BS) Lebet (BL) Maneh rek asup sakola moal? tanya Arif ka Rafli. Kamu mau masuk sekolah gak? tanya Arif kepada Rafli. Abdi moal waka lebet ka bumi, bade balanja heula ka warung, ceuk Bu Imas ka Bu Sri. Saya tidak akan masuk rumah, mau belanja dulu ke warung, kata Bu Imas. Ku margi Bu Titin henteu lebet ngawulang dinten ieu, barudak 85
6 DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA dipasihan tugas, ceuk Pa Iwan ka bu Nita. Karena Bu Titin tidak masuk mengajar hari ini, nanti anak-anak diberi tugas, kata Pak Iwan kepada Bu Nita. 3) Wacana Kura Nyieun Suling Sakadang kuya manggih (mendakan) tulang maung ti leuweung. Ceuk pikirna alus lamun dijieun suling. Ngan kusabab manehna mah teu bisaeun (tiasaeun) ngaliangan, kapaksa menta tulung ka sakadang bangbara. Sanggeus diliangan tulang maung teh bisa ditiup. Tret tot tret trot, suling aing tulang maung, diliangan ku bangbara, torotot heong. Ngan ceukpikir kuya masih keneh kurang alus, kudu ditroktokeun heula. Harita manehna (anjeunna) nepungan sakadang caladi. Kabeneran (kaleresan) caladina teh daekeun. Sanggus ditroktokan mah suling teh rada alus. Tret tot tret trot, suling aing (kuring/abdi) tulang maung, diliangan ku bangbara, ditroktrokan ku caladi, torotot heong. Sakadang kuya ngarasa can sugema, sabab ceuk rasana suling the acan sampurna. Keur nyampurnakeun kudud dipasieup heula. Ceuk dina pikir kuya nu ahli masieup teu aya deui lian ti sakadang sireupen. Harita keneh kuya indit nepungan sireupen. Sanggeus dipasieup suling teh ditiup deui. Tret tot tret trot, suling aing tulangmaung, diliangan ku bangbara, ditroktrokan ku caladi, torotot heong. Wacana di atas adalah fabel dengan tokoh sakadang kuya seekor kurakura dan sakadang caladi seekor burung pelatuk. Pilihan diksi kata kerja manggih menemukan dan bisaeun bisa; mampu dan kata ganti orang manehna dia dan aing saya disesuaikan dengan tokoh cerita yang berupa hewan. ( 4) Wawangsalan a. Nasihat (1) Alun-alun paleuwengan, gagal temen mun teu jadi --- tegal Alun-alun palewuengan, sayang sekali gagal kalau karena tak jadi Gancang anggeuksen sakola the bisi alun-alaun paleuwungan Segera selesaikan sekolah, jangan sampai sayang sekali kalau gagal Karena tak jadi. b. Contoh (1) Asal hiji jadi dua, temah matak sesah hati --- walimah Asal hiji jadi dua, berakibat menyusahkan hati. Bongan boga budak diantep teuing, jadi we asal hiji jadi dua. Akibat punya anak terlalu dibiarkan, jadi asal hiji jadi dua. Akibat punya anak terlalu dibiarkan, berakibat menyusahakan hati. c. Perintah (1) Keuteup gede saba laut, teu hade liar tipeuting---kapiting Keuyeup gede saba laut, tak baik ke luar waktu malam. Ceuk kiai keuyeup gede saba laut mending cicing di imah jeung pamajikan. 86
7 kata kiai pun keuyeup gede saba laut, lebih baik diam di rumah dengan istri. Kata kiai pun tak baik ke luar waktu malam, lebih baik diam di rumah bersama istri. d. Larangan (1) Anjeun somah pakampungan, kajeun bedo ti kiwari---bodo Anjeun somah pakampungan, biar tak jadi dari kemarin. Bisi sengsara di akhir, ceuk uing anjeun somah pakampungan. Kalau-kalau sengsara di akhir, menurut saya anjeun somah pakampungan. Daripada sengsara di akhir, menurut saya lebih baik batal dari kemarin. C. SIMPULAN Efeumisme dalam Bahasa Sunda sebagai Pembentukan Karakter dapat diwujudkan dalam pengajaran satra berupa wawangsalan yang berbentuk nasehat, contoh, perintan dan larangan; kemahiran membaca baik pada wacana atau teks maupun percakapan atau dialog; dan latihan soal seperti pilihan ganda. Penggunaan bahasa yang halus, sedeng, dan kasar dalam bahasa Sunda merupakan bentuk efeumisme dalam pembentukan karakater. Pilihan diksi kata kerja dan kata ganti orang yang tepat sesuai tingkat tutur juga tuturan perintah; larangan; nasehat; dan contoh tidak langsung merupakan salah satu bentuk dari efeumisme dalam bahasa Sunda sebagai pembentukan karakter. DAFTAR PUSTAKA Ardiwinata, d.k Tata Bahasa Sunda. Jakarta: Balai Pustaka. Badudu, J. S Cakrawala Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Djajasudarma, Fatimah Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco. Djajasudarma, Fatimah Tata Bahasa Acuan Bahasa Sunda. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Kebudayaan. Kridalaksana, Harimurti Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Ende Flores: Nusa Indah. Leech, Geoffrey Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia. 87
Undak Usuk Basa. (speech level) Drs. Dede Kosasih, M.Si.
Undak Usuk Basa (speech level) Drs. Dede Kosasih, M.Si. Sajarah Undak usuk basa Sunda Para ahli basa Sunda sapamadegan yén ayana undak usuk basa Sunda téh dipangaruhan ku kabudayaan Jawa (Mataram) dina
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam metodologi penelitian ini, terdapat metode penelitian, sumber dan
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam metodologi penelitian ini, terdapat metode penelitian, sumber dan korpus data, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan instrumen penelitian. Untuk penjelasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidupnya, pada dasarnya manusia hanya sebagai makhluk individu tetapi juga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, manusia tidak terlepas dari kebutuhan berinteraksi dan berintegrasi dalam lingkungan masyarakat untuk kelangsungan hidupnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diharuskan saling berkomunikasi dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial diharuskan saling berkomunikasi dan memberikan informasi kepada sesama. Dalam hal ini, keberadaan bahasa diperlukan sebagai
Lebih terperinciKAJIAN TINDAK TUTUR PEDAGANG SUVENIR DI PANTAI PANGANDARAN BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER (Tinjauan Sosiolinguistik) Tri Pujiati 1 Rai Bagus Triadi 2
KAJIAN TINDAK TUTUR PEDAGANG SUVENIR DI PANTAI PANGANDARAN BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER (Tinjauan Sosiolinguistik) Tri Pujiati 1 Rai Bagus Triadi 2 Abstrak an ini mengkaji aspek sosial berupa gender dikaitkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, dan Batak Angkola Mandailing.
Lebih terperinciPANDUAN PENDAFTARAN ONLINE LATIHAN KAPAMINGPINAN MAHASISWA SUNDA ( MIMITRAN GABUNGAN 2017)
PANDUAN PENDAFTARAN ONLINE LATIHAN KAPAMINGPINAN MAHASISWA SUNDA ( MIMITRAN GABUNGAN 2017) Tata Cara Pendaftaran Online Mimitran Damas 2017 1. Léngkah nu munggaran nyaéta buka http://mimitran.damas.or.id,
Lebih terperinciProceeding IICLLTLC
KAJIAN TINDAK TUTUR PEDAGANG SUVENIR DI PANTAI PANGANDARAN BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER (Tinjauan Sosiolinguistik) Tri Pujiati 1 Rai Bagus Triadi 2 Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Pamulang
Lebih terperinciDEIKSIS ANAFORIS DAN DEIKSIS KATAFORIS DALAM CERPEN MAJALAH MANGLÉ
1 D A N G I A N G S U N D A V o l. 3 N o. 2 A g u s t u s 2015 DEIKSIS ANAFORIS DAN DEIKSIS KATAFORIS DALAM CERPEN MAJALAH MANGLÉ Nessa Fauzy Rahayu 1, Yayat Sudaryat 2, Hernawan 3 Nessa.fauzy@student.upi.edu,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian kesantunan bertutur dialog tokoh dalam film Sang
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian kesantunan bertutur dialog tokoh dalam film Sang Kiai karya Rako Prijanto, ditemukan tuturan yang menaati maksim-maksim kesantunan bertutur yang
Lebih terperinciKESANTUNAN BERBAHASA SUNDA SEBAGAI LANDASAN MEMBANGUN KARAKTER BANGSA
KESANTUNAN BERBAHASA SUNDA SEBAGAI LANDASAN MEMBANGUN KARAKTER BANGSA Yayat Sudaryat Prodi S2 Pendidikan Bahasa dan Budaya Sunda SPs UPI yayat.sudaryat@upi.edu Abstract Tulisan ini memaparkan kesantunan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini dijelaskan langkah-langkah penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu 1) realisasi tindak tutur petugas penerangan dengan masyarakat di kelurahan, 2) alas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bab II Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidkan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter, watak, atau
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Bahasa menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi seseorang dapat diidentifikasi dari perkataan yang ia ucapkan. Penggunaan
Lebih terperinciVII. WANDA JEUNG FUNGSI KALIMAH
VII. WANDA JEUNG FUNGSI KALIMAH A. TUJUAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mibanda pangaweruh anu jugala ngeunaan wanda, sipat, jeung fungsi kalimah dina basa Sunda. Tujuan husus anu kudu kahontal tina ieu pangajaran,
Lebih terperinciKEMAMPUAN MENGGUNAKAN UNDAK USUK BAHASA SUNDA DALAM MENULIS PERCAKAPAN SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 1 KUTAWALUYA TAUN AJARAN 2013/2014
DANGIANG SUNDA Vol. 2 No. 2 Agustus 2014 1 KEMAMPUAN MENGGUNAKAN UNDAK USUK BAHASA SUNDA DALAM MENULIS PERCAKAPAN SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 1 KUTAWALUYA TAUN AJARAN 2013/2014 Iik Ikmaliyah 1), Dingding
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Chaer, 2010: 22). Sehingga dalam bertutur tentu menggunakan bahasa dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bertutur merupakan suatu kegiatan sosial. Bertutur merupakan realisasi dari berbahasa. Karena bahasa bersifat abstrak, sedangkan bertutur bersifat konkret (Chaer, 2010:
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. wajib untuk Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Dasar. Sekolah Dasar
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran muatan lokal yang tercantum dalam Garis- Garis Besar Program Pengajaran ialah mata pelajaran Bahasa Jawa sebagai mata pelajaran wajib untuk Sekolah
Lebih terperinciPENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA
PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang
Lebih terperinciPENGGUNAAN BAHASA LISAN DI PESISIR LAUT SELATAN (Studi Deskriptif tentang Kedwibahasaan Para penutur di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis)
PENGGUNAAN BAHASA LISAN DI PESISIR LAUT SELATAN (Studi Deskriptif tentang Kedwibahasaan Para penutur di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis) D. Syahruddin Abstrak Manusia sebagai makhluk sosial menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas sosial lainnya berbahasa baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya (Alan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aprilia Marantika Dewi, 2013
BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut. A.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap suku-suku pasti memiliki berbagai jenis upacara adat sebagai perwujudan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional berfungsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memperlakukan bahasa sebagai alat komunikasi. Keinginan dan kemauan seseorang dapat dimengerti dan diketahui oleh orang lain melalui bahasa dengan
Lebih terperinciDEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
DEIKSIS - JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA VARIASI BAHASA BERDASARKAN STATUS SOSIALNYA PADA MASYARAKAT KECAMATAN PALABUAN RATU KABUPATEN SUKABUMI Oleh : Bela Nurzaman Jurdiksatrasia Unswagati
Lebih terperinciTATAKRAMA DINA NYARITA
TATAKRAMA DINA NYARITA Panumbu catur: Sadérék sadayana, tah kitu geuning pedaran ti Kelompok Lima téh. Cindekna mah tatakrama basa téh dipaké pikeun silihajénan antar jalma nu nyaritana. Nanging, bilih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemampuan ini dapat diperoleh dengan latihan yang intensif dan bimbingan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berbahasa erat hubungannya dengan kemampuan berpikir. Semakin terampil seseorang berpikir, semakin jelas dan cerah jalan pikirannya. Kemampuan ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran bahasa Jawa antara lain untuk melestarikan budaya Jawa dan membentuk budi pekerti generasi bangsa. Hal tersebut tertuang dalam standar isi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewariskan nilai-nilai luhur budaya bangsa
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar menyiapkan peserta didik untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewariskan nilai-nilai luhur budaya bangsa sehingga membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi oleh alat ucap yang bersifat arbiter dan konvensional, yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat paling penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Pendekatan kualitatif berfokus pada penunjukan makna, deskripsi,
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif berfokus pada penunjukan makna, deskripsi,
Lebih terperinciKajian Pemerolehan Bahasa Masyarakat Pangandaran. Avini Martini 1. Abstrak
Kajian Pemerolehan Bahasa Masyarakat Pangandaran Avini Martini 1 Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi adanya ketertarikan mengenai penggunaan variasi bahasa di suatu daerah. Ketika sedang mempelajari
Lebih terperinciBAB III MÉTODE PANALUNGTIKAN. 3.1 Desain jeung Sumber Data Panalungtikan. Ieu panalungtikan ngagunakeun métode kuasi ékspérimén.
BAB III MÉTODE PANALUNGTIKAN 3.1 Desain jeung Sumber Data Panalungtikan 1) Desain Panalungtikan Ieu panalungtikan ngagunakeun métode kuasi ékspérimén. Ékspérimén mangrupa métode panalungtikan anu produktif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa. Manusia memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah terlepas dari bahasa. Manusia memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa bagaikan udara bagi manusia untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berlaku. Kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang direncanakan. diluncurkan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan selalu mengacu pada kurikulum yang berlaku. Kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan
Lebih terperinciTINJAUAN PRAGMATIK TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM SCRIP ADA APA DENGAN CINTA? KARYA RUDI SOEDJARWO
TINJAUAN PRAGMATIK TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM SCRIP ADA APA DENGAN CINTA? KARYA RUDI SOEDJARWO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehari-hari karena dengan bahasa kita dapat menyampaikan suatu ide, pikiran,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah salah satu alat komunikasi terpenting dalam kehidupan sehari-hari karena dengan bahasa kita dapat menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat dan
Lebih terperinciNILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati
NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati I Proses pendidikan ada sebuah tujuan yang mulia, yaitu penanaman nilai yang dilakukan oleh pendidik terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. apabila referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi si
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Purwo menjelaskan bahwa sebuah kata dapat dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan juga tergantung
Lebih terperinciKALIMAT IMPERATIF DALAM BAHASA LISAN MASYARAKAT DESA SOMOPURO KECAMATAN GIRIMARTO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI
KALIMAT IMPERATIF DALAM BAHASA LISAN MASYARAKAT DESA SOMOPURO KECAMATAN GIRIMARTO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana, yaitu bahasa tulis dan bahasa
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Kelas Siswa Kelas XI SMA N 1 Sleman, implikasi penelitian ini bagi pembelajaran
BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan dibahas mengenai kesimpulan hasil penelitian Analisis Pemanfaatan Prinsip Kesantunan Berbahasa pada Kegiatan Diskusi Kelas Siswa Kelas XI SMA N 1 Sleman, implikasi penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menanyakan sesuatu, mengekspresikan diri, dan mempengaruhi orang lain. penting bagi manusia untuk berinteraksi dengan orang lain.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Hal ini membutikkan bahwa pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial. Manusia
Lebih terperincidiperoleh mempunyai dialek masing-masing yang dapat membedakannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan sosial kemasyarakatan, santun berbahasa sangat penting peranannya dalam berkomunikasi. Tindak tutur kesantunan berbahasa harus dilakukan oleh semua pihak untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Chaer (2011: 1) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi, bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sarana mengungkapkan ide, gagasan, pikiran realitas, dan sebagainya. dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa tulis dalam komunikasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari komunikasi. Manusia memerlukan bahasa baik secara lisan maupun tertulis sebagai sarana mengungkapkan ide,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sekitar serta individu lainnya, maupun berdirinya suatu komunitas bangsa dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak seorang bayi lahir dari rahim ibunya dan mulai berinteraksi dengan alam sekitar serta individu lainnya, maupun berdirinya suatu komunitas bangsa dan mengikrarkan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI IMPLIKATUR PERCAKAPAN PENCETUS HUMOR PADA TUTURAN SI KABAYAN,SATU TOKOH JENAKA FOLKLOR SUNDA
IDENTIFIKASI IMPLIKATUR PERCAKAPAN PENCETUS HUMOR PADA TUTURAN SI KABAYAN,SATU TOKOH JENAKA FOLKLOR SUNDA Ypsi Soeria Soemantri FIB Universitas Padjadjaran ypsi.soerias@yahoo.com Abstrak Si Kabayan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai negara berkembang dalam pembangunannya membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia Indonesia yang pada
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Kompetensi Profesional yang Harus Dimiliki Guru
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Kompetensi Profesional yang Harus Dimiliki Guru Guru adalah pejabat profesional, sebab mereka diberi tunjangan profesional. Namun, walaupun mereka secara formal merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Kondisi negara Indonesia akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan. Kejadian-kejadian yang menjerumus pada kekerasan, seolah menjadi hal yang biasa
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam BAB IV, dapat
229 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam BAB IV, dapat peneliti rumuskan suatu kesimpulan sementara dan rekomendasi. A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Nilai-nilai
Lebih terperinciPROGRAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR KELAS I SEMESTER 2
PROGRAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR KELAS I SEMESTER 2 1 PROGRAM SEMESTER Standar Kompetensi : 5. Memahami wacana lisan tentang deskripsi bendabenda di sekitar dan dongeng MENDENGARKAN
Lebih terperinciTINDAK TUTUR DALAM BERCERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 CIAMIS
TINDAK TUTUR DALAM BERCERITA Oleh Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ABSTRAK Berdasarkan observasi penulis saat melakukan kegiatan PPL. Anak terlihat cenderung pasif melakukan kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan berkembangnya zaman globalisasi, bahasa-bahasa di negara Indonesia semakin berkembang. Masyarakat lebih cenderung menggunakan bahasa modern
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesantunan berbahasa merupakan aspek penting dalam kehidupan untuk menciptakan komunikasi yang baik di antara penutur dan lawan tutur. Kesantunan berbahasa memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lawan jenis, menikmati hiburan di tempat-tempat spesial dan narkoba menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moralitas bangsa menjadi longgar, sesuatu yang dahulu dianggap tabu sekarang menjadi biasa-biasa saja. Cara berpakaian, berinteraksi dengan lawan jenis, menikmati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan usia pada tiap-tiap tingkatnya. Siswa usia TK diajarkan mengenal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga untuk belajar mengajar merupakan tempat untuk menerima dan memberi pelajaran serta sebagai salah satu tempat bagi para siswa untuk menuntut
Lebih terperinci1. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SD/MI
SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG KOMPETENSI INTI DAN PELAJARAN PADA KURIKULUM 2013 PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH 1. KOMPETENSI INTI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif atau wacana naratif. Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya menjadi dasar dari komunikasi manusia. Budaya banyak mempengaruhi cara manusia dalam berkomunikasi. Persepsi merupakan hasil dari budaya. Persepsi menjadi salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkarakter. Hal ini sejalan dengan Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan di wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu mata pelajaran muatan lokal yang wajib diajarkan di wilayah Jawa Barat adalah mata pelajaran bahasa Sunda. Mata pelajaran ini diajarkan dengan maksud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan akan berlangsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki makna yang sama. Salah satu fungsi dari bahasa adalah sebagai alat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan cerminan dari suatu masyarakat penuturnya dan karya manusia yang hidup. Sebagai sesuatu yang hidup, ia mengalami perkembangan; yaitu mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangPenelitian Bahasa adalah hasil budaya suatu masyarakat berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks, karenaujarantersebutmengandung pemikiran-pemikiran
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis, refleksi, serta rencana tindakan yang telah dilakukan pada setiap siklus. Mulai dari siklus pertama, siklus kedua sampai dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kegiatan interkasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih baik lisan maupun tulisan. Sebelum mengenal tulisan komunikasi yang sering
Lebih terperincibudi pekerti pelajaran 11
pelajaran 11 budi pekerti Standar Kompetensi 5. Memahami wacana lisan tentang deskripsi benda-benda di sekitar dan dongeng. Kompetensi Dasar 5.2 Menyebutkan isi dongeng. Tujuan Pembelajaran Siswa dapat
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bangsa Indonesia saat ini dihadapkan pada krisis karakter yang cukup memperihatinkan. Demoralisasi mulai merambah ke dunia pendidikan yang tidak pernah memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa. Sasaran pendidikan adalah manusia, dengan tujuan menumbuhkembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam berbahasa diperlukan kesantunan, karena tujuan berkomunkasi bukan hanya bertukar pesan melainkan menjalin hubungan sosial. Chaer (2010:15) mengatakan
Lebih terperinciPELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA PADA SINETRON PREMAN PENSIUN. Veria Septianingtias STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung
PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA PADA SINETRON PREMAN PENSIUN Veria Septianingtias STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung verianingtias@gmail.com Abstrak Penelitian ini mengkaji prinsip kerja sama pada sinetron
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
Lebih terperinciBentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep
Andriyanto, Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia... 9 Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat.di mana pengalaman-pengalaman yang didapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-6 Tahun merupakan usia yang sangat menentukan pembentukan karakter dan kecerdasan seorang anak.anak pada usia dini berada pada proses perkembangan yang sangat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38). Komunikasi merupakan suatu hal penting dalam membangun relasi antarindividu. Dengan adanya
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. serta berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, tuturan ekspresif dalam
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dideskripsikan, serta berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, tuturan ekspresif dalam novel Dom Sumurup Ing
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sebuah interaksi sosial akan terjalin dengan baik jika syarat syarat tertentu
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Sebuah interaksi sosial akan terjalin dengan baik jika syarat syarat tertentu terpenuhi. Salah satunya adalah kesadaran terhadap bentuk sopan santun. Kesopansantunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam komunikasi (Wijana,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah salah satu alat komunikasi terpenting dalam kehidupan seharihari karena dengan bahasa kita
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah salah satu alat komunikasi terpenting dalam kehidupan seharihari karena dengan bahasa kita dapat menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang. Pendefinisian kalimat, baik segi struktur, fungsi, maupun maknanya banyak ditemukan dalam buku-buku tata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menyimak (listening), berbicara (speaking), membaca (reading) dan menulis. penggunaan keempat keterampilan berbahasa tersebut.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang utama dalam kehidupan manusia. Dengan bahasa, kita dapat berkomunikasi dengan cara yang hampir tanpa batas. Menyimak (listening),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial memainkan peran dalam masyarakat individu atau kelompok. Interaksi diperlukan untuk berkomunikasi satu sama lain. Selain itu, masyarakat membutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selain itu, bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar dunia pendidikan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi yang digunakan di Indonesia. Selain itu, bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar dunia pendidikan di Indonesia. Oleh
Lebih terperinciBAB III MÉTODE PANALUNGTIKAN
26 BAB III MÉTODE PANALUNGTIKAN 3.1 Métode Panalungtikan Unggal panalungtikan tangtuna waé kudu dirojong ku métode-métode anu luyu jeung tujuan nu hayang dihontal. Métode anu dipaké bakal mangaruhan kana
Lebih terperinciPETUNJUK PENELITIAN. Nama : Usia : Pendidikan terakhir :
103 Nama : Usia : Pendidikan terakhir : Di tengah-tengah kesibukan anda saat ini, perkenankanlah saya memohon kesediaan anda untuk meluangkan waktu sejenak menjadi responden penelitian guna mengisi skala
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan manusia untuk menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaan,
Lebih terperinciREALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI
REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa,
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. kesantunan berbahasa dalam percakapan. Penelitian kualitatif adalah prosedur
61 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif karena mendeskripsikan kesantunan berbahasa dalam percakapan. Penelitian kualitatif adalah prosedur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu alat komunikasi dan alat pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan hasil kebudayaan yang
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. Berikut adalah hasil analisis pembentukan kata ragam hormat dalam
34 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Ragam Hormat Bahasa Jepang Berikut adalah hasil analisis pembentukan kata ragam hormat dalam bahasa Jepang: 4.1.2 Sonkeigo Sonkeigo memiliki pembentukkan kata khusus yang berfungsi
Lebih terperinciREPRESENTASI PENDIDIKAN KARAKTER NASIONALISME DAN. CERITA DARI TAPAL BATAS (Analisis Semiotik untuk Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan)
REPRESENTASI PENDIDIKAN KARAKTER NASIONALISME DAN KERJA KERAS PADA TOKOH MARTINI-KUSNADI DALAM FILM CERITA DARI TAPAL BATAS (Analisis Semiotik untuk Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan) NASKAH PUBLIKASI
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN
BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN A. Analisis Tujuan Pendidikan Akhlak Anak dalam Keluarga Nelayan di Desa Pecakaran Kec. Wonokerto.
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
142 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap temuan penelitian yang diperoleh melalui wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan studi literatur, maka
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. isinya. Beberapa pengkajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Peribahasa Jawa cukup banyak jumlahnya dan beraneka ragam isinya. Beberapa pengkajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ajaran moral yang cukup tinggi terkandung di dalamnya.
Lebih terperinci