BAB VI PENUTUP. isinya. Beberapa pengkajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

Transkripsi

1 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Peribahasa Jawa cukup banyak jumlahnya dan beraneka ragam isinya. Beberapa pengkajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ajaran moral yang cukup tinggi terkandung di dalamnya. Ajaran itu menjadi pedoman dan pegangan bagi masyarakat pada masanya. Bahkan untuk saat ini ajaran yang terkandung dalam peribahasa itu tetap relevan untuk dijadikan sebagai referensi kehidupan masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa beserta kebudayaannya hingga saat ini mempunyai sejarah panjang telah bersinggungan dengan suku bangsa asing maupun lokal lainnya, tetapi tetap mampu melahirkan dan menggunakan peribahasanya. Peribahasa Jawa itu merupakan cerminan rumusan dan kristalisasi pemikiran masyarakat Jawa yang sangat dalam dan untuk mengungkapkan serta mengiaskan sesuatu maksud tertentu. Hal demikian dapat diketahui melalui adanya bentuk kebahasaan, makna, dan fungsinya. Dari unsur bentuk kebahasaannya peribahasa Jawa dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu klasifikasi berdasarkan jenisnya, halhal yang diacunya, satuan gramatiknya, dan letak makna kiasnya. Dari hasil klasifikasi berdasarkan atas jenisnya diperoleh delapan jenis peribahasa, yaitu paribasan, bebasan, saloka, pepindhan, sanepa, panyandra, isbat, 279

2 280 dan semboyan. Sedangkan hal-hal yang diacu di dalam peribahasa itu ialah mengacu tentang ketuhanan, kemanusiaan, ilmu, binatang, tanaman, pewayangan, kebendaan, peralatan, makanan, dan keadaan. Adapun klasifikasi peribahasa yang didasarkan atas satuan gramatiknya, diketahui bahwa peribahasa itu berbentuk kalimat yang secara gramatik terdiri atas kata, frasa, dan kalimat. Jika klasifikasi peribahasa itu didasarkan atas letak makna kiasnya, maka makna kias peribahasa dalam satuan gramatik yang berbentuk kata atau kelompok kata itu dapat menempati salah satu fungsi S, P, atau O. Selain daripada itu, ada pula makna kias peribahasa yang menempati seluruh satuan gramatik dalam kalimat. Sungguhpun bentuk kebahasaan peribahasa itu beraneka macam, namun dari segi makna menunjukkan bahwa peribahasa itu mempunyai makna yang utuh dan lengkap. Peribahasa yang hingga sekarang masih digunakan itu, diciptakan oleh para pujangga atau orang-orang bijak sesuai dengan kontek penciptaannya dan dimaksudkan untuk mengajarkan nilai moral demi terciptanya kehidupan yang serasi, selaras, dan seimbang. Hal demikian, menunjukkan bahwa pola pikir masyarakat Jawa sebagaimana tercermin di dalam peribahasanya mengandung suatu keinginan dan harapan dari para penciptanya agar seluruh umat manusia khususnya masyarakat Jawa dapat

3 281 memahami isi yang terkandung di dalam peribahasanya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka. Masyarakat Jawa menjadikan peribahasa itu sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya diharapkanakan memperoleh derajat takwa. Caranya dengan menjalankan perintah-nya dan menjauhi larangan-nya. Masyarakat Jawa mesti tahu asal-usul dan arah ke mana kehidupan itu. Keselarasan hubungan manusia dengan sesamanya bersifat sosiologis. Interaksi sosial bisa berjalan lancar, apabila masing-masing pihak saling menghormati, gotong royong, rukun, mengasihi, adil, dan mau mematuhi aturan. Hukum yang berlaku hendaknya dijunjung tinggi. Di sini penting sekali orang Jawa memperhatikan unggah-ungguh atau tata krama. Dalam interaksi baik antara generasi tua dan generasi muda ataupun atar sesama hendaknya tetap menjunjung tinggi tata susila atau unggah-ungguh dan budi pekerti luhur. Dalam konteks hubungan manusia dengan dirinya sendiri, peribahasa mengajarkan kepada umat manusia khususnya masyarakat Jawa untuk selalu introspesi dan mengendalikan diri agar tercipta kedamaian hidup. Demikian pula, hubungan manusia dengan alam harus tetap terjaga dengan baik agar lingkungan sekitar tetap sehat dan lestari. Manusia tidak diperbolehkan merusak alam. Bumi, air, udara, tumbuha-tumbuhan, binatang, dan benda lainnya harus dijaga demi kesejahteraan umat manusia.

4 282 Keindahan alam sebagai ciptaan-nya harus kita syukuri dan nikmati. Dengan demikian peribahasa Jawa selalu berkontribusi dalam menciptakan kehidupan yang aman, tentram dan damai. Makna peribahasa yang mengandung nilai moral dapat diketahui dengan baik jika konteks tuturnya diketahui dengan baik pula. Ada berbagai konteks tutur yang mempengaruhi makna. Berbagai konteks tutur yang mempengaruhi makna peribahasa itu ialah faktor relasi pembicara dengan orang yang diajak bicara, faktor pokok pembicaraan, faktor sarana tutur, dan faktor lingkungan percakapan. Konteks tutur ini merupakan konteks tutur yang dipandang cocok untuk memahami atau mengetahui makna peribahasa. Dari hasil analisis data ditemukan beberapa fungsi. Berbagai fungsi itu antara lain fungsi menasehati, memuji, berjanji, mengingatkan, bersemboyan, menyuruh, melarang, menyesali, menjelaskan, mencemooh, menyindir, dan membenci, dan mendeskripsikan sesuatu hal. Berbagai fungsi peribahasa tersebut mencerminkan bahwa masyarakat Jawa dalam berkomunikasi senang menggunakan kata kias, sehingga terkesan sukar dimengerti pada saat komunikasi berlangsung. Untuk memahaminya kadang memerlukan waktu. Hal demikian menuntut lawan tutur untuk belajar dan tau konteks tutur atau latar belakang penuturnya. Penggunaan kata-kata kias dalam wujud peribahasa itu dimaksudkan untuk menghindari

5 283 terjadinya perselisihan dan pertentangan langsung dan yang diutamakan ialah hubungan di antaranya tetap terjaga dengan baik. Kajian mengenai peribahasa Jawa memiliki peran yang amat berarti guna pertumbuhan ilmu pengetahuan humaniora dan sekaligus mengembangkan jati diri serta kepribadian lokal maupun nasional. Dengan meneliti peribahasa itu akan terungkap unsur-unsur budaya lokal yang menjadi cermin moral atau budi pekerti luhur masyarakat Jawa. B. Saran Ajaran budi pekerti dalam peribahasa hendaknya dikaji dan dikembangkan terus-menerus, demi membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Keberadaan manusia yang seimbang lahir batin, jasmani rohani, mental spiritual diperlukan dalam proses pembangunan nasional baik masa kini maupun masa depan. Berbagai ungkapan luhur dalam peribahasa Jawa banyak ditemukan dalam sastra piwulang. Oleh karena itu penanaman kesadaran tentang arti penting karya sastra Jawa harus dimulai sejak pendidikan dini. Peserta didik mulai dari pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi alangkah baiknya apabila disertai dengan penggalian kearifan lokal yang bersumber dari kristalisasi budaya sendiri. Peribahasa yang sudah dikaji secara ilmiah akademis perlu dipublikasikan lewat berbagai media. Tujuannya agar nilai-nilai luhuryang

6 284 terkandung di dalamnya dapat dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Media massa dan masyarakat juga ikut bertanggung jawab untuk tercapainya tujuan itu. Dengan demikian peribahasa akan semakin mengakar dalam segala segi kehidupan. Pemerintah, rakyat, legislatif, eksekutif dan yudikatif hendaknya bersedia mengambil nilai-nilai moral luhur dalam peribahasa dalam menjalankan tugasnya. Para aktivis kemasyarakatan dan keagamaan dapat menggunakan peribahasa untuk memperlancar tugas yang diembannya. Keberadaan peribahasa cukup membantu dalam membangun peradaban bangsa pada khususnya, dan dunia pada umumnya. Hal penting yang telah diuraikan di dalam penelitian ini antara lain hal bentuk kebahasaan, nilai-nilai makna yang terkandung di dalamnya, dan fungsinya. Berbagai hal tentang peribahasa tersebut bersifat dinamis. Oleh karenan itu untuk memahaminya pun diperlukan suatu penafsiran yang bijak sesuai dengan zamannya. Demikian pula pada zaman sekarang, penelitian ini akan lebih menarik jika dikembangkan ke tahap perbandingan antara nilai-nilai moral yang terkandung di dalam peribahasa dengan nilainilai moral yang terkandung di dalam ajaran agama yang diyakini kebenarannya oleh umat manusia sebagai pememeluknya.