BAB VI. STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN KOMUNITAS TUMBUHAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI. STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN KOMUNITAS TUMBUHAN"

Transkripsi

1 BAB VI. STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN KOMUNITAS TUMBUHAN A. Pendahuluan Ekosistem hutan hujan adalah suatu komunitas yang kompleks yang kerangka kerjanya disediakan oleh pohon-pohonan dengan berbagai ukuran. Di bawah tajuk pohon-pohonan tersebut kondisi iklim mikronya berbeda dengan kondisi yang ada di luar hutan, cahaya matahari sedikit, kelembaban lebih tinggi, dan suhu udara lebih rendah. Banyak tumbuhan pohon yang lebih kecil tumbuh di bawah naungan pohonpohon yang lebih besar, diantaranya tumbuh pula tumbuhan pemanjat (climbers), epifit, tumbuhan pencekik (strangling plants), parasit dan saprofit (Whitmore, 1975). Kelimpahan, ketahanan hidup, dan distribusi suatu jenis atau spesies tumbuhan tergantung pada kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan fisik dan terhadap organisme lain yang berbagi tempat hidup pada lingkungan yang sama. Peranan interaksi intraspesifik (antar individu dari jenis yang sama) dan lingkungan fisik ternyata menentukan kelimpahan, distribusi dan dinamika populasi suatu jenis tumbuhan, sebagaimana yang terjadi pada interaksi antara jenis di dalam tingkatan trofik yang berbeda (prey predator interaction). Pohon-pohonan dan sebagian besar tumbuhan berdiri di atas tanah dengan akarakar yang menghunjam ke dalam tanah untuk menyerap hara dan air. Daun-daun yang gugur, cabang dan ranting, dan bagian lain dari tumbuhan yang jatuh menjadi sumber makanan bagi hewan invertebrate, jamur dan bakteri. Hara kembali ke dalam tanah melalui pembusukan bagian organisme yang jatuh dan mati dan melalui pencucian daun oleh air hujan. Itulah gambaran kondisi hutan hujan yang sebagian besar elemen hara disimpan di dalam bagian vegetasi dan hanya sedikit yang disimpan di dalam tanah. Kondisi ini menggambarkan adanya komunitas biotik yang terdiri atas berbagai populasi organisme yang hidup bersama-sama. Komunitas biotik didefinisikan sebagai suatu gabungan tumbuhan, hewan, bakteri dan jamur yang hidup di dalam suatu lingkungan dan berinteraksi satu sama lain, membentuk sistem kehidupan yang berbeda dengan komposisi sendiri, struktur, hubungan lingkungan, perkembangan dan fungsinya. Masing-masing komunitas dicirikan

2 oleh komposisi jenis tertentu, struktur vertikal, pola perubahan sepanjang waktu, biomas, aliran energi, dan siklus hara (Kimmins, 1987). Untuk keperluan penelitian sering komunitas dibedakan antar komunitas tumbuhan, komunitas hewan dan komunitas mikrobia. Namun, perlu diingat bahwa masing-masig komunitas tidak berada dalam posisis terisolasi satu sama lain. Jadi, apabila seseorang mempelajari hanya komunitas tumbuhan, maka tidak akan cukup untuk prediksi yang dapat dipercaya tentang komunitas biotik atau ekosistem sebagai satu kesatuan. Di dalam tajuk hutan ada kehidupan hewan dengan ragam yang besar yaitu hewan vertebrata dan invertebrate. Beberapa hewan makan bagian tumbuhan, sebagian yang lain makan hewan lainnya. Dalam kaitannya dengan penyerbukan bunga dan penyebaran buah dan biji maka ada hubungan timbal ball antara tumbuhan dan hewan. Banyak tumbuhan yang dipercaya menghasilkan bahan kimia beracun bagi serangga dan dengan cara ini tumbuhan mampu melindungi diri dari pemangsaan organisme lain. Struktur hutan secara konvensional digambarkan melalui pelukisan diagram profil. Diagram ini melukiskan sket semua pohon-pohonan dalam jalur sempit ukuran 7,5 meter lebar dan sekitar 60 meter panjang. Diagram profil digunakan secara luas untuk mendiskripsi ekosistem hutan alam, termasuk gambaran fasefase pohon masak tebang dan pertumbuhannya. B. Struktur Vegetasi Pembahasan tentang struktur vegetasi penyusun ekosistem hutan, dalam ekologi vegetasi minimal dibicarakan pada 5(lima) tingkatan yaitu: 1) fisiognomi vegetasi, 2) struktur biomasa, 3) struktur 'life form', 4) struktur floristik dan 5) struktur vegetasi. Secara hierarkhis lima tingkatan struktur vegetasi tersebut integratif pada tingkatan pertama mencakup yang tingkatan yang kedua, tingkatan yang kedua mencakup tingkatan ketiga, begitu seterusnya. Jadi untuk tingkatan pertama menjadi paling umum dan untuk tingkatan kelima yang paling teliti (Mueller-Dombois, 1974) 1). Fisiognomi vegetasi, hal ini merupakan kenampakan luar dari vegetasi. Vegetasi dalam hal ini didefinisikan bahwa vegetasi merupakan semua jenis tumbuhan yang berada di dalam suatu wilayah dan memberikan gambaran sebaran secara ruang

3 spasial dan sebaran pada saat tertentu dari semua jenis tumbuhan penyusun yang ada di dalamnya. 2). Struktur biomasa, hal ini berhubungan secara khusus dengan jarak dan tinggi dari bentuk tumbuhan di dalam susunan penutupan vegetasi. Konsep struktur ini lebih tepat dibanding fisiognomi vegetasi. 3). Struktur 'life form', dapat juga disebut komposisi life form dan hal ini berhubungan dengan bentuk komposisi pertumbuhan dari tumbuhan penyusun vegetasi ekosistem tertentu. Konsep struktur ini masih lebih tepat dari pada struktur biomasa, dan lebih bermakna kuantitatif. 4). Struktur floristik sering diartikan sebagai komposisi floristik vegetasi penyusun ekosistem tertentu. 5). Struktur vegetasi, menurut Kershaw (1973), pembahasan struktur vegetasi dibedakan menjadi 3(tiga) aspek, yaitu: (a) struktur vertikal (yaitu stratifikasi menjadi lapisanlapisan tajuk), (b) struktur horizontal (yaitu distribusi spasial populasi jenis dan individu) dan (c) struktur kuantitatif (yaitu kelimpahan tiap-tiap jenis tumbuhan dalam suatu komunitas). Untuk membahas lebih lanjut maka pokok bahasan ini menekankan pada tingkatan yang ke lima, yaitu dimulai dengan membahas aspek struktur vertical. Tajuk ekosistem hutan alam sering disebut sebagai lapisan tajuk atau start= tajuk dan untuk formasi hutan yang berbeda akan memiliki strata tajuk yang berbeda. Strata atau lapisan tajuk hutan kadang-kadang dengan sangat mudah dapat dilihat melalui gambaran diagram profil, namun kadang-kadang juga tidak. Bagi beberapa penulis buku ekologi penggunaan dan pembahasan masalah strata atau lapisan tajuk ini sering berbeda-beda. Kemungkinan yang paling umum penggunaan istilah stratifikasi adalah untuk menunjukkan lapisan tajuk dari tinggi total pohon, yang kadang-kadang diperhalus sebagai lapisan tajuk pohon. Sebagai dicontohkan dalam Gambar 6.1. yang dikutip dari Whitmore (1975), yaitu profil diagram ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah Dipterocarp campur di Belalong, Brunei. Dalam gambar tersebut tampak bahwa untuk hutan hujan tropika ini terdapat 5 (lima) lapisan tajuk pohon A - E. Stratum A merupakan `top layer' dari pohon

4 yang paling besar yang umumnya merupakan tegakan emergent yang terisolasi atau berkelompok. Di atas lapisan tajuk pohon B yang kontinyu sebagai lapisan tajuk utama. Pada lapisan A ini tampak adanya fase masak (mature phase) yang ditunjukkan oleh pohon di bagian kiri dan kanan diagram profil, yaitu pohon anggota Dipterocarp jenis Shorea laevis, S. parvifblia dan Hopea bracteata (tinggi 45 m, 40 m dan 40 m). Pada lapisan tajuk pohon B merupakan wilayah fase pertumbuhan/perkembangan (building phase) di bagian tengah ditambah beberapa pohon yang ada di jalur fase masak, dan bergabung dengan lapisan tajuk pohon C di bawahnya, yang hanya jelas sebagai bagian terpisah di bagian kiri fase masak. Di bagian tengah dari diagram profil tersebut tampak adanya dua pohon Dipterocarp tingkat tiang Shorea glaucescens (tinggi 16,3 m) dan S. laevis (tinggi 23,7 m). Untuk lapisan tajuk pohon D adalah lapisan tumbuhan berkayu tingkat sapihan dan lapisan E adalah lapisan lantai hutan herba dan anakan pohon keel (seedlings). Bersamaan dengan ke lima lapisan tajuk pohon tersebut, juga terdapat kelompok synusiae (yaitu kelompok tumbuhan yang memiliki life form serupa yang mengisi relung atau niche yang sama dan berperan serupa di dalam komunitas) dari tumbuhan autotrof yang secara mekanis independent. Berkaitan dengan lapisan tajuk secara struktural tersebut, untuk tajuk-tajuk pohon pada lapisan yang lebih rendah tampak bentuk tajuknya lebih panjang/tinggi sementara untuk tajuk-tajuk potion lapisan yang lebih atas tampak lebih lebar (lihat Gambar 6.1). Konsep lapisan tajuk pohon secara struktural ternyata menyebabkan kehilangan pandangan tentang sifat dinamis dan hutan hujan, dengan kata lain sebenarnya pada kenyataan di lapangan dijumpai adanya jalur jalur pertumbuhan sepanjang waktu yang diwakili oleh kenampakan pohon penyusun lapisan tajuk tersebut. Ragam ukuran dari lbar jalur pertumbuhan dapat dilihat pada ragam fase siklus pertumbuhan hutan. Contoh pada gambar 6.1, pohon emergent pada lapisan tajuk A mewakili dua jalur pertumbuhan di sebelah kanan (D2 Hopea brakteata dan D6 Shorea parvifolia) dan sebelah kiri (D5 Shorea laevis) dari fase masak (mature phase). Untuk lapisan tajuk B terdiri atas wilayah fase perkembangan (building phase).

5 Gambar 6.1. Diagram Profil Hutan Hujan Tropika Dataran Rendah

6 Bentuk tajuk pohon berkorelasi dengan pertumbuhan pohon, pohon muda masih dalam proses pertumbuhan meninggi sehingga hampir selalu monopodial, dengan batang pokok tunggal (ada sedikit kekecualian misalnya pada marga Alstonia), biasanya dengan tajuk yang tinggi dan sempit. Adapun untuk pohon yang telah memasuki fase masak, sebagian besar jenis memiliki batang yang sympodial, tanpa batang tunggal dan memiliki beberapa dahan atau cabang yang terus tumbuh melengkapi struktur tajuk pohon menjadi tambah lebar setelah pohon mencapai tingkat kemasakannya. Sebagian besar jenis pohon akan mencapai pertumbuhan tinggi maksimalnya ketika antara 1/3 dan 1/2 akhir pertumbuhan diameter batang tercapai kemudian diikuti dengan konsentrasi pertumbuhan tajuknya. Hutan adalah ekosistem yang dicirikan oleh suatu komunitas tumbuhan yang didominasi oleh tumbuhan dengan fisiogonomi pohon-pohonan. Sementara itu, padang rumput adalah suatu ekosistem yang didominasi oleh tumbuhan dengan fisiognomi herba dan rumput. Untuk contoh hutan pada gambar 6.1 menggambarkan diagram profil dari lapisan tajuk pohon-pohonan saja, sedang sebagai komunitas tumbuhan hutan pada umumnya disusun oleh lima lapisan vegetasi: 1. Pohonpohonan (trees), 2. Semak (shrubs), 3. Tema (herbs), 4. Thallophyta, 5. Epiphytes. Masing-masing lapisan dapat dibagi lagi menjadi sub-lapisan atau synusiae. Lapisan ke enam mungkin saja dijumpai yaitu `liana berkayu' atau `tumbuhan merambat'. Banyaknya lapisan vegetasi di dalam suatu komunitas tumbuhan merefleksikan karakter lingkungan fisiknya. Lingkungan kering seperti padang rumput atau padang pasir sering hanya memiliki satu atau dua lapisan vegetasi: satu lapis herba musiman di padang rumput, dan untuk padang pasir dengan satu lapis semak musiman ditambah lapisan herba yang hidupnya sebentar (ephemeral). Bila menuju ke lingkungan yang lebih basah maka lapisan vegetasi bertambah dengan lapisan pohon-pohonan. Thallophyta mungkin hadir hampir di setiap lingkungan, walaupun tumbuhan tersebut cenderung meningkat menjadi melimpah sepanjang transek dari lingkungan yang panas dan kering menuju lingkungan yang dingin dan basah. Perubahan struktural sepanjang gradient lingkungan menghasilkan kombinasi karakter dari bentuk pertumbuhan. Hal ini terjadi pada semua benua dan menghasilkan pembagian yang lebih luas dari suatu flora kontinental yang disebut dengan formasi

7 tumbuhan', dan ini terjadi pada setiap benua yang besar. Hutan deciduous di wilayah Eropa adalah formasi yang berbeda dengan hutan deciduous di Amerika Utara, walaupun keduanya memiliki `tipe formasi' yang serupa (semua formasi yang serupa di seluruh dunia dikelompokkan jadi satu tipe formasi). Suatu formasi tumbuhan pada suatu benua tertentu bersama-sama dengan asosiasi komunitas hewan dan organisme mikro dan lingkungan fisiknya disebut sebagai `bioma' (yaitu suatu kelompok ekosistem yang di dalamnya produser primer memiliki kesamaan bentuk pertumbuhan dan konsumer memiliki kebiasaan makan yang serupa secara luas. Bioma yang serupa di seluruh dunia dikelompokkan menjadi satu `ripe bioma'. Lingkungan fisik suatu bioma disebut 'life zone'. C. Pertumbuhan Komunitas Tumbuhan Pohon-pohonan juga mesti mati dan akhirnya mati karena umurnya yang tua, prosesnya dapat dimulai dari cabang paling atas menuju ke pusat tajuk, dan lama kelamaan batang pohon tak bertajuk lagi. Kematian individu pohon atau kelompok pohon akan menghasilkan celah atau gap pada lapisan tajuk pohon-pohonan sampai pohon lain tumbuh pada celah tersebut. Setelah anakan pohon tersebut menjadi tua dan kemudian mati. Lapisan tajuk pohon-pohonan, oleh karena itu akan berubah secara terus menerus seperti pohon tumbuh dan pohon mati. Ini menunjukkan adanya keseimbangan yang dinamis di dalam ekosistem hutan. Keadaan ini menjadi mudah untuk dianalisis mengenai siklus pertumbuhan lapisan tajuk pohon-pohonan menjadi tiga fase yaitu: fase celah (gap phase), fase pertumbuhan (building phase) dan fase tua (mature phase). Ketiga fase ini tidak berdiri sendiri melainkan menjadi satu rangkaian peristiwa pertumbuhan suatu komunitas tumbuhan. Di dalam beberapa kondisi lingkungan, faktor fisik ternyata dominan dalam menentukan karakteristik komunitas biotik, tetapi sebagian besar ekosistem organismenya sendiri dan cara mereka berinteraksi juga sama pentingnya. Kehadiran jenis atau spesies lain mungkin menjadi vital untuk amber pangan, dan atau perlindungan, atau mungkin juga merupakan ancaman utama dalam hal penyakit, predasi, parasitisme atau kompetisi. Dengan demikian pertumbuhan komunitas tumbuhan dapat saja dipengaruhi oleh faktor-faktor interaksi tersebut.

8 1). Penyebaran biji dan anakan pohon. Pertumbuhan komunitas tumbuhan dapat dipelajari mulai dari terjadinya penyebaran biji (seed dispersal) sampai berkecambah dan tumbuh menjadi anakan pohon (seedlings). Untuk penyebaran biji bisa jadi banyak faktor yang menyebabkan biji bisa tumbuh atau bahkan hilang. Untuk beberapa kasus banyak biji yang dimakan oleh hewan pada waktu buah belum masak atau kadang-kadang dimakan sewaktu buah masak. Setelah biji berjatuhan di atas permukaan tanah, banyak predator yang memakan biji sehingga tidak menjadi anakan pohon. Misalnya di dalam hutan hujan tropika di Kalimantan dijumpai sekelompok babi hutan yang memakan buah tengkawang (Shorea spp.). Untuk biji-biji di dalam ekosistem hutan hujan tropika ada dua agen penyebaran yang utama yaitu angin dan hewan. Seperti diketahui bahwa untuk beberapa marga anggota famili Dipterocarpaceae buahnya memiliki sayap (misalnya: Dryohalanops, Dipterocarpus, Shorea dan Hopea), sehingga memudahkan angin untuk membawa terbang buah bersayap tersebut kemana saja. Adapun untuk buah-buah yang besar dan juga buah yang berat penyebarannya dilakukan a.i. oleh hewan predator. Ada bukti bahwa di antara pohon-pohon penyusun hutan hujan tropika,penyebaran biji oleh hewan lebih efektif dibanding penyebaran oleh angin; karena biji-biji yang disebarkan oleh angin lebih banyak terkumpul di sekitar pohon induknya. Ada bentuk penyebaran lain bagi jenis tumbuhan yang tumbuh di tepi pantai atau tepi sungai, yaitu penyebarannya dilakukan oleh air. Hasil studi Burgess (1970, dalam Whitmore, 1975) menunjukkan bahwa pohon Shorea curtisii yang terisolasi dengan keliling 3,6 m dan lebar tajuk 18 meter, yang tumbuh di bagian pematang bukit dari hutan yang terbuka, tidak ada biji yang tersebar setelah jarak 80 meter dari pohon induk ( 54% pada jarak 20 m; 83% pada jarak 40 m; dan 97% pada jarak 60 m) dalam wilayah sebarasn berbentuk ellips. Hansya 8 % dari buah yang jatuh yang mampu berkecambah dan biji tersebut jatuh di dalam jarak 25 m dari pohon induk; sisa biji yang lain dimakan oleh predator. Biji yang mampu berkecambah jatuh pertama pada bulan Oktober, dan durasi jatuhnya biji antara bulan Agustus sampai Nopember. Menurut hasil studi Fox (1972, dalam Whitmore, 1975) di Sabah, untuk jenis Dipterocarp yang bijinya tidak bersayap (Shorea fallax) hanya jatuh pada jarak sekitar 10 meter dari pohon induknya. Penelitian lain menyebautkan (Webber,

9 1934, dalam Whitmore, 1975), bahwa setelah terjadinya badai maka untuk enam jenis anggota Dipterocarpaceae dan Koompassia spp dan anggota famili Anacardiaceae, buahbuahnya terbawa terbang dan berjatuhan seperti salju dengan kerapatan buah 3-4 buah per meter persegi sejauh 0,8 km. Sebaliknya ada studi yang melaporkan bahwa terjadi penurunan jumlah anakan pohon setelah tumbuh menjadi tua pada blok yang terisolasi dari hutan sekunder tua di Malaysia. 2). Dormansi biji dan Perkecambahan. Banyak jenis pohon hutan hujan yang tidak memiliki periode dorman atau hanya singkat waktunya dan segera berkecambah pada kesempatan pertama atau beberapa hari kemudian. Biji yang besar dari Dipterocarpus (kerning) dan Durio (durian), berkecambah segera pada kesempatan yang ada, endosperma sedikit dan tidak tahan kering. Untuk jenis Dryobalanops aromatica, terdapat 44% air pada biji yang barn jatuh dan segera berkecambah. Cahaya tidak menjadi faktor pembatas. Sempitnya periode dormansi untuk banyak jenis pohon hutan hujan tropika memiliki implikasi yang serius untuk silvikultur, khususnya untuk jenis jenis pohon ayng periode berbuahnya tidak sering. Problemnya yaitu pada proses penyimpanan dan transportasi biji ke tempat lain. Lain halnya untuk jenis Pinus, sebagai contoh biji Pinus merkusii dapat disimpan dalam dry cold storage, sehingga dapat dibawa ke tempat yang jauh. Biji-biji tersebut akan berkecambah pada tempat yang cocok untuk tumbuh menjadi anak pohon dan ada juga yang mengalami kegagalan. Untuk beberapa jenis pohon diketahui beberapa alasan kegagalan tersebut, yaitu a.l: - Jenis yang berkecambah di dalam naungan yang rapat secara fisiologis tentunya menyesuaikan dengan kondisi cahaya yang sangat rendah. Kelompok jenis tumbuhan ini dicirikan oleh adanya cadangan makanan yang cukup di dalam biji, yang membantu perkecambahan pada saat awal. Misalnya Callophyllum spp. Bahan Pustaka: Barbour, M.G., J.H. Burk dan W.D. Pitt. Terrestrial Plant Ecology. The Benyamin/ Cummings, London. Kimmins, J.P Forest Ecology. Macmillan Publishing Company, New York. Mueller-Dombois, D. dan H. Ellenberg Aims and Methods of Vegetation Ecology. John Wiley & Sons, New York Whitmore, T.C Tropical Rain Forest in the Far East. Clrendon Press, Oxford.

BAB IV. PENGARUH EKOLOGIS RAGAM INTENSITAS CAHAYA

BAB IV. PENGARUH EKOLOGIS RAGAM INTENSITAS CAHAYA BAB IV. PENGARUH EKOLOGIS RAGAM INTENSITAS CAHAYA A. Pendahuluan Di mana saja di muka bumi ini inensitas cahaya matahari begitu besar sehingga telah mampu mencegah terjadinya evolusi dan memelihara kehidupan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

BAB V. PENGARUH EKOLOGIS RAGAM TEMPORAL RADIASI MATAHARI

BAB V. PENGARUH EKOLOGIS RAGAM TEMPORAL RADIASI MATAHARI BAB V. PENGARUH EKOLOGIS RAGAM TEMPORAL RADIASI MATAHARI A. Pendahuluan Ketahanan hidup suatu organisme dalam suatu ekosistem ditentukan oleh baik faktor lingkungan fisik maupun faktor organisme lain yang

Lebih terperinci

cukup tua dan rapat, sedang hutan sekunder pada umumnya diperuntukkan bagi tegakantegakan lebih muda dengan dicirikan pohon-pohonnya lebih kecil.

cukup tua dan rapat, sedang hutan sekunder pada umumnya diperuntukkan bagi tegakantegakan lebih muda dengan dicirikan pohon-pohonnya lebih kecil. Pada klasifikasi ini hutan dilihat bagaimana cara terbentuknya, apakah hutan itu berasal dari bijibijian atau dari trubusan (tunas-tunas batang atau akar) atau berasal dari keduanya. Dalam klasifikasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan bukan hanya sekumpulan individu pohon, tetapi sebagai masyarakat tumbuhan yang kompleks, terdiri atas pepohonan, semak, tumbuhan bawah, jasad renik tanah, dan hewan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, 15 Mei Penyusun.

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, 15 Mei Penyusun. KATA PENGANTAR Proses pembelajaran dewasa ini menuntut adanya peningkatan mutu pendidikan yang dapat ditunjang dengan berbagai sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai, termasuk penciptaan atmosfir

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

EKOLOGI TERESTRIAL. Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan

EKOLOGI TERESTRIAL. Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan EKOLOGI TERESTRIAL Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gulma siam (Chromolaena odorata) tercatat sebagai salah satu dari gulma tropis. Gulma tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat cepat (dapat mencapai 20 mm per

Lebih terperinci

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hutan merupakan suatu wilayah yang ditumbuhi pepohonan, juga termasuk tumbuhan kecil lainnya seperti lumut, paku-pakuan semak belukar, dan herba. Pohon yang paling dominan

Lebih terperinci

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 106 Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi 1. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa energi matahari akan diserap oleh tumbuhan sebagai produsen melalui klorofil untuk kemudian diolah menjadi

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

Penentuan batas antar komunitas tidak mudah Zona transisi dengan lingkungan tertentu Proses perubahan secara gradual struktur komunitas disebut

Penentuan batas antar komunitas tidak mudah Zona transisi dengan lingkungan tertentu Proses perubahan secara gradual struktur komunitas disebut KOMUNITAS Komunitas beragam struktur biologinya Diversitas meliputi dua aspek : > Kekayaan Jenis > Kemerataan Komunitas memiliki struktur vertikal Variasi Spatial struktur komunitas berupa zonasi. Penentuan

Lebih terperinci

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer Ekosistem adalah kesatuan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang komplek antara organisme dengan lingkungannya. Ilmu yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan.

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan. TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan adalah suatu wilayah yang ditumbuhi pepohonan, juga termasuk tanaman kecil lainnya seperti, lumut, semak belukar, herba dan paku-pakuan. Pohon merupakan bagian yang dominan

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

5.1 PENGERTIAN SUKSESI

5.1 PENGERTIAN SUKSESI 5. SUKSESI 5.1 PENGERTIAN SUKSESI Dalam alam semesta dinamika yang terjadi adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diingkari, maka segala sesuatu yang sekarang ada sesungguhnya hanyalah merupakan stadium

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropis Hutan hujan tropika merupakan jenis nabatah yang paling subur. Hutan jenis ini terdapat di wilayah tropika atau di dekat wilayah tropika bumi ini yang menerima

Lebih terperinci

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KOMUNITAS ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KONSEP KOMUNITAS BIOTIK Komunitas biotik adalah kumpulan populasi yang menempati suatu habitat dan terorganisasi sedemikian

Lebih terperinci

AssAlAmu AlAyku m wr.wb

AssAlAmu AlAyku m wr.wb AssAlAmu AlAyku m wr.wb BIOMA Bioma adalah wilayah yang memiliki kondisi iklim tertentu dan batas-batas yang sebagian besar dikendalikan di daratan oleh iklim dan yang dibedakan oleh dominasi tertentu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Herba Herba adalah semua tumbuhan yang tingginya sampai dua meter, kecuali permudaan pohon atau seedling, sapling dan tumbuhan tingkat rendah biasanya banyak ditemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. inventarisasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan data tentang jenis-jenis tumbuhan bawah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. inventarisasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan data tentang jenis-jenis tumbuhan bawah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inventarisasi Inventarisasi adalah kegiatan pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai sumber daya alam untuk perencanaan pengelolaan sumber daya tersebut. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hutan Tropika Dataran Rendah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Di dalam Undang Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dijelaskan bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Menurut UU RI No.41 Tahun 1999, hutan merupakan sumberdaya alam berupa suatu ekosistem. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Salak merupakan salah satu ekosistem pegunungan tropis di Jawa Barat dengan kisaran ketinggian antara 400 m dpl sampai 2210 m dpl. Menurut (Van Steenis, 1972) kisaran

Lebih terperinci

Faktor biotik dalam lingkungan. Tim dosen biologi

Faktor biotik dalam lingkungan. Tim dosen biologi Faktor biotik dalam lingkungan Tim dosen biologi FAKTOR BIOTIK Di alam jarang sekali ditemukan organisme yang hidup sendirian, tetapi selalu berada dalam asosiasi dengan organisme lain. Antar jasad dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI

GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI Selamat Pagi, Semoga hari ini menjadi hari yang menyenangkan DTI_09 VEGETASI ASIA Iklim merupakan faktor utama yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rekreasi alam, yang mempunyai fungsi sebagai: Kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.

TINJAUAN PUSTAKA. rekreasi alam, yang mempunyai fungsi sebagai: Kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan. TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga

Lebih terperinci

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1)

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) EKOLOGI TANAMAN Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI 2.1. Ekosistem 2.2. Proses Produksi dan Dekomposisi 2.3. Konsep Homeostatis 2.4. Energi dalam Ekosistem 2.4.1. Rantai

Lebih terperinci

BIOMA. Gambar 1. Pesebaran Jenis-Jenis Bioma di Dunia. Gambar 2. Pengaruh Geografis Wilayah terhadap Bioma

BIOMA. Gambar 1. Pesebaran Jenis-Jenis Bioma di Dunia. Gambar 2. Pengaruh Geografis Wilayah terhadap Bioma BIOMA Bioma, adalah kumpulan ekosistem yang berada pada satu iklim atau wilayah geografis yang dicirikan oleh vegetasi atau flora suatu tempat. Bioma dipengaruhi pula oleh iklim atau pun oleh wilayah geografis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons)

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Ilmiah Daun Sang (Johannestijsmania altifrons) Daun Sang yang merupakan genus tanaman unik, pertama kali ditemukan di pedalaman Sumatera, Indonesia pada awal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi 16 TINJAUAN PUSTAKA Karbon Hutan Hutan merupakan penyerap karbon (sink) terbesar dan berperan penting dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi karbon (source). Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

Vegetasi Alami. vegetasi alami adalah vegetasi atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami tanpa adanya pembudidayaan.

Vegetasi Alami. vegetasi alami adalah vegetasi atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami tanpa adanya pembudidayaan. Vegetasi Alami vegetasi alami adalah vegetasi atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami tanpa adanya pembudidayaan. Aspek Praktis Kajian Vegetasi Studi vegetasi merupakan ilmu pengetahuan, yang sering

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Pegunungan Hutan pegunungan adalah hutan yang tumbuh di daerah ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan air laut. Daerah pegunungan ini sangat dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dapat berupa pohon, herba, rumput maupun tumbuhan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dapat berupa pohon, herba, rumput maupun tumbuhan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vegetasi merupakan seluruh jenis tumbuhan yang hadir pada suatu wilayah (Barbour et al, 1987). Weaver & Clement (1938) menyatakan bahwa vegetasi adalah tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN (GBRP) PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

GARIS-GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN (GBRP) PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN GARIS-GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN (GBRP) PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN Mata Kuliah : Silvika Kode MK/SKS : 209M1123 /3 Semester : 3 (tiga) Mata Kuliah Prasyarat

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi

Lebih terperinci

STRUKTUR VEGETASI. Boy Andreas Marpaung / DKK-002

STRUKTUR VEGETASI. Boy Andreas Marpaung / DKK-002 STRUKTUR VEGETASI Boy Andreas Marpaung / DKK-002 andre.marp@yahoo.com Pemahaman tentang struktur vegetasi penting dalam kegiatan penelitian ekologi hutan. Kesalahan identifikasi struktur akan menyebabkan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

Komponen rantai makanan menurut nicia/jabatan meliputi produsen, konsumen, dan pengurai. Rantai makanan dimulai dari organisme autotrof dengan

Komponen rantai makanan menurut nicia/jabatan meliputi produsen, konsumen, dan pengurai. Rantai makanan dimulai dari organisme autotrof dengan Rantai Makanan Rantai makanan adalah perpindahan materi dan energi dari suatu mahluk hidup ke mahluk hidup lain dalam proses makan dan dimakan dengan satu arah. Tiap tingkatan dari rantai makanan disebut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi sifat-sifat

BAB I PENDAHULUAN. arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi sifat-sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Wilayah pesisir menuju ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi

Lebih terperinci

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Kuliah ke-2 R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Spektrum Biologi: KOMPONEN BIOTIK GEN SEL ORGAN ORGANISME POPULASI KOMUNITAS berinteraksi dengan KOMPONEN ABIOTIK menghasilkan

Lebih terperinci

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB IKLlM INDONESIA HANDOKO Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB Secara umum, daerah tropika terletak di antara lintang 23,5O LU (tropika Cancer) sampai 23,5O LS (tropika Capricorn). Batasan ini berdasarkan

Lebih terperinci

EKOLOGI TERESTRIAL Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah

EKOLOGI TERESTRIAL Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah EKOLOGI TERESTRIAL Ekologi adalah Ilmu Pengetahuan Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mc Naughton dan Wolf (1992) tiap ekosistem memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mc Naughton dan Wolf (1992) tiap ekosistem memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Distribusi Menurut Mc Naughton dan Wolf (1992) tiap ekosistem memiliki karakteristik yang berbeda, karena komposisi spesies, komunitas dan distribusi organismenya. Distribusi dalam

Lebih terperinci

BAB VIII. PERKEMBANGAN SUKSESIONAL EKOSISTEM

BAB VIII. PERKEMBANGAN SUKSESIONAL EKOSISTEM BAB VIII. PERKEMBANGAN SUKSESIONAL EKOSISTEM A. Pendahuluan Struktur, fungsi dan stabilitas ekosistem sangat beragam menurut waktu dan ruang. Perubahan ekologis berlangsung sepanjang waktu dan memberikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas ( Biodiversity

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas ( Biodiversity II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiversitas (Biodiversity) Biodiversitas atau keanekaragaman hayati adalah berbagai macam bentuk kehidupan, peranan ekologi yang dimilikinya dan keanekaragaman plasma nutfah

Lebih terperinci

EKOLOGI (EKOSISTEM) SMA REGINA PACIS JAKARTA

EKOLOGI (EKOSISTEM) SMA REGINA PACIS JAKARTA 1 EKOLOGI (EKOSISTEM) SMA REGINA PACIS JAKARTA Ms. Evy Anggraeny Istilah dalam Ekologi 2 1. Habitat 2. Niche/nisia/relung ekologi a. Produsen b. Konsumen c. Dekomposer d. Detritivor Tingkat Organisasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI

MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Antiklinal adalah tahapan pembelahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan A B I B PENDAHULUAN Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menjamin tersedianya secara lestari bahan

Lebih terperinci

BAGIAN II BAHAN AJAR KTK 211 EKOLOGI EKOSISTEM

BAGIAN II BAHAN AJAR KTK 211 EKOLOGI EKOSISTEM BAGIAN II BAHAN AJAR KTK 211 EKOLOGI EKOSISTEM BAB I. HUTAN SEBAGAI SISTEM EKOLOGIS A. Pendahuluan Kebanyakan orang mengira bahwa sebuah kawasan hutan adalah sebagai tegakan yang tersusun oleh pohon-pohonan,

Lebih terperinci

BAB III. SIKLUS HARA DALAM EKOSISTEM

BAB III. SIKLUS HARA DALAM EKOSISTEM BAB III. SIKLUS HARA DALAM EKOSISTEM A. Pendahuluan Pada bab terdahulu telah diuraikan mengenai masukan dan keluaran energi di dalam suatu ekosistem baik distribusi maupun transfernya. Telah diketahui

Lebih terperinci

EKOSISTEM. Yuni wibowo

EKOSISTEM. Yuni wibowo EKOSISTEM Yuni wibowo EKOSISTEM Hubungan Trofik dalam Ekosistem Hubungan trofik menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia suatu ekosistem Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora AMDAL (AGR77) Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Hidroorologis

Lebih terperinci

A. Usaha pertanian dipengaruhi oleh kondisi lingkungan:

A. Usaha pertanian dipengaruhi oleh kondisi lingkungan: A. Usaha pertanian dipengaruhi oleh kondisi lingkungan: 1. a) b) c) d) e) 2. a) b) c) d) e) 3. Iklim Energi matahari Curah hujan musiman Angin Panjang siang Suhu dan RH udara Tanah Jenis tanah Kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dan dengan luas sedemikian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERTANIAN ANALISIS VEGETASI METODE TITIK MENYINGGUNG OLEH : JEAN NIHANA MANALU

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERTANIAN ANALISIS VEGETASI METODE TITIK MENYINGGUNG OLEH : JEAN NIHANA MANALU LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERTANIAN ANALISIS VEGETASI METODE TITIK MENYINGGUNG OLEH : JEAN NIHANA MANALU 05121007071 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA 2012/2013

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

PENGARUH ELEVASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KAYU MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PENGARUH ELEVASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KAYU MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENGARUH ELEVASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KAYU MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Laju pertumbuhan pohon dan macam pohon apa yang tumbuh

Lebih terperinci

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA Serangga merupakan kelompok hama paling banyak yang menyebabkan kerusakan hutan. Hama tanaman hutan pada umumnya baru menimbulkan kerugian bila berada pada tingkat populasi

Lebih terperinci

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

SUKSESI AUTEKOLOGI. Daubenmire (1962) Autekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara individu tumbuhan dan lingkungannya.

SUKSESI AUTEKOLOGI. Daubenmire (1962) Autekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara individu tumbuhan dan lingkungannya. SUKSESI SUKSESI EKOLOGI AUTEKOLOGI SYNEKOLOGI Daubenmire (1962) Autekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara individu tumbuhan dan lingkungannya. Synekologi adalah ilmu yang mempelajari struktur,

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN

PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN PRODUKTIVITAS PRIMER DAN SEKUNDER BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup

Lebih terperinci

Nursal, Suwondo dan Irma Novita Sirait Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru ABSTRACT

Nursal, Suwondo dan Irma Novita Sirait Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru ABSTRACT KARAKTERISTIK KOMPOSISI DAN STRATIFIKASI VEGETASI STRATA POHON KOMUNITAS RIPARIAN DI KAWASAN HUTAN WISATA RIMBO TUJUH DANAU KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU Nursal, Suwondo dan Irma Novita Sirait Program

Lebih terperinci

KONSERVASI TANAH DAN AIR DI LAHAN TAMAN HUTAN RAYA: UPAYA PENCEGAHAN DAN PERBAIKAN KERUSAKAN. Syekhfani

KONSERVASI TANAH DAN AIR DI LAHAN TAMAN HUTAN RAYA: UPAYA PENCEGAHAN DAN PERBAIKAN KERUSAKAN. Syekhfani 1 KONSERVASI TANAH DAN AIR DI LAHAN TAMAN HUTAN RAYA: UPAYA PENCEGAHAN DAN PERBAIKAN KERUSAKAN Syekhfani TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) 2 Fungsi: Tempat Rekreasi Sumber Plasma Nutfah Hutan Lindung (penyangga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

EVALUASI KETAHANAN HIDUP TANAMAN UJI SPESIES DAN KONSERVASI EK-SITU DIPTEROCARPACEAE DI RPH CARITA BANTEN

EVALUASI KETAHANAN HIDUP TANAMAN UJI SPESIES DAN KONSERVASI EK-SITU DIPTEROCARPACEAE DI RPH CARITA BANTEN EVALUASI KETAHANAN HIDUP TANAMAN UJI SPESIES DAN KONSERVASI EK-SITU DIPTEROCARPACEAE DI RPH CARITA BANTEN Evaluation of Survival Plantation Try Species of Dipterocarpaceae in Carita Forest Resort Banten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Rumput dapat dikatakan sebagai salah satu tumbuh-tumbuhan darat yang paling berhasil dan terdapat dalam semua tipe tempat tumbuh dan pada bermacam-macam keadaan. Bentuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh tumbuhan memanjat yang berperan sangat penting bagi kehidupan. Kerapatan hutan disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

BAB II. DINAMIKA DAN PENYIMPANAN ENERGI DALAM EKOSISTEM HUTAN

BAB II. DINAMIKA DAN PENYIMPANAN ENERGI DALAM EKOSISTEM HUTAN BAB II. DINAMIKA DAN PENYIMPANAN ENERGI DALAM EKOSISTEM HUTAN A. Pendahuluan Produktivitas ekosistem ditentukan oleh efisiensi antara energi yang masuk dan energi yang keluar melalui jaringan trofik. Pengelolaan

Lebih terperinci