BAB II TEORI DASAR. 2.1 Perubahan Iklim

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TEORI DASAR. 2.1 Perubahan Iklim"

Transkripsi

1 BAB II TEORI DASAR 2.1 Perubahan Iklim Perubahan iklim sebagai implikasi dari pemanasan global telah mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi. Perubahan iklim baru dapat diketahui setelah periode waktu yang panjang. Hingga saat ini penelitian-penelitian terkait perubahan iklim telah banyak dilakukan, sebagian besar mengindikasikan akan adanya kenaikan temperatur global walaupun besarnya belum dapat dipastikan. Gambar 2.1 menampilkan adanya trend kenaikan anomali temperatur global berdasarkan kondisi pada akhir abad ke-19. Gambar 2.1 Grafik anomali temperatur global (Sumber: Sejak tahun 1950, anomali temperatur global mengalami kenaikan secara kontinu hingga mencapai 0,7 0 C pada tahun Kondisi ini mengindikasikan adanya perubahan iklim skala global. Definisi perubahan iklim adalah semua perubahan dalam iklim dalam suatu kurun waktu, apakah karena perubahan alamiah atau sebagai akibat aktivitas manusia (UNDP Indonesia, 2007). Sedangkan berdasarkan Assessment Report (AR4) Working Group I IPCC, istilah perubahan iklim mengacu pada sebuah perubahan dari keadaan iklim (sebagai contoh dengan menggunakan uji II - 1

2 statistik) oleh perubahan pada nilai rata-ratanya dan atau variabilitasnya dan berlangsung lama pada periode berikutnya, baik pada periode dekadal atau yang lebih panjang (AR4 IPCC, 2007 dalam Kurniawan, 2008). Iklim memiliki kecenderungan berubah yang dapat diakibatkan oleh dua faktor. Faktor pertama adalah akibat aktivitas manusia seperti urbanisasi, deforestasi, dan industrialisasi. Sedangkan faktor kedua adalah akibat aktivitas alam seperti pergeseran kontinen, letusan gunung api, perubahan orbit bumi terhadap matahari, noda matahari, dan peristiwa El-nino (Tjasyono, 2004). Aktivitas manusia yang tidak terkontrol semakin memicu terjadinya penyimpangan pada sistem iklim, jika tidak dapat dikendalikan dampaknya justru dapat mengancam kehidupan manusia. Beberapa respon fisis yang dapat diamati akibat perubahan iklim diantaranya adalah peningkatan temperatur rata-rata, peningkatan laju rata-rata evaporasi dan presipitasi, peningkatan tinggi muka laut, dan beberapa perubahan yang terjadi di biosfer. Berbagai respon tersebut selanjutnya dijadikan bahan acuan dalam membuat simulasi dan prediksi perubahan iklim. Sebagian besar pekerjaan ini didasarkan pada penggunaan beberapa model iklim yang berbasis model numerik dan memiliki kemampuan dalam mensimulasikan berbagai proses fisis itu secara fundamental (Kurniawan, 2008). 2.2 Kondisi dan Perubahan Tutupan Hutan Kalimantan Kondisi Hutan di Kalimantan Hutan merupakan salah satu sumber daya alam di bumi yang sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia, baik ditinjau dari segi ekonomis maupun dari fungsinya dalam ekosistem dan lingkungan. Namun dilihat dari kondisinya saat ini, luas hutan di Indonesia mengalami penurunan yang cukup drastis dan sebagian besar kondisinya sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen (World Resource Institute, 1997). II - 2

3 Salah satu kawasan di Indonesia yang memiliki luas hutan tropis terluas adalah Pulau Kalimantan. Namun pada kenyataanya, laju penurunan luas hutan di kawasan ini tiap tahunnya sangat tinggi dan sulit dikendalikan. Lahan hutan yang luas di Kalimantan telah dieksploitasi secara buruk dan pengelolaanya pun tidak sesuai dengan aturan yang jelas, sehingga banyak yang tinggal menyisakan bentang lahan kering dan gersang. Kebakaran hutan pun seringkali terjadi terutama pada musim kemarau yang berkepanjangan. Hingga saat ini belum ada upaya nyata untuk mengembalikan kondisinya seperti semula. Gambar 2.2 menunjukan perbedaan kondisi hutan Kalimantan pada pertengahan tahun 1980an dengan awal tahun a b Gambar 2.2 Perubahan kondisi hutan antara (a) pertengahan tahun 1980 dan (b) awal tahun 2000 (Sumber: European Communities) Deforestasi dan Degradasi Hutan Di Kalimantan Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diketahui bahwa hutan tropis Indonesia telah mengalami deforestasi. Definisi deforestasi menurut Departemen Kehutanan Indonesia adalah perubahan kondisi penutupan lahan dari hutan menjadi bukan hutan (termasuk perubahan untuk perkebunan, pemukiman, kawasan industri, dan lain-lain). Hingga saat ini, deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia masih terus terjadi. II - 3

4 Gambar 2.3 Penurunan tutupan vegetasi hutan antara tahun 1985 s.d 2000 (Sumber: Departemen Kehutanan Indonesia, 2008) Berdasarkan data dan hasil analisis Departemen Kehutanan, pada periode laju deforestasi dan degradasi di Indonesia mencapai 1,8 juta hektar per tahun. Pada periode terjadi peningkatan laju deforestasi yang cukup signifikan yaitu mencapai rata-rata sebesar 2,8 juta hektar dan menurun kembali pada periode menjadi sebesar 1,08 juta hektar. Gambar 2.3 menunjukan bahwa pada periode tahun 1985 s/d 1987, penurunan tutupan vegetasi hutan yang sangat besar terjadi di Kalimantan dan Sumatera. Sedangkan pada periode 1997 s/d 2000 selain terjadi di Kalimantan dan Sumatera, laju deforestasi tertinggi juga terjadi di Papua. Sedangkan pada periode berikutnya, yaitu antara tahun 2000 s/d 2005 terjadi penurunan angka rata-rata tutupan vegetasi hutan. Propinsi Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Luas Wilayah (Ha) Tabel 2.1 Luas hutan di pulau Kalimantan Luas Hutan (Ha) % Luas Hutan (Ha) % Luas Hutan (Ha) % Luas Hutan (Ha) , , , , , , , , , , , , , , , ,0 Total , , , ,1 (sumber: % II - 4

5 Berdasarkan grafik pada gambar 2.3 dapat dilihat bahwa laju deforestasi tertinggi di Indonesia untuk tahun 1985 hingga tahun 2000 terjadi di Pulau Kalimantan. Tingkat deforestasinya hingga mencapai 0,9 juta hektar tiap tahunnya. Luas tutupan hutan sejak tahun 1985 hingga 2000 untuk 4 propinsi di Kalimantan disajikan pada tabel 2.1. Persentase total luas hutan di Kalimantan sejak tahun 1985 hingga tahun 1991 mengalami penurunan sebesar 5,7%. Laju deforestasi ini meningkat dari tahun 1991 hingga tahun 1997 sebesar 14% Pengaruh Hutan Terhadap Iklim Hutan merupakan komponen penyeimbang berbagai siklus di alam termasuk untuk sirkulasi iklim dan cuaca skala lokal. Peran hutan dalam mengatur temperatur bumi dan pola cuaca adalah dengan menyimpan karbon dan air dalam jumlah besar. Secara umum hubungan antara iklim, vegetasi, dan hutan sangat kompleks dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Kondisi hutan yang berbeda akan memiliki kemampuan yang berbeda pula dalam hal mengatur iklim mikro di sekitarnya, misalnya temperatur udara, kelembaban udara, penerimaan cahaya matahari, dan defisit tekanan uap air. Hutan dan iklim memiliki suatu keterkaitan, dimana kondisi hutan yang baik akan menyeimbangkan sistem energi yang selanjutnya akan berpengaruh pada kondisi iklim setempat maupun global. Di sisi lain, kondisi iklim pun dapat mempengaruhi keberadaan hutan, misalnya musim kemarau yang panjang bisa memicu kebakaran hutan. Antara tumbuhan dan iklim memang terdapat suatu interaksi, dimana pengaruh tumbuhan pada iklim menjadi penting dengan semakin besarnya tumbuhan dan semakin banyaknya jumlah tumbuhan (Tjasyono, H.K, 1999). Perubahan luas hutan akibat deforestrasi dan kebakaran hutan akan mempengaruhi neraca energi yang akan merubah kondisi iklim permukaan di kawasan tersebut. II - 5

6 2.3 Keseimbangan Energi dan Kaitannya Terhadap Iklim Istilah radiasi didefinisikan sebagai transfer energi yang terjadi tanpa membutuhkan medium perantara untuk mentransmisikannya (Ritter, 2006). Definisi lain menyebutkan bahwa radiasi adalah suatu bentuk energi yang dipancarkan oleh setiap benda yang mempunyai temperatur di atas nol mutlak, dan merupakan satu-satunya bentuk energi yang dapat menjalar di dalam vakum angkasa luar (Prawirowardoyo, 1996). Energi yang diperlukan untuk berbagai proses dalam atmosfer berasal dari matahari. Sebagian radiasi matahari diserap langsung di dalam atmosfer, sebagian lagi diteruskan melewati atmosfer dan diserap oleh permukaan. Penyerapan ini memanaskan permukaan bumi, yang selanjutnya menjadi sumber radiasi gelombang panjang yang disebut radiasi bumi. Radiasi neto (Q*) yang diterima digunakan untuk proses-proses yang terjadi dalam sistem bumi. Kegunaan utama dari energi ini adalah pada perubahan fasa air (Latent Heat, LE), perubahan temperatur udara (Sensible Heat, H), dan pemanasan di bawah permukaan tanah (Ground heat, G) dengan perumusan sebagai berikut: Q* = H + LE + G Gambar 2.4 Keseimbangan energi permukaan (Sumber: II - 6

7 Neraca energi adalah selisih antara radiasi yang diserap dan yang dipancarkan oleh suatu benda atau permukaan. Pada siang hari umumnya terjadi surplus radiasi di permukaan sedangkan atmosfer mengalami defisit radiasi. Untuk menyeimbangkan neraca energi, maka kelebihan energi tersebut dikembalikan ke atmosfer dalam bentuk panas laten dan panas sensible. Temperatur permukaan bumi merupakan tanggapan dari semua fluks energi yang melewati permukaan tersebut. Adanya penambahan atau kehilangan energi pada permukaan mengakibatkan perubahan temperatur permukaan bumi. Dalam menggambarkan transfer energi dapat menggunakan panah untuk menggambarkan arah transfer panas tersebut. Selain itu digunakan pula tanda positif dan negatif untuk menunjukan adanya penambahan panas atau kehilangan panas. Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan Sellers (1965) dan Oke (1987), flux nonradiatif yang hilang secara langsung dari permukaan adalah positif. Nilai positif tersebut mengindikasikan kehilangan panas dari permukaan sedangkan nilai negatif menunjukan tambahan panas. Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai dampak perubahan tutupan lahan hutan terhadap unsur iklim diperoleh hasil bahwa penurunan luas hutan yang dibuat untuk beberapa skenario akan menyebabkan perubahan pada karakteristik permukaan di hutan, diantaranya albedo permukaan, leaf area index, tipe vegetasi, dan surface roughness length. Perubahan karakteristik permukaan tersebut mempengaruhi unsurunsur neraca energi seperti sensible heat flux dan laten heat flux yang kemudian akan mempengaruhi iklim lokal. Hasil yang diperoleh dari simulasi selama 1 tahun menunjukkan bahwa penurunan luas hutan menyebabkan kenaikan suhu udara ratarata dari 25,3 C pada simulasi kontrol menjadi 25,4 C pada simulasi penurunan rasio hutan 25% dan 25,5 C pada simulasi penurunan rasio hutan 50%. Selain itu, intensitas curah hujan konvektif pun naik sebesar 5,21% pada simulasi penurunan rasio hutan 25% dan 6,20 % pada simulasi penurunan rasio hutan 50% (Sofyan, 2005). Hasil penelitian ini akan coba dikembangkan dalam penelitian tugas akhir ini. II - 7

8 2.3.1 Panas Sensible Fluks panas sensible (sensible heat flux) merupakan transfer energi antara permukaan bumi dengan atmosfer ketika ada perbedaan temperatur diantara keduanya. Transfer panas sensible akan terasa seperti kenaikan atau penurunan temperatur udara. Panas pada mulanya ditransfer ke atmosfer melalui konduksi molekul air yang bertubrukan dengan panas di permukaan. Karena udara menghangat maka timbul sirkulasi udara ke atas melalui konveksi. Demikian transfer panas sensible selesai dalam dua langkah proses. Karena udara merupakan konduktor yang buruk, konveksi menjadi jalan yang paling efisien untuk mentransfer panas sensible ke udara. Ketika daratan lebih hangat daripada udara di atasnya, panas akan ditransfer ke atmosfer sebagai transfer panas sensible positif. Transfer panas akan meningkatkan temperatur udara dan akan mendinginkan daratan. Jika udara lebih hangat daripada daratan, panas akan ditransfer dari atmosfer ke permukaan menghasilkan transfer panas sensible negatif (Ritter, 2006) Panas Laten Panas laten adalah energi yang diperlukan dalam proses evaporasi atau transpirasi air pada permukaan dan selanjutnya akan terjadi kondensasi di troposfer. Perubahan fasa dari cair ke gas disebut evaporasi. Jika dilihat dalam skala molekuler, maka dapat dilihat bahwa air terdiri atas gugusan molekul air (H 2 O). Gugusan tersebut terikat bersama dengan ikatan diantara atom hidrogen dari molekul air. Panas yang ditambahkan selama evaporasi memutuskan ikatan antara gugusan sehingga menghasilkan molekul individu yang hilang dari permukaan sebagai gas. Panas yang digunakan dalam perubahan fasa dari cair ke gas disebut latent heat vaporization. Disebut laten karena panas ini disimpan dalam molekul air yang selanjutnya dikeluarkan selama proses kondensasi. Panas laten tidak dapat dirasakan karena tidak meningkatkan temperatur molekul air (Ritter, 2006). II - 8

9 2.3.3 Curah Hujan Konvektif Penurunan rasio vegetasi di suatu kawasan cenderung meningkatkan temperatur permukaan, karena panas dari radiasi matahari langsung diterima oleh permukaan tanpa adanya penghamburan dan penyerapan oleh vegetasi. Naiknya temperatur permukaan menyebabkan udara menjadi tidak stabil dan menimbulkan gangguan. Parsel udara yang lebih panas dari udara lingkungannya akan mempunyai gaya apung positif sehingga parsel akan bergerak terus ke atas sampai temperatur parsel sama dengan temperatur udara lingkungan (Tjasyono, 1994). Proses kenaikan massa udara akibat pemanasan permukaan disebut konveksi. Gambar 2.5 menunjukan bahwa temperatur potensial ekuivalen ( e ) lebih panas apabila ada awan konvektif dibandingkan bila tidak ada awan konvektif atau pada waktu cuaca cerah. Dari profil vertikal tersebut dapat diketahui bahwa terbentuknya awan konvektif dibutuhkan kondisi temperatur parsel udara yang sangat tinggi. Gerak parsel udara ke atas biasanya terpusat dalam daerah yang relatif kecil, yaitu pada pusat sel konvektif. Jika parsel udara naik mencapai paras kondensasi maka gerakan ke atas selanjutnya dapat dilihat dalam bentuk awan konvektif. Gambar 2.5 Profil vertikal temperatur potensial ekivalen rata-rata e pada musim hujan (bulan Januari) (Sumber: Tjasyono, 1994) II - 9

10 Perubahan temperatur di suatu kawasan mengakibatkan perbedaan tekanan yang semakin besar dengan daerah di sekitarnya. Sehingga udara yang mengandung uap air dari wilayah sekitar yang bertekanan tinggi akan bergerak ke kawasan tersebut. Ini menyebabkan kawasan tersebut menjadi lembab sehingga tetes awan yang dihasilkan pada proses konveksi akan mencapai jenuh dan selanjutnya menghasilkan curah hujan konvektif. Semakin tinggi temperatur di suatu kawasan akibat perubahan tutupan lahan, maka perbedaan temperatur dengan daerah di sekitarnya pun akan semakin besar. Hal ini menyebabkan proses pembentukan awan konvektif meningkat, sehingga intensitas curah hujan di suatu kawasan berpotensi meningkat. 2.4 Model Regional REMO Deskripsi Model REMO adalah model iklim atmosfer berskala regional dan berfungsi untuk menurunkan skala output model global menuju skala regional yang resolusinya lebih tinggi (metoda down-scalling). Gambar 2.6 Proses downscaling model REMO (Sumber: Holger, 2006) REMO bekerja dengan resolusi spasial horizontal 0.5 dan 1/6 derajat dengan sejumlah grid berukuran tertentu. Sedangkan resolusi vertikal model ini berkisar antara 1000 mb hingga 10 mb atau sekitar 20 hingga 40 lapisan atmosfer. II - 10

11 Seperti halnya model iklim lainnya, REMO pun menggunakan data input berupa data statis dan data dinamis historis. Data statis meliputi data orografis dan tutupan lahan yang sifatnya tetap tidak berubah terhadap waktu. Sedangkan data dinamis meliputi data temperatur muka laut dan dinamika atmosfer yang selalu di-update setiap 6 jam pada model ini. Gambar 2.7 Asal mula model iklim regional REMO (Sumber: Jacob, 2001) REMO merupakan model jenis hidrostatik yang dapat dijalankan dengan metoda fisika dari European Model/Deutschland Model (Jacob and Podzun, 1997) dengan menggunakan metode parameterisasi model global ECHAM4 Max Planck Institute. Model jenis hidrostatik baik digunakan untuk skala global dan regional dimana faktor lokal seperti pegunungan, bukit, atau lereng terjal dapat diabaikan Karakteristik Model Model ini menggunakan persamaan primitif hidro-termodinamik yang menampilkan arus nonhidrostatik kompresibel dalam atmosfer. Parameterisasi fisika dari ECHAM4, temperatur, uap air, kandungan air cair, tekanan permukaan, komponan angin horizontal, kelembaban spesifik, hujan, dan sedimen salju merupakan variabel prognostik (diramalkan). Persamaan dasar ditulis dalam bentuk adveksi dan persamaan kontinuitas digantikan oleh persamaan prognostik tekanan pertubasi. Beberapa spesifikasi model REMO diuraikan pada penjelasan berikut ini. 1. Representasi horizontal menggunakan grid sistem Arakawa-C sedangkan koordinat vertikal menggunakan 20 level vertikal sistem hybrid p (tekanan) dan η. II - 11

12 Titik tengah T merupakan suatu variabel yang dipengaruhi oleh u, v, dan w. Variabel ini bisa temperatur, tekanan, kelembapan, liquid water content, dan parameter lainnya. Model Grid Arakawa C Gambar 2.8 Model komputasi grid Arakawa C-2 dimensi (kiri) dan 3 dimensi (kanan) (Sumber: Parodi, 2005) 2. Sistem diskretisasi vertikal mengikuti metoda Simmons dan Burridge. Gambar 2.9 Struktur vertikal model REMO dengan 20 lapisan (Sumber: Deutscher Wetterdienst, 1995) II - 12

13 3. Diskretisasi waktu menggunakan system semi implisit leapfrog sedangkan sistem adveksi menggunakan sistem eksplisit. 4. Interpolasi boundary lateral menggunakan metoda Davies dengan relaksasi daerah boundary lateral menjadi 8 grid. Pada boundary bagian atas yang merupakan kondisi radiatif berdasarkan metoda yang digunakan oleh Bougeault, Klemp, dan Durran. 5. Parameterisasi radiasi diadopsi dari model European Centre for Medium-Range Weather Forecast (ECMWF) dengan perubahan yang dilakukan oleh Rockener dkk. 6. Skala grid parameter mikrofisika awan berdasarkan persamaan neraca curahan Kesler dan skala subgrid proses presipitasi Tiedtke. Sistem konveksi sesuai dengan yang dilakukan oleh Nordeng dan kondensasi menurut Sundqvist. 7. Batas lateral model REMO mempunyai resolusi waktu setiap 6 jam dan diinterpolasi setiap 5 menit. Interpolasi yang digunakan adalah iterpolasi dengan formula 16 titik dan interpolasi bilinier (Deutscher, 1995). Interpolasi batas lateral akan dibentuk menjadi 8 grid. 8. Model ini menggunakan awan yang dibagi menjadi awan stratiform dan awan konvektif. Kandungan air awan stratiform ditentukan oleh persamaan neraca yang berkaitan dengan sumber, fase peluruhan, dan presipitasi. Secara empirik, temperatur merupakan fungsi yang digunakan untuk menentukan kandungan es awan, sehingga pengaruh-pengaruh tersebut dimasukkan dalam perhitungan. Parameterisasi awan konvektif berdasarkan konsep fluks massa Tiedke dengan beberapa perubahan sistem konveksi. 9. Temperatur tanah dihitung dari persamaan difusi dengan lima tutupan lapisan tanah yang berbeda mencakup 10 meter di atas permukaan tanah. Data global permukaan tanah dibentuk dari ekosistem yang kompleks menurut Hagemann yang kemudian dikembangkan secara lebih sempurna. 10. Rata-rata dan variansi permukaan orografi dihitung dari data USGS GTOPO30 dengan resolusi spasial 1km x 1km. Semua parameter permukaan konstan terhadap waktu artinya tidak bervariasi secara bulanan atau musiman. Sistem II - 13

14 permukaan tanah menggunakan metoda yang digunakan oleh Dumenil dan Todini. Hanya satu tipe permukaan yang muncul dari tiap grid sel (tanah, air, es) Verifikasi Model Model REMO telah banyak diaplikasikan untuk berbagai penelitian tentang cuaca atau iklim. REMO dapat digunakan untuk simulasi iklim maupun prediksi cuaca dan telah disesuaikan dengan kondisi iklim di Indonesia. Validasi model REMO untuk wilayah Indonesia telah dilakukan oleh Aldrian, et.al (2004) untuk parameter curah hujan pada penelitiannya yang berjudul Long-term simulation of Indonesian rainfall with the MPI regional model. Pada penelitian tersebut, lima pulau besar dan tiga laut di wilayah Indonesia menjadi studi kasus dalam penelitian tersebut. Secara umum model REMO menghasilkan pola spasial curah hujan bulanan dan musiman dengan baik diatas daratan namun kurang baik untuk curah hujan di lautan. Dalam mem-validasi model ini digunakan tiga jenis data yaitu data reanalisis dari European Centre for Medim-Range Weather Forecasts (ERA15), the National Centers for Environmental Prediction and National Center for Atmospheric Research (NRA) dan ECHAM4, kemudian dibandingkan dengan data stasiun. Tabel 2.3 merupakan tabel perbandingan verifikasi output model REMO dengan data curah hujan bulanan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada 167 stasiun di seluruh Indonesia menggunakan tiga data global yang berbeda. Tabel 2.2 Verifikasi output model REMO dengan data observasi Pulau ERA 15 NRA ECHAM 4 Jawa 0,798 0,716 0,173 Kalimantan 0,780 0,668 0,422 Sumatra 0,708 0,682 0,637 Sulawesi 0,645 0,577 0,541 Irian 0,434 0,350 0,143 (Sumber : Aldrian, et.al., 2003) II - 14

15 Gambar 2.10 merupakan grafik perbandingan variabilitas curah hujan rata-rata (kiri) dan rata-rata bulanan (kanan) antara hasil simulasi REMO dengan data observasi untuk Pulau Kalimantan. Gambar 2.10 Grafik perbandingan CH hasil simulasi dengan data stasiun (Sumber: Aldrian, et.al., 2003) Dari tabel 2.3 dapat dilihat bahwa input model ERA 15 untuk seluruh wilayah memiliki nilai korelasi yang tinggi dengan data observasi dibandingkan dengan data inputan dari NRA atau ECHAM 4. Untuk wilayah Kalimantan, nilai korelasi antara hasil simulasi (data input ERA 15) dengan data observasi memiliki korelasi yang cukup baik, yaitu sebesar 0,780. Berdasarkan hasil verifikasi tersebut, maka data ERA 15 menjadi data input model pada penelitian ini. II - 15

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropis Hujan hujan tropis adalah daerah yang ditandai oleh tumbuh-tumbuhan subur dan rimbun serta curah hujan dan suhu yang tinggi sepanjang tahun. Hutan hujan tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1980-an para peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spasial maupun temporal. Kenaikan temperatur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI

BAB III DATA DAN METODOLOGI BAB III DATA DAN METODOLOGI 3.1 Data dan Daerah Penelitian 3.1.1 Data Input model REMO dapat diambil dari hasil keluaran model iklim global atau hasil reanalisa global. Dalam penelitian ini data input

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN TERHADAP IKLIM DI PULAU KALIMANTAN MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL (REMO) SOFYAN AGUS SALIM G

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN TERHADAP IKLIM DI PULAU KALIMANTAN MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL (REMO) SOFYAN AGUS SALIM G ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN HUTAN TERHADAP IKLIM DI PULAU KALIMANTAN MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL (REMO) SOFYAN AGUS SALIM G02400013 DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta Menurut Caljouw et al. (2004) secara morfologi Jakarta didirikan di atas dataran aluvial pantai dan sungai. Bentang alamnya didominasi

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

SIMULASI PENGARUH DEFORESTASI DAN REFORESTASI TERHADAP PERUBAHAN PARAMETER IKLIM MENGGUNAKAN REGIONAL MODEL (REMO) (Studi Kasus: Pulau Kalimantan)

SIMULASI PENGARUH DEFORESTASI DAN REFORESTASI TERHADAP PERUBAHAN PARAMETER IKLIM MENGGUNAKAN REGIONAL MODEL (REMO) (Studi Kasus: Pulau Kalimantan) SIMULASI PENGARUH DEFORESTASI DAN REFORESTASI TERHADAP PERUBAHAN PARAMETER IKLIM MENGGUNAKAN REGIONAL MODEL (REMO) (Studi Kasus: Pulau Kalimantan) TUGAS AKHIR Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kurikuler Program

Lebih terperinci

Perangkat Lunak Tahun Fungsi Linux Suse 9.0 Windows XP

Perangkat Lunak Tahun Fungsi Linux Suse 9.0 Windows XP III. METODOLOGI 3.1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Hujan Buatan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta. 3.2. Bahan dan Alat Data iklim tahun

Lebih terperinci

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Meteorologi Suhu Udara dan Kehidupan Variasi Suhu Udara Harian Bagaimana Suhu Lingkungan Diatur? Data Suhu Udara Suhu Udara dan Rasa Nyaman Pengukuran Suhu Udara Variasi Suhu Udara

Lebih terperinci

Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR

Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR Suaydhi 1) dan M. Panji Nurkrisna 2) 1) Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN. 2) Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA,

Lebih terperinci

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Oleh : Imam Hambali Pusat Kajian Kemitraan & Pelayanan Jasa Transportasi Kementerian Perhubungan Pada awal Februari 2007 yang lalu Intergovernmental Panel on Climate

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan. Global Warming Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 C (1.33 ± 0.32 F)

Lebih terperinci

ATMOSFER I. A. Pengertian, Kandungan Gas, Fungsi, dan Manfaat Penyelidikan Atmosfer 1. Pengertian Atmosfer. Tabel Kandungan Gas dalam Atmosfer

ATMOSFER I. A. Pengertian, Kandungan Gas, Fungsi, dan Manfaat Penyelidikan Atmosfer 1. Pengertian Atmosfer. Tabel Kandungan Gas dalam Atmosfer KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian dan kandungan gas atmosfer. 2. Memahami fungsi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034%

Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Unsur gas yang dominan di atmosfer: Nitrogen : 78,08% Oksigen : 20,95% Argon : 0,95% Karbon dioksida : 0,034% Ozon (O 3 ) mempunyai fungsi melindungi bumi dari radiasi sinar Ultraviolet Ozon sekarang ini

Lebih terperinci

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I Hidrometeorologi Pertemuan ke I Pengertian Pengertian HIDROMETEOROLOGI Adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur unsur meteorologi dengan siklus hidrologi, tekanannya pada hubungan timbal balik

Lebih terperinci

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira Udara & Atmosfir Angga Yuhistira Udara Manusia dapat bertahan sampai satu hari tanpa air di daerah gurun yang paling panas, tetapi tanpa udara manusia hanya bertahan beberapa menit saja. Betapa pentingnya

Lebih terperinci

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR

RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR RADIASI MATAHARI DAN TEMPERATUR Gerakan Bumi Rotasi, perputaran bumi pada porosnya Menghasilkan perubahan waktu, siang dan malam Revolusi, gerakan bumi mengelilingi matahari Kecepatan 18,5 mil/dt Waktu:

Lebih terperinci

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Karakteristik Air Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017 Fakta Tentang Air Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi dengan volume sekitar 1.368 juta km

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1 BAB I PENDAHULUAN Klimatologi berasal dari bahasa Yunani di mana klima dan logos. Klima berarti kemiringan (slope) yang diarahkan ke lintang tempat, sedangkan logos berarti ilmu. Jadi definisi klimatologi

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair Iklim merupakan rata-rata dalam kurun waktu tertentu (standar internasional selama 30 tahun) dari kondisi udara (suhu,

Lebih terperinci

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal Temperatur Air Laut Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur

Lebih terperinci

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN BAB 3 14 Variasi Suhu Udara Harian Pemanasan Siang Hari Pemanasan permukaan bumi pada pagi hari secara konduksi juga memanaskan udara di atasnya. Semakin siang, terjadi perbedaan suhu yang besar antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanasan global (global warming) merupakan isu lingkungan yang hangat diperbincangkan saat ini. Secara umum pemanasan global didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia

Lebih terperinci

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen 7 radiasi surya, suhu udara, kecepatan angin, dan kelembaban udara dalam penentuan evapotranspirasi. Sedangkan faktor tanah yang mempengaruhi seperti tekstur, kedalaman tanah, dan topografi. Kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari yang sampai di bumi merupakan sumber utama energi yang menimbulkan segala macam kegiatan atmosfer seperti hujan, angin, siklon tropis, musim panas, musim

Lebih terperinci

Dampak Kegiatan Manusia Terhadap Perubahan Siklus Air Yang Memicu Kelangkaan Air Dunia

Dampak Kegiatan Manusia Terhadap Perubahan Siklus Air Yang Memicu Kelangkaan Air Dunia Dampak Kegiatan Manusia Terhadap Perubahan Siklus Air Yang Memicu Kelangkaan Air Dunia Paul Rizky Mayori Tangke* Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha

Lebih terperinci

Penggunaan Model Simulasi Atmosfer Sebagai Alat Pembelajaran Dalam Pendidikan

Penggunaan Model Simulasi Atmosfer Sebagai Alat Pembelajaran Dalam Pendidikan Penggunaan Model Simulasi Atmosfer Sebagai Alat Pembelajaran Dalam Pendidikan Didi Satiadi & Dadang Subarna Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jl. Dr. Junjunan 133, Bandung 40173 e-mail satiadi@bdg.lapan.go.id

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada saat ini pengguna informasi cuaca jangka pendek menuntut untuk memperoleh informasi cuaca secara cepat dan tepat. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BKMG) telah

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan aset kekayaan yang bukan saja penting bagi bangsa Indonesia, namun juga bagi sebagian penduduk dunia. Keragaman hayati yang tinggi terdapat pada hutan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat 1 Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat Diyas Dwi Erdinno NPT. 13.10.2291 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Indonesia yang berada di daerah khatulistiwa menyebabkan Indonesia memiliki iklim tropis dengan tingkat pemanasan dan kelembaban tinggi. Hal tersebut mengakibatkan

Lebih terperinci

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air. KELEMBABAN UDARA 1 Menyatakan Kandungan uap air di udara. Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Secara alami CO 2 mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan makhluk hidup. Tumbuhan sebagai salah satu makhluk hidup di bumi memerlukan makanannya untuk

Lebih terperinci

VERIFIKASI MODEL ATMOSFER WILAYAH TERBATAS DALAM SIMULASI CURAH HUJAN

VERIFIKASI MODEL ATMOSFER WILAYAH TERBATAS DALAM SIMULASI CURAH HUJAN Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 VERIFIKASI MODEL ATMOSFER WILAYAH TERBATAS DALAM SIMULASI CURAH HUJAN Didi

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI PATTIMURA AMBON

STASIUN METEOROLOGI PATTIMURA AMBON BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI PATTIMURA AMBON Alamat : Bandar Udara Pattimura Ambon 97236, ext: 274 Telp : (0911) 3300340,341172 Telp / Fax: (0911) 311751,341172 Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Beberapa hasil pengolahan data simulasi model kopel akan ditampilkan dalam Bab IV ini, tetapi sebagian lainnya dimasukkan dalam lampiran A. IV.1 Distribusi Curah Hujan Berdasarkan

Lebih terperinci

Unsur Cuaca = unsur iklim. Keadaan fisik atmosfir bumi yang dapat diukur.

Unsur Cuaca = unsur iklim. Keadaan fisik atmosfir bumi yang dapat diukur. Unsur Cuaca = unsur iklim. Keadaan fisik atmosfir bumi yang dapat diukur. Biasanya keadaan atmosfer yang dipengaruhi oleh radiasi matahari (sumber utama energi pada sistem iklim) adalah (1) radiasi mthr

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah perputaran air dengan perubahan berbagai bentuk dan kembali pada bentuk awal. Hal ini menunjukkan bahwa volume

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bumi merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi makhluk hidup. Pelestarian lingkungan dilapisan bumi sangat mempengaruhi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Suhu

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN Oleh Nur Fitriyani, S.Tr Iwan Munandar S.Tr Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Aji

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017)

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017) ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017) Adi Saputra 1, Fahrizal 2 Stasiun Meteorologi Klas I Radin Inten

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect) PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena konveksi merupakan fenomena akibat adanya perpindahan panas yang banyak teramati di alam. Sebagai contohnya adalah fenomena konveksi yang terjadi di

Lebih terperinci

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b a Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura Pontianak b Program Studi

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL Secara umum pemanasan global didefinisikan dengan meningkatkan suhu permukaan bumi oleh gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Meski suhu lokal berubah-ubah secara alami, dalam kurun

Lebih terperinci

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES Abstrak Kondisi fisiografis wilayah Indonesia dan sekitarnya, seperti posisi lintang, ketinggian, pola angin (angin pasat dan monsun),

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 IDENTIFIKASI CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah atau kawasan yang di batasi oleh pembatas topografi yang menerima, mengumpulkan

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian berjudul Pemodelan dan Peramalan Angka Curah Hujan Bulanan Menggunakan Analisis Runtun Waktu (Kasus Pada Daerah Sekitar Bandara Ngurah Rai), menjelaskan

Lebih terperinci

MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO

MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO Erma Yulihastin Peneliti Sains Atmosfer, LAPAN e-mail: erma@bdg.lapan.go.id; erma.yulihastin@gmail.com RINGKASAN Pada makalah ini diulas mengenai mekanisme hubungan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017) https://www.balipost.com

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017) https://www.balipost.com ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017) https://www.balipost.com www.news.detik.com STASIUN KLIMATOLOGI KELAS II JEMBRANA - BALI JUNI 2017 ANALISIS KLIMATOLOGI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu provinsi yang berada di Pulau Sumatera dengan posisi 1-4 Lintang Utara dan 98-100 Bujur Timur. Letak geografis Sumatera Utara

Lebih terperinci

Pembentukan Hujan 1 KLIMATOLOGI

Pembentukan Hujan 1 KLIMATOLOGI Pembentukan Hujan 1 1. Pengukuran dan analisis data hujan 2. Sebaran curah hujan menurut ruang dan waktu 3. Distribusi curah hujan dan penyebaran awan 4. Fenomena iklim (ENSO dan siklon tropis) KLIMATOLOGI

Lebih terperinci

LKS EFEK RUMAH KACA, FAKTA ATAU FIKSI. Lampiran A.3

LKS EFEK RUMAH KACA, FAKTA ATAU FIKSI. Lampiran A.3 Lampiran A.3 155 LKS EFEK RUMAH KACA, FAKTA ATAU FIKSI Bacalah wacana dibawah ini! kemudian diskusikanlah bersama teman kelompokmu. Efek Rumah Kaca: Fakta atau Fiksi? Makhluk hidup memerlukan energi untuk

Lebih terperinci

Bab III Data dan Metodologi III.1 Data

Bab III Data dan Metodologi III.1 Data Bab III Data dan Metodologi III.1 Data Data yang digunakan pada simulasi model kopel ini berasal dari data reanalisis ECMWF 15 tahun, yaitu selama perioda tahun 1979 hingga tahun 1993, yang disingkat dengan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI RADIASI MATAHARI NAMA NPM JURUSAN DISUSUN OLEH : Novicia Dewi Maharani : E1D009067 : Agribisnis LABORATORIUM AGROKLIMAT UNIVERSITAS BENGKULU 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Lebih terperinci

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut

SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut SUHU UDARA, SUHU TANAH Dan permukaan laut OLEH NAMA : ANA MARIYANA BR SINAGA NPM : E1B009024 HARI / TANGGAL : RABU, 03 NOVEMBER 2010 KELOMPOK : IV CO-ASS : GATRA BAYU JAGA NOVA SAMOSIR PENDAHULUAN Suhu

Lebih terperinci

4. Apakah pemanasan Global akan menyebabkan peningkatan terjadinya banjir, kekeringan, pertumbuhan hama secara cepat dan peristiwa alam atau cuaca yan

4. Apakah pemanasan Global akan menyebabkan peningkatan terjadinya banjir, kekeringan, pertumbuhan hama secara cepat dan peristiwa alam atau cuaca yan Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Semenjak manusia pada jaman purbakala sampai dengan jaman sekarang, manusia telah mengalami perkembangan dalam setiap periode waktu yang dilewatinya yang telah kita

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosfer Troposfer Lapisan ini berada pada level yang paling rendah, campuran gasgasnya adalah yang paling ideal untuk menopang kehidupan di bumi. Di lapisan

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA. Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA. Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr Stasiun Meteorologi Klas III Malikussaleh Aceh Utara adalah salah satu Unit Pelaksana

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang

Lebih terperinci

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221)

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu, Cahaya dan Warna Laut Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221) Suhu Bersama dengan salinitas dan densitas, suhu merupakan sifat air laut yang penting dan mempengaruhi pergerakan masa air di laut

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI KEJADIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Topografi Bali Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km dengan jarak sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis,

Lebih terperinci

Minggu 1 : Daur Hidrologi Minggu 2 : Pengukuran parameter Hidrologi Minggu 3 : Pencatatan dan pengolahan data Hidroklimatologi

Minggu 1 : Daur Hidrologi Minggu 2 : Pengukuran parameter Hidrologi Minggu 3 : Pencatatan dan pengolahan data Hidroklimatologi Minggu 1 : Daur Hidrologi Minggu 2 : Pengukuran parameter Hidrologi Minggu 3 : Pencatatan dan pengolahan data Hidroklimatologi Minggu 4 ruang : Analisis statistik data terhadap Minggu 5 waktu : Analisis

Lebih terperinci

DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN. Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang. Abstrak

DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN. Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang. Abstrak DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang Abstrak Cuaca akhir-akhir ini sulit diprediksi dan tidak menentu, sering terjadi cuaca ekstrem

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci