II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Business Cycle Sepanjang sejarah, pertumbuhan ekonomi kerap diganggu oleh penurunan output. Meski berlangsung dalam periode yang relatif singkat, penurunan PDB biasanya diiringi oleh peningkatan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Oleh karena itu pemerintah mencoba untuk menstabilisasi perilaku makroekonomi melalui kebijakan ekonomi. Burns dan Mitchell (1946) mendefinisikan business cycle sebagai fluktuasi yang terjadi pada kegiatan perekonomian agregat suatu negara, berulang tapi tidak terjadi secara periodik, lebih rincinya sebagai berikut: Business cycles are a type of fluctuation found in the aggregate economic activity of nations that organize their work mainly in business enterprises: a cycle consists of expansions occurring at about the same time in many economic activities, followed by similarly general recessions, contractions, and revivals which merge into the expansion phase of the next cycle; this sequence of changes is recurrent but not periodic; in duration business cycles vary from more than one year to ten or twelve years. Lucas (1976) mendefinisikan business cycle sebagai fluktuasi berulang output dan pengangguran disekitar trend. Menurut Prescott (1998), kuncinya adalah pada comovement diantara time series ekonomi. Menurut Diebold dan Rudebusch (1994), definisi Burns dan Mitchell diatas mencakup dua unsur. Pertama adalah peran comovement diantara variabelvariabel ekonomi dalam penentuan titik balik atau turning point dari business cycle. Hal ini menjadi isu utama dalam metodologi mereka. Burns dan Mitchell menggunakan ratusan series seperti output, suku bunga dan sebagainya. Mereka mengelompokkan turning point series tersebut sehingga dapat ditentukan tanggal titik balik keseluruhan business cycle. Dari metode tersebut dapat diketahui indeks komposit leading, coincident dan lagging. Kedua adalah membagi business cycles menjadi fase-fase yang berbeda yaitu memperlakukan ekspansi berbeda dengan kontraksi.

2 14 Dalam jangka panjang PDB cenderung terus meningkat. Namun dalam jangka pendek PDB fluktuatif, naik dan turun, karena ada kekauan dalam harga dan upah (Makin 2002). Sumber: Makin, 2002 Gambar 4 Business Cycle Gambar 4 menunjukkan hubungan antara business cycle dengan trend PDB. Pola puncak atau peak dan lembah atau trough dalam kegiatan makroekonomi disebut sebagai business cycle. Ketika PDB turun yaitu ketika PDB bergerak dari peak menuju ke trough, maka perekonomian mengalami resesi atau kontraksi. Untuk praktisnya, perekonomian dikatakan dalam kondisi resesi jika PDB turun lebih dari dua triwulan berturut-turut. Ketika PDB bergerak dari trough menuju ke peak maka perekonomian berada dalam fase pemulihan atau recovery atau dalam periode ekspansi. Pemulihan yang terlalu kuat dikatakan sebagai overheating. Satu siklus penuh dalam aktivitas perekonomian agregat bisa diukur dari satu lembah ke lembah berikutnya atau dari satu puncak ke puncak lainnya (Makin 2002). Jarak antara puncak dan garis trend yang bersesuaian merupakan deviasi siklus dari trend jangka panjangnya. 2.2 Teori Business Cycle Studi business cycle dikelompokkan menjadi tiga teori yaitu Real Business Cycle, New Keynesian Business Cycle dan Monetary Business Cycle. Menurut Saphiro dan Watson (1988), esensi dari teori Keynesian bahwa dalam jangka pendek, kesediaan agen untuk menyerap output dalam perekonomian menentukan kuantitas output yang diproduksi. Dalam teori ini, guncangan terhadap aggregat demand akan menggerakkan perekonomian menjauh dari level output naturalnya

3 15 secara sementara dimana level output natural ditentukan oleh stok kapital, tenaga kerja dan teknologi dalam keseimbangan jangka panjangnya. Dilain pihak, teori klasik dan neo klasik tidak membenarkan kemungkinan bahwa output bisa terdeviasi dari keseimbangan jangka panjangnya kecuali dalam periode yang sangat singkat. Dalam teori ini harga dan tingkat pengembalian menyesuaikan dengan cepat sehingga perubahan dalam aggregat demand tidak menyebabkan perubahan output. Teori ini menjadi landasan kajian Real Business Cycle (RBC) dimana variabel nominal tidak bisa memengaruhi variabel riil. Sedangkan kaum monetaris berpendapat bahwa satu-satunya faktor yang dapat memengaruhi output adalah faktor moneter. Dalam penelitian ini digunakan teori New Keynesian. Mazhab New Keynesian berkembang sebagai respon atas kritik New Classical terhadap Keynesian tradisional. New Keynesian menambahkan pondasi mikroekonomi dalam teori ekonomi Keynesian tradisional. Asumsi mazhab New Keynesian adalah rumahtangga dan perusahaan berekspektasi secara rasional. Selain itu, terjadi kegagalan pasar bahwa terjadi persaingan tidak sempurna dalam harga dan penentuan upah sehingga menjelaskan mengapa harga-harga dan upah menjadi kaku yang artinya tidak menyesuaikan secara cepat perubahan dalam kondisi perekonomian. Kegagalan pasar dan kekakuan upah tersebut menyebabkan makroekonomi tidak dapat mencapai tingkat full employment. Oleh karena itu perlu intervensi pemerintah berupa kebijakan fiskal dan intervensi melalui kebijakan moneter oleh bank sentral agar tercapai kinerja ekonomi yang lebih efisien dibandingkan yang dicapai ketika perekonomian diserahkan semua kepada pasar atau laisses faire. Nominal rigidities atau kekakuan harga dan upah ini yang menjadi fokus model New Keynesian. Harga lambat menyesuaikan karena ada menu cost yaitu biaya kecil yang harus dibayar untuk menyesuaikan harga nominal seperti biaya membuat katalog, daftar harga atau harga menu. Nominal rigidities inilah yang menyebabkan fluktuasi jangka pendek dari variabel-variabel riil. Ketika harga output kaku dalam jangka pendek maka guncangan nominal seperti ekspansi moneter yaitu peningkatan jumlah uang beredar akan meningkatkan harga output dengan proporsi yang relatif lebih kecil dibandingkan perubahan uang beredar.

4 16 Hal ini menyebabkan upah riil turun akibatnya permintaan tenaga kerja meningkat sehingga lebih banyak output yang dihasilkan. Oleh karena itu, intervensi otoritas moneter dengan ekspansi moneter dapat menimbulkan fluktuasi jangka pendek pada variabel riil seperti output dan tenaga kerja. Teori New Keynesian menyatakan bahwa fluktuasi ekonomi makro disebabkan oleh fluktuasi pada permintaan agregat dan penawaran agregat. Intinya bahwa guncangan nominal dapat memengaruhi variabel riil akibat adanya kekakuan harga dan upah nominal serta kegagalan pasar. Pemerintah maupun otoritas moneter membuat suatu kebijakan dengan tujuan meredam fluktuasi yang berlebihan dalam perekonomian. Ketika perekonomian menghadapi masa resesi maka diperlukan kebijakan yang ekspansif yang mampu membawa perekonomian keluar dari resesi. Sedangkan ketika perekonomian sedang overheating maka perlu dilakukan kebijakan yang kontraktif untuk meredam inflasi. Agar berdampak pada level mikro, maka kebijakan makro yang dibuat haruslah mempertimbangkan kondisi mikro yang sesuai dengan realita. Kondisi mikro dengan asumsi pasar persaingan sempurna, harga yang sangat fleksibel, pergerakan sumber daya yang sempurna dan tidak terjadi eksternalitas, tidak sesuai dengan realita. Sehingga yang cocok dengan realita adalah mazhab New Keynesian (Siregar 2009). Oleh karena itu, kajian business cycle pada penelitian ini dilakukan berdasarkan kerangka New Keynesian. Selain itu, hasil penelitian sebelumnya seperti Siregar dan Ward (2000) dan Supriana (2004) juga membuktikan bahwa fluktuasi ekonomi atau business cycle dapat dijelaskan secara lebih baik oleh model yang berlandaskan teori New Keynesian. 2.3 Model Business Cycle New Keynesian Indonesia IS-LM merupakan salah satu model makroekonomi dasar (Blanchard & Fisher 1993). Model IS-LM Keynesian menunjukkan bahwa fluktuasi ekonomi yaitu deviasi PDB dari trend-nya disebabkan oleh berbagai penyebab potensial seperti guncangan terhadap konsumsi rumahtangga, perubahan kebijakan fiskal dan moneter, guncangan terhadap permintaan investasi dan perubahan fungsi permintaan uang. Menurut teori New Keynesian, selain permintaan agregat, penawaran agregat juga menjadi penyebab fluktuasi.

5 17 Dalam perekonomian terbuka, model IS-LM Keynesian disebut Model Mundell-Flemming, dikembangkan oleh Robert Mundell dan Marcus Fleming pada awal tahun 1960-an. Model ini mengasumsikan tingkat harga domestik dan asing adalah tetap, barang domestik dan asing tidak bersubstitusi sempurna tetapi aset domestik dan asing bersubstitusi sempurna serta menghasilkan ekspektasi return yang sama. Negara adalah small open economy sehingga variabel luar negeri adalah given dan tidak terpengaruh oleh tindakannya (Mankiw 1993) Sisi Permintaan Kurva IS atau investment equal saving menunjukkan hubungan antara suku bunga domestik dengan pendapatan nasional. Kondisi dasar agar ekuilibrium di pasar barang dan jasa di perekonomian yaitu: total pengeluaran (C + I + G + NX) = total pendapatan nasional (Y) sehingga dapat ditulis menjadi: Y = C + I + G + NX (1) dimana: C = Konsumsi, merupakan fungsi dari pendapatan atau C = c(y) I = Investasi, merupakan fungsi dari suku bunga riil atau I = I(r) r = Suku bunga riil, dimana r = suku bunga nominal (i) - ekspektasi inflasi (π e ) atau ditulis menjadi: r = i π e. Diasumsikan di jangka pendek π e = 0 maka: r = i G = Kebijakan fiskal atau pengeluaran pemerintah, merupakan variabel eksogen NX = Net ekspor, merupakan selisih antara ekspor dan impor. Menurut Makin (2002), dalam model Mundell-Fleming dasar, perubahan kurs nominal menyebabkan perubahan yang ekuivalen dengan kurs riil karena ada asumsi bahwa harga domestik (P) dan harga asing (P ) adalah fixed dalam jangka pendek. Perubahan daya saing ini akan memengaruhi aliran ekspor dan impor. Membaiknya daya saing akan meningkatkan ekspor dan menurunkan impor sehingga meningkatkan net ekspor. Oleh karena itu fungsi net ekspor menjadi:

6 18 NX = NX( SP P, Y ) dimana S adalah kurs nominal, yang didefinisikan sebagai harga mata uang asing dalam mata uang domestik. Diasumsikan pendapatan dunia (Y ) tetap dan tidak masuk dalam model. Persamaan (1) dapat ditulis kembali menjadi: Y = C(Y i ) + I(i) + G + NX SP P Y = A i, Y i, SP, G P Equilibrium condition menyatakan bahwa pendapatan sama dengan output maka: Y i = Y, maka selanjutnya digunakan notasi Y. Persamaan diatas ditulis sebagai berikut: Y = A i, SP, G (2) P dimana: A i < 0. Kenaikan suku bunga menyebabkan penurunan investasi sehingga menurunkan output. A > 0. Depresiasi kurs riil menyebabkan kenaikan net ekspor sehingga ( SP P ) meningkatkan output. Keseimbangan di pasar uang ditunjukkan oleh kurva LM atau liquidity preference equals money. Diasumsikan tidak ada substitusi mata uang, maka permintaan uang riil atau preferensi likuiditas residen dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: M P = L(i, Y) (3) dimana: M P i Y = permintaan uang riil agregat = suku bunga nominal = output riil atau pendapatan Jumlah uang yang diminta dalam perekonomian tergantung dari suku bunga nominal dan pendapatan. Makin tinggi suku bunga nominal maka makin besar opportunity cost memegang aset dalam bentuk uang yang tidak menghasilkan

7 19 bunga sehingga L < 0. Makin tinggi pendapatan maka makin besar belanja dalam i perekonomian sehingga kebutuhan uang untuk melakukan transaksi sehari-hari makin meningkat sehingga L Y > 0. Money supply, M s, ditentukan secara independen oleh bank sentral. Suku bunga keseimbangan ditentukan dari keseimbangan di pasar uang yaitu antara permintaan uang dan penawaran uang. Dalam perekonomian terbuka untuk small economy, suku bunga domestik sama dengan suku bunga dunia (i ) atau ditulis sebagai i = i. Tindakan domestik tidak dapat memengaruhi perekonomian dunia sehingga suku bunga dunia given atau ditetapkan sebagai eksogenous dalam model. Suku bunga domestik tidak lagi menyeimbangkan tabungan domestik dan investasi domestik. Karena asumsi perfect capital mobility, maka residen domestik selalu memiliki akses penuh pada pasar keuangan dunia. Oleh karena itu, ketika tabungan domestik lebih rendah dari investasi domestik, residen suatu negara dapat meminjam dari Rest of the World (ROW) dengan suku bunga sebesar i. Begitu juga ketika investasi domestik lebih rendah dari tabungan domestik maka residen domestik dapat menginvestasikan dananya di luar negeri atau meminjamkannya ke ROW dengan suku bunga sebesar i. Perekonomian dalam keseimbangan jika IS = LM. Permintaan barang dan jasa tergantung oleh pendapatan, kurs riil dan kebijakan fiskal. Depresiasi riil diasumsikan meningkatkan permintaan agregat. Dengan tingkat harga tetap maka ekspektasi inflasi π e = 0. Penentuan kurs dalam keseimbangan statis ketika kurs konstan (ds/dt) = (ds/dt) = 0. Jika kurs konstan maka suku bunga domestik harus sama dengan suku bunga asing. Sehingga keseimbangan perekonomian dicirikan oleh: M P = L(i, Y) dan Y = A i, SP P, G Suku Bunga Amerika Serikat Aliran modal sensitif terhadap perubahan ekspektasi investor termasuk perubahan ekspektasi kurs. Jika investor berekspektasi di masa depan suatu mata uang akan jatuh maka mereka akan segera menjual aset finansial dengan

8 20 denominasi mata uang tersebut untuk menghindari kerugian modal (Makin 2002). Hubungan antara ekspektasi kurs dengan suku bunga domestik dan suku bunga asing dikenal dengan Uncover Interest Parity (UIP) yang dirumuskan sebagai: i i = Se S dimana: S e = ( S t )e, merupakan ekspektasi depresiasi kurs di masa akan datang, yang ekspektasinya dibentuk saat ini. S = Se S. Pada kondisi ekuilibrium, perbedaan suku bunga nominal kedua negara sama dengan ekspektasi depresiasi kurs oleh investor. Ketika UIP terjadi, investor residen indifferent antara memegang bond domestik atau bond asing meski suku bunga asing lebih tinggi dari suku domestik. Implikasi penting lainnya dari adanya UIP ini adalah perbedaan suku bunga domestik dan asing yang terobservasi merupakan ukuran ekspektasi apresiasi atau depresiasi kurs nominal. Akibatnya, jika suku bunga domestik lebih tinggi dari suku bunga asing, tidak menyatakan bahwa kondisi ini akan menguntungkan bagi perekonomian domestik dalam arti biaya pinjaman asing lebih rendah sehingga akan meningkatkan pinjaman dengan denominasi mata uang asing. Oleh karena itu terjadi depresiasi setelah pelarian pinjaman ke asing terjadi dan menghilangkan manfaat rendahnya suku bunga pinjaman dengan denominasi mata uang asing (Makin 2002). Karena Indonesia merupakan small open economy maka suku bunga dunia given dan diasumsikan ditentukan hanya oleh guncangan eksogen seperti kebijakan moneter dunia sehingga i = h(ε i ). Dimana ε i adalah shock kebijakan moneter dunia. Apabila kebijakan moneter dunia kontraksi maka suku bunga dunia meningkat sehingga h ε i > 0. Besarnya peran perekonomian Amerika Serikat terhadap perekonomian dunia maka suku bunga dunia didekati dengan suku bunga Amerika Serikat yang berubah karena kebijakan moneter The Fed. Sehingga fungsi suku bunga AS adalah sebagai berikut: i = h(ε i ) (4)

9 Permintaan Uang Riil Dengan asumsi UIP terpenuhi maka untuk menghitung substitusi mata uang, maka kita dapat memasukkan i atau S. Karena S tidak diketahui maka yang dimasukkan dalam persamaan money demand adalah S. Persamaan money demand menjadi M P = L(i, Y, S). Depresiasi mata uang domestik akan menurunkan permintaan akan mata uang domestik sehingga L < 0. Diasumsikan bahwa perubahan preferensi yang S berkaitan dengan resiko memegang mata uang adalah konstan di jangka pendek. Menurut Blanchard dan Fisher (1989), harga adalah fixed. Mengkonstankan harga di jangka pendek berimplikasi bahwa L = L S Q, sehingga suku bunga domestik sama dengan suku bunga asing. Q merupakan kurs riil. Sehingga fungsi money demand menjadi M P = L(i, Y, Q). Selain itu diasumsikan juga bahwa fluktuasi money demand disebabkan oleh guncangan variabel itu sendiri (ε m/p ) dimana money demand jangka pendek: M P = L (i, Y, Q, ε m/p) (5) Kurs Riil Persamaan IS (2) dinyatakan dalam kurs riil: Q = q(y, i ) L ε m/p > 0. Oleh karena itu, fungsi Hubungan output dengan kurs bisa positif maupun negatif tergantung sumber kenaikan output dari investasi atau net ekspor. Jika kenaikan output berasal dari kenaikan investasi maka kenaikan investasi tersebut akan meningkatkan suku bunga domestik sehingga dengan UIP maka akan terjadi apresiasi mata uang domestik sehingga q < 0. Jika kenaikan output berasal dari kenaikan net ekspor Y maka mata uang akan terdepresiasi sehingga q > 0. Y Hubungan suku bunga dunia dengan kurs riil adalah positif. Yaitu jika suku bunga dunia meningkat maka akan terjadi penurunan investasi sehingga supply mata uang domestik meningkat dan kursnya terdepresiasi sehingga q i > 0.

10 22 Selain itu, fluktuasi kurs juga disebabkan oleh guncangan pada spending balance dimana guncangan yang memperburuk spending balance berarti mendepresiasi kurs atau ditulis q ε Q > 0. Oleh karena itu, persamaan kurs jangka pendek menjadi: Q = q (Y, i, ε Q ) (6) Suku Bunga Domestik i = i( M P, Y) Persamaan LM (3) dinyatakan dalam suku bunga maka: Karena harga adalah kaku di jangka pendek, maka untuk membedakan guncangan permintaan uang dan guncangan kebijakan moneter domestik terhadap suku bunga domestik maka permintaan uang riil ( M ) tidak dimasukkan dalam persamaan suku P bunga domestik. Berdasarkan relasi UIP, maka suku bunga domestik dipengaruhi oleh suku bunga Amerika Serikat dan apresiasi atau depresiasi kurs, sehingga suku bunga Amerika Serikat dan kurs dimasukkan dalam persamaan suku bunga domestik. Oleh karena itu, persamaan suku bunga domestik menjadi: i = i(i, Y, Q, ε i ) (7) dimana: i i > 0, kenaikan suku bunga Amerika Serikat akan memicu kenaikan suku bunga domestik. i Y > 0 atau < 0 tergantung apakah otoritas moneter mengakomodasi kenaikan real money balance akibat kenaikan output atau tidak. i Q > 0 atau < 0 tergantung apakah otoritas moneter mengakomodasi apresiasi atau depresiasi kurs riil atau tidak. i > 0 adalah kebijakan moneter kontraksi yang menyebabkan kenaikan suku ε i bunga domestik Sisi Penawaran Sisi penawaran ditunjukkan oleh fungsi agregat supply (AS). Menurut Mankiw (1999), kenaikan harga minyak dunia (P o ) merupakan salah satu

11 23 guncangan penawaran. Selain itu, guncangan terhadap penawaran agregat disebabkan oleh guncangannya sendiri atau disebut sebagai supply shock (ε y ). Sehingga persamaan output jangka pendek: Y = y(p o, ε y ) (8) dimana: y P < 0, kenaikan harga minyak dunia akan meningkatkan biaya input o perusahaan sehingga menjadi disinsentif bagi pengusaha untuk menaikkan output. y > 0, guncangan output yang favorable akan meningkatkan output. ε y 2.4 Studi Empiris Studi Business Cycle Kajian-kajian business cycle modern menelaah pengaruh relatif dari setiap guncangan eksogen misalnya mana yang lebih penting pengaruh guncangan moneter atau guncangan fiskal lalu bagaimana respon dinamis variabel-variabel endogen terhadap setiap guncangan eksogen (Siregar 2009). Shapiro dan Watson (1988) meneliti sumber-sumber fluktuasi business cycle Amerika Serikat. Mereka mengidentifikasi bahwa hanya guncangan penawaran yang dapat memengaruhi output di jangka panjang seperti guncangan teknologi, harga minyak dan tenaga kerja. Modelnya dibangun berdasarkan model pertumbuhan neoklasik dimana pergerakan jangka panjang dalam output seluruhnya disebabkan oleh perubahan secara eksogen dalam input tenaga kerja dan kemajuan teknologi. Dalam jangka pendek, output mungkin terdeviasi dari nilai steady state jangka panjangnya. Deviasi tersebut mungkin berasal dari guncangan terhadap level permanen input tenaga kerja dan teknologi yang memicu transisi dari satu steady state ke steady state lainnya atau juga bisa berasal dari guncangan permintaan. Sehingga pergerakan output bisa disebabkan oleh tiga sumber yaitu guncangan penawaran berupa guncangan tenaga kerja dan guncangan teknologi serta guncangan permintaan. Guncangan penawaran tenaga kerja dan teknologi dalam penelitian Shapiro dan Watson didefinisikan sebagai guncangan penawaran dan memiliki efek permanen terhadap level output sedangkan guncangan permintaan memiliki efek

12 24 sementara. Variabel yang digunakan dalam model adalah total jam kerja, output, inflasi, suku bunga nominal dan harga minyak riil. Berdasarkan hasil Forecast Error Variance Decompositions (FEVD) ditemukan bahwa fluktuasi output utamanya banyak dijelaskan oleh guncangan penawaran tenaga kerja, selain juga dijelaskan oleh guncangan teknologi di seluruh horizon waktu. Guncangan permintaan hanya mampu menjelaskan variabilitas output di jangka pendek. Sedangkan guncangan penawaran lainnya yaitu harga minyak tidak berperan penting dalam fluktuasi output dan variabel makroekonomi lainnya di seluruh horizon waktu. Guncangan permintaan dominan dalam menjelaskan fluktuasi suku bunga nominal dan riil, harga serta inflasi. Rapach (1998) menilai relatif pentingnya guncangan pada Aggregat Demand (AD) dan guncangan pada Aggregat Supply (AS) terhadap fluktuasi output Amerika Serikat. Variabel yang digunakan adalah real spending, PDB dan money supply. Rapach menggunakan metode SVAR dimana guncangan diidentifikasi melalui restriksi struktural jangka panjang berdasar Natural Rate Hypothesis. Rapach menemukan bahwa guncangan permintaan dan guncangan penawaran paling berperan terhadap fluktuasi PDB, sedangkan guncangan moneter sedikit peranannya. Berdasarkan analisis Impulse Response Functions (IRF), Rapach menemukan bahwa guncangan penawaran mampu meningkatkan output di jangka pendek dan jangka panjang. Temuan ini sesuai dengan restriksi yang dibangun bahwa guncangan penawaran adalah satu-satunya guncangan yang memengaruhi output di jangka panjang. Respon variabel lainnya atas guncangan penawaran ditemukan tidak signifikan. Guncangan permintaan (IS) hanya meningkatkan output di jangka pendek, sesuai dengan restriksi bahwa output kembali ke level naturalnya di jangka panjang. Suku bunga nominal dan suku bunga riil merespon guncangan tersebut lebih tinggi dibanding tingkat sebelum guncangan sehingga menurunkan permintaan uang riil. Bank sentral meresponnya dengan menurunkan money supply di jangka pendek untuk mengendalikan inflasi. Guncangan money demand meningkatkan money supply dan permintaan uang riil. Dari hasil penelitiannya, Rapach menemukan bahwa respon terhadap guncangan money supply sesuai dengan transmisi moneter yaitu kenaikan money

13 25 supply menyebabkan kenaikan ekspektasi inflasi, sedangkan respon suku bunga nominal tidak signifikan sehingga suku bunga riil menjadi lebih rendah dibanding tingkat sebelum guncangan. Hal ini mendorong peningkatan output. Namun sejalan dengan waktu, suku bunga riil meningkat untuk kembali ke level sebelum guncangan begitu pula output yang menurun responnya menuju level sebelum guncangan (sesuai dengan restriksi). Hal ini menurunkan permintaan uang riil karena meningkatnya opportunity cost memegang uang. Berdasarkan analisis FEVD ditemukan bahwa fluktuasi output dominan dijelaskan oleh guncangan IS di jangka pendek dan guncangan penawaran di jangka panjang. Sedangkan guncangan money supply dan money demand tidak berperan penting dalam variabilitas output. Temuan Rapach menolak pandangan monetaris yang mengklaim bahwa guncangan kebijakan moneter menggerakkan fluktuasi output, sekaligus mendukung Keynesian dalam hal peran guncangan IS. Blanchard dan Quah (1988) mempelajari dinamika output dan pengangguran atas guncangan aggregate demand dan aggregate supply. Menurut mereka, level output di jangka panjang ditentukan oleh guncangan penawaran seperti guncangan teknologi dan guncangan penawaran tenaga kerja. Variabel yang digunakan yaitu PDB, pengangguran, tingkat produktivitas, harga, upah nominal dan money supply. Mereka berpendapat bahwa fluktuasi dalam GNP diakibatkan oleh dua jenis guncangan yaitu guncangan yang memiliki pengaruh permanen terhadap output disebut guncangan penawaran dan guncangan yang memiliki pengaruh tidak permanen terhadap output disebut guncangan permintaan. Karena ada nominal rigidities, guncangan permintaan memiliki efek jangka pendek atau sementara terhadap output dan pengangguran. Efek ini akan menghilang sejalan dengan waktu. Dalam jangka panjang, hanya guncangan penawaran yang memengaruhi output atau memiliki dampak yang permanen. Berkembangnya debat mengenai apakah model Keynesian dapat menjelaskan perekonomian direspon Gali (1992) dengan mengevaluasi validitas model IS-LM dan Kurva Phillips dalam menjelaskan perekonomian Amerika Serikat setelah Perang Dunia. Gali menggunakan variabel PDB, money supply, suku bunga Amerika Serikat jangka pendek yaitu T-Bills 3 months dan IHK. Dalam studinya, Gali mengkombinasikan restriksi jangka pendek dan jangka

14 26 panjang. Guncangan permintaan direstriksi tidak punya efek pada PDB di jangka panjang sama halnya dengan restriksi yang dibangun oleh Blanchard dan Quah (1988). Restriksi jangka pendek digunakan untuk memisahkan guncangan IS dari guncangan moneter dimana guncangan moneter direstriksi tidak memiliki efek contemporaneous terhadap output. Artinya output tidak merespon guncangan moneter dalam triwulan yang sama atau ada lag respon. Berdasarkan analisis FEVD, Gali menemukan bahwa selain guncangan penawaran yang mendominasi fluktuasi PDB di seluruh horizon waktu, ternyata guncangan IS mampu menjelaskan fluktuasi PDB di jangka pendek. Sedangkan guncangan money supply dan money demand tidak berperan penting bagi fluktuasi output di jangka pendek dan jangka panjang. Hasil IRF mengungkap bahwa guncangan IS yang positif hanya sementara efeknya bagi PDB, namun permanen bagi permintaan uang riil, suku bunga nominal (positif), inflasi (positif) dan pertumbuhan uang. Guncangan money supply awalnya menaikkan permintaan uang riil karena harga sulit menyesuaikan. Dengan output yang tetap (karena direstriksi tidak langsung merespon) maka likuiditas yang tinggi menurunkan suku bunga baik nominal maupun riil. Setelah itu output baru merespon rendahnya suku bunga dengan peningkatan output. Seiring dengan kenaikan output maka inflasi dan suku bunga nominal ikut naik (sesuai dengan kurva Phillips dan kurva LM). Di jangka panjang, output dan suku bunga riil turun kembali ke level sebelum guncangan tapi suku bunga nominal, inflasi dan pertumbuhan uang merespon permanen dan mencapai level steady state baru yang lebih tinggi sehingga permintaan uang riil menjadi lebih rendah di jangka panjang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada bukti empiris yang mendukung model IS-LM-Kurva Phillips dapat menjelaskan perekonomian AS setelah perang dunia, dimana respon dinamis perekonomian terhadap berbagai tipe guncangan sesuai dengan prediksi kerangka kerja IS-LM-Kurva Phillips. Siregar (2001) melakukan penelitian business cycle di New Zealand dengan membandingkan ketiga teori dalam business cycle yaitu Real Business Cycle, New Keynesian Business Cycle dan Monetary Business Cycle. Siregar menggunakan SVAR terkointegrasi dan menemukan bahwa New Keynesian Business Cycle adalah yang paling sesuai bagi perekonomian New Zealand, dimana seluruh

15 27 estimasi parameternya sesuai dengan arah yang diharapkan dan dinamika respon IRF konsisten dengan teori New Keynesian. Selain itu, restriksi jangka pendek yang diterapkan ternyata didukung oleh data. Temuan penelitian ini yaitu guncangan permintaan ditemukan sama pentingnya dengan guncangan penawaran. Guncangan permintaan terpenting adalah guncangan kurs riil yang didefinisikan sebagai guncangan kebijakan fiskal. Selain penting bagi fluktuasi kurs riil, guncangan kebijakan fiskal juga berperan penting dalam fluktuasi permintaan uang dan suku bunga domestik. Guncangan penawaran berupa guncangan teknologi mampu menjelaskan fluktuasi output, kurs riil, suku bunga domestik, jam kerja dan permintaan uang. Temuan lain dari penelitian Siregar yaitu guncangan permintaan uang hanya penting bagi fluktuasi permintaan uang, sedangkan guncangan kebijakan moneter (suku bunga domestik) penting dalam fluktuasi suku bunga domestik dan permintaan uang. Guncangan eksternal khususnya suku bunga dunia ditemukan penting dalam menjelaskan fluktuasi pengangguran, permintaan uang, kurs riil dan output. Cheng (2003) mempelajari dampak fluktuasi money supply sebagai ukuran kebijakan moneter, defisit anggaran sebagai ukuran kebijakan fiskal dan pembentukan modal domestik terhadap pertumbuhan ekonomi Malaysia Dalam penelitiannya tersebut, Cheng menggunakan metode VECM. Temuan penelitiannya adalah fluktuasi PDB riil selain dominan dijelaskan oleh guncangannya sendiri juga banyak dijelaskan oleh guncangan kebijakan moneter yang makin mendominasi di jangka panjang. Guncangan kebijakan fiskal ikut berperan dalam menjelaskan fluktuasi PDB namun dengan peran yang lebih kecil, sedangkan guncangan pembentukan modal tetap bruto tidak penting bagi fluktuasi PDB riil Malaysia. Sehingga kebijakan pemerintah utamanya otoritas moneter memainkan peran sangat penting dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi Malaysia. Dari hasil IRF diketahui bahwa guncangan money supply dan pembentukan modal direspon positif oleh pertumbuhan ekonomi sedangkan guncangan defisit anggaran direspon negatif. Siregar dan Ward (2000) meneliti peran guncangan Aggregat Demand dalam menjelaskan fluktuasi makroekonomi Indonesia. Mereka menggunakan

16 28 metode SVAR yang dikombinasikan dengan kointegrasi dan menerapkan restriksi jangka pendek dan jangka panjang. Variabel yang digunakan adalah money supply, kurs nominal, suku bunga jangka pendek domestik, PDB, IHK Indonesia, IHK Amerika Serikat serta suku bunga jangka pendek Amerika Serikat. Berdasarkan hasil FEVD ditemukan bahwa guncangan kurs tidak hanya menjadi penentu utama fluktuasi kurs di seluruh horizon waktu namun juga variabilitas output baik di jangka pendek maupun jangka panjang, serta juga dominan dalam menjelaskan fluktuasi suku bunga domestik dan permintaan uang riil. Sedangkan guncangan penawaran memainkan peran penting dalam variabilitas output di jangka pendek dan jangka panjang serta fluktuasi jangka pendek real money balance. Selain itu ditemukan bahwa guncangan suku bunga dunia hanya berperan penting dalam menjelaskan variabilitas jangka panjang permintaan uang riil. Guncangan money supply dan money demand tidak mampu menjelaskan fluktuasi output di seluruh horizon waktu, namun hanya berperan bagi fluktuasi dirinya sendiri masing-masing. Hasil IRF dalam penelitian Siregar dan Ward menemukan bahwa guncangan eksternal berupa guncangan suku bunga AS tidak berdampak signifikan bagi perekonomian domestik. Guncangan penawaran hanya direspon permanen oleh output. Guncangan yang memperburuk spending balance berdampak permanen bagi turunnya output dan terdepresiasinya kurs riil. Respon permintaan uang riil atas guncangan permintaan uang hanya signifikan dalam jangka pendek sedangkan makroekonomi domestik lainnya tidak merespon guncangan ini secara signifikan. Respon yang sama ditunjukkan oleh makroekonomi domestik atas guncangan suku bunga domestik dimana respon signifikan hanya oleh suku bunga domestik di jangka pendek. Supriana (2004) mengkaji business cycle Indonesia dari sisi permintaan menggunakan variabel suku bunga jangka pendek Amerika Serikat, PDB, kurs, permintaan uang, defisit anggaran, suku bunga domestik serta investasi. Metode yang digunakan adalah VECM. Supriana menemukan bahwa guncangan yang dapat menjelaskan dinamika business cycle Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang adalah guncangan kurs, sedangkan guncangan output hanya dapat menjelaskan fluktuasi jangka pendek. Selain itu juga diperoleh hasil bahwa

17 29 guncangan fiskal dan moneter tidak mampu menjelaskan variabilitas PDB dan kurs Indonesia Studi Fluktuasi Harga Minyak Dunia Nordhaus (2007) menyatakan bahwa kenaikan harga minyak dunia setelah tahun 2000 direspon berbeda oleh perekonomian dibanding respon pada tahun 1970-an. Invasi Amerika Serikat ke Irak pada tahun 2002 dipercaya mampu menurunkan supply minyak dunia sehingga memicu kenaikan harga minyak dunia. Namun kenaikan harga minyak dunia tersebut ternyata tidak banyak mengkontraksi perekonomian dimana PDB tetap mampu tumbuh positif dan inflasi moderat. Pada era 1970-an, guncangan harga minyak dunia disebabkan oleh konflik di Timur Tengah seperti perang Arab Israel tahun 1973, revolusi Iran di tahun 1978, invasi Irak ke Kuwait tahun Guncangan-guncangan tersebut mampu memicu resesi perekonomian global, berbeda dengan respon makroekonomi pada era 2000-an. Hamilton (2009) meneliti kesamaan dan perbedaan guncangan harga minyak pada tahun dibandingkan dengan guncangan harga minyak era 1970-an dengan melihat penyebab dan dampaknya bagi perekonomian. Guncangan harga minyak era 1970-an lebih banyak dikontribusi oleh gangguan fisik seperti penurunan supply, sedangkan kenaikan harga minyak di tahun lebih karena kenaikan permintaan padahal produksi tetap. Dampak bagi perekonomian atas guncangan harga minyak pada era 1970-an ternyata buruk yaitu inflasi yang tinggi dan PDB terkontraksi dalam. Namun bagi perekonomian saat ini, guncangan harga minyak pada tahun lalu tidak menyebabkan resesi perekonomian, dimana inflasi moderat dan pertumbuhan ekonomi tetap positif. Blanchard dan Gali (2010) berusaha mengungkap alasan mengapa guncangan harga minyak dunia berbeda efeknya bagi perekonomian pada era 1970-an dan 2000-an. Pada era 1970-an, kenaikan harga minyak dunia menyebabkan stagflasi dan tingginya angka pengangguran, sedangkan pada era 2000-an, gucangan harga minyak dunia tidak banyak menjelaskan fluktuasi perekonomian dimana inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga kestabilannya. Mereka membagi periode penelitian menjadi dua periode waktu

18 30 yaitu sebelum tahun 1984 dan setelah tahun Metode SVAR digunakan untuk mengidentifikasi guncangan harga minyak. Analisis IRF sebelum periode 1984 pada penelitian Blanchard dan Gali menunjukkan bahwa dampak guncangan harga minyak dunia adalah terkontraksinya PDB yang mencapai minus 75% dibanding level sebelum guncangan setelah triwulan ke-11, begitu juga dengan respon tertinggi inflasi yang mencapai 75% melebihi tingkat sebelum ada guncangan. IRF pada periode setelah 1984 menunjukkan bahwa dampak bagi PDB masih negatif namun jauh lebih kecil dibanding respon sebelum PDB terkontraksi 25% dan stabil setelah triwulan ke-7 setelah guncangan, sedangkan inflasi hanya meningkat 25%. Hal ini disebabkan oleh penurunan kekakuan upah riil sepanjang waktu, meningkatnya kredibilitas otoritas moneter dalam menjaga inflasi serta turunnya kontribusi minyak dalam PDB. Purwanti (2011) melakukan studi mengenai dampak guncangan harga minyak dunia terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3. Metode analisis yang digunakan adalah First Difference-Generalized Method of Moments (FD-GMM). Temuannya yaitu kenaikan laju perubahan harga minyak dunia secara signifikan menyebabkan inflasi karena umumnya negara-negara ASEAN+3 tidak melakukan subsidi harga bahan bakar. Selain itu, ternyata kenaikan laju perubahan harga minyak juga signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 2.5 Kerangka Pemikiran Untuk mencapai visi Indonesia di tahun 2025, dimana Indonesia diharapkan menjadi kekuatan ekonomi 12 besar dunia, maka diperlukan stabilitas dalam perekonomian. Namun berbagai peristiwa baik eksternal maupun domestik dapat mengganggu kestabilan perekonomian sehingga dapat mempertinggi pengangguran dan kemiskinan. Peristiwa ekternal yang dicakup adalah fluktuasi harga minyak dunia serta fluktuasi suku bunga Amerika Serikat, sedangkan peristiwa domestik adalah kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral, guncangan kurs riil, guncangan permintaan uang serta favorable shock dalam penawaran. Ketika terjadi guncangan yang memperburuk perekonomian maka kebijakan yang tepat

19 31 diperlukan untuk membawa perekonomian keluar dari resesi serta mampu meredam fluktuasi yang berlebihan dalam perekonomian. Untuk mencapai Visi Indonesia 2025 diperlukan stabilitas perekonomian Kondisi eksternal: Krisis moneter 1998, krisis keuangan global, kenaikan harga minyak dunia Kondisi internal: Intervensi pemerintah melalui kebijakan ekonomi Guncangan eksternal: - Penawaran: harga minyak dunia - Permintaan: suku bunga Amerika Serikat Guncangan domestik: - Penawaran: output - Permintaan: kurs riil, permintaan uang dan kebijakan moneter domestik Masalah: Berbagai peristiwa (eksternal dan domestik) dapat mengganggu stabilitas perekonomian nasional. Perlu diketahui sumber guncangan utama bagi fluktuasi makroekonomi Indonesia Kerangka kerja New Keynesian (harga kaku di jangka pendek) Kajian Business Cycle New Keynesian Implikasi Kebijakan Gambar 5 Kerangka pemikiran penelitian Namun perilaku harga adalah berbeda menurut horizon waktu. Harga dan upah nominal di jangka pendek adalah kaku sedangkan di jangka panjang fleksibel, sehingga kebijakan ekonomi bisa memiliki dampak yang berbeda menurut horizon waktu ini. Oleh karena itu dilakukan penelitian business cycle yang mempertimbangkan kekakuan harga di jangka pendek. Model business cycle

20 32 yang dibangun dalam penelitian ini didasarkan pada kerangka kerja New Keynesian. Diharapkan sumber guncangan utama bagi perekonomian Indonesia dapat teridentifikasi serta diketahui bagaimana dinamika respon makroekonomi Indonesia atas berbagai guncangan yang terjadi. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 5.

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 87 VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 7.1 Dinamika Respon Business Cycle Indonesia terhadap Guncangan Domestik 7.1.1 Guncangan Penawaran (Output) Guncangan penawaran dalam penelitian

Lebih terperinci

VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 69 VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA 6.1 Dinamika Respon Business Cycle Indonesia terhadap Guncangan Eksternal Impulse Response Function (IRF) digunakan untuk menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung 27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Nasional Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung besarnya pendapatan nasional atau produksi nasional setiap tahunnya, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia dewasa ini makin berkembang. Peran Indonesia dalam perekonomian global makin besar dimana Indonesia mampu mencapai 17 besar perekonomian dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara masih menjadi acuan dalam pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi perekonomian negara dimana pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. (excess demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. (excess demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Definisi Inflasi Pada tahun awal Perang Dunia II Lerner mengutarakan definisi inflasi. Menurut Lerner, inflasi adalah keadaan

Lebih terperinci

V. SPESIFIKASI MODEL DAN HUBUNGAN CONTEMPORANEOUS

V. SPESIFIKASI MODEL DAN HUBUNGAN CONTEMPORANEOUS 59 V. SPESIFIKASI MODEL DAN HUBUNGAN CONTEMPORANEOUS 5.1 Pengujian Asumsi Time Series 5.1.1 Uji Stasioneritas Uji Stasioneritas merupakan uji awal untuk setiap data time series yang masuk dalam model dalam

Lebih terperinci

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI

Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI Skripsi ANALISA PENGARUH CAPITAL INFLOW DAN VOLATILITASNYA TERHADAP NILAI TUKAR DI INDONESIA OLEH : MURTINI 0810512077 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS Mahasiswa Strata 1 Jurusan Ilmu Ekonomi Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya,

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal memiliki peran utama dalam mempertahankan stabilitas makroekonomi di negara berkembang. Namun, dua kebijakan tersebut menjadi

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1) Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga-harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikkan harga satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi, kecuali jika kenaikkan harga barang itu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan estimasi yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil uji Impulse Response Function menunjukkan variabel nilai

Lebih terperinci

Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang

Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang 1. a-c a. apa saja berbedaan dari kedua teori tersebut? INDIKATOR Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang Subtitusi Rumus (persamaan saldo uang riil) / Kesimpulan penting MILTON FRIEDMAN

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia pada tanggal 14 Agustus

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT ISSN : 2302 1590 E-ISSN : 2460 190X ECONOMICA Journal of Economic and Economic Education Vol.5 No.2 (151-157 ) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT Oleh Nilmadesri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Konsep 1. Pengertian Siklus Bisnis Siklus bisnis (business cycle) merupakan keadaan yang menunjukkan fluktuasi ekonomi suatu negara yang tercermin pada tingkat PDB

Lebih terperinci

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT L Suparto LM,. M.Si Dalam teori makroekonomi klasik, jumlah output bergantung pada kemampuan perekonomian menawarkan barang dan jasa, yang sebalikya bergantung pada suplai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Nilai Tukar Riil dan Nilai Tukar Nominal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Nilai Tukar Riil dan Nilai Tukar Nominal BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Nilai Tukar Riil dan Nilai Tukar Nominal Nilai tukar suatu negara menunjukkan harga dari satu mata uang dalam mata uang yang lain(mishkin, 2009:107). Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral dari suatu Negara. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam mencapai tujuannya, pemerintah negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 85 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi serta menelaah perbedaan pengaruh faktor-faktor tersebut pada masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini membahas mengenai studi empiris dari penelitian sebelumnya dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel dalam kebijakan moneter dan

Lebih terperinci

Kerangka Belajar Ekonomi Makro Pandangan Klasik, Keyness dan Sesudahnya

Kerangka Belajar Ekonomi Makro Pandangan Klasik, Keyness dan Sesudahnya 3. Kerangka Belajar Ekonomi Makro Pandangan Klasik, Keyness dan Sesudahnya Mengapa Anda Perlu Tahu Tahun 1997 Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh krisis moneter di Asia. Secara

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA YUSNIA RISANTI Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura Abstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Dalam kehidupannya, manusia memerlukan uang untuk melakukan kegiatan ekonomi, karena uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang berintegrasi dengan banyak negara lain baik dalam

Lebih terperinci

GDP = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor - impor

GDP = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor - impor 1. Pengertian GDP: Ujian Ekonomika Makro GDP (Gross Domestic Product) atau Produk Domestik Bruto dalam Bhs Ind, adalah salah satu dari beberapa indikator yang mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi. GDP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

SEBUAH TEORI MAKROEKONOMI PEREKONOMIAN TERBUKA

SEBUAH TEORI MAKROEKONOMI PEREKONOMIAN TERBUKA SEBUAH TEORI MAKROEKONOMI PEREKONOMIAN TERBUKA Adalah perekonomian yang berinteraksi secara terbuka dengan perekonomian-perekonomian lainnya di seluruh dunia. Variabel yang terkait dalam perekonomian:

Lebih terperinci

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN 1990Q1 1991Q1 1992Q1 1993Q1 1994Q1 1995Q1 1996Q1 1997Q1 1998Q1 1999Q1 2000Q1 2001Q1 2002Q1 2003Q1 2004Q1 2005Q1 2006Q1 2007Q1 2008Q1 2009Q1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator penting

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian ini menyajikan faktor faktor ekonomi yang mempengaruhi

VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian ini menyajikan faktor faktor ekonomi yang mempengaruhi 112 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Penelitian ini menyajikan faktor faktor ekonomi yang mempengaruhi pergerakan atau fluktuasi nilai tukar, seperti sukubunga dunia, industrial production

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

Permintaan dan Penawaran Agregat. Copyright 2004 South-Western

Permintaan dan Penawaran Agregat. Copyright 2004 South-Western Permintaan dan Penawaran Agregat 33 Fluktuasi Ekonomi Jangka Pendek Kegiatan ekonomi berfluktuasi dari tahun ke tahun. Dalam beberapa tahun sebagian besar produksi barang dan jasa naik. Rata-rata selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rp14.900/$ pada kuartal berikutnya. Sama seperti pada tahun1998, Indonesia juga

BAB I PENDAHULUAN. Rp14.900/$ pada kuartal berikutnya. Sama seperti pada tahun1998, Indonesia juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dekade terakhir ini (1993-2012) Indonesia mengalamai dua kali krisis keuangan, yang pertama terjadi pada tahun 1998 yang pada saat itu nilai tukar rupiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi dalam suatu negara tidak terlepas dengan peran perbankan yang mempengaruhi perekonomian negara. Segala aktivitas perbankan yang ada di suatu negara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Berbagai model pertumbuhan ekonomi telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi. Teori pertumbuhan yang dikembangkan dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transmisi kebijakan moneter merupakan proses, dimana suatu keputusan moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. Perencanaan dalam sebuah

Lebih terperinci

DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL DAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA ANISA NURAINI

DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL DAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA ANISA NURAINI DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL DAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA ANISA NURAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA Pengantar Ekonomi Makro INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA NAMA : Hendro Dalfi BP : 0910532068 2013 BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) JURUSAN AKUNTANSI - PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI FAKUTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA Nama Mata Kuliah / Kode Mata Kuliah : TEORI EKONOMI 2 / IT-022255 SKS : 2 Semester

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, sehingga dalam tatanan perekonomian suatu negara diperlukan pengaturan moneter yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan perekonomian dunia pada era sekarang ini semakin bebas dan terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal menjadi semakin mudah menembus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam ilmu ekonomi dikenal istilah pasar keuangan. Pasar keuangan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam ilmu ekonomi dikenal istilah pasar keuangan. Pasar keuangan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam ilmu ekonomi dikenal istilah pasar keuangan. Pasar keuangan adalah pasar di mana dana ditransfer dari orang-orang yang memiliki kelebihan dana yang tersedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara ke arah yang lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

Xpedia Ekonomi. Makroekonomi

Xpedia Ekonomi. Makroekonomi Xpedia Ekonomi Makroekonomi Doc. Name: XPEKO0399 Doc. Version : 2012-08 halaman 1 01. Pengangguran friksional / frictional unemployment ialah... (A) diasosiasikan dengan penurunan umum di dalam ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi internasional semakin pesat sehingga hubungan ekonomi antar negara menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam bentuk peningkatan pendapatan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, siklus ekonomi merupakan

Lebih terperinci

PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM) PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM) Model IS-LM Model IS-LM adalah interpretasi terkemuka dari teori Keynes. Tujuan dari model ini adalah untuk menunjukkan apa yang menentukan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Uang merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian diseluruh dunia. Bagi seorang ekonom, uang adalah persediaan aset yang dapat dengan

Lebih terperinci

BAB 10 Permintaan Agregat 1: Membangun Model IS-LM

BAB 10 Permintaan Agregat 1: Membangun Model IS-LM BAB 10 Permintaan Agregat 1: Membangun Model IS-LM Tutoriasl PowerPoint Untuk mendampingi MAKROEKONOMI, edisi ke-6. N. Gregory Mankiw oleh Mannig J. Simidian Chapter Ten 1 Depresi Besar (Great Depression)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal 2.2 Harga Minyak Mentah Dunia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal 2.2 Harga Minyak Mentah Dunia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal Pasar modal adalah pasar dari berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang (obligasi) maupun modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus utama dari kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH. Mahasiswa dapat menjelaskan pengukuran Beberapa Indikator makroekonomi utama dan Tiga Konsep Model

SILABUS MATA KULIAH. Mahasiswa dapat menjelaskan pengukuran Beberapa Indikator makroekonomi utama dan Tiga Konsep Model SILABUS MATA KULIAH Nama Mata Kuliah : Makroekonomi I Kode Mata Kuliah : EKO 521 Kredit : 3(3-0) Semester : 1 Deskripsi : Mata kuliah ini membahas konsep-konsep Teori Makroekonomi yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

PENGUKURAN INFLASI. Dalam menghitung Inflasi secara umum digunakan rumus: P P

PENGUKURAN INFLASI. Dalam menghitung Inflasi secara umum digunakan rumus: P P INFLASI Minggu 15 Pendahuluan Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga-harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikkan harga satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi, kecuali

Lebih terperinci

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT A. INFLASI Adalah kecederungan tingkat perubahan harga secara terus menerus, sementara tingkat harga adalah akumulasi dari inflasi inflasi terdahulu. π =

Lebih terperinci

Topik Bahasan: 1. Pengertiankonjungtur 2. Periodekonjungtur. 4. Hubungan antara periode konjungtur dengan beberapa indikator makro ekonomi

Topik Bahasan: 1. Pengertiankonjungtur 2. Periodekonjungtur. 4. Hubungan antara periode konjungtur dengan beberapa indikator makro ekonomi Topik Bahasan: 1. Pengertiankonjungtur 2. Periodekonjungtur 3. Ciri-ciri setiap periode konjungtur 4. Hubungan antara periode konjungtur dengan beberapa indikator makro ekonomi Karenainteraksiberbagaimacamfaktor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran.

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan ekonomi merupakan bagian penting dalam mencapai pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, tanpa adanya kebijakan ekonomi maka segala tujuan kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil kebijakan untuk selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Karena apabila salah langkah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman serta sebagai lembaga perantara interaksi antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter. kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi secara riil dan harga harga

III. KERANGKA PEMIKIRAN Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter. kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi secara riil dan harga harga 46 III. KERANGKA EIKIRAN 3.1. ekanisme Transmisi Kebijakan oneter ekanisme transmisi moneter merupakan proses ditransmisikannya kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi secara riil dan harga harga dimasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Umum Suku Bunga Keynes berpendapat bahwa suku bunga itu adalah semata-mata gejala moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena tingkat bunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan ekonom dan pengambil kebijakan. Pada satu sisi, kebijakan fiskal

BAB I PENDAHULUAN. kalangan ekonom dan pengambil kebijakan. Pada satu sisi, kebijakan fiskal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Interaksi kebijakan fiskal dan moneter telah lama menjadi perdebatan di kalangan ekonom dan pengambil kebijakan. Pada satu sisi, kebijakan fiskal ditetapkan untuk

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro

PENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro PENGANTAR EKONOMI MAKRO Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro EKONOMI MAKRO DAN MIKRO Pengertian Ekonomi Makro ilmu yang mempelajari fenomena ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum ditujukan untuk mencapai tingkat pengangguran yang rendah (high

BAB I PENDAHULUAN. umum ditujukan untuk mencapai tingkat pengangguran yang rendah (high BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi dan pengangguran adalah dua masalah ekonomi utama yang sering dihadapi oleh suatu negara. Kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara, secara umum ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator ekonomi makro guna melihat stabilitas perekonomian adalah inflasi. Inflasi merupakan fenomena moneter dimana naik turunnya inflasi cenderung mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada

BAB III METODE PENELITIAN. kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada BAB III METODE PENELITIAN Menurut Sugiyono (2013), Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara kearah yang

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara kearah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi mendorong perekonomian suatu negara kearah yang lebih terbuka (oppeness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat aktivitas perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah perkembangan perekonomian Indonesia pada dasarnya di mulai seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari perekonomian Indonesia secara dinamis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu negara. Nilai tukar mata uang memegang peranan penting dalam perdagangan antar negara, dimana

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEORI EKONOMI 2 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEORI EKONOMI 2 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEORI EKONOMI 2 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN Minggu Pokok Bahasan dan TIU ke 1 Pasar komoditi dan kurva IS Menjelaskan bagaimana perubahan variabel aggregatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penganut sistem perekonomian terbuka yang tidak terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Sistem Moneter Indonesia Fakultas Program Studi Pertemuan Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 13 84041 Abstraksi Modul ini membahas tentang

Lebih terperinci