BAB II KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS GOLONGAN II SETELAH TERBITNYA PENETAPAN PENGESAHAN YANG DILAKUKAN SETELAH PEWARIS MENINGGAL DUNIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS GOLONGAN II SETELAH TERBITNYA PENETAPAN PENGESAHAN YANG DILAKUKAN SETELAH PEWARIS MENINGGAL DUNIA"

Transkripsi

1 27 BAB II KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS GOLONGAN II SETELAH TERBITNYA PENETAPAN PENGESAHAN YANG DILAKUKAN SETELAH PEWARIS MENINGGAL DUNIA A. Pewarisan Dalam Sistem Hukum Perdata 1. Prinsip Pewarisan Perdata Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia sampai saat ini masih memakai ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek/BW). Dalam KUH Perdata hukum waris merupakan bagian dari hukum harta kekayaan sehingga pengaturan hukum terdapat dalam Buku Ke II KUH Perdata tentang Benda. Hukum Waris erat hubungannya dengan Hukum Keluarga, karena seluruh masalah mewaris yang diatur undang-undang didasarkan atas hubungan kekeluargaan sedarah karena perkawinan. 38 Hukum Waris sebagai bidang yang erat kaitannya dengan hukum keluarga adalah salah satu contoh klasik dalam kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen yang tidak mungkin dipaksakan agar terjadi unifikasi. 39 Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disebut KUH Perdata) adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orangorang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga Pitlo, Hukum Waris Buku Kesatu, diterjemahkan oleh F. Tengker, PT. Cipta Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal Erman Suparman, Hukum Perselisihan, Refika Aditama, Jakara, 2005, hal A. Pitlo, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Terjemahan M. Isa Arief, Intermasa, Jakarta, 1979, hal

2 28 Pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia, baik laki-laki atau perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan selama hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. Dasar hukum bagi ahli waris untuk mewarisi sejumlah harta pewaris menurut sistem hukum waris KUH Perdata adalah sebagai berikut : a. Menurut ketentuan undang-undang. b. Ditunjuk dalam surat wasiat. 41 Dasar hukum tersebut menentukan bahwa untuk melanjutkan kedudukan hukum bagi harta seseorang yang meninggal, sedapat mungkin disesuaikan dengan kehendak dari orang yang meninggal itu. Undang-undang berprinsip bahwa seseorang bebas menentukan kehendaknya tentang harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia. Namun, bila orang dimaksud tidak menentukan sendiri ketika ia masih hidup tentang apa yang akan terjadi terhadap harta kekayaannya, dalam hal demikian undang-undang kembali akan menentukan perihal pengaturan harta yang ditinggalkan oleh seseorang dimaksud. Di samping itu, peraturan perandang-undangan yang menjadi dasar hukum bagi seseorang yang akan menjadi ahli waris terhadap seseorang yang meninggal dunia adalah surat wasiat. Surat wasiat atau testamen adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia. 42 Sifat utama 41 R Subekti, Op. cit., hal R Subekti, Ibid., hal. 88

3 29 surat wasiat adalah mempunyai kekuatan berlaku sesudah pembuat surat wasiat meninggal dunia dan tidak dapat ditarik kembali. 43 Selama pembuat surat wasiat masih hidup, surat wasiat masih dapat diubah atau dicabut, sedangkan setelah pembuat wasiat meninggal dunia maka surat wasiat tidak dapat diubah, dicabut dan ditarik kembali oleh siapa pun termasuk yang menjadi ahli waris. Kekayaan dalam pengertian waris adalah sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan aktiva dan pasiva. Namun, pada dasarnya proses beralihnya harta kekayaan seseorang kepada ahli warisnya, yang dinamakan pewarisan, terjadi karena adanya kematian. Oleh karena itu, unsur-unsur terjadinya pewarisan mempunyai tiga persyaratan sebagai berikut: a. ada orang yang meninggal dunia; b. ada orang masih hidup, sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan pada saat pewaris meninggal dunia; c. ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris. 44 Hukum waris menurut KUH Perdata berlaku asas apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya 45 sebagaimana diatur dalam Pasal 833 jo Ps. 955 KUH Perdata. Hak-hak dan kewajiban dimaksud, yang beralih kepada ahli waris adalah termasuk ruang lingkup harta kekayaan atau hanya hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. 43 Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal Zainuddin Ali, Op cit, hal R. Subekti, Op cit, hal. 79.

4 30 Sekalipun redaksi pasal-pasal tersebut hanya berbicara tentang aktiva warisan saja, namun di dalam doktrin dari pasal-pasal tersebut ditafsirkan, bahwa yang beralih adalah baik aktiva maupun pasiva warisan. 46 Menurut Pasal 830 KUH Perdata : Pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Jadi harta peninggalan atau warisan baru terbuka kalau si pewaris sudah meninggal dunia dan si ahli waris masih hidup saat warisan terbuka. M. Idris Ramulyo mengutip pendapat Wirjono Prodjodikoro yang menyatakan bahwa pengertian kewarisan menurut KUH Perdata memperlihatkan beberapa unsur, yaitu : a. Seorang peninggal warisan atau erflater yang pada wafatnya meninggalkan kekayaan. Unsur pertama ini menimbulkan persoalan bagaimana dan sampai dimana hubungan seseorang peninggal warisan dengan kekayaannya dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan, di mana peninggal warisan berada. b. Seseorang atau beberapa orang ahli waris (erfgenaam) yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan itu. Hal ini menimbulkan persoalan bagaimana dan sampai dimana harus ada tali kekeluargaan antara peninggal warisan dan ahli waris agar kekayaan si peninggal warisan dapat beralih kepada si ahli waris. c. Harta Warisan (nalatenschap), yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan beralih kepada ahli waris. Ini menimbulkan persoalan bagaimana dan sampai dimana wujud kekayaan yang beralih itu, dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan, dimana peninggal warisan dan ahli waris bersama-sama berada. 47 Adapun syarat-syarat untuk memperoleh warisan adalah sebagai berikut : a. Syarat yang berhubungan dengan pewaris 46 A. Pitlo, Op cit, hal M. Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal 85

5 31 Untuk terjadinya pewarisan maka si pewaris harus sudah meninggal dunia/mati, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 830 KUH Perdata. Matinya pewaris dalam hal ini dapat dibedakan menjadi : 1) Matinya pewaris diketahui secara sungguh-sungguh (mati hakiki), yaitu dapat dibuktikan dengan panca indra bahwa ia benar-benar telah mati. 2) Mati demi hukum, dinyatakan oleh Pengadilan, yaitu : tidak diketahui secara sungguh-sungguh menurut kenyataan yang dapat dibuktikan bahwa ia sudah mati. b. Syarat yang berhubungan dengan ahli waris Orang-orang yang berhak/ahli waris atas harta peninggalan harus sudah ada atau masih hidup saat kematian si pewaris. Hidupnya ahli waris dimungkinkan dengan: 1) Hidup secara nyata, yaitu dia menurut kenyataan memang benar-benar masih hidup, dapat dibuktikan dengan panca indra. 2) Hidup secara hukum, yaitu dia tidak diketahui secara kenyataan masih hidup. Dalam hal ini termasuk juga bayi dalam kandungan ibunya (Pasal 1 ayat (2) KUH Perdata). Menurut sistem hukum waris perdata, atas suatu pewarisan berlakulah ketentuan tentang pewarisan berdasarkan Undang-undang, kecuali pewaris mengambil ketetapan lain dalam surat wasiat. 48 Dalam hal ini terdapat asas yang penting dalam hukum waris perdata sebagaimana ditentukan dalam Pasal 847 KUH 48 J. Satrio, Op cit, hal. 17

6 32 Perdata yang menentukan bahwa tiada seorangpun diperbolehkan bertindak untuk orang yang masih hidup selaku penggantinya. Ciri khas hukum waris perdata Barat antara lain adanya hak mutlak dari para ahli waris masing-masing untuk sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan. Hal itu berarti bila seseorang ahli waris menuntut pembagian harta warisan di pengadilan, maka tuntutan dimaksud, tidak dapat ditolak oleh ahli waris yang lainnya. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 1066 KUH Perdata sebagai berikut : 1. Seseorang yang mempunyai hak atas sebagian dari harta peninggalan tidak dapat dipaksa untuk membiarkan harta benda peninggalan dalam keadaan tidak terbagi-bagi di antara para ahli waris yang ada. 2. Pembagian harta benda peninggalan itu selalu dapat dituntut walaupun ada perjanjian yang melarang hal tersebut. 3. Perjanjian penangguhan pembagian harta peninggalan dapat saja dilakukan hanya beberapa waktu tertentu. 4. Perjanjian penangguhan pembagian hanya berlaku mengikat selama lima tahun, namun dapat diperbarui jika masih dikehendaki oleh para pihak. Selain itu, dalam KUH Perdata terdapat pula sebab-sebab ahli waris tidak patut atau terlarang (onwaardig) untuk menerima warisan dari si pewaris (Pasal 838, untuk ahli waris karena undang-undang dan Pasal 912 untuk ahli waris karena adanya wasiat). 49 Menurut Pasal 838 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Ahli waris yang dinyatakan tidak patut untuk menerima warisan, adalah: a. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh si pewaris. b. Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah melakukan pengaduan terhadap si pewaris, ialah suatu pengaduan 49 Suparman Usman, Ikhtisar Hukum Waris Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Darul Ulum Press, Serang, 1993, hal 58

7 33 telah melakukan kegiatan kejahatan yang diancam hukuman penjara lima tahun lamanya atau lebih berat. c. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiat. d. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si pewaris. Dalam hukum waris perdata berlaku asas-asas yaitu : a. Hanyalah hak-hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. b. Adanya Saisine bagi ahli waris, yaitu : sekalian ahli waris dengan sendirinya secara otomatis karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, dan segala hak serta segala kewajiban dari seorang yang meninggal dunia. c. Asas Kematian, yaitu ; Pewarisan hanya karena kematian. d. Asas Individual, yaitu : Ahli waris adalah perorangan (secara pribadi) bukan kelompok ahli waris. e. Asas Bilateral, yaitu : Seseorang mewaris dari pihak bapak dan juga dari pihak ibu. f. Asas Penderajatan, yaitu : Ahli waris yang derajatnya dekat dengan pewaris menutup ahli waris yang lebih jauh derajatnya. 50 Di dalam KUH Perdata berlaku prinsip, bahwa dengan matinya pewaris, maka si mati berhenti sebagai persoon, dan semua hak dan kewajibannya beralih kepada ahli warisnya (Pasal 833 jo Pasal 955 KUH Perdata). Sekalipun redaksi pasal-pasal tersebut hanya berbicara tentang aktiva warisan saja, namun di dalam doktrin dari pasal-pasal tersebut ditafsirkan, bahwa yang beralih adalah baik aktiva maupun pasiva warisan. Orang menggambarkannya dengan ungkapan le mort saisit le vif, si ahli waris melanjutkan persoon si pewaris. Hal ini berarti bahwa ahli-waris mengalihkan warisan dengan alas hak umum M. Idris Ramulyo, Op.Cit, hal J. Satrio, Surat Keterangan Waris Dan Beberapa Permasalahannya, Pertemuan Notaris, Samarinda, 14 September 2004, hal. 3

8 34 Pada asasnya yang beralih adalah seluruh kekayaan Pewaris, semua hak-hak dan kewajiban-kewajiban Pewaris dalam lapangan hukum kekayaan yang seringkali disebut dengan istilah boedel warisan. Boedel warisan meliputi, baik hak-hak maupun kewajiban-kewajiban Pewaris dalam lapangan Hukum Kekayaan. Jika seorang suami mengingkari keabsahan seorang anak (ahli waris), maka harus dibuat akte pengingkaran keabsahan anak dalam waktu 1 bulan jika ia berada di daerah kelahrian anak atau 2 bulan jika berada di luar daerah kelahiran anak. Jika dalam jangka watu tersebut suami meninggal, dan para ahli waris tidak melanjutkan pengingkaran tersebut maka tuntutan pengingkaran keabsahan anak tersebut menjadi gugur, sehingga dalam jangka watu 2 bulan anak tersebut dapat melakukan tuntutan hukum. Peralihan itu terjadi demi hukum, yang berarti, bahwa pada asasnya semuanya terjadi dengan sendirinya, tanpa si pewaris dan si ahli waris harus melakukan suatu tindakan atau mengambil sikap tertentu. Sudah cukup apabila pewarisnya meninggal dunia dan orang yang terpanggil untuk mewaris masih hidup, dengan pengecualian sebagai yang disebutkan dalam Pasal 2 KUH Perdata. Apabila prinsip tersebut dilaksanakan secara absolut, maka akan timbul ketidakadilan. Ketidakadilan akan muncul bagi ahli waris apabila warisannya negatif yaitu apabila hutang-hutang warisan lebih besar dari aktivanya. Selain itu ketidakadilan juga muncul apabila seseorang yang pada saat meninggalnya ahli waris, ia masih hidup, namun kemudian ia meninggal dunia dan memiliki keturunan. Berpegang pada asas tersebut di atas, maka si pewaris maupun keturunannya tidak mewaris dari pewaris , hal Ting Swan Tiong, Surat Keterangan Waris, Media. Notariat, No tahun VI - Januari

9 35 Terhadap kemungkinan munculnya ketidakadilan tersebut di atas, KUH Perdata ternyata memberikan kesempatan kepada ahli waris untuk menentukan sikapnya terhadap warisan yang terbuka, yaitu menerima atau menolak warisan, sedang untuk menghindarkan munculnya ketidak-adilan pada peristiwa yang disebut kedua, diciptakan lembaga penggantian tempat (plaatsvervuling). Apabila ahli waris tersebut menerima warisan, maka semua hak dan kewajiban pewaris, untuk suatu bagian tertentu, sesuai dengan hak bagian dalam pewarisan beralih kepada dirinya. Hak bagiannya atas harta warisan tersebut bercampur dengan harta pribadinya. Dalam hal hutang warisan lebih besar daripada aktivanya, maka kekurangannya untuk suatu bagian yang sebanding dengan haknya dalam pewarisan ditanggung/dibayar dengan harta pribadi ahli waris yang bersangkutan. 53 Dengan demikian dalam hukum waris menurut KUH Perdata berlaku asas : 1. Menolak warisan berarti menolak seluruh warisan sebagai satu kesatuan 2. Mereka yang sudah menerima warisan tidak bisa menolak lagi. lembaga: Untuk menghindari kerugian akibat adanya pewarisan, maka tersedia 1. Menerima secara beneficiair Ahli-waris yang menerima warisan secara beneficiair hanya mau menerima warisan, apabila aktivanya lebih besar dari pasivanya. Untuk menentukan sikap seperti itu, maka aktiva dan pasiva warisan harus didaftar. Itulah sebabnya, bahwa penerimaan warisan secara beneficiair disebut juga menerima warisan dengan hak utama untuk mengadakan pencatatan boedel. Terhadap ahli waris yang menerima warisan secara beneficiair, harta warisan yang jatuh kepada ahli waris yang bersangkutan untuk sementara tidak bercampur dengan harta pribadinya. 2. Menolak warisan Mereka yang menolak warisan dianggap tidak pernah menjadi ahli waris. Ia tidak menerima apa-apa dari warisan, tetapi ia juga tidak menanggung beban- 53 Ting Swan Tiong, Ibid, hal. 161

10 36 beban warisan. Pada asasnya, mereka yang telah menolak warisan tidak bisa menerimanya lagi (vide perkecualian dalam Pasal 1056 KUH Perdata) Status Sebagai Ahli Waris Ahli waris menurut KUH Perdata dapat diidentifikasi melalui adanya hubungan sedarah, semenda (ikatan perkawinan), dan orang lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pewaris (melalui surat wasiat). Pasal 290 ayat (1) KUH Perdata: keluarga sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara mereka, yang mana yang satu adalah keturunan yang lain, atau yang semua mempunyai nenek moyang yang sama. Sedangkan cara mengatur perderajatan diatur dalam Pasal 290 (2) KUH Perdata: Pertalian keluarga sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran dinamakan derajat. Yang dimaksud garis lurus yaitu urutan perderajatan antara mereka yang satu adalah keturunan yang lain. Contohnya hubungan anak dengan orang tuanya. Sedangkan yang dimaksud garis menyamping yaitu urutan perderajatan antara mereka yang mana yang satu bukanlah keturunan yang lain, melainkan yang mempunyai nenek moyang yang sama (Pasal 291 KUH Perdata). Contohnya hubungan antara seseorang dengan saudara saudaranya. Undang-undang telah menetapkan tertib keluarga yang menjadi ahli waris, yaitu: Isteri atau suami yang ditinggalkan dan keluarga sah atau tidak sah dari pewaris. Ahli waris menurut undang undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah terdapat empat golongan, yaitu: 54 Ting Swan Tiong, Ibid, hal. 161

11 37 a. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan / atau yang hidup paling lama. Suami atau isteri yang ditinggalkan / hidup paling lama ini baru diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935, sedangkan sebelumnya suami / isteri tidak saling mewarisi; b. Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak akan kurang dari ¼ (seperempat) bagian dari harta peninggalan, walaupun mereka mewaris bersamasama saudara pewaris; c. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris; d. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam. 55 Suatu surat wasiat seringkali berisi penunjukan seseorang atau beberapa orang ahli waris yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari warisan. Akan tetapi seperti juga ahli waris menurut undang-undang atau ab intestato, ahli waris menurut surat wasiat atau ahli waris testamenter akan memperoleh segala hak dan segala kewajiban dari pewaris. Berdasarkan beberapa peraturan-peraturan yang termuat dalam KUHPerdata tentang surat wasiat, dapat disimpulkan bahwa yang diutamakan adalah ahli waris menurut undang-undang. Hal ini terbukti beberapa peraturan yang membatasi kebebasan seseorang untuk membuat surat wasiat agar tidak sekehendak hatinya. Ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata yang isinya membatasi seseorang pembuat surat wasiat agar tidak merugikan ahli waris menurut undang-undang antara lain dapat dilihat dari substansi Pasal 881 ayat (2) KUH Perdata, yaitu: Dengan sesuatu pengangkatan waris atau pemberian hibah, pihak yang mewariskan atau 55 Ting Swan Tiong, Ibid, hal

12 38 pewaris tidak boleh merugikan para ahli warisnya yang berhak atas sesuatu bagian mutlak. Seseorang yang akan menerima sejumlah harta peninggalan terlebih dahulu harus memenuhi syarat-syarat, sebagai berikut: a. Harus ada orang yang meninggal dunia (Pasal 830 KUH Perdata); b. Harus ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris meninggal dunia. Ketentuan ini tidak berarti mengurangi makna ketentuan Pasal 2 KUH Perdata, yaitu: anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendakinya. Apabila ia meninggal saat dilahirkan, ia dianggap tidak pernah ada. Dengan demikian berarti bayi dalam kandungan juga sudah diatur haknya oleh hukum sebagai ahli waris dan telah dianggap cakap untuk mewaris; c. Seseorang ahli waris harus cakap serta berhak mewaris, dalam arti ia tidak dinyatakan oleh undang-undang sebagai seorang yang tidak patut mewaris karena kematian, atau tidak dianggap sebagi tidak cakap untuk menjadi ahli waris. 56 Setelah terpenuhi syarat-syarat tersebut di atas, para ahli waris diberi kelonggaran oleh undang-undang untuk selanjutnya menentukan sikap terhadap suatu harta warisan. Ahli waris diberi hak untuk berfikir selama empat bulan setelah itu ia harus menyatakan sikapnya apakah menerima atau menolak warisan atau mungkin saja ia menerima warisan dengan syarat yang dinamakan menerima warisan secara beneficiaire, yang merupakan suatu jalan tengah antara menerima dan menolak warisan. Seorang yang menurut hukum waris berhak atas warisan, belum tentu berkedudukan sebagai ahli waris, karena kedudukannya sebagai ahli waris digantungkan kepada sikapnya terhadap warisan yang terbuka. Apabila ahli waris yang bersangkutan menerima warisan, maka ahli waris tersebut berkedudukan sebagai ahli waris, dan menerima semua hak dan kewajiban 56 J. Satrio, Op cit, hal. 23

13 39 pewaris, yang tentu saja untuk bagian yang sebanding dengan haknya berdasarkan hukum waris. 57 Dengan meninggalnya Pewaris maka warisan menjadi hak para ahli waris menurut undang-undang dan/atau berdasarkan wasiat, sehingga terhadap warisan yang terbuka, para ahli waris diberikan kesempatan untuk menyatakan sikapnya apakah menerima atau menolak warisan tersebut. Penerimaan suatu warisan bisa terjadi baik dengan suatu pernyataan tegas-tegas atau secara diam-diam, yaitu disimpulkan dari tindakan dan sikapnya. 58 B. Penetapan Pengesahan Ahli Waris Pembuatan Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) disebut juga dengan istilah Surat Bukti Waris, Keterangan Ahli Waris atau Surat Keterangan Waris menurut golongan penduduk didasarkan pada : 1. Asas konkordansi Pasal 13 Wet op de Grootboeken der Nationale Schuld (Undang-Undang tentang Buku Besar Perutangan Nasional) di Belanda; 2. Surat Edaran Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agraria tanggal 20 Desember 1969 No. Dpt/12/63/69; 3. Fatwa Mahkamah Agung, atas permintaan dan ditujukan kepada Ny. Sri Redjeki Kusnun, SH, tertanggal Jakarta, 25 Maret 1991 No. KMA/041 /III/1991 jo. Surat Ketua Mahkamah Agung kepada Ketua Pengadilan Tinggi, Pengdilan Tinggi Agama, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama di seluruh Indonesia tertanggal Jakarta, 8 Mei 1991 No. MA/Kumdil/171/V/K/1991; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 42 ayat 1 juncto Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Negara Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997, Pasal 111 ayat 1 huruf c angka Ting Swan Tiong, Op cit, hal Ting Swan Tiong, Ibid, hal Herlien Budiono, Menuju Keterangan Hak Waris yang Uniform (Wacana Pembuktian Sebagai Ahli Waris Dengan Akta Notaris), Kongres XX Pembekalan dan Penyegaran pengetahuan Ikatan Notaris Indonesia, Royal Ballroom Hotel J.W Marriot, Surabaya, 29 Januari 2009, hal. 7-8

14 40 Mengenai siapa ahli waris dari pewaris tertentu, ditetapkan oleh hukum yang berlaku bagi pewaris. Dalam praktek, untuk membuktikan kedudukan seseorang sebagai ahli waris, diperlukan suatu dokumen yang menjabarkan ketentuan hukum waris tentang hal itu, yang dapat dipakai sebagai pegangan oleh para ahli waris maupun pejabat-pejabat, yang berkaitan dengan pelaksanaan hukum waris. Surat Keterangan Waris merupakan dokumen yang sangat penting dan dibutuhkan oleh para ahli waris pada umumnya. Selama ini pembuatan Surat Keterangan Waris bagi warganegara Indonesia penduduk asli adalah kewenangan regent atau kepala pemerintah setempat. Pembuktian sebagai ahli waris dibuat di bawah tangan, bermeterai oleh para ahli waris sendiri dengan 2 (dua) orang saksi dan diketahui atau dikuatkan oleh Lurah/Kepala Desa dan Camat setempat sesuai dengan tempat tinggal terakhir pewaris. Wewenang Kepala Desa/Lurah dan Camat menurat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yang jelas secara tegas batasan kewenangannya diantaranya Pasal 126 ayat (2) dan ayat (3) (Camat) dan Pasal 127 ayat 2 dan ayat 3 (Lurah), sedangkan wewenang Desa diatur Pasal 206 dan Pasal 207. Lurah/Kepala Desa dan Camat tunduk pada kaidah-kaidah dan berada dalam ruang lingkup Hukum Administrasi sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak tepat jika bukti ahliwaris yang berada dalam ruang lingkup Hukum Perdata harus

15 41 disaksikan/diketahui dan dibenarkan serta ditandatangani oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Surat Keterangan Waris merupakan akta yang menetapkan siapa ahli waris pada saat pewaris meninggal dunia dan berapa hak bagiannya atas warisan. Surat Keterangan Waris pada umumnya dibuat atas permintaan satu atau beberapa diantara para ahli waris. Sekalipun Surat Keterangan Waris mendapat pengakuan dalam undang-undang maupun yurisprudensi, namun ternyata tidak ada suatu ketentuan umum yang mengatur bentuk dan isi Surat Keterangan Waris. Surat Keterangan Waris yang dibuat oleh notaris di Indonesia, dibuat dengan mengikuti jejak para notaris seniornya, yang pada gilirannya mengikuti jejak dari para Notaris di Negeri Belanda. 60 Di Negeri Belanda Verklaring van Erfrecht termasuk dalam kelompok akta yang dikecualikan dari kewajiban pembuatan secara Notariil dalam bentuk minut. Walaupun tidak ada ketentuan umum yang mengatur tentang Surat Keterangan Waris tetapi ternyata ada suatu undang-undang, yang kebetulan mengandung suatu ketentuan yang mengatur peralihan hak atas obligasi negara yang terdaftar dalam buku besar dari pemiliknya kepada para ahli warisnya (Wet op de Grootboek der Nationale Schuld S ), yang dalam Pasal 14 ayat (2) mengatakan, bahwa untuk itu harus dibuat suatu Surat Keterangan Waris (Verklaring van Erfrecht), dalam mana disebutkan antara lain pada pokoknya Verklaring van Erfrecht berisi tentang : 1. Siapa pewarisnya, kapan meninggal dan dimana domisili terakhirnya. 60 J. Satrio, Op cit, hal. 1

16 42 2. Siapa ahli waris Pewaris dan berapa hak bagian masing-masing. 3. Ada tidaknya wasiat dan kalau ada, perlu ada penyebutannya secara rinci isi wasiat tersebut. 4. Hubungan kekeluargaan antara Pewaris dan para ahli waris. 5. Pembatasan-pembatasan kewenangan terhadap para ahli waris kalau ada. 6. Dibuat in originali. 61 Pembuatan Surat Keterangan Waris oleh Notaris dengan mendasarkan pada ketentuan Wet op de Grootboek der Nationale Schuld seperti itu, walaupun tidak didasarkan atas suatu ketentuan umum yang secara khusus mengaturnya, tetapi karena telah dilaksanakan untuk waktu yang lama dan diterima, maka sekarang dapat dikatakan, bahwa praktek pembuatan Surat Keterangan Waris seperti itu sudah menjadi hukum kebiasaan. Jadi dari suatu ketentuan khusus telah ditarik menjadi suatu ketentuan umum. 62 Berdasarkan apa yang disebutkan diatas, maka Surat Keterangan Waris yang dibuat oleh Notaris pada umumnya berbentuk pernyataan sepihak dari Notaris, dengan mendasarkan kepada keterangan-keterangan dan bukti-bukti (dokumendokumen) yang disampaikan atau diperlihatkan kepadanya, berisi data-data sebagai yang disyaratkan oleh Wet op de Grootboek der Nationale Schuld tersebut di atas. Kewenangan pembuatan Surat Keterangan Waris bagi mereka yang tunduk pada hukum waris yang diatur dalam KUH Perdata didasarkan pada asas konkordansi dengan Pasal 14 ayat (1) dan (3) Wet op de Grootboeken der Rationale Schuld (Stb ) di Nederland yang kemudian diterima sebagai doktrin dan yurisprudensi di Indonesia dan dianggap sebagai hukum kebiasaan. Adapun terjemahan bebas dari Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) Wet op de Grootboeken der Nationale Schuld adalah sebagai berikut: Pasal 14 ayat (1): 61 J. Satrio, Op cit, hal Ting Swan Tiong, Op cit, hal. 158

17 43 Para ahli waris atau dalam hal seseorang sesuai dengan Pasal 524 BW (Ned) dengan keputusan pengadilan dinyatakan diduga meninggal, yang diduga ahli waris dari pewaris, yang mempunyai suatu hak terdaftar dalam buku-buku besar utang-utang nasional, harus membuktikan hak mereka dengan suatu keterangan hak waris setelah kematian atau diduga meninggalnya pewaris dibuktikan. Pasal 14 ayat (3): Jika suatu warisan terbuka di negeri ini (Nederland), keterangan hak waris dibuat oleh seorang notaris. Akta yang dibuat dari keterangan ini harus dikeluarkan in original. Sebenarnya Wet op de Grootboeken der Nationale Schuld bukan undangundang yang khusus mengatur wewenang notaris dalam pembuatan Surat Keterangan Waris, namun di dalam praktek dianggap sebagai dasar hukum kewenangan notaris dalam pembuatan Surat Keterangan Waris. Menurut Tan Thong Kie selama ini pembuatan keterangan waris oleh seorang notaris di Indonesia tidak mempunyai dasar dalam undang-undang di Indonesia. 63 Demikian pula pendapat dari Ting Swan Tiong 64 dan Oe Siang Djie. 65 Akibatnya di dalam praktek ditemukan bermacammacam bentuk Surat Keterangan Waris. Bagi warganegara Indonesia keturunan Tionghoa bentuk Surat Keterangan Waris selama ini dibuat dalam bentuk suatu keterangan di bawah tangan yang dibuat oleh notaris, namun ada sejumlah notaris membuat dalam bentuk minuta dari keterangan yang diberikan oleh para saksi, sedangkan Surat Keterangan Waris dalam 63 Tan Thong Kie, Studi Notarial dan Serba-Serbi Praktek Notaris, P.T. Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta 1994, hal Ting Swan Tiong, Op cit, hal Oe Siang Djie, Tentang Surat Keterangan Hak Waris, Media Notarial, No , Januari- April 1991, hal. 4

18 44 bentuk keterangan dibawah tangan yang dibuat notaris. Bentuk surat keterangan sedemikian tidak masuk dalam golongan akta otentik menurut ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata dimana akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu dalam bentuk yang ditetapkan oleh Undang- Undang dan dalam wilayah kewenangannya. Lagipula kekuatan pembuktiannya tetap sebagai akta di bawah tangan. Adapula notaris yang membuat Surat Keterangan Waris dengan minuta yang isinya adalah keterangan yang diberikan oleh saksi dan kesimpulan berupa siapa ahli waris dan bagian warisnya diberikan oleh notaris dengan alasan untuk memudahkan pemegang protokol untuk membuat salinan jika di kemudian hari ada yang memintanya. 66 Mengenai Surat Keterangan Waris sampai saat ini tidak ada peraturan yang mengatur secara spesifik. Dalam prakteknya dibedakan dengan dua istilah yang hampir sama tetapi berbeda dari Instansi yang mengeluarkan Surat Keterangan Waris tersebut. Surat Keterangan Hak Waris biasanya dibuat oleh Notaris yang berisikan keterangan mengenai pewaris, para ahli waris dan bagian-bagian yang menjadi hak para ahli waris berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 67 Surat Keterangan Hak Waris tersebut sebagai awal bagi kelanjutan dibuatnya Akta pembagian Harta Peninggalan. Berdasarkan Surat Keterangan Hak Waris tersebut nantinya akan dibuat suatu akta yang berisikan rincian pembagian harta peninggalan dari Pewaris misalnya rumah, tanah dan sebagainya (akta Pembagian Pemisahan Harta Peninggalan). Dalam akta tersebut akan disebutkan nama-nama ahli waris berikut harta peninggalan yang menjadi bagiannya Tan Thong Kie, Op cit, hal Surat Keterangan Waris, dipublikasikan tanggal 8 Juni 2009, diakses tanggal 1 Maret Ibid

19 45 Namun dalam praktek sehari-harinya lebih banyak ditemui berupa Surat Keterangan Waris. Surat Keterangan Waris ini secara umum hanya berisikan keterangan dan pernyataan dari para ahli waris bahwa mereka adalah benar-benar merupakan ahli waris yang sah dari Pewaris yang telah meninggal dunia. Dibuat di bawah tangan yang dikuatkan dan/atau dikeluarkan oleh Kelurahan dan diketahui/dikuatkan oleh Camat, untuk keperluan-keperluan tertentu Surat Keterangan tersebut dapat pula diwaarmerking oleh Notaris setelah adanya keterangan dari Kelurahan setempat. Kegunaan Surat Keterangan Waris jenis ini biasanya untuk membuktikan bahwa benar ahli waris yang disebutkan dalam Surat Keterangan tersebut adalah ahli waris yang sah dari Pewaris. 69 C. Kedudukan Hukum Ahli Waris Golongan II Setelah Terbitnya Penetapan Pengesahan yang Dilakukan Setelah Pewaris Meninggal Dunia Ahli waris golongan II merupakan ahli waris dalam garis lurus ke atas dari pewaris, yaitu bapak, ibu dan saudara-saudara si pewaris. Ahli waris ini baru dapat menjadi ahli waris apabila ahli waris golongan pertama tidak ada sama sekali dengan menyampingkan ahli waris golongan ketiga dan keempat. 70 Jadi, apabila masih ada ahli waris golongan I, maka golongan I tersebut menutup golongan yang di atasnya. Mengenai ahli waris golongan kedua ini diatur dalam Pasal 854, 855, 856 dam 857 KUH Perdata. Menurut Pasal 854 KUH Perdata warisan golongan II 69 Ibid 70 Shandi Danuswarna, Hukum Waris Berdasarkan BW, docs/ /hukum-waris-bw, dipublikasikan tanggal 6 April 2009, diakss tanggal 1 Maret 2011

20 46 diperoleh karena haknya sendiri, sedangkan menurut Pasal 855 sampai 857 diperoleh karena pergantian tempat (plaatsvervuling). Mengingat asas pergantian tempat ini merupakan penerobosan asas ketentuan yang mengatakan bahwa yang berhak menerima warisan haruslah ahli waris yang masih hidup pada waktu si pewaris meninggal dunia (Pasal 836 KUH Perdata), juga asas ini seolah-olah menyalahi ketentuan bahwa keluarga yang derajatnya lebih dekat akan menutup keluarga yang derajatnya lebih jauh, padahal sesungguhnya asas ini, malahan menjadi solusi atas kedua ketentuan di atas, sebab bila kedua ketentuan di atas dijalankan secara ketat, maka dipastikan menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpatutan terhadap cucu yang orang tuanya lebih dahulu meninggal dunia daripada pewaris, sehingga si cucu tidak menerima harta warisan yang seharusnya orang tuanya terima sebagai ahli waris, hanya karena orang tuanya meninggal dunia lebih dahulu. 71 Dalam hukum perdata, mewarisi berarti menggantikan kedudukan orang yang meninggal terkait dengan hubungan hukum harta kekayaannya yang berkaitan erat dengan ke hendak terakhir orang yang meninggal tersebut. Kehendak terakhir inilah yang akan diperhitungkan sebagai sumber hukum pembagian waris perdata. 72 Kehendak terakhir orang yang telah meninggal dunia memiliki arti yang kompleks, baik dalam arti formal (dituangkan dalam akta yang dibuat dengan syarat terbentuknya) maupun dalam arti materiil (berupa kehendak atau kemauan orang yang telah meninggal terhadap hartanya. Terhadap arti materil ini kemudian 71 H. Hatpiadi, Beberapa Asas Hukum Kewarisan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Hukum Islam Dan Hukum Adat, dipublikasikan tanggal 13 Februari 2011, diakses tanggal 1 Maret Badriyah Harun, Op cit, hal. 15

21 47 diformalkan dalam bentuk akta yang telah umum dikenal dengan sebutan testamen atau surat wasiat. 73 Harta waris dalam hukum perdata disebut sebagai hak milik bersama yang terikat atau gebonden mede eigendom. Artinya, kebersamaan terhadap kepemilikan harta waris tidak dapat diakhiri hanya dengan kesepakatan dari para pihak, tetapi harus melalui perbuatan hukum tertentu dan juga memiliki hubungan lain atas kepemilikan bersama para pihak. 74 Perbuatan hukum tertentu misalnya harus ada pemisahan harta peninggalan. Pemisahan harta peninggalan harus dibagi terlebih dahulu sebelum terjadi peralihan hak kepemilikan. Perbuatan pemisahan harta inilah yang disebut sebagai perbuatan hukum tertentu. Hubungan lain atas kepemilikan para pihak maksudnya harus memiliki hubungan yang dapat menyebabkan harta waris tersebut sah dibagi yang biasanya berasal dari hubungan darah, yaitu hubungan orangtua dan anak, atau hubungan perkawinan, yaitu hubungan suami dan istri. 75 Menurut KUH Perdata yang beralih kepada ahli waris dari seseorang yang mati meliputi seluruh hak dan kewajiban si yang mati. Dengan demikian wajar jika KUH Perdata mengenal tiga macam sikap dari ahli waris terhadap harta warisan. Ahli waris dapat menentukan salah satu sikap diantara tiga tersebut yaitu : 1. Dapat menerima harta warisan seluruhnya 73 Badriyah Harun, Loc cit 74 Badriyah Harun, Ibid, hal Badriyah Harun, Loc cit

22 48 2. Menerima dengan syarat 3. Menolak. Sebelum menentukan sikap kepada ahli waris tersebut diberikan kesempatan dan waktu untuk berfikir selama tenggang waktu empat bulan, kalau perlu dapat diperpanjang oleh Pengadilan Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 1023 s/d 1029 KUH Perdata. Secara limitatif KUH Perdata mengatur tentang ahli waris yang menerima harta peninggalan ialah : 1. Ahli Waris yang mewaris berdasarkan kedudukan sendiri (uit eigen hoofde) atau mewaris secara langsung. Golongan Kedua, orang tua pewaris dan saudara-saudara pewaris, bagian orang tua disamakan dengan bagian saudara-saudara pewaris, tetapi ada jaminan dimana bagian orang tua tidak boleh kurang dari seperempat harta peninggalan (Pasal 854 KUH Perdata), sebagaimana dalam skema berikut : Bagian masing-masing ahli waris adalah F = 1/3; G = 1/3; H = 1/3

23 49 Bagian masing-masing ahli waris : F dan G mendapat prioritas masing-masing ¼ harta, sisa ½ untuk berbagi sama rata. Dalam kasus ini, almarhum Ngan Seng Mei yang meninggal pada 19 September 2007, sesuai dengan Surat Keterangan Nomor: 474 s/d 216 tanggal 02 Oktober 2007, tidak ada meninggalkan istri maupun anak semasa hidupnya. Kematian seseorang menurut KUH Perdata mengakibatkan peralihan segala hak dan kewajiban pada seketika itu juga kepada ahli warisnya, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 833 KUH Perdata, sekalian ahli waris dengan sendirinya demi hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak, dan segala piutang dari yang meninggal. Peralihan hak dan kewajiban dari yang meninggal dunia kepada ahli waris memperoleh segala hak dan kewajiban dari yang meninggal dunia, tanpa memerlukan suatu tindakan tertentu, demikian juga bila ahli waris tersebut mengetahui tentang adanya harta warisan dimaksud. Dalam Hukum Perdata/BW tidak ada dibedakan saudara kandung maupun saudara seibu saja atau saudara sebapak saja sesuai dengan pasal 854 KUH Perdata. Kedua orang tua almarhum Ngan Seng Mei telah terlebih dahulu meninggal dunia. Selanjutnya almarhum Ngan Seng Mei ada meninggalkan 4 (empat) orang saudara kandung yaitu Ngan Sim, Halidjah Gani, Ngang Seng Hin, dan Achmad Ghani. Oleh karena Ngan Seng Mei tidak ada meninggalkan istri, anak maupun orang tua, maka berdasarkan Pasal 854 KUH Perdata para saudara kandung almarhum Ngan Seng Mei menjadi ahli waris golongan II yang diperoleh karena haknya sendiri.

24 50 Para saudara kandung almarhum Ngan Seng Mei telah mengajukan penetapan sebagai ahli waris dari almarhum Ngan Seng Mei yang telah disahkan melalui Akta Surat Keterangan Hak Waris No. : 04/ SKHW/MSM/ XII/ 2007, tanggal 24 Desember 2007 yang dibuat oleh Notaris. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 memberikan definisi Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Notaris adalah pejabat umum sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1868 KUH Perdata yang berbunyi : Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akte dibuatnya. Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004, seorang Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan penuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-

25 51 lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik semakin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut dapat dihindari, dalam proses penyelesain sengketa tersebut, akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat. Berdasarkan uraian di atas, maka Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik tertentu tidak ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak yang berkepentingan demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, akta surat keterangan ahli waris dari Ngan Seng Mei tersebut yang dikeluarkan oleh Notaris, merupakan akta otentik yang mempunyai kepastian dan kekuatan hukum, serta perlindungan hukum. Oleh karenanya dengan dikeluarkannya penetapan pengesahan ahli waris tersebut, para ahli waris almarhum Ngan Seng Mei memiliki kedudukan yang kuat sebagai ahli waris golongan II dari Ngan Seng Mei.

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA A. Hukum kewarisan perdata Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek yang sering disebut BW adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA 25 BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA A. Hukum Waris di Indonesia Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari hukum Perdata secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata BAB IV PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata A. Kewarisan dalam KUHPerdata Dalam KUHPerdata Hukum kewarisan diatur dalam Buku II KUHPerdata. Jumlah pasal yang mengatur hukum waris sebanyak

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA USWATUN HASANAH / D 101 10 062 Pembimbing: I. ABRAHAM KEKKA, S.H, M.H., II. MARINI CITRA DEWI, S.H, M.H., ABSTRAK Menurut pasal 832 KUH

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.

BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris. 20 BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN A. Perolehan Harta Waris Menurut BW Pewarisan berdasarkan undang-undang adalah suatu bentuk pewarisan dimana hubungan darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban

Lebih terperinci

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

HUKUM WARIS PERDATA BARAT HUKUM WARIS PERDATA BARAT I. PENGERTIAN HUKUM WARIS Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Disusun Oleh: Dimas Candra Eka 135010100111036(02) Hariz Muhammad 135010101111182(06) Nyoman Kurniadi 135010107111063 (07) Edwin Setyadi K. 135010107111071(08) Dewangga

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut lalu lintas hukum. Misalnya kantor pertanahan dapat mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut lalu lintas hukum. Misalnya kantor pertanahan dapat mengetahui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris menurut para sarjana adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang lain. 1 Intinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang meninggal dunia maka hak dan kewajibannya demi hukum akan beralih kepada ahli warisnya. Hak dan kewajiban yang dapat beralih adalah hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum kewarisan yang berlaku bagi warga negara Indonesia. Negara Indonesia memberlakukan tiga macam hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak pernah lepas dari interaksi dengan sesama. Bahkan

Lebih terperinci

BAB II. Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum Kewarisan Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum BW

BAB II. Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum Kewarisan Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum BW BAB II Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum Kewarisan 2.1. Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum BW Pewarisan menurut hukum perdata diatur di dalam BW, Antara lain; 1. Pewarisan Berdasarkan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 ANALISIS YURIDIS KEHILANGAN HAK MEWARIS MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Weidy V. M. Rorong 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah sistem pembagian

Lebih terperinci

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D 101 09 645 ABSTRAK Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam bidang hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata BAB V KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata Dalam pembahasan bab ini merupakan ulasan mengenai titik singgung antara pembagian kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017. TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017. TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2 TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penggolongan pembagian harta warisan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Pembicara : 1. Betric Banjarnahor (2012) : 2. Dian Prawiro Napitupulu (2013) Pemateri : 1. Tioneni Sigiro (2014). 2. Waristo Ritonga (2014) Moderator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Hukum Perdata di Indonesia khususnya hukum waris bersifat pluralisme (beraneka ragam). Belum adanya unifikasi dalam hukum waris di Indonesia yang merupakan bagian

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) Oleh : Indah Sari, SH, M.Si 1 (Indah.alrif@gmail.com) ----------------------------------- Abstrak: Hukum

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Waris Hukum waris menurut para sarjana pada pokoknya adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa

Lebih terperinci

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu 8 B AB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Wasiat Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu akta yang berisi pernyataan seseorang tentang apa yang akan terjadi setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai anggota dari masyarakat merupakan penyandang hak dan kewajiban. Menurut Aristoteles, seorang ahli fikir yunani kuno menyatakan dalam

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DITEMPUH OLEH AHLI WARIS PEMBELI UNTUK MENDAPATKAN OBYEK JUAL BELI

BAB III UPAYA HUKUM YANG DITEMPUH OLEH AHLI WARIS PEMBELI UNTUK MENDAPATKAN OBYEK JUAL BELI BAB III UPAYA HUKUM YANG DITEMPUH OLEH AHLI WARIS PEMBELI UNTUK MENDAPATKAN OBYEK JUAL BELI 1. Hak Ahli Waris Atas Harta Warisan Kronologi kasus diawali pada tahun 1963 Liem Hao Tjong membeli bidang tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2 KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan ahli waris menurut KUH

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS A. PENGERTIAN HUKUM WARIS Pengertian waris timbul karena adanya peristiwa kematian. Peristiwa kematian ini, terjadi pada seseorang anggota keluarga, misalnya ayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Warisan dapat diartikan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari masyarakat

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERKARA WARIS Rahmatullah, SH.,MH Dosen Fakultas Hukum UIT Makassar

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERKARA WARIS Rahmatullah, SH.,MH Dosen Fakultas Hukum UIT Makassar KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERKARA WARIS, SH.,MH Dosen Fakultas Hukum UIT Makassar Abstract This inheritance issues often cause disputes or problems for heirs, because it

Lebih terperinci

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia.

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Hukum orang merupakan suatu hukum yang mempelajari ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum. Dalam arti luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai

Lebih terperinci

SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA

SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA Oleh : Ni Made Ayu Ananda Dwi Satyawati Suatra Putrawan Bagian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa pewarisan adalah perihal klasik dan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan manusia. Apabila ada seseorang meninggal dunia, maka pada saat itulah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HIBAH DAN HIBAH WASIAT DALAM PEWARISAN MENURUT KUHPERDATA. A. Ketentuan Umum Pewarisan Menurut KUHPerdata

BAB II PENGATURAN HIBAH DAN HIBAH WASIAT DALAM PEWARISAN MENURUT KUHPERDATA. A. Ketentuan Umum Pewarisan Menurut KUHPerdata BAB II PENGATURAN HIBAH DAN HIBAH WASIAT DALAM PEWARISAN MENURUT KUHPERDATA A. Ketentuan Umum Pewarisan Menurut KUHPerdata 1. Pengertian Hukum Waris Definisi hukum waris atau pewarisan sangat banyak ditemui

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS, SH.MH 1 Abstrak : Sistem Ahli Waris Pengganti menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjadi apabila seorang ahli waris terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI A. Kedudukan Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling) Pasal 841 KUH Perdata Dengan Pasal 185 KHI Hukum

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 PELAKSANAAN SURAT WASIAT BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DALAM PRAKTEK KENOTARIATAN 1 Oleh: Karini Rivayanti Medellu 2 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Telly Sumbu, SH, MH Meiske T. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara yang didasarkan kepada aturan hukum untuk menjamin. pemerintah Belanda pada masa penjajahan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara yang didasarkan kepada aturan hukum untuk menjamin. pemerintah Belanda pada masa penjajahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut dengan UUD 1945 telah menegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum. Syarat negara

Lebih terperinci

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI A N A K Dalam Hukum Keluarga, ada beberapa macam penyebutan anak, yaitu : Anak Sah Anak Luar Kawin Anak Angkat (BW : Anak Adopsi) FH UNRI 2 ANAK SAH

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia selain sebagai individu juga sebagai makhluk sosial, dimana dalam memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai saat ia akan

Lebih terperinci

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan.

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan. BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA A. Sekilas KUHPerdata Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan mengenai waris merupakan persoalan yang tidak dapat dilepaskan dari masalah yang terkait dengan bukti sebagai ahli waris. Bukti sebagai ahli waris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal. Pada umumnya yang digantikan adalah hanya hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. HAK ANAK ANGKAT ATAS WARISAN MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh: Legi Riska Ivon 2

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. HAK ANAK ANGKAT ATAS WARISAN MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh: Legi Riska Ivon 2 HAK ANAK ANGKAT ATAS WARISAN MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh: Legi Riska Ivon 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana anak angkat menurut Peraturan Perundang-undangan dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

Dalam praktek hukum istilah ini acap kali digunakan, tetapi dalam berbagai konteks pengertian, sbb. : mengalami suasana kejiwaan tertentu

Dalam praktek hukum istilah ini acap kali digunakan, tetapi dalam berbagai konteks pengertian, sbb. : mengalami suasana kejiwaan tertentu Dalam praktek hukum istilah ini acap kali digunakan, tetapi dalam berbagai konteks pengertian, sbb. : 1. Curator bagi orang dewasa yang mengalami suasana kejiwaan tertentu 2. Curator bagi manusia dan korporasi

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH A. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam pengelolaan bidang pertanahan di Indonesia, terutama dalam kegiatan pendaftaran tanah, Pejabat Pembuat

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya BAB I PENDAHULUAN Saat ini di Indonesia masih terdapat sistem hukum waris yang beraneka ragam, yaitu sistem hukum waris Adat, hukum waris Islam, dan hukum waris Barat (KUHPerdata). Sistem hukum waris Adat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H. KUPAS TUNTAS TENTANG PEMALSUAN DAN MEMASUKKAN DOKUMEN PALSU DALAM AKTA OTENTIK DAN PEMAHAMAN PASAL 263, 264, 266 DAN PASAL 55 KUHP OLEH : PROF. DR. H. DIDIK ENDRO PURWOLEKSONO, S.H., M.H. PENDAHULUAN Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses hidup manusia secara kodrati berakhir dengan suatu kematian yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan menimbulkan akibat hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEWARISAN DAN PERMOHONAN

BAB II TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEWARISAN DAN PERMOHONAN BAB II TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEWARISAN DAN PERMOHONAN A. Tinjauan Yuridis Tentang Kewarisan 1. Pengertian Kewarisan Hukum kewarisan ialah himpunan aturan-aturan hukum yang mengatur tentang siapa ahli

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah

Lebih terperinci

SOSIALISASI RUU BHP : TELAAH SINGKAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG BALAI HARTA PENINGGALAN (RUU BHP)

SOSIALISASI RUU BHP : TELAAH SINGKAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG BALAI HARTA PENINGGALAN (RUU BHP) SOSIALISASI RUU BHP : TELAAH SINGKAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG BALAI HARTA PENINGGALAN (RUU BHP) Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam tatanan kehidupan berkeluarga, perkara yang berkaitan dengan warisan sering menimbulkan permasalahan. Dimana permasalahan tersebut sering menyebabkan sengketa

Lebih terperinci

BAB II. A. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. kewajiban-kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia itu.

BAB II. A. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. kewajiban-kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia itu. 25 BAB II PENGATURAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN YANG SEDANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH

Lebih terperinci

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA A. Pengertian Wasiat Sehubungan dengan pewaris, yang penting dipersoalkan ialah perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila ia meninggal dunia.

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

diasuh oleh team-teaching PROGRAM PASCASARJANA USU Program Magister Kenotariatan

diasuh oleh team-teaching PROGRAM PASCASARJANA USU Program Magister Kenotariatan diasuh oleh team-teaching PROGRAM PASCASARJANA USU Program Magister Kenotariatan KEKELUARGAAN SEDARAH DAN SEMENDA (bloedverwantschap en zwagerschap) BAB-XIII BUKU-I BW (Pasal-290 dst BW) (1) KELUARGA SEDARAH

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaturan masalah waris di Indonesia bersifat pluralisme. Sehingga praturan hukum waris yang masih berlaku saat ini di Indonesia adalah menurut Hukum Adat,

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 AKIBAT HUKUM HAK MEWARIS ANAK DI LUAR PERKAWINAN DITINJAU DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Fahmi Saus 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana aturan

Lebih terperinci

HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA Enik Isnaini *) *) Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRACT It s natural for a parent to be wanting a child. However, in reality

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci