HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA"

Transkripsi

1 HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA Enik Isnaini *) *) Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRACT It s natural for a parent to be wanting a child. However, in reality it s quite not a rarity that a parent doesn t get what they want. By far, the most sustainable way to get an offspringto complete that purpose is by adopting someone s child. Adopted children has the same position as biological children of their adoptive parents.; That way, they can inherit their adoptive parents possession only on the inheritable parts. For that matter, adoptive parents can inherit that for them based on Undang-Undang or based on the testament (Hibah wasiat). Keywords :Hibah Wasiat, Adopted Chidren. 1. Pendahuluan Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup menyendiri atau terpisah dari kelompok manusia lainnya.sudah merupakan kodrat manusia untuk hidup berdampingan sesama manusia dan berusaha untuk meneruskan keturunan dengan cara melangsungkan perkawinan. Guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagian masyarakat, perlu adanya landasan yang kokoh dan kuat sebagai titik tolak pada masyarakat yang adil dan makmur. Dalam hal ini, Pemerintah telah mengeluarkan beberapa Peraturan Peraturan dan Undang Undang yang mengatur tentang perkawinan terutama Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga Negara. Di dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 disebutkan : Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan suatu perkawinan adalah untuk membentuk suatu keluarga. Keluarga mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah, ibu, dan anak. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Keinginan untuk mempunyai seorang anak adalah naluri manusiawi dan alamiah. Akan tetapi pada kenyataannya tidak jarang sebuah rumah tangga atau keluarga tidak mendapatkan keturunan. Apabila suatu keluarga itu tidak dilahirkan seorang anak maka untuk melengkapi unsur keluarga itu atau untuk melanjutkan keturunannya dapat dilakukan suatu perbuatan hukum yaitu dengan mengangkat anak (adopsi). Didasarkan Pasal 39 ayat (1) Undang Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. Hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 1 angka 9 Undang Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatakan bahwa : Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

2 Dengan demikian sahnya pengangkatan anak menurut hukum apabila telah memperoleh putusan pengadilan. Berdasarkan Pasal 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pengangkatan Anak, Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan. Dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pengangkatan Anak menyatakan bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. Perbuatan pengangkatan anak mengandung konsekuensi - konsekuensi yuridis bahwa anak angkat itu mempunyai kedudukan hukum terhadap yang mengangkatnya. Di berbagai daerah di Indonesia anak angkat mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan anak keturunan sendiri, juga termasuk hak untuk dapat mewarisi kekayaan yang ditinggalkan orang tua angkatnya pada waktu meninggal dunia, akan tetapi dalam kenyataannya anak angkat yang sah masih dianggap bukan bagian dari keluarga yang merupakan kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak, sehingga mereka dianggap tidak berhak atas harta peninggalan orang tuanya karena bukan ahli waris dari orang tua yang mengangkatnya. Hal ini karena adanya pengaruh dari sistem hukum Islam yang tidak mengatur tentang adanya pengangkatan anak yang dijadikan sebagai anak kandung hal ini tidak dibenarkan. Untuk melindungi agar anak angkat tetap mendapatkan haknya atas harta peninggalan orang tua angkatnya, maka orang tua angkat membuat hibah wasiat. Hibah wasiat merupakan suatu jalan bagi pemilik harta kekayaan untuk semasa masih hidupnya menyatakan keinginannya yang terakhir tentang pembagian harta peninggalannya kepada ahli waris, yang baru akan berlaku setelah ia meninggal. Di dalam Pasal 957 KUH Perdata disebutkan : Hibah wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus, dengan mana si yang mewariskan kepada seseorang atau lebih memberikan beberapa barang barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya, segala barang bergerak atau tidak bergerak, atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya. II. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukuan adalah metode penelitian hukum normatif yang disebut juga penelitian kepustakaan (Library Research), adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuwan hukum dari sisi normatif. Oleh karena itu penelitian hukum ini difokuskan untuk mengkaji penelitian hukum tentang kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Selain itu juga digunakan pendekatan analisa (Analisis Aproach). Pendekatan analisa ini digunakan dalam rangka untuk menganalisa penerapan norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang dilakukan dalam praktek sesuai dengan ketetapan. Bahan hukum yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu : (1) Bahan primer yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti yakni putusan pengadilan tentang hibah wasiat anak angkat, (2) Bahan sekunder yaitu data yang diambil dari tulisan-tulisan para ahli hukum, artikel, makalah yang berkaitan dengan tinjauan hukum hak mewaris anak angkat didasarkan hibah wasiat, (3) Bahan tersier yaitu data yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap data primer dan sekunder, seperti kasus hukum, majalah, dan lain-lain. Pengumpulan bahan hukum Baik bahan primer maupun sekunder dikumpulkan berdasakan topik permasalahan yang telah dirumuskan dan diklarifikasi menurut sumber dan hirarkinya untuk dikaji secara komprehensif.pengolahan bahan hukum adalah kegiatan merapikan hasil pengumpulan data kepustakaan sehingga siap pakai untuk dianalisis. Prosedur pengolahan bahan hukum dimulai dengan memeriksa data secara korelatif yaitu yang hubungannya antara gejala

3 yang satu dengan yang lain, selanjutnya data dianalisa sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang Hibah Wasiat terhadap Anak Angkat menurut Hukum Perdata. III. Hasil Penelitian Dan Pembahasan A. Dasar Hukum Waris Yang dinamakan mewaris ialah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal. Adapun yang digantikan itu adalah hak dan kewajiban dalam bidang hukum kekayaan, artinya hak dan kewajiban dapat dinilai dengan uang. Dasar hukum seseorang ahli waris mewarisi sejumlah harta pewaris menurut sistem hukum waris KUH Perdata ada dua cara, yaitu: 1. Menurut ketentuan undang-undang. 2. Ditunjuk dalam surat wasiat (testamen) adalah suatu pernyataan tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia. Seseorang dapat mewariskan sebagian atau seluruhnya hartanya dengan surat wasiat. Apabila seseorang hanya menetapkan sebagian dari hartanya melalui surat wasiat, maka sisanya merupakan bagian ahli waris berdasarkan undang-undang (ahli waris ab intestato). Jadi pemberian seseorang pewaris berdasarkan surat wasiat tidak bermaksud untuk menghapuskan hak untuk mewaris secara ab intestato. Hukum waris yang berlaku di Indonesia sekarang ini masih tergantung pada hukum waris mana yang berlaku bagi yang meninggal dunia. Apabila yang meninggal dunia atau pewaris termasuk golongan penduduk di Indonesia maka yang berlaku hukum waris adat, sedangkan apabila pewaris termasuk golongan Eropa atau timur asing Tionghoa, bagi mereka berlaku hukum waris Barat. Bila pewaris termasuk golongan penduduk Indonesia yang beragama Islam mereka mempergunakan peraturan hukum waris berdasarkan hukum waris Islam. Bila pewaris termasuk golongan penduduk timur asing Arab atau India, bagi mereka berlaku hukum adat mereka. B. Pengertian Hukum Waris Barat (KUH Perdata) Tidak terdapat pasal yang memberikan pengertian tentang hukum waris, namun sebagaimana yang dikatakan dalam Pasal 830 KUH Perdata, bahwa: pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Dengan demikian menurut hukum Barat terjadinya pewarisan apabila adanya orang yang mati dan meninggalkan harta kekayaan. Untuk terjadinya pewarisan harus dipenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu: (1) Pewaris adalah orang yang meninggal dunia meninggalkan harta kepada orang lain, (2) Ahli waris adalah orang yang menggantikan pewaris di dalam kedudukannya terhadap warisan, baik untuk seluruhnya, maupun untuk sebagian, (3) Harta warisan adalah segala harta kekayaan dari orang yang meninggal dunia. C. Kedudukan Anak Angkat Perbuatan mengangkat anak mempunyai akibat hukum. Menurut pasal 14 Staatblad 1917 no.129 pengangkatan anak memberi akibat bahwa status anak yang bersangkutan berubah menjadi seperti seorang anak sah. Hubungan keperdataan dengan orang tua kandungnya menjadi putus sama sekali. Pengangkatan anak menurut hukum perdata (BW) mempunyai akibat hukum anak angkat mempunyai kedudukan seperti anak kandung dan memperoleh bagian warisan dari orang tua angkatnya. Sedangkan pengangkatan anak menurut hukum adat mempunyai akibat hukum yang berbeda-beda baik mengenai kedudukannya maupun kewarisannya. Hal ini tergantung pada kelembagaan pengangkatan anak (sistem hukum) yang hidup dan berkembang didaerah yang bersangkutan. D. Ahli Waris Menurut KUH Perdata KUH Perdata membagi dua ahli waris, yaitu : (1) Ahli waris menurut undang-undang adalah ahli waris yang ditunjuk atau ditentukan oleh undang-undang. Undang-undang menunjuk sebagai ahli waris adalah keluarga sedarah dan suami atau istri yang masih hidup. Jadi seluruh pewarisan menurut undangundang berdasarkan atas hubungan sedarah dan hubungan perkawinan, (2) Ahli waris menurut tastemen adalah siapa saja yang disebutkan dalam testemendengan tidak mengurangi kekecualian yang diatur dalam Pasal KUH Perdata. Ahli waris menurut surat wasiat jumlahnya tidak tertentu tergantung kehendak pembuat wasiat. Dengan

4 demikian, ahli waris mendapat bagian warisan berdasarkan penunjukan si pewaris pada waktu ia masih hidup. Terkadang wasiat berisi penunjukan seorang atau beberapa orang ahli waris yang akan mendapat seluruh atau sebagian warisan dan memperoleh segala hak dan kewajiban dari pewaris. Namun demikian, kebebasan untuk membuat surat wasiat dibatasi Pasal 881 ayat (2) KUHPerdata yang menyatakan, bahwa: Dengan sesuatu pengangkatan waris atau pemberian hibah yang demikian, si yang mewariskan tidak boleh merugikan para ahli warisnya yang berhak atas sesuatu bagian mutlak. Dari kedua macam ahli waris di atas, timbullah persoalan ahli waris yang manakah yang lebih diutamakan, apakah ahli waris menurut undang-undang atau ahli waris menurut surat wasiat. Berdasarkan beberapa peraturan-peraturan yang termuat dalam KUH Perdata tentang surat wasiat, dapat disimpulkan bahwa yang diutamakan adalah ahli waris menurut undang-undang. Hal ini terbukti beberapa peraturan yang membatasi kebebasan seseorang untuk membuat surat wasiat agar tidak sekehendak hatinya. Ahli waris menurut undang-undang atau ahli waris Ab Intestato yang berdasarkan hubungan darah dibedakan menjadi empat golongan : a) Golongan 1 : Keluarga dalam garis lurus kebawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami/istri yang ditinggalkan/yang hidup paling lama. Suami/istri yang ditinggalkan atau hidup paling lama ini baru diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935, sedangkan sebelumnya suami/istri tidak saling mewarisi. b) Golongan 2 : Anggota keluarga garis lurus keatas yaitu, ayah, ibu, saudara dan keturunannya. Menurut Pasal 854 KUH Perdata : a. Ayah dan ibu masing-masing mendapat 1/3 bagian dari harta warisan jika hanya terdapat 1 orang saudara pewaris. b. Ayah dan ibu mendapat ¼ bagian dari harta peninggalan jika pewaris meninggalkan lebih dari 1 orang saudara laki-laki atau perempuan. Jika ibu atau ayah sudah meninggal dunia, maka yang hidup terlama menurut ketentuan Pasal 855 KUH Perdata akan memperoleh bagian sebagai berikut : 1) 1/2 bagian dari seluruh harta warisan, jika ia mewaris bersama dengan saudaranya, baik laki-laki atau perempuan. 2) 1/3 bagian dari seluruh harta warisan, jika mewaris bersamasama dengan 2 orang saudara. 3) 1/4 bagian dari seluruh harta warisan, jika ia mewaris bersamasama dengan 3 orang atau lebih saudara pewaris. Apabila ayah dan ibu pewaris sudah tidak ada lagi maka harta peninggalan dibagikan kepada saudara-saudara pewaris, sebagai ahli waris golongan 2 baik saudara seayah maupun saudara seibu. c) Golongan 3 : Kakek, nenek dalam garis lurus keatas dari pihak ayah dan ibu si pewaris. Dalam hal ini, sebelum harta warisan dibuka terlebih dahulu dibagi dua (Kloving) yaitu 1/2 merupakan bagian keluarga dari ayah pewaris dan 1/2 bagian keluarga dari ibu pewaris. (Pasal 850 dan Pasal 853 Ayat (1) KUH Perdata). d) Golongan 4 : Garis menyamping (paman, bibi, sepupu) sampai derajat ke 6. Ahliwaris menurut surat wasiat (testamentair) yaitu siapa saja yang disebutkan dalam testamenterdengan tidak mengurangi kekecualian yang diatur dalam Pasal KUH Perdata tentang kecakapan seseorang untuk membuat wasiat atau untuk menikmati keuntungan dari surat wasiat. Jumlah ahli waris menurut wasiat tidak tentu, karena ahli waris ini bergantung pada kehendak si pembuat wasiat. Surat wasiat seringkali berisi penunjukan seorang atau beberapa orang ahli waris yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari warisan dan mereka tetap akan memperoleh segala hak dan kewajiban dari pewaris seperti halnya ahli waris menurut undang-undang. Seseorang yang akan menerima waris harus memenuhi syarat-syarat, yaitu: 1. Harus ada yang meninggal dunia (Pasal 830 KUHPerdata). 2. Ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris meninggal dunia. 3. Ahli waris harus cakap serta berhak mewaris, dalam artian tidak dinyatakan

5 oleh undang-undang sebagai seseorang yang tidak patut mewaris karena kematian atau dianggap tidak cakap menjadi ahli waris. Di dalam Pasal 838 KUH Perdata ditegaskan tentang orang yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan dikecualikan dari pewarisan adalah : 1. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh si yang meninggal. 2. Mereka yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah menunjukan pengaduan terhadap pada si yang meninggal, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara 5 tahun lamanya atau hukuman berat. 3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat dan mencabut surat wasiatnya. 4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal. Ketidakpatutan ini menghalangi ahli waris tersebut untuk menerima warisan. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi pewaris dan keluarganya dari tindakan pihak lain (ahli waris) yang tidak beritikad baik. Dalam KUH Perdata, peralihan harta dari orang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya tergantung pada kehendak dan kerelaan ahli waris yang bersangkutan. Ahli waris dimungkinkan untuk menolak warisan, karena apabila ia menerima maka harus menerima segala konsekuensinya, salah satunya adalah melunasi seluruh hutang pewaris. E. Warisan Menurut KUH Perdata Warisan menurut hukum waris Barat (KUH Perdata) meliputi seluruh harta benda beserta hak hak dan kewajiban kewajiban pewaris dalam lapangan hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang, akan tetapi terhadap ketentuan tersebut ada beberapa pengecualian, dimana hak hak dan kewajiban kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan ada juga yang tidak dapat beralih kepada para ahli waris, antara lain : 1. Hak memungut hasil (vruchtgebruik). 2. Perjanjian perburuhan, dengan pekerjaan yang harus dilakukan bersifat pribadi. 3. Perjanjian pengkongsian dagang, baik yang berbentuk maatschap menurut BW maupun Firma menurut WvK, sebab pengkongsian ini berakhir dengan meninggalnya salah seorang anggota / persero. F. Pengertian Pengangkatan Anak Di dalam Pasal 1 angka (9) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002, disebutkan : Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan Dari pengertian tersebut diatas dapat dibedakan antara pengangkatan anak dengan adopsi. Di dalam pengangkatan anak hubungan antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya tidak putus sehingga ia mewaris baik dari orang tua angkatnya maupun orang tua kandungnya, sedangkan dalam adopsi hubungan antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya putus sama sekali sehingga ia hanya mewaris dari orang tua angkatnya saja. G Pengangkatan Anak Menurut Hukum Barat Pengangkatan anak dalam Hukum Barat (Perdata) hanya terjadi dengan akta Notaris, tata cara pembuatannya adalah sebagai berikut : 1. Para pihak datang menghadap Notaris 2. Boleh dikuasakan, tetapi untuk itu harus didasarkan surat kuasa khusus yang dibubuhi materai. 3. Pada akta dituangkan pernyataan persetujuan bersama antara orang tua kandung dengan orang tua angkat. 4. Akta tersebut disebut akta adopsi. H. Pengertian Hibah Wasiat Hibah wasiat adalah pernyataan kehendak seseorang mengenai apa yang akan dilakukan terhadap hartanya setelah ia meninggal dunia kelak. Pelaksanaan hibah wasiat ini baru dilakukan setelah pewaris meninggal dunia.

6 Didalam praktik pelaksanaannya, hibah wasiat harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu agar pelaksanaannya tidak bertentangan dengan ketentuan hukum waris dan tidak merugikaan para ahli waris lain yang tidak memperoleh pemberian melalui hibah wasiat. Dalam kaitan ini pula hukum membatasi kekuasaan seseorang untuk menentukan kehendak terakhirnya melalui hibah wasiat agar ia tidak mengesampingkan anak sebagai ahli waris melalui hibah wasiat. Hibah wasiat dapat dibuat oleh pewaris sendiri atau dibuat secara notariil. Yang mana Notaris khusus diundang untuk mendengarkan ucapan terakhir itu dengan disaksikan oleh dua orang saksi, dengan cara demikian maka hibah wasiat memperoleh bentuk akta notaris dan disebut wasiat atau testamen. Dalam Pasal 875 KUA Perdata menyebutkan pengertian tentang surat wasiat, yaitu : Surat wasiat atau testamen adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut kembali. I. Pembatasan Dalam Hal Membuat Hibah Wasiat Menurut Hukum Barat (KUH Perdata) pembatasan dalam hal membuat hibah wasiat yaitu tentang besar kecilnya harta warisan yang akan dibagi-bagikan kepada ahli waris yang disebut Ligitime Portie, atau wettelijk erfdeel (besaran yang ditetapkan oleh Undang-Undang). Hal ini diatur dalam Pasal KUH Perdata. Ligitime Portie( bagian mutlak ) adalah suatu bagian dari harta peninggalan atau warisan yang harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus, terhadap bagain mana si pewaris dilarang menetapkan sesuatu baik yang berupa pemberian (Hibah) maupun hibah wasiat. Begitulah bunyi pasal 913 KUH Perdata. Dalam garis lurus kebawah, apabila si pewaris itu hanya meninggalkan anak sah satu satunya, maka bagian mutlak baginya itu adalah setengah dari harta peninggalan. Jadi apabila tidak ada testamen maka anak satu satunya itu mendapat seluruh harta warisan, jika ada testamen anak satu satunya itu dijamin akan mendapat setengah dari harta peninggalan. Apabila 2 ( dua ) orang anak yang ditinggalkan, maka bagian mutlak itu adalah masing masing 2/3. Ini berarti bahwa mereka itu dijamin bahwa masing masing akan mendapat 2/3 dari bagian yang akan didapatnya seandainya tidak ada testamen. Apabila 3 ( tiga ) anak atau lebih yang ditinggalkan, maka bagian mutlak itu adalah masing masing ¾. Ini berarti bahwa mereka dijamin masing masing akan mendapatkan ¾ dari bagian yang akan didapatnya seandainya tidak ada testamen. Dalam garis lurus keatas ( orang tua, kakek dan seterusnya ) bagian mutlak itu selamanya adalah setengah, yang menurut Undang undang menjadi bagian tiap tiap mereka dalam garis itu dalam pewarisan karena kematian. Perlu juga diperhatikan bahwa anak luar kawin (anak angkat) yang telah diakui dijamin dengan jaminan mutlak, yaitu setengah dari bagian yang menurut Undang undang harus diperolehnya. Seandainya tidak ada keluarga sedarah dalam garis lurus ke bawah dan ke atas serta tidak ada anak luar kawin yang telah diakui, maka hibah atau hibah wasiat boleh meliputi seluruh harta peninggalan. Apabila ketentuan ketentuan mengenai bagian mutlak seperti yang dijelaskan diatas dilanggar, maka pewaris yang dijamin dengan bagian mutlak itu dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan supaya hibah atau hibah wasiat tersebut dikurangi, sehingga tidak melanggar ketentuan Undang Undang khususnya KUH Perdata. Jadi peraturan tentang bagian mutlak ini pada hakekatnya merupakan pembatasan terhadap kebebasan orang membuat testamen. J. Cara Penghibahan Wasiat Menurut Pasal 931 KUH Perdata,bahwa dalam pembuatan wasiat atau hibah wasiat dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : 1. Testamen Rahasia (geheim) 2. Testamen Umum 3. Testamen tertulis sendiri (olografis), yang biasanya bersifat rahasia ataupun tidak rahasia. Dalam ketiga testamen ini dibutuhkan campur tangan seorang notaris. Dalam testamen olografis (Pasal 932 KUH Perdata)

7 ditetapkan bahwa testamen ini seluruhnya ditulis dengan tangan dan ditandatangani pewaris sendiri. Kemudian surat wasiat tersebut harus diserahkan untuk disimpan pada seorang notaris dan penyerahan kepada notaris ini ada dua cara, yaitu bisa diserahkan dalam keadaan terbuka bisa juga dalam keadan tertutup. Kedua cara penyerahan dan penyimpana pada notaris itu mempunyai akibat hukum yang satu sama lain berbeda, yaitu: 1. Apabila surat wasiat diserahkan dalam keadaan terbuka maka dibuatlah akta notaris tentang penyerahan itu dan ditandatangani oleh pewaris, saksi-saksi, dan juga notaris. Akta penyimpanan tersebut ditulis dikaki surat wasiat tersebut, jika tidak ada tempat kosong pada kaki surat wasiat tersebut, maka amanat ditulis lagi pada sehelai kertas yang lain. 2. Apabila surat wasiat diserahkan kepada notaris dalam keadaan tertutup, maka pewaris harus menuliskan kembali pada sampul dokumen itu bahwa surat tersebut berisikan wasiatnya dan harus menandatangani keterangan itu dihadapan notaris dan saksi-saksi. Setelah itu pewaris harus membuat akta penyimpanan surat wasiat pada kertas yang berbeda. Dalam Pasal 932 Ayat 2 KUH Perdata mengulas tentang kemungkinan berhalangannya si peninggal warisan untuk menandatangani sampul atau akta penerimaan setelah menulis dan menandatangani testamennya. Jika hal ini terjadi maka notaris wajib mencatat hal ini serta penyebab berhalangnya ini. Ditetapkan pada Pasal 933 KUH Perdata, bahwa : kekuatan testamen olografis ini sebanding dengan kekuatan testamen terbuka yang dibuat dihadapan Notaris dan dianggap terbuat di tanggal dari akta penerimaan oleh Notaris. Jadi tidak dikesampingkan tentang tanggal yang ditulis dalam testamennya sendiri. Pasal 933 Ayat 2 KUH Perdata berisi suatu peraturan tentang keaslian dari testamen tersebut apakah benar-benar ditulis dan ditandatangani oleh si peninggal warisan, atau di belakang hari terbukti palsu. Melalui pasal tersebut dicegah terjadinya perselisihan di hadapan hakim tentang pembagian tugas membuktikan sesuatu hal. Berdasarkan Pasal 934 KUH Perdata, bahwa: si peninggal warisan bisa menarik kembali testamenya. Biasanya hal ini dilaksanakan dengan cara permintaan kembali tersebut harus dinyatakan dalam suatu akta otentik (akta notaris). Dengan menerima kembali testamen olosgrafis ini, hibah warisan harus dianggap seolah-olah ditarik kembali (herroepen), hal ini ditegaskan oleh ayat 2 Pasal 934 KUH Perdata. Sedangkan oleh Pasal 937 ditetapkan, jika testamen olosgrafis ini diserahkan kepada Notaris dengan cara tersebut pada suatu sampul bersegel, maka Notaris tidaklah berhak membuka segel tersebut. Jadi segel tersebut boleh dibuka setelah si peninggal warisan wafat, dengan cara menyerahkannya kepada Balai Harta Peninggalan (weeskamer) untuk dibuka dan diselesaikan sebagaimana dengan testamen rahasia (Pasal 942 KUH Perdata), yakni dengan membuat proses verbal atas pembukaan ini dan atas keadaan testamen yang diketemukan, selanjutnya testamen tersebut harus diserahkan kembali kepada notaris. Testamen umumdiatur pada Pasal 938 KUH Perdata menetapkan testamen umum wajib dibuat dihadapan Notaris dengan mengajukan dua orang saksi. selanjutnya orang yang meninggalkan warisan mengutarakan keinginannya kepada Notaris dengan secukupnya maka Notaris wajib mencatat keterangan keterangan ini dalam kalimat kalimat yang jelas. Hal itu tidak dapat dilakukan dengan perantara orang lain, baik anggota keluarganya maupun notaris yang bersangkutan. Dalam Pasal 939 Ayat 2 KUH Perdata menerangkan bahwa : Jika penuturan itu berlangsung diluar hadirnya saksi-saksi, dan rencana surat wasiat telah disiapkannya, makasebelum rencana dibacakannya, simewariskan harus sekali lagi menuturkan kehendaknya dihadapan saksisaksi Selanjutnya menurut Pasal 939 Ayat 3 KUH Perdata menerangkan bahwa: kemudian dengan dihadiri saksi-saksi, notaris harus membacakan surat tadi, setelah mana kepada si yang mewariskan harus ditanya, apakah benar yang dibacakan tadi memuat kehendaknya.

8 Dalam pembuatan testamen umum, terdapat beberapa orang yang tidak boleh menjadi saksi yaitu: 1. Para ahli waris atau orang-orang yang diberi hibah atau sanak saudara mereka sampai derajat keempat. 2. Anak-anak, cucu-cucu, dan anak-anak menantu,dan anak atau cucu Notaris. 3. Pelayan-pelayan Notaris. Testamen Rahasia yaitu surat wasiat yang ditulis sendiri atau orang lain yang disuruhnya untuk menulis kehendak terakhirnya. Kemudian ia harus menandatangani surat tersebut. Surat wasiat macam ini harus disampul dan disegel, kemudian diserahkan kepada notaris dengan dihadiri empat orang saksi. Penutupan dan penyegelan dapat juga dilakukan dihadapan notaris dan empat orang saksi. Selanjutnya pembuat wasiat harusmembuat keterangan dihadapan notaris dan saksi-saksi bahwa yang termuat dalam sampul itu adalah surat wasiatnya yang ia tulis sendiri atau ditulis orang lain dan ia menandatangani. Kemudian notaris membuat keterangan yang isinya membenarkan keterangan tersebut. Pasal 940 Ayat 4 KUH Perdata menetapkan bahwa: Tiap-tiap surat wasiat tertutup atau menerimanya, diantaranya surat-surat asli yang ada padanya. Pasal 941 Ayat 1 KUH Perdata menjelaskan bahwa: Jika si yang mewariskan tidak dapat bicara, namun dapat juga menulis, maka dalam hal yang demikianpun bolehlah ia membuat surat wasiat tertutup, asl surat tersebut ditulis, ditanggali dan ditandatangani olehnya sendiri, surat tadi kemudian harus ditunjukkan kepada notaris dihadapan saksi-saksi, setelah itu dihadapan saksi-saksi tersebut, diatas skta pengalamatan surat harus ditulis dan ditandatangani pula, bahwa kertas yang ditunjukkannya memuat wasiatnya,akhirnya notaris harus menulis akta pengalamatan surat wasiat tadi dengan menerangkan didalamnya, bahwa si yang mewariskan telah menulis surat itu didepannya dan didepan saksi-saksi,pun harus diperhatikan juga, apa yang telah ditentukan dalam pasal yang lalu. Jika si penghibah wasiat meninggal dunia, maka yang berkewajiban memberitahukan kepada mereka yang berkepentingan adalah Notaris, hal ini berdasarkan Pasal 943 KUH Perdata menjelaskan bahwa: Tiap-tiap notaris yang menyimpan surat-surat wasiat diantara surat-surat aslinya, biar dalam bentuk apapun juga, harus setelahsi yang mewariskan meninggal dunia, memberitahukannya kepada semua yang berkepentingan. 4. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Anak angkat mempunyai kedudukan sebagai anak sendiri (kandung) dari orang tua angkatnya sebagaimana anak yang lahir dari perkawinan orang tua angkatnya. Demikian juga anak angkat menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya tetapi anak angkat tersebut hanya menjadi ahli waris dari bagian yang tidak diwasiatkan. Karena ketentuan ini, maka anak angkat tidak mempunyai bagian yang ditentukan. 2. Hak mewaris anak angkat tidak diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, namun demikian khusus bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa, kedudukan anak angkat adalah sama dengan anak sah. Untuk itu ia berhak mewaris harta warisan orang tua angkatnya menurut Undang-undang atau mewaris berdasarkan hukum waris Testamentair apabila ia mendapatkan testament (Hibah Wasiat). B. Saran Adapun saran-saran yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut : 1. Staatsblad 1917 nomor 129 tentang pengangkatan anak sudah tidak sesuai dengan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Karena itu Undang- Undang dan Peraturan-peraturan Pemerintah yang mengatur pengangkatan anak sangat dibutuhkan agar tidak adanya perbedaan dalam pengangkatan anak, baik bagi Warga Negara Indonesia Keturunan maupun Warga Negara Indonesia Asli, serta bagi anak yang diangkat tidak hanya pada anak laki-laki saja, tetapi juga bagi anak perempuan. Dan juga diperlukan adanya Undang-undang nasional tentang hukum waris sehingga adanya kesamaan

9 dalam pembagian hak waris baik bagi anak sah maupun anak angkat yang dapat dijadikan pedoman dalam penyelesaian sengketa waris. 2. Supaya masyarakat yang mampu secara sosial dan ekonomi, serta mampu mengemban amanah untuk tergerak hatinya membantu anak-anak yang miskin, terlantar dan kurang mampu yang sangat membutuhkan bantuan, kasih sayang dan belas kasihan dengan jalan mengangkat anak. DAFTAR PUSTAKA Djaja S. Meliala Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia. Bandung. Tarsito. Eman Suparman Hukum Waris Indonesia-Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW. Bandung. Refika Aditama. Subekti, S.H Ringkasan Tentang Hukum Keluarga dan Hukum Waris.. Jakarta. Intermasa. Peraturan Perundang Undangan : - Kitab Undang-Undang Hukum perdata - Staatblad 1917 Nomor Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan - Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. - Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak

10

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

Hukum HibahWasiat Terhadap Anak Angkat menurut Hukum Perdata

Hukum HibahWasiat Terhadap Anak Angkat menurut Hukum Perdata J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 109 Hukum HibahWasiat Terhadap Anak Angkat menurut Hukum Perdata Enik Isnaini *) *) Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRACT It s

Lebih terperinci

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata BAB IV PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata A. Kewarisan dalam KUHPerdata Dalam KUHPerdata Hukum kewarisan diatur dalam Buku II KUHPerdata. Jumlah pasal yang mengatur hukum waris sebanyak

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D 101 09 645 ABSTRAK Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam bidang hukum

Lebih terperinci

KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA. ( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur )

KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA. ( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur ) KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA. ( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur ) Usulan Penelitian Untuk Tesis S2 Program Studi Magister Kenotariatan

Lebih terperinci

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

HUKUM WARIS PERDATA BARAT HUKUM WARIS PERDATA BARAT I. PENGERTIAN HUKUM WARIS Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur

Lebih terperinci

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Disusun Oleh: Dimas Candra Eka 135010100111036(02) Hariz Muhammad 135010101111182(06) Nyoman Kurniadi 135010107111063 (07) Edwin Setyadi K. 135010107111071(08) Dewangga

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS A. PENGERTIAN HUKUM WARIS Pengertian waris timbul karena adanya peristiwa kematian. Peristiwa kematian ini, terjadi pada seseorang anggota keluarga, misalnya ayah,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA A. Hukum kewarisan perdata Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek yang sering disebut BW adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan

Lebih terperinci

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata BAB V KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata Dalam pembahasan bab ini merupakan ulasan mengenai titik singgung antara pembagian kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. KEDUDUKAN HUKUM HAK WARIS ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh: Regynald Pudihang 2

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. KEDUDUKAN HUKUM HAK WARIS ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh: Regynald Pudihang 2 KEDUDUKAN HUKUM HAK WARIS ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh: Regynald Pudihang 2 ABSTRAK Pengangkatan anak (adopsi) bukan merupakan hal yang baru di Indonesia karena hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017. TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017. TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2 TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penggolongan pembagian harta warisan

Lebih terperinci

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA 25 BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA A. Hukum Waris di Indonesia Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari hukum Perdata secara keseluruhan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PEMBAGIAN WARISAN BERDASARKAN WASIAT BAGI ANAK ANGKAT DITINJAU DALAM HUKUM PERDATA

NASKAH PUBLIKASI PEMBAGIAN WARISAN BERDASARKAN WASIAT BAGI ANAK ANGKAT DITINJAU DALAM HUKUM PERDATA NASKAH PUBLIKASI PEMBAGIAN WARISAN BERDASARKAN WASIAT BAGI ANAK ANGKAT DITINJAU DALAM HUKUM PERDATA Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Syarat-Syarat guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA USWATUN HASANAH / D 101 10 062 Pembimbing: I. ABRAHAM KEKKA, S.H, M.H., II. MARINI CITRA DEWI, S.H, M.H., ABSTRAK Menurut pasal 832 KUH

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA A. Pengertian Wasiat Sehubungan dengan pewaris, yang penting dipersoalkan ialah perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila ia meninggal dunia.

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) Oleh : Indah Sari, SH, M.Si 1 (Indah.alrif@gmail.com) ----------------------------------- Abstrak: Hukum

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 PELAKSANAAN SURAT WASIAT BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DALAM PRAKTEK KENOTARIATAN 1 Oleh: Karini Rivayanti Medellu 2 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Telly Sumbu, SH, MH Meiske T. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia selain sebagai individu juga sebagai makhluk sosial, dimana dalam memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai saat ia akan

Lebih terperinci

menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari

menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup menyendiri atau terpisah dari kelompok manusia lainnya. Menurut

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Pembicara : 1. Betric Banjarnahor (2012) : 2. Dian Prawiro Napitupulu (2013) Pemateri : 1. Tioneni Sigiro (2014). 2. Waristo Ritonga (2014) Moderator

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 KEDUDUKAN ANAK AKIBAT BATALNYA PERKAWINAN KARENA HUBUNGAN DARAH MENURUT HUKUM POSITIF 1 Oleh: Afrince A. Fure 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Fakultas Hukum Oleh: MONA

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan.

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan. BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA A. Sekilas KUHPerdata Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan

Lebih terperinci

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP PEMBAGIAN WARISAN

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP PEMBAGIAN WARISAN HAK ANAK ANGKAT TERHADAP PEMBAGIAN WARISAN Oleh : Putu Novita Darmayanti I Made Dedy Priyanto Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT The presence of a child can be the glue husband-wife

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang meninggal dunia maka hak dan kewajibannya demi hukum akan beralih kepada ahli warisnya. Hak dan kewajiban yang dapat beralih adalah hak dan kewajiban

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaturan masalah waris di Indonesia bersifat pluralisme. Sehingga praturan hukum waris yang masih berlaku saat ini di Indonesia adalah menurut Hukum Adat,

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. HAK ANAK ANGKAT ATAS WARISAN MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh: Legi Riska Ivon 2

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. HAK ANAK ANGKAT ATAS WARISAN MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh: Legi Riska Ivon 2 HAK ANAK ANGKAT ATAS WARISAN MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh: Legi Riska Ivon 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana anak angkat menurut Peraturan Perundang-undangan dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA Oleh : Ni Wayan Manik Prayustini I Ketut Rai Setiabudhi Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Adopted

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2 KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan ahli waris menurut KUH

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW

TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW 15 TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Padangsidimpuan Abstract Based on the constitution, basically everyone has

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Setiap pasangan (suami-istri) yang telah menikah, pasti berkeinginan untuk mempunyai anak. Keinginan tersebut merupakan naluri manusiawi dan sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses hidup manusia secara kodrati berakhir dengan suatu kematian yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan menimbulkan akibat hukum

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta beserta isinya yang meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA Dalam peradilan atau dalam hukum Indonesia juga terdapat hukum waris adat. Selama ini, khususnya sebelum munculnya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Warisan dapat diartikan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari masyarakat

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI A N A K Dalam Hukum Keluarga, ada beberapa macam penyebutan anak, yaitu : Anak Sah Anak Luar Kawin Anak Angkat (BW : Anak Adopsi) FH UNRI 2 ANAK SAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Waris Hukum waris menurut para sarjana pada pokoknya adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA. A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata

BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA. A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata 19 BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata Sejak diundangkannya Staatblad. 1917 Nomor 129 tanggal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang penting yaitu pada waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, dan waktu ia meninggal dunia (Ali Afandi,

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM MEMBUAT DUA SURAT WASIAT PADA DUA NOTARIS YANG BERBEDA

AKIBAT HUKUM MEMBUAT DUA SURAT WASIAT PADA DUA NOTARIS YANG BERBEDA AKIBAT HUKUM MEMBUAT DUA SURAT WASIAT PADA DUA NOTARIS YANG BERBEDA Oleh : I Gede Angga Permana I Ketut Sudantra Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT This writing entitled

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1 Tinjauan tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) adalah ketentuan hukum perdata yang berlaku di Indonesia.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS, SH.MH 1 Abstrak : Sistem Ahli Waris Pengganti menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjadi apabila seorang ahli waris terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.

BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris. 20 BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN A. Perolehan Harta Waris Menurut BW Pewarisan berdasarkan undang-undang adalah suatu bentuk pewarisan dimana hubungan darah

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberi Wasiat 1. Pemberi Wasiat Menurut KUHPerdata Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun hak-hak yang

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI A. Kedudukan Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling) Pasal 841 KUH Perdata Dengan Pasal 185 KHI Hukum

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI

BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI C. Tinjauan Umum Mengenai Wasiat. 6. Pengertian Wasiat Wasiat atau testament

Lebih terperinci

PASAL-PASAL DALAM UNDANG-UNDANG YANG AKTA-AKTANYA HARUS DIBUAT DALAM AKTA NOTARIIL. A. Yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)

PASAL-PASAL DALAM UNDANG-UNDANG YANG AKTA-AKTANYA HARUS DIBUAT DALAM AKTA NOTARIIL. A. Yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) PASAL-PASAL DALAM UNDANG-UNDANG YANG AKTA-AKTANYA HARUS DIBUAT DALAM AKTA NOTARIIL A. Yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Buku I tentang Orang: 1. Pasal 70 pencegahan perkawinan

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT. demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat

BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT. demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT A. Dasar Hukum Wasiat Wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM Hak Anak Angkat terhadap Peninggalan Orang Tua Angkat Menurut Hukum Islam Kanun Jurnal Ilmu Hukum Susiana No. 55, Th. XIII (Desember, 2011), pp. 139-148. HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Hukum Perdata Oleh KELOMPOK I Dosen Pembimbing : AFRILIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu 8 B AB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Wasiat Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu akta yang berisi pernyataan seseorang tentang apa yang akan terjadi setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh

Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh mengikatkan diri dalam perkawinan dan untuk membuat perjanjian kawin mereka wajib didampingi oleh orang-orang yang wajib memberikan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

PEWARISAN DAN AHLI WARIS PENGGANTI BIJ PLAATSVERVULLING

PEWARISAN DAN AHLI WARIS PENGGANTI BIJ PLAATSVERVULLING PEWARISAN DAN AHLI WARIS PENGGANTI BIJ PLAATSVERVULLING Oktavia Milayani STIP Bunga Bangsa Palangkaraya Jalan Pangeran Samudra III No. 7 Palangkaraya Email: oktavia.milayani09@gmail.com Abstract The law

Lebih terperinci

BAB II. Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum Kewarisan Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum BW

BAB II. Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum Kewarisan Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum BW BAB II Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum Kewarisan 2.1. Pengaturan Tentang Penolakan Waris Dalam Hukum BW Pewarisan menurut hukum perdata diatur di dalam BW, Antara lain; 1. Pewarisan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan pada bab sebelumnya, maka. dapat disimpulkan bahwa:

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan pada bab sebelumnya, maka. dapat disimpulkan bahwa: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan-penjelasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Hambatan dalam pelaksanaan peralihan hak berdasarkan hibah wasiat di Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA

SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA Oleh : Ni Made Ayu Ananda Dwi Satyawati Suatra Putrawan Bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna. Salah satu buktinya bahwa manusia diberikan cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH A. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam pengelolaan bidang pertanahan di Indonesia, terutama dalam kegiatan pendaftaran tanah, Pejabat Pembuat

Lebih terperinci