BAB II PENGATURAN HIBAH DAN HIBAH WASIAT DALAM PEWARISAN MENURUT KUHPERDATA. A. Ketentuan Umum Pewarisan Menurut KUHPerdata

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENGATURAN HIBAH DAN HIBAH WASIAT DALAM PEWARISAN MENURUT KUHPERDATA. A. Ketentuan Umum Pewarisan Menurut KUHPerdata"

Transkripsi

1 BAB II PENGATURAN HIBAH DAN HIBAH WASIAT DALAM PEWARISAN MENURUT KUHPERDATA A. Ketentuan Umum Pewarisan Menurut KUHPerdata 1. Pengertian Hukum Waris Definisi hukum waris atau pewarisan sangat banyak ditemui dalam buku-buku tentang waris, pewarisan, hibah, dan lain sebagainya. Keanekaragaman definisi tersebut berbeda-beda tergantung pada perspektif kalangan yang membuat definisi. Adapun beberapa definisi tentang hukum waris yang dikemukakan oleh para ahli hukum antara lain : a. Wirjono Projodikoro menggunakan istilah warisan dan mengartikannya menjadi soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak dan kewajiban tentang harta kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang yang masih hidup. 50 b. Hazairin menggunakan istilah hukum kewarisan, yang artinya peraturan yang mengatur tentang apakah dan bagaimanakah berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. 51 c. Soepomo menggunakan istilah hukum waris yaitu hukum yang memuat peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang harta benda dan barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya. Proses itu telah mulai pada waktu orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi akut disebabkan oleh orang tua meninggal dunia. Memang meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses itu, tetapi sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan pengoperan harta benda dan harta bukan benda tersebut. 52 d. Menurut H.M. Idris Ramulyo, hukum waris ialah himpunan aturanaturan hukum yang mengatur tentang siapa ahli waris atau badan 50 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, (Bandung : IS Gravennage Vorkink van Hove, 1962), hal Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Quran dan Hadits, Cet. Kelima, (Jakarta : Tintamas, 1983), hal Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat, (Jakarta : Universitas, 1999), hal

2 26 hukum mana yang berhak mewaris harta peninggalan, bagaimana kedudukan masing-masing ahli waris serta berapa perolehan masingmasing secara adil dan sempurna. 53 e. Menurut R. Santoso Pudjosubroto, hukum warisan adalah hukum yang mengatur apakah dan bagaimanakah hak-hak dan kewajibankewajiban tentang harta benda seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. 54 f. Menurut R. Abdul Djamali, hukum waris adalah ketentuan hukum yang mengatur tentang nasib kekayaan seseorang setelah meninggal dunia. 55 g. Menurut B. Ter Haar Bzn., hukum waris adalah aturan-aturan yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan perolehan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi. 56 h. Menurut A. Pitlo, hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini dari orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga. 57 i. Menurut Gregor van der Burght, hukum waris adalah himpunan aturan yang mengatur akibat-akibat hukum harta kekayaan pada kematian, peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan orang yang meninggal dunia, dan akibat-akibat hukum yang ditimbulkan peralihan ini bagi para penerimanya, baik dalam hubungan dan perimbangan di antara mereka satu dengan yang lain maupun dengan pihak ketiga. 58 j. Menurut Wahyo Darmabrata, hukum waris adalah peraturan yang mengatur akibat hukum kematian atau meninggalnya seseorang terhadap harta kekayaan yang ditinggalkan. Dengan kata lain, hukum waris diartikan semua kaidah hukum yang mengatur peralihan harta kekayaan orang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Selain mengatur mengenai nasib harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris, hukum waris juga mengatur siapa di antara para anggota keluarga pewaris yang berhak untuk mewaris M. Idris Ramulyo, Op.cit., hal R. Santoso Pudjosubroto, Masalah Hukum Sehari-hari, (Yogyakarta : Hien Hoo Sing, 1964), hal R. Abdul Djamali, Hukum Islam, (Bandung : Mandar Madju, 2002), hal K.N.G. Soebakti Poesponoto, Asas dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1960), hal A. Pitlo, Op.cit., hal Gregor van der Burght, Hukum Waris Buku Kesatu, diterjemahkan oleh F. Tengker, Cet. Kesatu, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995), hal Wahyono Darmabrata, Hukum Perdata Asas-asas Hukum Waris, (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hal. 3.

3 27 Meskipun pengertian hukum waris atau pewarisan beranekaragam dan diambil dari perspektif yang berbeda-beda, namun definisi-definisi tersebut tetap memiliki kesamaan. Kesamaan ini dirangkum menjadi unsur pengertian hukum waris atau pewarisan sehingga dapat dikatakan hukum waris atau pewarisan mengandung beberapa unsur yaitu sebagai berikut : a. Adanya seorang peninggal warisan (erf later) pada saat wafat meninggalkan kekayaan. Unsur ini menimbulkan persoalan yaitu bagaimana dan sampai di mana hubungan seorang peninggal warisan dengan kekayaannya yang dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan di mana si peninggal warisan berada. b. Adanya seorang atau beberapa ahli waris (erf genaam) yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan itu. Unsur ini menimbulkan persoalan bagaimana dan sampai di mana harus ada tali kekeluargaan antara peninggal warisan dan ahli waris agar kekayaan si peninggal warisan beralih kepada ahli waris. c. Adanya harta warisan (halaten schap) yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan beralih kepada ahli waris itu. Unsur ini menimbulkan persoalan yaitu bagaimana dan sampai mana wujud kekayaan yang beralih itu dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan, di mana si peninggal warisan dan ahli waris bersamasama berada Penempatan Pengaturan Hukum Waris dan Hukum Harta Kekayaan Dalam KUHPerdata Hukum waris dan hukum harta kekayaan sendiri sebenarnya merupakan bagian yang tidak terlepas dari hukum perdata. 61 Sistematika hukum perdata dibagi menjadi dua macam yaitu sistematika hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum (doktrin) dan sistematika hukum perdata yang terdapat dalam KUHPerdata Maman Suparman, Hukum Waris Perdata, (Jakarta : Sinar Grafika, 2015), hal Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Hukum Harta Kekayaan Menurut Sistematika KUHPerdata dan Perkembangannya, (Bandung : Refika Aditama, 2012), hal Ibid., hal. 3.

4 28 Sistematika hukum perdata menurut ilmu pengetahuan (doktrin) mengelompokkan seluruh ketentuan hukum perdata ke dalam empat bidang atau subsistem yaitu : a. Bidang Hukum Orang Pengelompokkan ini menunjukkan manusia sebagai subjek hukum harus mempunyai ciri khas atau identitas diri, seperti nama, domisili, kewenangan hukum, kecakapan bertindak dalam hukum, pencatatan peristiwa hukum sehubungan dengan hak perorangan. b. Bidang Hukum Keluarga Dalam bidang ini, diatur mengenai hukum perkawinan, akibat perkawinan, hubungan hukum antara suami istri serta keturunan, dan lain sebagainya. c. Bidang Hukum Harta Kekayaan Bidang ini mengatur objek dari harta kekayaan itu, hubungan manusia dengan benda yang melahirkan hak-hak kebendaan, serta hubungan hukum pribadi lainnya dengan perantaraan benda. d. Bidang Hukum Waris Hukum waris mengatur tentang bagaimana pengalihan dari harta kekayaan yang ditinggalkan tersebut, siapa yang berhak menerimanya dan bagaimana cara peralihannya. 63 Pengelompokkan hukum perdata di atas didasarkan pada siklus kehidupan manusia yang harus dilindungi. Siklus ini dimulai sejak seorang manusia dilahirkan diperlukan hukum atau norma tentang ketentuan orang sebagai subjek hukum. Manusia kemudian akan membentuk keluarga sesuai kodratnya dan tidak terlepas dari harta kekayaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga diperlukan aturan/petunjuk hidup yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bertingkah laku dalam membentuk keluarga dan mengatur harta kekayaannya. Selanjutnya, ketika manusia sebagai subjek hukum meninggal dunia yang akan menimbulkan masalah tentang 63 Ibid., hal. 4.

5 29 harta kekayaan yang dimilikinya atau ditinggalkannya sehingga diperlukan hukum atau norma tentang ketentuan hukum waris. Adapun sistematika hukum perdata menurut KUHPerdata juga disusun dalam empat kelompok atau pembidangan yang disebut buku dan masing-masing dibagi dalam beberapa bab, dan kemudian bab tersebut terdiri dari beberapa bagian dan bagian terdiri dari pasal, serta pasal tersebut berkemungkinan terdiri dari beberapa ayat, antara lain : a. Buku Pertama mengatur tentang Orang; b. Buku Kedua mengatur tentang Benda; c. Buku Ketiga mengatur tentang Perikatan/Perutangan; d. Buku Keempat mengatur tentang Pembuktian dan Daluarsa. 64 Jika pembagian atau sistematika dari KUHPerdata dibandingkan dengan sistematika hukum perdata menurut ilmu pengetahuan (doktrin), maka sebenarnya sistematika KUHPerdata tersebut sudah memuat pembagian hukum perdata menurut ilmu pengetahuan. Hukum tentang orang dan keluarga sama-sama diatur dalam Buku Pertama (Orang), hukum waris, diatur dalam Buku Kedua (Benda), dan Hukum harta kekayaan terperinci dalam Buku Kedua (Benda) dan Buku Ketiga (Perikatan). 65 Pengaturan hukum waris dalam Buku Kedua KUHPerdata yakni Bab XII sampai dengan Bab XVIII dengan rincian sebagai berikut : a. Bab XII tentang pewarisan karena kematian; b. Bab XIII tentang surat wasiat; 64 Ibid., hal Ibid.

6 30 c. Bab XIV tentang pelaksana wasiat dan pengurusan harta peninggalan; d. Bab XV tentang hak memikir dan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan; e. Bab XVI tentang menerima atau menolak suatu warisan; f. Bab XVII tentang pemisahan harta peninggalan; dan g. Bab XVIII tentang harta peninggalan yang tidak terurus. 66 Penempatan hukum waris dalam Buku Kedua KUHPerdata seperti terurai di atas masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan ahli hukum, karena masalah pewarisan tidak hanya mencakup hukum benda saja, melainkan juga menyangkut aspek hukum lainnya, misalnya hukum perorangan dan kekeluargaan. 67 Namun menurut pembuat Undang-undang, hukum waris merupakan hak kebendaan yaitu hak kebendaan atas boedel dari orang yang meninggal dunia sehingga harus diatur dalam Buku Kedua yang mengatur tentang benda itu sendiri, dan hak-hak atas benda. 68 Pendapat tersebut juga diperkuat dengan Pasal 528 KUHPerdata yang berbunyi Atas suatu hak kebendaan, seorang dapat mempunyai, baik suatu kedudukan berkuasa, baik hak milik, baik hak waris, baik hak pakai hasil, baik hak pengabdian tanah, baik hak gadai atau hipotik 69 dan Pasal 584 KUHPerdata yang berbunyi : Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluarsa, karena pewarisan, baik menurut Undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dank arena penunjukkan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa 66 F.X. Suhardana, Hukum Perdata I Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1996), hal Surani Ahlan Syarif, Op.cit., hal Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Loc.cit. 69 Pasal 528 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

7 31 perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu. 70 Terkait dengan penempatan hukum harta kekayaan dalam Buku Kedua (Benda) dan Buku Ketiga (Perikatan), pembuat Undang-undang berpendapat bahwa hukum benda dan hukum perikatan merupakan pembentuk dari hukum harta kekayaan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hukum harta kekayaan selain memuat aturan atau ketentuan tentang kebendaan, juga memuat aturan atau ketentuan tentang hubungan hukum yang bersifat kebendaan, seperti perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, dan lain sebagainya Ruang Lingkup Harta Kekayaan Dalam Warisan Pada dasarnya, hukum waris sangat erat kaitannya dengan hukum harta kekayaan. Hal ini karena hukum waris mengatur tentang proses perpindahan harta kekayaan dari orang meninggal dunia (pewaris) kepada para ahli warisnya. Ruang lingkup harta kekayaan (vermogen) yang dapat dialihkan meliputi seluruh harta benda beserta hak dan kewajiban pewaris dalam lapangan hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. 72 Adapun hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan meskipun mempunyai nilai uang, namun tidak dapat beralih kepada ahli waris, antara lain : 2008), hal Pasal 548 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 71 Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Op.cit., hal H. Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika,

8 32 a. Hubungan kerja atau hak dan kewajiban dalam bidang hukum kekayaan yang sifatnya sangat pribadi, mengandung prestasi yang kaitannya sangat erat dengan pewaris, misalnya pelukis yang berjanji untuk membuat lukisan potret seseorang (Pasal 1601 KUHPerdata); b. Keanggotaan dalam suatu perseroan (Pasal 1646 ayat 4 KUHPerdata), sehingga perseroan akan berakhir kalau seorang persero meninggal atau di bawah pengampuan; c. Lastgeving (Pasal 1813 KUHPerdata), pemberian kuasa berakhir dengan meninggalnya si pemberi kuasa maupun si penerima kuasa; d. Hak untuk menikmati hasil orang tua/wali atas kekayaan anak yang di bawah kekuasaan orang tua atau di bawah perwalian, berakhir dengan meninggalnya si anak (Pasal 314 KUHPerdata); e. Hak pakai hasil (vruchtgebruik) berakhir dengan meninggalnya orang yang memiliki hak tersebut (Pasal 807 KUHPerdata); dan f. Hak bunga cagak hidup (lijfrente) berakhir dengan meninggalnya orang yang memiliki hak tersebut (Pasal 1776 jo. Pasal 1779 KUHPerdata). 73 Selain dalam lapangan hukum harta kekayaan, hak dan kewajiban dalam lapangan hukum keluarga juga ada yang dapat diwariskan kepada ahli waris antara lain : a. Hak suami untuk menyangkal keabsahan anak dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya (Pasal 257 jo. Pasal 252 jo. Pasal 259 KUHPerdata); dan b. Hak untuk menuntut keabsahan anak dapat pula dilanjutkan oleh ahli warisnya, kalau tuntutan tersebut sudah diajukan oleh anak yang menuntut keabsahan, yang sementara perkaranya berlangsung telah meninggal dunia (Pasal 269 KUHPerdata, Pasal 270 KUHPerdata, dan Pasal 271 KUHPerdata). 74 Hak mengingkari keabsahan anak dan hak menuntut keabsahan anak itu tidak hilang dengan sendirinya meskipun si bapak atau si anak meninggal dunia. Artinya kedua hak tersebut dapat diwariskan oleh ahli waris baik dalam kondisi kedua hak tersebut belum digunakan maupun yang sudah 73 Wahyono Darmabrata, Loc.cit. 74 Ibid.

9 33 digunakan namun belum selesai diputus. Terkait dengan hak mengingkari anak, adapun pembatasan waktu yang harus dipatuhi yaitu hak si bapak dari anak yang akan diingkari keabsahannya harus digunakan dalam jangka waktu satu bulan (kalau ia berada di tempat anak tersebut dilahirkan) dan 2 bulan sesudah ia kembali (kalau ia tidak berada di tempat pada waktu anak tersebut dilahirkan) atau sejak diketahui olehnya kalau kelahiran anak tersebut dirahasiakan Syarat dan Prinsip Umum Pewarisan Sebagai salah satu cara memperoleh hak kebendaan, suatu peralihan dikatakan pewarisan apabila memenuhi syarat-syarat umum sebagai berikut: a. Pewarisan hanya terjadi karena kematian (Pasal 830 KUHPerdata), yang dimaksud kematian di sini adalah kematian alamiah dan wajar (natuurlijke dood), bukan kematian perdata (burgelijke dood) sebagaimana diatur dalam Pasal 718 Code Civil dan tidak dikenal dalam hukum positif di Indonesia. Jika seseorang disangka meninggal dunia, maka harta bendanya akan berpindah kepada orang-orang yang disangka akan menjadi ahli warisnya sepanjang pemindahan itu bersifat sementara dan dengan syarat. Oleh karena itu, jika suatu ketika orang yang disangka meninggal dunia itu masih hidup maka harta bendanya menjadi miliknya lagi dan berhak menuntutnya dari orang-orang yang diduga sebagai ahli warisnya. 76 b. Ahli waris harus ada atau hidup pada waktu warisan terbuka (Pasal 836 KUHPerdata). Namun pada Pasal 2 KUHPerdata menyebutkan bahwa : Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. 77 Dari pasal ini, dapat disimpulkan bahwa Pasal 2 KUHPerdata adalah pengecualian dari Pasal 836 KUHPerdata. Terkait kedudukan bayi dalam kandungan, Pasal 2 ayat 2 KUHPerdata dengan jelas mengatur bahwa bayi dalam kandungan ibu dianggap sebagai subjek hukum dengan syarat telah dibenihkan, lahir 75 J. Satrio, Hukum Waris, (Bandung : Alumni, 1992), hal R. Soetojo Prawirohamidjojo, Op.cit., hal Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

10 34 dalam keadaan hidup, dan ada kepentingan yang menghendakinya (warisan). 78 Terkadang dalam hal pewarisan timbul suatu keadaan di mana tidak dapat diketahui siapakah yang mati terlebih dahulu antara pewaris dan ahli waris karena mereka meninggal dunia dalam keadaan dan waktu yang sama. Oleh karena itu, digunakan ketentuan dalam Pasal 831 KUHPerdata yang berbunyi : Jika beberapa orang, di mana yang satu dipanggil sebagai ahli waris dari yang lain, meninggal dunia dalam kecelakaan yang sama, atau pada hari yang sama tanpa diketahui mana yang meninggal lebih dahulu, maka diadakan dugaan bahwa mereka meninggal pada saat yang sama, sehingga tidak ada peralihan harta peninggalan dari yang satu kepada yang lain. 79 Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa pewaris dan ahli waris yang samasama meninggal dunia dalam waktu dan keadaan yang sama tidak saling mewarisi satu sama lain. Jika ada bantahan bahwa pewaris dan ahli waris meninggal tidak pada saat yang sama, maka bantahan itu harus dibuktikan karena perbedaan waktu meninggal walaupun satu detik saja dianggap tidak meninggal bersama-sama. 80 Dalam hukum waris, setelah seseorang meninggal dunia, maka pada saat itu juga segala hak dan kewajibannya beralih dengan sendirinya kepada para ahli warisnya. Hal tersebut secara jelas diatur dalam Pasal 833 ayat 1 KUHPerdata dan disebut dengan prinsip saisine yang berasal dari bahasa Perancis yakni le mort saisit le vif, artinya yang mati dianggap digantikan 78 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Op.cit., hal Pasal 831 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 80 Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2014), hal. 5.

11 35 oleh yang masih hidup. 81 Hak dan kewajiban berupa keuntungan dan utang yang diperoleh secara mewaris disebut dengan titel umum (algemene titel) sehingga tidak perlu dengan penyerahan atau levering. 82 Selain prinsip saisine, hukum waris juga mengenal prinsip hereditatis petitio yang artinya hak menuntut bagian dari harta warisan (Pasal 834 KUHPerdata). Dengan adanya prinsip ini, maka setiap ahli waris berhak menuntut setiap barang atau uang yang termasuk harta peninggalan untuk diserahkan kepadanya apabila harta peninggalan itu dikuasai oleh orang lain. Prinsip hereditatis petitio ini menjadi gugur karena daluarsa dengan tenggang waktu selama 30 (tiga puluh) tahun (Pasal 835 KUHPerdata). 83 Hukum waris KUHPerdata menganut sistem pembagian waris berdasarkan individual. Oleh karena itu, harta warisan dibagikan berdasarkan jumlah ahli waris dengan menganut asas persamaan yang berarti bagian lakilaki dan perempuan adalah sama. Adapun prinsip pembagian warisan yakni dalam Pasal 1066 KUHPerdata yang berisi : a. Tiada seorang pun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan menerima berlangsungnya harta peninggalan itu dalam keadaan tak terbagi; b. Pembagian harta benda ini selalu dituntut meskipun ada suatu perjanjian yang bertentangan dengan itu; c. Dapat diperjanjikan bahwa pembagian harta benda itu dipertangguhkan selama waktu tertentu; dan d. Perjanjian semacam ini hanya dapat berlaku selama lima tahun, tetapi dapat diadakan lagi jika tenggang lima tahun itu telah lalu R. Soetojo Prawirohamidjojo, Op.cit., hal Effendi Perangin, Op.cit., hal Pasal 835 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 84 Pasal 1066 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

12 36 Dengan pasal di atas, ketika pewaris meninggal dunia, segala harta miliknya akan langsung dibagi-bagikan kepada ahli waris. Jika hal tersebut tidak dilakukan, para ahli waris dapat menuntut agar harta peninggalan segera dibagikan, walaupun ada perjanjian yang bertentangan dengan itu. Dengan kesepakatan ahli waris, dimungkinkan juga penangguhan atau penahanan pembagian harta warisan, namun penangguhan atau penahanan tersebut tidak boleh lewat dari lima tahun, kecuali dalam keadaan luar biasa Jenis-jenis Pewarisan sebagai berikut : Berdasarkan KUHPerdata, dikenal dua macam pewarisan yaitu a. Pewarisan secara ab-intestato yakni pewarisan dilakukan menurut ketentuan Undang-undang di mana hubungan darah merupakan faktor penentu dalam hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris. b. Pewarisan secara testamentair yakni pewarisan terjadi karena ditunjuk atau ditetapkan dalam suatu surat wasiat atau testament yang ditinggalkan oleh pewaris. 86 Pewarisan secara ab-intestato sepenuhnya mengikuti ketentuan dalam KUHPerdata dan digunakan apabila pewaris tidak membuat ketentuan lain dalam surat wasiat. Lain halnya jika pewaris membuat wasiat, maka wasiat lebih diutamakan sehingga terjadilah pewarisan secara testamentair. Hal ini tercantum secara jelas pengaturannya dalam Pasal 874 KUHPerdata yang menyatakan bahwa Seluruh harta kekayaan yang meninggalkan 85 N.M. Wahyu Kuncoro, Hukum Waris Permasalahan dan Solusinya, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2015), hal Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Op.cit., hal

13 37 seseorang pada saat kematiannya, menjadi hak kepunyaan para ahli warisnya menurut Undang-undang, sepanjang mengenai hal itu tidak diadakannya suatu ketetapan yang sah dengan surat wasiat. 87 Hal-hal yang termuat dalam surat wasiat dapat menyimpang dari ketentuan yang termuat dalam Undangundang, namun ada ahli waris tertentu yakni para ahli waris dalam garis lurus baik ke atas maupun ke bawah tidak dapat sama sekali dikecualikan. Mereka kemudian dijamin dengan adanya ketentuan Pasal 913 KUHPerdata yaitu ketentuan bagian mutlak atau legitime portie. Pewarisan secara ab-intestato sendiri terbagi menjadi dua macam yakni mewaris berdasarkan kedudukannya sendiri (uit eigen hoofde) dan mewaris berdasarkan penggantian (bij plaatsvervulling). Adapun istilah lain mewaris berdasarkan kedudukan sendiri (uit eigen hoofde) yaitu disebut juga mewaris secara langsung. 88 Pewarisan yang dimaksud menganut asas individual di mana mereka yang terpanggil untuk mewaris dikarenakan kedudukan atau haknya sendiri. Dasar hukum pewarisan berdasarkan kedudukan sendiri (uit eigen hoofde) terdapat pada Pasal 852 ayat 2 KUHPerdata yang berbunyi Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat ke satu dan masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri, mereka mewaris pancang demi pancang, jika sekalian mereka atau sekadar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti. 89 Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa orang yang mewaris dengan kedudukannya sendiri dalam susunan keluarga pewaris 87 Pasal 874 Kitab Undang-undang Hukum Perdata 88 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Op.cit., hal Pasal 852 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

14 38 mempunyai posisi yang memberikannya hak untuk mewaris. Hak yang dimaksud bukanlah hak menggantikan hak orang lain melainkan murni haknya sendiri sehingga tiap-tiap ahli waris tersebut yang mewaris kepala demi kepala menerima bagian yang sama besarnya. Adakalanya, ahli waris yang mewaris dengan kedudukannya sendiri (uit eigen hoofde) berhalangan untuk mewarisi harta peninggalan pewaris, baik dikarenakan tidak patut mewaris (Pasal 838 KUHPerdata) ataupun karena keinginannya sendiri menolak warisan (Pasal 1058 KUHPerdata). Terkait dengan kondisi tidak patut mewaris (onwaardig), maka keturunan yang sah dari ahli waris yang tidak patut mewaris itu yang menerima warisan. Hal ini didasarkan pada Pasal 840 KUHPerdata yang menyatakan : Apabila anak-anak dari seorang yang telah dinyatakan tak patut menjadi waris, atas diri sendiri mempunyai panggilan untuk menjadi waris, maka tidaklah mereka karena kesalahan orang tua tadi, dikecualikan dari pewarisan; namun orang tua itulah sama sekali tak berhak menuntut supaya diperbolehkan menikmati hasil barang-barang dari warisan, yang mana, menurut Undang-undang hak nikmat hasilnya diberikan orang tua atas barang-barang anaknya. 90 Terkait dengan pasal di atas, keturunan yang sah dari ahli waris yang tidak patut mewaris ini bukanlah menggantikan kedudukan orang tuanya karena orang tuanya masih hidup, melainkan mereka mewaris berdasarkan kedudukannya sendiri dan masing-masing dari mereka mendapatkan bagian yang sama besar. Hampir sama dengan kondisi tidak patut mewaris, ahli waris yang mewaris dengan kedudukannya sendiri (iut eigen hoofde) namun menolak 90 Pasal 840 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

15 39 warisan, maka keturunan dari mereka yang menolak warisan yang akan mendapatkan warisan. Dasar hukumnya ada pada ketentuan Pasal 1060 KUHPerdata yang menyatakan : Siapa yang telah menolak suatu warisan, tidak sekali-sekali dapat diwakili dengan cara pergantian; jika ia satu-satunya yang ahli waris dalam derajatnya, ataupun jika kesemua ahli waris menolak, maka sekalian anak-anak tampil ke muka atas dasar kedudukan mereka sendiri dan mewaris untuk bagian yang sama. 91 Dengan pasal tersebut, disimpulkan bahwa keturunan yang sah dari ahli waris yang menolak warisan ini bukanlah menggantikan kedudukan orang tuanya karena orang tuanya masih hidup, melainkan mereka mewaris berdasarkan kedudukannya sendiri dan masing-masing dari mereka mendapatkan bagian yang sama besar. Selain mewaris dengan kedudukannya sendiri (uit eigen hoofde), mewaris berdasarkan penggantian (bij plaatsvervulling) juga merupakan salah satu jenis pewarisan secara ab-intestato. Pengertian mewaris berdasarkan penggantian (bij plaatsvervulling) yakni pewarisan di mana ahli waris mewaris menggantikan ahli waris yang berhak menerima warisan yang telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris (Pasal 852 ayat 2 KUHPerdata). 92 Dalam KUHPerdata, mewaris karena penggantian lebih rinci diatur dalam Pasal 841 KUHPerdata sampai dengan Pasal 848 KUHPerdata. Mewaris dengan penggantian juga disebut dengan perwakilan atau vertegenwoordigen, dengan maksud untuk memperoleh pengertian yang tepat mengenai 91 Pasal 1060 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 92 Pasal 852 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

16 40 penggantian tempat. Namun, sebaiknya istilah perwakilan tidak digunakan karena keluarga sedarah yang jauh tidak mewakili yang meninggal terlebih dahulu serta tidak bertindak atas orang tersebut, melainkan hanya menggantikan tempatnya yang terbuka karena kematian. 93 Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pewarisan berdasarkan penggantian (bij plaatsvervulling) yaitu sebagai berikut : a. Ditinjau dari orang yang digantikan Dasar hukum Pasal 847 KUHPerdata yang berbunyi : Tiada seorang pun diperbolehkan bertindak untuk orang yang masih hidup selaku penggantinya. 94 b. Ditinjau dari orang yang menggantikan, maka haruslah : 1) Keturunan sah dari yang digantikan, termasuk keturunan sah dari anak luar kawin, namun anak luar kawin tidak berwenang untuk itu; dan 2) Memenuhi syarat untuk mewaris pada umumnya yaitu hidup pada saat warisan terbuka (Pasal 836 KUHPerdata, dengan pengecualian Pasal 2 ayat 2 KUHPerdata tentang bayi dalam kandungan), bukan orang yang dinyatakan tidak patut mewaris, serta tidak ditiadakan hak mewarisnya oleh pewaris dengan surat wasiat. 95 Dari syarat di atas, dapat disimpulkan bahwa orang yang digantikan harus meninggal terlebih dahulu dari pewaris karena tidak ada penggantian waris bagi orang yang masih hidup. Selain itu, orang yang menggantikan harus keturunan sah dari yang digantikan karena dalam pewarisan dengan penggantian (bij plaatsvervulling) lebih dipentingkan hubungan hukum antara pewaris dengan ahli waris. Jika ternyata orang yang digantikan tersebut tidak patut mewaris (onwaardig) atau menolak warisan (verwerpen), maka 93 Kelompok Belajar Esa, Hukum Waris Bagian I, Literatur Wajib Pada Jurusan Notariat Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Jakarta : Penerbit Esa, 1979), hal Pasal 847 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 95 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Op.cit., hal. 25.

17 41 keturunan dari orang yang tidak patut atau menolak warisan tersebut ini mendapat warisan bukan karena penggantian, melainkan berdasarkan kedudukannya sendiri (Pasal 840 KUHPerdata dan Pasal 1060 KUHPerdata). 96 Hal ini karena syarat utama atau prinsipal dari pewarisan dengan penggantian (bij plaatsvervulling) ini tidak terpenuhi yakni kedudukan ahli waris yang masih hidup tidak dapat digantikan oleh ahli warisnya. yaitu : Dalam KUHPerdata, juga dikenal tiga macam penggantian tempat, a. Pergantian tempat dalam garis lurus ke bawah. Berdasarkan Pasal 842 KUHPerdata, pergantian tempat ini berlangsung terus tanpa batas. Dalam segala hal pergantian ini diperbolehkan, baik bilamana ada beberapa anak pewaris yang mewaris bersama-sama dengan keturunan dari seorang anak yang telah meninggal terlebih dahulu, maupun dalam hal semua keturunan mereka mewaris secara bersama-sama, satu sama lain dalam pertalian keluarga yang berbeda-beda derajatnya. b. Pergantian tempat dalam garis menyamping. Berdasarkan Pasal 844 KUHPerdata, warisan harus dibagi antara semua keturunan saudara-saudara yang meninggal dunia terlebih dahulu itu, walaupun keturunan tersebut pada derajat yang tidak sama. c. Pergantian tempat dalam garis menyamping yang lebih jauh daripada saudara sekandung. Berdasarkan Pasal 845 KUHPerdata, pergantian tempat yang dimaksud hanya terbatas bagi keturunan dari saudara sekandung yang telah mendahului meninggal dari seorang yang mempunyai hubungan darah terdekat dengan orang yang meninggalkan warisan. 97 KUHPerdata memperbolehkan pergantian tempat dalam garis lurus ke bawah dan menyamping, namun tidak untuk garis lurus ke atas. Hal ini 96 Pasal 840 dan Pasal 1060 Kitab Undang-undang Hukum Perdata 97 Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, Op.cit., hal

18 42 dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 843 KUHPerdata yang berbunyi Tiada penggantian terhadap keluarga garis menyamping ke atas, keluarga sedarah ke atas mewaris kepala demi kepala. Keluarga terdekat dalam garis menyamping menutup semua keluarga dalam perderajatan lebih jauh. 98 Terkait dengan penggantian tempat anak luar kawin yang diakui, jika pewaris hanya meninggalkan anak luar kawin maka berdasarkan Pasal 873 ayat 1 KUHPerdata, anak luar kawin dapat menuntut seluruh harta warisan untuk diri sendiri dengan mengesampingkan Negara. 99 Selain pewarisan secara ab-intestato, pewarisan juga dapat terjadi secara wasiat atau testamentair. Suatu akta wasiat atau testamen berisi apa yang dikehendaki seseorang setelah meninggal dunia. Pada asasnya, suatu pernyataan kemauan adalah datang dari satu pihak saja (eenzigdig) dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya. Penarikan kembali itu (herrolpen) boleh secara tegas (uitdrukkelijk) atau secara diam-diam (stilzwijgend). 100 KUHPerdata secara jelas melarang dua orang atau lebih menyatakan kemauan terakhir dalam surat wasiat atau testamen yang sama. Hal ini terdapat pada Pasal 930 KUHPerdata yang berbunyi Dalam satusatunya akta, dua orang atau lebih tak diperbolehkan menyatakan wasiat mereka baik untuk mengaruniai seorang ketiga maupun atas dasar pernyataan bersama atau bertimbal balik Pasal 834 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 99 Pasal 873 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 100 R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta : Intermasa, 2005), hal Pasal 930 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

19 43 Adapun pewarisan berdasarkan wasiat diatur dalam beberapa pasal dalam KUHPerdata yaitu sebagai berikut : a. Menurut Pasal 875 KUHPerdata, wasiat adalah akta yang memuat kehendak terakhir setelah pewaris meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali. b. Menurut Pasal 888 KUHPerdata, dalam surat wasiat, syarat-syarat yang tidak dimengerti atau tidak mungkin dilaksanakan atau bertentangan dengan kesusilaan yang baik, dianggap sebagai tidak tertulis. c. Menurut Pasal 890 KUHPerdata, Jika di dalam testamen disebut sebab yang palsu, dan isi dari testamen itu menunjukkan bahwa pewaris tidak akan membuat ketentuan itu jika ia tahu akan kepalsuannya, maka testamen tidaklah sah. d. Menurut Pasal 893 KUHPerdata, suatu testamen adalah batal, jika dibuat secara paksa, tipu atau muslihat. e. Menurut Pasal 895 KUHPerdata, untuk dapat membuat atau menarik kembali surat wasiat, orang harus mempunyai kemampuan bernalar. f. Menurut Pasal 897 KUHPerdata, seseorang yang belum dewasa (belum genap delapan belas tahun) tidak diperbolehkan membuat surat wasiat. 102 Dari pasal-pasal di atas, dapat diketahui bahwa surat wasiat adalah kehendak terakhir dari pewaris dan harus dilaksanakan sebagai wujud hormat terhadap orang yang meninggal dunia. KUHPerdata tidak memberikan batasan usia maksimum seseorang yang dapat membuat surat wasiat. Yang diatur dalam KUHPerdata adalah batas usia minimum seseorang yang dapat membuat wasiat. Oleh karena itu, terkait dengan batas usia maksimum seseorang dapat membuat surat wasiat, disimpulkan tidak ada pembatasan usia maksimum karena selama orang tersebut berakal budi atau mempunyai kemampuan bernalar, maka ia dapat membuat surat wasiat. 102 Pasal 875, Pasal 888, Pasal 890, Pasal 893, Pasal 895, dan Pasal 897 Kitab Undangundang Hukum Perdata

20 44 Lazimnya, surat wasiat berisi mengenai ketetapan tentang harta peninggalan, namun tidak tertutup kemungkinan bahwa ada juga surat wasiat yang berisi tentang hal-hal yang tidak secara langsung berhubungan dengan harta peninggalan. Lebih rinci, surat wasiat dapat berisi hal-hal sebagai berikut : a. Pengangkatan waris untuk seluruh atau sebagian dari harta peninggalan pewaris. Namun ada perbedaan penting antara ahli waris ab-intestato dengan ahli waris yang diangkat dengan suatu testamen (erfstelling), yakni pewarisan testamentair tidak mengenal pergantian tempat (bij plaatsvervulling) serta ahli waris testamentair tidak menikmati inbreng. 103 b. Wasiat yang berisi pemberian suatu benda tertentu atau hibah wasiat (legaat). Menurut Vollmar, kata barang-barang jenis tertentu menunjuk pada benda atau zaak dan zaak itu dapat berupa benda berwujud maupun tidak berwujud. Bahkan, legaat juga meliputi hakhak yang sebenarnya tidak ada di dalam warisan pewaris, tetapi diwajibkan kepada seorang ahli waris untuk dikatakan demi legataris. 104 c. Wasiat yang berisi hal-hal yang tidak secara langsung berhubungan dengan harta peninggalan, misalnya sebagai berikut : 1) Pengangkatan waris dan penunjukan orang yang akan menerima legaat (legataris); 2) Suatu perintah (last), bisa suatu kewajiban melakukan atau larangan untuk melakukan tindakan tertentu atau perintah pemberian barang kepada orang tertentu; 3) Pencabutan wasiat yang terdahulu; 4) Menawarkan suatu barang termasuk dalam harta warisan untuk dibeli, menerima penawaran dalam suatu testamen disebut oblaat; 5) Memberikan suatu hak kebendaan tertentu atau membebaskan suatu utang; 6) Menyingkirkan (onterven) seorang atau beberapa orang ahli waris; dan 7) Mengangkat seorang wali dan seorang testamentair executoir (pelaksana wasiat) atau mengakui seorang anak Maman Suparman, Op.cit., hal J. Satrio, Op.cit., hal Maman Suparman, Op.cit., hal. 119.

21 45 Pada prinsipnya, wasiat harus dibuat dengan bantuan notaris, tetapi ada juga wasiat yang dapat dibuat dengan akta di bawah tangan, asal isinya mengenai pengangkatan pelaksana wasiat (executeur trstamentair), penyelenggaraan penguburan, serta menghibahkan pakaian, perhiasan tertentu, dan mebel yang tertentu. Wasiat seperti itu dinamakan codicil. 106 Codicil harus ditulis dan ditandatangani sendiri oleh pewaris dan diberi tanggal. 6. Ahli Waris Dalam Hukum Waris KUHPerdata Berdasarkan cara memperoleh warisan, maka ahli waris dalam hukum waris KUHPerdata terbagi atas : a. Ahli waris ab-intestato adalah ahli waris yang ditentukan berdasarkan Undang-undang. Ahli waris ini berlaku bagi orang-orang yang memiliki hubungan darah dengan pewaris atau dengan kata lain mereka adalah anggota keluarga pewaris. 107 Namun, semua keluarga sedarah pewaris tidak sekaligus mewaris terhadap pewaris, melainkan yang lebih dekat pertaliannya lebih didahulukan daripada yang lebih jauh pertaliannya. Yang termasuk dalam ahli waris ab-intestato ialah suami atau isteri (duda atau janda) dari si pewaris, keluarga sedarah yang sah (wettige bloedverwanten), dan keluarga alami (natuurlijke bloedverwanten). Sedangkan, untuk keluarga semenda (aanverwanten) dari pewaris tidak mewaris berdasarkan Undang-undang. Keluarga semenda (aanverwanten) hanya berhak mewaris jika pewaris menunjuk atau mengangkatnya sebagai ahli waris dengan surat wasiat. 108 b. Ahli waris testamentair yaitu semua orang yang diangkat oleh pewaris dengan surat wasiat untuk menjadi ahli warisnya. Yang dapat diangkat sebagai ahli waris testamentair tersebut boleh semua orang, sepanjang orang itu tidak dilarang oleh Undang-undang menjadi ahli waris, misalnya Pasal 904 KUHPerdata yang menyatakan bahwa seorang anak di bawah umur, meskipun telah mencapai usia delapan 106 Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hal Maman Suparman, Op.cit., hal M. U. Sembiring, Op.cit., hal.1.

22 46 belas tahun, tidak boleh menghibahwasiatkan sesuatu untuk keuntungan walinya. 109 Khusus terkait ahli waris ab-intestato, ada pengaturannya secara rinci dan khusus dalam Undang-undang (KUHPerdata) yang harus ditaati. Keluarga sedarah sah dalam pewarisan ab-intestato tidak mewaris sekaligus atau bersamaan, melainkan ada orang yang lebih didahulukan dari yang lain melalui urutan jalan tertentu. Urutan tersebut diatur oleh KUHPerdata dengan membagi seluruh keluarga sedarah dari pewaris dalam empat golongan atau tingkatan ahli waris. Berdasarkan urutan haknya dalam menerima warisan, golongan atau tingkatan ahli waris ab-intestato secara garis besar yaitu sebagai berikut: a. Golongan I terdiri dari anak-anak dan keturunan selanjutnya serta isteri atau suami; b. Golongan II terdiri dari ayah, ibu, saudara, saudari, serta keturunan dari saudara dan saudari; c. Golongan III terdiri dari kakek dan nenek seterusnya ke atas baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu (keluarga sedarah lurus ke atas di luar ayah dan ibu); dan d. Golongan IV terdiri dari keluarga sedarah garis ke samping di luar saudara dan saudari. 110 yang berbunyi : Ahli waris golongan I erat kaitannya dengan Pasal 852 KUHPerdata Anak-anak atau sekalian keturunannya mereka walaupun dilahirkan dari lain-lain perkawinan, mewaris dari kedua orang tua, kakek, nenek atau semua keluarga sedarah mereka dalam garis lurus ke atas, dengan tiada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan tiada perbedaan berdasarkan kelahirannya terlebih dahulu. Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka berkaitan keluarga dalam derajat kesatu dan 109 Pasal 904 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 110 M. U. Sembiring, Op.cit., hal

23 47 masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri, mereka mewaris pancang demi pancang, jika mereka semua atau sebagian dari mereka bertindak sebagai pengganti. 111 Dari pasal tersebut, dapat diketahui bahwa ahli waris golongan I adalah keluarga dalam garis lurus ke bawah meliputi anak-anak beserta keturunannya dengan bagian yang sama besar, mewaris kepala demi kepala dan mengenal penggantian, 112 serta tanpa membedakan jenis kelamin, waktu kelahiran dari perkawinan pertama atau kedua, serta tidak ada perbedaan antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Hal ini berbeda dengan sistem hukum di Inggris di mana berlaku apa yang dinamakan the right of primogeniture (hak anak yang lahir pertama atau anak sulung). Dengan asas tersebut, di Inggris jika seorang ayah meninggal dunia meninggalkan tiga orang anak laki-laki, maka seluruh warisannya jatuh pada anak sulung sedangkan adik-adiknya tidak memperoleh apapun. 113 Sepanjang memperoleh pewarisan ab-intestato, kedudukan janda atau duda (suami atau istri yang ditinggalkan pewaris yang hidup paling lama) disamakan dengan kedudukan anak terhitung sejak tanggal 1 Januari 1936 berdasarkan Staatsblad nomor 486 tahun Sebelumnya, kedudukan janda atau duda (suami atau istri yang ditinggalkan pewaris yang hidup paling lama) tersebut hanya berhak mewaris jika pewaris tidak meninggalkan keluarga sedarah sampai derajat kedua belas Pasal 852 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 112 Benyamin Asri dan Thabrani Asri, Dasar-dasar Hukum Waris Barat : Suatu Pembahasan Teoretis dan Praktik), (Bandung : Tarsito, 1988), hal M. U. Sembiring, Op.cit., hal Ibid., hal

24 48 Dalam hal pembagian warisan, berdasarkan Pasal 852 (a) KUHPerdata, bagian janda atau duda (suami atau istri yang ditinggalkan pewaris yang hidup paling lama) dari perkawinan pertama adalah sama besar dengan bagian anak, kecuali bagian janda atau duda (suami atau istri yang ditinggalkan pewaris yang hidup paling lama), mendapat bagian maksimal ¼ (seperempat) bagian dari harta warisan atau tidak boleh melebihi bagian anak yang terkecil, apabila dari perkawinan pertama dilahirkan anak. 115 Selanjutnya, pembagian warisan untuk ahli waris golongan II mengacu pada Pasal 854 KUHPerdata, Pasal 857 KUHPerdata, dan Pasal 859 KUHPerdata yakni sebagai berikut : a. Orang tua menerima bagian yang sama dengan bagian saudara lakilaki atau perempuan tetapi tidak kurang dari ¼ (seperempat) (Pasal 854 ayat 2 KUHPerdata); 116 b. Jika hanya ada orang tua (bapak dan ibu), maka bapak dan ibu masing-masing menerima ½ (setengah) bagian. Apabila hanya ada ahli waris bapak atau ibu saja, maka bapak atau ibu yang hidup terlama mendapatkan seluruh harta peninggalan (Pasal 855 KUHPerdata); 117 c. Masing-masing orang tua menerima 1/3 (sepertiga) bagian, jika kecuali mereka masih ada seorang saudara laki-laki atau perempuan (Pasal 854 KUHPerdata); 118 d. Jika hanya ada seorang ibu atau bapak dan seorang saudara laki-laki atau perempuan, maka ibu atau bapak itu mendapat ½ (setengah), dan bila ada dua orang saudara perempuan, maka ia mendapat 1/3 (sepertiga) dan bila tiga atau lebih saudara laki-laki atau perempuan, maka ia mendapat ¼ (seperempat) bagian (Pasal 855 KUHperdata); 119 e. Apabila bagian orang tua yang sudah ditentukan, maka sisanya dibagi antara saudara laki-laki atau perempuan untuk bagian yang sama, bila semuanya itu saudara-saudara sekandung atau semuanya sebapak 115 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, (Bandung : Refika Aditama, 2005), hal Pasal 854 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 117 Pasal 855 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 118 Pasal 854 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 119 Pasal 855 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

25 49 atau seibu. Apabila saudara-saudara itu dari perkawinan yang berlainan, maka sisanya harta peninggalan setetlah dikurangi bagian orang tua dibelah menjadi dua (sistem kloving), sebagian untuk garis bapak dan sebagian untuk garis ibu, saudara-saudara kandung mendapat bagian dari dua garis tersebut. Sedangkan mereka yang setengah hanya mendapat bagian dari garis di mana mereka berada (Pasal 857 KUHPerdata). 120 Mencermati pengaturan di atas, dapat disimpulkan bahwa ahli waris golongan II adalah keluarga dalam garis lurus ke atas dan menyamping meliputi orang tua, saudara-saudara laki-laki dan perempuan dan keturunannya. Perlu diingat bahwa ahli waris golongan II hanya mewaris jika si pewaris meninggal dunia tanpa meninggalkan janda atau duda dan/atau keturunannya (ahli waris golongan I) atau jika janda atau duda dan/atau keturunannya (ahli waris golongan I) menolak atau tidak patut menerima warisan. Selanjutnya, ahli waris golongan III meliputi leluhur (adscendent) yang lebih jauh dari ayah dan ibu berupa kakek dan nenek seterusnya ke atas baik dari sisi ayah maupun dari sisi ibu. Ahli waris ini hanya mewaris jika si pewaris tidak mempunyai baik ahli waris golongan I dan ahli waris golongan II. 121 Mengacu pada Pasal 850 KUHPerdata dan Pasal 853 ayat 1 KUHPerdata, harta peninggalan harus dibagi atau dibelah atau kloving menjadi dua bagian yang sama besarnya, satu bagian untuk semua keluarga sedarah dalam garis si bapak lurus ke atas serta satu bagian lainnya untuk semua keluarga sedarah yang sama dalam garis si ibu. Ahli waris yang 120 Pasal 857 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 121 M. U. Sembiring, Op.cit., hal.28.

26 50 terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas, mendapat setengah dari bagian dalam garisnya, dengan mengesampingkan semua ahli waris lainnya (Pasal 853 ayat 2 KUHPerdata). 122 Semua keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dalam derajat yang sama mendapat bagian yang sama besar secara kepala demi kepala (Pasal 853 ayat 3 KUHPerdata). 123 Para ahli waris golongan IV ialah semua keluarga sedarah garis ke samping di luar saudara saudari dan keturunannya yang dibatasi sampai dengan derajat keenam, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu (Pasal 861 KUHPerdata). Jika dalam garis yang satu tidak ada keluarga sedarah dalam derajat yang mengizinkan untuk mewaris, maka semua keluarga sedarah dalam garis yang lain memperoleh warisan (Pasal 861 ayat 2 KUHPerdata). Pertama-tama harta peninggalan dibelah menjadi dua, sebagian untuk pihak bapak dan sebagian lainnya untuk pihak ibu. Apabila ada salah satu pihak tidak terdapat ahli waris yang berhak menerima sampai derajat keenam, maka bagian itu dipindahkan ke pihak yang lain dan pihak lain itu mewaris seluruh harta peninggalan, dibagi menurut pasal-pasal yang ada. 124 Selain golongan-golongan di atas, anak luar kawin juga merupakan salah satu ahli waris ab-intestato apabila diakui. Dengan kata lain, apabila anak luar kawin tidak diakui sah oleh ayahnya, maka mereka tidak dapat menuntut haknya atas harta warisan karena tanpa pengakuan, tidak ada hubungan perdata antara anak tersebut dengan orang tuanya serta tanpa 122 Pasal 853 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 123 Pasal 853 ayat 3 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 124 R.H. Soerojo Wongsowidjojo, Hukum Waris Perdata (BW), Bahan Kuliah Program Pendidikan Keahlian Kenotariatan, Universitas Indonesia, Jilid I, (Jakarta : Universitas Indonesia, tanpa tahun), hal. 26.

27 51 hubungan perdata, maka tidak ada pula hubungan pewarisan antara mereka. 125 Anak luar kawin baru mendapat bagian dari warisan apabila ia diakui oleh ayahnya (berdasarkan Pasal 280 KUHPerdata lahirlah hubungan perdata antara si anak dengan si ayah). 126 Tidak dapat dipungkiri bahwa meskipun anak luar kawin yang diakui mempunyai hak waris terhadap orang tuanya, namun hak warisnya bersifat inferior jika dibandingkan dengan hak waris anak-anak sah karena anak luar kawin tidak mempunyai hak waris tersendiri, artinya anak luar kawin akan selalu mewaris bersama-sama dengan keluarga sedarah pewaris (salah satu dari empat golongan ahli waris ab-intestato), kecuali jika pewaris sama sekali tidak meninggalkan keluarga sedarah serta bagian yang diterima anak luar kawin adalah lebih kecil dari bagian yang seharusnya diterima sekiranya ia anak sah. 127 Ada dua macam pewarisan anak luar kawin yaitu sebagai berikut : a. Hak waris aktif anak luar kawin (Pasal 862 KUHPerdata sampai dengan Pasal 866 KUHPerdata, Pasal 872 KUHPerdata, dan Pasal 873 ayat 1 KUHPerdata). Dalam pembagian warisan, anak luar kawin mewaris bersama dengan semua golongan ahli waris. Besar bagian yang diterima anak luar kawin tergantung dengan golongan mana anak luar kawin tersebut mewaris, atau tergantung dari derajat hubungan kekeluargaan dari para ahli waris yang sah. 128 Jika anak-anak luar kawin mewaris bersama-sama dengan keturunan yang sah dari pewaris atau dengan suami atau istri (golongan I), maka anak-anak luar kawin mewaris 1/3 (sepertiga) dari bagian, yang sedianya mereka akan mendapat bagian andaikata mereka anak-anak sah. Kemudian, apabila anak luar kawin mewaris bersama-sama saudara-saudara dan/atau orang tua dari si pewaris 125 M. U. Sembiring, Op.cit., hal R.H. Soerojo Wongsowidjojo, Op.cit., hal M.U. Sembiring, Loc.cit. 128 Effendi Perangin, Op.cit., hal. 65.

28 52 (golongan II), maka bagian anak luar kawin yang diakui sah adalah sebesar ½ (setengah) bagian dari harta peninggalan. Jika anak luar kawin mewaris bersama-sama dengan golongan III, maka bagiannya adalah ½ (setengah) dari harta peninggalan. Jika anak luar kawin mewaris bersama golongan IV, maka ia mendapat ¾ (tiga per empat) bagian dari seluruh harta peninggalan. Khusus bila anak luar kawin mewaris bersama dengan golongan III dan IV, maka yang menjadi dasar perhitungan adalah golongan terdekat dengan si pewaris, yakni golongan III. Anak luar kawin akan mendapat seluruh harta warisan apabila pewaris tidak meninggalkan ahli waris yang sah (golongan I sampai IV). b. Hak waris pasif anak luar kawin (Pasal 870 KUHPerdata, Pasal 871 KUHPerdata, Pasal 873 ayat 2 dan 3 KUHPerdata). Menurut Pasal 866 KUHPerdata, jika seorang anak luar kawin meninggal dunia, maka sekalian anak dan keturunannya yang berhak menuntut bagian-bagian yang diberikan kepada mereka menurut Pasal 863 KUHPerdata dan Pasal 865 KUHPerdata. Selain anakanak yang sah, suami atau istri anak-anak luar kawin yang diakui sah juga berhak mendapat warisan. Bapak atau ibu yang mengakui sah seorang anak luar kawin baru terpanggil sebagai ahli waris, bila anak luar kawin itu tidak meninggalkan keturunan yang sah dan/atau suami atau istri (Pasal 870 KUHPerdata). Dalam hal hanya bapak dan ibu yang terpanggil menjadi ahli waris anak luar kawin yang diakui, maka bapak dan ibu masing-masing mendapat ½ (setengah) bagian. 129 Perlu diketahui bahwa pengakuan terhadap anak luar kawin harus dilakukan sebelum anak meninggal dunia, dan jika pengakuan dilakukan setelah anak meninggal, maka hal itu tidak memberikan kepada ayah atau ibu yang mengakui itu hak atas warisan anak yang diakui tersebut. 130 Dari penjelasan di atas, dapat dilihat perbedaan pengertian antara hak waris aktif anak luar kawin dan hak waris pasif anak luar kawin. Hak waris aktif anak luar kawin membicarakan tentang bagaimana cara anak luar kawin yang diakui sah mendapat warisan, sedangkan hak waris pasif lebih membahas mengenai bagaimana cara mewaris harta peninggalan seorang anak luar kawin yang diakui sah. 129 Maman Suparman, Op.cit., hal R.H. Soerojo Wongsowidjojo, Op.cit., hal. 32.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA USWATUN HASANAH / D 101 10 062 Pembimbing: I. ABRAHAM KEKKA, S.H, M.H., II. MARINI CITRA DEWI, S.H, M.H., ABSTRAK Menurut pasal 832 KUH

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

HUKUM WARIS PERDATA BARAT HUKUM WARIS PERDATA BARAT I. PENGERTIAN HUKUM WARIS Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur

Lebih terperinci

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D 101 09 645 ABSTRAK Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam bidang hukum

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA A. Hukum kewarisan perdata Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek yang sering disebut BW adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan

Lebih terperinci

BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.

BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris. 20 BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN A. Perolehan Harta Waris Menurut BW Pewarisan berdasarkan undang-undang adalah suatu bentuk pewarisan dimana hubungan darah

Lebih terperinci

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata BAB IV PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata A. Kewarisan dalam KUHPerdata Dalam KUHPerdata Hukum kewarisan diatur dalam Buku II KUHPerdata. Jumlah pasal yang mengatur hukum waris sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA 25 BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA A. Hukum Waris di Indonesia Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari hukum Perdata secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA A. Pengertian Wasiat Sehubungan dengan pewaris, yang penting dipersoalkan ialah perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila ia meninggal dunia.

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS, SH.MH 1 Abstrak : Sistem Ahli Waris Pengganti menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjadi apabila seorang ahli waris terlebih dahulu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Waris Hukum waris menurut para sarjana pada pokoknya adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN HARTA WARISAN YANG MELANGGAR BAGIAN MUTLAK ATAU LEGITIME PORTIE AHLI WARIS OLEH PEWARIS MENURUT KUHPERDATA

BAB III AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN HARTA WARISAN YANG MELANGGAR BAGIAN MUTLAK ATAU LEGITIME PORTIE AHLI WARIS OLEH PEWARIS MENURUT KUHPERDATA BAB III AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN HARTA WARISAN YANG MELANGGAR BAGIAN MUTLAK ATAU LEGITIME PORTIE AHLI WARIS OLEH PEWARIS MENURUT KUHPERDATA A. Hibah dan Hibah Wasiat Sebagai Peristiwa Hukum Anggota masyarakat

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Disusun Oleh: Dimas Candra Eka 135010100111036(02) Hariz Muhammad 135010101111182(06) Nyoman Kurniadi 135010107111063 (07) Edwin Setyadi K. 135010107111071(08) Dewangga

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Pembicara : 1. Betric Banjarnahor (2012) : 2. Dian Prawiro Napitupulu (2013) Pemateri : 1. Tioneni Sigiro (2014). 2. Waristo Ritonga (2014) Moderator

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA

PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA PERBANDINGAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM ADAT DAN MENURUT BW DI INDONESIA Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Hukum Perdata Oleh KELOMPOK I Dosen Pembimbing : AFRILIAN

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 9/Nov/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 9/Nov/2017 EKSISTENSI LEMBAGA HEREDITATIS PETITIO DALAM PENUNTUTAN HAK OLEH AHLI WARIS APABILA HARTA WARISAN MENJADI JAMINAN HUTANG OLEH PENGAMPU (CURATOR) 1 Oleh: Septian Ardianzah Nugroho 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2 KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan ahli waris menurut KUH

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 PELAKSANAAN SURAT WASIAT BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DALAM PRAKTEK KENOTARIATAN 1 Oleh: Karini Rivayanti Medellu 2 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Telly Sumbu, SH, MH Meiske T. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) Oleh : Indah Sari, SH, M.Si 1 (Indah.alrif@gmail.com) ----------------------------------- Abstrak: Hukum

Lebih terperinci

PEWARISAN DAN AHLI WARIS PENGGANTI BIJ PLAATSVERVULLING

PEWARISAN DAN AHLI WARIS PENGGANTI BIJ PLAATSVERVULLING PEWARISAN DAN AHLI WARIS PENGGANTI BIJ PLAATSVERVULLING Oktavia Milayani STIP Bunga Bangsa Palangkaraya Jalan Pangeran Samudra III No. 7 Palangkaraya Email: oktavia.milayani09@gmail.com Abstract The law

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS A. PENGERTIAN HUKUM WARIS Pengertian waris timbul karena adanya peristiwa kematian. Peristiwa kematian ini, terjadi pada seseorang anggota keluarga, misalnya ayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE RIVERA WIJAYA 1 AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE AHLI WARIS DITINJAU DARI KUHPERDATA (STUDI PUTUSAN NOMOR 188/PDT.G/2013/PN.SMG) RIVERA

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS YANG MEWARIS DENGAN CARA MENGGANTI ATAU AHLI WARIS BIJ PLAATSVERVULLING MENURUT BURGERLIJK WETBOEK

KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS YANG MEWARIS DENGAN CARA MENGGANTI ATAU AHLI WARIS BIJ PLAATSVERVULLING MENURUT BURGERLIJK WETBOEK KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS YANG MEWARIS DENGAN CARA MENGGANTI ATAU AHLI WARIS BIJ PLAATSVERVULLING MENURUT BURGERLIJK WETBOEK Oktavia Milayani Fakultas Hukum STIP Bunga Bangsa Palangkaraya Jalan Pangeran

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2 PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan sistem hukum waris menurut BW dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses hidup manusia secara kodrati berakhir dengan suatu kematian yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan menimbulkan akibat hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Warisan dapat diartikan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan.

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan. BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA A. Sekilas KUHPerdata Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM WARIS HAK-HAK KHUSUS PARA AHLI WARIS. Dosen Pengampu : NURFAUZIAH, SH. MH

MAKALAH HUKUM WARIS HAK-HAK KHUSUS PARA AHLI WARIS. Dosen Pengampu : NURFAUZIAH, SH. MH MAKALAH HUKUM WARIS HAK-HAK KHUSUS PARA AHLI WARIS Dosen Pengampu : NURFAUZIAH, SH. MH Disusun Oleh : ZULKAFLI NIM. 1600874201008 RISKY AMELIA NIM. 1600874201050 FAROUK ASYROF FAHREZA NIM. 1600874201395

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM ATAS HAK WARIS TERHADAP ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Mawar Maria Pangemanan 2

KAJIAN HUKUM ATAS HAK WARIS TERHADAP ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Mawar Maria Pangemanan 2 KAJIAN HUKUM ATAS HAK WARIS TERHADAP ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Mawar Maria Pangemanan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEDUDUKAN PELAKSANA WASIAT ATAU TESTAMENT MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG KUH PERDATA 1 Oleh : Riansyah Towidjojo 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEDUDUKAN PELAKSANA WASIAT ATAU TESTAMENT MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG KUH PERDATA 1 Oleh : Riansyah Towidjojo 2 KEDUDUKAN PELAKSANA WASIAT ATAU TESTAMENT MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG KUH PERDATA 1 Oleh : Riansyah Towidjojo 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan dari

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI A. Kedudukan Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling) Pasal 841 KUH Perdata Dengan Pasal 185 KHI Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW

TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW 15 TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Padangsidimpuan Abstract Based on the constitution, basically everyone has

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA 53 BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Pengertian Hutang Piutang Pengertian hutang menurut etimologi ialah uang yang dipinjam dari

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D 101 09 512 ABSTRAK Penelitian ini berjudul aspek yuridis harta bersama dalam

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia selain sebagai individu juga sebagai makhluk sosial, dimana dalam memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai saat ia akan

Lebih terperinci

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata BAB V KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata Dalam pembahasan bab ini merupakan ulasan mengenai titik singgung antara pembagian kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan

Lebih terperinci

Soal Latihan UAS 2014/2015 Asas-Asas Hukum Perdata

Soal Latihan UAS 2014/2015 Asas-Asas Hukum Perdata Soal Latihan UAS 2014/2015 Asas-Asas Hukum Perdata SOAL 1. Apa yang dimaksud dengan pewaris, ahli waris, hukum waris dan harta warisan? 2. Sebutkan aspek-aspek hukum lain selain aspek hukum benda yang

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS PERDATA BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM Penulis : Agil Jaelani, Andri Milka, Muhammad Iqbal Kraus, ABSTRAK Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus

Lebih terperinci

A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM WARIS BW STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : HKT 4013 JUMLAH SKS

A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM WARIS BW STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : HKT 4013 JUMLAH SKS S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM WARIS BW STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : HKT 4013 JUMLAH SKS : 2 B. DESKRIPSI MATA KULIAH Memberikan uraian pengertian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang penting yaitu pada waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, dan waktu ia meninggal dunia (Ali Afandi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban

Lebih terperinci

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia.

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Hukum orang merupakan suatu hukum yang mempelajari ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum. Dalam arti luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai

Lebih terperinci

KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA. ( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur )

KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA. ( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur ) KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA. ( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur ) Usulan Penelitian Untuk Tesis S2 Program Studi Magister Kenotariatan

Lebih terperinci

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu 8 B AB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Wasiat Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu akta yang berisi pernyataan seseorang tentang apa yang akan terjadi setelah

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 ANALISIS YURIDIS KEHILANGAN HAK MEWARIS MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Weidy V. M. Rorong 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah sistem pembagian

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017. TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017. TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2 TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penggolongan pembagian harta warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal. Pada umumnya yang digantikan adalah hanya hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ANAK (ALIMENTASI) MENURUT K.U.H. PERDATA DAN U.U. NO.1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO,SH.

HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ANAK (ALIMENTASI) MENURUT K.U.H. PERDATA DAN U.U. NO.1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO,SH. HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ANAK (ALIMENTASI) MENURUT K.U.H. PERDATA DAN U.U. NO.1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO,SH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Perkawinan menimbulkan hubungan

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR

BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR BAB II PENGATURAN HUKUM PENGALIHAN TANAH YANG DIPEROLEH KARENA PEWARISAN BAGI AHLI WARIS YANG BERSTATUS DI BAWAH UMUR A. Hukum Waris Di Indonesia 1. Pengertian Hukum Waris Perdata Telah diketahui, bahwa

Lebih terperinci

SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA

SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA SISTEM PEWARISAN APABILA PEWARIS DAN AHLI WARISNYA MENINGGAL DUNIA PADA SAAT BERSAMAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG -UNDANG HUKUM PERDATA Oleh : Ni Made Ayu Ananda Dwi Satyawati Suatra Putrawan Bagian

Lebih terperinci

BAB III KETENTUAN HAK WARIS ANAK ZINA MENURUT PASAL 869 KUH PERDATA. pada BW, merupakan bagian dari hukum harta kekayaan, oleh karena itu

BAB III KETENTUAN HAK WARIS ANAK ZINA MENURUT PASAL 869 KUH PERDATA. pada BW, merupakan bagian dari hukum harta kekayaan, oleh karena itu BAB III KETENTUAN HAK WARIS ANAK ZINA MENURUT PASAL 869 KUH PERDATA A. Pengertian Waris dan Anak Zina 1. Waris Dalam KUH Perdata Hukum waris merupakan konsepsi hukum perdata barat yang bersumber pada BW,

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN 31 BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN A. PENANGGUNGAN ADALAH PERJANJIAN Sesuai defenisinya, suatu Penanggungan adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada sejak dahulu yaitu hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan hukum Waris Kitab Undang-undang Hukum Perdata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Hukum Perdata di Indonesia khususnya hukum waris bersifat pluralisme (beraneka ragam). Belum adanya unifikasi dalam hukum waris di Indonesia yang merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS GOLONGAN II SETELAH TERBITNYA PENETAPAN PENGESAHAN YANG DILAKUKAN SETELAH PEWARIS MENINGGAL DUNIA

BAB II KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS GOLONGAN II SETELAH TERBITNYA PENETAPAN PENGESAHAN YANG DILAKUKAN SETELAH PEWARIS MENINGGAL DUNIA 27 BAB II KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS GOLONGAN II SETELAH TERBITNYA PENETAPAN PENGESAHAN YANG DILAKUKAN SETELAH PEWARIS MENINGGAL DUNIA A. Pewarisan Dalam Sistem Hukum Perdata 1. Prinsip Pewarisan Perdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberi Wasiat 1. Pemberi Wasiat Menurut KUHPerdata Pemberi Wasiat adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun hak-hak yang

Lebih terperinci

HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA Enik Isnaini *) *) Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRACT It s natural for a parent to be wanting a child. However, in reality

Lebih terperinci

ASPEK YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS DALAM PEWARISAN HAK CIPTA. Eddhie Paptono, SH.MH. Noor Hidayah Hanum

ASPEK YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS DALAM PEWARISAN HAK CIPTA. Eddhie Paptono, SH.MH. Noor Hidayah Hanum ASPEK YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM AHLI WARIS DALAM PEWARISAN HAK CIPTA Eddhie Paptono, SH.MH. Noor Hidayah Hanum ABSTRAK Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak, sehingga hak cipta dapat dialihkan, baik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaturan masalah waris di Indonesia bersifat pluralisme. Sehingga praturan hukum waris yang masih berlaku saat ini di Indonesia adalah menurut Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang meninggal dunia maka hak dan kewajibannya demi hukum akan beralih kepada ahli warisnya. Hak dan kewajiban yang dapat beralih adalah hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS AH TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM PERDATA. A. Ahli waris pengganti menurut hukum perdata

BAB IV ANALISIS  AH TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM PERDATA. A. Ahli waris pengganti menurut hukum perdata BAB IV ANALISIS MAQA@SID AL-SHARI@ AH TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM PERDATA A. Ahli waris pengganti menurut hukum perdata Perlu dibedakan antara mewarisi sendiri atau uit eigen hoofde dengan

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013 HAK MEWARIS DARI ORANG YANG HILANG MENURUT HUKUM WARIS ISLAM 1 Oleh : Gerry Hard Bachtiar 2 A B S T R A K Hasil penelitian menunjukkan bagaimana asas-asas kewarisan menurut hukum waris Islam serta Hak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123). II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian SistemWaris Sistem mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur (komponen)yang saling bergantungan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBAGIAN WARISAN UNTUK JANDA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM WARIS ISLAM FITRIANA / D

PERBANDINGAN PEMBAGIAN WARISAN UNTUK JANDA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM WARIS ISLAM FITRIANA / D PERBANDINGAN PEMBAGIAN WARISAN UNTUK JANDA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM WARIS ISLAM FITRIANA / D 101 09 173 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pembagian

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT. demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat

BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT. demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT A. Dasar Hukum Wasiat Wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal. Pada

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI

BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI C. Tinjauan Umum Mengenai Wasiat. 6. Pengertian Wasiat Wasiat atau testament

Lebih terperinci