NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN RELASI BERSAMA PEER GROUP PADA LANSIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN RELASI BERSAMA PEER GROUP PADA LANSIA"

Transkripsi

1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN RELASI BERSAMA PEER GROUP PADA LANSIA Oleh : Allif Rahmi Hani Qurotul Uyun FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2005

2 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN RELASI BERSAMA PEER GROUP PADA LANSIA Telah Disetujui Pada Tanggal Dosen Pembimbing (Qurotul Uyun, S.Psi)

3 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN RELASI BERSAMA PEER GROUP PADA LANSIA Allif Rahmi Hani Qurotul Uyun INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia Semakin tinggi tingkat religiusitas, semakin positif relasi bersama peer group pada lansia. Sebaliknya semakin rendah tingkat religiusitas, semakin negatif relasi bersama peer group pada lansia. Subjek dalam penelitian ini adalah Lansia yang berdomisili di Sagan dengan rentang usia antara tahun. Tehnik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode angket. Adapun skala yang digunakan adalah skala religiusitas yang menggunakan teori Glock&Stark (1966) dan skala relasi bersama yang menggunakan teori David (1999). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 11,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0,310, p < 0,01 yang artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci :Tingkat religiusitas, Relasi bersama peer group pada lansia

4 A. Pengantar Kemajuan teknologi yang semakin maju menyebabkan adanya perkembangan di segala bidang kehidupan manusia. Perkembangan itu meliputi bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga akan mendukung penemuan baru dalam ilmu pengetahuan yang lain. Semua perkembangan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia agar tercukupi kebutuhan hidupnya. Perkembangan di bidang pangan dan kesehatan akan dapat menambah harapan usia hidup manusia agar lebih lama dan produktif. Semakin tingginya angka harapan usia hidup, maka sebagai konsekwensinya akan semakin banyak pula jumlah penduduk yang berusia lanjut. Di Indonesia tahun 1990 harapan usia hidup rata-rata mencapai 59.8 tahun. Perkiraan ini cenderung meningkat pada satu dekade berikutnya yaitu bertambahnya usia harapan hidup hingga mencapai usia 65 tahun.diperkirakan sampai tahun 2020 harapan usia hidup akan mencapai usia 71,7 tahun (Pikiran Rakyat, ) Fenomena pertambahan jumlah penduduk berusia lanjut atau Aged Population Boom, seperti yang dikatakan oleh Sri Sultan HB X adalah akibat dari meningkatnya usia harapan hidup. Diantara enam propinsi lainnya, DIY adalah yang tertinggi dalam jumlah penduduknya yang berusia lanjut. Enam propinsi tersebut adalah DIY (13,7 %), (JaTim 10,45 %), Bali ((,79 %), SulSel 7,63 %) dan SumBar (9,08 %) (Bernas, ). Hal ini memerlukan penanganan agar tidak dapat berkembang menjadi sumber masalah baru bila tidak mendapat penanganan khusus dari pemerintah. Permasalahan baru ini akan berdampak bagi usia produktif maupun bagi keseimbangan sistem kependudukan yang ada. Lanjut usia mendapat kedudukan dan penghormatan yang tinggi dalam masyarakat sehingga mereka mendapat perlakuan khusus dari orang lain dan

5 keluarganya (Gandadiputra,1985). Maksud dari perlakuan tersebut adalah untuk menunjukkan penghargaan dan penghormatan pada lanjut usia. Mereka mendapat perlakuan istimewa berupa pembebasan dari tugas-tugas sosial dan tugas sebagai orang tua. Sebagai contohnya dalam suatu kegiatan sosial dalam masyarakat, lanjut usia hanya diberi jabatan sebagai penasehat saja tanpa diberi kesempatan untuk ikut turun tangan membantu secara konkrit. Mereka jarang diberi jarang diberi kesempatan untuk menduduki jabatan yang mempunyai peran riil. Selain itu lanjut usia oleh keluarganya seringkali diminta untuk banyak tinggal dirumah beristirahat dan mengurangi aktifitas agar tidak lelah. Perlakuan istimewa tersebut dikatakan untuk alasan kesehatan dan keamanan lanjut usia itu sendiri. Pada kenyataannya perlakuan yang maksudnya ingin melindungi dan menghargai lanjut usia menjadi salah kaprah dan lebih cenderung memanjakan tanpa memberikan kesempatan pada lanjut usia untuk mengembangkan diri sesuai keinginannya. Penghormatan yang sebenarnya bertujuan positif ternyata justru menciptakan jarak komunikasi dan emosional dengan lingkungan sosial. Yang terjadi kemudian adalah lanjut usia merasa bingung karena ruang geraknya dibatasi dan tidak bisa secara bebas melakukan keinginannya akibat dari pembatasan aktifitas yang boleh dilakukan lanjut usia. Hal semacam itu dapat memunculkan perasaan tidak berguna dan tersisih yang mungkin juga menimbulkan depresi bila dibiarkan berlarut-larut. Padahal sebenarnya mereka masih ingin tetap memberikan kontribusi nyata sesuai dengan kemampuannya dan mendapat penghargaan dari orang lain secara wajar. Pada kenyataannnya orang lanjut usia tetap memerlukan perhatian dari lingkungan sosial yang menyangkut kesejahteraan fisik misalnya olah raga dan terutama lagi kesejahteraan emosionalnya berupa hubungan sosial yang menguntungkan terutama dengan teman sebaya. Pada lansia tetap ditemukan adanya

6 kebutuhan untuk berafiliasi terutama dengan keluarga dekat dan teman sebaya dalam rangka mendapat dukungan sosial serta penghargaan dari orang lain. kebutuhan berafiliasi yang terpenuhi akan mampu menekan tingkat depresi pada lansia, hal ini tentunya akan menimbulkan dampak yang positif bagi kesehatan mental lansia. Dari subjek penelitian lansia sebanyak 38 orang yang diukur tingkat depresinya, terungkap fakta bahwa 25 orang atau 65,8 % dari sampel menunjukkan tingkat depresi yang cukup. Dari subjek tersebut diukur tingkat kebutuhan berafiliasinya, ternyata didapatkan korelasi yang negatif dengan tingkat depresi. Subjek yang tingkat depresinya rendah mempunyai tingkat pemenuhan kebutuhan berafiliasi yang tinggi sekitar 55,3 %. Kenyataan ini didapat dengan adanya hasil penelitian tentang kebutuhan berafiliasi lansia pada panti werdha dengan judul Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi Dengan Tingkat Depresi Pada Wanita Lansia di PantiWerdha yang menyebutkan bahwa kebutuhan berafiliasi yang tinggi berkorelasi negatif dengan tingkat depresi pada lansia (Afida dkk, 2000). Ditinjau dari segi kesehatan, aktifitas pada lansia baik fisik maupun mental dan bersifat individual ataupun melibatkan orang lain dikatakan akan mampu menunjang kondisi fisik dan mental lansia. Secara fisik lansia yang tetap aktif diharapkan mampu untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosialnya termasuk pada relasi bersama orang lain. Keuntungan dari segi fisik pada lansia yang tetap aktif terlibat aktifitas bersama orang lain salah satunya adalah tetap terjaga kondisi kesehatannya karena adanya tambahan informasi penting yang berkaitan dengan kesehatan dari orang lain. Secara mental aktifitas bersama orang lain juga mampu membawa manfaat yaitu pencegahan terhadap resiko terserang penyakit degeneratif misalnya pikun. Interaksi yang luas akan memberikan pengalaman baru yang mungkin terkait dengan peristiwa sebelumnya sehingga

7 aktifitas otak yang berkait dengan kemampuan menyimpan suatu informasi tetap aktif. Lansia selalu mendapat anggapan yang negatif dari orang lain terutama oleh usia yang jauh lebih muda (Santrock,1995). Mereka dianggap sebagai manusia yang sulit dan cenderung merepotkan serta sumber masalah. Lansia tidak mampu untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain terutama dengan generasi yang lebih muda karena adanya pemahaman yang berbeda. Masalah kepribadian yang mempengaruhi interaksi sosial juga sering menjadi keluhan baik pada lansia maupun orang di sekitarnya. Lansia menjadi semakin sulit beradaptasi dengan perubahan kondisi fisik dan mental yang menyebabkan perasaan sedih dan kecewa karena adanya anggapan negatif yang melekat pada diri lanjut usia. Akibatnya pada sebagian lanjut usia yang kurang matang perkembangan mentalnya muncul kompensasi berupa sikap yang maladaptif dan bagi orang lain menjengkelkan sehingga mereka semakin membutuhkan dukungan dari orang lain sehingga sering dikatakan rewel dan manja. Mereka hanya bisa menyalahkan dan memberi penilaian yang salah terhadap orang lain tanpa mau dan mampu memahami lebih jauh. Sikap kekanak-kanakan seperti inilah yang sering terjadi pada lansia yang mendapat predikat sebagai lansia sulit dari orang lain. Kenyataan seperti diatas sebenarnya tidak perlu terjadi apabila lingkungan sosial termasuk lanjut usia itu sendiri mau berkembang bersama serta adanya pemberian kesempatan. Sebenarnya anggapan diatas tidak seluruhnya salah berkaitan dengan kondisi yang terjadi pada usia lanjut. Menurut tahapan perkembangan dari Erickson (Carlson,1988) yang mengatakan bahwa usia lanjut adalah usia dimana tahap perkembangan sampai pada tahap integritas versus keputusasaan. Kondisi psikologis yang terjadi pada tahap keputusasaan adalah ditandai dengan adanya kondisi yang

8 menimbulkan perasaan negatif pada diri lansia. Emosi negatif yang biasanya dialami berupa perasaan tersisih, tidak berguna, perasaan hampa, menarik diri dari lingkungan, depresi dan perilaku maladaptif, serta beberapa perilaku lainnya yang pada umumnya disebut dengan lansia yang memiliki kepribadian yang sulit. Kondisi seperti di atas sangat mungkin dan umum ditemui pada usia lanjut. Pada umumnya perasaan kesepian, tersisih dan perasaan hampa terjadi karena berkurangnya jumlah anggota keluarga. Contohnya berpisah dengan anak-anaknya yang sudah membentuk keluarga sendiri dan secara otomatis akan mengurangi perhatian anak pada orang tua. Para ahli mengistilahkan kondisi diatas sebagai Empty Nest Syndrome (Zander,1985). Hal seperti ini sangatlah wajar terjadi dikarenakan perubahan aktifitas pada lansia. Pada saat jumlah anggota keluarga masih lengkap dan berupa keluarga inti orang tua masih berkewajiban untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya serta mengasuh dan membesarkan mereka, orang tua mempunyai tanggung jawab dan hak penuh atas anak mereka, begitu juga sebaliknya anak-anak masih bergantung sepenuhnya pada orang tua selama mereka belum mampu sendiri. Saat itu orang tua masih merasa berguna dan berharga sehingga jarang timbul perasaan negatif. Lain halnya bila jumlah anggota keluarga berkurang, itu berarti tanggung jawab mereka berkurang dan mereka tidak lagi di butuhkan untuk aktifitas tertentu. Pada saat seperti itulah mereka ingin merasakan kembali kondisi-kondisi sebelumnya dimana mereka mendapatkan kehangatan, hubungan yang intens, dukungan emosional serta tempat bergantung yang biasanya di dapat dalam keluarga. Disinilah pentingnya peran sahabat sebagai support sistem untuk membantu meminimalkan munculnya perasaan negatif yang terjadi pada lansia dengan menyediakan dukungan emosional dan bantuan lainnya. Menurut data dari DepKes RI tahun 1992 gangguan jiwa pada lansia angka prevalensinya mencapai angka 1% dari jumlah lansia. Kenyataan seperti itu terjadi

9 karena pada lansia banyak sekali ditemui perubahan dari segi fisik, psikologis serta sosial budaya. Perubahan inilah yang sering kali menjadi sumber masalah dalam interaksi bersama orang lain terutama antar generasi. Pada kelompok usia yang sebaya masih dimungkinkan adanya pengalaman hidup serta pemahaman yang dapat menyatukan anggotanya karena perbedaan pandangan diantara mereka tidak terlalu jauh. Hubungan sosial pada kelompok ini cenderung intens dan ada proses timbal balik sehingga menghasilkan kondisi yang berdampak positif secara psikologis. Perbedaan yang sifatnya mendasar seperti pandangan hidup serta kepribadian akan mencetuskan konflik yang berdampak timbulnya kondisi tertekan dan perasaan negatif lainnya. Haditono (1993) mengemukakan bahwa di samping harus dapat melaksanakan tugas perkembangan lansia dengan baik, pada usia ini juga akan terjadi important life event yaitu kejadian penting dalam hidup. Kejadian-kejadian tersebut biasanya berupa kemunduran fisik, perasaan hampa serta menopause dan klimakterium. Pada kondisi ini akan timbul dampak berupa emosi negatif apabila tidak disadari sebelumnya. Diperlukan persiapan jauh sebelum menjelang usia lanjut dan setelah kita memasuki usia lanjut. Dengan begitu diharapkan mampu mempersiapkan lansia untuk menjalani masa lanjut usia dengan sejahtera. Persiapan menjelang masa usia lanjut antara lain dengan melaksanakan tugas perkembangan tahap sebelumnya secara progresif. Setelah kita memasuki masa usia lanjut tetap diperlukan dukungan dan bantuan berupa kehangatan dan perhatian serta respon positif dari orang lain. Lansia akan lebih mampu menghadapi important live event karena adanya saling tukar informasi dan dukungan dari peer groupnya yang juga menghadapi masalah yang sama. Mereka akan saling menguatkan bahwa perubahan-perubahan tersebut tidak hanya dijalani sendiri tetapi sesuatu yang wajar dialami lanjut usia. Lansia yang tidak memiliki peer

10 group dan terisolasi akan semakin merasa tersisih dan jauh dari kehidupan sosialnya. Hal yang muncul kemudian adalah adanya perasaan tidak berdaya dan tidak berguna sehingga semangat hidup menurun. Lansia mengalami perubahan secara psikologis maupun fisik dengan dinamika yang berbeda-beda pula karena mereka juga manusia yang selalu berkembang menurut arahnya masing-masing. Perubahan-perubahan semacam ini juga akan dialami oleh semua manusia pada setiap tahapan usia selama hidupnya. Agar perubahan dalam hidup manusia terutama dalam hal ini lansia tidak membawa dampak yang negatif, peran orang lain sangat membantu dalam penyediaan dukungan emosional disaat yang penting. Menurut Taylor (1995) ada beberapa alternatif untuk menghindarkan diri dari stress, salah satunya adalah mencari atau menambah sumber yang dapat dijadikan solusi. Sumber dari dalam diri lansia adalah pengalaman religius berupa perasaan dekat dengan Tuhan dan ciptaan-nya serta percaya terhadap semua ajarannya dan mau melaksanakan. Setiap agama tentunya mengajarkan kebaikan agar kehidupan manusia senantiasa sejahtera lahir maupun batin. Setiap agama memberikan pedoman-pedoman hidup yang ditujukan bagi pengikutnya agar dapat digunakan disaat mereka membutuhkan. Begitu pula dalam setiap ajaran agama diajarkan untuk selalu menjalin silaturahmi dan bekerjasama dengan orang lain kearah kebaikan. Kualitas pemahaman dan ketaatan beragama akan tercermin dari tingkah laku sehari-hari. Lansia yang memiliki keyakinan bahwa dengan memperluas pergaulan terutama dengan usia sebaya yang memiliki pengetahuan yang berguna dan bermanfaat akan semakin membawa pengaruh yang positif pada kondisi psikologisnya. Mereka akan berusaha saling menolong dan memberi dukungan disaatsaat yang sulit sehingga tercipta kondisi yang nyaman. Selanjutnya akan tebentuk ikatan emosional yang intens sehingga tiap individu akan berusaha untuk berbuat

11 yang terbaik bagi sesamanya. Selain itu usia lanjut merupakan tahap akhir perjalanan hidup manusia sebelum mengalami kematian sehingga lansia ingin berbuat kebaikan selama masih mampu agar dalam hidupnya lansia merasa berguna. Berdasar dari uraian diatas maka penulis ingin meneliti adakah hubungan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia. Penulis ingin mengetahui apakah tingkat religiusitas mempunyai korelasi terhadap relasi bersama peer group pada lansia. B. Hipotesis Ada hubungan yang positif antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia. Semakin tinggi tingkat religiusitas maka semakin positif relasi bersama peer garoup pada lansia. Semakin rendah tingkat religiusitas maka semakin negatif relasi bersama peer group pada lansia. C. Metode Penelitian Variabel Penelitian 1. Variabel Tergantung : Relasi bersama peer group pada lansia. 2. Variabel Bebas : Tingkat religiusitas. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah sejumlah lansia laki-laki dan perempuan dengan rentang usia tahun serta mampu berkomunikasi secara lisan dan tulisan, serta berdomsili di yogyakarta.

12 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan skala sebagai metode pengumpulan data. Digunakan dua skala yaitu skala religiusitas dan skala relasi bersama peer group. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini data yang diperoleh selanjutnya akan dilakukan analisis dengan menggunakan SPSS 11 for windows untuk mengetahui signifikansi hubungan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia digunakan teknik analisis product moment. D. Hasil Penelitian Hasil Penelitian 1. Hasil Kategorisasi Hasil kategorisasi dari variabel relasi bersama peer group pada lansia berada pada kategori sedang yaitu 37 subjek (61.7%) dan hasil kategorisasi dari variabel religiusitas berada pada kategori sedang yaitu 37 subjek (61.6 %). Pada variabel religiusitas terdiri dari empat aspek yaitu aspek belief berada dalam kategori sedang sebesar 66.7 % (40 subjek), aspek practice berada dalam kategori sedang sebesar 63.3 % (38 subjek), aspek feeling berada dalam kategori sedang sebesar 58.3 % (35 subjek) dan aspek effect berada dalam kategori sedang sebesar 2. Uji Normalitas Hasil penelitian menunjukkan kedua variabel dinyatakan normal atau representatif dalam menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Dimana variabel relasi bersama r = 0,299 p > 5 % dan variabel relugiusitas r = 0,162 p > 5 %.

13 3. Uji Linearitas Dari hasil analisis data menunjukkan hubungan antara variabel relasi bersama dengan variabel religiusitas membentuk suatu garis lurus (Linier). Dimana Linierity signifikan (p < 5 %) dan Deviation From Linierity tidak signifikan (p > 5 %), maka termasuk dalam linieritas sempurna. 4. Uji Hipotesis Hasil perhitungan dengan Korelasi Product Moment Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia (r=0,310, p =0,008 atau p<0.01). Maka hipotesis awal diterima, karena terbkti bahwa ada hubungan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia dan semakin tinggi tingkat religiusitas maka semakin positif relasi bersama peer group pada lansia. Hasil lain yang diperoleh adalah koefisien determinasi (R Squared) sebesar % yang berarti bahwa tingkat religiusitas memberikan sumbangan efektif sebesar 9.6 % pada relasi bersama peer group pada lansia. a. Analisis Tambahan 1) Hasil analisis antara variable religiusitas belief dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r= 0,179 (p=0,086 atau p>0.05). hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada koreasi yang signifikan antara variable belief dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. 2) Hasil analisis antara variable religiusitas practice dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r=0,330 (p=0,005 atau p<0,01). hasil ini mennjukkan bahwa ada koreasi yang sangat

14 signifikan antara variable practice dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. Sumbangan efektif religiusitas practice sebesar 10,9%. 3) Hasil analisis antara variable religiusitas feeling dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r=0,333 (p=0,005 atau p<0,01). hasil ini mennjukkan bahwa ada koreasi yang sangat signifikan antara variable feeling dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. Sumbangan efektif religiusitas feeling sebesar 111%. 4) Hasil analisis antara variable religiusitas effect dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r=0,340 (p=0,004 atau p<0,01). hasil ini mennjukkan bahwa ada korelasi yang sangat signifikan antara variable effect dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. Sumbangan efektif religiusitas practice sebesar 11,6%. E. Pembahasan Hasil perhitungan dengan Korelasi Product Moment Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia (r=0,310, p =0,008 atau p<0,01). Maka hipotesis awal diterima, karena terbkti bahwa ada hubungan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia dan semakin tinggi tingkat religiusitas maka semakin positif relasi bersama peer group pada lansia. Variable religiusitas 1 dalam penelitian ini memberikan hasil sumbangan sebesar 9,6 %.

15 Relasi bersama adalah interaksi dengan orang lain yang melibatkan aktifitas bersama serta adanya komunikasi dua arah. Relasi bersama dalam penelitian ini melibatkan antar lansia. Lansia yang menjadi subjek penelitian ini memiliki relasi bersama yang baik, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang membuktikan bahwa kategorisasi yang diperoleh pada variable relasi bersama peer group bukan pada kategori rendah atau sangat tinggi tetapi pada kategori sedang sebanyak 37 subjek yaitu 61,7 % dari keseluruhan subjek peneltian. Aspek-aspek dalam religiusitas ada lima yaitu religious knowledge atau pengetahuan agama, religious belief atau keyakinan agama, religious practice atau praktek agama, religious feeling atau pengalaman agama dan religious effect pengamalan agama. Dalam penelitian ini religiusitas hanya mengungkap empat aspek yaitu religious belief atau keyakinan agama, religious practice atau praktek agama, religious feeling atau pengalaman agama dan religious effect pengamalan agama. Hasil penelitian untuk kategorisasi pada variable religiusitas ini menunjukkan bahwa 41 subjek penelitian dalam kategori sedang yaitu 61.6 %. Untuk lebih dapat mengungkap keterkaitan antara variable religiusitas dengan variable relasi bersama peer group pada lansia dalam penelitian ini maka dilakukan analisis koefisien korelasi antara kedua variable tersebut. Hasil analisis antara variable religiusitas belief dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r=0,179 (p=0,086 atau p>0.05). hasil ini mennjukkan bahwa tidak ada koreasi yang signifikan antara variable belief dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. Kenyataan tersebut berarti belief atau keyakinan subjek hanya memberikan sumbangan yang arelatif kecil dalam pembentukan sikap dalam relasi bersama peer group pada lansia.

16 Hasil analisis antara variable religiusitas practice dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r=0,330 (p=0,005 atau p<0,01). hasil ini mennjukkan bahwa ada koreasi yang sangat signifikan antara variable practice dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. Sumbangan efektif religiusitas practice sebesar 10,9%. Hasil analisis antara variable religiusitas feeling dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r=0,333 (p=0,005 atau p<0,01). hasil ini mennjukkan bahwa ada koreasi yang sangat signifikan antara variable feeling dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. Sumbangan efektif religiusitas feeling sebesar 11,1%. Hasil analisis antara variable religiusitas effect dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r=0,340 (p=0,004 atau p<0,01). hasil ini mennjukkan bahwa ada korelasi yang sangat signifikan antara variable effect dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. Sumbangan efektif religiusitas practice sebesar 11,6%. F. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia (r = 0,310, p < 0,01). Hal ini berarti semakin tinggi religiusitas maka semakin positif relasi bersama peer group pada lansia. Sumbangan effektif yang diberikan oleh variabel religiusitas adalah 9,6 % dan sisanya 90,4 % disebabkan oleh faktor lainnya. Hal ini berarti hipotesis yang diajukan diterima.

17 G. Saran 1. Bagi Subjek Penelitian Semakin menambah pengetahuan tentang ilmu agama agar dapat mengamalkannya dengan tepat dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan dengan orang lain akan semakin baik bila dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Sumbangan variabel tingkat religiusitas yang kecil bisa juga disebabkan oleh factor-faktor lain. penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengungkap factor lain yang mempengaruhi relasi bersama peer group pada lansia. H. Daftar Pustaka Afida dkk, Bernas Carlson, 1988 Gandadiputra, 1985 Haditono, S. R. dkk Diktat Psikologi Gerontologi. Yogyakarta. Tidak diterbitkan. Pikiran Rakyat Santrock, J. W Adolescence. 2th ed. Mc Graw Hill. Taylor, Shelley. E, Healty Psychology. 3 rd ed. Mc. Graw Hill. Zander, James. W Human Development. 3 rd ed. Alfred A. Knopf. New York.

18 I. Identitas Allif Rahmi Hani Sagan GK V/1053 RT 43/9 Yogyakarta

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFLIK ORANGTUA (AYAH IBU) - ANAK DENGAN DEPRESI PADA REMAJA

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFLIK ORANGTUA (AYAH IBU) - ANAK DENGAN DEPRESI PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFLIK ORANGTUA (AYAH IBU) - ANAK DENGAN DEPRESI PADA REMAJA Oleh : Finda Fatmawati Hepi Wahyuningsih PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ISTRI DENGAN KECEMASAN SUAMI MENJELANG MASA PENSIUN

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ISTRI DENGAN KECEMASAN SUAMI MENJELANG MASA PENSIUN NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ISTRI DENGAN KECEMASAN SUAMI MENJELANG MASA PENSIUN oleh : MUTYA GUSTI RAMA Dra. AISAH INDATI, M.S FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU 1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU Oleh : Chinta Pradhika H. Fuad Nashori PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN penelitian ini. Pada bab ini, peneliti akan menguraikan kesimpulan dan saran dari hasil 5.1 Kesimpulan Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PERSONAL RESPONSIBILITY KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN PERKEBUNAN YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PERSONAL RESPONSIBILITY KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN PERKEBUNAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PERSONAL RESPONSIBILITY KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN PERKEBUNAN YOGYAKARTA DISUSUN OLEH SUGESTI HANUNG ANDITYA SUS BUDIHARTO PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya usia harapan hidup hampir di seluruh negara di dunia menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dan terjadi transisi demografi ke arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA OTORITER DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA OTORITER DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA OTORITER DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA Oleh: Iffah Savitri Mira Aliza Rachmawati PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah Penelitian Subjek penelitian ini adalah anggota dari kelompokkelompok game yang bermain Ayo Dance di Salatiga, tepatnya anggota Narciz Community

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI

HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya. Siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya kelas XI

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lambat cepatnya proses tersebut bergantung pada masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. lambat cepatnya proses tersebut bergantung pada masing-masing individu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang, hanya lambat cepatnya proses tersebut

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Sebelum dilakukan uji hipotesis, dilakukan uji asumsi data hasil penelitian tersebut. Setelah dilakukan uji asumsi berupa uji normalitas dan linieritas selanjutnya

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. terhubungdengan internet seperti Smartphone dan I-phone serta berbagai macam

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. terhubungdengan internet seperti Smartphone dan I-phone serta berbagai macam BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Salah satu tahap yang harus dilalui sebelum peneltian dilaksanakan adalah perlunya memahami orientasi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini adalah penelitian populasi, sehingga tidak digunakan sampel untuk mengambil data penelitian. Semua populasi dijadikan subyek penelitian. Subyek dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP BEBAN TUGAS GURU DENGAN STRES KERJA PADA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KERTEK, KABUPATEN WONOSOBO, JAWA TENGAH

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP BEBAN TUGAS GURU DENGAN STRES KERJA PADA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KERTEK, KABUPATEN WONOSOBO, JAWA TENGAH HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP BEBAN TUGAS GURU DENGAN STRES KERJA PADA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KERTEK, KABUPATEN WONOSOBO, JAWA TENGAH NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: Rudi Prasetyo 04320307

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdahulu mengenai self-esteem dan kecenderungan kesepian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdahulu mengenai self-esteem dan kecenderungan kesepian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini dimulai dari penemuan masalah yang telah terjadi di lapangan. Dari permasalahan tersebut peneliti mencoba mencari penelitianpenelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KETERAMPILAN MANAJERIAL BAGIAN SUMBER DAYA MANUSIA DENGAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KETERAMPILAN MANAJERIAL BAGIAN SUMBER DAYA MANUSIA DENGAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KETERAMPILAN MANAJERIAL BAGIAN SUMBER DAYA MANUSIA DENGAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN Oleh: HANDINI IKA PRATIWI SUS BUDIHARTO FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TERHADAP ORANG TUA DENGAN OTONOMI PADA REMAJA. Nadia Indah Permatasari Irwan Nuyana Kurniawan INTISARI

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TERHADAP ORANG TUA DENGAN OTONOMI PADA REMAJA. Nadia Indah Permatasari Irwan Nuyana Kurniawan INTISARI 1 HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TERHADAP ORANG TUA DENGAN OTONOMI PADA REMAJA Nadia Indah Permatasari Irwan Nuyana Kurniawan INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan mengetahui apakah ada hubungan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. tidaknya sebaran skor variable serta linier atau tidaknya hubungan. antara variabel bebas dengan variabel tergantungnya.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. tidaknya sebaran skor variable serta linier atau tidaknya hubungan. antara variabel bebas dengan variabel tergantungnya. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi dilaksanakan terlebih dahulu sebelum melakukan uji hipotesis. Uji asumsi ini menyangkut normalitas dan linieritas yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercatat paling pesat di dunia dalam kurun waktu Pada tahun 1980

BAB I PENDAHULUAN. tercatat paling pesat di dunia dalam kurun waktu Pada tahun 1980 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat paling pesat di dunia dalam kurun waktu 1980-2025. Pada tahun 1980 penduduk lansia di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pada dasarnya dialami oleh semua makhluk hidup. Tahapan perkembangan pada manusia dimulai pada saat manusia berada di dalam kandungan (prenatal) hingga

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M.

HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M. HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN Nama : Elfa Gustiara NPM : 12509831 Pembimbing : dr. Matrissya Hermita, M.si LATAR BELAKANG MASALAH Saat berada dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

para1). BAB I PENDAHULUAN

para1). BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi tua merupakan suatu proses perubahan alami yang terjadi pada setiap individu. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 60 tahun sampai 74 tahun sebagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI Nama : Kartika Pradita Andriani NPM : 13510847 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Prof. Dr. AM. Heru

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

JURNAL PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi

JURNAL PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi PENGARUH PERGAULAN TEMAN SEBAYA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS XI ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 SUKODONO TAHUN AJARAN 2013/2014. JURNAL PUBLIKASI

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Berdasarkan hasil uji normalitas data menggunakan program SPSS 16, didapatkan hasil bahwa data neuroticism memiliki nilai z = 0,605 dengan signifikansi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hurlock (1980) masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik

Lebih terperinci

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA DI JAKARTA

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA DI JAKARTA PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA DI JAKARTA Fitria Fauziah Psikologi, Gading Park View ZE 15 No. 01, 081298885098, pipih.mail@gmail.com (Fitria Fauziah, Cornelia Istiani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari jalinan sosial, dimana manusia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian. efikasi diri akademik pada remaja yang tinggal di panti asuhan, untuk

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian. efikasi diri akademik pada remaja yang tinggal di panti asuhan, untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah Hubungan dukungan sosial dengan efikasi diri akademik pada remaja yang tinggal di panti asuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

Dwi Nur Prasetia, Sri Hartati MS Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

Dwi Nur Prasetia, Sri Hartati MS Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA (STUDI KORELASI PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO) Dwi Nur Prasetia, Sri Hartati MS Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa.

BAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2000 diperoleh data bahwa jumlah lansia (kaum lanjut usia) mencapai 15,8 juta jiwa atau 7,6%. Sementara itu populasi

Lebih terperinci

Hubungan antara Berpikir Positif dengan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan

Hubungan antara Berpikir Positif dengan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan Hubungan antara Berpikir Positif dengan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan Fatwa Tentama Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Abstract : The purpose

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk lanjut usia bertambah, sedangkan proporsi penduduk berusia muda

BAB I PENDAHULUAN. penduduk lanjut usia bertambah, sedangkan proporsi penduduk berusia muda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini transisi demografi terjadi di seluruh dunia, dimana proporsi penduduk lanjut usia bertambah, sedangkan proporsi penduduk berusia muda menetap atau berkurang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. melalui berbagai penelitian terdahulu tentang kepuasan kerja dan work life

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. melalui berbagai penelitian terdahulu tentang kepuasan kerja dan work life BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subjek Penelitian ini dimulai dengan merumuskan variabel penelitian melalui berbagai penelitian terdahulu tentang kepuasan kerja dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam serangkaian periode berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lansia. Semua individu mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kelompok lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Dalam perjalanan hidup manusia, proses menua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH PERMISSIVE INDIFFERENT DENGAN PENYESUAIAN DIRI PERSONAL PADA REMAJA

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH PERMISSIVE INDIFFERENT DENGAN PENYESUAIAN DIRI PERSONAL PADA REMAJA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH PERMISSIVE INDIFFERENT DENGAN PENYESUAIAN DIRI PERSONAL PADA REMAJA Telah disetujui Pada Tanggal Dosen Pembimbing Utama (Hepi Wahyuningsih S. Psi., M. si) HUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang manusia dalam kehidupan. Manusia menjadi tua melalui proses perkembangan mulai dari bayi, anak-anak, dewasa, dan

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. dan harga diri, peneliti melakukan pengujian hipotesis. Hipotesis diuji dengan menggunakan teknik analisis korelasi Regresi

BAB V HASIL PENELITIAN. dan harga diri, peneliti melakukan pengujian hipotesis. Hipotesis diuji dengan menggunakan teknik analisis korelasi Regresi BAB V HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan data penelitian yang diperoleh dari skala perilaku konsumtif dan harga diri, peneliti melakukan pengujian hipotesis. Hipotesis diuji dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Peneliti menggunakan tryout dengan alasan bahwa dengan menggunakan tryout diharapkan item pada skala ini lebih valid dan reliable untuk mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI DALAM MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI DALAM MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI DALAM MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Oleh : NOVI ARIYANI MUH. BACHTIAR PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN 47 BAB V HASIL PENELITIAN A. Analisis Data 1. Uji Asumsi Uji asumsi merupakan uji data pertama yang dilakukan sebelum menggunakan teknik analisis korelasi product moment untuk menguji hipotesis. Uji asumsi

Lebih terperinci

JURNAL PENGARUH AKTIFITAS PACARAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMK PEMUDA PAPAR TAHUN PELAJARAN 2016/2017

JURNAL PENGARUH AKTIFITAS PACARAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMK PEMUDA PAPAR TAHUN PELAJARAN 2016/2017 JURNAL PENGARUH AKTIFITAS PACARAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMK PEMUDA PAPAR TAHUN PELAJARAN 2016/2017 EFFECT OF COURTSHIP ACTIVITY WITH ELEVENTH GRADE STUDENTS MOTIVATION TO LEARN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah proporsi penduduk lanjut usia (lansia). Proyeksi dan data-data

Lebih terperinci

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI Oleh: Hanggara Budi Utomo Dosen FKIP Universitas Nusantara PGRI Kediri Abstrak Seringkali

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Wira Maritim Surabaya adalah sekolah swasta di Surabaya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Wira Maritim Surabaya adalah sekolah swasta di Surabaya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Subjek SMK Wira Maritim Surabaya adalah sekolah swasta di Surabaya barat, tepatnya di Jalan Manukan Wasono. SMK ini berjumlah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun. Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau mendapat menstruasi (datang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 73 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian yang telah dilakukan meliputi deskripsi data, hasil analisis data penelitian, pengujian hipotesis, dan pembahasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini, peneliti akan mendeskripsikan skor budaya organisasi dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini, peneliti akan mendeskripsikan skor budaya organisasi dan 45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Deskripsi Subjek Pada bagian ini, peneliti akan mendeskripsikan skor budaya organisasi dan keterikatan kerja. Peneliti mendeskripsikan skor budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Aristoteles (dalam Bertens, 2004) menyebutkan bahwa kebahagiaan merupakan tujuan utama dari eksistensi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMKN

HUBUNGAN ANTARA KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMKN 233 HUBUNGAN ANTARA KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMKN Muhamad Abdul Aziz 1, Ewo Tarmedi 2, Sunarto H. Untung 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional 1. Variabel Variabel penelitian pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Setiap manusia pernah menghadapi situasi yang dapat menyebabkan kesepian.

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN DALEMAN TULUNG KLATEN SKRIPSI

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN DALEMAN TULUNG KLATEN SKRIPSI HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN DALEMAN TULUNG KLATEN SKRIPSI Diajukan Untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa dimana individu telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kepimpinan. Peneliti mendeskripsikan skor kepemimpinan dan kinerja

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kepimpinan. Peneliti mendeskripsikan skor kepemimpinan dan kinerja BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas hasil penelitian baik secara deskriptif maupun uji hipotesis serta Pembahasan. A. Analisis Deskripsi Subjek Pada bagian ini, peneliti akan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN PERILAKU PRODUKTIF PADA GURU SLB. Ermy Herawaty Sus Budiharto, S. Psi, M.

HUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN PERILAKU PRODUKTIF PADA GURU SLB. Ermy Herawaty Sus Budiharto, S. Psi, M. HUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN PERILAKU PRODUKTIF PADA GURU SLB Ermy Herawaty Sus Budiharto, S. Psi, M. Si, Psi INTISARI Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta yang menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa, sesuai Undang Undang Nomor 13 tahun 1998 Bab I pasal 11 ayat 11

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa, sesuai Undang Undang Nomor 13 tahun 1998 Bab I pasal 11 ayat 11 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan berpengaruh pada peningkatan usia harapan hidup. Lansia dengan jumlah yang meningkat dapat berperan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR DYAH NURUL HAPSARI Dr. Poeti Joefiani, M.Si Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Pada dasarnya setiap individu memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini kebanyakan definisi lansia lebih didasarkan pada patokan umur semata. Sebenarnya hal itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya manusia di ciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan di kodratkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individual memiliki unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN PT. SANDANG PANGAN SUKSES MAKMUR NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN PT. SANDANG PANGAN SUKSES MAKMUR NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN PT. SANDANG PANGAN SUKSES MAKMUR NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi harus terlebih dahulu dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis. Uji asumsi ini terdiri dari uji normalitas, uji linieritas, dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci