NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN RELASI BERSAMA PEER GROUP PADA LANSIA
|
|
- Sudomo Adi Lie
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN RELASI BERSAMA PEER GROUP PADA LANSIA Oleh : Allif Rahmi Hani Qurotul Uyun FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2005
2 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN RELASI BERSAMA PEER GROUP PADA LANSIA Telah Disetujui Pada Tanggal Dosen Pembimbing (Qurotul Uyun, S.Psi)
3 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN RELASI BERSAMA PEER GROUP PADA LANSIA Allif Rahmi Hani Qurotul Uyun INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia Semakin tinggi tingkat religiusitas, semakin positif relasi bersama peer group pada lansia. Sebaliknya semakin rendah tingkat religiusitas, semakin negatif relasi bersama peer group pada lansia. Subjek dalam penelitian ini adalah Lansia yang berdomisili di Sagan dengan rentang usia antara tahun. Tehnik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode angket. Adapun skala yang digunakan adalah skala religiusitas yang menggunakan teori Glock&Stark (1966) dan skala relasi bersama yang menggunakan teori David (1999). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 11,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = 0,310, p < 0,01 yang artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci :Tingkat religiusitas, Relasi bersama peer group pada lansia
4 A. Pengantar Kemajuan teknologi yang semakin maju menyebabkan adanya perkembangan di segala bidang kehidupan manusia. Perkembangan itu meliputi bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga akan mendukung penemuan baru dalam ilmu pengetahuan yang lain. Semua perkembangan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia agar tercukupi kebutuhan hidupnya. Perkembangan di bidang pangan dan kesehatan akan dapat menambah harapan usia hidup manusia agar lebih lama dan produktif. Semakin tingginya angka harapan usia hidup, maka sebagai konsekwensinya akan semakin banyak pula jumlah penduduk yang berusia lanjut. Di Indonesia tahun 1990 harapan usia hidup rata-rata mencapai 59.8 tahun. Perkiraan ini cenderung meningkat pada satu dekade berikutnya yaitu bertambahnya usia harapan hidup hingga mencapai usia 65 tahun.diperkirakan sampai tahun 2020 harapan usia hidup akan mencapai usia 71,7 tahun (Pikiran Rakyat, ) Fenomena pertambahan jumlah penduduk berusia lanjut atau Aged Population Boom, seperti yang dikatakan oleh Sri Sultan HB X adalah akibat dari meningkatnya usia harapan hidup. Diantara enam propinsi lainnya, DIY adalah yang tertinggi dalam jumlah penduduknya yang berusia lanjut. Enam propinsi tersebut adalah DIY (13,7 %), (JaTim 10,45 %), Bali ((,79 %), SulSel 7,63 %) dan SumBar (9,08 %) (Bernas, ). Hal ini memerlukan penanganan agar tidak dapat berkembang menjadi sumber masalah baru bila tidak mendapat penanganan khusus dari pemerintah. Permasalahan baru ini akan berdampak bagi usia produktif maupun bagi keseimbangan sistem kependudukan yang ada. Lanjut usia mendapat kedudukan dan penghormatan yang tinggi dalam masyarakat sehingga mereka mendapat perlakuan khusus dari orang lain dan
5 keluarganya (Gandadiputra,1985). Maksud dari perlakuan tersebut adalah untuk menunjukkan penghargaan dan penghormatan pada lanjut usia. Mereka mendapat perlakuan istimewa berupa pembebasan dari tugas-tugas sosial dan tugas sebagai orang tua. Sebagai contohnya dalam suatu kegiatan sosial dalam masyarakat, lanjut usia hanya diberi jabatan sebagai penasehat saja tanpa diberi kesempatan untuk ikut turun tangan membantu secara konkrit. Mereka jarang diberi jarang diberi kesempatan untuk menduduki jabatan yang mempunyai peran riil. Selain itu lanjut usia oleh keluarganya seringkali diminta untuk banyak tinggal dirumah beristirahat dan mengurangi aktifitas agar tidak lelah. Perlakuan istimewa tersebut dikatakan untuk alasan kesehatan dan keamanan lanjut usia itu sendiri. Pada kenyataannya perlakuan yang maksudnya ingin melindungi dan menghargai lanjut usia menjadi salah kaprah dan lebih cenderung memanjakan tanpa memberikan kesempatan pada lanjut usia untuk mengembangkan diri sesuai keinginannya. Penghormatan yang sebenarnya bertujuan positif ternyata justru menciptakan jarak komunikasi dan emosional dengan lingkungan sosial. Yang terjadi kemudian adalah lanjut usia merasa bingung karena ruang geraknya dibatasi dan tidak bisa secara bebas melakukan keinginannya akibat dari pembatasan aktifitas yang boleh dilakukan lanjut usia. Hal semacam itu dapat memunculkan perasaan tidak berguna dan tersisih yang mungkin juga menimbulkan depresi bila dibiarkan berlarut-larut. Padahal sebenarnya mereka masih ingin tetap memberikan kontribusi nyata sesuai dengan kemampuannya dan mendapat penghargaan dari orang lain secara wajar. Pada kenyataannnya orang lanjut usia tetap memerlukan perhatian dari lingkungan sosial yang menyangkut kesejahteraan fisik misalnya olah raga dan terutama lagi kesejahteraan emosionalnya berupa hubungan sosial yang menguntungkan terutama dengan teman sebaya. Pada lansia tetap ditemukan adanya
6 kebutuhan untuk berafiliasi terutama dengan keluarga dekat dan teman sebaya dalam rangka mendapat dukungan sosial serta penghargaan dari orang lain. kebutuhan berafiliasi yang terpenuhi akan mampu menekan tingkat depresi pada lansia, hal ini tentunya akan menimbulkan dampak yang positif bagi kesehatan mental lansia. Dari subjek penelitian lansia sebanyak 38 orang yang diukur tingkat depresinya, terungkap fakta bahwa 25 orang atau 65,8 % dari sampel menunjukkan tingkat depresi yang cukup. Dari subjek tersebut diukur tingkat kebutuhan berafiliasinya, ternyata didapatkan korelasi yang negatif dengan tingkat depresi. Subjek yang tingkat depresinya rendah mempunyai tingkat pemenuhan kebutuhan berafiliasi yang tinggi sekitar 55,3 %. Kenyataan ini didapat dengan adanya hasil penelitian tentang kebutuhan berafiliasi lansia pada panti werdha dengan judul Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Berafiliasi Dengan Tingkat Depresi Pada Wanita Lansia di PantiWerdha yang menyebutkan bahwa kebutuhan berafiliasi yang tinggi berkorelasi negatif dengan tingkat depresi pada lansia (Afida dkk, 2000). Ditinjau dari segi kesehatan, aktifitas pada lansia baik fisik maupun mental dan bersifat individual ataupun melibatkan orang lain dikatakan akan mampu menunjang kondisi fisik dan mental lansia. Secara fisik lansia yang tetap aktif diharapkan mampu untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosialnya termasuk pada relasi bersama orang lain. Keuntungan dari segi fisik pada lansia yang tetap aktif terlibat aktifitas bersama orang lain salah satunya adalah tetap terjaga kondisi kesehatannya karena adanya tambahan informasi penting yang berkaitan dengan kesehatan dari orang lain. Secara mental aktifitas bersama orang lain juga mampu membawa manfaat yaitu pencegahan terhadap resiko terserang penyakit degeneratif misalnya pikun. Interaksi yang luas akan memberikan pengalaman baru yang mungkin terkait dengan peristiwa sebelumnya sehingga
7 aktifitas otak yang berkait dengan kemampuan menyimpan suatu informasi tetap aktif. Lansia selalu mendapat anggapan yang negatif dari orang lain terutama oleh usia yang jauh lebih muda (Santrock,1995). Mereka dianggap sebagai manusia yang sulit dan cenderung merepotkan serta sumber masalah. Lansia tidak mampu untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain terutama dengan generasi yang lebih muda karena adanya pemahaman yang berbeda. Masalah kepribadian yang mempengaruhi interaksi sosial juga sering menjadi keluhan baik pada lansia maupun orang di sekitarnya. Lansia menjadi semakin sulit beradaptasi dengan perubahan kondisi fisik dan mental yang menyebabkan perasaan sedih dan kecewa karena adanya anggapan negatif yang melekat pada diri lanjut usia. Akibatnya pada sebagian lanjut usia yang kurang matang perkembangan mentalnya muncul kompensasi berupa sikap yang maladaptif dan bagi orang lain menjengkelkan sehingga mereka semakin membutuhkan dukungan dari orang lain sehingga sering dikatakan rewel dan manja. Mereka hanya bisa menyalahkan dan memberi penilaian yang salah terhadap orang lain tanpa mau dan mampu memahami lebih jauh. Sikap kekanak-kanakan seperti inilah yang sering terjadi pada lansia yang mendapat predikat sebagai lansia sulit dari orang lain. Kenyataan seperti diatas sebenarnya tidak perlu terjadi apabila lingkungan sosial termasuk lanjut usia itu sendiri mau berkembang bersama serta adanya pemberian kesempatan. Sebenarnya anggapan diatas tidak seluruhnya salah berkaitan dengan kondisi yang terjadi pada usia lanjut. Menurut tahapan perkembangan dari Erickson (Carlson,1988) yang mengatakan bahwa usia lanjut adalah usia dimana tahap perkembangan sampai pada tahap integritas versus keputusasaan. Kondisi psikologis yang terjadi pada tahap keputusasaan adalah ditandai dengan adanya kondisi yang
8 menimbulkan perasaan negatif pada diri lansia. Emosi negatif yang biasanya dialami berupa perasaan tersisih, tidak berguna, perasaan hampa, menarik diri dari lingkungan, depresi dan perilaku maladaptif, serta beberapa perilaku lainnya yang pada umumnya disebut dengan lansia yang memiliki kepribadian yang sulit. Kondisi seperti di atas sangat mungkin dan umum ditemui pada usia lanjut. Pada umumnya perasaan kesepian, tersisih dan perasaan hampa terjadi karena berkurangnya jumlah anggota keluarga. Contohnya berpisah dengan anak-anaknya yang sudah membentuk keluarga sendiri dan secara otomatis akan mengurangi perhatian anak pada orang tua. Para ahli mengistilahkan kondisi diatas sebagai Empty Nest Syndrome (Zander,1985). Hal seperti ini sangatlah wajar terjadi dikarenakan perubahan aktifitas pada lansia. Pada saat jumlah anggota keluarga masih lengkap dan berupa keluarga inti orang tua masih berkewajiban untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya serta mengasuh dan membesarkan mereka, orang tua mempunyai tanggung jawab dan hak penuh atas anak mereka, begitu juga sebaliknya anak-anak masih bergantung sepenuhnya pada orang tua selama mereka belum mampu sendiri. Saat itu orang tua masih merasa berguna dan berharga sehingga jarang timbul perasaan negatif. Lain halnya bila jumlah anggota keluarga berkurang, itu berarti tanggung jawab mereka berkurang dan mereka tidak lagi di butuhkan untuk aktifitas tertentu. Pada saat seperti itulah mereka ingin merasakan kembali kondisi-kondisi sebelumnya dimana mereka mendapatkan kehangatan, hubungan yang intens, dukungan emosional serta tempat bergantung yang biasanya di dapat dalam keluarga. Disinilah pentingnya peran sahabat sebagai support sistem untuk membantu meminimalkan munculnya perasaan negatif yang terjadi pada lansia dengan menyediakan dukungan emosional dan bantuan lainnya. Menurut data dari DepKes RI tahun 1992 gangguan jiwa pada lansia angka prevalensinya mencapai angka 1% dari jumlah lansia. Kenyataan seperti itu terjadi
9 karena pada lansia banyak sekali ditemui perubahan dari segi fisik, psikologis serta sosial budaya. Perubahan inilah yang sering kali menjadi sumber masalah dalam interaksi bersama orang lain terutama antar generasi. Pada kelompok usia yang sebaya masih dimungkinkan adanya pengalaman hidup serta pemahaman yang dapat menyatukan anggotanya karena perbedaan pandangan diantara mereka tidak terlalu jauh. Hubungan sosial pada kelompok ini cenderung intens dan ada proses timbal balik sehingga menghasilkan kondisi yang berdampak positif secara psikologis. Perbedaan yang sifatnya mendasar seperti pandangan hidup serta kepribadian akan mencetuskan konflik yang berdampak timbulnya kondisi tertekan dan perasaan negatif lainnya. Haditono (1993) mengemukakan bahwa di samping harus dapat melaksanakan tugas perkembangan lansia dengan baik, pada usia ini juga akan terjadi important life event yaitu kejadian penting dalam hidup. Kejadian-kejadian tersebut biasanya berupa kemunduran fisik, perasaan hampa serta menopause dan klimakterium. Pada kondisi ini akan timbul dampak berupa emosi negatif apabila tidak disadari sebelumnya. Diperlukan persiapan jauh sebelum menjelang usia lanjut dan setelah kita memasuki usia lanjut. Dengan begitu diharapkan mampu mempersiapkan lansia untuk menjalani masa lanjut usia dengan sejahtera. Persiapan menjelang masa usia lanjut antara lain dengan melaksanakan tugas perkembangan tahap sebelumnya secara progresif. Setelah kita memasuki masa usia lanjut tetap diperlukan dukungan dan bantuan berupa kehangatan dan perhatian serta respon positif dari orang lain. Lansia akan lebih mampu menghadapi important live event karena adanya saling tukar informasi dan dukungan dari peer groupnya yang juga menghadapi masalah yang sama. Mereka akan saling menguatkan bahwa perubahan-perubahan tersebut tidak hanya dijalani sendiri tetapi sesuatu yang wajar dialami lanjut usia. Lansia yang tidak memiliki peer
10 group dan terisolasi akan semakin merasa tersisih dan jauh dari kehidupan sosialnya. Hal yang muncul kemudian adalah adanya perasaan tidak berdaya dan tidak berguna sehingga semangat hidup menurun. Lansia mengalami perubahan secara psikologis maupun fisik dengan dinamika yang berbeda-beda pula karena mereka juga manusia yang selalu berkembang menurut arahnya masing-masing. Perubahan-perubahan semacam ini juga akan dialami oleh semua manusia pada setiap tahapan usia selama hidupnya. Agar perubahan dalam hidup manusia terutama dalam hal ini lansia tidak membawa dampak yang negatif, peran orang lain sangat membantu dalam penyediaan dukungan emosional disaat yang penting. Menurut Taylor (1995) ada beberapa alternatif untuk menghindarkan diri dari stress, salah satunya adalah mencari atau menambah sumber yang dapat dijadikan solusi. Sumber dari dalam diri lansia adalah pengalaman religius berupa perasaan dekat dengan Tuhan dan ciptaan-nya serta percaya terhadap semua ajarannya dan mau melaksanakan. Setiap agama tentunya mengajarkan kebaikan agar kehidupan manusia senantiasa sejahtera lahir maupun batin. Setiap agama memberikan pedoman-pedoman hidup yang ditujukan bagi pengikutnya agar dapat digunakan disaat mereka membutuhkan. Begitu pula dalam setiap ajaran agama diajarkan untuk selalu menjalin silaturahmi dan bekerjasama dengan orang lain kearah kebaikan. Kualitas pemahaman dan ketaatan beragama akan tercermin dari tingkah laku sehari-hari. Lansia yang memiliki keyakinan bahwa dengan memperluas pergaulan terutama dengan usia sebaya yang memiliki pengetahuan yang berguna dan bermanfaat akan semakin membawa pengaruh yang positif pada kondisi psikologisnya. Mereka akan berusaha saling menolong dan memberi dukungan disaatsaat yang sulit sehingga tercipta kondisi yang nyaman. Selanjutnya akan tebentuk ikatan emosional yang intens sehingga tiap individu akan berusaha untuk berbuat
11 yang terbaik bagi sesamanya. Selain itu usia lanjut merupakan tahap akhir perjalanan hidup manusia sebelum mengalami kematian sehingga lansia ingin berbuat kebaikan selama masih mampu agar dalam hidupnya lansia merasa berguna. Berdasar dari uraian diatas maka penulis ingin meneliti adakah hubungan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia. Penulis ingin mengetahui apakah tingkat religiusitas mempunyai korelasi terhadap relasi bersama peer group pada lansia. B. Hipotesis Ada hubungan yang positif antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia. Semakin tinggi tingkat religiusitas maka semakin positif relasi bersama peer garoup pada lansia. Semakin rendah tingkat religiusitas maka semakin negatif relasi bersama peer group pada lansia. C. Metode Penelitian Variabel Penelitian 1. Variabel Tergantung : Relasi bersama peer group pada lansia. 2. Variabel Bebas : Tingkat religiusitas. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah sejumlah lansia laki-laki dan perempuan dengan rentang usia tahun serta mampu berkomunikasi secara lisan dan tulisan, serta berdomsili di yogyakarta.
12 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan skala sebagai metode pengumpulan data. Digunakan dua skala yaitu skala religiusitas dan skala relasi bersama peer group. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini data yang diperoleh selanjutnya akan dilakukan analisis dengan menggunakan SPSS 11 for windows untuk mengetahui signifikansi hubungan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia digunakan teknik analisis product moment. D. Hasil Penelitian Hasil Penelitian 1. Hasil Kategorisasi Hasil kategorisasi dari variabel relasi bersama peer group pada lansia berada pada kategori sedang yaitu 37 subjek (61.7%) dan hasil kategorisasi dari variabel religiusitas berada pada kategori sedang yaitu 37 subjek (61.6 %). Pada variabel religiusitas terdiri dari empat aspek yaitu aspek belief berada dalam kategori sedang sebesar 66.7 % (40 subjek), aspek practice berada dalam kategori sedang sebesar 63.3 % (38 subjek), aspek feeling berada dalam kategori sedang sebesar 58.3 % (35 subjek) dan aspek effect berada dalam kategori sedang sebesar 2. Uji Normalitas Hasil penelitian menunjukkan kedua variabel dinyatakan normal atau representatif dalam menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Dimana variabel relasi bersama r = 0,299 p > 5 % dan variabel relugiusitas r = 0,162 p > 5 %.
13 3. Uji Linearitas Dari hasil analisis data menunjukkan hubungan antara variabel relasi bersama dengan variabel religiusitas membentuk suatu garis lurus (Linier). Dimana Linierity signifikan (p < 5 %) dan Deviation From Linierity tidak signifikan (p > 5 %), maka termasuk dalam linieritas sempurna. 4. Uji Hipotesis Hasil perhitungan dengan Korelasi Product Moment Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia (r=0,310, p =0,008 atau p<0.01). Maka hipotesis awal diterima, karena terbkti bahwa ada hubungan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia dan semakin tinggi tingkat religiusitas maka semakin positif relasi bersama peer group pada lansia. Hasil lain yang diperoleh adalah koefisien determinasi (R Squared) sebesar % yang berarti bahwa tingkat religiusitas memberikan sumbangan efektif sebesar 9.6 % pada relasi bersama peer group pada lansia. a. Analisis Tambahan 1) Hasil analisis antara variable religiusitas belief dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r= 0,179 (p=0,086 atau p>0.05). hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada koreasi yang signifikan antara variable belief dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. 2) Hasil analisis antara variable religiusitas practice dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r=0,330 (p=0,005 atau p<0,01). hasil ini mennjukkan bahwa ada koreasi yang sangat
14 signifikan antara variable practice dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. Sumbangan efektif religiusitas practice sebesar 10,9%. 3) Hasil analisis antara variable religiusitas feeling dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r=0,333 (p=0,005 atau p<0,01). hasil ini mennjukkan bahwa ada koreasi yang sangat signifikan antara variable feeling dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. Sumbangan efektif religiusitas feeling sebesar 111%. 4) Hasil analisis antara variable religiusitas effect dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r=0,340 (p=0,004 atau p<0,01). hasil ini mennjukkan bahwa ada korelasi yang sangat signifikan antara variable effect dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. Sumbangan efektif religiusitas practice sebesar 11,6%. E. Pembahasan Hasil perhitungan dengan Korelasi Product Moment Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia (r=0,310, p =0,008 atau p<0,01). Maka hipotesis awal diterima, karena terbkti bahwa ada hubungan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia dan semakin tinggi tingkat religiusitas maka semakin positif relasi bersama peer group pada lansia. Variable religiusitas 1 dalam penelitian ini memberikan hasil sumbangan sebesar 9,6 %.
15 Relasi bersama adalah interaksi dengan orang lain yang melibatkan aktifitas bersama serta adanya komunikasi dua arah. Relasi bersama dalam penelitian ini melibatkan antar lansia. Lansia yang menjadi subjek penelitian ini memiliki relasi bersama yang baik, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang membuktikan bahwa kategorisasi yang diperoleh pada variable relasi bersama peer group bukan pada kategori rendah atau sangat tinggi tetapi pada kategori sedang sebanyak 37 subjek yaitu 61,7 % dari keseluruhan subjek peneltian. Aspek-aspek dalam religiusitas ada lima yaitu religious knowledge atau pengetahuan agama, religious belief atau keyakinan agama, religious practice atau praktek agama, religious feeling atau pengalaman agama dan religious effect pengamalan agama. Dalam penelitian ini religiusitas hanya mengungkap empat aspek yaitu religious belief atau keyakinan agama, religious practice atau praktek agama, religious feeling atau pengalaman agama dan religious effect pengamalan agama. Hasil penelitian untuk kategorisasi pada variable religiusitas ini menunjukkan bahwa 41 subjek penelitian dalam kategori sedang yaitu 61.6 %. Untuk lebih dapat mengungkap keterkaitan antara variable religiusitas dengan variable relasi bersama peer group pada lansia dalam penelitian ini maka dilakukan analisis koefisien korelasi antara kedua variable tersebut. Hasil analisis antara variable religiusitas belief dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r=0,179 (p=0,086 atau p>0.05). hasil ini mennjukkan bahwa tidak ada koreasi yang signifikan antara variable belief dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. Kenyataan tersebut berarti belief atau keyakinan subjek hanya memberikan sumbangan yang arelatif kecil dalam pembentukan sikap dalam relasi bersama peer group pada lansia.
16 Hasil analisis antara variable religiusitas practice dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r=0,330 (p=0,005 atau p<0,01). hasil ini mennjukkan bahwa ada koreasi yang sangat signifikan antara variable practice dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. Sumbangan efektif religiusitas practice sebesar 10,9%. Hasil analisis antara variable religiusitas feeling dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r=0,333 (p=0,005 atau p<0,01). hasil ini mennjukkan bahwa ada koreasi yang sangat signifikan antara variable feeling dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. Sumbangan efektif religiusitas feeling sebesar 11,1%. Hasil analisis antara variable religiusitas effect dan variable relasi bersama peer group pada lansia menunjukkan hasil r=0,340 (p=0,004 atau p<0,01). hasil ini mennjukkan bahwa ada korelasi yang sangat signifikan antara variable effect dengan variable relasi bersama peer group pada lansia. Sumbangan efektif religiusitas practice sebesar 11,6%. F. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara tingkat religiusitas dengan relasi bersama peer group pada lansia (r = 0,310, p < 0,01). Hal ini berarti semakin tinggi religiusitas maka semakin positif relasi bersama peer group pada lansia. Sumbangan effektif yang diberikan oleh variabel religiusitas adalah 9,6 % dan sisanya 90,4 % disebabkan oleh faktor lainnya. Hal ini berarti hipotesis yang diajukan diterima.
17 G. Saran 1. Bagi Subjek Penelitian Semakin menambah pengetahuan tentang ilmu agama agar dapat mengamalkannya dengan tepat dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan dengan orang lain akan semakin baik bila dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Sumbangan variabel tingkat religiusitas yang kecil bisa juga disebabkan oleh factor-faktor lain. penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengungkap factor lain yang mempengaruhi relasi bersama peer group pada lansia. H. Daftar Pustaka Afida dkk, Bernas Carlson, 1988 Gandadiputra, 1985 Haditono, S. R. dkk Diktat Psikologi Gerontologi. Yogyakarta. Tidak diterbitkan. Pikiran Rakyat Santrock, J. W Adolescence. 2th ed. Mc Graw Hill. Taylor, Shelley. E, Healty Psychology. 3 rd ed. Mc. Graw Hill. Zander, James. W Human Development. 3 rd ed. Alfred A. Knopf. New York.
18 I. Identitas Allif Rahmi Hani Sagan GK V/1053 RT 43/9 Yogyakarta
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFLIK ORANGTUA (AYAH IBU) - ANAK DENGAN DEPRESI PADA REMAJA
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KONFLIK ORANGTUA (AYAH IBU) - ANAK DENGAN DEPRESI PADA REMAJA Oleh : Finda Fatmawati Hepi Wahyuningsih PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ISTRI DENGAN KECEMASAN SUAMI MENJELANG MASA PENSIUN
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL ISTRI DENGAN KECEMASAN SUAMI MENJELANG MASA PENSIUN oleh : MUTYA GUSTI RAMA Dra. AISAH INDATI, M.S FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU
1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU Oleh : Chinta Pradhika H. Fuad Nashori PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN penelitian ini. Pada bab ini, peneliti akan menguraikan kesimpulan dan saran dari hasil 5.1 Kesimpulan Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PERSONAL RESPONSIBILITY KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN PERKEBUNAN YOGYAKARTA
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PERSONAL RESPONSIBILITY KARYAWAN LEMBAGA PENDIDIKAN PERKEBUNAN YOGYAKARTA DISUSUN OLEH SUGESTI HANUNG ANDITYA SUS BUDIHARTO PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya usia harapan hidup hampir di seluruh negara di dunia menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dan terjadi transisi demografi ke arah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA OTORITER DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA OTORITER DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA Oleh: Iffah Savitri Mira Aliza Rachmawati PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah Penelitian Subjek penelitian ini adalah anggota dari kelompokkelompok game yang bermain Ayo Dance di Salatiga, tepatnya anggota Narciz Community
Lebih terperinciHUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI
HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja.
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek Subyek dalam penelitian ini adalah siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya. Siswa MA Boarding School Amanatul Ummah Surabaya kelas XI
Lebih terperinciKEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN
KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lambat cepatnya proses tersebut bergantung pada masing-masing individu.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang, hanya lambat cepatnya proses tersebut
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Sebelum dilakukan uji hipotesis, dilakukan uji asumsi data hasil penelitian tersebut. Setelah dilakukan uji asumsi berupa uji normalitas dan linieritas selanjutnya
Lebih terperinciBAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. terhubungdengan internet seperti Smartphone dan I-phone serta berbagai macam
BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Salah satu tahap yang harus dilalui sebelum peneltian dilaksanakan adalah perlunya memahami orientasi
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun
BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini adalah penelitian populasi, sehingga tidak digunakan sampel untuk mengambil data penelitian. Semua populasi dijadikan subyek penelitian. Subyek dalam
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP BEBAN TUGAS GURU DENGAN STRES KERJA PADA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KERTEK, KABUPATEN WONOSOBO, JAWA TENGAH
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP BEBAN TUGAS GURU DENGAN STRES KERJA PADA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KERTEK, KABUPATEN WONOSOBO, JAWA TENGAH NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: Rudi Prasetyo 04320307
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdahulu mengenai self-esteem dan kecenderungan kesepian
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ini dimulai dari penemuan masalah yang telah terjadi di lapangan. Dari permasalahan tersebut peneliti mencoba mencari penelitianpenelitian
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KETERAMPILAN MANAJERIAL BAGIAN SUMBER DAYA MANUSIA DENGAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KETERAMPILAN MANAJERIAL BAGIAN SUMBER DAYA MANUSIA DENGAN SEMANGAT KERJA KARYAWAN Oleh: HANDINI IKA PRATIWI SUS BUDIHARTO FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TERHADAP ORANG TUA DENGAN OTONOMI PADA REMAJA. Nadia Indah Permatasari Irwan Nuyana Kurniawan INTISARI
1 HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TERHADAP ORANG TUA DENGAN OTONOMI PADA REMAJA Nadia Indah Permatasari Irwan Nuyana Kurniawan INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan mengetahui apakah ada hubungan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. tidaknya sebaran skor variable serta linier atau tidaknya hubungan. antara variabel bebas dengan variabel tergantungnya.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi dilaksanakan terlebih dahulu sebelum melakukan uji hipotesis. Uji asumsi ini menyangkut normalitas dan linieritas yang digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercatat paling pesat di dunia dalam kurun waktu Pada tahun 1980
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat paling pesat di dunia dalam kurun waktu 1980-2025. Pada tahun 1980 penduduk lansia di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pada dasarnya dialami oleh semua makhluk hidup. Tahapan perkembangan pada manusia dimulai pada saat manusia berada di dalam kandungan (prenatal) hingga
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN. : Elfa Gustiara NPM : : dr. Matrissya Hermita, M.
HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN (ATTACHMENT) DAN INTIMACY PADA MAHASISWA YANG BERPACARAN Nama : Elfa Gustiara NPM : 12509831 Pembimbing : dr. Matrissya Hermita, M.si LATAR BELAKANG MASALAH Saat berada dalam
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)
Lebih terperincipara1). BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menjadi tua merupakan suatu proses perubahan alami yang terjadi pada setiap individu. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 60 tahun sampai 74 tahun sebagai
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI Nama : Kartika Pradita Andriani NPM : 13510847 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Prof. Dr. AM. Heru
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciJURNAL PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi
PENGARUH PERGAULAN TEMAN SEBAYA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS XI ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 SUKODONO TAHUN AJARAN 2013/2014. JURNAL PUBLIKASI
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN
BAB V HASIL PENELITIAN A. Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Berdasarkan hasil uji normalitas data menggunakan program SPSS 16, didapatkan hasil bahwa data neuroticism memiliki nilai z = 0,605 dengan signifikansi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hurlock (1980) masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik
Lebih terperinciPENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA DI JAKARTA
PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA DI JAKARTA Fitria Fauziah Psikologi, Gading Park View ZE 15 No. 01, 081298885098, pipih.mail@gmail.com (Fitria Fauziah, Cornelia Istiani,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melepaskan diri dari jalinan sosial, dimana manusia
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian. efikasi diri akademik pada remaja yang tinggal di panti asuhan, untuk
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah Hubungan dukungan sosial dengan efikasi diri akademik pada remaja yang tinggal di panti asuhan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.
Lebih terperinciDwi Nur Prasetia, Sri Hartati MS Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA (STUDI KORELASI PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO) Dwi Nur Prasetia, Sri Hartati MS Fakultas Psikologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN diprediksikan mencapai jiwa atau 11,34%. Pada tahun terjadi peningkatan mencapai kurang lebih 19 juta jiwa.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2000 diperoleh data bahwa jumlah lansia (kaum lanjut usia) mencapai 15,8 juta jiwa atau 7,6%. Sementara itu populasi
Lebih terperinciHubungan antara Berpikir Positif dengan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan
Hubungan antara Berpikir Positif dengan Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Cacat Tubuh Akibat Kecelakaan Fatwa Tentama Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Abstract : The purpose
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk lanjut usia bertambah, sedangkan proporsi penduduk berusia muda
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini transisi demografi terjadi di seluruh dunia, dimana proporsi penduduk lanjut usia bertambah, sedangkan proporsi penduduk berusia muda menetap atau berkurang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA
HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. melalui berbagai penelitian terdahulu tentang kepuasan kerja dan work life
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subjek Penelitian ini dimulai dengan merumuskan variabel penelitian melalui berbagai penelitian terdahulu tentang kepuasan kerja dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam hidupnya akan mengalami perkembangan dalam serangkaian periode berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lansia. Semua individu mengikuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kelompok lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Dalam perjalanan hidup manusia, proses menua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh tertentu. Penggunaan pola asuh ini memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH PERMISSIVE INDIFFERENT DENGAN PENYESUAIAN DIRI PERSONAL PADA REMAJA
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH PERMISSIVE INDIFFERENT DENGAN PENYESUAIAN DIRI PERSONAL PADA REMAJA Telah disetujui Pada Tanggal Dosen Pembimbing Utama (Hepi Wahyuningsih S. Psi., M. si) HUBUNGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang manusia dalam kehidupan. Manusia menjadi tua melalui proses perkembangan mulai dari bayi, anak-anak, dewasa, dan
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia
1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. dan harga diri, peneliti melakukan pengujian hipotesis. Hipotesis diuji dengan menggunakan teknik analisis korelasi Regresi
BAB V HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan data penelitian yang diperoleh dari skala perilaku konsumtif dan harga diri, peneliti melakukan pengujian hipotesis. Hipotesis diuji dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Peneliti menggunakan tryout dengan alasan bahwa dengan menggunakan tryout diharapkan item pada skala ini lebih valid dan reliable untuk mengukur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI DALAM MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI DALAM MENGHADAPI MASA PENSIUN PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Oleh : NOVI ARIYANI MUH. BACHTIAR PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN
47 BAB V HASIL PENELITIAN A. Analisis Data 1. Uji Asumsi Uji asumsi merupakan uji data pertama yang dilakukan sebelum menggunakan teknik analisis korelasi product moment untuk menguji hipotesis. Uji asumsi
Lebih terperinciJURNAL PENGARUH AKTIFITAS PACARAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMK PEMUDA PAPAR TAHUN PELAJARAN 2016/2017
JURNAL PENGARUH AKTIFITAS PACARAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA KELAS XI SMK PEMUDA PAPAR TAHUN PELAJARAN 2016/2017 EFFECT OF COURTSHIP ACTIVITY WITH ELEVENTH GRADE STUDENTS MOTIVATION TO LEARN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah proporsi penduduk lanjut usia (lansia). Proyeksi dan data-data
Lebih terperinciHubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI
Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI Oleh: Hanggara Budi Utomo Dosen FKIP Universitas Nusantara PGRI Kediri Abstrak Seringkali
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMK Wira Maritim Surabaya adalah sekolah swasta di Surabaya
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Subjek SMK Wira Maritim Surabaya adalah sekolah swasta di Surabaya barat, tepatnya di Jalan Manukan Wasono. SMK ini berjumlah dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun. Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau mendapat menstruasi (datang
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
73 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian yang telah dilakukan meliputi deskripsi data, hasil analisis data penelitian, pengujian hipotesis, dan pembahasan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini, peneliti akan mendeskripsikan skor budaya organisasi dan
45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Deskripsi Subjek Pada bagian ini, peneliti akan mendeskripsikan skor budaya organisasi dan keterikatan kerja. Peneliti mendeskripsikan skor budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Aristoteles (dalam Bertens, 2004) menyebutkan bahwa kebahagiaan merupakan tujuan utama dari eksistensi manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMKN
233 HUBUNGAN ANTARA KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMKN Muhamad Abdul Aziz 1, Ewo Tarmedi 2, Sunarto H. Untung 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
31 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional 1. Variabel Variabel penelitian pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
Lebih terperinciPENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN
PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG
BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Setiap manusia pernah menghadapi situasi yang dapat menyebabkan kesepian.
Lebih terperinciHUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN DALEMAN TULUNG KLATEN SKRIPSI
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN DALEMAN TULUNG KLATEN SKRIPSI Diajukan Untuk memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun oleh:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa dimana individu telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kepimpinan. Peneliti mendeskripsikan skor kepemimpinan dan kinerja
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas hasil penelitian baik secara deskriptif maupun uji hipotesis serta Pembahasan. A. Analisis Deskripsi Subjek Pada bagian ini, peneliti akan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN PERILAKU PRODUKTIF PADA GURU SLB. Ermy Herawaty Sus Budiharto, S. Psi, M.
HUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN PERILAKU PRODUKTIF PADA GURU SLB Ermy Herawaty Sus Budiharto, S. Psi, M. Si, Psi INTISARI Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta yang menunjukkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa, sesuai Undang Undang Nomor 13 tahun 1998 Bab I pasal 11 ayat 11
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan berpengaruh pada peningkatan usia harapan hidup. Lansia dengan jumlah yang meningkat dapat berperan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si
HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR DYAH NURUL HAPSARI Dr. Poeti Joefiani, M.Si Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Pada dasarnya setiap individu memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini kebanyakan definisi lansia lebih didasarkan pada patokan umur semata. Sebenarnya hal itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya manusia di ciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan di kodratkan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individual memiliki unsur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN PT. SANDANG PANGAN SUKSES MAKMUR NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN PT. SANDANG PANGAN SUKSES MAKMUR NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi harus terlebih dahulu dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis. Uji asumsi ini terdiri dari uji normalitas, uji linieritas, dan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas
Lebih terperinci