BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang berarti hama dan cida atau sida yang berarti membunuh. Dalam PP No 7 tahun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang berarti hama dan cida atau sida yang berarti membunuh. Dalam PP No 7 tahun"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pestisida 12 Menurut Depkes RI (1990) Kata Pestisida berasal dari rangkaian kata pest yang berarti hama dan cida atau sida yang berarti membunuh. Dalam PP No 7 tahun 1973 yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk beberapa tujuan berikut: Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian Memberantas rerumputan Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan Mengatur dan merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman (tidak termasuk golongan pupuk) Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan ternak Memberantas atau mencegah hama-hama air Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, bangunan, dan dalam alat-alat pengangkutan Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia. 2.2 Klasifikasi Pestisida 13,14,15 Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya, targetnya/sasaran, cara kerjanya atau efek keracunan dan berdasarkan stuktur kimianya yaitu:

2 2.2.1 Berdasarkan atas sifat pestisida dapat digolongkan menjadi : bentuk padat, bentuk cair, bentuk asap (aerosol), bentuk gas (fumigan) Berdasarkan organ targetnya/sasrannya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Insektisida berfungsi untuk membunuh atau mengendalikan serangga b. Herbisida berfungsi untuk membunuh gulma c. Fungisida berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan d. Algasida berfungsi untuk membunuh alga e. Rodentisida berfungsi untuk membunuh binatang pengerat f. Akarisida berfungsi untuk membunuh tungau atau kutu g. Bakterisida berfungsi untuk membunuh atau melawan bakteri h. Moluskisida berfungsi untuk membunuh siput Berdasarkan Cara Kerja atau efek keracunannya dapat digolongkan sebagai berikut: a. Racun kontak adalah membunuh sasarannya bila pestisida mengenai kulit hewan sasarannya. b. Racun perut adalah membunuh sasarannya bila pestisida tersebut termakan oleh hewan yang bersangkutan. c. Fumigan adalah senyawa kimia yang membunuh sasarannya melalui saluran pernafasan. d. Racun sistemik adalah pestisida dapat diisap oleh tanaman, tetapi tidak merugikan tanaman itu sendiri di dalam batas waktu tertentu dapat membunuh serangga yang menghisap atau memakan tanaman tersebut.

3 2.2.4 Berdasarkan stuktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi: golongan organoklorin, golongan organofhosfat, golongan karbamat, golongan piretroid. a. Golongan Organoklorin Merupakan bagian dari kelas yang lebih luas dari halogenated hydrocarbon, termasuk diantaranya dan terkenal sebagai penyebab masalah yaitu Polyclorinated biphenyls dan dioxin. Sebagai kelompok, insektisida organoklorin merupakan racun terhadap susunan saraf (neurotoxins) yang merangsang sistem saraf baik pada serangga maupun mamalia, menyebabkan tremor dan kejang-kejang. b. Golongan Organofosfat Pestisida golongan organofosfat makin banyak digunakan karena sifatsifatnya yang menguntungkan bagi para petani. Cara kerja golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resisten pada serangga. Bekerja sebagai racun kontak, racun perut dan juga racun pernapasan. Golongan organofosfat bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim kolinesterase, sehingga asetilkolin tidak terhidrolisa. Oleh karena itu, keracunan pestisida golongan organofosfat disebabkan oleh asetilkolin yang berlebihan, mengakibatkan perangsangan secara terus- menerus pada saraf. Keracunan ini dapat terjadi melalui mulut, inhalasi dan kulit. c. Golongan Carbamat Menurut Sartono (2002) pestisida golongan carbamat merupakan racun kontak, racun perut dan racun pernapasan. Bekerja sama seperti golongan organofosfat, yaitu menghambat aktivitas enzim kolinesterase. Jika terjadi keracunan

4 yang di sebabkan oleh golongan karbamat, gejalanya sama seperti pada keracunan organofosfat, tetapi lebih mendadak dan tidak lama karena efeknya terhadap enzim kolinesterase tidak persisten. d. Golongan Piretroid Insektisida dari kelompok piretroid merupakan analog dari piretrum yang menunjukkan efikasi yang lebih tinggi terhadap serangga dan pada umumnya toksisitasnya terhadap mamalia lebih rendah dibandingkan dengan insektisida lainnya. Namun kebanyakan diantaranya sangat toksik terhadap ikan, tawon madu dan serangga berguna lainnya. Bekerjanya terutama secara kontak dan tidak sistemik. 2.3 Patofisiologi 17,18 Pestisida masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara kulit, Pertama absorpsi melalui kulit berlangsung terus selama pestisida masih ada dikulit. Kedua melalui mulut (tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja (bunuh diri) akan mengakibatkan keracunan berat hingga mengakibatkan kematian. Ketiga melalui pernafasan dapat berupa bubuk, droplet atau uap dapat meyebabkan kerusakan serius pada hidung, tenggorokan jika terhisap cukup banyak.

5 Pestisida meracuni tubuh manusia dengan mekanisme kerja sebagai berikut: Mempengaruhi kerja enzim/hormon. Enzim dan hormon terdiri dari protein komplek yang dalam kerjanya perlu adanya activator atau cofaktor yang biasanya berupa vitamin. Bahan racun yang masuk kedalam tubuh dapat menonaktifkan aktivator sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja atau langsung non aktif. Pestisida masuk dan berinteraksi dengan sel sehingga akan menghambat atau mempengaruhi kerja sel, contohnya gas CO menghambat haemoglobin dalam mengikat atau membawa oksigen Merusak jaringan sehingga timbul histamine dan serotine. Ini akan menimbulkan reaksi alergi, juga kadang-kadang akan terjadi senyawa baru yang lebih beracun Fungsi detoksikasi hati (hepar). Pestisida yang masuk ketubuh akan mengalami proses detoksikasi (dinetralisasi) di dalam hati oleh fungsi hati (hepar). Senyawa racun ini akan diubah menjadi senyawa lain yang sifatnya tidak lagi beracun terhadap tubuh.

6 2.4 Keracunan Pestisida dan Cara Masuk Pestisida Ke Tubuh Manusia 9, Keracunan Pestisida Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam tubuh manusia melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga menimbulkan dampak negatif bagi tubuh. Penggunaan pestisida dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini keracunan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu: a. Keracunan Akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit dan diare. b. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi meningkat, pingsan. c. Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya: iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan pernafasan. Ada 4 macam pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi dalam penggunaan pestisida yakni :

7 a. Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat pestisida (Produk pestisida yang belum di encerkan). b. Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan. c. Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida. d. Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai. Diantara keempat pekerjaan tersebut di atas yang paling sering menimbulkan kontaminasi adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama menyemprotkan pestisida. Namun yang paling berbahaya adalah pekerjaan mencampur pestisida. Saat mencampur, kita bekerja dengan konsentrat (pestisida dengan kadar tinggi), sedang saat menyemprot kita bekerja dengan pestisida yang sudah diencerkan Cara Masuk Pestisida Ke Tubuh Manusia Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yakni: kontaminasi memalui kulit (dermal Contamination), terhisap masuk kedalam saluran pernafasan (inhalation) dan masuk melalui saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral). a. Kontaminasi Melalui Kulit (dermal contamination) Pestisida yang menempel di permukaan kulit bias meresap masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi, meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan keracunan akut. Lebih dari 90% kasus keracunan diseluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Risiko bahaya karena kontaminasi lewat kulit dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut:

8 a.1 Toksitas dermal (dermal LD 50) pestisida yang bersangkutan maka makin rendah angka LD 50 makin berbahaya. a.2 Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit, yaitu semakin pekat pestisida maka semakin besar bahayanya. a.3 Formulasi pestisida misalnya formulasi EC dan ULV atau formulasi cair lebih mudah diserap kulit dari pada formulasi butiran. a.4 Jenis atau bagian kulit yang terpapar yaitu mata misalnya mudah sekali meresapkan pestisida. Kulit punggung tangan lebih mudah meresapkan pestisida dari pada kulit telapak tangan. a.5 Luas kulit yang terpapar pestisida yaitu makin luas kulit yang terpapar makin besar risikonya. a.6 Kondisi fisik yang bersangkutan. Semakin lemah kondisi fisik seseorang, maka semakin tinggi risiko keracunannya. Dalam penggunaanya atau aplikasi pestisida, pekerjaan-pekerjaan yang menimbulkan risiko kontaminasi lewat kulit adalah: a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet atau drift pestisidanya dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida. b. Pencampuran pestisida c. Mencuci alat-alat pestisida. b. Terhisap masuk ke dalam saluran pernapasan (inhalation) Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit. Gas dan partikel semprotan yang

9 sangat halus (misalnya, kabut asap dari fogging) dapat masuk kedalam paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput lendir hidung atau di kerongkongan. Bahaya penghirupan pestisida lewat saluran pernapasan juga dipengaruhi oleh LD 50 pestisida yang terhirup dan ukuran partikel dan bentuk fisik pestisida. Pestisida berbentuk gas yang masuk ke dalam paru-paru dan sangat berbahaya. Partikel atau droplet yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat mencapai paru-paru, namun droplet yang berukuran lebih dari 50 mikron mungkin tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat menimbulkan gangguan pada selaput lendir hidung dan kerongkongan. Gas beracun yang terhisap ditentukan oleh: a. Konsentrasi gas di dalam ruangan atau di udara b. Lamanya paparan c. Kondisi fisik seseorang (pengguna) Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran pernafasan adalah a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur dan sebagainya) di ruangan tertutup atau yang ventilasinya buruk. b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas (misalnya fumigasi), aerosol serta fogging, terutama aplikasi di dalam ruangan; aplikasi pestisida berbentuk tepung (misalnya tepung hembus) mempunyai risiko tinggi. c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan) c. Masuk kedalam saluran pencernaan makanan melalui mulut (oral)

10 Peristiwa keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan kontaminasi kulit. Karacunan lewat mulut dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut: c.1 Kasus bunuh diri. c.2 Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida. c.3 Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida. c.4 Drift (butiran halus) pestisida terbawa angin masuk ke mulut. c.5 Meniup kepala penyembur (nozzle) yang tersumbat dengan mulut, pembersihan nozzle dilakukan dengan bantuan pipa kecil. c.6 Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida, misalnya diangkut atau disimpan dekat pestisida yang bocor atau disimpan dalam bekas wadah atau kemasan pestisida. c.7 Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam bekas wadah makanan atau disimpan tanpa label sehingga salah ambil. 2.5 Gejala Keracunan Pestisida 9 Gejala keracunan khususnya pestisida dari golongan organofosfat dan karbamat tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa seperti: pusing, mual, dan lemah. Gejala klinik baru akan timbul bila aktivitas kolinesterase 50 % dari normal atau lebih rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel gejala klinis tingkat keracunan pestisida dibawah ini.

11 Tabel 2.1 Gejala Klinis untuk Setiap Tingkatan keracunan Dan Prognosisnya Aktivitas Kolinesterase (%) Tingkatan Keracunan Gejala Kelinis Prognosis Ringan Lemah, sakit kepala, pening, mau muntah, berliur banyak, mata berair, miosis, detak jantung cepat Sedang Lelah mendadak, penglihatan, berliur banyak, berkeringat, muntah diare, sukar bernafas, hipertonia, tremor pada tangan dan kepala, miosis, nyeri dada, sianosis pada membran mucosa 0-25 Berat Tremor mendadak, kejangkejang, otot tidak dapat digerakkan, intensif sianosis, pembengkakan paru, koma. (Sumber: Munaf, 1997) Sadar dalam waktu 1-3 hari Sadar dalam waktu 1-2 Minggu Kematian karena gagal pernafasan dan gagal jantung 2.6 Diagnosis Keracunan Pestisida Diagnosa keracunan pestisida yang tepat harus dilakukan lewat proses medis baku, kebanyakan harus dilakukan di laboratorium. Namun jika seseorang yang mulamula sehat kemudian selama atau setelah bekerja dengan pestisida merasakan salah satu atau beberapa gejala keracunan pestisida diduga telah keracunan pestisida. Untuk pestisida yang bekerja dengan menghambat enzim cholinesterase (misalnya pestisida dari kelompok organofosfat dan carbamat), diagnosa gejala keracunan biasa dilakukan dengan uji (test) cholinesterase. 17

12 Umumnya gejala keracunan organofosfat atau karbamat baru akan dilihat jika aktivitas kolinestrase darah menurun sampai 30%. Namun penurunan sampai 50% pada pengguna pstisida diambil sebagai batas, dan disarankan agar penderita menghentikan pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida Epidemiologi Keracunan Pestisida Distribusi dan Frekuensi Keracunan Pestisida Epidemiologi keracunan Pestisida yaitu mempelajari frekuensi, distribusi keracunan Pestisida dan determinan atau faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam distribusi keracunan Pestisida dapat dilihat berdasarkan 3 variabel yaitu variabel orang (Person), variabel Tempat (Place), dan variabel waktu (Time). 19 a. Menurut Orang (Person) Keracunan akibat pestisida sudah menjadi masalah seluruh dunia, dengan estimasi jumlah kasus per tahun sebesar 1-3 juta. Angka kematian beragam mulai dari 1% sampai 9% kasus yang datang berobat, dan bergantung pada ketersediaan antidot serta mutu layanan medis yang diberikan. Keracunan yang disengaja (terutama untuk upaya percobaan bunuh diri atau berhasil bunuh diri), proporsinya dalam kasus keracunan pestisida cukup besar di Negara tertentu. Pestisida mudah didapat di rumah tangga sehingga menjadikannya sebagai metode kesukaan/pilihan mereka yang berniat bunuh diri. Mayoritas kasus keracunan pestisida yang tidak disengaja terjadi di kalangan petani dan keluarga mereka. Paparan terjadi terutama selama pencampuran atau penyemprotan pestisida, penyemprotan dengan pesawat atau memasuki wilayah yang disemprot. Paparan okupasional akut juga dapat terjadi selama pembuatan, formulasi,

13 pengemasan, dan pendistribusian pestisida. efek akutnya yang berkaitan dengan paparan okupasional terhadap pestisida antara sensasi terbakar di mata yang terkena semprotan zat kimia, kerusakan kulit, efek neurologis, dan efek pada hati. Paparan kronis diduga menyebabkan masalah reproduksi dan memperbesar risiko terkena kanker, mengalami efek neurologis dan psikologis serta efek pada fungsi imun. Banyak kasus keracunan pestisida yang terjadi pada anak-anak karena mereka berhasil menjangkau pestisida yang kemasannya terbuka yang disimpan di rumah. Kejadian keracunan massal akibat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi pestisida juga pernah terjadi dan menyebabkan banyak kematian. 18 Berdasarkan hasil monitoring Departemen Kesehatan Republik Indonesia, proporsi keracunan pestisida berdasarkan kholinestrase darah tahun 1990 dengan tingkat keracunan berat 0,16%, sedang 3,32%, ringan 38,35% dan normal 58,17%. Tingkat keracunan pestisida pada petani berdasarkan hasil pemeriksaan kolinestrase darah pada tahun 1991 dengan proporsi keracunan berat 0,39%, sedang 10,64%, ringan 38,32%, dan keracunan normal 50,65%. 20 b. Menurut Tempat (Place) Keracunan adalah salah satu masalah kesehatan yang semakin meningkat baik di negara maju maupun Negara berkembang. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNEP) memperkirakan ada 1,5 juta kasus keracunan pestisida terjadi pada sektor pertanian. Sebagian besar kasus terjadi di Negara berkembang, yang kasus diantaranya berakibat fatal. 21 c. Menurut Waktu (Time)

14 Untuk mendapatkan gambaran jumlah korban keracunan pestisida di Indonesia secara akurat, sangat sulit. Karena belum adanya sistem pelaporan dan monitoring secara sistematik dan periodik. Apalagi dengan penerapan desentralisasi pembangunan kesehatan, sistem pelaporan sama sekali tidak berjalan, sehingga sulit mengetahui kondisi kesehatan nasional termasuk gambaran keracunan pestisida. Namun demikian, dengan menggunakan gambaran piramida dapat diketahui gambaran dampak (actual hazards) penggunaan pestisid sebagai berikut: pada tahun 1976 diperoleh 105 CFR 7,6%, tahun 1983 CFR 20-50% Determinan Keracunan Pestisida a. Faktor Agent (Penyebab) Proses terjadinya keracunan pestisida disebabkan adanya interaksi antara agent kimia atau Chemical Agent, manusia sebagai host dan faktor lingkungan yang mendukung (environment). Agent kimia (Chemical Agent) dihasilkan oleh aktifitas manusia dan mempunyai berbagai efek pada kesehatan. Paparan oleh factor lingkungan akan mengenai manusia (Host) yang peka atau kebal terhadap paparan dan akan memberikan suatu perubahan fungsi atau menyebabkan perubahan prepatologik. 19 Menurut Achmadi (1983) ada beberapa Faktor yang mempengaruhi Keracunan pestisida antara lain: b. Faktor Intrinsik (Penderita) b.1 Umur Aktivitas kolinestrase berbeda antara anak-anak dan orang dewasa di atas 20 tahun, baik dalam keadaan terpapar pestisida organoposphat maupun selama bekerja

15 dengan organofosfat. Usia di bawah 20 tahun dapat merupakan kontra indikasi bagi pekerja dengan organofosfat karena menurunkan aktivitas kolinestrase sehingga memperberat keracunan yang terjadi. 22 b.2 Jenis Kelamin Menurut Gallo dan Lawryk (1999) dari beberapa penelitian yang telah dilakukan aktivitas kolinestrase secara signifikan lebih tinggi pada pria di bandingkan dengan wanita. Aktivitas kolinestrase pada pria dan wanita dalam butir darah merah bervariasi (13,50%-15,60%) dan plasma darah (14,7%-26,80%) dengan menggunakan metode manometri. Pekerja wanita yang berhubungan dengan organofhosfat terutama dalam keadaan hamil akan mempunyai aktivitas kolinestrase yang lebih rendah. Beberapa penelitian menemukan hubungan pestisida sebagai pencetus timbulnya kanker, tingkat kesuburan menurun dan gangguan dari terhadap sistem kekebalan tubuh. 23 b.3 Pendidikan Permasalahan penggunaan pestisida menurut Achmadi (1983) bertumpu pada dua hal yaitu kuantitas jumlah petani yang sangat besar dan secara kualitas kurang memadai karena faktor pendidikan yang umumnya rendah sehingga tidak jarang petani tidak membaca petunjuk pengunaan pestisida. Selain itu kurang disosialisasikan penggunaan pestisida yang benar, sehingga tingkat kesadaran masyarakat terhadap dampak pestisida masih sangat rendah. c. Faktor Ekstrinsik c.1 Jangka waktu atau lamanya terpapar pestisida

16 Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila terjadi resiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar berulang kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik. Telah dibuktikan bahwa penggunaan pestisida secara berlama-lama untuk pertanian dapat menyebabkan kanker seperti non Hodgkin's lymphoma. 23 c.2 Dosis Pestisida Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida umtuk menyemprot petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri. Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk menegendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan satu kali aplikasi atau lebih. 24 Dosis pestisida ditentukan oleh produsen atau lembaga penelitian yang berwenang setelah melalui penelitian yang mendalam dan harus ditaati oleh pengguna pestisida. namun kenyataanya di lapangan, dosis biasa disesuaikan menurut keadaan. Dosis aplikasi umumnya diberi dalam satu kisaran (range) yaitu 1-1,5 liter/ha dan konsentrasinya 1,5-2 ml/liter air. Berdasarkan hasil penelitian Silaban (2005) Ada hubungan dosis teradap kejadian keracuanan pestisida. Hal ini dapat dijelaskan karena petani ingin

17 mendapatkan hasil yang cepat dalam memberantas dan pertumbuhan tanaman, sehingga melakukan peracikan dengan menambahkan dosis yang telah ditetapkan. Penambahan dosis menjadi lebih pekat jika terhirup melalui inhalasi dapat beresiko terhadap kesehatan dan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan seperti tanah dan air. 25 c.3 Kebersihan Perorangan (Personal Higiene) Kebersihan perorangan (Personal higiene) ditujukan untuk menjaga kebersihan badan dan mencegah material berbahaya menempel untuk waktu yang lama dan diserap oleh kulit. Sama bahayanya dengan menghisap atau memakan bahan kimia dalam jumlah kecil yang dapat menggangu kesehatan. 26 c.4 Alat Pelindung Diri (APD) Pada petani membasmi hama melalui penyemprotan dengan pestisida, tetapi pelaksanaan penyemprotan tidak dilaksanakan menurut ketentuan atau petunjuk, artinya sewaktu menyemprot tidak memakai pengaman secara sempurna seperti masker, topi, sepatu khusus, mantel, sarung tangan, sehingga dapat menyebabkan keracunan pestisida dalam halnya petani. 26 Berdasarkan hasil penelitian Silaban di Kabupaten Simalungun (2005) dengan desain kasus control, berdasarkan hasil analisis multivariat menunjukkan ada hubungan antara pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) terhadap keracunan pestisida (p=0,000, OR=5,3) artinya bahwa petani yang mengalami keracunan pestisida kemungkinan 5,3 kali tidak memakai APD dibandingkan dengan petani yang tidak mengalami keracunan. 25

18 2.8 Pencegahan Keracunan Pestisida 1, Pencegahan Tingkat Pertama (Primary prevention) Setiap orang yang dalam pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida seperti petani penyemprot, harus mengenali dengan baik gejala dan tanda keracunan pestisida. Tindakan pencegahan lebih penting daripada pengobatan. Sebagai upaya pencegahan terjadinya keracunan pestisida sampai ke tingkat yang membahayakan kesehatan, orang yang berhubungan dengan pestisida harus dapat memperhatikan halhal sebagai berikut: a. Memilih Pestisida Memilih bentuk atau formulasi pestisida juga sangat penting dalam penggunaan pestisida. Formulasi pestisida yang bagainana yang harus kita pilih, apakah cairan, butiran, atau bentuk lainnya. Kalau dilihat dari bahaya pelayangan di udara, pestisida berbentuk butiran paling sedikit kemungkinannya untuk melayang. Pestisida yang berbentuk cairan, bahaya pelayangannya lebih kecil jika dibandingkan dengan pestisida berbentuk tepung. Disamping itu pertimbangan lain dalam memilih formulasi pestisida adalah alat yang akan digunakan untuk menyebarkan pestisida tersebut. Bila kita memiliki alat penyemprot tentunya kita lebih tepat menggunakan pestisida berbentuk cairan Emulsible Concentrate (EC), Wettable Powder (WP), atau Soluble Powder (SP). Apabila tidak ada alat sama sekali, kita pilih pestisida yang berbentuk butiran. b. Alat Yang Digunakan dalam Aplikasi Pestisida Menurut Wudianto (2007) alat yang digunakan dalam aplikasi pestisida tergantung formulasi yang digunakan. Pestisida yang berbentuk butiran (granula)

19 untuk menyebarkan tidak membutuhkan alat khusus, cukup dengan ember atau alat lainnya yang bisa digunakan untuk menampung pestisida tersebut dan sarung tangan agar tangan tidak berhubungan langsung dengan pestisida. Pestisida berwujud cairan Emulsible Concentrate (EC) atau bentuk tepung yang dilarutkan Wettable Powder (WP) atau Soluble Powder (SP) memerlukan alat penyemprot untuk menyebarkan. Sedangkan pestisida yang berbentuk tepung hembus bisa digunakan alat penghembus. Pestisida berbentuk fumigant dapat diaplikasikan dengan alat penyuntik pohon kelapa untuk jenis insektisida yang digunakan memberantas penggerek batang. Alat penyemprot yang biasa digunakan yaitu penyemprot gendong, pengabut bermotor tipe gendong (Power Mist Blower and Duster), mesin penyemprot tekanan tinggi (High Pressure Power Sprayer), dan jenis penyemprot lainnya. Penggunaan alat penyemprot ini disesuaikan dengan kebutuhan terutama yang berkaitan dengan luas areal pertanian sehingga pemakaian pestisida menjadi efektif. c. Teknik dan Cara Aplikasi Teknik dan cara aplikasi ini sangat penting diketahui oleh pengguna pestisida, terutama untuk menghindarkan bahaya pemaparan pestisida terhadap tubunya, orang lain dan lingkungannya. Ada beberapa petunjuk dan teknik serta cara aplikasi pestisida yang diberikan oleh pemerintah yaitu: c.1 Gunakanlah pestisida yang telah terdaftar dan memperoleh izin dari menteri Pertanian R.I Jangan sekali-sekali menggunakan pestisida yang belum terdaftar dan memperoleh izin.

20 c.2 Pilihlah pestisida yang sesuai dengan hama atau penyakit tanaman serta jasad sasaran lainnya yang akan dikendalikan, dengan cara lebih dahulu membaca keterangan kegunaan pestisida dalam label pada wadah pestisida. c.3 Belilah pestisida dalam wadah asli yang tertutup rapat dan tidak bocor juga tidak rusak, dengan label asli yang berisi keterangan lengkap dan jelas, jangan membeli dan menggunakan pestisida dengan label dalam bahasa asing. c.4 Bacalah semua petunjuk yang tercantum pada label pestisida sebelum bekerja dengan pestisida itu. c.5 Lakukanlah penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida di tempat terbuka atau dalam ruangan dalam ventilasi baik. c.6 Pakailah sarung tangan dan gunakanlah wadah, alat pengaduk dan alat penakar khusus untuk pestisida. c.7 Gunakanlah pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Jangan menggunakan pestisida dengan takaran yang berlebihan atau kurang karena dapat mengurangi keefektifannya. c.8 Periksalah alat penyemprot dan usahakanlah supaya dalam keadaan baik, bersih dan tidak bocor. c.9 Hindarkanlah pestisida terhirup melalui pernafasan atau terkena kulit, mata, mulut dan pakaian. c.10 Apabila ada luka pada kulit, tutuplah luka tersebut dengan baik sebelum bekerja dengan perban. Pestisida lebih mudah terserap melalui kulit yang terluka.

21 c.11 Selama menyemprot pakailah alat pengaman, berupa masker penutup hidung dan mulut, sarung tangan, sepatu boot, dan jaket atau baju berlengan panjang. c.12 Jangan menyemprot melawanan dengan arah angin. c.13 Waktu yang baik untuk penyemprotan adalah pada waktu terjadi aliran udara naik (thermik) yaitu antara pukul WIB atau sore hari pukul WIB. Penyemprotan terlalu pagi atau terlalu sore mengakibatkan pestisida yang menempel pada bagian tanaman akan terlalu lama mengering mengakibatkan tanaman yang disemprot keracunan. c.14 Peyemprot segera mandi dengan bersih menggunakan sabun dan pakaian yang digunakan segera dicuci. c.15 Jangan makan dan minum atau merokok pada saat melakukan penyemprotan. c.16 Alat penyemprot segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Air bekas cucian sebaiknya dibuang ke lokasi yang jauh dari sumber air dan sungai. d. Tempat menyimpan Pestisida Tempat menyimpan pestisida biasa berupa almari atau peti khusus atau biasa juga ruangan khusus yang tidak mudah dijangkau anak-anak atau hewan piaraan. Bila perlu tempat penyimpanan ini dikunci kemudian letakkan tempat penyimpanan ini jauh dari tempat bahan makanan, minuman, dan sumber api. Peletakan pestisida tidak dianjurkan di gudang bahan makanan. Usahakan tempat pestisida mempunyai ventilasi yang cukup, tidak terkena matahari langsung, dan tidak terkena air hujan agar pestisida tidak rusak. e. Mengelola wadah Pestisida

22 Pestisida harus tetap tersimpan dalam wadah atau bungkus aslinya yang memuat label atau keterangan mengenai penggunaannya. Dengan demikian bila ata keracunan akan digunakan lagi petujukya masih jelas. Wadah tidak bocor dan tertutup rapat. Bila terkena uap air atau zat asam, pestisida bias rusak dan tidak efektif lagi. Pindahkan isi bila wadah bocor ke tempat yang merek dagangnya sama dengan petunjuk yang masih jelas. Bila tidak ada, pindahkan ke tempat lain yang tertutup rapat dengan menuliskan keterangan mengenai merek dagangnya, bahan aktifnya, kegunaannya, dan cara penggunaanya. Wadah pestisida yang sudah tidak berguna dirusak agar tidak dimanfaatkan untuk keperluan lain atau dengan cara mengubur wadah tersebut jauh dari sumber air Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) 28,29 Dalam penanggulangan keracunan pestisida penting dilakukan untuk kasus keracunan akut dengan tujuan menyelamatkan penderita dari kematian yang disebabkan oleh keracunan akut. Adapun penanggulangan keracunan pestisida adalah sebagai berikut: a. Organofosfat, bila penderita tak bernafas segara beri nafas buatan, bila racun terlelan lakukan pencucian lambung dengan air, bila kontaminasi dari kulit, cuci dengan sabun dan air selama 15 menit. Bila ada berikan antidot: pralidoxime(contrathion). Pengobatan keracunan organofosfat harus cepat dilakukan. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan yang berat, pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt kholinesterase harus diukur

23 dan bila kandungannya jauh dibawah normal, keracunan mesti terjadi dan gejala segera timbul. Beri atropine 2mg iv/sc tiap sepuluh menit sampai terlihat atropinisasi yaitu: muka kemerahan, pupil dilatasi, denyut nadi meningkat sampai 140 x/menit. Ulangi pemberian atropin bila gejala-gejala keracunan timbul kembali. Awasi penderita selama 48 jam dimana diharapkan sudah ada recovery yang komplit dan gejala tidak timbul kembali. Kejang dapat diatasi dengan pemberian diazepam 5 mg iv, jangan diberikan barbiturat atau sedativ yang lain. b. Carbamat, penderita yang gelisah harus ditenangkan, recoverery akan terjadi dengan cepat. Bila keracunan hebat, beri atropin 2 mg oral/sc dosis tunggal dan tak perlu diberikan obat-obat lain Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) Upaya yang dilakukan pada pencegahan keracunan pestisida adalah: 1. Hentikan paparan dengan memindahkan korban dari sumber paparan, lepaskan pakaian korban dan cuci/mandikan korban. 2. Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan. Korban diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera, ada waktu untuk menolong korban. 3. Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang pestisida yang memepari korban dengan membawa label kemasan pestisida. 4. Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/penyuluhan tentang tentang pestisida sehingga jika terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan pertama.

24 2.9 Landasan Teori Secara epidemiologis, keracunan pestisida ditentukan oleh adanya agen dan faktor risiko yang memungkinkan adanya mekanisme hubungan antara agen dengan host yaitu manusia, sehingga terjadi keracunan pestisida. Adanya pestisida yang menjadi agen, adanya manusia sebagai host serta faktor resiko yang mempengaruhi penjamu. Menurut Notoadmojo (2005), faktor risiko dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor risiko intrinsik (umur, jenis kelamin, faktor nutirisi, bentuk anatomis tubuh) dan faktor risiko ekstrinsik ( dosis, personal higiene, penggunaan alat pelindung diri). Terjadinya keracunan pestisida pada petani dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik petani dalam melakukan pengelolaan pestisida dan tindakan pencegahan terhadap keracunan pestisida.

Paparan Pestisida. Dan Keselamatan Kerja

Paparan Pestisida. Dan Keselamatan Kerja Paparan Pestisida Peranan CropLife Indonesia Dalam Meminimalkan Pemalsuan Pestisida Dan Keselamatan Kerja CROPLIFE INDONESIA - vegimpact Deddy Djuniadi Executive Director CropLife Indonesia 19 Juni 2012

Lebih terperinci

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA Penjelasan gambar Zat aktif + pencampur Pestisida Sebagian besar pestisida digunakan di pertanian,perkebunan tetapi bisa digunakan di rumah tangga Kegunaan : - Mencegah

Lebih terperinci

PESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan

PESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan PESTISIDA 1. Pengertian Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973, tentang Pengawasan atas Peredaran dan Penggunaan Pestisida yang dimaksud dengan Pestisida adalah sebagai berikut: Semua zat kimia

Lebih terperinci

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR 62 PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR A. Data Umum 1. Nomor Responden : 2. Nama : 3. Umur : 4. Jenis Kelamin : a.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan jumlah konsumsi pangan, sehingga Indonesia mencanangkan beberapa program yang salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membunuh atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Tetapi pestisida. lingkungan apabila tidak tepat dalam menggunakannya.

BAB I PENDAHULUAN. membunuh atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Tetapi pestisida. lingkungan apabila tidak tepat dalam menggunakannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida merupakan substansi kimia yang mempunyai daya bunuh yang tinggi, penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat diketahui untuk membunuh atau mengendalikan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pertanian berupa buah dan sayur semakin tinggi sejalan dengan pertambahan penduduk. Untuk mengantisipasi kebutuhan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pestisida 1. Pengertian Pestisida Istilah pestisida merupakan terjemahan dari pesticide ( Inggris) yang berasal dari bahasa latin pestis dan caedo uang bisa diterjemahkan secara

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BAHAYA B3 DAN PENANGANAN INSIDEN B3

IDENTIFIKASI BAHAYA B3 DAN PENANGANAN INSIDEN B3 1 dari 7 STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) Tanggal terbit Ditetapkan, Direktur RS. Dedy Jaya Brebes PENGERTIAN TUJUAN KEBIJAKAN PROSEDUR dr. Irma Yurita 1. Identifikasi bahaya B3 (Bahan Berbahaya dan

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung

Lebih terperinci

TOKSIKOLOGI BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Alfi Yasmina. Sola dosis facit venenum

TOKSIKOLOGI BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Alfi Yasmina. Sola dosis facit venenum TOKSIKOLOGI Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik Sola dosis facit venenum 1 KLASIFIKASI Berdasarkan cara: Self-poisoning Attempted poisoning Accidental poisoning

Lebih terperinci

Material Safety Data Sheet MAXFORCE Forte Gel0,05 20X(4X30GR) BOX 4 Nopember 2012

Material Safety Data Sheet MAXFORCE Forte Gel0,05 20X(4X30GR) BOX 4 Nopember 2012 1. Identifikasi produk dan perusahaan Nama Produk: Maxforce Forte Gel0,05 Alamat Perusahaan: Environmental Science Division Mid Plaza I lt. 14 Jl. Jend. Sudirman Kav.10-11, Jakarta 10220 P.O. Box 2507

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KERACUNAN SECARA UMUM

PENCEGAHAN KERACUNAN SECARA UMUM PENCEGAHAN KERACUNAN SECARA UMUM Peredaran bahan kimia semakin hari semakin pesat, hal ini disamping memberikan manfaat yang besar juga dapat menimbulkan masalah yang tak kalah besar terhadap manusia terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme pengganggu tumbuhan yang dianggap paling menjanjikan harapan. Pestisida telah digunakan sekitar 500 tahun

Lebih terperinci

LAMPIRAN XI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 24/Permentan/SR.140/4/2011 TANGGAL : 8 April 2011

LAMPIRAN XI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 24/Permentan/SR.140/4/2011 TANGGAL : 8 April 2011 LAMPIRAN XI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 24/Permentan/SR.140/4/2011 TANGGAL : 8 April 2011 SPESIFIKASI WADAH PESTISIDA a. Volume Volume wadah dinyatakan dengan satuan yang jelas seperti ml (mililiter),

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : Lambda-cyhalothrin 25 g/l : Taekwando 25 EC : (S)-α-cyano-3-phenoxybenzyl

Lebih terperinci

TEKNIK PENYEMPROTAN PESTISIDA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

TEKNIK PENYEMPROTAN PESTISIDA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA TEKNIK PENYEMPROTAN PESTISIDA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BAGAIMANA MENGGUNAKAN PESTISIDA BERDASARKAN KONSEPSI PHT Tepat 1.Tepat sasaran Yang dimaksud dengan tepat sasaran ialah pestisida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama tanaman. Penggunaannya yang sesuai aturan dan dengan cara yang tepat adalah hal mutlak yang

Lebih terperinci

11/9/2011 TOKSIKOLOGI. Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Sola dosis facit venenum

11/9/2011 TOKSIKOLOGI. Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Sola dosis facit venenum TOKSIKOLOGI Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik Sola dosis facit venenum 1 KLASIFIKASI Berdasarkan cara: Self-poisoning Attempted poisoning Accidental poisoning

Lebih terperinci

MEMAHAMI LABEL DAN SIMBOL PESTISIDA DENGAN BENAR

MEMAHAMI LABEL DAN SIMBOL PESTISIDA DENGAN BENAR MEMAHAMI LABEL DAN SIMBOL PESTISIDA DENGAN BENAR Dalam konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Penggunaan pestisida merupakan pilihan terakhir dari komponen PHT yang harus diterapkan secara bijaksana. Penggunaan

Lebih terperinci

PT. BINA KARYA KUSUMA

PT. BINA KARYA KUSUMA PT. BINA KARYA KUSUMA www.bkk.id Informasi Teknis NEUTRALIZER 25 05 Januari 2015 1. Pengantar NEUTRALIZER 25 adalah produk yang berbentuk bubuk (powder), produk ini secara khusus diformulasikan sebagai

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Imidacloprid 10% Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Kimida 10 WP Nama Kimia : (E)-1-(6-chloro-3-pyridylmethyl)-N-nitroimidazolidin-2-

Lebih terperinci

Mengendalikan Gulma pada Tanaman Padi secara Tuntas

Mengendalikan Gulma pada Tanaman Padi secara Tuntas Mengendalikan Gulma pada Tanaman Padi secara Tuntas RAMBASAN 400 SL merupakan herbisida sistemik purna tumbuh yang diformulasi dalam bentuk larutan yang mudah larut dalam air dan dapat ditranslokasikan

Lebih terperinci

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN LAMPIRAN 1 SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth: Bapak/Ibu/Sdr/i Calon Responden Di Tempat Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

PT. BANGKITGIAT USAHA MANDIRI

PT. BANGKITGIAT USAHA MANDIRI PT. BANGKITGIAT USAHA MANDIRI NO. PSM/AGR-KBN/10 Status Dokumen No. Distribusi DISAHKAN Pada tanggal 07 Mei 2012 Dimpos Giarto Valentino Tampubolon Direktur Utama Hal 1 dari 8 SEJARAH PERUBAHAN DOKUMEN

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas.

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas. BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas. Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Dengan adanya perkebunan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. KERANGKA TEORI 1. Definisi dan Bentuk Fogging Fogging merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD (Demam Berdarah Dengue) yang dilaksanakan pada saat terjadi penularan DBD

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Alpha-Cypermethrin 100 g/l Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Ken-Fas 100 EC Nama Kimia : (S)-α-cyano-3-phenoxy

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap perubahan/kondisi lingkungan yang dengan sifatnya tersebut dapat

Lebih terperinci

PENGANTAR TOKSIKOLOGI INDUSTRI Pengertian Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh merugikan suatu zat/bahan kimia pada organisme hidup atau ilmu tentang racun. Bahan toksik atau racun adalah

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : Glyphosate Isopropylammonium 490 g/l : Kenfosat 490 SL : N-(fosfonometil)

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Glufosinate ammonium 150 g/l Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Kenbast 150 SL Nama Kimia : ammonium 4-(hydroxyl(methyl)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluhan Pestisida Penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses dan perubahan pada individu serta masyarakat agar dapat terwujud perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Senyawa kimia sangat banyak digunakan untuk mengendalikan hama. Di

BAB 1 PENDAHULUAN. Senyawa kimia sangat banyak digunakan untuk mengendalikan hama. Di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyawa kimia sangat banyak digunakan untuk mengendalikan hama. Di dunia, tercatat sejumlah 2 juta ton pestisida telah digunakan pertahunnya. Jenis pestisida yang banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food and Agriculture Organization (FAO) mendefinisikan bahwa pestisida adalah setiap zat yang diharapkan

Lebih terperinci

ARTIKEL. Irnawati Marsaulina,* Arlinda Sari Wahyuni**

ARTIKEL. Irnawati Marsaulina,* Arlinda Sari Wahyuni** ARTIKEL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI HORTIKULTURA DIKECAMATAN JORLANG HATARAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2005 Irnawati Marsaulina,* Arlinda Sari Wahyuni** Abstrak

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : Fipronil 50 g/l : Ken-Pronil 50 SC : 5-amino-1-(2, 6-dichloro-4-(trifluoromethyl)phenyl)-4-

Lebih terperinci

F. Pengendalian Kimiawi

F. Pengendalian Kimiawi PENGENDALIAN HAMA F. Pengendalian Kimiawi Yaitu penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama agar hama tidak menimbulkan kerusakan bagi tanaman yang diusahakan. Kelebihannya : 1. Cepat menurunkan populasi

Lebih terperinci

Keselamatan Penanganan Bahan Kimia. Kuliah 9

Keselamatan Penanganan Bahan Kimia. Kuliah 9 Keselamatan Penanganan Bahan Kimia Kuliah 9 Bahan Kimia & Kesehatan Mengetahui apakah suatu gangguan kesehatan berkaitan dengan pekerjaan tidaklah selalu mudah. Jangan mengabaikan pusing-pusing, flu dan

Lebih terperinci

SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE

SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE SELENIUM ASPARTAT SELENIUM ASPRATATE 1. N a m a Golongan Mineral Sinonim/Nama Dagang (1,2) Tidak tersedia. Selenium aspartat merupakan komposisi dari sodium selenite, l-aspartic acid, dan protein sayur

Lebih terperinci

PT. BINA KARYA KUSUMA

PT. BINA KARYA KUSUMA PT. BINA KARYA KUSUMA www.bkk.id Informasi Teknis RUST PREVENTIVE OIL 05 Januari 2015 1. Pengantar RUST PREVENTIVE OIL adalah bahan kimia yang diformulasikan khusus sebagai anti karat yang bersifat mudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pestisida Pestisida sesungguhnya telah digunakan sekitar 500 tahun sebelum masehi. Sulfur, dalam catatan sejarah, merupakan pestisida pertama. Arsen, air raksa, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun membutuhkan kebutuhan pangan yang semakin besar. Dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan salah satu unsur atau zat yang sangat penting setelah air. Seluruh makhluk hidup membutuhkan udara sebagai oksigen demi kelangsungan hidupnya di muka

Lebih terperinci

PESTISIDA : HAL HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

PESTISIDA : HAL HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN Peranan CropLife Indonesia Dalam Meminimalkan Pemalsuan Pestisida PESTISIDA : HAL HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN Deddy Djuniadi Executive Director CropLife Indonesia 19 Juni 2012 Peranan CropLife Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pestisida a. Pengertian Pestisida Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1973 menyatakan yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyamuk dalam kehidupan sehari hari keberadaan nyamuk sangat dekat dengan manusia. Nyamuk tinggal dan berkembang biak disekitar lingkungan hidup manusia, dekat penampungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada saat ini kian pesat, terutama di

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada saat ini kian pesat, terutama di 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada saat ini kian pesat, terutama di sektor industri menengah dan industri kecil atau industri rumah tangga. Perkembangan industri

Lebih terperinci

KERACUNAN AKIBAT PENYALAH GUNAAN METANOL

KERACUNAN AKIBAT PENYALAH GUNAAN METANOL KERACUNAN AKIBAT PENYALAH GUNAAN METANOL Metanol adalah bentuk paling sederhana dari alkohol yang biasa digunakan sebagai pelarut di industri dan sebagai bahan tambahan dari etanol dalam proses denaturasi

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : Chlorpyrifos 525 g/l + Cypermethrin 55 g/l : Kenrel 525/55 EC :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai negara agraris. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Kebiasaan petani dalam menggunakan pestisida

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : 2,4-D Dimethyl ammonium 865 g/l : Ken-Amine 865 SL : 2, 4-dichlorophenoxy

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari,

TINJAUAN PUSTAKA. Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari, TINJAUAN PUSTAKA Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari, mengumpulkan, dan meneliti jenis plasma nutfah tertentu untuk mengamankan dari kepunahan. Langkah pertama pengeksplorasian

Lebih terperinci

MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL

MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL MINYAK BIJI GANJA CANNABIS SATIVA SEED OIL 1. N a m a Golongan Essential Oil Sinonim / Nama Dagang (3) Cannabis chinense; Cannabis indica; Hempseed oil Nomor Identifikasi Nomor CAS : 68956-68-3 (1,7) Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENGELOLAAN BAHAN KIMIA

PENGELOLAAN BAHAN KIMIA PENGELOLAAN BAHAN KIMIA Dibuat Oleh, Direview oleh, Disahkan oleh Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh Daftar Isi 1. Tujuan...4 2. Ruang Lingkup...4 3. Referensi...4 4. Definisi...5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir- akhir ini sering dibicarakan tentang boraks yang terdapat pada beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran beberapa bahan

Lebih terperinci

AlCl₃ (Aluminium Klorida) Ishmar Balda Fauzan ( ) Widya Fiqra ( ) Yulia Endah Permata ( )

AlCl₃ (Aluminium Klorida) Ishmar Balda Fauzan ( ) Widya Fiqra ( ) Yulia Endah Permata ( ) AlCl₃ (Aluminium Klorida) Ishmar Balda Fauzan (121411048) Widya Fiqra (121411061) Yulia Endah Permata (121411062) Pengertian Reaksi Terhadap Zat Lain AlCl₃ Kegunaan dan Manfaat MSDS Proses Pembuatan KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkat tinggi setelah aplikasi pestisida. Penggunaan bahan-bahan beracun itu pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkat tinggi setelah aplikasi pestisida. Penggunaan bahan-bahan beracun itu pada BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pertanian berupa buah dan sayur semakin tinggi sejalan dengan pertambahan penduduk. Untuk mengantisipasi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar (asasi) manusia dan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya

Lebih terperinci

PRAKIRAAN DAMPAK KEGIATAN TERHADAP KESMAS

PRAKIRAAN DAMPAK KEGIATAN TERHADAP KESMAS PRAKIRAAN DAMPAK KEGIATAN TERHADAP KESMAS PENINGKATAN KUALITAS HIDUP MASYARAKAT PEMERINTAH PEMILIK USAHA SEHAT, merupakan suatu keadaan sejahtera (badan, jiwa,dan sosial). Hidup Produktif - Sosial - Ekonomi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) Kelompok Intervensi O1 X O2

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) Kelompok Intervensi O1 X O2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) dengan rancangan Separate Sample Pretest-Postest (Notoatmodjo, 2005). Pretest Intervensi

Lebih terperinci

Resistensi OPT terhadap Pestisida

Resistensi OPT terhadap Pestisida Resistensi OPT terhadap Pestisida Kelebihan Pestisida Untuk menghindari dampak negatif pestisida maka dalam penggunaannya harus didasarkan pada prinsip-prinsip : 1. Pestisida digunakan bila populasi atau

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selama ribuan tahun telah disadari bahwa aktivitas manusia dan urbanisasi

I. PENDAHULUAN. Selama ribuan tahun telah disadari bahwa aktivitas manusia dan urbanisasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ribuan tahun telah disadari bahwa aktivitas manusia dan urbanisasi dapat menyebabkan polusi udara. Banyak kota di seluruh dunia sekarang menghadapi masalah pencemaran

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

Material Safety Data Sheet. : Resin Pinus Oleo

Material Safety Data Sheet. : Resin Pinus Oleo Material Safety Data Sheet Resin Pinus Oleo Bagian 1: Produk Kimia dan Identifikasi Perusahaan Nama Produk : Resin Pinus Oleo Sinonim : Pinus Resin Turpentin Identifikasi Perusahaan : Tradeasia International

Lebih terperinci

KERACUNAN KARBON MONOKSIDA

KERACUNAN KARBON MONOKSIDA KERACUNAN KARBON MONOKSIDA Sering kita mendengar terjadi kematian di dalam mobil dan ini disebabkan ventilasi yang kurang baik sehingga pembuangan asap yang bocor masuk ke dalam mobil dan perlahanlahan

Lebih terperinci

Material Safety Data Sheet

Material Safety Data Sheet 0 1 0 Health 1 Fire 0 Reactivity 0 Nama: Calcium sulfate Rumus Kimia: BaSO4 Material Safety Data Sheet Calcium Sulfate MSDS Bagian 1: Identifikasi Produk Personal Protection E Bagian 2: Identifikasi Bahaya

Lebih terperinci

2. Pesticide Type Depends on the pesticide type, Herbisida, Fungisida, or Insektisida (see Products attachment).

2. Pesticide Type Depends on the pesticide type, Herbisida, Fungisida, or Insektisida (see Products attachment). Front 1. Company Logo Please put the logo of danken using Levenim MT font or as below: Please make sure that danken can be easily seen and associated with the brand name, in order to build company awareness,

Lebih terperinci

Pusat Hiperked dan KK

Pusat Hiperked dan KK Pusat Hiperked dan KK 1. Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan). 2. Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional. Adapun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia secara berencana, komprehensif, terpadu, terarah dan berkesinambungan terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional. Adapun tujuan dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara sudah lama menjadi masalah kesehatan pada masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan kendaraan bermotor (Chandra,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam percobaan ini mengunakan metoda spektrometri yang pengukuran secara kuantitatif. Namun percobaan ini tidak jauh berbeda dengan percobaan sebelumnya karena percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Berdasarkan hasil sensus penduduk nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

Mengapa disebut sebagai flu babi?

Mengapa disebut sebagai flu babi? Flu H1N1 Apa itu flu H1N1 (Flu babi)? Flu H1N1 (seringkali disebut dengan flu babi) merupakan virus influenza baru yang menyebabkan sakit pada manusia. Virus ini menyebar dari orang ke orang, diperkirakan

Lebih terperinci

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)

TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS. Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) TEORI JOHN GORDON CHAPTER: CHEMICAL AGENTS Oleh: SURATMAN, S.KM, M.Kes Staf Pengajar Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Keterangan: A = Agen (Agent) P = Pejamu (Host) L = Lingkungan

Lebih terperinci

DOSIS RENDAH, HASIL LEBIH BAIK

DOSIS RENDAH, HASIL LEBIH BAIK DOSIS RENDAH, HASIL LEBIH BAIK SPEEDUP 480 SL merupakan herbisida purna tumbuh yang diformulasi dalam bentuk larutan yang mudah larut dalam air yang dapat mengendalikan gulma berdaun sempit, berdaun lebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem pertanian di Indonesia. Pestisida digunakan untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. sistem pertanian di Indonesia. Pestisida digunakan untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk sebanding dengan peningkatan produksi pangan sehingga sangat diperlukan pestisida yang membantu sistem pertanian di Indonesia. Pestisida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keracunan Kronik Pestisida Organofosfat. lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keracunan Kronik Pestisida Organofosfat. lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keracunan Kronik Pestisida Organofosfat Pestisida dapat didefinisikan sebagai semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan hidup merupakan masalah yang penting karena memberikan pengaruh bagi kesehatan individu dan masyarakat. Faktor yang menyebabkan penurunan kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KONSEP DASAR ALAT PELINDUNG DIRI 2.1.1 Pengertian Alat Pelindung Diri Alat pelindung diri adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam bekerja, yang

Lebih terperinci

KEDARURATAN LAIN DIABETES HIPOGLIKEMIA

KEDARURATAN LAIN DIABETES HIPOGLIKEMIA DIABETES HIPOGLIKEMIA GEJALA TANDA : Pusing Lemah dan gemetar Lapar Jari dan bibir kebas Pucat Berkeringat Nadi cepat Mental bingung Tak sadar DIABETES HIPOGLIKEMIA PERTOLONGAN PERTAMA ; Bila tak sadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia sebagian besar bermata pencaharian petani yang sudah mengenal teknologi intensifikasi pertanian, salah satunya penggunaan untuk mengendalikan hama,

Lebih terperinci

Bahan Berbahaya penyebab keracunan

Bahan Berbahaya penyebab keracunan NIKEN ANDALASARI Bahan Berbahaya penyebab keracunan: 1. Pestisida (insektisida, rodentisida, herbisida) 2. Bahan kimia industri 3. Bahan kimia rumah tangga (pemutih, detergen, anti karat, dsb) 4. Overdosis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Toksikologi : ilmu tentang racun-racun

PENDAHULUAN. Toksikologi : ilmu tentang racun-racun PENDAHULUAN Toksikologi : ilmu tentang racun-racun Toksikologi industri : ilmu tentang racunracun yang dipergunakan, diolah, dihasilkan atau diproduksi dalam perusahaan Racun : bahan kimia yang dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ayat (1) yang menyatakan bahwa Penggunaan pestisida dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. ayat (1) yang menyatakan bahwa Penggunaan pestisida dalam rangka BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida telah digunakan sebagai sarana untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) di Indonesia sejak sebelum Perang Dunia ke II (PD II). Berbagai uji

Lebih terperinci

PT. TRIDOMAIN CHEMICALS Jl. Raya Merak Km. 117 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Banten 42438, INDONESIA Telp. (0254) , Fax.

PT. TRIDOMAIN CHEMICALS Jl. Raya Merak Km. 117 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Banten 42438, INDONESIA Telp. (0254) , Fax. Jl. Raya Merak Km. 7 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Telp. (0254) 570-42, Fax. (0254) 57-458 0 April 2007 7 November 204 PAGE OF 6 BAGIAN- : IDENTIFIKASI PERUSAHAAN DAN PRODUK KIMIA Nama produk Kimia :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk

Lebih terperinci

No. kuesioner. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Lama Bekerja : 5. Sumber Informasi :

No. kuesioner. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Lama Bekerja : 5. Sumber Informasi : No. kuesioner KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN KARYAWAN PABRIK KARET TENTANG POLUSI UDARA DI DALAM RUANGAN PABRIK DAN KELUHAN KESEHATAN DI PABRIK KARET KEBUN LIMAU MUNGKUR PTPN II TANJUNG

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

RESUME PENGAWASAN K3 LINGKUNGAN KERJA MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan

RESUME PENGAWASAN K3 LINGKUNGAN KERJA MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan RESUME PENGAWASAN K3 LINGKUNGAN KERJA MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang Judul Resume

Lebih terperinci

PT. BINA KARYA KUSUMA

PT. BINA KARYA KUSUMA PT. BINA KARYA KUSUMA www.bkk.id Informasi Teknis PAINT REMOVER 40 05 Januari 2015 1. Pengantar PAINT REMOVER 40 adalah bahan kimia yang bersifat asam yang sangat efektif untuk menghilangkan cat 2. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

Kepada Yth. MENTERI PERTANIAN u.p.direktorat JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN Jl. HARSONO R.M. No. 3 JAKARTA

Kepada Yth. MENTERI PERTANIAN u.p.direktorat JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN Jl. HARSONO R.M. No. 3 JAKARTA LAMPIRAN X PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 24/Permentan/SR.140/4/2011 TANGGAL : 8 April 2011 FORMULIR PERMOHONAN PENDAFTARAN BAHAN TEKNIS PESTISIDA Kepada Yth. MENTERI PERTANIAN u.p.direktorat JENDERAL

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Penambangan Emas Desa Hulawa Lokasi penambangan Desa Hulawa merupakan lokasi penambangan yang sudah ada sejak zaman Belanda.

Lebih terperinci