SERTIFIKASI LAHAN PERTANIAN MENDORONG PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SERTIFIKASI LAHAN PERTANIAN MENDORONG PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN"

Transkripsi

1 SERTIFIKASI LAHAN PERTANIAN MENDORONG PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN Nur K. Agustin, Julia F. Sinuraya, dan Sahat M. Pasaribu Masalah lahan pertanian akan menentukan berbagai program pemerintah dalam rangka percepatan dan perluasan ekonomi Indonesia ke depan. Salah satu aspek penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang bersumber dari tanah adalah kepastian hukum dalam mengusahakan lahan pertanian. Kepastian hukum tersebut mendorong masyarakat meningkatkan rasa aman dan kepercayaan untuk melakukan investasi guna memperoleh hasil yang optimal dari lahan yang diusahakannya. Dengan demikian, sertifikasi lahan menjadi penting dalam rangka optimalisasi sumber daya lahan untuk kepentingan ekonomi, termasuk usaha tani komoditas pertanian. Bersamaan dengan penerbitan sertifikat lahan akan tercipta tertib administrasi peruntukan tanah yang dapat menghindari konflik kepentingan di bidang pertanahan. Mengingat sertifikasi lahan berhubungan erat dengan kepemilikan lahan, untuk mendapatkan gambaran umum pemilikan dan penggarapan lahan pertanian, berikut ini diuraikan hasil penelitian Panel Petani Nasional (PATANAS) pada tahun 2007 yang merupakan kegiatan kerja sama Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian dengan JBIC (Jepang). Lokasi penelitian tersebar di 7 (tujuh) provinsi pada 98 desa dengan responden (Tabel 1). Tabel 1. Sebaran lokasi, responden contoh dan kepemilikan lahan, 2007 No. Provinsi Jumlah desa contoh Jumlah responden (org) Jumlah persil milik (plot) Rata-rata persil milik/ resp. (plot) 1 Lampung ,2 2 Jawa Tengah ,9 3 Jawa Timur ,3 4 Nusa Tenggara Barat ,3 5 Kalimantan Selatan ,4 6 Sulawesi Utara ,8 7 Sulawesi Selatan ,9 Total ,0 Sumber: Penelitian PATANAS/JBIC (2007), diolah

2 UPAYA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN Pada Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata rumah tangga petani memiliki sekitar 3 persil lahan (plot). Namun demikian, luas lahan yang dimiliki relatif sempit, yakni sekitar 0,41 ha/plot (Tabel 2). Variasi luas lahan per plot relatif lebar, yakni berkisar 0,001 hingga 18 hektare, tergantung juga pada jenis lahan yang dimiliki. Sebagian besar lahan yang dimiliki oleh rumah tangga tani adalah pekarangan (29,66%), perkebunan (20,15%), bukan lahan pertanian (13,97%) dan lahan kering (11,73%). Di sisi lain, kepemilikan lahan basah relatif sempit menurut jenis sawah, yakni sawah irigasi sederhana, lahan yang dominan dimiliki, (5,28%), sawah tadah hujan (5,13%), dan sawah irigasi teknis (5,01%). Gambaran umum kepemilikan lahan bervariasi antarprovinsi. Di Pulau Jawa, kepemilikan lahan yang menonjol adalah lahan bukan pertanian (perumahan, industri rumah tangga, dan lain-lain) dan lahan kering, sedangkan kepemilikan lahan sawah didominasi oleh petani di Nusa Tenggara Barat (NTB). Kepemilikan lahan perkebunan, lahan kering, dan pekarangan lebih banyak dijumpai di luar Pulau Jawa. Sebagian besar lahan milik tersebut diperoleh dari warisan (46,69%) dan dari transaksi jual-beli (34,67%), sedangkan perolehan lahan dari hadiah, pemberian dari pemerintah, dan sumber perolehan lainnya relatif kecil. Berdasarkan penguasaan lahan, sebagian besar lahan yang digarap adalah lahan milik (84,44%) dan sisanya lahan bukan milik yang berasal dari menyewa, bagi hasil, gadai, pinjam atau sistem lainnya (Tabel 3). Pengusahaan lahan milik umumnya digarap sendiri oleh petani, meskipun terdapat 21,91% lahan milik yang tidak diusahakan (bera). Sedangkan pada lahan bukan milik sendiri, pengusahaan lahan pada umumnya digarap dengan sistem bagi hasil (36,83%), pinjam (31,15%) atau menyewa (23,96%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kepemilikan lahan oleh petani masih cukup tinggi dibandingkan dengan lahan yang bukan dimiliki. Meskipun rata-rata luasan lahan per plot relatif kecil, namun penguatan status kepemilikan (asset) lahan yang dimiliki tetap diperlukan. Untuk itu, proses sertifikasi dibutuhkan dan harus mendapat dukungan pemerintah agar petani memperoleh kepastian kepemilikan tanah secara sah, mudah, dan dengan biaya yang terjangkau. Sertifikat hak milik tanah tersebut dapat digunakan sebagai jaminan dalam memperoleh fasilitas kredit perbankan, sehingga membantu petani memperoleh modal usaha tani. Selain itu, sertifikat tanah juga merupakan salah satu cara mencegah terjadinya konversi lahan pertanian ke usaha non-pertanian untuk mengendalikan dan menjaga upaya peningkatan produksi pangan nasional. 262

3 SERTIFIKASI LAHAN PERTANIAN MENDORONG MENINGKATAN PRODUKSI PANGAN Tabel 2. Rata-rata, jenis lahan dan sumber perolehan lahan milik di beberapa provinsi, 2007 No Uraian Lampung Jawa Tengah Jawa Timur NTB Kalimantan Selatan 1 Rata-rata lahan milik (ha) 0,41 0,12 0,24 0,48 0,66 0,52 0,47 0,41 Minimum (ha) 0,002 0,001 0,003 0,004 0,002 0,003 0,004 0,001 Maksimum (ha) 4,00 5, ,5 18,00 2 Jenis lahan (Persil): Sawah irigasi dataran rendah Sawah irigasi 1/2 teknis dataran rendah Sawah Irigasi sederhana dataran rendah Sulawesi Utara Sulawesi Selatan 28 (3,45) 42 (7,89) 7 (2,03) 31 (7,91) 3 (0,45) 25 (5,45) 70 (7,79) 206 (5,01) 5 (0,62) 3 (0,56) 8 (2,32) 60 (15,31) 4 (0,60) 9 (1,96) 22 (2,45) 111 (2,70) 49 (6,04) 4 (0,75) 45 (13,04) 56 (14,29) 11 (1,64) 10 (2,18) 42 (4,67) 217 (5,28) Total Sawah pasang surut 7 (0,86) 0 (0,00) 1 (0,29) 1 (0,26) 75 (11,16) 4 (0,87) 1 (0,11) 89 (2,17) Rawa 0 (0,00) 0 (0,00) 0 (0,00) 0 (0,00) 59 (8,78) 1 (0,22) 0 (0,00) 60 (1,46) Sawah irigasi dengan pompa 0 (0,00) 1 (0,19) 7 (2,03) 3 (0,77) 0 (0,00) 1 (0,22) 9 (1,00) 21 (0,51) Sawah tadah hujan 16 (1,97) 5 (0,94) 10 (2,90) 27 (6,89) 112 (16,67) 6 (1,31) 35 (3,89) 211 (5,13) Lahan kering 72 (8,88) 131 (24,62) 79 (22,90) 64 (16,33) 42 (6,25) 20 (4,36) 74 (8,23) 482 (11,73) Lahan perkebunan Perikanan (kolam/ tambak) 248 (30,58) 12 (2,26) 9 (2,61) 31 (7,91) 109 (16,22) 184 (40,09) 235 (26,14) 828 (20,15) 1 (0,12) 3 (0,56) 16 (4,64) 2 (0,51) 0 (0,00) 2 (0,44) 56 (6,23) 80 (1,95) Perikanan air tawar 1 (0,12) 2 (0,38) 0 (0,00) 1 (0,26) 1 (0,15) 6 (1,31) 1 (0,11) 12 (0,29) Pekarangan Bukan lahan pertanian Total 244 (30,09) 140 (17,26) 811 (100,00) 99 (18,61) 93 (26,96) 100 (25,51) 197 (29,32) 143 (31,15) 343 (38,15) 1219 (29,66) 230 (43,23) 70 (20,29) 16 (4,08) 59 (8,78) 48 (10,46) 11 (1,22) 574 (13,97) 532 (100,00) 345 (100,00) 392 (100,00) 672 (100,00) 459 (100,00) 899 (100,00) 4110 (100,00) 263

4 UPAYA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN Tabel 2. Rata-rata, jenis lahan dan sumber perolehan lahan milik di beberapa provinsi, 2007 No Uraian Lampung Jawa Tengah Jawa Timur NTB 3 Asal perolehan lahan (Persil): Warisan Pembelian 239 (29,47) 375 (46,24) Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Selatan 316 (59,40) 196 (56,81) 229 (58,42) 160 (23,81) 213 (46,41) 566 (62,96) 1919 (46,69) 95 (17,86) 91 (26,38) 115 (29,34) 319 (47,47) 165 (35,95) 265 (29,48) 1425 (34,67) Hadiah 40 (4,93) 4 (0,75) 5 (1,45) 4 (1,02) 63 (9,38) 7 (1,53) 25 (2,78) 148 (3,60) Program pemerintah 1 (0,12) 0 (0,00) 0 (0,00) 35 (8,93) 72 (10,71) 0 (0,00) 30 (3,34) 138 (3,36) Lainnya 29 (3,58) 12 (2,26) 15 (4,35) 9 (2,30) 24 (3,57) 12 (2,61) 10 (1,11) 111 (2,70) Kosong (tidak ada data) Total 127 (15,66) 811 (100,00) Keterangan: ( ) Angka dalam kurung menunjukkan nilai persentase (%) Sumber: Penelitian Patanas/JBIC (2007), diolah 105 (19,74) 38 (11,01) 0 (0,00) 34 (5,06) 62 (13,51) 3 (0,33) 369 (8,98) 532 (100,00) 345 (100,00) 392 (100,00) 672 (100,00) 459 (100,00) 899 (100,00) 4110 (100,00) Total 264

5 SERTIFIKASI LAHAN PERTANIAN MENDORONG MENINGKATAN PRODUKSI PANGAN Tabel 3. Penguasaan dan pengusahaan lahan milik dan lahan bukan milik, 2007 No. Uraian Lampung Jawa Tengah Jawa Timur NTB Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Selatan 1 Lahan Milik: a. Jumlah persil (Plot) b. Rata-rata (ha) 0,49 0,21 0,31 0,48 0,80 0,50 0,44 0,46 c. Jenis garapan (%): Digarap sendiri 56,08 69,04 27,67 53,09 48,85 23,80 55,03 47,65 Disewakan 0,84 4,64 4,20 4,21 2,31 1,41 1,59 2,74 Dibagihasilkan 6,08 5,88 1,34 2,53 6,15 3,52 6,22 4,53 Dipinjamkan ke petani lain untuk digarap 1,18 3,10 50,38 1,97 2,69 1,55 1,98 8,98 Digadaikan 1,01 0,93 0,38 4,21 0,58 0,00 2, Bera (tidak digarap) 29,56 8,05 11,64 33,15 31,15 10,56 29,23 21,91 Lainnya 5,24 8,36 4,39 0,84 8,27 59,15 3,44 12,81 Total (1.c) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 2 Lahan Bukan Milik : a. Jumlah persil (plot) b. Rata-rata (Ha) 0,65 0,25 0,40 0,53 0,51 0,48 0,70 0,50 c. Jenis garapan (%): Menyewa 7,75 56,18 31,88 22,41 21,49 9,86 18,13 23,96 Bagi hasil 54,26 29,21 13,04 22,41 49,59 26,76 62,50 36,83 Gadai 4,65 4,49 4,35 22,41 2,48 0,00 5,63 6,29 Pinjam 31,78 8,99 44,93 31,03 24,79 63,38 13,13 31,15 Lainnya 1,55 1,12 5,80 1,72 1,65 0,00 0,63 1,78 Total (2.c) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 3 Jumlah persil lahan (milik + bukan milik), (plot) Persentase persil lahan milik (%) 5 Persentase lahan bukan milik (%) Sumber: Penelitian Patanas/JBIC (2007), diolah Total 82,11 78,40 88,36 85,99 81,12 90,91 82,53 84,44 17,89 21,60 11,64 14,01 18,88 9,09 17,47 15,56 Program Sertifikasi Lahan Pertanian Kriteria dan Mekanisme Pelaksanaan Sertifikasi Lahan Peningkatan status hak atas tanah dilaksanakan melalui program sertifikasi tanah dan pemberdayaan petani dengan menyinergikan antara kegiatan instansi terkait dengan perbankan dan stakeholder lainnya. Beberapa program pemerintah dalam pemberian sertifikasi lahan telah dan sedang dilaksanakan, yakni Program Sektoral (program kerja sama antara Badan Pertanahan Nasional/BPN dengan kementerian terkait) dan program 265

6 UPAYA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN sertifikasi lahan lingkup BPN, seperti Proyek Nasional Agraria (PRONA), Larasita, dan Reforma Agraria. Pelaksanaan program sertifikasi melalui PRONA dilakukan dengan sasaran untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan prioritas pada lahan pekarangan berukuran sampai dengan m 2 dan lahan pertanian dengan luas hingga 2 hektare. Selain itu, dilakukan program ajudikasi yang merupakan program sertifikasi lahan secara sistemik dengan maksud percepatan pelaksanaan sertifikasi. Mekanisme yang dilakukan adalah pendaftaran tanah secara sistemik untuk seluruh desa dan proses sertifikasi selesai dalam jangka waktu 2 tahun. Program ajudikasi dimulai tahun 1996 tetapi dihentikan pada tahun 2010 karena keterbatasan anggaran pelaksanaan. Program ajudikasi ini didukung oleh pendanaan yang berasal dari World Bank yang membutuhkan data dan informasi dari pemetaan lahan yang relatif mahal. Selama kurun waktu 1996 hingga 2009, program ajudikasi telah mencakup 11 provinsi di 60 kabupaten/kota dan berhasil menyertifikasi lahan sekitar 4,6 juta bidang tanah. Pelaksanaan program sektoral dilakukan melalui koordinasi antara BPN dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada pesisir, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kementerian Perikanan dan Kelautan. Sertifikasi lahan yang terkait dengan Program Sektoral untuk lahan-lahan transmigrasi diberlakukan ketentuan bahwa sejak diterbitkannya sertifikat lahan, tidak boleh dilakukan pengalihan kepemilikannya minimal selama 20 tahun. Namun demikian, banyak lahan transmigrasi menjadi tanah-tanah terlantar karena kurangnya pengawasan. Saat ini, pemerintah tengah melakukan inventarisasi terhadap tanah-tanah terlantar tersebut. Hasil inventarisasi oleh BPN menunjukkan bahwa terdapat lahan terlantar seluas 7,3 juta hektare di seluruh Indonesia, sekitar 1,9 juta hektare di antaranya memiliki sertifikat hak guna usaha. Sejak awal kemerdekaan hingga 2004, BPN hanya menerbitkan sertifikat sebanyak 770 ribu persil. Sampai dengan tahun 2008, jumlah sertifikat yang diterbitkan telah melonjak hingga 4,67 juta persil (Koran Tempo 4 Agustus 2009). Kerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM dilakukan dalam rangka pemberdayaan pengusaha mikro dan kecil dalam kerangka peningkatan akses permodalan, yakni dengan menerbitkan sertifikat hak atas tanah. Kebijakan pemerintah tersebut tertuang dalam Kesepakatan Bersama antara Kementerian Koperasi dan UKM dengan BPN tanggal 16 Juli 2003, No. 04/SKB/M.KUKM/VII/2003 dan No. 06/SKB/BPN/ VII/2003 serta perjanjian bersama antara Menteri Koperasi dan UKM dengan BPN dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) tanggal 16 Juli 2003, No. 96/SKB/III/VII/2003 dan 07/SKB/BPN/VII/2003 serta B.584-DIR/BRI/07/2003. Sejak tahun 2003, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian telah melaksanakan kegiatan sertifikasi tanah petani untuk mendukung dan memfasilitasi petani memperoleh hak atas tanahnya. Kegiatan sertifikasi lahan petani 266

7 SERTIFIKASI LAHAN PERTANIAN MENDORONG MENINGKATAN PRODUKSI PANGAN tersebut dilakukan melalui dua tahapan, yakni Pra sertifikasi dan Sertifikasi. Pelaksanaan kegiatan Pra sertifikasi merupakan tanggung jawab Kementerian Pertanian dan hasil kegiatan Pra sertifikasi tersebut menjadi dasar bagi BPN untuk melaksanakan kegiatan sertifikasi lahan petani. Dasar pelaksanaan kegiatan Pra Sertifikasi tanah petani tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Bersama antara Menteri Pertanian dengan Kepala BPN, No. 515/Kpts/HK.060/9/2004 dan No. 2/SKB/BPN/2004, sedangkan operasional pelaksanaannya berupa Keputusan Bersama antara Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian dengan Deputi Bidang Pengendalian dan Pemberdayaan Masyarakat, BPN, No /Kpts/OT.160/B3/4/2009 dan No. 2 SKB BPN RI Sebagai tindak lanjutnya, Kementerian Pertanian telah menyusun Pedoman Teknis Pra Sertifikasi Tanah Petani yang disusun sebagai acuan bagi Dinas lingkup Pertanian Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam menyiapkan subjek dan objek sertifikasi tanah petani. Tujuan kegiatan Pra Sertifikasi tanah petani bagi petani adalah: a. Memberikan kepastian tentang subjek dan objek atas tanah serta kepastian hukum atas kepemilikan tanah yang diusahakan masyarakat pertanian yang tinggal di pedesaan secara cepat, tepat, mudah, murah, dan aman. b. Mempercepat penyajian dokumen administrasi subjek dan objek untuk diproses lebih lanjut dalam pembuatan sertifikat tanah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Sasaran kegiatan Pra Sertifikasi tanah petani adalah: a. Sasaran Objek merupakan lahan pertanian di sentra produksi (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan). b. Sasaran Subjek adalah petani pemilik penggarap yang telah mengusahakan tanahnya tetapi belum mempunyai hak atas tanah yang tetap. Kegiatan pra sertifikasi tanah petani diperuntukan bagi petani pemilik dan atau penggarap lahan pertanian rakyat (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan) dengan luas lahan maksimal 2 hektare/persil/orang. Tanah yang akan di pra sertifikasikan berada dalam kawasan budi daya pertanian sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK). Tahapan pelaksanaan pra sertifikasi tanah petani adalah sebagai berikut: a. Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan oleh Dinas lingkup Pertanian provinsi. b. Penyusunan petunjuk teknis pra sertifikasi tanah petani oleh Dinas lingkup Pertanian kabupaten/kota. c. Membentuk Kelompok Kerja (Pokja) dengan Surat Keputusan yang diterbitkan dan ditandatangani Penjabat Pembuat Komitmen yang mencakup susunan anggota yang terdiri dari unsur-unsur petugas subdinas yang menangani prasarana dan sarana pertanian sebanyak 5 orang, aparat desa 2 orang, PPL 1 orang, dan petugas kantor pertanahan 1 orang. 267

8 UPAYA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN d. Tim Pokja melakukan rapat dengan para pemangku kepentingan Pra Sertifikasi, di antaranya pamong desa, ketua kelompok tani, ketua adat dan pemuka agama. Rapat tersebut dilaksanakan dengan agenda: 1. Koordinasi dengan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. 2. Koordinasi pembahasan formulir sebagai bahan inventarisasi data subjek dan objek/calon lokasi dan calon petani Pra Sertifikasi. 3. Evaluasi hasil inventarisasi formulir dan kelengkapan dokumen Pra Sertifikasi. 4. Pembahasan finalisasi dokumen dan data subjek dan objek pra sertifikasi sebagai calon lokasi dan calon peserta sertifikasi sebelum dikirimkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. e. Melakukan inventarisasi data subjek dan objek pra sertifikasi. f. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka persiapan, pelaksanaan, dan pemantauan Pra Sertifikasi tanah petani. g. Pengiriman dokumen dan data calon lokasi dan calon peserta sertifikasi ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Pra sertifikasi tanah petani merupakan kegiatan strategis dan perlu dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan subjek dan objek pra sertifikasi tanah petani yang dilaksanakan sebelum proses penyertifikatan tanah oleh BPN. Kegiatan ini akan terlaksana apabila diawali dengan koordinasi oleh Kepala Dinas lingkup Pertanian Kabupaten/Kota untuk mendapat dukungan dan kerja sama yang baik dari semua instansi. Selanjutnya Pemerintah Daerah (kabupaten/kota) diminta untuk membuat pelaporan tentang perkembangan kegiatan sertifikat lahan dan data lahan petani yang disertifikasi oleh BPN. Tidak ada perbedaan mekanisme/prosedur sertifikasi lahan pertanian dan non-pertanian oleh BPN. Biaya yang terkait dengan kegiatan sertifikasi lahan telah diatur oleh pemerintah dalam PP No. 13 tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional. Rincian biaya-biaya tersebut terdapat dalam lampiran PP No. 13 tahun 2010 yang meliputi: a) Pelayanan survei, pengukuran batas kawasan atau batas, dan pemetaan, b) Pelayanan pendaftaran tanah, c) Pelayanan informasi pertanahan, d) Pelayanan lisensi, dan e) Pelayanan pendidikan. Secara lengkap jenis dan tarif atas kegiatan sertifikasi lahan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Program Pemberian Sertifikat Lahan Beberapa program pemerintah dilakukan terkait dengan kegiatan sertifikasi lahan pertanian diuraikan berikut ini. Pemerintah melakukan program redistribusi pada lahan pertanian untuk melegalisasi tanah-tanah ex object landreform, seperti tanah negara dan tanah absentee. Dalam kurun waktu 2 hingga 3 tahun terakhir, terdapat bidang lahan yang telah disertifikasi melalui program redistribusi tersebut. 268

9 SERTIFIKASI LAHAN PERTANIAN MENDORONG MENINGKATAN PRODUKSI PANGAN Di samping program redistribusi, juga dilakukan program lintas sektor kerja sama antara BPN dengan Kementerian Pertanian sejak tahun 2003 hingga saat ini. Pada periode , kerja sama dilakukan secara langsung antara Kementerian Pertanian dengan BPN di daerah. Pada periode tersebut, pelaporan kegiatan sertifikasi lahan dari BPN daerah ke tingkat pusat kurang berjalan dengan lancar. Selanjutnya pada tahun 2008, penganggaran kegiatan dilakukan secara campuran antara dana SPK dengan dana APBN, melalui mekanisme dana Kementerian Pertanian yang dialokasikan langsung ke daerah, sedangkan dana di BPN disalurkan ke daerah melalui portofolio. Selanjutnya, pada tahun 2009 dan 2010 pendanaan dilakukan secara murni melalui APBN. Hal ini berimplikasi pada terjadinya perbedaan teknis pengganggaran dan penentuan Calon Petani Calon Lokasi (CPCL) penerima sertifikat. Penganggaran melalui SPK pada dana Kementerian Pertanian menyebabkan penentuan CPCL dilakukan oleh Kementerian Pertanian berkoordinasi dengan BPN daerah. Target bidang lahan yang akan disertifikasi ditentukan oleh Kementerian Pertanian. Sedangkan kegiatan sertifikasi dengan anggaran langsung dari APBN ditangani oleh BPN, penentuan CPCL sesuai dengan juknis yang diberlakukan secara umum untuk seluruh jenis lahan, bukan hanya peruntukan lahan pertanian saja. Hasil kegiatan sertifikasi lahan yang dilakukan melalui Program Lintas Sektoral antara BPN bekerja sama dengan Kementerian Pertanian selama kurun waktu disajikan pada Tabel 4. Kegiatan sertifikasi lahan yang paling berhasil dilakukan adalah pada tahun Hal ini disebabkan oleh ketatnya pengawasan yang dilakukan UKP4 terhadap proses sertifikasi, sehingga realisasi lahan yang selesai disertifikasi mencapai 99,27% meskipun cakupan nya lebih luas dibandingkan dengan tahun sebelumnya (tersebar di 18 provinsi dan 82 kabupaten/kota). Pada tahun 2011, hingga bulan Agustus, proses sertifikasi baru terealisasi sebanyak bidang dari target bidang atau hanya mencapai 6,39%. Tidak tercapainya target sertifikasi pada tahun 2009, yakni hanya terealisasi 51,41%, dikhawatirkan memengaruhi pencapaian realisasi sertifikat pada tahun Tidak optimalnya pencapaian ini berimplikasi pada pelaksanaan sertifikasi lahan yang memerlukan pengawalan yang ketat, sejak kegiatan pra sertifikasi hingga sertifikasi. Salah satu kendala penentuan CPCL pada kegiatan pra sertifikasi di tingkat kabupaten/kota adalah terjadinya kesalahan dalam penganggaran di kabupaten, yakni dana kegiatan ini dimasukkan dalam pos anggaran (MAK) Bansos, sedangkan kegiatan sertifikasi lahan bersifat koordinasi antardinas provinsi dan kabupaten. Hal ini menjadi hambatan dalam proses kegiatan sertifikasi selanjutnya. Kasus ini ditemui di Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah yang telah mengajukan revisi anggaran untuk kegiatan pra sertifikasi. Beberapa permasalahan terkait dengan kegiatan sertifikasi adalah aksesibilitas yang kurang baik di luar Pulau Jawa yang mengakibatkan terhambatnya kegiatan pra sertifikasi, terutama membengkaknya biaya transportasi untuk pengukuran lahan. 269

10 UPAYA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN Untuk itu, program sertifikasi lahan perlu dilakukan dengan sasaran yang terkelompok dan tidak sporadis agar kegiatan menjadi lebih efektif dan efisien. Permasalahan lain yang menonjol adalah kurang tertibnya administrasi, terutama dalam penyiapan dokumen atau alas hak atas kepemilikan bidang tanah. Hal ini banyak dijumpai di luar Pulau Jawa, yaitu lahan yang diajukan untuk disertifikasi namun tidak mempunyai alas hak yang jelas. Pada kasus seperti ini, diperlukan surat keterangan oleh kepala desa agar proses sertifikasi lahan dapat dilanjutkan. Namun, jika lahan tersebut tidak memiliki alas hak atau sedang dalam sengketa, proses sertifikasi tidak diteruskan. Untuk itu, penyuluhan atau sosialisasi tentang persyaratan legalisasi sertifikasi lahan kepada masyarakat sangat penting untuk menghindari terhambatnya proses sertifikasi. Sertifikasi Lahan Mendorong Peningkatan Produksi Pangan Salah satu tujuan sertifikasi lahan pertanian adalah agar petani mempunyai akses finansial terhadap sumber daya pertanian. Selain memberikan kepastian hukum bagi pemilik lahannya, sertifikat lahan dapat digunakan sebagai bukti hukum jika terjadi sengketa lahan. Di samping itu, sertifikat lahan juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan ekonomi bahkan dapat ditransaksikan. Hasil temuan lapangan di Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa sertifikasi lahan kurang berdampak langsung secara signifikan terhadap peningkatan produksi komoditas pertanian. Peningkatan produksi komoditas pertanian diduga lebih dipengaruhi oleh teknologi usaha tani, input, dan perilaku petani. Manfaat utama sertifikasi lahan pertanian adalah status kepemilikan lahan menjadi jelas sehingga petani mempunyai hak penuh dan jaminan kepastian hukum atas lahan pertanian tersebut. Meskipun sertifikat lahan dapat dijadikan akses untuk mendapatkan bantuan modal ke bank, namun faktanya adalah bahwa sebagian besar petani di Provinsi Jawa Tengah adalah petani penggarap sementara pemilik lahan bertempat tinggal di luar kabupaten. Akibatnya, upaya untuk mengubah perilaku petani menjadi relatif sulit. Namun demikian, sertifikasi lahan dapat menjadi salah satu mekanisme dalam mencegah terjadinya alih fungsi lahan. Hal ini dilakukan pada lahan-lahan yang masuk dalam Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Terdapat kekhawatiran dari beberapa pihak bahwa dengan sertifikasi lahan pertanian akan membuka akses bagi masuknya kepentingan alih fungsi lahan pertanian ke usaha non-pertanian. Nilai lahan menjadi semakin tinggi dan semakin mudah untuk dipindahtangankan ke pihak lain. 270

11 SERTIFIKASI LAHAN PERTANIAN MENDORONG MENINGKATAN PRODUKSI PANGAN Tabel 4. Rekapitulasi kegiatan pemberdayaan petani melalui sertifikasi hak atas tanah, (per Agustus 2011) No. Uraian Jumlah Provinsi Jumlah Kabupaten/Kota PRA SERTIFIKASI: a. Target sesuai DIPA (Bidang) b. Hasil seleksi Pokja: Bidang Persentase (%) c. Jumlah peserta program sertifikasi sesuai dengan SK Penetapan Kakanwil: KK/bidang Persentase (%) 4. SERTIFIKASI: a. Selesai pengukuran: Bidang Persentase (%) b. Selesai penetapan hak/sk Bidang Persentase (%) c. Selesai sertifikat: Bidang Persentase (%) Sumber: BPN (2011) , , , , , , , , , , , , , , ,39 Untuk daerah-daerah yang dekat dengan perkembangan ekonomi, kecenderungan untuk mengalihfungsikan semakin besar. Untuk itu, dalam proses penyusunan RTRW perlu dipetakan dengan jelas penetapan batasan Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan batasan lahan-lahan yang dapat dialihfungsikan, sehingga dengan perkembangan ekonomi daerah meningkat pesat, kepentingan untuk menjaga produksi pangan tetap terjaga. Jenis-jenis lahan yang dapat dialihfungsikan misalnya, lahan embrio dan lahan existing. Lahan embrio adalah lahan pertanian yang tidak produktif atau lahan pertanian yang terletak di lokasi pengembangan ke arah perkotaan, sedangkan lahan existing adalah lahan-lahan pertanian yang terletak di pinggir jalan antarkecamatan/kabupaten, dekat permukiman, atau lahan pertanian yang lokasinya terjepit. Di luar lahan yang dapat dialihfungsikan tersebut, izin pelepasan lahan harus diperketat. Secara khusus, pelepasan lahan di Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan tidak diperkenankan. Jika memungkinkan, sertifikat lahan yang terletak 271

12 UPAYA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN di Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diberikan tanda atau warna yang berbeda dengan sertifikat lahan di luar kawasan tersebut. Tanda atau warna sertifikat yang khusus tersebut menunjukkan bahwa lahan tersebut tidak boleh dialihfungsikan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Dengan demikian, praktik pengeringan lahan sawah dalam rangka pelepasan lahan yang seharusnya dilindungi untuk kepentingan lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat dikurangi. Sosialisasi tentang hal tersebut dari tingkat provinsi hingga tingkat desa menjadi penting untuk dilakukan agar seluruh pemangku kepentingan yang terkait memahami dan melaksanakan ketentuan yang berlaku. Hal yang menarik adalah bahwa setelah kegiatan sertifikasi lahan, kegiatan selanjutnya adalah pascasertifikasi yang merupakan program pemberdayaan lahan petani. Lahan-lahan yang telah selesai disertifikasi masuk dalam access reform, yang difasilitasi dengan bantuan infrastruktur, permodalan, pemasaran, dan sebagainya, yang disesuaikan dengan kebutuhan petani setempat. Koordinasi dengan kementerian terkait lainnya dapat dilakukan dalam kegiatan pascasertifikasi ini. Hal ini sudah dilakukan pada sektor perikanan, yakni pemberian sertifikat lahan nelayan yang diiringi dengan fokus pada pemberian alat tangkap ikan dan pemasaran. Jika kegiatan pascasertifikasi dapat dilakukan secara optimal di sektor pertanian, sertifikat lahan pertanian dapat didorong untuk meningkatkan kegiatan yang mendukung sistem agrobisnis di perdesaan dalam rangka optimalisasi aset dan sumber daya lainnya. Penutup Kepemilikan lahan cenderung dalam luasan bidang lahan yang sempit, namun penguatan status aset lahan yang dimiliki penting untuk dilakukan. Peran pemerintah (khususnya kementerian dan BPN) sangat menonjol untuk mendorong kegiatan sertifikasi lahan tersebut. Berbagai program pemerintah telah dilaksanakan untuk melakukan sertifikasi lahan, namun hingga saat ini sebagian besar lahan-lahan pertanian belum tersertifikasi. Beberapa tahun terakhir ini, terjadi percepatan penerbitan sertifikat lahan pertanian yang meningkatkan rasa percaya dan kebanggaan terhadap kepemilikan lahan bagi sebagian masyarakat perdesaan. Namun, sebagian pemilik lahan pertanian tidak menetap di perdesaan dan tidak menggarap lahan, tetapi oleh petani penggarap. Hal ini menyulitkan upaya mengubah pola pikir masyarakat tani dalam upaya peningkatan produksi pangan. Sertifikasi lahan kurang berdampak langsung secara signifikan terhadap peningkatan produksi komoditas pertanian. Peningkatan produksi komoditas pertanian lebih dipengaruhi oleh teknologi usaha tani, input, dan perilaku petani. Namun demikian, sertifikasi lahan dapat menjadi access reform untuk bantuan infrastruktur, permodalan, pemasaran, dan sebagainya disesuaikan dengan kebutuhan petani setempat. 272

13 SERTIFIKASI LAHAN PERTANIAN MENDORONG MENINGKATAN PRODUKSI PANGAN Beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sertifikasi lahan bersifat teknis atau administratif. Untuk mengatasi kendala yang bersifat teknis perlu ditinjau mekanisme, prosedur, serta dukungan sarana dan prasarana pelaksanaannya. Untuk penanganan kendala yang bersifat administratif diperlukan penyuluhan/sosialisasi secara terfokus terhadap seluruh pemangku kepentingan. Perlu penegakan hukum yang ketat pada batas-batas Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk menghindari pelepasan lahan pertanian dengan cara yang tidak mengikuti peraturan. Bila memungkinkan, sertifikasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang diterbitkan diberi warna atau ditandai secara khusus, sehingga para pemangku kepentingan dapat secara cepat mendeteksi bahwa lahan tersebut tidak diperbolehkan untuk dialihfungsikan sesuai dengan ketentuan serta peraturan dan perundangan yang berlaku. Daftar Pustaka Bachtiar S dan M Pakpahan Peranan Deregulasi Pertanahan Dalam Mendukung Sektor Perbankan dan Perpajakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Pertanahan Nasional. Jakarta. Badan Pertanahan Nasional Pertanahan Indonesia : Suatu Retrospeksi. BPN. Jakarta. Hariyanto Tinjauan Yuridis Pensertifikatan Hak Atas Tanah Dalam Rangka Penyediaan Jaminan Kredit Untuk Pemberdayaan Pengusaha Mikro dan Kecil di Kabupaten Demak. Tesis. Program Pascasarjana Magister Kenotariatan. Universitas Diponegoro. Semarang. Jemabut I Lahan Pertanian, Pemerintah Jangan Hanya Berwacana. Diunduh pada : (6 Agustus 2011). Koran Tempo ,3 juta Hektare Lahan Telantar di Seluruh Indonesia. Diunduh pada: (27 September 2011). Republik Indonesia Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Jakarta. Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 13 Tahun 2010 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional. Jakarta. 273

14 UPAYA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN Surahman D Tinjauan Hukum Pendaftaran Tanah dan Hubungannya dengan Jaminan Kepastian Hukum Hak-hak Atas Tanah. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Padjajaran. Bandung. Wartomo Kebijakan Pendaftaran Tanah Terhadap Kekuatan Pembuktian Sertifikat Hak Atas Tanah (Studi di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali). Tesis. Fakultas Hukum Program Pascasarjana. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 274

15 SERTIFIKASI LAHAN PERTANIAN MENDORONG MENINGKATAN PRODUKSI PANGAN Lampiran 1. Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 Tanggal 22 Januari 2010 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional NO. JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF I. PELAYANAN SURVEI, PENGUKURAN BATAS KAWASAN ATAU BATAS WILAYAH, DAN PEMETAAN A. Pelayanan Survei 1. Pelayanan Survei Nilai Bidang Tanah Pemukiman atau Pertanian 2. Pelayanan Survei Nilai Bidang Tanah Usaha B. Pelayanan Pengukuran Batas Kawasan atau Batas Wilayah C. Pelayanan Pemetaan 1. Pemetaan Zona Nilai Tanah dan Zona Nilai Ekonomi Kawasan Skala 1: per tugu per hektare Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp25.000,00 2. Pemetaan Zona Nilai Tanah dan Zona Nilai Rp5.000,00 Ekonomi Kawasan Skala 1: per hektare Rp75.000,00 3. Pemetaan Tematik Bidang Skala 1: Pemetaan Tematik Bidang Tanah untuk Rp75.000,00 Pemecahan Sertifikat Skala 1 : Rp40.000,00 5. Pemetaan Tematik Kawasan Skala 1: per hektare Rp20.000,00 6. Pemetaan Tematik Kawasan Skala 1 : per hektare E. Pelayanan Pembuatan Peta Dasar Rp ,00 1. Pembuatan Peta Foto Skala 1:1.000 (minimal hektare) per hektare Rp ,00 2. Penambahan Pembuatan Peta Foto Skala 1:1.000 per hektare seluas 500 Hektare dan kelipatannya 3. Pembuatan Peta Citra Skala 1:2.500 (minimal hektare) per hektare Rp ,00 4. Pembuatan Peta Garis Skala 1:1.000 (minimal per hektare 100 hektare) Rp ,00 5. Pembuatan Peta Garis Skala 1 : (minimal per hektare 100 hektare) II. PELAYANAN PENDAFTARAN TANAH A. Pelayanan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali 1. Pelayanan Pendaftaran Penegasan Konversi atau Pengakuan Hak 2. Pelayanan Pendaftaran Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah untuk: a. Perorangan b. Badan Hukum 3. Pelayanan Pendaftaran Keputusan perpanjangan Hak Atas Tanah untuk Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan Rp ,00 275

16 UPAYA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN Lampiran 1. Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 Tanggal 22 Januari 2010 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional (lanjutan) NO. JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF 4. Pelayanan Pendaftaran Keputusan pembaruan Hak Atas Tanah untuk Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai di atas Hak Pengelolaan per unit 5. Pelayanan Pendaftaran Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun a. Bersubsidi (berdasarkan penetapan Kementerian Negara Perumahan Rakyat) b. Non subsidi 6. Pelayanan Pendaftaran Hak Guna Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah, dan Ruang Perairan 7. Pendaftaran Perubahan Hak: a. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai menjadi Hak Milik b. Hak Pakai menjadi Hak Guna Bangunan c. Hak Guna Bangunan menjadi Hak Pakai d. Hak Milik menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai per unit Rp ,00 B. Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah 1. Pelayanan pendaftaran pemindahan/peralihan Hak Atas Tanah untuk Instansi Pemerintah dan badan hukum keagamaan dan sosial yang penggunaan tanahnya untuk peribadatan, Panti Asuhan dan Panti Jompo 2. Pengangkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah 3. Pemindahan Pejabat Pembuat Akta Tanah 4. Pelayanan Pendaftaran Pemberian Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai di atas Hak Milik 5. Pelayanan Pendaftaran Hak Tanggungan [Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)] dengan Nilai Hak Tanggungan: a. sampai dengan Rp ,00 b. di atas Rp250 juta sampai dengan Rp1 miliar c. di atas Rp1 miliar sampai dengan Rp10 miliar d. di atas Rp10 miliar sampai dengan Rp1 triliun e. di atas Rp1 triliun 6. Pelayanan Pendaftaran Peralihan Hak Tanggungan (Cessie, Subrogasi, Merger) 7. Pelayanan Pendaftaran Hapusnya Hak atas Tanah dan Hak Milik Satuan Rumah Susun karena Pelepasan Hak 8. Pelayanan Pendaftaran Pembagian Hak Bersama (tanpa ada pemecahan/pemisahan maupun memerlukan pemecahan/ pemisahan) 9. Pelayanan Pendaftaran Perubahan Data Berdasarkan Putusan Pengadilan atau Penetapan Pengadilan per orang per orang Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 276

17 SERTIFIKASI LAHAN PERTANIAN MENDORONG MENINGKATAN PRODUKSI PANGAN Lampiran 1. Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 Tanggal 22 Januari 2010 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional (lanjutan) NO. JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF 10. Pelayanan Pendaftaran Pemisahan, Pemecahan, dan Penggabungan 11. Pelayanan Pendaftaran Hapusnya Hak Tanggungan/ Roya (termasuk roya parsial yang memerlukan pemisahan atau tidak) 12. Pelayanan Pendaftaran Perubahan Nama 13. Pelayanan Penggantian Blanko Sertifikat (karena hilang/rusak atau penggantian blanko sertifikat model lama ke model baru) 14. Pelayanan Pencatatan Pemblokiran 15. Pelayanan Pencatatan Lain sesuai ketentuan yang berlaku. III. PELAYANAN INFORMASI PERTANAHAN A. Pelayanan Informasi Titik Koordinat B. Pelayanan Data Global Navigation Satellite System (GNSS)/Continuously Operating Reference Stations (CORS) 1. Paket data harian 2. Paket data bulanan 3. Paket data tahunan per titik per pengguna/ hari per pengguna/ bulan per pengguna/ tahun Rp4.000,00 Rp100,00 Rp1.000,00 Rp1.000,00 Rp1.000,00 C. Pelayanan Peta Pertanahan dalam format multimedia dan format raster lainnya 1. Peta sampai dengan Skala 1:5.000 (minimal 25 hektare) 2. Peta dari Skala 1: sampai dengan 1: (minimal hektare) per hektare/tema per hektare/tema D. Pelayanan Informasi Nilai Tanah atau Kawasan 1. Nilai Tanah atau Nilai Aset Properti 2. Zonasi Nilai Tanah (minimum 50 hektare) 3. Nilai Ekonomi Kawasan (minimum 50 hektare) 4. Nilai Aset Kawasan (minimum 50 hektare) per hektare per hektare per hektare Rp25.000,00 Rp40.000,00 Rp55.000,00 E. Pelayanan Peta Analisis Penatagunaan Tanah (Analisis Penggunaan Tanah, Ketersediaan Tanah, dan peta-peta lainnya) Rp75.000,00 Rp ,00 1. Hitam putih a. Format A4 b. Format A3 277

18 UPAYA MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN Lampiran 1. Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 Tanggal 22 Januari 2010 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional (lanjutan) NO. JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF c. Format A2 d. Format A1 e. Format A0 2. Kertas Berwarna a. Format A4 b. Format A3 c. Format A2 d. Format A1 e. Format A0 3. Digital dalam format multimedia a. Skala sama dengan atau lebih besar dari 1 : b. Skala lebih kecil dari 1 : sampai dengan 1 : c. Skala lebih kecil dari 1 : sampai dengan 1 : d. Skala lebih kecil dari 1 : F. Pelayanan Informasi Data Tekstual/Grafikal 1. Pengecekan Sertifikat 2. Penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) 3. Informasi Tekstual/Grafikal untuk Surveyor Berlisensi per tema/ per tema/ per tema/ per tema/ per sertifikat per SKPT Rp75.000,00 Rp90.000,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 IV. PELAYANAN LISENSI A. Penilai Tanah B. Surveyor Berlisensi C. Ujian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) per orang/usaha jasa penilaian per orang/usaha jasa perorangan per orang Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Keterangan: No. V tentang Pelayanan pendidikan tidak diuraikan dalam tabel di atas. 278

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PERTANAHAN NASIONAL LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TANGGAL 22 JANUARI 2010 JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PERTANAHAN NASIONAL I. PELAYANAN

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PERTANAHAN NASIONAL LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TANGGAL 22 JANUARI 2010 JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PERTANAHAN NASIONAL I. PELAYANAN

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PERTANAHAN NASIONAL LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TANGGAL 22 JANUARI 2010 JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PERTANAHAN NASIONAL I. PELAYANAN

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 128 TAHUN 2015 TENTANG : JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128 TAHUN 2015 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA BADAN PERTANAHAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL / BADAN PERENCANAAN NASIONAL (BAPPENAS) SEKRETARIAT REFORMA AGRARIA NASIONAL

Lebih terperinci

Total Tahun

Total Tahun RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH 2010-2014 KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL DAN KEGIATAN PRIORITAS BIDANG REFORMA AGRARIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (BERDASARKAN PERPRES NO.5 TAHUN

Lebih terperinci

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SERI REGIONAL DEVELOPMENT ISSUES AND POLICIES (15) PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 11 November 2011 1 KATA PENGANTAR Buklet nomor

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lebih terperinci

Badan Pertanahan Nasional yang kemudian dipimpin oleh Ir.Soni Harsono. Pada saat itu terjadi perubahan yang signifikan karena merupakan awal

Badan Pertanahan Nasional yang kemudian dipimpin oleh Ir.Soni Harsono. Pada saat itu terjadi perubahan yang signifikan karena merupakan awal 16 Badan Pertanahan Nasional yang kemudian dipimpin oleh Ir.Soni Harsono. Pada saat itu terjadi perubahan yang signifikan karena merupakan awal terbentuknya Badan Pertanahan Nasional. Pada tahun 1998 masih

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Yth. 1. Sdr. Para Direktur/Inspektur Wilayah/Kepala Biro/Kepala Pusat BPN-RI 2. Sdr. Ketua Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional di Yogyakarta 3. Sdr. Para

Lebih terperinci

Lampiran : Surat Edaran tentang Pengenaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010.

Lampiran : Surat Edaran tentang Pengenaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010. 1 2 3 4 Lampiran : Surat Edaran tentang Pengenaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010. Nomor : 1/SE-100/I/2013 Tanggal : 3 Januari 2013 I. KETENTUAN

Lebih terperinci

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Agraria di Indonesia merupakan persoalan yang cukup pelik. Penyebabnya adalah karena pembaruan agraria lebih merupakan kesepakatan politik daripada kebenaran ilmiah,

Lebih terperinci

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan I. Dasar Hukum a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL DAN KANTOR PERTANAHAN KEPALA BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/LEMBAGA : BADAN PERTANAHAN NASIONAL 1 PROGRAM PENGELOLAAN PERTANAHAN NASIONAL 1.444,6 1.631,8 1.862,0 2.033,3 1.1 Pengelolaan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN RENCANA ANGGARAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

RENCANA KERJA DAN RENCANA ANGGARAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA DAN RENCANA ANGGARAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA Tabel I. Alokasi Anggaran Tahun 2012 (dalam ribuan rupiah) KODE PROGRAM

Lebih terperinci

BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL MELALUI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung 24 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung Badan Pertanahan Nasional adalah suatu lembaga Pemerintah

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI. Pilot Project Reforma Agraria. Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013

RAPAT KOORDINASI. Pilot Project Reforma Agraria. Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013 1 RAPAT KOORDINASI Pilot Project Reforma Agraria Kasubdit Pertanahan Rabu, 30 Oktober 2013 Rencana Lokasi Pilot Project 2 Koordinasi lintas K/L untuk kegiatan Access Reform Lokasi yang diusulkan: Prov.

Lebih terperinci

REALISASI PROGRAM DAN PENCAPAIAN PENINGKATAN PROSPEK USAHA

REALISASI PROGRAM DAN PENCAPAIAN PENINGKATAN PROSPEK USAHA REALISASI PROGRAM DAN PENCAPAIAN PENINGKATAN PROSPEK USAHA 57 Bab ini membahas mengenai pelaksanaan program sertifikasi UMK di Kelurahan Loji dan Situ Gede. Realisasi pelaksanaan program tersebut dideskripsikan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128 TAHUN 2015 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lebih terperinci

TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG

TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG 1 RUANG LINGKUP HGU SUBYEK HGU JANGKA WAKTU HGU PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Daftar Kelompok, Jenis Pelayanan Pertanahan & Bagan Alir SPOP 1. Pelayanan Pendaftaran Tanah Pertama Kali, terdiri dari : a. Konversi, Pengakuan

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI JAWA TENGAH _ LAPORAN KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI JAWA TENGAH KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SEKRETARIAT REFORMA AGRARIA NASIONAL

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 PRAKIRAAN PENCAPAIAN TAHUN 2010 RENCANA TAHUN 2010

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 PRAKIRAAN PENCAPAIAN TAHUN 2010 RENCANA TAHUN 2010 MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN BIDANG: WILAYAH DAN TATA RUANG (dalam miliar rupiah) PRIORITAS/ KEGIATAN PRIORITAS 2012 2013 2014 I PRIORITAS BIDANG PEMBANGUNAN DATA DAN INFORMASI SPASIAL A

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Kementerian PPN / Bappenas

KATA PENGANTAR. Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Kementerian PPN / Bappenas KATA PENGANTAR Tanah atau agraria berasal dari beberapa bahasa. Istilah agraria berasal dari kata akker (Bahasa Belanda), agros (Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, agger (Bahasa Latin) berarti tanah

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG LAYANAN INFORMASI PERTANAHAN SECARA ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah

I. PENDAHULUAN. Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2006 yang lalu, program penanggulangan

Lebih terperinci

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL Pontianak, 21 Januari 2017 SEMINAR NASIONAL DALAM RANGKA RAPAT KERJA NASIONAL TAHUNAN PERHIMPUNAN EKONOMI PERTANIAN INDONESIA (PERHEPI) TAHUN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus

I. PENDAHULUAN. melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2006 yang lalu, program penanggulangan

Lebih terperinci

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIS UTAMA INSPEKTORAT UTAMA SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIS UTAMA INSPEKTORAT UTAMA SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL BADAN PERTANAHAN NASIONAL PUSAT LAMPIRAN : PERATURAN RI KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL INSPEKTORAT UTAMA SEKRETARIS UTAMA DEPUTI BIDANG SURVEI PENGUKURAN DAN PEMETAAN (Deputi I) DEPUTI BIDANG HAK TANAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENDAYAGUNAAN TANAH NEGARA BEKAS TANAH TERLANTAR DENGAN

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 DEPUTI MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH Jakarta, 21 November 2013 Kerangka Paparan 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1.

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. - 235 - I. PEMBAGIAN URUSAN AN PERTANAHAN SUB 1. Izin Lokasi 1. Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria izin lokasi. 2.a. Pemberian izin lokasi lintas provinsi. b.

Lebih terperinci

- 308 - I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1.

- 308 - I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. - 308 - I. PEMBAGIAN URUSAN AN PERTANAHAN SUB 1. Izin Lokasi 1. Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria izin lokasi. 2.a. Pemberian izin lokasi lintas provinsi. b.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN

Lebih terperinci

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK)

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) TRIWULAN III TAHUN 2016 DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii

Lebih terperinci

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Penataan Ruang Komisi Pemberantasan Korupsi - Jakarta, 13 Desember 2012 Outline I. Isu

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanah dapat digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk sandang, pangan dan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu bahwa bumi dan air

Lebih terperinci

SERTIFIKASI UMK: MEDIA KEBUTUHAN LOKAL DAN SUPRA LOKAL

SERTIFIKASI UMK: MEDIA KEBUTUHAN LOKAL DAN SUPRA LOKAL 31 SERTIFIKASI UMK: MEDIA KEBUTUHAN LOKAL DAN SUPRA LOKAL Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai profil sertifikat UMK. Sertifikasi UMK dideskripsikan menjadi dua sub bab berdasarkan sudut pandang pemerintah

Lebih terperinci

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2018 KEMENPU-PR. Bantuan Pembangunan dan Pengelolaan Rumah Susun. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2018

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERUBAHAN KODE IDENTIFIKASI UNIT KERJA UNTUK PENOMORAN PADA NASKAH DINAS DI KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERUBAHAN KODE IDENTIFIKASI UNIT KERJA UNTUK PENOMORAN PADA NASKAH DINAS DI KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL LAMPIRAN VII SURAT EDARAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR : 4/SE-100/IV/2017 TANGGAL : 7 April 2017 PERUBAHAN KODE IDENTIFIKASI UNIT KERJA UNTUK PENOMORAN PADA NASKAH

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN JAMBU METE TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2014 Pusat Litbang Sumber Daya Air i KATA PENGANTAR Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF PENATAAN RUANG PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 50 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 50 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 50 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI BIDANG PERTANAHAN MELALUI GERAKAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas sebuah perusahaan/organisasi. Berhasil atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas sebuah perusahaan/organisasi. Berhasil atau tidaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting dalam menjalankan aktivitas sebuah perusahaan/organisasi. Berhasil atau tidaknya sebuah organisasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PRT/M/2016 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN OLEH PEMERINTAH PUSAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.668, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Bantuan Prasarana. Sarana. Utilitas Umum. Perumahan Tapak. Petunjuk Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN

LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN Oleh: Henny Mayrowani Tri Pranadji Sumaryanto Adang Agustian Syahyuti Roosgandha Elizabeth PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP

PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP Pelaksanaan pendaftaran tanah tahun anggaran 2017 dilakukan dengan pola sistematis yang mencakup seluruh desa lengkap, sehingga perlu disusun

Lebih terperinci

INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Oleh : Benny Rachman Amar K. Zakaria

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB III PROFIL PERUSAHAAN 24 BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1. Tinjauan Umum Perusahaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) awalnya adalah Akademi Agraria yang didirikan di Yogyakarta pada tahun 1963, kemudian didirikan lagi di Semarang

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makmur yang merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

I. PENDAHULUAN. makmur yang merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang- I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 dalam

Lebih terperinci

Benarkah program land reform yang dicanangkan Badan Pertanahan Nasional (BPN)saat ini tak lebih dari proyek bagi-bagi tanah?

Benarkah program land reform yang dicanangkan Badan Pertanahan Nasional (BPN)saat ini tak lebih dari proyek bagi-bagi tanah? Sumber Berita Tempo, 41/XXXV 04 10 Desember 2006 Wawancara Joyo Winoto: Reforma Agraria Tak Boleh Sembrono Kepala Badan Pertanahan Nasional, Joyo Winoto, rela wayangan semalam suntuk untuk menjelaskan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci

RENCANA UMUM PENGADAAN KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI RIAU TAHUN ANGGARAN 2014

RENCANA UMUM PENGADAAN KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI RIAU TAHUN ANGGARAN 2014 RENCANA UMUM PENGADAAN KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI RIAU TAHUN ANGGARAN 2014 KODE PROGRAM/KEGIATAN/OUTPUT/SUBOUTPUT/K PERHITUNGAN TAHUN 2014 OMPONEN/SUBKOMP/AKUN/DETIL VOLUME HARGA

Lebih terperinci

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR BERITA KABUPATEN CIANJUR DAERAH NOMOR 41 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI CIANJUR NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN PENCETAKAN SAWAH BARU DI KABUPATEN CIANJUR BUPATI CIANJUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN MINAPOLITAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN MINAPOLITAN BAB I PENDAHULUAN 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN-KP/2014 TENTANG PEDOMAN UMUM MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN MINAPOLITAN PEDOMAN UMUM MONITORING, EVALUASI, DAN

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS NOMOR 345/ /I/2017 TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP

PETUNJUK TEKNIS NOMOR 345/ /I/2017 TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP PETUNJUK TEKNIS NOMOR 345/2.1-100/I/2017 TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP Pelaksanaan pendaftaran tanah tahun anggaran 2017 dilakukan dengan pola sistematis yang mencakup

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PENERBITAN IZIN LOKASI DAN PERSETUJUAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. No.377, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN

Lebih terperinci

CATATAN KECIL MENIGKUTI ASISTENSI DAN SUPERVISI DAERAH DALAM PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RAPERDA TENTANG RTR DERAH YANG MENGAKOMODIR LP2B

CATATAN KECIL MENIGKUTI ASISTENSI DAN SUPERVISI DAERAH DALAM PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RAPERDA TENTANG RTR DERAH YANG MENGAKOMODIR LP2B CATATAN KECIL MENIGKUTI ASISTENSI DAN SUPERVISI DAERAH DALAM PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RAPERDA TENTANG RTR DERAH YANG MENGAKOMODIR LP2B Oleh: Ir. ADRY NELSON PENDAHULUAN Kegiatan Asistensi dan Supervisi

Lebih terperinci

2013, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

2013, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2013 KESEJAHTERAAN. Petani. Perlindungan. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5433) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERTIBAN TANAH TERLANTAR

- 1 - PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERTIBAN TANAH TERLANTAR - 1 - PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERTIBAN TANAH TERLANTAR KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Pada KEGIATAN PERLUASAN (PENCETAKAN) SAWAH DALAM PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN 2007-2009 Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Lebih terperinci