Gambar 30. Diagram Konsep Pembagian Ruang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 30. Diagram Konsep Pembagian Ruang"

Transkripsi

1 BAB V KONSEP DAN PERENCANAAN 5.1. Konsep Konsep dasar dari penelitian ini adalah merencanakan suatu tata ruang permukiman yang dapat mencegah atau mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana gempa bumi. Konsep dasar ini dikembangkan ke dalam konsep mitigasi yaitu memudahkan kegiatan penyelamatan diri saat terjadi bencana gempa. Konsep mitigasi ini diterapkan pada konsep pembagian ruang, evakuasi, sirkulasi, dan vegetasi Konsep Pembagian Ruang Ruang permukiman dikelompokan ke dalam satuan ketetanggaan yang terdiri atas Kepala Keluarga (KK), Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Desa, dan Kecamatan. Konsep pembagian ruang ini dimaksudkan agar kegiatan penyelamatan diri dapat lebih terarah dan terkendali. Selain itu pengelompokkan dalam satuan ketetanggan dapat membantu menentukan titik-titik evakuasi dan pergerakan menuju lokasi-lokasi evakuasi tersebut. Gambar 30 menunjukkan diagram konsep pembagian ruang berdasarkan satuan ketetanggaan. Gambar 30. Diagram Konsep Pembagian Ruang

2 Konsep Evakuasi Ruang-ruang yang dimanfaatkan untuk zona evakuasi adalah ruang-ruang terbuka yang berada di dalam kawasan permukiman. Berdasarkan lokasi dan daya tampung maka zona-zona evakuasi tersebut dibagi ke dalam 3 tingkatan yang terdiri atas zona evakuasi makro, meso dan mikro. Gambar 31 menunjukkan diagram konsep zona evakuasi. Gambar 31. Diagram Konsep Evakuasi Pada saat bencana gempa muncul maka penduduk diarahkan untuk bergerak menyelamatkan diri menuju zona evakuasi mikro pada tingkatan RT. Jika fasilitas dan kondisi di zona evakuasi mikro kurang mendukung maka penduduk diarahkan menuju zona evakuasi meso yang berada pada tingkatan RW dengan kapasitas daya tamping lebih besar. Selanjutnya jika fasilitas dan kondisi di zona evakuasi meso kurang memadai maka penduduk diarahkan menuju zona evakuasi makro yang berada pada tingkat desa Konsep Sirkulasi Jalur sirkulasi pada kawasan rawan bencana gempa harus dibuat dengan tujuan memudahkan pergerakan penduduk saat menyelamatkan diri. Jejaring jalan yang rumit dengan lebar yang sempit berpotensi menimbulkan kebingungan atau disorientasi arah ketika penduduk berusaha menyelamatkan diri dalam keadaan panik. Berdasarkan fungsinya untuk memudahkan kegiatan penyelamatan diri maka jalur sirkulasi di wilayah perencanaan dibagi ke dalam 3 hierarki jalan yaitu

3 70 jalan lingkungan, jalan lokal, dan jalan kolektor. Tabel 25 menjelaskan lebar dan fungsi dari setiap jenis jalan. Gambar 33 menunjukkan diagram konsep sirkulasi. Tabel 25. Konsep Jalur Sirkulasi Jenis Jalan Lebar Fungsi Jalan Lingkungan 5 m mengarahkan massa ke zona evakuasi mikro Jalan Lokal 7 m mengarahkan massa ke zona evakuasi meso Jalan Kolektor 14 m -mengarahkan massa ke zona evakuasi makro -mendistribusikan bantuan ke lokasi pengungsian -penghubung antar desa Jalan Lingkungan Jalan Lokal Jalan Kolektor Gambar 32. Diagram Konsep Sirkulasi Konsep Vegetasi Konsep vegetasi untuk mitigasi bencana direncanakan memiliki fungsifungsi untuk mendukung kegiatan penanganan saat bencana dan pasca bencana. Dengan demikian jenis-jenis vegetasi yang diterapkan pada kawasan berdasarkan fungsinya dapat dibedakan ke dalam empat jenis vegetasi yaitu : vegetasi budidaya, vegetasi konservasi, vegetasi pengarah, dan vegetasi penaung. Tabel 26 menjelaskan jenis vegetasi, lokasi, dan fungsinya dalam mitigasi bencana gempa. Sedangkan Gambar 33 menunjukan diagram konsep vegetasi yang direncanakan.

4 71 Tabel 26. Konsep Vegetasi Jenis Lokasi Fungsi Vegetasi Budidaya Kebun campuran - cadangan pangan pada penanganan pasca bencana Konservasi -dekat sumber air -pada kawasan berpotensi longsor -menjaga keseimbangan neraca air -mencegah bencana longsor pada kawasan tertentu Pengarah Jalur sirkulasi -mengarahkan penduduk menuju area evakuasi Penaung -pemukiman -zona evakuasi -menaungi kawasan terutama di zona-zona evakuasi - ameliorasi iklim Vegetasi Konservasi Vegetasi Budidaya Vegetasi Penaung Vegetasi Pengarah Gambar 33. Diagram Konsep Vegetasi 5.2. Perencanaan Rencana lanskap merupakan pengembangan dari konsep yang sudah ditentukan sebelumnya. Konsep ruang dikembangkan ke dalam rencana tata ruang permukiman. Konsep evakuasi dikembangkan ke dalam rencana evakuasi. Konsep sirkulasi dikembangkan ke dalam rencana jalur sirkulasi. Konsep vegetasi dikembangkan ke dalam rencana vegetasi. Rencana lanskap yang telah disusun seperti yang ditunjukkan pada Gambar 34.

5 72

6 Rencana Tata Ruang Permukiman Di dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Pangalengan diperkirakan kebutuhan lahan untuk permukiman di wilayah perencanaan pada tahun 2015 mencapai 299,22 ha dengan perkiraan jumlah penduduk akan mencapai jiwa. Untuk memudahkan kegiatan perencanaan maka wilayah yang direncanakan dibagai ke dalam tiga blok sesuai dalam RDTR yaitu Blok Utara, Blok Tengah, dan Blok Selatan (Gambar 35). Setiap blok memiliki perkiraan jumlah penduduk masing-masing pada tahun Blok Utara diperkirakan akan memiliki jumlah penduduk jiwa dengan kebutuhan lahan permukiman ± 115, 51 ha. Blok Tengah diperkirakan akan memiliki jumlah penduduk jiwa dengan kebutuhan lahan permukiman ± 78, 92 ha. Blok Selatan diperkirakan akan memiliki jumlah penduduk jiwa dengan kebutuhan lahan permukiman ± 70, 59 ha. Blok Utara Blok Tengah Blok Selatan Gambar 35. Pembagian Blok Kawasan Perencanaan Sumber : RDTR Kota Pangalengan Mayoritas penduduk di Pangalengan memiliki mata pencaharian di bidang pertanian dan peternakan seperti buruh tani, petani, pedagang, buruh

7 74 swasta, perkebunan, dan peternak. Dengan asumsi bahwa mayoritas penduduk berpenghasilan rendah dan sedang maka disarankan rumah yang banyak dibangun adalah jenis rumah sederhana yaitu rumah dengan luas lantai bangunan tidak lebih dari 70 m2 yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling 54 m2 sampai 200 m2. Di dalam Perda RTRW 2008 Pasal 3 dijelaskan pengembangan permukiman di kawasan perkotaan diarahkan untuk perumahan terorganisir dan rumah susun, sedangkan pengembangan permukiman di luar kawasan perkotaan diarahkan untuk permukiman yang tumbuh alami dan pengembangan perumahan dengan kepadatan rendah (<30 unit/ha) namun dalam pengembangannya tetap dibatasi sesuai dengan fungsi ruangnya yang ditentukan berdasarkan Koefisien Wilayah Terbangun. Sementara di dalam RDTR Kota Pangalengan diperkirakan jumlah bangunan yang ada pada tahun 2015 sekitar unit meliputi tipe kecil, sedang dan besar. Dengan demikian kawasan perumahan yang direncanakan di Kota Pangalengan adalah dengan kepadatan rendah( <30 unit/ha). Penerapan konsep pembagian ruang berdasarkan satuan ketetanggan dilakukan dengan mengadaptasi Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No.12 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan.dikombinasikan dengan SNI Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan yang dijelaskan pada Tabel 27. Tabel 27. Pembagian Satuan Ketetanggan Satuan Ketetanggan Jumlah Penduduk 1 KK Asumsikan 4 jiwa 1 RT jiwa (± 63 KK) 1 RW 8 10 RT ( ±2500 jiwa) 1 Desa RW (± jiwa) (Sumber : Perda Kab. Bandung No.12 Th dan SNI ) Dengan mengacu pada pembagian Tabel 27 maka pada tahun 2015 Blok Utara akan memiliki KK, 154 RT, dan 15 RW. Blok Tengah akan memiliki 6576 KK, 104 RT, dan 10 RW. Blok Selatan akan memiliki KK, 93 RT, dan 9 RW. Sebagai kawasan rawan gempa bumi bertipologi A maka di dalam Kota Pangalengan terdapat ruang-ruang yang bisa dibangun dengan syarat dan terdapat

8 75 pula ruang yang tidak bisa dibangun (Tabel 16). Rencana ruang-ruang yang dibutuhkan di Kota Pangalengan adalah : 1. Perumahan. Ruang yang berfungsi sebagai tempat hunian penduduk. Ditempatkan pada area-area yang memiliki kemudahan akses pada fasilitas penunjang mitigasi dan jalur sirkulasi saat proses evakuasi. 2. Perkantoran Area perkantoran memfasilitasi kebutuhan seperti : pusat pemerintahan, kecamatan, bank, koperasi, dan lain sebagainya. 3. Perdagangan Yang tercakup di dalam ruang ini adalah area perdagangan souvenir, cinderamata, jasa, toko kelontong, dan pasar pelelangan sayur. 4. Rekreasi dan Olahraga Sarana rekreasi dapat berupa taman ketetanggaan atau taman lingkungan. Sarana olahraga dapat berupa lapangan terbuka atau bangunan gelanggang olahraga. 5. Pendidikan 6. Kebun Perkebunan teh eksisting dipertahankan keberadaannya dengan penyesuaian terhadap rencana blok. 7. Kebun Campuran Kebun campuran eksisting untuk budidaya sayur-mayur dipertahankan keberadannya dengan penyesuaian terhadap rencana blok. 8. Terminal Terminal meliputi terminal utama sebagai pusat angkutan umum dan terminal-terminal kecil (pangkalan ojek, pangkalan angkot) yang tersebar di beberapa blok permukiman. 9. Fasilitas Fasilitas adalah berbagai sarana publik yang menunjang untuk kawasan permukiman dan sangat diperlukan saat terjadi bencana gempa bumi, yaitu : fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,

9 76 apotik, posyandu), kantor polisi, pemadam kebakaran, gedung telekomunikasi, PLN. Gambar 36 menunjukkan matriks hubungan antar ruang yang dibutuhkan di Kota Pangalengan. Hubungan dekat menunjukkan antar ruang tersebut memerlukan akses yang mudah dicapai atau langsung. Hubungan tidak dekat menunjukkan antar ruang tidak terlalu saling berhubungan. Tidak ada hubungan atau netral menunjukkan antar ruang itu tidak saling memerlukan atau keberadaannya tidak saling mempengaruhi satu sama lain. Gambar 37 menunjukkan konsep ruang sebagai penggambaran dari matriks hubungan antar ruang. Gambar 36. Matriks Hubungan Antar Ruang Gambar 37. Konsep Ruang Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 21/PRT/2007 (Tabel 15), pola permukiman yang dapat dikembangkan di Kecamatan Pangalengan bisa berbentuk mengelompok atau menyebar. Saat ini permukiman di lokasi penelitian berkembang di sepanjang jalan raya utama Pangalengan dengan bentuk menyebar dan tidak teratur. Mayoritas rumah-rumah dibangun dengan rapat dan hanya

10 77 menyisakan jalan kecil untuk sirkulasi. Pola hunian seperti ini dapat menyulitkan pergerakan saat menyelamatkan diri. Agar konsep mitigasi dapat berfungsi dengan baik maka pola permukiman dibuat mengelompok sesuai dengan pembagian satuan ketetanggaan. Menurut data monografi Kecamatan Pangalengan tahun 2007 jumlah penduduk di Kecamatan Pangalengan berjumlah jiwa. Untuk mendukung kebutuhan kesehatan seluruh penduduk maka minimum fasilitas kesehatan yang dibutuhkan adalah Puskemas dan Balai Pengobatan (Tabel 21). Puskesmas dan Balai Pengobatan ditempatkan di pusat kota yang mudah dijangkau oleh penduduk. Selain itu penempatan Puskesmas di pusat kota dapat memudahkan dalam proses penanganan pasca bencana gempa bumi seperti distribusi obat, peralatan kesehatan, dan bantuan medis lainnya. Rencana tata ruang pusat kota berikut infrastruktur pendukung seperti yang ditunjukkan pada Gambar 40. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 21/PRT/2007 maka struktur bangunan yang didirikan di Pangalengan disarankan berupa struktur tahan gempa. Hal ini bertujuan agar bangunan tidak mudah rusak ketika terjadi gempa sehingga tidak membahayakan penghuninya. Menurut Frick, Ardiyanto dan Darmawan (2008), tidak semua gedung harus memiliki ketahan serupa terhadap gempa. Namun gedung-gedung yang memiliki fungsi vital dalam keadaan gempa tidak boleh rusak dan harus selalu siap pakai. Misalnya, rumah sakit, gedung telekomunikasi, PLN, pemadam kebakaran, dan lain sebagainya. Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.6/PRT/M/2009 tentang Pedoman Perencaan Umum Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Rawan Tsunami dijelaskan mengenai fasilitas pelayanan penting yang harus siap di saat kritis bencana alam, yaitu : a. Kantor Polisi. b. Kantor Pemadam Kebakaran. c. Rumah sakit dengan ruang-ruang bedah, pemeliharaan mendadak, atau darurat. d. Fasilitas dan peralatan operasi darurat dan komunikasi. e. Garasi dan tempat perlindungan untuk kendaraan dan pesawat terbang. f. Peralatan pembangkit tenaga siap pakai untuk pelayanan penting.

11 78 g. Tangki atau bangunan lain yang berisi air atau bahan peredam lainnya atau peralatan yang diperlukan untuk melindungi kawasan penting, berbahaya atau hunian khusus. h. Stasiun pengawal permanen. Dalam Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa dijelaskan taraf keamanan minimum untuk bangunan dengan konstruksi tahan gempa, yaitu : a. Bila terkena gempa bumi yang lemah bangunan tersebut tidak akan rusak sama sekali. b. Bila terjadi gempa bumi sedang maka elemen-elemen non-struktural bangunan boleh rusak. Namun elemen struktural tidak boleh rusak sama sekali. c. Bila terjadi gempa bumi kuat maka : bangunan tidak boleh runtuh baik itu sebagian maupun keseluruhan; bangunan tidak boleh mengalami kerusakan yang tidak boleh diperbaiki; jika terjadi kerusakan maka harus dapat cepat diperbaiki dan berfungsi seperti semula. Bangunan yang tahan gempa memiliki struktur rangka kaku (beton bertulang, baja, kayu) dengan perkuatan silang. Bangunan seperti ini juga memiliki karakteristik berat bangunan yang ringan. Gambar 38. Ilustrasi Struktur Bangunan Dengan Perkuatan Silang (Sumber: Frick, Ardiyanto, dan Darmawan, 2008) Pembangunan rumah hunian dari kayu berbentuk panggung lebih disarankan. Karena pada saat terjadi gempa di Pangalengan rumah panggung mengalami kerusakan lebih ringan dari rumah dengan rangka beton. Gambar 39 menunjukkan ilustrasi contoh rumah panggung yang tahan gempa.

12 79 Gambar 39. Rumah Tinggal Dengan Konstruksi Rangka Sederhana dan Pondasi Tiang (Sumber : Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa Departemen Pekerjaan Umum, 2006) Gambar 40. Rencana Tata Ruang Pusat Kota Pangalengan

13 Rencana Evakuasi Pada saat terjadi bencana gempa bumi 2 September 2010 lalu warga masyarakat Pangalengan memanfaatkan lahan terbuka untuk lokasi pengungsian sementara. Lahan-lahan terbuka yang digunakan adalah lapangan, kebun dan perkebunan teh yang pada saat itu kebetulan sedang dibuka untuk proses penanaman ulang. Kondisi lokasi-lokasi pengungsian tersebut minim fasilitas yang dapat membantu warga bertahan hidup pasca bencana. Sekitar warga masyarakat terpaksa tinggal di tenda-tenda dengan kondisi yang serba kekurangan. Gambar 41. Kondisi Pengungsian Sementara Korban Gempa Pangalengan (Sumber : Pelbagai Sumber) Sebagai salah satu upaya mitigasi bencana gempa bumi maka perlu adanya penentuan lokasi pengungsian atau titik-titik evakuasi di kawasan permukiman. Lokasi yang dimanfaatkan sebagai zona evakuasi adalah ruangruang terbuka di dalam kawasan permukiman. Ruang-ruang terbuka tersebut dapat dimanfaatkan penduduk sebagai area rekreasi saat tidak terjadi bencana. Kebutuhan luas setiap ruang terbuka disesuaikan dengan daya tampung tenda pengungsian. Tenda pengungsi yang umum digunakan di Indonesia adalah tenda-tenda tentara yang terdiri dari tenda komando berkapasitas 10 orang dengan ukura 24 m 2, tenda regu berkapasitas 20 orang dengan ukuran 36 m 2, dan tenda peleton berkapasitas 45 orang dengan ukuran 70 m 2. Tabel 28 menjelaskan kebutuhan ruang terbuka sebagai zona evakuasi beserta kemampuan daya tampung. Tabel 28. Kebutuhan Ruang Terbuka Sebagai Zona Evakuasi Zona Lokasi Luas Daya Tampung Mikro RT 350 m2 60 KK / 250 jiwa / 5 tenda peleton Meso RW 3850 m2 625 KK / 2500 jiwa / 55 tenda peleton Makro Desa 4,7 ha 7500 KK / jiwa / 667 tenda peleton

14 81 Untuk dapat menunjang kondisi para pengungsi di zona-zona evakuasi maka lokas-lokasi tersebut harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang dapat berfungsi optimal pasca bencana. Tabel 29 menjelaskan rencana fasilitas yang dibutuhkan pada setiap zona evakuasi. Ilustrasi lokasi setiap zona evakuasi ditunjukkan pada Gambar 42. Tabel 29. Rencana Fasilitas Ruang Terbuka Sebagai Zona Evakuasi Zona Mikro Meso Makro Fasilitas Penunjuk arah, tempat duduk, tenda darurat, tempat berkumpul sementara Penunjuk arah, tenda darurat, sarana air bersih, dapur umum, toilet darurat Penunjuk arah, tenda darurat, dapur umum, gedung serbaguna, sarana air bersih, toilet umum, balai pengobatan, pusat pengendalian pasca bencana, gudang (bahan pangan, obat-obatan, selimut, dll), tenaga listrik portable Rencana Jalur Sirkulasi Desain jejaring jalur sirkulasi tidak hanya berfungsi sebagai akses pergerakan pada kondisi normal namun juga efektif sebagai jalur evakuasi saat terjadi bencana dan penanganan pasca bencana. Akses sirkulasi terbuka atau bebas dari hambatan ke seluruh bagian permukiman menjadi hal yang penting untuk upaya penyelamatan dan proses evakuasi penduduk. Jalur sirkulasi yang diterapkan tidak hanya untuk kemudahan pergerakan manusia. Berbagai peralatan dan kendaran untuk penanganan bencana harus dapat dengan mudah melewati jalur-jalur sirkulasi ini. Jejaring sirkulasi dikembangkan dengan memanfaatkan jalur sirkulasi yang sudah ada. Perubahan lebar jalan diperlukan agar sesuai dengan konsep yang telah ditentukan. Penambahan jalur jalan dapat dilakukan dengan menyesuaikan pada pola permukiman. Gambar 44 menunjukkan rencana jalur sirkulasi yang diterapkan pada kawasan. Sedangkan gambar 45 menunjukkan rencana alur pergerakan penduduk saat proses evakuasi. Untuk mengatur dan mengarahkan penduduk ke tempat-tempat evakuasi maka perlu dibuat rambu-rambu penunjuk arah. Rambu-rambu ini ditempatkan pada lokasi-lokasi yang mudah dilihat. Desain rambu tidak boleh terlalu rumit. Penggunaan simbol-simbol sederhana dan tulisan yang jelas dibaca akan lebih baik. Huruf atau gambar yang kontras dengan latar belakang akan lebih mudah dibaca Karakter huruf dengan tinggi 20 cm pada sebuah rambu dapat dibaca

15 82

16 83 dengan jelas hingga jarak sekitar 123 m saat bergerak pada kecepatan km/jam. Tabel 30 menunjukkan standar tinggi karakter huruf pada rambu-rambu. Contoh rambu penunjuk arah seperti yang ditunjukkan pada gambar 43. Tabel 30. Standar Tinggi Karakter Huruf Pada Rambu Tinggi huruf (mm) Jarak Maksimal Baca (m) Kecepatan Lalu Lintas (km/jam) 5 3 Pejalan kaki 6 3,7 8 4,9 10 6,2 12 7,4 15 9, , , , ,6 Kendaraan , , , , , ( Sumber : Time-Saver for Landscape Architecture) Tabel 31. Kesesuaian Kontras Warna Pada Rambu Latarbelakang Rambu Papan Rambu Legenda Rambu Bata merah atau dinding gelap Putih Hitam, hijau gelap atau biru gelap Bata terang atau dinding terang Hitam atau warna gelap Putih atau kuning Dinding putih Hitam atau warna gelap Putih atau kuning Vegetasi hijau Putih Hitam, hijau gelap atau biru Back-lit sign Hitam Putih atau kuning (Sumber : Landscape Architect s Pocket Book, 2009) Gambar 43. Contoh Rambu-Rambu Penunjuk Arah Menuju Lokasi Evakuasi (Sumber : Standar Nasional dan ISO Rambu Evakuasi Menristek)

17 84

18 85

19 Rencana Vegetasi Vegetasi memiliki beragam fungsi dalam suatu kawasan permukiman. Beberapa manfaat dari penanaman vegetasi di kawasan permukiman diantaranya adalah untuk esetetika, ameliorasi iklim, pembatas, pembentuk ruang dan pengatur sirkulasi. Kota Pangalengan berada pada daerah dengan iklim sejuk karena berada pada ketinggian sekitar 1500 mdpl. Kota Pangalengan juga terletak pada kawasan berfungsi lindung di luar hutan lindung. Penanaman vegetasi non-produksi berperan penting untuk membantu penyerapan air di sekitar kawasan tersebut sehingga neraca air tidak terganggu. Selain itu vegetasi non-produksi seperti pepohonan besar dengan perakaran kuat dapat membantu mencegah longsor di area-area dengan persentasi kelerengan tinggi. Vegetasi produksi atau vegetasi budidaya (sayur-mayur, kebun teh) yang saat ini ada di Kota Pangalengan dapat dipertahankan. Pembangunan ruang terbuka hijau di kawasan permukiman bertujuan agar warga masyarakat tidak menggunakan kebun-kebun yang ada sebagai tempat pengungsian. Berdasarkan konsep yang telah ditentukan maka vegetasi di wilayah perencanaan dibagi ke dalam 4 jenis vegetasi sesuai dengan fungsinya yang terdiri atas vegetasi budidaya, vegetasi pengarah, vegetasi koservasi dan vegetasi penaung. Vegetasi budidaya berupa kebun-kebun campuran eksisiting berfungsi sebagai cadangan pangan pada saat penanganan pasca bencana. Sedangkan untuk vegetasi pengarah, konservasi dan penaung dapat memanfaatkan vegetasi endemik atau vegetasi lain yang sesuai dengan ekosistem kawasan perencanaan. Pemilihan jenis vegetasi untuk pengarah dan penaung diupayakan menyesuaikan dengan fungsi arsitektural sehingga menjadi efektif saat penerapan di kawasan. Gambar 46 menunjukkan ilustrasi fungsi vegetasi di kawasan perencanaan. Sedangkan rencana vegetasi ditunjukkan pada Gambar 47 dan Gambar 48.

20 87 (a) (b) (c) Gambar 46. Ilustrasi Fungsi Vegetasi di Kawasan Perencanaan. (a). Vegetasi Konservasi; (b) Vegetasi Pengarah; (c) Vegetasi Penaung;

21 88

22 89 45

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kerangka Pikir Studi...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kerangka Pikir Studi... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang... 1.2. Tujuan... 1.3. Kerangka Pikir Studi... BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 2.1. Perencanaan Lanskap... 2.2. Gempa Bumi...

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN FUNGSI, KLASIFIKASI, PERSYARATAN ADMINISTRATIF DAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rumusan konsep ini merupakan dasar yang digunakan sebagai acuan pada desain studio akhir. Konsep ini disusun dari hasil analisis penulis dari tinjauan pustaka

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2033,2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Rambu. Papan Informasi. Bencana. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG RAMBU DAN PAPAN INFORMASI BENCANA

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui Kata Pengantar Kabupaten Bantul telah mempunyai produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul yang mengacu pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007. Produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai ibu kota Negara Republik Indonesia, Jakarta memegang peran yang cukup besar dalam skala nasional maupun internasional. Salah satu peranan yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Desain Premis... BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gempa Bumi di Indonesia... 1

DAFTAR ISI. Desain Premis... BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gempa Bumi di Indonesia... 1 DAFTAR ISI Halaman Pengesahan.. Catatan Dosen Pembimbing... Halaman Pernyataan Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Gambar... Daftar Tabel... Ucapan Terima Kasih... Abstrak Desain Premis... i ii Iii iv v

Lebih terperinci

Gedung Pengungsian Bersama yang Ideal pada Studi Kasus GOR Ganesha Kota Batu

Gedung Pengungsian Bersama yang Ideal pada Studi Kasus GOR Ganesha Kota Batu TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Gedung Pengungsian Bersama yang Ideal pada Studi Kasus GOR Ganesha Kota Batu Agung Murti Nugroho (1), Angga Pradana (2) sasimurti@yahoo.co.id (1) Pusat Studi Lingkungan Hidup, Universitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan 1. Daerah bahaya yang termasuk daerah bahaya utama lintasan sesar lembang meliputi daerah yang akan terjadi kerusakan dampak besar akibat gemba bumi yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 186 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdaasarkan hasil analisis dari tingkat risiko bencana dapat disimpulkan bahaya faktor utama dalam menentukan risiko bahaya gempa bumi di kota bengkulu

Lebih terperinci

Rambu evakuasi tsunami

Rambu evakuasi tsunami Standar Nasional Indonesia Rambu evakuasi tsunami ICS 13.200 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE Annastasia Gadis Pradiptasari 1, Dr. Judy O. Waani, ST. MT 2, Windy Mononimbar, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program

Lebih terperinci

b. Kebutuhan ruang Rumah Pengrajin Alat Tenun

b. Kebutuhan ruang Rumah Pengrajin Alat Tenun BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep program dasar perencanaan dan perancangan yang merupakan hasil dari pendekatan perencanaan dan perancangan, yang berupa segala sesuatu mengenai kebutuhan

Lebih terperinci

KELAYAKAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (SETENGAH BATA) TERHADAP KERUSAKAN AKIBAT GEMPA INTISARI

KELAYAKAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (SETENGAH BATA) TERHADAP KERUSAKAN AKIBAT GEMPA INTISARI KELAYAKAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (SETENGAH BATA) TERHADAP KERUSAKAN AKIBAT GEMPA Margeritha Agustina Morib 1) 1) Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Immanuel Yogyakarta e-mail : margerithaagustina@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang BAB III METODE PERANCANGAN Dalam perancangan Rumah Susun Sederhana Sewa, telah dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang bertujuan untuk menunjang proses perancangan selanjutnya.

Lebih terperinci

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan dan Drainase Banyak rumah yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab 134 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi masyarakat terhadap

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB IV. Kajian Analisis

BAB IV. Kajian Analisis 97 BAB IV KAJIAN BAB IV ANALISIS Kajian Analisis 4.1 Analisis Karakteristik Kawasan Pesisir 4.1.1 Karakteristik Kebijakan Kawasan Pesisir 4.1.1.1 Keterkaitan Kebijakan Pemanfaatan Ruang/Peraturan Zonasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Bencana Bencana merupakan suatu peristiwa yang menyebabkan timbulnya kerugian dan korban jiwa. Indonesia juga mengalami beberapa bencana alam maupun bencana akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dian Mayasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dian Mayasari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jawa Barat merupakan wilayah dengan kejadian bencana cukup besar mulai dari bencana geologi, vulkanologi, klimatologi, lingkungan, dan lain-lain. Struktur geologi

Lebih terperinci

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado Windy J. Mononimbar Program Studi Arsitektur dan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

STUDIO 3 PERENCANAAN & PENGEMBANGAN WILAYAH KELURAHAN GANDUS 1

STUDIO 3 PERENCANAAN & PENGEMBANGAN WILAYAH KELURAHAN GANDUS 1 STUDIO 3 PERENCANAAN & PENGEMBANGAN WILAYAH Raghanu Yudhaji 2014280001 Retno Kartika Sari 2014280003 Resty Juwita 2014280021 Antya Franika 2014280013 Aprido Pratama 2014280024 Khoirurozi Ramadhan G 2014280005

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB 2 PRODUK. Anugerah adalah penduduk asli dan pendatang baru yang ada di kota

BAB 2 PRODUK. Anugerah adalah penduduk asli dan pendatang baru yang ada di kota BAB 2 PRODUK 2.1 Spesifikasi Rincian Produk Sesuai dengan target pasar yang di rencanakan oleh CV. Griya Indah Anugerah adalah penduduk asli dan pendatang baru yang ada di kota Payakumbuh. Usaha CV. Griya

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL

KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL LAMPIRAN XII PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN TAHUN 2015 2035 KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL 1. MS Mangrove atau

Lebih terperinci

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN 6.1. Struktur Peruntukan Lahan e t a P Gambar 6.1: Penggunaan lahan Desa Marabau 135 6.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan a. Rencana Penataan Kawasan Perumahan Dalam

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DASAR DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB V KONSEP DASAR DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR BAB V KONSEP DASAR DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR 5.1. Program Dasar Perencanaan 5.1.1. Program Ruang Pasar Yaik Semarang Program ruang pasar Yaik Semarang berdasarkan hasil studi

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan

BAB VI HASIL RANCANGAN. Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan BAB VI HASIL RANCANGAN Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan perancangan. Batasan-batasan perancangan tersebut seperti: sirkulasi kedaraan dan manusia, Ruang Terbuka Hijau (RTH),

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN IV.1 KONSEP TAPAK DAN RUANG LUAR IV.1.1 Pengolahan Tapak dan Ruang Luar Mempertahankan daerah tapak sebagai daerah resapan air. Mempertahankan pohon-pohon besar yang ada disekitar

Lebih terperinci

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE 4.1. Konsep Dasar Rumah susun sederhana sewa di Kalurahan Pandean Lamper ini direncanakan untuk masyarakat berpenghasilan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Makro 5.1.1 Site terpilih Gambar 5.1 Site terpilih Sumber : analisis penulis Site terpilih sangat strategis dengan lingkungan kampus/ perguruan tinggi

Lebih terperinci

PERENCANAAN BLOK PLAN

PERENCANAAN BLOK PLAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MASTER PLAN SARANA DAN PERASARANA BAGIAN A PERENCANAAN BLOK PLAN 2015-2020 A-1 BAB I TINJAUAN UMUM KONTEKSTUALITAS PERENCANAAN 1.1. Tinjauan Konteks Tipologi Kawasan Unsrat di

Lebih terperinci

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi 23 PROFIL DESA Pada bab ini akan diuraikan mengenai profil lokasi penelitian, yang pertama mengenai profil Kelurahan Loji dan yang kedua mengenai profil Kelurahan Situ Gede. Penjelasan profil masingmasing

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Setelah melakukan pengidentifikasian dan analisis mengenai tingkat resiko bencana kebakaran yang dapat terjadi di Kelurahan Babakan Asih dan Jamika, maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Menurut Avelar et al dalam Gusmaini (2012) tentang kriteria permukiman kumuh, maka permukiman di Jl. Simprug Golf 2, Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Pengaruh Penataan Bangunan dan Lingkungan Terhadap Resiko Bencana Kebakaran Di Kelurahan Nyamplungan Kota Surabaya

Pengaruh Penataan Bangunan dan Lingkungan Terhadap Resiko Bencana Kebakaran Di Kelurahan Nyamplungan Kota Surabaya C198 Pengaruh Penataan Bangunan Lingkungan Terhadap Resiko Bencana Kebakaran Di Kelurahan Nyamplungan Kota Surabaya Arimudin Nurtata Adjie Pamungkas Jurusan Perencanaan Wilayah Kota, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN NOMOR 83 TAHUN 2016 SERTA TATA KERJA PADA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN KOTA BEKASI DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN PERINDUSTRIAN METROLOGI PASAR PERDAGANGAN DALAM NEGERI INDUSTRI

Lebih terperinci

BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA

BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA 1.1.1.1 Narasi dan Ilustrasi Skematik Hasil Rancangan Hasil yang akan dicapai dalam perancangan affordable housing dan pertanian aeroponik ini adalah memecahkan

Lebih terperinci

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN

BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 4 BAB I MELIHAT SUNGAI DELI SECARA KESELURUHAN 1.1 Faktor Tapak dan Lingkungan Proyek Kasus proyek yang dibahas disini adalah kasus proyek C, yaitu pengembangan rancangan arsitektural model permukiman

Lebih terperinci

Malahayati Dusun TGK.Disayang Dusun Teuku Teungoh

Malahayati Dusun TGK.Disayang Dusun Teuku Teungoh Tabel 4.1 Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Gampong Lampulo (Per Dusun) Nama Dusun di Jumlah Luas Kepadatan Luas (Ha) Gampong Penduduk Wilayah Penduduk Lampulo (Jiwa) (Ha) (Jiwa/Ha) Dusun Teuku 1002 13,5

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru. BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Beberapa hal yang menjadi dasar perencanaan dan perancangan Asrama Mahasiwa Bina Nusantara: a. Mahasiswa yang berasal dari

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3 LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta administrasi kota Tangerang Selatan

Gambar 5 Peta administrasi kota Tangerang Selatan METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Kota Tangerang Selatan yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Tangerang propinsi Banten. Kota Tangerang Selatan mempunyai luas wilayah

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERANCANGAN

BAB VI KONSEP PERANCANGAN BAB VI KONSEP PERANCANGAN 6.1 Konsep Utama Perancanaan Youth Center Kota Yogyakarta ini ditujukan untuk merancang sebuah fasilitas pendidikan non formal untuk menghasilkan konsep tata ruang dalam dan luar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo

Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Felicia Putri Surya Atmadja 1, Sri Utami 2, dan Triandriani Mustikawati 2 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN BAHAYA KEBAKARAN MELALUI OPTIMALISASI TATA KELOLA LAHAN KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH PERKOTAAN

PENGENDALIAN BAHAYA KEBAKARAN MELALUI OPTIMALISASI TATA KELOLA LAHAN KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH PERKOTAAN PENGENDALIAN BAHAYA KEBAKARAN MELALUI OPTIMALISASI TATA KELOLA LAHAN KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH PERKOTAAN Yulia Setiani Jurusan Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Pekanbaru yuliasetiani@gmail.com

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG

DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG Yulianti Samsidar 1), Indarti Komala Dewi 2), Bayu Wirawan 3) 1) Mahasiswa Program Studi PWK Fakultas

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. rancangan terdapat penambahan terkait dengan penerapan tema Arsitektur

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. rancangan terdapat penambahan terkait dengan penerapan tema Arsitektur BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN Taman Pintar dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang publik yang semakin menurun, salah satunya adalah Taman Senaputra di kota Malang. Seperti

Lebih terperinci

Tabel 2.2 Sintesa Teori Faktor Bermukim Masyarakat

Tabel 2.2 Sintesa Teori Faktor Bermukim Masyarakat 2.5 Sintesa Teori dan Penentuan Variabel Penentuan variabel penelitian yang akan dilakukan melalui sintesa teori yang telah dijabarkan sebelumnya. Sintesa teori yang dilakukan merupakan penggabungan dari

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN 4.1 ANALISIS LOKASI TAPAK BAB IV ANALISIS PERANCANGAN Dalam perancangan arsitektur, analisis tapak merupakan tahap penilaian atau evaluasi mulai dari kondisi fisik, kondisi non fisik hingga standart peraturan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Studi Elemen Preservasi Kawasan Kota dengan studi kasus Koridor Jalan Nusantara Kecamatan Karimun Kabupaten Karimun diantaranya menghasilkan beberapa kesimpulan:

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar Peta Dasar TPU Tanah Kusir (Sumber: Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, 2011) Perumahan Warga

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar Peta Dasar TPU Tanah Kusir (Sumber: Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, 2011) Perumahan Warga 19 BAB IV KONDISI UMUM 4.1. Letak, Batas, dan Luas Tapak TPU Tanah Kusir merupakan pemakaman umum yang dikelola oleh Suku Dinas Pemakaman Jakarta Selatan di bawah Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta.

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN PASAR. event FESTIVAL. dll. seni pertunjukan

BAB V KONSEP PERANCANGAN PASAR. event FESTIVAL. dll. seni pertunjukan BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perancangan Pasar Astana Anyar ini merupakan konsep yang menjadi acuan dalam mengembangkan konsep-konsep pada setiap elemen perancangan arsitektur

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini akan mengemukakan hasil temuan data pada lokasi yang berfungsi sebagai pendukung analisa permasalahan yang ada. 4.. Gambaran Umum Desa Pulorejo 4... Letak geografis

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan V.1.1 Konsep Manusia Pelaku Kegiatan No. Pelaku 1. Penghuni/Pemilik Rumah Susun 2. Pengunjung Rumah Susun 3. Pengunjung Pasar Tradisional

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2016 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi dengan alam sekelilingnya atau lingkungannya. Seiring dengan perkembangan zaman,

Lebih terperinci

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB V I APLIKASI KONSEP PADA RANCANGAN. karena itu, dalam perkembangan pariwisata ini juga erat kaitannya dengan

BAB V I APLIKASI KONSEP PADA RANCANGAN. karena itu, dalam perkembangan pariwisata ini juga erat kaitannya dengan BAB V I APLIKASI KONSEP PADA RANCANGAN Perancangan Taman Rekreasi dan Wisata Kuliner di Madiun berangkat dari semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap sarana rekreasi baik yang bersifat rekreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO 1. Gambaran Umum a) Secara geografi Desa Banaran, Kecamatan Pulung terletak di lereng Gunung Wilis sebelah

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN BAB 5 HASIL PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Bangunan yang baru menjadi satu dengan pemukiman sekitarnya yang masih berupa kampung. Rumah susun baru dirancang agar menyatu dengan pola pemukiman sekitarnya

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN BAB 5 KONSEP PERANCANGAN V.1 KONSEP DASAR PERANCANGAN Konsep dasar ini tidak digunakan untuk masing-masing ruang, tetapi hanya pada ruang-ruang tertentu. 1. Memperkenalkan identitas suatu tempat Karena

Lebih terperinci

Matriks Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun MISI 4 : Mengembangkan Interkoneksitas Wilayah

Matriks Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun MISI 4 : Mengembangkan Interkoneksitas Wilayah Matriks Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2010-2015 MISI 4 : Mengembangkan Interkoneksitas Wilayah No Tujuan Indikator Kinerja Tujuan Kebijakan Umum Sasaran Indikator Sasaran Program Kegiatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan 230 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Wilayah Kecamatan Nglipar mempunyai morfologi yang beragam mulai dataran, perbukitan berelief sedang sampai dengan pegunungan sangat curam yang berpotensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di

BAB 1 PENDAHULUAN Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kampung Ngampilan RW I Kelurahan Ngampilan Kecamatan Ngampilan di Yogyakarta Kampung Ngampilan RW I secara geografis terletak di daerah strategis Kota Yogyakarta,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci