PENGARUH WAKTU, TEMPERATUR, DAN JENIS PELARUT TERHADAP EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT JERUK BALI (CITRUS MAXIMA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH WAKTU, TEMPERATUR, DAN JENIS PELARUT TERHADAP EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT JERUK BALI (CITRUS MAXIMA)"

Transkripsi

1 PENGARUH WAKTU, TEMPERATUR, DAN JENIS PELARUT TERHADAP EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT JERUK BALI (CITRUS MAXIMA) Andreas Sulihono, Benyamin Tarihoran, Tuti Emilia Agustina * Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) tuty_agustina@unsri.ac.id Abstrak Pelaksanaan penelitian menggunakan metode ekstraksi dengan memvariasikan waktu operasi (30 ; 60 ; 90 ; 120 menit), temperatur pemanasan (60 o C ; 70 o C ; 80 o C) dan jenis pelarut yaitu asam klorida dan asam asetat. Kulit jeruk bali yang telah kering dan dihaluskan, di ekstraksi sesuai variabel yang ditentukan lalu bahan disaring dengan kertas saring dalam keadaan suhu kamar. Filtrat dari hasil penyaringan ditambah dengan etanol 96% dengan perbandingan volume 1: 1 sehingga terbentuk endapan. Setelah itu, endapan dikeringkan dalam oven pada suhu 45 o C selama 24 jam. Pektin kering ditimbang sebagai hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar metoksil pektin yaitu 8,74 %, dengan rendemen pektin 7,83 % - 26,70 % untuk ekstraksi dengan asam klorida dan 4,99 % - 19,84 % untuk ekstraksi dengan asam asetat, kadar air sebesar 14,6 %, kadar abu sebesar 3,4 %, berat ekivalen 2083,33, kadar asam galakturonat 58,08 %, dan derajat esterifikasi 85,44 %. Kadar pektin terbaik yang dihasilkan sebesar 26,70 % diperoleh dari ekstraksi dengan asam klorida 0,2 N dan waktu = 120 menit, temperatur = 80 o C Kata kunci: ekstraksi, jeruk bali, pektin Abstract The research are using extraction method by varying operation time (30 ; 60; 90 ; 120 minutes), heating temperature (60 o C ; 70 o C ; 80 o C), acetic acid and chloride acid solvent. Extraction did for dried and refined in certain variable screened while in room temperature conditions. Add 96% of ethanol to filtrate with 1:1 volume ratio until the sediment appear. And then dried at 45 o C in the oven for 24 hours. Dried pectin weighed as a product. The result, showed that the percentage of metoxyl is 8.74 %, with % yield of pectin 7.83 % % for extraction with chroride acid and 4.99 % % for extraction with acetic acid, percentage of water 14.6 %, percentage of ash 3.4 %, equivalent of mass , percentage galacturonic acid %, and degree of esterification %. The best result pectin percentage is 26.70% when condition extraction of chroride acid 0.2 N and time = 120 minutes, temperature 80 o C. Keywords: extraction, citrus maxima, pectin 1. PENDAHULUAN Salah satu manfaat kulit jeruk adalah untuk membuat pektin. Pektin adalah senyawa polimer yang dapat mengikat air, membentuk gel atau mengentalkan cairan. Sifat inilah yang dapat dimanfaatkan sehingga selain untuk jelly, pektin juga dipakai dalam industri daging dan produk pangan lainnya yang membutuhkan pengikat air. Selama ini, untuk mencukupi kebutuhan pektin dalam negeri, Indonesia masih mengimpor pektin. Indonesia merupakan negara pengimpor dan pemakai pektin yang cukup besar. Banyak industri di Indonesia yang menggunakan pektin, mulai dari industri makanan dan minuman hingga industri tekstil. Oleh karena itu perlu adanya usaha untuk menghasilkan pektin. Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa besar kandungan pektin yang ada Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012 Page 1

2 didalam buah Kulit jeruk bali, setidaknya dengan memanfaatkan kulit jeruk bali sebagai bahan baku pembuatan pektin dapat mengurangi impor pektin dan sekaligus memanfaatkan kulit jeruk bali yang belakangan ini sudah mulai kurang populer di kalangan masyarakat menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis lebih tinggi. Jeruk Bali Jeruk Bali (Citrus grandis L.) merupakan jenis tanaman jeruk dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan jeruk biasa yang kita temui dipasar. Jeruk bali dapat tumbuh subur di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tanaman ini tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan Kalimantan. Ekstraksi Pektin Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material yang lainnya. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses bersifat fisik, karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke dalam semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Faktor faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi : 1. Tipe persiapan sampel; 2. Waktu ekstraksi; 3. Kuantitas pelarut; 4. Suhu pelarut; dan 5. Tipe pelarut. Pektin Dalam jaringan tanaman pektin berada sebagai protopektin yang bersifat tidak larut dalam air karena berada sebagai garam kalsium dan magnesium. Teori ini diperkuat dengan adanya kemampuan pektin membentuk garam yang tidak larut dalam Ca dan Mg. Hidrolisis protopektin dalam air yang diasamkan akan menghasilkan pektin yang bersifat larut dalam air. Hal ini terjadi karena adanya substitusi ion hidrogen pada Ca dan Mg. Kadar pektin pada setiap tanaman berbeda beda. Pektin bersifat mudah menjadi jelly jika ditambahkan gula dan air dalam keadaan asam. Namun sifat mudah menjadi jelly ini sangat tergantung pada jumlah gugus metoksil dalam molekulnya. Semakin tinggi kadar metoksilnya, maka semakin cepat pektin menjadi jelly. Untuk mengetahui kandungan pektin pada buah buahan dapat dilakukan dengan cara sederhana, yakni test alkohol. Buah buahan yang akan di uji diperas air buahnya, lalu ditambahkan 3 4 sendok alkohol ke dalam satu sendok sari buahnya. Jika pada campuran banyak terdapat gumpalan kental, maka kandungan pektin pada buah tersebut tinggi. Sedangkan jika gumpalan yang terbentuk sedikit dan agak cair berarti kandungan pektinnya sedikit. Menurut Dudung Muhidin (1999) pada buah muda, perekat sel disebut dengan protopektin atau bakal pektin. Sementara pada buah matang, protopektin tersebut berubah menjadi pektin. Pektin ini berupa protopektin yang memecah karena pengaruh hormon kematangan buah. Protopektin bersifat tidak dapat larut di dalam air buah, sedangkan pektin larut dalam air buah. Oleh karena itu buah mentah selalu bertekstur keras yang setelah itu menjadi lunak. Apabila buah terlalu matang pektin akan berubah menjadi asam pektat yang sangat mudah larut yang sangat mudah larut dalam air buah sehingga menjadi lunak. Itulah sebebnya untuk pembuatan pektin digunakan buah matang karena kandungan pektinnnya tinggi. Senyawa kimia pektin ditemukan pertama kali oleh Vaugeulin pada tahun Bracconot pertama kali memberikan istilah pektin untuk substansi pektin yang diperoleh dari buah buahan dan ekstraknya. Substansi pektin ditemukan sebelum perkembangan organik modern dan kimia makromolekul, maka nama struktural yang dipakai ialah pektin polisakarida. Pektin berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengental atau menjadi padat (HUI, 1992). Pektin merupakan grup polisakarida yang tejadi di dalam dinding sel dan lapisan intraseluler pada semua tanaman. Diekstrak dengan air panas, larutan asam yang encer atau larutan ammonium oksalat. Pektin diendapkan dari larutan encer dengan alkohol. Secara komersil digunakan untuk pembuatan gel yang terbaik (Mc Graw Hill ; 175). Pektin adalah polimer dari asam galakturonat dengan sebagian gugus karboksilnya teresterifikasi (Pigman, 1946). Ikatan yang terdapat didalam polimer pektin merupakan ikatan α-1,4 glikosida. Poligalakturonat tersebut merupakan rantai yang panjang dan pada beberapa bagian asam galakturonat mengalami metilasi dengan gugus metil. Gula netral yang berkaitan dengan pektin seperti rhamosa termasuk arabinosa, galaktosa dan xylosa. Dimana sebagai rantai samping Page 2 Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

3 pendek yang terpecah dan memisahkan diri (HUI; 2004) Menurut Karjono (1991) pektin adalah senyawa polimer yang dapat mengikat air, membentuk gel atau mengentalkan cairan. Sifat inilah yang dapat dimanfaatkan sehingga selain untuk jelly, pektin juga dipakai dalam industri daging dan produk pangan lainnya yang membutuhkan pengikat air. Gambar 1. Struktur molekul pektin Monomer penyusun pektin merupakan asam galakturonat dan metil-α-galakturonat yang dapat dilihat pada struktur berikut : Gambar 2. (b) Struktur kimia metil-αgalakturonat Beberapa definisi yang berhubungan dengan pektin : 1. Asam pektat Asam pektat merupakan senyawa poligalakturonat yang gugus karboksilnya tidak terseterifikasi. Asam pektat memiliki berat molekul ( BM ) tinggi. Monomer asam pektat adalah asam α-galakturonat yang saling terikat dengan α-1,4-glikosida (Pigman, 1946). Bentuk struktur asam pektat dapat dilihat pada gambar berikut ini : Gambar 3. Struktur molekul asam pektat Gambar 2. (a) Struktur kimia asam galakturonat 2. Asam pektinat Asam pektinat merupakan senyawa yang biasa disebut dengan pektin (Winarno, 1983). Senyawa ini merupakan poligalakturonat yang sebagian gugus karboksilnya teresterifikasi secara enzimatik didalam tanaman oleh enzim pektase. Pembentukan ester metil didalam molekul asam pektinat membuat senyawa ini terdispersi di dalam air. (Pigman, 1946). Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012 Page 3

4 Gambar 4. Struktur molekul asam pektinat 3. Protopektin Protopektin merupakan senyawa pektat yang terdapat pada bagian hijau tanaman atau pada buah yang belum masak ( Winarno, 1983 ). Protopektin tidak larut didalam air karena kehadiran garam kalsium atau magnesium yang tidak larut. Penyebab lain ketidaklarutan protopektin adalah karena berikatan dengan selulosa atau beberapa polisakarida dengan berat molekul tinggi yang tidak larut (Pigman, 1946). Protopektin dapat dibuat menjadi pektin yang larut dalam air dengan cara mengekstraksinya dalam larutan asam panas. (Wong, 1989). Protopektin merupakan senyawa pektat yang terdapat pada bagian hijau tanaman atau pada buah yang belum masak ( Winarno, 1983 ). Protopektin tidak larut didalam air karena kehadiran garam kalsium atau magnesium yang tidak larut. Penyebab lain ketidaklarutan protopektin adalah karena berikatan dengan selulosa atau beberapa polisakarida dengan berat molekul tinggi yang tidak larut (Pigman, 1946). Protopektin dapat dibuat menjadi pektin yang larut dalam air dengan cara mengekstraksinya dalam larutan asam panas. (Wong, 1989). Manfaat pektin a. Industri makanan dan minuman Dalam industri makanan, pektin sering digunakan sebagai : 1. Bahan pemberi tekstur yang baik pada roti dan keju. 2. Bahan pengental dan stabilizer pada minuman sari buah. 3. Bahan pokok pembuatan gel, selai dan mamalade. 4. Bahan pengawet pada produk susu yang akan menstabilkan keasaman susu. 5. Mengontrol pembentukan kristal es pada pembuatan es krim dan dapat mempertahankan warna dan aroma es krim tersebut. (Muhidin, 2003) b. Industri farmasi Dalam industri farmasi, pektin sering digunakan sebagai : 1. Pengemulsi bagi preparat cair dan sirup. 2. Obat diare pada bayi dan anak anak seperti dextrimaltose, kapoec, nipektin dan intestisan. 3. Obat penawar racun logam. 4. Bahan penurun daya racun dan menaikkan daya larut obat obatan.. 5. Bahan kombinasi untuk memperpanjang kerja hormon dan antibiotika. 6. Bahan pelapis perban untuk menyerap kotoran dan jaringan yang rusak atau hancur sehingga luka tetap bersih dan cepat sembuh. 7. Bahan hemostatik, oral atau injeksi untuk mencegah pendarahan. 2. METODOLOGI Prosedur Penelitian Isolasi Pektin a. Penyediaan Sampel Untuk sampel diambil kulit jeruk bali selanjutnya kulit jeruk tersebut dibersihkan kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3 hari. Kulit jeruk yang telah kering kemudian dicincang dan dihaluskan. b. Ekstraksi Sampel Sebanyak 50 gram sampel yang sudah ditambah air 500 ml lalu ditambahkan pelarut HCl 0,2 N. Kemudian dipanaskan pada suhu yang ditentukan (60 o C,70 o C, 80 o C) selama waktu yang ditetapkan(30, 60, 90, 120 menit). Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain blacu dan filtrat diambil. Filtrat ini disebut filtrate pektin. c. Pengendapan Pektin Filtrat hasil penyaringan dituang kedalam gelas beker. Filtrat didinginkan lalu ditambahkan alkohol 96% dengan perbandingan volume 1:1 dan diendapkan selama 24 jam. Endapan dipisahkan dari larutan dengan penyaringan dengan menggunakan kertas saring dan dicuci lagi dengan etanol 96% untuk menghilangkan sisa asam. d. Gel pektin kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 45 o C selama 24 jam. Gel pektin yang telah kering kemudian ditimbang dan dicatat beratnya. e. Langkah a d diulang kembali untuk jenis pelarut asam asetat. Page 4 Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

5 Analisa Pektin a. Yield pektin Pektin kering yang diperoleh ditimbang beratnya untuk diketahui banyaknya pektin yang dapat di ekstraksi. % yield pektin = x 100 % b. Berat Ekivalen ( BE ) Pektin sebanyak 0,5 gram dibasahi 2 ml etanol 96 % dan dilarutkan didalam 40 ml aquadest yang berisi 1 gram NaCl. Larutan hasil campuran ditetesi dengan indikator fenolftalein sebanyak 5 tetes dan ditritasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna, volume titrasi dicatat. Untuk menentukan berat ekivalen digunakan rumus : Berat Ekivalen = c. Kadar Metoksil Larutan netral dari penentuan berat ekivalen ( BE ) ditambah 25 ml larutan NaOH 0,2 N diaduk dan dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar pada keadaan tertutup. Kemudian ditambahkan 25 ml larutan HCl 0,2 N dan ditetesi dengan fenolftalein sebanyak 5 tetes kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan volume titran. % Metoksil = x 100 % d. Kadar Asam Galakturonat Pengaruh kadar asam galakturonat dihitung dari mili ekivalen ( mek ) NaOH yang diperoleh dari penentuan bilangan ekivalen dan kadar metoksil. Kandungan asam galakturonat = x 100 % e. Kadar Air 0,25 gram sampel dalam cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 100 o C sampai 105 o C selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang. Sampel dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit lalu didinginkan dan ditimbang. % Air = x100 % f. Kadar Abu 0,25 gram pektin diletakkan dalam crucible + tutup. Lalu dimasukkan dalam furnace pada suhu 600 o C selama 90 menit, lalu abu didinginkan sampai temperature kamar dan ditimbang beratnya. % abu = x 100 % g. Derajat esterifikasi Pengukuran derajat esterifikasi dihitung dari kadar metoksil dan kadar asam galakturonat yang dihasilkan. % Esterifikasi= x100 % 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Yield Pektin Pektin dalam jaringan tanaman terdapat sebagai protopektin yang tidak larut dalam air (insoluble) karena berada sebagai garam kalsium dan magnesium. Oleh karena itu, dilakukan hidrolisis protopektin dalam air yang diasamkan untuk mengubah protopektin menjadi pektin yang bersifat larut dalam air, dimana ion H + pada air akan menggantikan ion kalsium dan ion magnesium pada molekul protopektin. Kandungan ion hidrogen yang lebih banyak menyebabkan laju hidrolisis protopektin semakin cepat karena akan menambah seringnya tabrakan antar molekul molekul yang berarti kemungkinan tabrakan yang berhasil sehingga pektin yang diperoleh akan bertambah. Dari percobaan yang dilakukan, didapatkan yield pektin yang berbeda beda pada setiap perlakuan yang diberikan. Pada percobaan ini, jumlah perlakuan sebanyak 24 sampel dengan menggunakan tiga variabel yaitu jenis pelarut, temperatur pemanasan, dan waktu kontak antara bahan yang di ekstraksi dengan pelarut. Perbandingan hasil percobaan pada setiap perlakuan dapat kita dilihat pada tabel berikut : Tabel 1. Yield Pektin Yang Terbentuk dengan pelarut Asam Klorida Variabel Yield Pektin Suhu ( 0 C) Waktu (menit) (% berat kering) , , , , , , , , , , , ,6954 Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012 Page 5

6 Tabel 2. Yield Pektin Yang Terbentuk dengan pelarut Asam Asetat Variabel Yield Pektin Suhu ( 0 C) Waktu (menit) (% berat kering) , , , , , , , , , , , ,8361 Yield yang dihasilkan dengan perlakuan yang berbeda akan menghasilkan berat yang berbeda. Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa berat pektin kering yang dihasilkan akan bertambah dengan adanya kenaikan temperatur pemanasan dan waktu pemanasan. Sampel terbaik yang didapatkan dari penelitian ini adalah sampel dengan menggunakan pelarut Asam Klorida (HCL),waktu pemanasan 120 menit dan temperatur 80 o C. Hal ini menunjukkan bahwa telah tercapainya kondisi maksimum pada proses ekstraksi. Berdasarkan grafik di atas ditinjau dari temperatur pemanasan maka dapat disimpulkan bahwa yield pektin meningkat seiring dengan kenaikan temperatur pemanasan. Yield pektin terbesar dihasilkan pada saat temperatur pemanasan 80 o C dan waktu pemanasan 120 menit dengan yield pektin sebesar 26,6954%,sedangkan yield pektin terkecil diperoleh pada saat temperatur pemanasan 60 o C dan waktu pemanasan 30 menit dengan yield pektin sebesar 7,8260%. b. Untuk pelarut CH 3 COOH Berdasarkan grafik berikut ini (gambar 6), ditinjau dari temperatur pemanasan maka dapat disimpulkan bahwa yield pektin meningkat seiring dengan kenaikan temperatur pemanasan. Jika dibandingkan dengan pelarut asam klorida maka dapat dikatakan bahwa yield pektin yang dihasilkan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan jenis pelarut yang digunakan mempengaruhi hasil ekstraksi yang didapatkan. Semakin tinggi derajat keasaman suatu pelarut maka yield pektin yang dihasilkan akan semakin besar. 3.1 Pengaruh Temperatur Pemanasan Terhadap Yield Pektin a. Untuk pelarut HCl Gambar 6. Temperatur Pemanasan Vs Yield Pektin untuk Pelarut CH 3 COOH Gambar 5. Temperatur Pemanasan Vs Yield Pektin untuk Pelarut HCl Berdasarkan grafik di atas dapat ditarik kesimpulan yield pektin terbesar dihasilkan pada saat temperatur pemanasan 80 o C dan lama waktu pemanasan 120 menit dengan yield pektin sebesar 19,8361%,sedangkan yield pektin terkecil diperoleh pada saat temperatur pemanasan 60 o C dan lama waktu pemanasan 30 menit dengan yield pektin sebesar 4,9924%. Page 6 Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

7 3.2. Penentuan Sifat Fisika dan Sifat Kimia Pektin yang diperoleh dalam penelitian memiliki warna kecoklatan dan tidak berbau. Dalam menentukan sifat fisika dari pektin seperti kelarutan, viskositas dan kemampuan membentuk gel biasanya tergantung dari karakteristik kimia pektin seperti kadar metoksil dan derajat esterifikasi. Oleh karena itu, pektin yang dianalisa untuk menentukan sifat sifat ini adalah pektin yang dihasilkan pada kondisi optimum dari penelitian ini yaitu sampel dengan pelarut HCl pada temperatur pemanasan 80 o C dan waktu pemanasan 120 menit. Hasil analisa sifat sifat pektin dapat dilihat pada tabel berikut dan perhitungan pada lampiran C. Tabel 3. Hasil Analisa Sifat Sifat Pektin Jeruk Bali No Sifat Jumlah 1 Berat Ekivalen 2083,33 2 Kadar Metoksil 8,74 % 3 Kadar Asam Galakturonat 58,08 % Berat ekivalen merupakan ukuran terhadap kandungan gugus asam galakturonat bebas (tidak teresterifikasi) dalam rantai molekul pektin (Ranganna, 1977). Nilai berat ekivalen ini ditentukan berdasarkan reaksi penyabunan gugus karboksil oleh NaOH. Banyaknya volume NaOH yang digunakan dalam analisa berbanding terbalik dengan nilai berat ekivalen. Semakin besar volume NaOH yang digunakan maka semakin kecil berat ekivalen yang akan didapat sehingga jumlah gugus karboksil yang tak teresterifikasi semakin banyak. Semakin kecil berat ekivalen maka akan semakin besar kadar metoksil pektin. Pada hasil analisa, didapat berat ekivalen pektin jeruk bali (Citrus Maxima) sebesar Kadar metoksil pektin memiliki peranan penting dalam menentukan sifat fungsional pektin dan dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin (Constenla dan Lozano, 2003). Kadar metoksil merupakan faktor yang penting dalam penentuan penggunaan pektin terutama dalam bidang industri pangan. Pektin banyak digunakan dalam industri pangan karena pektin mempunyai kemampuan untuk membentuk gel yang merupakan bahan dasar pembuatan jelly dan pengawetan buah. Kemampuan pektin membentuk gel ini tergantung dari kadar metoksilnya. Berdasarkan analisa yang dilakukan, didapatkan kadar metoksil 8,74 %. Pektin yang mempunyai kandungan metoksil lebih dari 7 % merupakan pektin bermetoksil tinggi yang dapat membuat jelly lebih cepat. Asam poligalakturonat merupakan kerangka dasar senyawa pektin yang menggambarkan kemurnian pektin. Semakin besar kandungan asam poligalakturonat maka semakin tinggi kemurnian pektin karena semakin kecil kandungan organik seperti arabinosa, galaktosa, rhamnosa dan jenis gula lainnya. Banyaknya kandungan poligalakturonat ini juga berpengaruh dalam pembentukan gel, karena semakin banyak kandungan asam galakturonat maka jaringan tiga dimensi akan semakin kokoh terbentuk sehingga semakin mampu menjebak seluruh cairan didalamnya dan berakibat makin kuatnya gel yang terbentuk. Kandungan asam galakturonat bervariasi yaitu antara % (Kertez, 1951). Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan didapatkan kandungan asam galakturonat pada pektin jeruk bali (Citrus Maxima) sebesar 58,08 %. Hal ini berarti kemurnian pektin cukup untuk membentuk gel dengan baik. Selain analisa sifat sifat fungsional dari pektin tersebut, penelitian ini juga menganalisa kadar air, kadar abu dan derajat esterifikasi. Hasil analisa yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut dan perhitungannya dapat dilihat pada lampiran C. Tabel 4. Hasil Analisa Pektin Kulit Jeruk Bali No. Sifat Jumlah (%) 1 Kadar Air 14,6 2 Kadar Abu 3,4 3 Derajat Esterifikasi 85,44 Kadar air menyatakan banyaknya air yang terdapat dalam pektin. Kadar air bahan berpengaruh terhadap masa simpan. Kadar air yang tinggi menyebabkan kerentanan terhadap aktivitas mikroba. Dari analisa yang dilakukan, kadar air pektin kulit jeruk bali ini adalah sebesar 14,6 %. Abu merupakan residu atau sisa pembakaran bahan organik yang berupa bahan anorganik. Kadar abu ini menunjukkan masih ada atau tidaknya komponen anorganik yang tertinggal di dalam pektin setelah pembakaran. Komponen anorganik dapat berupa kalsium dan magnesium yang terhidrolisis bersama protopektin. Kadar abu berpengaruh pada tingkat kemurnian pektin. Semakin kecil kadar abu, maka kemurnian pektin akan semakin baik. Batas maksimum nilai kadar abu yang diizinkan yaitu 10 % (Food Chemical Codex, 1996). Dari hasil analisa untuk pektin kulit jeruk bali (Citrus Maxima) diperoleh kadar abu sebesar 3,4 % dan masih memenuhi standar. Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012 Page 7

8 Derajat esterifikasi merupakan persentase jumlah residu asam D-galakturonat yang gugus karboksilnya teresterifikasi dengan etanol (Whistler dan Daniel, 1985). Semakin tinggi derajat esterifikasi maka kemampuan pembentukan gel semakin baik. Dari hasil analisa, pektin kulit jeruk bali (Citrus Maxima) memiliki derajat esterifikasi sebesar 85,44 %. `3.3 Standar Pektin Komersial Pektin yang diproduksi pada industri kimia sebagai zat aditif memiliki standarisasi. Terdapat beberapa hal yang diperhatikan sehubungan dengan standar pektin komersial yaitu kadar air, kadar metoksil, dan kadar asam galakturonat. Tabel 5. Standar Pektin Komersial International Specification EU WHO FDA USP IPPA Kadar Air Max 12% Max 12% Max 12% Max 10% Max 12% Kadar Asam Galakturonat Min 65% Min 65% Min 65% Min 74% Min 65% Kadar Metoksil Min 6.7% - Sumber: Herbstreith & Fox 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka ditarik disimpulkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Yield pektin yang didapatkan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu pemanasan. 2. Yield pektin yang diperoleh dari penelitian semakin besar seiring dengan bertambahnya temperatur pemanasan. 3. Persen yield pektin lebih besar dihasilkan dengan pelarut asam klorida dibandingkan dengan pelarut asam asetat. Hal ini disebabkan semakin tinggi derajat keasaman pelarut yang digunakan maka yield pektin yang diperoleh semakin besar. 4. Pektin dari buah jeruk bali (Citrus Maxima) yang diperoleh dari penelitian pada kondisi optimum (temperatur 80 o C,waktu pemanasan 120 menit, pelarut HCl) memiliki berat ekivalen 2083,33, kadar metoksil sebesar 8,74 %, kadar asam galakturonat sebesar 58,08 %, kadar air sebesar 14,6 %, kadar abu sebesar 3,4 % dan derajat esterifikasi sebesar 85,44 %. DAFTAR PUSTAKA Bernard Pembudidayaan Jeruk di pot dan di kebun. Agromedia Pustaka : Jakarta. Food Chemical Codex Pektins. Kertesz, Z. I.,(1951), The Pectic Substances, Interscience Publisher Inc., New York. Muhidin, dudung Agroindustri Papain dan Pektin. Penebar Swadaya : Jakarta. Pigman, W. W Advance In Carbohydrat Chemistry, Vol. 2. London Academic Press. Othmer, Kirk, 1967, Encyclopedia of Chemical Technolog,Edisi 2, vol 14, John Wiley and Sons, Inc. Rati dan Ria Ekstraksi Pektin dari Umbi Wortel. Laporan Penelitian Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Wong, Dominic W. S Mechanisme and Theory in Food Chemistry. New York Van nostrad Reinhold. Page 8 Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 18, Desember 2012

EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT PISANG KEPOK DENGAN PELARUT ASAM KLORIDA DAN ASAM ASETAT

EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT PISANG KEPOK DENGAN PELARUT ASAM KLORIDA DAN ASAM ASETAT EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT PISANG KEPOK DENGAN PELARUT ASAM KLORIDA DAN ASAM ASETAT A.Fuadi Ramdja*, Dimas Adhitya P, Rendy Rusman *Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER Haryono, Dyah Setyo Pertiwi, Dian Indra Susanto dan Dian Ismawaty Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

EKSTRAKSI PEKTIN PADA KULIT BUAH NAGA SUPER MERAH (HYLOCEREUS COSTARICENCIS) DENGAN VARIASI SUHU EKTRAKSI DAN JENIS PELARUT

EKSTRAKSI PEKTIN PADA KULIT BUAH NAGA SUPER MERAH (HYLOCEREUS COSTARICENCIS) DENGAN VARIASI SUHU EKTRAKSI DAN JENIS PELARUT Jurnal Ilmiah Teknik Kimia UNPAM, Vol. 1 No. 2 (Juli, 2017) ISSN 2549-0699 EKSTRAKSI PEKTIN PADA KULIT BUAH NAGA SUPER MERAH (HYLOCEREUS COSTARICENCIS) DENGAN VARIASI SUHU EKTRAKSI DAN JENIS PELARUT Extraction

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH KULIT PISANG MENJADI PEKTIN DENGAN METODE EKSTRAKSI

PENGOLAHAN LIMBAH KULIT PISANG MENJADI PEKTIN DENGAN METODE EKSTRAKSI PENGOLAHAN LIMBAH KULIT PISANG MENJADI PEKTIN DENGAN METODE EKSTRAKSI Berry Satria H., Yusuf Ahda Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang, 5039,

Lebih terperinci

PEMBUATAN PEKTIN DARI KULIT COKELAT DENGAN CARA EKSTRAKSI

PEMBUATAN PEKTIN DARI KULIT COKELAT DENGAN CARA EKSTRAKSI PEMBUATAN PEKTIN DARI KULIT COKELAT DENGAN CARA EKSTRAKSI Akhmalludin dan Arie Kurniawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang, 59, Telp/Fax:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. di Indonesia dengan angka sebesar ton pada tahun Durian (Durio

TINJAUAN PUSTAKA. di Indonesia dengan angka sebesar ton pada tahun Durian (Durio TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Buah Durian Sumatera Utara adalah salah satu provinsi penghasil buah durian terbesar di Indonesia dengan angka sebesar 79.659 ton pada tahun 2011. Durian (Durio zibethinus)

Lebih terperinci

EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT BUAH PISANG KEPOK (Musa paradisiaca)

EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT BUAH PISANG KEPOK (Musa paradisiaca) EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT BUAH PISANG KEPOK (Musa paradisiaca) Farida Hanum, Martha Angelina Tarigan, Irza Menka Deviliany Kaban Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara,

Lebih terperinci

EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT MANGGA

EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT MANGGA EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT MANGGA Prasetyowati, Karina Permata Sari, Healty Pesantri Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Tujuan

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Tujuan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kata pektin berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengental atau menjadi padat. Pektin merupakan seyawa turunan polisakarida yang kompleks dengan berat molekul 105.000-125.000

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. termasuk buah terpopuler di negara-negara ASEAN. Buah khas daerah tropis ini

TINJAUAN PUSTAKA. termasuk buah terpopuler di negara-negara ASEAN. Buah khas daerah tropis ini TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tentang Durian Menurut Untung (2008), durian (Durio zibethimus) termasuk buah terpopuler di negara-negara ASEAN. Buah khas daerah tropis ini termasuk ordo Malvaceae, family

Lebih terperinci

EKSTRAKSI PEKTIN DARI BERBAGAI MACAM KULIT JERUK

EKSTRAKSI PEKTIN DARI BERBAGAI MACAM KULIT JERUK Perina: EKSTRAKSI PEKTIN DARI BERBAGAI MACAM KULIT JERUK 1 EKSTRAKSI PEKTIN DARI BERBAGAI MACAM KULIT JERUK Irene Perina 1), Satiruiani 1), Felycia Edi Soetaredjo 2), Herman Hindarso 2) Email : fely@mail.wima.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I-1 BAB I. PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memi1iki banyak sekali kekayaan alam yang berpotensi sebagai penghasil berbagai macam jenis buah, salah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian. 12 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis, dan

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU EKSTRAKSI DAN KONSENTRASI HCl UNTUK PEMBUATAN PEKTIN DARI KULIT JERUK BALI (Citrus maxima)

PENGARUH WAKTU EKSTRAKSI DAN KONSENTRASI HCl UNTUK PEMBUATAN PEKTIN DARI KULIT JERUK BALI (Citrus maxima) Jurnal Teknologi Kimia Unimal 6 :1 (Mei 2017) 33-44 Jurnal Teknologi Kimia Unimal http://ojs.unimal.ac.id/index.php/jtk Jurnal Teknologi Kimia Unimal PENGARUH WAKTU EKSTRAKSI DAN KONSENTRASI HCl UNTUK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit Jeruk Manis (Citrus sinensis) Jeruk termasuk buah dalam keluarga Citrus dan berasal dari kata Rutaceae. Buah jeruk memiliki banyak khasiat, salah satunya dalam daging

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman semangka (Citrullus vulgaris) merupakan tanaman yang berasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman semangka (Citrullus vulgaris) merupakan tanaman yang berasal 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Semangka Tanaman semangka (Citrullus vulgaris) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika yang merupakan salah satu tanaman holtikultura yang sangat digemari masyarakat

Lebih terperinci

4.1. Penentuan Konsentrasi Gel Pektin dalam Cookies

4.1. Penentuan Konsentrasi Gel Pektin dalam Cookies 4. PEMBAHASAN Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah buah jeruk keprok Malang yang masih mentah. Hal ini disebabkan karena pada buah yang belum matang lamella belum mengalami perubahan struktur

Lebih terperinci

KAJIAN EKSTRAKSI PEKTIN DARI LIMBAH JERUK RIMAU GERGA LEBONG (JERUK RGL) DAN JERUK KALAMANSI

KAJIAN EKSTRAKSI PEKTIN DARI LIMBAH JERUK RIMAU GERGA LEBONG (JERUK RGL) DAN JERUK KALAMANSI AGROINTEK Volume 11, No. 2 Agustus 217 68 KAJIAN EKSTRAKSI PEKTIN DARI LIMBAH JERUK RIMAU GERGA LEBONG (JERUK RGL) DAN JERUK KALAMANSI Yessy Rosalina 1, Laili Susanti 1 dan Noveriani Br Karo 2 1) Dosen

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI HCl DAN Ph PADA EKSTRAKSI PEKTIN DARI ALBEDO DURIAN DAN APLIKASINYA PADA PROSES PENGENTALAN KARET

PENGARUH KONSENTRASI HCl DAN Ph PADA EKSTRAKSI PEKTIN DARI ALBEDO DURIAN DAN APLIKASINYA PADA PROSES PENGENTALAN KARET PENGARUH KONSENTRASI HCl DAN Ph PADA EKSTRAKSI PEKTIN DARI ALBEDO DURIAN DAN APLIKASINYA PADA PROSES PENGENTALAN KARET Yuli Ristianingsih *), Iryanti Fatyasari Nata, Dian Sylvana Anshori dan I Putu Andhika

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA H.Abdullah Saleh,, Meilina M. D. Pakpahan, Nowra Angelina Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN POTASSIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI TANDAN PISANG KEPOK KUNING

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN POTASSIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI TANDAN PISANG KEPOK KUNING PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN POTASSIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI TANDAN PISANG KEPOK KUNING Aris Kurniawan dan Haryanto Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI PELARUT HCl PADA EKTRAKSI PEKTIN DARI KULIT PISANG AMBON

PENGARUH KONSENTRASI PELARUT HCl PADA EKTRAKSI PEKTIN DARI KULIT PISANG AMBON Konversi, Volume 4 No. 2, Oktober 2015 PENGARUH KONSENTRASI PELARUT HCl PADA EKTRAKSI PEKTIN DARI KULIT PISANG AMBON Fakhrizal *), Rizqi Fauzi dan Yuli Ristianingsih Program Studi Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN LAMA EKSTRAKSI TERHADAP MUTU PEKTIN KULIT PISANG KEPOK

PENGARUH SUHU DAN LAMA EKSTRAKSI TERHADAP MUTU PEKTIN KULIT PISANG KEPOK WAHANA INOVASI VOLUME 6 No.2 JULI-DES 2017 ISSN : 2089-8592 PENGARUH SUHU DAN LAMA EKSTRAKSI TERHADAP MUTU PEKTIN KULIT PISANG KEPOK Mhd. Nuh Dosen Fakultas Pertanian UISU, Program Studi Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu dan Waktu pada Proses Ekstraksi Pektin Dari Kulit Buah Nangka (Artocarpus Heterophyllus)

Pengaruh Suhu dan Waktu pada Proses Ekstraksi Pektin Dari Kulit Buah Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Pengaruh Suhu dan Waktu pada Proses Ekstraksi Pektin Dari Kulit Buah Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Ahmad Syamsun Injilauddin *, Musthofa Lutfi dan Wahyunanto Agung Nugroho Jurusan Keteknikan Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU EKSTRAKSI KULIT BUAH PAPAYA DENGAN PELARUT HCL 0,1N PADA PEMBUATAN PEKTIN

PENGARUH SUHU EKSTRAKSI KULIT BUAH PAPAYA DENGAN PELARUT HCL 0,1N PADA PEMBUATAN PEKTIN Pengaruh Suhu Ekstraksi Kulit Buah Papaya Dengan Pelarut Hcl 0,1n Pada Pembuatan Pektin (Krisnayanti, Syamsudin) PENGARUH SUHU EKSTRAKSI KULIT BUAH PAPAYA DENGAN PELARUT HCL 0,1N PADA PEMBUATAN PEKTIN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PENGAMATAN. Tabel 7. Data Pengamtan Hidrolisis, Fermentasi Dan Destilasi. No Perlakuan Pengamatan

LAMPIRAN 1 DATA PENGAMATAN. Tabel 7. Data Pengamtan Hidrolisis, Fermentasi Dan Destilasi. No Perlakuan Pengamatan LAMPIRAN 1 DATA PENGAMATAN Tabel 7. Data Pengamtan Hidrolisis, Fermentasi Dan Destilasi. No Perlakuan Pengamatan 1 Persiapan bahan baku 2 Proses Hidrolisis Melarutkan 100 gr kulit pisang yang telah halus

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. A. HASIL PENGAMATAN 1. Identifikasi Pati secara Mikroskopis Waktu Tp. Beras Tp. Terigu Tp. Tapioka Tp.

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. A. HASIL PENGAMATAN 1. Identifikasi Pati secara Mikroskopis Waktu Tp. Beras Tp. Terigu Tp. Tapioka Tp. BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGAMATAN 1. Identifikasi Pati secara Mikroskopis Waktu Tp. Beras Tp. Terigu Tp. Tapioka Tp. Maizena Awal Akhir 2. Gelatinasi Pati Suspesni Sel Panas Sel

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Unila. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

VARIASI TINGKAT KEASAMAN DALAM EKSTRAKSI PEKTIN KULIT BUAH DURIAN VARIATION IN THE EXTRACTION PECTIN ACIDITY LEVEL DURIAN FRUIT SKIN

VARIASI TINGKAT KEASAMAN DALAM EKSTRAKSI PEKTIN KULIT BUAH DURIAN VARIATION IN THE EXTRACTION PECTIN ACIDITY LEVEL DURIAN FRUIT SKIN VARIASI TINGKAT KEASAMAN DALAM EKSTRAKSI PEKTIN KULIT BUAH DURIAN VARIATION IN THE EXTRACTION PECTIN ACIDITY LEVEL DURIAN FRUIT SKIN Gunawan Ardiansyah 1 Faizah Hamzah 2 and Raswen Efendi 2 Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kakao Tanaman kakao merupakan salah satu anggota genus theobroma. Secara garis besarnya, sistematika kakao adalah : Divisio : Spermatophyta Kelas : Docutyledone Ordo

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah, kurs porselen 3 buah,

BAB V METODOLOGI. digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah, kurs porselen 3 buah, BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 5.1.1 Alat yang Digunakan Alat utama yang digunakan dalam penelitian pembuatan pulp ini adalah digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah,

Lebih terperinci

METODE PENCUCIAN DAN PENYARINGAN PADA EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT DURIAN

METODE PENCUCIAN DAN PENYARINGAN PADA EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT DURIAN METODE PENCUCIAN DAN PENYARINGAN PADA EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT DURIAN (Washing Methods and Filtration on the Extraction of Durian Peel Pectin) Karen Darmawan *1, Rona J. Nainggolan 1, Lasma Nora Limbong

Lebih terperinci

Pengaruh ph dan Waktu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Pektin dari Kulit Coklat

Pengaruh ph dan Waktu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Pektin dari Kulit Coklat Jurnal Teknologi Kimia Unimal 4 : 2 (November 215) 27-35 Jurnal Teknologi Kimia Unimal http://ft.unimal.ic.id/teknik_kimia/jurnal Jurnal Teknologi Kimia Unimal Pengaruh ph dan Waktu Ekstraksi Terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengisi, bahan perekat pada selai dan jeli, bahan penambah gizi dan stabilizer

BAB I PENDAHULUAN. pengisi, bahan perekat pada selai dan jeli, bahan penambah gizi dan stabilizer BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini penggunaan zat pengental dalam industri pangan dan farmasi semakin meningkat seiring meningkatnya kebutuhan manusia yang bervariasi. Peranan zat pengental

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA EKSTRAKSI TERHADAP MUTU PEKTIN DARI KULIT DURIAN

PENGARUH LAMA EKSTRAKSI TERHADAP MUTU PEKTIN DARI KULIT DURIAN PENGARUH LAMA EKSTRAKSI TERHADAP MUTU PEKTIN DARI KULIT DURIAN (Effect of ExtractionTime on the Quality of Durian peel Pectin) Lenty Artha Siregar 1,2), Rona J Nainggolan 1, Mimi Nurminah 1 1) Program

Lebih terperinci

PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI TERBAIK DALAM PEMBUATAN PEKTIN DARI LIMBAH BUAH NANGKA (JERAMI DAN KULIT)

PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI TERBAIK DALAM PEMBUATAN PEKTIN DARI LIMBAH BUAH NANGKA (JERAMI DAN KULIT) PELARUT DAN LAMA EKSTRAKSI TERBAIK DALAM PEMBUATAN PEKTIN DARI LIMBAH BUAH NANGKA (JERAMI DAN KULIT) THE BEST SOLVENT AND EXTRACT DURATION IN MAKING PECTIN FROM WASTE OF JACKFRUIT (BARK AND STRAW) Athika

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK ALGA Spirulina sp. DENGAN DUA JENIS PELARUT, HCL DAN ETANOL. Riana Giarti 1) dan Elida Purba 2)

EKSTRAKSI MINYAK ALGA Spirulina sp. DENGAN DUA JENIS PELARUT, HCL DAN ETANOL. Riana Giarti 1) dan Elida Purba 2) EKSTRAKSI MINYAK ALGA Spirulina sp. DENGAN DUA JENIS PELARUT, HCL DAN ETANOL Riana Giarti 1) dan Elida Purba 2) 1) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

PENGAMBILAN PEKTIN DARI LIMBAH INDUSTRI RUMAHAN SARI BUAH (Variabel Berat Bahan dan Konsentrasi Pelarut)

PENGAMBILAN PEKTIN DARI LIMBAH INDUSTRI RUMAHAN SARI BUAH (Variabel Berat Bahan dan Konsentrasi Pelarut) PENGAMBILAN PEKTIN DARI LIMBAH INDUSTRI RUMAHAN SARI BUAH (Variabel Berat Bahan dan Konsentrasi Pelarut) Adira Hermawan, Rengga Adnandiyanta Jurusan Teknik Kimia, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI HCl SEBAGAI PELARUT PADA EKSTRAKSI PEKTIN DARI LABU SIAM

PENGARUH KONSENTRASI HCl SEBAGAI PELARUT PADA EKSTRAKSI PEKTIN DARI LABU SIAM Pengaruh Konsentasi HCl sebagai Pelarut pada Ekstraksi Pektin dari Labu Siam (Rinska Erwinda, Harrtini Hadi Santoso) PENGARUH KONSENTRASI HCl SEBAGAI PELARUT PADA EKSTRAKSI PEKTIN DARI LABU SIAM Rinska

Lebih terperinci

SELAI PEPAYA. Selai adalah bahan dengan konsistensi gel atau semi gel yang dibuat dari bubur buah. Selai digunakan sebagai bahan pembuat roti dan kue.

SELAI PEPAYA. Selai adalah bahan dengan konsistensi gel atau semi gel yang dibuat dari bubur buah. Selai digunakan sebagai bahan pembuat roti dan kue. SELAI PEPAYA 1. PENDAHULUAN Selai adalah bahan dengan konsistensi gel atau semi gel yang dibuat dari bubur buah. Selai digunakan sebagai bahan pembuat roti dan kue. Konsistensi gel atau semi gel pada selai

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembutan sabun transparan ialah : III.1.1 ALAT DAN BAHAN A. Alat : a. Kompor Pemanas b. Termometer 100 o C c.

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan Bahan 5.1.1 Alat yang digunakan Tabel 3.1 Alat yang digunakan No. Alat Ukuran Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. Sendok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Keadaan Lokasi Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan adalah sampel bermerek dan tidak bermerek yang diambil dibeberapa tempat pasar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja dengan uruturutan yang teratur, enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D ) 5 Kadar Asetil (ASTM D-678-91) Kandungan asetil ditentukan dengan cara melihat banyaknya NaH yang dibutuhkan untuk menyabunkan contoh R(-C-CH 3 ) x xnah R(H) x Na -C-CH 3 Contoh kering sebanyak 1 g dimasukkan

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan. No. Alat Ukuran Jumlah. Sendok. 1 buah. Ember. 1 buah. Pipet.

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan. No. Alat Ukuran Jumlah. Sendok. 1 buah. Ember. 1 buah. Pipet. BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 5.1.1 Alat yang Digunakan No. Alat Ukuran Jumlah 1. Sendok 2. Ember 3. Pipet 2 buah 4. Pengaduk 5. Kertas ph Secukupnya 6. Kaca arloji 2 buah 7. Cawan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK NAMA NIM KEL.PRAKTIKUM/KELAS JUDUL ASISTEN DOSEN PEMBIMBING : : : : : : HASTI RIZKY WAHYUNI 08121006019 VII / A (GANJIL) UJI PROTEIN DINDA FARRAH DIBA 1. Dr. rer.nat

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minuman Sari Buah 1. Definisi Minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencegah rabun senja dan sariawan (Sunarjono, 2003). Jeruk bali bisa dikonsumsi

I. PENDAHULUAN. mencegah rabun senja dan sariawan (Sunarjono, 2003). Jeruk bali bisa dikonsumsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk bali (Citrus grandis L. Osbeck) memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi dalam 100 g bagian, yaitu terdapat vitamin C sebanyak 43 mg dan vitamin A sebanyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sudah akrab dengan aroma, rasa, dan bentuk buah yang berduri. Buah khas daerah

TINJAUAN PUSTAKA. sudah akrab dengan aroma, rasa, dan bentuk buah yang berduri. Buah khas daerah 20 TINJAUAN PUSTAKA Durian Durian ( Durio zibethinus ) termasuk buah terpopuler di negara-negara anggota ASEAN, terutama di Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Masyarakat sudah akrab dengan aroma, rasa,

Lebih terperinci

PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila

PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila ISSN 1907-9850 PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PEKTIN DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KULIT PISANG MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI

KARAKTERISASI PEKTIN DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KULIT PISANG MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI KARAKTERISASI PEKTIN DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KULIT PISANG MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI Abubakar Tuhuloula *) Lestari Budiyarti **), Etha Nur Fitriana ***) Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

5009 Sintesis tembaga ftalosianin

5009 Sintesis tembaga ftalosianin P 59 Sintesis tembaga ftalosianin (H H ) 6 Mo 7 2 2. H2 + 8 + CuCl H 2-8 H 3-8 C 2 - H 2 - HCl Cu C 8 H 3 CH 2 CuCl H 2 Mo 7 6 2. H 2 C 32 H 16 8 Cu (18.1) (6.1) (99.) (1235.9) (576.1) Literatur Classic

Lebih terperinci

ISOLASI DAN KARAKTERISASI PEKTIN DARI KULIT NANAS

ISOLASI DAN KARAKTERISASI PEKTIN DARI KULIT NANAS Surabaya, 7 Oktober ISOLASI DAN KARAKTERISASI PEKTIN DARI KULIT NANAS Sella Rindi Antika, Puji Kurniawati, S.Pd.,M.Sc D III Analisis Kimia, Universitas Islam Indonesia, Jl. Kaliurang km 14,5,Yogyakarta,

Lebih terperinci

Pengawetan dengan garam, asam dan gula

Pengawetan dengan garam, asam dan gula Pengawetan dengan garam, asam dan gula Pengawetan dengan garam Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Efek garam: saat aktivitas air menurun mikroorganisme terhambat.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan.

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan. Penentuan kadar serat kasar Kadar serat kasar dianalisa dengan menggunakan metode Sudarmadji dkk, 1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml kemudian ditambahkan 200 ml H 2 SO4

Lebih terperinci

DATA PENGAMATAN. Volume titran ( ml ) ,5 0,4 0,5 6

DATA PENGAMATAN. Volume titran ( ml ) ,5 0,4 0,5 6 DATA PENGAMATAN Data uji gugus karboksil ph Waktu ( menit ) Uji Gugus Karboksil Volume titran ( ml ) 1 2 3 30 0,5 0,4 0,5 6 60 0,3 0,5 0,7 90 0,5 0,6 0,6 120 0,5 0,5 0,6 30 0,5 0,5 0,6 7 60 0,6 0,5 0,7

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan Latar Belakang Tujuan: Menentukan kadar gula pereduksi dalam bahan pangan Prinsip: Berdasarkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA 1113016200027 ABSTRAK Larutan yang terdiri dari dua bahan atau lebih disebut campuran. Pemisahan kimia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU DAN TEMPERATUR PENGAMBILAN PEKTIN PADA BUAH TOMAT DENGAN CARA EKSTRAKSI

PENGARUH WAKTU DAN TEMPERATUR PENGAMBILAN PEKTIN PADA BUAH TOMAT DENGAN CARA EKSTRAKSI PENGARUH WAKTU DAN TEMPERATUR PENGAMBILAN PEKTIN PADA BUAH TOMAT DENGAN CARA EKSTRAKSI Sukaryo Fakultas Teknik Universitas Pandanaran Jl. Banjarsari Barat No.1 Semarang Email: iyok.sukaryo.yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67 BAB VI REAKSI KIMIA Pada bab ini akan dipelajari tentang: 1. Ciri-ciri reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. 2. Pengelompokan materi kimia berdasarkan sifat keasamannya.

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L. LAMPIRAN Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) 47 Lampiran. Oven Lampiran 4. Autoklaf 48 Lampiran 5. Tanur Lampiran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman. 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Determinasi Tanaman Bahan baku utama dalam pembuatan VC pada penelitian ini adalah buah kelapa tua dan buah nanas muda. Untuk mengetahui bahan baku

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

Diblender Halus. Supernatan. Dikeringkan diatas penangas air. Ditambahkan sedikit H2S04 (P) Ditambahkan metanol Dibakar

Diblender Halus. Supernatan. Dikeringkan diatas penangas air. Ditambahkan sedikit H2S04 (P) Ditambahkan metanol Dibakar Lampiran 1. Diagram analisis pemeriksaan kualitatif boraks dalam bakso secara sentrifugasi 10 gram Bakso Air Panas Diblender Halus Supernatan Dimasukkan kedalam sentrifgasi Hidupkan Alat selama menit dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas BAB III METODE PENELITIAN Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas minyak belut yang dihasilkan dari ekstraksi belut, dilakukan penelitian di Laboratorium Riset Kimia Makanan

Lebih terperinci