4. Berapa besar kerugian ekonomi dan dampak emisi karbon penggunaan bahan bakar minyak kendaraan angkutan kota akibat kemacetan di Kota Bogor?

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. Berapa besar kerugian ekonomi dan dampak emisi karbon penggunaan bahan bakar minyak kendaraan angkutan kota akibat kemacetan di Kota Bogor?"

Transkripsi

1 3 4. Berapa besar kerugian ekonomi dan dampak emisi karbon penggunaan bahan bakar minyak kendaraan angkutan kota akibat kemacetan di Kota Bogor? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui pertumbuhan jumlah kendaraan di Kota Bogor dalam kurun waktu 5 tahun ( ). 2. Menganalisis jumlah optimal kendaraan agar tidak terjadi the tragedy of the common pada tahun 2013 sampai 2017 jika kapasitas jalan tidak berubah. 3. Menganalisis kapasitas jalan yang harus disediakan oleh pemerintah untuk menghindari the tragedy of the common apabila pertumbuhan jumlah kendaraan di Kota Bogor tidak dibatasi. 4. Menganalisis kerugian ekonomi dan dampak emisi karbon penggunaan bahan bakar minyak kendaraan angkutan kota akibat kemacetan di Kota Bogor Ruang Lingkup Penelitian Agar lebih fokus dalam menelaah permasalahan, maka penelitian ini dibatasi pada beberapa hal. Adapun ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan adalah: 1. Penelitian ini hanya dilakukan di wilayah yang secara administratif berada di lingkungan Kota Bogor. 2. Penelitian dilakukan pada saat peak hours Manfaat Penelitian Tesis ini diharapkan berguna bagi pemerintah daerah Kota Bogor sebagai rekomendasi dalam rangka membuat kebijakan sistem transportasi dan tata ruang kota untuk menangani masalah kemacetan lalu lintas di masa yang akan datang. Tesis ini juga dapat bermanfaat bagi seluruh stakeholder yang berkepentingan dalam penggunaan transportasi khususnya transportasi darat. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Undang undang No. 38 Tahun 2004 mendefinisikan jalan sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa sistem jaringan jalan terbagi menjadi 2 (dua), yaitu sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sistem jaringan jalan primer terdiri dari: 1. Jalan arteri primer yaitu jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.

2 4 2. Jalan kolektor primer yaitu jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga. 3. Jalan lokal primer yaitu jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang di bawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil atau sebaliknya. Selanjutnya dinyatakan bahwa sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan, yang terdiri dari: 1. Jalan arteri sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. 2. Jalan kolektor sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. 3. Jalan lokal sekunder yaitu jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan Klasifikasi Jalan Klasifikasi jalan menurut Undang-undang No. 38 Tahun 2004 berdasarkan fungsinya yaitu: jalan umum dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata- rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi, sedangkan jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata rendah. Kemudian klasifikasi jalan umum menurut undang-undang tersebut dibagi berdasarkan wewenang pembinaan dan kondisi fisik. Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya meliputi jalan negara atau nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan kota. Pembagian jalan tersebut berdasarkan subjek pengelola dan pemerintah yang menanggung beban anggaran pemeliharaannya. Klasifikasi jalan menurut kondisi fisik terdiri dari: 1. Jalan Kelas I. Kelas jalan ini mencakup semua jalan utama yang bertujuan melayani lalu-lintas cepat dan berat, tidak terdapat jenis kendaraan lambat dan tidak bermotor. Jalan raya dalam kelas ini mempunyai jalur yang banyak dengan perkerasan terbaik. 2. Jalan Kelas II. Kelas jalan ini mencakup semua jalan dengan fungsi sekunder, komposisi lalu lintas terdapat lalu-lintas lambat tapi tanpa

3 5 kendaraan tak bermotor. Jumlah jalur minimal adalah dua jalur dengan konstruksi terbaik. Untuk lalu lintas lambat disediakan jalur tersendiri. 3. Jalan Kelas III. Kelas jalan ini mencakup semua jalan dengan fungsi sekunder, komposisi lalu-lintas terdapat kendaraan lambat yang bercampur dengan lalulintas lainnya. Jumlah jalur minimal dua jalur dengan konstruksi jalan lebih rendah, konstruksi permukaan jalan dari penetrasi berganda atau setaraf. 4. Jalan Kelas IV. Merupakan jalan yang melayani seluruh jenis kendaraan dengan fungsi jalan sekunder. Komposisi lalu-lintasnya terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tidak bermotor. 5. Jalan Kelas V. Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan penghubung dengan konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua, konstruksi permukaan jalan paling tinggi adalah peleburan dengan aspal Eksternalitas Jalan merupakan sumberdaya buatan manusia (man-made) yang bisa digunakan oleh banyak orang dan dapat digolongkan sebagai barang publik. Sebagai barang publik, jalan merupakan sumberdaya milik bersama yang mana setiap orang bisa memanfaatkannya dan tidak dapat dikeluarkan dari komunitas pengguna (non-excludable). Jalan publik dapat diklasifikasikan ke dalam common pool resources (CPRs). Sumberdaya yang digolongkan menjadi CPRs memiliki beberapa karakteristik, yakni rivalness atau substractable dan non excludable. Sebagai barang publik, pemanfaatan jalan oleh seseorang akan mengurangi kemampuan orang lain untuk memanfaatkannya (rivalness) (Fauzi 2004). Konsumsi barang publik, seperti jalan seringkali menimbulkan apa yang disebut eksternalitas atau dampak eksternal. Eksternalitas didefinisikan sebagai dampak positif ataupun negatif (net cost atau benefit) dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain (Fauzi 2004). Eksternalitas terjadi karena pemanfaatan jalan oleh satu pengguna dapat mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak diinginkan. Pihak pembuat eksternalitas juga tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak. Terminologi eksternalitas lain dijelaskan oleh Hartwick dan Olewiler (1998) yang menggolongkan eksternalitas menjadi dua, yakni eksternalitas privat dan eksternalitas publik. Eksternalitas privat melibatkan hanya beberapa individu dan bisa bersifat bilateral serta tidak menimbulkan pill (limpahan) kepada pihak lain. Sementara itu, eksternalitas publik terjadi jika barang publik dikonsumsi tanpa pembayaran yang tepat. Adapun jalan, adalah barang publik yang dengannya berlaku eksternalitas publik. Pemanfaatan oleh semua pihak tidak akan mengurangi jumlah jalan yang digunakan, namun kemacetan yang ditimbulkan merupakan gambaran penurunan kualitas dari barang publik tersebut (Fauzi 2004) Teori Kepemilikan Barang Hak kepemilikan barang (property right) merupakan hak asasi manusia. Hak ini merupakan hak yang paling mendasar yang dibutuhkan oleh manusia untuk menunjukkan eksistensinya. Hak kepemilikan diatur dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 dalam pasal 28H ayat 4, bahwa setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenangwenang oleh siapa pun. Menurut Hartwick dan Olewiler (1998), hak kepemilikan

4 6 (property right) didefinisikan sebagai klaim yang sah (secure claim) terhadap sumber daya ataupun jasa yang dihasilkan dari sumber daya tersebut. Hak kepemilikan juga dapat diartikan sebagai suatu gugus karakteristik yang memberikan kekuasaan kepada pemilik hak (Hartwick & Olewiler 1998). Karakteristik hak kepemilikan barang menyangkut ketersediaan manfaat, kemampuan untuk membagi atau mentransfer hak, derajat ekslusivitas dari hak, dan durasi penegakkan hak (Perman et al. 1996). Hak kepemilikan tidak bersifat mutlak karena dibatasi oleh dua hal, yaitu hak pihak lain dan ketidaklengkapan (incompleteness). Misalnya, tidak semua orang bisa menggali tambang emas yang ada di pekarangan kita. Namun, pihak lain bisa melakukannya. Menurut Fauzi (2004), ketidaklengkapan hak kepemilikan tersebut disebabkan oleh mahalnya biaya penegakkan hak (enforcement). Contohnya hutan yang ditebang oleh penebangan ilegal, hak negara atas hutan dibatasi oleh mahalnya biaya pengawasan hutan dan penegakkan hukum atas tindakan ilegal tersebut. Bromley (1989) membagi hak kepemilikan sumber daya alam menjadi tiga. Pertama, state property yang menunjukkan bahwa klaim kepemilikan berada di tangan pemerintah. Kedua, private property, yakni manakala klaim kepemilikan berada pada individu atau kelompok usaha. Ketiga, klaim sumber daya yang dikelola bersama baik atas nama pribadi maupun kelompok. Jenis terakhir ini dikenal sebagai common property atau communal property. Menurut Fauzi (2004), suatu sumber daya alam bisa saja tidak memiliki klaim yang sah sehingga tidak bisa dikatakan memiliki hak kepemilikan. Sumber daya alam semacam ini bisa dikatakan sebagai open access. Secara umum, Fauzi (2004) mengusulkan empat kemungkinan kombinasi antara hak kepemilikan dan akses. Kombinasi yang didasarkan pada dua tipe akses (open dan limited access) tersebut adalah: tipe kepemilikan di mana hak milik berada pada komunal atau negara dengan akses yang terbatas; tipe kepemilikan di mana sumber daya dimiliki secara individu (privat) dengan akses yang terbatas. Tipe ini memungkinkan karakteristik hak kepemilikan terdefinisikan dengan jelas dan pemanfaatan yang berlebihan bisa dihindari; tipe kombinasi antara hak kepemilikan komunal dan akses yang terbuka; dan tipe kombinasi di mana sumber daya dimiliki individu namun akses dibiarkan terbuka. Jalan raya Kota Bogor sebagai barang publik menjadi milik pemerintah seutuhnya (state property). Dampak eksternal negatif yang timbul, yakni kemacetan yang sering terjadi di Kota Bogor, disebabkan adanya kesenjangan dalam pengalokasinya. Salah satunya disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah kepemilikan dan penggunaan kendaraan sehingga terjadi konsumsi berlebih (over consumption) di jalan raya. Di sisi lain, pemerintah belum mampu mengakomodir kondisi kebutuhan tersebut (supply). Sehingga, hak kepemilikan kendaraan menjadi masalah baru. Oleh karena itu, perlu pemahaman konsep hak kepemilikan terkait dengan pengelolaan barang publik. Istilah lain untuk memahami hal ini adalah telah terjadi penggunaan yang berlebihan pada sumberdaya (jalan). Ketidakseimbangan antara supply dan demand ini menimbulkan congestion di waktu-waktu tertentu. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya kemacetan pada jam-jam sibuk. Kecenderungan overuse merupakan masalah khas pada sumber daya CPRs. Oleh sebab itu, diperlukan mekanisme dan sistem kelembagaan yang dapat mencegah atau menghindarinya. Rustiadi et al. (2009) mengemukakan dua isu

5 7 penting yang sering mengikuti diskusi perihal CPRs, yakni konsep yang berkaitan dengan sistem pengelolaan dan hak kepemilikan yang menyertainya. Fenomena sumber daya alam seperti ini sering disebut dengan the tragedy of the common (Hardin 1968). Fenomena ini terjadi apabila seseorang membatasi penggunaan sumber daya yang terbatas namun tetangganya (masyarakat lainnya) tidak melakukannya. Akibatnya, sumber daya akan mengalami penurunan nilai dan orang yang membatasi penggunaan sumber daya tadi akan tetap kehilangan dalam jangka pendek. Bahkan, dampak negatif lain adalah semakin besarnya biaya sosial yang harus ditanggung baik oleh pemerintah sebagai pemilik hak maupun masyarakat yang menggunakan jalan The Tragedy of The Common Istilah tragedi kepemilikan bersama pertama kali dipublikasikan oleh Garrett Hardin (1968) dalam sebuah artikel ilmiah berjudul The Tragedy of the Common. Tragedi kepemilikan bersama adalah suatu ketidakbahagiaan akibat ketamakan dalam berupaya untuk merebut sesuatu. Tragedi kepemilikan bersama timbul saat setiap manusia berusaha mengambil sumberdaya alam yang menjadi milik bersama untuk kepentingan pribadinya sehingga merugikan mahkluk hidup lain. Tragedi kepemilikan bersama umumnya terjadi pada sumberdaya yang merupakan milik umum atau common pool resources (CPRs). Pandangan yang menyebabkan terjadinya tragedi kepemilikan bersama yaitu keinginan untuk meraih untung yang banyak demi kepentingan pribadi daripada membagi-bagikannya kepada manusia atau makhluk hidup lain, sehingga kemudian masing-masing mendapat jatah sedikit. Pendangan seperti ini awalnya akan terasa menguntungkan bagi pihak yang memakai banyak sumberdaya alam, tetapi dikala jumlah pengguna meningkat, maka permasalahannya akan segera muncul. Pada akhirnya ketersediaan sumberdaya alam akan habis atau rusak. Kebebasan yang tidak bertanggungjawab hanya mendatangkan penderitaan dan kesengsaraan. Satu-satunya cara kita dapat menjaga dan memelihara kebebasan lain yang lebih berharga adalah dengan segera melepaskan kebebasan untuk berkembang biak (Hardin 1968). Terkadang untuk menghindari tragedi pada barang kepemilikan umum harus ditempuh dengan cara pemaksaan seperti pembuatan peraturan tentang larangan-larangan, pajak, serta aturan-aturan non formal yang disepakati bersama oleh unsur masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Secara lebih spesifik, Gardner dan Sterm (1966) telah mengindentifikasi penggunaan peraturan pemerintah, aturan dan insentif sebagai salah satu dari solusi dasar dalam menanggulangi perilaku undividual terhadap sumberdaya kepemilikan bersama. Menurut Hardin (1968) kelemahan terbesar dari the tragedy of the common adalah keinginan manusia untuk menguntungkan diri sendiri secara individual yang dikombinasikan dengan sumberdaya yang bebas tetapi tersedia terbatas dan akses yang bebas, berpotensi menghalangi konservasi sumberdaya yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan. Ada dua solusi untuk mengatasi hal ini diantaranya membatasi akses dan membuat sumberdaya menjadi mahal. Kedua solusi tersebut memiliki pendekatan yang sama yaitu merubah insentif yang diterima individu. Insentif dijelaskan sebagai kondisi positif dan negatif yang meliputi perilaku.

6 Kebijakan terhadap Eksternalitas Negatif Masalah yang muncul akibat ketidakseimbangan antara supply dan demand barang CPRs dapat diatasi dengan berbagai pendekatan. Pertama, pendekatan Leviatan, yakni dengan mengendalikan akses serta membatasi penggunaan SDA secara ketat dengan menggunakan kekuatan pihak ketiga (pemerintah dengan kelengkapan penegakan hukumnya, seperti polisi dan tentara). Kedua, pendekatan privatisasi yang berusaha memberikan hak pengelolaan SDA kepada pihak swasta (individu, firma) dengan asumsi bawa swasta dapat mengelola SDA secara efisien sebagaimana mengelola perusahaan. Ketiga, pendekatan self organization atau self governance yang dicirikan dengan penyerahan pengelolaan sumberdaya alam kepada masyarakat atau kelompok (Hidayat 2010). Menurut Fauzi (2004) menyatakan bahwa ada serangkaian tindakan yang dapat mencegah atau mengurangi terjadinya eksternalitas negatif. Secara sederhana, dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni pemberian hak milik (assigning property rights), internalisasi, dan pemberlakuan pajak (Pigouvian tax). Pemberian hak pemilikan tidak sepenuhnya menghapus eksternalitas, namun hanya meningkatkan manfaat dari pertukaran (gains from trade) atas eksternalitas. Pemberian hak kepemilikan menjadi langkah yang efektif manakala mengetahui persis siapa yang berperan melakukan eksternalitas. Dengan demikian, kerusakan bisa dihitung dan tawar menawar bisa dilakukan. Tujuan akhir dari kebijakan ini adalah terjadinya pengurangan nilai eksternalitas Kebijakan Tata Ruang Ketersediaan ruang merupakan hal yang terbatas di alam, namun kebutuhan akan ruang merupakan hal yang tidak terbatas selama kehidupan manusia terus berjalan. Menurut UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang merupakan sumber daya alam yang diatur penggunaannya dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sehingga berdasarkan bunyi pasal tersebut, ruang harus dilindungi dan dikelola dalam sistem yang terpadu, terkoordinasi dan berkelanjutan. Semakin berkembangnya aktivitas manusia mengakibatkan kebutuhan terhadap ruang semakin tinggi. Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut, penataan ruang yang mencakup tahapan perencanaan kebijakan tata ruang dapat mewujudkan keinginan akan ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Berdasarkan pengertian dalam UU 24/1992 Tentang Penataan Ruang, perencanaan tata ruang merupakan proses untuk menghasilkan rencana tata ruang yang mencakup proses penyusunan rencana tata ruang dan proses penetapan rencana tata ruang. Penataan ruang disusun berasaskan: (a) Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan, (b) keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan ruang dalam wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang.

7 9 Salah satu pola pemanfaatan ruang, yaitu rencana struktur ruang meliputi sistem jaringan transportasi. Dalam konteks tata ruang wilayah, sektor transportasi memegang peranan penting, karena sektor ini menyebar membentuk jaringan di dalam dan antar ruang, transportasi menjembatani interaksi penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain. Transportasi merupakan bagian yang menghubungkan dan menyatukan seluruh wilayah dengan spesialisasi masing-masing menjadi suatu kesatuan yang terintegrasi (Chaeriwati 2004) Emisi Kendaraan Bermotor Pencemaran udara terjadi apabila komposisi zat-zat kimia yang ada di udara melampaui ambang batas yang ditentukan, sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia, mengganggu kehidupan hewan dan tumbuhan, serta terganggunya iklim (cuaca). Gas-gas berbahaya yang bercampur dengan udara sebagai zat pencemar berasal dari aktivitas manusia terutama akibat proses pembakaran bahan bakar minyak. Emisi adalah zat atau bahan pencemar yang dikeluarkan langsung dari kendaraan bermotor melalui pipa pembuangan (knalpot) kendaraan bermotor sebagai sisa pembakaran bahan bakar dalam mesin. Terdapat lima unsur dalam gas buangan kendaraan bermotor yaitu senyawa CO, HC, CO2, O2 dan senyawa NOX (Suryani 2010). Karbon monoksida (CO) adalah salah satu unsur gas buangan yang banyak dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. CO merupakan gas berbau yang tidak berwarna, lebih ringan dari udara, terbentuk sebagai hasil dari pembakaran tidak sempurna. Gas ini merupakan polutan udara yang paling lazim dijumpai. Gas ini sangat beracun bagi manusia dan hewan. CO dapat menyebabkan aliran Oksigen (O2) ke seluruh tubuh menurun sehingga kontraksi jantung dapat melemah dan volume darah yang didistribusikan menurun (Kojima et al. 2000). Penyebaran gas CO di udara tergantung pada keadaan lingkungan. Pada daerah perkotaan yang banyak kegiatan industrinya dan lalu lintasnya padat, maka udaranya sudah banyak tercemar oleh gas CO. kan di daerah pinggiran kota atau desa, cemaran CO di udara relatif sedikit. Tanah yang masih terbuka (ruang terbuka) dapat membantu penyerapan gas CO karena mikroorganisme yang ada di dalam tanah mampu menyerap gas tersebut (Kojima et al. 2000) Perhitungan Beban Emisi Pengukuran kualitas dan beban emisi secara langsung dalam suatu kegiatan tidak mungkin dilakukan untuk setiap sumber pencemar, apalagi pengukuran langsung terhadap kendaraan bermotor yang jumlahnya tidak sedikit. Pengukuran perkiraan besarnya beban pencemar dapat dirumuskan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan panjang perjalanan kendaraan bermotor dan pendekatan penggunaan bahan bakar (KLH 2007). Estimasi beban emisi pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan konsumsi bahan bakar. Secara umum perhitungan beban emisi dari kendaraan bermotor menurut Chandrasiri (1999) adalah sebagai berikut : ECO = Σ vol_bensin x FE x 10 6 Keterangan : ECO = Beban emisi CO dari angkot (ton/bulan) Σ vol_bensin = Konsumsi bahan bakar bensin (liter/bulan) FE (Faktor Emisi) = Besarnya polutan CO yang diemisikan dari setiap liter penggunaan bahan bakar minyak (gram/liter)

8 10 Faktor emisi adalah massa dari suatu polutan yang dihasilkan oleh setiap unit proses. Beban massa ini dapat berupa per satuan massa bahan bakar yang dikonsumsi atau per unit produksi (Porteous 1996 dalam Kusuma 2010). Faktor emisi masing-masing gas buang kendaraan berbeda berdasarkan jenis bahan bakarnya (Tabel 1). Tabel 1 Faktor emisi kendaraan berdasarkan jenis bahan bakar Bahan Bakar CO NOx HC TSP SO2 CO2 Bensin (kg/ton) Solar (kg/ton) Sumber : Kementrian Lingkungan Hidup, Kapasitas Jalan Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Raya Indonesia (MKJI) tahun 1997 (DJBM 1997), kapasitas jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan tersebut (dalam satu maupun dua arah) dalam periode waktu tertentu dan dengan kondisi jalan dan lalu lintas yang umum. Kapasitas dasar jalan raya didefinisikan sebagai kapasitas dari suatu jalan yang mempunyai sifat-sifat jalan dan sifat lalu lintas yang dianggap ideal. Karakteristik utama dari suatu jalan yang akan berpengaruh terhadap kapasitas dan tingkat pelayanan saat dibebani arus lalu lintas antara lain : 1. Geometrik jalan, meliputi : a. Tipe jalan: jalan terbagi (devide, D) dan jalan tidak terbagi (undevide, UD) b. Lebar jalan, terkait dengan free speed flow atau kecepatan arus bebas dan peningkatan kapasitas c. Kerb, merupakan besarnya kapasitas jalan yang dilengkapi dengan trotoar akan lebih kecil dibandingkan dengan jalan yang dilengkapi bahu jalan d. Bahu jalan (shoulder), akan menimbulkan hambatan samping seperti kegiatan di sisi jalan seperti pedagang kaki lima, parkir, berhentinya kendaraan umum di sembarang tempat dsb. e. Median dan alinemen jalan, radius yang kecil akan mengurangi kecepatan arus bebas 2. Kontrol lalu lintas, peraturan lalu lintas yang cukup memberikan pengaruh pada kondisi lalu lintas 3. Kegiatan jalan yang menimbulkan gangguan (hambatan samping) adalah hambatan samping yang ditetapkan untuk jalan perkotaan di MKJI berupa gangguan akibat: Pejalan kaki Berhentinya kendaraan umum dan kendaraan lainnya di sisi jalan Kendaraan lambat (bergerak lambat) seperti becak, delman dsb Kendaraan yang parkir dan keluar masuk dari sisi jalan 4. Perilaku pengendara dan populasi kendaraan. Kondisi beragam di Indonesia merupakan faktor yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap prosedur perhitungan kapasitas yang dinamakan faktor ukuran kota (city size). 5. Komposisi / persebaran arus lalu lintas tiap arah (directional split of traffic). Merupakan banyaknya arus yang lewat di tiap arah jalan akan mempengaruhi besarnya kapasitas. Kapasitas akan tinggi dan mencapai puncaknya di jalan dua

9 11 arah saat directional splitnya 50-50, hal ini menunjukkan adanya arus yang sama di kedua arah untuk satu periode waktu analisis. Komposisi Lalu Lintas akan mempengaruhi hubungan kecepatan arus apabila arus dan kapasitas dinyatakan dalam satuan kendaraan per jam. Hal ini tergantung besarnya rasio sepeda motor atau kendaraan berat dalam arus tersebut. Kapasitas jalan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: C = C0 x FCw x FCsp x FCsf x FCcs Keterangan : C = Kapasitas (smp/jam) C0 = Kapasitas dasar (smp/jam) Tabel 2 FC w = Faktor penyesuaian lebar jalan Tabel 3 FC sp = Faktor pemisahan arah Tabel 4 FC sf = Faktor penyesuaian hambatan samping Tabel 5 dan Tabel 6 FC cs = Faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota Tabel 7 Tabel 2 Kapasitas dasar C0 untuk jalan perkotaan Jenis Jalan Kapasitas Dasar (smp/jam) Komentar Empat-lajur terbagi atau jalan satu-arah Per lajur Empat-lajur tak terbagi Per lajur Dua-lajur terbagi Total dua-arah Tabel 3 Faktor penyesuaian FCw atau lebar lajur jalan Jenis Jalan Lebar Lajur Efektif (WC) (m) FCW Empat-lajur terbagi atau jalan satu-arah Empat-lajur tak terbagi Dua-lajur terbagi Per lajur Per lajur Total dua arah

10 12 Tabel 4 Faktor penyesuaian FCsp faktor pemisah arah Pembagian Arah % - % FC S Dua-lajur 2/ Empat-lajur 4/2 Tabel 5 Faktor penyesuaian FCsf untuk jalan perkotaan dengan bahu Jenis Jalan Empat lajur terbagi 4/2 D Empat lajur terbagi 4/2 UD Dua lajur tak terbagi 2/2 UD atau Jalan satuarah Kelas Hambatan Samping (FCsf) Faktor Penyesuaian Lebar Bahu efektif rata-rata WS (m) 0,50 1,0 1,5 2, Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation / DS), rumus DS yaitu: DS = V C Keterangan : DS = Derajat Kejenuhan (DS) C = Kapasitas jalan V = Volume lalu lintas (smp/jam) Peramalan/Proyeksi Trafik (Lalu Lintas) Trafik ada dua macam, trafik muatan dan trafik alat angkutan. Trafik muatan adalah jumlah penumpang dan atau barang yang diangkut oleh kendaraan atau alat angkutan pada suatu jalan. kan trafik alat angkutan adalah jumlah kendaraan atau alat angkutan lalu lintas pada jalannya. Pengertian yang kedua inilah yang lazim disebut sebagai trafik atau lalu lintas formula (Nasution 2004 dan Kamaludin, Rustian 2013). Trafik kendaraan atau alat angkutan atau lalu lintas dibedakan menjadi volume lalu lintas dan kepadatan lalu lintas. Jika volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati titik tertentu yang melintas pada arah tertentu pada suatu bagian ruas jalan, dinyatakan dalam jumlah kendaraan per jam, per hari, dan per minggu. kan kepadatan lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang menempati suatu bagian dari ruas jalan tertentu pada saat tertentu, dinyatakan dalam jumlah kendaraan per mil atau per km sepanjang jalan yang dilalui.

11 13 Tabel 6 Faktor Penyesuaian FCsf pada kapasitas untuk jalan perkotaan dengan kerb Jenis Jalan Empat lajur terbagi 4/2 D Empat lajur terbagi 4/2 UD Dua lajur tak terbagi 2/2 UD atau Jalan satu-arah Kelas Hambatan Samping (FC SF) FP untuk Hambatan Samping dan Jarak Kerb Jarak Kerb Penghalang W K (m) Tabel 7 Faktor penyesuaian ukuran kota (FCCS) Ukuran Kota (Juta penduduk) Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCCS) Kelas Ukuran Kota (CS) < > Sangat kecil Kecil Besar Sangat besar Volume lalu lintas adalah hasil dari kepadatan dan kecepatan lalu lintas. Dapat saja terjadi pada suatu jalan yang volume lalu lintasnya rendah, tetapi kepadatannya tinggi. Kepadatan tinggi terjadi apabila kendaraan praktis diam atau tidak bergerak, di mana volume lalu lintas mendekati nol, kondisi ini disebut sebagai kemacetan. Peramalan pertumbuhalan volume kendaraan ini menggunakan metode peramalan double exponential smoothing. Perhitungan nilai smoothing data ke-t sebagai berikut: St = Lt + Tt Keterangan: St Tt Lt Tt = (Lt Lt-1) + (1- )Tt-1 Lt = Xt + (1- )(Lt-1 + Tt-1) = nilai smoothing data ke-t = nilai tren data ke-t, merupakan bobot komponen tren = nilai level data ke-t, merupakan bobot komponen level

ANALISIS PEMANFAATAN JALAN UNTUK MENGATASI THE TRAGEDY OF THE COMMON: KASUS JALAN ARTERI DI KOTA BOGOR YOCIE GUSMAN

ANALISIS PEMANFAATAN JALAN UNTUK MENGATASI THE TRAGEDY OF THE COMMON: KASUS JALAN ARTERI DI KOTA BOGOR YOCIE GUSMAN ANALISIS PEMANFAATAN JALAN UNTUK MENGATASI THE TRAGEDY OF THE COMMON: KASUS JALAN ARTERI DI KOTA BOGOR YOCIE GUSMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 KINERJA RUAS JALAN Kinerja ruas jalan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 yang meliputi volume lalu lintas, kapasitas jalan, kecepatan arus bebas, dan derajat

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat) A. Tujuan Instruksional 1. Umum SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat) Mahasiswa dapat memahami tentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan.

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan. 14 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Karakteristik Jalan Karakteristik utama jalan yang akan mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan jika jalan tersebut dibebani arus lalu lintas. Karakteristik jalan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Jalan perkotaan adalah jalan yang terdapat perkembangan secara permanen dan menerus di sepanjang atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Jaringan Jalan Berdasarkan Undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Latar belakang kebutuhan akan perpindahan dalam suatu masyarakat, baik orang maupun barang menimbulkan pengangkutan. Untuk itu diperlukan alat-alat angkut, dan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah ABSTRAK Sistem satu arah merupakan suatu pola lalu lintas dimana dilakukan perubahan pada jalan dua arah menjadi jalan satu arah. Perubahan pola lalu lintas ini berfungsi untuk meningkatkan kapasitas jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 17 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kondisi Lalu Lintas Situasi lalu lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut arus jam rencana, atau lalu lintas harian rerata tahunan (LHRT) dengan faktor yang sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalu Lintas 2.1.1 Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas di dalam Undang-undang No. 22 tahun 2009, didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang Lalu Lintas jalan. Sedang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.2 Definisi Jalan Pasal 4 no. 38 Tahun 2004 tentang jalan, memberikan definisi mengenai jalan yaitu prasarana transportasi darat meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkapnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hirarki Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Pengolongan jenis kendaraan sebagai berikut : Indeks untuk kendaraan bermotor dengan 4 roda (mobil penumpang)

BAB III LANDASAN TEORI. Pengolongan jenis kendaraan sebagai berikut : Indeks untuk kendaraan bermotor dengan 4 roda (mobil penumpang) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Volume Lalu Lintas Menurut MKJI (1997) jenis kendaraan dibagi menjadi 3 golongan. Pengolongan jenis kendaraan sebagai berikut : 1. Kendaraan ringan (LV) Indeks untuk kendaraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tentang Kemacetan Lalu lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN (Studi kasus Jalan Karapitan) PROPOSAL PENELITIAN Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat akademis dalam menempuh program Sarjana (S-1) Oleh RIZKY ARIEF RAMADHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang

Lebih terperinci

PENGANTAR TRANSPORTASI

PENGANTAR TRANSPORTASI PENGANTAR TRANSPORTASI KINERJA PELAYANAN TRANSPORTASI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS FASILITAS ARUS TERGANGGU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Raya Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORI BAB 2 TINJAUAN TEORI Dalam bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan studi yang dilakukan, yaitu mengenai pebgertian tundaan, jalan kolektor primer, sistem pergerakan dan aktivitas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. manajemen sampai pengoperasian jalan (Sukirman 1994).

BAB III LANDASAN TEORI. manajemen sampai pengoperasian jalan (Sukirman 1994). BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melewati suatu titik atau garis tertentu pada suatu penampang melintang jalan.data pencacahan volume lalu

Lebih terperinci

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN TUGAS AKHIR Oleh : IDA BAGUS DEDY SANJAYA 0519151030 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KECEPATAN DAN KAPASITAS JALAN H.E.A MOKODOMPIT KOTA KENDARI Ridwansyah Nuhun Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Haluoleo Jl. HEA.Mokodompit

Lebih terperinci

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3.

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3. Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3. INTISARI Kapasitas daya dukung jalan sangat penting dalam mendesain suatu ruas jalan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat.

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat. DAFTAR ISTILAH Ukuran Kinerja C Kapasitas (smp/jam) Arus lalu lintas (stabil) maksimum yang dapat dipertahankan pada kondisi tertentu (geometri, distribusi arah, komposisi lalu lintas dan faktor lingkungan).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 2009 dan menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Latar belakang kebutuhan akan perpindahan dalam suatu masyarakat, baik orang maupun barang menimbulkan pengangkutan. Untuk itu diperlukan alat-alat angkut, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ Undang undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu pasal 3 yang berisi: Transportasi jalan diselenggarakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PELEBARAN RUAS JALAN TERHADAP KINERJA JALAN

ANALISIS PENGARUH PELEBARAN RUAS JALAN TERHADAP KINERJA JALAN ANALISIS PENGARUH PELEBARAN RUAS JALAN TERHADAP KINERJA JALAN Agus Wiyono Alumni Program Studi Teknik Sipil Universitas Surakarta Jl. Raya Palur KM 05 Surakarta Abstrak Jalan Adisumarmo Kartasura km 0,00

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK Analisis Kapasitas, Tingkat Pelayanan, Kinerja dan 43 Pengaruh Pembuatan Median Jalan ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN Adhi Muhtadi ABSTRAK Pada saat ini

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK

ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK U. Winda Dwi Septia 1) Abstrak Jalan-jalan yang ada di Kota Pontianak merupakan salah satu sarana perhubungan bagi distribusi arus lalu lintas, baik angkutan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. kapasitas. Data volume lalu lintas dapat berupa: d. Arus belok (belok kiri atau belok kanan).

BAB III LANDASAN TEORI. kapasitas. Data volume lalu lintas dapat berupa: d. Arus belok (belok kiri atau belok kanan). BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit). Sehubungan dengan penentuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 15 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Transportasi Transportasi merupakan suatu proses pergerakan memindahkan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya pada suatu waktu. Pergerakan manusia

Lebih terperinci

JURNAL ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN H.B YASIN BERDASARKAN MKJI Oleh RAHIMA AHMAD NIM:

JURNAL ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN H.B YASIN BERDASARKAN MKJI Oleh RAHIMA AHMAD NIM: JURNAL ANALISA KAPASITAS DAN TINGKAT PELAYANAN RUAS JALAN H.B YASIN BERDASARKAN MKJI 1997 Oleh RAHIMA AHMAD NIM:5114 10 094 Jurnal ini telah disetujui dan telah diterima oleh dosen pembimbing sebagai salah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabel Analisis Variabel yang digunakan dalam analisis kinerja Ruas Jalan Otto Iskandardiata Kota Bandung akibat pertumbuhan lalu lintas selama 10 tahun mendatang

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN AKIBAT BANGKITAN PERGERAKAN SEKOLAH DASAR NEGERI 2 SANUR

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN AKIBAT BANGKITAN PERGERAKAN SEKOLAH DASAR NEGERI 2 SANUR ANALISIS KINERJA RUAS JALAN AKIBAT BANGKITAN PERGERAKAN SEKOLAH DASAR NEGERI 2 SANUR TUGAS AKHIR Oleh : I Made Rastiyana Yudha 1104105111 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016 ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGARUH PARKIR ON-STREET TERHADAP KINERJA RUAS JALAN ARIEF RAHMAN HAKIM KOTA MALANG

PENGARUH PARKIR ON-STREET TERHADAP KINERJA RUAS JALAN ARIEF RAHMAN HAKIM KOTA MALANG PENGARUH PARKIR ON-STREET TERHADAP KINERJA RUAS JALAN ARIEF RAHMAN HAKIM KOTA MALANG Dwi Ratnaningsih Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang dwiratna.polinema@gmail.com Abstrak Permasalahan dibidang

Lebih terperinci

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Analisa jaringan jalan dibagi atas beberapa komponen: Segmen jalan Simpang bersinyal Simpang tidak bersinyal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut. 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karateristik Jalan Luar Kota Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut. Karakteristik jalan tersebut terdiri atas beberapa hal, yaitu : 1. Geometrik

Lebih terperinci

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN 1.1. Lingkup dan Tujuan 1. PENDAHULUAN 1.1.1. Definisi segmen jalan perkotaan : Mempunyai pengembangan secara permanen dan menerus minimum

Lebih terperinci

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan Karangmenjangan Jalan Raya Nginden jika dilihat berdasarkan Dinas PU

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Motto dan Persembahan iv ABSTRAK v ABSTRACT vi KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xvi DAFTAR NOTASI

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini.

BAB II DASAR TEORI. Tipe jalan pada jalan perkotaan adalah sebagai berikut ini. BAB II DASAR TEORI 2.1. Umum Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam konektifitas suatu daerah, sehingga kegiatan distribusi barang dan jasa dapat dilakukan secara

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG Rio Reymond Manurung NRP: 0721029 Pembimbing: Tan Lie Ing, S.T.,M.T. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan bagian integral dari masyarakat. Ia menunjukkan hubungan yang sangat erat dengan gaya hidup, jangkauan dan lokasi dari kegiatan yang produktif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Menurut Kamala (1993), transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam pergerakan manusia dan barang. Jalan sebagai prasarana transportasi darat memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik jalan yang dapat diuraikan sebagai berikut: dapat dilihat pada uraian di bawah ini:

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik jalan yang dapat diuraikan sebagai berikut: dapat dilihat pada uraian di bawah ini: BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Karakteristik Jalan Setiap ruas jalan memiiki karakteristik yang berbeda-beda. Ada beberapa karakteristik jalan yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Geometrik Kondisi geometrik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. permukaan air, terkecuali jalan kereta, jalan lori, dan jalan kabel. (UU No. 38

BAB II LANDASAN TEORI. permukaan air, terkecuali jalan kereta, jalan lori, dan jalan kabel. (UU No. 38 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian jalan Jalan merupakan akses yang sangat penting bagi masyarakat.jalan juga memiliki alat transportasi kendaraan yang meliputi berbagai segala bagian jalan, termasuk

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS HUBUNGAN, KECEPATAN, VOLUME, DAN KEPADATAN DI JALAN MERDEKA KABUPATEN GARUT DENGAN METODE GREENSHIELDS

STUDI ANALISIS HUBUNGAN, KECEPATAN, VOLUME, DAN KEPADATAN DI JALAN MERDEKA KABUPATEN GARUT DENGAN METODE GREENSHIELDS STUDI ANALISIS HUBUNGAN, KECEPATAN, VOLUME, DAN KEPADATAN DI JALAN MERDEKA KABUPATEN GARUT DENGAN METODE GREENSHIELDS Dikdik Sunardi 1, Ida Farida 2, Agus Ismail 2 Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Makro Perencanaan sistem transportasi pada dasarnya memperkirakan kebutuhan transportasi dimasa yang akan datang. Dalam perencanaan sistem transportasi makro

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Geometrik Jalan Jalan Arif Rahman Hakim merupakan jalan kolektor primer yang merupakan salah satu jalan menuju pusat Kota Gororntalo. Segmen yang menjadi objek

Lebih terperinci

Kata kunci : Kinerja ruas jalan, Derajat kejenuhan, On street parking

Kata kunci : Kinerja ruas jalan, Derajat kejenuhan, On street parking ABSTRAK Kabupaten Bangli khususnya pada ruas Jalan Brigjen Ngurah Rai sebagai kawasan yang memiliki aktivitas cukup ramai akibat adanya aktivitas seperti sekolah, kantor, pertokoan dan RSUD Bangli disepanjang

Lebih terperinci

Kata Kunci : Parkir di Pinggir Jalan, Kinerja Ruas Jalan, dan BOK.

Kata Kunci : Parkir di Pinggir Jalan, Kinerja Ruas Jalan, dan BOK. i ii ABSTRAK Semakin pesatnya perkembangan suatu wilayah maka akan diikuti pula dengan meningkatnya pergerakan yang terjadi di wilayah tersebut. Seperti yang terjadi di Kabupaten Badung khususnya di Kelurahan

Lebih terperinci

DAMPAK PUSAT PERBELANJAAN SAKURA MART TERHADAP KINERJA RUAS JALAN TRANS SULAWESI DI KOTA AMURANG

DAMPAK PUSAT PERBELANJAAN SAKURA MART TERHADAP KINERJA RUAS JALAN TRANS SULAWESI DI KOTA AMURANG Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember (787-794) ISSN: 2337-6732 DAMPAK PUSAT PERBELANJAAN SAKURA MART TERHADAP KINERJA RUAS JALAN TRANS SULAWESI DI KOTA AMURANG Meila Femina Katihokang James A. Timboeleng,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Arus Lalu Lintas Definisi arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJARUAS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN JATI - PADANG

ANALISIS KINERJARUAS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN JATI - PADANG ANALISIS KINERJARUAS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN JATI - PADANG Wilton Wahab (1), Delvi Gusri Yendra (2) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil 2) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kinerja Lalu Lintas Jalan Kriteria kinerja lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan nilai derajat kejenuhan atau kecepatan tempuh pada suatu kondisi jalan tertentu yang terkait

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kinerja suatu simpang menurut MKJI 1997 didefinisikan sebagai ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara umum dinyatakan dalam kapasitas

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Data Hotel Malioboro. yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan. B. Data Geometri Jalan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Data Hotel Malioboro. yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan. B. Data Geometri Jalan 29 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Data Hotel Malioboro Hotel direncanakan memliki kamar sebanyak 30 unit dan fasilitas parkir yang menampung sebanyak 12 unit kendaraan mobil penumpang. Luas lahan sekitar

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Keterkaitan Antar Subsistem Transportasi (Tamin, 2000)

Gambar 2.1 Keterkaitan Antar Subsistem Transportasi (Tamin, 2000) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Makro Perencanaan sistem transportasi pada dasarnya memperkirakan kebutuhan transportasi dimasa yang akan datang. Dalam perencanaan sistem transportasi makro

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Volume Kendaraan Bermotor Volume lalu lintas menunjukan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit). Sehubungan dengan penentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Jalan Jalan merupakan prasarana darat yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa distribusi (PKJI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geometrik Jalan Geometrik jalan merupakan suatu bangun jalan raya yang menggambarkan bentuk atau ukuran jalan raya yang menyangkut penampang melintang, memanjang, maupun aspek

Lebih terperinci

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang

Iin Irawati 1 dan Supoyo 2. Program Studi Teknik Sipil, Universitas Semarang, Jl. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang PENGARUH PERGERAKAN PEJALAN KAKI TERHADAP KINERJA RUAS JALAN YANG DISEBABKAN OLEH KURANG OPTIMALNYA PEMANFAATAN JEMBATAN PENYEBERANGAN (KAJIAN WILAYAH : JALAN MERDEKA UTARA MALANG) Iin Irawati 1 dan Supoyo

Lebih terperinci

Kata kunci: Kinerja ruas jalan, Bangkitan perjalanan, SMK Ganesha Ubud.

Kata kunci: Kinerja ruas jalan, Bangkitan perjalanan, SMK Ganesha Ubud. ABSTRAK Semakin meningkatnya nilai komersial tata guna lahan menyebabkan semakin padatnya arus lalu lintas pada ruas jalan, yang akan mendorong berbagai pihak untuk mengembangkan usaha atau fasilitas publik

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PERFORMANCE KINERJA JALAN RAYA CINERE

TUGAS AKHIR ANALISIS PERFORMANCE KINERJA JALAN RAYA CINERE TUGAS AKHIR ANALISIS PERFORMANCE KINERJA JALAN RAYA CINERE Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Nama : Fuad iqsan NIM : 41108010050 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Istilah Jalan 1. Jalan Luar Kota Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan merupakan semua bagian dari jalur gerak (termasuk perkerasan),

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG STUDI KAPASITAS, KECEPATAN, DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN PURNAWARMAN, BANDUNG Sopian Toni NRP : 9821018 Pembimbing : Silvia Sukirman, Ir FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT PELAYANAN JALAN JENDERAL SUDIRMAN KABUPATEN SUKOHARJO

EVALUASI TINGKAT PELAYANAN JALAN JENDERAL SUDIRMAN KABUPATEN SUKOHARJO EVALUASI TINGKAT PELAYANAN JALAN JENDERAL SUDIRMAN KABUPATEN SUKOHARJO Tantin Pristyawati Staf Pengajar Teknik Sipil Universitas Gunung Kidul Yogyakarta (Email : pristya_tan@yahoo.com) ABSTRAK Jalan Jenderal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan, 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja (Level of Services) Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran kualitatif yang digunakan di Amerika dan menerangkan kondisi operasional dalam arus

Lebih terperinci

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN DAN SIMPANG UNTUK PERSIAPAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR TIMUR - BARAT SURABAYA (STUDI KASUS JL.KERTAJAYA INDAH S/D JL.KERTAJAYA) Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

PERNYATAAN. Denpasar, Oktober Anak Agung Arie Setiawan NIM

PERNYATAAN. Denpasar, Oktober Anak Agung Arie Setiawan NIM PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: N a m a : Anak Agung Arie Setiawan NIM : 1204105024 Judul TA : Dampak Bangkitan Lalu Lintas Pasar Kertha Bhoga Terhadap Kinerja Ruas Jalan Pulau Bungin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 bahwa Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Nilai emp Sepeda Motor Terhadap Kinerja Ruas Jalan Raya Cilember-Raya Cibabat, Cimahi ABSTRAK

Pengaruh Variasi Nilai emp Sepeda Motor Terhadap Kinerja Ruas Jalan Raya Cilember-Raya Cibabat, Cimahi ABSTRAK Pengaruh Variasi Nilai emp Sepeda Motor Terhadap Kinerja Ruas Jalan Raya Cilember-Raya Cibabat, Cimahi Aan Prabowo NRP : 0121087 Pembimbing : Silvia Sukirman, Ir. ABSTRAK Sepeda motor merupakan suatu moda

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Umum Untuk menganalisa lalu lintas pada ruas jalan Ir. H. Djuanda (Dago) diperlukan data lalu lintas pada lajur jalan tersebut. Dalam bab ini akan dibahas hasil

Lebih terperinci

ANALISIS HAMBATAN SAMPING AKIBAT AKTIVITAS PERDAGANGAN MODERN (Studi Kasus : Pada Jalan Brigjen Katamso di Bandar Lampung)

ANALISIS HAMBATAN SAMPING AKIBAT AKTIVITAS PERDAGANGAN MODERN (Studi Kasus : Pada Jalan Brigjen Katamso di Bandar Lampung) ANALISIS HAMBATAN SAMPING AKIBAT AKTIVITAS PERDAGANGAN MODERN (Studi Kasus : Pada Jalan Brigjen Katamso di Bandar Lampung) Septyanto Kurniawan Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Metro Jl.Ki

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN RAYA SUKAWATI AKIBAT BANGKITAN PERGERAKAN DARI PASAR SENI SUKAWATI

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN RAYA SUKAWATI AKIBAT BANGKITAN PERGERAKAN DARI PASAR SENI SUKAWATI ANALISIS KINERJA RUAS JALAN RAYA SUKAWATI AKIBAT BANGKITAN PERGERAKAN DARI PASAR SENI SUKAWATI TUGAS AKHIR Oleh : COK AGUNG PURNAMA PUTRA 0704105090 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: keselamatan pengguna jalan, kecepatan pengemudi kendaraan, ZoSS

ABSTRAK. Kata kunci: keselamatan pengguna jalan, kecepatan pengemudi kendaraan, ZoSS ABSTRAK Kawasan pendidikan merupakan suatu kawasan yang rentan terjadi kecelakaan lalu lintas dan yang menjadi korban adalah para siswa. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dibuatkanlah Zona Selamat

Lebih terperinci

Kata kunci :Manajemen Lalu Lintas, Kapasitas, Kinerja Ruas Jalan

Kata kunci :Manajemen Lalu Lintas, Kapasitas, Kinerja Ruas Jalan ABSTRAK Jalan Raya Dr. Ir. Soekarnomerupakan jalan arteri primer yang sangat berperan penting dalam melayani dan melewatkan arus lalu lintas Bali Gilimanuk serta daerah NTB yang cukup besar. Namun kenyataannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA. kondisi geometrik jalan secara langsung. Data geometrik ruas jalan Kalimalang. a. Sistem jaringan jalan : Kolektor sekunder

BAB IV HASIL DAN ANALISA. kondisi geometrik jalan secara langsung. Data geometrik ruas jalan Kalimalang. a. Sistem jaringan jalan : Kolektor sekunder BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Data Geometrik Jalan Data geometrik jalan adalah data yang berisi kondisi geometrik dari segmen jalan yang diteliti. Data ini merupakan data primer

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian membantu peneliti dalam langkah-langkah memperoleh III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan dan prosedur yang digunakan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian yang dilakukan. Metodologi penelitian membantu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi dan Karateristik Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, jalan perkotaan adalah jalan yang terdapat perkembangan secara permanen dan menerus di sepanjang atau hampir

Lebih terperinci

tertentu diluar ruang manfaat jalan.

tertentu diluar ruang manfaat jalan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Karateristik Jalan Luar Kota 2.1.1 Pengertian Jalan Definisi jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina Abstrak Pertumbuhan jumlah kendaraan yang tinggi berdampak

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK PARKIR PINGGIR JALAN (ON STREET PARKING) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA JALAN (STUDI KASUS: JALAN LEGIAN)

ANALISIS KARAKTERISTIK PARKIR PINGGIR JALAN (ON STREET PARKING) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA JALAN (STUDI KASUS: JALAN LEGIAN) ANALISIS KARAKTERISTIK PARKIR PINGGIR JALAN (ON STREET PARKING) DAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA RUAS JALAN (STUDI KASUS: JALAN LEGIAN) TUGAS AKHIR OLEH : I GEDE MUDASTRA WAESNAWA (1004105036) JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Umum Fasilitas Berbalik Arah Jalan arteri dan jalan kolektor yang mempunyai lajur lebih dari empat dan dua arah biasanya menggunakan median jalan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN MENURUT MKJI 1997 ( Studi Kasus : Jalan Sulawesi Denpasar, Bali ) Oleh : Ngakan Putu Ari Kurniadhi NPM.

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN MENURUT MKJI 1997 ( Studi Kasus : Jalan Sulawesi Denpasar, Bali ) Oleh : Ngakan Putu Ari Kurniadhi NPM. 1 ANALISIS KINERJA RUAS JALAN MENURUT MKJI 1997 ( Studi Kasus : Jalan Sulawesi Denpasar, Bali ) Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Data hasil pengamatan dari studi kasus Jalan Ngasem Yogyakarta

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Data hasil pengamatan dari studi kasus Jalan Ngasem Yogyakarta 23 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5. 1 Hasil Pengamatan Data hasil pengamatan dari studi kasus Jalan Ngasem Yogyakarta diperlukan untuk melakukan analisis yang berupa data kondisi lingkungan, kondisi geometri

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN ii LEMBAR PERSETUJUAN iii MOTTO iv KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xvi ABSTRAK xix ABSTRACT

Lebih terperinci