PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR."

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR. M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR iv

2 2008 PERNYATAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir Pengembangan Penyaluran Kredit Melalui Koperasi Dengan Pola Swamitra Untuk Peningkatan Ekonomi Daerah dan Masyarakat di Kota Pekanbaru adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini, Bogor, Juli 2008 R. Mochtar M. v

3 ABSTRACT R. MOCHTAR M. Development of Credit Disbursement by Cooperative trough Swamitra Arrangement to Increase the Region and People Economy in Pekanbaru City. Under supervision of LALA M. KOLOPAKING, and LUKMAN M. BAGA Local government of Riau Province through Cooperation and UKM Department of Riau Province in 2001 has allocated 18 billion rupiah to 36 units of credit cooperative in 15 regencies/cities. This program aims to develop swamitra arrangement held in The objectives of this research is to analyze swamitra arrangement supporting credit cooperative and identify impacts and strategies of credit through swamitra arrangement for region and people economy. This research indicated that the implementation of credit through swamitra arrangement in Pekanbaru City worked well. The indications such as credit disbursement succeeds to strengthen cooperation capital, accelerate credit disbursement, and use professional worker to strengthen cooperation also technological expert to disburse credit trough computer. Besides, fund given by Riau Province government to increase swamitra arrangement has contributed to PAD. Generally, developing of credit disbursement of swamitra arrangement has positive impact for regonal economy. To develop swamitra arrangement further, some constraints have to be controlled such as requirements to have credit rent, condition of enterprises, interest rate of credit, and adjustment between time to return and amount of rent. Swamitra arrangement is a good program to support cooperative in disbursing credit as well. In the future, development of exit strategy program is required for cooperatives which are swamitra arrangement locations. Keywords: Cooperative, Credit, Swamitra vi

4 RINGKASAN R. MOCHTAR M. Pengembangan Penyaluran Kredit Melalui Koperasi Dengan Pola Swamitra untuk Peningkatan Ekonomi Daerah dan Masyarakat di Kota Pekanbaru : LALA M. KOLOPAKING dan LUKMAN M. BAQA. Kajian bertujuan untuk menelaah pengembangan penyaluran kredit melalui koperasi yang dimitrakan dengan perbankan. Pola Swamitra adalah salah satu bentuknya, yang merupakan kerjasama yang berazazkan prinsip-prinsip kebersamaan dan saling menguntungkan (saling butuh, saling memperkuat dan saling menguntungkan). Kerjasama kemitraan ini dilakukan antara Bank Bukopin dengan koperasi, untuk memoderenisasi usaha simpan pinjam melalui pemanfaatan jaringan teknologi (network) dan dukungan sistem manajemen yang profesional sehingga memiliki kemampuan memberikan pelayanan jasa-jasa keuangan yang lebih luas. Pemerintah Daerah Provinsi Riau pada Tahun Anggaran 2001 melalui Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Riau telah mengalokasikan dana APBD Provinsi Riau sebesar 18 Milyar bagi 36 Unit Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi di 15 Kabupaten/Kota Provinsi Riau untuk mengembangkan Pola Swamitra ini dan pada Tahun 2006 akan dilaksanakan kembali. Berdasarkan hal tersebut, kajian ini berupaya menelaah kebenaran tentang pola Swamitra dalam mendorong Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi menjadi lembaga pembiayaan yang dapat memberikan kemudahan pinjaman kepada anggota dan calon anggota untuk membiayai usaha-usaha produktif. Kajian ini mengidentifikasi dampak dan strategi yang terjadi akibat pemberian kredit melalui Pola Swamitra terhadap ekonomi daerah dan ekonomi masyarakat di Kota Pekanbaru. Kajian ini dilaksanakan selama dua bulan. Lokasi kajian bertempat di Kota Pekanbaru Provinsi Riau, diseluruh unit Swamitra di Kota Pekanbaru yaitu Unit KPJ Sail Jaya, Koppas Tangkerang dan Koperasi Fatma Pesona Adhi Karya. Dasar pertimbangan dipilihnya di Kota Pekanbaru sebagai tempat kajian adalah 1) kajian ini bersifat makro sehingga satuan unit kajian diambil pada tingkat Kota Pekanbaru; 2) program-program bantuan permodalan bagi usaha kecil menengah dan Koperasi diputuskan pada tingkat Kota Pekanbaru; 3) dapat ditelurusi dan dikaji tentang tingkat perkembangan penyaluran bantuan modal dan tentang kemampuan Koperasi melalui pola Swamitra memperkuat struktur permodalan untuk membiayai usaha-usaha produktif anggota/calon anggotanya serta kemampuan pola Swamitra dalam meningkatkan peran koperasi untuk mendukung sasaran ekonomi kerakyatan; 4) tersedianya data pendukung berupa data primer dan data sekunder. Hasil kajian menemukan bahwa pelaksanaan kredit Pola Swamitra di Kota Pekanbaru berjalan baik, karena berhasilnya kredit yang disalurkan memperkuat permodalan koperasi, memperlancar penyaluran kredit dengan meminimumkan kredit macet dan dapat menyerap tenaga profesional untuk memperkuat koperasi serta alih teknologi dalam penyaluran kredit berbasis komputer. Selain itu, dana penyertaan yang vii

5 diberikan oleh Pemerintah Provinsi Riau untuk pengembangan Pola Swamitra sebesar Rp. 18 Milyar dicatat telah menyumbangkan PAD 1,9 Milyar dan pemanfaatan kredit dilakukan oleh penerima kredit anggota koperasi untuk memperluas usaha, menambah modal usaha, menambah jumlah tempat/lokasi usaha dan membuka usaha baru. Secara umum pengembangan penyaluran kredit dengan Pola Swamitra ini memberikan dampak positif terhadap ekonomi masyarakat. Dampak tersebut berbeda-beda pada masingmasing jumlah pinjaman yaitu semakin besar jumlah pinjaman maka semakin besar pula dampak yang ditimbulkan. Untuk mengembankan lebih lanjut Pola Swamitra ini ada beberapa masalah yang perlu diperhatikan dan ditangani diantaranya persyaratan memperoleh pinjaman kredit seperti agunan, kondisi riil usaha yaitu jumlah modal sendiri (aset finansial), suku bunga kredit dan perlu adanya kesesuaian antara lama pinjaman dengan jumlah pinjaman. Penyaluran kredit dengan Pola Swamitra ini pada dasarnya cukup berhasil. Dengan demikian perlu diperluas dan lebih dikenalkan kepada masyarakat luas. Kredit dengan pola ini perlu dibangun dengan citra atau image meskipun melalui koperasi tetapi berbasis pelayanan perbankan yang profesional. Pengembangan Pola Swamitra pada masa mendatang perlu menggunakan empat strategi utama yaitu mengadakan pelatihan dan bimbingan teknis. Strategi kedua meningkatkan peran dan fungsi koperasi. Strategi ketiga meningkatkan pembiayaan dan pendampingan bagi usaha kecil menengah/ukm. Strategi keempat adalah meningkatkan kepercayaan anggota dan masyarakat yang membutuhkan dana tapi tidak memiliki agunan. Dalam konteks pengembangan penyaluran melalui strategi yang dikemukakan, hal lain yang diperlukan didalam penyokong hal tersebut adalah adanya kebijakan dalam penurunan bunga agar lebih kecil dari 9 %. Selain itu, dicara celah pengaturan agar persyaratan peminjaman dapat lebih mudah. Dana yang disalurkan untuk UKM dari pemerintah daerah diperbesar. Ada perbaikan pelayanan pembayaran angsuran dengan menggunakan fasilitas ATM, selain itu menambah jangka waktu kredit. Hal yang penting juga, perlu adanya kegiatan evaluasi rutin terhadap penerima kredit Swamitra untuk antisipasi agar tidak terjadi kredit macet/menunggak, karena saat ini evaluasi yang dilakukan hanya menegur setelah penerima kredit menunggak. Untuk yang menunggak antisipasi masalah dilakukan yang diperlukan juga adalah mendampingi peminjam melalui komunikasi tentang kondisi usaha yang sedang dihadapi. Dasar komunikasi yang dilakukan adalah membangun kepercayaan pihak pengelola Pola Swamitra, bahwa penerima kredit berkomitmen akan membayar. Dengan semangat mencari solusi bersama melalui cara-cara untuk memfasilitasi kemungkinan penunggakan seperti menambah bulan angsuran, memberikan keringanan jumlah angsuran. Pola Swamitra adalah sebuah program yang dapat terus dikembangkan untuk menjadikan koperasi dapat kuat untuk menyalurkan dana berupa kredit secara baik. Dengan demikian, untuk selanjutnya yang perlu dipikirkan adalah pengembangan program exit strategy dari koperasi-koperasi yang menjadi lokasi Program Swamitra. Hal ini dapat menjadi bahan pemikiran bagi pengembang program maupun Pemerintah Provinsi Riau khususnya yang turut aktif didalam menyokong penerapan penyaluran kredit melalui koperasi dengan Pola Swamitra. viii

6 @ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB ix

7 PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU Oleh : R. MOCHTAR M. NRP. A Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional Pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 x

8 Dosen Penguji Luar Komisi : 1. Dr Yusman Syaukat 2. Ir Shorea Khaswarina, MP xi

9 Judul Tugas Akhir : Pengembangan Penyaluran Kredit Melalui Koperasi Dengan Pola Swamitra untuk Ekonomi Daerah dan Masyarakat di Kota Pekanbaru Nama : R. Mochtar M. NRP : A Disetujui Komisi Pembimbing, Dr Ir Lala M Kolopaking, MS Ketua Ir Lukman M. Baqa, MEc Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Yusman Syaukat MEc Prof Dr Ir Khairil A, Notodiputro, MS xii

10 Tanggal Ujian : Tanggal Lulus : xiii

11 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan Tesis yang berjudul Pengembangan Penyaluran Kredit Melalui Koperasi Dengan Pola Swamitra untuk Ekonomi Daerah dan Masyarakat di Kota Pekanbaru. Tulisan berupa tugas akhir ini merupakan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Lala M Kolopaking, MS dan Ibu Ir Shorea Khaswarina, MP sebagai Dosen pengasuh dan pembimbing tugas akhir ini yang telah banyak memberikan dan menambah ilmu, pengalaman, dan wacana pemikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal ini. Terima kasih juga kepada seluruh dosen dan rekan-rekan di Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Tugas Akhir ini disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagaian persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Program Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Mudah-mudahan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat selain bagi penulis, juga bagi yang membacanya. Terima kasih. Pekanbaru, April 2008 Penulis xiv

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rengat Riau pada tanggal 18 Nopember 1949 sebagai anak ke tiga dari lima bersaudara, dengan ayahanda Radjamat dan Ibunda Hj. R. Zainar Saleh. Mempunyai Istri Dra. Elma Yusniarti bekerja sebagai Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan pada Badan Pemberdayaan Perlidungan Masyarakat Provinsi Riau, dikaruniahi 4 (empat) orang anak. Pendidikan Sarjana ditempuh pada Fakutas Ekonomi Unioversitas Riau Pekanbaru, Jurusan Ekonomi Umum dan selesai tahun 1979.Pada tahun 2005 mengikuti Program S 2 / MPD IPB, dengan Bea Siswa Pendidikan Pasca Sarjana dari Pemerintah Provinsi Riau. Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil tahun 1979 pada Kantor Pembangunan Desa Kabupaten Indragiri Hulu Rengat, sekarang menjabat sebagai Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Riau sejak tahun 2004 sampai dengan sekarang xv

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Kajian Tujuan Umum ,3,2 Tujuan Spesifik Manfaat Kajian... 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Koperasi dan Ekonomi Rakyat Pola Swamitra Ikhtisar BAB III. METODOLOGI KAJIAN Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Kajian Metode Penelitian Sasaran Penelitian dan Teknik Sampling Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode Perancangan Program BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI KAJIAN Keadaan Umum Lokasi Kajian Letak dan Luas Wilayah Letak Batas Wilayah Pengunaan Tanah dan Lahan Sungai xvi

14 Iklim Administrasi Daerah Letak dan Luas Jarak Ibukota Kependudukan Jumlah dan Kepadatan Penduduk Perkembangan Pelayanan Sosial Perkembangan Pendidikan Perkembangan Palayanan Kesehatan Perkembangan Ekonomi Prasarana dan Sarana Ekonomi Panjangan Jalan Perkembangan Perbankan Perkoperasian Penyaluran Kredit Perkembangan Ekonomi Daerah BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemberdayaan UKMK dalam Pembangunan Ekonomi Profil Dinas Koperasi Dan UKM Provinsi Riau Dasar Hukum Tugas Pokok dan Fungsi Susunan Organisasi Faktor Pendukung Visi Dan Misi Tujuan Dan Sasaran Profil PT. Bank Bukopin Sebagai Pengembang Pola Swamitra Profil Swamitra Dampak Pemberian Kredit melalui pola Swamitra Dampak Terhadap Peminjam Skala Kecil ( Pinjaman Kurang Rp 10 Juta) Dampak Terhadap Peningkatan Aset xvii

15 dan Skala Usaha Dampak Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Dampak Terhadap Perluasan Pasar Dampak Terhadap Peningkatan Pendapatan Dampak Terhadap Peminjam Skala Sedang. (Pinjaman Rp 10 Juta sampai dengan Rp 30 Juta) Dampak Terhadap Peningkatan Aset dan Skala Usaha Dampak Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Dampak Terhadap Perluasan Pasar Dampak Terhadap Peningkatan Pendapatan Dampak Terhadap Peminjam Skala Besar.(Pinjaman Rp. 30 Juta sampai Rp. 50 Juta) Dampak Terhadap Peningkatan Aset dan Skala Usaha Dampak Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Dampak Terhadap Perluasan Pasar Dampak Terhadap Peningkatan Pendapatan Masalah Yang Dihadapi Oleh Peminjam BAB VI. STRATEGI PELAKSANAAN POLA SWAMITRA Analisa SWOT pada Pelaksanaan Pola Swamitra Di Kota Pekanbaru Strategi Prioritas Pelaksanaan Pola Swamitra Di Kota Pekanbaru BAB VII. KESEIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Implikasi Kebijakan DAFTAR PUSTAKA xviii

16 19 DAFTAR TABEL Tabel Tabel 1. Perbandingan Luas Wilayah di Kota Pekanbaru... Tabel 2. Distribusi Luas Tanah di Kota Pekanbaru menurut Penggunaanya Tahun Tabel 3. Kelurahan dirinci menurut status Kecamatan... Tabel 4. Jumlah Rumahtangga, Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Menurut Kecamatan, Tahun Tabel 5. Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru yang berumur 10 tahun Keatas Menurut Pendidikan Dan Ijazah Yang Dimiliki, pada Tahun Tabel 6. Penduduk Kota Pekanbaru dirinci menurut Kelompok umur dan jenis kelamin... Tabel 7. Panjang Jalan Kota Pekanbaru... Tabel 8. Perkembangan Jumlah Bank di Riau... Tabel 9. Perkembangan Aktiva Menurut Kelompok Bank di Riau... Tabel 10. Struktur DPK Perbankan Riau Pasca Otonomi Daerah... Tabel 11. Rencana Target Pencapaian Koperasi Berkualitas (Klasifikasi A,B,C) Tahun 2006 S/D 2009 Propinsi Riau... Tabel 12a. Target Penumbuhan Wiarausaha Baru Tahun Tabel 12b. Alokasi Kredit Perbankan di Riau Jenis Penggunaan... Tabel 13. Distribusi Penyaluran Kredit Menurut Kab/Kota di Riau... Tabel 14. Perkembangan Kredit Usaha Kecil Menurut Penggunaan di Riau (juta Rupiah)... Tabel 15. Pendapatan Regional dan angka per kapita Kota Pekanbaru... Tabel 16. Pemberian Pinjaman Swamitra Berdasarkan Jenis Usaha....Tabel 17. Perkembangan Keuangan Swamitra Kota Pekanbaru... Tabel 18. Perkembangan Swamitra Pola PEMDA... Tabel 19. Perkembangan Keuangan Swamitra Periode Tabel 20. Jenis Pekerjaan Pokok dan Sampingan, Besar Kredit dan Tujuan Penggunaan Pinjaman yang diperoleh... Tabel 21. Jenis Asset yang dimiliki oleh Peminjam... Tabel 22. Keadaan Volume Penjualan per bulan Sampel sebelum dan Sesudah Memperoleh Kredit Swamitra... Tabel 23. Jumlah Tenaga Kerja Peminjam Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Swamitra... Tabel 24. Perubahan Tenaga Kerja Sesudah Menerima Kredit... Tabel 25. Perbandingan Pemasaran Produk/Perluasan Pasar Usaha Peminjam setelah menerima kredit. Tabel 26. Pendapatan Bersih Sampel Sebelum dan Sesudah Mempeoleh Kredit Swamitra. Halaman

17 20 Tabel 27. Jenis Pekerjaan Pokok dan Sampingan, Besar Kredit dan Tujuan Penggunaan Pinjaman yang diperoleh Tabel 28. Jenis Asset yang dimiliki oleh Peminjam.... Tabel 29. Keadaan Volume Penjualan per Bulan Sampel sebelum dan Sesudah Memperoleh Kredit Swamitra... Tabel 30. Jumlah Tenaga Kerja Sampel sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Swamitra... Tebel 31. Perubahan Tenaga Kerja Sesudah Menerima Kredit... Tabel 32. Perluasan Pasar Usaha Sampel dengan Pinjaman antara Rp. 10 juta Rp. 30 juta... Tabel 33. Pendapatan Bersih Sampel Sebelum dan Sesudah Mempeoleh Kredit Swamitra... Tabel 34. Jenis Pekerjaan Pokok Sampingan, Besar Kredit dan Tujuan Penggunaan Pinjaman yang diperoleh.... Tabel 35. Jenis Aset yang dimiliki oleh Sampel... Tabel 36. Volume Penjualan per Bulan sampel Sebelum dan Sesudah Memperoleh Kredit Swamitra... Tabel 37. Perubahan Tenaga Kerja yang digunakan setelah menerima Kredit.... Tabel 38. Perluasan Pasar dari Usaha Pokok Sampel... Tabel 39. Pendapatan Bersih Sampel Sebelum dan Sesudah Memperoleh Kredit Swamitra... Tabel 40. Penilaian Komponen-komponen SWOT Pelaksanaan Pola Swamitra... Tabel 41. Analisis Faktor-faktor Strategi Internal... Tabel 42. Analisis Faktor-faktor Strategi Eksternal... Tabel 43. Pemilihan Strategi Pada Pelaksanaan Pola Swamitra

18 21 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman Gambar 1 Pengembangan Kegiatan Penyaluran Kredit Pola Swamitra Untuk Peningkatan Ekonomi Daerah Dan Masyarakat Di Kota Pekanbaru... Gambar 2 Pola kemitraan swamitra/pola kerjasama Pola Swamitra

19 22 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menghadapi era globalisasi dan AFTA, serta fase APEC sampai pada tahun 2020, selain merupakan tantangan juga merupakan peluang yang sangat strategis untuk memberdayakan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK). Adanya kemauan politik yang tinggi dari pemerintah juga merupakan peluang yang sangat besar untuk menumbuhkembangkan ekonomi rakyat, khususnya UKMK. Melalui paradigma baru pembangunan diharapkan tidak lagi terjadi pemusatan aset ekonomi produktif pada segelintir orang atau golongan, melainkan justru sebaliknya memperluas aset produktif ditangan rakyat. Hal ini dalam arti meningkatkan partisipasi dan advokasi rakyat dalam proses pembangunan, ketersediaan dana yang cukup untuk mereka didalam pengembangan koperasi dan UKM. Proses yang pada akhirnya merupakan upaya pembangunan basis ekonomi wilayah di tingkat kabupaten/kota, kecamatan dan pedesaan. Pada gilirannya prose itu dapat meluaskan kesempatan usaha yang berkeadilan bagi rakyat didalam menikmati hasil-hasil pembangunan. Kesemuanya itu mencirikan bahwa tantangan dan peluang pemberdayaan ekonomi rakyat didalam era setelah pasca reformasi menjadi hal yang perlu diperjuangkan. Peran UKMK sangat penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta dalam mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekeluargaan dan keterbukaan. Koperasi dan UKM yang sebagian besar juga tergabung sebagai anggota koperasi menampung sebagian besar angkatan kerja dan merupakan mayoritas perusahaan yang ada. Dalam kehidupan ekonomi yang seperti ini koperasi selayaknya memiliki ruang gerak dan kesempatan usaha yang luas, terutama yang menyangkut kepentingan kehidupan ekonomi rakyat. Perkembangan pertumbuhan UKMK selama ini belum sepenuhnya menampakkan wujud dan perannya seperti diharapkan sebagaimana dimaksud dalam UUD Pada saat ini, kondisi UKMK umumnya masih lemah, baik kondisi internal 22

20 23 berupa permodalan, manajemen dan organisasi, teknologi dan jaringan usaha maupun kondisi eksternal yang disebabkan oleh lingkungan strategis seperti penguasaan pasar, berbagai sumber dan kegiatan ekonomi. Dalam kondisi demikian, sangat sulit bagi UKMK untuk dapat tumbuh dan berkembang serta mewujudkan fungsi dan perannya dengan baik, apalagi dihadapkan pada reformasi ekonomi yang saat ini sedang dilakukan mengarah kepada mekanisme pasar dan persaingan bebas sebagaimana kecenderungan tuntutan dalam era globalisasi. Dalam situasi yang demikian diperlukan peranan pemerintah dan masyarakat agar UKMK dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana Usaha Besar. Untuk menjadi besar, UKMK di Provinsi Riau harus memiliki visi dan misi. Visi UKMK di Provinsi Riau sebagai pelaku dalam sistem perekonomian yang berbasis kerakyatan. Sedangkan misi UKMK adalah (1) memberdayakan UKMK menjadi pelaku ekonomi yang tangguh dan profesional; (2) mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berdaya saing melalui peningkatan sumber daya alam dan sumber daya manusia, memperkuat kelembagaan, struktur permodalan, pengembangan teknologi dan jaringan UKMK. Dalam rangka menumbuhkembangkan dan memberdayakan ekonomi kerakyatan sangat diperlukan kemampuan dari semua pihak terutama bantuan permodalan dalam rangka perkuatan modal koperasi untuk digunakan mengembangkan dan memperluas kegiatan usaha-usaha produktif anggota dan calon anggota koperasi. Oleh karena itu, untuk menjalin keseimbangan pelayanan koperasi dalam rangka memberikan pinjaman pada anggota dan calon anggotanya serta dapat berdaya guna dan berhasil guna untuk memperkokoh ekonomi yang berbasis kerakyatan, maka perlu dikembangkan kerjasama koperasi dengan pihak perbankan. Satu contoh didalam hal tersebut adalah penyaluran kredit melalui koperasi dengan Pola Swamitra. Pola Swamitra hakekatnya dikembangkan dengan bentuk kerjasama koperasi dengan lembaga perbankan yang berazazkan prinsip-prinsip kebersamaan dan saling menguntungkan (saling butuh, saling memperkuat dan saling menguntungkan). Pola kerjasama kemitraan ini dilakukan antara Bank Bukopin dengan Koperasi. Ciri khasnya adalah untuk memoderenisasi usaha simpan pinjam koperasi melalui pemanfaatan jaringan teknologi (network) dan dukungan sistem manajemen yang profesional, 23

21 24 sehingga memiliki kemampuan memberikan pelayanan jasa-jasa keuangan yang lebih luas. Hal ini sesuai dengan tujuan dari pola Swamitra yaitu untuk memperkuat struktur permodalan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi, dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM)-nya dalam mengelola keuangan serta menyerap tenaga kerja yang profesional. Pemerintah Daerah Provinsi Riau pada Tahun Anggaran 2001 melalui Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Riau telah mengalokasikan dana APBD Provinsi Riau sebesar Rp18 Milyar bagi 36 unit koperasi simpan pinjam/unit simpan pinjam koperasi di 15 Kabupaten/Kota Provinsi Riau untuk usaha penyertaan modal. Jumlah koperasi di Provinsi Riau setiap tahun bertambah yaitu pada tahun 2004 ada sebanyak unit, pada tahun 2005 sebanyak unit, pada tahun 2006 sebanyak unit dan pada tahun unit dan tahun 2008 sebanyak unit (Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Riau, 2008). Meskipun pola Swamitra digagas sebagai salah satu upaya untuk memberdayakan fungsi dan peran koperasi serta lembaga keuangan mikro agar mampu mendukung ekonomi rakyat, namun masih timbul pertanyaan: apakah Pola Swamitra ini telah mampu mewujudkan Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi yang baik sebagai lembaga pembiayaan yang dapat memberikan kemudahan pemberian pinjaman kepada anggota dan calon anggota untuk membiayai usaha-usaha produktif seperti pertanian, tanaman pangan, hortikultura, nelayan, peternakan, industri kecil, perdagangan. Adakah atau bagaimana dampak yang terjadi akibat pemberian kredit Swamitra terhadap ekonomi daerah dan ekonomi masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi perhatian dari kajian ini. Bahkan, kajian ini ingin mencoba mengenal pasti atas pertanyaan-pertanyaan tersebut Perumusan Masalah Pembangunan koperasi sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat perlu mengalami perubahan yang mendasar. UKMK masih menghadapi berbagai masalah yang bersifat internal maupun eksternal. Untuk itu maka perlu dilakukan suatu upaya dalam mengatasi permasalahan yang ada. Salah satu upaya yang telah dilakukan dan akan dilaksanakan kembali yaitu upaya bantuan permodalan melalui Pola Swamitra 24

22 25 dalam rangka perkuatan modal Koperasi untuk digunakan mengembangkan dan memperluas kegiatan usaha-usaha produktif anggota dan calon anggota Koperasi. Persoalan mengembangkan pengembangan usaha kecil dan menengah seperti koperasi, hakekatnya merupakan proses yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan yang berkeadilan dan bagian penting dari prosesnya itu keterlibatan pihak-pihak berkepentingan dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, hingga pembagian perolehan hasil. Ketidakberhasilan dalam pelaksanaan pengembangan koperasi yang terjadi bukan tanpa sebab atau merupakan sebuah bias dari pengembangan usaha kecil dan menengah lainnya, namun lebih tepat merupakan sebuah agenda tersembunyi (hidden agenda), hal ini disebabkan beberapa faktor : 1) tidak transparannya dan keterbatasan pelaksanaan manajemen di dalam koperasi tersebut; 2) adanya persepsi tentang setiap bantuan sebagai suatu tanggung jawab sosial dari penyedia bantuan modal dari pemerintah; 3) kuantitas dan kualitas keberadaan kelembagaan pendukung (supporting agency) masih kurang sehingga dapat mengurangi kesenjangan antara usaha kecil, menengah; 4) usaha besar masih kurang menghargai usaha kecil terhadap persyaratan atau faktor QCD (Quality, Cost, Delivery); 5) kualitas SDM masih rendah. Pengembangan kelembagaan seperti koperasi masih terdapatnya beberapa kelemahan. Secara umum beberapa kelemahan itu yang menjadi hambatan masih ditemukan antara lain lemahnya posisi petani atau pelaku ekonomi kerakyatan karena kurangnya kemampuan manajerial, wawasan dan kemampuan kewirausahaan. Kondisi ini mengakibatkan petani kurang mampu mengelola usaha tani secara efisien dan komersial. Adanya permasalahan dalam pelaksanaan pola kemitraan, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha UKMK sebagai salah satu perwujudan perberdayaan ekonomi kerakyatan. Salah satu langkah nyata yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Riau melalui Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Riau yaitu menyelenggarakan Program Penyaluran dan Pengelolaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Swamitra. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan pengkajian apakah pola Swamitra ini telah mampu mewujudkan Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi sebagai lembaga pembiayaan yang dapat 25

23 26 memberikan kemudahan pemberian pinjaman kepada anggota dan calon anggota untuk membiayai usaha-usaha produktif sehingga mampu memperkuat struktur permodalan bagi Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi Tujuan dan Manfaat Kajian Tujuan Umum Tujuan umum kajian ini adalah untuk mengidentifikasi perkembangan pelaksanaan kredit melalui koperasi dengan Pola Swamitra terhadap peningkatan pendapatan anggota ekonomi daerah, serta merumuskan strategi pengembangan penyaluran kredit melalui Koperasi dangan Program Pola Swamitra Tujuan Spesifik 1. Untuk mengidentifikasi perkembangan pelaksanaan kredit oleh PT. Bank Bukopin melalui Pola Swamitra. 2. Untuk mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat pengembangan kegiatan penyaluran Kredit Pola Swamitra untuk peningkatan ekonomi daerah dan masyarakat. 3. Merumuskan strategi pengembangan penyaluran Kredit melalui Koperasi dengan Pola Swamitra Manfaat Kajian Manfaat dari kajian ini adalah: 1. Hasil kajian dapat diguna bagi sebagai bahan informasi dan acuan dalam hal pelaksanaan dan pengembangan program perkreditan melalui koperasi dengan Pola Swamitra. 2. Hasil kajian dapat dimanfaatkan sebagai rujukan masyarakat yang ingin melakukan pinjaman untuk pengembangan usaha baru dan/atau usaha yang sedang dijalani. 26

24 27 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Koperasi dan Ekonomi Rakyat Koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional, dalam hal ini berarti bahwa koperasi harus memegang peran aktif untuk mewujudkan tercapainya kesejahteraan hidup masyarakat, karena dengan tercapainya peningkatan pendapatan maka para anggota koperasi yang telah membiasakan diri dalam rasa kesetiakawanan, gotong royong dan kesadaran bermasyarakat, akan menyisihkan sebagian dari pendapatannya melalui koperasi, sebagai dana penunjang pelaksanaan pembangunan didaerahnya, yang mana pembangunan tersebut akan lebih melancarkan lagi kehidupan ekonomi didaerah tersebut, seperti misalnya dana swadaya masyarakat untuk pembangunan/rehabilitasi jalan-jalan pedesaan, jembatan-jembatan, elektrifikasi pedesaan, dan lain sebagainya. Fungsi Koperasi Indonesia dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2002, bagian 2, pasal 4 adalah sebagai berikut : 1) sebagai alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat; 2) sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional; 3) sebagai salah satu urat nadi perekonomian bangsa Indonesia; 4) sebagai alat pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat. Fungsi koperasi sebagai alat perjuangan ekonomi, tentang hal ini bermakna bahwa: 1) tujuan koperasi bukan untuk mengejar keuntungan semata-mata, tetapi yang utama adalah memberikan jasa-jasa agar para anggotanya bersemangat dan bergairah kerja, sehingga tercapai peningkatan pendapatannya; 2) dalam hal memberikan jasa-jasa ini, koperasi selain berjuang untuk memberikan kemudahan-kemudahan dan menyediakan fasilitas-fasilitas untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan para anggotanya, juga memberikan bimbingan dan usaha pembinaan kepada anggotanya (yang umumnya berekonomi lemah) agar mereka masing-masing dapat memperbaiki cara kerja, mutu hasil kerja dan jumlah hasil kerja, sehingga dalam wadah koperasi 27

25 28 secara terpadu dan terarah mereka dapat memberikan sumbangan besar, baik terhadap pembangunan masyarakat pedesaan, regional dan nasional. Koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional berarti bahwa koperasi harus memegang peranan aktif untuk mewujudkan tercapainya kesejahteraan hidup masyarakat. Koperasi berfungsi sebagai urat nadi perekonomian bangsa Indonesia, karena 1) koperasi merupakan wadah bagi produsen di pedesaan yang mampu menyalurkan dengan harga wajar seluruh produk yang dihasilkan ke para konsumen di perkotaan; 2) koperasi mampu mengelola pengadaan atau penyediaan produk dan fasilitas yang diperlukan rakyat ekonomi lemah; 3) ditinjau dari aktivitas pemasaran segala produk yang dihasilkan produsen di pedesaan ke konsumen di perkotaan dengan harga yang layak dan memuaskan. Koperasi sebagai alat pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat (Kartasapoetra, 2003). Peranan dan tugas koperasi pada pasal 7 ayat 1 UU No 12 Tahun 1997 adalah untuk mempersatukan, mengerahkan, membina dan mengembangkan potensi, daya kreasi, daya usaha rakyat untuk meningkatkan produksi dan mewujudkan tercapainya pendapatan yang adil dan keadilan yang merata. Koperasi bertujuan ideal karena tujuannya bukan profit undertaking, tetapi service undertaking. Koperasi bersifat komersial, karena untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan para anggotanya, badan ini harus melakukan usaha, simpan pinjam, berdagang, jual beli, melakukan produksi dan lain sebagainya yang menghasilkan laba untuk :1) menutup biaya-biaya dan perongkosan dan mempertahankan agar kelangsungan hidup koperasi dapat berlangsung sebagai mana mestinya; 2) dikembalikan kepada anggota dan sebagaian disisihkan sebagai dana pembangunan daerah/lingkungan, yang hasilnya dapat lebih mengairahkan hidup lebih baik dan teratur (Kadar, 1967). Peran koperasi juga penting didalam memperbaiki tatanan struktur perekonomian daerah. Oleh karena hasilnya selain dapat mendorong perekonomian yang melibatkan orang banyak dapat menjadi sarana menekan munculnya masalah sosial akibat ketimpangan sosial ekonomi. Hal ini secara nyata juga telah mempunyai payung hukum sebagaimana diamanatkan oleh TAP MPR 1998 No XVI/1998 tentang 28

26 29 pemberian prioritas dan bantuan pengembangan ekonomi rakyat mencakup langkahlangkah sebagai berikut : 1) pemerintah akan membantu mengembangkan dan memberikan prioritas kepada usaha ekonomi lemah; 2) usaha ekonomi menengah dan koperasi akan memperoleh kesempatan utama dukungan dan perlindungan serta pengembangan; 3) BUMN dan usaha swasta besar akan didorong untuk bermitra dengan usaha kecil menengah dan koperasi; 4) usaha kecil menengah dan koperasi akan diberi akses terhadap pengolahan tanah, terutama di bidang pertanian termasuk bidang kehutanan dan perkebunan; 5) usaha kecil menengah dan koperasi juga diberi kesempatan untuk mengakses sumber dana dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Hal-hal itu semua sangat penting bagi pengembangan ekonomi rakyat. Konsep ekonomi rakyat didalam hal ini diartikan sebagai bagian dasar dari caracara rakyat bertahan menjaga kelangsungan hidupnya di pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, perkebunan, industri kecil dan kerajinan serta perdagangan atau kegiatan swasta lainnya, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan. Ekonomi rakyat berciri subsistem (tradisional), dengan modal utama tenaga kerja keluarga, sumber dana dan teknologi seadanya (Mubyarto, 1999). Konsep lain dikemukakan oleh (Angito Abimayu, 2000), ekonomi kerakyatan adalah satu upaya memberdayakan unit ekonomi yang tertinggal oleh karena itu pemerintah menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi perkembangan ekonomi rakyat kecil, ini berarti berpihak kepada rakyat yang tertinggal. Pengertian-pengertian itu sejajar dengan definisi yang diungkap oleh Tim Pengendali Jaring Pengaman Sosial dalam Kompas tanggal 7 Oktober 2001 yang menyebutkan, bahwa ekonomi rakyat adalah sektor ekonomi yang berisi kegiatan-kegiatan ekonomi rakyat, sehingga merupakan landasan empirik lain dari wujud usaha ekonomi kerakyatan dapat dilihat dalam kegiatan usaha kecil dan koperasi. Langkah-langkah strategi yang hakekatnya perlu dipertimbangkan dalam pemberdayaan ekonomi rakyat diantaranya : 1) melakukan identifikasi terhadap pelaku ekonomi seperti Koperasi, Usaha kecil, pertanian dan nelayan mengenai potensi dan mengembangkan usahanya; 2) melakukan program pembinaan yang kontinu terhadap pelaku-pelaku tersebut melalui program pendampingan; 3) melakukan program pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan mereka pada saat mengembangkan usaha; 4) melakukan kordinasi dan evaluasi secara periodik antara instansi yang terlibat 29

27 30 dalam proses pembinaan baik pembinaan permodalan, sumber daya manusia, pasar, informasi pasar maupun penerapan teknologi. Menurut Tonny (2003) pengembangan kelompok sosial ekonomi skala kecil dan menengah mampu menurunkan angka pengangguran, meningkatkan daya beli masyarakat, memberikan peluang pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan usaha-usaha produktif di tingkat komunitas. Tujuh komponen kapasitas di tingkat komunitas dapat dikembangkan untuk mendorong aktivitas-aktivitas ekonomi anggotanya melalui pembentukan kelompok usaha ekonomi produktif yaitu 1) Community leader, siapa saja orang-orang yang berpengaruh dalam masyarakat yang dapat mendorong penguatan kelompok usaha ekonomi produktif; 2) Community technologi, teknologi apa yang digunakan masyarakat untuk memproduksi sesuatu, apa konsekuensi dari suatu komunitas ; 3) Community fund, apakah ada mekanisme penghimpunan dana dalam masyarakat ; 4) Community material, sarana apa saja yang ada di masyarakat berguna untuk pengembangan kelompok, apa modal usaha keluarga/komunitas ; 5) Community knowledge, apa persepsi masyarakat berkaitan dengan usaha mereka, apa harapan terhadap pelayanan ekonomi produktif, sejauh mana kepercayaan para pelaku pelayanan ekonomi produktif; 6) Community decision making, apakah masyarakat disertakan dalam program secara keseluruhan; 7) Community Organizations, usaha ekonomi mana yang dapat berkembang menjadi organisasi ekonomi produktif (Unicef, 1999 dalam Sumarti MC dan Syaukat, 2002). Keberhasilan dalam pemberdayaan ekonomi rakyat bukan hanya tanggung jawab pemerintah melainkan juga instansi lainnya, baik dalam bentuk pembiayaan maupun pengembangan pola kemitraan yang sesuai dengan kondisi suatu daerah. Oleh karena itu peran perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, perusahaan besar swasta dan pemerintah semakin berarti bila keterkaitan tersebut dapat diciptakan dengan baik. Dengan konsep ini perlu diarahkan sesuai potensi daerah yaitu terhadap sektorsektor yang menonjol dalam bidang agrobisnis dan agroindustri khususnya industri kecil berbasis bahan baku lokal termasuk sektor perdagangan dan jasa lainnya. Untuk mencapai dan memperoleh manfaat dari peran koperasi tersebut, maka perlu upaya untuk mengatasi permasalahan yang ada dengan melakukan kemitraan. Kemitraan usaha bertujuan meningkatkan potensi usaha dan menciptakan keterkaitan 30

28 31 dengan berpedoman pada kemitraan yang saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan, saling membutuhkan dalam artian perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan, saling memperkuat dalam artian baik kelompok mitra maupun perusahaan sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis sehingga akan memperkuat kedudukan masing-masing dalam meningkatkan daya saing usahanya, saling menguntungkan yaitu baik kelompok mitra maupun perusahaan memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha. Untuk mendukung pelaksanaan trilogi kemitraan tersebut maka kelompok mitra perlu ditingkatkan kemampuannya serta mentaati perjanjian kemitraan, memupuk modal dan manfaat pendapatan secara rasional Berdasarkan pengalaman mikro yang diuraikan diatas, kemitraan yang dilakukan cukup beragam. Hal yang dikembangkan ternyata memang tidak lepas dari segi legal. Sebagaimana diketahui, secara formal, kemitraan sebagaimana dikonsepsikan dalam Undang-Undang (UU) No. 9 tahun 1995 adalah : kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari pola Swamitra (Kartasoepoetra, 2003) Pola Swamitra Pola Swamitra adalah suatu bentuk kerja sama kemitraan antara koperasi dengan lembaga perbankan dalam hal ini Bank Bukopin selaku pemilik dan pengembang program. Ciri Pola Swamitra adalah pengembangan kemitraan untuk penyaluran kredit melalui koperasi dalam rangka peningkatan dan pengembangan teknologi agar menguatkan dan membentuk prosedur yang mengutamakan profesionalisme usaha dari Unit Simpan Pinjam milik koperasi. Tujuan dari Pola Swamitra adalah 1) menumbuhkembangkan usaha simpan pinjam yang mendapat kepercayaan dari calon/anggota koperasi sehingga mampu memberikan dukungan untuk pertumbuhan usaha calon/anggotanya tersebut agar tercapainya suatu peningkatan kesejahteraan; 2) membuka peluang akses permodalan 31

29 32 bagi koperasi yang selama ini menghadapi banyak kendala dalam kerja sama dengan bank atau lembaga keuangan lainnya; 3) mendukung terciptanya sinergi kerja sama antar usaha simpan pinjam di seluruh Indonesia. Disamping itu mamfaat dari Pola Swamitra adalah 1) calon/anggota simpan pinjam dapat melakukan transaksi simpan pinjam, pembayaran tagihan dan kiriman uang dengan lebih baik; 2) perencanaan produksi dan pemasaran dapat dilakukan lebih baik dengan tersedianya fasilitas untuk mengakses informasi dan komunikasi bisnis; 3) memungkinkan terjadinya transaksi jual beli langsung antar penjual dan pembeli dari calon/anggota Swamitra; 4) laporan keuangan beserta perubahannya dapat diketahui lebih cepat dan akurat sehingga pengendalian dan pengawasan dalam pengelolaan Swamitra dapat dilakukan dengan baik. Konsep pengembangan Pola Swamitra adalah 1) sasaran pemberdayaan ekonomi rakyat; 2) menghubungkan kebutuhan produsen/petani dan konsumen; 3) pelayanan transaksi keuangan yang lebih luas; 4) membangun sistem jaringan kerja (network) yang didukung dengan teknologi. Konsep pertama dari pengembangan Pola Swamitra adalah sasaran pemberdayaan ekonomi rakyat maksudnya adalah bagian terbesar peran pelaku ekonomi berasal dari ekonomi kerakyatan dan pemberdayaan usaha kecil perlu dukungan pembinaan teknis, pemasaran dan pembiayaan. Lembaga perbankan dalam hal ini Bank Bukopin mempelopori kerja sama dengan koperasi guna meningkatkan kepercayaan terhadap usaha pengalangan dana dari anggota untuk disalurkan kepada anggota lain yang membutuhkan. Oleh karena itu diharapkan melalui konsepsi ini sasaran pemerintah untuk pemberdayaan ekonomi rakyat akan tercapai. Konsep kedua dari pengembangan Pola Swamitra adalah menghubungkan kebutuhan produsen/petani dan konsumen maksudnya pertumbuhan sektor riel membutuhkan dukungan sistem informasi dan komunikasi untuk efisiensi dan efektifitas. Terhubungnya titik-titik produsen/petani dan konsumen melalui penyediaan sistem informasi dan komunikasi bisnis di Swamitra diharapkan dapat memotong jalur distribusi yang panjang, sehingga produsen dan konsumen sama-sama menikmati nilai tambah. 32

30 33 Konsep ketiga dari pengembangan Pola Swamitra adalah pelayanan transaksi keuangan yang lebih luas yaitu penyediaan layanan transaksi keuangan yang beraneka ragam sudah menjadi kebutuhan masyarakat moderen. Layanan pembayaran transaksi antar daerah/provinsi sudah menjadi kebutuhan yang dapat memperlancar arus perdagangan. Untuk itu pelayanan transaksi yang lebih luas menjadi satu keunggulan Pola Swamitra. Konsep keempat dari pengembangan Pola Swamitra adalah membangun sistem jaringan kerja (network) yang didukung dengan teknologi maksudnya dengan tersebarnya koperasi/swamitra diperlukan adanya sinergi antar koperasi/swamitra. Untuk sinergi tersebut diperlukan sistem jaringan kerja terpadu (network) dengan teknologi muktahir (Hardware dan Software). Pola Swamitra dinilai selain dapat meningkatkan kemampuan koperasi dijangka dapat menguatkan perekonomian daerah. Tidak keliru apabila beberapa pemerintah daerah yang mencoba mendukung upaya kemitraan penyaluran kredit koperasi yang dikembangkan dengan Pola Swamitra ini. Pemerintah Provinsi Riau adalah salah satu pemerintah daerah yang mendukung hal tersebut. 2.3 Ikhtisar Sistem ekonomi kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang memihak kepada kepentingan sebagaian besar rakyat secara adil, manusiawi dan demokratis. Ekonomi kerakyatan harus mengedepankan sektor ekonomi rakyat dimana hidup para petani, nelayan, dan kaum miskin. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan telah menjadi perhatian banyak pihak untuk sekian lama. Tetapi permasalahan pemberdayaan ekonomi rakyat seperti masalah kelembagaan koperasi belum juga menunjukkan perkembangan kearah yang lebih baik. Penyebabnya adalah antara lainnya adanya kekeliruan dalam strategi besar dan kelemahan dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Berdasarkan kompleksitas dari permasalahan diatas maka perlu upaya penanggulangan yang dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan para pelaku pembangunan (pemerintah, swasta, masyarakat). Harapan agar pelaku pembangunan ekonomi rakyat diberi proporsi yang memadai perlu adanya realitas bahwa kebijakan ekonomi cendrung diskriminatif dan 33

31 34 bukan oleh adanya perasaan sentimen terhadap pelaku ekonomi yang berskala besar. Oleh karena itu harus ada upaya menyeimbangkan kembali iklim ekonomi yang tidak sehat bagi seluruh rakyat pelaku pembangunan. Salah satu syarat yang diperlukan agar pembangunan dapat berjalan seperti yang diinginkan, perlu ada kekuatan dari dalam (indegeneous forces) yaitu kekuatan yang ada pada masyarakat itu sendiri berupa keinginan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Upaya pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat merupakan suatu strategi pembangunan daerah, yang memerlukan peran kelembagaan seperti kinerja koperasi sangat menentukan keberhasilan usaha ekonomi mikro tersebut. Salah satu upaya meningkatkan peran koperasi dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Riau adalah pengembangan program Pola Swamitra pada koperasi-koperasi Swadana. Dengan cara pemikiran tersebut, Pemerintah Provinsi Riau telah menggulirkan bantuan modal untuk mendukung penyaluran kredit melalui koperasi dengan Pola Swamitra.. 34

32 35 BAB III METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Usaha skala mikro dan kecil/pedesaan sangat potensial karena jumlahnya sangat besar. Dalam kondisi krisis, usaha skala mikro dan kecil terbukti ikut berperan dalam memyelamatkan kondisi perokonomian nasional. Layanan perbankan ke sektor usaha mikro/kecil memerlukan pengerahan daya yang besar (over head tinggi), penyediaan sumber daya yang memadai, perlu adanya penyederhanaan/penyesuaian persyaratan yang secara umum yang kurang sejalan dengan prudential banking regulation. Dalam rangka menumbuh kembangkan dan memberdayakan ekonomi kerakyatan sangat diperlukan adanya bantuan dari semua pihak terutama bantuan permodalan dalam rangka perkuatan modal bagi lembaga-lembaga usaha mikro/kecil menengah seperti Koperasi untuk digunakan mengembangkan dan memperluas kegiatan usaha-usaha produktif anggota dan calon anggota Koperasi. Pelaksanaan penyertaan modal untuk lembaga-lembaga usaha kecil menengah seperti Koperasi menjadi prioritas tersendiri bagi pemerintah, karena pelaku ekonomi terbesar berada pada usaha kecil menengah. Pemberian bantuan modal untuk menjamin kesinambungan pelayanan Koperasi dalam rangka memberikan pinjaman kepada anggota dan calon anggotanya serta dapat berdaya guna dan berhasil guna untuk memperkokoh ekonomi yang berbasis kerakyatan maka perlu dikembangkan kerja sama Koperasi dengan pihak perbankan. Oleh karena itu digagas suatu program yang disebut dengan Swamitra. Swamitra adalah perwujudan misi lembaga perbankan yang turut berperan dalam perkembangan koperasi dan usaha mikro/kecil. Tujuan pelaksanaan penyertaan modal untuk Koperasi melalui pola Swamitra adalah untuk memperkuat struktur permodalan bagi Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi, dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola keuangan serta menyerap tenaga kerja yang profesional (Gambar 1). Sasaran pelaksanaan penyertaan modal untuk Koperasi melalui pola Swamitra adalah untuk 1) terwujudnya Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi, sebagai lembaga pembiayaan dan dapat memberikan kemudahan pemberian pinjaman 35

33 36 PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU DANA APBD Pola Swamitra Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Transfer Teknologi Penglolaan Simpan Pinjam Menghubungkan Produsen dan Konsumen Pengembangan Jaringan Netword berbasis Komputer Memperkuat Sumber Permodalan Koperasi Penyerapan Tenaga Kerja Profesional Alih Teknologi dan Penguatan SDM Koperasi Kredit Lancar Pendapatan Anggota Meningkat Peningkatan Pendapatan Daerah Strategi Pengembangan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kajian kepada anggota dan calon anggota untuk membiayai usaha-usaha produktif seperti pertanian, tanaman pangan, hortikultura, nelayan, peternakan, industri kecil, perdagangan dan lain-lain; 2) sebagai pedomen teknis Koperasi Simpan Pinjam/Unit 36

34 37 Simpan Pinjam Koperasi pelaksana pola Swamitra dan bank pelaksana serta instansi terkait dan Tim Pengembangan Pola Swamitra di Provinsi Riau dalam rangka pembinaan pengawasan dan pengembangan terhadap pelaksanaan penyertaan modal untuk Koperasi melalui Pola Swamitra di Provinsi Riau. Hal ini selanjutnya menjadi sarana didalam menentukan strategi pengembangan Program Pola Swamitra. Demikian seterusnya, proses penyaluran kredit melalui koperasi dengan Pola Swamitra menjadi sebuah proses yang diharapkan selain meningkatkan pendapatan anggota koperasi dapt juga mendorong perekonimian daerah Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilaksanakan selama dua bulan. Lokasi kajian bertempat di Kota Pekanbaru Provinsi Riau, diseluruh unit Swamitra di Kota Pekanbaru yaitu Unit KPJ Sail Jaya, Koppas Tangkerang dan Koperasi Fatma Pesona Adhi Karya. Dasar pertimbangan dipilihnya di Kota Pekanbaru sebagai tempat kajian adalah 1) kajian ini bersifat makro sehingga satuan unit kajian diambil pada tingkat Kota Pekanbaru; 2) program-program bantuan permodalan bagi usaha kecil menengah dan Koperasi diputuskan pada tingkat Kota Pekanbaru; 3) dapat ditelurusi dan dikaji tentang tingkat perkembangan penyaluran bantuan modal dan tentang kemampuan Koperasi melalui pola Swamitra memperkuat struktur permodalan untuk membiayai usaha-usaha produktif anggota/calon anggotanya serta kemampuan pola Swamitra dalam meningkatkan peran koperasi untuk mendukung sasaran ekonomi kerakyatan; 4) tersedianya data pendukung berupa data primer dan data sekunder Metode Penelitian Sasaran Penelitian dan Teknik Sampling Unit analisis yang digunakan adalah program Swamitra di Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Sasaran kajian adalah masyarakat penerima kredit Swamitra di 3 lokasi unit Swamitra Kota Pekanbaru yaitu Sail, Dupa/Tangkerang dan Simpang Panam. Peminjam dari kajian ini diambil dengan menggunakan purposive sampling, sehingga diperoleh masing-masing Peminjam sekitar 10 % dari setiap range pinjaman. Pada range < 10 juta adalah 116 orang dengan 11 orang. Pada range Rp.10 juta-rp.30 juta jumlah populasi 100 orang dengan Peminjam sebanyak 11 orang. Pada range 37

PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR.

PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR. PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR. M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA 27 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Koperasi dan Ekonomi Rakyat Koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional, dalam hal ini berarti bahwa koperasi harus memegang peran aktif untuk mewujudkan tercapainya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR.

PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR. PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR. M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 22 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menghadapi era globalisasi dan AFTA, serta fase APEC sampai pada tahun 2020, selain merupakan tantangan juga merupakan peluang yang sangat strategis untuk memberdayakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI KAJIAN

BAB III METODOLOGI KAJIAN 35 BAB III METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Usaha skala mikro dan kecil/pedesaan sangat potensial karena jumlahnya sangat besar. Dalam kondisi krisis, usaha skala mikro dan kecil terbukti ikut

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 4 Oktober 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C 3/C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan sangat strategis dalam struktur perekonomian nasional. Karena

I. PENDAHULUAN. peranan sangat strategis dalam struktur perekonomian nasional. Karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha mikro dan kecil merupakan sektor usaha yang mempunyai peranan sangat strategis dalam struktur perekonomian nasional. Karena jumlah industrinya yang besar dan terdapat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN...

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN... BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN, DAN PEMBINAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 47 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH. Merza Gamal

STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH. Merza Gamal STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH Merza Gamal SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro tergolong jenis usaha yang tidak mendapat tempat di bank, rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan dari pemerintah

Lebih terperinci

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya memiliki beberapa fungsi sistem penyuluhan yaitu: 1. Memfasilitasi

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004 QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004 T E N T A N G PEMBERDAYAAN SENTRA USAHA KECIL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGIROE ACEH DARUSSALAM,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi yang strategis serta tanggung jawab terhadap sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Kegiatan usaha koperasi merupakan penjabaran

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang nasional dan ekonomi. Di mana dalam suatu proses perubahan tersebut haruslah

I. PENDAHULUAN. bidang nasional dan ekonomi. Di mana dalam suatu proses perubahan tersebut haruslah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan struktural dalam bidang nasional dan ekonomi. Di mana dalam suatu proses perubahan tersebut haruslah

Lebih terperinci

STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR

STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR OLEH : IRWAN EFENDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK IRWAN EFENDI. Strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI

PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah menyadari pemberdayaan usaha kecil menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat dan sekaligus

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt, atas berkat

Lebih terperinci

STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta) Oleh DIAN PRATOMO

STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta) Oleh DIAN PRATOMO STRATEGI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN USAHA MIKRO (Kasus LKMS BMT KUBE SEJAHTERA Unit 20, Sleman-Yogyakarta) Oleh DIAN PRATOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

ALTERNATIF PENDEKATAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN KABUPATEN KARIMUN

ALTERNATIF PENDEKATAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN KABUPATEN KARIMUN ALTERNATIF PENDEKATAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN KABUPATEN KARIMUN Yudithia SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini,

Lebih terperinci

25 TAHUN. Memperoleh. Oleh : C

25 TAHUN. Memperoleh. Oleh : C PERJANJIAN KREDIT ANTARA PENGUSAHA KECIL MENENGAH DENGAN SWAMITRA PRIMKOPTI ( PRIMER KOPERASI TAHU TEMPE INDONESIA ) DI KABUPATEN KARANGANYAR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG KOPERASI

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN ALAT BANTU PRODUKSI LOKAL BAGI USAHA BIDANG PEREKONOMIAN

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN ALAT BANTU PRODUKSI LOKAL BAGI USAHA BIDANG PEREKONOMIAN GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN ALAT BANTU PRODUKSI LOKAL BAGI USAHA BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang

Lebih terperinci

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1 Oleh: Almasdi Syahza 2 Email: asyahza@yahoo.co.id Website: http://almasdi.staff.unri.ac.id Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang diantaranya hukum, ekonomi, dan politik. Perkembangan perekonomian

Lebih terperinci

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas bersama antara

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha kecil, dalam arti umum di Indonesia, terdiri atas usaha kecil menengah (UKM) maupun industri kecil (IK) telah menjadi bagian penting dari sistem perekonomian nasional,

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI DAN NILAI

BAB III VISI, MISI DAN NILAI BAB III VISI, MISI DAN NILAI VISI PEMBANGUNAN KABUPATEN SIAK Dalam suatu institusi pemerintahan modern, perumusan visi dalam pelaksanaan pembangunan mempunyai arti yang sangat penting mengingat semakin

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR.. TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR.. TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR.. TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

Lebih terperinci

TRIANDI CHANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

TRIANDI CHANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENERAPAN ISO 9001 DI PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI DAN KONTRIBUSINYA PADA PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) SERTA PENYERAPAN TENAGA KERJA KASUS DI KABUPATEN KAMPAR TRIANDI CHANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5835 EKONOMI. Penjaminan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 9). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE SALINAN WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM Kementerian Koperasi dan UKM telah melaksanakan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (KUMKM) agar mampu menjadi pelaku

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI PEMBANGUNAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makro, sehingga bank yang sehat akan memperkuat perekonomian suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. makro, sehingga bank yang sehat akan memperkuat perekonomian suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya semua Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia mempunyai program pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah. 4.1.15 URUSAN WAJIB KOPERASI DAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH 4.1.15.1 KONDISI UMUM Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang sering disebut UMKM, merupakan salah satu bentuk organisasi ekonomi rakyat

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN

FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN FAKTOR FAKTOR KELEMBAGAAN DALAM EKONOMI PERTANIAN A. Lembaga dan Peranannya Lembaga: organisasi atau kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Koordinasi Dinas Olahraga dan Pemuda Provinsi Jawa Barat Dinas Olahraga dan Pemuda

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR Oleh : DIKUD JATUALRIYANTI A14105531 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi pancasila. Secara ideologis normatif sumber dari dasar penjabaran

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi pancasila. Secara ideologis normatif sumber dari dasar penjabaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian indonesia disusun berdasarkan falsafah dan ideologi negara, yaitu pancasila. Perekonomian yang disusun berdasarkan pancasila adalah ekonomi pancasila.

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM 10. URUSAN KOPERASI DAN UKM Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional dan menjadi langkah strategis dalam meningkatkan dan memperkuat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan

TINJAUAN PUSTAKA. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis dimana keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011 A. Isu Strategis Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Samarinda Tahun 2011 merupakan suatu dokumen perencanaan daerah

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH LAMPIRAN: RANCANAN ER SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

IMPACT OF RURAL COMMERCIAL LENDING PT. BRI ON ECONOMIC COMMUNITY IN THE DISTRICT KAMPAR ABSTRACT

IMPACT OF RURAL COMMERCIAL LENDING PT. BRI ON ECONOMIC COMMUNITY IN THE DISTRICT KAMPAR ABSTRACT IMPACT OF RURAL COMMERCIAL LENDING PT. BRI ON ECONOMIC COMMUNITY IN THE DISTRICT KAMPAR ABSTRACT Shorea Khaswarina Department /Agribusiness Studies Program Faculty of Agriculture, University of Riau e-mail:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Skala Usaha UK UM UB Jumlah (Unit/%) /99, /0, /0,01 Kesempatan kerja (%) 88,92 10,54 0,54 Nilai tambah

I. PENDAHULUAN. Skala Usaha UK UM UB Jumlah (Unit/%) /99, /0, /0,01 Kesempatan kerja (%) 88,92 10,54 0,54 Nilai tambah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi bagian penting dari sistem perekonomian Nasional yaitu mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan lapangan usaha

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

SALINAN WALIKOTA LANGSA,

SALINAN WALIKOTA LANGSA, SALINAN QANUN KOTA LANGSA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 melaksanakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang berorientasi pada upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

Abstrak. Kualitas Pelayanan, Kemampuan Pengurus, Partisipasi Anggota, Sisa Hasil Usaha (SHU).

Abstrak. Kualitas Pelayanan, Kemampuan Pengurus, Partisipasi Anggota, Sisa Hasil Usaha (SHU). Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi Serba Usaha (KSU) di Kecamatan Denpasar Selatan Nama : I Gede Andika Miarta NIM : 1306105118 Abstrak Koperasi merupakan salah satu

Lebih terperinci