BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Laba-laba. Laba-laba tergolong dafam filum Artropoda, subfilum Chelicerata, kelas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Laba-laba. Laba-laba tergolong dafam filum Artropoda, subfilum Chelicerata, kelas"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Laba-laba Laba-laba tergolong dafam filum Artropoda, subfilum Chelicerata, kelas Arachnida dan ordo Araneae. Laba-laba mudah dibedakan dari serangga dengan ciriciri sebagai berikut : tubuh hanya terbagi dalam dua bagian yaitu abdomen dan sefalotoraks, tidak memiliki antena, tungkai empat pasang, sepasang palpus yang terdiri dari enarn mas yang pada jantan dimodifikasi untuk memindahkan sperma, tidak bersayap, memiliki mata oseli yang sangat sederhana berjumlah empat atau dua pasang. Sefalotoraks dihubungkan oleh pedisel dengan abdomen. Pada sefalotoraks terdapat mata oseli, alat mulut dan tungkai. Pada abdomen terdapat sistem pernafasan, reproduksi dan pencernaan serta alat pemintal sutera. Bagian atas sefalotoraks disebut karapas dan bagian bawahnya disebut sternum yang bagian depannya disebut labium. Bagian-bagian utama tubuh yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies antara lain mata oseli, alat mulut, tungkai pada sefalotoraks serta ukuran dan bentuk abdomen dan gambaran yang terdapat padanya (Barrion & Litsinger 1990, 1994, 1995, Kaston 1978). Fauna laba-laba pada ekosistern padi telah banyak diteliti terutama di beberapa negeri Asia yang banyak menanam padi. Barrion & Litsinger (1995) telah mengidentifikasi spesies laba-laba pada pertanaman padi dan melaporkan sebanyak 342 spesies dalam 131 genus dan 26 famili yang tersebar di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Famili-famili penting yang terdapat pada pertanaman padi di antaranya adalah Tetragnathidae, Thomisidae, Lycosidae, Araenidae, Lyniphiidae, Oxyopidae dan Salticidae.

2 Beberapa spesies yang sangat terkenal dan sering diternukan pada tanarnan padi yaitu P. pseudoannulata, Oxyopes lineatipes C. L Koch, Oxyopes javanus Thorell, Phidippus sp., Atypena adelinae Barr. 8 Lits., Araneus inustus C.L. Koch, Argiope catenulata (Doleschal I), dan Tetragnatha maxiflosa Thorell. P. pseudoannulata (syn. Lycosa pseudoannulata Boes. et Str.) (Farn. Lycosidae) adalah salah satu sbssies laba-laba yang umurn pada pertanaman padi, dikenal dengan nama umurn laba-laba serigala. Laba-laba ini tersebar luas di beberapa negeri yang menanam padi seperti Filipina, Jepang. Korea, India, Bangladesh, Nepal, Laos, Kambodia, Thailand, Vietnam, Malaysia, Singapura dan Indonesia (Barrion & Litsinger 1995). Laba-laba serigala tersebut juga dilaporkan terdapat dalarn populasi cukup tinggi pada tanarnan palawija terutarna kedelai (Shepard et al. 1997). van den Berg, Hassan & Marzuki (1998) rnelaporkan bahwa pada tanaman kedelai laba-laba P. pseudoannulata adalah predator urnum yang sering diternukan selarna fase pertumbuhan vegetatif. P. pseudoannulafa dikenal oleh petani dengan ciri-ciri gambaran seperti garpu pada punggung sefalotoraks dan garnbaran berupa garis danlatau beak berwarna putih pada abdomen. Betina dewasa panjang tubuhnya 9,95 mm; sefalotoraks panjang 4,75 rnrn, lebar 4.00 rnrn dan tebal 3,00 rnrn; abdomen panjang 5,20 mrn, lebar 5,00 rnrn dan tebal 3,50 rnrn. Sefalotoraks berwarna kelabu coklat sampai kelabu gelap kecuali daerah mata, di bagian tengah terdapat gambaran berbentuk garpu dan pita submarginal. Jantan panjang tubuhnya 6,80 mm; sefalotoraks panjang 3.80 mm, lebar 3.00 mm dan tebal 1.80 mrn; abdomen panjang 3,20 rnm, lebar 1,80 mm, tebal 1,70 mrn. Seperti pada betina, di bagian tengah dan tepi sefalotoraks terdapat pita yang jelas (Barrion & Litsinger 1994, 1995). 12

3 13 Biologi Laba-laba Semua laba-laba bereproduksi secara seksual dan betina bertelur (ovipar). Banyak spesies laba-laba meletakkan telur dalam kantung telur seperti Pardosa spp. atau kokon telur yang terbuat dari sutera, seperti pada A. catenulata. Bentuk kokon tergantung dari spesiesnya yaitu bulat telur, bulat memanjang, bentuk kumparan atau bentuk lonceng. Biasanya kokon tersebar di tajuk tanaman dengan penyamaran menyerupai bagian tanaman tertentu atau partikel tanah yang menyatu dengan sekitarnya sehingga hampir tidak terlihat (Tetragnatha spp.). Tipe penyamaran kokon dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi spesies tertentu. Spesies yang mernbuat kantung telur dan tidak mempunyai penyamaran pada kantung telurnya biasanya dijaga oleh induknya. Laba-Iaba betina diam di atas kantung telur seperti pada 0. javanus atau diam di samping kantung telur seperti pada A. inustus. Beberapa spesies tertentu kantung telurnya selalu dibawa oleh induknya seperti pada P. pseudoannulata. Jenis laba-laba lain menempatkan telur di bagian bawah abdomen induk atau di bagian bawah sefalotoraks seperti pada Dolomedes spp. (Barrion& Litsinger 1995). Untuk membedakan antara laba-iaba pradewasa dan dewasa dapat digunakan ukuran tubuh dan perkembangan alat genital jantan dan betina. Pada umumnya laba-laba memperlihatkan perbedaan yang rnencolok antara jantan dan betina. Perbedaan antara jantan dan betina dapat dilihat dari bentuk dan ukuran palpus. yakni yang jantan rnemiliki palpus yang membesar pada bagian tarsus sedangkan laba-laba betina bentuk dan ukuran palpusnya hampir sama dengan tungkai. Perbedaan lain antara jantan dan betina adalah ukuran tubuhnya, yang jantan biasanya berukuran relatif lebih kecil dan

4 abdomennya lebih ramping dibandingkan dengan betina (Barrion & Litsinger 1994, 1995, Kaston 1978, Robinson 1983). Laba-laba adalah golongan artropoda yang mengalami metamorfosis secara bertahap. Telur yang diletakkan oleh induk betina menetas menjadi laba-laba muda (juvenil) selanjutnya berkembang secara bertahap sampai menjadi dewasa. Fase juvenil'terdiri dari beberapa instar. Banyaknya instar antara 5-10 tergantung dari spesies laba-laba. Laba-laba yang bertubuh kecil juvenil hanya menjalani lima instar, sedangkan yang bertubuh besar sampai 10 instar (Foelix 1982). Betina P. pseudoannulata dapat meletakkan telur sebanyak butir dalam waktu 34 bulan lama hidupnya, dan dari jumlah telur tersebut sekitar akan menetas dan menghasilkan anak laba-laba yang tetap berada di punggung induknya selama 1-2 hari. Betina tersebut meletakkan telur dalam kantung yang berlapis sutera. Kantung itu terletak di bagian bawah abdomen induknya dan dibawa oleh induknya sampai menetas. Setelah telur menetas menghasilkan laba-laba muda yang berkembang secara bertahap menjadi dewasa melalui delapan instar juvenil. P. pseudoannulata adalah Iaba-laba pemburu mangsa yang aktif berpindah dari suatu tempat ke tempat Lainnya dan dapat bermukim serta bertahan pada lahan yang baru dalam waktu yang sangat singkat. Laba-laba ini dapat rnenekan populasi hama sebelum populasinya meningkat ke aras yang merusak (Shepard et at. 1987). Laba-laba tersebut memangsa berbagai jenis serangga hama dan bukan hama. Jenis-jenis serangga hama penting yang banyak dilaporkan menjadi mangsa dari laba-laba itu adatah wereng coklat, wereng hijau dan penggerek batang padi, dan di samping itu juga rnemangsa serangga bukan hama termasuk serangga pemakan bahan 14

5 15 organik dan serangga berguna seperti predator dan parasitoid (Ooi & Shepard 1994, Rubia, Almazan & Heong 1990). Betina Tetragnatha spp. meletakkan telur secara berkelornpok, butir, yang ditutupi dengan rambut-rambut halus di bagian atas batang tanaman. Kelompok telur ditutupi dengan benang sutera. Laba-laba ini membuat jaring berbentuk bulat di antara daun-daun yang dekat dengan air. Pada sore hari mereka membangun jaring dan malam hari sampai pagi menunggu mangsa yang tertangkap jaring. Mangsa yang tertangkap dengan cepat diikat dengan benang sutera untuk kemudian dimangsanya. Pada siang hari mereka beristirahat pada bagian bawah daun. Seekor induk betina A. inustus dapat meletakkan telur sebanyak butir. Kelompok telur diletakkan dalam lipatan daun dan ditutupi dengan sutera. Mereka memangsa serangga bertubuh kecil seperti wereng hijau, wereng coklat dan lalat (Shepard et a/. 1987). Laba-laba diketahui sebagai karnifora, pemakan artropoda lainnya. Serangga adalah bagian terbesar dari diet laba-laba. Jenis-jenis serangga yang dimangsa adalah dari ordo Diptera, Collembola, Coleoptera, Orthoptera, Lepidoptera, Homoptera, Herniptera, Thysanoptera, Hymenoptera, kelompok laba-laba sendiri, dan artropoda lainnya (Foelix 1982). Roach (1987) melaporkan bahwa jenis-jenis mangsa yang ditangkap oleh P. audax (Salticidae) adalah spesies dari ordo Hornoptera (seperti Bemisia tabaci (Genn.), Spissistilus festinus (Say.), Empoasca fabae (Harris), Nabis amercoferus (Carayon) dan Solubea pugnax (Fab.)), Thysanoptera (Thrips spp.), Neuroptera (Hernerobiidae). Orthoptera (Acrididae spp., Oecanthus spp., Stagmonanthis carolina Johannsen), Coleoptera (Diabrotica undecimpunctata howard Barber), Lepidoptera

6 16 (Plathypena scabra (Fab.)) dan Herniptera (Pseudatomocelis seriatus (Reuter) dan Geocoris punctipes Say.). Yeargan (1994) rnenyebutkan lebih dari 40 spesies ngengat yang dirnangsa oleh Mastophora spp. (Salticidae). NyfFeler & Benz (1988) rnelaporkan jenis-jenis rnangsa yang ditangkap oleh laba-laba serigala Pardosa spp. pada tanarnan gandurn dekat Zurich adalah kutudaun (Metopolophiurn dimodium (Walker), Sitobion avenae (Fab.) dan Rophalosiphum padi (Linn.), lalat antara lain dari famili Dolichopodidae (Dolichopus longicornis), Opornyzidae (Opomyza florum), Drosophilidae, dan Scatophagidae, Anthomyzidae, Muscidae, jenis-jenis Collernbola, Staphylinidae, larva Carabidae, Hymenoptera kecil, larva Lepidoptera, labalaba lain dan tungau. Ekologi Laba-laba Laba-laba ditemukan hampir di sernua perrnukaan bumi dari kutub sarnpai ke daerah padang pasir yang kering. Mereka terutarna berlimpah di ternpat yang banyak vegetasi. Laba-laba dapat berpindah dari suatu ternpat ke ternpat lain dengan bergerak aktif seperti berjalan, melornpat atau secara tidak aktif yakni terbawa rnelalui angin atau agens lainnya. Cara yang paling umurn diternukan adalah dengan cara ballooning yaitu pernencaran dengan cara melayang di udara. Pada serangga pemencaran rnelalui angin adalah cara yang umurn karena serangga umurnnya rnempunyai sayap yang dapat membantu terangkat dan terbawa melalui udara. Laba-laba tidak memiliki sayap namun ternyata mampu mernencar dalarn jarak yang jauh rnelalui udara (Bishop 1990, Plagens 1986). Pada awalnya diperkirakan hanya laba-laba pradewasa yang terbawa angin karena ukuran tubuhnya yang kecil,

7 tetapi kernudian terbukti laba-laba dewasa yang berukuran kecil seperti Lyniphiidae juga terbawa angin (Foelix 1982). Secara ekotogis persebaran vertikal laba-laba dapat dikelompokkan dalam empat zona : (I) zona tanah terdiri dari serasah daun, batuan dan rumputan rendah hingga 15 cm, (2) zona lapangan dengan tinggi vegetasi cm. (3) zona semak sampai pohon dengan ketinggian cm, dan (4) zona pohon dengan ketinggian lebih dari 450 cm. Setiap zona memiliki ciri i klim mikro yang spesifik, berbeda relung untuk berlindung dan berbeda spektrum mangsa, sehingga terlihat adanya stratifikasi spesies. Misalnya laba-laba serigala P. pullata cocok untuk hidup pada zona sangat rendah (0-5 cm) sedangkan P. nigriceps dominan pada zona cm (Foelix 1982). Keragaman spesies dan populasi berkurang dari daerah tropis ke utara dan terendah di kutub utara (Koponen 1996). Sebagaimana halnya dengan serangga, laba-laba juga hidup pada ekosistem alami maupun dalam ekosistem pertanian. Laba-laba akan bermukim dan bertahan hidup pada ekosistem pertanian setiap musim tanam melalui imigrasi secara bertahap dari habitat sekitarnya dengan berjalan atau rnelompat, dapat juga dengan melalui udara (melayang) yang biasanya terjadi pada instar-instar juvenil (Agnew & Smith 1989). Habitat yang tidak diolah dan berdekatan dengan pertanaman ternyata merupakan sumber potensial kolonisasi artropoda. Populasi laba-laba ternyata lebih banyak pada vegetasi liar di pingiran sekitar pertanarnan dibandingkan dengan pada pertanaman dan yang diperlakukan dengan pestisida (Altieri & Schmidt 1986). Bishop (1990) menyebutkan bahwa laba-laba terrnasuk predator yang paling pertama berimigrasi, bermukim dan bertahan pada ekosistem pertanian. 17

8 Kelimpahan dan keragaman spesies laba-laba tergantung pada lingkungannya. Pada urnurnnya kelimpahan dan keragaman spesies laba- laba lebih tinggi di pertanaman padi di daerah rendah yang beririgasi dari pada di tempat yang lebih tinggi tanpa irigasi, demikian juga ternyata pada tempat yang dekat dengan vegetasi liar lebih banyak spesies laba-laba dibandingkan dengan yang di tengah hamparan (Barrion 1980). Alderweireldt (1989) menyatakan bahwa pada pertanaman jagung dan gandum, beberapa spesies laba-laba lebih menyukai pinggiran pertanaman, sedangkan spesies lainnya lebih menyukai bagian tengah pertanaman. lmmonen & ltamies (1994) melaporkan hasil suwai spesies laba-laba serigala pada empat tipe habitat yaitu tepi pantai, tanah berlumpur dan dua tipe hutan konifer. Dari 10 perangkap yang d~tempatkan pada setiap habitat dapat ditangkap sekitar 1600 spesimen yang terdiri dari 15 spesies. Semua spesimen yang diperoleh dikelompokkan dalam tiga kelompok : (1) spesies yang stenotopik yaitu Pardosa amentata (CIerck) dan Pirata pifaticus (Clerck); (2) spesies pada habitat dengan kisaran lebar yaitu spesies hutan Alopecosa aculeata (Clerck) dan Pardosa Iugubris (Walk.), dan spesies pada lahan berlumpur seperti Pardosa hyperborea (Thorell), Pirata uliginosus (Thorell) dan Pardosa sphagnicola (Dahl); (3) spesies yang terdapat pada sernua 18 habitat seperti Alopecosa pineforum (Thorell) dan Alopecosa taeniata (C.L.Koch). Dalam usahatani padi sawah terdapat berbagai kegiatan yang diterapkan oleh petani guna meningkatkan produksi. Kegiatan-kegiatan tersebut melibatkan ekosistem pertanaman yang diduga rnernpengaruhi komponen-komponen yang hidup dalam ekosistern tersebut. Laba-laba

9 merupakan salah satu komponen komunitas yang diduga dapat terpengaruh oleh aktivitas bercocok tanam baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh itu dapat bersifat negatif atau positif terhadap komunitas laba-laba. Kegiatan yang dapat berpengaruh negatif antara lain penggunaan pestisida, pengolahan tanah, pengairan dan penyiangan gulma (Mangan & Byers 1989). Penggunaan pestisida untuk mengendalikan populasi serangga hama dan gulma tentunya berdampak bukan hanya terhadap serangga hama dan gulma tetapi juga komunitas artropoda lain seperti serangga parasitoid, predator, pemakan bahan organik dan artropoda predator lain seperti labalaba (Settle et a/. 1996). Pestisida dapat berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap musuh alami. Pengaruh langsung perlakuan pestisida yaitu berkurangnya efisiensi melalui pengaruh letal dan subletal. Pengaruh tidak langsung yaitu rnenyebabkan perubahan terhadap ukuran populasi dan penyebaran serangga sebagai mangsa, yang mungkin mempengaruhi perilaku pencarian dan reproduksi musuh alarni (Waage 1992). Selain itu pengurangan penggunaan insektisida dapat mencegah pengaruh samping terhadap serangga netral dan artropoda bermanfaat seperti parasitoid dan predator (Cheng 1995). Petak-petak sawah yang tidak diperlakukan dengan insektisida secara nyata lebih tinggi populasi laba-labanya dari pada petakan yang d~perlakukan insektisida (Nugaliyadde 1995). Laba-laba serigala P. pseudoannulata sangat peka terhadap perlakuan insektisida baik dari kelompok karbamat maupun organofosfat (Chiu 1977). Pengaruh positif dari kegiatan usahatani tanaman padi antara lain adalah penggunaan bahan organik, yang ternyata dapat memperkaya serangga pernakan bahan organik yang nantinya menjadi mangsa alternatif 19

10 20 bagi predator umum seperti laba-laba. Settle et ai. (1996) menyebutkan bahwa penggunaan bahan organik pada pertanaman padi dapat memperkaya jenis dan meningkatkan populasi serangga pemakan bahan organik dan pemakan plankton. Serangga tersebut merupakan mangsa dari laba-laba pada awal musim tanam. Tingginya populasi laba-laba pada waktu itu memungkinkan laba-laba menekan perkembangan hama pada pertumbuhan tanaman selanjutnya. Peranan Laba-laba sebagai Predator Serangga Hama Di Pertanaman Padi Ekosistem padi dihuni oieh berbagai jenis artropoda. Pada umumnya didominansi oleh serangga dan laba-laba. Berbagai pendapat para pakar laba-laba antara lain menyatakan bahwa laba-laba adalah komponen penting yang mengatur populasi hama dalam ekosistem pertanian. Laba-laba adalah predator umum yang tersebar luas di dunia dan terdapat banyak pada ekosistem pertanian dan ekosistem alami. Laba-laba terdapat melimpah di alam dan dapat beradaptasi pada berbagai habitat (Barrion & Litsinger 1995). Laba-laba urnumnya tidak berbahaya bagi manusia, hanya beberapa jenis saja yang dapat dianggap merugikan karena gigitannya mengandung racun. Laba-laba termasuk binatang karnivor obligat yang sering memangsa berbagai spesies serangga dan laba-laba lain yang lebih lemah. Karena itu laba-laba juga dapat bertindak sebagai predator serangga harna yang cukup efektif (Shepard, Barrion & Litsinger 1987). Riechert & Lockley (1984) menyebut bahwa populasi larva Spodopfera littoralis tidak berkembang sampai merusak pada pohon ape1 karena ada hunian laba-laba, sedangkan pada pohon yang tanpa laba-laba hama

11 tersebut berkembang secara nyata. Hasil suatu percobaan rnenunjukkan bahwa laba-laba dapat menurunkan kerapatan larva S. littoralis sampai 98 %. Di daerah iklim sedang dan tropis, laba-laba telah dikenal oleh banyak peneliti sebagai predator serangga hama tanaman padi. Berbagai penelitian yang telah dilaksanakan di beberapa negeri Asia menunjukkan bahwa labalaba adalah predator penting terhadap wereng padi, dan laba-laba adalah safah satu artropoda predator yang sangat melimpah di pertanaman padi dan memangsa berbagai serangga hama padi selarna musim tanam. Bertambahnya populasi wereng hijau pada pertanaman padi temyata diikuti oleh bertambahnya jumlah laba-laba (Barrion 1980, IRRl 1978). Di Jepang laba-laba dianggap sebagai faktor utama dalam pengaturan populasi wereng hijau dan wereng wkelat. Hasil-hasil penelitian yang lampau menyimpultcan bahwa laba-laba berperan penting dalam mengatur populasi wereng hijau dan wereng cokelat pada tingkat yang rendah. Apabila kerapatan populasi labalaba dapat dipertahankan pada tjngkat yang relatif tinggi, maka kerapatan populasi hama tidak akan sampai melampaui tingkat kerusakan ekonomi dan penggunaan insektisida juga akan menurun. Pemahaman dinamika populasi laba-laba adalah penting dan diharapkan berdasarkan ha1 itu banyak labalaba yang dapat diaugmentasi sebagai agens pengendalian hayati (Barrion 1980, lrrl 1978, 1979, 1980). Tingginya tingkat predas~ oleh laba-laba serigala secara nyata dapat menurunkan populasi generasi ketiga dari nimfa wereng cokelat dan dapat menekan kerusakan yang disebabkan oleh wereng wkelat. Diperkirakan 95% mortalitas nimfa wereng cokelat sebagian besar disebabkan oleh

12 predator termasuk laba-laba (IRRI 1978). Laba-laba serigala P. pseudoannulafa dapat rnemangsa beberapa spesies hama penting pada pertanaman padi seperti wereng wkelat, wereng hijau, wereng punggung putih, hama putih, hama putih palsu dan lalat padi (Barrion 1980, Heinrichs 1994, IRRl 1979, Ooi & Shepard 1994, Shepard et al. 1987). P. pseudoannulata dilaporkan sebagai predator penting terhadap nimfa dan dewasa wereng cokelat Nilaparvata Iugens Stal. dan dinyatakan terdapat korelasi antara kepadatan P. pseudoannulata dan puncak kelimpahan populasi wereng cokelat (Arifin & Sumarto 1987; Ooi & Shepard 1994). Dilaporkan bahwa dalam kondisj laborator~um seekor laba-laba serigala dewasa dapat memangsa wereng cokelat dewasa ekor per hari (Vungsilabutr 1995). Ooi & Shepard (1994) melaporkan bahwa laba-laba tersebut dapat memangsa wereng cokelat antara 7-45 ekor per hari. Lebih lanjut Hung & Lan (1995) menyatakan bahwa di Mekong Delta, Vietnam labalaba serigala itu dikenal sebagai salah satu predator penting wereng wkelat, wereng punggung putih dan wereng hijau. Laporan hasil survai Kamal et a/. (1990) pada tanaman padi di Bangladesh, menyebut bahwa P. pseudoannulata, 0. javanus dan Plexippus sp. adalah tiga spesies yang sangat dominan. Dalam kondisi laboratorium mereka menemukan bahwa P. pseudoannulata memangsa wereng hijau dan wereng cokelat sebanyak 2.7 ekor nimfa dan 3.0 ekor dewasa per hari; 0. javanus memangsa 2,4 ekor nirnfa dan 2,4 ekor dewasa per hari dan T. javana memangsa 2,O ekor nimfa dan 1.9 ekor dewasa per hari. Apabila ketiga spesies itu dibandingkan ternyata P. pseudoannulata adalah predator yang paling efisien. 22

13 Caratara Pengamatan dan Predasi Laba-laba Terutama P. pseudoannulata Laba-laba adalah kelompok artropoda yang anggotanya terdiri dari beragam ukuran, bentuk dan cara hidup. Serangga dapat aktif berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam jarak dekat sampai jauh dengan menggunakan sayapnya, namun meskipun laba-laba tidak memiliki sayap temyata dapat juga berpindah jarak jauh melalui udara. Hal ini terbukti dari hasil tangkapan di udara dengan pesawat terbang yang mengandung laba- laba, dan ditemukannya laba-laba di pulau kecil yang sangat jauh dari pulau lain terbawa oleh angin yang biasa dikenal dengan istilah melayang (Bishop 1990, Bishop & Riechert 1990). Banyak cara yang dapat digunakan untuk memonitor keberadaan taba- laba di ekosistem alami atau ekosistem pertanian antara lain dengan penangkapan langsung dengan tangan, penggunaan jaring serangga, perangkap malaise, perangkap jebakan, perangkap perekat, alat pengisap, lampu perangkap dan lain-lain (Barion 1980, Barrion & Litsinger 1995, Bishop & Riechert 1990). Menurut Whitcomb (1980) laba-laba pada ekosistem pertanian dapat diarnati dar~ dua aspek : kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan kualitatif harus yang pertama dilakukan untuk mengetahui spesies yang ada kemudian dilanjutkan dengan pengamatan kuantitatif. Beragarnnya perilaku dari berbagai spesies merupakan petunjuk bahwa satu cara tidak cukup untuk mengamati semua spesies. Beberapa tipe perangkap dapat digunakan untuk rnengamati laba-laba di lapangan tergantung pada sasaran yang ingin dicapai, yaitu perangkap jebakan, perangkap berperekat, penangkapan dengan tangan atau

14 pengamatan secara langsung dan alat pengisap antara lain D-vac. Perangkap jebakan djgunakan untuk mengamati laba-laba yang aktif berjalan atau melompat di atas permukaan tanah (Southwood 1973, Price & Shepard 1980), perangkap berperekat untuk mengamati laba-laba yang terbawa angin (Bishop 1990), penangkapan dengan tangan bagi individu laba-laba tertentu baik yang aktif maupun tidak aktif tergantung keperluan misalnya untuk mengetahui tingkat predasi baik di laboratorium maupun di lapangan, dan penggunaan alat pengisap rnerupakan salah satu cara pengamatan yang rnemiliki efisiensi yang sangat tinggi, biaya rendah dan kurang mernerlukan keterampilan. Cara yang terakhir ini dapat mengamati berbagai spesies labalaba yang terdapat di atas tajuk tanaman dan yang diam dalam tajuk tanaman dan dapat mengoteksi laba-laba juvenil dan dewasa (Barrion 1980). Pengisap D-vac dan pengisap lainnya dapat rnengarnati laba-laba baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Whitwmb 1980). Banyak cara yang telah dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu predator dalam memilih mangsa dan jumlah mangsa yang dikonsumsi oleh seekor predator. Cara-cara penilaian itu di antaranya dengan pengujian pemangsaan dalam kurungan, pengambilan wntoh predator di lapang kemudian diadakan pengarnatan di laboratorium mengenai jenis mangsa yang dikonsumsi dengan metode radio isotop, elektroforesis, biokimia, dan serologi serta pengarnatan langsung terhadap predator yang sedang memangsa di fapangan kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi jenis mangsanya. Setiap cara biasanya memiliki keunggulan dan kelemahannya (Kidd & Jervis 1996, Luck 1992, Mclver & Ternpelis 1993, Powell, Walton & Jervis 1996).

15 Pengujian predasi yang dilakukan langsung di lapangan mempunyai beberapa keunggulan antara lain tidak mempengaruhi perilaku predator dan 25 dilaksanakan pada keadaan sebenarnya tanpa modifikasi terhadap lingkungan fisik atau bictik. Cara ini tenfunya mempunyai konsekuensi antara lain memerlukan keterampilan yang tinggi, biaya operasional yang lebih tinggi dan waktu pengamatan di lapang lebih lama (Luck 1992). Untuk menentukan banyaknya mangsa yang dimangsa oleh laba-laba serigala (Fam. Lywsidae), Edgar mengemukakan satu rnetode yang sederhana. Metode tersebut berdasarkan pada pengamatan secara langsung di lapangan terhadap labalaba Pardosa spp. kemudian dikombinasikan dengan data laboratorium (Nyffeler et a/. 1987a, 1987b. Nyffeler & Benz 1988). Hasil pengamatan dapat ditransfer ke dalam formula seperti berikut & = Tr. w Th yang b = rata-rata mangsa yang ditangkap setiap hari, Tr = lama waktu (jam per hari) laba-laba melakukan kegiatan penangkapan dan memakan mangsa, w = rataan proporsi laba-laba dengan mangsa yang teramati selama pengamatan, dan Th = rata-rata waktu yang diperlukan untuk menangani seekor mangsa yaitu sejak predator mengejar mangsa hingga menghabiskan seekor mangsa. Cara ini dapat dilakukan dengan mudah di lapang yakni mengamati aktivitas makan laba-laba serigala pada tanaman yang terdiri dari : mengamati periode (jamfhari) yang diperlukan untuk menangkap dan makan rnangsa (Tf); mengamati dan menghitung proporsi laba-laba yang sedang memangsa pada setiap waktu pengamatan (w); melakukan pengamatan dalam laboratoriurn tentang rataan waktu (jam) yang diperlukan oleh laba-laba

16 untuk menangani mangsa (Th), mengoleksi laba-laba yang ditemukan menangani mangsa pada bagian keiiseranya, kemudian mengidentifikasi spesies mangsa yang sedang dimakan. Cara tain untuk penilaian kuantitatif predasi dengan cara menghitung langsung jumlah rata-rata mangsa yang ditangkap seekor predator per hari adalah menurut formula yang dikemukakan oleh Kiritani et a/. (1972) yaitu : n = F. CR4Pr yang n adalah rataan jumlah mangsa yang dimangsa oleh seekor predator per rumpun per hari; F adalah rata-rata jumlah laba-laba yang teramati sedang makan per rumpun padi pada saat pengamatan, Pr adalah peluang penemuan laba-laba yang makan (rataan nilai Pr untuk Pardosa = 0,835). dan C adalah jumlah total laba-laba yang aktif makan selama interval waktu standar. Keuntungan utama dari metode ini adalah dapat menduga predasi tanpa mengetahui populasi predator (Kiritani et a/. 1972, Heong 1984, Kidd & Jewis 1996). Cara ini dapat dilakukan langsung dalam kondisi lapang dengan mengamati secara langsung aktivitas laba-laba P. pseudoannulafa dalam memangsa spesies serangga hama tertentu. Kiritani et a/. (1972) menyebutkan bahwa berdasarkan rumus tersebut di atas mereka menentukan jumlah nimfa dan dewasa wereng hijau Nephoteffix cinticeps Uhler yang dimangsa oleh seekor laba-laba P. pseudoannulafa per hari. Penelitian tentang predator umumnya memperhatikan hanya pada jumlah mangsa yang dibunuh, tetapi tidak besamya yang dicerna, sebab laba-laba sering membunuh lebih banyak dari yang mereka butuhkan. Berdasarkan hasil percobaannya ternyata jumlah mangsa yang dibunuh oleh iaba-laba berbeda besar antara laba-laba yang belum kenyang dan yang kenyang. Derajat kelaparan juga ditentukan oleh besamya makanan yang 26

17 27 tertinggal dalam usus; untuk memperoleh nilai tersebut maka kemampuan menampung mangsa oleh usus dan rata-rata makanan yang dikeluarkan kernbali perlu diketahui (Nakamura 7968, 1972). Peranan laba-laba sebagai predator perlu dievaluasi untuk dapat membuktikan sejauh mana perannya dalam memangsa serangga terutama terhadap hama penting. Banyak penelitian yang tefah dilakukan masih terbatas dilakukan dalam kondisi laboratorium. Pada umumnya perwbaanperwbaan yang dilakukan untuk pengujian pemangsaan atau tingkat predasi dilakukan dalam kondisi laboratorium yang tentunya lingkungannya sudah mengalami perubahan dan yang alami. Percobaan dalam kondisi laboratorium akan mempengaruhi perilaku predator seperti laba-laba serigala yang dikenal sebagai pemburu mangsa karena dalam kondisi demikian ruang geraknya terbatas. Percobaan dalam kondisi lapangan diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih akurat (Kidd & Jervis 1996). Sarnpai saat ini informasi yang diperoleh dari lapangan mengenai interaksi antara predator dan rnangsa masih terbatas dengan beberapa alasan : (1) secara teknis sukar melakukan pendugaan kerapatan populasi predator dan mangsa, (2) penilaian kuantitatif pengaruh predasi pada populasi mangsa memerlukan beberapa teknik ketrampiian khusus, dan (3) sifat polifag dari predator terhadap serangga mangsanya baik stadium pradewasa maupun dewasa menyebabkan penilaian tingkat predasi menjad~ sulit (Kiritani & Kakiya 1975).

18 Daftar Pustaka Agnew, Ch. W. & J. W. Smith JR Ecology of spiders (Araneae) in a peanut agroecosystem. Environ. Entomol. 18(1) : Alderweireldt, M An ecological analysis of the spider fauna (Araneae) occuring in maize fields, Italian ryegrass fields and their edge zones, by means of different multivariate techniques. Agric, Ecosyst. & Environ. 27 : Altieri, M. A. & L. L. Schmidt The dynamics of colonizing arthropod communities at the interface of abandoned, organic and commercial apple orchards and adjacent woodland habitats. Agric. Ecosyst. Environ. 16 : Arifin, K. & T. Sumarto Kemampuan predator (Paederus sp.. Ophionea sp. dan Lycosa sp.) dalam memangsa wereng coklat (Nilaparvata Iugens Stal.) pada tanaman padi di rumah kaca. Makalah disampaikan pada Kongres Entornologi Ill. Jakarta. 30 September - 2 Oktober Barrion, A. T The spider fauna of Philippine dryland and wetland rice agroecosystems. Faculty of the Graduate School, University of the Philippines at Los Banos. Thesis. 276 p. Barrion, A. T. & J. A. Litsinger Taxonomy of rice insect pests and their arthropod parasites and predators. Department of Entomology, International Rice Research Institute. Manila. 580 p. Barrion, A. T. & J. A. Litsinger Taxonomy of rice insect pests and their arthropod parasites and predators. In E. A. Heinrichs (ed). Biology and management of rice insects. Publishing for One World Wiley Eastern Limited New Age lnternational Limited. pp Barrion, A. T. 8, J. A. Litsinger Riceland spider of South and Southeast Asia. lnternational Rice Research Institute. Manila. CAB International. 716 p. Bishop, L Meteorological aspects of spider ballooning. Environ. Entomol. 19(5) : Bishop, L. & S. E. Riechert Spider colonization of agroecosystern : Mode and source. Environ. Entomol. 19(6):

19 Cheng, J Arthropod community structures in rice ecosystem of China. Paper presented at the Workshop on Sustainable IPM in Tropical Rice, Bogor, Indonesia. 5-7 December p. Chiu, S. S. C Biological control of brown planthopper, Nilapanrata lugens. Brown Planthopper Symposium, IRRI, Los Banos April p. Foelix, R. F Biology of spiders. Harvard University Press. Cambridge, Massachusetts, and London, England. 306 p. Heinrichs. E. A Rice. In E. A. Heinrichs (ed). Biology and management of rice insects. Publishing for One World Wiley Eastern Limited New Age International Limited. pp Heong, K. L Quantitative evaluations in biological control. Kuala Lumpur, Malaysia. 19 p. Hung, N. Q. & L. P. Lan Progress study on the arthropod community of rice ecosystems in the Mekong Delta, Vietnam. Paper presented at the Workshop on Sustainable IPM in Tropical Rice, Bogor, Indonesia. 5-7 December p. Immonen, K & J. Itamies Wolf spiders (Araneae, Lycosidae) in four habitats in Kuhno, Central Finland. Memoranda Soc. Fauna Flora Fennica 70: lnternational Rice Research Institute Annual Report for f977. Los Banos, Philippines. 548 p. International Rice Research Institute Annual Report for Los Banos, Philippines. 478 p. International Rice Research Institute Annual Report for Los Banos, Philippines. 538 p. Jackson, R. R. & S. D. Pollard Predatory of jumping spiders. Rev. Entomol. 41 : Annu. Kamal, N. Q., A. Odud & A. Begum The spider fauna in and around the Bangladesh Rice Research Institute farm and their role as predator of rice insect pest. Philipp. EntomoI. 8(2)

20 Kaston, B. J How to know the spiders. The Pictured Key Nature Series. Wm. C. Brown Company Publishers Dubuque, Iowa. 272 p. Kidd, N. A. C & M. A. J~N~s Population Dynamics. In M. Jervis & N. Kidd. (eds). Insect natural enemies. Practical approaches to their study and evaluation. Chapman & Hall London Kiritani, K & N. Kakiya An analysis of the predator-prey system in the paddy field. Res. Popul. Ecol. 17, Kiritani, K., S. Kawahara, T. Sasaba & F. Nakasuji Quantitative evaluation of predation by spiders on the green rice leafhopper, Nephotettix cinficeps Uhler, by a sightcount method. Res. Popul. Ecol. 13: Koponen, S Diversity and similarity of northern spider faunas. Acta Zool. Fennica. 201 : 3-5. Luck, R. F Techniques for studying the impact of natural enemies. In P.A.C. Ooi, G. S. Lim & P. S.Tengk (eds). Biological Control : Issues in the tropics. Proceeding of the biological control session third, International Conference on Plant Protection in the Tropics Held in Genting Highlands, Malaysia. pp Mangan, R. L. & R. A. Byers Effects of minimum tillage practices on spider activity in old field swards. Environ. Entomol. 18(6) : Mclver, J. D. & C. H. Tempelis The arthropod predators of ant-mimetic and aposematic prey : A serological analysis. Ecol. Entomol. 18 : Nakamura, K The ingestion in wolf spiders. I. Capacity of gut of Lycosa pseudoannulafa. Res. Popul. Ecol. 10: Nakamura, K The ingestion in wolf spiders. II. The expression of degree of hunger and amount of ingestion in relation to spiders hunger. Res. Popul. Ecol. 14: Nugaliyadde, L Population growth of rice brown planthopper in Sri Lanka. Paper presented at the Workshop on Sustainable IPM in Tropical Rice, Bogor, Indonesia. 5-7 December p.

21 Nyffeler, M. & G. Benz Feeding ecology and predatory importance of wolf spiders (Pardosa spp.) (Araneae, Lycosidae) in winter wheat fields. J. Appl. Entomol. 106: Nyffeler, M., D. A. Dean & W. L. Sterling. 1987a. Evaluation of the importance of the striped lynx spider, Oxyopes salticus (Araneae, Oxyopidae) as a predator in Texas cotton. Environ. Entomol. 16(5): Nyffeler, M.. D. A. Dean & W. L. Sterling. 1987b. Predation by lynx spider, Peucetia viridans (Araneae: Oxyopidae), in habiting cotton and woolly croton plants in East Texas. Environ. Entomol. 16(2): Nyffeler, M., W. L. Sterling & D. A. Dean How spiders make a living. Environ. Entomol. 23(6) Ooi, P. A. C. & 6. M. Shepard Predators and parasitoids of rice insect pests. In E. A. Heinrichs (ed.) Biology and management of rice insects. Publishing for One World, Wiley Eastern Limited, New Age International Limited. pp Plagens, M. J Aerial dispersal of spiders (Araneae) in a Florida corn field ecosystem. Environ. Enomol. 12 : Powell, W., M. P. Walton & M. A. Jervis Populations and communities. In M. Jervis & N. Kidd (eds). Insect natural enemies. Practical approaches to their study and evaluation. Chapman & Hall, London Riechert. S. E. & T. Lockley Spiders as biological control agents. Annu. Rev. Entomol. 29: Roach. S. H Observation on feeding and prey selection by Phidippus audax (Hentz) (Araneae : Salticidae). Environ. Entomol. 16 (5): Robinson. M. H Courtship and mating behavior in spiders. Annu. Rev. Entomol. 27 : Rubia. E. G., L. P. Almazan & K. L. Heong Predation of yellow stem borer (YSB) moths by wolf spider. IRRN. 15 (5).

22 Settle, W. H.. H. Ariawan, E. T. Astuti, W. Cahyana. A. L. Hakirn. D. Hindayana, A. S. Lestari, Sartanto & Pajarningsih Managing tropical rice pests through conservation of generalist natural enemies and alternative prey. Ecology. 77(7): Shepard, 6. M., A. T. Barion & J. A. Litsinger Friends of the rice farmer. Helpful insects, spiders, and pathogens. IRRl Los Banos, Laguna Philippine.?36p. Shepard, M., E. F. Shepard, G. R. Carner, M. D. Hammig, A. Rauf, S. G. Turnipseed & Samsudin Prospects for 1PM in secondary food crops. Paper dipresentasikan pada Konggres V dan Simposium Entomologi, Perhimpunan Entomologi Indonesia Bandung, Juni Southwood, T. R. E Ecological methods with particular reference to the study of insect populations. The English Language Book Society and Chapman and Hall. 524 p. van den Berg, H., K. Hasan & M. Marzuki Evaluation of pesticide effects on arthropod predator populations in soya bean in farmers' fields. Biocontr. Sci. Technol. 8 : Vungsilabutr, P Population growth pattern of the rice brown planthopper in Thailand (in relation to the population of its parasitoids and predator). Paper presented at the Workshop on Sustainable IPM in Tropical Rice, Bogor, Indonesia, 5-7 December p. Waage, J Quantifying the impact of pesticides on natural enemies. In P. A. C. Ooi, G. S. Lim & P. S. Tengk (eds). Biological control : Issues in the tropics. Proceeding of the Biological Control Session Third, International Conference on Plant Protection in the Tropics Held in Genting Highlands, Malaysia. pp Withcornb, W. H Sampling spiders in soybeanfields. fn M. Kogan & D. C. Herzog. (eds). Sampling methods in soybean entomology. Springer - Verlag, New York. pp Yeargan, K. V Biology of bolas spiders. Annu. Rev. Entornol. 39 :

23 BAB Ill KOMUNITAS LABA-LABA Dl EKOSlSTEM PERTANAMAN PAD1 Abstrak Penelitian bertujuan untuk memahami struktur kornunitas laba-laba pada empat tipe ekosistem pertanaman padi. Percobaan dilakukan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dan berlangsung selama musim gadu dan mush rendengan (Agustus April 1998). Pengamatan laba-laba dilakukan dengan perangkap jebakan dan pengisap D-vac. Hasil penelitian rnenunjukkan bahwa di pertanaman padi terkoleksi 46 spesies laba-laba yang tergolong ke dalam -I7 famili, dan 16 spesies di antaranya sudah ada sejak persemaian. Jenis laba-laba yang paling dominan baik di persemaian maupun pertanaman adalah laba-laba serigala, Pardosa pseudoannulafa (Boes. & Str.). Keragaman spesies laba-laba pada berbagai ekosistem pad! berkaitan dengan pola tanam, vegetasi sekitar persawahan, dan penggunaan pestisida. Pendahuluan Serangga dan laba-laba adalah kelompok artropoda yang mendominasi ekosistem pertanaman padi. Laba-[aba merupakan kelornpok predator yang terbesar (60 %) dari guild predator (Cheng 1995). Umumnya bersifat predator terhadap serangga dan dapat menekan populasi berbagai spesies serangga hama, namun perannya tidak diteliti dengan baik (Horn 1988). Untuk pemanfaatan yang optimal terhadap laba-laba sebagai agens yang potensial menekan populasi serangga hama, maka perlu pemahaman yang lebih detil tentang keragaman spesies dan kelimpahannya pada berbagai ekosistem (Altieri & Schmidt 1986, Turnbull 1973).

24 Hasil penelitian tentang laba-laba pada ekosistem pertanaman padi di beberapa negeri telah dilaporkan antara lain dari Filipina (Barrion 1980), Korea (Okuma, Lee & Hokyo 1978). Jepang (Kobayashi & Shibata 1973) dan Cina (Cheng 1995). Barrion & Litsinger (1995) telah mengidentifikasi 342 spesies yang tergolong dalam 132 genus pada 26 famili yang tersebar di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Beberapa contoh laba-laba yang diperoleh dari lndonesia terbatas dari beberapa daerah persawahan di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta (Barrion & Litsinger 1995). Keragaman spesies dan kelirnpahannya datam suatu ekosistem tergantung pada lingkungannya. lndonesia dikenal sangat kaya keanekaragaman flora dan faunanya karena terletak di daerah khatulistiwa yang terdiri dari kepulauan. Kondisi ini juga turut mempengaruhi komunitas laba-laba sebagai bagian dari fauna. Menurut laporan di Filipina terdapat perbedaan keragaman spesies laba-laba antara lahan sawah rendah beririgasi, lahan sawah yang agak tinggi beririgasi dan sawah tadah hujan (Barrion & Litsinger 1995). Pada pertanaman padi terdapat beberapa spesies laba-laba sangat potensiat sebagai agens pengendalian hayati karena rnernangsa berbagai spesies serangga hama penting pada pertanaman padi (Shepard et a/. 1987), tetapi informasi tentang spesies-spesies laba-laba terutama yang potensial di sentra pertanaman padi lndonesia sangat terbatas. Daerah persawahan Kabupaten Cianjur merupakan salah satu lumbung padi yang penting di Jawa Barat, dengan keragaman lingkungan sekitar persawahan serta cara pengelolaan yang berbeda. Keragaman jenis dan struktur vegetasi di sekitar persawahan dan cara pengelolaan persawahan

25 terlihat pada berbagai tipe ekosistem padi yang dijadikan tempat percobaan dan diduga turut berpengaruh pada keadaan ekosistem pertanaman padi. Oleh karena itu perlu penelitian yang dapat memberikan informasi lebih banyak tentang keberadaan laba-laba dalam ekosistem padi untuk mengoptimalkan peranan laba-laba dalam ekosistem itu serta penyempurnaan teknik pengendalian harna terpadu (PHT) pada tanaman padi. Penelitian bertujuan memahami (1) komunitas laba-laba di persemaian dan pertanaman, (2) dominasi spesies laba-laba, dan (3) keragaman spesies laba-laba pada empat tipe ekosistem pertanaman padi. Bahan dan Metode Percobaan dilakukan pada empat lokasi persawahan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. ldentifikasi laba-laba dilakukan di Laboratorium Ekologi Serangga, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, lnstitut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 1997 hingga Agustus Empat lokasi persawahan yang digunakan masing-masing mewakili persawahan dengan pola tanam padi - padi - padi beririgasi teknis dengan pengelolaan sawah secara teknis (tipe A) di Desa Hegarmanah Kecamatan Bojong Picung, pola tanam padi - padi - padi beririgasi lokal dengan cara pengelolaan tradisional (tipe 3) di Desa Mandalawangi Kecamatan Cipatat, pola tanam padi - padi - kedelai beririgasi teknis dengan cara pengelolaan teknis (tipe C) di Desa Mekarwangj Kecamatan Ciranjang, dan pola tanam padi - padi - bera beririgasi teknis dengan pengelolaan teknis (tipe D) di

26 Desa Kertamukti Kecamatan Ciranjang. Luas persawahan pada masingmasing lokasi adalah 0.4 ha. Varietas padi yang digunakan adalah IR-64. Cara-cara bercocok tanam disesuaikan dengan yang dilakukan oleh petani setempat. Komunitas laba-laba di persemaian Pengamatan laba-laba dilakukan dengan pengisap D-vac. pada persemaian padi musim gadu di ernpat tipe ekosistem padi seperti yang disebutkan di atas (April - Mei 1998). Petak pengarnatan berukuran 6 x 1 m yang terdiri dari dua bedengan. Subpetak contoh ditetapkan 12 unit per petak pengamatan yang tiap unitnya berukuran 30 x 30 cm. Unit tersebut ditentukan secara sistematis, mewakili bagian tengah dan bagian tepi petak persemaian. Sebelum pengisapan laba-laba, pada unit contoh ditempatkan kurungan pembatas berukuran 30 x 30 x 40 cm, kemudian laba-laba diisap dengan pengisap D-vac. Selang waktu pengarnatan adalah 3 hari dimulai pada 5 hari setelah sebar (hss) sampai bibit akan dipindahkan. Kornunitas laba-laba di pertanaman Pengamatan komunitas laba-laba dilakukan di pertanaman padi musim gadu dan musim rendengan. Pengamatan dilakukan dengan perangkap jebakan dan pengisap D-vac. Perangkap jebakan mengamati spesies labalaba yang aktif di pematang, sedangkan D-vac mengamati spesies yang berada di bagian tajuk padi. Perangkap jebakan berupa gelas akua (isi 240 ml) berisi larutan formaiin 4 % sebanyak 25 ml. Untuk menghindari hujan, perangkap itu diberi penutup. Perangkap jebakan diternpatkan di sawah secara sistematis di pematang dengan jarak + 8 m. Perangkap

27 dipertahankan terpasang selama 3 x 24 jam. Selang waktu pengamatan 2 minggu, dimulai sejak 2 mst hingga menjelang panen. Jumlah perangkap pada masing-masing lokasi persawahan adalah 45 buah. Pengamatan dengan pengisap D-vac. di pertanaman padi musim gadu dilakukan pada 144 rumpun padi yang terdiri dari 12 unit contoh terdiri dari 12 rumpun per unit contoh. Dalam musim tanam ini dilakukan enam kali pengamatan (pada umur 2, 4, 6, 8, 10 dan 12 mst). Pengamatan dengan cara yang sama dilanjutkan pada pertanaman padi musim rendengan di empat tipe ekosistem. Penetapan unit contoh dilakukan secara sistematis yaitu yang mewakili bagian tepi dan bagian tengah petak sawah. Pengamatan dilakukan dengan selang waktu satu minggu terhitung sejak tanaman berumur I mst hingga menjelang panen (12 mst). Laba-laba yang diperoleh dikoleksi dalam alkohol 70 % dan diidentifikasi di laboratorium. ldentifikasi berdasarkan ciri morfologi bagian tubuh laba-laba antara lain susunan dan letak mata, rambut-rambut pada tarsus, duri pada femur dan tarsus, bentuk dan ukuran palpus, bentuk dan ukuran abdomen. ldentifikasi diupayakan sampai spesies atau setidaknya sampai genus menurut kunci yang tersedia (Barrion & Litsinger 1994, 1995). Dominansi famili dan spesies ditetapkan berdasarkan proporsinya dari hasil yang diperoleh dengan pengisap D-vac. pada musim rendengan. Keanekaragaman spesies Keragaman dan indeks kemerataan spesies di empat tipe ekosistem padi ditetapkan berdasarkan data yang diperoleh dari pengambilan contoh dengan pengisap D-vac. musim rendengan bersamaan dengan pengamatan

28 komunitas laba-iaba di persemaian dan pertanaman. Penentuan penetapan tingkatan keragaman spesies laba-laba di empat tipe ekosistem didasarkan pada formula indeks keragaman (H) menurut Shannon & Weaner. Untuk menentukan tingkat kemerataan spesies laba-laba pada tiap tipe ekosistem, maka juga ditentukan indeks kemerataan (E) (Begon, Harper & Townsend Magurran 1987) sebagai berikut : (1 ) lndeks keragaman spesies (H) s H = - C pi /n pi i=l Pi = proporsi tiap spesies s = spesies (2) lndeks kemerataan spesies (E) E=H/InS S = jumlah spesies Hasil dan Pembahasan Persemaian Hasil pengamatan dengan pengisap D-vac. di persemaian terkoleksi 16 spesies yang!ergolong ke dalam 8 famili. Persemaian merupakan suatu ekosistem yang sederhana dan terbentuk dalam waktu yang relatif singkat. Walaupun demikian telah ditemukan sejumlah spesies laba-laba (Tabel 3.?). Beberapa spesies yang sering ditemukan dan populasinya relatif lebih tinggi yaitu Pardosa pseudoannulafa (Boes.& Str.), Afypena. adelinae (Barr.& Lit.), dan Dishiriognatha hawigtenera Barr.& Lit. Hal ini disebabkan oleh kemampuan yang baik laba-laba tersebut dalam pemencaran yaitu

29 39 pemencaran secara aktif dengan berjalan di perrnukaan tanah, serta pemencaran secara pasif dengan terbawa melalui udara (Bishop 1990, Bishop & Riechert 1990, Plagens 1986). Laba-laba serigala, P. pseudoannulata dapat secara aktif bergerak di atas permukaan tanah dan terbawa melalui udara. A. adelinae dan D. hawigtenera biasanya tergolong dalam laba-laba pembuat jaring yang menginvasi persemaian melalui udara dan memerlukan ruang untuk membuat jaring. Pematang Pengamatan dengan perangkap jebakan rnenunjukkan bahwa pada pematang terdapat 16 spesies Iaba-laba yang tergolong dalam 7 famili (Tabel 3.1). Secara umum laba-laba yang terperangkap pada perangkap jebakan adalah kelompok laba-laba pernburu yang aktif di atas permukaan tanah seperti P. pseudoannulata dan Pardosa birrnanica Simon. Hasil ini sejalan dengan pernyataan dari ahli lainnya yakni pengamatan dengan perangkap jebakan terbatas pada artropoda yang aktif bergerak di permukaan tanah (Southwood 1978, Whitcomb 1980). Laba-laba. serigala termasuk kelompok laba-laba yang aktif bergerak di permukaan tanah dan pemburu mangsa yang sangat aktif (NyfFeler et al. q994). Di samping itu juga diternukan kelompok laba-laba pembuat jaring seperti A. adelinae dan Erigone bifurca Locket. Kedua spesies itu dapat membuat jaring di rumput liar yang ada di pematang dan celah tanah.

30 Tabel 3.1 Rataan kelimpahan relatif (%) dari berbagai spesies labalaba pada persemaian dan pertanaman padi di Cianjur (Desember Mei 1998) Famili dan Spesies Kelimpahan relatif (Oh) Persemaian Pematang Pertanaman Lycosidaae Pardosa pseudoannulata (Boes & Str.) Pardosa birmanica Simon Pardosa sp. Phta blabackensis Barr & Lit. Arctosa sp. Hippassa holmerae Thorel l Araneidae Araneus inustus C. L. Koch Araneus sp. Argiope cafenulata (Doleschall) Hyposinga pygmae (Sundevall) Neocosoma sp. Lanhia sp. Tetragnathidae Tetragnatha virescens 0 kuma Tetragnatha javana (Thorell) Tetragnatha nitens Aundouin Tetragntaha mandibulata Walkener Tetragnatha maxillosa Thorell Tetragnatha vetmiforms Emerton Dyshiriognatha hawigtenera Bar.& Lit. Lyniphiidae Atypena adelinae Barr. 8 Lit. Bathyphanfes sp. Enigone bifurca Locket Coelosoma sp. Oxyopidae Oxyopes javanus Thorell Oxyopes lineatipes C. L. Koch Theriidae Theridion kambalum Barr. & Lit. Theridion lumabani Barr. & Lit. Theridion otsospotum Barr. 8 Lit. Theridion punongpalayum Barr. & Lit Salticidae Bianor sp. Plexippus sp. Phidippus sp. Telamonia sp. Myrmarachne caliraya Barr. Lit. Phintella sp. Clubionidae Clubiona japonicola Boes & Str. Cheiracanthium sp.

31 Lanjutan Tabel 3.1 Kelimpahan relatif (%) Famili dan Spesies Persemaian Pematang Pertanaman Gnaphosidae Micrania sp 0.1 Eupamssidae Heferopoda sp. 0.2 Metidae Leucage celebensiana (Wal kener) 0.5 Thomisidae Runcinia albosin'ata Boes. & Str. 0.1 Pisauridae malassius botreli Barr & Lit. < 0.t Pholcidae Pbolcus sp. < 0,l Barychelidae ldioctis sp. < 0,l Theridiosomathidae Wendilgarda sp. < 0,l Uloboridae Myagramrnopes sp. < 0,l Total Pertanaman Pengamatan dengan pengisap D-vac. di pertanaman berhasil rnendapatkan 45 spesies laba-laba yang tergolong dalam 16 farnili. Beberapa spesies yang sering ditemukan dan popuiasinya relatif tinggi adalah P. pseudoannulata, A. adelinae, D. hawigtenera, dan A. inustus. Apabila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari persernaian dan pernatang, rnaka di pertanaman relatif lebih beragarn spesiesnya karena relung yang tersedia bagi sejurnlah besar laba-laba lebih luas. Di pertanaman laba-laba P. pseudoannulafa dapat rnenghuni bagian pangkal rumpun hingga bagian tajuk dengan mernangsa beragam jenis artropoda yang ternah, sedangkan Iaba-laba pembuat jaring seperti, A. adelinae, D. hawigtenera, dan A. inusfus biasanya membuat jaring di dalam rumpun dan

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Komunitas laba-laba pada ekosistem padi sangat penting untuk

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Komunitas laba-laba pada ekosistem padi sangat penting untuk BAB VII PEMBAHASAN UMUM Komunitas laba-laba pada ekosistem padi sangat penting untuk dipahami dalam usaha mengoptimalkan peranan laba-laba sebagai musuh alami yang potensial mengendalikan populasi serangga

Lebih terperinci

pseudoannulafa (Boes. & Str.). Keragaman spesies laba-laba pada berbagai

pseudoannulafa (Boes. & Str.). Keragaman spesies laba-laba pada berbagai BAB Ill KOMUNITAS LABA-LABA Dl EKOSlSTEM PERTANAMAN PAD1 Abstrak Penelitian bertujuan untuk memahami struktur kornunitas laba-laba pada empat tipe ekosistem pertanaman padi. Percobaan dilakukan di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Beras mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan petani,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Beras mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan petani, BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Beras mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan petani, baik sebagai produsen maupun konsumen, terutama di negeri penanam padi (Huggan 1995). Beras

Lebih terperinci

KOMUNITAS LABA-LABA PADA PERSAWAHAN IRIGASI DI KALIMANTAN SELATAN

KOMUNITAS LABA-LABA PADA PERSAWAHAN IRIGASI DI KALIMANTAN SELATAN KOMUNITAS LABA-LABA PADA PERSAWAHAN IRIGASI DI KALIMANTAN SELATAN Samharinto Soedijo 1), M. Indar Pramudi 1) dan M, Damiri 2) 1) Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat 2) Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

DIVERSITY OF SPIDERS (Araneae) ON WETLAND ECOSYSTEM WITH SOME PLANTING PATTERN IN PADANG

DIVERSITY OF SPIDERS (Araneae) ON WETLAND ECOSYSTEM WITH SOME PLANTING PATTERN IN PADANG BioCONCETTA Vol. II No.1 Tahun 2016 ISSN: 2460-8556/E-ISSN:2502-1737 BioCONCETTA: Jurnal Biologi dan Pendidikan Biologi Website: ejournal.stkip-pgri-sumbar.ac.id/index.php/bioconcetta DIVERSITY OF SPIDERS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN LABA-LABA PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN KONVENSIONAL DI KABUPATEN NGAWI, JAWA TIMUR RETNO ANGGRAENI

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN LABA-LABA PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN KONVENSIONAL DI KABUPATEN NGAWI, JAWA TIMUR RETNO ANGGRAENI 1 KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN LABA-LABA PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN KONVENSIONAL DI KABUPATEN NGAWI, JAWA TIMUR RETNO ANGGRAENI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Predator pada Tanaman Padi Hasil pengamatan predator pada semua agroekosistem yang diamati sebagai berikut: 1. Tetragnatha sp. Klas : Arachnida Ordo : Araneae

Lebih terperinci

KELIMPAHAN POPULASI ARTROPODA PREDATOR PENGHUNI TAJUK PERTANAMAN KEDELAI. Luice A. Taulu dan A. L. Polakitan

KELIMPAHAN POPULASI ARTROPODA PREDATOR PENGHUNI TAJUK PERTANAMAN KEDELAI. Luice A. Taulu dan A. L. Polakitan KELIMPAHAN POPULASI ARTROPODA PREDATOR PENGHUNI TAJUK PERTANAMAN KEDELAI Luice A. Taulu dan A. L. Polakitan Balai pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Utara Jl. Kampus Pertanian Kalasey ABSTRAK

Lebih terperinci

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat 1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai

Lebih terperinci

DESAIN KONSERVASI PREDATOR DAN PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA PERTANAMAN PADI

DESAIN KONSERVASI PREDATOR DAN PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA PERTANAMAN PADI DESAIN KONSERVASI PREDATOR DAN PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA PERTANAMAN PADI DESIGN OF PREDATOR CONSERVATION AND PARASITOID FOR PEST CONTROL IN RICE FIELD Tamrin Abdullah 1), Abdul Fattah 2),

Lebih terperinci

commit to users I. PENDAHULUAN

commit to users I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Oleh: Triana Aprilizah A

PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Oleh: Triana Aprilizah A PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Oleh: Triana Aprilizah A44101017 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN SPESIES LABA-LABA PREDATOR HAMA PADI RATUN DI SAWAH PASANG SURUT

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN SPESIES LABA-LABA PREDATOR HAMA PADI RATUN DI SAWAH PASANG SURUT J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 Herlinda et al. Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Laba-laba 1 Vol. 14, No. 1: 1 7, Maret 2014 KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN SPESIES LABA-LABA PREDATOR HAMA PADI RATUN

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS DAN POTENSI KUMBANG CARABIDAE DAN LABA- LABA PENGHUNI EKOSISTEM SAWAH DATARAN TINGGI SUMATERA SELATAN

STRUKTUR KOMUNITAS DAN POTENSI KUMBANG CARABIDAE DAN LABA- LABA PENGHUNI EKOSISTEM SAWAH DATARAN TINGGI SUMATERA SELATAN STRUKTUR KOMUNITAS DAN POTENSI KUMBANG CARABIDAE DAN LABA- LABA PENGHUNI EKOSISTEM SAWAH DATARAN TINGGI SUMATERA SELATAN Siti Herlinda Dosen Program Studi Ilmu Tanaman, Program Pascasarjana, Universitas

Lebih terperinci

Seminar Nasional PEI, Jogjakarta 2 Oktober 2010

Seminar Nasional PEI, Jogjakarta 2 Oktober 2010 Seminar Nasional PEI, Jogjakarta 2 Oktober 2010 Komunitas Artropoda Predator Tajuk pada Ekosistem Padi dan Lahan Pinggir Sumatera Selatan ROSDAH THALIB 1, USNA HETY 2, SITI HERLINDA 1, EFFENDY 1, CHANDRA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fauna Tanah 4.1.1. Populasi Total Fauna Tanah Secara umum populasi total fauna tanah yaitu mesofauna dan makrofauna tanah pada petak dengan jarak pematang sempit (4 m)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman dan Proporsi Artropoda Permukaan Tanah pada Pertanaman Kentang Artropoda permukaan tanah yang tertangkap pada pertanaman kentang sebanyak 19 52 ekor yang berasal dari ordo

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

Keanekaragaman Arthropoda laba-laba pada persawahan tadah hujan di Kalimantan Selatan

Keanekaragaman Arthropoda laba-laba pada persawahan tadah hujan di Kalimantan Selatan PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 1, Nomor 6, September 2015 ISSN: 2407-8050 Halaman: 1307-1311 DOI: 10.13057/psnmbi/m010608 Keanekaragaman Arthropoda laba-laba pada persawahan tadah hujan di Kalimantan

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

STUDI ARTHROPODA PREDATOR PADA EKOSISTEM TANAMAN TEMBAKAU VIRGINIA DI LOMBOK TENGAH

STUDI ARTHROPODA PREDATOR PADA EKOSISTEM TANAMAN TEMBAKAU VIRGINIA DI LOMBOK TENGAH STUDI ARTHROPODA PREDATOR PADA EKOSISTEM TANAMAN TEMBAKAU VIRGINIA DI LOMBOK TENGAH 92 THE STUDY OF PREDATORY ARTHROPODS ON ECOSYSTEM OF VIRGINIA TOBACCO PLANT IN CENTRAL LOMBOK Meidiwarman Jurusan Budidaya

Lebih terperinci

Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Serangga Predator Selama Satu Musim Tanam Padi Ratun di Sawah Pasang Surut

Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Serangga Predator Selama Satu Musim Tanam Padi Ratun di Sawah Pasang Surut Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Serangga Predator Selama Satu Musim Tanam Padi Ratun di Sawah Pasang Surut Abundance and Species Diversity of Predatory Insects at a Season of Ratooning Rice on Tidal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis Serangga Hama Berdasarkan hasil identifikasi serangga hama dilokasi Agroekosistem berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies Scripophaga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

IV. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH TERHADAP KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR

IV. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH TERHADAP KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR IV. PENGARUH TANAMAN PEMBATAS PINGGIR DI PERTANAMAN CABAI MERAH TERHADAP KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR (The Effect of border crops in chillipepper plantation to abundance of predacious insect) Abstrak Pengendalian

Lebih terperinci

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata) Wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens) merupakan salah satu hama penting pada pertanaman padi karena mampu menimbulkan kerusakan baik secara langsung maupun tidak langsung. WBC memang hama laten yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

EXISTENCE OF BROWN PLANTHOPPER S NATURAL ENEMIES ON SOME RICE VARIETIES USING DIFFERENT CULTIVATION TECHNIQUES

EXISTENCE OF BROWN PLANTHOPPER S NATURAL ENEMIES ON SOME RICE VARIETIES USING DIFFERENT CULTIVATION TECHNIQUES JOURNAL OF AGRONOMY RESEARCH ISSN : 2302-8226 EXISTENCE OF BROWN PLANTHOPPER S NATURAL ENEMIES ON SOME RICE VARIETIES USING DIFFERENT CULTIVATION TECHNIQUES Sulistiyo Dwi Setyorini 1), Sholahuddin 2),

Lebih terperinci

Perbandingan Keanekaragaman Spesies dan Kelimpahan Arthropoda Predator Penghuni Tanah di Sawah Lebak yang Diaplikasi dan Tanpa Aplikasi Insektisida

Perbandingan Keanekaragaman Spesies dan Kelimpahan Arthropoda Predator Penghuni Tanah di Sawah Lebak yang Diaplikasi dan Tanpa Aplikasi Insektisida Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., September 2008, Vol. 5, No. 2, 96-107 Perbandingan Keanekaragaman Spesies dan Kelimpahan Arthropoda Predator Penghuni Tanah di Sawah Lebak yang Diaplikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total

II. TINJAUAN PUSTAKA. Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stall) Wereng batang coklat (WBC) dapat menyebabkan kerusakan dan kematian total pada tanaman padi (hopperburn) sebagai akibat dari hilangnya

Lebih terperinci

KOlONISASI DAN SUKSESILABA-LABA (Araneae) PADA PERTANAMAN PADI 1)

KOlONISASI DAN SUKSESILABA-LABA (Araneae) PADA PERTANAMAN PADI 1) JURNAl BIOlOGI IX (1) : 1-7 ISSN: 14105292 Akreditasi No. 23a/Dikti/Kepl2004 KOlONISASI DAN SUKSESILABA-LABA (Araneae) PADA PERTANAMAN PADI 1) I WAYAN SUANA 2 ), DEDY DURYADI SOLIHIN 3), DAMAYANTI BUCHORI

Lebih terperinci

ANALISIS KEMIRIPAN KOMUNITAS ARTROPODA PREDATOR PENGHUNI PERMUKAAN TANAH SAWAH RAWA LEBAK DI SUMATERA SELATAN DENGAN LAHAN PINGGIR DI SEKITARNYA

ANALISIS KEMIRIPAN KOMUNITAS ARTROPODA PREDATOR PENGHUNI PERMUKAAN TANAH SAWAH RAWA LEBAK DI SUMATERA SELATAN DENGAN LAHAN PINGGIR DI SEKITARNYA ANALISIS KEMIRIPAN KOMUNITAS ARTROPODA PREDATOR PENGHUNI PERMUKAAN TANAH SAWAH RAWA LEBAK DI SUMATERA SELATAN DENGAN LAHAN PINGGIR DI SEKITARNYA Effendy TA 1, Siti Herlida 1, Chandra Irsan 1, dan Rosdah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

PADA HABITAT TANAMAN JAGUNG

PADA HABITAT TANAMAN JAGUNG POPULASI Pardosa sp. PADA HABITAT TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) KACANG TANAH (Arachis hypogaea), DAN TOMAT (Lycopersicum esculentum) DI KANONANG II KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT POPULATION Pardosa sp. HABITAT

Lebih terperinci

J. Sains & Teknologi, Agustus 2005, Vol.5 No. 2: ISSN

J. Sains & Teknologi, Agustus 2005, Vol.5 No. 2: ISSN J. Sains & Teknologi, Agustus 2005, Vol.5 No. 2: 85-89 ISSN 1411-4674 PENGARUH POLA TANAM CAMPURAN BEBERAPA VARIETAS PADI TERHADAP POPULASI DAN INTENSITAS SERANGAN BEBERAPA HAMA TANAMAN PADI Sri Nur Aminah

Lebih terperinci

FENOMENA RESURJENSI PADA PENGGUNAAN INSEKTISIDA IMIDOKLOPRID 350SC PADA HAMA WERENG COKLAT. M. Sudjak Saenong Balai Penelitian Tanaman Serealia

FENOMENA RESURJENSI PADA PENGGUNAAN INSEKTISIDA IMIDOKLOPRID 350SC PADA HAMA WERENG COKLAT. M. Sudjak Saenong Balai Penelitian Tanaman Serealia FENOMENA RESURJENSI PADA PENGGUNAAN INSEKTISIDA IMIDOKLOPRID 350SC PADA HAMA WERENG COKLAT M. Sudjak Saenong Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Fenomena resurjensi penggunaan insektisida berbahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota, berupa kawasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota, berupa kawasan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota, berupa kawasan memanjang berupa jalur, bersifat terbuka tanpa bangunan. Ruang terbuka merupakan ruang yang direncanakan

Lebih terperinci

Keanekaragaman laba-laba dan potensinya sebagai musuh alami hama tanaman jambu mete

Keanekaragaman laba-laba dan potensinya sebagai musuh alami hama tanaman jambu mete Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 April 201, Vol. 10, No. 1, 24-0 Online version: http://journal.ipb.ac.id/index.php/entomologi DOI: 10.5994/jei.10.1.24 Keanekaragaman

Lebih terperinci

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal Oleh : Budi Budiman Nak, kemungkinan hasil panen padi kita tahun ini berkurang!, sebagian besar padi di desa kita terserang hama wereng. Itulah

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

MENGELOLA LEDAKAN HAMA DAN PENYAKIT PADI SAWAH PADA AGROEKOSISTEM YANG FRAGIL DENGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU BIOINTENSIF

MENGELOLA LEDAKAN HAMA DAN PENYAKIT PADI SAWAH PADA AGROEKOSISTEM YANG FRAGIL DENGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU BIOINTENSIF Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 2, Agustus 2014: 116-120 ISSN : 2355-6226 MENGELOLA LEDAKAN HAMA DAN PENYAKIT PADI SAWAH PADA AGROEKOSISTEM YANG FRAGIL DENGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Jenis laba-laba yang ada di Ruang Terbuka Hijau Babarsari berjumlah 11

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Jenis laba-laba yang ada di Ruang Terbuka Hijau Babarsari berjumlah 11 37 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Jenis laba-laba yang ada di Ruang Terbuka Hijau Babarsari berjumlah 11 jenis yakni 9 jenis di vegetasi hutan, 7 jenis di vegetasi semak sedangkan 6 jenis di

Lebih terperinci

MUSUH ALAMI PREDATOR TANAMAN PADI (Oryza Sativa L) PADA AGROEKOSISTEM BERBEDA ABSTRAK

MUSUH ALAMI PREDATOR TANAMAN PADI (Oryza Sativa L) PADA AGROEKOSISTEM BERBEDA ABSTRAK MUSUH ALAMI PREDATOR TANAMAN PADI (Oryza Sativa L) PADA AGROEKOSISTEM BERBEDA Abdul Azis Wadia 1), Rida Iswati 2), Wawan Pembengo 3)**) ABSTRAK Abdul Azis Wadia/613408001. Predator Pada Tanaman Padi (Oryza

Lebih terperinci

Artropoda Predator Penghuni Ekosistem Persawahan Lebak dan Pasang Surut Sumatera Selatan

Artropoda Predator Penghuni Ekosistem Persawahan Lebak dan Pasang Surut Sumatera Selatan Jurnal Lahan Suboptimal. ISSN2252-6188 Vol. 1, No.1: 57-63, April 2012 Artropoda Predator Penghuni Ekosistem Persawahan Lebak dan Pasang Surut Sumatera Selatan Predatory Arthropods InhabitingFresh Swamp

Lebih terperinci

Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd pertemuan sayap depan. Panjang badan serangga jantan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGAMATAN POPULASI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DAN MUSUH ALAMI SERTA ANALISIS KERUSAKAN

TEKNIK PENGAMATAN POPULASI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DAN MUSUH ALAMI SERTA ANALISIS KERUSAKAN TEKNIK PENGAMATAN POPULASI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DAN MUSUH ALAMI SERTA ANALISIS KERUSAKAN TEKNIK PENGAMATAN POPULASI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DAN MUSUH ALAMI SERTA ANALISIS KERUSAKAN Yos. F.

Lebih terperinci

MANIPULASI HABITAT SEBAGAI SOLUSI TERJADINYA OUTBREAK WERENG COKLAT

MANIPULASI HABITAT SEBAGAI SOLUSI TERJADINYA OUTBREAK WERENG COKLAT MANIPULASI HABITAT SEBAGAI SOLUSI TERJADINYA OUTBREAK WERENG COKLAT Retno Wijayanti, Supriyadi, Wartoyo Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian UNS Email: jayanti_rtn@gmail.com Abstract: Habitat Manipulation

Lebih terperinci

Keanekaragaman Komunitas Artropoda Predator Tanaman Padi yang Aplikasi Boinsektisida Berbasis Jamur Entomopatogen Daerah Rawa Lebak Sumatera Selatan

Keanekaragaman Komunitas Artropoda Predator Tanaman Padi yang Aplikasi Boinsektisida Berbasis Jamur Entomopatogen Daerah Rawa Lebak Sumatera Selatan Jurnal Lahan Suboptimal ISSN: 2252-6188 (Print), ISSN: 2302-3015 (Online, www.jlsuboptimal.unsri.ac.id) Vol. 2, No.1: 43-49, April 2013 Keanekaragaman Komunitas Artropoda Predator Tanaman Padi yang Aplikasi

Lebih terperinci

Serangga Hama dan Arthropoda Predator yang Terdapat pada Padi Lebak di Desa Pelabuhan Dalam Kecamatan Pemuluatan Provinsi Sumatera Selatan

Serangga Hama dan Arthropoda Predator yang Terdapat pada Padi Lebak di Desa Pelabuhan Dalam Kecamatan Pemuluatan Provinsi Sumatera Selatan Serangga Hama dan Arthropoda Predator yang Terdapat pada Padi Lebak di Desa Pelabuhan Dalam Kecamatan Pemuluatan Provinsi Sumatera Selatan Insect Pest and Arthropoda Predator in Lowland Rice in Pelabuhan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA DAN LABA-LABA PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN KONVENSIONAL

KEANEKARAGAMAN SERANGGA DAN LABA-LABA PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN KONVENSIONAL Jurnal HPT Volume 2 Nomor 2 April 2014 ISSN : 2338-4336 KEANEKARAGAMAN SERANGGA DAN LABA-LABA PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN KONVENSIONAL R. Ardian Iman Pradhana, Gatot Mudjiono, Sri Karindah Jurusan

Lebih terperinci

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo

Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Indon., September 2010, Vol. 7, No. 2, 116-121 Keanekaragaman Serangga Hama dan Musuh Alami pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo INDRIYA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

Claudya Siktiani Eva Gunawan, Gatot Mudjiono, Ludji Pantja Astuti

Claudya Siktiani Eva Gunawan, Gatot Mudjiono, Ludji Pantja Astuti Jurnal HPT Volume 3 Nomor 1 Januari 2015 ISSN: 2338-4336 KELIMPAHAN POPULASI WERENG BATANG COKLAT Nilaparvata lugens Stal. (Homoptera: Delphacidae) DAN LABA-LABA PADA BUDIDAYA TANAMAN PADI DENGAN PENERAPAN

Lebih terperinci

DINAMIKA POPULASI HAMA PENYAKIT UTAMA JAGUNG DAN MUSUH ALAMINYA

DINAMIKA POPULASI HAMA PENYAKIT UTAMA JAGUNG DAN MUSUH ALAMINYA DINAMIKA POPULASI HAMA PENYAKIT UTAMA JAGUNG DAN MUSUH ALAMINYA A. Tenrirawe Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Hama merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kehilangan hasil jagung. Penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sayuran daun merupakan salah satu sumber vitamin dan mineral essensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, selain itu sayuran daun banyak mengandung serat. Serat

Lebih terperinci

BIOMA : JURNAL BIOLOGI MAKASSAR, 2(2):12-18, 2017

BIOMA : JURNAL BIOLOGI MAKASSAR, 2(2):12-18, 2017 ANALISIS KERAGAMAN JENIS SERANGGA PREDATOR PADA TANAMAN PADI DI AREAL PERSAWAHAN KELURAHAN TAMALANREA KOTA MAKASSAR ANALYSIS OF BIODIVERSITYOF PREDATOR INSECT IN PADDY FIELD AT TAMALANREA OF MAKASSAR CITY

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kacang Panjang ( Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA Kacang Panjang ( Vigna sinensis L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Kacang Panjang ( Vigna sinensis L.) Kacang panjang adalah tanaman hortikultura yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, baik sebagai sayuran maupun sebagai lalapan. Kacang

Lebih terperinci

Kelimpahan Laba-Laba Pada Padi Ratun Yang Diaplikasikan BioinsektisidaMetarhizium anisopliae dan Bacillus thuringiensis di Sawah Lebak

Kelimpahan Laba-Laba Pada Padi Ratun Yang Diaplikasikan BioinsektisidaMetarhizium anisopliae dan Bacillus thuringiensis di Sawah Lebak Kelimpahan Laba-Laba Pada Padi Ratun Yang Diaplikasikan BioinsektisidaMetarhizium anisopliae dan Bacillus thuringiensis di Sawah Lebak Abundance of Spiders in Ratoon Paddy was Applied Metarhizium anisopliae

Lebih terperinci

Struktur komunitas laba-laba di ekosistem padi ratun: pengaruh aplikasi Beauveria bassiana (Balsamo)

Struktur komunitas laba-laba di ekosistem padi ratun: pengaruh aplikasi Beauveria bassiana (Balsamo) Jurnal Entomologi Indonesia Indonesian Journal of Entomology ISSN: 1829-7722 Juli 2015, Vol. 12 No. 2, 91 99 Online version: http://jurnal.pei-pusat.org DOI: 10.5994/jei.12.2.91 Struktur komunitas laba-laba

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Klaten merupakan salah satu sentra produksi beras di Indonesia. Saat ini, lebih dari 8% hasil produksi pertanian pangan di kabupaten Klaten adalah beras. Budidaya padi dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama Edamame pada Fase Vegetatif dan Generatif

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama Edamame pada Fase Vegetatif dan Generatif 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame Hama-hama yang ditemukan menyerang pertanaman kedelai edamame pada fase vegetatif umur 24 sampai 31 HST ada empat jenis, yaitu A. glycines,

Lebih terperinci

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA Serangga merupakan kelompok hama paling banyak yang menyebabkan kerusakan hutan. Hama tanaman hutan pada umumnya baru menimbulkan kerugian bila berada pada tingkat populasi

Lebih terperinci

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI Oleh : M Mundir BPKK Nglegok I LATAR BELAKANG Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah semua organisme yang menggangu pertumbuhan tanaman pokok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

Artropoda Predator Penghuni Ekosistem Persawahan di Daerah Cianjur, Jawa Barat

Artropoda Predator Penghuni Ekosistem Persawahan di Daerah Cianjur, Jawa Barat Artropoda Predator Penghuni Ekosistem Persawahan di Daerah Cianjur, Jawa Barat Siti Herlinda 1), A. Rauf, S. Sosromarsono, U. Kartosuwondo, Siswadi & P. Hidayat 2) 1) Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

KLOROFIL X - 2 : , Desember 2015 ISSN

KLOROFIL X - 2 : , Desember 2015 ISSN DAMPAK APLIKASI BIOINSEKTISIDA Beauveria bassiana TERHADAP KOMUNITAS ARTROPODA PREDATOR PADA PADI RATUN DI SAWAH LEBAK IMPACT OF Beauveria bassiana BIOINSECTICIDE APPLICATION ON THE PREDATORY ARTHROPOD

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM 6.1 Pembahasan Umum Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa Manawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, di peroleh bahwa kontribusi terbesar

Lebih terperinci

Petunjuk Praktikum. Entomologi Dasar. ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono

Petunjuk Praktikum. Entomologi Dasar. ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono Petunjuk Praktikum Entomologi Dasar ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono Laboratorium Entomologi Dasar Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis Serangga Hama pada Tanaman Cabai Berdasarkan hasil pengamatan tanaman Cabai di Tiga Varietas Berbeda selama 10 minggu terdapat 5 famili yakni Famili Aphididae, Famili

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM

BAB VII PEMBAHASAN UMUM BAB VII PEMBAHASAN UMUM Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya issu hangat yang banyak dibicarakan dalam beberapa tahun belakangan ini, yaitu berkaitan dengan spesies eksotik invasif. Perhatian banyak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Populasi Rhopalosiphum maidis Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kutu daun R. maidis mulai menyerang tanaman jagung dan membentuk koloni sejak tanaman berumur

Lebih terperinci

Permasalahan OPT di Agroekosistem

Permasalahan OPT di Agroekosistem Permasalahan OPT di Agroekosistem Dr. Akhmad Rizali Materi: http://rizali.staff.ub.ac.id Konsekuensi Penyederhaan Lingkungan Proses penyederhanaan lingkungan menjadi monokultur pertanian memberi dampak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

Erlinda Damayanti, Gatot Mudjiono, Sri Karindah

Erlinda Damayanti, Gatot Mudjiono, Sri Karindah Jurnal HPT Volume 3 Nomor 2 April 2015 ISSN : 2338-4336 PERKEMBANGAN POPULASI LARVA PENGGEREK BATANG DAN MUSUH ALAMINYAPADA TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PHT Erlinda Damayanti, Gatot Mudjiono, Sri Karindah

Lebih terperinci

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KOMUNITAS ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KONSEP KOMUNITAS BIOTIK Komunitas biotik adalah kumpulan populasi yang menempati suatu habitat dan terorganisasi sedemikian

Lebih terperinci

PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Oleh: Triana Aprilizah A

PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Oleh: Triana Aprilizah A PENGARUH KERAPATAN PREDATOR TERHADAP PEMANGSAAN LARVA Spodoptera litura F. (LEPIDOPTERA: NOCTUIDAE) Oleh: Triana Aprilizah A44101017 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut:

Untuk mengatasi serangan hama tikus, dapat dilakukan cara cara sebagai berikut: Berikut merupakan beberapa contoh hama. a. Tikus Tikus merupakan hama yang sering kali membuat pusing para petani. Hal ini diesbabkan tikus sulit dikendalikan karena memiliki daya adaptasi, mobilitas,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

TINJAUAN PUSTAKA. Capung TINJAUAN PUSTAKA Capung Klasifikasi Capung termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera. Kedua

Lebih terperinci

ABSTRACT ABSTRAK. I Wayan winasal)*, Dadan in day anal), Sugeng santosol)

ABSTRACT ABSTRAK. I Wayan winasal)*, Dadan in day anal), Sugeng santosol) Jurnal llmu Pertanian Indonesia. Desember 2007, hlm. 147-1 53 ISSN 0853-421 7 Vol. 12 No. 3 PELEPASAN DAN PEMANGSAAN KUMBANG JELAJAH Paederus fuscipes (COLEOPTERA: STAPHYLINIDAE) TERHADAP TELUR DAN LARVA

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

Gulma... Tak Selamanya Merugikan

Gulma... Tak Selamanya Merugikan Gulma... Tak Selamanya Merugikan Oleh : Ardiyanti Purwaningsih,SP. PENDAHULUAN Gulma biasanya diidetifikasikan sebagai tumbuhan yang tidak dikehendaki. Istilah gulma sering digunakan bila ada satu atau

Lebih terperinci

BIOMA, Juni 2015 ISSN: Vol. 17, No. 1, Hal. 9-15

BIOMA, Juni 2015 ISSN: Vol. 17, No. 1, Hal. 9-15 BIOMA, Juni 2015 ISSN: 1410-8801 Vol. 17, No. 1, Hal. 9-15 Indeks Keragaman Serangga Hama Pada Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Di Lahan Persawahan Padi Dataran Tinggi Desa Sukawening, Kecamatan Ciwidey,

Lebih terperinci

Inventarisasi Predator Serangga Hama Tanaman Padi Sawah di Desa Paya Rahat Kecamatan Banda Mulia Kabupaten Aceh Tamiang

Inventarisasi Predator Serangga Hama Tanaman Padi Sawah di Desa Paya Rahat Kecamatan Banda Mulia Kabupaten Aceh Tamiang Inventarisasi Predator Serangga Hama Tanaman Padi Sawah di Desa Paya Rahat Kecamatan Banda Mulia Kabupaten Aceh Tamiang Inventory of Insect Pest Predator on Paddy Field in Paya Rahat Village, Banda Mulia

Lebih terperinci

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu) Hama dan penyakit merupakan cekaman biotis yang dapat mengurangi hasil dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil panen yang optimum dalam budidaya padi, perlu dilakukan

Lebih terperinci