PREDIKTOR KEMATIAN PASIEN HIV/AIDS DENGAN TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BADUNG BALI PERIODE TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PREDIKTOR KEMATIAN PASIEN HIV/AIDS DENGAN TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BADUNG BALI PERIODE TAHUN"

Transkripsi

1 TESIS PREDIKTOR KEMATIAN PASIEN HIV/AIDS DENGAN TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BADUNG BALI PERIODE TAHUN SRI UTAMI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

2 TESIS PREDIKTOR KEMATIAN PASIEN HIV/AIDS DENGAN TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BADUNG BALI PERIODE TAHUN SRI UTAMI NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

3 PREDIKTOR KEMATIAN PASIEN HIV/AIDS DENGAN TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BADUNG BALI PERIODE TAHUN Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana Universitas Udayana SRI UTAMI NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

4 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 21 APRIL 2015 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. dr. D.N. Wirawan, MPH NIP dr. A.A. Sagung Sawitri, MPH NIP Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. dr. D.N. Wirawan, MPH NIP Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP

5 Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 20 April 2015 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No: 1174/UN14.4/HK/2015, Tanggal 20 April 2015 Ketua : Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH Anggota : 1. dr. Anak Agung Sagung Sawitri, MPH 2. Prof. Dr. dr. Tuti Parwati Merati, Sp.PD 3. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro PA (K) 4. Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si

6 SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Nama : Sri Utami NIM : Program Studi Judul Tesis : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prediktor Kematian Pasien HIV/AIDS dengan Terapi Antiretroviral (ARV) di Rumah Sakit Umum Daerah Badung Bali Periode Tahun Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan di Universitas Udayana dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Denpasar, Maret 2015 Sri Utami

7 UCAPAN TERIMAKASIH Pertama dan utama penulis panjatkan puji syukur kepada Allah S.W.T yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah-nya sehingga tesis yang berjudul Prediktor Kematian Pasien HIV/AIDS dengan Terapi Antiretroviral (ARV) di Rumah Sakit Umum Daerah Badung Bali Periode Tahun ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH, sebagai pembimbing I dan juga Ketua Program Studi Magister Imu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana yang dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan, dan dukungan selama proses pembelajaran khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada dr. Anak Agung Sagung Sawitri, MPH sebagai pembimbing II yang dengan segala perhatian dan kesabarannya memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan yang sama ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. (KEMD) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sebagai mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf karyawan Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bimbingan dan dukungannya selama menempuh pendidikan. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada penguji tesis ini, yaitu Prof. Dr. dr. Tuti Parwati Merati, Sp.PD., Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro PA (K), dan Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si yang telah memberikan masukan dan koreksinya terhadap tesis ini. Penulis juga sampaikan banyak terima kasih kepada seluruh mentor Field Research Training Program (FRTP) atas segala bimbingan dan dukungannya selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Agus Bintang Suryadhi,

8 M.Kes. selaku Direktur RSUD Badung, Bapak Ketut Buana, Amd.Kep. selaku pemegang program klinik VCT RSUD Badung, dan dr.yogi Prasetya selaku Direktur Bali Medica Clinic (BMC) yang telah memberi ijin dan dukungannya kepada penulis untuk melakukan penelitian di tempat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada The Kirby Institute, University of New South Wales, Sydney, Australia yang telah memberikan bimbingan dan bantuan finansial sehingga meringankan beban penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih sedalamdalamnya kepada orang tua, keluarga, teman seperjuangan FRTP 2014, serta seluruh teman Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan V atas doa dan dukungan selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan tesis ini dengan baik. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-nya kepada kita semua. Penulis

9 ABSTRAK PREDIKTOR KEMATIAN PASIEN HIV/AIDS DENGAN TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV) DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BADUNG BALI PERIODE TAHUN Kematian pada infeksi HIV masih menjadi permasalahan kesehatan global. Di Indonesia, terdapat pasien terinfeksi HIV dengan (30,6%) pasien mendapatkan terapi ARV. Informasi kematian pada pasien HIV di Indonesia masih terbatas, terutama yang dihasilkan dari penelitian longitudinal. Selain itu, hasil penelitian lain menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insiden dan prediktor kematian pasien HIV/AIDS dengan terapi antiretroviral (ARV) di Bali. Penelitian ini merupakan penelitian longitudinal dengan melakukan analisis data sekunder secara retrospektif pada 575 rekam medis pasien HIV/AIDS yang menjalani terapi ARV periode Januari 2006 hingga Juli 2014 di RSUD Badung, Bali dan sateli Bali Medika Clinic ( ). Analisis Kaplan- Meier digunakan untuk mengetahui incidence rate dan median time kematian dan Cox Proportional Hazard Model digunakan untuk mengidentifikasi prediktornya. Variabel yang dianalisis meliputi karakteristik sosiodemografi, klinis, dan layanan ARV saat pasien memulai terapi. Penelitian ini terdiri dari 59,3% pasien populasi umum dan 40,7% laki-laki seks dengan laki-laki (LSL). Insiden kematian pasien HIV/AIDS dengan terapi ARV adalah 10,1 per 100 person years (PY) (95% CI: 8,0-12,6), dengan median time kematiannya terjadi pada 0,28 tahun (IQR: 0,07-1,09). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa pasien laki-laki (ahr: 3,7; 95% CI: 1,7-8,0), dengan tingkat pendidikan rendah (ahr: 2,0; 95% CI: 1,2-3,4), melalui penularan heteroseksual (ahr: 3,4; 95% CI: 1,1-10,6) dan penasun (ahr: 6,2; 95% CI:1,4-27,9), serta tidak memiliki pendamping minum obat (ahr: 4,5; 95% CI: 2,7-7,5) berhubungan dengan peningkatan risiko kematian. Pasien pada stadium klinis III dan IV (ahr: 4,5; 95% CI: 1,7-12,1) dan memiliki berat badan rendah (ahr: 0,96; 95% CI: 0,93-0,98) juga berhubungan dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Insiden kematian pasien dengan terapi ARV di Bali masih tinggi dengan risiko yang meningkat di periode awal terapi. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan diagnosis dini, terapi dini, dan pemantauan klinis terutama pada tiga bulan pertama pengobatan merupakan faktor yang dapat meningkatkan clinical outcome yang lebih baik. Kata kunci: Analisis survival, Pasien HIV, Kematian, Bali, Indonesia

10 ABSTRACT PREDICTORS OF MORTALITY AMONG HIV PATIENTS AFTER ANTIRETROVIRAL (ARV) THERAPY INITIATION AT BADUNG GENERAL HOSPITAL BALI, BETWEEN Mortality among HIV patients remained a global health problem. In Indonesia, there were 142, 961 people living with HIV but only 43,677 (30.6%) on antiretroviral (ARV) treatment. Existing research into factors related to mortality rates among HIV patients in Indonesia is limited and inconsistent. This study aims to explore the incidence and predictors of mortality among HIV patients on ARV treatment in Badung. The study design was a retrospective cohort study using secondary data collected on 575 HIV patients accessing ARV treatment between January 2006 and July 2014 in Badung General Hospital, Bali and the satellite clinic Bali Medika ( ). Kaplan-Meier analysis was used to describe incidence rate and median time to mortality and Cox Proportional Hazard Model was used to identify its predictors. Analysis variables were socio-demographic characteristics, clinical characteristics, and ARV access site. Study population consisted of 59.3% patients from general population and 40.7% patients identified as MSM. The mortality rate was 10.1/100 person-years (PY) (95%CI: ), with median time of death of 0.28 years (IQR: ). Multivariate analysis indicated that being male (ahr: 3.7; 95% CI: ), having a lower education (ahr: 2.0; 95% CI: ), being of heterosexual orientation (ahr: 3.4; 95% CI: ) and IDU (ahr: 6.2; 95% CI: ), and without adherence support (ahr: 4.5; 95% CI: ) were associated with an increased risk of mortality. Patients at clinical stage III and IV (ahr: 4.5; 95% CI: ) and presenting with a low weight (ahr: 0.96; 95% CI: ) were also associated with higher risk of mortality. The overall mortality rate of patient on ARV therapy in Bali was highest in the early stages of ARV treatment. Study findings indicate that increasing of early diagnosis, treatment initiation, and clinical monitoring especially on the first three months of treatment would be an enabling factor for better clinical outcomes. Keywords: Survival analysis, HIV patient, Mortality, Bali, Indonesia

11 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM. PRASAYARAT GELAR LEMBAR PENGESAHAN. LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI.. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... ABSTRACT.. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SINGKATAN. DAFTAR LAMPIRAN... ii iii iv v vi vii ix x xi xiv xv xvi xviii BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Rumusan masalah Tujuan penelitian Tujuan umum Tujuan khusus Manfaat penelitian.. 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA Epidemi kematian HIV/AIDS di Indonesia Terapi antiretoviral (ARV) Prediktor kematian pasien HIV/AIDS dengan terapi ARV Karakteristik demografi Karakteristik klinis Karakteristik sosial... 27

12 2.3.4 Karakteristik layanan ARV BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka berpikir Konsep penelitian Hipotesis.. 39 BAB IV METODE PENELITIAN Rancangan penelitian Lokasi dan waktu penelitian Penentuan sumber data Populasi penelitian Kriteria inklusi dan eksklusi Sampel penelitian Variabel penelitian Variabel penelitian Definisi operasional Instrumen penelitian Prosedur pengumpulan data Jenis data yang dikumpulkan Cara pengumpulan data Pengolahan data Teknik analisis data Analisis univariat Analisis bivariat Analisis multivariat 55 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik pasien 5.2 Proporsi, insiden, dan median time kematian. 5.3 Analisis bivariat prediktor kematian pada pasien HIV/AIDS

13 dengan terapi antiretroviral (ARV) 5.4 Analisis multivariat prediktor kematian pada pasien HIV/AIDS dengan terapi antiretroviral (ARV)... BAB VI PEMBAHASAN Besaran masalah kematian pasien HIV/AIDS 6.2 Faktor yang berperan dalam memprediksi kematian pasien HIV/AIDS dengan terapi antiretroviral di Bali Faktor yang tidak terbukti berperan dengan kematian pasien HIV/AIDS dengan terapi antiretroviral Keterbatasan penelitian BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. 7.1 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA.. 92 LAMPIRAN

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Target terapi ARV 11 Tabel 2.2 Pedoman terapi ARV di Indonesia.. 12 Tabel 4.1 Perhitungan sampel penelitian. 44 Tabel 4.2 Definisi operasional.. 45 Tabel 5.1 Karakteristik pasien terapi ARV berdasarkan sosiodemografi dan layanan ARV 58 Tabel 5.2 Karakteristik klinis pasien berdasarkan event pada awal dan akhir pengamatan... Tabel 5.3 Analisis bivariat prediktor kematian pasien HIV/AIDS dengan terapi antiretroviral Tabel 5.4 Analisis multivariat prediktor kematian pasien HIV/AIDS dengan terapi antiretroviral

15 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Konsep prediktor kematian pasien HIV/AIDS dengan terapi ARV Gambar 5.1 Skema seleksi sampel penelitian 56 Gambar 5.2 Jumlah pasien memulai terapi antiretroviral per tahun.. Gambar 5.3 Kaplan-Meier estimasi kematian pada pasien dengan terapi antiretroviral Gambar 5.4 Kaplan-Meier median time kematian pada pasien yang mengalami kematian. Gambar 5.5 Kaplan-Meier median time kematian berdasarkan kebijakan pedoman ARV

16 DAFTAR SINGKATAN ADI AIDS ART AZT ARV CI CST D4T EFV HAART HIV HR IDU IO IQR IMT LSL LTFU NAPZA NNRTI NRTI NVP ODHA PENASUN PMO PSP SGOT SGPT TB TDF : AIDS Defining Illness : Acquired Immune Deficiency Syndrome : Antiretroviral Therapy : Zidovudine : Antiretroviral : Confidence interval : Care Support Treatment : Stavudine : Efavirenz : Highly Active Antiretroviral Therapy : Human Immunodeficiency Virus : Hazard Rasio : Injecting Drug Users : Infeksi Oportunistik : Interquartil Range : Indeks Massa Tubuh : Laki Seks dengan Laki : Loss to Follow Up : Narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif : Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor : Nucleoside reverse transcriotase inhibitor : Nevirapine : Orang dengan HIV/AIDS : Pengguna narkoba suntik : Pendamping Minum Obat : Pekerja Seks Perempuan : Serum glutamic-oxaloacetic transaminase : Serum glutamic-pyruvic transaminase : Tuberculosis : Tenofovir

17 UNAIDS VCT WHO WPS : United Nations AIDS : Voluntary Counseling and Testing : World Health Organisation : Wanita Pekerja Seks

18 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Inform consent Formulir pengumpulan data Hasil analisis tambahan dengan STATA Lampiran 3.1 Analisis deskriptif karakteristik pasien Lampiran 3.2 Lampiran 3.3 Lampiran 3.4 Lampiran 3.5 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Analisis besaran masalah kematian Analisis lanjutan variabel independen Analisis lanjutan rejimen awal terapi ARV Analisis multivariat metode backward Ethical clearance dari Litbang FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar Rekomendasi penelitian dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali Rekomendasi penelitian dari Bakesbangpol Kabupaten Badung Ijin penelitian dari RSUD Badung Surat keterangan selesai melakukan penelitian dari RSUD Badung Dokumentasi penelitian

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angka kejadian dan kematian yang masih tinggi pada infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) masih menjadi permasalahan kesehatan global. Berdasarkan laporan UNAIDS disebutkan bahwa kasus HIV/AIDS secara global sebanyak 34 juta orang dengan 2,5 juta kasus infeksi baru, 14,8 juta orang memenuhi syarat pengobatan, 8 juta orang mendapat pengobatan, dan 1,7 juta kasus kematian karena AIDS. Infeksi baru HIV telah mengalami penurunan di beberapa negara berpenghasilan rendah dan menengah dengan penurunan global sebesar 86%, namun dilaporkan meningkat di Bangladesh, Indonesia, Filipina, dan Sri Lanka (UNAIDS, 2012). Kematian terkait AIDS telah mengalami penurunan sejak dilakukannya peningkatan terapi antiretroviral (ARV) yaitu dari puncaknya 2,3 juta di tahun 2005 menjadi 1,6 juta pada tahun 2012 dengan persentase penurunannya sebanyak 51% (UNAIDS, 2012; UNAIDS, 2013a). Proyeksi kematian HIV/AIDS menunjukkan bahwa jumlah kematian pasien HIV/AIDS akan tetap tinggi di masa mendatang (Bongaarts et al., 2009). Indonesia dilaporkan sebagai salah satu negara Asia yang mengalami peningkatan infeksi HIV cukup signifikan dengan jumlah kasus infeksi baru sebanyak orang dan menduduki peringkat ketiga di Asia Pasifik setelah India dan Cina (UNAIDS, 2013b). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan bahwa hingga Juni 2014, kasus masuk perawatan HIV dari orang dengan HIV/AIDS, dengan penyebarannya yaitu (70,10%)

20 orang memenuhi syarat pengobatan, orang (77,37%) mendapat pengobatan, dan (18,04%) kasus kematian karena AIDS. Pelaporan case fatality rate terkait AIDS memiliki kecenderungan proporsi yang menurun yaitu 3,79% di tahun 2012 turun menjadi 0,04% di bulan Juni tahun 2014 (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Proporsi ini menunjukkan angka yang lebih kecil dari angka yang sesungguhnya karena banyak kematian terkait AIDS yang tidak diketahui mengingat tingginya kejadian loss to follow up yang mencapai 17,95%. Berdasarkan jumlah kasus yang dilaporkan, Provinsi Bali dengan jumlah kasus HIV dan AIDS menduduki urutan kelima setelah Papua, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Barat; serta sebagai provinsi dengan AIDS case rate tertinggi ketiga (100,2 per penduduk) setelah Papua dan Papua Barat. Berdasarkan kasus HIV/AIDS yang dilaporkan, sebanyak pasien dengan terapi ARV, pasien (62,01%) masih mengikuti terapi, pasien (18,32%) loss to follow up, 664 pasien (11,44%) meninggal, 459 pasien (7,91%) rujuk keluar, dan 18 (0,31%) pasien diketahui menghentikan terapi ARV (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Kematian pasien HIV/AIDS setelah mendapat terapi di Bali merupakan persentase kematian tertinggi ke tujuh di Indonesia. Angka ini masih berada di bawah persentase kematian nasional (18,04%), namun masih jauh dari target zero AIDS related death (ASEAN, 2011). Tiga kabupaten dengan jumlah kumulatif AIDS terbanyak di wilayah Provinsi Bali yang dilaporkan hingga Juni tahun 2014 yaitu Denpasar kasus (49,59%), Buleleng 593 kasus (13,92%), dan Badung 550 kasus (12,91%) (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014).

21 Rumah Sakit Umum Badung adalah rumah sakit yang menyediakan layanan care support treatment (CST) di Wilayah Bali selatan sejak tahun 2006 dan merupakan rumah sakit dengan rekam medis yang baik terkait register pasien HIV/AIDS dengan terapi ARV. Berkaitan dengan karakteristik pasien, selain sebagai penyedia layanan terapi ARV untuk masyarakat umum juga sebagai rujukan dari satelit Bali Medika Clinic (BMC) dengan salah satu pelayanan yang diberikan adalah perawatan HIV/AIDS untuk laki-laki seks dengan laki-laki (LSL) dan transgender. Hingga akhir Juli 2014, teridentifikasi 671 pasien HIV/AIDS dengan terapi ARV dan sebanyak 76 pasien (11,33%) meninggal (RSUD Badung, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kematian pada pasien HIV/AIDS setelah memulai terapi ARV di Kabupaten Badung masih sebagai masalah dalam program HIV. Terapi ARV mempunyai peran besar dalam meningkatkan kualitas hidup pasien dengan HIV/AIDS, menurunkan angka kematian dan kesakitan, serta meningkatkan harapan masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2011b). Banyak penelitian pada program terapi ARV menunjukkan angka kematian yang lebih tinggi pada enam bulan pertama memulai pengobatan (Tadesse et al., 2014). Penelitian di belahan negara Afrika, Eropa, Amerika, dan Asia telah melaporkan prediktor kematian pada pasien HIV/AIDS dengan terapi ARV namun masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten pada beberapa variabel. Variabel tersebut meliputi usia (Alvarez-Uria et al., 2013; Zheng et al., 2014), jenis kelamin (Badie et al., 2013; Odafe et al., 2012), berat badan (Miller et al., 2014; Tadesse et al., 2014), tekanan darah (Bloomfield et al., 2014; Jarrett et al., 2013), jumlah CD4 (Biadgilign et al., 2012; Miller et al., 2014), status fungsional

22 (Odafe et al., 2012; Wubshet et al., 2012), tuberculosis (Tadesse et al., 2014; Wubshet et al., 2013), rejimen (Bekolo et al., 2013; Bock et al., 2013), faktor risiko penularan (Jarrett et al., 2013; Miller et al., 2014), penghasilan (Birbeck et al., 2011; Jarrett et al., 2013), pendamping minum obat (Lamb et al., 2012; Stringer et al., 2006), status pekerjaan (Cunningham et al., 2005; Wubshet et al., 2012) status pernikahan (Kposowa, 2013; Tadesse et al., 2014), dan jarak tempat tinggal dengan layanan (Alvarez-Uria et al., 2013; Bekolo et al., 2013). Penurunan kasus kematian pada pasien HIV/AIDS di Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang baik, namun publikasi terkait prediktor kematian pada pasien HIV/AIDS dengan terapi ARV masih terbatas, terutama yang dihasilkan dari studi longitudinal. Sebagai upaya untuk perencanaan dan evaluasi program terapi ARV lebih lanjut, informasi prediktor kematian pasien HIV/AIDS dengan terapi ARV penting untuk dipahami. Ini juga merupakan salah satu strategi untuk mencapai keberhasilan program AIDS dan sebagai langkah untuk pencapaian Getting to Zero yang meliputi zero new infection, zero death from AIDS-related illness dan zero discrimination yang telah menjadi komitmen Indonesia dalam ASEAN Declaration pada tahun 2007 (ASEAN, 2011; WHO, 2012). 1.2 Rumusan masalah Rumusan masalah penelitian pada pasien HIV/AIDS dengan terapi antiretroviral (ARV) di Rumah Sakit Umum Daerah Badung Bali periode tahun meliputi hal berikut ini Bagaimana karakteristik sosiodemografi, karakteristik klinis, dan karakteristik layanan ARV pasien pada saat mulai terapi ARV?

23 1.2.2 Bagaimana kondisi klinis pasien pada akhir pengamatan? Berapa incidence rate terjadinya kematian pada pasien? Berapa incidence rate kematian pasien yang memulai terapi ARV pada periode kebijakan terapi ARV tahun 2007 (CD4 200) dan tahun 2011 (CD4 350)? Berapa median time terjadinya kematian pada pasien? Berapa median time kematian pasien yang memulai terapi ARV pada periode kebijakan terapi ARV tahun 2007 (CD4 200) dan tahun 2011 (CD4 350)? Apakah ada hubungan antara karakteristik sosiodemografi pasien yang meliputi usia, jenis kelamin, faktor risiko penularan, status pernikahan, pendidikan, status pekerjaan, dan adanya pendamping minum obat pada awal terapi ARV terhadap kematian? Apakah ada hubungan antara karakteristik klinis pasien yang meliputi berat badan, kadar hemoglobin, jumlah CD4, stadium klinis, status fungsional, infeksi oportunistik, serta golongan NRTI dan NNRTI pada awal terapi ARV terhadap kematian? Apakah ada hubungan antara karakteristik layanan ARV yang meliputi jenis tempat layanan dan kebijakan pedoman ARV pada awal terapi ARV terhadap kematian?

24 1.3 Tujuan penelitian Tujuan umum Mengetahui kejadian dan prediktor kematian pada pasien HIV/AIDS dengan terapi antiretroviral (ARV) di Rumah Sakit Umum Daerah Badung Bali periode tahun Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian pada pasien HIV/AIDS dengan terapi ARV di Rumah Sakit Umum Daerah Badung Bali periode tahun adalah untuk mengetahui hal berikut ini Karakteristik sosiodemografi, karakteristik klinis, dan karakteristik layanan ARV pasien pada saat mulai terapi ARV Kondisi klinis pasien pada akhir pengamatan Incidence rate terjadinya kematian pada pasien Incidence rate kematian pasien yang memulai terapi ARV pada periode kebijakan terapi ARV tahun 2007 (CD4 200) dan tahun 2011 (CD4 350) Median time terjadinya kematian pada pasien Median time kematian pasien yang memulai terapi ARV pada periode kebijakan terapi ARV tahun 2007 (CD4 200) dan tahun 2011 (CD4 350) Hubungan antara karakteristik sosiodemografi pasien yang meliputi usia, jenis kelamin, faktor risiko penularan, status pernikahan, pendidikan, status pekerjaan, dan adanya pendamping minum obat pada awal terapi ARV terhadap kematian.

25 Hubungan antara karakteristik klinis pasien saat mulai terapi yang meliputi berat badan, kadar hemoglobin, jumlah CD4, stadium klinis, status fungsional, infeksi oportunistik, serta golongan NRTI dan NNRTI pada awal terapi ARV terhadap kematian Hubungan antara karakteristik layanan ARV yang meliputi jenis tempat layanan dan kebijakan pedoman ARV pada awal terapi ARV terhadap kematian. 1.4 Manfaat penelitian Manfaat teoritis Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan pengetahuan terkait faktor yang berkontribusi terhadap meningkatnya kematian pada pasien HIV/AIDS dengan terapi antiretoviral (ARV) di Indonesia khususnya wilayah Bali yang dapat digunakan sebagai pengembangan penelitian berikutnya Manfaat Praktis 1. Memberikan informasi baru bagi pasien HIV/AIDS terkait faktor yang dapat meningkatkan kejadian kematian setelah menerima terapi antiretroviral. 2. Memiliki implikasi penting terhadap proses monitoring dan evaluasi program sehingga memberikan acuan dalam keberhasilan program HIV/AIDS di Bali. 3. Memberikan informasi baru bagi layanan care support treatment (CST) di Provinsi Bali untuk menggalakkan berbagai program yang berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup pasien HIV/AIDS.

26 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Epidemi kematian HIV/AIDS di Indonesia Sejak tahun 2000, HIV/AIDS di Indonesia masih menjadi epidemi di beberapa sub-populasi berisiko tinggi (dengan prevalensi HIV >5%) yaitu pada pengguna napza suntik (penasun), wanita pekerja seks (WPS), LSL (laki-laki suka seks dengan laki-laki), dan waria. Beberapa laporan terakhir menunjukkan bahwa jumlah orang yang dilaporkan HIV positif bertambah dengan cepat. Situasi ini salah satunya disebabkan oleh kombinasi transmisi HIV melalui penggunaan jarum suntik bersama dan transmisi seksual di antara populasi berisiko tinggi. Hasil surveilans Kementerian Kesehatan di beberapa provinsi menggambarkan bahwa prevalensi HIV mulai konstan di atas 5% pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi tertentu yaitu berkisar 21% 52% pada penasun, 1% - 22% pada WPS, 3% - 17% pada waria (Kementerian Kesehatan RI, 2013b). Berkaitan dengan kematian pasien HIV/AIDS, temuan kasus kematian sejak awal ditemukannya HIV/AIDS di Indonesia terus mengalami peningkatan yaitu 1 kasus kematian di tahun 1987, terus mengalami peningkatan hingga puncaknya di tahun 2012 yang mencapai kematian, dan mulai menurun di tahun 2013 yaitu 721 kematian dan 175 kematian hingga Juni Secara kumulatif kasus kematian yang dilaporkan hingga Juni 2014 sejumlah kematian dengan laporan terbanyak pada laki-laki (56,18%). Berdasarkan kategori umur, laporan kasus kematian terbanyak berada pada rentang umur tahun (30,07%) dan umur tahun (29,60%) (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

27 Case fatality rate AIDS yang dilaporkan berdasarkan tahun mengalami perkembangan yang naik turun yaitu mencapai puncaknya 18,16% di tahun 2000, mengalami penurunan 4,94% di tahun 2001, terus mengalami peningkatan hingga tahun 2004 yaitu 13,86%, dan mulai menurun kembali mencapai 0,04% pada laporan Juni 2014 (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa case fatality rate pada pasien HIV/AIDS di Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang baik. 2.2 Terapi antiretoviral (ARV) Prognosis infeksi HIV telah mengalami perbaikan secara dramatis setelah ditemukannya pengobatan terhadap orang yang terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV) dengan menggunakan obat anti-hiv yang dikenal dengan terapi antiretroviral (ARV). Standar Pengobatan terdiri dari minimal kombinasi tiga obat (sering disebut "highly active antiretroviral therapy " atau HAART) yang menekan replikasi HIV. ARV memiliki potensi baik untuk mengurangi angka kematian dan morbiditas di antara orang yang terinfeksi HIV, dan meningkatkan kualitas hidup mereka (WHO, 2014a). Terapi antiretroviral (ARV) yang digunakan untuk menekan replikasi HIV harus digunakan seumur hidup. Pada enam bulan sejak memulai terapi ARV diharapkan terjadi perkembangan klinis dan imunologi yang baik karena merupakan masa yang kritis dan penting, bahkan terkadang terjadi toksisitas obat. Berbagai faktor mempengaruhi perbaikan klinis maupun imunologis tersebut sehingga diperlukan adanya pemantauan pada pasien yang sudah mulai terapi ARV untuk menunjang keberhasilan terapi ARV tersebut. Pemantauan tersebut meliputi pemantauan klinis, pemantauan laboratoris, pemantauan pemulihan

28 jumlah CD4, dan pemantauan kematian dalam terapi ARV (Kementerian Kesehatan RI, 2011b). Secara umum target terapi ARV dijelaskan pada tabel berikut ini. Tabel 2.1 Target Terapi ARV Target Uraian Klinis Kualitas hidup penderita ditingkatkan seoptimal mungkin dan dipertahankan tetap optimal selama mungkin. Umur harapan hidup penderita diharapkan dapat diperpanjang selama mungkin sejauh diupayakan oleh manusia secara wajar, rasional, dan manusiawi. Imunologis Status imun yang terganggu diusahakan untuk dipulihkan. Jumlah limfosit total diusahakan dan dipertahankan >1200 dan atau CD4 ditingkatkan dan dipertahankan >500 sel/mm3. Virologis Jumlah virus dapat ditekan paling tidak di bawah 400 kopi per ml atau idealnya di bawah 50 kopi per ml dan dipertahankan tetap rendah selama mungkin. Terapeutik Obat ARV dapat diterima oleh tubuh penderita dengan efek samping dan resistensi seminimal mungkin Epidemiologis Transmisi infeksi HIV menurun bermakna. Perjalanan epidemiologi HIV harus dapat diubah. Sumber : (Nasronudin, 2007) Perkembangan pedoman terapi antiretroviral (ARV) di Indonesia Pedoman untuk pengobatan pasien HIV/AIDS terkait pemberian ARV terus diperbaharui secara periodik yang mengacu pada perkembangan ilmiah untuk mencapai kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang lebih baik. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan bahwa saat mulainya terapi adalah ketika jumlah CD4 seseorang turun di bawah 500 sel/µl dan segera untuk ibu hamil, pasangan HIV-positif pada pasangan serodiskordant (berbeda status HIVnya), anak di bawah lima tahun dan orang-orang dengan HIV terkait TB dan

29 Hepatitis B (UNAIDS, 2013a). Perkembangan pedoman pemberian terapi ARV di Indonesia dijelaskan pada tabel berikut ini. Tabel 2.2 Pedoman Terapi ARV di Indonesia Populasi Target Odha tanpa gejala klinis (stadium klinis 1) dan belum pernah mendapat terapi ARV. Odha dengan gejala klinis dan belum pernah mendapat terapi ARV. Perempuan hamil dengan HIV. Odha dengan koinfeksi TB yang belum pernah mendapat terapi ARV. Pedoman Terapi ARV 2007 CD4 200 sel/mm3. a. Semua pasien CD4 200 sel/mm3. b. Stadium klinis 3 atau 4, berapapun jumlah CD4. a. Stadium klinis 1 atau 2 dan CD4 <200 sel/mm3. b. Stadium klinis 3 dan CD4 <350 sel/mm3. c. Stadium klinis 4 berapapun jumlah CD4. Adanya gejala TB aktif dan CD4 <350 sel/mm3. Pedoman Terapi ARV 2011 CD4 350 sel/mm3. a. Stadium klinis 2 bila CD4 350 sel/mm3, atau b. Stadium klinis 3 atau 4, berapapun jumlah CD4. Semua ibu hamil berapapun jumlah CD4 atau apapun stadium klinis. Mulai terapi berapapun jumlah CD4. Odha dengan koinfeksi Hepatitis B (HBV) yang belum pernah mendapat terapi ARV. Tidak ada rekomendasi khusus. Odha dengan koinfeksi Hepatitis B (kronis aktif), berapapun jumlah CD4. Sumber: (Kementerian Kesehatan RI, 2011b) Perkembangan terkini terkait pedoman pemberian ARV di Indonesia adalah mengacu pada surat edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 129 tahun 2013 yang menyebutkan bahwa inisiasi dini ART tanpa melihat nilai CD4, dapat diberikan kepada mereka yang HIV (+) yaitu: ibu hamil, pasien koinfeksi tuberculosis, lelaki seks dengan lelaki (LSL), pasien koinfeksi hepatitis

30 B dan C, pekerja seks perempuan (PSP), pengguna narkoba suntik (penasun), odha yang pasangan tetapnya masih memiliki status HIV (-) dan tidak menggunakan kondom secara konsisten. Adanya perubahan kebijakan ini membawa dampak pada penurunan jumlah kasus kematian pada pasien HIV/AIDS. Hal ini dapat dilihat berdasarkan pelaporan persentase kematian pasien HIV/AIDS setelah terapi ARV yang telah menunjukkan adanya penurunan yaitu 20,5% di tahun 2011, 18,59% di tahun 2013, dan 18,04% di bulan Juni tahun 2014 (Kementerian Kesehatan RI, 2011a; Kementerian Kesehatan RI, 2013a; Kementerian Kesehatan RI, 2014). Pelaporan menurunnya kematian pasien HIV/AIDS di Indonesia ini sesuai dengan hasil laporan UNAIDS yang menunjukkan bahwa pengobatan HIV yang lebih awal dapat mencapai manfaat ARV dalam mengurangi angka kematian dan morbiditas diantara orang yang terinfeksi HIV (UNAIDS, 2013a) Situasi terapi antiretroviral (ARV) Pada akhir tahun 2011, terapi ARV mencapai 8 juta orang HIV/AIDS dan pertama kalinya sebagian besar (54%) pasien yang memenuhi syarat ARV di negara berpenghasilan rendah dan menengah telah menerima ARV. Secara global, kesenjangan antara jumlah orang yang menerima ARV dan jumlah orang yang memenuhi syarat untuk ARV adalah sebesar 46%. Di Asia Pasifik, kesenjangannya mencapai 54% (UNAIDS, 2012). Pada Desember 2012, diperkirakan 9,7 juta orang di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menerima terapi antiretroviral, meningkat dari 1,6 juta lebih di tahun Berdasar pedoman WHO 2010, 61% (57-66%) dari semua orang yang memenuhi syarat untuk pengobatan HIV di negara berpenghasilan rendah dan

31 menengah telah memperoleh terapi antiretroviral pada tahun Namun berdasar pedoman WHO 2013, 9,7 juta orang yang menerima ARV di negara berpenghasilan rendah dan menengah tersebut hanya mewakili 34% (32-37%) dari 28,6 (26,5-30,9) juta orang yang memenuhi syarat pada tahun 2013 (UNAIDS, 2013a). Di tahun 2014, WHO melaporkan bahwa lebih dari 28 juta orang yang layak mendapatkan terapi ARV dan 11,7 juta orang yang telah mengakses ARV di negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2014b). Pencapaian terapi ARV di Indonesia menunjukkan perkembangan yang baik. Kesenjangan antara jumlah pasien yang memenuhi syarat ARV ( ) dengan yang menerima ARV( ) sebesar 22,63% (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Capaian ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 24,41% dari pasien yang memenuhi syarat ARV dan yang menerima ARV (Kementerian Kesehatan RI, 2013a). Peningkatan capaian orang yang menerima ARV ini juga diikuti dengan laporan penurunan persentase kematian pasien HIV/AIDS setelah terapi ARV yaitu 19,94% di tahun 2013 menjadi 18,04% di bulan Juni tahun 2014 (Kementerian Kesehatan RI, 2013a; Kementerian Kesehatan RI, 2014). 2.3 Prediktor kematian pada pasien HIV/AIDS dengan terapi antiretroviral (ARV) Sejak digencarkannya terapi antiretroviral (ARV), jumlah pasien yang terdaftar dalam terapi ARV meningkat di banyak negara berkembang. Namun banyak penelitian terkait program ARV yang menunjukkan bahwa angka kematian pasien HIV/AIDS lebih tinggi terjadi pada enam bulan pertama memulai pengobatan dan menurun di tahun berikutnya (Alvarez-Uria et al., 2013; Tadesse

32 et al., 2014). Pada penelitian di Brazil dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa angka kematian mencapai 64,7% pada tiga bulan pertama penggunaan ARV dengan tingkat kematian mencapai 75,4 per 1000 orang-tahun (Grinsztejn et al., 2009). Penelitian lain di India menunjukkan bahwa tingkat kematian pasien HIV/AIDS pada enam bulan pertama mulai ARV adalah adalah 16,7 per 100 orang-tahun, 7 per 100 orang-tahun selama semester kedua, 4,5 per 100 orangtahun selama tahun kedua, 3 per 100 orang-tahun selama tahun ketiga, 3,4 per 100 orang-tahun selama tahun keempat, dan 1,7 per 100 orang-tahun selama tahun kelima (Alvarez-Uria et al., 2013). Tingginya angka kematian pada awal pemakaian ARV ini karena pada enam bulan pertama pengobatan ARV merupakan masa kritis yang memungkinkan untuk terjadi toksisitas obat (Kementerian Kesehatan RI, 2011b). Proyeksi kematian HIV/AIDS menunjukkan bahwa jumlah kematian pasien HIV/AIDS akan tetap tinggi di masa mendatang yaitu karena 33 juta orang saat ini telah terinfeksi dan sekitar 2,7 juta pasien terinfeksi HIV baru setiap tahunnya (Bongaarts et al., 2009). Namun puncak angka kematian akan lebih rendah dari puncak tingkat insiden karena waktu kelangsungan hidup antara infeksi dan kematian akibat AIDS bervariasi secara substansial antara individu, juga didukung karena adanya pengobatan yang dapat mengurangi angka kematian. Prediktor kematian pada pasien HIV/AIDS dengan terapi ARV telah dilaporkan dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan di luar negeri. Namun masih terdapat beberapa laporan hasil penelitian yang menunjukkan hasil kontradiktif antara satu penelitian dengan penelitian lainnya. Hasil analisis

33 penelitian yang berkaitan dengan prediktor kematian pasien HIV/AIDS dengan terapi ARV diuraikan sebagai berikut Prediktor karakteristik demografi Usia Kematian AIDS terkonsentrasi di kalangan orang dewasa muda dan anak-anak. Alasan epidemi terjadi diantara orang dewasa muda adalah terkait hubungan seksual yang merupakan modus dominan penularan HIV. Proporsi dari semua kematian akibat AIDS jauh lebih tinggi diantara orang dewasa berusia dibandingkan kelompok usia lainnya. Proyeksi untuk tahun 2030 menunjukkan bahwa proporsi kematian AIDS pada usia akan tetap pada level saat ini. Pengecualian untuk kecenderungan umum pada negara-negara dengan penurunan yang relatif cepat dalam kejadian HIV(Bongaarts et al., 2009). Laju progresivitas infeksi HIV salah satunya dipengaruhi oleh umur. Peningkatan umur berkaitan dengan pemulihan kekebalan dan besarnya stresor tiap individu (Nasronudin, 2007). Sistem imun akan menjadi matang di usia dewasa dan akan menurun kembali saat usia lanjut (Sielma, 2012). Hal ini memicu bahwa memulai ART di usia yang lebih tua memiliki risiko lebih besar untuk meninggal dibandingkan usia muda. Penelitian di 35 negara di Eropa, Amerika, Asia, Australia, dan Afrika menyatakan bahwa umur memiliki hubungan yang signifikan terhadap kematian (ahr: 1,4; 95% CI: 1,2-1,6) (Miller et al., 2014). Penelitian di Cina menemukan bahwa pasien dengan ART pada usia yang lebih tua (>45 tahun) berada pada risiko lebih besar untuk meninggal dari usia tahun (Zheng et al., 2014). Hal yang sama juga disampaikan dalam penelitian sebelumnya bahwa usia tua meningkatkan risiko kematian (Bekolo et

34 al., 2013; Jarrett et al., 2013). Namun temuan berbeda didapatkan pada penelitian di India dan Ethiopia yang menyatakan bahwa umur pasien saat menerima terapi ARV tidak berpengaruh terhadap kematian (ahr: 1,00) (Alvarez-Uria et al., 2013; Biadgilign et al., 2012; Tadesse et al., 2014) Jenis kelamin Laju progresivitas infeksi HIV dan besarnya stressor juga dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin. Pada saat sebelum masa reproduksi, sistem imun lelaki dan perempuan sama dan sistem imun antara keduanya mulai berbeda ketika memasuki masa reproduksi. Pada wanita telah diproduksi hormon estrogen yang mempengaruhi sintesis IgG dan IgA menjadi lebih banyak (meningkat) sehingga menyebabkan wanita lebih kebal terhadap infeksi. Pada pria telah diproduksi hormon androgen yang bersifat imunosupresan sehingga memperkecil risiko penyakit autoimun tetapi tidak membuat lebih kebal terhadap infeksi (Nasronudin, 2007; Sielma, 2012). Oleh karena itu laki-laki memiliki risiko lebih besar terhadap kematian. Angka kematian kasar secara signifikan lebih tinggi pada laki-laki (8,6 per 100 orang-tahun; 95% CI: 7,3-9,9) dibandingkan dengan perempuan (1,7 per 100 orang-tahun; 95% CI: 0,9-3,16). Dalam analisis cox proporsional, hazard rasio (HR) untuk pria dibandingkan dengan wanita adalah 4,55 (95% CI: 2,3-18,93) (Badie et al., 2013). Hal ini sependapat dengan beberapa hasil penelitian di Ethiopia bahwa laki-laki memiliki hubungan yang kuat terhadap kematian (Tadesse et al., 2014; Wubshet et al., 2013). Namun pada penelitian sebelumnya di Nigeria menunjukkan hasil yang bertentangan bahwa jenis kelamin tidak

35 memiliki hubungan yang signifikan terhadap kematian (HR: 1,29; 95% CI: 0, ; p: 0,172) (Odafe et al., 2012) Prediktor karakteristik klinis Stadium klinis Infeksi HIV pada stadium II akhir dan awal stadium III meningkatkan terjadinya sindrom wasting pada 46% kasus yang ditandai dengan penurunan berat badan lebih dari 10% disertai berbagai gejala kelemahan umum yang berkepanjangan. Keadaan ini potensial mendorong ke status imunokompromise yang mengancam jiwa penderita. Bila gangguan metabolisme dan imunologis pada infeksi HIV tetap berlangsung dan tidak dikendalikan, maka respon terhadap stresor biologis dan psikologis potensial meningkatkan kepekaan terhadap infeksi sekunder sehingga jatuh ke stadium AIDS. Sindrom wasting sangat menentukan cepat atau lambatnya kematian pada infeksi HIV & AIDS (Nasronudin, 2007). Sebuah penelitian di Ethiopia menunjukkan bahwa angka kematian pada pasien dengan stadium klinis III dan IV adalah 60,40 per 100 orang-tahun (95% CI: 51,02 71,50) (Wubshet et al., 2013). Penelitian di Kamerun menemukan bahwa pasien dengan stadium klinis 3 (ahr: 3,55; 95% CI: 1,82-6,91) dan 4 (ahr: 6,13; 95% CI: 2,82-13,29) memiliki outcome terburuk (Bekolo et al., 2013). Temuan ini sependapat dengan penelitian sebelumnya di Nigeria dan Ethiopia bahwa stadium klinis 3 dan 4 memiliki risiko lebih besar untuk meninggal dibandingkan dengan stadium 1 dan 2 (Biadgilign et al., 2012; Odafe et al., 2012).

36 Berat badan Pasien terinfeksi HIV sering mengalami gangguan asupan nutrien sehingga akan mempengaruhi status nutrisi (makronutrien dan mikronutrien) serta sistem imun orang dengan infeksi HIV & AIDS. Perubahan status nutrisi tersebut disebabkan oleh berbagai faktor seperti anoreksia, hipermetabolik, infeksi kronis, demam, penurunan intake nutrient, mual, muntah, diare, malabsorpsi, peningkatan kebutuhan maupun kehilangan nutrien, depresi, efek samping obat, radiasi, dan kemoterapi. Tanpa dukungan nutrisi yang adekuat, stress metabolic akibat infeksi akan menimbulkan kehilangan berat badan dan rusaknya sel bagian tubuh organ vital. Penurunan berat badan 10-20% dari semula akan sangat mengurangi kemampuan daya tahan tubuh dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas, bahkan kehilangan 40% berat badan dapat menyebabkan kematian (Nasronudin, 2007). Hal ini dibuktikan pada penelitian di Ethiopia bahwa pasien yang melaporkan kehilangan >10% dari berat badan mereka pada awal terapi adalah 5 kali lebih mungkin meninggal dibandingkan dengan pasien yang tidak (HR: 4,93; 95% CI: 1,20 20,41) (Biadgilign et al., 2012). Disebutkan juga bahwa pasien dengan berat badan rendah (<40 kg) memiliki dua kali risiko terhadap kematian (HR: 2,4; 95% CI: 1,24-4,55) (Tadesse et al., 2014). Temuan yang sama juga didapatkan dalam penelitian lain di Tanzania (Mossdorf et al., 2011). Terkait dengan hal ini, penelitian di Boston menggunakan ukuran yang lebih spesifik bahwa indeks massa tubuh (IMT <18) meningkatkan risiko kematian (HR: 5,84; p <0,01) (Jarrett et al., 2013; Paton et al., 2006). Berbeda dengan beberapa hasil penelitian di atas, penelitian yang dilaksanakan di beberapa

37 negara di Eropa, Amerika, Afrika, Australia, dan Asia menyebutkan bahwa dalam analisis multivariat, indeks massa tubuh (IMT) tidak berhubungan dengan kematian (p 0,46) (Miller et al., 2014) Tekanan darah Penyakit kardiovaskular adalah penyebab paling umum kedua pada kematian di antara HIV seropositif setelah kematian karena AIDS (May, 2010). Tren ini telah disertai dengan pergeseran dalam perawatan jangka panjang untuk memasukkan perhatian risiko kardiovaskuler pada pasien HIV. Berkaitan dengan hal tersebut diketahui bahwa tekanan darah rendah yaitu systole <100 mmhg (IR: 5,2; 95% CI: 4,8-5,7) dan diastole <60 mmhg (IR: 9,2; 95% CI: 8,3-10,2) memiliki hubungan yang tinggi terhadap angka insiden kematian. Berdasarkan analisa proportional hazard model baik laki-laki (HR: 3,19; 95% CI: 2,14-4,74) maupun perempuan (HR: 2,76; 95% CI: 1,98-3,83), tekanan darah systole <100 atau tekanan darah diastole <60 memiliki risiko terbesar terhadap kematian, dibandingkan dengan rentang tekanan darah normal. Dalam adjusted analisis diketahui bahwa efek tekanan darah tinggi lebih kecil dari efek tekanan darah rendah (Bloomfield et al., 2014). Terkait dengan tekanan darah tinggi, penelitian di Boston menyatakan bahwa hipertensi tidak memiliki hubungan dengan risiko kematian (HR: 1,18; p: 0,46) (Jarrett et al., 2013) Viral load Viral load adalah istilah yang menggambarkan jumlah salinan material genetik HIV (RNA) per mililiter (kopi/ml). Tes viral load mengukur jumlah HIV dalam sampel kecil darah dan merupakan salah satu tes yang akan dilakukan secara teratur untuk memantau kesehatan dan membantu untuk keputusan

38 pengobatan. Semakin tinggi viral load, maka semakin cepat progresivitas HIV menjadi AIDS (Carter & Hughson, 2014). Hal ini dibuktikan pada penelitian di Boston yang menyatakan bahwa viral load HIV yang semakin tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian (HR: 1,81, p: <0,01) (Jarrett et al., 2013). Namun dalam penelitian lainnya menyatakan bahwa viral load tidak memiliki hubungan dengan risiko kematian (p: 0,727) (Ingle et al., 2014; Paton et al., 2006) Jumlah CD4 Limfosit T-CD4 bertugas mengatur reaksi sistem kekebalan tubuh manusia yang mengawali, mengarahkan untuk pengenalan serta pemusnahan terhadap berbagai mikroorganisme termasuk virus. Pada infeksi HIV justru limfosit T ini yang diintervensi dan mengalami infeksi serta dirusak oleh HIV sehingga jumlahnya cenderung terus menurun (normal sel/mm³). Bila jumlah CD4 mencapai atau melampaui batas kritis 200 sel/mm³ berarti kondisi ini telah memasuki stadium AIDS dengan atau tanpa manifestasi klinis. Manifestasi klinis dapat terjadi pada jumlah limfosit T-CD4 relatif normal (CD4 500 sel/mm³) atau saat terjadi penurunan sedang (CD sel/mm³), penurunan berat (CD4 200 sel/mm³). Proses ini akan berjalan berkesinambungan dengan jumlah limfosit T-CD4 yang akan semakin rendah sehingga membuka peluang infeksi sekunder dan muncul manifestasi klinis AIDS hingga sepsis (Nasronudin, 2007). Penelitian di Nigeria menemukan bahwa pasien yang memiliki karakteristik awal saat ARV dengan CD4 <50 sel/mm³ memiliki risiko dua kali lebih besar terhadap kematian dibandingkan pasien yang memiliki CD4 >350

39 sel/mm³ (shr: 2,84; 95% CI: 1,20-6,71) (Odafe et al., 2012). Penelitian Fox et al. di Amerika menemukan bahwa mereka yang memulai ART dengan jumlah CD4 500 dengan orang yang memiliki CD4 50 cell/ml maka risiko kematian satu tahun pada ART berkurang sebesar 54% (6,8 vs 12,5%) (Fox et al., 2013). Beberapa hasil penelitian lain di Sub-sahara Afrika, Ethiopia, Amerika, dan India juga menunjukkan hasil yang konsisten bahwa jumlah CD4 yang semakin rendah merupakan faktor yang berhubungan dengan kematian (Alvarez-Uria et al., 2013; Biadgilign et al., 2012; Tadesse et al., 2014; Wubshet et al., 2013). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Miller et al. bahwa tidak ditemukan adanya hubungan kematian terhadap kondisi awal CD4 pasien (p: 0,27) (Miller et al., 2014) Kadar hemoglobin Orang dengan infeksi HIV sering mengalami trombositopenia yang dikarenakan kompleks imun merusak trombosit akibat kehilangan kendali (Nasronudin, 2007). Pada pasien HIV/AIDS, anemia adalah kelainan hematologi yang biasa ditemui dan yang juga memiliki dampak signifikan pada hasil klinis dan kualitas hidup. Terkait kadar haemoglobin (Hb), beberapa penelitian yang ada menunjukkan bahwa kadar hemoglobin memiliki keterkaitan dengan kematian namun memiliki perbedaan standar pada batasan kadar hemoglobin yang meningkatkan terjadinya kematian. Pada penelitian di Ethiopia menemukan bahwa pasien dengan anemia (Hb <11 g/dl) memiliki risiko dua kali lebih tinggi terhadap kematian dibandingkan pasien yang tidak anemia (HR: 1,9; 95% CI: 1,01-3,52) (Tadesse et al., 2014). Pada penelitian sebelumnya di Kamerun menyebutkan bahwa dalam analisis multivariat, pasien dengan kadar hemoglobin

40 <10 g/dl (ahr: 2,50; 95% CI: 1,69-3,69) tetap bermakna dikaitkan dengan kematian setelah disesuaikan untuk jenis kelamin, usia, dan waktu (Bekolo et al., 2013) Infeksi oportunistik HIV memiliki angka kematian yang tinggi dimana hal yang dapat mengancam kehidupan pasien HIV tidak hanya berasal dari virus tetapi juga dipengaruhi infeksi oportunistik dan komplikasi yang juga dapat menyebabkan kematian (Centers of diseases control prevention, 2009). Bila HIV diikuti oleh koinfeksi oleh virus lain, bakteri, jamur, protozoa maka akan terjadi kematian yang lebih cepat dan difus. Kondisi ini disebut apoptosis patologis difus dipercepat (Nasronudin, 2007). Selain itu, odha yang mengalami infeksi oportunistik seperti tuberculosis, pneumonia, diare, infeksius, dermatitis, herpes simpleks, herpes zoster, meningitis, juga sepsis akan semakin memperjelek status nutrisinya (Nasronudin, 2007). Pernyataan ini didukung oleh penelitian Paton et al., di Singapura bahwa dalam analisis univariat jumlah infeksi oportunistik 3 memiliki risiko kematian 3 kali lebih besar dibandingkan dibawahnya (HR: 3,42; 95% CI: 1,36-8,58; p: 0,009), namun dalam analisis multivariat jumlah infeksi oportunistik secara statistik menjadi tidak bermakna (Paton et al., 2006). Hal ini juga didukung oleh penelitian di Cina bahwa dari semua penyebab kematian, 66,1% kematian disebabkan oleh penyakit terkait AIDS dengan penyebab terbanyak infeksi oportunistik (92,4%). Tubercle bacillus, infeksi penicillium marneffei dan pneumocystis carinii merupakan tiga penyebab utama kematian terkait infeksi oportunistik (Feng et al, 2013; Grant et al., 2014).

41 Pasien HIV yang menjalani pengobatan antituberkulosis dalam 3 bulan setelah inisiasi ART disebutkan memiliki risiko kematian 2,55 kali dibandingkan pasien yang tidak menjalani terapi tuberculosis (Alvarez-Uria et al., 2013). Kematian pada pasien dengan tuberculosis saat inisiasi ART adalah 54,61 (95% CI: 46,01 64,80) per 100 orang-tahun (Wubshet et al., 2013). Hal yang sama juga disampaikan pada penelitian di Iran bahwa kehadiran infeksi tuberculosis saat memulai ART memiliki hubungan yang kuat terhadap kematian (Badie et al., 2013; Wubshet et al., 2012). Temuan yang berbeda disampaikan pada penelitian di Ethiopia bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status tuberculosis positif atau negatif terhadap kejadian kematian (Tadesse et al., 2014). Berkaitan dengan kematian pasien HIV/AIDS berdasarkan penyebabnya, penelitian di Brazil dan Amerika Serikat membedakannya berdasarkan penyakit karena AIDS (AIDS defining illness) dan bukan karena AIDS (Non-AIDS defining illness). Diketahui bahwa kematian pasien HIV/AIDS di rumah sakit Brazil didominasi oleh AIDS-defining illness (ADI) sebesar 61,8% sedangkan pada rumah sakit di Amerika Serikat didominasi oleh non-aids defining illness (non- ADI) sebesar 55,6%. Analisis multivariat pada sub kelompok tersebut menunjukkan bahwa pasien HIV/AIDS dengan ADI memiliki risiko lebih tinggi terhadap terjadinya kematian (HR: 2,26; 95% CI: 1,09-4,67; p: 0,02) (Grinsztejn et al., 2009) Status fungsional Kondisi fungsional tubuh (kerja, ambulatori, dan baring) saat terapi ARV memiliki hubungan yang positif terhadap stadium penyakit. Pasien dalam kondisi baring pada saat mulai terapi memiliki risiko empat kali lebih besar terhadap

DETERMINAN LOSS TO FOLLOW UP

DETERMINAN LOSS TO FOLLOW UP TESIS DETERMINAN LOSS TO FOLLOW UP PASIEN ODHA YANG MENERIMA TERAPI ANTIRETROVIRAL DI LAYANAN VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING SEKAR JEPUN RSUD BADUNG TAHUN 2006-2014 PUTU DIAN PRIMA KUSUMA DEWI PROGRAM

Lebih terperinci

ABSTRAK PREDIKTOR PENINGKATAN STATUS GIZI PASIEN YANG MENDAPATKAN TERAPI ANTIRETROVIRAL DI RSUP SANGLAH DENPASAR BALI

ABSTRAK PREDIKTOR PENINGKATAN STATUS GIZI PASIEN YANG MENDAPATKAN TERAPI ANTIRETROVIRAL DI RSUP SANGLAH DENPASAR BALI ABSTRAK PREDIKTOR PENINGKATAN STATUS GIZI PASIEN YANG MENDAPATKAN TERAPI ANTIRETROVIRAL DI RSUP SANGLAH DENPASAR BALI Setelah ditemukannya obat antiretroviral (ARV) telah terjadi peningk atan status gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Epidemi HIV/AIDS sejak pertama kali ditemukan hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global 34 juta, jumlah

Lebih terperinci

PREDIKTOR SUBSTITUSI ZIDOVUDIN PADA PASIEN HIV/AIDS DI KLINIK VCT SEKAR JEPUN RSUD BADUNG PERIODE TAHUN

PREDIKTOR SUBSTITUSI ZIDOVUDIN PADA PASIEN HIV/AIDS DI KLINIK VCT SEKAR JEPUN RSUD BADUNG PERIODE TAHUN TESIS PREDIKTOR SUBSTITUSI ZIDOVUDIN PADA PASIEN HIV/AIDS DI KLINIK VCT SEKAR JEPUN RSUD BADUNG PERIODE TAHUN 2006-2014 NI WAYAN SUKMA ADNYANI NIM 1392161007 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang merupakan penyebab dari timbulnya Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), masih menjadi masalah kesehatan utama secara

Lebih terperinci

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di 1 BAB II PENDAHULUANN 1.1 Latar Belakangg Humann Immunodeficiencyy Viruss (HIV) / Acquired Immuno Deficiency Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di dunia, dimana jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKAA 2.1 Epidemiologi HIV/AIDS Secara global Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan kasusa HIV tertinggi dia Asia sejumlah 380.000 kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) saat ini merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia. Berdasarkan data yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular menjadi masalah dalam kesehatan masyarakat di Indonesia dan hal ini sering timbul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menyebabkan kematian penderitanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan masalah kesehatan global yang menjadi perbincangan masyarakat di seluruh

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum FAKTOR DETERMINAN PENINGKATAN BERAT BADAN DAN JUMLAH CD4 ANAK HIV/AIDS SETELAH ENAM BULAN TERAPI ANTIRETROVIRAL Penelitian Cohort retrospective terhadap Usia, Jenis kelamin, Stadium klinis, Lama terapi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Accquired Immunodeficiency Syndrom) adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang dikenal sebagai spektrum infeksi Human Immunodificiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya menjaga sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala akibat penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus

Lebih terperinci

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit epidemik di dunia, dimana penderita HIV terbanyak berada di benua Afrika dan Asia. Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

Lebih terperinci

4.6 Instrumen Penelitian Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Etika Penelitian BAB V.

4.6 Instrumen Penelitian Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Etika Penelitian BAB V. DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... I LEMBAR PERSETUJUAN... II PENETAPAN PANITIA PENGUJI... III KATA PENGANTAR... IV PRASYARAT GELAR... V ABSTRAK... VI ABSTRACT... VII DAFTAR ISI... VIII DAFTAR TABEL... X Bab I.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui aktivitas seksual dengan pasangan penderita infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency Syndrome (AIDS) adalah masalah besar yang mengancam banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan epidemi HIV (human immunodeficiancy virus) yang berkembang paling cepat menurut data UNAIDS (United Nations

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin nyata menjadi masalah kesehatan utama di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara yang terbebas dari HIV/AIDS. (1) Saat ini

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Pasien ART Rendahnya imunitas dan beratnya keadaan klinis pasien saat memulai ART mempengaruhi lamanya proses perbaikan imunologis maupun klinis pasien. Tabel 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan data estimasi United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS), hingga akhir tahun 2013 jumlah orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsi. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Human Immunodeficiency Virus(HIV) dan penyakitacquired Immuno Deficiency Syndrome(AIDS) saat ini telah menjadi masalah kesehatan global. Selama kurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) semakin nyata menjadi masalah kesehatan utama diseluruh dunia (Yasin

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LOSS TO FOLLOW UP PADA ODHA YANG MENERIMA TERAPI ARV DI KLINIK AMERTHA YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LOSS TO FOLLOW UP PADA ODHA YANG MENERIMA TERAPI ARV DI KLINIK AMERTHA YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN TESIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LOSS TO FOLLOW UP PADA ODHA YANG MENERIMA TERAPI ARV DI KLINIK AMERTHA YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN 2002 2012 DESAK NYOMAN WIDYANTHINI PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) semakin meningkat dan

Lebih terperinci

INSIDENSI HEPATITIS B PADA PASIEN HIV- AIDS DI KLINIK VCT PUSYANSUS RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI TAHUN DESEMBER TAHUN 2012

INSIDENSI HEPATITIS B PADA PASIEN HIV- AIDS DI KLINIK VCT PUSYANSUS RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI TAHUN DESEMBER TAHUN 2012 INSIDENSI HEPATITIS B PADA PASIEN HIV- AIDS DI KLINIK VCT PUSYANSUS RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN DARI JANUARI TAHUN 2010- DESEMBER TAHUN 2012 KARYA TULIS ILMIAH Oleh: THILAKAM KANTHASAMY 100 100 415 FAKULTAS

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan suatu virus yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh pada manusia. Virus ini akan memasuki tubuh manusia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada

I. PENDAHULUAN. imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun Pada 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit imuno kompromis infeksius yang berbahaya, dikenal sejak tahun 1981. Pada tahun 1983, agen penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan merupakan penyebab kematian bagi penderitanya. Penyakit menular adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) secara global masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: HIV-TB, CD4, Sputum BTA

ABSTRAK. Kata kunci: HIV-TB, CD4, Sputum BTA ABSTRAK Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi oportunistik yang paling sering dijumpai pada pasien HIV. Adanya hubungan yang kompleks antara HIV dan TB dapat meningkatkan mortalitas maupun morbiditas.

Lebih terperinci

CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV. Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi

CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV. Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi CURRENT DIAGNOSIS & THERAPY HIV Dhani Redhono Tim CST VCT RS dr. Moewardi Di Indonesia, sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah ODHA pada kelompok orang berperilaku risiko tinggi tertular HIV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit infeksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit infeksi yang mengancam jiwa sehingga sampai saat ini menjadi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia.

Lebih terperinci

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di 1 BAB II PENDAHULUANN 1.1 Latar Belakangg Humann Immunodeficiencyy Viruss (HIV) / Acquired Immuno Deficiency Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di dunia, dimana jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Imunodeficiency Virus (HIV) yang merusak sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian penderitanya. Departemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan

BAB I PENDAHULUAN 1,2,3. 4 United Nations Programme on HIV/AIDS melaporkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) & Acquired Immunodeficieny Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP HARAPAN HIDUP 5 TAHUN PASIEN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) / ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4

BAB I PENDAHULUAN. menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4 positif, makrofag, dan komponen komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Menurut Center

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai infeksi disebut dengan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).

BAB I PENDAHULUAN. berbagai infeksi disebut dengan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah dikenal sejak tahun 1983 dan termasuk dalam golongan retrovirus. HIV menyerang sistem imun yang secara bertahap akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Infeksi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menimbulkan masalah besar di dunia.tb menjadi penyebab utama kematian

Lebih terperinci

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR TESIS ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR NI LUH PARTIWI WIRASAMADI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih atau limfosit. Sel tersebut adalah bagian terpenting dari sistem kekebalan tubuh, Sel ini juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human

Lebih terperinci

UCAPAN TERIMA KASIH. Denpasar, Juni Penulis. vii

UCAPAN TERIMA KASIH. Denpasar, Juni Penulis. vii UCAPAN TERIMA KASIH Puji Syukur dipanjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkat rahmat-nya dapat diselesaikan tesis yang berjudul Faktor Risiko Serokonversi HIV

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan tahap akhir dari infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan tahap akhir dari infeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan tahap akhir dari infeksi yang disebabkan oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). Virus ini

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodefiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan infeksi yang berkembang pesat di dunia, begitu pula di Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan faktor ekologi (Supariasa,2001 dalam Jauhari, 2012). untuk melawan segala penyakit yang datang. Pada saat kekebalan tubuh kita

BAB I PENDAHULUAN. dan faktor ekologi (Supariasa,2001 dalam Jauhari, 2012). untuk melawan segala penyakit yang datang. Pada saat kekebalan tubuh kita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi merupakan gambaran atau ekspresi dimana terdapat keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Status gizi seseorang dapat diukur dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh adanya infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu jenis retrovirus yang memiliki envelope, yang mengandung RNA dan mengakibatkan gangguan sistem imun karena menginfeksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau

I. PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau I. PENDAHULUAN Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah gejala atau infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusiaakibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Epidemi HIV/AIDS sejak pertama kali ditemukan hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global 34 juta, jumlah

Lebih terperinci

RETROSPEKTIF LONGITUDINAL ANALISIS: ODHA LOSS TO FOLLOW UP (LTFU) SAAT MENJALANI TERAPI DI YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN

RETROSPEKTIF LONGITUDINAL ANALISIS: ODHA LOSS TO FOLLOW UP (LTFU) SAAT MENJALANI TERAPI DI YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN RETROSPEKTIF LONGITUDINAL ANALISIS: ODHA LOSS TO FOLLOW UP (LTFU) SAAT MENJALANI TERAPI DI YAYASAN KERTI PRAJA BALI TAHUN 2002-202 D.N.Widyanthini, A.A.S.Sawitri,2, D.N.Wirawan,2,3. Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Virus HIV (Human Immunodefeciency Virus) adalah retrovirus yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan menginfeksi tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Infeksi yang diakibatkan oleh virus HIV ini dapat menyebabkan defisiensi

Lebih terperinci

SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 )

SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mencapai gelar Sarjana Farmasi ( S1 ) STUDI PENGGUNAAN ANTIRETROVIRAL PADA PENDERITA HIV(Human Immunodeficiency Virus) POSITIF DI KLINIK VOLUNTARY CONSELING AND TESTING RSUD dr. SOEBANDI JEMBER Periode 1 Agustus 2007-30 September 2008 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi masalah yang serius bagi dunia kesehatan. Menurut data World Health

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kesehatan global yang jumlah penderitanya meningkat setiap

Lebih terperinci

DETERMINAN PERILAKU SEKS PASANGAN KONKUREN DARI PELANGGAN PEKERJA SEKS PEREMPUAN, DENPASAR, BALI, 2014

DETERMINAN PERILAKU SEKS PASANGAN KONKUREN DARI PELANGGAN PEKERJA SEKS PEREMPUAN, DENPASAR, BALI, 2014 DISERTASI DIAJUKAN UNTUK UJIAN TERTUTUP DETERMINAN PERILAKU SEKS PASANGAN KONKUREN DARI PELANGGAN PEKERJA SEKS PEREMPUAN, DENPASAR, BALI, 2014 PARTHA MULIAWAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit menular yang belum dapat diselesaikan dan termasuk iceberg phenomenon atau fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/ 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu sindroma/ kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat kompleks dan menjadi beban ganda dalam pembiayaan pembangunan kesehatan. Pola penyakit yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT. Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT. Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok LATAR BELAKANG Psikologi memiliki peran penting pada penyakit kronis: Mulai mengidap Adaptasi terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

Predictors to Achieve Normal Nutrition Status: Longitudinal Study among HIV Children on Antiretroviral Treatment in Bali

Predictors to Achieve Normal Nutrition Status: Longitudinal Study among HIV Children on Antiretroviral Treatment in Bali Laporan hasil penelitian Prediktor Tercapainya Gizi Normal: Studi Longitudinal pada Anak Gizi Kurang yang Menggunakan Antiretroviral di Bali Haryadi 1, A.A.S. Sawitri 1,2, K.D. Kumara 3, I.W.G. Artawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi yang hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi yang hingga saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi yang hingga saat ini masih menjadi salah satu penyakit yang paling ditakuti dan memiliki insiden yang

Lebih terperinci

Dampak Perpaduan Obat ARV pada Pasien HIV/AIDS ditinjau dari Kenaikan Jumlah Limfosit CD4 + di RSUD Dok II Kota Jayapura

Dampak Perpaduan Obat ARV pada Pasien HIV/AIDS ditinjau dari Kenaikan Jumlah Limfosit CD4 + di RSUD Dok II Kota Jayapura PLASMA, Vol. 1, No. 2, 2015 : 53-58 Dampak Perpaduan Obat ARV pada Pasien HIV/AIDS ditinjau dari Kenaikan Jumlah Limfosit CD4 + di RSUD Dok II Kota Jayapura Comparison of the Efficacy of ARV Combination

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum HUBUNGAN JENIS INFEKSI OPORTUNISTIK DENGAN MORTALITAS ANAK HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME Studi di RSUP Dr. Kariadi Semarang LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan sistem pertahanan tubuh manusia tersebut menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome. (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus

BAB I PENDAHULUAN. penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome. (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir dekade ini telah di jumpai berbagai macam penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga pengidap akan rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak ditemukannya penyakit Aqcuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan gobal. Menurut data dari United Nations

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Tropis. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah HIV merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS dan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dengan menyerang sel darah putih CD4 yang berada pada permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan penyakit yang masih menjadi perhatian di dunia dan Indonesia. Penyakit ini memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari

BAB I PENDAHULUAN. global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama global.tuberkulosis sebagai peringkat kedua yang menyebabkan kematian dari penyakit menular di seluruh dunia

Lebih terperinci