BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan"

Transkripsi

1 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu penyiapan sampel, skrining simplisia, karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, penyiapan hewan percobaan dan pengujian respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi pada hewan percobaan. Data hasil penelitian dianalisis secara ANAVA (analisis variansi) dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi Alat dan Bahan Alat-alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, aluminium foil, kertas saring, lampu spritus, lemari pengering, mikroskop (Boeco), microtitration plate, microtube, mortir dan stamfer, neraca hewan (Presica), neraca kasar, neraca listrik (Vibra), oral sonde, perkolator, pipet mikro (Brand), pletismometer air raksa, rotary evaporator (Heidolph VV- 300), seperangkat alat destilasi penetapan kadar air, spuit 1 ml (Terumo), tanur, dan velocity 18R refrigerated centrifuge (Dynamic). Gambar alat-alat yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman

2 3.1.2 Bahan-bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sambung nyawa, karboksi metil selulosa (CMC), sel darah merah sapi (SDMS), levamisole, larutan fisiologis, etanol 96%, toluen, kloroform, besi (III) klorida 1%, Bouchardat, Dragendorff, Mayer, Molish, asam klorida 2 N, asam sulfat 2 N, kloralhidrat, natrium hidroksida 2 N, Liebermann-Bouchard, timbal (II) asetat 0,4 M, heparin, dan air suling. 3.2 Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit jantan dengan berat badan gram berumur 2-3 bulan. Sebelum digunakan, mencit dipelihara selama 2 minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan diberi makan pelet hewan serta air. Gambar hewan percobaan dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman Pembuatan Larutan Pereaksi Pembuatan larutan pereaksi terdiri dari asam klorida 2N, asam sulfat 2N, besi (III) klorida 1%, Bouchardat, Dragendorff, kloralhidrat, Mayer, Molish, natrium hidroksida 2N dan timbal (II) asetat 0,4M (Depkes RI,1995). Liebermann-Burchard menurut Harborne (1987) Besi (III) klorida 1% Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml kemudian disaring.

3 3.3.2 Bouchardat Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling hingga 100 ml Dragendorff Sebanyak 0,85 g bismut (III) nitrat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 100 ml asam asetat glasial ditambahkan 40 ml air suling. Kemudian pada wadah lain ditimbang 8 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 20 ml air suling, lalu dicampurkan kedua larutan sama banyak. Kemudian ditambahkan 20 ml asam asetat glasial dan diencerkan dengan air suling hingga 100 ml Mayer Sebanyak 1,35 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam 60 ml air suling. Kemudian pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml air lalu dicampurkan keduanya dan ditambahkan air suling hingga 100 ml Molish Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga volume 100 ml Asam klorida 2 N Sebanyak 7,3 ml asam klorida pekat dilarutkan dalam air suling hingga volume 100 ml Asam sulfat 2 N Sebanyak 9,8 ml asam sulfat pekat kemudian diencerkan dengan air suling hingga 100 ml.

4 3.3.8 Natrium hidroksida 2 N Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml Kloralhidrat Sebanyak 50 g kloralhidrat dilarutkan dalam 20 ml air Liebermann-Bouchard Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 5 ml asam sulfat pekat kemudian ditambahkan etanol hingga 50 ml Timbal (II) asetat 0,4 M Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air bebas karbondioksida hingga 100 ml. 3.4 Prosedur Pembuatan Simplisia Pengambilan Bahan Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah daun sambung nyawa. Daun yang digunakan adalah daun tua yang belum menguning maksimum pada daun ke-8 dari pucuk (Winarto, 2003). Sampel diambil dari Jl. Penghasilan Dalam, Kota Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara Identifikasi Tumbuhan Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI-Bogor. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 55.

5 3.5 Karakteristik Simplisia Pemeriksaan makroskopik Pemeriksaan makroskopik dan organoleptik dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau dan rasa dari simplisia daun sambung nyawa dan daun sambung nyawa segar. Gambar makroskopik dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman Pemeriksaan mikroskopik Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap daun segar dengan cara memotong tipis secara melintang diatas kaca preparat lalu diteteskan larutan kloralhidrat dan dipanaskan diatas api bunsen kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop. Gambar mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan kloralhidrat kemudian ditutup dengan kaca penutup setelah itu dilihat dibawah mikroskop Penetapan kadar air Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluen). Cara penetapan: ke dalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml aquades, didestilasi selama 2 jam. Setelah toluena didinginkan dan volume air pada tabung penerima dibaca. Kemudian kedalam labu dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dipanaskan hati hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur, kurang

6 lebih 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua tersuling, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena yang telah jenuh. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume dibaca. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa (WHO, 1992). Perhitungan penetapan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman Penetapan kadar sari larut dalam air Sebanyak 5 g serbuk dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml airkloroform (2,5 ml kloroform dalam akuades sampai 1 liter) dengan menggunakan botol bersumbat warna coklat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama jam dan disaring, sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes, 1989). Perhitungan penetapan kadar sari yang larut air dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman Penetapan kadar sari larut dalam etanol Sebanyak 5 g serbuk dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dengan menggunakan botol bersumbat berwarna coklat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan

7 yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes, 1989). Perhitungan penetapan kadar sari yang larut etanol dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman Penetapan kadar abu total Lebih kurang 2 g zat yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan kedalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselen bersama isinya dipijarkan perlahan lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes, 1989). Perhitungan penetapan kadar abu total dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, disaring dengan kertas saring, lalu dicuci dengan air panas. Kemudian residu dan kertas saring dipijarkan sampai diperoleh bobot tetap, didinginkan dan ditimbang beratnya. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes, 1989). Perhitungan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 64.

8 3.6 Skrining Fitokimia Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa golongan flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, glikosida, steroid/triterpenoid, dan antrakinon Pemeriksaan Flavonoid Serbuk simplisia ditimbang 0,5 g, lalu ditambahkan 10 ml metanol, direfluks selama 10 menit, disaring panas-panas dengan kertas saring. Filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling, setelah dingin ditambahkan 5 ml petroleum eter, dikocok hati-hati, lalu didiamkan sebentar. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40ºC, sisanya dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring. Filtratnya digunakan untuk uji flavonoid dengan cara berikut: sebanyak 1 ml filtrat diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 1-2 ml etanol 96%, lalu ditambah 0,1 g serbuk Mg dan 10 tetes asam klorida pekat. Jika terjadi warna merah jingga sampai warna merah unggu menunjukkan adanya flavonoid. Jika terjadi warna kuning jingga menunjukkan adanya flavon, kalkon dan auron (Depkes,1995) Pemeriksaan Alkaloid Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada masing-masing tabung reaksi:

9 a. ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer b. ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat c. ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga percobaan diatas (Depkes, 1995) Pemeriksaan saponin Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Depkes, 1989) Pemeriksaan tanin Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes, 1989) Pemeriksaan glikosida Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang kemudian disari dengan 30 ml campuran etanol 96% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform

10 (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Pada kumpulan sari lapisan isopropanolol diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50ºC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol untuk larutan percobaan 0,1 ml larutan percobaan diuapkan diatas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula (Depkes, 1995) Pemeriksaan steroida/triterpenoida Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap, dan pada sisanya ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann-Burchard). Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru hijau menunjukkan adanya steroida/triterpenoida (Harborne, 1987) Pemeriksaan antrakinon Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditimbang, dicampur dengan 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring, kemudian kocok dengan 2 ml NaOH 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen tidak berwarna menunjukkan adanya antrakinon (Depkes RI, 1995).

11 3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sambung Nyawa Sebanyak 500 gram serbuk simplisia dimasukkan kedalam bejana tertutup, etanol 96% dituangkan ke dalam bejana sampai seluruh simplisia terendam, diaduk, dibiarkan sekurang-kurangnya selama 3 jam. Dipindahkan massa sedikit demi sedikit kedalam perkolator sambil tiap kali ditekan hatihati, dituangkan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, ditutup perkolator, dibiarkan selama 24 jam. Dibiarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia. Perkolasi dihentikan setelah tetesan terakhir perkolat tidak berwarna lagi atau apabila sebanyak 500 mg cairan perkolat diuapkan di atas penangas air tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap vakum putar (rotary evaporator). Kemudian dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer (Ditjen POM, 1995). 3.8 Uji Efek Imunomodulator Uji efek imunomodulator meliputi penyiapan hewan percobaan, penyiapan kontrol, bahan uji, antigen, uji respon hipersensitivitas tipe lambat, dan uji titer antibodi Penyiapan Hewan Percobaan Hewan yang digunakan adalah mencit jantan dengan berat g dibagi 5 kelompok, 1 kelompok untuk kontrol negatif, 1 kelompok untuk kontrol positif, dan 3 kelompok uji. Tiap kelompok terdiri dari 6 ekor mencit.

12 Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara terlebih dahulu selama kurang lebih satu minggu dalam kandang yang baik pada suhu ruangan untuk penyesuaian lingkungan, pengontrolan kesehatan dan berat badan. Mencit diberi makan pelet hewan dan tetap diberi air minum Penyiapan Kontrol, Bahan Uji, dan Antigen Penyiapan kontrol, bahan uji, dan antigen meliputi penyiapan CMC 1%, penyiapan suspensi levamisole, penyiapan suspensi ekstrak daun sambung nyawa 2%, dan penyiapan sel darah merah sapi Penyiapan CMC Na 1% Pembuatan suspensi CMC Na 1% (b/v) dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 1 g CMC Na ditaburkan kedalam lumpang yang berisi air panas sebanyak 20 ml. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air, kemudian dituang ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan air suling sampai batas tanda Penyiapan Suspensi Levamisole Pengambilan sampel tablet levamisole yaitu dengan cara ditimbang dan diserbukhaluskan tidak kurang dari 20 tablet. Ditimbang serbuk yang telah dihaluskan tersebut kemudian ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan lebih kurang 25 mg levamisole (Depkes, 1995). Pembuatan suspensi levamisole dilakukan dengan cara sebagai berikut: ditimbang serbuk levamisole 29,46 mg (setara dengan 25 mg levamisole) dan dimasukan kedalam lumpang. Digerus serbuk kemudian ditambahkan suspensi

13 CMC Na 1% secukupnya. Digerus hingga homogen dan dituangkan kedalam labu tentukur 25 ml, dan kemudian ditambahkan suspensi CMC Na 1% sampai batas tanda Penyiapan Suspensi Ekstrak Daun Sambung Nyawa (SEDSN) 2% Pembuatan suspensi ekstrak daun sambung nyawa 2% (b/v) dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 500 mg ekstrak daun sambung nyawa dimasukkan kedalam lumpang, ditambahkan suspensi CMC Na 1% secukupnya kemudian digerus sampai homogen. Dituang ke dalam labu tentukur 25 ml, ditambahkan suspensi CMC Na 1% sampai batas tanda Penyiapan Sel Darah Merah Sapi (SDMS) Penyiapan dan pembuatan SDMS didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Yufri (2011). Darah segar dikumpulkan dari sapi yang disembelih, diperoleh 500 ml. kemudian ditambahkan 1,5 ml heparin dan dimasukan kedalam termos yang berisi es. Darah dicuci dengan larutan NaCl fisiologis (1:1) masing-masing sebanyak 5 ml dan diaduk homogen kemudian disentrifus dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit, dibuang supernatannya, diulangi 3 kali dengan menambahkan 5 ml NaCl fisiologis setiap pengulangan. Setelah didapatkan eritrosit ditambahkan larutan NaCl fisiologis dengan volume yang sama, hingga diperoleh SDMS 50%. Kemudian diambil 0,2 ml SDMS 50%, ditambahkan larutan NaCl fisiologis hingga 10 ml, sehingga diperoleh SDMS 1%.

14 3.8.3 Uji Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Efek imunomodulator ekstrak daun sambung nyawa ditentukan dengan mengukur volume respon hipersensitivitas tipe lambat menggunakan uji pembengkakan telapak kaki hewan uji (foot paw swelling test) (Lakshmi, et al., 2003; Ray, et al., 1996). Sebanyak 30 ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok dengan pembagian sebagai berikut: a. Kelompok I diberi suspensi CMC Na 1% (b/v) sebagai kontrol negatif. b. Kelompok II diberi Suspensi Ekstrak Daun Sambung Nyawa (SEDSN) dengan dosis 125 mg/kg BB. c. Kelompok III diberi SEDSN dengan dosis 250 mg/kg BB. d. Kelompok IV diberi SEDSN dengan dosis 500 mg/kg BB e. Kelompok V diberi Suspensi Levamisole dengan dosis 25 mg/kg BB sebagai kontrol positif. Tiap kelompok diinjeksikan dengan 0,1 ml sel darah merah sapi (SDMS) 1% dalam dalam larutan NaCl fisiologis secara intraperitoneal pada hari ke-0. Perlakuan dimulai dari hari ke-0 dan diberikan setiap hari selama 7 hari. Pada hari ke-7, sendi kaki mencit sebelah kanan diberi tanda batas pengukuran volume kaki mencit. Volume kaki mencit diukur sebagai volume awal (V 0 ). Kemudian mencit diinjeksikan dengan 0,1 ml suspensi SDMS 1% dalam dalam larutan NaCl fisiologis secara intraplantar pada telapak kaki sebelah kanan.

15 Pada hari kedelapan (setelah 24 jam) diukur volume pembengkakan kaki mencit dengan pletismometer air raksa. Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan kaki mencit ke dalam tabung yang berisi air raksa sampai tanda batas pengukuran. Perubahan volume air raksa terlihat pada kenaikan skala pada pletismometer sebagai volume waktu tertentu (Vt) kaki mencit. Volume pembengkakan kaki mencit ditentukan berdasarkan selisih antara volume waktu tertentu (Vt) dengan volume awal (V 0 ) (Shivaprasad, 2006) Uji Titer Antibodi Tiap kelompok diinjeksikan dengan 0,1 ml sel darah merah sapi (SDMS) 1% dalam larutan NaCl fisiologis secara intraperitoneal pada hari ke- 0. Perlakuan dimulai dari hari ke-0 dan diberikan satu kali setiap hari selama 7 hari. Pada hari ke-7, sampel darah masing-masing mencit diambil melalui pembuluh darah vena di bagian ekor. Sampel darah dikumpulkan dalam tabung mikro (microtube), kemudian dilakukan pemusingan 1900 rpm dengan alat sentrifugasi pada suhu 4 C selama 10 menit dan diambil serumnya. Nilai titer antibodi ditentukan dengan teknik hemaglutinasi. Duapuluh lima mikroliter (25 μl) serum diteteskan ke dalam sumur microtitration plate 96 lubang, ditambahkan dalam larutan NaCl fisiologis dan SDMS dengan volume yang sama, dan diencerkan dua kali lipat (1:2; 1:4; 1:8; 1:16; 1:32; 1:64; 1:128; 1:256; 1:512; 1:1024; 1:2048) kemudian diamati penggumpalan yang terjadi (Makare, et al., 2001; Puri, et al., 1993). Nilai titer antibodi ditentukan berdasarkan pengenceran terakhir dimana antibodi masih terdeteksi melalui hemaglutinasi yang terlihat secara visual. Nilai titer antibodi tersebut

16 selanjutnya ditransformasikan dengan [2log(titer)+1] (Hargono, 2000; Eldiza, 2011). 3.9 Analisis Data Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi Data ditentukan homogenitas dan normalitasnya untuk menentukan analisis statistik yang digunakan. Data dianalisis dengan menggunakan uji ANAVA satu arah (One-Way ANOVA) untuk menentukan perbedaan rata-rata di antara perlakuan. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Tukey untuk mengetahui variabel mana yang memiliki perbedaan. Berdasarkan nilai signifikansi, P < 0,05 dianggap signifikan. Data hasil statistik ANAVA satu arah (One-Way ANOVA) dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 53.

17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Simplisia dan Ekstrak Tumbuhan yang digunakan telah diidentifikasi di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI-Bogor. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 55. Hasil pemeriksaan organoleptik terhadap daun sambung nyawa segar yaitu daun berwarna hijau, berbau aromatik, rasa kelat dan sedikit manis. Sedangkan hasil pemeriksaan organoleptik simplisia daun sambung nyawa adalah berwarna hijau pekat, berbau aromatik, dan rasa kelat. Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap daun sambung nyawa segar adalah daun berwarna hijau, bertangkai, letaknya saling berhadapan dan bersilang, helaian daun bulat telur dengan pangkal daun membulat dan ujung daun runcing, pinggir daun bergerigi dangkal, panjang daun sampai 21 cm, lebar daun sampai 9 cm, kedua permukaan daun berambut halus dengan pertulangan menyirip. Hasil pemeriksaan makroskopik dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman Hasil pemeriksaan mikroskopik penampang melintang pada daun sambung nyawa segar yaitu adanya: sel kelenjar, trakea, kutikula, epidermis atas, jaringan palisade, jaringan bunga karang (spons), epidermis bawah dan rambut penutup. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia pada daun sambung nyawa adanya rambut penutup, trakea, epidermis atas dengan

18 mesofil, dan stomata. Hasil pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia daun sambung nyawa diperoleh kadar air 9,2%, kadar sari yang larut dalam air 23,67%, kadar sari yang larut dalam etanol 13,64%, kadar abu total 6,39% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,62%. Persyaratan umum pada Farmakope Herbal adalah kadar air tidak lebih dari 10%, kadar sari yang larut dalam air tidak kurang dari 7,9%, kadar sari yang larut dalam etanol tidak kurang dari 3,9%, kadar abu tidak lebih dari 7,2%, dan kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak lebih dari 1,2%. Dengan demikian hasil penetapan kadar air, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar abu total, kadar abu yang tidak larut asam dan kadar air memenuhi persyaratan pada Farmakope Herbal (2010). Data hasil pemeriksaan karakteristik simplisia ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia No. Penetapan / Karakteristik Simplisia Kadar (%) Simplisia Persyaratan Farmakope Herbal (%) 1 Kadar air 9,2 < 11 2 Kadar sari larut dalam air 23,67 > 7,9 3 Kadar sari larut dalam etanol 13,64 > 3,9 4 Kadar abu total 6,39 < 7,2 5 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,62 < 1,2 Pemeriksaan skrining fitokimia serbuk simplisia daun sambung nyawa yang dilakukan untuk mengetahui adanya kandungan alkaloida, glikosida, saponin, flavonoid, tanin dan triterpenoid/steroid, dapat dilihat pada Tabel 4.2.

19 Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Skrining Simplisia No Senyawa Serbuk simplisia 1 Alkaloida - 2 Glikosida + 3 Saponin + 4 Flavonoid + 5 Tanin + 6 Steroid/Triterpenoid + Keterangan : + = Mengandung golongan senyawa - = Tidak mengandung golongan senyawa Berdasarkan hasil pemeriksaan skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia daun sambung nyawa terdapat kandungan senyawa kimia golongan alkaloida, glikosida, saponin, flavonoid, tanin, dan steroida/triterpenoida. Standarisasi diperlukan karena kandungan bahan aktif yang terkandung dalam jenis tanaman yang sama dapat bervariasi, dengan standarisasi diharapkan bahan aktif yang terkandung di dalam bahan baku tersebut cukup konsisten, sehingga takaran yang digunakan untuk pengujian memiliki kandungan aktif yang setara. Hasil penyarian 500 g serbuk simplisia daun sambung nyawa dengan pelarut etanol 96% diperoleh ekstrak kental yang kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator dan dikeringkan, diperoleh 98,32 g ekstrak kental.

20 4.2 Pengujian Efek Imunomodulator Pengujian efek imunomodulator ekstrak daun sambung nyawa dilakukan dengan metode respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi yang digunakan untuk melihat pengaruh ekstrak terhadap aktivitas dan mekanisme sistem imun humoral yang melibatkan sel T dan sel B. Menurut Makare, et al., (2001), kombinasi kedua metode tersebut mempunyai keuntungan yaitu memungkinkan dua komponen respon imun diukur pada spesies yang sama dibawah kondisi ideal, relatif sederhana dan tidak mahal. Penentuan dosis dilakukan dengan orientasi dari dosis 50 mg/kg bb hingga 1 g/kg bb. Dari orientasi yang dilakukan diperoleh bahwa dosis 125 mg/kg bb, 250 mg/kg bb, dan 500 mg/kg bb sudah memberikan efek yg lebih dari normal dan pembanding. Pembanding yang digunakan ialah levamisole dengan dosis 25 mg/kg bb. Dosis levamisole tertinggi yang dapat digunakan tinggi pada mencit ialah 25 mg/kg bb (Katzung, 1989). Data hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3.

21 Tabel 4.3 Volume Pembengkakan Kaki Mencit dan Nilai Titer Antibodi N Volume kaki mencit Perlakuan (ml) Nilai Titer Antibodi o. Titer V 0 V t V Antibodi [2(Log titer)+1] 1 CMC Na 1% 0,3 0, ,81 0,4 0,7 0,3 8 2,81 0,3 0,7 0,4 8 2,81 0,4 0,8 0,4 8 2,81 0,5 0,8 0,3 8 2,81 0, ,3 8 2,81 2 Suspensi ekstrak daun sambung nyawa dosis 125 mg/kg bb 3 Suspensi ekstrak daun sambung nyawa dosis 250 mg/kg bb 4 Suspensi ekstrak daun sambung nyawa dosis 500 mg/kg bb 5 Suspensi levamisole 25 mg/kg bb dosis 0,4 1,2 0,8 64 4,61 0,3 1,2 0, ,21 0,5 1,4 0, ,21 0,3 1,2 0, ,21 0,4 1,3 0,9 64 4,61 0,5 1,4 0,9 64 4,61 0,3 1,5 1, ,21 0,4 1,6 1, ,82 0,4 1,6 1, ,82 0,5 1,7 1, ,82 0,5 1,6 1, ,21 0,3 1,5 1, ,21 0,4 1,8 1, ,82 0,4 1,8 1, ,42 0,4 1,9 1, ,42 0,3 1,7 1, ,42 0,4 1,9 1, ,42 0,3 1,8 1, ,42 0,4 1,6 1,2 16 3,41 0,3 1,4 1,1 32 4,01 0,3 1,4 1,1 32 4,01 0,5 1,8 1,3 64 4,61 0,4 1,5 1,1 32 4,01 0,3 1,4 1,1 32 4,01 Keterangan: V 0 = Volume awal kaki mencit V t = Volume pembengkakan kaki mencit V = selisih antara volume waktu tertentu (Vt) dengan volume awal (V 0 ).

22 4.2.1 Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat Respon hipersensitivitas tipe lambat dikenali dengan reaksi imunoinflamasi karena makrofag dan sel T helper (Th1) berperan besar dalam proses tersebut (Mukherjee, 2010). Reaksi ini ditandai dengan adanya pembengkakan pada tempat terjadinya induksi antigen. Pembengkakan terkait langsung dengan cell mediated immunity (CMI), karena antigen mengaktivasi sel T terutama sel Th1. Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan beberapa sitokin yang bersifat proinflamasi. Sitokin tersebut akan menarik makrofag ke tempat terjadinya induksi dan mengaktivasinya sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas fagositik untuk melawan antigen yang masuk (Fulzele, et al., 2002). Penarikan makrofag ini terjadinya pembengkakan. Semakin besar pembengkakan menunjukkan semakin tinggi respon hipersensitivitas tipe lambat sehingga dapat menggambarkan peningkatan aktivitas sistem imun. Pengujian dilakukan dengan cara menginduksi mencit dengan sel darah merah sapi (SDMS) sebagai antigen secara intraperitoneal pada hari ke-0. Respon hipersensitivitas tipe lambat diketahui dari volume pembengkakan kaki mencit yang diukur pada hari ke-8. Setelah sehari sebelumnya mencit diberi tanda batas pengukuran volume kaki mencit pada sendi kaki mencit sebelah kanan, volume kaki mencit diukur sebagai volume awal (V 0 ). Kemudian mencit diinjeksikan dengan 0,1 ml suspensi SDMS 1% dalam dalam larutan NaCl fisiologis secara intraplantar pada telapak kaki sebelah kanan. Pengukuran volume pembengkakan dilakukan dengan menggunakan alat

23 pletismometer air raksa. Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan kaki mencit ke dalam tabung yang berisi air raksa sampai tanda batas pengukuran. Perubahan volume air raksa terlihat pada kenaikan skala pada pletismometer sebagai volume waktu tertentu (Vt) kaki mencit. Volume pembengkakan kaki mencit ditentukan berdasarkan selisih antara volume waktu tertentu (Vt) dengan volume awal (V 0 ) (Shivaprasad, 2006).Hasil pengukuran volume pembengkakan kaki kanan mencit sebagai respon terhadap hipersensitivitas tipe lambat dapat dilihat pada Gambar n k a a k g e n b e m P e m lu o V CMC Na 1% SEDSN 125 mg/kg bb Perlakuan Gambar 4.1 Volume pembengkakan kaki mencit pada berbagai perlakuan (Rerata ± SEM). Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa SEDSN dosis 125, 250, dan 500 mg/kg bb, dan SL dosis 25 mg/kg bb menunjukkan volume pembengkakan yang jauh berbeda dengan suspensi CMC Na 1% sebagai kontrol. SEDSN dosis 500 mg/kg bb dengan volume pembengkakan 1,45 ml menunjukkan 1.18 SEDSN 250 mg/kg bb 1.45 SEDSN 500 mg/kg bb 1.15 Levamisole 25 mg/kg bb

24 volume pembengkakan yang lebih besar dibandingkan dengan SEDSN dosis 125 mg/kg bb, SEDSN dosis 250 mg/kg bb dan SL dosis 25 mg/kg bb yang masing-masing bernilai 0,88, 1,18 dan 1,15 ml. Untuk melihat ada tidaknya perbedaan dari setiap perlakuan pada tiap kelompok hewan coba, maka dilakukan analisis variansi (ANAVA) menggunakan program SPSS versi 17.0 terhadap volume pembengkakan kaki mencit. Hasil uji Anava menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan terhadap volume pembengkakan kaki mencit dengan nilai signifikansi P < 0,05. Untuk mengetahui kelompok perlakuan mana yang memiliki efek yang sama atau berbeda antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain dilakukan uji Post Hoc Tukey. Untuk mengetahui kelompok perlakuan mana yang memiliki efek yang sama atau berbeda antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain dilakukan uji Post Hoc Tukey terhadap semua perlakuan dimana hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 72. Hasil uji Post Hoc Tukey menunjukkan bahwa volume pembengkakan kaki mencit kelompok perlakuan SEDSN dosis 250 mg/kg bb tidak berbeda signifikan dengan kelompok perlakuan SL dosis 25 mg/kg bb (kontrol positif). Untuk dapat membedakan mekanisme kerja levamisole dan ekstrak daun sambung nyawa, maka dilakukan uji berikutnya, yaitu titer antibodi. Berdasarkan perhitungan statistik di atas, terlihat adanya peningkatan volume pembengkakan kaki mencit pada kelompok perlakuan SEDSN dosis 125, 250, 500 mg/kg bb terhadap kontrol negatif CMC Na 1%. Peningkatan volume pembengkakan kaki mencit merupakan gambaran adanya peningkatan

25 respon hipersensitivitas tipe lambat mencit tersebut. Peningkatan respon ini mengindikasikan adanya peningkatan kemampuan sel imun mencit dalam menanggapi antigen terutama peningkatan respon imun spesifik seluler. Sel yang berperan dalam respon imun seluler adalah sel T terutama sel Th. Sel Th memproduksi IFN-γ yang kemudian merekrut dan mengaktivasi makrofag (Kresno, 2010). Dengan demikian, ekstrak daun sambung nyawa menunjukkan efek stimulasi terhadap sel T terutama sel Th Titer Antibodi Titer antibodi ditentukan dengan metode hemaglutinasi. Penentuan hemaglutinasi titer antibodi bertujuan untuk mengetahui respon imun humoral melawan SDMS. Peningkatan respon imun humoral dibuktikan dengan adanya peningkatan titer antibodi mencit yang mengindikasikan peningkatan kepekaan sel T dan sel B terkait dengan produksi antibodi. Pengukuran nilai titer antibodi dilakukan pada hari ke-7 dengan menggunakan metode hemaglutinasi. Hemaglutinasi merupakan pengujian terhadap serum darah mencit yang dilakukan dengan menambahkan antigen dalam jumlah yang sama. Interaksi antara antigen dengan antibodi menyebabkan terjadinya reaksi yaitu berupa aglutinasi atau presipitasi sebab antigen merupakan partikel-partikel kecil yang tidak larut. Gumpalan yang terbentuk antara antigen dan antibodi akan bersatu dan akhirnya mengendap sebagai gumpalan-gumpalan besar dan mudah terlihat dengan cairan diatasnya tetap jernih. Hal ini terjadi karena pada umumnya antibodi memiliki lebih dari satu reseptor pengikat antigen sehingga antibodi bereaksi dengan molekul

26 antigen lain yang mungkin sudah berikatan dengan salah satu molekul antibodi dan terbentuklah gumpalan (Novanita, 2011).Efek pemberian SEDSN dan SL menunjukkan hasil yang berbeda pada titer antibodi. Titer antibodi sel imun mencit dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.2 Titer Antibodi Sel Imun Mencit Keterangan: 1. CMC Na 1%; 2. Suspensi Ekstrak Daun Sambung Nyawa 125 mg/kg bb; 3. Suspensi Ekstrak Daun Sambung Nyawa 250 mg/kg bb; 4. Suspensi Ekstrak Daun Sambung Nyawa 500 mg/kg bb; 5. Suspensi Levamisole 25 mg/kg BB. Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa SEDSN dosis 125, 250, dan 500 mg/kg bb menunjukkan nilai titer antibodi yang berbeda dengan CMC Na 1% sebagai kontrol. Pemberian SEDSN dosis 500 mg/kg bb menunjukkan peningkatan titer antibodi tertinggi hingga konsentrasi pengenceran 0,0488 µg/50 µl, dan pada pemberian SEDSN dosis 250 mg/kg bb dan 125 mg/kg bb mencapai konsentrasi pengenceran 0,0976 µg/50 µl dan 0,1953 µg/50 µl.

27 Pemberian SEDSN dengan dosis 125 mg/kg bb, 250 mg/kg bb dan 500 mg/kg bb menunjukan peningkatan titer antibodi lebih besar dibandingkan dengan suspensi levamisole. Pemberian suspensi levamisole menunjukan nilai titer antibodi yang lebih tinggi dari CMC Na 1% yaitu 0,3906 µg/50 µl, sedangkan CMC Na 1% 3,1250 µg/50 µl. Hal ini menunjukkan bahwa levamisole meningkatkan produksi antibodi o d i tib n A r ite T CMC Na 1% SEDSN 125 mg/kg bb SEDSN 250 mg/kg bb SEDSN 500 mg/kg bb Levamisole 25 mg/kg bb Perlakuan Gambar 4.3 Titer Antibodi Sel Imun Mencit pada berbagai perlakuan (Rerata ± SEM). Pada Gambar 4.3 terlihat bahwa SEDSN dosis 125, 250, dan 500 mg/kg bb menunjukkan nilai titer antibodi yang berbeda dengan CMC Na 1% sebagai kontrol. Pemberian SEDSN dosis 500 mg/kg bb menunjukkan peningkatan nilai titer antibodi senilai 6,23. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan SEDSN dosis 125 dan 250 mg/kg bb yang bernilai 4,91 dan 5,51. Perbedaan

28 yang cukup besar juga terlihat antara SEDSN dosis 500 mg/kg bb dengan SL dosis 25 mg/kg bb. Bahkan nilai titer antibodi SL dosis 25 mg/kg bb, yaitu 4,01 lebih tinggi dibandingkan dengan CMC Na 1% (kontrol negatif). Hal ini menunjukkan bahwa levamisole meningkatkan produksi antibodi. Dengan demikian terbukti bahwa mekanisme levamisole adalah meningkatkan respon sel T dengan merangsang aktivasi sel T dan proliferasi, meningkatkan fungsi monosit dan makrofag termasuk fagositosis dan kemotaksis, dan meningkatkan mobilitas neutrofi (Anonim, 2012). Untuk melihat ada/tidaknya perbedaan dari setiap perlakuan pada tiap kelompok hewan coba, dilakukan analisis variansi (ANAVA) menggunakan program SPSS versi 17.0 terhadap titer antibodi. Hasil uji Anava menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan terhadap titer antibodi sel imun, dengan nilai signifikansi P < 0,05. Untuk mengetahui kelompok perlakuan mana yang memiliki efek yang sama atau berbeda antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain dilakukan uji Post Hoc Tukey terhadap semua perlakuan. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 72. Hasil uji Post Hoc Tukey menunjukkan adanya perbedaan titer antibodi yang signifikan dari masingmasing kelompok uji dengan signifikansi P < 0,05. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian SEDSN dosis 125, 250, dan 500 mg/kg bb memberikan efek peningkatan titer antibodi sel imun mencit. Peningkatan titer antibodi terjadi karena peningkatan aktivitas sel Th, yaitu sel Th2 untuk menstimulasi produksi dan meningkatkan aktivitas sel B dalam pembentukan antibodi (Roit, et al., 1989). Antibodi akan berikatan dengan antigen yang

29 menginfeksi tubuh. Ikatan antigen dan antibodi memberikan gambaran adanya efek stimulasi ekstrak daun sambung nyawa terhadap respon imun humoral yang berkaitan dengan stimulasi dan aktivasi sel B. Berdasarkan uraian hasil uji statistik di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian SEDSN memberikan efek meningkatkan respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi sel imun mencit jantan. Pemberian SEDSN dosis 500 mg/kg bb memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian SEDSN dosis 125 mg/kg bb dan SEDSN dosis 250 mg/kg bb. Pemberian SL dosis 25 mg/kg bb memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan CMC Na 1%. Pemberian SEDSN dosis 500 mg/kg bb memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian SL dosis 25 mg/kg bb. Maka dapat disimpulkan bahwa SEDSN dapat meningkatkan sistem imun, dimana SEDSN memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan levamisole. Dimana mekanisme levamisole yaitu dapat merangsang pembentukan antibodi terhadap berbagai antigen, meningkatkan respon sel T dengan merangsang aktivasi sel T dan proliferasi, mempotensiasi fungsi monosit dan makrofag termasuk fagositosis dan kemotaksis, dan meningkatkan mobilitas neutrofil (Anonim, 2012), sehingga suspensi ekstrak daun sambung nyawa (SEDSN) dapat digunakan sebagai imunostimulator. Berdasarkan pengamatan tersebut, daun sambung nyawa dapat digunakan sebagai imunostimulator terkait dengan pengaruhnya dalam meningkatkan respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi sel imun mencit.

30 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa: a. hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun sambung nyawa diperoleh kadar air 9,2%, kadar sari yang larut dalam air 23,67%, kadar sari yang larut dalam etanol 13,64%, kadar abu total 6,39% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,62%. b. hasil pemeriksaan skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia daun sambung nyawa terdapat kandungan senyawa kimia golongan glikosida, saponin, flavonoid, tanin, dan steroida/triterpenoida. c. pemberian ekstrak daun sambung nyawa dapat meningkatkan respon hipersensitivitas tipe lambat pada mencit jantan, pada dosis 500 mg/kg bb diperoleh volume pembengkakan rata-rata 1,45 ml lebih tinggi dibandingkan kontrol positif (levamisole) volume pembengkakan yang diperoleh 1,15 ml. d. pemberian ekstrak daun sambung nyawa dapat meningkatkan titer antibodi sel imun mencit jantan dimana pada dosis 125, 250 dan 500 mg/kg bb diperoleh nilai titer antibodi rata-rata 4,91 µl, 5,51 µl, dan 6,23 µl lebih tinggi dibandingkan kontrol positif (levamisole) nilai titer antibodi yang diperoleh 4,01 µl.

31 5.2 Saran Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian ini dengan menggunakan metode lain seperti uji granulosit, bioluminisensi radikal, dan uji transformasi limfosit T.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental meliputi

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental meliputi BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental meliputi pengumpulan bahan, pengolahan bahan, penyiapan hewan percobaan (mencit), penyiapan bahan uji dan pengujian efek imunomodulator

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji 19 BAB III METODOLOGI Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji pendahuluan golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak, dan analisis kandungan golongan senyawa kimia secara

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat dan biji alpukat (Persea americana Mill). Determinasi dilakukan di Herbarium Bandung Sekolah

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Rambut jagung (Zea mays L.), n-heksana, etil asetat, etanol, metanol, gliserin, larutan kloral hidrat 70%, air, aqua destilata, asam hidroklorida, toluena, kloroform, amonia,

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas tentang langkah-langkah percobaan yang dilakukan dalam penelitian meliputi bahan, alat, pengumpulan dan determinasi simplisia, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (analisis variansi) dan Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey

BAB III METODE PENELITIAN. (analisis variansi) dan Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu penyiapan sampel, skrining simplisia, karakterisasi simplisia, penyiapan hewan percobaan dan pengujian

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Persetujuan Etik Penelitian

Lampiran 1. Hasil Persetujuan Etik Penelitian Lampiran 1. Hasil Persetujuan Etik Penelitian 49 Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan 50 Lampiran 3. Karakteristik Tanaman Kelor (Moringa oleifera Lam. ) Tanaman kelor Daun kelor 51 Lampiran 3. (Lanjutan)

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Penyiapan Bahan Daun sukun Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg yang digunakan sudah berwarna hijau tua dengan ukuran yang sama. Bahan uji yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Protozoologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Kecipir

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Kecipir Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Kecipir Lampiran 2. Morfologi Tanaman Kecipir Gambar 1. Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) Lampiran 2. (Lanjutan) A B Gambar 2. Makroskopik Daun

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat 47 LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat Biji Alpukat - Dicuci dibersihkan dari kotoran - Di potong menjadi

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan

LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan Lampiran 2. Tumbuhan pepaya jantan a. Tumbuhan pepaya jantan b. Bunga pepaya jantan c. Simplisia bunga pepaya jantan Lampiran 3. Perhitungan hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah metode eksploratif meliputi pengumpulan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah metode eksploratif meliputi pengumpulan BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah metode eksploratif meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pembuatan simplisia, pemeriksaan karakterisasi simplisia, skrining

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci albino New Zealand yang diperoleh dari peternakan kelinci di Lembang.

BAB 3 PERCOBAAN. Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci albino New Zealand yang diperoleh dari peternakan kelinci di Lembang. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan, Alat, dan Hewan Percobaan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah duku (Lansium domesticum Corr.), hirdoksipropil metilselulosa (HPMC), carbomer, gliserin, trietanolamin

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah 69 Lampiran 2. Gambar tumbuhan rimpang lengkuas merah a b Keterangan: a. Gambar tumbuhan lengkuas merah b. Gambar rimpang lengkuas merah 70 Lampiran

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN Bahan, alat, dan hewan percobaan Bahan Alat Hewan uji 3.2 Penyiapan Ekstrak Petiveria alliacea

BAB 3 PERCOBAAN Bahan, alat, dan hewan percobaan Bahan Alat Hewan uji 3.2 Penyiapan Ekstrak Petiveria alliacea BAB 3 PERCOBAAN 3. 1. Bahan, alat, dan hewan percobaan 3.1.1 Bahan Zymosan A, LPS, larutan NaCl steril, gelatin, tinta cina Pelikan, asam asetat 0,1%, medium tioglikolat, larutan Hank s (ph 7,2-7,4), etanol

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Hewan Uji 3.4 Pemeriksaan Kandungan Kimia Ekstrak Bawang Putih dan Kunyit Pemeriksaan Alkaloid

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Hewan Uji 3.4 Pemeriksaan Kandungan Kimia Ekstrak Bawang Putih dan Kunyit Pemeriksaan Alkaloid BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan NaCl fisiologis, metilen biru, CMC-Na, trimetoprim (PT Meprofarm), kloroform, etanol, kalium hidroksida, hidrogen peroksida, alizarin merah, gliserin, asam pikrat, formaldehid,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan 47 Lampiran 2. Gambar tumbuhan dan daun binara (Artemisia vulgaris L.) Tumbuhan binara Daun segar tampak depan Daun segar tampak belakang 48 Lampiran 3. Gambar tumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode ekperimental meliputi penyiapan alat,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode ekperimental meliputi penyiapan alat, BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode ekperimental meliputi penyiapan alat, bahan dan pereaksi, pengolahan simplisia, skrining fitokimia dan uji aktivitas antibakteri secara in vitro

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia daun dan buah karamunting (Rhodomyrtus tomentosa (W. Aitt) Hassk.) yang diperoleh dari Belitung.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng)

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Lampiran 2. Gambar tumbuhan daun bangun-bangun a) Tumbuhan bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, neraca analitis, ph meter, penangas air, termometer, lempeng logam berdiameter

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Umbi bawang dayak segar, simplisia, keripik, metanol, etanol, etilasetat, heksan, air destilata, toluen, H 2 SO 4 pekat, H 2 BO 3 3%, NaOH-5%, Na 2 S 2

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Jengkol

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Jengkol Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Jengkol Lampiran 2. Karakteristik Tanaman Jengkol A B Lampiran 2. (lanjutan) C Keterangan : A. Tanaman Jengkol B. Kulit Buah Jengkol C. Simplisia Kulit Buah Jengkol

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan

BAB III METODE PENELITIAN. pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental. Tahap penelitian meliputi pengambilan bahan tumbuhan, identifikasi bahan tumbuhan, pembuatan simplisia, karakterisasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Persetujuan Etik Penelitian

Lampiran 1. Hasil Persetujuan Etik Penelitian Lampiran 1. Hasil Persetujuan Etik Penelitian 51 Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tanaman 52 Lampiran 3. Karakteristik Tanaman Alpukat ( Persea americana Mill. ) Tanaman Alpukat Buah alpukat 53 Lampiran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan 67 Lampiran 2. Bagan kerja penelitian Pucuk labu siam Dicuci Ditiriskan lalu ditimbang Dikeringkan hingga kering Simplisia Diserbuk Serbuk simplisia pucuk labu siam Ditimbang

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengambilan dan Determinasi Bahan Buah alpukat (Persea americana Mill.) yang digunakan pada penelitian ini diambil dari Kebun Percobaan Manoko Lembang Bandung. Selanjutnya

Lebih terperinci

A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.)

A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.) Lampiran 1 A Gambar 1. Tanaman ceplukan dan daun ceplukan B Keterangan A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.) B : Daun ceplukan Lampiran 1 (Lanjutan) A B Gambar 2. Simplisia dan serbuk simplisia Keterangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek penelitian pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah akar landep (Barleria prionitis) yang berasal dari Kebun Percobaan Manoko, Lembang. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan April 2013 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Identifikasi Tumbuhan

Lampiran 1 Identifikasi Tumbuhan Lampiran 1 Identifikasi Tumbuhan Lampiran 2 Karakteristik Tumbuhan Temu Giring Tumbuhan Temu giring Rimpang Temu Giring Simplisia Rimpang Temu Giring Lampiran 2 (sambungan) 1 2 3 4 5 6 Mikroskopik serbuk

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Lampiran 2 Gambar 12: Tumbuhan Patikan kebo (Euphorbia hirta L.) Gambar 13: Simplisia Herba Patikan kebo (Euphorbiae hirtae herba) Lampiran 3 Herba Patikan kebo Dicuci Ditiriskan lalu disebarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

Lampiran 2. Gambar Hasil Makroskopik. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Gambar Hasil Makroskopik. Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Gambar Hasil Makroskopik Gambar tumbuhan jengkol Gambar buah jengkol Keterangan : A = kulit jengkol B = biji jengkol Lampiran 2. (Lanjutan) Gambar biji jengkol tua Gambar simplisia biji jengkol

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental yang meliputi tahapan pengumpulan sampel dan pengolahan simplisia, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental yaitu dengan mengamati kemungkinan diantara variabel dengan melakukan pengamatan terhadap kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2015 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah pada bulan Juli sampai Oktober 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Sawit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat 3.2 Bahan 3.3 Hewan Uji 3.4 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Uji Pemeriksaan Organoleptika

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat 3.2 Bahan 3.3 Hewan Uji 3.4 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Uji Pemeriksaan Organoleptika BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat Sentrifuga (Shanghai Centrifuge), lempeng sumur mikro, jangka sorong, seperangkat alat bedah, ph meter (Beckman), spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak (Thermo Multiscan EX

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental dengan lima kelompok perlakuan. Hasil penghitungan bilangan peroksida dari tiap-tiap kelompok perlakuan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Ethical clearance

Lampiran 1. Surat Ethical clearance Lampiran 1. Surat Ethical clearance 41 Lampiran 2. Surat identifikasi tumbuhan 42 Lampiran 3. Karakteristik tumbuhan mahkota dewa Gambar : Tumbuhan mahkota dewa Gambar : Daun mahkota dewa 43 Lampiran 3

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Penelitian ini bersifat penelitian eksperimental yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas gel rambut dari ekstrak seledri dan minyak kemiri terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Data Hasil Penelitian Tabel Persen Degranulasi Mastosit Mencit Jantan

Lampiran 1 Data Hasil Penelitian Tabel Persen Degranulasi Mastosit Mencit Jantan Lampiran 1 Data Hasil Penelitian Tabel Persen Degranulasi Mastosit Mencit Jantan Perlakuan Rata-rata jumlah sel Mencit 1 Mencit 2 Mencit 3 Mencit 4 Mencit 5 % Deg Rata-rata jumlah sel % Deg Rata-rata jumlah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel PBAG di lingkungan sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan daerah Cipaku.

Lebih terperinci

LAMPIRAN C. Skrining Kandungan Kimia

LAMPIRAN C. Skrining Kandungan Kimia LAMPIRAN A 75 LAMPIRAN B 76 LAMPIRAN C Skrining Kandungan Kimia Alkaloid : Ekstrak dibasahi dengan sedikit alkohol, lalu digerus, kemudian tambahkan sedikit pasir, gerus. Tambahkan 10 ml kloform amoniak

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental dengan lima kelompok perlakuan. Hasil penghitungan bilangan peroksida dari tiap-tiap kelompok perlakuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari sampai April 2008. B. ALAT

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Sampel yang digunakan berjumlah 24, dengan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama lebih kurang 6 (enam) bulan yaitu dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental 3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini bertempat di laboratorium kimia kedokteran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 10 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari hingga Februari 2015. Tempat pengambilan sampel dilakukan di pertanaman pohon gaharu di

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Hewan Uji 3.4 Pengumpulan Bahan Uji

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Hewan Uji 3.4 Pengumpulan Bahan Uji BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Bahan uji : Ekstrak air umbi bawang putih (Allium sativum L.), ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.), ekstrak etanol rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.

Lebih terperinci

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi 3 2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong dan Badan Tenaga Atom

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jintan hitam (Nigella sativa) yang berasal dari Yogyakarta, Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar Superoksida Dismutase (SOD) dan Malondialdehide (MDA)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental.

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental. 23 BAB 3 METODOLOGI 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental. 3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini bertempat di laboratorium kimia kedokteran Fakultas

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan. Farmakologi Depatemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia,

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan. Farmakologi Depatemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia, BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Depatemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia, Depok, selama lebih kurang 4 bulan sejak bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun salam (Syzygium polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam yang didapatkan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Juli 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel yang dilakukan di persawahan daerah Cilegon,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC- BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan membuat sediaan gel dari ekstrak etil asetat

Lebih terperinci

PEMBUATAN REAGEN KIMIA

PEMBUATAN REAGEN KIMIA PEMBUATAN REAGEN KIMIA 1. Larutan indikator Phenol Pthalein (PP) 0,05 % 0,05 % = 0,100 gram Ditimbang phenol pthalein sebanyak 100 mg dengan neraca kasar, kemudian dilarutkan dengan etanol 96 % 100 ml,

Lebih terperinci