BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ICRC. lahir tanggal 8 Mei 1828 di Jenewa. Ayahnya bernama Jean Jacques Dunant,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ICRC. lahir tanggal 8 Mei 1828 di Jenewa. Ayahnya bernama Jean Jacques Dunant,"

Transkripsi

1 II.1. Sejarah singkat kelahiran ICRC. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ICRC Berawal dari inisiatif seorang warga yang bernama Jean Henry Dunant lahir tanggal 8 Mei 1828 di Jenewa. Ayahnya bernama Jean Jacques Dunant, seorang Anggota Dewan Republik di Swiss dan ibunya bernama Anne Antoinette Colladon, keturunan bangsawan Perancis. Terpengaruh oleh pekerjaan ayahnya yang di samping sebagai Anggota Dewan Republik juga menjadi ketua Yayasan Perawatan Anak Yatim Piatu, Henry Dunant memiliki dasar-dasar kepribadian yang halus dan senantiasa tertarik kepada mereka yang menderita 6. Pada usia 18 tahun Dunant masuk menjadi anggota sebuah perhimpunan yang bertujuan meringankan penderitaan sesama hidup. Sedangkan untuk mencari nafkah ia bekerja pada sebuah kantor bank. Walaupun dengan bekerja pada kantor bank tersebut mulai tumbuh jiwa bisnisnya, namun kepribadian yang cinta menolong sesama tidaklah padam. Malahan, dengan memperhatikan pengabdian Florence Ninghtingale pada Perang Krim, semangat Dunant semakin menyalanyala. Di dalam bidang bisnis, Dunant yang juga terkenal taat beragama, telah mampu mengembangkan usahanya ke luar negeri. Di Aljazair (waktu itu berada dalam jajahan Perancis) Dunant membangun usaha perkebunan dan penggilingan 6 H.Umar Mu in, Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional & Perhimpunan Palang Merah Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, halaman. 12

2 gandum disamping kegiatannya sebagai penyebar Injil. Tetapi pada usia 30 tahun, dia dihadapkan pada cobaan dimana usahanya mulai mengalami kesulitan dana. Untung kesulitan tersebut sedikit banyak dapat diatasi karena ia menerima uang warisan bibinya yang meninggal. Kesulitan lain yang dialami ialah bahwa karena Dunant bukan warga Negara Perancis maka ia tidak dapat dengan begitu saja memperoleh konsesi atas penggunaan air bagi penggilingan gandumnya. Untuk itu bagi Dunant tidak ada jalan lain kecuali berusaha untuk dapat menemui Napoleon III yang kebetulan sedang berada di daerah Italia utara untuk memimpin perang menghadapi Austria. Dengan tekad yang bulat Dunant berangkat ke Italia mengikuti Angkatan Perang Perancis dengan maksud akan lebih mudah bertemu dengan Napoleon III. Namun apa yang dialami oleh Dunant bukanlah bertemu dengan Napoleon untuk kepentingan bisnisnya tetapi terperangkap dalam wilayah pertempuran di Solferino. Dengan mengesampingkan bisnisnya, Dunant bersama-sama masyarakat setempat melakukan berbagai usaha untuk membantu prajurit yang luka. Pengabdiannya berlangsung hingga berakhir perang di Solferino dan diteruskan dengan mengumpulkan data dan infromasi tentang perang di Solferino kurang lebih selama 2 tahun. Dengan mengumpulkan berbagai data dan informasi ditambah dengan pengalaman sendiri, akhirnya Dunant dapat menerbitkan buku di Bulan November 1862 yang diberi judul UN SOUVENIR DE SOLFERINO. 7 Buku ini tidak 7 Ibid., halaman. 14

3 hanya memuat tentang gambaran betapa hebatnya pertempuran dan penderitaan prajurit kedua pihak yang berperang dan tentang pengalaman tentang Dunant sendiri, tetapi yang lebih penting dari itu ialah adanya ide Henry Dunant yang menyatakan perlunya organisasi-organisasi sukarela yang bersifat internasional dan bebas untuk melakukan kegiatan pemberian bantuan bagi prajurit yang luka dan sakit di medan pertempuran tanpa adanya diskriminasi. Dalam proses perkembanganya organisasi kemanusiaan ini, apalagi setelah terbentuknya perhimpunan-perhimpunan nasional Palang Merah, nama Henry Dunant semakin popular dan mendapat sanjungan di mana-mana. Tetapai sebaliknya bisnis Henry Dunant semakin hancur dan mengalami kebangkrutan. Usaha bank menjadi berantakan, rumahnya terjual dan harta miliknya baik di Swiss maupun diluar negeri habis dan utangnya menumpuk serta gaji pegawai tidak terbayar. Pendeknya, bisnis Dunant lumpuh total. Pada abad ke-19, di Jenewa, kebangkrutan suatu bank merupakan kesalahan yang tidak dapat dimaafkan. Oleh karena itu Pengadilan Hukum Sipil menganggap Dunant sebagai penyebab bencana masyarakat. Dia dituduh telah menipu teman-temannya dan tuduhan itu dimuat dalam surat kabar. Hancurnya bisnis dan habisnya harta Henry Dunant justru karena kegiatannya dibidang kemanusiaan. Dunant mengalami penderitaan demi penderitaan. Pada usia 39 tahun, tepat 8 tahun setelah perang Solferino, Dunant kehilangan haknya sebagai warga Jenewa, dan kedudukannya di dalam organisasi Palang Merah pun lepas. Kerugian yang dialami Dunant hampir sebanyak 1 Juta Franc Swiss bukanlah jumlah yang sedikit pada waktu itu. Saat itu kebangkrutan bank di

4 Jenewa merupakan aib atau noda besar. Lebih parah lagi, keluarga dan sahabatsahabat dekatnya, secara pribadi, memusuhinya. Orang tak akan melupakan bencana yang disebabkan oleh kebangkrutan itu. Sebenarnya Henry Dunant telah bersumpah untuk mengembalikan hutang-hutangnya maupun membayar gaji pegawai. Tetapi sayang, bencana telah menghancurkan perjalanan hidupnya, dan tak mungkin dapat dibangun kembali walaupun dalam jangka waktu 30 tahun. Dengan perasaan sedih Henry Dunant bertekad meninggalkan jenewa untuk selama-lamanya, pergi menetap di Perancis. Di Perancis, Henry Dunant tinggal disebuah rumah yang amat sederhana. Bantuan dari keluarga pun tidak ada. Pada tahun 1867, Napoleon III menyelenggarakan pameran besar di Paris. Pada pameran itu terdapat pula stan Palang Merah yang antara lain menggelar patung dada dari Henry Dunant. Pada saat itu Dunant merasa terperangah. Bagaimana tidak, di satu pihak namanya disanjung-sanjung sedangkan di lain pihak ia mngalami penderitaan yang luar biasa. Dalam rangka pameran tersebut Henry Dunant, Mounier dan Dufor menerima penghargaan berupa Medali Emas. Pada saat itu, Dunant merasakan bahwa namanya telah pulih kembali. Sinar dunia terlihat kembali oleh Dunant yang ditandai dengan diangkatnya Dunant oleh berbagai negara di Eropa sebagai wakil Ketua Palang Merah. Walaupun Dunant tersingkir dari Jenewa tetapi orangorang Eropa tetap menanggap dia sebagai pemimpin Palang Merah.

5 Disamping perhatiannya terhadap Palang Merah, Dunant juga mempunyai keinginan untuk membentuk perpustakaan internasional dan bahkan ia juga ingin memperjuangkan kembalinya orang-orang yahudi ke palestina. Selama 16 tahun Dunant hidup dalam penderitaan. Berpindah dari satu negeri ke negeri lainnya, dari satu tempat ke tempat lainnya, antara lain ke Paris, London, Stugaart, Kepulauan Wight, Triste, Gorfu dan kembali ke beberapa kota di Jerman dan akhirnya kembali juga ke kampung halamannya, Heiden, Swiss bagian timur. Tahun 1901 Henry Dunant mendapat hadiah Nobel untuk perdamaian yang merupakan hadiah Nobel pertama kalinya yang diberikan. Dunant meninggal dalam usia 82 tahun, hari minggu tanggal 30 Oktober 1910 di Desa Apenzeller, Heiden dan dimakamkan di Zurich. Buku karangan Henry Dunant yang berjudul Un Souvenir De Solferino ternyata menarik perhatian kaum intelektual di Jenewa. Yang pertama kali menyatakan tertarik dengan buku atau ide Henry Dunant adalah Gustave Moynier, seorang pengacara dan juga Ketua dari The Geneva Public Walfare Society (GPWS) / suatu asosiasi amal dengan pusat di kota Swiss. Moynier menyarankan kepada Dunant agar idenya itu dikemukakan pada pertemuan GPWS yang akan berlangsung pada tanggal 9 Februari 1863 bertempat di gedung Cacino Saint-Pierre. Ternyata 160 dari 180 Anggota GPWS yang menghadiri pertemuan itu mendukung ide Henry Dunant, bahkan sejak saat itu usaha untuk mewujudkan ide Henry Dunant diberi nama Proyek Mounier- Dunant.

6 Demikian antusiasnya peserta pertemuan GPWS sehingga pada hari itu juga secara langsung ditunjuk empat orang anggotanya untuk memperjuangkan terwujudnya ide Henry Dunant. Mereka adalah : 1. Gustave Moynier (Ketua GPWS) 2. Dr. Louis Appia (Anggota GPWS) 3. Dr. Theodore Maunoir (Anggota GPWS) 4. Jenderal Guillame-Henri Dufour (Anggota GPWS) Sedangkan Henry Dunant tidak hadir karena ia bukan anggota GPWS. Secara resmi pada hari itu juga terbentuklah apa yang dikenal dengan nama KOMITE LIMA dengan ketuanya Gustave Moynier dan Henry Dunant sebagai Sekretaris. Pada pertemuannya tanggal 17 Februari 1863, Komite Lima menyempurnakan fungsi dan mengganti namanya dengan KOMITE TETAP INTERNASIONAL UNTUK PERTOLONGAN PRAJURIT YANG LUKA dan sekaligus mengangkat ketua baru yaitu Jenderal Guillame-Henri Dufour. Dalam rapatnya tanggal 25 Agustus 1863 komite tetap ini memutuskan untuk menyelenggarakan suatu konferensi internasional guna membicarakan lebih lanjut ide Henry Dunant sambil mempersiapkan suatu memorandum yang terdiri dari 10 butir. KONFERENSI INTERNASIONAL Henry Dunant tidak henti-hentinya berusaha menjelang diselenggarakannya konferensi internasional, dia terlebih dahulu pergi ke Berlin untuk mengusahakan agar anggota-anggota yang menghadiri Konferensi Ilmu Statistik mengenai Kesehatan dan Angka Kematian yang akan diadakan di kota

7 tersebut termotivasi untuk mengikuti konferensi internasional nanti atau setidaktidaknya mereka mewujudkan rasa simpati. Melalui Dokter J.B.C. Basting dari Negeri belanda, ternyata anggotaanggota yang menghadiri Konferensi Ilmu Statistik dimaksud yang diadakan tanggal 12 September 1863, sangat menghargai ide Henry Dunant serta maksud komite tetap untuk mendirikan Komite Internasional dan perhimpunanperhimpunan nasional permanen. Bahkan menyampaikan pula rekomendasi yang isinya sebagai berikut 8 : 1. Bahwa setiap pemerintah di Eropa diharapkan menyetujui dan mengakui adanya komite internasional dan komite nasional, serta memberi perlindungan dan anggota-anggota komite dibentuk dari orang-orang terhormat. 2. Bahwa setiap pemerintah akan mengakui dan menganggap personil dari Jawatan Kesehatan tentara dan yang termasuk di dalamnya sebagai tenaga sukarela dan orang netral. 3. Bahwa dalam keadaan perang, transportasi personil dan barang bantuan akan dipermudah. Atas usaha komite tetap dan bantuan pemerintah Swiss, konferensi internasional pertama dapat diselenggarakan tanggal 26 s/d 29 Oktober 1863 dengan mengambil tempat di Palais de L Athenee yang dihadiri oleh 31 orang peserta dari 16 Negara yaitu : 8 Ibid., halaman. 19

8 Austria, Baden, Beierem, Belanda, Heseen-Darmstadt, Inggris, Italy, Norwegia, Rusia, Perancis, Spanyol, Saksen, Swedia, Swiss, Hannover, Hutenberg Konferensi berlangsung dari tanggal 26 s/d 29 Oktober 1863 di pimpin oleh Moynier dengan Sekretaris Henry Dunant, setelah membahas memorandum Komite Lima dan rekomendasi Kongres Berlin, ditetapkanlah resolusi sebagai berikut 9 : Pasal 1 Disetiap negara akan dibentuk suatu komite yang bertugas untuk membantu Dinas Kesehatan Militer dengan cara dan kemampuan yang ada. Komite tersebut harus diorganisasikan dengan baik dan bermanfaat Pasal 2 Masing-masing komite dapat membentuk seksi-seksi (cabang-cabang) yang diperlukan untuk membantu komite yang merupakan Badan Pengendali Pusat Pasal 3 Tiap-tiap komite akan berhubungan dengan pemerintah masing-masing agar pelayanannya dapat diterima pada setiap kesempatan yang ada Pasal 4 Pada waktu damai, komite dengan seksi-seksinya, akan melakukan usaha-usaha secara nyata agar kegiatan komite di waktu perang dapat terjamin, terutama dalam mempersiapkan berbagai logistik yang dibutuhkan dan mempersiapkan tenagatenaga sukarela pelayanan kesehatan. 9 Ibid., halaman. 20

9 Pasal 5 Di waktu perang, komite dari negara-negara yang berperang akan mengirimkan bahan-bahan bantuan (kesehatan) kepada masing-masing angkatan perangnya sesuai dengan keadaan yang memungkinkan yang didahului dengan mengorganisasikan satuan-satuan sukarela serta menugaskan mereka ditempattempat strategis, dan dengan persetujuan pejabat militer setempat, menyediakan lahan atau tempat yang memungkinkan dapat terlaksananya tugas pelayanan bagi prajurit yang terluka. Di samping itu komite dapat pula menghimbau komitekomite negara netral untuk sama-sama memberikan bantuan. Pasal 6 Baik atas permohonan sendiri ataupun atas pertimbangan dari pejabat militer, komite dapat mengirim sukarelawan kesehatan ke daerah pertempuran yang selanjutnya akan berada di bawah Komando Militer. Pasal 7 Satuan sukarelawan kesehatan yang ditugaskan pada Angkatan Bersenjata, logistiknya akan ditanggung oleh Komite masing-masing sesuai dengan kebutuhan sehingga keadaan fisik dan kesehatan mereka tetap terpelihara. Pasal 8 Para sukarelawan kesehatan dari seluruh negara (dalam melaksanakan tugas) akan menggunakan lambang yang seragam dan jelas yaitu berupa ban lengan dengan Palang Merah di atas Dasar Putih.

10 Pasal 9 Komite-komite atau seksi-seksi (cabang-cabang) dari berbagai negara dapat bertemu dalam forum Sidang lengkap Internasional untuk berkomunikasi mengenai hasil-hasil dan pengalaman masing-masing dan untuk menyepakati langkah-langkah yang akan diambil sesuai dengan kebutuhan. Pasal 10 Untuk sementara, pertukaran informasi dan komunikasi antar komite dari semua negara akan disampaikan melalui Komite Internasional Palang Merah (Komite Jenewa). Selain dari resolusi 10 pasal di atas, keputusan penting yang ditetapkan ialah 10 : a. Lahirnya lembaga kemanusiaan yang bersifat Internasional. b. Ditetapkannya tanda khusus bagi sukarelawan yang member pertolongan prajurit yang luka di medan pertempuran yaitu palang merah di atas dasar putih. c. Digantinya nama Komite Tetap Internasional untuk menolong Prajurit yang luka dengan Komite Internasional Palang Merah. d. Penggunaan ban lengan Palang Merah di atas dasar putih oleh tenaga sukarela. Lebih lanjut, konferensi telah menyepakati pula rekomendasi sebagai berikut : 10 Ibid., halaman. 22

11 a. Bahwa, setiap pemerintah harus memberikan perlindungan yang semakin baik terhadap komite-komite pemberi bantuan dan sejauh mungkin mendukung kesempurnaan pelaksanaan tugas mereka, b. Bahwa, pada waktu keadaan perang, negara-negara yang bersengketa harus mengumumkan kenetralan Ambulans dan Rumah Sakit Militer, dan setiap pengumuman kenetralan itu harus diakui secara penuh yakni meliputi personil kesehatan yang resmi, personil kesehatan sukarela, penduduk negeri yang bersangkutan yang dengan kehendak sendiri (sukarela) ikut memberikan bantuan kepada mereka yang luka, dan juga meliputi para prajurit yang luka itu sendiri. c. Bahwa, lambang yang jelas dan seragam diakui untuk korps kesehatan Angkatan Perang atau personil Kesehatan Militer yang termasuk ke dalam Dinas Kesehatan Militer. KONFERENSI DIPLOMATIK Resolusi Konferensi Internasional tanggal 26 s/d 29 Oktober 1863 walaupun merupakan langkah yang bersejarah dari usaha Komite Lima dan titik awal pembentukan lembaga kemanusiaan, namun belum mengikat negara-negara peserta. Selain itu apa yang termuat dalam resolusi dimaksud barulah menyinggung hal-hal yang pokok, khususnya mengenai keberadaan lembaga dan belum mencakup ketentuan mengenai pelaku, objek pelayanan dan apa saja yang harus diindahkan dan dipenuhi Ibid., halaman. 24

12 Oleh karena itu, tidak saja didorong oleh keinginan untuk dapat menikmati hakikat dan tujuan serta manfaat dari lembaga dan apa yang terkandung dalam resolusi tahun 1863, maka atas bantuan dari pemerintah Swiss diselenggarakan Konferensi Diplomatik di Jenewa yang dihadiri oleh utusan dari 16 negara dan hasil konferensi berupa konvensi ditanda-tangani tanggal 22 Agustus Peserta Konferensi ternyata merupakan utusan resmi dari pemerintah suatu negara maka penandatanganan pengakuan menerima konvensi tersebut memerlukan ratifikasi dari pemerintah yang bersangkutan. Dengan demikian penandatanganan atau pernyataan ikut serta mengandung arti bertanggung jawab untuk mematuhi dan melaksanakan isi konvensi. Konvensi Jenewa 1864, yang pada waktu penetapannya ditanda-tangani langsung oleh 12 negara, terdiri dari 10 pasal yaitu : Pasal 1 Ambulans dan rumah sakit dinyatakan netral (tidak berpihak) dan oleh karenaya dihormati, dan dilindungi oleh pihak yang sedang berperang, selama ia diisi dengan orang yang sakit dan luka-luka. Pasal 2 Personil ambulans dan rumah sakit, orang-orang yang mempunyai tugas dan disertai pengawasan, petugas administrasi, perawat, angkutan dari yang luka-luka, serta rohaniawan lapangan, mendapat status tidak berpihak, selama,mereka menjalankan tugasnya.

13 Pasal 3 Personil tersebut pada pasal 2 dapat terus menjalankan tugasnya di ambulans atau rumah sakit, meskipun pihak musuh telah menguasai daerah yang bersangkutan. Pasal 4 Barang-barang, material dari rumah sakit dikuasai di bawah Undang-Undang Perang, yang oleh karena itu personil yang meninggalkan rumah sakit hanya boleh membawa barang-barang pribadi saja. Akan tetapi, dalam keadaan demikian, ambulans tetap meliputi segala perlengkapannya. Pasal 5 Penduduk negeri yang diduduki, dan memberikan pertolongan kepada yang luka, tidak akan diganggu. Pasal 6 Prajurit yang luka atau sakit akan dimasukkan ke tempat perawatan dan dirawat dengan tidak membedakan antara kawan dan lawan. Komandan tertinggi diberi wewenang (di waktu perang berkobar) untuk memindahkan (mengangkut) prajurit musuh yang luka, langsung di pos-pos terdepan dari musuh, bila keadaan mengizinkan dan disetujui oleh kedua belah pihak. Prajurit musuh yang luka, dan setelah sembuh ternyata tidak akan dapat lagi masuk atau menjalankan dinas, akan dipulangkan ketempat asalnya. Hal ini dapat juga dilaksanakan bagi yang biasa masuk dinas lagi, dengan syarat bahwa selama perang masih berkecamuk, dia tidak lagi menjadi prajurtit. Tempat-tempat dan depot-depot PPPK dengan personilnya dinyatakan tidak berpihak.

14 Pasal 7 Bendera Palang Merah yang mudah terlihat akan dikibarkan di rumah sakit, ambulans, dan tempat-tempat PPPK. Tetapi bendera nasional harus selalu dikibarkan juga. Pasal 8 Rincian untuk melaksanakan perjanjian ini akan diatur oleh komandan-komandan tertinggi dari tentara yang sedang berperang (berhadapan) sesuai dengan yang dikuasakan oleh masing-masing pemerintah dan sesuai dengan prinsip-prinsip perjanjian ini. Pasal 9 Disepakati oleh para utusan negara yang berkonferensi untuk mengirimkan perjanjian ini kepada semua pemerintah yang tidak mengirim utusan dengan kuasa penuh ke konferensi internasional di Jenewa ini dan mengundangnya untuk ikut serta. Dengan demikian protokol dibuka terus. Pasal 10 Perjanjian ini akan dikuatkan, dan diratifikasinya akan dipertukarkan, disarankan dalam 4 (empat) bulan, atau bila mungkin lebih cepat lagi. Konvensi Jenewa pertama tahun 1864 ini dinamakan KONVENSI JENEWA 22 AGUSTUS 1864 TENTANG PERBAIKAN TERHADAP KEADAAN PRAJURIT YANG LUKA DI MEDAN PERTEMPURAN DARAT. Konvensi Jenewa tahun 1864 meletakkan dasar-dasar bagi hukum

15 perikemanusiaan modern. Konvensi ini terutama ditandai dengan karakter sebagai berikut 12 : a. Aturan tertulis yang mempunyai wawasan universal untuk melindungi korban konflik; b. Bersifat multilateral, terbuka untuk semua negara; c. Adanya kewajiban untuk memperluas usaha perawatan tanpa diskriminasi kepada personil militer yang terluka dan sakit; d. Penghormatan dan pemberian tanda kepada personil medis, transportasi dan perlengkapannya dengan menggunakan sebuah lambang (palang merah diatas dasar putih). Sesuai dengan perkembangan dan kesadaran dunia internasional terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam konvensi maupun deklarasi yang sudah ada dan untuk mengembangkan sumber-sumber hukum bagi perlindungan dan penyelesaian berbagai permasalahan dunia di masa depan maka berbagai konferensi internasional/ diplomatik antara lain dengan nama Konferensi Perdamaian maka berturut-turut diselenggarakan konferensi yang tidak saja di Jenewa tetapi juga di kota lain seperti di Den Haag. Sebagai puncak dari berbagai konvensi terdahulu yang amat terkenal dan merupakan konvensi-konvensi utama mengenai perlindungan bagi manusia yang berhubungan dengan persengketaan bersenjata dewasa ini adalah konvensikonvensi Jenewa tahun 1949 yaitu 13 : 12 ICRC, ICRC menjawab pertanyaan-pertanyaan anda, Jakarta, 2004, halaman H.Umar Mu in, op. cit., halaman. 28

16 I. Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai perbaikan keadaan anggota Angkatan Perang yang luka dan sakit di medan pertempuran darat. II. Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai perbaikan keadaan anggota-anggota yang perang di laut, sakit dan lkorban karam. III. Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai perlakuan terhadap tawanan perang. IV. Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai perlindungan orang-orang sipil di waktu perang. Selain konvensi-konvensi di atas dan konvensi-konvensi lainnya seperti Konvensi Den Haag, terdapat pula konferensi internasional atau konferensi diplomat yaitu berupa Protokol seperti Protokol I dan II Konvensi Jenewa 1949 yang ditetapkan pada tahun Pada tahun , ICRC juga mensponsori Konferensi internasional yang bertujuan untuk memperbaharui dan merivisi Konvensi Jenewa 1949 dan menegakkan kembali penerapan hukum perang 14, yaitu kaidah-kaidah hukum humaniter internasional yang berlaku dalam konflik bersenjata. Hal ini dirasa perlu oleh ICRC karena timbulnya berbagai perang jenis baru serta berkembangnya teknologi persenjataan, yang tidak dicakup dakam Konvensi sebelumnya. Konferensi ini juga mempelajari secara khusus rancangan Protokol I 14 Hukum Perang dibagi menjadi dua aturan-aturan pokok, yaitu Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk berperang (Hukum Den Haag/The Hague Laws) dan Hukum yang mengatur mengenai perlindungan terhadap kombatan dan penduduk sipil dari akibat perang (Hukum Jenewa/ The Geneva Laws). Disarikan dari Arlina Permanasari dkk. Pengantar Hukum Humaniter. Miamita Print, Jakarta, 1999, halaman. 5

17 dan II yang dipersiapkan oleh ICRC sebagai pelengkap Konvensi-Konvensi Jenewa 1949, yang kemudian diadopsi pada bulan Juni 1977, yaitu 15 : 1. Protokol I : tentang konflik-konflik bersenjata internasional 2. Protokol II : tentang konflik-konflik bersenjata bukan internasional Tidak mengherankan apabila Konvensi Jenewa 1949 disebut juga dengan nama Konvensi tentang Palang Merah karena Palang Merah (terutama ICRC) berperan besar dalam sejarah terjadinya Konvensi tentang perlindungan korban perang, bahkan sejarah lahirnya Konvensi Jenewa I tidak dapat dipisahkan dari lahirnya Gerakan Palang Merah sendiri. Penelitian daripada pasal-pasal dalam keempat konvensi tentang perlindungan korban perang ini selanjutnya akan memperlihatkan bahwa dalam pelaksannaanya, konvensi-konvensi ini tidak dapat dipisahkan dari Palang Merah 16. Bila terjadi persengketaan bersenjata yang merasakan langsung akibatnya adalah rakyat dan negara yang terlibat pertikaian tersebut. Sementara itu International Committee of Red Cross adalah sebuah organisasi internasional, bukan pihak yang dirugikan atau menderita akibat dari persengketaan tersebut, namun pada kenyataanya yang mempunyai inisiatif pertama kali untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur perlindungan terhadap korban perang adalah International Committee of Red Cross J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 2, Aksara Persada Indonesia, Jakarta 1989, halaman Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-Konvensi Palang Merah Tahun 1949, Bina Cipta, Bandung, 1979, halaman.6 17 Syahmin, AK., Pokok-pokok Hukum Organisasi Internasional, Bina Cipta, Bandung 1985, halaman. 12

18 Dalam Perang Dunia I ( ) dirasakan perlu untuk mengadakan koordinasi yang lebih baik antar Perhimpunan Palang Merah Nasional, dan atas prakarsa perhimpunan Palang Merah Amerika Serikat pada tanggal 5 Mei 1919 oleh seorang yang bernama Henry Davidson terbentuklah Federasi antara Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah sedunia yang disebut Liga Perhimpunan Palang Merah (League of Red Cross Societes). Federasi ini adalah suatu lembaga non pemerintah yang meliputi semua perhimpunan nasional yang telah diakui dan telah berfungsi disetiap negara. Liga yang mencakup 146 lembaga Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Nasional yang keseluruhannya mempunyai lebih dari 250 juta anggota dewasa ini adalah merupakan federasi terbesar didunia. Sejak tahun 1991 Liga ini berubah menjadi Federasi Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Federasi ini meliputi semua Perhimpunan Nasional yang telah diakui dan juga berfungsi sebagai secretariat pusat. Federasi ini merupakan semacam forum diskusi bagi semua perhimpunan nasional. Pada tahun 1998, Federasi ini mempunyai Kantor Delegasi di Indonesia yang bertugas mengkoordinasi bantuan internasional dalam program-program bantuan serta memberikan dukungan bagi pengembangan organisasi PMI di bidang kesiapsiagaan bencana, kesehatan masyrakat, dan penguatan kapasitas ICRC, ICRC mengenal lebih jauh gerakan palang merah dan bulan sabit merah internasional, Jakarta, 2005, halaman. 4

19 II.2. Struktur Organisasi ICRC ICRC adalah sebuah lembaga yang mandiri (independen) dan netral terhadap politik, ideologi, dan agama. Lembaga ini merupakan lembaga pertama gerakan palang merah dan Bulan Sabit Merah yang bermarkas di Jenewa. ICRC merupakan promoter dan pelindung hukum humaniter internasional, ICRC bekerja keras untuk melindungi dan membantu para korban konflik bersenjata, gangguan internal dan situasi-situasi kekerasan dalam negeri lainnya 19. Jumlah anggota ICRC berkisar antara 15 sampai dengan 25 orang warga negara swiss yang dipilih berdasarkan keputusan bersama. Dasar pemikiran mengapa anggota ICRC hanya warga negara Swiss saja adalah karena Swiss merupakan negara yang telah diakui kenetralannya oleh masyarakat internasional, sehingga diharapkan ICRC dapat konsisten bertindak sebagai lembaga penengah yang netral dalam suatu konflik bersenjata 20 Masalah keanggotaan ICRC ini diatur dalam pasal 7 Statuta ICRC, yang menyatakan bahwa 21 : 1. The ICRC shall co-opt its members from among Swiss citizens. It shall comprise fifteen to twenty five members. 2. The rights and duties of members of the ICRC shall be laid down in internal regulations. 3. Members of the ICRC shall be subject to re-election every four years. After three terms of four years they must obtain a three-fourhts majority of the full membership pf the ICRC. 4. The ICRC may elect honorary members.. 19 ICRC, ICRC menjawab pertanyaan-pertanyaan anda, Jakarta, 2004, halaman ICRC, ICRC answers to your question, Geneva, 1996, halaman Pasal 7 Statuta ICRC

20 Arti : 1. Palang merah dan bulan sabit internasional harus memilih anggotanya dari antara warga negara swiss itu akan terdiri dari anggota. 2. Hak dan kewajiban anggota palang merah dan bulan sabit internasional harus ditetapkan dalam peraturan internasional. 3. Anggota ICRC tunduk pada pemilihan ulang setiap 4 tahun, setelah tiga periode waktu dalam 4 tahun mereka harus memperoleh mayoritas 3/4 dari keanggotaan penuh ICRC. 4. ICRC dapat memilih anggota kehormatan. Berdasarkan Statuta tersebut maka jelas bahwa ICRC membatasi penerimaan anggotanya hanya dari kalangan warga negara Swiss saja. Dengan demikian sifat internasional ICRC tidak dapat dilihat dari susunan keanggotaannya sebagaimana sebuah organisasi internasional yang anggotanya terdiri dari berbagai bangsa atau negara. Sifat internasional ICRC dilihat dari misinya, yang dilaksanakan diseluruh penjuru dunia. Secara garis besar struktur organisai ICRC terdiri atas : 1. Komite ICRC merupakan instansi tertinggi dalam struktur organisasi ICRC. Anggotanya, yang berjumlah maksimum 25 orang warga negara Swiss, dipilih menurut pengalamannya dalam urusan internasional serta keterlibatannya dalam hal perikemanusiaan dan juga warganegara Swiss secara historis telah mempunyai tradisi membantu korban-korban akibat sengketa bersenjata H.Umar Mu in, op. cit., halaman. 42

21 Salah satu dari 25 orang tersebut dipilih menjadi Presiden untuk masa jabatan empat tahun, dan dimungkinkan untuk memperpanjang masa jabatan tersebut. Komite ini mengadakan pertemuan minimal sepuluh kali dalam satu tahun untuk menentukan kebijaksanaan lembaga dan prinsip pelaksanaan kegiataannya. Hal ini diatur dalam pasal 8 Statuta ICRC. 2. Dewan Pimpinan (executive board) yang terdiri dari Presiden, Wakil Presiden tetap dan dua anggota Komite yang merupakan anggota tidak tetap, Direktur Umum, Direktur Operasi, dan Direktur Prinsip dan Hukum. Dewan ini bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan ICRC dan mengadakan pertemuan satu kali dalam seminggu. Seperti dalam pertemuan Komite, pertemuan dewan juga dipimpin oleh Presiden ICRC. Hal ini diatur dalam Pasal 9 Statuta ICRC. 3. Direktorat yang terdiri dari : a. Direktorat Umum bertugas membawahi bidang komunikasi dan sumber-sumber dana dari luar, keuangan dan administrasi, serta masalah personil. b. Direktorat Operasi bertugas membawahi bidang penahanan, aktivitas medis, operasi bantuan, badan pusat pencarian, serta hubungan dengan organisasi intrnasional.

22 c. Direktorat Prinsip dan Hukum yang bertanggung jawab dalam hal pembinaan dan penyebarluasan hukum humaniter internasional, hubungan dengan gerakan internasional, serta kerjasama dengan perhimpunan nasional. Hal ini diatur dalam pasal 10 Statuta ICRC. ICRC tidak mempunyai dana tersendiri untuk melaksanakan berbagai kegiatannya. Karena itu ICRC berusaha memproleh dana dari berbagai sumber, antara lain 23 : 1. Sumbangan dari negara-negara penandatanganan Konvensi Jenewa 2. Sumbangan dari perhimpunan palang merah dan bulan sabit merah nasional 3. Sumbangan pribadi 4. Berbagai pemberian uang dan hibah. Bagi Federasi Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, pembayaran kontribusi merupakan kewajiban, tetapi untuk ICRC sumbangan dari negara dan perhimpunan bersifat sukarela. Dengan demikian untuk dapat terus hidup, ICRC bergantung pada kemauan dan kedermawanan masyarakat internasional 24. Pemeriksaan keuangan diadakan baik di tingkat Swiss maupun di tingkat internasional dengan cara melaporkannya dalam laporan tahunan ICRC yang disebarluaskan kepada para negara donatur. Anggaran biaya untuk ICRC pusat dibatasi hanya untuk keperluan yang memang sangat penting, dan pada prinsipnya 23 ICRC, what it is, what it does, Geneva, 1993, halaman Henry Fournin, Komite Internasional Palang Merah Internasional Committee of The Red Cross (ICRC) dalam Hukum Humaniter Suatu Perspektif, PSHH Trisakti, Jakarta, halaman. 110

23 boleh ditingkatkan bila terjadi inflasi ekonomis. Anggaran biaya untuk ICRC dilapangan mencerminkan berkembangnya situasi dimana ICRC bertindak, karena itu besarnya anggaran bervariasi dari tahun ke tahun. Saat ini, ICRC, Federasi Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, serta Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Nasional untuk menjamin kesatuan dalam suatu gerakan yang berdasarkan pada keinginan untuk membantu para korban pertikaian bersenjata. Statuta Gerakan ini menjamin bahwa Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional merupakan suatu gerakan berskala internasional, sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan Statuta Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional sebagai berikut : The International Conference of The Red Cross and Red Crescent proclaims that the National Red Cross and Red Crescent Societies, The International Committee of The Red Cross and the League of Red Cross and Red Crescent Societies together constitute a worldwide humanitarian movement, whose mission is to prevent and alleviate human suffering wherever it may be found, to protect life and health and ensure respect for the human being, in particular in times of armed conflicts and other emergencies, to work for the prevention of the disease and for the promotion of health and social welfare, to encourage voluntary service and a constant readiness to give help by the members of the Movement, and a universal sense of solidarity towards all those in need of its protection and assistance 25. Arti : Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah menyatakan bahwa masyarakat nasional palang merah dan bulan sabit merah, komite internasional palang merah dan masyarakat liga palang merah dan bulan sabit merah bersama-sama merupakan gerakan kemanusiaan di seluruh dunia, yang misinya adalah untuk mencegah dan meringankan penderitaan manusia dimanapun dapat ditemukan, untuk melindungi kehidupan dan kesehatan serta menjamin 25 Pembukaan Statuta Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah

24 penghormatan terhadap manusia, khususnya dalam masa konflik bersenjata dan keadaan darurat lainnya. Bekerja untuk pencegahan penyakit dan untuk promosi kesehatan dan kesejahteraan sosial untuk mendorong layanan sukarela dan kesiapan konstan untuk memberikan bantuan oleh anggota gerakan dan rasa solidaritas universal terhadap mereka semua yang membutuhkan perlindungan dan bantuan. Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah diadakan empat tahun sekali yang dihadiri pula oleh negara-negara penandatanganan Konvensi Jenewa. Konferensi ini merupakan semacam Dewan Pertimbangan Agung bagi Gerakan yang membahas garis besar kebijaksanaan, prinsip dasar hukum humaniter internasional, dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah organisasi serta operasional. Bila perlu, konferensi akan membahas revisi hukum humaniter internasional dan membuat resolusi. Selain itu ICRC membentuk DELEGASI dan DELEGASI REGIONAL. Yang dimaksud dengan Delegasi ialah kedudukan ICRC di suatu negara yang ruang lingkup kegiatannya hanya di dalam negara yang bersangkutan. Sedangkan Delegasi Regional ialah kedudukan ICRC di suatu negara dengan ruang lingkup kegiatannya meliputi beberapa negara tertentu 26. Setiap dua tahun sekali diadakan pula pertemuan Dewan Delegasi (Council Delegates) yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil ICRC, Perhimpunan Nasional dan Federasi untu membahas kebijakan/ pandangan umum komponen-komponen Gerakan. Dan juga setiap enam bulan sekali Komisi Tetap (Standing Commission) dimana komisi ini merupakan mekanisme koordinasi yang beranggotakan sembilan orang (2 wakil ICRC, 2 wakil dari Federasi, dan 5 wakil dari Perhimpunan-perhimpunan Nasional). Kesembilan anggota ini masing- 26 H.Umar Mu in, op. cit., hal. 44

25 masing dipilih dalam kapasitas pribadi oleh Konferensi Internasional. Tugas komisi tersebut adalah menyiapkan agenda serta menyelenggarakan Konferensi Internasional 27. Jaringan kantor ICRC menyesuaikan diri dari waktu ke waktu dengan perkembangan situasi sengketa bersenjata dan situasi kekerasan lainnya yang terjadi di seluruh dunia. II.3. Tujuan, Prinsip-prinsip dasar, dan peran ICRC II.3.1. Tujuan ICRC ICRC merupakan sebuah organisasi yang misinya semata-mata bersifat kemanusiaan, yaitu melindungi kehidupan dan martabat para korban perang dan kekerasan dalam negeri dan memberikan bantuan kepada mereka. ICRC mengatur dan mengkoordinasi kegiatan bantuan kemanusiaan (relief assistance) internasional yang dilakukan oleh Gerakan dalam situasi konflik. Sebagai pemelihara Hukum Humaniter Internasional (HHI), ICRC senantiasa berusaha mencegah penderitaan dengan cara i) mempromosikan hukum tersebut ii) mengingatkan pihak-pihak yang sedang berperang ataupun yang berpotensi untuk berperang akan hak dan kewajiban mereka menurut hukum tersebut, dan iii) menyebarluaskan prinsip-prinsip kemanusiaan universal. 28 : 27 ICRC, Mengenal lebih jauh Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, Jakarta, 2005, halaman Ibid., halaman. 3

26 II.3.2. Prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional hadir dan aktif di hampir semua negara dan mencakup sekitar 100 juta anggota dan relawan. Gerakan ini dipersatukan dan dipandu oleh tujuh prinsip dasar yang merupakan standart rujukan internasional bagi semua anggotanya. Kegiatan-kegiatan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah mempunyai satu tujuan pokok yaitu mencegah dan meringankan penderitaan manusia, tanpa diskriminasi, dan melindungi martabat manusia. Di dalam menjalankan tugasnya, ICRC berkewajiban menjunjung tinggi Prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional yang secara resmi dinyatakan dalam Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-20 di kota Wina tahun Sebagai salah satu unsur Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional maka prinsip-prinsip dasar ICRC sama dengan prinsip-prinsip dasar gerakan, yaitu : 1. Kemanusiaan (Humanity) Yang dimaksud dengan prinsip kemanusiaan adalah bahwa Gerakan ini 29 dilahirkan dari keinginan untuk membantu para korban yang cedera di medan perang tanpa diskriminasi, mencegah dan meringankan penderitaan umat manusia yang terjadi dimana saja, dengan memanfaatkan kemampuannya, baik di tingkat nasional maupun internasional. Dengan prinsip ini, Gerakan bermaksud 29 Yang dimaksud adalah Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.

27 melindungi kehidupan dan kesehatan dengan menjamin penghormatan terhadap manusia. Yang dimaksud prinsip kemanusiaan (humanity) ini meliputi unsur-unsur pencegahan, perlindungan, penghormatan, dan usaha meringankan penderitaan korban. Salah satu ide yang penting dari prinsip ini adalah perlindungan, yang berarti : a. membantu seseorang dengan melindunginya dari serangan, perlakuan kejam, dan sebagainya b. menggagalkan upaya membunuh atau menghilangkan diri seseorang c. memenuhi kebutuhannya akan keamanan, membantunya bertahan hidup, dan bertindak dalam upaya mempertahankan diri. Karena itu, perlindungan diberikan dalam bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi korban. Dalam masa damai, perlindungan kehidupan dan kesehatan terutama ditujukan pada pencegahan penyakit, musibah, dan kecelakaan. 2. Kesamaan (impartiality) Yang dimaksud dengan prinsip kesamaan adalah Gerakan ini tidak membedakan kebangsaan ras, agama, status, atau pandangan politik. Gerakan ini hanya berusaha untuk meringankan penderitaan manusia, dan hanya membedakan para korban menurut keadaan kesehatannya, sehingga prioritas diberikan kepada korban yang keperluannya paling mendesak.

28 Konvensi Jenewa 1864 secara eksplisit telah melarang diskriminasi berdasarkan kebangsaan, tetapi diperjelas dalam Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 pasal 3 (1) yang menyatakan bahwa : Orang-orang yang tidak turut serta aktif dalam sengketa itu, termasuk anggota angkatan perangh yang telah meletakkan senjatasenjata mereka serta mereka yang tidak lagi turut serta (hors de combat) karena sakit, luka-luka, penahanan atau sebab lain apapun, dalam keadaan bagaimanapun harus diperlakukan dengan kemanusiaan, tanpa perbedaan merugikan apapun juga yang didasarkan atas suku, warna kulit, agama atau kepercayaan, kelamin, keturunan atau kekayaan, atau setiap criteria lainnya erupa itu 30. Secara teoritis, non diskriminasi adalah penolakan untuk menerapkan pembedaan sifat-sifat alamiah manusia dengan melihat kategori tertentu. Dalam konteks etika humaniter, non diskriminasi menuntut diabaikannya semua perbedaan diantara individu, dan bantuan diprioritaskan kepada kaum yang dianggap lemah, misalnya anak-anak dan para lanjut usia. Tujuannya semata-mata ialah mengurangi penderitaan orang per orang sesuai dengan kebutuhannya, dengan mendahulukan keadaan yang paling parah. Dalam praktek, Gerakan secara ketat berusaha menghindari segala bentuk diskriminasi pada saat memberikan bantuan materi atau perawatan medis 3. Kenetralan (netrality) Agar tetap senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak. Gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan atau pertikaian yang bersifat politis, rasial, keagamaan, atau ideologis Pasal 3 (1) Konvensi-Konvensi Jenewa Blondel, The Fundamental Principles of The Red Cross and Red Crescent. ICRC, Geneva, 1992, halaman 8

29 Ada dua jenis netralitas, yaitu : a. Netralitas militer yaitu dimana dalam suatu konflik, netralitas bagi Gerakan berarti tidak melakukan tindakan yang menyebabkan terjadinya atau bertambahnya korban dari pihak-pihak yang terlibat. b. Netralitas ideologis yaitu dimana netralitas berarti Gerakan berdiri di luar atau terpisah dari politik, agama, bangsa, dan perbedaan lainnya yang dapat menghambat Gerakan dalam menjalankan kewajibannya. ICRC memiliki netralitas khusus untuk melaksanakan perannya sebagai pelaksana mandat yang diberikan para peserta Konvensi Jenewa dan untuk melaksanakan inisiatif kemanusiaan dan sebagai perantara yang netral. Hal ini diatur dalam pasal 5 ayat 3 Statuta ICRC. Hanya dengan menerapkan prinsip netralitas secara terus menerus, Gerakan ini akan tetap mendapat kepercayaan masyarakat internasional Kemandirian (Independence) Yang dimaksud dengan prinsip kemandirian adalah bahwa walaupun membantu pemerintah setempat dalam menyelenggarakan pelayanan medis dan mengikuti peraturan di negara masing-masing. Perhimpunan Nasional harus selalu menjaga kemandiriannya. Hal ini bertujuan agar Perhimpunan Nasional tetap dapat bertindak sesuai prinsip-prinsip dasar yang disepakati oleh Gerakan. Dalam arti yang paling umum, prinsip ini berarti lembaga-lembaga yang merupakan unsur Gerakan harus tetap menolak campur tangan dari mana pun, apakah itu bersifat politik, ideologi, atau ekonomi. Prinsip ini menuntut penerapan 32 Ibid., halaman. 12

30 khusus terhadap sifat Perhimpunan Nasional, dimana walaupun dalam masa perang kapasitasnya adalah sebagai pembantu pemerintah dalam masalah humaniter, tetapi tidak boleh menyimpang dari prinsip Gerakan yang netral. Ada kemungkinan otonomi suatu Perhimpunan Nasional tidak dapat diterapkan seragam dan mutlak bagi setiap negara, karena hal itu dipengaruhi oleh kondisi politik, sosial, dan ekonomi suatu negara Kesukarelaan (Voluntary Service) Yang dimaksud dengan prinsip kesukarelaan adalah bahwa Gerakan ini bersifat sukarela dan tidak bermaksud sama sekali untuk mencari keuntungan. Walaupun kegiatannya dilakukan tanpa upah, yang terpenting adalah bahwa kegiatan itu diilhami oleh komitmen individual dan tujuan-tujuan petunjuk yang paling jelas bahwa yang dipentingkan oleh Gerakan adalah aspek kemanusiaan Kesatuan (Unity) Yang dimaksud dengan prinsip kesatuan adalah bahwa setiap negara hanya dapat didirikan satu Perhimpunan Nasional. Perhimpunan tersebut harus terbuka bagi semua orang dan harus menyelenggarakan pelayanan kemanusiaan di seluruh wilayah negaranya. Prinsip ini sama dengan prinsip sentralisasi yang dikemukakan oleh Gustave Moynier. Prinsip ini secara khusus berhubungan dengan struktur kelembagaan Perhimpunan Nasional. Untuk mencakup seluruh wilayah negara, 33 Ibid., halaman Ibid., halaman. 20

31 Perhimpunan Nasional dapat membentuk cabang-cabang lokal yang akan bekerja sesuai dengan arahan dari pusat 35. Perhimpunan Palang Merah Nasional memiliki status sebagai lembaga yang membantu pemerintah setempat dalam masalah humaniter. Umumnya Perhimpunan Nasional ini bekerja dengan dukungan dana dari pemerintah melaksanakan fungsi yang penting antara lain transfusi darah, penyediaan ambulans, dan pertolongan bagi korban bencana alam. Perhimpunan Nasional juga berperan sebagai lembaga penasihat bagi pemerintah dalam masalah-masalah humaniter. 7. Kesemestaan (Universality) Yang dimaksud dengan prinsip kesemestaan adalah bahwa gerakan ini adalah Gerakan yang diakui di seluruh dunia. Gerakan ini mencakup semua Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Nasional yang mempunyai kedudukan, tanggung jawab, serta tugas yang sama untuk saling membantu. Dengan prinsip ini, Gerakan mencoba memberi pelayanan terhadap masyarakat yang memerlukan di seluruh dunia. Aspek lain dari kesemestaan adalah hukum humaniter internasional dan Konvensi Jenewa yang dibuat dengan semangat kemanusiaan yang universal. Prinsip ini juga menuntut tanggung jawab bersama dalam suatu gerakan internasional. Tanggung Jawab bersama ini dipikul oleh semua unsur-unsur Gerakan yaitu Federasi, ICRC dan Perhimpunan Nasional. Dengan prinsip ini maka dituntut suatu kerjasama untuk mengembangkan Gerakan. Setiap 35 Ibid., halaman. 24

32 Perhimpunan Nasional memiliki hak suara yang sama dan kedudukan yang sejajar dalam Majelis Umum Federasi, Dewan Delegasi, dan Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit II.3.3. Peran ICRC Peran ICRC berdasarkan pasal 4 ayat 1 dan 2 Statuta ICRC dan pasal 5 ayat 2 dan 3 Statuta Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah sebagai berikut : 1. To maintain and disseminate the Fundamental principles of the Movement, namely humanity, impartiality, neutrality, independence, voluntary service, unity, and universality; 2. To recognize any newly established or reconstituted National Society, which fulfils the conditions for recognitions set out in the Statutes of the Movement, and to notify other National Societies of such recognitions; 3. To undertake the tasks incumbent up on it under the Geneva conventions, to work for the faithful application of the international humanitarian law applicable in armed conflicts and to take cognizance of any compalints based on alleged breaches of that law; 4. To endeavour at all times as a neutral institutions whose humanitarian work is carried out particulary in time of international and other armed conflictsor internal strife to ensure the protection of and assistance to military and civilian victims of such events and of their direct results;

33 5. To ensure the operation of Central Tracing Agency 36 as provided in the Geneva Convention; 6. To contribute, in anticipation of armed conflicts, to the training of medical personel and preparation of medical equipment, in co-operation with National Societies, the military and civilian medical services and other component authorities; 7. To work for understanding and dissemination of knowledge of international humanitarian law applicable in armed conflicts and to prepare any development thereof; 8. To carry out mandates entrusted to it by the International Conference of the Red Cross and Red Crescent (the International Conference); 9. The ICRC may take any humanitarian intiative which comes within its role as a specifically neutral and independent institution intermediary and, may consider any question requiring examination by such an institution 37. Artinya: 1. Memelihara dan menyebarluaskan prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional yaitu : Kemanusiaan, Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kesukarelaan, Kesaruan dan kesemestaan; 2. Melaksanakan pengakuan terhadap setiap Perhimpunan Nasional yang baru didirikan atau yang dibentuk kembali, yang telah memenuhi syarat 36 Central Tracing Agency adalah organ ICRC yang bertugas mendata dan mempertemukan kembali orang yang hilang dalam perang atau tahanan politik dengan keluarganya. 37 Pasal 4 (1) dan (2) Statuta ICRC dan Pasal 5 (2) dan (3) Statuta Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.

34 untuk diakui dan memberitahukan kepada Perhimpunan-perhimpunan Nasional di seluruh dunia mengenai pengakuan tersebut; 3. Melaksanakan tugas yang dibebankan oleh Konvensi-konvensi Jenewa, bekerja untuk melaksanakan Hukum Perikemanusiaan Internasional yang berlaku dalam pertikaian bersenjata dan memperhatikan keluhan-keluhan berdasarkan dugaan adanya pelanggaran terhadap hukum tersebut; 4. Setiap saat berupaya sebagai suatu lembaga netral yang melaksanakan kegiatan kemanusiaan terutama pada saat pertikaian bersenjata atau pertikaian bersenjata lainnya maupun kerusuhan dalam negeri, menjamin perlindungan dan terhadap korban-korban militer dan penduduk sipil dari konflik tersebut dan akibat langsung dari padanya; 5. Menjamin bekerjanya Kantor Pusat Pelacakan yang ditetapkan dalam Konvensi Jenewa; 6. Membantu melatih petugas kesehatan dan menyediakan alat-alat kesehatan, bekerjasama dengan perhimpunan nasional, instansi kesehatan militer dan sipil serta pihak lainnya untuk persiapan bila terjadi konflik bersenjata; 7. Menyebarluaskan pengertian dan diseminas Hukum Perikemanusiaan Internasional yang berlaku pada saat terjadi konflik bersenjata dan mengadakan kesiapan bagi perkembangannya; 8. Menjalankan mandat yang dipercayakan kepadanya oleh Konferensi Internasional;

35 9. ICRC dapat mengambil prakarsa kegiatan kemanusiaan yang sesuai dengan peranannya sebagai suatu lembaga penengah netral yang khusus dan independen serta mempertimbangkan setiap pernyataan yang membutuhkan penelitian oleh lembaga; Salah satu peran ICRC diatas memberikan hak bagi ICRC untuk atas inisiatifnya sendiri menawarkan bantuannya di bidang humaniter kepada pihakpihak yang dirasakan oleh ICRC membutuhkannya. ICRC menawarkan bantuan setelah mempertimbangkan beberapa unsur, yaitu besarnya kebutuhan perikemanusiaan dan sifat mendesaknya, status situasinya dari segi hukum, serta manfaat yang dapat diperoleh dari bantuan tersebut. Pasal 3 ayat 2 Konvensi Jenewa 1949 juga menjamin hak tersebut, yang intinya mengatakan bahwa ICRC dapat menawarkan jasa-jasanya kepada pihakpihak yang bertikai. Pasal 3 ayat 2 Konvensi Jenewa 1949 ini tidak mewajibkan para pihak (negara) untuk menerima penawaran bantuan ICRC. Dalam pasal 5 (3) Statuta Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, menegaskan pasal 4 (2) Statuta ICRC menyebutkan bahwa : The International Committee may take any humanitarian initiative which comes within its role as a specially neutral and independent institution and intermediary, and may consider any question requiring examination by such an institution 38. Arti: Komite internasional dapat mengambil inisiatif kemanusiaan yang datang dalam perannya sebagai lembaga khusus yang netral dan independen serta perantara, dan mungkin mempertimbangkan pertanyaan yang memerlukan pemeriksaan oleh lembaga ini. 38 Pasal 5 (3) Statuta Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional

36 Ketentuan ini memberikan peran khusus bagi ICRC, yaitu sebagai netral intermediary (penengah yang netral) dalam suatu konflik bersenjata. Yang dimaksud dalam perang ini adalah ICRC bertindak sebagai penengah atau penghubung antara pihak korban perang yang berhak untuk dilindungi dan pihak pemerintah (dimana korban perang itu berada) yang berkewajiban untuk melindungi. Tujuan dari peran ini adalah untuk meningkatkan perlindungan bagi korban perang 39. Dengan demikian dalam menjalankan perannya ICRC dibantu oleh perhimpunan nasional dan Federasi memfokuskan diri pada pelatihan instrukturinstruktur lokal dan para penyuluh yang kelak akan bertugas menyebarluaskan hukum humaniter, baik dikalangan militer, pemerintah, pemuda, akademisi, dan media massa. Penyebarluasan hukum humaniter ini merupakan tugas yang sangat penting bagi ICRC, karena melalui tugas ini ICRC bertujuan untuk 1. Mengurangi penderitaan manusia yang disebabkan oleh konflik bersenjata dan ketegangan lain melalui peningkatan pengetahuan dan pemahaman terhadap hukum humaniter. 2. Menjamin keamanan operasi kemanusiaan dan keselamatan personil Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dalam menolong para korban perang. 40 : 39 ICRC, supra 4, halaman ICRC, Annual Report 1995, Geneva 1996, halaman. 10

Perang Solferino. Komite Internasional. Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. A. Sejarah Gerakan

Perang Solferino. Komite Internasional. Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. A. Sejarah Gerakan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional A. Sejarah Gerakan Perang Solferino Pada tanggal 24 Juni 1859 di Solferino, sebuah kota kecil yang terletak di daratan rendah Propinsi Lambordi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859.

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palang Merah terbentuk dari situasi sulit di dunia seperti peperangan dan bencana alam. Awal mula terbentuknya Palang Merah yaitu pada abad ke-19, atas prakarsa seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 4) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

Merah/Bulan Sabit Merah Internasional

Merah/Bulan Sabit Merah Internasional PMI dan Gerakan Palang Merah/Bulan Sabit Merah Internasional GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL SEJARAH Pertempuran Solferino 1858 HENRY DUNANT-Menolong korban UN SOUVENIR DE SOLFERINO

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Inti dari

Lebih terperinci

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2018 KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6180) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NASIONAL PMI DI SALATIGA

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NASIONAL PMI DI SALATIGA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NASIONAL PMI DI SALATIGA DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA TEKNIK DIAJUKAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC)

BAB II INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC) BAB II INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC) Bab II akan menjelaskan tentang sejarah terbentuknya ICRC, pembentukan lambang, misi dan mandat yang diberikan masyarakat Internasional, status hukum,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..? PERLINDUNGAN KOMBATAN Pasal 1 HR Kombatan..? Distinction principle Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Dipimpin seorang yang bertanggungjawab atas bawahannya Mempunyai lambang yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang jasa sosial kemanusiaan, membantu korban bencana alam serta pelayanan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan kemanusiaan berupaya untuk

Lebih terperinci

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 : Bab I PENDAHULUAN 1.1. Istilah dan Pengertian Hukum Humaniter Istilah hukum humaniter atau lengkapnya disebut international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan Hukum Humaniter

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

Ditetapkan oleh: Musyawarah Nasional XIX Palang Merah Indonesia di Jakarta tanggal Desember 2009

Ditetapkan oleh: Musyawarah Nasional XIX Palang Merah Indonesia di Jakarta tanggal Desember 2009 Ditetapkan oleh: Musyawarah Nasional XIX Palang Merah Indonesia di Jakarta tanggal 21-23 Desember 2009 ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PALANG MERAH INDONESIA Hasil MUNAS PMI XIX PEMBUKAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM LAMBANG PALANG MERAH

BAB II ASPEK HUKUM LAMBANG PALANG MERAH BAB II ASPEK HUKUM LAMBANG PALANG MERAH A. Sejarah Organisasi Diawali dengan terjadinya Perang di Solferino antara tentara Austria dan gabungan tentara Perancis-Sardinia pada tanggal 24 Juni 1959 di Italia

Lebih terperinci

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005 HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN KEJAHATAN PERANG Dipresentasikan oleh : Fadillah Agus Disampaikan dalam Training, Training Hukum HAM bagi Dosen Pengajar Hukum dan HAM di Fakultas Hukum pada Perguruan

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den Haag pada tanggal 18 Mei-29 Juli 1899. Konvensi Den Haag merupakan peraturan

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tanggal 25 Mei 2000 Negara-negara Pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dalam hal ini negara yang dimaksud yaitu negara yang berdaulat. 1 Sebagai subjek hukum internasional,

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979) KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979) PARA PIHAK DALAM KONVENSI MEMPERHATIKAN arti penting yang tercantum dalam beberapa konvensi mengenai pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki fokus dan kepedulian pada bidang-bidang kemanusiaan. Didirikan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki fokus dan kepedulian pada bidang-bidang kemanusiaan. Didirikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Islamic Relief Worldwide adalah salah satu organisasi Islam Internasional yang memiliki fokus dan kepedulian pada bidang-bidang kemanusiaan. Didirikan pada tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN

PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN PROTOKOL TAMBAHAN PADA KONVENSI-KONVENSI JENEWA 12 AGUSTUS 1949 DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN KORBAN-KORBAN PERTIKAIAN-PERTIKAIAN BERSENJATA INTERNASIONAL (PROTOKOL I) DAN BUKAN INTERNASIONAL

Lebih terperinci

PALANG MERAH INDONESIA. BUDI PURWANTO, SSi, MSi

PALANG MERAH INDONESIA. BUDI PURWANTO, SSi, MSi ORGANISASI & MANAJEMEN UMUM PALANG MERAH INDONESIA BUDI PURWANTO, SSi, MSi PALANG MERAH INDONESIA Pengertian Umum : Palang Merah Indonesia (PMI) adalah lembaga sosial kemanusiaan yang netral dan mandiri,

Lebih terperinci

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA 1 K 105 - Penghapusan Kerja Paksa 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki dan

Lebih terperinci

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177)

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) 1 K177 - Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Mukadimah Negara-negara Pihak Kovenan ini, Menimbang, bahwa sesuai dengan prinsip-prinsip yang diumumkan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI Organisasi internasional atau lembaga internasional memiliki peran sebagai pengatur pengungsi. Eksistensi lembaga

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peran merupakan suatu sistem kaidah yang berisikan patokan perilaku pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peran merupakan suatu sistem kaidah yang berisikan patokan perilaku pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peran Peran merupakan suatu sistem kaidah yang berisikan patokan perilaku pada kedudukan tertentu didalam masyarakat, yang dapat dimiliki oleh pribadi atau kelompok

Lebih terperinci

NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG KEPALANGMERAHAN

NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG KEPALANGMERAHAN NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG KEPALANGMERAHAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Pemurah atas selesainya Naskah Akademik Rancangan

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia Sejarah manusia hampir tidak pernah bebas dari pada peperangan. Mochtar Kusumaatmadja

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang masalah Organisasi Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang jasa sosial kemanusiaan, membantu korban bencana alam serta pelayanan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL A. Pengertian Hukum Humaniter Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter merupakan istilah yang dianggap

Lebih terperinci

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi tentang perlindungan Hukum dan HAM terhadap sengketa bersenjata,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 138 CONCERNING MINIMUM AGE FOR ADMISSION TO EMPLOYMENT (KONVENSI ILO MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 3-2002 lihat: UU 1-1988 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 51, 1982 (HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara. Penjelasan

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 13. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 13. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN HAK ASASI MANUSIA Lembar Fakta No. 13 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN Hukum humaniter internasional memiliki sejarah yang singkat namun penuh peristiwa.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 1999 KONVENSI. TENAGA KERJA. HAK ASASI MANUSIA. ILO. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

K106 ISTIRAHAT MINGGUAN DALAM PERDAGANGAN DAN KANTOR- KANTOR

K106 ISTIRAHAT MINGGUAN DALAM PERDAGANGAN DAN KANTOR- KANTOR K106 ISTIRAHAT MINGGUAN DALAM PERDAGANGAN DAN KANTOR- KANTOR 1 K-106 Istirahat Mingguan Dalam Perdagangan dan Kantor-Kantor 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 K-158 Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagi berikut. 1. Pandangan Hukum Humaniter Internasional

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANTROPOLOGI INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANTROPOLOGI INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANTROPOLOGI INDONESIA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Nama Organisasi Asosiasi Antropologi Indonesia disingkat AAI selanjutnya disebut AAI. Pasal 2 Makna AAI adalah wadah tunggal

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017 PERAN KOMITE PALANG MERAH INTERNASIONAL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL BERDASARKAN KONVENSI JENEWA 1949 1 Oleh: Cut N.C. Albuchari 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA I. UMUM Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan

Lebih terperinci

PERATURAN DASAR ASSOCIATION OF RESILIENCY MOVEMENT (ARM) MUKADDIMAH

PERATURAN DASAR ASSOCIATION OF RESILIENCY MOVEMENT (ARM) MUKADDIMAH PERATURAN DASAR ASSOCIATION OF RESILIENCY MOVEMENT (ARM) MUKADDIMAH Kami, putera dan puteri Ibu Pertiwi, memegang teguh kuasa kemanusiaan sebagai dasar kami berbakti dan mendermakan jiwa raga kami untuk

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA 1 K 29 - Kerja Paksa atau Wajib Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 60/1994, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA INDONESIAN LEGAL AID AND HUMAN RIGHTS ASSOCIATION

PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA INDONESIAN LEGAL AID AND HUMAN RIGHTS ASSOCIATION PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA INDONESIAN LEGAL AID AND HUMAN RIGHTS ASSOCIATION Mitra Matraman, Jl. Matraman Raya No. 148 Blok A2/18, Jakarta 13150. Telp. 85918064, Fax 85918065

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 20/1996, PENGESAHAN CONVENTION ON INTERNATIONAL LIABILITY FOR DAMAGE BY SPACE OBJECTS, 1972 (KONVENSI TENTANG TANGGUNGJAWAB INTERNASIONAL TERHADAP KERUGIAN YANG DISEBABKAN OLEH BENDA BENDA ANTARIKSA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar baik

Lebih terperinci

UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA)

UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA) UU 27/1997, MOBILISASI DAN DEMOBILISASI Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1997 (27/1997) Tanggal: 3 OKTOBER 1997 (JAKARTA) Tentang: MOBILISASI DAN DEMOBILISASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pengaturan perlindungan terhadap ICRC (International Committee Of The Red Cross) dalam konflik bersenjata internasional (berdasarkan konvensi jenewa 1949 dan protokol tambahan I 1977) Oleh : Ardiya Megawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Pelajar Indonesia di Jerman

Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Pelajar Indonesia di Jerman Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Pelajar Indonesia di Jerman Pembukaan ANGGARAN DASAR Bab I (Tata Organisasi) 1. Nama, Waktu dan Kedudukan 2. Sifat dan Bentuk 3. Lambang Bab II (Dasar,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA 1 K 100 - Upah yang Setara bagi Pekerja Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya 2 Pengantar

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

Terjemahan Tidak Resmi STATUTA UNIDROIT. Pasal 1

Terjemahan Tidak Resmi STATUTA UNIDROIT. Pasal 1 Terjemahan Tidak Resmi STATUTA UNIDROIT Pasal 1 Maksud dari Lembaga Internasional untuk Unifikasi Hukum Perdata adalah meneliti cara cara untuk melakukan harmonisasi dan koordinasi hukum perdata pada Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM Drs. Usmar Salam, M. Int. Stu (Jelita Sari Wiedoko Vicky Anugerah Tri Hantari Ignatius Stanley Andi Pradana) A.

Lebih terperinci

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata 12 Februari 2002 Negara-negara yang turut serta dalam Protokol ini,terdorong oleh dukungan yang melimpah atas Konvensi

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH REPUBLIK ITALIA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL (Keputusan Presiden Nomor 60 Tahun 1994 Tanggal

Lebih terperinci