HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber Informasi Pengetahuan merupakan semua informasi yang diperoleh responden dari berbagai sumber yang ada di sekitarnya. Pengetahuan juga menunjukkan kemampuan responden yang berada pada kawasan kognitif dapat dikembangkan melalui proses pendidikan belajar termasuk pengalaman atau diperoleh dari berbagai macam sumber informasi yang dapat menambah wawasan. Sumber informasi tentang penggunaan pestisida meliputi sumber informasi tentang pemilihan pestisida, menentukan dosis pestisida dan cara pemakaiannya serta sumber informasi tentang jenis jenis pestisida yang digunakan responden. Sumber Informasi yang Dianggap Paling Penting dalam Memilih Pestisida Sumber informasi responden dalam memilih pestisida rumah tangga berasal dari semua informasi yang yang ada di sekitarnya. Berdasarkan hasil wawancara dan survei di lokasi penelitian, bahwa sumber informasi yang dianggap paling penting oleh responden dalam memilih pestisida berturut-turut adalah iklan TV (72.3%), dari pengalaman sebanyak 38.1% responden, dari penyuluh sebanyak 24.5% responden, sebanyak 21.3% dari suplier, dari majalah sebanyak 20.0% responden, dari teman sebanyak 19.4% responden dan dari iklan radio sebanyak 12.9% responden (Gambar 13). Sumber Informasi memilih Pestisida Iklan di Radio Teman Info Majalah suppliers (toko/kios) Penyuluh Pengalaman Info Iklan di TV 12,9 19,4 20,0 21,3 24,5 38,1 Persentase (%) 72,3 Gambar 13 Persentase responden terhadap sumber informasi yang dianggap paling penting dalam memilih pestisida

2 74 Anggapann masyarakat bahwa iklan TV dianggap paling penting dalam memberikan informasi, artinya kepercayaan masyarakat terhadap iklan TV sangat besar dibandingkan kepercayaan masyarakat terhadap sumber-sumberr informasi yang lain untuk memilih pestisida. Sumber Informasi untuk Mengetahui Jenis Pestisida yang Biasa Digunakan Sumber informasi tentang jenis pestisida yang biasa digunakan oleh responden diantaranya adalah melalui toko atau suplier, melalui pengalaman, membaca majalah, menonton TV, mendengarkan radio, melalui teman atau tetangga serta penyuluh (Gambar 14). Teman, 2.7% Penyuluh, 2.1% Suplier, 9.6% Pe engalaman 27.4% Iklan TV; 52,7% Majalah, 3.4% Iklan Radio, 2.1% Gambar 14 Persentase responden tentang sumber informasi untuk memilih jenis pestisida yang biasaa digunakann Berdasarkan hasil survei di lokasi penelitiann tentang sumber informasi untuk memilih pestisida yang biasa digunakan, terlihat bahwa sebagian besar responden (52.7%) menyatakan bahwa iklan TV merupakan sumber informasi yang banyak memberikan pengetahuan tentang jenis pestisida. Gencarnyaa iklan TV yang selalu menayangkan pestisida, membuat masyarakat banyak mengetahui berbagai macam produk pestisida, sehingga masyarakat atau pengguna mudah mengetahui dan menentukan jenis pestisida yang digunakan. Sejumlah 27.4% responden mengetahui jenis pestisida dari pengalaman masa lalunya yaitu mengikuti jejak orang tuanya (Gambar 14) ). Hal ini sesuai dengan Nonaka dan Takeuchi dalam Rinasari (1998) yang menyatakan bahwa pengetahuan itu bersifat personal dari

3 75 dalam diri dan pengalaman individu, termasuk insight, intuisi, firasat dan kepercayaan diri. Sumber informasi responden yaitu menonton iklan di TV dan pengalaman masa lalu cenderung mempengaruhi responden. Menurut Tversky & Kahneman dalam Baron dan Byrne (2003) menyebutkan bahwa semakin mudah suatu informasi masuk ke pikiran, semakin besar pengaruhnya terhadap penilaian atau keputusan yang akan dibuatnya. Informasi mengenai pestisida sangatlah penting dan berpengaruh terhadap penilaian dan keputusan responden. Oleh karena itu, informasi tentang petunjuk pemakaian menjadi hal yang penting agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam penggunaan pestisida. Sumber Informasi untuk Menggunakan Dosis yang Tepat Sesuai Petunjuk/Aturan Sumber informasi pengetahuan tentang dosis pemakaian pestisida oleh responden diperoleh dari berbagai macam, diantaranya adalah melalui baca label, toko atau supliers, pengalaman, membaca majalah, iklan TV, mendengarkan dari radio, melalui teman atau tetangga serta penyuluh. Berdasarkan sumber informasi terlihat bahwa sebanyak 57.4% responden menyatakan informasi menentukan dosis pemakaian pestisida berasal label kemasan, karena responden lebih mudah mengikuti petunjuk dan langsung menggunakan pestisida. Selain label, terdapat 34.2% responden menentukan dosis berasal dari iklan di TV, pengalaman (31.6%), penyuluh (16.8%) dan sebagainya (Gambar 15). Sumber Informasi Menentukan Dosis dan Cara Pakai Pestisida Teman Radio Suppplier Majalah Penyuluh Pengalaman Iklan di TV Baca Label 8,4 9,0 10,3 11,0 16,8 31,6 34,2 Persentase (%) 57,4 Gambar 15 Persentase responden tentang sumber informasi penggunaan dosis pestisida

4 76 Respondenn menyatakan sumber informasi diperoleh dari penyuluh. Namun persepsi responden tentang seorang penyuluh yaitu Sales Promotion Girls (SPG) yang menjual pestisida di swalayan dan seseorang yang menjual atau membagi- masyarakat tentang penyuluh atau petugas yang seharusnyaa memberi penjelasan bagi abate yang datang ke rumah-rumah. Dengann demikian terjadi ketidak-tahuan yang benar tentang pestisida rumah tangga. Jika ingin meluruskan pemahaman masyarakat dan memprioritaskan perbaikan kualitas lingkungan maka perlu sosialisasi tentang pestisida rumah tangga secara tepat oleh pemerintah atau pihak terkait, melalui penyuluhan Dinas Kesehatan atau media informasi yang tepat. Selain itu kontrol terhadap substansi informasi dan iklan pestisida perlu mendapat perhatian pemerintah agar tidak terjadi iklan pestisida yang menyesatkan. Ranah Pengetahuan Responden Pengetahuan Responden tentang Penyakit yang Ditularkan oleh Hama Penyebaran penyakit berhubungan erat dengan perkembangann populasi hamaa permukiman. Adanyaa jumlah penderita penyakit yang ditularkan oleh hama setiap tahun mengindikasikan bahwa di wilayah tersebut terdapat hama permukiman, misalnya penyakit demam berdarah dengue (DBD), chikungunya, malaria, tifoid, diare, filariasis dan pes. Penyakit diare dan tifoid ditularkan oleh lalat dan kecoa, sementara itu penyakit DBD, chikungunya, malaria dan filariasis ditularkan oleh nyamuk, dan penyakit pes ditularkan oleh tikus. Hasil wawancara dengan responden diketahui, sebanyak 89.7% responden mengetahui jenis jenis penyakit yang disebabkan oleh serangga atau hama permukiman (Gambar 16). Tidak, 10.3% Ya, 89.7% Gambar 16 Pengetahuan responden serangga atau hama tentang penyakit yang disebabkan oleh

5 77 Menurut responden beberapa penyakit yag disebabkan oleh serangga antara lain DBD, pes, malaria, gatal gatal, sakit perut, tipes, diare dan lainnya. Pada Gambar 17 menunjukkan, jumlah responden paling banyak (63.2%) tahu tentang jenis penyakit DBD disebabkan oleh nyamuk. Penyakit DBD yang disebabkan oleh nyamuk sering dinyatakan oleh pemerintah sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) karena sering menimbulkan peledakan penyakit dan banyak yang tidak tertolong, sehingga masyarakat sangat khawatir terjangkit penyakit DBD. Padahal tidak semua nyamuk menyebabkan penyakit DBD, penyebab DBD adalah nyamuk Aedes aegypti yang perilaku penyerangannya pada waktu-waktu tertentu (siang dan sore). Namun karena rasa kekhawatiran yang tinggi terhadap DBD dalam Gambar 17, masyarakat cenderung selalu mengendalikan nyamuk. Bahkan penggunaan pestisida tidak kenal waktu bahkan ada yang pagi, siang, sore dan malam untuk mengendalikan nyamuk. Secara rinci jenis penyakit menurut pengetahuan responden dapat dilihat pada Gambar 17. Jumlah kasus penyakit menular yang ditularkan vektor atau dibawa oleh hama permukiman terjadi di semua wilayah DKI Jakarta. Pada Tabel 13 menunjukkan bahwa di wilayah dengan kriteria kotor (Jakarta Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Selatan) mempunyai kasus penyakit DBD yang cukup tinggi dibandingkan dengan wilayah kriteria sedang seperti di Jakarta Barat dan bersih Jakarta Pusat. Jenis Penyakit Gatal - Gatal Sakit Perut Kaki Gajah Disentri Diare Tipes Pes Malaria Demam Berdarah 0,6 1,3 1,3 1,9 4,5 7,7 13,5 16,1 63,2 Persentase (%) Gambar 17 Persentase responden tentang pengetahuan jenis penyakit yang disebabkan oleh serangga atau hama

6 78 Hal ini berkaitan dengan Gambar 10 terdahulu yang menunjukkan jumlah nyamuk paling tinggi (17.6 ekor) ada di wilayah kotor, dimana nyamuk merupakan vektor penyakit DBD, malaria dan filariasis, maka penyakit tersebut dapat sebagai indikator bahwa di wilayah yang mempunyai kasus penyakit DBD, malaria dan filariasis tinggi berarti di wilayah tersebut terdapat nyamuk dengan jumlah tinggi. Demikian juga, penyakit diare di wilayah kotor seperti yang ada di Jakarta Timur, penyakit diare kasus yang lebih tinggi dibandingkan penyakit diare di wilayah sedang (Jakarta Barat) sebanyak kasus dan wilayah bersih (Jakarta Pusat) sebanyak kasus. Apabila penyakit ini dihubungkan dengan keberadaan hama lalat dalam Gambar 18, maka penyakit diare berkaitan dengan jumlah lalat yang memang dominan (63.3 ekor) di wilayah kotor dibandingkan di wilayah sedang (2.3 ekor) dan bersih (10.4 ekor). Tabel 13 Kasus penyakit menular (demam berdarah, diare, malaria dan filariasis) di provinsi DKI Jakarta tahun 2007 No Kotamadya Jumlah kasus penyakit DBD Malaria Filariasis Diare 1 Jakarta Utara Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Barat Jakarta Pusat Sumber : BPS, 2007 Pengetahuan Responden tentang Penyebab Munculnya Hama Hasil wawancara dengan responden, diketahui bahwa masyarakat tahu tentang sumber penyebab serangan hama permukiman. Gambar 18 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (51.6%) mengetahui bahwa sumber penyebab keberadaan hama permukiman adalah sampah (51.6%), dari luar rumah (49.7%) dan sebanyak 39.4% responden menyatakan sisa makanan sebagai penyebab muculnya hama permukiman. Beberapa penyebab yang termasuk dalam kategori lainnya, yaitu air tergenang/got, barang bekas dan baju yang tergantung, barang yang tidak ditata dengan rapi, pohon dan kebun di sekitar rumah, got yang kotor dan lembab, dapur yang kotor, got mampet, sungai, WC/kotoran dan taman di sekitar rumah. Sementara itu, sebanyak 7.1% menyatakan tidak tahu penyebab

7 munculnya serangga atau hama permukiman, karena hama permukiman tersebut dengan sendirinya ada di dalam dan sekitar rumah. 79 Penyebab munculnya hama permukiman WC/ Kotoran Gantungan Baju Tidak Tahu Got/Genangan/Saluran Air Makanan Luar Rumah Sampah 3,2 4,5 7,1 15,5 Persentase (%) 39,4 49,7 51,6 Gambar 18 Pengetahuan responden terhadap penyebab munculnya hama permukiman Keberadaan nyamuk disebabkan karena adanya genangan air, termasuk nyamuk A. aegypti yang lebih menyukai genangan air untuk pertumbuhan dan perkembangan larvanya. Pada fase dewasa, nyamuk memakan nektar atau cairan madu dari tumbuhan. Nyamuk juga tertarik kepada cahaya, pakaian kotor yang digantung, manusia dan hewan karena perangsangan bau zat yang dikeluarkan serta suhu yang hangat dan lembab. Nyamuk betina mengisap darah manusia atau mamalia lain karena memerlukan protein untuk pembentukan telur. Keberadaan kecoa di sekitar permukiman juga dipicu karena ketersediaan makanan yang berasal dari sampah dan sisa-sisa makanan serta alat-alat makan yang tidak dibersihkan pada malam hari. Daerah di dalam rumah yang disukai oleh kecoa ini yaitu dapur, tempat penyimpanan makanan, tempat sampah serta saluran air. Sampah organik dan sisa makanan juga merupakan salah satu faktor abiotik yang mendukung kehidupan dan perkembangan lalat, sehingga ketersediaan sampah organik dan sisa makanan secara terus menerus akan melanggengkan keberadaan lalat. Hal ini terlihat pada Gambar 18 jumlah lalat cukup tinggi di wilayah permukiman kotor yang perilaku masyarakatnya membuang sampah secara sembarangan dan berperilaku hidup tidak bersih. Sebanyak 49.7% responden menyatakan bahwa serangga berasal dari luar rumah. Hal ini dapat dijelaskan bahwa beberapa spesies nyamuk dapat berperilaku mencari makan di dalam rumah (endofagik) dan beristirahat di dalam rumah (endofilik). Sementara itu spesies lainnya berperilaku memasuki rumah

8 80 hanya untuk mencari makan (endofagik) dan menghabiskan waktu istirahatnya di luar rumah (eksofilik). Ada juga spesies nyamuk yang berperilaku menghisap darah di luar rumah (eksofagik) dan beristirahat juga di luar rumah (eksofilik) (Sigit et al. 2006). Hama permukiman yang paling banyak dikendalikan adalah nyamuk (Gambar 18). Jika dilihat pada Gambar 18 bahwa pengetahuan tentang penyebab munculnya hama adalah sampah. Hal ini berarti bahwa telah terjadi ketidaksesuaian antara pengetahuan dengan pengendalian nyamuk. Sampah dan sisa makanan mengundang kedatangan lalat dan kecoa, bukan nyamuk. Pengetahuan Responden tentang Biopestisida Pengetahuan responden tentang biopestisida, sebagian besar (83.2%) responden menyatakan tidak tahu tentang biopestisida, sedangkan sebagian kecil (16.8%) responden menyatakan tahu tentang biopestisida (Gambar 19). Artinya dengan hanya sedikit responden yang tahu tentang biopestisida, maka cara pengendalian responden tidak bertumpu pada biopetisida yang berwawasan lingkungan. Oleh karena itu responden lebih menggunakan pengendalian dengan pestisida yang tidak berwawasan lingkungan. Menurut responden yang mengetahui tentang biopestisida, mereka mengatakan bahwa biopestisida adalah cara pengendalian serangga dengan musuh alami atau dari bahan tumbuhan atau tanaman lavender, sereh, jeruk, dan bunga sukun. Pengetahuan yang sudah ada tentang biopestisida ini perlu ditumbuhkembangkan yang akan bermanfaat untuk pengendalia yang berwawasan lingkungan. Responden juga meyakini bahwa kain atau daun bawang merah yang kering kemudian dibakar dapat untuk mengusir nyamuk. Di samping itu menurut responden, bahwa minyak tanah yang dicampur kapur barus (dihaluskan) juga dapat disemprotkan untuk membunuh serangga.

9 81 Tahu; 16,8% Tidak Tahu; 83,2% Gambar 19 Persentasee jumlah responden tentang biopestisida Pengetahuan Responden tentang Efek Lingkungan Pengetahuan responden tentang efek penggunaan pestisida terhadap lingkungan meliputi efek terhadap binatang peliharaan, kehidupan di dalam tanah dan polusi air tanah. Hasil wawancara di lokasi penelitian diketahui bahwa sebanyak 55.5% responden tidak mengetahui akan efek penggunaan pestisida terhadap lingkungan, meliputi efek atau resiko terhadap binatang piaraan seperti kucing, anjing, burung serta binatang hias lainnya seperti ikan dan kehidupan lainnya di tanah (Gambar 20). Tahu, 44.5% Tidak ahu, 55.5% Gambar 20 Pengetahuan responden tentang efek penggunaan pestisida terhadap lingkungan atau resiko terhadap binatang peliharaan Padaa Gambar 20 diketahui sebanyak 44.5% responden tahu bahwa penggunaan pestisida akan mengakibatkan efek kepadaa lingkungan maupun resiko terhadap binatang piaraan yang ada di rumah. Hal ini menunjukkan, telah terjadi kesadaran masyarakat akan bahaya pestisida, namunn karena faktor lingkungan seperti adanya gangguan hamaa dan kekhawatiran tentang timbulnya penyakit maka mereka tetap menggunakann pestisida. Selain itu, terdapat 55.5% responden menyatakan tidak tahu akan efek penggunaan pestisida, hal ini disebabkab karena : responden tidak pernah mendapat informasi mengenai efek pestisida terhadap lingkungan, responden

10 82 menganggap bahwa pestisida lebih penting dari pada semua resiko atau efek terhadap lingkungan. Selain itu responden juga mengatakan bahwa semua pestisida boleh dipakai serta responden tidak berfikir akan ada efek terhadap lingkungan jika menggunakan pestisida bahkan sering berganti-ganti pestisida. Artinya selama ini, masyarakat tidak pernah mendapat penyuluhan atau informasi tentang pestisida. Informasi yang mereka dapat kebanyakan dari iklan TV (Gambar 13 dan 14) tentang manfaat menggunakan pestisida bukan informasi tentang bahaya atau efek pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan. Ranah Afektif Responden terhadap Penggunaan Pestisida Ranah afektif responden terhadap penggunaan pestisida terdiri dari : pengendalian hama yang berwawasan lingkungan walaupun harganya jauh lebih mahal, rela mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli alat pengendali hama yang aman dan tidak mengandung bahan yang berbahaya, lebih memilih pestisida untuk mengendalikan hama rumah dibanding cara lain karena lebih simpel, murah dan efektif, menganggap pestisida bisa berdampak buruk, pestisida tidak berwawasan lingkungan, pestisida adalah racun yang berbahaya, merasa pestisida tidak membahayakan saya dan keluarga dan anggapan terhadap ketidakpedulian dengan dampak pestisida. RESISTENSI PESTISIDA Salah seorang warga yang diwawancara mengatakan bahwa nyamuk sekarang ini semakin kebal terhadap obat nyamuk, karena setelah disemprot, nyamuk hanya pingsan dan setelah itu bangun lagi. Pernyataan tersebut mengindikasikan telah terjadi resistensi nyamuk terhadap pestisida. Hal ini senada dengan beberapa penelitian yang dilakukan para peneliti. Lidia et al. 2008, menyatakan bahwa di Palu sebagian besar nyamuk (99,58%) telah toleran (resistensi sedang) terhadap insektisida organophospat (malathion dan temefos), sedangkan sebanyak 0,92 % nyamuk telah resisten. Hasil penelitian dari Stanczyk et al juga menunjukkan gejala ketidakpekaan nyamuk Aedes aegypti terhadap DEET, sebuah bahan aktif yang bekerja dengan cara mengusir nyamuk. Sayangnya studi dan penelitian tentang resistensi nyamuk atau hama permukiman terhadap pestisida tidak sebanyak kasus-kasus resistensi hama pada bidang pertanian.

11 Ranah Afektif terhadap Program Pengasapan/fogging Pemerintah DKI Jakarta dalam menyikapi terjadinya KLB penyakit DBD salah satunya menganjurkan melakukan pengasapan/fogging. Hal ini dilakukan dengan tujuan mengendalikan nyamuk untuk mencegah penularan penyakit DBD lebih luas. Pada Gambar 21 kebanyakan masyarakat (86.5%) setuju dengan program pengasapan ini karena kekhawatirannya terjangkit penyakit DBD, namun ada juga masyarakat (13.5%) tidak setuju dengan alasan antara lain setelah pengasapan burung mati, justru banyak kecoa keluar, tidak menyelesaikan masalah karena nyamuk tetap banyak dan baunya membuat pusing. Tidak Setuju, 13.5% kelurahan Setuju, 86.5% 83 atau masyarakat secara kelompok Gambar 21 Persentase sikap responden terhadap program pengasapan/fogging oleh petugas Pemerintah dan masyarakat tidak menyadari, bahwa pengasapan dapat menimbulkan berbagai dampak antara lain seperti yang sudah disebutkan oleh masayarakat di atas. Namun dampak yang tidak disadarai adalah terbunuhnya musuh alami hama, yang justru dapat menimbulka an peledakan hama seperti nyamuk yang semakin banyak, peledakan ulat bulu yang terjadi di wilayah DKI Jakarta pada tahun 2011 di Tanjung Duren, Jakarta Selatan, Pondok Gedee dan Bekasi. Musuh alami berupa predator ulat bulu bukan hanya burung pemakan ulat, melainkann juga serangga-serangga lain seperti laba-laba atau kepikk (Rauf 2011). Ranah Afektif Responden Memilih Pengendali Hama yang Berwawasan Lingkungan Walaupun Harganya Jauh Lebih Mahal Dalam kehidupan sehari-hari responden sulit melepaskan diri dari penggunaan pestisida, namun pada Gambar 22 sebagian responden 30.3% sangat setuju dan 27.7% responden setuju dengan pengendalian hama berwawasan

12 84 lingkungan walaupun mengeluarkan uang banyak. Pengertian masyarakat tentang pengendalian hama berwawasan lingkungan terutama untuk pengendalian hama nyamuk dengan menggunakan kelambu, raket listrik, kassa dan peralatan lainnya. Ada 16.1%% responden yang kurang setuju dan 10.3% responden lagi merasa tidak setuju dengan pengendalian berwawasan lingkungankarena harganya mahal. 27,7 30,3 Persentase (%) 10,3 16,1 15,5 Tidak Setuju Kurang Setuju Ragu - Ragu Setuju Sangat setuju Memilih Pengendalian Hama Berwawasan Lingkungan walaupun Harganya Jauh Lebih Mahal Gambar 22 Persentase responden dalam memilih pengendalian hama berwawasan lingkungan walaupun harganya jauh lebih mahal Menurut responden harga pengendali hama yang berwawasan lingkungan ternyata harganya jauh lebih mahal, sehingga merasa tidak setuju dan kurang setuju untuk menggunakan pengendali hama yag berwawasan lingkungan tersebut. Akibatnya responden tetap menggunakan pestisida dengan beberapa alasan diantaranya simpel, murah dan efektif. Ranah Afektif Responden Rela Mengeluarkan Uang Lebih Banyak untuk Membeli Alat Pengendali Hama yang Aman dan Tidak Mengandung Bahan yang Berbahaya Ranah afektif responden rela mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli alat pengendali hama yang aman dan tidak mengandung bahan yang berbahaya menunjukkan, bahwa sebagian besar responden setuju (27.1%) dan 21.9% responden sangat setuju akan pernyataan tersebut. Namun ada beberapa responden masih berpendapat tidak setuju (14.8%) dan kurang setuju (16.1%) jika

13 85 harus mengeluarkan uang banyak untuk membeli pengendali hama yang aman dan tidak mengandung bahan yang berbahaya (Gambar 23). Hal ini sesuai pada Gambar 45 bahwa sejumlah 82.1% responden membeli pestisida yang harganya di bawah Rp ,- disebabkan status ekonomi responden yang terkategori sedang yaitu dari Rp ,- sampai Rp ,- akibatnya mereka lebih memilih harga pengendalian hama yag relatif murah yaitu pestisida yang harganya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga pengendali hama yang aman dan tidak berbahaya. Disamping itu, pestisida mudah didapat di pasar atau kios terdekat dibandingkan dengan pestisida yang aman dan tidak berbahaya. Persentase (%) 27,1 20,0 21,9 14,8 16,1 Tidak Setuju Kurang Setuju Ragu - Ragu Setuju Sangat setuju Mengeluarkan Uang Lebih Banyak Untuk Pengendalian Hama yang Aman Gambar 23 Persentase responden yang rela mengeluarkan uang lebih banyak untuk pengendali hama yang aman dan tidak berbahaya Pada Gambar 22 dan Gambar 23 ditunjukkan bahwa sebagian besar responden setuju dengan pengendalian hama berwawasan lingkungan dan setuju dengan pengeluaran uang lebih banyak untuk pengendalian hama yang dirasa aman. Namun sebagian besar responden (27.1%) rela mengeluarkan uang lebih banyak untuk mengendalikan hama permukiman. Namun responden masih tetap menggunakan pestisida karena harganya yang relatif murah. Ranah Afektif Responden Memilih Pestisida untuk Mengendalikan Hama Rumah Dibanding Cara lain Karena Lebih Simpel, Murah dan Efektif Pemilihan pestisida oleh responden dipengaruhi oleh alasan praktis, murah dan efektif. Berdasarkan Gambar 24 responden yang sangat setuju dan setuju terhadap pernyataan memilih pestisida sebanyak 31.4% dan 44.4%. Selain itu beberapa responden (9.8%) merasa ragu-ragu dengan pilihannya tentang penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama permukiman.

14 86 44,4 Persentase (%) 5,9 8,5 9,8 31,4 Tidak Setuju Kurang Setuju Ragu - Ragu Setuju Sangat setuju Pestisida Simpel, Murah dan Efektif Gambar 24 Persentase responden dalam memilih pestisida karena lebih simpel, murah dan efektif Pada Gambar 24 berkaitan dengan Gambar 29, bahwa semakin masyarakat tidak setuju memilih pestisida untuk mengendalikan hama karena alasan simpel, murah dan efektif, semakin baik tingkat kepedulian masyarakat terhadap bahaya atau dampak pestisida, begitu sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam ranah afektif, terlihat responden telah ada kesadaran akan dampak buruk pestisida. Walaupun dalam kehidupan yang nyata, responden masih tetap menggunakan pestisida karena beberapa alasan diantaranya pestisida mudah didapat, harganya murah, efektif serta praktis dalam menggunakannya. Berbeda dengan biopestisida yang lebih sulit aplikasinya, karena diperlukan perlakuan sebelum menggunakan juga kesulitan mencari bahannya. Ranah Afektif Responden Menganggap Pestisida Bisa Berdampak Buruk Afektif responden tentang anggapan bahwa pestisida bisa berdampak buruk pada lingkungan. Sebanyak 24.5% responden menyatakan sangat setuju jika dikatakan pestisida bisa berdampak buruk terhadap lingkungan. Sementara itu, sebanyak 47.7 % setuju bahwa pestisida dapat berdampak buruk pada lingkungan, serta sebanyak 16.8% juga menyatakan ragu - ragu akan dampak buruk yang disebabkan oleh penggunaan pestisida. Di samping itu, sebanyak 7.1% responden menyatakan kurang setuju dan 3.9% responden tidak setuju terhadap dampak buruk penggunaan pestisida terhadap lingkungan (Gambar 25).

15 87 47,7 Persentase (%) 16,8 24,5 3,9 7,1 Tidak Setuju Kurang Setuju Ragu - Ragu Setuju Sangat setuju Pestisda Bisa Berdampak Buruk Gambar 25 Persentase responden tentang anggapan pestisida berdampak buruk pada lingkungan Walaupun responden sangat setuju dan setuju jika dikatakan pestisida bisa menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan, namun responden juga masih ragu ragu mengatakan bahwa pestisida tidak berwawasan lingkungan (seperti Gambar 26). Bahkan mereka sangat setuju (16.8%) dan setuju (32.9%) seperti pada Gambar 26 jika dikatakan pestisida tidak berwawasan lingkungan, sehingga dalam kehidupan sehari harinya responden tetap menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida ini didasarkan pada kenyataan bahwa responden selama memakai pestisida merasa nyaman dan aman, baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Pernyataan responden ini didukung sikap responden (35.9%) seperti pada Gambar 28 yang menyatakan setuju jika pestisida tidak membahayakan diri dan keluarga. Ranah Afektif Responden terhadap Pestisida tidak berwawasan lingkungan Menurut responden bahwa pestisida benar - benar berdampak buruk terhadap lingkungan karena pestisida itu sendiri merupakan pengendali hama yang tidak berwawasan lingkungan. Hal ini diperkuat pernyataan responden (16.8%) sangat setuju dan 32.9% responden setuju dengan pernyataan bahwa pestisida tidak berwawasan lingkungan. Namun sebanyak 37.4% responden ragu ragu jika dikatakan pestisida tidak berwawasan lingkungan. Dengan sikap keraguan dari responden inilah yang menyebabkan ranah psikomotorik serta perilakunya untuk tetap menggunakan pestisida.

16 88 37,4 32,9 Persentase (%) 11,0 16,8 1,9 Tidak Setuju Kurang Setuju Ragu - Ragu Setuju Sangat setuju Pestisida Tidak Berwawasan Lingkungan Gambar 26 Persentase responden yang menganggap pestisida tidak berwawasan lingkungan Ranah Afektif Responden terhadap Pestisida adalah Racun Ranah afektif responden terhadap anggapan bahwa pestisida adalah racun dan pestisida tidak membahayakan saya dan keluarga disajikan pada Gambar 22. Hal yang menarik pada Gambar 27 yaitu sebanyak 51.0% responden setuju bahwa pestisida adalah racun, namun responden seperti pada Gamabar 28 juga bersikap setuju bahwa pestisida tidak membahayakan diri dan keluarganya (35.9.0%). Persentase (%) 2,0 5,2 Tidak Setuju Kurang Setuju 15,0 51,0 26,8 Ragu - Ragu Setuju Sangat setuju Pestisida adalah racun Gambar 27 Persentase responden yang menyatakan bahwa pestisida adalah racun Sementara itu sebanyak 26.8% responden menyatakan sangat setuju terhadap pernyataan pestisida adalah racun. Bagi responden yang tidak setuju (2.0%) atau kurang setuju (5.2%) terhadap pernyataan bahwa pestisida adalah

17 89 racun memberikan alasan bahwa selama memakai atau menggunakan pestisida ia merasa aman-aman saja dan tidak merasa terganggu atau membahayakan dirinya dan keluarga. Ranah Afektif Responden Merasa Pestisida Tidak Membahayakan Diri & Keluarga Hasil wawancara di lokasi penelitian, pada Gambar 28 menunjukkan bahwa sebanyak 3.3% responden dan 35.9% responden menyatakan sangat setuju dan setuju terhadap pernyataan pestisida tidak membahayakan diri dan keluarganya. Hal ini dikarenakan pestisida dibutuhkan masyarakat untuk menghindari penyakit yang sangat dikhawatirkan yaitu penyakit DBD, disamping itu pestisida tidak menunjukkan gejala keracunan yang langsung terlihat, sehingga masyarakat merasa pestisida tidak membahayakan bagi diri dan keluarganya. 35,9 Persentase (%) 3,3 15,7 22,2 22,9 Sangat setuju Setuju Ragu - Ragu Kurang Setuju Pestisida tidak membahayakan diri dan keluarga Tidak Setuju Gambar 28 Persentase responden yang menyatakan pestisida tidak membahayakan diri dan keluarganya Ranah Afektif Responden Tidak Peduli dengan Dampak Pestisida Berdasarkan hasil survei, pada Gambar 29 menunjukkan bahwa responden yang tidak setuju dan kurang setuju dengan pernyataan tidak peduli dengan dampak pestisida adalah sebanyak 37.3% dan 36.7%. Sikap ini menunjukkan bahwa responden merasa peduli dengan dampak pestisida baik terhadap lingkungan maupun kesehatan. Pada kenyataannya masih 10.7% responden dan 2.0% responden setuju dan sangat setuju dengan pernyataan tidak peduli dengan dampak pestisida. Artinya bahwa penggunaan pestisida tetap dilakukan oleh responden walaupun masyarakat tahu akan bahaya pestisida (Gambar 29).

18 90 36,7 37,3 Persentase (%) 2,0 10,7 13,3 Sangat setuju Setuju Ragu - Ragu Kurang Setuju Tidak Peduli dengan Dampak Pestisida Tidak Setujuu Gambar 29 Persentase respondenn tidak peduli dengan dampak pestisida Pada Gambar 29 dapat disimpulkan bahwa responden merasa peduli dengan dampak pestisida, namun pada kenyataannya responden (95.5%) tetap menggunakan pestisida. Hal ini dikarenakann pengaruh lingkungan yang menyebabkan munculnya serangga atau hama permukiman dan berpengaruh kuat padaa sikap afektif responden untuk menggunakann pestisida. Dalam pembahasan ranah afektif responden terhadap penggunaan pestisida makaa dapat disimpulkan (Gambar 30) bahwa sebagian besar (49.0%) responden tidak suka dengan pestisida dengan alasan berbahaya dan beracun serta tidak berwawasan lingkungan, namun pada kenyataannya responden tetap memakai pestisida dengan alasan melindungi keluarga bahkan masyarakat (35.9% responden) berpendapat bahwa pestisida tidak membahayak kan diri dan keluarga seperti Gambar 28. Tidak Suka Pestisida, 49.0% Suka Pada Pestisida, 2.6% Ragu - ragu, 48.4% Gambar 30 Persentase responden dalam ranah afektif dalam penggunaan pestisida Sebanyak 48.4% responden memiliki sikap afektif ragu ragu dalam penggunaan pestisida. Hal ini karena ketidaktahuan responden tentang bahaya dan efek pestisida terhadap lingkungan. Selain itu, keraguan juga muncul karena sikapnya atas gangguan dan ancaman penyakit DBD yang disebabkan oleh hama

19 91 permukiman, jadi walaupun masyarakat merasa takut dengan bahaya pestisida tapi masyarakat tetap akan menggunakannya. Sementara itu, responden (2.6%) yang suka pestisida mengatakan bahwa pestisida dianggap sangat penting untuk melindungi keluarga dari serangan hama permukima an, di samping itu pestisida juga dianggap tidak berbahaya baik terhadap diri dan keluarga, simpel, murah dan efisien serta pestisida dianggap ampuh untuk membunuh hama permukiman. Ranah Psikomotorik Responden terhadap Penggunaan Pestisida Ranah psikomotorik responden terhadap penggunaan pestisida meliputi pernyataan: responden untuk berfikir ada kemungkinan mengurangi pemakaian pestisida di masa depan dan responden akan menggunakan cara lain untuk mengendalikan hamaa selain menggunakan pestisda. Responden Berfikir Ada Kemungkinan Mengurang gi Pemakaian Pestisida di Masa Depan Hasil wawancara di lokasi penelitian, pada Gambar 31 menjelaskan bahwa respondenn yang berfikir akan mengurangi pestisida di masa depan berjumlah 63.2%, disini dapat diartikan bahwa keinginan responden untuk mengganti pestisida dengan cara pengendalian selain pestisida cukup baik, sehingga pemerintah perlu mendorong kesadaran masyarakat ini untuk menuju ke pengendalian yang berwawasan lingkungan. Demikian juga, walaupun ada respondenn (36.8%) tidak berfikirr mengurangi pestisida di masa depan tapi dengan penyuluhan-penyuluhan dan pemberian informasi yang intensif akan dapat merubah keinginan masyarakat menjadi baik. Ya, 63.2% Tidak, 36.8% Gambar 31 Persentase responden tentang berfikir adaa kemungkinan mengurangi pemakaian pestisida di masa depan

20 92 Responden akan Menggunakan Cara lain untuk Mengendalikan Hama Selain dengan Menggunakan Pestisida Hasil wawancara dan survei di lokasi penelitian pada Gambar 31 menunjukkan bahwa 63.2% responden akan mengurangi pestisida dan mengatakan akan menggunakan cara lain untuk mengendalikan hama. Cara lain tersebut pada Gambar 31 berupa cara cara pengendalian hama yang berwawasan lingkungan, diantaranya responden yang akan menggunakan kain kassa di pintu atau jendela rumah sebanyak 47.7%, responden yang akan menggunakan raket elektrik sebanyak 34.2%, responden yang akan menggunakan perekat lem lalat 15.5% dan responden yang akan menggunakan kelambu sebanyak 14.2% (Gambar 32). Pengendalian Hama Selain Pestisda Tutup Pintu Sebelum Maghrib Pemukul Kipas Angin Bahan Tanaman Kelambu Perekat Lem Raket Kassa 1,3 3,9 5,2 9,0 14,2 15,5 34,2 47,7 Persentase (%) Gambar 32 Cara lain untuk mengendalikan serangga hama selain dengan menggunakan pestisida Responden mampu berfikir cenderung akan menggunakan beberapa cara pengendalian selain dengan cara pestisida, artinya kecenderungan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sudah mulai menyadari akan pentingnya pengendalian dengan cara cara yang berwawasan lingkungan dan berfikir ingin menggunakan cara tersebut, sehingga perlu disosialisasikan secara intensif caracara-cara pengendalian selain pestisida.

21 93 Perilaku Responden Menggunakan Pestisida Menggunakan Jenis Pestisida Perilaku responden terhadap penggunaan jenis pestisida rumah tangga dalam penelitian ini meliputi empat perilaku yaitu : 1) Jenis pestisida 2) Cara penggunaan pestisida, 3) Cara pengendalian non-kimiawi dan 4) Biaya pembelian pestisida Penggunaan Pestisida dalam Mengendalikan Hama Perilaku responden dalam menggunakan pestisida ditunjukkan dengan adanya penggunaan pestisida dalam kehidupan sehari hari. Hasil survei di lokasi penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 95.5% responden menggunakan pestisida dalam mengendalikan serangga hama, dan sisanya 4.5% responden tidak menggunakan pestisida (Gambar 33). Tidak; 4,5% Ya; 95,5% Gambar 33 Jumlah responden yang menggunakan pestisida Alasan penggunaan pestisida rumah tangga yang dikemukakan responden yaitu kekhawatiran mereka akan terjangkit penyakit DBD yang hampir setiap tahun menyerang wilayah DKI Jakarta. Hal ini sejalan dengan pemikiran Kunda dan Oleson (1995) mengatakan bahwa seseorang bertindak dalam berbagai situasi sosial secara kuat dipengaruhi oleh pikiran mereka tentang situasi tersebut, seperti situasi kekhawatiran masyarakat akan terjangkitnya penyakit DBD pada anggota keluarganya. Disamping itu, penggunaan pestisida dianggap oleh masyarakat simpel, murah dan efektif seperti pengakuan responden dalam Gambar 33 terdahulu dalam ranah afektif.

22 94 Jenis Formulasi dan Bahan Aktif Pestisida yang Digunakan Responden menggunakan berbagai merk dan berbagai bentuk formulasi pestisida yang terdapat di pasar, bahkan seringkali berganti-ganti pestisida. Pemilihan jenis dan merk dagang pestisida dipengaruhi oleh kemanjuran, pengalaman responden dalam mengeksplorasi lingkungannya, pengetahuan tentang dampak buruk pestisida terhadap diri, keluarga dan lingkungan serta informasi yang didapat dari berbagai sumber informasi. Dalam anggapan responden, perilaku yang sering ganti-ganti merk dagang pestisida akan menghindari dampak pestisida terhadap diri keluarga dan lingkungan, sehingga perilaku ini merupakan penyesuaian antara struktur kognisi dengan perilakunya. Bentuk formulasi yang sering ditemukan di pasar yaitu granula, padat, elektrik, padat lingkaran, aerosol, losion dan cair, keping elektrik, elektrik cair, kapur dan tablet. Pada Gambar 34 diketahui bahwa bentuk formulasi yang banyak digunakan oleh responden adalah bentuk cair (40.3%), losion (28.6%) dan aerosol (16.8%). 40,3 28,6 Responden (%) 0,4 4,0 4,8 5,1 16,8 Granula Padat Elektrik Padat Lingkaran Aerosol Lotion Cair Jenis Formulasi Pestisida Gambar 34 Bentuk formulasi pestisida yang digunakan responden Bentuk formulasi cair, losion maupun aerosol merupakan formulasi pestisida yang paling banyak digunakan oleh masyarakat, selain formulasi padat lingkaran. Masyarakat banyak menggunakan formulasi cair karena menurut mereka lebih manjur, murah karena dapat diisi ulang. Sementara formulasi aerosol banyak digunakan oleh masyarakat di wilayah kategori bersih. Cara menggunakan

23 95 pestisida bentuk aerosol ini adalah dengan cara menyemprotkan, sehingga dianggap paling praktis penggunaannya, tampilannya a bersih dan bagus dengan paduan warna yang menarik walaupun harganya relatif mahal. Sebaliknya, masyarakat di wilayah kotor lebih banyak menggunakan pestisida bentuk losion dan padat lingkaran, dikarenakan kedua formulasi tersebut harganya terjangkau dan mudah didapat karena tersedia di kios-kios dekat rumah tinggalnya. Pestisida formulasi losion sudah merupakan kebutuhan setiap hari keluarga, karena digunakan ke anggota keluarga anak-anak yang akan berangkat sekolah, dengan maksud melindungi dari serangan nyamuk di sekolah agar tidak terjangkit penyakit DBD. BODY LOTION Body lotion adalah kosmetika yang digunakan untuk melembabkan kulit. Saat ini beberapaa merk dagang pestisida oles mempromosikan bahwa produknya adalah obat nyamuk yang dapat digunakan seperti kita menggunakan body lotion. Seorang anak SD (kira-kira usia 10 tahun) mendemonstrasikan kebiasaannya dalam menggunakan n pestisida oles sebelum berangkat ke sekolah. Ia menggunakan pestisida tersebut seolah menggunakan body lotion. Setelah itu, tanpa mencuci tangan, ia langsung pergi ke sekolah. Sementara itu bentuk formulasi padat lingkarann atau mosqiuto coil (MC) lebih dikenal dengann nama obat nyamuk bakar. Cara aplikasinya yaitu dengan membakar racun nyamuk. Asap yang dihasilkan dari pembakaran mengandung bahan aktif yang akan mengusir nyamuk. Bahan aktif yang digunakan antaraa lain pyrethroid jenis d-allethrin dan propoxur. Bahan aktif ini dapat menimbulkan penyakit Parkinson, karena menyebabkan kerusakan sel-sel otak bagian tengah sebagai penghasil dopamin (suatu senyawa neurotransmiter), sehingga mengakibatkan kadar dopamin di otak menurun dan menyebabkan gangguan gerakan tubuh menjadi tidak teratur.

24 96 OBAT NYAMUK DAN MAKANAN Keberadaan nyamuk memang dirasaa sangat mengganggu. Oleh karena itu, seorang ibu rumah tangga merasa tidak cukup hanyaa menggunakan satu macam pengendalian. Untuk tetap bisa menonton televisi tanpa diganggu nyamuk, Ibu tersebutt mengendalikan nyamuk dengan menggunakan pestisida bakar yang diletakkan di bawah meja dan mengoleskan losion anti nyamuk di lengan tangann dan kakinya. Karena masih merasa kurang nyaman, beliau juga memakai raket nyamuk elektrik. Sayangnya beliau kurang peduli dengan keamanan pangan dan kesehatan dirinya. Betapa tidak, di atas meja terhidang kue-kue di piring tanpa penutup makanan padahal beliau meletakkan pestisida bakar di bawah meja. Tentu saja asap pestisida bakar melingkupi makanan yang tersaji di atas meja. Dari jenis pestisida yang digunakan responden dapat diketahui kandungan bahan aktifnya dari tulisan kandungan bahan aktif yang tercantum pada label bungkus pestisida. Bahan aktif yang terkandung dalam pestisida-pestisida yang digunakan masyarakat sebanyak 13 jenis bahan aktif atau 3.4% dari total bahan aktif yang didaftarkan. Bahan aktif tersebut banyak terdapatt pada berbagai merk dagang pestisida. Bahan aktif pestisida Bahan aktif tidak diketahui Chlorpirifos Esbiothrin Transfluthrin Imiprothrin Cyphermethrin Diclorovinyl dimethylphosphate Cyphenothrin Prallethrin Permethrin Propoxur Deltamethrin d-allethrin DEET 1,3 0,6 0,6 0,6 1,3 0,6 1,9 15,5 1,3 5,8 16,8 60,6 58,1 58,1 0,0 20,0 40,0 60,00 80,0 Responden (%) Gambar 35 Persentase responden yang menggunakan bahan aktif Pestisida

25 97 Bahan aktif yang paling banyak digunakan oleh responden yaitu transfluthrin, imiprothrin dan cypermethrin dengan masing-masing digunakan sebanyak 60.6%, 58.1% dan 58.1% responden (Gambar 35). Satu merk dagang pestisida ada yang mengandung dua atau tiga jenis bahan aktif, sehingga bahan aktif tersebut secara tidak sadar digunakan secara bersama-sama oleh masyarakat. Toksisitas dan Bahaya Pestisida yang Digunakan oleh Responden Dalam Tabel 14, kategori toksisitas bahan aktif yang digunakan oleh responden adalah cypermethrin termasuk dalam kategori toksisitas II, sedangkan transflutrin dan imiprotrin termasuk dalam kategori III. Semua bahan aktif yang digunakan oleh responden, sebanyak 7 jenis bahan aktif termasuk dalam kategori toksisitas II. Namun ternyata sebelum tahun 2007 ditemukan bahan aktif diclorovinyl dimethylphosphate yang digunakan oleh responden dan masuk dalam kategori Ib, namun saat ini bahan aktif tersebut sudah dilarang dan tidak digunakan lagi. Kategori toksisitas I berarti pestisida tersebut sangat beracun. Berdasarkan peraturan pelabelan, pestisida jenis ini seharusnya diberi tulisan berbahaya beracun serta ditampilkan tanda gambar tengkorak dan tulang bersilang. Pestisida kategori I mempunyai LD 50 oral berkisar 0-50 mg/kg berat badan, yang berarti bahwa apabila terminum walaupun setetes akan menimbulkan kematian. Tabel 14 Kategori toksisitas bahan aktif yang digunakan responden Nama bahan aktif Chlorpirifos Cypermethrin Cyphenothrin Deltamethrin Esbiothrin Permethrin Propoxur Prallethrin d-allehtrin Imiprothrin Transfluthrin Diethyltoluamide /DEET Kategori toksisitas bahan aktif II II II II II II II II III III III III

26 98 Kategori toksisitas II berarti pestisida tersebut toksisitasnya lebih rendah daripada pestisida dengan kategori toksisitas I. Pestisida kategori II mempunyai LD 50 oral berkisar mg/kg berat badan. Pestisida kategori II akan menimbulkan kematian jika terminum sekitar satu sendok teh. Pestisida kategori toksisitas III, artinya pestisida daya racunnya relatif rendah dibandingkan kedua kategori sebelumnya. Kategori toksisitas III LD 50 oral berkisar mg/kg berat badan, artinya pestisida ini dapat membunuh manusia jika diminum sebanyak kira-kira 2 sendok makan sampai 2 cangkir (Sigit et al. 2006). Dalam Tabel 15, kategori golongan bahan aktif yang digunakan oleh responden termasuk dalam golongan organofosfat, karbamat dan pyrethroid. Sebagian besar bahan aktif tersebut termasuk dalam golongan pyrethroid, dimana kerja keracunan pyrethroid adalah menyebabkan kerusakan sel-sel berpigmen di otak bagian tengah, tempat produksi dopamin (suatu senyawa neurotransmiter) sehingga akibatnya kadar dopamin di otak menurun, dan ini dapat menyebabkan gangguan gerakan tubuh menjadi tidak teratur atau seperti penyakit Parkinson. Gejala keracunan ini tidak langsung dirasakan tapi akan timbul setelah beberapa waktu bahkan tahun karena terakumulasinya racun ini dalam tubuh lebih dahulu, sehingga manusia tidak tahu dan tidak menyadari bahwa racun pestisida yang digunakan membahayakan kesehatan dan lingkungannya. Tabel 15 Kategori golongan bahan aktif yang digunakan responden Nama bahan aktif Chlorpirifos Propoxur Cypermethrin Cyphenothrin d-allehtrin Deltamethrin Esbiothrin Imiprothrin Permethrin Prallethrin Transfluthrin Diethyltoluamide /DEET Golongan Organofosfat Karbamat Pyrethroid Pyrethroid Pyrethroid Pyrethroid Pyrethroid Pyrethroid Pyrethroid Pyrethroid Pyrethroid Toluamide terganti

27 99 BERAPA JUMLAH BAHAN AKTIF YANG DIGUNAKAN MASYARAKAT? Untuk menghindari kegagalan panen akibat serangan hama dan penyakit, petani seringkali mencampur berbagai macam pestisida, kemudian disemprotkan pada tanaman. Lalu, apakah hal ini juga terjadi pada pengendalian hama pemukiman? Pencampuran bahan aktif seperti petani juga terjadi dalam pengendalian hama pemukiman di tingkat rumah tangga, tetapi dengan cara yang berbeda. Masyarakat seringkali menggunakan beberapa merk pestisida dalam waktu yang bersamaan. Kasus yang seringkali dijumpai yaitu dalam satu ruangan disemprotkan pestisida cair/aerosol, menyalakan pestisida bakar, masih juga memakai pestisida dalam bentuk losion atau oles. Namun penghuni rumah tidak sadar telah menggunakan beberapa merk dagang pestisida yang mengandung dua atau lebih bahan aktif. Jadi dalam satu waktu, masyarakat seringkali terpapar beberapa bahan aktif sekaligus. Potensi pemaparan terjadi melalui saluran pernafasan dan kulit. Bahan aktif yang beredar di pasar beragam dan beraneka jenis. Berdasarkan data Direktorat Pupuk dan Pestisida, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, pada tahun 2011 jumlah pestisida rumah tangga dan bahan aktif yang didaftarkan ke Kementerian Pertanian sebanyak 383 merk dagang dengan bahan aktif sebanyak 71 jenis. Perkembangan pendaftaran merk dagang pestisida dan bahan aktif dari tahun 2004 sampai tahun 2011 disajikan pada Gambar Merk Dagang Bahan Aktif Gambar 36 Peningkatan jumlah pestisida rumah tangga dan bahan aktif Bahan aktif tersebut ditujukan untuk mengendalikan nyamuk, lalat, kecoa, semut, caplak, kutu anjing dan tikus (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011). Jumlah merk dagang pestisida dengan hama sasaran nyamuk menempati urutan terbesar yaitu sebanyak 61% dari total pestisida yang didaftarkan. Sebanyak 17.8% untuk mengendalikan lalat dan 15.5% untuk mengendalikan kecoa. Sisanya sebanyak 7% untuk mengendalikan semut dan untuk mengendalikan hama permukiman lainnya (caplak dan kutu anjing) sebanyak 0.8% (Gambar 37). Permintaan masyarakat akan pestisida membuat produsen semakin meningkatkan

28 100 produksinya. Seperti kekhawatiran masyarakat terhadap penyakit DBD, maka masyarakat akan banyak menggunakan pestisida. Semakin meningkat jumlah dan jenis pestisida maka kondisi kualitas lingkungan akan semakin buruk begitu juga kesehatan manusia akan semakin terancam. apabila tidak ada kontrol dan monitoring yang baik maka penambahan bahan aktif akan terus meningkat. Artinya kualitas lingkungan akan semakin buruk, bahkan gangguan kesehatan padaa manusia akan semakin meningkat 7,0% 1,0% 14,0% Nyamuk Lalat 17,0% Kecoa 61,0% Semut Lainnya Gambar 37 Pestisida rumah tangga yang didaftarkan sesuai hama sasaran Cara Menggunakan Pestisida Membaca Aturan Pemakaian Pestisida Hasil wawancara dengan responden, diperoleh data pada Gambar 38 sebagian besar (52.7%) responden membaca aturan pakai sebelum menggunakan pestisida dan sebanyak 47.3% responden tidak membaca aturan pakai sebelum menggunakan pestisida. Alasan responden tidak membaca label antara lain : tulisan di label terlalu kecil sehingga sulit untuk dibaca apalagi dipahami. Tidak, 47.3% Ya; 52.7% Gambar 38 Responden yang membaca petunjuk penggunaan sebelum menggunakann pestisida

29 101 Sementara itu sebanyak 61.8% responden menggunakan pestisida tidak sesuai petunjuk penggunaan dan sisanya (38.2%) menggunakan pestisida sesuai petunjuk penggunaan yang tertulis pada kemasan (Gambar 39). Berkaitan dengan sumber informasi Gambar 15 menunjukkan bahwa penggunaan pestisida yang diperoleh responden (57.4%) lebih banyak membaca dari label yang tertera pada pestisida. Oleh karena itu, informasi tentang petunjuk pemakaian menjadi hal yang penting agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam penggunaan pestisida. Ya, 38.2% Tidak, 61.8% Gambar 39 Responden yang menggunakan pestisida sesuai petunjuk penggunaan Pada label keterangan yang wajib dicantumkan menurut Direktorat Pupuk dan Pestisida (2011) adalah: Nama dagang formula, Jenis pestisida, Nama dan kadar bahan aktif, Isi atau berat bersih dalam kemasan, Peringatan keamanan, Klasifikasi dan simbol bahaya, Petunjuk keamanan, Gejala keracunan, Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), Perawatan medis, Petunjuk penyimpanan, Petunjuk penggunaan, Nomor pendaftaran, Nama dan alamat serta nomor telepon pemegang, nomor pendaftaran, Nomor produksi, bulan dan tahun produksi (batch number) dan kadaluwarsa, dan petunjuk pemusnahan. Kenyataannya tidak semua keterangan yang wajib tersebut dicantumkan dalam label terutama klasifikasi dan simbol bahaya, sehingga masyarakat tidak tahu bahwa pestisida yang digunakan berbahaya dan dapat meracuni diri sendiri, keluarga maupun lingkungan (seperti hewan peliharaan dan musuh alami hama). Cara Menyimpan Pestisida Tempat yang digunakan untuk penyimpanan bahan pestisida rumah tangga adalah ruang dalam rumah (73.5%), dapur (13.5%), di ruang luar rumah (7.1%), di lemari (6.5%), di tempat yang jauh dari jangkauan anak anak (5.8%), di

30 102 gudang (4.5%) serta di garasi mobil (1.3%) (Gambar 40). Sebagian besar masyarakat masih belum benar dalam menyimpan pestisida yaitu di dalam rumah yang banyak untuk kegiatan sehari-hari sehingga dapat membahayakan keluarga apabila tumpah atau untuk mainan anak-anak karena anak-anak tertarik dengan kemasan pestisida yang bagus dan warnanya menarik. Penyimpanan di dapur lebih tidak benar, karena dapur tempat makanan sehingga dapat membahayakan keluarga apabila makanan terkena pestisida dan termakan oleh keluarga. Area menyimpan pestisida Di Garasi Mobil Di Gudang Jauh dari jangkauan Anak Di Lemari Di ruang luar rumah Di dapur Di ruang dalam rumah 1,3 4,5 5,8 6,5 7,1 13,5 73,5 Persentase (%) Gambar 40 Persentase responden terhadap tempat penyimpanan pestisida rumah tangga TEMPAT PENYIMPANAN PESTISIDA Sebanyak 52.35% responden mengaku membaca aturan pakai sebelum mengaplikasikan pestisida, tetapi sebanyak 38.10% responden mengikuti aturan penggunaan yang tercantum dalam kemasan. Salah satu aturan yang dicantumkan pada kemasan adalah petunjuk penyimpanan pestisida. Fakta di lokasi penelitian menunjukkan bahwa masyarakat seringkali tidak menyimpan pestisida di tempat penyimpanan sesuai dengan aturan yang tertera. Contohnya pestisida di simpan berdekatan dengan tempat penyimpanan bahan makanan, misalnya minyak goreng dan susu bayi. Letak penyimpanan potensi pencemaran bahan makanan oleh pestisida. Tentu saja hal ini disayangkan karena ternyata yang berdekatan akan meningkatkan prinsip kehati-hatian kurang diterapkan oleh masyarakat. Tempat penyimpanan pestisida yang benar adalah di luar rumah dan tidak terjangkau oleh anak-anak. Akan lebih aman apabila di dalam almari khusus kimia yang ditempatkan di gudang luar rumah atau di garasi mobil.

31 103 Tempat Menggunakan Pestisida Berdasarkan pada Gambar 41 sebanyak 95.5% responden menggunakan pestisida di area dalam rumah dan 20.0% responden menggunakan pestisida di area dapur. Hal ini mengindikasikan bahwa tempat tinggal merupakan area yang penting bagi responden untuk beristirahat dan bersantai dengan nyaman yang menghendaki bebas dari serangan atau gangguan hama. Oleh karena itu responden mengaplikasikan pestisida pada tempat tersebut. Padahal, tempat dalam rumah dan dapur merupakan area yang berbahaya jika diaplikasikan pestisida. Hal ini disebabkan karena area dalam rumah merupakan tempat orang beraktivitas, sehingga jika diaplikasikan pestisida di area ini, peluang penghuni rumah untuk terpapar pestisida semakin besar. Hal sama terjadi pada aplikasi pestisida di dapur. Dapur merupakan tempat penyimpanan dan pengolahan makanan. Aplikasi pestisida di area ini akan meningkatkan peluang bahan pangan terkontaminasi pestisida. Sekitar 1.3% responden menyatakan menggunakan pestisida langsung di badan dan menggunakan pestisida langsung di semprotkan pada binatang atau hama permukiman. Area penggunaan pestisida Binatang Badan Area luar rumah Dapur Area dalam rumah 0,6 1,3 18,1 20,0 95,5 Persentase (%) Gambar 41 Persentase responden terhadap penggunaan pestisida rumah tangga Frekuensi Menggunakan Pestisida Frekuensi penggunaan pestisida pada Gambar 42 menunjukkan bahwa pestisida sebagian besar digunakan setiap hari secara teratur oleh 84.5% responden. Hal ini memperlihatkan bahwa tingkat ketergantungan responden pada pestisida sangat tinggi. Keberadaan hama yang ada terus menerus memicu penggunaan pestisida setiap hari secara teratur ditambah rasa kekhawatiran masyarakat terhadap terjangkitnya penyakit DBD yang setiap saat mengancam

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Pemikiran Permukiman adalah suatu suatu ekosistem, dimana masyarakat sebagai komponen sosial sekaligus merupakan komponen biologis, sementara kondisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI ) DKI adalah ibu kota negara Republik Indonesia, terletak di bagian barat laut Pulau Jawa dengan luas sekitar 661,52 km². terdiri dari

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 35 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di DKI Jakarta selama sepuluh bulan (Maret-Desember 2005), dengan telah dilakukan pemutakhiran informasi dan data pada tahun 2010

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH Lampiran 1 50 KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH Nama Alamat Umur Status dalam keluarga Pekerjaan Pendidikan terakhir :.. :..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk serta tempat-tempat umum lainnya. Pada saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk serta tempat-tempat umum lainnya. Pada saat ini telah 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Lingkungan mempunyai pengaruh serta kepentingan yang relatif besar dalam hal peranannya sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering ditemukan di daerah tropis dan. subtropics. Di Asia Tenggara, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yang sering ditemukan di daerah tropis dan. subtropics. Di Asia Tenggara, Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang sering ditemukan di daerah tropis dan subtropics. Di Asia Tenggara, Indonesia memiliki kasus DBD tertinggi. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah daerah beriklim tropis sehingga menjadi tempat yang cocok untuk perkembangbiakan nyamuk yang dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat.

Lebih terperinci

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR 62 PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR A. Data Umum 1. Nomor Responden : 2. Nama : 3. Umur : 4. Jenis Kelamin : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (DBD) Filariasis. Didaerah tropis seperti Indonesia, Pada tahun 2001, wabah demam

BAB I PENDAHULUAN. (DBD) Filariasis. Didaerah tropis seperti Indonesia, Pada tahun 2001, wabah demam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan serangga yang sering mengganggu kehidupan manusia. Selain itu nyamuk juga dapat menyebarkan Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) Filariasis. Didaerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. Ciri yang khas dari species ini adalah bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Nyamuk merupakan serangga yang seringkali. membuat kita risau akibat gigitannya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Nyamuk merupakan serangga yang seringkali. membuat kita risau akibat gigitannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyamuk merupakan serangga yang seringkali membuat kita risau akibat gigitannya. Salah satu bahaya yang disebabkan oleh gigitan nyamuk adalah berbagai macam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering terjadi di berbagai daerah. Hal ini dikarenakan nyamuk penular dan virus penyebab penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Jumlah penderita DBD cenderung meningkat

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pemantauan Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu. dan binatang pengganggu lainnya yaitu pemantauan vektor penyakit dan

BAB V PEMBAHASAN. A. Pemantauan Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu. dan binatang pengganggu lainnya yaitu pemantauan vektor penyakit dan BAB V PEMBAHASAN A. Pemantauan Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu Dari hasil wawancara dengan petugas kesehatan lingkungan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta tentang pemantauan vektor penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Survei Survei dilakukan di perumahan, restoran, dan rumah sakit di Jakarta Utara, Depok, dan Bogor dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan hama yang terdapat

Lebih terperinci

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA Penjelasan gambar Zat aktif + pencampur Pestisida Sebagian besar pestisida digunakan di pertanian,perkebunan tetapi bisa digunakan di rumah tangga Kegunaan : - Mencegah

Lebih terperinci

UMUM 1. Nama:.. 2. Tanggal Lahir:. 3. Jenis Kelamin: Laki-laki/Perempuan 4. Kelas: 5. Sekolah: SDN Cibogo. Universitas Kristen Maranatha

UMUM 1. Nama:.. 2. Tanggal Lahir:. 3. Jenis Kelamin: Laki-laki/Perempuan 4. Kelas: 5. Sekolah: SDN Cibogo. Universitas Kristen Maranatha 64 GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU SISWA-SISWI KELAS LIMA DAN ENAM TERHADAP PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI SDN CIBOGO KELURAHAN SUKAWARNA KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG PERIODE JUNI-AGUSTUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dan merupakan penyakit endemis di Indonesia. 1 Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 5 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH LINGKUNGAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH, PERSONAL HYGIENE DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PADA PEMULUNG DI KELURAHAN TERJUN KECAMATAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil survei terhadap 30 responden di setiap lokasi mengenai tingkat pendidikan masyarakat di Daerah Sindang Barang, Cibanteng, Balio, dan Ciledug dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam

BAB I PENDAHULUAN. disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh lingkungan dalam menimbulkan penyakit pada manusia telah lama disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam meningkatkan derajat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Pestisida Rumah Tangga

TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Pestisida Rumah Tangga TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Pestisida Rumah Tangga Penggunaan pestisida saat ini tidak hanya dalam bidang pertanian, namun telah banyak digunakan dalam bidang kesehatan, rumah tangga, perkantoran, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusak tanaman dan nyamuk. Pada kelompok serangga nyamuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. perusak tanaman dan nyamuk. Pada kelompok serangga nyamuk lebih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga adalah salah satu jenis binatang yang mempunyai jumlah anggota terbesar dalam populasi binatang yaitu lebih dari 72%.Serangga dapat dijumpai diberbagai tempat.selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari berikutnya hujan lagi. Kondisi tersebut sangat potensial untuk

BAB I PENDAHULUAN. hari berikutnya hujan lagi. Kondisi tersebut sangat potensial untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki musim hujan, demam berdarah dengue (DBD) kembali menjadi momok menakutkan bagi masyarakat. Lebih-lebih bila kondisi cuaca yang berubah-ubah, sehari hujan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering muncul pada musim hujan ini antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena. rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena. rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya dapat menyebabkan rasa gatal saja, nyamuk juga mampu menularkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu masalah kesehatan yang sangat penting karena kasus-kasus yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu masalah kesehatan yang sangat penting karena kasus-kasus yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit tropis yang mengancam manusia di berbagai negara tropis dan menjadi salah satu masalah kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pada dekade terakhir menjadi masalah kesehatan global, ditandai dengan meningkatnya kasus DBD di dunia. World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung. Luas lahan sayuran di Tanggamus adalah 6.385 ha yang didominasi oleh tanaman cabai 1.961

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN

LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN 93 LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN Gambar 1. Keadaan Rumah Responden Gambar 2. Keaadaan Rumah Responden Dekat Daerah Pantai 94 Gambar 3. Parit/selokan Rumah Responden Gambar 4. Keadaan Rawa-rawa Sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah satunya adalah musim penghujan. Pada setiap musim penghujan datang akan mengakibatkan banyak genangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus dengue yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kasus DBD di Indonesia pertama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga. merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga. merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya diperantarai oleh nyamuk, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenisnya. Oleh karena itu penyakit akibat vector (vector born diseases) seperti

BAB I PENDAHULUAN. jenisnya. Oleh karena itu penyakit akibat vector (vector born diseases) seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis, sangat cocok untuk berkembangnya berbagai flora dan fauna, termasuk vector yang sangat banyak jumlah dan jenisnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

PESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan

PESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan PESTISIDA 1. Pengertian Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973, tentang Pengawasan atas Peredaran dan Penggunaan Pestisida yang dimaksud dengan Pestisida adalah sebagai berikut: Semua zat kimia

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN XI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 24/Permentan/SR.140/4/2011 TANGGAL : 8 April 2011

LAMPIRAN XI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 24/Permentan/SR.140/4/2011 TANGGAL : 8 April 2011 LAMPIRAN XI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 24/Permentan/SR.140/4/2011 TANGGAL : 8 April 2011 SPESIFIKASI WADAH PESTISIDA a. Volume Volume wadah dinyatakan dengan satuan yang jelas seperti ml (mililiter),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar (asasi) manusia dan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA PENDERITA TB PARU DI KLINIK SANITASI

PANDUAN WAWANCARA PENDERITA TB PARU DI KLINIK SANITASI PANDUAN WAWANCARA PENDERITA TB PARU DI KLINIK SANITASI I. DATA UMUM : Tanggal Konseling : No. Rekam Medik : Nama : Umur : Nama orang tua/kk : Pekerjaan : Alamat RT/RW/RK : Kelurahan/Desa : II. IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. 1. Sejarah Perkembangan Timbulnya Pencemaran Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. KERANGKA TEORI 1. Definisi dan Bentuk Fogging Fogging merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD (Demam Berdarah Dengue) yang dilaksanakan pada saat terjadi penularan DBD

Lebih terperinci

MEMAHAMI LABEL DAN SIMBOL PESTISIDA DENGAN BENAR

MEMAHAMI LABEL DAN SIMBOL PESTISIDA DENGAN BENAR MEMAHAMI LABEL DAN SIMBOL PESTISIDA DENGAN BENAR Dalam konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Penggunaan pestisida merupakan pilihan terakhir dari komponen PHT yang harus diterapkan secara bijaksana. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Serangga selain mengganggu manusia dan binatang. melalui gigitannya, juga dapat berperan sebagai vektor

BAB I PENDAHULUAN. Serangga selain mengganggu manusia dan binatang. melalui gigitannya, juga dapat berperan sebagai vektor BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Serangga selain mengganggu manusia dan binatang melalui gigitannya, juga dapat berperan sebagai vektor penyakit pada manusia. Penyakit yang disebabkan oleh virus yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh nyamuk merupakan masalah kesehatan serius dan masih menjadi persoalan akhir-akhir ini. Demam Berdarah, Filariasis, Malaria, Yellow

Lebih terperinci

UJI EFEKTIFITAS MINYAK ATSIRI BUNGA MELATI (Jasminum sambac L) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK CULEX (Culex quinquefasciatus)

UJI EFEKTIFITAS MINYAK ATSIRI BUNGA MELATI (Jasminum sambac L) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK CULEX (Culex quinquefasciatus) UJI EFEKTIFITAS MINYAK ATSIRI BUNGA MELATI (Jasminum sambac L) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK CULEX (Culex quinquefasciatus) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akut bersifat endemik yang di sebabkan oleh virus dengue yang masuk ke peredaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga yaitu Aedes spesies. DBD adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama.

Lebih terperinci

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman.

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan hama dan penyakit pada tanaman merupakan salah satu kendala yang cukup rumit dalam pertanian. Keberadaan penyakit dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisme termasuk manusia. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. organisme termasuk manusia. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan mengandung sumber daya alam yang dibutuhkan oleh semua organisme termasuk manusia. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya mulai dilahirkan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada tahun 2014, sampai pertengahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina Aedes aegypti. DBD ditunjukkan empat manifestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP JUMLAH NYAMUK Aedes aegypti YANG HINGGAP PADA TANGAN MANUSIA

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP JUMLAH NYAMUK Aedes aegypti YANG HINGGAP PADA TANGAN MANUSIA PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP JUMLAH NYAMUK Aedes aegypti YANG HINGGAP PADA TANGAN MANUSIA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Sampah sampai saat ini selalu menjadi masalah; sampah dianggap sebagai sesuatu

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian

Kuesioner Penelitian Lampiran 1. Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN ANGGOTA KOMUNITAS PEMUDA PEDULI LINGKUNGAN TENTANG PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KELURAHAN SEI KERA HILIR I KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di negara kita, khususnya di kota-kota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Senyawa kimia sangat banyak digunakan untuk mengendalikan hama. Di

BAB 1 PENDAHULUAN. Senyawa kimia sangat banyak digunakan untuk mengendalikan hama. Di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyawa kimia sangat banyak digunakan untuk mengendalikan hama. Di dunia, tercatat sejumlah 2 juta ton pestisida telah digunakan pertahunnya. Jenis pestisida yang banyak

Lebih terperinci

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium. Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium. Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam visi Indonesia Sehat 2015 yang mengacu pada Millenium Development Goals (MDG s), lingkungan yang diharapkan pada masa depan adalah lingkungan yang kondusif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang umumnya ditemukan di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga yaitu Aedes spesies.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1. Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN Saat ini kami dari Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang sebagian penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Petani merupakan kelompok kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecoa merupakan salah satu jenis serangga pemukiman yang sering mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang tidak sedap, pembawa patogen penyakit,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perilaku pemukim di bantaran sungai Jakarta merupakan perilaku yang merugikan dan memiliki sejumlah alasan kuat untuk dirubah karena berdampak buruk pada kerusakan lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak itu

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membunuh atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Tetapi pestisida. lingkungan apabila tidak tepat dalam menggunakannya.

BAB I PENDAHULUAN. membunuh atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Tetapi pestisida. lingkungan apabila tidak tepat dalam menggunakannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida merupakan substansi kimia yang mempunyai daya bunuh yang tinggi, penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat diketahui untuk membunuh atau mengendalikan berbagai

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik BAB I Pendahuluan A. latar belakang Di indonesia yang memiliki iklim tropis memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik dan dapat berfungsi sebagai vektor penyebar penyakitpenyakit seperti malaria,

Lebih terperinci

Obat Pembasmi Serangga

Obat Pembasmi Serangga Kelompok 6 Astrid Olivia Nandika Devita Dwi Arimurti Diah Permatasari Herlani Feliana Suparjo Mutiara Novianti Puji Estianingsih Rachmadani Shanti Astuti Tria Siti Zulaeka Wireni Wiwiek Karina Obat Pembasmi

Lebih terperinci

Paparan Pestisida. Dan Keselamatan Kerja

Paparan Pestisida. Dan Keselamatan Kerja Paparan Pestisida Peranan CropLife Indonesia Dalam Meminimalkan Pemalsuan Pestisida Dan Keselamatan Kerja CROPLIFE INDONESIA - vegimpact Deddy Djuniadi Executive Director CropLife Indonesia 19 Juni 2012

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan. Untuk mencapai kondisi masyarakat yang sehat diperlukan lingkungan yang baik pula. Dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaporkan pada WHO setiap tahun, akan tetapi WHO mengestimasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. dilaporkan pada WHO setiap tahun, akan tetapi WHO mengestimasi jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) melaporkan infeksi dengue merupakan mosquito-borne disease yang tercepat pertumbuhannya. Sekitar 1 juta dilaporkan pada WHO setiap

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (AI) DI RW02 KELURAHAN PANUNGGANGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANUNGGANGAN KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3 Rizka Firdausi Pertiwi, S.T., M.T. Rumah Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan Kelompok rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Banyaknya tempat - tempat kotor yang jarang dibersihkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Banyaknya tempat - tempat kotor yang jarang dibersihkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Banyaknya tempat - tempat kotor yang jarang dibersihkan menyebabkan timbulnya nyamuk yang sering berkembang biak di tempat kotor misalnya didalam ruangan yang banyak

Lebih terperinci

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa,

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa, PLEASE READ!!!! Sumber: http://bhell.multiply.com/reviews/item/13 Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus yang mengandung virus dengue dapat menyebabkan demam berdarah dengue (DBD) yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia kesehatan masyarakat merupakan masalah utama, hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban dan suhu yang berpengaruh

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 1. Meningkatnya permukiman kumuh dapat menyebabkan masalah berikut, kecuali... Menurunnya kualitas kesehatan manusia Meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Industri perunggasan di Indonesia terutama ayam pedaging (broiler) sangat

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Industri perunggasan di Indonesia terutama ayam pedaging (broiler) sangat BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri perunggasan di Indonesia terutama ayam pedaging (broiler) sangat dominan dalam penyediaan protein hewani. Saat ini produksi daging broiler menempati urutan pertama

Lebih terperinci

Peta Konsep. Tujuan Pembelajaran. gulma biologi hama predator. 148 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Tikus. Hama. Ulat. Kutu loncat. Lalat. Cacing.

Peta Konsep. Tujuan Pembelajaran. gulma biologi hama predator. 148 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Tikus. Hama. Ulat. Kutu loncat. Lalat. Cacing. Peta Konsep Hama Tikus Mengidentifikasi hama dan penyakit pada tumbuhan Penyakit Ulat Kutu loncat Lalat Cacing Wereng Burung Virus Bakteri Jamur Pengendalian Hama Gulma Biologis Mekanis Kimia Pola tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini banyak menimbulkan kekhawatiran masyarakat karena perjalanan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyamuk dalam kehidupan sehari hari keberadaan nyamuk sangat dekat dengan manusia. Nyamuk tinggal dan berkembang biak disekitar lingkungan hidup manusia, dekat penampungan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH ANTARA CHLORPYRIFOS DENGAN LAMDA SIHALOTRIN TERHADAP KEMATIAN NYAMUK Aedes aegypti. Yadi ABSTRAK

PERBEDAAN PENGARUH ANTARA CHLORPYRIFOS DENGAN LAMDA SIHALOTRIN TERHADAP KEMATIAN NYAMUK Aedes aegypti. Yadi ABSTRAK PERBEDAAN PENGARUH ANTARA CHLORPYRIFOS DENGAN LAMDA SIHALOTRIN TERHADAP KEMATIAN NYAMUK Aedes aegypti Yadi ABSTRAK Penyakit menular melalui vektor merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue. DBD merupakan penyakit dengan jumlah kasus yang tinggi di

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue. DBD merupakan penyakit dengan jumlah kasus yang tinggi di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue. DBD merupakan penyakit dengan jumlah kasus yang tinggi di daerah tropis dan subtropis

Lebih terperinci

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di negara yang sedang berkembang, khususnya Indonesia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama tanaman. Penggunaannya yang sesuai aturan dan dengan cara yang tepat adalah hal mutlak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan mematikan bagi manusia, seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.), malaria

I. PENDAHULUAN. dan mematikan bagi manusia, seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.), malaria I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Nyamuk merupakan vektor atau penular beberapa jenis penyakit berbahaya dan mematikan bagi manusia, seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.), malaria (Anopheles), kaki

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

GAMBARAN PROMOSI KESEHATAN DI TEMPAT UMUM TERMINAL BRATANG, SURABAYA

GAMBARAN PROMOSI KESEHATAN DI TEMPAT UMUM TERMINAL BRATANG, SURABAYA GAMBARAN PROMOSI KESEHATAN DI TEMPAT UMUM TERMINAL BRATANG, SURABAYA Riana Bintang Rozaaqi Universitas Airlangga: Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat, Surabaya

Lebih terperinci