HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI ) DKI adalah ibu kota negara Republik Indonesia, terletak di bagian barat laut Pulau Jawa dengan luas sekitar 661,52 km². terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut dan terletak pada posisi 6 12 lintang selatan dan bujur timur. Berlokasi di pesisir utara pulau Jawa, di muara sungai Ciliwung, Teluk. Jumlah penduduk di adalah 8,489,91 jiwa menurut data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Maret tahun 29 (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 29). Penduduk berasal dari berbagai suku yaitu Jawa (35%), Melayu Betawi (25%), Sunda (15%), Tionghoa (6%), Minang (3%) dan Batak (3%). Provinsi DKI terbagi menjadi 5 wilayah kotamadya dan satu kabupaten administratif, yakni Wilayah DKI Luasan wilayah (km 2 ) Kotamadya Pusat 47,9 Kotamadya Utara 142,2 Kotamadya Barat 126,15 Kotamdya Selatan 145,73 Kotamadya Timur 187,73 Kabupaten administratif Kepulauan Seribu 11,81 Kota Kota adalah ibukota provinsi Jawa Timur. merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah dengan jumlah penduduk sebanyak 3,23,9 jiwa. merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan timur Pulau Jawa dan sekitarnya. Di kota ini terdapat berbagai suku diantaranya suku Jawa sebesar 53% yang merupakan mayoritas dari penduduk kota, namun kota ini juga menjadi tempat

2 tinggal berbagai suku bangsa di Indonesia, termasuk suku Madura sebesar 7,5%, Tionghoa 25,5%, Arab 7%, serta para pendatang dari luar negeri yang tinggal dan bekerja di (Wikipedia 29). Berdasarkan geografinya terletak di tepi pantai utara provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Selat Madura di utara dan timur, Kabupaten Sidoarjo di selatan, serta Kabupaten Gresik di barat. berada pada dataran rendah, dengan ketinggian antara 3-6 m di atas permukaan laut kecuali di bagian selatan terdapat 2 bukit landai yaitu di daerah Lidah dan Gayungan yang memiliki ketinggian antara 25-5 m di atas permukaan laut dan di bagian barat sedikit bergelombang. Total luas wilayah kota adalah 326,36 km 2. Kota dibagi ke dalam 5 wilayah dan terdiri atas 31 kecamatan. Wilayah-wilayah tersebut adalah Pusat, yang terdiri dari 4 kecamatan, Timur 7 kecamatan, Barat 7 kecamatan, Selatan 8 kecamatan, dan Utara 5 kecamatan. Hasil Survei Karakteristik Responden Tabel 1 menyajikan persentase responden pada kelima jenis karakteristik responden pada dua lokasi beserta hasil uji statistiknya. Kelima karakteristik responden yang dianalisis adalah usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jumlah anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga digunakan untuk menentukan tingkat status ekonomi rumah tangga berdasarkan pendapatan yang diperoleh. Pada tabel tersebut terlihat bahwa secara umum distribusi usia responden di kedua lokasi penelitian memiliki pola yang sama. Sebagian besar responden 72-74% di kedua kota tersebut berumur 4 tahun ke bawah dan sebanyak 19% hingga 2% berumur antara 4 tahun hingga 5 tahun. Hasil yang sama juga terlihat pada karakteristik pendidikan yaitu, pada kedua lokasi memiliki pola distribusi pendidikan yang sama. Sebesar 76-78% responden berpendidikan antara SLTA hingga perguruan tinggi dan 21-24% berpendidikan antara SLTP hingga SD. Tabel 1 memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata antara kedua lokasi pada karakteristik pekerjaan, yaitu nelayan, pedagang dan pegawai negeri. Ketiga pekerjaan ini secara umum memiliki pola distribusi yang sama, hal ini

3 terlihat dari nilai P yang diperoleh yaitu P>,1. Sedang pekerjaan pegawai swasta dan wiraswasta diperoleh hasil yang berbeda nyata antara kedua lokasi. Pekerjaan sebagai pegawai swasta lebih besar di (35%) dibanding dengan di (24%), tetapi sebaliknya untuk pekerjaan wiraswasta (23%) lebih besar dibanding dengan (12%). Distribusi pendapatan responden di kedua wilayah secara umum sama yaitu berkisar antara Rp 5.,- hingga lebih dari Rp 2.5.,-. Sebagian besar responden (56-59%) berpenghasilan antara Rp 2..,- hingga lebih dari Rp 2.5.,- dan sebesar 33% responden berpenghasilan antara Rp 5.,- hingga Rp 1.5.,- di kedua lokasi penelitian. Jumlah anggota keluarga pada kedua lokasi juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, yaitu secara umum responden memiliki jumlah anggota keluarga kurang dari 4 orang (84-89%) dan responden dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 5 hingga 6 orang sebanyak 12-16%. Tabel 1 Karakteristik responden dan hasil uji dua proporsi Karakteristik responden Persentase responden (%) Nilai P Umur 21-3 tahun 34 41, tahun 4 32, tahun 19 2,418 > 5 tahun Pendidikan SD SLTP 15 13,47 SLTA 32 35,364 Perguruan Tinggi 44 43,435 Pekerjaan Nelayan 2 1,28 Pedagang 27 24,354 Pegawai Negeri 24 28,288 Pegawai Swasta 24 35,31 Wiraswasta 23 12,41 Pendapatan Rp 5.-Rp ,793 Rp 1.1.-Rp ,212 Rp 1.6.-Rp ,713 Rp 2.1.-Rp ,427 > Rp ,183 Jumlah anggota keluarga < 2 orang 37 32, orang 51 52, orang 12 16,76 Hasil yang berbeda nyata pada taraf nyata 1% (P<,1)

4 Permasalahan Hama Permukiman pada Rumah Tangga Berdasarkan hasil survei permasalahan hama permukiman yang dihadapi rumah tangga responden adalah nyamuk, tikus, kecoa, semut, rayap dan lalat. Hama tersebut menurut hasil yang diperoleh, berada di sekitar rumah bahkan di dalam rumah, keberadaan mereka sangat mengganggu bahkan dapat menimbulkan penyakit. Tabel 2 Jenis hewan pengganggu di permukiman Jenis hewan pengganggu Persentase hama permukiman (%) Nilai P Nyamuk 23 24,43 Tikus 28 3,369 Kecoa 24 19,84 Semut 19 22,291 Rayap 3 5,233 Lalat 3,2 Hasil yang berbeda nyata pada taraf nyata 1% (P<,1) Tabel 2 menyajikan distribusi jenis hama permukiman pada kedua lokasi beserta hasil uji statistiknya. Pada tabel terlihat bahwa jenis hama permukiman yang umum berada di kedua lokasi adalah nyamuk, tikus, semut dan rayap. Hamahama tersebut memiliki distribusi yang sama di kedua wilayah. Sebesar 81% hingga 83% hama tersebut berada pada perumahan tempat dilakukannya survei, sedang kecoa dan lalat berdasarkan uji statistik diperoleh hasil yang berbeda nyata. Di keberadaan kecoa dan lalat lebih banyak dibanding dengan di (Tabel 2). Hal ini menunjukkan responden lebih toleran terhadap kehadiran kecoa dan lalat. Responden lebih toleransi terhadap kehadiran hama tersebut selain itu, responden beranggapan kehadiran organisme tersebut belum terlalu mengganggu. Upaya Pengendalian yang Dilakukan Responden Tabel 3 menyajikan persentase responden yang melakukan pengendalian hama permukiman beserta uji statistiknya. Secara umum, pengendalian yang dilakukan pada kedua lokasi adalah menggunakan perangkap, secara fisikmekanis dengan cara langsung dibunuh dan tanpa adanya pengendalian. Tetapi

5 pengendalian yang paling sering dilakukan dan diperoleh hasil yang bebeda nyata adalah pengendalian menggunakan pestisida. Pengendalian menggunakan pestisida lebih tinggi di dibanding dengan di. Berdasarkan survei, hama permukiman yang umumnya dikendalikan dengan menggunakan pestisida adalah nyamuk, kecoa dan tikus. Hal ini dikarenakan pestisida untuk mengendalikan hama tersebut mudah diperoleh dan mudah dalam pengaplikasiannya. Tabel 3 Pengendalian yang dilakukan responden pada kedua lokasi penelitian Persentase responden (%) Pengendalian Nilai P Penggunaan pestisida 57 49,94 Langsung dibunuh 21 21,42 Penggunaan perangkap 21 15,194 Dibiarkan saja 9 7,377 Hasil yang berbeda nyata pada taraf nyata 1% (P<,1) Tindakan Responden dalam Penggunaan Pestisida Rumah Tangga Tabel 4 memperlihatkan bahwa penggunaan pestisida rumah tangga pada kedua lokasi berbeda nyata. Hasil tersebut menunjukkan bahwa proporsi responden yang menggunakan pestisida di lebih tinggi dari proporsi responden di. Penggunaan pestisida memiliki nilai persentase yang lebih tinggi dibanding dengan. Hal ini disebabkan responden lebih toleransi terhadap penggunaan pestisida rumah tangga. Tabel 4 Tindakan penggunaan pestisida rumah tangga di dan di Tindakan penggunaan pestisida Persentase responden (%) Nilai P Menggunakan 77 68,99 Tidak menggunakan 23 32,99 Hasil yang berbeda nyata pada taraf nyata 1% (P<,1) 1. Hubungan antara usia dengan tindakan penggunaan pestisida rumah tangga Hasil uji z memperlihatkan bahwa distribusi usia yang menggunakan pestisida rumah tangga tidak berbeda nyata, sebanyak 62-1% responden menggunakan pestisida. Responden tersebut berada pada kisaran usia antara 31

6 Persentase (%) tahun hingga lebih dari 5 tahun. Diperoleh hasil yang berbeda nyata untuk responden yang berusia di bawah 3 tahun (62-8%), dimana responden lebih tinggi dibanding dengan responden. Gambar 1 memperlihatkan bahwa semakin tinggi usia responden, penggunaan pestisida semakin meningkat. Penggunaan pestisida paling tinggi terjadi pada responden dengan usia antara 41 tahun hingga lebih dari 5 tahun. Hasil uji khi-kuadrat yang dilakukan pada pengujian karakteristik usia dengan tindakan penggunaan pestisida menunjukkan hasil tidak ada korelasi positif (P>,1) atau tidak ada hubungan (Tabel 5). Namun pada Gambar 1 terlihat ada kecenderungan semakin tinggi usia tindakan penggunaan di lebih tinggi dibanding dengan di tahun 31-4 tahun 41-5 tahun > 5 tahun Usia Gambar 1 Karakteristik usia dengan tindakan penggunaan pestisida pada kedua lokasi penelitian ( = berbeda nyata pada α =,1) 2. Hubungan antara pendidikan dengan tindakan penggunaan pestisida rumah tangga Berdasarkan uji z diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata untuk proporsi responden yang berpendidikan SD dan perguruan tinggi, sebanyak 72-1% responden menggunakan pestisida baik di dan. Proporsi responden yang berpendidikan SLTA menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Responden memiliki nilai persentase yang lebih tinggi dibanding dengan responden di. Gambar 2 memperlihatkan adanya kecenderungan

7 Persentase (%) penurunan penggunaan pestisida rumah tangga dengan semakin meningkatnya pendidikan responden pada kedua lokasi penelitian. Tabel 5 memperlihatkan bahwa karakteristik pendidikan tidak berasosiasi dengan tindakan penggunaan pestisida rumah tangga (P>,1). Hasil ini sesuai dengan Gambar 2 yaitu semakin tinggi pendidikan responden maka tindakan penggunaan pestisida rumah tangga semakin menurun. Dalam hasil survei terlihat bahwa tingkat pendidikan SD memiliki nilai yang paling tinggi dalam penggunaan pestisida. Hal ini dapat terjadi disebabkan kurangnya pemahaman tentang pestisida rumah tangga serta bahaya yang dapat ditimbulkan bagi lingkungan, hewan bukan sasaran bahkan manusia. Pilihan penggunaan pestisida rumah tangga untuk pengendalian dapat terjadi karena banyak faktor, salah satunya adalah cepatnya diperoleh hasil yaitu hama langsung mati apabila dikendalikan dengan pestisida SD SLTP SLTA PT Pendidikan Gambar 2 Karakteristik pendidikan dengan tindakan penggunaan pestisida pada kedua lokasi penelitian ( = berbeda nyata pada α =,1) 3. Hubungan antara pekerjaan dengan tindakan penggunaan pestisida rumah tangga Hasil uji statistik memperlihatkan bahwa tindakan penggunaan pestisida rumah tangga berdasarkan jenis pekerjaan tidak berbeda nyata, sebagian besar responden 64-1% menggunakan pestisida rumah tangga untuk mengendalikan organisme pengganggu yang ada di perumahan. Gambar 3 memperlihatkan penggunaan paling tinggi terjadi pada responden yang bekerja sebagai nelayan

8 Persentase(%) untuk wilayah dan responden yang bekerja sebagai pegawai swasta untuk wilayah Nelayan Pedagang Pegawai Negeri Pekerjaan Pegawai Swasta Wiraswasta Gambar 3 Karakteristik pekerjaan dengan tindakan penggunaan pestisida pada kedua lokasi penelitian 4. Hubungan antara pendapatan dengan tindakan penggunaan pestisida rumah tangga Hasil uji z memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap proporsi responden untuk semua tingkatan pendapatan pada kedua lokasi penelitian. Sebagian besar responden (54-79%) menggunakan pestisida rumah tangga di perumahan. Berdasarkan Gambar 4 responden dengan kategori pendapatan sedang merupakan pengguna pestisida rumah tangga paling tinggi pada kedua lokasi. Karakteristik pendapatan berdasarkan hasil uji khi-kuadrat menunjukkan hasil yang positif atau adanya asosiasi (Tabel 5). Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi pendapatan yang diperoleh maka tindakan penggunaan pestisida juga meningkat.

9 Persentase(%) Rp.5.- Rp.1.5. Rp Rp.2.5. Pendapatan > Rp.2.5. Gambar 4 Karakteristik pendapatan dengan tindakan penggunaan pestisida pada kedua lokasi penelitian Tabel 5 Uji khi-kuadrat antara karakteristik responden dengan tindakan penggunaan pestisida pada kedua lokasi Karakteristik responden Hasil uji khi-kuadrat 1) Usia 6,5 (,261) 9,29 (,999) Pendidikan 8,145 (,167) 9,881 (,83) Pendapatan 7,145 (,67) 7,112 (,73) 1) Angka dalam kurung menunjukkan nilai P Alasan Penggunaan Pestisida Rumah Tangga Alasan menggunakan pestisida rumah tangga berdasarkan tabel yaitu, cepat memberikan hasil. Alasan ini merupakan alasan yang paling dominan dipilih oleh responden. Berdasarkan hasil uji z diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata untuk alasan penggunaan cepat memperoleh hasil dan penggunaannya yang praktis. Sebagian besar responden (86-89%) menggunakan pestisida karena alasan tersebut. Alasan lain adalah karena harganya murah dan karena kebiasaan. Kedua alasan tersebut berdasarkan hasil uji z menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Responden di memiliki nilai yang lebih tinggi di banding dengan di untuk alasan harganya murah dan responden di memiliki nilai persentase lebih tinggi untuk alasan penggunaan karena kebiasaan (Tabel 9).

10 Persentase (%) Persentase (%) Cepat memberikan hasil Praktis Harganya murah Kebiasaan Alasan penggunaan Gambar 5 Alasan penggunaan pestisida rumah tangga di dan (= berbeda nyata pada α=,1) Formulasi Pestisida yang Digunakan Formulasi yang sering digunakan berdasarkan hasil survei adalah lotion dan aerosol. Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa responden di lebih banyak menggunakan pestisida dengan formulasi lotion, sedangkan responden di lebih banyak menggunakan formulasi aerosol. Pemilihan formulasi ini dikarenakan kedua formulasi mudah untuk digunakan dan tidak diperlukan keahlian khusus untuk menggunakannya serta harganya yang terjangkau Cair Aerosol Padat Lotion Jenis formulasi Gambar 6 Formulasi yang sering digunakan responden pada kedua lokasi

11 Frekuensi Penggunaan Pestisida pada Perumahan Frekuensi penggunaan pestisida di kedua lokasi dapat dilihat pada Tabel 6, frekuensi penggunaan yang paling dominan adalah kurang dari dua kali dalam sehari dengan nilai persentase antara 69-71%. Berdasarkan hasil uji z, nilai tersebut tidak berbeda nyata. Ini menunjukkan bahwa proporsi responden pada kedua lokasi sama untuk penggunaan pestisida dengan frekuensi tersebut. Tabel 6 Frekuensi penggunaan pestisida rumah tangga di dan di beserta hasil uji statistik Frekuensi penggunaan Persentase responden (%) Nilai P < 2 kali 69 71, kali > 3 kali 4 2,28 Sumber Informasi Pestisida Rumah Tangga Sumber informasi mengenai pestisida diperoleh responden dari buku, pengalaman orang lain, media cetak dan media elektronik. Namun, sumber informasi yang paling tinggi berpengaruh pada responden adalah dari pengalaman orang lain dan media elektronik. Responden lebih percaya pada sumber tersebut dikarenakan telah terlihat hasil yang dirasakan oleh orang lain yang mereka percaya dan karena iklan yang ditampilkan di televisi atau di radio. Tabel 7 Sumber informasi pestisida rumah tangga pada kedua lokasi Sumber informasi Persentase sumber informasi (%) Nilai P Buku 17 16,41 Pengalaman orang lain 37 35,244 Media cetak 14 2,248 Media elektronik 32 29,233 Merek Pestisida Rumah Tangga yang Sering Digunakan Jenis pestisida yang umum digunakan untuk pengendalian adalah insektisida. Hal ini dikarenakan hama permukiman yang banyak mengganggu adalah nyamuk dan kecoa. Sedangkan untuk tikus, selain menggunakan rodentisida responden juga menggunakan perangkap dan pengendalian secara

12 fisik-mekanis. Insektisida yang digunakan secara dominan di adalah Baygon, Sevin, HIT, Vape, Kapur Bagus, Autan dan Raid, sedang di yang paling dominan adalah Baygon, Sevin, Kapur Bagus, Vape dan HIT. Pada umumnya merek pestisida yang paling banyak digunakan baik itu di dan di adalah Baygon aerosol tutup merah, Sevin, Kapur Bagus, Vape, Autan dan Raid. Pemilihan merek dagang Baygon dan Autan sebagai jenis pestisida rumah tangga disebabkan kedua merek dagang tersebut merupakan merek dagang insekitisida pioneer, selain itu disebabkan harganya yang terjangkau, aman dan mudah diperoleh. Tabel 8 Merek dagang pestisida yang digunakan pada kedua lokasi Merek pestisida Persentase penggunaan (%) Nilai P Baygon aerosol tutup merah (sipermetrin,1 g/l, imiprotin,5 g/l, transflutrin,6 g/l) 27 29,156 Sevin (karbaril) 16 13,194 Kapur bagus (deltametrin,6%) 4,55 HIT (d-aletrin 7,8%) 14 15,5 Vape (praletrin,1% dan permetrin,25%) 23 25,298 Autan (diethyltoluamide 13%) 1 18,39 Raid (transflutrin,6% dan siflutrin,6%) 6,76 Sikap Responden dalam Penggunaan Pestisida Rumah Tangga Sikap dalam penggunaan pestisida rumah tangga adalah keefektifan pestisida dalam mengendalikan organisme pengganggu, pestisida merupakan bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia, dan pestisida merupakan pilihan utama pengendalian. Pilihan jawaban yang digunakan dalam pernyataan diklasifikasikan ke dalam lima pilihan jawaban yaitu tidak setuju, kurang setuju, ragu-ragu, setuju dan sangat setuju. Tabel 9 memperlihatkan sikap mengenai keefektifan pengendalian menggunakan pestisida dan sikap bahwa pestisida berbahaya bagi lingkungan dan manusia pada kedua lokasi berbeda nyata (P<,1). memiliki nilai

13 persentase yang lebih tinggi untuk sikap pestisida efektif untuk pengendalian, sedang memiliki nilai persentase lebih tinggi untuk sikap pestisida berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Sikap tersebut memperlihatkan bahwa responden memiliki sikap kepedulian yang lebih tinggi dibanding dengan responden di. Sikap pestisida sebagai pilihan utama pengendalian menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>,1), ini menunjukkan bahwa responden pada kedua lokasi memilih menggunakan pestisida sebagai pilihan utama pengendalian hama. Tabel 9 Sikap responden terhadap penggunaan pestisida rumah tangga dan hasil uji statistik Sikap responden Persentase responden (%) Nilai P Keefektifan pengendalian 52 35,15 Berbahaya bagi lingkungan dan manusia 47 62,23 Merupakan pilihan utama 38 33,248 Hasil yang berbeda nyata pada taraf nyata 1% (P<,1) 1. Hubungan antara usia dengan sikap penggunaan pestisida rumah tangga Hasil uji z memperlihatkan hasil yang berbeda nyata untuk sikap tentang keefektifan pengendalian menggunakan pestisida rumah tangga pada kisaran usia antara 31-4 tahun. Untuk kisaran usia lebih dari 4 tahun diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata. Sebesar 4-64% responden rumah tangga tua menyatakan sikap bahwa pestisida efektif untuk melakukan pengendalian terhadap masalah hama permukiman. Sikap yang menyatakan bahwa pestisida adalah bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia pada Gambar 7 menunjukkan hasil berbeda nyata yaitu pada usia 31-5 tahun. memiliki persentase lebih tinggi untuk usia 31-4 tahun dan sebaliknya responden memiliki persentase yang lebih tinggi untuk usia 41-5 tahun. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa responden rumah tangga sedang di dan responden rumah tangga tua di memiliki kepedulian yang lebih tinggi terhadap lingkungan dan manusia akibat penggunaan pestisida. Sebesar 57-66% responden menyatakan sikap bahwa pestisida adalah bahan kimia yang berbahaya dan sebesar 57-8% menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata untuk usia antara 21-3 tahun dan lebih dari 5 tahun (Gambar 7). Sikap yang menyatakan pestisida

14 Persetase (%) Persentase (%) merupakan pilihan utama untuk pengendalian berdasarkan hasil uji statistik diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata, ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan berbagai perbedaan tingkat usia menyatakan bahwa pestisida adalah pilihan utama untuk pengendalian hama permukiman di perumahan. Hasil uji khi-kuadrat diperoleh hasil bahwa karakteristik usia tidak berasosiasi dengan sikap dalam penggunaan pestisida rumah tangga (Tabel 1). Hal ini memperlihatkan bahwa perbedaan tingkat usia tidak berpengaruh terhadap sikap untuk menggunakan pestisida. Namun pada Gambar 7, memperlihatkan dengan semakin tinggi usia kepedulian terhadap lingkungan dan manusia dalam penggunaan pestisida semakin tinggi. Peningkatan tersebut berkaitan dengan masalah kesehatan. a tahun 31-4 tahun 41-5 tahun > 5 tahun Usia b 21-3 tahun 31-4 tahun 41-5 tahun > 5 tahun Usia

15 Persentase(%) c tahun 31-4 tahun 41-5 tahun > 5 tahun Usia Gambar 7 Usia responden dengan sikap responden a. keefektifan pengendalian, b. berbahaya bagi lingkungan dan manusia, c. pilihan utam pengendalian dikedua lokasi penelitian ( = berbeda nyata pada α =,1) 2. Hubungan antara pendidikan dengan sikap penggunaan pestisida rumah tangga Hasil uji z menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap sikap keefektifan pestisida untuk pengendalian. Berdasarkan Gambar 8a sebagian besar 5-63% responden yang berpendidikan SLTA hingga perguruan tinggi menunjukkan sikap bahwa pestisida efektif untuk pengendalian. Gambar 8a memperlihatkan dengan semakin tinggi pendidikan maka nilai persentasenya juga semakin tinggi terhadap sikap tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memilih sikap bahwa penggunaan pestisida efektif untuk pengendalian. Sikap yang menyatakan pestisida adalah bahan kimia berbahaya bagi lingkungan dan manusia berdasarkan hasil uji statistik pada tingkat pendidikan SLTP hingga perguruan tinggi menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Responden yang berpendidikan perguruan tinggi di memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding dengan di, sedangkan responden yang berpendidikan SLTA dan SLTP di memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan di (Gambar 8b). Namun untuk responden yang berpendidikan SD berdasarkan hasil uji tidak berbeda nyata, ini menunjukkan bahwa responden pada kedua lokasi yang berpendidikan SD sebagian besar memilih sikap tersebut (Gambar 8b). Berbeda dengan sikap pestisida sebagai pilihan utama pengendalian. Responden yang berpendidikan SD hingga SLTP

16 Persentase (%) Persentase (%) berdasarkan hasil uji z tidak berbeda nyata. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memilih pestisida sebagai pilihan utama pengendalian. Sedang responden yang berpendidikan perguruan tinggi menunjukkan hasil yang berbeda nyata, proporsi di lebih tinggi dibanding dengan di (Gambar 8c) untuk sikap pestisida sebagai pilihan utama. Karakteristik pendidikan berdasarkan uji khi-kuadrat (Tabel 1) menunjukkan adanya asosiasi antara pendidikan dengan sikap dalam menggunakan pestisida rumah tangga, tetapi tidak semua sikap menunjukkan adanya asosiasi. Pernyataan pestisida sebagai pilihan utama pengendalian tidak berasosiasi dengan pendidikan (P>,1), sedangkan pernyataan yang lain menunjukkan adanya asosiasi (P<,1). a SD SLTP SLTA PT Pendidikan b SD SLTP SLTA PT Pendidikan

17 Persentase (%) c SD SLTP SLTA PT Pendidikan Gambar 8 Tingkat pendidikan dengan sikap responden a. keefektifan pengendalian, b. bahaya bagi lingkungan dan manusia, c. pestisida sebagai pilihan utama (= berbeda nyata pada α=,1) 3. Hubungan antara pekerjaan dengan sikap penggunaan pestisida rumah tangga Sikap yang menunjukkan pestisida efektif untuk pengendalian dan pestisida sebagai pilihan utama pengendalian berdasarkan hasil uji z menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, secara umum responden berpendapat bahwa penggunaan pestisida efektif untuk pengendalian dan menjadi pilihan utama untuk pengendalian hama permukiman. Sedang jenis pekerjaan pegawai negeri dan pedagang, berdasarkan hasil uji statistik diperoleh hasil yang berbeda nyata untuk sikap pestisida adalah bahan kimia berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Responden di memiliki persentase lebih tinggi dibanding dengan di (Gambar 9). Pada gambar 9a memperlihatkan pada lokasi responden dengan jenis pekerjaan nelayan dan di responden dengan jenis pekerjaan pegawai swasta menunjukkan hasil yang paling tinggi berpendapat bahwa pestisida sebagai pilihan utama pengendalian.

18 Persentase (%) Persentase (%) Persentase (%) a Nelayan Pedagang Pegawai Negeri Jenis pekerjaan Pegawai Swasta Wiraswasta b Nelayan Pedagang Pegawai Negeri Jenis pekerjaan c Pegawai Swasta Wiraswasta Nelayan Pedagang Pegawai Negeri Jenis pekerjaan Pegawai Swasta Wiraswasta Gambar 9 Jenis pekerjaan dengan sikap responden a. keefektifan pengendalian, b. bahaya bagi lingkungan dan manusia, c. pestisida sebagai pilihan utama

19 4. Hubungan antara pendapatan dengan sikap penggunaan pestisida rumah tangga Karakteristik pendapatan berdasarkan hasil uji z menunjukkan hasil bahwa sikap pestisida rumah tangga efektif untuk pengendalian tidak berbeda nyata, yang artinya responden pada ketiga kategori pendapatan di kedua lokasi memiliki sikap bahwa pestisida efektif untuk pengendalian. Gambar 1a memperlihatkan pendapatan dengan kategori sedang dan tinggi memiliki nilai persentase yang sama terhadap sikap keefektifan penggunaan pestisida. Responden dengan kategori pendapatan rendah dan tinggi berdasarkan hasil uji z menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, sedangkan responden dengan kategori sedang menunjukkan hasil yang berbeda nyata untuk sikap pestisida berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Sebagian besar responden menyatakan pestisida adalah bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Responden dengan kategori pendapatan sedang di memiliki nilai persentase yang lebih tinggi dibanding dengan responden di (Gambar 1b) untuk sikap tersebut. Pestisida sebagai pilihan utama berdasarkan tabel di atas menunjukkan, responden dengan kategori pendapatan rendah dan sedang diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata, sedang responden dengan kategori pendapatan tinggi diperoleh hasil yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa pestisida adalah pilihan utama pengendalian. Pada gambar 1c terlihat responden dengan pendapatan tinggi memiliki nilai persentase paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Berdasarkan hasil uji khi-kuadrat diketahui bahwa pendapatan memiliki asosiasi (P<,1) dengan sikap dalam penggunaan pestisida rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan maka sikap terhadap penggunaan pestisida rumah tangga diharapkan dapat semakin baik (Tabel 1).

20 Persentase (%) Persentase (%) Persentase (%) a Rp.5.- Rp.1.5. Rp Rp.2.5. > Rp.2.5. Pendapatan b Rp.5.- Rp.1.5. Rp Rp.2.5. > Rp.2.5. Pendapatan c Rp.5.- Rp.1.5. Rp Rp.2.5. > Rp.2.5. Pendapatan Gambar 1 Pendapatan dengan sikap responden a. keefektifan pengendalian, b. bahaya bagi lingkungan dan manusia, c. pestisida sebagai pilihan utama (= berbeda nyata pada α=,1)

21 Tabel 1 Uji khi-kuadrat antara karakteristik responden dengan sikap penggunaan pestisida rumah tangga Karakteristik responden Hasil uji khi-kuadrat 1) Usia Keefektifan pestisida 8,92 (,961) 7,84 (,797) Berbahaya bagi lingkungan dan manusia 8,982 (,447) 8,821 (,251) Pilihan utama pengendalian 9,3 (,996) 8,842 (,924) Pendidikan Keefektifan pestisida 7,44 (,3) 4,116 (,81) Berbahaya bagi lingkungan dan manusia 5,274 (,92) 8,281 (,63) Pilihan utama pengendalian 9,612 (,97) 7,787 (,82) Pendapatan Keefektifan pestisida 5,643 (,55) 5,998 (,48) Berbahaya bagi lingkungan dan manusia 6,126 (,29) 4,984 (,3) Pilihan utama pengendalian 5,59 (,31) 5,11 (,64) 1) Angka dalam kurung menunjukkan nilai P Pengetahuan Dalam Menggunakan Pestisida Rumah Tangga Tabel 11 menyajikan persentase responden mengenai pengetahuan penggunaan pestisida rumah tangga pada kedua kota dan hasil uji z. Berdasarkan tabel di bawah terlihat bahwa pengetahuan pestisida pada kedua lokasi mengenai pengertian pestisida tidak berbeda nyata (P>,1) yang artinya pada kedua lokasi sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang sama tentang pengertian pestisida. Untuk pengetahuan mengenai jenis pestisida berdasarkan Tabel 11 menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<,1). memiliki persentase lebih tinggi dibanding dengan dalam hal pengetahuan tentang jenis pestisida. Tabel 11 Pengetahuan responden tentang pestisida rumah tangga Persentase responden (%) Pengetahuan responden Nilai P Pengertian pestisida 75 69,183 Jenis pestisida 92 85,98 Hasil yang berbeda nyata pada taraf nyata 1% (P<,1) 1. Hubungan antara usia dengan pengetahuan responden Gambar 11 menyajikan hasil uji z karakteristik usia responden terhadap pengetahuan penggunaan pestisida. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa distribusi usia yang mengetahui tentang pestisida rumah tangga pada kedua lokasi

22 Persentase (%) Persentase (%) secara umum adalah responden yang berusia di atas 4 tahun 7-79% untuk pengetahuan mengenai pengertian pestisida. Tetapi untuk responden dengan usia dibawah 4 tahun berdasarkan hasil uji statistik diperoleh hasil yang berbeda nyata untuk pengetahuan mengenai pengertian pestisida. Hal ini terlihat pada Gambar 11a yaitu responden di lebih tinggi dibanding dengan di. Berbeda dengan pengetahuan tentang jenis pestisida, diperolah hasil yang berbeda nyata untuk responden dengan usia antara 31 tahun hingga 5 tahun. Gambar 11b memperlihatkan bahwa responden di lebih tinggi persentasenya dibanding dengan di untuk pengetahuan mengenai jenis pestisida rumah tangga. Berdasarkan hasil uji khi-kuadrat (Tabel 12) karakteristik usia pada kedua lokasi dengan pengetahuan terdapat asosiasi atau berkorelasi positif (P<,1). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi usia responden maka tingkat pengetahuan yang dalam hal ini adalah pengertian dan jenis pestisida juga semakin meningkat. Hal ini juga terlihat dari Gambar 11 yaitu adanya kecenderungan peningkatan pengetahuan seiiring dengan peningkatan usia a 21-3 tahun 31-4 tahun 41-5 tahun > 5 tahun Usia b tahun 31-4 tahun 41-5 tahun > 5 tahun Usia Gambar 11 Usia responden dengan pengetahuan responden a. pengertian pestisida b. jenis pestisida di dan (= berbeda nyata pada α=,1)

23 2. Hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan responden Karakteristik pendidikan dengan pengetahuan berdasarkan hasil uji khikuadrat menunjukkan tidak adanya asosiasi atau pengaruh antara pendidikan dengan pengetahuan mengenai jenis pestisida rumah tangga, tetapi menunjukkan adanya pengaruh antara pendidikan dengan pengetahuan mengenai pengertian pestisida rumah tangga (Tabel 12). Hasil tersebut menjelaskan bahwa semakin tinggi pendidikan tidak selalu mengetahui dan memahami tentang pestisida rumah tangga. Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa terjadi kecenderungan peningkatan pengetahuan tentang pestisida rumah tangga pada kedua lokasi penelitian, meskipun hasil uji khi-kuadrat menunjukkan hasil yang tidak berhubungan pada pengetahuan tentang jenis pestisida. Hasil uji z memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata untuk pengetahuan tentang pengertian pestisida, sebagaian besar responden mengetahui tentang pengertian pestisida. Untuk pengetahuan jenis pestisida responden yang berpendidikan SLTP menunjukkan hasil yang berbeda nyata, responden di persentasenya lebih tinggi dibanding dengan responden di. Berdasarkan Gambar 12 kedua lokasi secara umum memiliki pola distribusi yang sama. Sebagian besar responden 68-85% yang berpendidikan antara SLTA hingga perguruan tinggi pada kedua lokasi mengetahui tentang pengertian dan jenis dari pestisida rumah tangga serta sebanyak 3-77% responden berpendidikan SD hingga SLTP juga mengetahui tentang pengetahuan pestisida rumah tangga.

24 Persentase (%) Persentase (%) a SD SLTP SLTA PT Pendidikan b SD SLTP SLTA PT Pendidikan Gambar 12 Pendidikan responden dengan pengetahuan mengenai a. pengertian pestisida dan b. jenis pestisida dikedua lokasi penelitian 3. Hubungan antara pekerjaan dengan pengetahuan pestisida rumah tangga Hasil uji z memperlihatkan polas distribusi yang sama untuk jenis pekerjaan. Gambar 13 memperlihatkan jenis pekerjaan yang berada dalam lingkup perkantoran memiliki nilai persentase yang paling tinggi khususnya jenis pekerjaan pegawai swasta dan pegawai negeri. Untuk pengetahuan mengenai jenis pestisida, pada Gambar 13 terlihat bahwa jenis pekerjaan wiraswasta di memiliki proporsi yang lebih tinggi dibanding di. Hasil uji z memperlihatkan pada kedua lokasi memiliki pola yang sama untuk semua jenis pekerjaan (P>,1). Sebagian besar responden (76-78%) di kedua lokasi bekerja sebagai pedagang, pegawai negeri, pegawai swasta dan wiraswasta, sedangkan sebanyak 1-2% responden bekerja sebagai nelayan (Gambar 13).

25 Persentase (%) Persentase (%) a Nelayan Pedagang Pegawai Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Jenis pekerjaan b Nelayan Pedagang Pegawai Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Jenis pekerjaan Gambar 13 Pekerjaan responden dengan pengetahuan mengenai a. pengertian pestisida dan b. jenis pestisida dikedua lokasi penelitian 4. Hubungan antara pendapatan dengan pengetahuan pestisida rumah tangga Karakteristik pendapatan dengan pengetahuan berdasarkan uji khi-kuadrat menunjukkan hasil adanya asosiasi atau terdapat hubungan antara pendapatan dengan pengetahuan mengenai pengertian pestisida (P<,1), tetapi tidak menunjukkan adanya asosiasi antara pendapatan dengan pengetahuan jenis pestisida (Tabel 12). Berdasarkan hasil uji z terlihat bahwa semua tingkat pendapatan tidak berbeda nyata terhadap pengetahuan antara kedua lokasi, sebagian besar responden yang berpenghasilan antara Rp 5.,- hingga lebih dari Rp 2.5.,- mengetahui tentang pestisida, baik itu pengertian dan jenis dari pestisida. Berdasarkan Gambar 13 terdapat kecenderungan peningkatan

26 Persentase (%) Persentase (%) pengetahuan dengan semakin meningkatnya penghasilan. Peningkatan paling tinggi terlihat pada kategori penghasilan sedang untuk pengetahuan tentang jenis pestisida dan kategori pendapatan tinggi untuk pengetahuan tentang pengertian pestisida pada kedua lokasi. a Rp.5.- Rp.1.5. Rp Rp.2.5. > Rp.2.5. Pendapatan b Rp.5.- Rp.1.5. Rp Rp.2.5. > Rp.2.5. Pendapatan Gambar 14 Pendapatan responden dengan pengetahuan mengenai a. pengertian pestisida dan b. jenis pestisida di kedua lokasi penelitian

27 Tabel 12 Hasil uji khi-kuadrat antara karakteristik responden dengan pengetahuan Karakteristik responden Hasil uji khi-kuadrat 1) Usia Pengertian pestisida 7,239 (,65) 6,519 (,89) Jenis pestisida 6,581 (,81) 5,282 (,89) Pendidikan Pengertian pestisida 7,239 (,65) 7,652 (,54) Jenis pestisida 6,581 (,681) 5,282 (,89) Pendapatan Pengertian pestisida 7,37 (,12) 8,286 (,16) Jenis pestisida 8,31 (,236) 7,787 (,332) 1) Angka dalam kurung menunjukkan nilai P Pembahasan Karakteristik Responden Karakteristik individu merupakan uraian suatu populasi yang dinyatakan dalam besaran (size), struktur dan distribusi. Besaran digambarkan sebagai jumlah orang dalam masyarakat, sedang struktur menggambarkan masyarakat dalam aspek pendapatan, pendidikan, pengetahuan dan sebagainya (Handayasari 28). Berdasarkan hasil survei, rumah tangga di dan secara umum responden berusia di bawah 4 tahun dengan sebagian besar berpendidikan SLTA hingga perguruan tinggi (Tabel 1). Tingginya persentase responden yang berpendidikan hingga perguruan tinggi dikarenakan pada kedua lokasi penelitian merupakan kota besar dengan tersedianya beragam fasilitas pendidikan. Pendidikan adalah sumber daya manusia potensial yang merupakan kunci utama kemajuan. Pendidikan itu sendiri adalah proses alih informasi dan nilai-nilai yang ada (Handayasari 28). Jenis pekerjaan pada kedua lokasi sebagian besar responden bekerja sebagai pegawai swasta dan pegawai negeri. Hal ini dikarenakan pada kedua lokasi merupakan kota besar dan pusat dari perekonomian sehingga lapangan pekerjaan serta kesempatan kerja yang tersedia lebih banyak. Pendapatan adalah sumberdaya material yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukan untuk mencari nafkah yang umumnya diterima dalam bentuk uang (Handayasari 28). Berdasarkan hasil survei distribusi pendapatan pada kedua kota berkisar

28 antara Rp 5.,- hingga lebih dari Rp 2.5.,- dan sebagian besar berpenghasilan antara Rp 2..,- hingga lebih dari Rp 2.5.,-. Peran pendapatan dapat menentukan tindakan pengeluaran untuk menggunakan suatu produk (Engel et al 1995). Permasalahan dan Upaya Pengendalian Hama Permukiman pada Rumah Tangga Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa hama permukiman yang sering menjadi masalah di perumahan adalah nyamuk, tikus, kecoa, semut, rayap dan lalat. Hama tersebut pada umumnya berada di dalam dan di luar rumah. Menurut Nafis (29), nyamuk, tikus, kecoa dan lalat merupakan hama yang cukup meresahkan masyarakat karena dapat menimbulkan berbagai penyakit dan kenyamanan bagi anggota keluarga. Diperoleh hasil yang berbeda nyata untuk hama kecoa dan lalat, persentase di lebih tinggi dibanding dengan di (Tabel 2). Hal ini disebabkan responden lebih toleransi terhadap kehadiran hama tersebut, responden pada umumnya mengabaikan kehadiran kecoa dan lalat di rumah. Responden beranggapan kehadiran hama tersebut belum terlalu menganggu kenyamanan dan merugikan. Tingginya persentase jenis hama permukiman di perumahan pada kedua lokasi, disebabkan pada kedua lokasi merupakan lokasi yang padat penduduk. Selain itu, tata letak permukiman yang saling berhimpitan menyebabkan kurangnya ruang untuk organisme hidup sehingga organisme-organisme tersebut mendesak masuk ke dalam lingkungan manusia. Kondisi lingkungan yang sesuai dapat mendukung hama untuk hidup dan berkembang biak. Salah satunya adalah lingkungan sekitar perumahan yang kotor dan lembab. Selain itu, ketersediaan makanan yang berlimpah (sisa makanan manusia) dan sampah adalah penyebab hama tersebut muncul (Sigit 27). Berdasarkan hasil survei, faktor lingkungan yang menyebabkan munculnya permasalahan hama permukiman tersebut. Faktor tersebut adalah lingkungan di sekitar rumah yang tidak bersih dalam pengertian sanitasi di sekitar rumah kurang terawat. Tidak tersedianya tempat pembuangan sampah mengakibatkan responden rumah tangga membuang sampah di dekat rumah mereka, seperti membuang

29 sampah di depan atau di belakang rumah. Masalah tersebut dapat memicu munculnya tikus, nyamuk, kecoa dan lalat ataupun hama permukiman lainnya. Adanya permasalahan tersebut responden berusaha untuk melakukan pencegahan ataupun pengendalian hama permukiman. Upaya pengendalian hama permukiman dilakukan responden dengan berbagai cara. Hasil survei memperlihatkan berbagai tindakan yang dilakukan responden untuk mengendalikan hama permukiman seperti menggunakan perangkap, cara fisikmekanis dengan cara langsung dibunuh dan menggunakan pestisida. Tetapi tidak semua responden melakukan upaya pengendalian, ada beberapa responden yang membiarkan keberadaan hama tersebut karena dianggap tidak mengganggu, membahayakan, dan merugikan. Namun, upaya pengendalian yang paling banyak dilakukan responden adalah menggunakan pestisida. Pada kedua lokasi upaya pengendalian menggunakan cara ini yang paling banyak dilakukan. Responden lebih banyak menggunakan cara ini untuk pengendalian dibanding dengan (Tabel 3). Menurut responden, penggunaan pestisida untuk pengendalian dinilai lebih mudah dan dapat memberikan hasil yang cepat. Pengendalian ini dilakukan untuk semua hama permukiman. Hama permukiman yang umum dikendalikan adalah nyamuk, kecoa dan tikus. Pengendalian kecoa dan nyamuk umumnya dikendalikan dengan menggunakan insektisida. Namun untuk tikus, selain menggunakan rodentisida digunakan pula perangkap ataupun dengan cara fisik-mekanis yaitu membunuh secara langsung. Semut dikendalikan dengan menggunakan kapur semut yang banyak dijual di pasaran dan untuk rayap umumnya disemprot menggunakan minyak tanah atau insektisida dalam bentuk cair. Sejalan dengan survei yang dilakukan Balai Besar Sumber Daya Alam Jawa Timur di Solo Jawa Tengah, rata-rata setiap rumah tangga menggunakan dua jenis pestisida untuk mengendalikan hama permukiman. Pestisida rumah tangga yang digunakan adalah pembasmi nyamuk, kecoa dan lalat. Upaya pengendalian yang dilakukan responden selain menggunakan pestisida, responden juga menggunakan cara lain. Penggunaan cara lain dilakukan karena beberapa responden memiliki balita, sehingga mereka melakukan pengendalian tanpa menggunakan bahan kimia agar anak mereka terhindar dari resiko penggunaan pestisida. Cara lain yang digunakan adalah dengan menggunakan kelambu (34%), tanaman lavender

30 (32%), raket listrik (15%) dan menggunakan kipas angin (19%). Penggunaan kelambu memiliki nilai persentase yang paling tinggi, disebabkan penggunaan kelambu dinilai dapat memberikan perlindungan dari serangga khususnya nyamuk. Selain itu, dengan menggunakan kelambu dapat meminimalis terjadinya keracunan akibat penggunaan pestisida. Jenis serangga berbahaya seperti nyamuk dan lalat, paling aman diatasi dengan penataan lingkungan sehingga tercipta lingkungan yang bersih, kering, rapi, terang dan tanpa genangan air. Adapun penanggulangan secara fisik dapat dilakukan dengan kasa atau kelambu, sapu lidi, raket listrik atau kipas angin. Apabila dengan cara-cara tersebut tidak teratasi maka alternatif terakhir adalah menggunakan bahan kimiawi alami seperti minyak tawon, minyak kayu putih, minyak cengkeh. Jika keadaan mengharuskan menggunakan pestisida, maka perlu menentukan selang waktu yang aman antara saat penyemprotan dengan saat masuk ke kamar (Fendi 29). Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Terhadap Penggunaan Pestisida Rumah Tangga Adanya kehadiran hama di lingkungan permukiman menyebabkan munculnya berbagai permasalahan, sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian. Berbagai upaya pengendalian dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut dan salah satunya adalah dengan menggunakan pestisida rumah tangga. Responden memilih menggunakan pestisida untuk pengendalian karena cepat diperoleh hasil, penggunaannya yang mudah dan praktis. Berdasarkan survei, tindakan menggunakan pestisida rumah tangga lebih tinggi (68-77%) dibanding dengan tidak menggunakan pestisida (23-32%) dan diperoleh hasil yang berbeda nyata. Responden di memiliki nilai persentase yang lebih tinggi (77%) dibanding dengan di (68%) (Tabel 4), hal tersebut disebabkan responden lebih toleransi terhadap penggunaan pestisida. Alasan digunakannya pestisida pada rumah tangga berdasarkan hasil survei cukup beragam, namun yang paling dominan adalah karena menggunakan pestisida cepat memberikan hasil (49%) dan karena penggunaan pestisida yang mudah dan praktis (37%), selain itu harganya yang murah atau karena mengikuti kebiasaan yang sudah ada. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh

31 Yuliani (27), yang mana responden memilih menggunakan pestisida karena mudah penggunaannya dan langsung terlihat hasilnya. Formulasi pestisida yang digunakan sebagian besar responden pada kedua lokasi adalah formulasi aerosol dan lotion. Penggunaan formulasi ini karena penggunaannya yang mudah, mudah diperoleh di pasaran dan kedua jenis formulasi tersebut tidak menimbulkan asap yang dapat mengotori rumah. Selain itu, karena jenis hama yang banyak mengganggu adalah nyamuk dan kecoa. Jenis formulasi aerosol sering digunakan untuk mengendalikan nyamuk, kecoa dan lalat, sedangkan lotion umumnya untuk mengendalikan nyamuk. Responden lebih memilih menggunakan formulasi aerosol untuk mengendalikan nyamuk, sedangkan responden lebih memilih menggunakan formulasi lotion. Hama kecoa pada kedua lokasi dikendalikan dengan menggunakan formulasi aerosol. Namun pada Gambar 6 formulasi cair juga banyak digunakan untuk pengendalian, khususnya untuk responden di. Formulasi dalam bentuk cair banyak digunakan untuk mengendalikan hama seperti nyamuk dan kecoa. Banyaknya promosi produk pestisida dalam bentuk cair secara tidak langsung mempengaruhi minat beli masyarakat (Nafis 29). Berbeda dengan hasil survei yang dilakukan di Solo, Jawa Tengah, obat nyamuk bakar menduduki peringkat pertama yang diikuti obat nyamuk semprot (Balai Besar Sumber Daya Alam Jawa Timur 9 Februari 29). Merek pestisida rumah tangga yang paling sering digunakan adalah Baygon aerosol tutup merah, Sevin, Kapur Bagus, HIT, Vape, Autan dan Raid. Namun, dari beberapa merek dagang tersebut yang paling dominan digunakan adalah merek dagang Baygon dengan formulasi aerosol dan Autan dengan formulasi lotion. Pemilihan merek dagang tersebut disebabkan kedua merek tersebut merupakan merek dagang yang pertama ada di Indonesia atau merupakan pioneer. Alasan lain yang menyebabkan responden memilih merek tersebut adalah karena harganya yang terjangkau dan karena kebiasaan. Kepercayaan akan merek mempengaruhi responden untuk tetap memilih merek insektisida tersebut. Racun serangga (insektisida) dalam rumah tangga sering digunakan untuk mengusir atau membunuh nyamuk, kecoa, lalat atau semut. Insektisida yang

32 digunakan pada rumah tangga umumnya berbahan aktif pirentrin, karbamat dan piretroid. Piretroid adalah sintetik dari piretrin yang merupakan ekstrak dari bunga krisan yang telah dikeringkan. Umumnya senyawa ini memiliki pengaruh knock down pada serangga, tidak terlalu tahan di lingkungan dan toksisitas yang rendah terhadap manusia, karena kecepatan metabolisme tubuh membuat senyawa ini tidak aktif, tetapi apabila tertelan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian (Dadang 27). Secara umum, responden di menggunakan insektisida untuk mengendalikan nyamuk mengunakan insektisida merek dagang Baygon dengan formulasi aerosol, sedang responden menggunakan insektisida merek dagang Autan dengan formulasi lotion. Untuk mengendalikan kecoa, pada kedua lokasi mengunakan insektisida dengan merek dagang Baygon formulasi aerosol. Pemilihan merek dan formulasi tersebut dikarenakan kelebihan yang ditawarkan, seperti mudah penggunaannya dan harganya terjangkau. Berdasarkan hasil survei penggunaan pestisida dalam hal ini insektisida, dilakukan dengan frekuensi sekali dalam sehari dan umumnya dilakukan pada waktu malam hari atau sore hari. Menurut Prasojo (1984), dalam menggunakan pestisida harus diperhatikan waktu pengaplikasiannya yaitu pada waktu pagi dan sore hari, tidak dianjurkan melakukan pengendalian menggunakan pestisida yang terlalu sering. Penggunaan pestisida dengan frekuensi tersebut disebabkan sebelum menggunakan insektisida, responden membaca label petunjuk pemakaian, sebesar 64% responden membaca terlebih dahulu label petunjuk penggunaan. Tindakan aplikasi harus dilakukan secara benar sehingga diperoleh hasil yang optimal dengan tingkat resiko terhadap manusia dan hewan bukan sasaran minimal. Teknik aplikasi insektisida yang benar sangat diperlukan agar insektisida yang diaplikasikan dapat didistribusikan kesemua ruangan secara merata. Pemilihan jenis formulasi serta cara pemakaian yang benar akan memperoleh hasil yang efektif (Nafis 29). Pemilihan jenis formulasi dan merek dagang pestisida dapat diperoleh dari berbagai sumber informasi. Informasi mengenai pestisida dapat diperoleh dari berbagai media, baik itu cetak maupun elektronik ataupun dari pengalaman orang lain. Hasil survei memperlihatkan bahwa sumber informasi mengenai pestisida

33 rata-rata bersumber dari media elektronik dan pengalaman orang lain, hal ini sejalan dengan Nafis (29) sumber informasi yang diperoleh masyarakat mengenai pestisida untuk mengendalikan hama permukiman rata-rata bersumber dari televisi dan pengalaman. Sumber informasi tersebut diduga memiliki pengaruh yang besar terhadap keputusan menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama permukiman. Berbagai sarana informasi dapat membantu masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai jenis pestisida yang dapat digunakan untuk pengendalian, seperti supplier pestisida, tetangga, teman, toko, televisi, petugas kesehatan, majalah atau brosur dan pengalaman (Nafis 29). Upaya pengendalian dengan menggunakan pestisida memiliki proporsi yang cukup tinggi karena dinilai efektif untuk mengendalikan hama permukiman. Keefektifan dari penggunaan pestisida yang digunakan pada kedua lokasi menunjukkan persentase yang tinggi yaitu 93% untuk dan 9% untuk. Keefektifan ini terlihat dari tidak adanya gangguan yang dirasakan dan terlihatnya serangga atau organisme sasaran yang mati setelah menggunakan pestisida. Tingginya tindakan penggunaan pestisida rumah tangga untuk pengendalian hama permukiman pada kedua lokasi dapat dipengaruhi oleh sikap yang dimiliki responden, karena sikap dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Sikap terhadap pestisida rumah tangga oleh responden adalah pestisida efektif untuk pengendalian hama permukiman dan merupakan pilihan utama untuk pengendalian. Sikap kepedulian terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pestisida terhadap lingkungan dan manusia dinilai kurang, karena berdasarkan hasil survei persentase yang diperoleh cukup rendah. Namun, untuk responden sikap terhadap penggunaan pestisida rumah tangga adalah penggunaan pestisida untuk pengendalian dinilai kurang efektif, selain itu pestisida bukanlah pilihan utama untuk pengendalian hama permukiman. Sedang, untuk kepedulian terhadap dampak penggunaan pestisida terhadap lingkungan dan manusia responden lebih tinggi dibanding dengan responden. Hal ini disebabkan responden lebih toleransi terhadap penggunaan pestisida, karena responden pada umumnya sebelum menggunakan pestisida dilakukan upaya pengendalian dengan cara fisik-mekanis atau menggunakan

34 perangkap. Sehingga tingkat penggunaan pestisida di lebih rendah dibanding dengan di. Sikap (attitudes) adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan seseorang, sikap merupakan ungkapan perasaan seseorang tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan seseorang terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Konsep sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan dan perilaku. Pembentukan sikap konsumen seringkali menggambarkan hubungan kepercayaan, sikap, dan perilaku (Sumarwan 25). Selain itu, sikap memiliki beberapa ciri khas yang dapat dibedakan dengan pendorong-pendorong perilaku pada diri manusia. Ciri-ciri tersebut adalah sikap tidak dibawa sejak lahir, sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap, sikap dapat tertuju pada suatu objek saja tetapi juga dapat tertuju pada sekumpulan objek-objek, sikap itu dapat berlangsung lama atau sementara (Purwanto 1998). Pengetahuan (knowledge) adalah semua keahlian dan kemampuan yang dimiliki seseorang dari pengalaman atau pendidikan, secara teori atau praktek untuk memahami suatu subjek (Sarwono 1999). Pengetahuan terhadap pestisida baik pengertian dan jenis pestisida, pada kedua lokasi memiliki nilai persentase yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui dan memahami tentang pestisida. Responden memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dibanding dengan responden. Tingginya pengetahuan yang dimiliki responden tidak sejalan dengan tindakan dan sikap terhadap penggunaan pestisida rumah tangga. memiliki persentase pengetahuan yang lebih tinggi namun, tindakan penggunaannya juga tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya tingkat pengetahuan tidak berpengaruh terhadap tindakan penggunaan pestisida. Sedang untuk sikap, dengan pengetahuan yang dimiliki responden pada kedua lokasi berpendapat bahwa pestisida merupakan pilihan utama untuk pengendalian. Sikap tersebut yang cenderung berpengaruh terhadap tingginya tingkat penggunaan pestisida di permukiman. Secara umum pengetahuan di lebih baik dibanding dengan di, sedang sikap terhadap penggunaan pestisida responden di sebagian besar beranggapan bahwa pestisida merupakan pilihan utama dan efektif

TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Pestisida Rumah Tangga

TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Pestisida Rumah Tangga TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Pestisida Rumah Tangga Penggunaan pestisida saat ini tidak hanya dalam bidang pertanian, namun telah banyak digunakan dalam bidang kesehatan, rumah tangga, perkantoran, dan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA RUMAH TANGGA DI JAKARTA DAN SURABAYA DWI RAKHMA SETYAWATI

PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA RUMAH TANGGA DI JAKARTA DAN SURABAYA DWI RAKHMA SETYAWATI PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA RUMAH TANGGA DI JAKARTA DAN SURABAYA DWI RAKHMA SETYAWATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK DWI RAKHMA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Jenis Hama yang Terdapat di Perumahan HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Survei Survei dilakukan di perumahan, restoran, dan rumah sakit di Jakarta Utara, Depok, dan Bogor dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan hama yang terdapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil survei terhadap 30 responden di setiap lokasi mengenai tingkat pendidikan masyarakat di Daerah Sindang Barang, Cibanteng, Balio, dan Ciledug dapat

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Pemikiran Permukiman adalah suatu suatu ekosistem, dimana masyarakat sebagai komponen sosial sekaligus merupakan komponen biologis, sementara kondisi

Lebih terperinci

READY-TO-USE (RTU) Ada beberapa macam jenis RTU, antara lain oil spray dan aerosol yang banyak dijual untuk rumah tangga.

READY-TO-USE (RTU) Ada beberapa macam jenis RTU, antara lain oil spray dan aerosol yang banyak dijual untuk rumah tangga. (LANJUTAN) READY-TO-USE (RTU) Ada beberapa macam jenis RTU, antara lain oil spray dan aerosol yang banyak dijual untuk rumah tangga. Untuk pemakaian professional adalah ULV. Formulasi ini siap pakai dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o sampai

V. GAMBARAN UMUM. Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o sampai V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Kota Depok 5.1.1 Letak dan Keadaan Geografi Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o 19 00 sampai 6 o 28 00 Lintang Selatan dan 106 o 43 00 sampai 106

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pemantauan Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu. dan binatang pengganggu lainnya yaitu pemantauan vektor penyakit dan

BAB V PEMBAHASAN. A. Pemantauan Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu. dan binatang pengganggu lainnya yaitu pemantauan vektor penyakit dan BAB V PEMBAHASAN A. Pemantauan Vektor Penyakit dan Binatang Pengganggu Dari hasil wawancara dengan petugas kesehatan lingkungan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta tentang pemantauan vektor penyakit

Lebih terperinci

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR 62 PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR A. Data Umum 1. Nomor Responden : 2. Nama : 3. Umur : 4. Jenis Kelamin : a.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Geografis Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus ibu kota negara Indonesia. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah genangan pasang adalah daerah yang selalu tergenang air laut pada waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran rendah di dekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia kesehatan masyarakat merupakan masalah utama, hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban dan suhu yang berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dan merupakan penyakit endemis di Indonesia. 1 Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK KONSUMEN DALAM PROSES PEMBELIAN KOPIKO BROWN COFFEE

BAB V KARAKTERISTIK KONSUMEN DALAM PROSES PEMBELIAN KOPIKO BROWN COFFEE BAB V KARAKTERISTIK KONSUMEN DALAM PROSES PEMBELIAN KOPIKO BROWN COFFEE 5.1 Sejarah Kota Depok Depok bermula dari sebuah Kecamatan yang berada di lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN ANALISA BAB V HASIL DAN ANALISA 5.1 Hasi Penelitian Berdasarkan penyebaran kuesioner kepada responden diperoleh hasil sebagai berikut : 5.1.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Dalam penelitian ini uji validitas menggunakan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan 18 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Lubuk Gaung adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau. Kelurahan Lubuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) Kelompok Intervensi O1 X O2

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) Kelompok Intervensi O1 X O2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) dengan rancangan Separate Sample Pretest-Postest (Notoatmodjo, 2005). Pretest Intervensi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel 343 KK. Adapun letak geografis Kecamatan Bone sebagai berikut :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel 343 KK. Adapun letak geografis Kecamatan Bone sebagai berikut : BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi penelitian Lokasi penelitian ini di wilayah Kecamatan Bone, Kabupaten Bone Bolango. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta dengan jarak 20,2 km dari ibukota provinsi daerah istimewa

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta dengan jarak 20,2 km dari ibukota provinsi daerah istimewa IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Daerah Kecamatan Pakem adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Kecamatan Pakem merupakan kecamatan paling utara Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. KERANGKA TEORI 1. Definisi dan Bentuk Fogging Fogging merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD (Demam Berdarah Dengue) yang dilaksanakan pada saat terjadi penularan DBD

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung. merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

BAB 1 : PENDAHULUAN. sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung. merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan pangan (food safety) merupakan hal yang penting dari ilmu sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung berhubungan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang

I. PENDAHULUAN. mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecoa merupakan salah satu jenis serangga pemukiman yang sering mengganggu kenyamanan hidup manusia karena meninggalkan bau yang tidak sedap, pembawa patogen penyakit,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN 33 IV. KONDISI UMUM PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Peta Lokasi Penelitian a. Letak Geografis Jakarta Timur Kecamatan Ciracas dan Jatinegara merupakan salah satu kecamatan yang terletak di jakarta

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM Bujur Timur dan antara Lintang Selatan. Batas wilayah. 19 sampai dengan 162 meter.

V. GAMBARAN UMUM Bujur Timur dan antara Lintang Selatan. Batas wilayah. 19 sampai dengan 162 meter. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Objek Wisata dan merupakan salah satu objek wisata yang berada di Kabupaten Pesawaran. Kabupaten Pesawaran sendiri merupakan kabupaten yang baru terbentuk

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 111 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Geografis DKI Jakarta terletak di 6 0 12 lintang selatan dan 106 0 48 bujur timur dengan luas wilayah 661,26 km2, berupa daratan 661.52 km2 dan lautan 6,977,5

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Keadaan Umum Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Keadaan Umum Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan Tlanakan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Pamekasan yang memiliki luas wilayah 48,10 Km 2 dan terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Industri perunggasan di Indonesia terutama ayam pedaging (broiler) sangat

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Industri perunggasan di Indonesia terutama ayam pedaging (broiler) sangat BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Industri perunggasan di Indonesia terutama ayam pedaging (broiler) sangat dominan dalam penyediaan protein hewani. Saat ini produksi daging broiler menempati urutan pertama

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Daerah Kecamatan Pulau Tiga merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Natuna yang secara geografis berada pada posisi 3 o 34 30 3 o 39

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida, yang berarti pembunuh, jadi pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau mengendalikan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 8 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4. Keadaan Wilayah Kepulauan Seribu merupakan sebuah gugusan pulaupulau kecil yang terbentang dari teluk Jakarta sampai dengan Pulau Sibera. Luas total Kabupaten

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Kuisioner Untuk Petani Bawang Merah. A1. Nama Responden : A4. Pendidikan : (1) tidak Sekolah (2) SD Tidak Tamat. A6.

LAMPIRAN. Kuisioner Untuk Petani Bawang Merah. A1. Nama Responden : A4. Pendidikan : (1) tidak Sekolah (2) SD Tidak Tamat. A6. LAMPIRAN Lampiran 1 Kuisioner Untuk Petani Bawang Merah A. DEMOGRAFI A1. Nama Responden : A. Umur : tahun A3. Jenis Kelamin : 1. Laki laki. Perempuan A4. Pendidikan : (1) tidak Sekolah () SD Tidak Tamat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempatdan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, JalanH.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus di wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang terletak di kawasan utara Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Subang yaitu 2.051.76 hektar atau 6,34% dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta. Posisi Kota Jakarta Pusat terletak antara 106.22.42 Bujur Timur

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. permukaan laut, dan batas-batas wilayah sebagai berikut : a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin

V. GAMBARAN UMUM. permukaan laut, dan batas-batas wilayah sebagai berikut : a) Batas Utara : Kabupaten Banyuasin V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Kota Palembang Kota Palembang merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Selatan. Secara geografis Kota Palembang terletak antara 2 52' - 3 5' Lintang Selatan dan 104 37'

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi berdasarkan sumber Badan Pusat Statistik sebesar 1,49% pada tahun 2015 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk serta tempat-tempat umum lainnya. Pada saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman penduduk serta tempat-tempat umum lainnya. Pada saat ini telah 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Lingkungan mempunyai pengaruh serta kepentingan yang relatif besar dalam hal peranannya sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA RUMAH TANGGA DI JAKARTA DAN SURABAYA DWI RAKHMA SETYAWATI

PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA RUMAH TANGGA DI JAKARTA DAN SURABAYA DWI RAKHMA SETYAWATI PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA RUMAH TANGGA DI JAKARTA DAN SURABAYA DWI RAKHMA SETYAWATI DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK DWI RAKHMA

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DI RW III DESA PONCOREJO KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL ABSTRAK

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DI RW III DESA PONCOREJO KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DI RW III DESA PONCOREJO KECAMATAN GEMUH KABUPATEN KENDAL 6 Sri Wahyuni ABSTRAK Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit berbahaya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 35 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di DKI Jakarta selama sepuluh bulan (Maret-Desember 2005), dengan telah dilakukan pemutakhiran informasi dan data pada tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah daerah beriklim tropis sehingga menjadi tempat yang cocok untuk perkembangbiakan nyamuk yang dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografis Kabupaten Kubu Raya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 84 meter diatas permukaan laut. Lokasi Kabupaten Kubu Raya terletak pada posisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Penilaian Masyarakat di sekitar Sungai Terhadap Keberadaan Ekosistem Sungai Siak Sungai Siak sebagai sumber matapencaharian bagi masyarakat sekitar yang tinggal di sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil yang mempunyai potensi sumber daya pesisir dan lautan yang berlimpah dan beragam sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan Indonesia sebagai negara termiskin ketiga di dunia. Pertambahan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pestisida. Pengunaan agrokimia diperkenalkan secara besar-besaran untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. pestisida. Pengunaan agrokimia diperkenalkan secara besar-besaran untuk BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petani merupakan kelompok tenaga kerja terbesar di Indonesia. Meski ada kecendrungan semakin menurun, angkatan kerja yang bekerja pada sektor pertanian masih berjumlah

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH Lampiran 1 50 KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP DEMAM BERDARAH PADA MASYARAKAT DI CIMAHI TENGAH Nama Alamat Umur Status dalam keluarga Pekerjaan Pendidikan terakhir :.. :..

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009. 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Letak Geografis dan Keadaan Wilayah Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan dari enam kelurahan di Kecamatan Jagakarsa termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dunia usaha sekarang ini telah berkembang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dunia usaha sekarang ini telah berkembang sangat pesat BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Pertumbuhan dunia usaha sekarang ini telah berkembang sangat pesat sehingga menimbulkan pengaruh yang besar terhadap persaingan dalam dunia usaha. Setiap pengusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia kesehatan masyarakat merupakan masalah utama, hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban dan suhu yang berpengaruh

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam

BAB I PENDAHULUAN. disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh lingkungan dalam menimbulkan penyakit pada manusia telah lama disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam meningkatkan derajat

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Tabel I Luas wilayah menurut penggunaan

BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Tabel I Luas wilayah menurut penggunaan BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Letak dan Luas Wilayah Kelurahan Pagaruyung merupakan salah satu dari sekian banyak kelurahan yang ada dikecamatan Tapung yang terbentuk dari program Transmigrasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah termasuk permasalahan lingkungan seperti kebersihan lingkungan. Hal ini disebabkan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1. Desa Karimunjawa 4.1.1. Kondisi Geografis Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) secara geografis terletak pada koordinat 5 0 40 39-5 0 55 00 LS dan 110 0 05 57-110

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kota Bandar Lampung Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah yang dijadikan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, politik,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satu periode, yaitu data Program

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satu periode, yaitu data Program III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satu periode, yaitu data Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP)

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi 54 IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN IV.1. Deskripsi Umum Wilayah yang dijadikan objek penelitian adalah kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Muara Gembong berjarak

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA KONSUMEN SARI ROTI (STUDY KASUS MAHASISWA DAN MAHASISWI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA)

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA KONSUMEN SARI ROTI (STUDY KASUS MAHASISWA DAN MAHASISWI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA) PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA KONSUMEN SARI ROTI (STUDY KASUS MAHASISWA DAN MAHASISWI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA) Nama : Bianda Tristantiana NPM : 11212450 Jurusan : Manajemen (S1) Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum responden beras organik SAE diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yaitu berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Belitung Timur adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak tanggal 25 Februari

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. informal dan hampir 30% dari pekerja di sektor informal adalah nelayan, dan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. informal dan hampir 30% dari pekerja di sektor informal adalah nelayan, dan secara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar nomor 4 di dunia terdiri dari sekitar 17.000 pulau. Terdapat ± 8.090 desa pesisir tersebar di 300 kabupaten/kota pesisir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan ayam merupakan salah satu sektor yang penting dalam memenuhi kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging dan telur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan sekitar

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A

TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A TINDAKAN MASYARAKAT PERKOTAAN DI BOGOR TERHADAP KEHADIRAN TIKUS SHERLY ASRILIA A44103062 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 TINDAKAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. 1. Sejarah Perkembangan Timbulnya Pencemaran Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 13 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bulukumba secara geografis terletak di jazirah selatan Propinsi Sulawesi Selatan (+150 Km dari Kota Makassar), yaitu antara 0,5 o 20 sampai 0,5 o 40

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Belakangan ini isu tentang penyakit diare sudah menjadi sebuah isu yang lagi marak beredar dalam masyarakat dan membuat resah masyarakat. Memang ada sebagian kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Jumlah penderita DBD cenderung meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok resiko tinggi, diperkirakan pada 2009 dari 225

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN NUNHILA KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN NUNHILA KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN NUNHILA KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR I. PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Kelurahan Nunhila memiliki 4 wilayah RW dan 17 wilayah RT, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci