ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN TEH GUNUNG MAS DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN TEH GUNUNG MAS DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII"

Transkripsi

1 ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN TEH GUNUNG MAS DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII ROCI FIRMANDA MUKLIS A DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN ROCI FIRMANDA MUKLIS. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah pada Lahan Perkebunan Teh Gunung Mas di PT Perkebunan Nusantara VIII. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan YAYAT HIDAYAT Sebagian besar perkebunan teh di Indonesia berada pada lahan miring di daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Hal tersebut berpotensi menimbulkan aliran permukaan dan erosi tanah. Akan tetapi, pada lahan perkebunan teh dewasa kejadian erosi hampir tidak berarti karena lahan telah tertutup secara sempurna dan beberapa erosi mungkin terjadi setelah proses pemangkasan dan pemindahan tanaman teh (Hartemink, 2006). Untuk menjaga ketinggian bidang petik dan memperbaiki produktifitas tanaman teh, manajemen perkebunan teh Gunung Mas (PTPN VIII) melakukan pemangkasan secara berkala dan hasil pangkasan (daun, ranting, dan cabang) dikembalikan ke sekeliling tanaman teh. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji aliran permukan dan erosi tanah di perkebunan teh pada beberapa umur pemangkasan. Penelitian ini menggunakan 3 petak pengukuran aliran permukaan berukuran 2m x 8m. Plot ditempatkan pada blok kebun berbeda secara acak dengan umur pangkas: T1 = tanaman teh umur tahun ke-1 setelah pemangkasan (lereng 17 %), T2 = tanaman teh umur tahun ke-3 setelah pemangkasan (lereng 18 %), dan T3 = tanaman teh umur tahun ke-4 setelah pemangkasan (lereng 16 %). Curah hujan lokasi penelitian periode Desember 2010 Desember 2011 sebesar 2627,3 mm dengan erosivitas hujan tahunan sebesar 1711,1 ton-m ha -1, cm jam -1. Erosivitas tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 299,1 ton-m ha -1, cm jam -1 dan terendah pada bulan Agustus sebesar 2,01 ton-m ha -1, cm jam -1. Perbedaan umur pemangkasan tanaman teh mempengaruhi aliran permukaan dan erosi tanah. Aliran permukaan (AP) tertinggi yakni pada petak T3 sebesar 325,57 m 3 ha -1 th -1 dengan koefisien AP = 0,0205 dan terendah pada petak T1 sebesar 146,19 m 3 ha -1 th -1 dengan koefisien AP = 0,0092. Sedangkan aliran permukaan pada petak T2 sebesar 208,89 m 3 ha -1 th -1 dengan koefisien AP = 0,0131. Tingginya aliran permukaan pada T3 disebabkan oleh tekstur tanah yang didominasi oleh fraksi debu. Fraksi debu mudah terdispersi dan menutupi poripori tanah sehingga menurunkan kapasitas infiltrasi tanah. Pada petak T1, kecilnya jumlah aliran permukaan disebabkan oleh keberadaan bahan organik

3 hasil pangkasan (daun, ranting, cabang) pada permukaan tanah. Perbaikan sifat fisik tanah oleh bahan organik menyebabkan yanah mampu meresapkan air hujan lebih banyak sehingga menurunkan jumlah dan kecepatan aliran permukaan. Sama seperti halnya aliran permukaan, erosi tanah tertinggi pada petak T3 sebesar 55,36 kg ha -1 th -1 dan erosi terendah pada petak T1 sebesar 25,80 kg ha -1 th -1 Sedangkan petak T2 menghasilkan erosi tanah sebesar 32,06 kg ha -1 th -1. Rata-rata erosi tanah ketiga petak pengukuran = 0,03774 ton ha -1 th -1 jauh lebih kecil dari nilai TSL (Tolerable Soil Loss) sebesar 18 ton ha -1 th -1, sehingga erosi yang terjadi pada perkebunan teh Gunung Mas (PTPN VIII) masih tergolong rendah dan dapat ditoleransi.

4 SUMMARY ROCI FIRMANDA MUKLIS. Runoff and Soil Erosion on Tea Plantation of Gunung Mas PT. Perkebunan Nusantara VIII. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO and YAYAT HIDAYAT. Most of tea plantations in Indonesia are located on sloping land and mountainous areas with high rainfall. It has the potential to cause runoff and soil erosion. In the land of mature tea plantation, however, erosion almost meaningless because the land is completely covered and some erosion may occured after the process of pruning and removal of the tea plant (Hartemink, 2006). In order to maintain area of picking and improve the productivity of the tea plant, Gunung Mas Tea Plantation Management (PTPN VIII) use to do the periodic pruning and the produces (leaves, twigs, and branches) use to be returned surrounding the plants. This research aims to examine the runoff and soil erosion on tea plantation at some age of pruning. This research had applied three plots measurement of runoff where in the size is 2m x 8m. The plots were randomly located in different plantation blocks with age of pruning: T1 = tea plant first year after pruning (17% of slope), T2 = tea plant third years after pruning (18% of slope), T3 = tea plant fourth years after pruning (16% of slope). The rainfall of study location is equal to 2,627.3 mm. Annual rainfall erosivity of 1,711.1 ton-m ha -1, cm hour -1 with the highest erosivity occured in January of ton-m ha -1, cm hour -1 and the lowest occured in August of 2.01 ton-m ha -1, cm hour -1. The age of tea plant pruning affected runoff and soil erosion in the research plots. The highest runoff was in T3 plot of m 3 ha -1 yr -1 with runoff coefficient = and the lowest was in T1 plot of m 3 ha -1 yr -1 with runoff coefficient = afterward, the runoff on T2 plot of m 3 ha -1 yr -1 with the runoff coefficient = The high runoff on T3 was caused by soil texture that is dominated by the fraction of silt. The fraction of silt is easily dispersed and filled the soil pores; therefore, it reduce the infiltration capacity. At T1 plot, less amount of runoff due to the presence of organic matter pruning resulted (leaves, twigs, branches) on the soil surface. Organic matter and branch is able to absorb more rain water and thus decrease the amount and velocity of runoff.

5 As well as runoff, the highest soil erosion was on T3 plot of kg ha -1 yr -1 and the lowest was on T1 plot of kg ha -1 yr -1 whereas T2 plot obtained soil erosion of kg ha -1 yr -1. The average of soil erosion from the three plots is ton ha -1 yr -1. It is much less than the value of TSL (Tolerable Soil Loss) of 18 ton ha -1 yr -1, therefore the erosion that occurs in the tea plantations of Gunung Mas (PTPN VIII) is still relatively permisible and tolerated.

6 ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI TANAH PADA LAHAN PERKEBUNAN TEH GUNUNG MAS DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII ROCI FIRMANDA MUKLIS A Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

7 Judul Nama Mahasiswa Nomor Pokok : Aliran Permukaan dan Erosi Tanah pada Lahan Perkebunan Teh Gunung Mas di PT Perkebunan Nusantara VIII : Roci Fimanda Muklis : A Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.Sc Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Tanggal Lulus: Dr. Ir Syaiful Anwar, M.Sc NIP

8 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Roci Firmanda Muklis, dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 November Penulis merupakan anak dari pasangan Bapak Muchlis dan Ibu Satri Hartati. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dengan kakak bernama Deni Yuli Putra Marjan, S. Kom dan adik bernama Sriwinda Martilova, Am. Keb. Penulis mengawali pendidikan formal di SDN Pabuaran IV Cibinong Kabupaten Bogor pada tahun 1995 dan menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diselesaikan pada tahun 2004 di SMPN 1 Cibinong. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Cibinong dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui program USMI (Undangan Saringan Masuk IPB) di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan universitas, penulis terlibat dalam berbagai kegiatan kepanitiaan agenda kampus dan aktif di beberapa organisasi, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB sebagai staff Kementrian Kebijakan Nasional pada tahun dan sebagai ketua pelaksana Simposium Gerakan Antikorupsi IPB tahun 2010 serta Ketua Pelaksana Soilidarity Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan tahun Selain aktif di lembaga kemahasiswaan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kesenian, seperti band dan perkusi. Selama menempuh Studi, penulis mendapatkan beasiswa prestasi akademik dari Djarum Beasiswa Plus tahun

9 KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb semesta alam atas segala limpahan nikmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai syarat tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Aliran Permukaan dan Erosi Tanah pada Lahan Perkebunan Teh Gunung Mas di PT Perkebunan Nusantara VIII. Penelitian ini mempelajari sifat hujan, sifat fisik tanah, aliran permukaan, dan erosi pada lahan perkebunan teh Gunung Mas di PT Perkebunan Nusantara VIII. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan untuk keluarga atas segala dukungan dan doa, IPB untuk segala fasilitas yang diberikan, dosen pembimbing skripsi untuk kegiatan pembimbingan penelitian dan penyusunan skripsi, PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas atas izin dan bantuannya dalam menjalankan penelitian ini serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang memerlukan. Bogor, September 2012 Penulis

10 UCAPAN TERIMAKASIH Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan nikmat, rahmat, dan anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan, dukungan, serta doa dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Orang tua tercinta, Bapak Muchlis dan Ibu Satri Hartati atas dukungan, kasih sayang, cinta, pengertian, semangat dan doa yang tak pernah putus diberikan untuk penulis. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS dan Bapak Dr. Ir. Yayat Hidayat, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mengarahkan, mendidik, dan banyak memberikan ilmu pengetahuan dan moral kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ir. D. P. Tedjo Baskoro selaku dosen penguji skripsi yang telah memberi banyak masukan dan saran terhadap penyelesaian skripsi ini. 4. Deni Yuli Putra Marjan, abang yang selalu memberi dukungan, kasih sayang, cinta, dan kasih serta Sriwinda Martilova, adik yang selalu memberi dukungan, pengertian, hiburan, dan doa. Dina Wahyuni seseorang yang selalu menemani hari-hari penulis dengan kasih sayang, dukungan, pengertian, dan doa setiap harinya 5. PTPN VIII Gunung Mas atas izin melakukan penelitian, Bapak Ediatna serta keluarga, Bapak Yayat serta keluarga, Bapak Ujang, Bapak Dede serta keluarga, Bapak Karmana, BMKG Citeko, dan instansi terkait yang telah membantu penulis dalam mendapatkan data penelitian dan membantu penulis dalam menjalankan penelitian. 6. Andi Suryadi, Ardita Oktaviana, Bagus A. H., Novi Prihatin, Devi Mayasari, Eni Winarti atas bantuan tenaga, pemikiran, semangat dan doanya.

11 7. Sahabat sahabat seperjuangan Anyank, Agam, Vecky, Reka, Aldi atas segala pembelajaran, kekeluargaan, dukungan dan pengertian yang telah diberikan kepada penulis. 8. Teman teman MSL 44, 43, 42 yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaan, canda tawa, yang diberikan kepada penulis selama mengenyam pendidikan di DITSL. D Arpeggio, Annisa Nur Fajrina, Riza, Daulay, Widya, Fauzan, Fauzi terimakasih untuk keceriaan dan semangat yang diberikan oleh penulis selama ini.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan dan Erosi Tanah Proses Erosi Tanah Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Aliran Permukaan dan Erosi Iklim... 4 a. Erosivitas Hujan... b. Erosivitas Aliran Permukaan Topografi Vegetasi Tanah Manusia Dampak Erosi Tanah Petak Erosi Menurut Wischmeier dan Smith Teh (Camelia sinensis (L)) Syarat Tumbuh Tanaman Teh Pemangkasan Teh Pemangkasan Teh dan Erosi Tanah... 11

13 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Petak Ukur Aliran Permukaan dan Erosi Peralatan yang Dipergunakan untuk Membuat Petak Erosi dan Cara Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi Analisis Sifat Fisik Tanah Pengukuran Infiltrasi Tanah Analisis Data Hujan Pengukuran Persentase Tutupan Lahan Pengukuran Lolosan Tajuk IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Klasifikasi Iklim Karakteristik Hujan Sifat Fisik Tanah Infiltrasi Tanah Aliran Permukaan dan Erosi V. KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 48

14 DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks 1. Jenis Analisis Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya Karakteristik Hujan Desa Citeko Periode Desember 2010 Desember Karakteristik Tanah di Ketiga Petak Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi Tanah Permeabilitas Tanah Ketiga Petak Ukur Kapasitas Infiltrasi Tanah pada Ketiga Petak Pengukuran Aliran Permukaan, Erosi Tanah, dan Tutupan Tajuk pada Ketiga Petak Pengukuran Erosi Lampiran 1. Curah Hujan Bulanan dan Penentuan Tipe Iklim Menurut Schmidth Ferguson di Lokasi Penelitian Karakteristik Hujan di Lokasi Penelitian (Stasium Klimatologi Citeko) Suhu dan Kelembaban Udara (Stasiun Klimatologi Citeko) Data Infiltrasi Tanah pada Ketiga Petak Pengukuran Klasifikasi Infiltrasi Menurut Kohnke (1968) Aliran Permukaan pada Petak T1 di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Desember 2010 Desember Aliran Permukaan pada Petak T2 di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Desember 2010 Desember Aliran Permukaan pada Petak T3 di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Desember 2010 Desember Erosi Harian pada Ketiga Petak Pengukuran di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Desember 2010 Desember Nilai Lolosan Tajuk di Ketiga Petak Ukur... 70

15 11. Riwayat Jadwal Pemangkasan Teh di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Tahun

16 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Teks 1. Sketsa Berbagai Jenis Pemangkasan Teh Lokasi Penelitian; a) Letak Lahan Penelitian di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII, b) Letak Desa Citeko Kecamatan Cisarua Alat Pengukur Infiltrasi Tanah Sketsa Alat Pengukur Lolosan Tajuk Rata-rata Curah Hujan Bulanan Desa Citeko ( ) Kurva pf Tanah Lapisan Atas (a) dan Bawah (b) pada Ketiga Petak Ukur Rata-rata Aliran Permukaan Ketiga Petak Ukur Periode Des 2010 Des 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII Rata-rata Erosi Tanah Ketiga Petak Ukur Periode Des 2010 Des 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII Perbandingan Erosivitas Hujan (EI 30 ) Bulanan terhadap Rata-rata Erosi Bulanan 2011 Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII Periode Desember 2010 Desember Tanaman Teh Setelah Pangkas dan Sisa Pemangkasan Lampiran 1. Layout Ketiga Petak Pengukuran Erosi di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII a) Sketsa Petak Ukur Aliran Permukaan dan b) Penampung Erosi (bak) Layout Pertanaman Teh di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Foto yang Digunakan Untuk Analisis Tutupan Tajuk pada Awal (a & b) dan Akhir Pengamatan (c & d) di Petak T Foto yang Digunakan Untuk Analisis Tutupan Tajuk pada Awal (a & b) dan Akhir Pengamatan (c & d) di Petak T

17 6. Foto yang Digunakan Untuk Analisis Tutupan Tajuk pada Awal (a & b) dan Akhir Pengamatan (c & d) di Petak T

18 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sebagian besar perkebunan teh di Indonesia berada pada lahan miring di daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Menurut Setyamidjaja (2000), di Indonesia pertanaman teh dilakukan pada ketinggian antara 400 m m dari permukaan laut. Curah hujan tinggi yang jatuh pada lahan miring di perkebunan teh berpotensi menimbulkan aliran permukaan dan erosi tanah. Akan tetapi, pada lahan perkebunan teh dewasa kejadian erosi hampir tidak berarti karena lahan telah tertutup secara sempurna dan beberapa erosi mungkin terjadi setelah proses pemangkasan dan pemindahan tanaman teh (Hartemink, 2006). Arsyad (2006) menyatakan bahwa erosi merupakan suatu peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Tingkat aliran permukaan dan erosi yang tinggi dapat menurunkan produktifitas dan kualitas tanah (Sinukaban, 1985). Perkebunan teh Gunung Mas PTPN VIII telah sejak lama melakukan usaha perkebunan produksi teh. Lokasi perkebunan sebagian besar berada pada dataran tinggi dengan ketinggian mdpl dan meliputi areal seluas 1182 Ha (Direktori Wisata Agro Indonesia, 2010). Topografi lahan perkebunan sebagian besar terdiri dari bergelombang hingga berbukit dan curah hujan tahunan mencapai mm th -1. Selain itu, untuk menjaga ketinggian bidang petik dan memperbaiki produktifitas pucuk tanaman teh, manajemen perkebunan melakukan pemangkasan tanaman teh secara berkala. Kegiatan pemangkasan dilakukan pada saat musim hujan. Hal demikian dilakukan untuk mengurangi risiko kekurangan air pada tanaman teh saat fase pertumbuhan kembali bagian tanaman yang telah dipangkas. Metode pemangkasan yang digunakan adalah metode pemangkasan bersih yakni pemangkasan dengan bidang pangkas rata, semua cabang yang berukuran kurang dari 1 cm dibuang (Prihartono, 2000). Kegiatan pemangkasan tanaman teh pada areal yang cukup luas dikhawatirkan akan semakin meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah sebagai akibat dari berkurangnya pengaruh tutupan tajuk tanaman teh dalam menahan curah hujan tinggi. Oleh karena itu, kajian mengenai pengaruh

19 2 pemangkasan tanaman teh terhadap aliran permukaan dan erosi tanah di perkebunan teh menjadi cukup penting Tujuan Penelitian Mengkaji aliran permukan dan erosi tanah di perkebunan teh pada beberapa umur pemangkasan serta faktor-faktor yang mempengaruhi aliran permukaan dan erosi tanah.

20 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah Aliran permukaan adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah atau bumi dan bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi (Arsyad, 2006). Di dalam bahasa inggris dikenal kata runoff yang berarti bagian air hujan yang mengalir ke sungai atau saluran, danau, atau laut berupa aliran di atas permukaan tanah atau aliran di bawah permukaan tanah. Akan tetapi di dalam hidrologi istilah runoff digunakan untuk aliran di atas permukaan tanah bukan aliran di bawah permukaan tanah. Dalam pengertian ini runoff dapat berarti aliran air di atas permukaan tanah sebelum air itu sampai ke dalam saluran atau sungai, dan aliran air di dalam sungai (Arsyad, 2006). Kohnke dan Bertrand (1959) menyatakan bahwa aliran permukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : presipitasi, intensitas hujan, lamanya hujan, distribusi hujan dalam daerah pengaliran, arah pergerakan hujan, curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah, keadaan penggunaan tanah, jenis tanah, kondisi topografi dalam daerah pengaliran, temperatur, lapisan bawah, tanaman penutup tanah, dan lain-lain. Menurut Arsyad (2006) erosi merupakan suatu peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Sedangkan definisi menurut Sarief (1985) erosi adalah proses pengikisan lapisan tanah permukaan sebagai akibat dari tumbukan butir hujan dan aliran air di permukaan. Kejadian erosi merupakan fungsi dari beberapa faktor utama penyebab terjadinya erosi yakni curah hujan, topografi, sifat tanah (terutama sifat fisik), jenis penggunaan tanah dan faktor pengolahan (Morgan, 1979). Menurut Baver et al. (1972) terjadinya erosi tanah tergantung dari beberapa faktor yaitu karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup, dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal.

21 Proses Erosi Tanah Erosi tanah merupakan fenomena kompleks alami yang meliputi proses pelepasan (detachment), pengangkutan (transport), dan pemindahan (deposition) partikel tanah (Blanco dan Lal, 2008). Sedangkan menurut Arsyad (2010), proses erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub proses yaitu : a.) penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbuk butir-butir hujan yang menimpa tanah (Dh) dan pemindahan butir-butir primer tersebut oleh percikan air hujan (Th), b.) perendaman oleh air yang tergenang di permukaan tanah yang mengakibatkan tanah terdispersi (D1) yang diikuti pengangkutan butir-butir tanah oleh air yang mengalir di permukaan tanah (T1). Jika (Dh + D1) > (Th + T1) maka besarnya erosi lebih kecil dari (Dh + D1), artinya hanya sebagian saja tanah yang telah terdispersi terangkut ke tempat lain dan jika (Dh + D1) < (Th + T1) maka besarnya erosi sama dengan (Dh + D1) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Permukaan dan Erosi Erosi tanah terjadi akibat interaksi kerja antara faktor-faktor seperti : iklim, topografi, tumbuhan (vegetasi), tanah dan manusia terhadap tanah yang dinyatakan dalam persamaan deskriptif : E = f (i, r, v, t, m); yang menyatakan E adalah besarnya erosi, i adalah iklim, r adalah topografi, v adalah tumbuhan, t adalah tanah dan m adalah manusia (Arsyad, 2006) Iklim Semua faktor iklim seperti hujan, kelembaban, suhu, evapotranspirasi, radiasi surya dan kecepatan angin merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi (Blanco dan Lal, 2008). Faktor iklim yang paling mempengaruhi erosi adalah hujan (Arsyad, 2006). Selama terjadi hujan, jumlah hujan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap jumlah aliran permukaan, sedangkan penyebaran hujan menentukan luasan erosi (Kohnke dan Bertrand, 1959). Menurut Blanco dan Lal (2008) bahwa intensitas hujan merupakan faktor paling penting dalam mempengaruhi tingkat erosi tanah. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat kerusakan erosi yang terjadi (Arsyad, 2006). Pukulan butir hujan

22 5 menghancurkan agregat tanah dan partikel tanah mengalir masuk mengisi poripori permukaan tanah sehingga membentuk lapisan cadas pada lapisan permukaan tanah. Infiltrasi lambat pada lapisan tersebut menyebabkan peningkatan aliran permukaan dan erosi (Troeh et al., 2004). Menurut Wischmeier dan Smith (1978), intensitas maksimum 30 menit mempunyai korelasi lebih baik terhadap besarnya erosi bila dibandingkan dengan intensitas maksimum 5, 15, dan 60 menit. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa EI 30 berkorelasi lebih erat dengan erosi dibandingkan dengan sifat sifat hujan lainnya. Dua agen utama yang mempengaruhi erosi tanah oleh air adalah erosivitas curah hujan dan erosivitas aliran permukaan. a. Erosivitas Hujan Erosivitas hujan menunjuk pada kapasitas intrinsik hujan dalam menyebabkan erosi tanah. Sifat hujan yang mempengaruhi erosivitas antara lain: jumlah, intensitas, kecepatan jatuh, distribusi ukuran butir hujan. Parameter tersebut mempengaruhi total erosivitas hujan. Namun kenyataannya data terukur terhadap parameter diatas tidak selalu tersedia pada semua wilayah sehingga mempengaruhi tingkat keakuratan hasil analisis erosivitas hujan. Erosivitas hujan penting untuk memahami proses erosi, memperkirakan tingkat erosi tanah, dan merancang cara untuk mengendalikan erosi. Erosivitas hujan dan pengaruhnya dibedakan oleh wilayah iklim. Hujan pada daerah tropis lebih erosif daripada di wilayah temperate dikarenakan kehadiran angin kuat dan suhu yang tinggi. Distribusi tahunan curah hujan juga mempengaruhi erosivitas hujan (Blanco dan Lal, 2008). b. Erosivitas Aliran Permukaan Erosivitas aliran permukaan merupakan kemampuan aliran permukaan dalam menyebabkan erosi tanah. Pukulan butir hujan memberikan pengaruh yang kuat dalam memercik partikel tanah dan melepaskan agregat di permukaan tanah, sementara aliran permukaan melepaskan dan membawa partikel tanah. Kemampuan aliran permukaan dalam memindahkan partikel tanah meningkat seiring dengan penambahan jumlah, kecepatan, dan turbulensi (Blanco dan Lal, 2008).

23 Topografi Kemiringan dan panjang lereng adalah dua sifat topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi (Kohnke dan Bertrand, 1959). Unsur lain yang mungkin berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng (Arsyad, 2006). Sedangkan Wischmeier dan Smith (1978) menyatakan bahwa sifat-sifat lereng yang mempengaruhi erosi adalah kemiringan, panjang, dan bentuk lereng. Baver (1959) mengemukakan bahwa derajat kemiringan lebih penting pengaruhnya terhadap erosi daripada panjang lereng. Makin besar lereng makin besar erosi yang terjadi, sehingga pada lereng lebih dari 30 persen sudah sangat besar risiko yang akan terjadi jika tanah digarap untuk tanaman semusim. Panjang lereng juga mempengaruhi erosi pada dasarnya makin panjang lereng maka makin besar erosi. Thompson (1957) menyatakan bahwa dengan bertambahnya panjang lereng menjadi dua kali maka jumlah erosi total menjadi dua kali dari jumlah pertama, tetapi erosi per satuan luas (per hektar) tidak menjadi dua kali. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10 %. Kecuraman lereng 100 % sama dengan kecuraman lereng 45 derajat. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, semakin curam lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian memperbesar energi angkutan aliran permukaan. Selain daripada itu, dengan semakin miringnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir hujan semakin banyak (Arsyad, 2006) Vegetasi Menurut Baver (1959) pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam (1) intersepsi hujan, (2) mengurangi kecepatan aliran permukaan, (3) pengaruh akar, bahan oganik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah, dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur porositas tanah, dan (4) transpirasi yang mengakibatkan kurangnya kandungan air tanah.

24 7 Asdak (1995) mengemukakan bahwa yang lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi adalah tumbuhan bawah karena ia merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan besar kecilnya erosi percik. Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Bagian vegetasi yang ada di atas permukaan tanah, seperti daun dan batang, menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya terhadap tanah, sedangkan bagian vegetasi yang ada di dalam tanah, yang terdiri atas sistem perakaran, meningkatkan kekuatan mekanik tanah (Styczen dan Morgan, 1995). Vegetasi merubah energi hujan yang menimpa butir-butir tanah dan pengaruh butir-butir tersebut terhadap penghancuran agregat tanah, melalui pengaruhnya terhadap massa hujan yang sampai di permukaan tanah, distribusi ukuran butir dan intensitas lokalnya. Energi butir-butir hujan akan teredam oleh tajuk tumbuhan sehingga ketika sampai dipermukaan tanah kekuatan perusaknya telah berkurang dan menjadi lebih kecil atau menjadi sama dengan energi hujan yang jatuh langsung ke permukaan tanah. Ketinggian tajuk dan kerapatan tajuk menutupi tanah mempengaruhi erosivitas butir-butir hujan yang menimpa permukaan tanah. Semakin rendah tajuk dan semakin rapat tajuk, semakin rendah erosivitas butir-butir hujan dan semakin relatif memperkecil risiko terjadi erosi (Arsyad, 2006) Tanah Arsyad (2006) mengemukakan bahwa sifat tanah yang mempengaruhi nilai erosi adalah erodibilitas tanah dan berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Erodibilitas merupakan kepekaan tanah terhadap proses pelepasan dan transportasi. Erodibilitas merupakan atribut yang selalu berubah menurut ruang dan waktu dengan sifat tanah (Blanco dan Lal, 2008). Erodibilitas bervariasi terhadap tekstur tanah, stabilitas agregat, kekuatan partikel, kapasitas infiltrasi, kadar bahan organik, dan kimia tanah (Morgan, 1979). Baver (1959) menyatakan bahwa pengaruh sifat tanah terhadap erosi ditentukan oleh kapasitas infiltrasi tanah dan daya tahan tanah terhadap dispersi.

25 8 Daya tahan terhadap dispersi terutama ditentukan oleh agregat tanah. Agregat yang yang besar dan stabil akan lebih tahan terhadap dispersi (Kohnke dan Bertrand, 1959). Wischmeier dan Smith (1978) juga menyatakan bahwa kepekaan erosi tanah merupakan pernyataan keseluruhan pengaruh sifat-sifat tanah dan bebas dari pengaruh faktor-faktor penyebab erosi lainnya Manusia Keberadaan manusia menjadi penting dalam menentukan besarnya erosi pada suatu areal. Karena manusia yang mengusahakan areal tersebut. Bentuk pengolahan lahan dan orientasi pengolahan menjadi faktor penting yang mempengaruhi terhadap besarnya erosi. Pengolahan lahan yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko kejadian erosi. Penggunaan alat berat akan membuat tanah semakin padat sehingga meningkatkan aliran permukaan. Bentuk baris tanam searah kontur pada lahan miring dapat mengurangi erosi tanah dibandingkan searah lereng (Arsyad, 2006) Dampak Erosi Tanah Menurut Blanco dan Lal (2008) dampak erosi terbagi menjadi dua yakni on-site dan off-site. Efek on-site yang paling utama yakni pengurangan ketebalan tanah sehingga menghasilkan degradasi struktur tanah, pemadatan tanah, deplesi nutrisi, kehilangan bahan organik tanah, timbulnya persemaian yang buruk, dan mengurangi hasil panen. Pelepasan nutrisi kaya pada lapisan topsoil menyebabkan pengurangan kesuburan tanah dan penurunan hasil panen. Erosi tanah menurunkan kapasitas fungsional tanah dalam memproduksi hasil tanam, kemampuan filter polutan, dan penyimpanan C organik dan nutrisi tanah. Dampak off-site yakni polusi pada daerah penerima (reservoir) akibat proses transportasi sedimen dan kimia dari daerah on-site. Sedimen hasil transportasi merubah karakteristik bentang lahan, pengurangan habitat alam liar, dan kehilangan ekonomi. Erosi juga mengurangi produksi ternak melalui pengurangan bobot hewan ternak dan produksi makanan ternak, kerusakan reservoir air, dan meningkatkan kematian pohon. Akumulasi bahan tererosi pada daratan aluvial mengakibatkan banjir di daerah pertanaman. Erosi tanah juga berkontribusi pada

26 9 perubahan pemanasan global, C organik dalam jumlah besar akan mudah teroksidasi selama terjadi erosi, memperburuk pelepasan CO 2 dan CH 4 ke atmosfer (Lal, 2003) Petak Erosi Standar Petak kecil yang banyak dilakukan merupakan salah satu metode pengukuran erosi menggunakan petak standar Wischmeier dan Smith (1978) yang bertujuan untuk membandingkan erosi yang terjadi pada berbagai penggunaan lahan (Sa ad, 2004). Erosi dan aliran permukaan yang terukur hanya menggambarkan skala petak. Menurut Van Noordwijk et al. (1998), hasil pengukuran erosi pada skala petak belum dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi pada skala DAS. Demikian juga pendapat Dickinson dan Collins (1998) bahwa hasil pengukuran erosi dan aliran permukaan pada skala petak tidak dapat di scale up untuk mengevaluasi erosi seluruh daerah tangkapan (catchment) yang luas karena terdapat faktor-faktor yang tidak dapat ditentukan pada petak kecil seperti erosi parit, erosi tebing sungai dan pengendapan sementara pada lahan Teh (Camelia sinensis (L)) Tanaman teh merupakan tanaman subtropis yang telah sejak lama dikenal di Indonesia. Teh memiliki nama latin (Camelia sinensis (L)). Tanaman teh termasuk dalam marga (genus) Camelia dari suku (famili) Theaceae. Agar dapat tumbuh dan berproduksi optimal, tanaman teh menghendaki persyaratan iklim dan tanah yang sesuai dengan keperluan pertumbuhannya. Daerah pertanaman teh yang lebih cocok di Indonesia adalah daerah pegunungan (Setyamidjaja, 2000) Syarat Tumbuh Tanaman Teh Secara umum, lingkungan fisik yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman teh adalah keadaan iklim dan tanah. Faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertanaman teh adalah curah hujan, suhu udara, tinggi tempat, sinar matahari, dan angin (Setyamidjaja, 2000). Iklim. Tanaman teh menghendaki daerah pertanaman yang lembab dan sejuk. Tanaman teh tidak akan tahan terhadap kekeringan, oleh karena itu memerlukan daerah yang mempunyai ciri hujan yang cukup tinggi dan merata

27 10 sepanjang tahun. Curah hujan tahunan yang diperlukan adalah mm tahun -1, dengan jumlah hujan pada musim kemarau rata-rata tidak kurang dari 100 mm tahun -1 (Setyamidjaja, 2000). Selain curah hujan, tanaman teh juga memerlukan daerah pertanaman dengan suhu udara berkisar antara C dan cahaya matahari yang cerah serta kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang dari 70 % (Ditjenbun, 2007). Tanah. Tanaman teh cocok hidup pada tanah dengan derajat kemasaman (ph) antara 4,5-5,6. Jenis tanah yang cocok yaitu Latosol dan Podsolik. Kedalaman efektif struktur remah tanah lebih dari 40 cm (PPTK, 2006). Tinggi tempat. Tanaman teh di Indonesia hanya ditanam di dataran tinggi. Daerah pertanaman ini umumnya terletak pada ketinggian lebih dari 400 meter di atas permukaan laut. Ada kaitan erat antara elevasi dan suhu, yaitu semakin rendah elevasi, suhu udara makin tinggi. Di Indonesia pertanaman teh dilakukan pada ketinggian antara 400 m m dari permukaan laut (Setyamidjaja, 2000). Menurut Schoorel et al. (2000) terdapat tiga kategori perkebunan teh berdasarkan ketinggian tempat yaitu : 1. Daerah dataran rendah : elevasi dibawah 800 mdpl, dengan suhu rata-rata 23,86 0 C 2. Daerah dataran sedang : mdpl, dengan suhu rata-rata 21,42 0 C 3. Daerah dataran tinggi : di atas 1200 mdpl, dengan suhu rata-rata 18,98 0 C Pemangkasan Teh Dalam perjalanan pertumbuhan tahunan tanaman teh terdapat aktifitas pembuangan salah satu organ vegetatif tanaman. Pada jangka waktu pendek dilakukan dengan proses pencabutan dan waktu panjang dengan proses pemangkasan. Proses pemangkasan dilakukan pada semua daun dan sebagian batang muda pada pucuk tanaman teh (Eden, 1958). Pemangkasan dilakukan dalam siklus setiap 4 tahun dimana pada saat itu hasil teh mulai mengalami penurunan dan pencabutan yang terlalu tinggi (McDonald dan Low, 1984). McDonald dan Low (1984) telah menyebutkan bahwa pada masing-masing pemangkasan, seharusnya ketinggian tanaman teh akan bertambah tinggi sekitar 5 cm tiap tahunnya setelah pemangkasan sebelumnya. Setelah beberapa kali pemangkasan semak/kanopi teh dipotong

28 kembali hingga menjadi 45 cm yakni pada tahun ke-5 setelah pemangkasan sebelumnya (McDonald dan Low, 1984). 11 a.) b.) c.) Gambar 1. Sketsa Berbagai Jenis Pemangkasan Tanaman Teh Eden (1958) telah mengemukakan bahwa terdapat beberapa tujuan dilakukannya pemangkasan, yaitu untuk : 1. Menjaga tumbuhan secara permanen agar tetap berada pada fase vegetatif 2. Merangsang, khususnya tunas muda yang merupakan bagian terpotong dari semak 3. Tetap menjaga ketinggian semak pada batas yang mudah dan efisien dalam proses pemetikan 4. Pertumbuhan tunas muda (flush) akan semakin cepat dan regenerasi secara terus menerus 5. Memperbarui pertumbuhan aktif cabang sehingga dapat menggantikan kayu dan dedaunan sehat yang segera mati atau rusak; tetap menjaga kecukupan volume dedaunan dewasa agar seimbang dengan kebutuhan fisiologi tanaman, dan mempercepat proses pembaharuan flush yang cocok untuk meningkatkan kualitas teh Pemangkasan Teh dan Erosi Tanah Erosi tanah adalah permasalahan yang timbul pada awal mendirikan perkebunan dalam hal ini perkebunan kelapa sawit, kakao, kopi, dan teh dimana sebagian besar dari wilayah tersebut mendapati curah hujan berlebih dari iklim tropis (Hartemink, 2003). Pada lahan pertanaman teh dewasa, kejadian erosi hampir tidak berarti karena lahan telah tertutup secara sempurna dan beberapa erosi mungkin terjadi setelah proses pemangkasan dan pemindahan tanaman teh (Hartemink, 2006). Erosi tanah mungkin akan menjadi permasalahan yang serius

29 12 ketika terjadi penurunan tutupan yang sempurna pada perkebunan teh (Hartemink, 2006). Pemangkasan akan menurunkan/menghilangkan kerapatan kanopi sempurna teh untuk beberapa waktu. Penurunan kerapatan kanopi pada suatu tanaman akan memperbesar berkurangnya air hujan tertahan akibat intersepsi (Arsyad, 2006). Erosi tanah pada pertanaman teh dapat menjadi sebuah masalah ketika perkebunan berkurang. Hal tersebut telah ditemukan di Sri Lanka dimana perkebunan teh telah diabaikan sejak pertengahan tahun 1970 dan menyebabkan erosi tanah terberakan (Botschek et al., 1998). Menurut Salim (2000) berdasarkan penelitiannya mengenai tingkat erosi pada kebun teh di tanah Andosol setelah pemangkasan, disebutkan bahwa lahan kontrol (lahan sehabis pangkas tanpa pengendalian erosi) menghasilkan erosi sebesar ton ha -1 th -1. Pemberian mulsa daun teh sisa pemangkasan memberi pengaruh yang nyata terhadap jumlah erosi tanah dan laju aliran permukaan karena lahan lebih terlindung dari daya tumbuk butir-butir hujan dan daya kikis aliran permukaan dengan adanya penutup permukaan tanah oleh mulsa yang lebih rapat (Salim, 2000).

30 13 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Desember 2011 dan terbagi menjadi 2 tempat yakni lapang dan laboratorium. Kegiatan penelitian lapang berlokasi di Afdeling Cikopo Selatan Perkebunan Teh PTPN VIII Gunung Mas (Gambar 2), sedangkan kegiatan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Desa Citeko Gambar 2. Lokasi Penelitian: a) Lokasi Lahan Penelitian di PTPN VIII Gn.Mas Afdeling Cikopo Selatan, b) Letak Desa Citeko, Kecamatan Cisarua Lokasi penelitian berada pada DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung Hulu (Gambar 2) dengan topografi berbukit hingga bergunung dan berada pada ketinggian mdpl. Secara administratif, lahan kebun teh Afdeling Cikopo Selatan berada di wilayah Desa Citeko, Kecamatan Cisarua. Menurut Peta Tanah Semi Detail skala 1 : , tanah di Desa Citeko Kecamatan Cisarua tergolong jenis tanah Andosol (Puslittanak, 1992) Bahan dan Alat a) b) Bahan yang digunakan pada penelitian adalah lahan perkebunan teh berumur tahun yang berada pada ketinggian ± mdpl dengan lereng antara 16 18%. Bahan lain yang digunakan adalah data pias hujan harian selama 1 tahun yang dikumpulkan dari Stasiun Klimatologi Citeko. Peralatan yang digunakan berupa seng, bonet, paku, drum kaleng, drum plastik, pipa pralon,

31 14 gelas ukur, ember, double ring infiltrometer, palu, ring sampel, kayu balok, botol plastik, dan lain-lain Metode Penelitian Aliran permukaan dan erosi tanah diukur dari petak ukur aliran permukaan berukuran 2m x 8m yang ditempatkan secara acak pada 3 blok kebun berbeda (Gambar Lampiran 1). Petak ukur T1 terdapat pada blok 2, petak ukur T2 terdapat pada blok 3 dan petak ukur T3 terdapat pada blok 6. Pemilihan blok kebun didasarkan pada perbedaan umur pemangkasan tanaman teh dengan jenis umur pemangkasan : 1. T1 : tanaman teh umur tahun ke-1 setelah pemangkasan (lereng 17 %) 2. T2 : tanaman teh umur tahun ke-3 setelah pemangkasan (lereng 18 %) 3. T3 : tanaman teh umur tahun ke-4 setelah pemangkasan (lereng 16 %) Pada penelitian kali ini ketiga nilai kemiringan lereng tersebut diasumsikan termasuk kedalam satu kelompok. Sehingga pengaruhnya terhadap nilai aliran permukaan dan erosi tanah menjadi tidak ada dan hasil pengukuran menjadi dapat dibandingkan Pembuatan Petak Ukur Aliran Permukaan dan Erosi Petak ukur dibuat dengan arah memotong kontur dan terbuat dari plat seng berukuran 50 cm yang dimasukkan ke dalam tanah secara vertikal hingga setengah bagian (25 cm) seng tertanam (Gambar Lampiran 2). Bagian bawah petak merupakan daerah outlet aliran permukaan yang akan tertampung pada bak penampung. Pada lereng bawah setiap petak dipasang bak penampung utama dan drum penampung tambahan (Gambar Lampiran 2). Bak penampung utama terbuat dari drum berkapasitas ± 210 liter yang dipotong menjadi dua bagian. Bagian dekat mulut drum yang mengarah lereng bawah dibuatkan lubang sebanyak 11 buah mengelilingi drum. Lubang-lubang tersebut berkedudukan horizontal, masingmasing berdiameter ±3 cm dan berjarak ±8 cm. Permukaan bak dilapisi dengan penutup berbahan kain kasa. Kain pelapis tersebut mampu ditembus oleh air namun tidak diharapkan mampu ditembus oleh sedimen tanah hasil erosi terkecuali partikel tanah yang berbentuk suspensi dan menyatu dengan aliran

32 permukaan yang ditampung. Bak penampung utama diberikan penutup yang terbuat dari seng. Hal demikian dilakukan agar aliran permukaan dan erosi yang tertampung tidak lain berasal dari daerah tangkapan petak erosi dan bukan berasal dari air hujan langsung dan erosi di luar petak ukur Bak penampung tambahan merupakan tong berbahan plastik berkapasitas ±60 liter yang ditempatkan pada ketinggian yang lebih rendah dari bak penampung utama. Fungsi dari bak penampung tambahan adalah untuk menampung kelebihan air yang diterima oleh bak penampung utama. Bak penampung utama dan penampung tambahan dihubungkan oleh pipa plastik. Pipa plastik tersebut dipasang pada lubang tengah bak utama dan ujung lainnya dipasang pada lubang tunggal bak penampung tambahan Peralatan yang Dipergunakan untuk Membuat Petak Erosi dan Cara Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi A. Peralatan 1. Bak penampung aliran permukaan 2. Alat pengambil contoh tanah ring sampel, pacul, sekop, pisau cutter, kertas label, kantong plastik 3. Alat pengukur dan pengambilan contoh aliran permukaan teko piala plastik ukuran 1 liter, ember, gelas plastik, gayung, spons 4. Alat untuk mengukur sedimen erosi alat penyaring, kertas saring, gelas ukur, oven, timbangan 5. Alat-alat lain : abney level untuk mengukur kelerengan lahan, double ring infiltrometer untuk mengukur infiltrasi dan pengukur waktu (stop watch). B. Pengukuran Aliran Permukaan Pengukuran aliran permukaan dilakukan dengan mengukur volume keseluruhan air yang tertampung pada bak penampung utama (sebagai aliran permukaan) menggunakan teko piala plastik berskala liter. Pengukuran volume air juga dilakukan pada tong penampung tambahan jika terdapat air berlebih dari bak penampung utama dan mengalir mengisi tong penampung tambahan. Volume air 15

33 16 yang terukur pada bak penampung tambahan, nilainya dikalikan dengan banyak lubang yang terdapat pada bak penampung utama (11 lubang). Contoh aliran permukaan sebanyak 0,5 liter dibawa ke laboratorium dan dilakukan analisis pemisahan suspensi tanah. Pengambilan contoh air dilakukan bersamaan dengan waktu pengukuran aliran permukaan. Jumlah aliran permukaan yang tertampung dihitung dengan menggunakan rumus : Vap = V I + 11V II dimana : Vap = Volume aliran permukaan (m 3 ) V I = Volume air bak penampung utama (m 3 ) V II = Volume air bak penampung tambahan (m 3 ) Komponen rumus perhitungan V II diatas hanya digunakan kedalam rumus Vap jika terdapat aliran permukaan berlebih yang mengisi tong penampung tambahan. Jika tidak ada, aliran permukaan hanya dihitung berdasarkan volume air yang tertampung pada bak penampung utama saja (V I ). Pada penelitian kali ini, aliran permukaan yang terjadi pada perkebunan bernilai kecil dan tidak menghasilkan air pada bak penampung tambahan sehingga perhitungan aliran permukaan total (Vap) hanya menggunakan komponen rumus V I. C. Pengukuran Erosi Erosi yang dihasilkan pada petak pengukuran relatif kecil dan hanya berasal dari suspensi tanah yang tercampur pada aliran permukaan. Pengukuran erosi dilakukan dengan mengambil 0,5 liter sampel aliran permukaan yang mengandung suspensi tanah dari bak penampung utama. Pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu mengaduk seluruh air di dalam bak penampung sampai merata dan homogen. Tahap tersebut dilakukan bersamaan pada saat melakukan pengukuran aliran permukaan. Sampel air dimasukkan pada botol plastik berukuran 600 ml. Sampel air dibawa ke Laboratorium untuk selanjutnya dilakukan analisis pemisahan suspensi tanah terhadap aliran permukaan.

34 17 Kegiatan pemisahan suspensi tanah dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan. Tahap pemisahan suspensi tanah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Pengukuran terhadap bobot masing-masing kertas saring yang akan digunakan 2. Penyaringan suspensi tanah terhadap sampel aliran permukaan menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Pencatatan bobot air (ml) yang lolos dari proses penyaringan. 3. Proses pengeringan terhadap kertas saring yang digunakan saat penyaringan menggunakan oven pada suhu C selama ± 24 jam 4. Penimbangan kembali terhadap bobot kertas + tanah setelah oven. 5. Selisih bobot antara kertas sebelum penyaringan dengan kertas + suspensi (setelah oven) merupakan jumlah bobot kering dari sedimen tanah yang tersuspensi dalam aliran permukaan. Jumlah suspensi tanah tererosi pada penelitian kali ini merupakan erosi total yang terjadi pada perkebunan teh dan jumlahnya dihitung dengan rumus : E = V x B, dimana : E = erosi total (kg ha -1 th -1 ) V = volume aliran permukaan (m 3 ha -1 th -1 ) B = bobot kering sedimen yang tersuspensi dalam aliran permukaan Analisis Sifat Fisik Tanah Sifat-sifat fisik tanah yang dianalisis meliputi kadar air, menentukan nilai pf, tekstur tanah (4 fraksi), bobot isi, kadar bahan organik, dan permeabilitas tanah. Analisis bobot isi dan tekstur tanah dilakukan untuk mengetahui kapasitas meloloskan air pada tanah penelitian dan analisis kadar bahan organik dilakukan untuk mengetahui kondisi kadar bahan organik tanah pada lahan penelitian. Jenis analisis tanah dan metode analisisnya tertera pada Tabel 1.

35 18 Tabel 1. Jenis Analisis Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya Sifat Fisik Tanah Kadar Air Kurva pf Tekstur (4 fraksi) Bobot Isi C organik Permeabilitas Metode Analisis Gravimetrik Membrane/plate apparatus Pipet Gravimetrik Walkley and Black De boodt (1974) berdasarkan Hukum Darcy Pengukuran Infiltrasi Tanah Pengukuran infiltrasi tanah pada lahan penelitian dilakukan untuk mengukur kapasitas tanah dalam menyerap dan meneruskan air yang masuk melalui permukaan tanah. Kegiatan pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat double ring infiltrometer seperti yang tertera pada Gambar 3. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada masing-masing petak dimana satu ulangan dilakukan didalam petak dan 2 kali ulangan disekitar petak. Gambar 3. Alat Pengukur Infiltrasi Tanah Double ring infiltrometer terdiri dari 2 ring dimana masing-masing ring memiliki ukuran diameter yang berbeda (diameter kecil dan diameter besar). Salah satu bagian mulut ring berbentuk lebih pipih dan bagian lainnya lebih tebal. Mulut ring yang lebih pipih diarahkan ke tanah agar lebih mudah masuk menembus tanah ketika dipatok. Sedangkan mulut ring yang lebih tebal digunakan sebagai alas untuk mematok. Instalasi alat dilakukan dengan mematok

36 19 kedua ring menggunakan palu hingga tertanam ± 5 dari permukaan tanah seperti yang terlihat pada Gambar Analisis Data Hujan Analisis data hujan meliputi penentuan klasifikasi iklim wilayah menurut Schmidth-Ferguson dan penentuan nilai EI 30. Pada sistem klasifikasi Schmidth Ferguson kriteria yang digunakan adalah penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah dengan pengertian sebagai berikut : Bulan Kering (BK) : bulan dengan hujan < 60 mm Bulan Lembab (BL) : bulan dengan hujan antara mm Bulan Basah (BB) : bulan dengan hujan > 100 mm Penentuan tipe iklim mempergunakan nilai Q yaitu : Rata-rata Bulan Kering (BK) Q = X 100 % Rata-rata Bulan Basah (BB) EI 30 ditentukan dengan menganalisis data curah hujan harian berupa data pias hujan. Sifat-sifat hujan dianalisis dari grafik hujan kertas pias. Garis ordinat (Y) menyatakan jumlah hujan, sedangkan garis absis (X) menyatakan waktu. Kurva hujan yang didapat dari penakar hujan automatik dengan faktor konversi sendiri yang melekat pada alat tersebut. Sifat-sifat hujan yang ditetapkan terdiri dari : a). Jumlah hujan harian, b). Intensitas maksimum selama 30 menit (I 30 ), c). Energi kinetik total (KE), d). Satuan interaksi energi - intensitas hujan maksimum selama 30 menit (EI 30 ) sebagai indeks erosi hujan. Untuk menghitung energi kinetik hujan digunakan rumus : E = 210, log I Sedangkan indeks erosi hujan dari satuan interaksi energi-interaksi maksimum selam 30 menit dihitung dengan rumus : EI 30 = E x I 30 x 10-2

37 20 dimana : EI 30 E = indeks erosi hujan dengan intensitas maksimum selama 30 menit, = total energi kinetik hujan untuk satu hari hujan, dalam joule per meter persegi I 30 = intensitas maksimum selama 30 menit, dalam cm jam Pengukuran Persentase Tutupan Lahan Analisis untuk menentukan persentase tutupan lahan dilakukan pada setiap petak pengamatan. Data yang digunakan adalah foto terhadap kondisi tutupan kanopi tanaman teh pada awal dan akhir pengamatan di ketiga petak pengamatan. Foto diambil menggunakan kamera digital. Softcopy foto dirubah ke dalam format.jpeg kemudian diolah menggunakan bantuan software Adobe Photoshop CS 5 untuk mengetahui berapa persen tutupan kanopi tanaman teh terhadap lahan pada masing-masing petak Pengukuran Lolosan Tajuk Pengukuran lolosan tajuk pada lahan penelitian dilakukan dengan menggunakan alat sederhana yang terbuat dari jerigen minyak, corong, selang plastik, vaselin, dan alat perkakas. Seperti yang terlihat pada Gambar 4. Alat tersebut terdiri dari dua bagian utama, yakni bagian penangkap air hujan dan bagian penampung air hujan yang tertangkap. Dalam hal ini, corong minyak digunakan sebagai bagian alat yang berfungsi sebagai penangkap air hujan dan jerigen minyak berfungsi sebagai alat penampungnya. Ujung corong minyak dihubungkan dengan jerigen minyak menggunakan selang plastik. Pada bagian sambungan di kedua ujung selang, digunakan vaseline untuk menutupi rongga pada kedua sambungan baik sambungan antara selang dan corong maupun antara selang dan jerigen. Hal demikian dilakukan supaya air hujan tidak mengalir menembus rongga persambungan dan air hujan yang tertampung hanya berasal dari hujan yang masuk melalui mulut corong penangkap. Alat ditempatkan persis di bawah tajuk sehingga air yang tertangkap merupakan air hujan yang lolos melewati tajuk tanaman teh. Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap volume air yang tertampung.

38 21 ± 1 m Corong Penangkap Wadah Penampung Gambar 4. Sketsa Alat Pengukur Lolosan Tajuk Pengukuran dilakukan sesaat setelah hujan bersamaan dengan pengukuran aliran permukaan. Volume air hujan yang tertampung pada alat pengukuran selanjutnya dilakukan konversi terhadap satuan luas lahan penelitian dan dibandingkan terhadap curah hujan (persen hujan). Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai lolosan tajuk dan perbandingan nilai lolosan tajuk terhadap curah hujan (CH) adalah sebagai berikut P x Q Lolosan Tajuk = R dimana : P = volume air hujan yang tertampung jerigen Q = jumlah pohon teh dalam 1 petak pengamatan erosi, R = luas petak

39 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian merupakan kawasan Perkebunan Teh Gunung Mas PT Perkebunan Nusantara VIII yang berada pada ketinggian mdpl dengan topografi berbukit hingga bergunung. Suhu rata-rata harian antara C dan kelembaban udara 70 % dengan curah hujan rata-rata per tahun 3355 mm. Tanaman teh pada perkebunan teh Gunung Mas ditanam dengan searah kontur (Gambar Lampiran 3). Perkebunan Teh Gunung Mas (PTPN VIII) memiliki areal produksi seluas 587,10 ha, yang terbagi menjadi empat lokasi yaitu Afdeling Gunung Mas I, Afdeling Gunung Mas II, Afdeling Cikopo Selatan I, dan Afdeling Cikopo Selatan II. Afdeling Gunung Mas I dan Afdeling Gunung Mas II terletak di Desa Tugu Selatan Kecamatan Cisarua, sementara Afdeling Cikopo Selatan I dan Afdeling Cikopo Selatan II tersebar di tiga desa yaitu Desa Sukagalih dan Kuta di Kecamatan Megamendung serta Desa Citeko di Kecamatan Cisarua (Sulityorini, 2006). Berdasarkan data administrasi PTPN VIII Gunung Mas tahun 2012, Afdeling Cikopo Selatan I dan II terdiri atas 18 blok kebun dengan luas total sebesar 214,93 Ha. Selain itu, terdapat tiga jenis tanah pada areal perkebunan teh Gunung Mas PTPN VIII yaitu jenis tanah Andosol yang merupakan jenis tanah yang paling banyak terdapat yaitu sekitar 53,50% dari seluruh jenis tanah yang terdapat di perkebunan, jenis tanah yang lain adalah jenis Tanah Latosol dan Regosol. PH tanah di perkebunan Gunung Mas berkisar 4,5 5,0 (Prihartono, 2000) Klasifikasi Iklim Hujan pada tiap wilayah mungkin memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan karakteristik tersebut akan menentukan klasifikasi iklim pada tiap wilayah tertentu. Karakteristik hujan dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh hujan terhadap nilai aliran permukaan dan erosi melalui mekanisme erosivitas hujan.

40 23 Untuk menentukan karakteristik iklim pada wilayah Perkebunan Teh Gunung Mas, maka dilakukan klasifikasi iklim menurut Schmidth Ferguson terhadap data curah hujan tahunan di lokasi penelitian. Data curah hujan yang digunakan berupa pias hujan yang berasal dari penakar hujan otomatis Hellman yang dikumpulkan dari Stasiun Klimatologi Citeko. Hasil klasifikasi terhadap data curah hujan bulanan di Stasiun Klimatologi Citeko periode tahun , menunjukkan bahwa iklim wilayah lokasi penelitian memiliki nilai Q sebesar 18,42 % dan tergolong pada tipe B1 yakni daerah sangat basah (Tabel Lampiran 1). Selain klasifikasi iklim lokasi penelitian, hasil pengolahan data curah hujan juga menunjukkan bahwa hujan yang jatuh pada lokasi penelitian memiliki jumlah bulan basah (CH > 100 mm) yang selalu lebih banyak daripada jumlah bulan kering (CH < 60 mm) dan bulan lembab (CH mm) pada setiap tahunnya. Bulan basah terjadi sebanyak sepuluh bulan yakni pada bulan Januari hingga Juni, kemudian pada bulan September hingga Desember. Bulan kering terjadi dua bulan yakni pada bulan Juli, dan Agustus, sedangkan bulan lembab tidak ditemukan (Gambar 5). Curah Hujan Bulanan (mm) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 5. Rata-rata Curah Hujan Bulanan Desa Citeko ( ) Sedangkan menurut klasifikasi yang digunakan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), telah disebutkan bahwa yang termasuk kedalam musim hujan yakni apabila CH 150 mm/bulan dan termasuk musim kering yakni apabila CH 150 mm/bulan. Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka curah hujan yang jatuh pada lokasi penelitian memiliki periode musim hujan

41 24 sebanyak 8 bulan yakni pada periode bulan Januari Mei dan periode Oktober Desember. Sedangkan musim kering ditemukan sebanyak 4 bulan, yakni pada periode bulan Juni September. Curah hujan yang jatuh di lokasi penelitian tergolong kedalam pola hujan monsun yakni terdapat satu kali maksimum curah hujan bulanan dalam setahun. Grafik curah hujan bulanan (Gambar 5) yang membentuk pola huruf (V) merupakan salah satu karakteristik pola hujan monsun yang dipengaruhi oleh angin monsun. Seperti yang telah dikemukakan oleh Tukidi (2010) bahwa tipe monsun dipengaruhi oleh angin laut dalam skala yang sangat luas dan dicirikan oleh adanya perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan kemarau dalam setahun dan hanya terjadi satu kali maksimum curah hujan bulanan dalam setahun Karakteristik Hujan Menurut Dariah et al. (2003) faktor-faktor hujan yang menentukan kekuatan erosivitas hujan terhadap tanah, jumlah aliran permukaan dan besarnya erosi adalah jumlah curah hujan, intensitas, distribusi, dan indeks erosivitas hujan (EI 30 ). Hasil pengamatan data hujan Stasiun Klimatologi Citeko menunjukkan bahwa curah hujan total di lokasi penelitian periode Desember 2010 Desember 2011 tergolong tinggi yakni sebesar 2.627,3 mm (Tabel 2). Curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2011 sebesar 391,5 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 28 hari dan curah hujan bulanan terendah ditemukan pada bulan Agustus 2011 sebesar 14,3 mm dengan hari hujan sebanyak 4 hari (Tabel 2). Selain itu, hasil juga menunjukkan bahwa distribusi curah hujan tertinggi (musim penghujan) berada pada periode bulan Januari Mei dan Oktober Desember, serta periode curah hujan rendah (musim kering) ditemukan pada bulan Juni September (Tabel 2). Terlihat bahwa periode musim hujan dan periode musim kering yang terjadi pada lokasi penelitian telah mengalami pergeseran waktu dibandingkan periode musim hujan pada sebagian wilayah barat di Indonesia yang biasanya ditemukan pada bulan September Februari dan musim kering pada bulan Maret Agustus (Handoko, 1993). Dinamika perubahan jumlah dan waktu hujan harian di lokasi penelitian mempengaruhi hasil analisis I 30. Hasil analisis I 30 terhadap data curah hujan

42 Stasiun Klimatologi Citeko periode Desember 2010 Desember 2011 menujukkan bahwa I 30 total yakni sebesar 245,33 cm jam -1. Selain itu, I 30 bulanan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2011 sebesar 34,57 cm jam -1 dan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 1,23 cm jam -1 (Tabel 2). Tabel 2. Karakteristik Hujan Desa Citeko Periode Desember 2010 Desember 2011 Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan I 30 (cm jam -1 ) EI 30 ton-m ha -1 Desember 208, ,47 96,19 Januari 391, ,57 299,19 Februari 245, ,21 143,88 Maret 222, ,93 75,82 April 261, ,43 174,13 Mei 281, ,43 189,89 Juni 131,8 9 9,77 79,74 Juli 19,3 8 2,17 3,12 Agustus 14,3 4 1,23 2,01 September 64,2 9 8,91 23,91 Oktober 171, ,83 115,71 November 309, ,93 263,03 Desember 309, ,45 244,48 Total 2.627, , ,1 Data didapatkan dari pias hujan hasil pengukuran penakar hujan otomatis Hellman Stasiun Pengamatan Klimatologi Pos Polusi Udara Cibeureum, Kecamatan Cisarua tahun Selain jumlah dan I 30, erosivitas hujan (EI 30 ) merupakan mekanisme paling penting dari faktor hujan dalam mempengaruhi tingkat erosi suatu tanah. Erosivitas hujan merupakan kemampuan hujan untuk menimbulkan atau menyebabkan erosi pada suatu tanah. Daya erosivitas yang dihasilkan hujan berasal dari energi kinetik yang terjadi saat hujan turun (Arsyad, 2006). Tabel 2 menunjukkan bahwa erosivitas (EI 30 ) tertinggi terjadi pada bulan Januari 2011 yakni sebesar 299,19 ton-m ha -1. cm jam -1 dan terendah terjadi pada bulan Agustus 2011 sebesar 2,01 ton-m ha -1, cm jam -1. Secara umum terlihat bahwa peningkatan curah hujan sejalan dengan peningkatan hasil analisis EI 30. Namun ternyata Tabel 2 juga menunjukan bahwa peningkatan curah hujan (CH) harian/bulanan pada waktu tertentu tidak selalu berkorelasi linear terhadap peningkatan nilai erosivitasnya. Hal demikian terlihat pada hasil analisis erosivitas hujan pada bulan Maret 2011 (Tabel 2). Jika dibandingkan dengan CH bulan Juni 25

43 dan Oktober 2011, CH bulanan pada bulan Maret memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan CH bulanan pada bulan Juni dan Oktober yakni dengan nilai berturut-turut 222,7; 131,8; dan 171,5 mm. Namun dengan CH bulanan yang lebih tinggi, justru erosivitas hujan bulanan pada bulan Maret bernilai lebih kecil daripada erosivitas bulanan pada bulan Juni dan Oktober yakni dengan nilai erosivitas berturut-turut sebesar 75,82; 79,74; dan 115,71 ton-m ha -1, cm jam -1. Hal demikian mungkin disebabkan oleh hujan pada bulan Maret 2011 yang sering terjadi pada intensitas tinggi namun dalam waktu yang sangat singkat (Tabel Lampiran 2). Hujan pada kondisi demikian tidak termasuk kedalam kategori perhitungan EI 30 yang menggunakan intensitas hujan harian 30 menit waktu kejadian hujan, sehingga memperkecil hasil perhitungan analisis erosivitas hujan pada bulan Maret Hasil analisis erosivitas hujan pada Tabel Lampiran 2 menunjukkan bahwa erosivitas hujan harian tertinggi terjadi pada bulan Desember 2010, Januari 2011, Februari 2011, dan Maret 2011 yakni pada tanggal 15 Desember, 9 Januari, 27 Februari, dan 17 Maret dengan nilai erosivitas berturut-turut 42,59; 100,85; 60,54, dan 10,05 ton-m ha -1, cm jam -1. Erosivitas harian tertinggi pada bulan April 2011, Mei 2011, Juni 2011, Juli 2011 terjadi pada tanggal 22 April, 7 Mei, 28 Juni, dan 19 Juli dengan nilai erosivitas berturut-turut 53,33; 55,91; 57,34; 2,56 ton-m ha -1, cm jam -1. Erosivitas harian tertinggi pada bulan Agustus 2011, September 2011, Oktober 2011, November 2011, Desember 2011 terjadi pada tanggal 30 Agustus, 17 September, 29 Oktober, 17 November, 27 Desember dengan nilai erosivitas berturut-turut 2,01; 10,42; 43,56; 94,9; 139,72 ton-m ha -1, cm jam -1. Erosivitas harian terendah pada bulan Desember 2010, Januari 2011, Februari 2011, dan Maret 2011 terjadi pada tanggal 9 Deesember 2010, 30 Januari, 2 Februari, 28 Maret dengan nilai erosivitas berturut-turut 0,01; 0,0017; 0,31; 0,015 ton-m ha -1, cm jam -1. Erosivitas harian terendah pada bulan April 2011, Mei 2011, Juni 2011, Juli 2011 terjadi pada tanggal 13 April, 8 Mei, 29 Juni, dan 20 Juli dengan nilai erosivitas berturut-turut 0,004; 0,028; 0,161; 0,0017 ton-m ha -1, cm jam -1. Erosivitas harian terendah pada bulan Agustus 2011, September 2011, Oktober 2011, November 2011, dan Desember 2011 terjadi pada tanggal (Agustus tidak ada), 19 September; 30 Oktober; 4 November; 20

44 27 Desember, dengan nilai erosivitas berturut-turut 0,085; 0,29; 0,0046; 0,007 ton-m ha -1, cm jam -1 (Tabel Lampiran 2) Sifat Fisik Tanah Berdasarkan hasil pengamatan lapang terhadap tanah di lahan Perkebunan Teh Gunung Mas, ditemukan perbedaan sifat fisik yang begitu jelas antara tanah lapisan atas dan bawah. Oleh karena itu, analisis sifat fisik tanah dilakukan pada tanah lapisan atas dan bawah untuk mengetahui perbedaan sifat fisik tanah dari kedua lapisan. Hasil pengukuran nilai pf pada masing-masing tanah ketiga petak ukur tertera pada Gambar 6. Gambar 6 menunjukkan bahwa tanah lapisan atas pada petak T3 dan T2 memiliki kadar air kapasitas lapang (pf) 2,54 lebih besar dibandingkan dengan tanah lapisan bawahnya dengan nilai berturut-turut 51,5 % >50,97 % dan 44,82 % > 33,40%. Sedangkan pada petak pengukuran T1 nilai KAL tanah lapisan bawah lebih besar dari lapisan bawah yakni 54,97 % > 45,68 %. Kondisi iklim perkebunan teh yang lembab membuat nilai air kapasitas lapang yang ditemukan tergolong cukup besar yakni berada pada kisaran % (Gambar 6). Gambar 6. Kurva pf Tanah Lapisan Atas (a) dan Bawah (b) pada Ketiga Petak Ukur Menurut Blanco dan Lal (2008) kelembaban udara yang tinggi berasosiasi dengan kadar air tanah yang lebih tinggi sehingga semakin mempertahankan

45 28 kadar air tanah. Selain itu, kadar air lapang titik layu permanen pada ketiga petak pengamatan berada pada kisaran % baik tanah lapisan atas maupun bawah. Hasil penentuan nilai kadar air pf 1; 2; 2,54 dan 4,2 pada masing-masing tanah petak ukur juga digunakan untuk menetapkan distribusi ukuran pori yang terdiri dari : pori drainase, pori pemegang air, dan air tersedia pada tanah di lahan penelitian. Porositas total didapatkan dari perbandingan antara bobot isi (BI) dan Kerapatan Jenis Tanah (KJP), sedangkan pori drainase didapatkan dari selisih antara porositas total tanah dengan kadar air (%-volume) pada pf 2,54. Air tersedia didapatkan dari selisih antara kadar air pada pf 2,54 dengan pf 4,2. Hasil penetapan porositas total tanah di ketiga petak ukur tertera pada Tabel 3. Hasil menunjukkan bahwa tanah pada petak T1 dan T3 memiliki porositas total lebih besar dibandingkan dengan petak T2. Hal demikian disebabkan oleh perbedaan tekstur pada masing-masing tanah di ketiga petak ukur. Tekstur tanah petak T1 dan T3 didominasi oleh fraksi debu sedangkan petak T2 didominasi oleh fraksi pasir (Tabel 3). Menurut Blanco dan Lal (2008) tanah dengan tekstur dominan berpasir memiliki persentase pori makro yang lebih tinggi daripada pori mikro sedangkan pada tanah berdebu atau berliat, ruang pori lebih didominasi oleh ruang pori mikro yang jumlah persentase totalnya lebih banyak daripada pori makro. Tabel 3 juga menunjukkan hasil analisis tekstur tanah lapisan atas dan bawah di ketiga petak ukur. Hasil menunjukkan bahwa pada petak T1, tektur tanah lapisan atas didominasi oleh fraksi pasir sebesar 66,6 % dan tanah lapisan bawah didominasi oleh fraksi debu sebesar 79,3 %. Pada petak T2, tekstur tanah lapisan atas dan bawah didominasi oleh fraksi pasir dengan nilai berturut-turut 61,60 % dan 69,60 %. Sedangkan tekstur tanah lapisan atas dan bawah pada petak T3 didominasi fraksi debu dengan nilai berturut turut 51,7 % dan 84,8 %. Perbedaan relatif komposisi persen pasir tekstur tanah lapisan atas dan lapisan bawah pada petak pengamatan berpengaruh pada gerakan perkolasi air di dalam tanah dan berimplikasi pada besarnya nilai aliran permukaan dan erosi tanah.

46 Tabel 3. Karakteristik Tanah di Ketiga Petak Pengukuran Aliran Permukaan dan Erosi Tanah 29 Karakteristik Tanah Petak T1 Petak T2 Petak T3 Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Porositas Porositas Total (%-volume) Pori Dainase (%-volume) Pori Pemegang Air (%-volume) Air Tersedia (%-volume) Tekstur (%) 64,5 67,9 65, , ,82 12,93 30,48 20,99 16,8 16,48 45,68 54,97 34,82 33,40 51,5 50,97 18,24 19,94 14, ,05 19,94 Pasir (50 µm-2 mm) 66,60 5,50 61,60 69,60 20,40 3,40 Debu (2-50 µm) 19,00 79,30 22,20 24,40 51,70 84,80 Liat Kasar (0,2-2 µm) 4,50 3,70 8,20 1,70 7,50 4,10 Liat Halus (< 0,2 µm) 9,90 11,50 8,00 4,30 20,40 7,70 Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Lempung Kelas Tekstur (USDA) Berpasir Berdebu Berpasir berpasir Berdebu Berdebu Bobot Isi (gr/cm 3 ) 0,94 0,85 0,92 1,06 0,84 0,76 C-organik (%) 3,60 0,66 2,65 4,25 3,22 3,27 Keterangan : T1 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 1 tahun T2 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 3 tahun T3 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 4 tahun Atas : tanah lapisan atas 0 15 cm Bawah : tanah lapisan bawah cm Menurut Arsyad (2006), sifat lapisan bawah tanah yang menentukan kepekaan erosi tanah adalah permeabilitas lapisan bawah. Permeabilitas ditentukan oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah yang lapisan bawahnya berstruktur granular dan permeabel kurang peka erosi dibandingkan dengan tanah yang lapisan bawahnya padat dan permeabilitasnya rendah. Hasil pengukuran permeabilitas tanah pada ketiga petak ukur tertera pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa tanah lapisan atas petak T2 menghasilkan permeabilitas tertinggi dibandingkan petak lainnya yakni sebesar 65,64 cm jam -1. Sedangkan nilai permeabilitas tanah lapisan atas petak T1 dan T3 bernilai lebih kecil daripada petak T1 yakni berturut-turut sebesar 25,17 cm jam -1 dan 27,18 cm jam -1 (Tabel 4). Nilai permeabilitas yang tinggi pada petak T2 disebabkan oleh tekstur tanah yang didominasi oleh fraksi pasir sehingga porositas total tanah sebagian besar terdiri dari pori makro. Menurut Blanco dan Lal (2008), tanah berpasir juga memiliki kemampuan meloloskan air yang tinggi dibandingkan

47 dengan tanah berdebu atau berliat. Hal tersebut dikarenakan tanah berpasir didominasi oleh pori makro yang merupakan pori meloloskan air. Berdasarkan klasifikasi permeabilitas tanah menurut Uhland dan O Neal (1951), bahwa tanah lapisan atas pada ketiga petak ukur tergolong dalam kelas permeabilitas sangat cepat dan tanah lapisan bawah tergolong klasifikasi agak cepat (Tabel 4). Tabel 4. Permeabilitas Tanah Ketiga Petak Ukur Petak T1 T2 T3 Lapisan tanah atas Lapisan tanah bawah Lapisan Tanah Permeabilitas Tanah (cm jam -1 ) Klasifikasi Permeabilitas (Uhland dan O Neal, 1951) Atas 25,17 Sangat cepat Bawah 10,47 Cepat Atas 65,64 Sangat cepat Bawah 6,89 Cepat Atas 27,18 Sangat cepat Bawah 7,47 Cepat : kedalaman tanah 0 15 cm : kedalaman tanah cm Hasil analisis sifat fisik tanah pada Tabel 3 juga menunjukkan bahwa kadar C organik pada ketiga petak pengamatan baik tanah lapisan atas maupun bawah tergolong tinggi dengan nilai > 2,5 % kecuali pada tanah lapisan bawah petak T1 yakni sebesar 0,66 %. Kecilnya kadar bahan organik pada tanah lapisan bawah petak T1 mungkin disebabkan oleh minimnya suplai bahan organik dari tanah lapisan atas. Selain ditentukan oleh sifat genesis dan pedogenesis, keberadaan bahan organik juga sangat mempengaruhi karakteristik dan perubahan sifat fisik tanah pada suatu lahan. Menurut Dariah (2004) bahan organik sangat berperan pada proses pembentukan dan pengikatan serta penstabilan agregat tanah. Tingginya cadangan bahan organik pada lokasi penelitian dipengaruhi aktifitas pengembalian bahan organik yang tinggi baik dari sisa pemetikkan atau dari sisa pemangkasan. Selain input tinggi, tingginya kandungan bahan organik pada lahan penelitian juga disebabkan oleh pengaruh suhu udara yang terbilang rendah pada lokasi penelitian. Menurut data yang didapatkan dari BMKG Citeko, perkebunan teh Afdeling Cikopo Selatan berada pada ketinggian > 920 m, memiliki suhu rata-rata maksimum 24,8 0 C dan rata-rata minimum 18,6 0 C dengan 30

48 31 kelembaban udara rata-rata bulanan sebesar 83,7% (Tabel Lampiran 3). Kondisi tersebut akan semakin memperbesar cadangan bahan organik tanah di perkebunan teh akibat minimnya aktifitas dekomposisi oleh mikroorganisme tanah Infiltrasi Tanah Infiltrasi tanah merupakan salah satu parameter untuk mengamati kemampuan tanah dalam meresapkan air. Infiltrasi tanah biasanya dinyatakan dalam kapasitas infiltrasi tanah. Menurut Arsyad (2006) kapasitas infiltrasi merupakan kemampuan tanah dalam meresapkan air melalui permukaan tanah per satuan waktu dan biasanya dinyatakan dalam satuan cm jam -1. Hasil Pengukuran infiltrasi tanah lapang pada ketiga petak pengukuran disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa tanah pada petak pengukuran T1, T2, dan T3 memiliki nilai kapasitas infiltrasi (cm jam -1 ) yakni berturut-turut sebesar 38, 40, dan 34. Perbedaan nilai infiltrasi tanah pada ketiga petak pengamatan disebabkan oleh perbedaan sifat fisik tanah terutama tekstur dan struktur tanah. Tabel 5. Kapasitas Infiltrasi Tanah pada Ketiga Petak Pengukuran Petak Kapasitas Infiltrasi Konstan (cm jam -1 ) Klasifikasi Infiltrasi (Kohnke, 1968) T1 38 sangat cepat T2 40 sangat cepat T3 34 sangat cepat Rata-rata 37,3 sangat cepat Keterangan : T1 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 1 tahun T2 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 3 tahun T3 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 4 tahun. Tanah pada petak ukur T2 memiliki nilai kapasitas infiltrasi paling tinggi dibanding petak lainnya yakni sebesar 40 cm jam -1. Hal demikian disebabkan oleh pengaruh tekstur tanah pada petak T2. Jika dibandingkan dengan petak T3, tekstur tanah pada petak T2 lebih didominasi oleh fraksi pasir baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah sedangkan petak T3 didominasi oleh fraksi debu (Tabel 3). Sedangkan nilai infiltrasi pada petak T1 yakni sebesar 38 cm jam -1 dan nilai tersebut dipengaruhi oleh keberadaan bahan organik sisa pemangkasan teh.

49 32 Pada pengukuran infiltrasi lapang, tanah pada petak T2 dengan tekstur dominan berpasir membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai infiltrasi konstan dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan pada tanah petak T3 dengan tekstur dominan debu (Tabel Lampiran 4). Menurut Wuest et al. (2006) bahwa infiltrasi tanah berkorelasi positif dengan peningkatan partikel kasar tanah dan berkorelasi negatif dengan pertambahan partikel baik tanah. Tanah berpasir memiliki makropori lebih banyak daripada tanah berliat dan makropori menghantarkan air lebih cepat daripada mikropori. Disamping itu, menurut Musgrave dan Holtan (1964), tanah-tanah yang didominasi oleh liat umumnya banyak mengandung bahan koloid dan apabila tanah tersebut mengalami pembasahan, maka ikatan antar butir akan semakin lemah sehingga butir-butir tanah dengan mudah lepas satu sama lain dan akan menutup pori-pori di permukaan tanah. Hal inilah yang menyebabkan laju infiltrasi tanah bertekstur liat lebih rendah dibandingkan dengan tanah bertekstur pasir. Menurut klasifikasi kapasitas infiltrasi yang telah dikemukakan oleh Kohnke (1968) (Tabel Lampiran 5), nilai kapasitas infiltrasi tanah pada ketiga petak pengukuran masuk kedalam kategori klasifikasi sangat cepat Aliran Permukaan dan Erosi Hasil pengukuran rata-rata aliran permukaan ketiga petak ukur di perkebunan Teh Gunung Mas (PTPN VIII) periode bulan Desember 2010 Desember 2011 menunjukkan bahwa puncak aliran permukaan terjadi pada bulan Januari, Oktober, November, dan Desember (Gambar 7). Bulan terjadinya puncak aliran permukaan, rata rata bersamaan dengan bulan terjadinya puncak musim hujan yakni pada bulan Januari Mei, November, dan Desember. Hal demikian menunjukkan bahwa secara umum, peningkatan curah hujan akan meningkatkan risiko aliran permukaan. Sedangkan nilai aliran permukaan harian pada ketiga petak pengukuran tertera pada Tabel Lampiran 6, 7, 8. Gambar 7 juga menunjukkan pada bulan Juli, Agustus, dan September tidak ditemukaannya aliran permukaan di ketiga pengamatan karena curah hujan bulanan pada ketiga bulan tersebut berjumlah kecil dengan nilai berturut-turut sebesar 19,3; 9,9; dan 64,2 mm (Tabel 2). Curah hujan yang sedikit tidak mampu

50 33 membuat aliran permukaan karena jumlahnya belum melebihi dari rata-rata kapasitas infiltrasi tanah. 30 Aliran Permukaan (mm) Curah Hujan (mm) 0 Aliran Permukaan (mm) Curah Hujan (mm) Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 7. Rata-rata Aliran Permukaan Ketiga Petak Ukur Periode Desember 2010 Desember 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII. Tingginya jumlah curah hujan hujan yang jatuh pada lokasi penelitian tidak berkorelasi positif terhadap tingginya nilai aliran permukaan yang terjadi. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa bulan dengan curah hujan tinggi seperti Januari Mei hanya menghasilkan rata-rata aliran permukaan yang terbilang sangat kecil yakni sebesar 5 mm (Gambar 7). Hal demikian disebabkan oleh pengaruh kanopi tanaman teh yang rapat sehingga sebagian besar curah hujan tertahan oleh kanopi tajuk tanaman teh. Menurut Arsyad (2006) keberadaan kanopi tanaman mempengaruhi kejadian aliran permukaan melalui mekanisme intersepsi dan mengurangi energi tumbuk hujan. Selain menunjukkan distribusi curah hujan dan aliran permukaan bulanan yang terjadi pada lokasi penelitian, pada Gambar 7 juga terlihat bahwa peningkatan curah hujan total tidak selalu seiring dengan peningkatan aliran permukaan yang dihasilkan. Hal demikian terlihat pada bulan Januari 2011 dimana nilai curah hujan yang merupakan nilai tertinggi dibandingkan bulan lainnya ternyata tidak sejalan dengan tingginya aliran permukaan yang dihasilkan. Aliran permukaan bulanan tertinggi justru terjadi pada bulan November Hal

51 34 demikian disebabkan oleh perbedaan lama hujan per kejadian hujan pada kedua bulan tersebut. Bulan Januari merupakan puncak musim hujan yang terjadi pada lokasi penelitian. Kejadian hujan harian pada bulan Januari sering terjadi dalam waktu yang lama (pagi hingga malam) sehingga intensitas hujannya relatif kecil. Kondisi demikian menyebabkan air hujan yang jatuh lebih banyak terserap masuk ke dalam tanah dan tidak menghasilkan aliran permukan sekalipun jumlah curah hujan totalnya tinggi. Sedangkan pada bulan November kejadian hujan sering terjadi dengan intensitas tinggi sehingga menghasilkan aliran permukaan yang lebih tinggi. Menurut Baver (1959) bahwa curah hujan total yang besar mungkin tidak menyebabkan erosi tanah jika intensitasnya rendah misalnya hujan intensif terjadi dalam waktu sangat singkat mungkin tidak menyebabkan banyak tanah hilang karena curah hujan tidak cukup untuk membuat aliran permukaan. Selain aliran permukaan, hasil pengukuran rata-rata erosi tanah ketiga petak ukur di Perkebunan Teh Gunung Mas (PTPN VIII) periode bulan Desember 2010 Desember 2011 juga menunjukkan bahwa puncak erosi tanah terjadi pada bulan Januari, April, Oktober, November, dan Desember (Gambar 8). Puncak erosi tanah rata-rata terjadi bersamaan dengan puncak musim hujan yang berada pada bulan Januari-Mei dan November, dan Desember. Hal demikian terjadi karena curah hujan yang tinggi akan memperbesar risiko terjadinya aliran permukaan sehingga akan semakin meningkatkan erosi tanah pada petak pengamatan. Pada periode bulan kering seperti bulan Juli, Agustus, dan September tidak ditemukannya erosi tanah pada ketiga petak ukur (Gambar 8). Hal demikian disebabkan oleh tidak terjadinya aliran permukaan pada ketiga bulan tersebut sehingga tidak menimbulkan erosi tanah. Selain itu, tingkat erosi tanah harian pada ketiga petak ukur di Perkebunan Teh Gunung Mas PTPN VIII.

52 35 30 Erosi Tanah (mm) Curah Hujan (mm) Erosi Tanah (kg) Curah Hujan (mm) Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 8. Rata-rata Erosi Tanah Ketiga Petak Ukur Periode Desember 2010 Desember 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII. Selain menunjukkan distribusi curah hujan dan erosi tanah bulanan yang terjadi pada lokasi penelitian, Gambar 8 juga menunjukkan peningkatan curah hujan tidak selalu seiring dengan erosi tanah yang dihasilkan. Seperti terlihat pada bulan Januari 2011 dimana dengan nilai curah hujan tertinggi dibandingkan pada bulan lainnya namun ternyata erosi tanah tertinggi justru ditemukan pada bulan November Hal demikian disebabkan oleh perbedaan aliran permukaan yang terjadi dimana bulan November menghasilkan aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan bulan Januari. Aliran permukaan yang tinggi pada bulan November disebabkan oleh rata-rata intensitas per kejadian hujan yang tinggi pada bulan November. Menurut Blanco dan Lal (2008) bahwa intensitas per kejadian hujan merupakan faktor paling penting dalam mempengaruhi tingkat erosi tanah. Selain jumlah aliran permukaan, nilai erosi tanah yang terjadi pada ketiga petak ukur juga dipengaruhi oleh lokasi penelitian yang berada pada kawasan pegunungan. Letaknya yang berada pada kawasan pegunungan membuat pola hujan di lokasi penelitian dipengaruhi oleh fenomena hujan orografis pegunungan. Kondisi demikian mempengaruhi distribusi hujan menjadi tidak merata menurut ruang dan waktu akibat distribusi arah angin yang tak menentu dan mudah

53 36 berubah pada lokasi penelitian. Distribusi hujan yang yang tidak merata tersebut mempengaruhi daerah luasan erosi dan erosi total pada lokasi penelitian Menurut Blanco dan Lal (2008) bahwa hujan lebih erosif dibandingkan aliran permukaan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis perbandingan antara erosivitas hujan dan erosi tanah untuk membandingkan nilai erosivitas hujan (hasil olahan data pias hujan) terhadap erosi tanah yang ditemukan pada lokasi penelitian. Hasil analisis perbandingan erosivitas hujan (EI 30 ) bulanan terhadap rata-rata erosi bulanan ketiga petak pengamatan periode Desember 2010 Desember 2011 di Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII tertera pada Gambar EI30 Erosi Tanah 0 Erosi Tanah (kg) EI30 (ton-m ha -1, cm jam -1 ) Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Gambar 9. Perbandingan Erosivitas Hujan (EI 30 ) Bulanan terhadap Rata-rata Erosi Bulanan Perkebunan Teh Gn. Mas PTPN VIII periode Desember 2010 Desember Gambar 9 menunjukkan bahwa erosivitas hujan bulanan di lokasi penelitian terbilang tinggi dengan nilai mencapai ton-m ha -1. Namun tingginya hasil analisis erosivitas hujan pada lokasi penelitian tidak sejalan dengan erosi tanah yang terjadi sebenarnya. Hasil menunjukkan bahwa erosi tanah bulanan ketiga petak ukur bernilai jauh lebih kecil dibawah hasil analisis erosivitas hujan yakni hanya berkisar 2 10 kg ha -1 (Gambar 9). Kecilnya nilai erosi tanah ketiga petak ukur, dipengaruhi oleh keberadaan tajuk tanaman teh yang rapat sehingga mengakibatkan sedikitnya air hujan yang berhasil lolos melewati tajuk tanaman teh dan lebih banyak yang tertahan melalui intersepsi

54 37 tajuk. Berkurangnya jumlah hujan yang berhasil sampai mengenai permukaan tanah juga sekaligus mengurangi daya rusak hujan langsung (erosivitas) terhadap tanah sehingga mengurangi risiko kejadian aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi kejadian erosi tanah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Supriyo Ambar dan Karyono tahun 1979, ditemukan bahwa nilai erosivitas hujan pada perkebunan teh hanya berkisar pada angka 25 %. Peningkatan erosivitas hujan terhadap risiko kejadian erosi tanah tidak selalu berjalan linear terhadap hasil erosi sebenarnya di lapangan seperti yang ditunjukkan Gambar 9. Gambar (9) menunjukkan nilai erosivitas hujan tertinggi pada Januari ternyata tidak sejalan dengan erosi tanah yang dihasilkan pada lokasi penelitian. Erosi tanah tertinggi justru ditemukan pada bulan November. Ketidakselarasan tersebut disebabkan karena pada bulan Januari merupakan puncak musim hujan pada lokasi penelitian sehingga kejadian hujan harian sering terjadi dalam waktu yang lama (pagi hingga malam) namun dengan intensitas yang kecil. Hal demikian membuat nilai E (analisis erosivitas) menjadi lebih tinggi dibandingkan nilai I 30 nya. Sedangkan pada bulan November, hujan sering terjadi dalam intensitas tinggi dan membuat hasil analisis I 30 nya menjadi tinggi sehingga menghasilkan erosi tanah yang lebih tinggi. Selain itu, menurut Dariah et al. (2003) beberapa karateristik hujan seperti intensitas dan distribusi hujan dapat menjadi penyebab kecilnya aliran permukaan dan erosi tanah. Distribusi terhadap orientasi arah angin yang tak menentu dan mudah berubah pada daerah pegunungan, berimplikasi secara langsung dalam mempengaruhi distribusi curah hujan sehingga distribusi hujan menjadi tidak merata. Hasil analisis aliran permukaan dan erosi tanah pada masing-masing petak ukur tertera pada Tabel 6. Hasil menunjukkan bahwa walaupun petak ukur T3 (tanaman teh umur tahun ke-4 setelah pemangkasan) berada pada lahan yang memiliki persen tutupan tajuk tanaman teh paling rapat dibandingkan dengan petak lainnya yakni sebesar 70 %, namun ternyata petak T3 menghasilkan jumlah aliran permukaan dan erosi tanah tertinggi dibandingkan petak lainnya yakni berturut-turut sebesar 325,57 m 3 ha -1 th -1 dan 55,36 kg ha -1 th -1. Tingginya aliran permukaan yang terjadi pada petak T3 disebabkan oleh struktur tanah yang lebih padat dan tekstur tanah lapisan atas yang didominasi

55 38 oleh fraksi debu dibandingkan dengan tanah pada petak T2 dan T1 yang didominasi oleh fraksi pasir (Tabel 3). Selain itu, tingginya aliran permukaan pada petak T3 juga disebabkan oleh kecilnya kapasitas meloloskan air pada tanah petak T1. Berdasarkan hasil analisis ruang pori drainase tanah di ketiga petak ukur didapatkan hasil bahwa tanah pada petak T3 memiliki pori drainase hanya sebesar 16,8 % (Tabel 3). Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pori drainase pada petak T2 dengan tekstur tanah berpasir yakni diatas 20 %. Kecilnya pori drainase pada petak T3 menyebabkan curah hujan yang jatuh menjadi lebih sedikit yang terdrainase kedalam tanah dan lebih banyak hilang sebagai aliran permukaan. Selain tanah, faktor penting lain yang paling mempengaruhi tingginya aliran permukaan pada petak T3 adalah kondisi tajuk tanaman teh yang rapat. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Madhu et al. (2011) tentang efisiensi tanaman teh terhadap penggunanaan air hujan pada beberapa perlakuan konservasi di dataran tinggi India Selatan bahwa nilai aliran permukaan dan erosi akan menurun seiring dengan penambahan persen tutupan tajuk teh, lalu mulai terjadi peningkatan kembali terhadap aliran permukaan dan erosi saat tutupan tajuk semakin rapat yakni pada tutupan 68 % hingga 80 %. Peningkatan kembali aliran permukaan dan erosi tanah pada lahan dengan tutupan yang lebih rapat disebabkan oleh terjadinya peningkatan erosivitas butir hujan akibat akumulasi butir hujan pada tajuk tanaman. Kondisi demikian menimbulkan erosi percik yang dominan dan menghasilkan lapisan kedap air pada permukaan tanah akibat pori-pori tanah terisi oleh partikel tanah yang terlepas akibat erosi percik. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Supriyo Ambar dan Karyono tahun 1980 bahwa erosivitas tetesan tajuk meningkat dengan ketinggian tajuk yang besarnya bergantung pada jenis tumbuhan. Peristiwa demikian mungkin dapat diterangkan karena terjadinya konsentrasi butir-butir hujan pada daun yang menyebabkan meningkatnya ukuran butir hujan dan intensitas lokal yang dapat mencapai 1000% intensitas hujan sebelum menimpa tajuk tumbuhan (Amstrong dan Mitcell, 1989).

56 Selain itu, besarnya erosi tanah yang terjadi pada tanah petak T3 juga disebabkan oleh tekstur tanah yang dominan berdebu sehingga meningkatkan kejadian erosi akibat mudahnya fraksi debu terlepas. Menurut Dariah et al. (2003) debu merupakan fraksi tanah yang paling mudah tererosi, karena selain mempunyai ukuran yang lebih halus, fraksi ini juga tidak memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan (tanpa adanya bantuan bahan perekat/pengikat) karena tidak memiliki muatan. Oleh karena itu, fraksi debu akan mudah terdispersi saat terkena pukulan butir hujan dan menutup pori-pori tanah dan membentuk lapisan kedap pada permukaan tanah sehingga mengurangi kapasitas infiltrasi tanah dan memperbesar risiko aliran permukaan. Hasil pengukuran terhadap infiltrasi tanah di ketiga petak pengukuran menunjukkan tanah petak T3 menghasilkan nilai infiltrasi tanah yakni sebesar 34 cm jam -1. Pada petak T2, hasil pengukuran menunjukkan bahwa aliran permukaan dan erosi tanah yang ditemukan yakni berturut-turut sebesar 208,89 m 3 dan 32,06 kg ha -1 th -1 (Tabel 6). Hasil tersebut ternyata lebih rendah jika dibandingkan dengan yang ditemukan pada petak pengamatan T3 sekalipun petak T2 memiliki persen tutupan tajuk yang lebih rendah (57 %) dibandingkan petak T3 (Tabel 6). Tabel 6. Aliran Permukaan, Erosi Tanah, dan Tutupan Tajuk pada Ketiga Petak Pengukuran Erosi Petak m 3 ha -1 th -1 Aliran Permukaan (% hujan) Erosi (kg ha -1 th -1 ) Tutupan Tajuk (%) T1 146,19 0,92 25,80 41,5 T2 208,89 1,31 32,06 57,0 T3 325,57 2,05 55,36 70,0 Keterangan : T1 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 1 tahun T2 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 3 tahun T3 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 4 tahun Lebih kecilnya aliran permukaan yang terjadi pada petak T2 dibandingkan petak T3 disebabkan oleh curah hujan yang lebih banyak terdrainase masuk kedalam tanah akibat tingginya ruang pori drainase (%-volume) pada petak T2 yakni sebesar 20,48 % (Tabel 3). Nilai demikian juga dipengaruhi oleh tekstur tanah pada petak T2 yang berpasir. Tekstur tanah berpasir pada petak T2 39

57 40 menghasilkan nilai kapasitas infiltrasi tanah lebih tinggi dibandingkan petak lainnya yakni sebesar 40 cm jam -1 (Tabel 5). Menurut Blanco dan Lal (2008) bahwa tanah berpasir memiliki lebih banyak pori makro dibandingkan pori mikro sehingga dapat meloloskan air lebih cepat daripada tanah berliat dan berdebu. Hal demikian menyebabkan kapasitas infiltrasi tanah meningkat dan mengurangi tingkat aliran permukaan dan erosi. Pada petak ukur T1, sekalipun tutupan lahan pada petak T1 (umur teh tahun ke-1 setelah pemangkasan) memiliki nilai persen tutupan tajuk terendah dibanding petak lainnya yakni sebesar 41,50 % (Tabel 6), namun ternyata petak T1 menghasilkan aliran permukaan dan erosi tanah terendah dibandingkan dengan yang ditemukan pada petak ukur T1 dan T2 yakni sebesar 146,19 m 3 dan 25,8 kg ha -1 th -1 (Tabel 6). Selain disebabkan oleh tektur tanah lapisan atas yang dominan berpasir, kecilnya nilai aliran permukaan dan erosi tanah yang terjadi pada petak T1 disebabkan oleh keberadaan bahan organik sisa pemangkasan berupa daun, ranting, cabang di sekeliling tanaman teh (Gambar 10). Sisa pemangksan tanaman teh berupa daun, ranting, dan cabang meningkatkan basal cover pada tanah di petak T1. Basal cover merupakan area permukaan tanah yang tertutup oleh bagian tanaman (NARSC, 1996). Keberadaan basal cover yang luas dan rapat pada permukaaan tanah mampu mengurangi pengaruh dari energi tumbuk hujan dalam melepaskan (detach) tanah dan menurunkan laju aliran permukaan sehingga menurunkan erosi tanah. Menurut Sukasman (1991) hasil pangkas tanaman teh berupa daun dan kayu volumenya dapat mencapai 4-5 ton ha -1. Selain jumlahnya yang besar, sisa pemangkasan tanaman teh paling banyak ditemukan yakni berupa ranting dan cabang yang berukuran mencapai panjang cm dan diameter 2-4 cm. Menurut Mannering dan Meyer (1961) bahwa sisa-sisa tanaman yang paling baik untuk mencegah erosi adalah yang dipotong-potong sepanjang cm yang kemudian disebarkan secara merata diatas permukaan tanah. Alberts dan Nielbling (1994) juga menyatakan bahwa keberadaan residu tanaman di sekitar permukaan tanah meningkatkan intersepsi hujan, mengurangi

58 penutupan pori tanah, aliran permukaan dan konsentrasi sedimen erosi serta meningkatkan waktu permulaan aliran permukaan. 41 Gambar 10. Tanaman Teh Setelah Pangkas dan Sisa Pemangkasan Hasil penelitian mengenai pengaruh residu tanaman terhadap penurunan tingkat erosi tanah telah banyak ditemukan. Seperti penelitian sebelumnya oleh Mostaghimi et al. (1987) yang menggunakan plot erosi pada lahan dengan pengelolaan dan tanpa pengelolaan dengan perlakuan jumlah residu tanaman, bahwa pada lahan tanpa pengelolaan dengan pemberian residu tanaman hingga 1500 kg ha -1 menghasilkan pengurangan level erosi tanah hingga 95,6 %. Selain itu, keberadaan sisa pemangkasan disekitar tanaman teh pada perkebunan teh Afdeling Cikopo Selatan juga memberikan input bahan organik secara besarbesaran ke dalam lahan perkebunan. Dapat disimpulkan bahwa keberadaan bahan organik sisa pangkasan pada petak T1 memberikan pengaruh yang signifikan dalam mengurangi terjadinya aliran permukaan dan erosi tanah. Ditandai dengan nilai aliran permukaan dan erosi tanah terendah dibandingkan petak lainnya (Tabel 6). Tabel 6 juga menunjukkan bahwa aliran permukaan yang terjadi pada ketiga petak ukur bernilai sangat kecil terhadap curah hujan. Hal demikian menyebabkan koefisien aliran permukaan yang didapatkan pada ketiga petak ukur terbilang sangat kecil yakni berkisar 0,009 0,02. Kecilnya koefisien aliran permukaan yang dihasilkan pada ketiga petak ukur disebabkan oleh kecilnya curah hujan yang berhasil lolos melewati tajuk tanaman teh yakni hanya berkisar antara 4 5 % (Tabel Lampiran 10).

59 42 Berdasarkan pedoman penetapan nilai T (konsep kedalaman ekivalen) oleh Hammer (1981), tanah lokasi penelitian memiliki kedalaman efektif ± 80 cm dan faktor kedalaman sebesar 1. Kedalaman ekivalen didapatkan dari perkalian antara nilai kedalaman efektif dan faktor kedalaman. Pada penelitian kali ini didapatkan hasil kedalaman ekivalen yakni sebesar 80 cm. Dengan rata-rata bobot isi tanah pada lokasi penelitian sebesar 0,9 gr cm -3 dan umur guna tahun lahan penelitian yakni 400 tahun, didapatkan hasil bahwa tanah di lokasi penelitian memiliki nilai TSL (Tolerable Soil Loss) sebesar 18 ton ha -1 th -1. Sedangkan hasil rata-rata erosi ketiga petak ukur sebesar 0,03774 ton ha -1 th -1 dan nilai tersebut jauh lebih kecil dari nilai TSL sehingga erosi tanah yang terjadi pada petak masih dapat ditoleransi. Hasil pengukuran erosi tanah skala petak di perkebunan teh Afdeling Cikopo Selatan tidak dapat di scale up untuk menunjukkan kejadian erosi tanah sebenarnya pada skala perkebunan karena tidak memperhitungan erosi parit dan tebing yang nilai sebenarnya justru paling tinggi berkontribusi dalam kejadian aliran permukaan dan erosi tanah di perkebunan teh. Erosi parit pada perkebunan teh Afdeling Cikopo Selatan diduga sebagian besar berasal dari sisa-sisa bangunan saluran drainase ataupun jalan akses kebun/jalan setapak yang tidak terawat dengan baik sehingga mengakibatkan tingginya aliran permukaan saat terjadi hujan. Untuk itu perlu adanya tindakan perbaikan infrastruktur dan perbaikan konservasi pada lahan perkebunan teh Afdeling Cikopo Selatan agar erosi parit menjadi berkurang. Selain itu, penelitian ini dilakukan pada tanaman teh dewasa berumur tahun, sehingga efek tutupan tajuk (vegetasi) sudah efektif dalam mengendalikan aliran permukan dan erosi. Namun demikian apabila penelitian dilakukan pada tanaman yang masih kecil atau baru ditanam, maka hasil erosi yang diperoleh dapat jauh berbeda. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan konservasi untuk meminimalkan erosi pada lahan perkebunan teh muda.

60 43 V. KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan 1. Curah hujan tahunan perkebunan teh Gunung Mas PTPN VIII sebesar 2.627,3 mm tahun -1 dan tergolong kedalam tipe iklim B1 (sangat basah) menurut klasifikasi Schmidth - Ferguson. 2. Erosivitas hujan (EI 30 ) tahunan pada perkebunan teh Gunung Mas PTPN VIII sebesar 1.711,1 ton-meter ha -1 th -1. Nilai EI 30 terbesar terjadi pada bulan Januari 2011 yakni sebesar 299,19 ton-meter ha -1 dan EI 30 terendah ditemukan pada bulan Agustus sebesar 2,01 ton-meter ha Pemangkasan tanaman teh mempengaruhi aliran permukaan dan erosi tanah. Aliran permukaan dan erosi tertinggi terjadi pada petak T3 (4 tahun setelah pemangkasan) yakni berturut-turut sebesar 325,57 m 3 ha -1 th -1 dan 55,36 kg ha -1 th -1. Aliran permukaan dan erosi terendah terjadi pada petak T1 (1 tahun setelah pemangkasan) dengan nilai berturut-turut sebesar 146,19 m 3 ha -1 th -1 dan 25,80 kg ha -1 th Aliran permukaan dan erosi tanah skala petak di perkebunan teh Gunung Mas PTPN VIII lebih rendah nilai TSL (Tolerable Soil Loss) sehingga masih dapat ditoleransikan Saran Saat periode pemangkasan disarankan untuk tetap mengembalikan sisa pemangkasan ke sekeliling tanaman teh agar mengurangi dampak erosivitas hujan terhadap risiko aliran permukaan dan erosi tanah. Selain itu, pada tanaman teh muda, bangunan drainase yang rusak, dan jalur jalan setapak perlu dilakukan usaha konservasi tanah untuk menekan erosi tanah. Perlu juga dilakukan penelitian lanjutan dengan lebih banyak jumlah petak pengamatan untuk melihat pengaruh perbedaan variasi umur pemangkasan, dan perbedaan lereng terhadap tingkat aliran permukaan dan erosi pada perkebunan teh.

61 44 DAFTAR PUSTAKA Alberts, E. E. and W. H. Nielbling Influence of Crop Residues on Water Erosion In P. W. Unger (ed) Managing Agriculture Residues. Lewis Publs., Chelsea, MI. Armstrong, C. L. and J. K. Mitchell Transformation of Rainfall by Plant Canopy dalam S. Arsyad Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Asdak, C Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM Press. Jogyakarta. Baver, L. D Soil Physics. 3 rd Ed. John Wiley and Sons, Inc. New York Baver, L. D., W. H. Gardner, and W. R. Gardner Soil Physics. John Wiley and Sons, Inc. New York. Blanco, H. and R. Lal Priciple of Soil Conservation and Management. Springer Science and Business Media B.V. Kansas, USA. Botschek, J., A. Neu, A. Skowronek, and A. N. Jayakody Agricultural Suitability of Degraded Acrisols and Lixisols of Former Tea Lands In Srilanka In A. E. Hartemink Soil Fertility Decline in the Tropic, Case Studies on Plantation. CABI Publishing. Wageningen.. Dariah, A., A. Fahmudin, S. Arsyad, Sudarsono, dan Maswar Hubungan Antara Karakteristik Tanah dengan Tingkat Erosi pada Lahan Usahatani Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat. Jurnal Tanah dan Iklim 2 (21) : Dariah, A Tingkat Erosi dan Kualitas Tanah pada Lahan Usahatani Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Dickinson, A. and R. Collin Predicting Erosion and Sediment Yield at The Catchment Scale dalam N. Sa ad Kajian Pendugaan Erosi Sub Daerah Aliran Sungai Tugu Utara (Ciliwung Hulu). Jurnal Tanah dan Lingkungan 6 (1) : Direktori Wisata Agro Indonesia. Luas Lahan Kebun Agrowisata Gn. Mas Kecamatan Cisarua Bogor. http//google./.jdudkij. Diakses tanggal 29 November 2010.

62 [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan Pedoman Teknis Praktek Budidaya Teh yang Baik. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta. Eden, T Tea. Western Printing Services, Ltd. Bristol. Britain. Handoko Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Bogor. Hartemink, A. E Soil Fertility Decline in the Tropic, Case Studies on Plantation. CABI Publishing. Wageningen. Hartemink, A. E Erosion: Perennial Crop Plantations. 2 nd Ed; ISRIC-World Soil Information - CABI Publishing. Wageningen. Kohnke, H. and A. R. Bertrand Soil Conservation. McGraw Hill Book Co., Inc. New York. Kohnke, H Soil Physics. McGraw Hill Book Co., Inc. New York. Lal, R Soil Erosion and the Global Carbon Budget dalam Blanco, H. and R. Lal Priciple of Soil Conservation and Management. Springer Science and Business Media B.V. Kansas, USA Madhu, M., D. C. Sahoo, V. N. Sharda, and A. K. Sikka Rainwater Use Efficiency of Tea (Camelia Sinensis (L.)) Under Different Conservation Measures in the High Hill of South India. Applied Geography 31 (2) : Mannering, J. V. and L. D. Meyer The Effect of Different Methods of Corn Stalk Residue Management on Runoff and Erosion as evaluated by Simulated Rainfall dalam S, Arsyad Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. McDonald, I and J. Low Tropical Field Crops. Evans Brothers Limited Press. London. Morgan, R. P. C Soil Erosion. Longman Inc., New York. Mostaghimi, S., V. O. Shanholtz, T. A. Dillaha, A. L. Kenimer, B. B. Ross, and T. M. Younos Effect of Tillage System, Crop Residue Level, and Fertilizer Application Technique on Losses of Phosphorous and Pesticide from Agriculture Land. Mulyono, A., H. Lestiana, dan D. Mulyadi Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Teh di Wilayah Segelaherang, Subang, Jawa Barat. Riset Geologi dan Pertambangan 21 (1) : Musgrave, G. W. and H. N. Holtan Infiltration in Handbook of Applied Hydrology. McGraw Hill Book Comp. New York. [NARSC] National Applied Resource Science Center (NARSC) Sampling Vegetation Attributes. Interagency Technical Reference 45

63 Prihartono, H Organisasi Pengelolaan Kebun dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Penting pada Tanaman Teh (Camelia sinensis (L) O. Kuntze) di PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Laporan Praktek Kerja Pengendalian Hama Terpadu Program Sarjana Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. [PPTK] Pusat Penelitian Teh dan Kina Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh, Gambung, Jawa Barat. [Puslittanak] Pusat Penelitian Tanah dan Klimatologi Peta Tanah Semi Detail Skala 1 : Sa ad, N Kajian Pendugaan Erosi Sub Daerah Aliran Sungai Tugu Utara (Ciliwung Hulu). Jurnal Tanah dan Lingkungan 6 (1) : Salim, A.A Pengaruh Berbagai Fungsi Serasah Pangkasan dan Dosis Pupuk Terhadap Tanaman Teh Menghasilkan dalam Abstrak Hasil Penelitian Pertanian Komoditas Teh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Sarief, E. S Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana. Bandung. Schoorel. A. F. and H. A. M. van der Vossen Camelia Sinensis (L) Kuntzeln : H. A. M. van der Vossen, and M. Wessel. (Ed). Plant Resources of South-East Asia. Backhuys Publisher, Leiden, The Netherland. Setyamidjaja, D Teh Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen. Kanisius Press. Yogyakarta. Sinukaban, N Konservasi Tanah dan Air. Kerja Sama Departemen Dalam Negeri dengan Jurusan Tanah, Institut Pertanian Bogor. Bogor Styczen, M. E. and R.P.C. Morgan Engineering Properties of Vegetation dalam R.P.C., Morgan and R.J. Rickson (eds.). Slope Stabilization and Erosion Control. A Bioengineering Approach. E & FN SPON. An Imprint of Chapman & Hall. London. Sulistyorini, C. A Inventarisasi Tanaman Pakan Lebah Madu (Apis Cerana ferb) di Perkebunan Teh Gunung Mas. Skripsi. Jurusan Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Sukasman Dampak Negatif Hilangnya Pohon Pelindung Terhadap Keserasian Tanaman Teh di Indonesia. Warta Teh dan Kina. 2 (1/2) : Supriyo Ambar dan Karyono Vegetasi, Runoff, dan Erosi Sebagai Indikator Evaluasi DAS dalam S. Arsyad Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor 46 Thomson, L. M Soil and Soil Fertility. 2 nd Company., Inc. New York. Ed. McGraw-Hill Book

64 Troeh, F. R., J. A. Hobbs, and R. L. Donahue Soil and Water Conservation for Productivity and Enviromental Protection. 4 th Ed. Prentice Hall. River Grover, IL. USA. Tukidi Karakteristik Curah Hujan di Indonesia. Jurnal Geografi 7 (2): Uhland, R.E. and A. M. O Neal Soil Permeability Determination for Use in Soil and Water Conservation dalam S. Arsyad Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Van Noordwijk, M., M. V. Roode, E. L. McCallie, and B. Lusiana Erosion and Sedimentation a Multiple Scale, Fractal Processes: Implication for Model, Experiment and Real World dalam N. Sa ad Kajian Pendugaan Erosi Sub Daerah Aliran Sungai Tugu Utara (Ciliwung Hulu). Jurnal Tanah dan Lingkungan. 6 (1) : Wischmeier, W. H. and D. D. Smith Predicting Rainfall Erosion Losses A Guide to Conservation Planning. U.S. Department of Agriculture. Agricultural Handbook 537, U.S. Government Printing Office. Washington DC. Wuest, S. B., J. D. Wiliams, and H. T. Gollany Tillage and Parennial Grass Effect on Ponded Infiltration for Seven Semi-arid Loess Soils In H. Blanco and R. Lal Principle of Soil Conservation and Management. Springer Science and Business Media B.V. Kansas, USA. 47

65 LAMPIRAN 48

66 Tabel Lampiran 1. Curah Hujan Bulanan dan Penentuan Tipe Iklim Menurut Klasifikasi Schmidth Ferguson di Lokasi Penelitian 49 Bulan Tahun Q* Jan 277 BB 729 BB 686 BB 408 BB 355 BB 660 BB 600 BB 391 BB Feb 528 BB 515 BB 527 BB 662 BB 598 BB 645 BB 509 BB 245 BB Mar 238 BB 369 BB 148 BB 374 BB 519 BB 504 BB 604 BB 223 BB Aprl 216 BB 170 BB 337 BB 380 BB 390 BB 305 BB 130 BB 261 BB Mei 277 BB 211 BB 159 BB 113 BB 235 BB 368 BB 287 BB 282 BB Jun 51 BK 300 BB 96 BL 106 BB 64 BL 128 BB 115 BB 132 BK Jul 75 BL 132 BB 20 BK 43 BK 5 BK 58 BK 132 BB 19 BK 18,42 Agst 6 BK 179 BB 16 BK 89 BL 120 BB 9 BK 176 BB 10 BK Sept 179 BB 226 BB 14 BK 37 BK 154 BB 36 BK 236 BB 64 BL Okt 96 BL 166 BB 166 BB 144 BB 266 BB 407 BB 389 BB 171 BB Nov 198 BB 313 BB 119 BB 217 BB 495 BB 397 BB 316 BB 310 BB Des 502 BB 269 BB 516 BB 474 BB 313 BB 250 BB 315 BB 310 BB Jumlah BB Jumlah BL Jumlah BK Ket : BB = Bulan Basah, Curah Hujan > 100 mm BL = Bulan Lembab, Curah Hujan antara mm BK = Bulan Kering, Curah Hujan < 60 mm Q = termasuk kedalam tipe B1 yakni daerah sangat basah

67 49 54 Tabel Lampiran 3. Suhu dan Kelembaban Udara (Stasiun Klimatologi Citeko) Tgl Suhu ( 0 C) Lembab Nisbi (%) Rata-an Max Min Rata-an 1 20, ,6 21,2 24,8 18, ,6 24, ,6 25,8 19, ,5 24,8 21,9 22,4 26,2 19, , ,3 20,8 25, ,6 25,4 20,6 22,2 26,1 19, , ,8 21,2 25,6 19, , , , ,4 24,8 20,8 21,7 25,5 18, ,6 25,8 22,4 22,6 27,1 18, ,7 24,7 19,2 21,2 25,6 18, , ,4 25,2 18, , ,3 20,3 25,4 18, ,2 24, ,8 24,6 18, , ,4 20,5 21,7 19, ,2 23,6 20,1 21,3 24,8 18, , ,2 19,7 23,4 18, ,7 22,8 18, , ,6 21,6 25,1 18, ,2 25,7 21,3 22,4 26,2 18, ,9 21,2 20,3 20,1 22,3 18, ,7 21,7 20,3 20,2 24,1 17, ,1 22,6 19,2 20, , ,6 23,2 21, ,8 17, ,2 23,6 22,5 22,1 24,8 18, ,4 23,6 21,2 21,4 24,5 18, ,3 22,3 20,2 20,6 23,7 18, ,2 21,6 20,6 24,8 18, ,5 21,6 21,4 20,5 24,2 18, , ,4 21,3 24,7 18, ,3 22,4 20,1 20,6 24,9 18, ,6 24,2 21,8 21,5 25,1 18, Jumlah 607, ,4 654,9 769,2 577, Rata-rata 19,6 23,1 20,7 21,1 24,8 18, Keterangan : - Data merupakan hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Citeko - Data yang digunakan adalah data pengamatan pada bulan Desember 2010

68 55 49 Tabel Lampiran 4. Data Infiltrasi Tanah pada Ketiga Petak Pengukuran No Pengukuran Infiltrasi menit ke- U1 (cm) T1 T2 T3 U2 (cm) U1 (cm) U2 (cm) U3 (cm) U1 (cm) U2 (cm) U3 (cm) 1 1 1,2 1,6 3,7 4,1 3,5 4,1 5,5 4, ,3 3 3,5 3,1 3 2,9 3, ,8 1,1 2,5 3,2 2,7 3,1 2,3 3, ,8 0,9 2,2 2,9 2,3 2,5 2 2, ,8 0,9 1,9 2,5 2 2,3 1,7 2, ,9 0,8 1,8 2,1 1,8 1,7 1,8 2, ,7 0,8 1,6 1,8 1,6 2 2,1 1, ,7 0,7 1,8 1,5 1,4 1,5 1,8 1, ,7 0,65 1,6 1,2 1,2 1,5 1,8 1, ,6* 0,55* 1,4 0,9 0,9 1,7 2 1, ,6* 0,55* 1,2 0,8 0,8 1,5 1,9 1, ,6* 0,55* 1,3 0,8 0,7 1,2 1,5 1, ,6* 1,2 0,7 0,7 1,2 1,6 1, ,2 0,7 0,6 1,1 1, ,2 0,6* 0,6 1,1 1,3 0, ,2 0,6* 0,4* 0,9 1,7 0, ,1 0,6* 0,4* 1,2 1,4 0, ,6* 0,4* 1 1,5 0, ,9* 0,4* 0,8 1,3 0, ,9* 1 1,1 0,5* ,9* 0,8* 1,2 0,5* ,8* 1,2 0,5* ,8* 1, ,8* 1, , , , , ,7* ,7* ,7* ,7* * = nilai infiltrasi konstan U1, U2, U3 = Ulangan 1, Ulangan 2, Ulangan 3 Contoh Perhitungan : (nilai infiltrasi konstan petak 1 ulangan 1 x 60) : = 0,8 x 60 = 48 cm jam -1

69 56 49 Tabel 5. Klasifikasi Infiltrasi Menurut Kohnke (1968) Kategori Laju Infiltrasi (mm jam -1 ) Sangat lambat 1 Lambat 1 5 Agak Lambat 5 20 Sedang Agak Cepat Cepat Sangat Cepat > 250

70 49 70 Tabel Lampiran 10. Nilai Lolosan Tajuk di Ketiga Petak Ukur Petak Pengamatan Lolosan Tajuk Terhadap CH (%) T1 5,01 T2 5,07 T3 4,13 Keterangan : T1 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 1 tahun T2 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 3 tahun T3 : petak pengamatan erosi teh umur pangkas 4 tahun

71 Tabel Lampiran 11. Riwayat Jadwal Pemangkasan Teh di Perkebunan Teh Gn Mas PTPN VIII Periode Tahun Nomor Kebun Luas Kebun Tanggal Pemangkasan 2 11,33 01 September ,42 01 Oktober ,79 01 Februari ,18 01 Juni ,34 01 Juli ,83 01 September ,94 01 Februari ,00 01 Mei ,93 01 Jul ,40 01 September ,39 01 Oktober ,76 01 Februari ,13 01 Februari ,32 01 Maret ,33 01 Juli ,43 01 Juli ,49 01 Februari ,46 01 Maret ,46 01 April 2012 Sumber : Data Administrasi Perkebunan Teh Gunung Mas PTPN VIII

72 72 49 U Keterangan : I VI = blok kebun, ketinggian tempat = ± mdpl Gambar Lampiran 1. Layout Ketiga Petak Pengukuran Erosi di Perkebunan Teh Gunung Mas PTPN VIII.

73 73 49 a) b) Gambar Lampiran 2. a) Sketsa Petak Ukur Aliran Permukaan dan b) Penampung Erosi (bak)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 13 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Desember 2011 dan terbagi menjadi 2 tempat yakni lapang dan laboratorium. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan dan Erosi Tanah Aliran permukaan adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah atau bumi dan bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi

Lebih terperinci

Teknik Konservasi Waduk

Teknik Konservasi Waduk Teknik Konservasi Waduk Pendugaan Erosi Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah). USLE

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

1/3/2017 PROSES EROSI

1/3/2017 PROSES EROSI PROSES EROSI 1 Mengapa Erosi terjadi? Ini sangat tergantung pada daya kesetimbangan antara air hujan (atau limpasan) dengan tanah. Air hujan dan runoff befungsi sebagai transport. Jika tenaga yang berlaku

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 10 3. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilakukan di Kampung Arca Baru Sawah, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Analisis tanah dan air dilaksanakan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI NURUL HANIFAH

ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI NURUL HANIFAH ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI NURUL HANIFAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan bagian bentang alam (landscape) yang mencakup komponen fisik yang terdiri dari iklim, topografi (relief), hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama semakin meningkat. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia. Dengan kata lain

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI. Vivin Alviyanti NIM

KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI. Vivin Alviyanti NIM KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI Diajukan Guna Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Menyelesaikan Program Studi Ilmu Tanah (

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan Aliran permukaan merupakan bagian dari hujan yang tidak diserap tanah dan tidak tergenang di permukaan tanah, tetapi bergerak ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

Yeza Febriani ABSTRACT. Keywords : Erosion prediction, USLE method, Prone Land Movement.

Yeza Febriani ABSTRACT. Keywords : Erosion prediction, USLE method, Prone Land Movement. PREDIKSI EROSI MENGGUNAKAN METODA USLE PADA DAERAH RAWAN GERAKAN TANAH DI DAERAH JALUR LINTAS BENGKULU-KEPAHIANG Yeza Febriani Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab menurunnya produktivitas suatu lahan. Degradasi lahan adalah kondisi lahan yang tidak mampu menjadi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^ m. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, di mulai pada bulan Mei sampai Juli 2010, meliputi pelaksanaan survei di lapangan dan dilanjutkan dengan analisis tanah di

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Estimation of Actual Erosion by USLE Method Approach Vegetation, Slope

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah kawasan Hutan Pusat Konservasi Alam Bodogol (PPKAB) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), di Kabupaten Sukabumi,

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN Zurhalena dan Yulfita Farni 1 ABSTRACT Type of plant impact on soil pore distribution and permeability variously. The objectives

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi Erosi berasal dari bahasa latin erodere yang berarti menggerogoti atau untuk menggali. Istilah erosi ini pertama kali digunakan dalam istilah geologi untuk menggambarkan

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

ZONASI TINGKAT ERODIBILITAS TANAH PADA AREA REKLAMASI TAMBANG PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR

ZONASI TINGKAT ERODIBILITAS TANAH PADA AREA REKLAMASI TAMBANG PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR ZONASI TINGKAT ERODIBILITAS TANAH PADA AREA REKLAMASI TAMBANG PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR Harjuni Hasan 1*, Rinto Syahreza Pahlevi 1 Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas

Lebih terperinci

Ilmu dan Teknologi Pangan J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.I No. 2 Th. 2013

Ilmu dan Teknologi Pangan J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.I No. 2 Th. 2013 EVALUASI LAJU EROSI DENGAN METODE PETAK KECIL DAN USLE PADA BEBERAPA KEMIRINGAN TANAH ULTISOL TANAMAN UBI JALAR DI KECAMATAN SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA (Evaluation of Erosion Rate with Small

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN PANGAN (UBI KAYU) DI KEBUN PERCOBAAN USU KWALA BEKALA

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN PANGAN (UBI KAYU) DI KEBUN PERCOBAAN USU KWALA BEKALA KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN PANGAN (UBI KAYU) DI KEBUN PERCOBAAN USU KWALA BEKALA SKRIPSI Oleh: HOLONG MUNTE 060308042 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di kebun teh yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan menurunkan tinggi tanaman sampai ketinggian tertentu.

Lebih terperinci

Rd. Indah Nirtha NNPS. Program Studi Teknik Lingkungn Fakultas Teknis Universitas Lambung Mangkurat

Rd. Indah Nirtha NNPS. Program Studi Teknik Lingkungn Fakultas Teknis Universitas Lambung Mangkurat EnviroScienteae 10 (2014) 27-32 ISSN 1978-8096 STUDI TINGKAT BAHAYA EROSI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS AIR (TSS DAN TDS) DAS SEJORONG, KECAMATAN SEKONGKANG KABUPATEN SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Selain itu,

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Selain itu, TINJAUAN PUSTAKA Hutan dan Fungsinya Hutan memiliki fungsi sebagai pelindung, dalam hal ini berfungsi sebagai pengaturan tata air, pencegahan banjir, pencegahan erosi, dan pemeliharaan kesuburan tanah.

Lebih terperinci

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa JIMT Vol. 0 No. Juni 203 (Hal. ) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak awal kehidupan manusia, sumberdaya alam sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak awal kehidupan manusia, sumberdaya alam sudah merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak awal kehidupan manusia, sumberdaya alam sudah merupakan sumber kehidupan manusia dan sebagai pendukung kelangsungan hidup manusia sekaligus merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) DI SUB DAS CIPAMINGKIS HULU, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Wilis Juharini F14103083 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU DELIMA LAILAN SARI NASUTION 060308013 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

Erosi Tanah Akibat Operasi Pemanenan Hutan (Soil Erosion Caused by Forest Harvesting Operations)

Erosi Tanah Akibat Operasi Pemanenan Hutan (Soil Erosion Caused by Forest Harvesting Operations) Erosi Tanah Akibat Operasi Pemanenan Hutan (Soil Erosion Caused by Forest Harvesting Operations) Ujang Suwarna 1*, Harnios Arief 2, dan Mohammad Ramadhon 3 1* Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN PADA LAHAN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN PTP. NUSANTARA II TANJUNG GARBUS SKRIPSI

ANALISIS HUJAN PADA LAHAN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN PTP. NUSANTARA II TANJUNG GARBUS SKRIPSI ANALISIS HUJAN PADA LAHAN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN PTP. NUSANTARA II TANJUNG GARBUS SKRIPSI OLEH : CANDRA KIRANA 090308063 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Degradasi Lahan Pada sistem pertanian lahan kering yang kurang efektif mengendalikan aliran permukaan dapat mempercepat kehilangan bahan organik yang sangat ringan dan mudah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var.

Lebih terperinci

TINGKAT ERODIBILITAS TANAH DI KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH

TINGKAT ERODIBILITAS TANAH DI KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH TINGKAT ERODIBILITAS TANAH DI KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh Trisnoto NIRM:

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan tanah untuk penelitian berupa tanah podsolik yang diambil dari Jasinga, Kabupaten Bogor. Pengambilan bahan tanah podsolik dilakukan pada minggu ke-3 bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Umum Sedimentasi dapat didefinisikan sebagai pengangkutan, melayangnya (suspensi) atau mengendapnya material fragmental oleh air.sedimentasi merupakan akibat dari adanya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 8 3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lahan kebun pala milik pengurus Forum Pala Aceh di Kecamatan Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, Indonesia.

Lebih terperinci

Ilmu dan Teknologi Pangan J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.I No. 2 Th. 2013

Ilmu dan Teknologi Pangan J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.I No. 2 Th. 2013 EVALUASI LAJU EROSI PADA BEBERAPA KEMIRINGAN TANAH ULTISOL PADA TANAMAN KACANG TANAH DENGAN METODE PETAK KECIL DAN USLE DI KECAMATAN SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA (Evaluation of erosion rate

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2015 di Green House Laboratorium Lapangan Terpadu dan Laboratorium Teknik Sumber Daya Air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi baik dalam bentuk cairan maupun es. Hujan merupakan faktor utama pengendali daur hidrologis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan 55 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Erosi Permukaan dan Unsur Hara Tanah Hasil pengukuran erosi permukaan dan kandungan unsur hara N, P, K tanah yang ikut terbawa oleh aliran permukaan

Lebih terperinci

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU)

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU) KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU) SKRIPSI Oleh HARRY PRANATA BARUS DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci