Bab II KAJIAN PUSTAKA. kepemilikan privat (individu) atas alat-alat produksi dan distribusi (tanah, pabrikpabrik,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II KAJIAN PUSTAKA. kepemilikan privat (individu) atas alat-alat produksi dan distribusi (tanah, pabrikpabrik,"

Transkripsi

1 Bab II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pasar Kapitalis dan Swalayan Syariah Ciri ekonomi Kapitalisme merupakan sebuah sistem organisasi ekonomi kepemilikan privat (individu) atas alat-alat produksi dan distribusi (tanah, pabrikpabrik, jalan-jalan, kereta api, dan sebagainya) dan pemanfaatannya untuk mencapai laba dalam kondisi-kondisi yang sangat kompetitif. Perusahaan milik swasta merupakan elemen paling pokok dari kapitalisme. Hal tersebut sangat mempengaruhi distribusi kekayaan serta pendapatan karena individu-individu diperkenankan untuk menghimpun aktiva dan memberikannya kepada para ahli waris secara mutlak apabila mereka meninggal dunia. Ini memungkinkan laju pertukaran yang tinggi oleh karena orang memiliki hak pemilikan atas barang-barang sebelum hak tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain. Kapitalisme sangat erat hubungannya dengan pengejaran kepentingan individu. Menurut Smith, setiap individu seharusnya diperbolehkan mengejar kepentingannya sendiri tanpa adanya campur tangan pihak pemerintah untuk mencapai yang terbaik di masyarakat maka ia seakan-akan dibimbing oleh tangan yang tak nampak (the invisible hand). Kebebasan ekonomi tersebut juga diilhami paham laissez nous faire (jangan mengganggu kita) kata ini kemudian dikenal sebagai laissez faire. Prinsip ini diartikan sebagai tiadanya intervensi pemerintah dalam perekonomian sehingga timbullah kebebasan ekonomi dan sifat individualisme. Dalam sistem ekonomi kapitalis berlaku free fight liberalism (sistem persaingan bebas). Peranan swasta 15

2 memegang peranan utama. Siapa yang mempunyai, menguasai dan mampu menggunakan kekuatan modal (Capital) secara efektif dan efisien akan dapat memenangkan pertarungan dalam bisnis. Prinsip dasar, kebaikan dan keburukan sistem kapitalis dapat dilihat pada tabel berikut: No Prinsip dasar Kebaikan Keburukan 1 Kebebasan memilki harta secara perorangan 2 Kebebasan ekonomi dan persaingan bebas 3 Kekuatan modal untuk menikmati hak kebebasan dan mendapatkan hasil yang sempurna Kebebasan ekonomi akan meningkatkan produktifitas masyarakat yang nantinya dapat meningkatkan kekayaan negara Persaingan bebas akan mewujudkan produksi dan tingkat harga pada tingkat yang wajar Motivasi mendapatkan keuntungan maksimum menyebabkan orang berusaha bekerja keras Persaingan bebas mengganggu kapasitas kerja dan sistem ekonomi karena mengakibatkan banyak keburukan dalam masyarakat Menyebabkan ketidak selarasan karena semangat persaingan Hilangnya nilai-nilai moral kemanusiaan, seperti kasih sayang, persaudaran, kerjasama 4 Menghalalkan segala cara untuk keuntungan individu 5 Perbedaan mencolok antara majikan (pemilik modal/kaum borjuis) dan pekerja (buruh) 6 Mengesampingkan masalah kesejahteraan masyarakat banyak Ketidakmerataan yang diakibatkan oleh sistem kapitalisme laissez faire telah meningkatkan pamor konsep negara kesejahteraan yang memberikan secercah 16

3 harapan pada horizon kapitalis. Bagaimanapun juga, negara kesejahteraan tidak didasarkan pada pandangan dunia yang berbeda dari kapitalisme. Apa yang dilakukan oleh negara kesejahteraan hanyalah mengkombinasikan antara mekanisme harga dan peranan negara yang lebih besar dalam ekonomi untuk menjamin pertumbuhan ekonomi dan stabilitas serta pemerataan yang lebih besar. Tetapi sekarang pertumbuhan ekonomi melambat sementara pengangguran telah menjadi kronis dan problem jangka panjang. Ketidakstabilan ekonomi juga terus memburuk dan secara terus-menerus direfleksikan dalam pasar komoditi, saham, dan pertukaran nilai mata uang. Masyarakat dunia masih diperciki oleh inflasi dan ketidakseimbangan ekonomi makro yang memburuk dan ketidakstabilan ekonomi. Lebih-lebih, pengeluaran sektor pemerintah untuk menyediakan layanan kesejahteraan bagi si kaya dan si miskin. Satu-satunya pilihan yang masih dapat dilakukan dalam kerangka kerja netralitas nilai, justru malah membantu si kaya lebih banyak daripada membantu si miskin sebab pengeluaran si kaya ternyata begitu besar sementara mereka juga memiliki kemudahan untuk mendapatkan fasilitas. Kesenjangan pendapatan dan kekayaan menjadi makin melebar kendatipun telah diberlakukan pajak progresif dan pelayanan negara kesejahteraan. Hal ini menunjukkan bahwa strategi menambah peran pemerintah lebih besar ke dalam kapitalisme laissez-faire untuk mewujudkan tujuan-tujuan telah terbukti tidak efektif. Ketidakmerataan kapitalisme laissez faire telah menaikkan bukan saja kepada munculnya negara kesejahteraan, tetapi juga kepada sosialisme. Kendatipun sosialisme telah mengajukan sebuah strategi yang berbeda, tetapi didasarkan pada pandangan dunia yang sama seperti sistem pasar, sama persis atau malah lebih 17

4 sekuler lagi dalam pandangannya tentang kehidupan. Meskipun demikian, terdapat perbedaan yang tajam dengan sistem pasar. Ia memiliki suatu ketidakpercayaan implisit tentang kemampuan manusia untuk berbuat demi kepentingan masyarakat. Karena itu ia sangat bergantung pada pembelengguan kebebasan individu dan motif memperoleh keuntungan serta eleminasi hak memiliki properti. Karenanya, kepemilikan negara atas semua sarana produksi dan perencanaan sentral menjadi instrumen utama strateginya untuk mendorong efisiensi dan pemerataan penggunaan sumberdaya-sumberdaya. Penghapusan keuntungan sebagai imbalan langsung bagi usaha individu, betapapun, telah mengikis inisiatif dan efisiensi yang merupakan keharusan bagi pertumbuhan. Pembuatan keputusan yang terpusat juga menyebabkan seluruh mesin ekonomi tidak efisien. Lebih-lebih, suatu hal yang tidak realistis adalah bahwa jika manusia pada tataran individu saja tidak dapat dipercaya untuk mengelola bisnis pribadi mereka dalam keseluruhan batas-batas kesejahteraan sosial, maka bagaimana mungkin mereka dapat dipercaya mengelola alat-alat produksi seluruh bangsa untuk tujuan ini. Sosialisme telah gagal di semua negara yang mempraktekkannya. Ia tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok atau mengurangi secara substansial ketidakmerataan sosio-ekonomi kendati negara-negara yang mengadopsi sistem ini memiliki sumberdaya yang melimpah ruah. Lebih lanjut ekonomi sosialis mengalami stagnasi disebabkan oleh kurangnya motivasi di kalangan pekerja dan para eksekutif serta ketidakmampuan sistem ini untuk merespons realitas yang tengah berubah. Utang luar negeri negara sosialis ini juga terus melejit dan diramalkan akan terus melangit dengan percepatan yang tinggi. (Chapra, 2000 : 20-24) 18

5 Kenyataan menunjukkan bahwa kedua model ekonomi kapitalis dan sosialis, telah membawa manusia memperbudak manusia lain, mengelola kekayaan alam dengan mengenyampingkan peranan Tuhan. Akibat selanjutnya dari keadaan ini ialah terjadinya dekadensi nilai antara manusia dan Tuhan, dehumanisasi antara manusia dengan manusia, dan disharmonisasi antara manusia dan alam. (Agustianto, 2002 : 16). Diantara dua mode ekonomi dunia yang dipakai saat ini serta diakibatkan oleh kelemahan masing-masing mode muncullah ekonomi Islam sebagai suatu alternatif. Sebagai suatu pedoman hidup, ajaran Islam terdiri atas aturan-aturan mencakup keseluruhan sisi kehidupan manusia. Secara garis besar, aturan-aturan tersebut dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu aqidah, akhlak, dan syari ah. Dua bagian pertama bersifat konstan. Sedangkan syari ah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan kehidupan manusia. Syari ah terdiri atas bidang muamalah (sosial) dan bidang ibadah (ritual). Ibadah merupakan sarana manusia untuk berhubungan dengan sang penciptanya. Sedangkan muamalah digunakan sebagai aturan main manusia dalam berhubungan dengan sesamanya. (Supriyatno, 2003 : 1) Menurut At-Thahanawi syari ah diartikan sebagai hukum-hukum yang disyariatkan Allah Ta ala untuk hamba-hamba-nya yang disampaikan oleh salah seorang Nabi diantara Nabi-Nabi yang lain, baik hukum-hukum tersebut mengenai amal perbuatan maupun mengenai akidah. (Makhalul, 2002 : 6). Dari beberapa definisi disimpulkan bahwa ekonomi Islam itu mempelajari aktifitas atau perilaku manusia secara aktual atau empirikal, baik dalam produksi, distribusi maupun konsumsi berlandaskan syari ah Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah dengan tujuan untuk mencapai kebahagian duniawi dan ukhrawi. (Agustianto, 2002 : 19

6 10) Calvinisme dan Kapitalisme. Keadaannya berubah sebagai akibat dari reformasi. Luther menolak kontras antara religiusitas-massa dan religiusitas-virtuoso. Tuntutan-tuntutan keras harus dibebankan kepada setiap orang. Dalam pendapat ini kehidupan kebiaraan kehilangan maknanya; askese luar-dunia digantikan oleh askese dalam-dunia. Lain-lainnya berpandangan bahwa pelaksanaan profesi merupakan kesibukan manusia yang terpenting, dan karenanya karya profesi memperoleh penghargaan yang tinggi. Kemuliaan pribadi harus diusahakan dalam profesi. Selain itu unsur-unsur magis dihilangkan, sejak itu hanya keyakinan pribadi sajalah yang penting. Ini lebih kuat lagi di dalam calvinisme, yang juga menggarap sifat askese di dunia ini secara sistematis. Titik tolaknya ialah ajaran mengenai kedaulatan Tuhan yang mutlak dan predestinasi. Tuhan, di dalam otonominya yang mutlak, secara abadi telah mentakdirkan seseorang untuk memperoleh keselamatan abadi dan mentakdirkan seseorang lain untuk memperoleh kutukan abadi, tetapi Tuhan tidak memberitahukan keputusan abadi ini kepada manusia. Selain itu Tuhan telah menyerahkan dunia ini kepada manusia, bukannya sebagai milik pribadi yang dapat digunakan sekehendak hati, melainkan sebagai suatu tugas. Manusia dapat dianggap sebagai petugas Tuhan yang harus mengelola harta benda Tuhan seefektif mungkin, tetapi tidak boleh memanfaatkan harta benda itu untuk dirinya sendiri. Jadi manusia harus bekerja keras dan berdisiplin, dan hidup sederhana serta hemat, sebagaimana sepantasnya bagi seorang pelayan. Cara hidup yang rasional dan metodis, yang dalam Katolisisme 20

7 hanya diharapkan dari para biarawan, oleh Calvin diwajibkan bagi umat Kristen biasa. Pola hidup ini diperkuat oleh dua faktor. Pertama-tama ketidakpastian mengenai nasib abadi secara psikolgis sukar tertahankan, maka dapat dipahami mengapa orang mencari pertanda-pertanda mengenai terpilih tidaknya seseorang itu. Berangsur-angsur timbullah pendapat bahwa justru kerja yang tiada kenal henti dan sikap hidup yang asketis dapat berlaku sebagai pertanda-pertanda itu. Tetapi karena cara hidup demikian itu tentu saja juga mempunyai akibat-akibat di bidang ekonomi. Khususnya peningkatan kekayaan pribadi, maka sukses pekerjaan itu juga dipandang sebagai pertanda kesenangan hati Tuhan. Siapa pun yang menghendaki kepastian, akan dapat memperolehnya melalui jalan itu. Sikap hidup keagamaan di atas mempunyai akibat-akibat penting terhadap perkembangan kapitalisme. Pertama-tama, akibat kerja keras dan hidup sederhana, tersedialah modal yang dapat ditanam untuk dapat berproduksi dengan lebih baik. Namun ini bukanlah akibat yang terpenting. Akibat terpenting ini berupa peningkatan kecenderungan rasional yang merupakan syarat kunci bagi perkembangan kapitalisme. Weber menyatakannya dengan sangat tegas suatu pengaturan yang kuat dan secara tak sadar begitu pandai seperti itu bagi pemupukan individu-individu kapitalis, tidak pernah ada dalam gereja atau agama lain manapun, dan jika dibandingkan dengannya maka mengecillah lain-lainnya itu. dan sejauh kekuasaan sikap hidup puritan dapat menjangkau, maka sikap hidup ekonomis-rasional golongan menengah; sikap hidup puritan itu adalah pendorong yang paling penting, dan di atas segalanya merupakan satu-satunya pendukung konsisten perkembangan itu. Sikap 21

8 hidup puritan itu hadir pada kelahiran manusia ekonomi modern. (Weber, 2006 : 314) Sudah jelas bahwa justru kelas-kelas dan golongan-golongan status yang baru muncul itu, yaitu yang kepentingan-kepentingan materialnya terletak dalam cara-cara produksi kapitalis, juga melihat dalam pendapat-pendapat Calvinistis itu suatu pembenaran bagi cara hidup mereka dan karenanya juga bagi pemenuhan kepentingan-kepentingan ideal mereka. Karena itu terdapat suatu afinitas selektif antara kepentingan-kepentingan kelas-kelas serta golongan-golongan status ini dengan ajaran Calvinis, dan dapatlah Reformasi berakar justru diantara golongangolongan sosial ini. (Layendecker, 1983 : ) 2.2. Orientasi Konsumen Dalam Pola Konsumsi Parsons mengembangkan kerangka A-G-I-L untuk menganalisa persyaratan fungsional dalam semua sistem sosial. Adapun kerangka A-G-I-L yaitu : A-Adaptation, menunjuk pada keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi lingkungannya. Lingkungan, seperti yang sudah kita ketahui, meliputi yang fisik dan yang sosial. Untuk suatu kelompok kecil, lingkungan sosial akan terdiri dari satuan institusional yang lebih besar dimana kelompok itu berada. Untuk sistem-sistem yang lebih besar, seperti misalnya masyarakat keseluruhan, lingkungan akan meliputi sistem-sistem sosial lainnya dan linkungan fisik. G-Goal attainment, merupakan persyaratan fungsional yang muncul dari pandangan Parsons bahwa tindakan itu diarahkan pada tujuan-tujuannya. Namun perhatian yang diutamakan disini bukanlah tujuan pribadi individu melainkan tujuan bersama 22

9 anggota dalam suatu sistem sosial. Dalam salah satu dari kedua hal itu, pencapaian tujuan merupakan sejenis kulminisasi tindakan yang secara intrinsik memuaskan, dengan mengikuti kegiatan-kegitan penyesuaian persiapan. Menurut skema alat tujuan pencapaian maksud ini adalah tujuannya sedangkan kegiatan penyesuaian yang sudah terjadi sebelumnya merupakan alat untuk merealisasi tujuan ini. I-integration, merupakan persyaratan yang berhubungan dengan interalasi antara para anggota dalam sistem sosial itu. Supaya sistem sosial itu berfungsi secara efektif sebagai satu satuan, harus ada paling kurang suatu tingkat solidaritas diantara individu yang termasuk didalamnya. Masalah integrasi menunjuk pada kebutuhan untuk menjamin bahwa ikatan emosional yang cukup yang menghasilkan solidaritas dan kerelaan untuk bekerjasama dikembangkan dan dipertahankan. Ikatan-ikatan emosional ini tidak boleh tergantung pada keuntungan yang diterima atau sumbagan yang diberikan untuk tercapainya tujuan inidividu atau kolektif. L-latent pattern maintenance. Konsep latensi menunjukan ada berhentinya interaksi. Para anggota dalam sistem sosial apa saja bisa letih dan jenuh serta tunduk pada sistem sosial lainnya dimana mungkin mereka terlibat. Karena itu, semua sistem sosial harus berjaga-jaga bilamana sistem itu sewaktu-waktu kocar-kacir dan para anggotanya tidak lagi bertindak atau berinteraksi sebagai anggota sistem. Teori Parson yang umum sifatnya mengenai tindakan sosial menekankan orientasi subyektif yang mengendalikan pilihan-pilihan individu. Pilihan-pilihan ini secara normatif diatur atau dikendalikan oleh nilai dan standar normatif bersama. Hal ini berlaku untuk tujuan-tujuan yang ditentukan individu serta alat-alat yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Prinsip-prinsip dasar ini menurut Parson 23

10 bersifat universal dan mengendalikan semua tipe perilaku manusia, tanpa memandang konteks sosial budaya tertentu. Sebagian besar analisa yang terdapat dalam buku Toward A General Theory of Action meliputi pengembangan pelbagai kategori dan sistem klasifikasi untuk menganalisa orientasi subjektif individu. Diantara sistem-sistem klasifikasi ini, variabel-variabel berpola mungkin yang paling banyak dikenal dan paling sering dikutip. Tetapi, variabel-variabel ini harus dilihat dalam konteks kerangka Parson yang lebih umum sifatnya. Dalam kerangka umum itu, orientasi yang bertindak itu terdiri dari dua elemen dasar : orientasi motivasional dan orientasi nilai. Orientasi motivasional menunjuk pada keinginan individu yang bertindak itu untuk memperbesar kepuasan dan mengurangi kekecewaan. Satu segi dari permasalahan ini adalah ikhtiar untuk menyeimbangkan kebutuhan-kebutuhan langsung yang memberikan kepuasan dengan tujuan-tujuan jangka panjang. Orientasi nilai menunjuk pada standar-standar normatif yang mengendalikan pilihan-pilihan individu (alat dan tujuan) dan prioritas sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan yang berbeda. Masing-masing elemen dalam orientasi individu selanjutnya dibagi lagi ke dalam tiga dimensi yang berbeda-beda, masing-masing ada dalam setiap orientasi individu. Dimensi-dimensi itu adalah sebagai berikut : 1. Orientasi motivasional 2. Orientasi Nilai a. dimensi kognitif a. dimensi kognitif b. dimensi katektik b. dimensi apresiatif c. dimensi evaluatif c. dimensi moral 24

11 Dimensi kognitif dalam orientasi motivasional pada dasarnya menunjuk pada pengetahuan orang yang bertindak itu mengenai situasinya, khususnya kalau dihubungkan dengan kebutuhan dan tujuan-tujuan pribadi. Dimensi ini mencerminkan kemampuan dasar manusia untuk membedakan antara rangsanganrangsangan yang berbeda dan membuat generalisasi dari satu rangsangan dengan rangsangan lainnya. Dimensi katetik dalam orientasi motivasional menunjuk pada reaksi afektif atau emosional dari orang yang bertindak itu terhadap situasi atau pelbagai aspek di dalamnya. Ini juga mencerminkan kebutuhan dan tujuan individu. Umumnya, orang memiliki suatu reaksi emosional positif terhadap elemen-elemen dalam lingkungan itu yang memberikan kepuasan atau dapat digunakan sebagai alat dalam mencapai tujuan; dan reaksi yang negatif terhadap aspek-aspek dalam lingkungan itu yang mengecewakan. Dimensi evaluatif dalam orientasi motivasional menunjuk pada dasar pilihan seseorang antara orientasi kognitif atau katektif secara alternatif. Ketiga dimensi yang terdapat dalam orientasi nilai tampaknya sama dengan ketiga dimensi dalam orientasi motivasional. Tetapi Parson tetap berpendirian untuk tetap mempertahankan ketiga pembedaan itu dengan mengatakan bahwa meskipun ada saling ketergantungan, dimensi-dimensi itu bisa berdiri sendiri. Perbedaan yang prinsipil adalah bahwa komponen-kompenen dalam orientasi nilai menunjuk pada standar normatif umum, bukan keputusan dengan orientasi tertentu. Jadi dimensi kognitif dalam orientasi nilai menunjuk pada standar-standar yang digunakan dalam menerima atau menolak pelbagai interpretasi kognitif mengenai situasi, dimensi apresiatif menunjuk pada standar yang tercakup dalam pengungkapan perasaan atau 25

12 keterlibatan afektif. Yang terakhir, dimensi moral dalam orientasi nilai menunjuk pada standar-standar abstrak yang digunakan untuk menilai tipe-tipe tindakan alternatif menurut implikasinya terhadap sistem itu secara keseluruhan (baik individu maupun sosial) dimana tindakan itu berakar. Orientasi nilai keseluruhan mempengaruhi dimensi evaluatif dalam orientasi motivasional. (Johnson, Paul Doyle, 1990 : ) Konsumsi dipandang dalam Sosiologi bukan sebagai sekedar pemenuhan kebutuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia tetapi berkait kepada aspek-aspek sosial budaya. Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas atau gaya hidup. Sosiologi memandang selera sebagai sesuatu yang dapat berubah, difokuskan pada kualitas simbolik dari barang, dan tergantung pada persepsi tentang selera dari orang lain. Dalam Sosiologi paling tidak terdapat dua sudut pandang dalam melihat selera, yaitu pandangan Weber dan pandangan Veblen. Menurut pandangan Weber selera merupakan pengikat kelompok dalam (in group). Aktor-aktor kolektif atau kelompok status, berkompetisi dalam penggunaan barang-barang simbolik. Keberhasilan dalam berkompetisi ditandai dengan kemampuan untuk memonopoli sumber-sumber budaya, akan meningkatkan prestise dan solidaritas kelompok dalam. Sedangkan Veblen memandang selera sebagai senjata dalam berkompetisi. Kompetisi tersebut berlangsung antar pribadi, antara seseorang dengan orang lain. Jika dalam masyarakat tradisional, keperkasaan seseorang sangat dihargai; sedangkan dalam masyarakat modern, penghargaan diletakkan atas dasar selera dengan mengkonsumsi sesuatu yang merupakan refleksi dari pemilikan. 26

13 Konsumsi dapat dilihat sebagai pembentuk identitas. Barang-barang simbolis dapat juga dipandang sebagai sumber dengan mana orang mengkonstruksi identitas dan hubungan-hubungan dengan orang lain yang menempati dunia simbolis yang sama. Seperti yang disebut oleh Simmel ego akan runtuh dan kehilangan dimensinya jika ia tidak dikelilingi oleh objek eksternal yang menjadi ekspresi dari kecenderungannnya, kekuatan dan cara individualnya karena mereka mematuhinya, atau dengan kata lain, miliknya. Menurut Weber konsumsi terhadap suatu barang, merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu. Konsumsi terhadap barang merupakan landasan bagi penjenjangan dari kelompok status. Dengan demikian ia dibedakan dari kelas yang landasan penjenjangannya adalah hubungan terhadap produksi dan perolehan barang-barang. Juga ditegaskan oleh Weber jika situasi kelas ditentukan secara murni ekonomi sedangkan situasi status ditentukan oleh penghargaan sosial terhadap kehormatan. Sedangkan Veblen, seperti pembahasan tentang selera di atas, melihat dalam masyarakat luas penghargaan sosial diletakkan atas dasar keperkasaan. Keperkasaan ditunjukkan dengan aktifitas agresif secara fisik, seperti perang. Sedangkan dalam masyarakat industri diperlukan penghargaan lain sebagai pengganti keperkasaan yaitu simbol-simbol yang tampak dari pemilikan kesejahteraan seseorang. Dengan meningkatnya urbanisasi, penggunaan waktu luang tidak lagi tepat sebagai indikator dari status. Dalam masyarakat seperti ini, konsumsi yang menyolok lebih tepat daripada penggunaan waktu luang sebagai indikator dari gaya hidup kelompok status. 27

14 Dalam perkembangan studi tentang gaya hidup, menurut Hans-Peter Mueller (1989) terdapat empat pendekatan dalam memahami gaya hidup yaitu : 1. Pendekatan psikologi perkembangan. Pendekatan ini berasumsi bahwa tindakan sosial tidak hanya disebabkan oleh teknik, ekonomi, dan politik tetapi juga dikarenakan perubahan nilai. Pendekatan ini melihat gaya hidup, atas nilai dan kebutuhan yang dimiliki. 2. Pendekatan kuantitatif sosial struktur. Pendekatan ini mengukur gaya hidup berdasarkan konsumsi yang dilakukan seseorang : sangat berhasil (visible success), pemeliharaan (maintenance), sedang (high-life), dan konsumsi rumah tangga (Home life). Pendekatan ini menggunakan sederetan daftar konsumsi yang mempunyai skala nilai. Dengan membuat skala nilai maka pengukuran kuantitatif dapat dilakukan. 3. Pendekatan kualitatif dunia kehidupan. Pendekatan ini memandang gaya hidup sebagai lingkungan pergaulan (miliu). Ia meletakkan seseorang pada miliu yang ditentukan oleh keadaan hidup dan gaya hidup subyektif yang dimiliki. 4. Pendekatan kelas. Pendekatan ini mempunyai pandangan bahwa gaya hidup merupakan rasa budaya yang direproduksi bagi kepentingan struktur kelas. (Damsar, 1997 : ). Eduard Spranger, tokoh utama aliran ini adalah guru besar ilmu filsafat dan ilmu pendidikan di Universitas-Universitas Leipzig, Berlin, Tubingen. Karya 28

15 utamanya yang mempersoalkan kepribadian manusia ini ialah : Lebensformen, Geistewissenschaft-liche Psychologie und Ethic der Personlichkeit. Kebudayaan (kultur) oleh Spranger dipandang sebagai sistem nilai-nilai karena kebudayaan itu tidak lain adalah kumpulan nilai-nilai kebudayaan yang tersusun atau diatur menurut struktur tertentu. Kebudayaan sebagai sistem atau struktur nilai-nilai ini oleh Spranger digolong-golongkan menjadi enam lapangan nilai. Keenam lapangan hidup ini masih dikelompokkan lagi menjadi dua kelompok yaitu : (a) Lapangan-lapangan yang bersangkutan dengan manusia sebagai individu, yang meliputi empat lapangan nilai yaitu : Lapangan pengetahuan (ilmu, teori) Lapangan ekonomi Lapangan kesenian Lapangan keagamaan (b) Lapangan-lapangan nilai yang bersangkutan dengan manusia sebagai anggota masyarakat. Lapangan ini menyangkut manusia dengan kekuatan cinta dan cinta akan kekuasaan. Kelompok ini menyangkut dua nilai yaitu : Lapangan kemasyarakatan Lapangan politik Jadi menurut Spranger dalam kebudayaan itu terdapat adanya enam macam lapangan nilai, atau yang disebut juga bentuk-bentuk kehidupan. Tipe-tipe manusia menurut Spranger itu secara singkat dapat diikhtisarkan dalam tabel berikut ini : 29

16 Nilai kebudayaan yang dominan Tipe Tingkah laku dasar Ilmu pengetahuan Manusia teori Berpikir Ekonomi Manusia ekonomi Bekerja Kesenian Manusia estetis Menikmati keindahan Keagamaan Manusia agama Memuja kemasyarakatan Manusia sosial berbakti Politik Manusia kuasa Ingin berkuasa / memerintah Dalam bukunya lebensformen, Spranger memberikan pencandraan (deskripsi) masing-masing tipe itu secara luas. Secara garis besar dapatlah dikemukakan hal yang berikut ini. Seseorang itu corak sikap hidupnya ditentukan oleh nilai kebudayaan mana yang dominan, yaitu nilai kebudayaan mana yang olehnya dipandang sebagai nilai yang tertinggi. Ia akan memandang segala sesuatu, jadi juga nilai-nilai kebudayaan yang lain, dengan kacamata nilai yang dihargainya paling tinggi itu, yaitu dari kacamata nilai-nilai yang dominan itu. Sehingga nilai-nilai kebudayaan yang lain itu akan diwarnai juga oleh nilai yang dominan itu. (1) Manusia teori Seorang manusia teori adalah seorang intelektualis sejati, manusia ilmu. Citacita utamanya ialah mencapai kebenarannya dan hakikat daripada benda-benda. Banyak sekali motifnya mengusahakan ilmu pengetahuan itu hanya semata-mata untuk ilmu pengetahuan tersebut tanpa mempersoalkan faedah atau hasilnya. Tujuan yang dikejar manusia teori adalah pengetahuan yang objektif, sedangkan segi lain misalnya seperti soal-soal moral, keindahan dan sebagainya terdesak ke belakang. Ia adalah ahli pikir yang logis dan memiliki pengertian-pengertian yang jelas serta 30

17 membenci segala bentuk kekaburan. Dalam kehidupan sehari-hari ia adalah seorang pecinta kebenaran dan konsekuen. (2) Manusia ekonomi Orang-orang yang termasuk golongan manusia ekonomi ini selalu kaya akan gagasan-gagasan yang praktis, kurang memperhatikan bentuk tindakan yang dilakukannya, sebab perhatiannya terutama tertuju kepada hasil daripada tindakan itu, hasilnya bagi dirinya sendiri. Manusia golongan ini akan menilai segala sesuatu hanya dari segi kegunaannya dan nilai ekonomisnya; dia bersikap egosentris, hidupnya dan kepentingannya sendirilah yang penting, dan orang-orang lain hanya menarik perhatiannya selama mereka masih berguna baginya, penilaian yang dikemukakannya terhadap orang lain, yang dikenakannya terhadap sesama manusia terutama didasarkan kepada kemampuan kerja dan prestasinya. (3) Manusia estetis Manusia estetis menghayati kehidupan seakan-akan tidak sebagai pemain, tetapi sebagai penonton, dia selalu sebagai seorang impresionis, yang menghayati kehidupan secara pasif, disamping itu dapat juga dia sebagai seorang ekspresionis, yang mewarnai segala kesan yang diterimanya dengan pandangan jiwa subjektifnya. Juga manusia estetis itu berkecenderungan ke arah individualisme; hubungan dengan orang-orang lain kurang kekal. (4) Manusia agama Menurut Spranger inti daripada hal keagamaan itu terletak dalam pencarian terhadap nilai tertinggi daripada keberadaan ini; siapa yang belum mantap akan hal ini belumlah mencapai apa yang seharusnya dikejarnya, dia belum mencapai dasar 31

18 yang kuat dalam hidupnya. Sebaliknya siapa yang sudah mencapai titik tertinggi itu akan merasa bebas, tenteram dalam hidupnya. Bagi seorang yang termasuk golongan tipe ini segala sesuatu itu diukur dari segi artinya bagi kehidupan rohaniah kepribadian, yang ingin mencapai keselarasan antara pengalaman batin dengan arti daripada hidup ini. (5) Manusia sosial Sifat utama daripada manusia golongan tipe ini adalah besar kebutuhannya akan adanya resonansi dari sesama manusia, butuh hidup diantara manusia-manusia lain dan ingin mengabdi kepada kepentingan umum. Nilai yang dipandangnya sebagai nilai yang paling tinggi adalah cinta terhadap sesama manusia baik yang tertuju kepada individu tertentu maupun yang tertuju kepada kelompok manusia. (6) Manusia kuasa Manusia kuasa bertujuan untuk mengejar kesenangan dan kesadaran akan kekuasaannya sendiri, dorongan pokoknya adalah ingin berkuasa, semua nilai-nilai yang lain diabdikan kepada nilai yang satu ini. Kalau manusia ekonomi mengejar akan penguasaan benda-benda, maka manusia kuasa mengejar penguasaan atas manusia. (Suryabrata, 1998 : 84-92) 32

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. menentukan. Strategi utama yang harus dilakukan oleh pedagang waralaba Tela-Tela

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. menentukan. Strategi utama yang harus dilakukan oleh pedagang waralaba Tela-Tela BAB II. KAJIAN PUSTAKA Umumnya bertumbuhnya ekonomi selalu dijelaskan lebih karena faktor eksternal seperti struktur dan sistem ekonomi. Namun, pengaruh internal juga sangat menentukan. Strategi utama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gaya Hidup dan Konsumsi 2.1.1 Gaya Hidup. Istilah gaya hidup (lifestyle) sekarang ini kabur. Sementara istilah ini memiliki arti sosiologis yang lebih terbatas dengan merujuk

Lebih terperinci

Didasarkan kepemilikan asset. Sistem ekonomi kapitalis Sistem ekonomi sosialis Sistem ekonomi campuran (kapitalis sosialis)

Didasarkan kepemilikan asset. Sistem ekonomi kapitalis Sistem ekonomi sosialis Sistem ekonomi campuran (kapitalis sosialis) Sistem Ekonomi Didasarkan kepemilikan asset Sistem ekonomi kapitalis Sistem ekonomi sosialis Sistem ekonomi campuran (kapitalis sosialis) Sistem Ekonomi Kapitalis Sering disebut sistem ekonomi pasar bebas

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER. Setiap manusia mempunyai naluri untuk berinteraksi dengan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL-MAX WEBER Manusia merupakan anggota masyarakat yang akan senantiasa berusaha agar selalu bisa bergaul dengan sesama. Sehingga setiap individu akan bertindak dan berusaha untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Tindakan Sosial Max Weber Dalam hal ini kaitanya antara teori tindakan sosial dengan persepsi masyarakat tentang calon bupati mantan koruptor adalah termasuk relevan. Yang mana

Lebih terperinci

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons

BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL. A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons BAB II TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons Teori ini digunakan oleh peneliti untuk menganalisis pesantren dan pangajian taaruf (studi kasus eksistensi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Konsumen Motivasi berasal dari kata latin mavere yang berarti dorongan/daya penggerak. Yang berarti adalah kekuatan penggerak dalam diri konsumen yang memaksa bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku individu berkaitan erat dengan yang namanya peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani oleh seorang

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X KONSEP ILMU EKONOMI KTSP & K-13 A. KEBUTUHAN MANUSIA Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X KONSEP ILMU EKONOMI KTSP & K-13 A. KEBUTUHAN MANUSIA Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X ekonomi KONSEP ILMU EKONOMI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami permasalahan ekonomi dalam kaitannya dengan kebutuhan manusia, kelangkaan,

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan pengertian nilai dengan nilai social. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN EKONOMI BAB I KEBUTUHAN MANUSIA, KELANGKAAN, DAN SISTEM EKONOMI

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN EKONOMI BAB I KEBUTUHAN MANUSIA, KELANGKAAN, DAN SISTEM EKONOMI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN EKONOMI BAB I KEBUTUHAN MANUSIA, KELANGKAAN, DAN SISTEM EKONOMI Dr. KARDOYO, M.Pd. AHMAD NURKHIN, S.Pd. M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN

Lebih terperinci

BAGAIMANA PANDANGAN ISLAM TENTANG BERBISNIS

BAGAIMANA PANDANGAN ISLAM TENTANG BERBISNIS TUGAS LINGKUNGAN BISNIS BAGAIMANA PANDANGAN ISLAM TENTANG BERBISNIS Oleh : Nama : Ahmad Syarifuddin NIM : 10.12.5195 Kelas : S1-SI-2K JURUSAN SISTEM INFORMASI SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa termasuk didalamnya

BAB II LANDASAN TEORI. mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa termasuk didalamnya BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Konsumtif 2.1.1 Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Swastha dan Handoko (1987) perilaku konsumen merupakan kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. yang ditandai dengan konsumsi terhadap simbol gaya hidup yang sama. Ketika

BAB II KERANGKA TEORI. yang ditandai dengan konsumsi terhadap simbol gaya hidup yang sama. Ketika BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Gaya hidup Menurut Max Weber, gaya hidup merupakan persamaan status kehormatan yang ditandai dengan konsumsi terhadap simbol gaya hidup yang sama. Ketika seorang individu berada

Lebih terperinci

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak 53 BAB II Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak Untuk menjelaskan fenomena yang di angkat oleh peneliti yaitu ZIARAH MAKAM Studi Kasus

Lebih terperinci

BAB V STRATIFIKASI SOSIAL

BAB V STRATIFIKASI SOSIAL BAB V STRATIFIKASI SOSIAL 6.1 Pengantar Stratifikasi merupakan karakteristik universal masyarakat manusia. Dalam kehidupan sosial masyarakat terdapat diferensiasi sosial dalam arti, bahwa dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam

BAB II KERANGKA TEORI. dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Agama dan Masyarakat Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia Perekonomian Indonesia Modul ke: 06Fakultas Ekonomi & Bisnis Membahas Konsep Sistem Ekonomi dan Implementasi Sistem Ekonomi di Indonesia Abdul Gani,SE MM Program Studi Manajemen Apa Pengertian Sistem?

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepemilikan barang. Hal tersebut sesuai dengan Fadila dan Hidayati (2013) yang

I. PENDAHULUAN. kepemilikan barang. Hal tersebut sesuai dengan Fadila dan Hidayati (2013) yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Status sosial ekonomi adalah tingkatan atau kedudukan sebuah keluarga di tengah kelompoknya dan posisi yang disandangnya dilengkapi dengan berbagai faktor di antaranya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga 7 Definisi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami,

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. seperti struktur dan sistem ekonomi. Namun, pengaruh internal juga sangat menentukan.

BAB II. Kajian Pustaka. seperti struktur dan sistem ekonomi. Namun, pengaruh internal juga sangat menentukan. BAB II Kajian Pustaka Umumnya bertumbuhnya ekonomi selalu dijelaskan lebih karena faktor eksternal seperti struktur dan sistem ekonomi. Namun, pengaruh internal juga sangat menentukan. Strategi utama yang

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang

Lebih terperinci

2 Masalah Ekonomi: Kelangkaan dan Pilihan

2 Masalah Ekonomi: Kelangkaan dan Pilihan Ekonomi Mikro. program pascasarjana Unlam 2 Masalah Ekonomi: Kelangkaan dan Pilihan KELANGKAAN, PILIHAN, DAN BIAYA OPORTUNITAS 1 Kebutuhan manusia bersifat tak terbatas, namun sumber daya yang tersedia

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok perusahaan dalam usahanya. mempertukarkan sesuatu yang bernilai satu sama lain.

II. LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok perusahaan dalam usahanya. mempertukarkan sesuatu yang bernilai satu sama lain. II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok perusahaan dalam usahanya mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang dan mendapatkan laba perusahaan

Lebih terperinci

2.1 Analisis Sikap II. LANDASAN TEORI Pengertian Sikap. Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok

2.1 Analisis Sikap II. LANDASAN TEORI Pengertian Sikap. Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok 21 II. LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan dan menawarkan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto,

II. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto, II. LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan dan menawarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Sosial di Pedesaan Setiap individu atau masyarakat tentunya mengalami suatu perubahan. Lambat atau cepat perubahan itu terjadi tergantung kepada banyaknya faktor di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicapai dalam segala aspek hidup, termasuk kehakiman, politik,

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicapai dalam segala aspek hidup, termasuk kehakiman, politik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ia berkaitan dengan berbagai macam kebutuhan, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Teori ini lahir di tahun 1950-an di Amerika yang didorong para ilmuan sosial

BAB II KERANGKA TEORI. Teori ini lahir di tahun 1950-an di Amerika yang didorong para ilmuan sosial BAB II KERANGKA TEORI II.1. Teori Modernisasi Teori ini lahir di tahun 1950-an di Amerika yang didorong para ilmuan sosial dalam mengembangkan teori untuk memahami negara Dunia Ketiga yang baru lahir,

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS A. Teori Fungsionalisme Struktural AGIL Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 :

Lebih terperinci

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI BAB XIII TEKNIK MOTIVASI Tim LPTP FIA - UB 13.1 Pendahuluan Tantangan : 1. Volume kerja yang meningkat 2. Interaksi manusia yang lebih kompleks 3. Tuntutan pengembangan kemampuan sumber daya insani 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu usaha pada tiap individu dalam

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk

II. LANDASAN TEORI. Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tindakan Sosial Max Weber Tindakan sosial menurut Max Weber adalah suatu tindakan individu sepanjang tindakan itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan

Lebih terperinci

REALITAS SOSIAL TINGKAT MIKRO

REALITAS SOSIAL TINGKAT MIKRO REALITAS SOSIAL TINGKAT MIKRO Pertemuan adalah episode interaksi tatap muka. Hampir semua pertemuan dibatasi oleh struktur tingkat meso dan budaya terkait dari unit gabungan dan kategorik dan, dengan perluasan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi kerja pada manusia serta menurunkan Islam untuk membuka mata

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi kerja pada manusia serta menurunkan Islam untuk membuka mata BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menganugerahkan sumber-sumber kekayaan alam dan potensi kerja pada manusia serta menurunkan Islam untuk membuka mata manusia agar mendayagunakan alam

Lebih terperinci

Belajar Ekonomi Syariah Melalui Syariah Explorer sebagai. Upaya pengenalan ekonomi syariah dengan petualangan Film. Animasi. Disusun.

Belajar Ekonomi Syariah Melalui Syariah Explorer sebagai. Upaya pengenalan ekonomi syariah dengan petualangan Film. Animasi. Disusun. Belajar Ekonomi Syariah Melalui Syariah Explorer sebagai Upaya pengenalan ekonomi syariah dengan petualangan Film Animasi Disusun Mohamad Yaser A. Judul Program Syariah Explorer ( Upaya pengenalan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Label Halal Label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum, label minimal harus berisi nama atau merek produk, bahan baku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu pesat, mulai dari berubahnya gaya hidup masyarakat hingga meningkatya kebutuhan-kebutuhan yang

Lebih terperinci

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin A. Pendahuluan TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM --------------------------------------------------------------------- Oleh : Fahrudin Tujuan agama Islam diturunkan Allah kepada manusia melalui utusan-nya

Lebih terperinci

Sistem Ekonomi. Putri Irene Kanny. Thursday, April 28, 2016 Teknik Industri Universitas Gunadarma 1ID07 G316 6/7

Sistem Ekonomi. Putri Irene Kanny. Thursday, April 28, 2016 Teknik Industri Universitas Gunadarma 1ID07 G316 6/7 Sistem Ekonomi Putri Irene Kanny Thursday, April 28, 2016 Teknik Industri Universitas Gunadarma 1ID07 G316 6/7 Thursday, April 28, 2016 Teknik Industri Universitas Gunadarma 1ID07 G316 6/7 SOAL KUIS 1.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kesenian Sebagai Unsur Kebudayaan Koentjaraningrat (1980), mendeskripsikan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi yang dilakukan pada dua komunitas yaitu komunitas Suku Bajo Mola, dan Suku Bajo Mantigola, menunjukkan telah terjadi perubahan sosial, sebagai

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI-TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Fakultas Ilmu Komunikasi Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id TEORI TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI STRUKTURAL

Lebih terperinci

A. Proses Pengambilan Keputusan

A. Proses Pengambilan Keputusan A. Proses Pengambilan Keputusan a) Definisi Menurut James A.F. Stoner, keputusan adalah pemilihan di antara berbagai alternatif. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu: (1) ada pilihan atas dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi SOSIOLOGI EKONOMI Persoalan Ekonomi dan Sosiologi Economics and sociology; Redefining their boundaries: Conversations with economists and sociology (Swedberg:1994) Tiga pembagian kerja ekonomi dengan sosiologi:

Lebih terperinci

Peran Tenaga Kerja dalam Konsep Kapitalis, Sosialis dan Pancasila

Peran Tenaga Kerja dalam Konsep Kapitalis, Sosialis dan Pancasila PAPER HUBUNGAN INDUSTRIAL Peran Tenaga Kerja dalam Konsep Kapitalis, Sosialis dan Pancasila Oleh : Agnes Yosephine Saragih (125030207111004) Kelas A PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wadah yang disebut masyarakat. Seperti yang kita ketahui pada zaman yang

BAB I PENDAHULUAN. wadah yang disebut masyarakat. Seperti yang kita ketahui pada zaman yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau secara sosiologis, kehidupan sosial berlangsung dalam suatu wadah yang disebut masyarakat. Seperti yang kita ketahui pada zaman yang modern ini masyarakat

Lebih terperinci

BUDAYA (Moeljono, 2003:16)

BUDAYA (Moeljono, 2003:16) BUDAYA ORGANISASI BUDAYA (Moeljono, 2003:16) Sebagai gabungan kompleks asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora, dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat

Lebih terperinci

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN KEBUDAYAAN

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN KEBUDAYAAN HUBUNGAN MANUSIA DENGAN KEBUDAYAAN Kebudayaan atau pun yang disebut peradaban, mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang compleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan,

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

BAB II. 1. Pengertian Kepuasan Hidup Lanjut Usia. pengalaman - pengalaman yang disertai dengan tingkat kegembiraan.

BAB II. 1. Pengertian Kepuasan Hidup Lanjut Usia. pengalaman - pengalaman yang disertai dengan tingkat kegembiraan. 8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Kepuasan Hidup Lanjut Usia 1. Pengertian Kepuasan Hidup Lanjut Usia Kepuasan merupakan kondisi subyektif dari keadaan pribadi seseorang sehubungan dengan perasaan senang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Saat ini emas semakin disukai sebagai salah satu pilihan investasi, sebagian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Saat ini emas semakin disukai sebagai salah satu pilihan investasi, sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini emas semakin disukai sebagai salah satu pilihan investasi, sebagian masyarakat menyebut emas sebagai pelindung aset. Berinvestasi emas yang dulu menjadi

Lebih terperinci

BAB VI REALISASI PANCASILA

BAB VI REALISASI PANCASILA BAB VI REALISASI PANCASILA Disusun Oleh: Nadya Athira C. 143020318 Heni Nurhaeni 143020336 Mirasitkha Virana P. 143020342 Asri Nur Fitriani 143020343 Azka Lithia Amanda 143020354 Raj ba Rohmatullah 143020371

Lebih terperinci

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN Fakta-fakta dan analisis di dalam disertasi ini melahirkan satu kesimpulan umum yaitu bahwa keberadaan Jemaat Eli Salom Kele i adalah sebuah hasil konstruksi sosial dan

Lebih terperinci

Mengapa Sosialisme? Albert Einstein

Mengapa Sosialisme? Albert Einstein Mengapa Sosialisme? Albert Einstein Apakah pantas bagi seseorang yang bukan merupakan pakar di bidang persoalan sosial dan ekonomi mengemukakan pandangannya berkaitan dengan sosialisme? Karena berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendi kehidupan manusia termasuk masalah ekonomi. Kegiatan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. sendi kehidupan manusia termasuk masalah ekonomi. Kegiatan perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia termasuk masalah ekonomi. Kegiatan perekonomian manusia diatur dalam prinsip

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Yang Melandasi Permasalahan Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam masalah, maka perlu dikemukakan suatu landasan teori yang bersifat ilmiah. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER. Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan

BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER. Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan BAB II TEORI TINDAKAN SOSIAL MAX WEBER A.Kajian Teori Pada bab dua ini akan membahas mengenai teori sosiologi yang relevan dengan temapembahasan dalam penelitian ini dengan menggunakan teori tindakan sosial

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan paradigma definisi sosial sebagai

BAB II KERANGKA TEORITIK. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan paradigma definisi sosial sebagai 37 BAB II KERANGKA TEORITIK A. Teori Tindakan sosial Max Weber Dalam penelitian ini peneliti mengunakan paradigma definisi sosial sebagai mana Paradigma definisi sosial tidak berangkat dari sudut pandang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kuznet dalam todaro (2003:99) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara bersangkutan untuk menyediakan

Lebih terperinci

2015 POLA ASUH KELUARGA PEDAGANG IKAN DI PASAR CIROYOM KOTA BANDUNG

2015 POLA ASUH KELUARGA PEDAGANG IKAN DI PASAR CIROYOM KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil di dalam masyarakat yang terdiri dari dua orang atau lebih yang dibentuk atas dasar tali perkawinan yang sah,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penulis angkat dalam mengkaji pendidikan ekologi dalam perspektif Islam,

BAB V PENUTUP. penulis angkat dalam mengkaji pendidikan ekologi dalam perspektif Islam, 161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagaimana telah diuraikan dalam bab pendahuluan, bahwa penelitian ini akan diarahkan guna menjawab rumusan masalah yang telah penulis angkat dalam mengkaji pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme berdasarkan eksplorasi terhadap sikap hidup orang-orang yang memandang diri mereka sebagai tidak materialistis.

Lebih terperinci

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi SOSIOLOGI EKONOMI Persoalan Ekonomi dan Sosiologi Economics and sociology; Redefining their boundaries: Conversations with economicts and sociology (Swedberg:1994) Tiga pembagian kerja ekonomi dengan sosiologi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehiduan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu berkembang

Lebih terperinci

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar MOTIVASI DALAM BELAJAR Saifuddin Azwar Dalam dunia pendidikan, masalah motivasi selalu menjadi hal yang menarik perhatian. Hal ini dikarenakan motivasi dipandang sebagai salah satu faktor yang sangat dominan

Lebih terperinci

EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 426 )

EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 426 ) EKONOMI POLITIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 426 ) Dosen: 1. Dr. Ir. Aceng Hidiayat MT (Koordinator) 2. Dessy Rachmawatie SPt, MSi 3. Prima Gandhi SP, MSi KULIAH 5 : Teori Ekonomi Politik Keynessian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,

Lebih terperinci

CBT SBMPTN TPA SBMPTN

CBT SBMPTN TPA SBMPTN CBT SBMPTN Buku ini dilengkapi aplikasi CBT SBMPTN android yang dapat di download di play store dengan kata kunci genta group atau gunakan qr-code di bawah. Kode Aktivasi Aplikasi: kxx TPA SBMPTN Buku

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF QARDAWI DAN MASDAR FARID MAS UDI MENGENAI PENYATUAN ZAKAT DAN PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK KEMASLAHATAN UMAT

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF QARDAWI DAN MASDAR FARID MAS UDI MENGENAI PENYATUAN ZAKAT DAN PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK KEMASLAHATAN UMAT BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN YUSUF QARDAWI DAN MASDAR FARID MAS UDI MENGENAI PENYATUAN ZAKAT DAN PAJAK SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK KEMASLAHATAN UMAT Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim

Lebih terperinci

Jawaban Soal-soal Untuk Menguji Diri

Jawaban Soal-soal Untuk Menguji Diri TAMBAHAN 267 Jawaban Soal-soal Untuk Menguji Diri Pasal I 1 c) mempunyai suatu cara khusus untuk melaksanakan maksud-nya. 2 b) orang-orang yang dipilih, dibimbing dan diberi kuasa oleh-nya untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. pengalaman serta lingkungan sekitar dari manusia tersebut tinggal.

BAB II KERANGKA TEORI. pengalaman serta lingkungan sekitar dari manusia tersebut tinggal. BAB II KERANGKA TEORI 2.4. Persepsi Dalam memandang suatu permasalahan dari setiap manusia mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Persepsi menurut manusia yang satu belum tentu sama dengan persepsi manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran Pemasaran adalah proses untuk merencanakan dan melaksanakan perancangan, penetapan harga, promosi, dan distribusi dari ide, barang, dan layanan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu sendiri, yakni untuk membudayakan manusia. Menurut Dhiu (2012:25-27)

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu sendiri, yakni untuk membudayakan manusia. Menurut Dhiu (2012:25-27) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia di dunia ini karena pendidikan akan tetap berlangsung kapan dan di mana pun. Hal ini karena,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian dan diskusi hasil penelitian yang telah disajikan pada Bab IV, dapat ditarik kesimpulan dan rekomendasi penelitian sebagai berikut: A. Kesimpulan

Lebih terperinci

Masih Spiritualitas Bisnis

Masih Spiritualitas Bisnis c Prestasi, bukan Prestise d Masih Spiritualitas Bisnis Oleh Nurcholish Madjid Dalam uraian mengenai spiritualitas bisnis pekan lalu, kita menyadari bahwa adanya kombinasi antara ihsān dan itqān dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

BAB III INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT

BAB III INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT BAB III INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT A. INDIVIDU 1. Pengertian Individu Individu berasal dari kata latin individuum artinya yang tak terbagi/satu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Individu

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen Terhadap Pembelian Produk Aqua (Studi pada Masyarakat Desa Slimbung Kecamatan Ngadiluwih

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Kemiskinan dan kesenjangan sosial pada kehidupan nelayan menjadi salah satu perhatian utama bagi kebijakan sektor perikanan. Menurut pemerintah bahwa kemiskinan dan

Lebih terperinci

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14 Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : 2008 Pertemuan 14 MASYARAKAT MATERI: Pengertian Masyarakat Hubungan Individu dengan Masyarakat Masyarakat Menurut Marx Masyarakat Menurut Max Weber

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dihasilkan dari analisis data dapat digeneralisasikan pada populasi penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dihasilkan dari analisis data dapat digeneralisasikan pada populasi penelitian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab V ini akan dibahas mengenai kesimpulan, implikasi dan saran dari penelitian. 5.1 Kesimpulan Persyaratan analisis data telah terpenuhi, dengan demikian kesimpulan yang

Lebih terperinci

Tugas Resume Hubungan Industrial

Tugas Resume Hubungan Industrial A. Sistem Ekonomi Sosialis Tugas Resume Hubungan Industrial Sosialis adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Modul ke: PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Fakultas 10FEB Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si Program Studi MANAJEMEN PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERNEGARA Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Sistem

Lebih terperinci

MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA

MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA MATERI SISTEM PEREKONOMIAN DI INDONESIA A. Definisi Sistem ekonomi adalah cara suatu negara mengatur kehidupan ekonominya dalam rangka mencapai kemakmuran. Pelaksanaan sistem ekonomi suatu negara tercermin

Lebih terperinci

Universitas Indonesia Library >> UI - Disertasi (Membership)

Universitas Indonesia Library >> UI - Disertasi (Membership) Universitas Indonesia Library >> UI - Disertasi (Membership) Dinamika kognitif dan pola-pola tingkah laku dalam kehidupan ekonomi orang-orang miskin pada tingkat individual : studi lapangan di Desa Parungsari,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu

BAB II KERANGKA TEORI. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu 12 BAB II KERANGKA TEORI A. Kajian Pustaka Perilaku Konsumtif Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai yang terkandung didalam produk tersebut. Salah satu nilai yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai yang terkandung didalam produk tersebut. Salah satu nilai yang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Merek Didalam suatu produk yang dijual ke pasar oleh produsen terdapat nilai yang terkandung didalam produk tersebut. Salah satu nilai yang

Lebih terperinci