KONTRIBUSI PENDAPATAN ON-FARM, OFF-FARM, NON- FARM, SEBAGAI DIVERSIFIKASI USAHA TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DI PEDESAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONTRIBUSI PENDAPATAN ON-FARM, OFF-FARM, NON- FARM, SEBAGAI DIVERSIFIKASI USAHA TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DI PEDESAAN"

Transkripsi

1 KONTRIBUSI PENDAPATAN ON-FARM, OFF-FARM, NON- FARM, SEBAGAI DIVERSIFIKASI USAHA TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA DI PEDESAAN Kontribusi dalam hal ini adalah besarnya sumbangan yang dapat diberikan pada suatu waktu dan keadaan. Kontribusi pendapatan mengindikasikan besarnya andil atau peran setiap jenis usaha dalam memberikan pendapatan (sumbangan penghasilan) terhadap pendapatan suatu rumahtangga. Keterbatasan pendapatan rumahtangga petani dari usahatani semata, apalagi dengan pengusahaan lahan yang relatif sempit. Kondisi tersebut menyebabkan rumahtangga petani berupaya mencari tambahan pendapatan dari berbagai sumber usaha (diversifikasi usaha) selain usahatani sendiri, ataupun diversifikasi usaha pada usahatani itu sendiri. Berbagai jenis/sumber usaha yang dilakukan dengan melakukan diversifikasi usaha rumahtangga petani pada sub-sektor on-farm, off-farm, dan/atau non-farm, baik sebagai pekerjaan utama maupun sebagai pekerjaan sampingan. Seberapa besar kontribusi ketiga sub-sektor pertanian tersebut terhadap pendapatan suatu rumahtangga di pedesaan pada dasarnya mengindikasikan peran diversifikasi usaha rumahtangga terhadap pendapatan rumahtangga itu sendiri, seperti yang diuraikan berikut. Struktur Pendapatan RT dari Diversifikasi Usaha On-farm, Off-farm, Non-farm a. Kabupaten Indramayu Dari 30 rumah tanggapetani contoh di Indramayu terdapat sebanyak tiga rumahtangga yang mengusahakan lahan kurang dari 0,25 Ha. Pendapatan mereka dari: (1) on-farm, berkisar antara Rp Rp dengan rataan sekitar Rp ; (2) off-farm, berkisar antara 0 - Rp dengan rataan sekitar Rp ; (3) non-farm, sekitar Rp Rp dengan rataan sekitar Rp ,- 78

2 Pada pengusahaan lahan antara 0,25 0,5 ha, terdapat 2 rumahtangga petani contoh. Pendapatan mereka dari: (1) on-farm, antara Rp Rp dengan rataan sekitar Rp ; (2) off-farm, antara Rp Rp dengan rataan Rp ; (3) non-farm, sekitar Rp Rp ,- dengan rataan sekitar Rp ,- Pada pengusahaan lahan >0,5-1 ha, terdapat 13 rumahtangga petani contoh dengan pendapatan dari: (1) on-farm, antara Rp Rp dengan rataan sekitar Rp ; (2) off-farm, 0 - Rp dengan rataan sekitar Rp ; (3)non-farm, sekitar 0 - Rp dengan rataan sekitar Rp ,- Pada pengusahaan lahan >1 ha, terdapat 12 rumahtangga petani contoh dengan pendapatan dari: (1) on-farm, antara Rp Rp dengan rataan sekitar Rp ; (2) off-farm, antara 0 - Rp dengan rataan Rp : (3)non-farm, sekitar 0-Rp dengan rataan sekitar Rp ,- Kisaran dan rataan pendapatan rumah tangga petani contoh secara lebih rinci disajikan pada tabel berikut. Tabel 30: Kisaran dan Rataan Pendapatan Rumahtangga Contoh di Indramayu, berdasarkan Penguasaan Lahan. 2005/2006. Pengusahaan Total Pendapatan Lahan (Ha) On-Farm (Rp.000) < 0,25 910, (1150,5) 0,25 0,5 1262,5-3106,5 (2184,5) > 0, (10239,27) > ,5 (12688,29) Sumber: Data Primer Diolah. (2006) Total Pendapatan Off-Farm (Rp.000) (1350) ((637,5) (2035) (3501,25) Total Pendapatan Non-Farm (Rp.000) (2433,33) (15850) (9891,15) (15458,33) Total Pendapatan RT (Rp.000) (4933,83) (27672) (22802,96) (31647,88) Pada sub-sektor on-farm, selain tanaman pangan pendapatan rumahtangga contoh melalui diversifikasi berasal dari usaha hortikultura (terutama petani yang mengusahakan >0,5 - >1 ha), perkebunan (hanya pada >0,5 1 ha), dan peternakan 79

3 (pengusahaan 0,25 - >1 ha). Perbandingan rataan pendapatan dengan diversifikasi usaha sub-sektor on-farm, disajikan pada Tabel 31. Tabel 31: Rataan Pendapatan Diversifikasi Usaha On-Farm terhadap Total Pendapatan On-Farm, menurut Luas Pengusahaan Lahan di Kab. Indramayu. Pengusahaan Lahan (Ha) Rataan Pendapatan Diversifikasi Usaha dari (Rp.000) Tan.Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Total Pendapatan On-Farm < 0, , ,5 0,25 0,5 2109, ,5 > 0, ,27 336,54 323, , ,27 > ,13 499, , ,29 Sumber: Data Primer Diolah. (2005/2006) Pada sub-sektor off-farm, pendapatan rumahtangga contoh dengan diversifikasi usaha, sekitar 56,67% yang berasal dari buruh tani (ditemukan pada semua lapisan pengusahaan lahan), usaha menyewakan lahan ditemukan hanya pada satu rumahtangga contoh, sedangkan usaha menyewakan alat pertanian dilakukan sekitar 23,33% contoh. Pada sub-sektor off-farm, usaha menyewakan alat pertanian, seperti: thresher, gembot, hand sprayer, bahkan hand tractor ternyata mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga secara signifikan. Modal untuk membeli alat pertanian tersebut umumnya diperoleh dari remitans bekerja dari luar negeri (TKI). Perbandingan rataan pendapatan rumahtangga petani contoh dengan diversifikasi usaha sub-sektor off-farm, disajikan pada tabel berikut. Tabel 32: Rataan Pendapatan Diversifikasi Usaha Off-Farm terhadap Total Pendapatan Off-Farm, menurut Luas Pengusahaan Lahan di Kab. Indramayu. Pengusahaan Lahan (Ha) Rataan Pendapatan Diversifikasi Usaha dari (Rp.000) Buruh Tani Sewa Lahan Sewa Alsintan Total Pendapatan Off-farm < 0, ,25 0,5 9637, ,5 > 0, , > , , ,5 Sumber: Data Primer Diolah. (2005/2006). 80

4 Pada sub-sektor non-farm, pendapatan rumahtangga petani contoh melalui diversifikasi, berasal dari: usaha industri (petani yang mengusahakan 0,25 - >1 ha), usaha/jasa lain ditemukan pengusahaan 0,25 0,5 ha), dagang dan tukang bangunan (pada >0,5 - >1 ha), aparat desa (kecuali pada pengusahaan <0,25 ha), buruh bangunan (pada >0,5 - >1 ha), TKI (kecuali pada pengusahaan <0,25 ha), pemulung (pada pengusahaan lahan >0,5 - >1 ha), dan usaha tukang ojek ditemukan pada semua lapisan pengusahaan lahan. Perbandingan rataan pendapatan dengan diversifikasi usaha subsektor non-farm, disajikan pada tabel berikut. Tabel 33: Rataan Pendapatan Diversifikasi Usaha Non-Farm terhdp Tot.Pendptan Non-Farm, menurut Pengusahaan Lahan di Kabupaten Indramayu. Rataan Pdptan (Rp.000) dari < 0,25 ha 0,25 0,5 Ha > 0,5 1 ha > 1 ha Usaha industri , Us./jasa lain , Dagang , Tk.bangunan Aparat desa , Buruh bangunan , TKI , ,33 Pemulung , Tk. Ojek 433, Total Pendapatan Non-farm RT , Sumber: Data Primer Diolah. (2005/2006) Sementara itu, pada musim gadu (kering), para petani yang berdiam di dekat pantai umumnya juga mengusahakan pembuatan garam di lahan yang berkadar air asin. Untuk lahan garam umumnya petani mengusahakan rata-rata 2 petak (sekitar 0,2 Ha). Lahan garam diperoleh disewa dari pemerintah desa (Lurah) dengan sistem lelang. Nilai sewanya sekitar Rp.1 2 juta per tahun. Di lahan tersebut, mereka juga sekalian mengusahakan empang (kolam) bandeng ataupun udang, dengan nilai panen yang cukup besar bila berhasil. 81

5 Pada kenyataannya di daerah penelitian ditemukan bahwa sumber pendapatan lain sebagai penambah penghasilan rumahtangga, rata-rata berasal dari diversifikasi usaha di luar on-farm (usaha tani). Diversifikasi usaha tersebut berasal dari usaha offfarm seperti: menjadi (1) buruh tani; (2) menyewakan sebagian lahan yang dikuasai; dan (3) menyewakan alat pertanian yang mereka miliki. Juga dari usaha non-farm seperti: (1) usaha industri (membuat tempe/tahu, anyaman bambu, garam); (2)usaha/jasa lain; (3) dagang; (4) tukang bangunan; (5) aparat desa; (6) buruh bangunan; (7) TKI; (8) pemulung; (9) jasa transportasi (ojek). Asumsi di atas tidak sepenuhnya benar. Bila dikaji lebih mendalam, terdapat perbedaan pendapatan yang signifikan pada rumahtangga petani contoh yang mengusahakan diversifikasi usahatani. Mereka mampu memperoleh penghasilan yang relatif tinggi dibanding dengan hanya mengusahakan satu jenis usahatani. Peningkatan pendapatan juga ditemukan pada petani contoh yang melakukan usaha hortikultura, tanaman tahunan, dan memelihara ternak. Usaha tersebut dapat dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan usahatani yang utama (tanaman pangan dan palawija), sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga. Dengan demikian, peningkatan pendapatan rumahtangga di pedesaan juga dapat diperoleh dari sub-sektor on-farm melalui diversifikasi usahatani dan jenis tanaman (perbaikan pola tanam, multi crops, integrated farming system, integrasi usahataniternak, tumpang sari, dan sebagainya). Pola diversifikasi usaha rumahtangga selain pada sub-sektor on-farm tersebut, juga ditemukan pada sub-sektor off-farm maupun non-farm yang dilakukan rumahtangga petani contoh, terutama pada sektor non-farm seperti: menjadi karyawan/pegawai (aparat desa, PNS, karyawan swasta), wiraswasta, buruh pabrik (industri), tukang dan buruh bangunan, tukang beca, pengamen, pedagang asongan, TKI (17 rumahtangga petani dari 30 rumahtangga petani contoh atau sekitar 56,67%), bahkan menjadi pemulung (sekitar 13,33%) ke Jakarta dan sekitarnya. Beberapa di antara rumahtangga petani contoh yang bermigrasi, tidak sepenuhnya terlepas dari sebagai petani. Pada kegiatan tertentu seperti pada aktivitas musim tanam maupun panen, mereka tetap mudik untuk melakukan tanam ataupun panen. Umumnya rumahtangga petani contoh tetap menempatkan sektor pertanian 82

6 sebagai sumber matapencahariannya, walau produksi padi sering tidak memadai karena kurang terkoordinasinya sarana air. Hal ini karena mereka masih memperoleh pendapatan tambahan dari penjualan panen mangga, maupun hasil usaha lain seperti: membuat garam, pembuatan tempe, tahu, batubata, menjadi pengamen, supir, TKI, PRT, dan bahkan menjadi pemulung sebagai divesifikasi usaha rumahtangga. Menjadi pemulung bukan menjadi suatu kondisi yang memalukan bagi mereka, sebab dengan pekerjaan tersebut mereka dapat memperoleh penghasilan yang memadai bahkan dapat melebihi dari pendapatan dari berusahatani. Mereka beralasan bahwa dari usahatani, pendapatan yang diperoleh relatif rendah, jangka waktu lama, dengan resiko kegagalan panen yang tinggi serta mahalnya biaya usahatani, apalagi mereka rata-rata menggunakan pupuk dan obat-obatan (pestisida dan herbisida) agar diperoleh produksi usahatani yang lumayan. Keadaan ini sangat tidak sesuai bila dibandingkan dengan pendapatan yang mereka peroleh dari mengamen, memulung, ataupun mengemis sekalipun. Hampir seluruh rumahtangga contoh mengakui bahwa hasil diversifikasi usaha rumahtangga tersebut menjadi sumber penghasilan keluarga yang cukup besar. b. Kabupaten Pontianak Rumahtangga petani contoh di Pontianak umumnya melakukan diversifikasi usahatani, terutama dengan tanaman sayuran dan buah-buahan. Mereka umumnya memiliki kebun kelapa, pepaya, pisang, dan tanaman tahunan lainnya. Meski demikian, pendapatan yang mereka peroleh dari usahatani tidaklah sebanding dengan luas areal yang mereka usahakan. Kondisi ini menggambarkan kemarjinalan lahan pasang surut yang mereka usahakan. Keterbatasan produktivitas lahan tersebut salah satunya dapat diatasi dengan diversifikasi usaha rumahtangga baik pada sub-sektor on-farm, off-farm, maupun non-farm. Upaya tersebut bertujuan untuk mengantisipasi semakin sulitnya memperoleh pendapatan dan sebagai upaya adaptasi mereka terhadap usaha pemenuhan kebutuhan hidup. Di Pontianak, pola diversifikasi usahatani yang biasa dilakukan petani adalah menanami lahan mereka dengan berbagai jenis sayuran. Hasil pendapatan yang mereka 83

7 peroleh jauh lebih tinggi daripada petani yang hanya melakukan satu jenis pola tanam per tahun (hanya mengusahakan padi gogo/lokal). Pendapatan yang diperoleh petani yang tidak melakukan diversifikasi usahatani hanya sekitar Rp Rp ,- per tahun. Pendapatan tersebut tergantung pada luas areal lahan yang diusahakan dan berapa kali di usahakan dalam setahun musim tanam. Sementara, pendapatan petani yang melakukan diversifikasi pola usahatani akan memperoleh pendapatan sekitar Rp ,- hingga Rp ,- per tahun. Diversifikasi usahatani ini sudah termasuk pengusahaan tanaman hortikultura, perkebunan dan peternakan. Dari 30 rumahtangga petani contoh di Pontianak terdapat 2 rumahtangga contoh yang mengusahakan lahan kurang dari 0,25 Ha. Pendapatan mereka dari: (1) on-farm, berkisar antara 0 - Rp dengan rataan sekitar Rp ; (2) off-farm, antara 0 Rp dengan rataan sekitar Rp ; (3) non-farm, sekitar 0 - Rp dengan rataan sekitar Rp ,-. Pada pengusahaan lahan antara 0,25 0,5 ha, terdapat 1 rumahtangga petani contoh, dengan pendapatan mereka : (1) on-farm, dengan rataan Rp ; (2) tidak melakukan diversifikasi usaha off-farm; (3) non-farm, dengan rataan Rp ,- Kisaran dan rataan pendapatan rumahtangga petani contoh secara lebih rinci disajikan pada tabel berikut. Tabel 34: Kisaran dan Rataan Pendapatan Rumahtangga di Pedesaan, Kab. Pontianak, berdasarkan Penguasaan Lahan. 2005/2006. Pengusahaan Total Pendapatan Lahan (Ha) On-Farm (Rp.000) < 0, (1510) 0,25 0, (4351) > 0, ,5 (4225,86) > , ,8 ( ) Sumber: Data Primer Diolah. (2006). Total Pendapatan Off-Farm (Rp.000) (1612,5) (614,29) (823,5) Total Pendapatan Non-Farm (Rp.000) (2400) 3500 (3500) (9145,43) (8585) Total Pendapatan RT (Rp.000) (5525,5) 7851 (7851) (13985,6) 4763, ,8 (21304,5) Dari Tabel 34, diketahui bahwa pada pengusahaan lahan >0,5-1 ha, terdapat 13 rumahtangga petani contoh dengan pendapatan dari: (1) on-farm, antara Rp

8 Rp dengan rataan sekitar Rp ; (2) off-farm, Rp Rp dengan rataan sekitar Rp ; (3)non-farm, sekitar 0 - Rp dengan rataan Rp ,- Pada pengusahaan lahan >1 ha, terdapat 12 rumahtangga petani contoh dengan pendapatan dari: (1) on-farm, antara Rp Rp dengan rataan sekitar Rp ; (2) off-farm, antara 0 - Rp dengan rataan Rp : (3)nonfarm, sekitar 0-Rp dengan rataan sekitar Rp ,- Pada sub-sektor onfarm, semua rumahtangga petani contoh melakukan diversifikasi. Selain tanaman pangan pendapatan rumahtangga melalui diversifikasi berasal dari usaha hortikultura (terutama petani yang mengusahakan >0,5 - >1 ha), perkebunan (hanya pada >0,5 1 ha), dan peternakan (pengusahaan 0,25 - >1 ha). Rataan total pendapatan rumahtangga pada: pengusahaan <0,25 ha adalah Rp ; pada pengusahaan 0,25 0,5 ha adalah Rp ; pada pengusahaan >0,5 1 ha adalah Rp ; dan pada pengusahaan >1 ha adalah sekitar Rp ,- Perbandingan rataan pendapatan dengan diversifikasi usaha sub-sektor on-farm, disajikan pada tabel berikut. Tabel 35: Rataan Pendapatan Diversifikasi Usaha On-Farm terhadap Total Pendapatan On-Farm, menurut Luas Pengusahaan Lahan di Kab. Pontianak. 2005/2006. Pengusahaan Lahan (Ha) Rataan Pendapatan Diversifikasi Usaha On-farm dari (Rp.000) Tan.Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan Total Pendapatan On-Farm < 0, , ,5 0,25 0,5 2109, ,5 > 0, ,27 336,54 323, , ,27 > ,13 499, , ,29 Sumber: Data Primer Diolah. (2005/2006) Untuk diversifikasi usaha on farm, tambahan penghasilan umumnya diperoleh dari hasil usahatani sayuran dan hasil dari lahan kebun (kelapa, pisang, pepaya, dan buah-buahan lainnya) dan menjual ternak sapi atau kambing yang dipelihara. Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa adalah suatu kenyataan yang signifikan bahwa tambahan pendapatan dari hasil pola diversifikasi usahatani (sayuran dan pemeliharaan ternak) dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga petani yang relatif besar. 85

9 Rata-rata areal pertanaman padi berkisar antara 1-2 ha per petani. Sebagai tanaman selingan, umumnya di daerah ini mengusahakan tanaman sayuran seperti kacang panjang, buncis, terong, cabai, tomat, timun, waluh, secara tumpang sari. Sedangkan untuk tanaman palawija, umumnya ditanam tanaman jagung dan ubi kayu (singkong), beberapa petani juga menanam ubi rambat oranye dan keladi. Keadaan ini mencerminkan diversifikasi usahatani yang dilakukan oleh beberapa petani contoh. Di samping itu, tanaman lain yang dianggap sangat membantu dalam perolehan pendapatan adalah hasil dari tanaman kelapa yang sangat umum dijumpai di daerah Sungai Kakap. Hasil kelapa dapat diolah menjadi minyak kelapa, kopra, arang tempurung kelapa, dan sabut kelapa, VCO (Virgin Coconut Oil), dan gula merah. Meski ditemukan diversifikasi usaha rumahtangga seperti pembuatan tempe dan tahu, namun bahan bakunya masih merupakan kedelai yang dibeli dipasar, bukan kedelai hasil usahatani mereka sendiri. Hal ini disebabkan kurang sesuainya kondisi lahan untuk dapat memproduksi kedelai dengan baik. Secara lebih rinci, perbandingan rataan total pendapatan off-farm rumahtangga petani contoh yang diperoleh diversifikasi usaha off-farm disajikan pada tabel berikut. Tabel 36: Rataan Pendapatan Diversifikasi Usaha Off-Farm terhadap Total Pendapatan Off-Farm, menurut Luas Pengusahaan Lahan di Kab. Pontianak. 2005/2006. Pengusahaan Rataan Pendapatan Diversifikasi Usaha Off-farm dari (Rp.000) Lahan (Ha) Buruh Tani Sewa Lahan Total Pendapatan Off-farm < 0, ,25 0,5 9637, ,5 > 0, > , ,5 Sumber: Data Primer Diolah. (2005/2006) Dengan mencermati Tabel 36, pada sub-sektor off-farm, pendapatan rumahtangga contoh dengan diversifikasi usaha, sekitar 100% yang berasal dari buruh tani (ditemukan pada semua lapisan pengusahaan lahan), usaha menyewakan lahan ditemukan hanya pada petani yang mengusahakan lahan >1 ha. Rataan total pendapatan off-farm rumahtangga petani contoh yang diperoleh diversifikasi usaha off-farm: pada pengusahaan <0,25 ha sekitar Rp ; pada pengusahaan 0,25 0,5 ha sekitar 86

10 Rp ; pada pengusahaan >0,5 1 ha adalah Rp ; dan pada pengusahaan >1 ha adalah sekitar Rp ,- Pada sub-sektor non-farm, pendapatan rumahtangga petani contoh melalui diversifikasi, berasal dari: usaha industri (petani yang mengusahakan >0,5 - >1 ha); buruh industri (pada pengusahaan >1 ha), usaha/jasa lain (ditemukan kecuali pada pengusahaan 0,25 0,5 ha), dagang dan tukang bangunan (pada 0,25 - >1 ha), buruh bangunan dan TKI (ditemukan pada rumah tangga dengan pengusahaan >0,5 - >1 ha). Perbandingan rataan pendapatan dengan diversifikasi usaha sub-sektor non-farm, disajikan pada tabel berikut. Tabel 37: Rataan Pendapatan Diversifikasi Usaha Non-Farm terhdp Tot.Pendptan Non-Farm, menurut Pengusahaan Lahan di Kab. Pontianak. 2005/2006. Rataan Pdptan dari (Rp.000) < 0,25 ha 0,25 0,5 ha > 0,5 1 Ha > 1 Ha Usaha industri , Buruh industri Us./jasa lain , Dagang , Tk.bangunan , Buruh bangunan , TKI , Total Pendapatan Non-farm RT , Sumber: Data Primer Diolah. (2005/2006) Dengan demikian, kontribusi pendapatan dari diversifikasi usaha yang dilakukan suatu rumahtangga secara signifikan dapat meningkatan pendapatan rumahtangga tersebut. Di samping itu, peningkatan pendapatan rumahtangga di pedesaan juga dapat diperoleh dari sub-sektor on-farm melalui diversifikasi usahatani dan jenis tanaman (pola tanam, multi crops, integrated farming system, integrasi usahatani-ternak, tumpang sari, dan sebagainya). Hal ini ditemukan pada beberapa petani contoh yang melakukan beragam usaha pada sub-sektor on-farm selain tanaman pangan dan palawija, seperti: hortikultura, mengusahakan tanaman tahunan, dan memelihara ternak. Usaha tersebut dapat dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan usahatani utama. 87

11 Secara umum, rumahtangga petani contoh tetap mempertahankan sektor pertanian sebagai sumber matapencahariannya, walau hasil/produksi padi sering tidak memadai. Hal ini disebabkan mereka masih memperoleh hasil tambahan dari penjualan kelapa, maupun hasil diversifikasi usaha rumahtangga lainnya seperti: membuat tempe, tahu, marning, kerupuk ubi, rengginang, marning jagung, batako, ojek, penyewaan speed boat, menjadi tukang dan buruh bangunan, TKI, ataupun menjadi buruh penarik kayu dari hutan ( shawmill ). Bahkan pada beberapa rumahtangga petani contoh mengemukakan bahwa hasil diversifikasi usaha rumahtangga tersebut yang menjadi sumber penghasilan keluarga yang cukup besar. Di samping itu terdapat juga usaha pembuatan batako, namun relatif sedikit. Dengan demikian, secara agregat pendapatan rumahtangga petani dalam satu tahun terakhir merupakan kumulatif dari sumber pendapatan on-farm, off-farm dan nonfarm. Masing-masing sumber pendapatan mempunyai peranan penting dalam struktur pendapatan rumahtangga. Tingkat pendapatan rumahtangga merupakan salah satu peubah yang menentukan kemampuan petani dalam mengadopsi teknologi, selain peubah karakteristik individu. Besarnya pendapatan yang diperoleh petani akan mempengaruhi pertimbangan-pertimbangan petani dalam menerapkan berbagai alternatif teknologi. Uraian diatas menunjukkan sektor pertanian masih merupakan sumber pendapatan yang dominan bagi rumahtangga petani di Indramayu dan Pontianak. Artinya, bahwa transformasi ekonomi di pedesaan masih tetap menempatkan sektor pertanian sebagai sektor yang memegang peranan penting, terutama dalam menyerap tenaga kerja. Keadaan ini membuat sektor pertanian menanggung beban yang makin berat. Mencermati pendapatan yang berasal dari non-farm di Indramayu dengan pangsa 40,5% menunjukkan tingkat ketergantungan terhadap sektor pertanian lebih rendah dibanding di Pontianak. Daerah Indramayu memiliki aksesibilitas yang tinggi terhadap daerah perkotaan, sehingga memungkinkan petani memperoleh pekerjaan pada pusat perekonomian di kota. 88

12 DIVERSIFIKASI USAHA RUMAHTANGGA DI PEDESAAN Diversifikasi usaha rumahtangga dalam hal ini diartikan sebagai upaya untuk memperoleh pendapatan ataupun sebagai tambahan/peningkatan pendapatan suatu rumahtangga dari berbagai sumber usaha. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi petani di pedesaan untuk melakukan diversifikasi (keberagaman) usaha dalam rumahtangga mereka. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi, antara lain seperti: faktor luas lahan yang dikuasai dan diusahakan, diversifikasi tanaman yang mereka usahakan, tingkat pendidikan, asset kepemilikan, dan lain lain. Faktor ini mempengaruhi jenis dan diversifikasi pekerjaan yang mereka lakukan, tingkat pendapatan dan pengeluaran mereka. Adanya kecenderungan bahwasanya diversifikasi sumber pendapatan adalah dikarenakan kemiskinan dan ketakberdayaan petani di pedesaan. Pada hakekatnya, indeks diversifikasi usaha rumahtangga makin menurun bila pendapatan meningkat. Tingkat Diversifikasi Usaha Rumahtangga Keterbatasan pendapatan dari usahatani pada lahan yang umumnya relatif sempit sekarang ini, menyebabkan rumahtangga petani berupaya mencari tambahan pendapatan dari sumber selain usahatani sendiri, seperti berburuh tani (off-farm), dan bekerja di luar sektor pertanian (non-farm). Oleh karena itu, anggota rumahtangga pertanian di lokasi penelitian mempunyai jenis pekerjaan yang beragam, baik sebagai pekerjaan utama maupun sebagai pekerjaan sampingan. Dalam penelitian ini, tingkat diversifikasi usaha rumahtangga diukur dengan menggunakan indeks Entropy. Penghitungan indeks Entropy didasarkan pada tiga kelompok pekerjaan, yaitu on-farm, off-farm, dan non-farm. Rasio banyaknya anggota rumahtangga yang terlibat dalam salah satu kelompok pekerjaan terhadap jumlah anggota rumahtangga yang bekerja pada seluruh kelompok pekerjaan menggunakan angka rataan seluruh contoh di masing-masing lokasi. Dengan menggunakan angka 89

13 rataan tersebut, maka indeks Entropy yang menggambarkan tingkat diversifikasi usaha rumahtangga di lokasi contoh adalah seperti disajikan pada tabel berikut. Tabel 38. Rasio Jenis Pekerjaan dan Indeks Entropy Rumahtangga Contoh di Kabupaten Indramayu dan Pontianak, Kabupaten Jml ART yg bekerja (L) Rasio On-farm (l 1 /L) Rasio Off-farm (l 2 /L) Rasio Non-farm (l 3 /L) Indeks Entropy Indramayu 2,30 0,7766 0,2571 0,5071 0,8884 Pontianak 2, Sumber: Hasil Analisis Data Primer. Dengan mencermati Tabel 38, di Indramayu jumlah anggota rumahtangga contoh berkisar antara 2 sampai 6 orang dengan rataan 3,54 orang/rumahtangga. Dari rataan tersebut, jumlah anggota rumahtangga yang bekerja di semua sektor rata-rata 2,30 orang/rumahtangga. Dari jumlah tersebut, rata-rata 1,79 orang bekerja pada usahatani sendiri (on-farm), sebanyak 0,59 orang bekerja sebagai buruh tani atau penyewaan aset pertanian (off-farm) dan 1,16 orang bekerja di luar sektor pertanian. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh indeks Entropy untuk rumahtangga contoh di Indramayu sebesar 0,89. Angka ini menunjukkan bahwa sangat beragamnya bidang pekerjaan yang dilakukan oleh rumahtangga contoh di Indramayu, Jawa Barat. Dalam usahatani sendiri (on-farm), daerah Indramayu yang terletak di jalur pantai Utara Jawa Barat, usahatani yang dilakukan adalah bertanam padi dua kali setahun. Beberapa diantaranya menanam palawija atau sayuran dataran rendah sekali dalam setahun setelah tanaman padi kedua. Dalam off-farm, umumnya mereka berburuh tani, yaitu mencangkul, menanam, menyiang dan panen. Bidang pekerjaan yang banyak dilakukan di luar sektor pertanian adalah: membuat garam, membuat batu bata, berburuh bangunan di Jakarta, mengamen di bis umum rute Jakarta-Cirebon. Dua jenis pekerjaan terakhir ini sangat dimungkinkan oleh tingginya akses desa-desa contoh dengan ibukota Jakarta, karena mudahnya memperoleh angkutan umum ke Jakarta setiap saat. Di Pontianak, rataan jumlah anggota rumahtangga 3,78 orang/rumahtangga. Dari jumlah tersebut, rata-rata 2,25 orang diantaranya ikut mencari nafkah. Anggota 90

14 rumahtangga yang bekerja dalam usahatani sendiri rata-rata 1,92 orang, dalam off-farm 0,90 orang, dan bekerja di luar sektor pertanian hanya rata-rata 0,33 orang per rumahtangga. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh indeks Entropy sebesar 0,79. Seperti halnya provinsi lain, angka indeks ini juga menunjukkan beragamnya bidang usaha yang dilakukan oleh anggota rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Untuk pekerjaan di luar sektor pertanian (non-farm), ternyata proporsinya cukup kecil. Hal ini terutama disebabkan oleh sedikitnya peluang usaha non-pertanian di daerah pasang surut, akibat dari rendahnya aksesibilitas daerah ini ke pusat perkotaan. Sarana dan prasarana transportasi kurang memadai, sehingga untuk mencari pekerjaan ke Pontianak memerlukan biaya yang relatif tinggi. Selain itu, investor juga kurang tertarik untuk berinvestasi di daerah-daerah pasang surut. Oleh karena itu, ragam bidang usaha masyarakatnya adalah bidang pertanian (on-farm dan off-farm). Untuk usahatani (on-farm), petani contoh umumnya menanam padi satu kali dan satu kali palawija. Selain itu, sekitar 22% rumahtangga contoh memelihara sapi dengan populasi rata-rata 2,85 ekor per peternak dan 5% memelihara kambing dengan pupolasi rata-rata 3,67 ekor per peternak. Sebagian besar sapi yang dipelihara adalah sapi bagi hasil (gaduhan) dari pemilik yang relatif bermodal. Belum terlihat adanya integrasi yang sinergis antara ternak dengan usaha tanaman. Masih sedikit petani-peternak yang memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk kandang, dan limbah tanaman untuk pakan hijauan ternak. Hal ini diduga disebabkan oleh masih sedikitnya populasi ternak dan ketersediaan rumput alam masih memadai. Ketersediaan rumput alam sebagai pakan hijauan akan menjadi masalah jika populasi ternak sudah berkembang seperti halnya di Bali, sehingga pemanfaatan limbah pertanian menjadi sangat penting. Pekerjaan off-farm umumnya berburuh tani. Sedangkan non-farm yang umum dilakukan antara lain adalah industri rumah tangga membuat rengginang, gula kelapa, minyak VCO (virgin coconuts oil), dagang, dan sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi, Malaysia, dan Singapore. 91

15 Relasi Diversifikasi Usaha RT dengan Karakteristik RT Karakteristik rumahtangga seperti: umur kepala keluarga, pendidikan kepala keluarga, jumlah anggota rumahtangga, dan banyaknya anggota rumahtangga yang berumur 15 tahun ke atas diduga mempengaruhi keberagaman usaha rumahtangga. Untuk mengevaluasi keeratan hubungan antara karakteristik rumahtangga dengan diversifikasi usaha rumahtangga tersebut, dilakukan analisis korelasi tingkat rumahtangga. Untuk keperluan analisis tersebut, diversifikasi usaha rumahtangga yang diukur dengan indeks Entropy menggunakan partisipasi kerja masing-masing rumahtangga dan tidak menggunakan rataan partisipasi kerja tingkat provinsi. Hal ini dilakukan agar diperoleh angka indeks masing-masing rumahtangga. a. Kabupaten Indramayu Dari analisis koefisien korelasi diperoleh hasil yang mencerminkan tingkat keeratan hubungan antar peubah pada karakteristik rumahtangga contoh di Indramayu (Tabel 39). Hampir semua peubah (Xi) menunjukkan hubungan yang kurang kuat dengan diversifikasi usaha rumahtangga (Y). Di antara 7 peubah karakteristik rumahtangga, hanya pendidikan (X2) yang menunjukkan tingkat hubungan yang relatif erat dengan koefisien korelasi -0,5899. Artinya bahwa makin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga, bidang usaha yang dilakukan rumahtangga makin terfokus pada satu atau dua bidang pekerjaan. Namun demikian, tidak terlihat adanya hubungan yang erat (koefisien = 0,2786) antara tingkat pendidikan kepala keluarga dengan besarnya pendapatan rumahtangga. Demikian juga ditemukan adanya hubungan yang kurang erat (koefisien = 0,3192) antara diversifikasi usaha dengan pendapatan rumahtangga. Dengan kata lain, pada petani contoh di Indramayu diduga terdapatnya hubungan yang tidak erat antara diversifikasi sumber pendapatan dengan peningkatan pendapatan rumahtangga. Meski demikian, secara empirik lapang diversifikasi usaha rumahtangga sangat mempengaruhi peningkatan pendapatan rumahtangga petani contoh. Secara lebih rinci, koefisien korelasi antara diversifikasi usaha rumahtangga contoh dan karakteristik rumahtangga di Indramayu disajikan pada Tabel

16 Tabel 39. Koefisien Korelasi antara Karakteristik Rumahtangga dengan Divesifikasi Usaha Rumahtangga Contoh di Kab. Indramayu. Karakteristik Umur KK Pdidikkan KK Penguasaan Lahan P.usahaan Lahan Pdpt (000) Jml ART Usia ART 15 Indeks Entropy RT X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y X X X X X X X Y Sumber: Hasil Analisis Data Primer. 2006, yang diimplementasi penulis dari penelitiannya yang lain. Dari Tabel 39, peubah karakteristik rumahtangga yang menunjukkan adanya hubungan, meski tidak terlalu erat (koefisien korelasi masing-masing -0,4178; -0,4477; dan 0,3624), adalah luas penguasaan lahan (X3), luas pengusahaan lahan (X4), dan banyaknya anggota rumahtangga berusia 15 tahun ke atas (X7). Hal ini mengindikasikan makin luas lahan yang dikuasai dan yang diusahakan, makin sedikit bidang pekerjaan yang bisa dilakukan oleh anggota rumahtangga. Keadaan yang logis, karena curahan tenaga kerja keluarga yang lebih besar tentu diperlukan bila usahataninya makin luas, sehingga peluang untuk berusaha pada bidang pekerjaan lain makin kecil. Sebaliknya, bidang pekerjaan yang dilakukan oleh anggota rumahtangga makin beragam bila makin banyak anggota rumahtangga yang berumur 15 tahun ke atas. Kecenderungan ini juga adalah sangat logis, karena makin banyak jumlah angkatan kerja dalam rumahtangga makin beragam keterampilan dan bidang pekerjaan yang diminati. Dengan demikian, makin banyak anggota yang bekerja makin besar peluang rumahtangga melakukan diversifikasi pendapatan. Namun demikian, terlihat adanya hubungan yang tidak erat antara besarnya tingkat pendapatan rumahtangga (X5) dengan luas penguasaan dan pengusahaan lahan, serta jumlah anggota rumahtangga berumur 15 tahun keatas. Hubungan antar peubah karakteristik rumahtangga yang sangat erat adalah antara luas lahan yang dikuasai (X3) dengan luas lahan yang diusahakan (X4) dengan koefisien 93

17 korelasi 0,9489. Keeratan hubungan juga ditemukan antara jumlah anggota rumahtangga (X6) dengan banyaknya anggota rumahtangga berumur 15 tahun ke atas (X7) dengan koefisien korelasi 0,7947. Antara umur kepala keluarga dengan tingkat pendapatan rumahtangga memperlihatkan kecenderungan adanya hubungan yang lemah (negatif). Selebihnya tidak menunjukkan adanya hubungan yang erat. Hasil analisis ini juga mengindikasikan bahwa makin tua usia kepala keluarga, makin rendah tingkat pendidikan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa generasi tua umumnya berpendidikan rendah. Hasil logis lainnya ialah bahwa makin luas lahan yang dikuasai dan diusahakan makin tinggi pula tingkat pendapatan rumahtangga. b. Kabupaten Pontianak Hasil analisis antar karakterisitk rumahtangga contoh di Pontianak juga menunjukkan bahwa hanya jumlah anggota rumahtangga (X6) dan banyaknya anggota rumahtangga yang berumur 15 tahun ke atas (X7) yang memperlihatkan hubungan dengan diversifikasi usaha rumahtangga (Y), meskipun hubungan tersebut tidak kuat. Koefisien korelasi dari kedua hubungan tersebut masing-masing adalah 0,4652 dan 0,3425 (Tabel 41). Makin banyak anggota rumahtangga (family size) dan makin banyak anggotanya yang berumur 15 tahun ke atas makin beragam jenis usaha rumahtangga. Hubungan yang paling erat (dengan koefisien korelasi 0,7999), di antara karakteristik rumahtangga, adalah jumlah anggota rumahtangga (X6) dan banyaknya anggota rumahtangga yang berumur 15 tahun ke atas (X7). Hubungan erat lainnya adalah antara luas lahan yang dikuasai (X3) dan luas lahan yang diusahakan (X4). Ditemukan kecenderungan adanya hubungan yang positif antara luas lahan diusahakan (X4) dan tingkat pendapatan rumahtangga (X5). Di Pontianak, ditemukan hubungan negatif antara umur kepala keluarga (X1) dan pendidikan kepala keluarga (X2). Seperti di Indramayu, keadaan ini mengindikasikan sulitnya generasi dulu (sebelum Kemerdekaan) untuk mengakses fasilitas pendidikan formal. Pada Tabel 40 disajikan secara rinci nilai koefisien korelasi antara karakteristik rumahtangga dan diversifikasi usaha rumahtangga contoh di Pontianak. 94

18 Tabel 40. Koefisien Korelasi antara Karakteristik Rumahtangga dengan Diversifikasi Usaha Rumahtangga Contoh di Kabupaten Pontianak. Karakteristik Umur KK Pdidikkan KK Penguasaan Lahan P.usahaan Lahan Pdpt (000) Jml ART Usia ART 15 Indeks Entropy RT X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y X X X X X X X Y Sumber: Hasil Analisis Data Primer Pada umumnya, ditemukan relasi yang tidak erat antara jumlah anggota keluarga yang terlibat dengan tingginya tingkat pendapatan. Demikian halnya dengan tingkat penguasaan dan pengusahaan lahan, tingkat pendidikan terhadap tingkat pendapatan. Dengan mencermati Tabel 40, diketahui bahwa analisis koefisien relasi dan indeks Entropy pada petani contoh di Pontianak, seperti temuan di Indramayu, umumnya juga tidak ditemukan relasi yang erat antara jumlah anggota keluarga yang terlibat, tingkat penguasaan dan pengusahaan lahan, tingkat pendidikan dengan tingginya tingkat pendapatan. Hal ini lebih disebabkan oleh pengaruh besarnya pendapatan dari suatu jenis usaha rumahtangga yang dilakukan seorang anggota, misalnya dari usaha hortikultura dan peternakan (sub-sektor on-farm), dan non-farm, seperti TKI, berdagang, usaha rumahtangga tempe, tahu, anyaman dan lain-lain, atau buruh) bila dibanding tingkat pendapatan yang diperoleh beberapa anggota keluarga lain yang relatif lebih kecil pada waktu yang bersamaan. Penyebab lain adalah tingkat pendapatan seorang anggota keluarga pada suatu rumahtangga yang melakukan beberapa jenis pekerjaan sekaligus, justru lebih tinggi dari pendapatan beberapa anggota keluarga dengan beberapa pekerjaan pada rumahtangga lain. Dengan demikian, hasil analisis Indeks Entropy mengindikasikan bahwa tingginya tingkat diversifikasi sumber pendapatan diduga berhubungan tidak erat dengan tingkat pendapatan rumahtangga. Hal tersebut lebih disebabkan oleh lebih besarnya nilai 95

19 pendapatan dari suatu usaha dibanding dengan dari berbagai usaha. Seperti halnya di Indramayu, temuan lapang mengindikasikan adanya hubungan antara diversifikasi usaha rumahtangga dengan peningkatan pendapatan rumahtangga petani contoh. Hal ini juga diduga dapat disebabkan keterbatasan data peubah pada karakteristik rumahtangga petani contoh sebagai variabel alat analisis. Pangsa pendapatan dan sektor pertanian berkorelasi negatif dengan indeks diversifikasi, dan sebaliknya berkorelasi positif dengan pangsa pendapatan non-pertanian. Hal ini dapat diartikan bahwa keanekaragaman sumber pendapatan yang ada dari diversifikasi usaha rumahtangga nonpertanian mampu meningkatkan pendapatan yang relatif tinggi, dengan tingkat produktivitas yang relatif tinggi, sehingga diversifikasi sumber pendapatan rumahtangga lebih mengarah pada kegiatan non-farm. Keberhasilan penanganan pengembangan diversifikasi usaha rumahtangga pertanian di Indramayu dan Pontianak, sangat ditentukan oleh konsistensi kebijakan, dan program penanganannya dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. Keberhasilan tersebut termasuk implementasinya di tingkat lokal (pedesaan). Dengan demikian, perlu pendekatan yang konsisten antara analisis kesempatan berusaha antar sektor pada tingkat agregat (nasional dan propinsi) dan analisis pola pengembangan diversifikasi usaha rumahtangga pertanian pada tingkat lokal (pedesaan). Potensi pengembangan diversifikasi usaha rumahtangga pertanian di pedesaan agar dapat diaktualisasikan menjadi kesempatan kerja riil, membutuhkan investasi infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi yang memadai untuk mencapai target pertumbuhan produktivitas nasional. Relasi Tingkat Pendapatan dan Tingkat Pengeluaran Rumahtangga Contoh a. Kabupaten Indramayu Ditinjau dari tingkat pengeluaran yang mereka keluarkan, ternyata berbanding lurus dengan tingkat pendapatan yang mereka peroleh, dimana bila semakin besar pendapatan, maka semakin besar pula pengeluaran yang mereka keluarkan, seperti yang disajikan pada Tabel

20 Tabel 41. Perbandingan Jumlah Anggota Keluarga per KK, Rataan Total Pendapatan dan Pengeluaran RT Contoh di Indramayu. 2005/2006. Luas Lahan Diusahakan (Ha) Kisaran Jumlah Anggota Keluarga per KK (orang) Total Pendapatan RT (Rp.000,-) Rataan Total Pengeluaran RT (Rp.000,-) < 0, , ,07 0,25 0, ,60 > 0, , ,15 > , ,69 Sumber: Data Primer Diolah (2005/2006). Dengan mencermati Tabel 41, rumahtangga petani contoh yang mengusahakan <0,25 ha dengan rataan pendapatan sekitar Rp ,-/tahun, rataan total pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga sekitar Rp ,- per tahun. Pada pengusahaan lahan 0,25 0,5 Ha, rataan total pendapatan sekitar Rp ,- total pengeluaran rumahtangga rata-rata sekitar Rp ,-/tahun. Pada petani yang mengusahakan > 0,5-1 ha berpenghasilan rata-rata sekitar Rp ,-/tahun, mengeluarkan rataan biaya sekitar Rp ,-/tahun. Pada petani yang mengusahakan >1 Ha, dengan rataan total pendapatan sekitar Rp ,-/tahun, maka rataan total pengeluaran rumahtangga mereka adalah sekitar Rp ,- per tahun. Tingginya tingkat pengeluaran pada beberapa petani contoh dikarenakan umumnya mereka membeli perlengkapan rumahtangga yang modern, ternak, sepeda dan sepeda motor, membeli alat pertanian, membeli lahan (baik untuk usahatani maupun tanah untuk rencana membangun rumah), membangun dan merenovasi rumah, serta pengeluaran untuk berbagai keperluan lainnya. Dengan demikian, melalui diversifikasi usaha rumahtangga merupakan upaya yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan relatif rendahnya penghasilan petani untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga dan keluarga. 97

21 b. Kabupaten Pontianak Di Pointianak, total pengeluaran suatu rumahtangga contoh, ternyata juga berbanding lurus dengan total pendapatan yang mereka peroleh. Semakin besar pendapatan, maka semakin besar pula pengeluaran yang mereka keluarkan, seperti yang disajikan pada tabel berikut: Tabel 42. Perbandingan Jumlah Anggota Keluarga per KK, Rataan Total Pendapatan dan Pengeluaran RT Contoh di Pontianak. 2005/2006. Luas Lahan Diusahakan (Ha) Kisaran Jumlah Anggota Keluarga per KK (orang) Total Pendapatan RT (Rp.000,-) Rataan Total Pengeluaran RT (Rp.000,-) < 0, ,5 5720,25 0,25 0, > 0, , ,79 > , ,92 Sumber: Data Primer Diolah (2005/2006). Dengan mencermati Tabel 42, rumahtangga petani contoh yang mengusahakan <0,25 ha dengan rataan pendapatan sekitar Rp ,-/tahun, rataan total pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga sekitar Rp ,- /tahun. Pada pengusahaan lahan 0,25 0,5 Ha, rataan total pendapatan sekitar Rp ,- total pengeluaran rumahtangga rata-rata sekitar Rp ,- Pada petani yang mengusahakan >0,5-1 ha berpenghasilan rata-rata sekitar Rp ,-/tahun, mengeluarkan rataan biaya sekitar Rp /tahun. Pada petani yang mengusahakan >1 Ha, dengan rataan total pendapatan sekitar Rp ,-/tahun, maka rataan total pengeluaran rumahtangga mereka adalah sekitar Rp ,- per tahun. Tingginya total pengeluaran pada beberapa petani contoh karena mereka membeli perlengkapan rumahtangga yang modern, ternak sapi, 98

22 kambing, ayam, kebun, sepeda, motor, tanah (baik untuk usahatani maupun untuk membangun rumah), membangun dan merenovasi rumah, serta berbagai keperluan lainnya. Terdapatnya kecenderungan adanya relasi yang kurang/tidak erat antara diversifikasi usaha rumahtangga dan peningkatan pendapatan rumahtangga petani contoh di Indramayu dan Pontianak. Keadaan tersebut diduga lebih disebabkan oleh lebih besarnya pendapatan yang dihasilkan oleh suatu bidang usaha dibanding dengan pendapatan yang dihasilkan oleh beberapa bidang usaha sekaligus pada waktu yang bersamaan. Namun terdapatnya variasi mengenai besarnya pendapatan yang diperoleh dari suatu usaha saja dibanding pendapatan yang diperoleh dari berbagai usaha menyebabkan kekurang eratan relasi yang terdapat antara diversifikasi usaha tersebut dan peningkatan pendapatan suatu rumahtangga. Hal tersebut juga disebabkan keterbatasan data dan informasi masing-masing peubah dalam karakteristik rumahtangga petani contoh di lokasi penelitian yang mungkin kurang akurat. Dari berbagai uraian di atas, dapat diikhtisarkan bahwasanya hasil analisis Indeks Entropy menunjukkan terdapat kecenderungan relasi tidak erat antara diversifikasi usaha rumahtangga dan peningkatan pendapatan rumahtangga. Namun dari kualitatif hasil tabulasi data dan pengamatan di lapang, secara empirik diversifikasi usaha yang dilakukan suatu rumahtangga contoh mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga. Salah satunya dengan mencermati tabulasi kontribusi pendapatan diversifikasi usaha sub-sektor on-farm, off-farm, dan non-farm terhadap total pendapatan rumahtangga petani contoh. Perbedaan hasil analisis data dengan empirik hasil temuan di lapang secara kualitatif diduga lebih disebabkan (dipengaruhi) oleh: 1) besarnya pendapatan seorang anggota rumahtangga dari suatu usaha, dibanding pendapatan beberapa anggota keluarga lain pada waktu yang bersamaan; 2) pendapatan seorang anggota rumahtangga dari beberapa usaha sekaligus, justru lebih tinggi dibanding pendapatan beberapa anggota keluarga dari beberapa usaha pada rumah tangga lain; 3) keterbatasan alat analisis dan data peubah (variabel) yang diperoleh dari rumahtangga contoh. Meskipun demikian, dapat diartikan bahwasanya diversifikasi usaha rumahtangga petani contoh cenderung mengarah pada besarnya pendapatan yang dihasilkan suatu jenis usaha. Di 99

23 sisi lain, diversifikasi usaha rumahtangga sebagai sumber pendapatan lebih mengarah pada kegiatan non-farm karena mampu meningkatkan pendapatan relatif tinggi. Terkait dengan tingkat pengeluaran adalah lumrah bila berbanding lurus dengan tingkat pendapatan. Dengan demikian untuk mengantisipasi tingginya pengeluaran sebagai biaya yang dikeluarkan suatu rumahtangga dalam upaya mencukupi kebutuhan hidup dan rumahtangga, maka diupayakan dengan melakukan diversifikasi usaha rumahtangga mereka. Keterbatasan tersebut diharapkan dapat diantisipasi dengan mengadakan kajian melalui penelitian lanjutan yang senada ataupun yang berkaitan dengan tema kajian dalam penelitian ini. 100

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Dari uraian dan berbagai temuan serta hasil pengkajian dari temuan lapang di Indramayu dan Pontianak tersebut, secara sederhana dapat disajikan beberapa simpulan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Dewa K. S. Swastika Herman Supriadi Kurnia Suci Indraningsih Juni Hestina Roosgandha

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian 60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Desa Fajar Asri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012 BPS PROVINSI JAWA TIMUR NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012 No. 18/03/35/Th.X, 1 Maret 2012 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Bulan Februari 2012 Turun 1,39 persen. Nilai Tukar Petani (NTP)

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN

IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN 7 IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan : ANALISIS POTENSI EKONOMI DESA Waktu : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan (selama 100 menit). Tujuan : Membangun pemahaman

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN MARET 2012

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN MARET 2012 BPS PROVINSI JAWA TIMUR NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN MARET 2012 No. 23/04/35/Th.X, 2 April 2012 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Bulan Maret 2012 Turun 0,79 persen. Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : 1 Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : Sri Windarti H.0305039 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR)

KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR) KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR) Kasmiyati, Amik Krismawati dan Dwi Setyorini Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/09 /Th. XIV, 5 September 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN AGUSTUS 2011 SEBESAR 99,44 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Agustus 2011 sebesar 99,44

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang kehidupan sosial dan ekonomi bagi masyarakat di negara Indonesia ini. Selain menyediakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian sudah seharusnya mendapat prioritas dalam kebijaksanaan strategis pembangunan di Indonesia. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia,

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER 2012

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER 2012 BPS PROVINSI JAWA TIMUR NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER 2012 No. 63/10/35/Th.X, 1 Oktober 2012 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Bulan September 2012 Naik 0,38 persen. Nilai Tukar Petani

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER 2010 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 97,63 PERSEN No. 04/01/Th. XIV, 3 Januari 2011 Pada bulan Desember 2010, NTP Provinsi Sulawesi Tengah masing-masing subsektor tercatat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/03/Th. XVI, 1 Maret 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN FEBRUARI 2013 SEBESAR 97,22 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Februari 2013 sebesar 97,22

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN OKTOBER 2012

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN OKTOBER 2012 BPS PROVINSI JAWA TIMUR NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN OKTOBER 2012 No. 68/11/35/Th.X, 1 November 2012 Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur Bulan Oktober 2012 Naik 0,33 persen. Nilai Tukar Petani (NTP)

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT Oleh: Mewa Arifin dan Yuni Marisa') Abstrak Membicarakan masalah kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung, berarti membicarakan distribusi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan ibu rumah tangga yang mengurusi kebutuhan

Lebih terperinci

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT Peranan dan kinerja agribisnis dalam pembangunan ekonomi Faktor produksi utama sektor pertanian di NTB adalah lahan pertanian. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam proses Pembangunan Indonesia disadari oleh Pemerintah Era reformasi terlihat dari dicanangkannya Revitaslisasi Pertanian oleh Presiden

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

30% Pertanian 0% TAHUN

30% Pertanian 0% TAHUN PERANAN SEKTOR TERHADAP PDB TOTAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Julukan negara agraris yang kerap kali disematkan pada Indonesia dirasa memang benar adanya. Pertanian merupakan salah satu sumber kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH JULI 2009 SEBESAR PERSEN

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH JULI 2009 SEBESAR PERSEN No.02/09/72/Th. XII, 1 September 2009 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH JULI 2009 SEBESAR 98.92 PERSEN A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) Pada Bulan Juli 2009, NTP Provinsi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/04/Th. XIV, 1 April 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 98,45 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P) tercatat sebesar 83,67 persen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS Kecamatan Tomoni memiliki luas wilayah 230,09 km2 atau sekitar 3,31 persen dari total luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan yang terletak di sebelah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/06/Th. XIV, 1 Juni 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 99,49 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Mei 2011 tercatat sebesar 99,49 persen,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN 45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/05/Th. XIV, 2 Mei 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 98,78 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P) tercatat sebesar 84,25 persen,

Lebih terperinci

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar Bupati Murung Raya Kata Pengantar Perkembangan daerah yang begitu cepat yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kegiatan pambangunan daerah dan perkembangan wilayah serta dinamisasi masyarakat, senantiasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

PERTANIAN.

PERTANIAN. PERTANIAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM KEHIDUPAN Menyediakan kebutuhan pangan penduduk Menyerap tenaga kerja Pemasok bahan baku industri Sumber penghasil devisa SUBSEKTOR PERTANIAN Subsektor tanaman pangan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administrasi menjadi wilayah bagian dari Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015 No. 29/06/36/Th.IX, 1 Juni 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2015 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) MEI 2015 SEBESAR 102,30 ATAU TURUN 0,48

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/04/Th. XV, 2 April 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN MARET 2012 SEBESAR 97,86 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Maret 2012 sebesar 97,86 persen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013

ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013 Kementerian PPN/ Bappenas ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013 DIREKTORAT PANGAN DAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia pada umumnya dan di Sumatera Barat pada khususnya adalah untuk meningkatkan produksi ternak. Peningkatan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK. umum perilaku ekonomi rumahtangga petani di wilayah penelitian.

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK. umum perilaku ekonomi rumahtangga petani di wilayah penelitian. V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM INTEGRASI TANAMAN-TERNAK Deskripsi statistik rumahtangga petani dilakukan pada peubah-peubah yang digunakan dalam model ekonometrika, sehingga dapat memberikan gambaran

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA INDIKATOR PERTANIAN 2012/2013. Produksi Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman. Luas Panen Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman

LEMBAR KERJA INDIKATOR PERTANIAN 2012/2013. Produksi Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman. Luas Panen Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman LEMBAR KERJA INDIKATOR PERTANIAN 2012/2013 Produksi Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman No. Jenis Tanaman (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Padi 2 Jagung 3 Kedelai 4 Kacang Tanah 5 Ubi Kayu 6 Ubi Jalar Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Saat ini pelaksanaan pembangunan pertanian di tingkat petani umumnya masih bersifat parsial (per sub sektor). Sebagai contoh, lahan sawah masih dipandang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor pertanian, sektor ini meliputi aktifitas pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan.

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI LAHAN SAWAH

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI LAHAN SAWAH STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI LAHAN SAWAH Handewi P.S. Rachman, Supriyati, Benny Rachman Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Peran Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan karakteristik kondisi Indonesia yang identik dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH NILAI TUKAR PETANI (NTP) JAWA TENGAH BULAN DESEMBER 2009

BPS PROVINSI JAWA TENGAH NILAI TUKAR PETANI (NTP) JAWA TENGAH BULAN DESEMBER 2009 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.08/02/33/Th.IV, 01 Februari 2010 NILAI TUKAR PETANI (NTP) JAWA TENGAH BULAN DESEMBER 2009 Nilai Tukar Petani Jawa Tengah Bulan Desember 2009 berada pada posisi 100,03 Nilai

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung oleh ketersediaannya air yang cukup merupakan faktor fisik pendukung majunya potensi

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Telaga merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Kecamatan Telaga berjarak 10

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan strategis karena merupakan sebagai tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia, dimana hampir setengah dari

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA INDIKATOR PERTANIAN 2013/2014. Produksi Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman. Luas Panen Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman

LEMBAR KERJA INDIKATOR PERTANIAN 2013/2014. Produksi Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman. Luas Panen Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman LEMBAR KERJA INDIKATOR PERTANIAN 2013/2014 Produksi Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman No. Jenis Tanaman 2010 2011 2012 2013 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Padi 2 Jagung 3 Kedelai 4 Kacang Tanah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . PENDAHULUAN. Latar Belakang Kesejahteraan dapat dilihat dari tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan pangan. Apabila tidak tercukupinya ketersediaan pangan maka akan berdampak krisis pangan. Tanaman pangan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian harus dipandang dari dua pilar utama secara terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm agriculture/agribusiness)

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan 5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) 5.1.1 Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan Produk Unggulan Daerah (PUD) Lamandau ditentukan melalui

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN JULI 2013 TURUN 1,84 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN JULI 2013 TURUN 1,84 PERSEN No. 34/08/14/Th.XIV, 01 Agustus 2013 NILAI TUKAR PETANI DI PROVINSI RIAU BULAN JULI 2013 TURUN 1,84 PERSEN Pada bulan Juli 2013, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Riau sebesar 100,43 atau turun 1,84

Lebih terperinci

DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN TINGKAT PENDAPATAN PETANI DI LAHAN SAWAH

DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN TINGKAT PENDAPATAN PETANI DI LAHAN SAWAH DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN TINGKAT PENDAPATAN PETANI DI LAHAN SAWAH Handewi P. Saliem dan Supriyati Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jalan A. Yani No. 70 Bogor 16161 PENDAHULUAN Diversifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Tanah Datar Bergerak disektor Pertanian dan Peternakan.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Tanah Datar Bergerak disektor Pertanian dan Peternakan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian yang hendak dicapai, batasan masalah dalam melaksanakan penelitian dan sistematika penulisan

Lebih terperinci

Nilai NTP (Nilai Tukar Petani) Provinsi Sulawesi Utara di bulan Desember sebesar 97.35

Nilai NTP (Nilai Tukar Petani) Provinsi Sulawesi Utara di bulan Desember sebesar 97.35 No. 04/01/71/Th. IX, 2 Januari 2015 NTP PROVINSI SULAWESI UTARA DESEMBER 2014 Nilai NTP (Nilai Tukar Petani) Provinsi Sulawesi Utara di bulan Desember sebesar 97.35 NTP Sulawesi Utara menurun sebesar persen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci