PERBANDINGAN PENAKAR HUJAN DI BERBAGAI KETINGGIAN POSISI PEMASANGAN DAN UKURAN DIAMETER MULUT PENAMPANG FITRI YASMIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN PENAKAR HUJAN DI BERBAGAI KETINGGIAN POSISI PEMASANGAN DAN UKURAN DIAMETER MULUT PENAMPANG FITRI YASMIN"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN PENAKAR HUJAN DI BERBAGAI KETINGGIAN POSISI PEMASANGAN DAN UKURAN DIAMETER MULUT PENAMPANG FITRI YASMIN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 PERBANDINGAN PENAKAR HUJAN DI BERBAGAI KETINGGIAN POSISI PEMASANGAN DAN UKURAN DIAMETER MULUT PENAMPANG FITRI YASMIN Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

3 RINGKASAN FITRI YASMIN. Perbandingan Penakar Hujan di Berbagai Ketinggian Posisi Pemasangan dan Ukuran Diameter Mulut Penampang. Dibimbing oleh BREGAS BUDIANTO. Saat ini di berbagai wilayah di dunia dalam mengukur curah hujan digunakan alat yang menggunakan standar internasional (WMO) dimana ukuran diameter dan posisi pemasangan ditentukan oleh WMO. Sedangkan dengan menggunakan alat-alat yang memakai standar WMO memerlukan biaya yang mahal. Di Indonesia data curah hujan sangat diperlukan dalam segala bidang. Bila menggunakan alat-alat tersebut kita tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan data curah hujan dikarenakan biaya yang mahal, sedangkan bila digunakan alat-alat sederhana kita dapat menggunakan dimana saja dengan syarat curah hujan yang terukur tidak terganggu. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah membuat alat-alat sederhana dalam mengukur curah hujan dan mendapatkan data yang akurat dengan membandingkan beberapa penakar hujan dengan ukuran diameter mulut penakar dan ketinggian posisi pemasangan dari permukaan. Dalam penelitian ini menggunakan beberapa percobaan yaitu empat ukuran diameter yang berbeda sebagai kontrolnya yaitu tipe Obs dengan ukuran diameter 11.3 cm dan posisi pemasangan pada ketinggian 1.2 m dan percobaan kedua dengan tiga ketinggian posisi pemasangan sebagai kontrolnya tipe Obs. Dimana tipe Obs merupakan penakar hujan yang sering digunakan oleh berbagai negara yang merupakan standar internasional.

4 Judul Nama NRP : PERBANDINGAN PENAKAR HUJAN DI BERBAGAI KETINGGIAN POSISI PEMASANGAN DAN UKURAN DIAMETER MULUT PENAMPANG : FITRI YASMIN : G Menyetujui, Pembimbing Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. Drh. Hasim, DEA NIP Tanggal disetujui : 18 September 2008

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 10 Juni 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dai pasangan Bpk. Djamaludin dan Ibu Diana Kusumastuti. Tahun 1998 penulis lulus dari SDN Bumi Bekasi Baru III, tahun 2001 penulis lulus dari SLTPN 16 Bekasi, pada tahun 2004 penulis lulus dari SMAN 2 Bekasi. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada program studi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada masa menjalani kuliah di Departemen Geofisika dan Meteorologi penulis aktif sebagai pengurus di organisasi Himpunan Profesi Mahasiswa (HIMAGRETO). Awal tahun 2008 penulis mulai aktif di unit Workshop Instrumentasi Meteorologi. Penulis melaksanakan praktik lapang di Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Pusat Jakarta.pada bulan Juli Agustus 2007.

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkah dan nilmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Curah Hujan di Berbagai Ketinggian Posisi Pemasangan dan Ukuran Diameter Mulut Penakar Hujan. Tulisan ini selesai tidak lepas dari dukungan banyak pihak yang ikut memegang peranan yang cukup besar, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan kepada : 1. Bapak Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi. 2. Ibu Rini Hidayati sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberi dukungan dan nasehat. 3. Kedua orang tua dan adikku yang saya cintai dan sayangi beserta keluarga besar yang telah memberi semangat baik moril maupun materi. 4. Staff dan crew workshop instrumentasi Pak Khaerun, Kak Hesti (Alfa), Kak Wiranto, Kak Rohmat dan Kak Yuni yang telah memberikan semangat dan juga ide-ide. 5. Ranger sebagai tim selama berjuang di Markas Workshop Insmet Oki (Yellow), Fahdil (Red), Bayu (Monster), Wenny (Black), Tia (Pink) dan juga sahabatku Titi yang telah memberi semangat dan hari-hari yang penuh warna. 6. Teman-teman angkatan 41 dan semua civitas GFM. 7. Keluarga besar saung ivon Mbak Yuyun, Uni Reren, Mbak Muti, Mbak Dewi, Mbak Ruri, Umah, Dewi, Susi, Triya, Eka yang telah memberi semangat dan ide-ide. 8. Sahabatku WYPI Club 9. Untuk seseorang yang ada di hatiku yang selalu memberi semangat dan doa. 10. Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi. Penulis juga menyadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberi tambahan pengetahuan bagi pembaca. Penulis mengajak semua pihak untuk selalu memberikan pengetahuan yang dimiliki kepada orang lain. Bogor, Agustus 2008 Penulis

7 Tulisan ini Semoga Menjadi Kado Terindah untuk Ibundaku Tercinta... Beserta Ayahanda dan Adikku yang kusayangi... Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Qs. Alam Nasyrah : 5 6)

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Penelitian... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Presipitasi Persyaratan Penakar Hujan Alat-alat Pengukur Presipitasi Berbagai Model Penakar Hujan... 3 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Persiapan Perancangan dan Pembuatan Penakar Hujan Pengamatan Curah Hujan Pengolahan Data... 6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Lokasi Penempatan Alat Penakar Hujan Hasil Dari Alat Penakar Hujan Curah Hujan di Daerah Bogor Pengujian dan Pengolahan Data V. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Lokasi Fakultas MIPA IPB Darmaga Lokasi Penempatan Alat Penakar Hujan Ilustrasi Jatuhnya Hujan Penakar hujan dengan diameter 7.8 cm dan 10.3 cm Penakar hujan dengan diameter 24 cm dan 19 cm Berbagai Ukuran Diameter Pada Mulut Penakar (a) 7.8, (b)11.3, (c) 19, (d) Penakar hujan di permukaan dengan diameter 11.3 cm dan 14 cm Penakar hujan pada ketinggian 1.2 m dengan diameter 24 cm, 14 cm, 11.3 cm Penakar hujan pada ketinggian 5 m dengan diameter 24 cm, 14 cm, 11.3 cm Beberapa Ketinggian Posisi Pemasangan Dalam Penempatan Penakar Hujan Kurva CH dengan Perbedaan Ukuran Diameter Total CH di Berbagai Ukuran Diameter dengan Tipe Obs Perbandingan Hujan Harian Tipe Obs dengan Berbagai Ukuran Diameter Kurva CH dengan Berbagai Ketinggian Total CH di Berbagai Ketinggian Posisi Pemasangan Alat Perbandingan di Berbagai Posisi Pemasangan dengan Tipe Obs Kriteria Hujan Keragaman Hujan di Wilayah Bogor DAFTAR TABEL Halaman 1. Kriteria Hujan Standar Internasional (WMO) Tinggi Penakar Hujan Tipe-tipe Penakar Hujan Rangkuman F-hitung Pada Perlakuan Ukuran Diameter Rangkuman F-hitung Pada Perlakuan Ketinggian... 17

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Simpangan Pada Data CH Harian di Berbagai Ukuran Diameter Mulut Penakar Simpangan Pada Data CH Harian di Berbagai Ketinggian Posisi Pemasangan Penakar Hujan... 22

11 I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi, yang memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujan, yang dinyatakan sebagai hujan yaitu butir hujan dengan diameter > 0.5 mm. WMO (World Meteorological Organization) mengatur arahan cara pengukuran curah hujan dengan melakukan keragaman teknik beserta alat-alat. Pada umumnya pengukuran curah hujan sendiri sebenarnya sangat mudah dilakukan, yaitu dengan menggunakan alat-alat yang sederhana kita sudah bisa mendapatkan data curah hujan. Standar pengukuran curah hujan yang telah ada berfungsi untuk mempermudah pengukuran yang dilakukan dan agar terhindar dari berbagai ganguan. Sebenarnya pemasangan penakar hujan hanya dapat dilakukan di daerah yang tidak menghalangi hujan, sehingga curah hujan yang terukur dapat mewakili wilayah yang luas. Pada umumnya ada 2 jenis alat yang digunakan untuk pengamatan, yakni jenis manual dan jenis otomatic. Alat ukur yang sering digunakan yaitu tipe observatorium (obs) atau sering disebut ombrometer merupakan jenis manual. World Meteorological Organization (WMO) mempunyai standarisasi untuk alat tipe observatorium ini dengan diameter mulut penakar sebesar 11.3 cm atau 5 inchi dan dipasang dengan ketinggian mulut penakar 1.2 dari permukaan tanah. Tipping bucket rain gauge pada umumnya juga mengikuti standar dari WMO dengan diameter lebih besar. Dalam pengukuran curah hujan dapat dilakukan dengan berbagai alat yang berbeda seperti diameter, ketinggian dan luas penakar hujan, hanya saja alat-alat pengukur tersebut harus diletakkan pada daerah yang terbuka dan tidak ada penghalang yang akan mempengaruhinya, sehingga curah hujan yang terukur dapat mewakili wilayah yang luas. 1.2 Tujuan Penelitian Membandingkan beberapa penakar hujan dengan ukuran diameter mulut penakar dan ketinggian posisi pemasangan dari permukaan. 2.1 Presipitasi Presipitasi adalah nama umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi. Jumlah presipitasi selalu dinyatakan dengan dalamnya presipitasi (mm) seperti hujan (Sosrodarsono, 2006). Ruang dan waktu merupakan dua dimensi yang lazim menjadi perhatian para ahli hidrologi dalam mengkaji presipitasi. Dalam menentukan jumlah rata-rata presipitasi pada beberapa bagian permukaan bumi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi presipitasi seperti sirkulasi uap air, arah angin dan kecepatan angin serta ketinggian tempat adalah penting dalam mengendalikan keragaman ruang presipitasi (Eagleson dalam Seyhan, 1977) : Untuk intensitas hujan, mengacu pada standar internasional (WMO) adalah sebagai berikut : Tabel 1. Kriteria Hujan Standar Internasional (WMO) Kriteria Hujan Intensitas per Jam Intensitas per hari Sangat Ringan Ringan Sedang / Normal Lebat Sangat Lebat Sumber : WMO < 0.1 mm mm mm mm > 20 mm < 5.0 mm mm mm mm > 100 mm 2.2 Persyaratan Penakar Hujan Tujuan utama setiap metode pengukuran presipitasi adalah untuk mendapatkan contoh yang benar-benar mewakili curah hujan di seluruh kawasan tempat pengukuran WMO (World Meteorological Office) Karena itu di dalam memasang suatu penakar presipitasi haruslah dijamin bahwa : 1. Percikan tetesan hujan ke dalam dan ke luar penampungan harus dicegah 2. Kehilangan air dari reservoir oleh penguapan haruslah seminimal mungkin Persyaratan dalam menempatkan penakar hujan adalah sangat penting untuk pengukuran yang benar-benar mewakili. Beberapa persyaratan disajikan di bawah ini: 1. Untuk memperkecil pengaruh turbulensi angin (Larson dan Peck dalam Seyhan, 1977), tinggi penakar harus 1

12 dipertahankan seminimal mungkin. Untuk suatu luas lubang 4 dm 2, angkaangka berikut diukur : Tabel 2. Tinggi Penakar Hujan Tinggi Penakar (m) 0 (di atas tanah) % tangkapan Sumber : (Seyhan, 1977) Sebaliknya, penakar hujan harus diletakkan cukup tinggi. Penakar hujan setinggi tanah harus dilindungi dari ganguan hewan. Untuk perbandingan pengukuran, semua penakar hujan dalam suatu jaringan haruslah ditempatkan pada tinggi yang sama. 2. Untuk mulut penakar haruslah paralel dengan permukaan tanah. Pada daerah yang berbukit, di mana penakar kerap kali harus ditempatkan di atas bukit, ketelitian tangkapan penakar yang baku dapat ditingkatkan dengan memiringkannya tegak lurus permukaan tanah (Storey dan Hamilton dalam Seyhan, 1977). Namun, lokasi pada suatu kemiringan lereng umumnya harus dihindari. Pemilihan suatu tipe penakar hujan tertentu dan lokasinya di suatu tempat bergantung beberapa faktor. Di antaranya disebutkan di bawah ini (Volker dalam Seyhan, 1977) : 1. Dapat dipercaya (ketelitian pengukuran) 2. Tipe data yang diperlukan (menit, harian, dan lain-lain) 3. Tipe presipitasi yang akan diukur (adanya salju, tebalnya salju) 4. Dapat diperbandingkan dengan penakar hujan lain yang ada 5. Biaya instalansi dan perawatannya 6. Mudahnya pengamatan 7. Gangguan oleh hewan dan manusia Alat-alat Pengukur Presipitasi Tipe alat-alat pengukur presipitasi dapat didasarkan atas apakah alat-alat itu merupakan tipe pencatat atau bukan. Penakar hujan pencatat secara otomatis mengumpulkan datanya pada suatu grafik, pita pelubang, pita magnetik atau secara elektronik mengirim data ke penerima (komputer, satelit, dan lain-lain). Penakar hujan bukan pencatat harus dibaca secara berkala (sekali sehari, sekali seminggu, 15 hari, atau sebulan). Penakar ini tidak mencatat data dengan cara apapun. Klasifikasi menurut Seyhan didasarkan atas suatu kombinasi dua pendekatan, yaitu : 1. Penakar hujan bukan pencatat Penakar-penakar hujan bukan pencatat yang disebutkan di bawah ini semuanya diletakkan di tanah. a. Penakar hujan baku (standar) : Diameter lubang (juga tingginya) berbagai di berbagai negara (3.57 inci di Kanada, 5 inci di Inggris, 8 atau 12 inci di AS). Suatu luasan 2 hingga 5 dm 2 (spesifikasi WMO) ternyata paling sesuai untuk besarnya lubang. Tinggi penakar hujan beragam sekitar 40 cm. Botol-botol penampung harus dikosongkan dan diukur secara berkala (harian, mingguan maupun bulanan). b. Penakar hujan penyimpan (penjumlah) : Penakar ini merupakan penakar hujan baku dengan kapasitas lebih besar dan digunakan untuk menyimpan presipitasi musiman di kawasan yang jauh. Pengukuran penakar (lebih disukai karena ketelitiannya) maupun dengan mengukur kedalaman (jeluk) air dalam reservoir. c. Penakar hujan searas tanah : Tipe-tipe penakar hujan searas tanah meskipun lebih mahal dibandingkan dengan penakar hujan yang baku, mempunyai persentase tangkapan curah hujan yang tertinggi. d. Penakar hujan acuan internasional (International Reference Precipitasion Gauge) : karena berbagai negara mempunyai standar stasiun pengamat hujan yang berlainan, maka WMO telah mengembangkan suatu penakar acuan yang disebut IRPG. Penakar ini diusulkan sebagai suatu penakar hujan baku yang dapat digunakan sebagai pembanding bagi penakar hujan lainnya yang digunakan di berbagai negara. Penakar ini diambil dari tipe British Snowdon dengan luas lubang 128 cm 2 dan 1 meter di atas tanah serta ditempatkan di dalam perisai angin tipe Alter. 2. Penakar Hujan Otomatik (pencatat) Semua penakar hujan otomatik akan mencatat data (dalam hal ini jumlah hujan) secara kontinu (interval 1 menit, 5 menit, 10 menit, dan lain-lain) maupun secara berkala pada beberapa macam grafik, pita pelubang, pita magnit, film, sinyal-sinyal listrik, dan lain-lain. a. Pemantauan hujan di tanah 1) Penakar hujan otomatik tipe penimbangan : peralatan ini serupa 2

13 dengan penakar hujan tipe pelampung. Secara kontinu, berat panci penampung ditambah hujan yang jatuh sejak pencatatan mulai dicatat. Reservoir di mana presipitasi dikumpulkan, dikosongkan dengan suatu sifon (serupa dengan penakar hujan tipe pelampung) setelah kedalaman curah hujan sebesar 5 mm atau 10 mm, tergantung pada lebar grafik. Jumlah hujan yang terakumulasi diplotkan pada suatu grafik yang diletakkan di sekitar drum yang berputar. Karena itu, hasilnya adalah suatu kurva massa curah hujan. 2) Penakar hujan otomatik tipe pelampung : Alat ini menampung presipitasi ke dalam penerima dan membawanya kepada suatu ruangan pelampung dimana pelampung akan naik bila tinggi muka air juga naik. Gerakan vertikal pelampung ini dipindahkan melalui suatu tongkat pelampung dan pena ke suatu grafik yang diletakkan di sekitar drum yang berputar. Air yang terakumulasi dalam ruangan pelampung disedot ke luar secara manual atau otomatis. 3) Penakar hujan otomatis tipe embertumpah (tipping bucket) : Alat ini juga dikenal sebagai tilting bucket, air presipitasi mengalir dari penerima ke dalam suatu ember yang terdiri atas dua bagian yang berbentuk segitiga dan dineracakan dalam keseimbangan yang tidak stabil pada suatu ujung pisau. Pembalikkan ember dikalibrasikan agar terjadi setelah jumlah air presipitasi yang terakumulasi dalam suatu bagian adalah sebesar 0.2 mm (spesifikasi WMO minimum). Pencatatan secara bertahap dan tidak kontinu (bukan suatu plot garis pada tipe-tipe timbangan dan pelampung). Kerugian penakar hujan ini adalah : (1) selama pembalikan, air dapat hilang jika curah hujan berintensitas tinggi, (2) kehilangan evaporasi dari bagian ruangan dapat cukup besar di kawasan-kawasan yang panas, (3) berhubung pencatatan yang bertahap maka alat ini tidak berguna untuk curah hujan yang sangat sedikit, (4) saat awal dan akhir tidak dapat diketahui secara tepat. Sebaliknya, tipe penakar ini tahan lama, sederhana dan memungkinkan pencatatan ditampung melalui pulsa listrik pada pita magnetik. 4) Pengindera jauh : Walaupun penakar hujan tersebut merupakan tahap percobaan, penelitian sedang dilakukan bagi penggunaan tipe pengideraan jauh yang berbeda di dalam pemantauan presipitasi (Seyhan, 1972). b. Pemantauan presipitasi dari udara (pengindera jauh) 1) Kamera :Kamera-kamera metrik, pemandangan, gelombang banyak dan ultraviolet sedang digunakan di dalam mengkaji presiptasi. 2) Penyaring gambar (Scanners) : Percobaan-percobaan sedang dilakukan dengan penyaring-penyaring gambar multi-spektral dan IRLS (Infra-Red Line Scanners Penyaring Gambar Garis Infra Merah) untuk menentukan esensinya dalam pengkajian-pengkajian presipitasi. Keluaran yang tercatat adalah pita magnetik atau film. 3) Radar : Penggunaan pencaran radar (radar scatterometer) dan SLAR sedang dikaji. Keluaran yang tercatat adalah pita magnetik atau film. 4) Radiometer gelombang mikri yang spektrometer gelombang mikro juga sedang dikaji. Keluaran yang tercatat adalah pita magnetik. 2.3 Berbagai Model Penakar Hujan Di dunia banyak sekali tipe-tipe penakar hujan (Raingauge) dengan berbagai bentuk dan ukurannya. Tipe-tipe penakar hujan dengan berbagai bentuk dan model dibuat sesuai dengan kondisi suatu daerah tersebut. Misal pada daerah tropic biasanya bentuk penakar hujan (Raingauge) di buat besar karena curah hujan yang terjadi pada daerah tersebut lebih besar. Sedangkan untuk daerah subtropic alat yang dibuat lebih kecil karena daerah tersebut mempunyai curah hujan yang lebih kecil. Di bawah ini akan diperlihatkan beberapa model penakar hujan dengan berbagai ukuran. 3

14 Tabel 3. Tipe-tipe Penakar Hujan Tipe Perusahaan Luas Model Scientific Sales Inc, Amerika Resolusi Bahan Sensor Gambar Penampang 200 cm mm Thermoplastic components Reed switch Model 2500 HydroLynx, Amerika 314 cm mm, 0.5 mm, atau 0.1 mm Anodized and Powder-coated aluminum Reed switch Tipping Bucket GEOCIS (Geophysica l Consulting and Instrument Services), Indonesia 200 cm mm- 1 mm Aluminium Proximity ECRN- 50 (PLVE M5-50) ICT International, Australia 100 cm 2 1 mm High-impact ABS Construction Singlespoon tipping bucket ICT International, Australia ICT International, Australia cm mm High-impact ABS Construction 154 cm mm, 0.5 mm, atau 0.1 mm Powder coated aluminium enclosure, ABS base ECRN- 50 (PLVE M5-100) (PLVE M50-100) TB5 Doublespoon tipping bucket Dual Reed Switch 4

15 Rain O Matic DWC International sales, Denmark 200 cm mm, 0.25 mm, atau 0.5 mm Aluminium magnet TB3 (PLV2) ICT International, Australia 154 cm mm, 0.5 mm, atau 0.1 mm Powder coated aluminium enclosure, diecast aluminium base Dual Reed Switch Model 6506A Unidata Pty cm mm Painted funnel, polished stainless steel, cast alloy base Sealed reed switch, debounce CCT fitted Model 5050P HydroLynx, Amerika 200 cm 2 1 mm Hard anodized aluminum Sealed reed switch Model TE525 Texas Electronics, Amerika 471 cm mm Magnetic reed switch Model HD201 3 Delta Ohm, Amerika 452 cm mm, 0.2 mm atau 0.5mm Metal base materials Magnetic reed switch Model 2149 American Sigma, Amerika 330 cm mm Epoxy coated aluminum and anodized aluminum Reed switch 5

16 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kampus IPB Darmaga, Fakultas Matematika dan IPA, Bogor mulai Februari 2008 hingga Agustus Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan : 1. Corong dengan ukuran diameter : a. 25 cm sebanyak 3 buah b. 20 cm sebanyak 1 buah c. 14 cm sebanyak 3 buah d. 12 cm sebnayak 3 buah e. 8 cm sebanyak 1 buah 2. Penampung curah hujan dengan kapasitas 1500 ml 10 buah 3. Penampung curah hujan dengan kapasitas 600 ml 2 buah 4. Pipa Alat yang digunakan : 1. Gelas ukur 3.3 Metode Penelitian Persiapan Perancangan dan Pembuatan Penakar Hujan Dilakukan penipisan terhadap corong ukuran 25 cm, 20 cm, 12 cm, 8 cm menjadi 24 cm, 19 cm, 11.3 cm, 7.8 cm agar air hujan dapat masuk ke dalam penampang tanpa terhalangi. Diameter corong ini digunakan untuk menentukan luas penampang penakar hujan tersebut dan luas penampang digunakan dalam menentukan curah hujan seperti perhitungan diatas. Kemudian penakar hujan tersebut diletakan di lapangan. Dalam pengamatan ulangan yang digunakan merupakan hari kejadian hujan. Penelitian ini selain menguji berdasarkan diameter penampangnya juga menguji dari pemasangan alat berdasarkan ketinggian. Ketinggian yang dipakai untuk membandingkan dengan standar WMO. Ketinggian yang digunakan yaitu di permukaan, 120 cm, dan 500 cm. Dan penakar hujan yang digunakan dalam pemasangannya juga mempergunakan diameter yang berbeda, yaitu menggunakan tiga penakar hujan untuk setiap ketinggian. Masing-masing diameter tersebut adalah 24 cm, 14 cm, dan 11.3 cm Pengamatan Curah Hujan Curah hujan dinyatakan dari hasil volume yang tertampung dibagi dengan luas penampang penakar hujan. Oleh karena itu, biasanya banyak curah hujan dinyatakan dengan satuan milimeter (mm). Berikut adalah perhitungan curah hujan : CH = V/A V = volume hujan (ml) A = luas penampang penakar hujan (cm) Pengolahan Data Pengujian statistik untuk data curah hujan yang diperoleh dari hasil pengamatan menggunakan rancangan acak lengkap dan uji beda nyata. Variabel yang di uji yaitu diameter penakar hujan dan ketinggian tempat. Tahapan pengujian dengan rancangan acak lengkap dan uji beda nyata. Pengujian Hipotesis : Statistik uji F hitung mengikuti sebaran F dengan derajat bebas pembilang sebesar t-1 dan derajat bebas penyebut sebesar t (r-1). Dengan demikian jika nilai F hitung lebih besar dari F α,db1,db2 maka hipotesis nol ditolak dan berlaku sebaliknya. Pengujian ini menggunakan dua hipotesis yaitu : Hipotesis pertama : H o : p = pengukuran CH dengan berbagai ukuran diameter mulut penakar akan menimbulkan perbedaan. H 1 : p = pengukuran CH dengan berbagai ukuran diameter mulut penakar tidak akan menimbulkan perbedaan. Hipotesis Kedua : H o : p = pengukuran CH dengan berbagai ketinggian posisi pemasangan akan menimbulkan perbedaan. H 1 : p = pengukuran CH dengan berbagai ketinggian posisi pemasangan tidak akan menimbulkan perbedaan Penolakan hipotesis nol berimplikasi bahwa perlakuan yang diberikan terhadap unit-unit percobaan memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon percobaan yang diamati. 6

17 IV. PEMBAHASAN Hujan di setiap wilayah selalu sama jumlah curah hujannya dalam pengukuran. Dalam melakukan pengukuran dan pengamatan curah hujan digunakan alat yang disebut penakar hujan seperti pada kebanyakkan literatur yang menyatakan bahwa untuk mengukur curah hujan haruslah menggunakan alat yang sesuai dengan ketentuan baku dan curah hujan harus dilakukan pada daerah yang masih alamiah. Untuk alat yang sesuai dengan ketentuan baku seperti berapa diameter penakar hujan yang sering digunakan di berbagai negara, diletakkan pada ketinggian berapa agar curah hujan yang diukur dan diamati tidak terganggu. Metode dalam pengukuran curah hujan dapat digunakan dengan metode yang paling sederhana bahkan yang paling tua sekalipun. Misal dengan hanya memakai corong atau botol susu. Teknik ini masih dapat menghasilkan data curah hujan secara statistik dengan data harian maupun bulanan. Teknik sederhana ini juga harus presisi dan akurat serta keahlian dari pengamat agar mendapatkan data yang diinginkan (Graham, 1988). genteng pada bangunan ini dibuat dengan kemiringan 30 o, sedangkan peletakkan alat bersudut tidak lebih dari 45 o dari tajuk pada plot penelitian. Penakar Hujan Gambar 2. Lokasi Penempatan Alat Penakar Hujan Hujan yang jatuh, tidak selalu lurus kemungkinan bisa terjadi kemiringan hingga 45 o karena dipengaruhi oleh angin. Di bawah ini adalah gambar ilustrasi penakar hujan. 4.1 Lokasi Penempatan Alat Penakar Hujan Lokasi penempatan penakar hujan pada penelitian yaitu di Fakultas MIPA kampus IPB Darmaga, seperti pada gambar di bawah ini. Gambar 3. Ilustrasi Jatuhnya Hujan Lokasi Gambar 1. Lokasi Fakultas MIPA IPB Darmaga Penakar hujan pada penelitian ini ditempatkan pada daerah yang terbuka disekitar gedung bukan di daerah yang lapang dan dalam pengukuran curah hujan pada kondisi ini tidak mempengaruhi besarnya curah hujan. Karena kondisi 4.2 Hasil Dari Alat Penakar Hujan Alat alat yang telah dibuat dengan menggunakan peralatan sederhana ternyata dapat dipergunakan dengan baik dan dapat memberikan data yang diinginkan. Pengamatan pertama dilakukan untuk menguji ukuran diameter penampang. Ukuran diameter yang diuji ada empat yaitu sebesar 7.8 cm, 11.3 cm dan sebagai pembandingnya menggunakan standar WMO (World Meteorological Organization) yaitu 19 cm dan 24 cm. 7

18 (a) (b) (a) (b) Gambar 4. Penakar hujan dengan diameter (a) 7.8 cm dan (b) 11.3 cm Gambar 5. Penakar hujan dengan diameter (a) 24 cm dan (b) 19 cm. Berikut adalah ilustrasi gambar berbagai diameter pada mulut penakar hujan Berbagai Diameter Pada Mulut Penakar Hujan (a) (b) (c) (d) Gambar 6. Berbagai Ukuran Diameter Pada Mulut Penakar (a) 7.8 cm, (b) 11.3 cm, (c) 19 cm dan (d) 24 cm Gambar ilustrasi tentang berbagai diameter tersebut digunakan untuk membandingkan ukuran diameter suatu penakar yang dibuat. Jika dilihat dari ukuran semakin kecil ukuran suatu diameter mulut penakar berarti semakin kecil juga jumlah curah hujan yang tertampung, hal itu dikarenakan daerah tangkapan hujan untuk penakar tersebut kecil. Sebaliknya semakin besar diameter mulut penakar jumlah curah hujan yang tertampung maka semakin besar pula jumlah curah hujan yang tertampung ini, di karenakan daerah tangkapan hujan di sekitar area mulut penakar tersebut besar. Di berbagai negara dapat dijumpai tipe penakar hujan yang berbeda-beda untuk ukuran diameter mulut penakar, hal tersebut menunjukkan bahwa ukuran tidak mempengaruhi besar jumlah curah hujan. Besarnya jumlah curah hujan yang sesuai di dapatkan dari cara pengukuran yang benar dan teliti. Jadi setiap volume hujan yang tertampung pada penakar hujan akan dibagi dengan luas penampang penakar hujan sehingga di dapatkan curah hujan. 8

19 Pengamatan selanjutnya uji ketinggian untuk penakar hujan. Seperti yang telah dikatakan diatas bahwa ketinggian sangat mempengaruhi penangkapan curah hujan pada alat penakar hujan karena semakin tinggi letak penakar maka makin besar juga kemungkinan terjadinya turbulensi angin disekitar funnel. Pengujian ketinggian ini dilakukan di tiga ketinggian yaitu di 40 cm, 120 cm atau 1.2 m yang merupakan standar tipe observatorium (Handoko, 1995), dan pada ketinggian 500 cm atau 5 m dari permukaan. (a) (b) cm, yang pada ketinggian ini merupakan standar dari WMO. Sama seperti gambar 7 bahwa pada ketinggian ini terdapat tiga penakar hujan yaitu 24 cm, 14, dan 11.3 cm. Pada penempatan terakhir yaitu pada ketinggian 500 cm atau 5 m dari permukaan. Pada ketinggian ini merupakan penempatan yang sangat jarang sekali dilakukan oleh peneliti lain, dikarenakan tingginya yang mencapai 5 m yang dikhawatirkan adanya gangguan oleh angin yang dapat mengakibatkan turbulensi pada funnelnya. Penempatan ini juga terdapat tiga penakar hujan seperti pada dua ketinggian lainnya yaitu 24 cm, 14, dan 11.3 cm. (c) (b) (a) Gambar 7. Penakar hujan pada ketinggian 40 cm dengan diameter (a) 11.3 cm dan (b) 14 cm Gambar diatas merupakan penakar hujan yang ditempatkan pada ketinggian dipermukaan. Penakar hujan di permukaan ini juga memakai tiga ukuran diameter penakar yang berbeda yaitu 24 cm, 14 cm dan 11.3 cm. Gambar diatas hanya dua dikarenakan untuk 24 cm memakai penakar hujan yang sama pada gambar 6. (a) (b) (c) 5 m Gambar 9. Penakar hujan pada ketinggian 5 m dengan diameter (a) 24 cm, (b) 14 cm dan (c) 11.3 cm Dari Gambar 7, 8, dan 9 diatas yang merupakan perbedaan ketinggian dalam penempatan penakar hujan akan dibuat gambar ilustrasi seperti pada gambar di bawah ini. Gambar 8. Penakar hujan pada ketinggian 1.2 m dengan diameter (a) 24 cm, (b) 14 cm dan (c) 11.3 cm Pada gambar 8 penakar hujan ditempatkan pada ketinggian 1.2 m atau 120 9

20 Beberapa Perbedaan Ketinggian Penempatan Penakar Hujan 500 cm 120 cm (a) (b) 40 cm (c) Gambar 10. Berbagai Ketinggian Posisi Pemasangan Dalam Penempatan Penakar Hujan Ilustrasi pada Gambar 10 sama halnya dengan ilustrasi pada berbagai ukuran diameter penakar hujan yaitu guna untuk membandingkan data curah hujan pada setiap perbedaan ketinggian dalam penempatan penakar hujan. Di Indonesia standar untuk penempatan suatu penakar hujan pada ketinggian 120 cm atau 1.2 m dari permukaan. Dalam gambar ilustrasi tersebut dibuat penakar hujan pada ketinggian 5 m, 1.2 m dan di permukaan, hal ini dilakukan untuk mengetahui bahwa semakin tinggi penempatan penakar hujan tidak akan mempengaruhi pengukuran curah hujan. Menurut para ahli dari beberapa negara semakin tinggi penempatan penakar hujan akan dipengaruhi oleh angin sehingga hujan yang akan tertampung akan terganggu, sedangkan bila semakin tinggi penempatan penakar hujan kemungkinan gangguangangguan yang akan mempengaruhinya akan semakin kecil pula. Karena pada penempatan penakar sesuai standar yakni 1.2 m, hal ini dilakukan bila penakar diletakkan di permukaan agar terhindar dari percikan air hujan dari permukaan yang akan masuk ke dalam penakar dan juga akan terhindar dari gangguan angin bila penakar tersebut di tempatkan pada suatu ketinggian tertentu misal 5 m. Setiap kejadian hujan akan di dapatkan data hujan per harinya dari setiap pengukuran seperti pada empat diameter yang berbeda dan pada tiga ketinggian. Data hasil pengukuran tersebut yang didapatkan masih berupa volume hujan dengan satuan ml sehingga perlu di konversi menjadi curah hujan yang satuannya merupakan mm. Setelah di dapatkan curah hujan maka kita mempunyai data yang dapat dibandingkan. Tapi hal itu belum bisa membuktikan bahwa semua perlakuan tersebut tidak mempengaruhi jumlah tangkapan hujan pada penakar hujan tersebut. Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa data yang digunakan bukan lah data kontinue tapi merupakan data diskret. Data diskret merupakan bila suatu percobaan mengandung jumlah titik data yang terhingga dan merupakan data hasil membilang atau menghitung. Sedangkan 10

21 data kontinue merupakan bila suatu percobaan mengandung takhingga banyaknya titik data yang sama dengan banyaknya titik pada sebuah garis dan merupakan data hasil mengukur (Walpole, 1988) CH (mm) Feb Diameter (cm) Gambar 11. Kurva CH dengan Perbedaan Ukuran Diameter Gambar 11 diatas merupakan grafik variasi tangkapan hujan dengan perbedaan mulut diameter penakar. Dari grafik tersebut dapat di tarik garis trendline yang menunjukkan bahwa data tersebut berupa garis lurus yang membuktikan data tidak berbeda. Tetapi seperti yang telah dikatakan bahwa itu saja belum cukup untuk membuktikan bahwa ukuran suatu diameter penampang tidak mempengaruhi tangkapan curah hujan. Untuk percobaan ini data yang diambil dilakukan dengan ulangan berdasarkan banyaknya hari, jadi banyak hari merupakan ulangan bagi beberapa perlakuan perbedaan diameter penampang ini. Garis-garis pada grafik diatas bukan merupakan grafik garis tapi garisgaris itu menunjukan trendline untuk setiap perlakuan dan ulangan percobaan yang dilakukan. Semakin garis trendline menyerupai garis lurus atau mendatar, hal ini menunjukan bahwa data yang di dapatkan hampir sama. Setelah dilakukan penghitungan secara statistik semua data pada pengukuran curah hujan dengan berbagai diameter mulut penakar didapatkan rata-rata simpangan sebesar 0.63 dapat dilihat pada lampiran 1, berdasarkan hasil hitung simpangan yang nilainya kecil sehingga dapat dikatakan bahwa data ini menunjukkan keragaman yang kecil. Pada Gambar 11 terdapat garis trendline yang miring terjadi pada tanggal 27 Februari 2008, data tersebut mempunyai simpangan sebesar Hal ini dikarenakan ada beberapa kesalahan teknis dalam pengampilan data seperti corong miring atau jatuh karena kurang rekat. Untuk itu harus dilakukan pembuatan penakar hujan yang efisien. 11

22 Gambar 12. Total CH di Berbagai Ukuran Diameter dengan Tipe Obs Pada percobaan di berbagai ukuran diameter mulut penakar dibuat grafik batang dengan total curah hujan pada semua kejadian hari hujan yang diamati. Sebagai kontrol digunakan tipe obs dengan ukuran 11.3 cm, ukuran ini akan dibandingkan dengan empat ukuran lainnya yaitu 7.8 cm, 11.3 cm, 19cm dan 24 cm. Dari total curah hujan data hampir tidak berbeda, karena masing-masing ukuran hanya mempunyai beda dengan ukuran tipe obs sebesar 3.9% untuk ukuran 7.8 cm, 1.6% untuk ukuran 11.3 cm, 0.6% untuk ukuran 19 cm, serta 2.2% untuk ukuran 24 cm. Berbagai Ukuran Diameter Mulut Penakar y = x R 2 = y = x R 2 = y = x R 2 = y = x R 2 = Kontrol (Tipe Obs) Gambar 13. Perbandingan Hujan Harian Tipe Obs dengan Berbagai Ukuran Diameter Dari keseluruhan data harian curah hujan bila dibandingkan dengan Tipe Obs yang diamati hasil grafik menunjukkan ratarata slope mencapai angka 1 dengan rata-rata nilai korelasi sebesar 99%. Dengan hasil tersebut maka data ini dinyatakan tidak berbeda. Karena data yang berbeda hanya 1%. 12

23 CH (mm) Ketinggian (cm) Gambar 14. Kurva CH dengan Berbagai Ketinggian Hal yang sama juga terjadi pada Gambar 14 grafik perbedaan ketinggian yaitu di 40 cm, 120 cm dan 500 cm, bahwa trendline yang dibuat membentuk garis lurus walaupun data yang digunakan masih sedikit dibandingkan dengan data perbedaan diameter penampang, tapi bisa dilihat bahwa perbedaan ketinggian juga tidak berbeda satu sama lain. Dikarenakan garis trendlinenya hampir membentuk garis lurus. Ulangan pada percobaan ini juga menggunakan banyaknya hari terjadinya hujan. Seperti pada Gambar 14, dari beberapa garis trendline ada garis trendline miring ke bawah. Berdasarkan dari hasil perhitungan statistik didapatkan simpangan sebesar 3.87 dapat dilihat pada lampiran 2, hal itu dikarenakan pada saat pengamatan terjadi hujan yang deras disertai angin kencang sehingga tangkapan curah hujan untuk ketinggian 5 m lebih sedikit dibandingkan dengan dua ketinggian di bawahnya sehingga data tersebut mempunyai simpangan yang besar. Sedangkan dari keseluruhan data pada pengukuran curah hujan di berbagai ketinggian mempunyai simpangan sebesar 2.34 dapat dilihat pada lampiran 2. Simpangan tersebut bila dibandingkan dengan data pada berbagai diameter mulut penakar data ini menunjukkan keragaman yang lebih kecil. Dari keragaman yang lebih besar pada data curah hujan di berbagai ketinggian dapat dikatakan bahwa data ini belum tentu dipengaruhi oleh angin tetapi dalam pengukuran atau alat yang kurang efisien sehingga terdapat keragaman pada data tersebut. C H (m m ) Di Permukaan Kontrol Ketinggian (cm) Gambar 15. Total CH di Berbagai Ketinggian Posisi Pemasangan Alat Di beberapa ketinggian posisi pemasangan alat terlihat juga data dari total curah hujan harian hampir tidak berbeda. Sebagai acuan dibuat penakar yang ditempatkan pada ketinggian 120 cm atau 1.2 m seperti pada tipe obs. Setiap posisi hanya mempunyai beda yang sangat kecil bila dibandingkan dengan tipe obs sebagai kontrol yaitu sebesar 1.1% pada posisi di permukaan, 1.5% pada posisi 120 cm dan 4.7% pada posisi 500 cm atau 5 m. 13

24 80 y = x R 2 = y = x R 2 = Di P ermukaan y = x R 2 = Kontrol (tipe Obs) (a) 80 y = x R 2 = y = x R 2 = Pada 1.2 m 40 y = x R 2 = kontrol (b) y = x R 2 = y = x R 2 = Pada 5 m 40 y = x R 2 = Kontrol (c) Gambar 16. Perbandingan di Berbagai Ketinggian Posisi Pemasangan dengan Kontrol (Tipe Obs). (a) di 40 cm, (b) pada 120 cm, (c) pada 500 cm 14

25 Di berbagai ketinggian posisi pemasangan alat juga dilakukan perbandingan dengan kontrol (Tipe Obs) dengan hasil seperti pada Gambar 16 bahwa data pada berbagai ketinggian posisi pemasangan tidak berbeda karena mempunyai nilai rata-rata slope sebesar 0.99 dengan nilai korelasinya sebesar 98%. Berarti data tersebut hanya memiliki beda sebesar 2%. Pada suatu penelitian di Jepang bahwa kecepatan angin mempengaruhi kehilangan hujan pada suatu pengamatan hujan. Dimana pada saat pengamatan, penakar hujan diletakkan pada ketinggian 6 m. Berdasarkan penelitian di Jepang dengan kecepatan rata-rata 2 m/s akan mengakibatkan kehilangan tangkapan curah hujan sebesar 4% dan kecepatan angin ratarata sebesar 10 m/s akan mengakibatkan kehilangan tangkapan curah hujan sebesar 17 m/s. Hasil dari penelitian ini, bahwa semakin cepat kecepatan angin semakin berkurang juga tangkapan cura hujan (Hsu ZY, 2005). Hasil penelitian Jepang tidak dapat dipakai pada kondisi ini. Bahwa data pada percobaan ini tidak semuanya menunjukkan data yang didapatkan hampir sama. Bila pada kondisi pengamatan disaat hujan deras di ikuti dengan angin yang kencang mungkin akan mempengaruhi tangkapan curah hujan suatu penakar hujan, tapi dalam kondisi ini berkurangnya curah hujan yang diukur dikarenakan kesalahan dalam pengukuran atau penempatan alat (kondisi alat yang miring). CH (mm) (a) Diameter (cm) (b) CH (mm) CH (mm) (c) Diameter (cm) (d) Diameter (cm) (e) Gambar 17. Kriteria Hujan (a) sangat ringan, (b) ringan, (c) normal, (d) lebat, (e) sangat lebat Keseluruhan data curah hujan harian pada berbagai ukuran diameter mulut penakar dapat dikriteriakan menjadi hujan sangat ringan dengan intensitas < 5 mm/hari, hujan ringan dengan intensitas 5 20 mm/hari, hujan sedang dengan intensitas mm/hari, hujan lebat dengan intensitas mm/hari dan hujan sangat lebat dengan intensitas > 100 mm/hari. Setelah dikriteriakan kemudian masing-masing CH tersebut ditotal berdasarkan kriteria, maka di dapatkan hasil seperti pada gambar Curah Hujan di Daerah Bogor Selama enam bulan pengamatan hujan dalam penelitian ini data disekitar bogor juga dibandingkan yaitu stasiun Darmaga yang dekat dengan lokasi penelitian dan stasiun Baranangsiang yang agak jauh dengan lokasi penelitian. Berikut adalah grafik hasil perbandingan dari masing-masing curah hujan stasiun tersebut terhadap lokasi penelitian Darmaga. 15

26 Gambar 18. Keragaman Hujan di Wilayah Bogor Data diatas menunjukan bahwa keragaman data curah hujan disekitar bogor bervariasi/berbeda hingga 20%. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman data dari berbagai lokasi lebih besar daripada keragaman yang diperoleh dari pengukuran dalam satu titik yang menggunakan berbagai ukuran dan penempatan posisi pemasangan alat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akurasi engukuran curah hujan untuk kebutuhan penghitungan curah hujan wilayah jumlah titik pengamatan jauh lebih efektif dibandingkan dengan desain alat ukur curah hujan itu sendiri. Ada kemungkinan keragaman data yang cukup besar untuk wilayah bogor disebabkan karena jenis awan yang menyebabkan hujan bukan jenis awan pada musim penghujan sehingga awan-awan berbentuk sporadis dan tidak menyebar rata di seluruh wilayah Bogor. 4.4 Pengujian dan Pengolahan Data Pengukuran curah hujan dalam penelitian ini merupakan pengukuran secara manual karena alat penakar hujan yang digunakan merupakan penakar hujan buatan sendiri yang tidak menggunakan elektronik. Penakar hujan ini terbuat dari ember, PVC dan botol air mineral, karena tujuan dari penelitian ini hanya ingin membuktikan bahwa CH tidak di pengaruhi oleh perbedaan diameter dan ketinggian penempatan penakar hujan. Dari hasil pengukuran curah hujan di dapatkan data mulai dari pertengahan bulan Februari hingga awal bulan Juli. Selama kurang lebih 5 bulan kejadian hujan yang diamati sebanyak 73 hari. Dengan banyaknya data ini kemudian dapat diolah secara statistik untuk mendapatkan data yang diinginkan. Rangkuman semua F-hitung dari data curah hujan mulai dari Februari sampai akhir juni pada perlakuan diameter dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Rangkuman F-hitung Pada Perlakuan Ukuran Diameter. Bulan F-hitung Feb * Mar * Apr * May * Jun * Keterangan : * = nyata pada taraf uji 5% Tabel 4 yaitu rangkuman F-hitung untuk perlakuan diameter yang di gunakan untuk menguji hipotesis. Dengan F-tabel F 0.05 (3,60) = 2.76 untuk data curah hujan pada bulan Februari hingga April, sedangkan untuk bulan Mei dan Juni masing-masing F-tabel nya adalah F 0.05 (3,44) = 2.84 dan F 0.05 (3,36) = Dengan demikian jika nilai F-hitung lebih besar F-tabel maka hipotesis nol ditolak dan berlaku sebaliknya. Karena H o : p = pengukuran CH dengan berbagai diameter akan menimbulkan perbedaan. H 1 : p = 16

27 pengukuran CH dengan berbagai diameter tidak akan menimbulkan perbedaan. Hasil analisis statistik pada perlakuan perbedaan diameter pada penakar hujan menyatakan menolak hipótesis H o dan menerima H 1 yang merupakan pengukuran curah hujan dengan berbagai ukuran diameter penakar tidak akan menimbulkan perbedaan. Karena dilihat semua F-hitung pada tabel 4 lebih besar dari F-tabel dengan nyata pada taraf 5%. Setelah diketahui bahwa data tersebut nyata maka dilanjutkan dengan analisis satistik dengan beda nyata terkecil. Untuk setiap uji beda nyata terkecil ini dilakukan perbandingan selisih rata-rata data dengan nilai kritik. Pada bulan Februari dilakukan uji beda nyata terkecil dengan menggunakan nilai kritik t 5% sebesar 26.7 > 12.1 dan 1.9 < Untuk data bulan Maret dengan menggunakan nilai kritik t 5 % sebesar 29.3 > 24.1 dan 17.8 < Pada bulan April dengan menggunakan nilai kritik t 5% sebesar 15.4 > 9.4 dan 5.1 < 9.4. Untuk bulan Mei dengan menggunakan nilai kritik t 5% sebesar 18.6 > 17.6 dan 16.0 < Dan pada bulan Juni dengan menggunakan nilai kritik t 1% sebesar 36.9 > 13.4 dan 12.0 < Hasil dari semua data yang telah di analisis menyatakan bahwa data curah hujan dengan perlakuan perbedaan diameter penampang yaitu tidak berbeda dan nyata. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa pengukuran curah hujan dengan menggunakan berbagai diameter penampang pada penakar hujan dapat digunakan tanpa harus menggunakan standar dari WMO atau BMG. WMO membuat standarisasi untuk ukuran diameter penampang hanya untuk mempermudah dan mengontrol semua alat penakar hujan yang merupakan keseragaman (WMO, 2008). Tabel 5. Rangkuman F-hitung Pada Perlakuan Ketinggian. Perlakuan Diameter Ketinggian Interaksi dua ketinggian 0.03* 0.02* 20.03* tiga ketinggian 0.02* 0.02* 12.67* Keterangan : * = nyata pada taraf uji 5% Hasil dari Tabel 5 diatas merupakan rangkuman F-hitung pada perlakuan ketinggian yaitu pada dua ketinggian dan tiga ketinggian. Berdasarkan hasil F-hitung yang memenuhi syarat nyata pada taraf uji 5% hanya interaksi karena nilainya besar. Setelah diketahui F-hitung pada setiap perlakuan maka hasil tersebut dibandingkan dengan F-tabel agar diketahui bahwa data tersebut nyata. F-tabel untuk perlakuan pada dua ketinggian yang berbeda dan tiga ketinggian yang berbeda yaitu 2.66 dan 2.18, bila dibandingkan dengan F-hitung seperti pada tabel 4 maka nilai F-hitung lebih besar dari pada F-tabel. Sehingga hipotesis H 0 ditolak dan menerima hipotesis H 1, dimana hipotasis H 1 : p = pengukuran curah hujan dengan berbagai ketinggian tidak akan menimbulkan perbedaan. Setelah uji F yang menyatakan suatu data nyata, kemudian dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil. Dalam uji beda nyata terkecil pada perlakuan dua ketinggian ini nilai kritik yang digunakan nilai kritik sebaran t 1% sebesar > dan 31.8 < sehingga didapatkan bahwa pada data perlakuan dua ketinggian tidak berbeda dan nyata. Sedangkan pada perlakuan tiga ketinggian menggunakan nilai kritik sebaran t 5% sebesar > dan 13.6 < dan didapatkan bahwa data ini juga tidak berbeda dan nyata. Dari semua data yang telah diamati dan di olah dengan menggunakan analisis statistik bahwa perbedaan ukuran dan penempatan penakar hujan pada berbagai ketinggian tidak mempengaruhi jumlah curah hujan yang diamati. Meskipun penakar diletakkan pada tempat yang paling tinggi akan dipengaruhi oleh angin (Hsu, 2005). Sedangkan di daerah California hasil penelitian menyatakan bahwa kecepatan angin yang mencapai 15 mil per jam pada standar ALERT ketinggian penakar yaitu pada ketinggian 10 kaki akan mempengaruhi penakar tersebut sehingga akan kehilangan air sebanyak 15% atau 12% untuk penakar yang ditempatkan pada ketinggian 4 kaki (Larson dan Peck, 1974). 17

28 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pengujian dengan instrumentasi sederhana didapatkan datadata curah hujan dengan perbedaan ukuran diameter dan perbedaan ketinggian tempat penakar hujan sehingga menghasilkan datadata yang mampu menghasilkan akurasi pengukuran untuk suatu penakar hujan sederhana. Dilakukan analisis statistik pada data curah hujan tersebut dengan hasil uji beda nyata terkecil untuk bulan Februari didapatkan bahwa selisih dari rata-rata bulan tersebut dengan nilai kritik t 5% 26.7 > 12.1 dan 1.9 < Untuk bulan Maret dengan nilai kritik t 5 % sebesar 29.3 > 24.1 dan 17.8 < Untuk bulan April dengan nilai kritik t 5% sebesar 15.4 > 9.4 dan 5.1 < 9.4. Untuk bulan Mei dengan nilai kritik t 5% 18.6 > 17.6 dan 16.0 < Untuk bulan Juni dengan nilai kritik t 1% sebesar 36.9 > 13.4 dan 12.0 < 13.4, sedangkan untuk perbedaan ketinggian tempat penakar di dua ketinggian dan di tiga ketinggian yang berbeda menggunakan nilai kritik t yang masing-masing 1% dan 5% sebesar > dan 31.8 < serta > dan 13.6 < Secara keseluruhan semua hasil untuk data curah hujan ini dengan kejadian hari hujan dapat dikatakan bahwa data hujan harian tidak berbeda nyata dan bahwa pengukuran curah hujan dengan menggunakan alat yang berbeda ukuran diameter dengan standar WMO serta penempatannya tidak mempengaruhi besarnya curah hujan. Walaupun untuk ketinggian penempatan penakar hujan volume yang tertampung lebih sedikit, karena ada sedikit kesalahan dalam cara pengukuran dan posisi alat. Pengamatan curah hujan yang menghasilkan data yang akurat harus mempunyai sebaran pengamatan yang banyak bukan ditentukan dari akurasi alat penakar hujan tersebut 5.2 Saran Waktu pengamatan harus lebih panjang dan memasuki musim hujan agar mendapatkan data yang tidak berbeda. DAFTAR PUSTAKA Curtis, David C Inadvertent Raingauge Inconsistencies and Their Effect on Hydrologic Analysis, df/whitepaper/inconsistenraingaug erecords.pdf, 18 Juli 2008 DELTA T DEVICES Instrumets For Environmental and Industrial Measurement, CO Operatively Owned and Managed Raingauge Type RG1, User Manual RG1 UM 3 Delta T Devices Ltd, 128 Low.Road Burwell Cambridge CB5OEJ, U.K Essery, Charles I and David N. Wilcock The variation in rainfall catch from standard UK Meteorological Office raingauge : a twelve year case study, 60/hysj_36_01_0023.pdf, 8 Juli 2008 Handoko Klimatologi dasar. Penerbit : PT. Dunia Pustaka Jaya. Jakarta Mori K Hidrologi Untuk Pengairan Ed ke-9. Sosrodarsono S, Takeda K, editor. Jakarta : PT Pradnya Paramita. Terjemahan dari : Manual On Hydrology. Prawirowardoyo, Susilo Meteorologi. Penerbit : ITB. Bandung Seyhan, Ersin DASAR-DASAR HIDROLOGI. Penerbit : GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS. Yogyakarta. Sen-Hsiung Hsu and Yuh-Lin Guo Effect of Wind Speed on The Measurement of Rainfall, member/publication/2(1)/008.pdf, 8 Juli 2008 Summer, Graham N Precipitation Process and Analysis. Penerbit : The Bath Press. Britain. 282 p Walpole, Ronald E Pengantar Statistika Ed ke-3. Ir. Bambang Sumantri, editor. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari : Introduction to Statistic 3 rd edition. Heated-Tipping-Bucket- Precipitation-Gauge-p/52202.htm, 22 Februari qid= aawh1tq, 14 Agustus auges/model/m2500.htm, 11 Agustus

29 pitation.htm, 11 Agustus es.htm, 11 Agustus mental/6506a/, 11 Agustus auges/model/m5050p.htm, 11 Agustus bucket.html, 11 Agustus nfall.cfm.html, 11 Agustus &z=1&t=h&hl=en, 19 Agustus

30 LAMPIRAN 20

31 Lampiran 1. Simpangan Pada Data CH Harian di Berbagai Ukuran Diameter Mulut Penakar Tanggal rata-rata simpangan 14/02/ /02/ /02/ /02/ /02/ /02/ /02/ /02/ /02/ /02/ /02/ /02/ /03/ /03/ /03/ /03/ /03/ /03/ /03/ /03/2008 (16.30) /03/ /03/ /03/ /03/2008 (14.30) /03/ /03/ /03/2008 ( ) /03/ /03/ /03/ /3/ /03/2008 (wkt pengukuran WIB) /03/2008 (wkt pengukuran WIB) /04/ /04/ /04/ /04/ /04/ /04/ /04/ /04/ /04/ /04/

II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi, yang memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENAKAR HUJAN DI BERBAGAI KETINGGIAN POSISI PEMASANGAN DAN UKURAN DIAMETER MULUT PENAMPANG FITRI YASMIN

PERBANDINGAN PENAKAR HUJAN DI BERBAGAI KETINGGIAN POSISI PEMASANGAN DAN UKURAN DIAMETER MULUT PENAMPANG FITRI YASMIN PERBANDINGAN PENAKAR HUJAN DI BERBAGAI KETINGGIAN POSISI PEMASANGAN DAN UKURAN DIAMETER MULUT PENAMPANG FITRI YASMIN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

ALAT ALAT PENGUKUR HUJAN

ALAT ALAT PENGUKUR HUJAN ALAT ALAT PENGUKUR HUJAN Dengan segala kekurangan dan kelebihannya, alat pengukur hujan ada 2 macam yaitu alat pengukur hujan manual dan alat pengukur hujan otomatis. 1. MANUAL (non-recording) Penakar

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SENSOR KETINGGIAN AIR (WATER LEVEL) DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ELEKTRODA RESISTANSI WIRANTO

PENGEMBANGAN SENSOR KETINGGIAN AIR (WATER LEVEL) DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ELEKTRODA RESISTANSI WIRANTO PENGEMBANGAN SENSOR KETINGGIAN AIR (WATER LEVEL) DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN ELEKTRODA RESISTANSI WIRANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan bejana berjungkit sebagai alat pengukuran memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan pengggunaan alat pengkuran konvensional. Kelebihan alat ini memberikan kemudahan

Lebih terperinci

MEMBUAT ALAT UKUR HUJAN SEDERHANA

MEMBUAT ALAT UKUR HUJAN SEDERHANA MEMBUAT ALAT UKUR HUJAN SEDERHANA Kelompok 2: Tsaniya Nurina Ramadhanty (1610815220024) M. Fazriansyah (1610815210014) Ilmi Fajriati (1610815220010) Elna Rasani (1610815220007) PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN Novitasari,ST.,MT TIU TIK TIU & TIK : Hidrologi Terapan merupakan matakuliah untuk memahami tentang aplikasi hidrogi terapan dan aplikasinya dalam rekayasa teknik sipil.

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI DAS TONDANO BAGIAN HULU

POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI DAS TONDANO BAGIAN HULU POLA DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN DI DAS TONDANO BAGIAN HULU Andriano Petonengan Jeffry S. F. Sumarauw, Eveline M. Wuisan Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Email:anopetonengan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN

BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN III HUJN N NLISIS HUJN Novitasari,ST.,MT Kompetensi kompetensi: Hidrologi Terapan merupakan matakuliah untuk memahami tentang aplikasi hidrogi terapan dan aplikasinya dalam rekayasa teknik sipil. Sub kompetensi:

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

II. IKLIM & METEOROLOGI. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi

II. IKLIM & METEOROLOGI. Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi II. IKLIM & METEOROLOGI 1 Novrianti.,MT_Rekayasa Hidrologi 1. CUACA & IKLIM Hidrologi suatu wilayah pertama bergantung pada iklimnya (kedudukan geografi / letak ruangannya) dan kedua pada rupabumi atau

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU RISYANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ABSTRAK. Kata kunci : Analisis, Tebal Hujan, Durasi Hujan

PENDAHULUAN ABSTRAK. Kata kunci : Analisis, Tebal Hujan, Durasi Hujan Analisis Hubungan Tebal Hujan dan Durasi Hujan Pada Stasiun Klimatologi Lasiana Kota Kupang Wilhelmus Bunganaen 1) Denik S. Krisnayanti 2) Yacobus A. Klau 3) ABSTRAK Rusaknya alat ukur curah hujan dapat

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

Siklus Air. Laut. awan. awan. awan. Hujan/ presipitasi. Hujan/ presipitasi. Hujan/ presipitasi. Evapotranspirasi. Aliran permukaan/ Run off.

Siklus Air. Laut. awan. awan. awan. Hujan/ presipitasi. Hujan/ presipitasi. Hujan/ presipitasi. Evapotranspirasi. Aliran permukaan/ Run off. PRESIPITASI Siklus Air awan awan Hujan/ presipitasi Hujan/ presipitasi awan Hujan/ presipitasi intersepsi Evapotranspirasi Aliran permukaan/ Run off Aliran bawah permukaan/ sub surface flow infiltrasi

Lebih terperinci

BAB 3 PRESIPITASI (HUJAN)

BAB 3 PRESIPITASI (HUJAN) BAB 3 PRESIPITASI (HUJAN) PRESIPITASI (HUJAN) Bila udara lembab bergerak keatas kemudian menjadi dingin sampai melalui titik embun, maka uap air didalamnya mengkondensir sampai membentuk butir-butir air.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kompilasi dan Kontrol Kualitas Data Radar Cuaca C-Band Doppler (CDR) Teknologi mutakhir pada radar cuaca sangat berguna dalam bidang Meteorologi untuk menduga intensitas curah

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian

REKAYASA HIDROLOGI. Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri. Pengertian REKAYASA HIDROLOGI Kuliah 2 PRESIPITASI (HUJAN) Universitas Indo Global Mandiri Pengertian Presipitasi adalah istilah umum untuk menyatakan uap air yang mengkondensasi dan jatuh dari atmosfer ke bumi dalam

Lebih terperinci

Pembentukan Hujan 2 KLIMATOLOGI. Meteorology for better life

Pembentukan Hujan 2 KLIMATOLOGI. Meteorology for better life Pembentukan Hujan 2 KLIMATOLOGI 1. Pengukuran dan analisis data hujan 2. Sebaran curah hujan menurut ruang dan waktu 3. Distribusi curah hujan dan penyebaran awan 4. Fenomena iklim (ENSO dan siklon tropis)

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

MODIFIKASI PENAKAR HUJAN OTOMATIS TIPE TIPPING BUCKET DENGAN HALL EFFECT SENSOR ATS276 SKRIPSI VALENTINA SOPHIA MANULLANG

MODIFIKASI PENAKAR HUJAN OTOMATIS TIPE TIPPING BUCKET DENGAN HALL EFFECT SENSOR ATS276 SKRIPSI VALENTINA SOPHIA MANULLANG MODIFIKASI PENAKAR HUJAN OTOMATIS TIPE TIPPING BUCKET DENGAN HALL EFFECT SENSOR ATS276 SKRIPSI VALENTINA SOPHIA MANULLANG 110821008 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

Tata cara penentuan kadar air batuan dan tanah di tempat dengan metode penduga neutron

Tata cara penentuan kadar air batuan dan tanah di tempat dengan metode penduga neutron Standar Nasional Indonesia Tata cara penentuan kadar air batuan dan tanah di tempat dengan metode penduga neutron ICS 13.080.40; 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

ANALISA VALIDASI PERALATAN METEOROLOGI KONVENSIONAL DAN DIGITAL DI STASIUN METEOROLOGI SAM RATULANGI oleh

ANALISA VALIDASI PERALATAN METEOROLOGI KONVENSIONAL DAN DIGITAL DI STASIUN METEOROLOGI SAM RATULANGI oleh ANALISA VALIDASI PERALATAN METEOROLOGI KONVENSIONAL DAN DIGITAL DI STASIUN METEOROLOGI SAM RATULANGI oleh (1) Leonard Lalumedja, (2) Derek Missy, (3) Dinna Kartika Pasha Putri, (4) Dinna Kartika Pasha

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya air hujan adalah jalannya bentuk presipitasi berbentuk cairan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya air hujan adalah jalannya bentuk presipitasi berbentuk cairan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hujan 1. Pengertian Hujan Hujan adalah bentuk presipitasi yang berbentuk cairan yang turun sampai ke bumi. Presipitasi adalah proses pengembunan di atmosfer. Jadi, proses terjadinya

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

KAJIAN PENDEKATAN REGRESI SINYAL P-SPLINE PADA MODEL KALIBRASI. Oleh : SITI NURBAITI G

KAJIAN PENDEKATAN REGRESI SINYAL P-SPLINE PADA MODEL KALIBRASI. Oleh : SITI NURBAITI G KAJIAN PENDEKATAN REGRESI SINYAL P-SPLINE PADA MODEL KALIBRASI Oleh : SITI NURBAITI G14102022 DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK SITI

Lebih terperinci

Desain dan Realiasasi Alat Ukur Curah Hujan dengan Metode Timbangan Menggunakan Sensor Flexiforce

Desain dan Realiasasi Alat Ukur Curah Hujan dengan Metode Timbangan Menggunakan Sensor Flexiforce JURNAL Teori dan Aplikasi Fisika Vol. 4, No., Juli 6 Desain dan Realiasasi Alat Ukur Curah Hujan dengan Metode Timbangan Menggunakan Sensor Flexiforce Afrida Hafizhatul Ulum, Gurum Ahmad Pauzi & Warsito

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE

MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI PERHITUNGAN CURAH HUJAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISUSUN OLEH : Nama : Winda Novita Sari Br Ginting Nim : 317331050 Kelas : B Jurusan : Pendidikan Geografi PEDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA JARINGAN IRIGASI TETES UNTUK BUDIDAYA BUNGA KASTUBA

KAJIAN KINERJA JARINGAN IRIGASI TETES UNTUK BUDIDAYA BUNGA KASTUBA Skripsi KAJIAN KINERJA JARINGAN IRIGASI TETES UNTUK BUDIDAYA BUNGA KASTUBA ( Euphorbia phulcherrima) DENGAN SISTEM HIDROPONIK DI PT SAUNG MIRWAN BOGOR Oleh: LENI ANDRIANI F14103028 2007 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

Kegiatan Pembelajaran 6 : Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Klimatologi

Kegiatan Pembelajaran 6 : Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Klimatologi Kegiatan Pembelajaran 6 : Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Klimatologi A. Deskripsi Ruang lingkup materi ini meliputi : pengenalan prinsip dan prosedur peralatan Klimatologi, untuk menunjang keterampilan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peranan air dalam kehidupan sangat besar karena air merupakan sumber

I. PENDAHULUAN. Peranan air dalam kehidupan sangat besar karena air merupakan sumber I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan air dalam kehidupan sangat besar karena air merupakan sumber kehidupan. Kehidupan tidak mungkin berfungsi tanpa adanya air. Air yang berasal dari hujan merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN BUTIRAN AIR HUJAN TERHADAP TEGANGAN TEMBUS UDARA

PENGARUH UKURAN BUTIRAN AIR HUJAN TERHADAP TEGANGAN TEMBUS UDARA PENGARUH UKURAN BUTIRAN AIR HUJAN TERHADAP TEGANGAN TEMBUS UDARA Join Wan Chanlyn S, Hendra Zulkarnaen Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan Dicky Rahmadiar Aulial Ardi, Mahendra Andiek Maulana, dan Bambang Winarta Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMBUATAN DAN PERAKITAN ALAT Pembuatan alat dilakukan berdasarkan rancangan yang telah dilakukan. Gambar rancangan alat secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5.1. 1 3

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI

IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI IDENTIFIKASI PERUBAHAN KAPASITAS PANAS KAWASAN PERKOTAAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS : KODYA BOGOR) NANIK HANDAYANI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hujan / Presipitasi Hujan merupakan satu bentuk presipitasi, atau turunan cairan dari angkasa, seperti salju, hujan es, embun dan kabut. Hujan terbentuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH PDAM JAYAPURA Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT Nohanamian Tambun 3306 100 018 Latar Belakang Pembangunan yang semakin berkembang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Automatic Weather Station (AWS) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merupakan suatu badan yang mempunyai status sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)

Lebih terperinci

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN

ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN ANALISIS PERIODISITAS SUHU DAN TEKANAN PARAS MUKA LAUT DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKTIVITAS MATAHARI R. HIKMAT KURNIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

UJI KARAKTERISTIK DIMENSI SENSOR ( JARI-JARI ) DARI CUP COUNTER ANEMOMETER DIAN PALUPI

UJI KARAKTERISTIK DIMENSI SENSOR ( JARI-JARI ) DARI CUP COUNTER ANEMOMETER DIAN PALUPI UJI KARAKTERISTIK DIMENSI SENSOR ( JARI-JARI ) DARI CUP COUNTER ANEMOMETER DIAN PALUPI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PERANGKAT KERAS MOUSE UNTUK MEMBUAT TEODOLITE ELEKTRONIK SEBAGAI INSTRUMEN PADA OBSERVASI PILOT BALON SHANDY PURWANTO

PEMANFAATAN PERANGKAT KERAS MOUSE UNTUK MEMBUAT TEODOLITE ELEKTRONIK SEBAGAI INSTRUMEN PADA OBSERVASI PILOT BALON SHANDY PURWANTO PEMANFAATAN PERANGKAT KERAS MOUSE UNTUK MEMBUAT TEODOLITE ELEKTRONIK SEBAGAI INSTRUMEN PADA OBSERVASI PILOT BALON SHANDY PURWANTO DEPARTEMEN GEOFlSlKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PERANGKAT KERAS MOUSE UNTUK MEMBUAT TEODOLITE ELEKTRONIK SEBAGAI INSTRUMEN PADA OBSERVASI PILOT BALON SHANDY PURWANTO

PEMANFAATAN PERANGKAT KERAS MOUSE UNTUK MEMBUAT TEODOLITE ELEKTRONIK SEBAGAI INSTRUMEN PADA OBSERVASI PILOT BALON SHANDY PURWANTO PEMANFAATAN PERANGKAT KERAS MOUSE UNTUK MEMBUAT TEODOLITE ELEKTRONIK SEBAGAI INSTRUMEN PADA OBSERVASI PILOT BALON SHANDY PURWANTO DEPARTEMEN GEOFlSlKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

OPTIMASI EFISIENSI TUNGKU SEKAM DENGAN VARIASI LUBANG UTAMA PADA BADAN KOMPOR RIFKI MAULANA

OPTIMASI EFISIENSI TUNGKU SEKAM DENGAN VARIASI LUBANG UTAMA PADA BADAN KOMPOR RIFKI MAULANA OPTIMASI EFISIENSI TUNGKU SEKAM DENGAN VARIASI LUBANG UTAMA PADA BADAN KOMPOR RIFKI MAULANA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK RIFKI MAULANA.

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR CURAH HUJAN DIGITAL. Oleh Sakti Ranawijaya Putrakusuma

RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR CURAH HUJAN DIGITAL. Oleh Sakti Ranawijaya Putrakusuma RANCANG BANGUN ALAT PENGUKUR CURAH HUJAN DIGITAL Oleh Sakti Ranawijaya Putrakusuma 021810201100 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2008 RANCANG BANGUN ALAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peranan air dalam kehidupan sangat besar. Mekanisme kompleks kehidupan tidak mungkin berfungsi tanpa kehadiran cairan berupa air. Bagian besar bumi dan makhluk hidup juga terdiri

Lebih terperinci

POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR. Oleh : ADAM SURYA PRAJA F

POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR. Oleh : ADAM SURYA PRAJA F POLA PENYEBARAN REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN SALURAN DRAINASE TEGAK UNTUK TANAH OXISOL DARMAGA, BOGOR Oleh : ADAM SURYA PRAJA F01499004 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

EVALUASI KAPASITAS DRAINASE JL. PELITA II, KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA MEDAN

EVALUASI KAPASITAS DRAINASE JL. PELITA II, KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA MEDAN EVALUASI KAPASITAS DRAINASE JL. PELITA II, KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA MEDAN LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III oleh : APRIANUS ERMAWAN

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut: Mulai

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut: Mulai BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut: Mulai Rumusan masalah Studi pustaka Desain pengujian street inlet Survey

Lebih terperinci

ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM) 3B42 V7 DI MAKASSAR

ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM) 3B42 V7 DI MAKASSAR JURNAL SAINS DAN PENDIDIKAN FISIKA (JSPF) Jilid Nomor, April 205 ISSN 858-330X ANALISIS POLA DAN INTENSITAS CURAH HUJAN BERDASAKAN DATA OBSERVASI DAN SATELIT TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSIONS (TRMM)

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. mulai. Studi pustaka. Desain pengujian street inlet. Survey alat street inlet

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. mulai. Studi pustaka. Desain pengujian street inlet. Survey alat street inlet BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut: mulai Rumusan masalah Studi pustaka Desain pengujian street inlet Survey alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan pembangunan yang begitu pesat terkadang cenderung menimbulkan masalah baru di suatu wilayah bila dalam perencanaannya kurang/tidak memperhitungkan keadaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hujan 1. Pengertian Hujan Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter 0,5 mm atau lebih. Jika jatuhnya air sampai ke tanah maka disebut hujan,

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIKUM DEBIT AIR. Oleh: Dr. Badaruddin,S.Hut,MP

PANDUAN PRAKTIKUM DEBIT AIR. Oleh: Dr. Badaruddin,S.Hut,MP PANDUAN PRAKTIKUM DEBIT AIR Oleh: Dr. Badaruddin,S.Hut,MP FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2017 1 PRAKATA Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmat,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

Mengenal Nama dan Fungsi Alat alat Pemantau Cuaca dan Iklim

Mengenal Nama dan Fungsi Alat alat Pemantau Cuaca dan Iklim Mengenal Nama dan Fungsi Alat alat Pemantau Cuaca dan Iklim Menurut Organisasi Meteorologi Sedunia (World Meteorogical Organization/WMO) waktu yang ideal untuk pengumpulan data iklim dari data cuaca adalah

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PEREKAM DATA KELEMBABAN RELATIF DAN SUHU UDARA BERBASIS MIKROKONTROLER

RANCANG BANGUN PEREKAM DATA KELEMBABAN RELATIF DAN SUHU UDARA BERBASIS MIKROKONTROLER RANCANG BANGUN PEREKAM DATA KELEMBABAN RELATIF DAN SUHU UDARA BERBASIS MIKROKONTROLER Oleh: Acta Withamana C64104073 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN ANTI TRANSPIRASI DAN MEDIA TRANSPORTASI TERHADAP MUTU BIBIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SETELAH TRANSPORTASI

PENGARUH PENGGUNAAN ANTI TRANSPIRASI DAN MEDIA TRANSPORTASI TERHADAP MUTU BIBIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SETELAH TRANSPORTASI PENGARUH PENGGUNAAN ANTI TRANSPIRASI DAN MEDIA TRANSPORTASI TERHADAP MUTU BIBIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SETELAH TRANSPORTASI Oleh : ANUM PETALARIFARRDHI A 34303057 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I Hidrometeorologi Pertemuan ke I Pengertian Pengertian HIDROMETEOROLOGI Adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur unsur meteorologi dengan siklus hidrologi, tekanannya pada hubungan timbal balik

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN IPTEK IPS SMP KELAS VII

PEMBELAJARAN IPTEK IPS SMP KELAS VII PEMBELAJARAN IPTEK IPS SMP KELAS VII Tim Penyusun: Dr. Wanjat Kastolani, M.Pd. Iwan Setiawan, S.Pd., M.Si Dra. Hj. Ena Ruyati Yani Rachmayani, S.Pd. PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN DAN INOVASI (PUSLITJAKNOV)

Lebih terperinci

PEMBUATAN KARAMEL DARI SUSU SAPI (KEMASAN) DAN KARAKTERISASI FISIK SERTA phnya. oleh: EUIS HANDAYANI G

PEMBUATAN KARAMEL DARI SUSU SAPI (KEMASAN) DAN KARAKTERISASI FISIK SERTA phnya. oleh: EUIS HANDAYANI G PEMBUATAN KARAMEL DARI SUSU SAPI (KEMASAN) DAN KARAKTERISASI FISIK SERTA phnya oleh: EUIS HANDAYANI G74103034 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA mjadlan BANJIR MENGGUNAKAN DATA RAWINSONDE (STUD1 KASUS: KABUPATEN BOJONEGORO) FITHRIYA YULISIASIH ROHMAWATI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA OLEH SARI SAFITRI H

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA OLEH SARI SAFITRI H ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA OLEH SARI SAFITRI H14102044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN SARI SAFITRI.

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 13 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Desember 2011 dan terbagi menjadi 2 tempat yakni lapang dan laboratorium. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODELOGI PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut: Mulai

BAB IV METODELOGI PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut: Mulai BAB IV METODELOGI PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dapat digambarkan dengan skema berikut: Mulai Rumusan masalah Studi pustaka Desain pengujian street inlet Survey

Lebih terperinci

dari tahun pada stasiun pengamat yang berada di daerah Darmaga, Bogor.

dari tahun pada stasiun pengamat yang berada di daerah Darmaga, Bogor. Jika plot peluang dan plot kuantil-kuantil membentuk garis lurus atau linier maka dapat disimpulkan bahwa model telah memenuhi asumsi (Mallor et al. 2009). Tingkat Pengembalian Dalam praktik, besaran atau

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN APLIKASI SISTEM PAKAR DAN BASIS DATA KARAKTERISTIK LINGKUNGAN TUMBUH TANAMAN ANDRI SUSANTO

PENYUSUNAN APLIKASI SISTEM PAKAR DAN BASIS DATA KARAKTERISTIK LINGKUNGAN TUMBUH TANAMAN ANDRI SUSANTO PENYUSUNAN APLIKASI SISTEM PAKAR DAN BASIS DATA KARAKTERISTIK LINGKUNGAN TUMBUH TANAMAN ANDRI SUSANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP IMBUHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Studi Kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi)

PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP IMBUHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Studi Kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi) PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP IMBUHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Studi Kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi) RIA EMILIA SARI G24103011 DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR

Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR Model Sederhana Penghitungan Presipitasi Berbasis Data Radiometer dan EAR Suaydhi 1) dan M. Panji Nurkrisna 2) 1) Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN. 2) Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA,

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Perhitungan debit andalan sungai dengan kurva durasi debit

Perhitungan debit andalan sungai dengan kurva durasi debit Standar Nasional Indonesia ICS 93.140 Perhitungan debit andalan sungai dengan kurva durasi debit Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

UJICOBA PENGGUNAAN GELOMBANG AUDIO FREKUENSI 10 khz UNTUK MENENTUKAN BULK DENSITY TANAH

UJICOBA PENGGUNAAN GELOMBANG AUDIO FREKUENSI 10 khz UNTUK MENENTUKAN BULK DENSITY TANAH UJICOBA PENGGUNAAN GELOMBANG AUDIO FREKUENSI 10 khz UNTUK MENENTUKAN BULK DENSITY TANAH Oleh: DENI F14103048 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR UJICOBA PENGGUNAAN GELOMBANG

Lebih terperinci

PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA PROSES PEMEKATAN LARUTAN GELATIN. Oleh MOHAMAD SUJAI F

PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA PROSES PEMEKATAN LARUTAN GELATIN. Oleh MOHAMAD SUJAI F PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA PROSES PEMEKATAN LARUTAN GELATIN Oleh MOHAMAD SUJAI F14103038 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SENSITIVITAS CURAH HUJAN DI JAWA BARAT TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI SEKITARNYA MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL REMO YANUAR MURIANTO

SENSITIVITAS CURAH HUJAN DI JAWA BARAT TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI SEKITARNYA MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL REMO YANUAR MURIANTO SENSITIVITAS CURAH HUJAN DI JAWA BARAT TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI SEKITARNYA MENGGUNAKAN MODEL IKLIM REGIONAL REMO YANUAR MURIANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

EVALUASI PARAMETER PEMUTUAN BUAH STROBERI (Fragaria chiloensis L.) MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA. Oleh: EMMA PRASETYANI F

EVALUASI PARAMETER PEMUTUAN BUAH STROBERI (Fragaria chiloensis L.) MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA. Oleh: EMMA PRASETYANI F EVALUASI PARAMETER PEMUTUAN BUAH STROBERI (Fragaria chiloensis L.) MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA Oleh: EMMA PRASETYANI F14104068 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MEMPELAJARI NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA LAHAN BUDIDAYA CABAI DI LABORATORIUM LAPANG TERPADU UNIVERSITAS LAMPUNG. Oleh ANDIKA GUSTAMA.

MEMPELAJARI NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA LAHAN BUDIDAYA CABAI DI LABORATORIUM LAPANG TERPADU UNIVERSITAS LAMPUNG. Oleh ANDIKA GUSTAMA. MEMPELAJARI NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA LAHAN BUDIDAYA CABAI DI LABORATORIUM LAPANG TERPADU UNIVERSITAS LAMPUNG Oleh ANDIKA GUSTAMA Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b a Jurusan Fisika FMIPA Universitas Tanjungpura Pontianak b Program Studi

Lebih terperinci