BAB II KAJIAN PUSTAKA. makrofag tubuh inangnya. M.tuberculosis merupakan bakteri tahan asam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. makrofag tubuh inangnya. M.tuberculosis merupakan bakteri tahan asam"

Transkripsi

1 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mycobacterium tuberculosis Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) adalah bakteri patogen intraseluler yang tumbuh lambat dan bisa bertahan hidup di dalam makrofag tubuh inangnya. M.tuberculosis merupakan bakteri tahan asam dengan dinding sel mengandung asam mikolik hidropobik dan komponen ini sekitar 50% dari berat kering M.tuberculosis tersebut. Oleh karena lapisan asam mikolik tersebut, masuknya nutrisi ke dalam sel menjadi terganggu sehingga menyebabkan pertumbuhan M.tuberculosis menjadi lambat. Namun hal ini juga menyebabkan ketahanan kuman M.tuberculosis terhadap enzim lisosom menjadi tinggi (Brennan dan Nikaido, 1995). Asam mikolik didistribusikan sebagai lapisan tebal penyusun dinding sel bakteri, sedangkan lapisan internal dari mikobakterium sebagian besar mengandung arabinogalactan, phosphalidyl-myo-inositol mannosides (PIMs), dan peptidoglycans. Di luar lapisan asam mikolik, komponen biomolekul mengandung mannose lain penyusun dinding mikobakterium yaitu mannose-capped lipoarabinomannan (Man-LAM), Lipomannan (LM) dan Mannoglycoproteins (Torrelles dan Schlesinger, 2010). Mannan dan arabinomannan ada pada permukaan sel dan membentuk kapsul luar mikobakterium. Man-LAM, LM dan PIMs termasuk mannosyl phosphatidyl-myo-inositol (MPI) merupakan struktur utama membran plasma (Briken et al., 2004).

2 11 Man-LAM adalah bagian mannans terdapat berlimpah pada permukaan sel, merupakan faktor virulens penting dari M.tuberculosis. Man- LAM adalah lipoglikan heterogen dengan karakteristik struktur tripartite inti karbohidrat, MPI, dan beberapa motif mannose-capping (Kleinnijenhuis et al, 2011). Uncapped LAM ditemukan pada M.chelonae, dijumpai pada pertumbuhan lambat dari mikobakterial termasuk juga M.tuberculosis, M.bovis BCG, M.avium dan M.kansasii. Phospho-myo-inositol caps (PILAM) teridentifikasi pada pertumbuhan cepat dari M.smegmatis. PILAM umumnya dianggap sebagai molekul proinflamasi yang menstimuli produksi TNF dan IL- 12, sedangkan Man-LAM disamping sebagai molekul anti-inflamasi dan tidak memicu produksi sitokin proinflamasi tetapi lebih menstimulasi produksi IL-10 serta menghambat produksi TNF dan IL-12 oleh sel dendritik atau monosit (cell line) (Nigou et al., 2001). Gambar 2.1 Struktur dinding Mycobacterium tuberculosis. Gambar ini menunjukkan secara skematik komponen utama dinding sel dan distribusi masing-masing komponen. Lapisan dalam mengandung peptidoglikan yang berikatan dengan lapisan arabinogalactan. Membran luar mengandung asam mikolik, glycolipids like (mannose-capped) lipomannan, dan mannoglycoproteins ((Kleinnijenhuis et al., 2011).

3 Tahap pengenalan Mycobacterium tuberculosis Interaksi antara M.tuberculosis dengan sel tubuh sangat kompleks walaupun penelitian yang sangat mendalam dan lama telah dilakukan, namun belum sepenuhnya dapat diungkap. Pada tahap ini difokuskan pada PRRs dalam pengenalan PAMPs spesifik dari mikobakterium, menginduksi sinyal intraseluler untuk memproduksi sitokin dan menginisiasi respons imun adaptif. Secara skematik dijelaskan dalam Gambar 2.2. Reseptor host bagian utama yang ikut terlibat dalam phagositosis bakteri daripada complement receptors dan scavenger receptors (Kleinnijenhuis et al., 2011). Gambar 2.2 Pola reseptor pengenal dalam mengenali mikobakterium dan downstream signalling pathways Mikobakterium dapat dikenali melalui pattern recognition receptors (PRRs) yang berbeda-beda pada host. Reseptor intraseluler maupun ekstraseluler keduanya ikut terlibat dalam proses ini. Setelah mengenali mikobakterium, kaskade sinyal intraseluler diaktivasi dengan ditunjukkannya aktivasi transkripsi NF- B. Setelah transkripsi, terjadi induksi produksi kemokin dan/sitokin proinflamasi dan antiinflamasi. Tipe kaskade sinyal yang terinduksi tergantung pada tipe PRR yang mengenali komponen M.tuberculosis (Kleinnijenhuis et al., 2011).

4 Toll-Like Receptors (TLR) Patogen seperti bakteri, virus, fungi dan protozoa mengekspresikan seperangkat molekul yang bersifat class-specific dan mutation resistant yang dinamakan PAMP (pathogen-associated molecular pattern). Sebaliknya sel tubuh yang terlibat dalam sistem immune natural (innate/nonspecific) dapat mengenali PAMP melalui motif PRR (pattern recognition receptor). Dikenal 3 macam anggota family PRR meliputi Toll-like receptor (TLR), NOD-like receptor (NLR) dan RIG-like receptor (RLR). Lokasi TLR berada pada membran sel (plasma) dan membran endosomal, sedangkan lokasi NLR dan RLR berada intraseluler (Ma at, 2009). Pada akhir abad ke-20, penelitian yang dilakukan oleh Toll menunjukkan bahwa ada reseptor yang sangat penting dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi jamur pada Drosophilia, yang hanya dimiliki oleh respon imun alamiah. Setahun kemudian, reseptor yang dijumpai oleh Toll mirip pada mamalia (sekarang dikenal sebagai TLR4) menunjukkan bahwa reseptor tersebut dapat menginduksi ekspresi gen yang berperan dalam respon inflamasi. Disamping itu ditemukan bahwa adanya point mutation gen TLR4, strain tikus tidak responsif terhadap LPS. Aktivasi imunitas alamiah (innate immunity) merupakan tahap yang penting dalam perkembangan antigen-specific acquired immunity (Takeda dan Akira, 2005). TLR didistribusikan pada berbagai jenis sel di dalam tubuh, seperti terlihat pada Tabel 2.1. Masing-masing TLR diekspresikan pada subset leukosit yang berlainan, serta setiap TLR mendeteksi atau mengenali PAMP yang berlainan pula.

5 14 Aktivitas TLR oleh PAMP spesifik membentuk signal lewat domain TIR guna menginduksi aktivasi NF- B dan ekspresi gen inflamatori untuk mengeleminasi infeksi. Domain TIR berikatan dengan 5 molekul adaptor, seperti MyD88, Mal (MyD88 adaptor-like)/tirap (TIR domain-containing adaptor protein), Trif (TIRdomain-containing adaptor inducing interferon-beta), TRAM (Trif-released adaptor molecule) dan SARM (SAM and ARM-containing protein) (Ma at., 2009). Reseptor membran TLR dibagi dalam 2 group: pertama, TLR1, TLR2, TLR4, TLR5, TLR6, TLR10, TLR11, TLR12 dan TLR13 merupakan tipikal TLR permukaan sel. Kedua, TLR3,TLR7 dan TLR9 dijumpai terutama pada membrane endosom. Secara filogenetik, TLR dibagi dalam 6 famili, yaitu TLR1, TLR3, TLR4, TLR5, TLR7 dan TLR11. TLR mengenali dan diaktivasi oleh berbagai macam PAMP, seperti DNA bakterial, LPS, peptidoglikan, asam teikhoat, flagellin, pilin, dsrna viral, dan zimosan fungi. Sebagai contoh: TLR2 mengenali peptidoglikan dan asam teikhoat dari bakteri Gram positif, sedangkan TLR4 mengenali lipopolisakarida (LPS) dari dinding sel bakteri Gram negatif. Aktivasi TLR tersebut memicu ekspresi berbagai sitokin seperti: IFN-, IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IL-16 dan TNF- (Pasare dan Medzhitov, 2005).

6 15 Tabel 2.1 Distribusi TLR pada berbagai tipe sel, ligan dan asal ligan (Ma at, 2009). Reseptor Tipe sel Ligan (PAMP) Asal ligan TLR1 Terdapat diberbagai sel Triasil lipopeptida Faktor terlarut Bakteri mikobakteria Neisseria TLR2 Sel dendritik, sel polimorfonuklear dan monosit TLR3 Sel dendritik, sel NK, sel epithelial dan sel endothelial TLR4 Makrofag, sel polimorfonuklear, sel dendritik, sel endothelial, tetapi tidak dijumpai pada limfosit TLR5 Monosit, sel dendritik immature, sel epithelial, sel NK dan sel T TLR6 Diekspresikan level tinggi pada sel B, dan level rendah pada monosit dan sel NK TLR7 TLR8 Sel B, sel dendritik prekursor plasmasitoid Monosit, diekspresikan level rendah pada sel NK dan sel T TLR9 Sel dendritik prekursor plasmasitoid, sel B, makrofag, sel polimorfonuklear, sel NK dan sel mikroglial. TLR10 Sel B, sel dendritik prekursor Heat Shock Protein 70 Peptidoglikan Lipoprotein/lipopeptida Virus hepatitis C (core dan protein NS3) dsrna Lipopolisakarida Protein envelope Taxol Flagellin Zymosan Asam lipoteikhoat Lipopeptida diasil ssrna Imidasoquinolin ssrna Imidasoquinolin DNA yang mengandung CpG Belum diketahui meningitides Inang Bakteri Gram positif Berbagai patogen virus hepatitis C Virus Bakteri Gram negatif Virus mouse mammarytumor Tumbuhan Bakteri Fungi Bakteri Gram positif Mikoplasma Virus Senyawa sintetik Virus Senyawa sintetik Bakteri, malaria dan virus Belum diketahui plasmasitoid TLR11 Belum diketahui Molekul profillin-like Toxoplasma gondii Respon imun alamiah setelah infeksi mikobakterial diperantarai oleh pengenalan komponen mikobakterial oleh PRR sehingga terjadi aktivasi beberapa TLR. Genom DNA dari strain Mycobacterium bovis, bacillus Calmette-Guerin (BCG), mempunyai kemampuan untuk meningkatkan aktivitas sel NK dan

7 16 menginduksi IFN tipe 1 pada sel limfa murine dan sel limfosit darah tepi manusia. Aktivitas imunostimulasi dari DNA mikobakterial ditunjukkan dengan adanya sekuens palindrom yaitu motif 5 -CG-3, yang sekarang disebut sebagai motif CpG dan dikenal dapat mengaktivasi TLR9 (Hemmi et al., 2000). Dinding sel mikobakterial mengandung beberapa lapisan glikolipid seperti lipoarabinomannan (LAM), lipomannan (LM), dan phosphatidyl-myo-inositol mannoside (PIM) dikenali oleh TLR2. Lipoprotein 19-kDa. M.tuberculosis juga mengaktivasi makrofag melalui TLR2. TLR 4 juga diperkirakan dapat mengenali komponen mikobakterial tersebut (Saiga et al., 2010). Secara invivo dijelaskan mekanisme pertahanan tubuh melalui signal yang dimediasi oleh TLR dengan menggunakan mencit defisiensi MyD88, komponen penting pada signal TLR. Mencit dengan defisiensi MyD88 sangat rentan dengan infeksi saluran pernafasan oleh kuman M.tuberculosis. Keadaan yang berbeda ditemukan bahwa mencit dengan defisiensi TLR menunjukkan kerentanan terhadap infeksi M.tuberculosis tidak sehebat dibandingkan dengan defisiensi MyD88. Kerentanan mencit dengan defisiensi TLR2 terhadap M.tuberculosis bervariasi dari beberapa penelitian yang berbeda, sedangkan mencit dengan defisensi TLR4 tidak menunjukkan kerentanan yang tinggi terhadap infeksi M.tuberculosis. Laporan menyebutkan bahwa mencit defisiensi TLR9 rentan terhadap infeksi M.tuberculosis dan lebih rentan lagi jika mencit yang defisiensi pada TLR2 dan TLR9. Penemuan ini mengindikasikan bahwa berbagai macam TLR berperan dalam tahap pengenalan mikobakterium. Laporan terbaru menyebutkan bahwa mencit yang defisiensi TLR2/TLR4/TLR9 menunjukkan kelainan phenotype yang

8 17 lebih ringan dibandingkan dengan mencit yang defisiensi MyD88. Perlu studi lebih lanjut apakah hanya TLR atau ada molekul lain selain TLR dalam aktivasi MyD88 untuk mediasi respon imun alamiah terhadap infeksi M.tuberculosis. TLR/MyD88 merupakan komponen independent dari imunitas alamiah yang terlibat dalam induksi respon imun adaptif selama infeksi M.tuberculosis (Saiga et al., 2010). Gambar 2.3 Pengenalan M.tuberculosis oleh Toll-like receptors TLR2 mengenali beberapa komponen derivat M.tuberculosis. TLR9 mengenali DNA mikobakterial termasuk motif CpG di dalam endosom. Pengenalan mikobakterial yang TLR-dependent ini menginduksi aktivasi signaling pathways melalui molekul adaptor MyD88 dengan menunjukkan aktivasi ekspresi gen (Saiga et al., 2010). MyD88 berperan penting dalam aktivasi respons imun alamiah terhadap M.tuberculosis. Selanjutnya IL-1 receptor-associated kinases (IRAK), TNF receptor-associated factor (TRAF) 6, TGFβ-activated protein kinase 1 (TAK1) dan

9 18 mitogen-activated protein (MAP) kinase direkrut dalam kaskade signal dengan menunjukkan aktivasi dan translokasi inti dari faktor transkripsi seperti nuclear transcription factor (NF)- B (Takeda dan Akira, 2004). Keadaan ini menunjukkan transkripsi gen yang terlibat dalam aktivasi respon imun alamiah, terutama dalam produksi sitokin proinflamasi seperti TNF, IL-1β, dan IL-12 serta nitric oxide (NO) (Akira, 2003). TLR4 diaktivasi oleh heat shock protein 60/65, suatu protein yang disekresikan oleh berbagai spesies M.tuberculosis (Bulut et al., 2005). TLR9 mengenali unmethylated CpG motifs dalam DNA bakteri. Studi in vitro menunjukkan bahwa M. tuberculosis menginduksi pengeluaran IL-12 dalam sel dendritik tergantung dengan TLR9. Eksperimen in vivo menunjukkan bahwa ketika mencit diinfeksikan dengan M.tuberculosis dosis tinggi, mencit yang kekurangan TLR9 lebih cepat mati dibandingkan dengan mencit yang normal (Bafica et al., 2005). TLR8 dapat mengenali single-stranded RNA (ssrna) virus RNA. Hal yang menarik diungkapkan oleh Davila dkk pada tahun 2008, yaitu terjadi peningkatan ekspresi protein TLR8 dalam makrofag setelah diinfeksikan dengan BCG (Davila et al., 2008). Sampai sekarang hanya penelitian ini yang mengemukakan peran penting TLR8, namun bagaimana mekanisme TLR8 mengenali M.tuberculosis dan signal intraselulernya masih belum jelas.

10 NOD Like Receptors NOD like receptors (NLRs) merupakan keluarga dari protein yang sangat mirip dengan keluarga protein plant R (resistance), yang mempunyai peran penting dalam pertahanan terhadap patogen pada tumbuhan. Keluarga NLR pada mamalia mengandung lebih dari 20 anggota dengan struktur yang sederhana. Inti molekul tersebut dibentuk oleh nucleotide-binding domain, yang diberi nama NACHT, NAIP, CIITA, HET-E, dan TP-1 (Shi et al., 2003) atau NOD (nucleotide oligomerization domain). Bagian C-terminal mengandung ulangan seri kaya leucin, yang lebih dahulu mengenali PAMPs dari patogen dan mengawali aktivasi molekul. Bagian N-terminal molekul mengandung bagian efektor dari CARD (caspase activation and recruitment domain), PYRIN, atau BIR (baculovirus inhibitor of apoptosis repeat domain) (Proell et al., 2008). NLR yang mengandung CARD seperti misalnya NOD1 dan NOD2 terlebih dahulu membentuk oligomer dan kemudian merekrut receptor-interacting protein 2 (RIP2) (atau CARD containing kinase-rick), melalui interaksi CARD-CARD sehingga menunjukkan pengerahan NF- B (Dufner et al., 2006). NOD2 adalah reseptor intraseluler yang memediasi rangsangan produksi sitokin proinflamasi dari infeksi M.tuberculosis. NOD2 merupakan reseptor untuk peptidoglikan bakteri. Mencit dengan defisiensi NOD2 menunjukkan gangguan produksi sitokin proinflamasi dan nitric oxide ketika diinfeksikan dengan M.tuberculosis. Namun kerentanan mencit dengan defisiensi NOD2 terhadap infeksi M.tuberculosis masih bervariasi (Divangahi et al., 2008).

11 C-Type Lectins C-type lectins merupakan keluarga PRR yang terlibat dalam pengenalan struktur polisakarida dari patogen. Mannose Receptor (MR, CD206) terdiri dari 8 rantai bagian pengenal karbohidrat dan satu bagian yang kaya cystein. MR banyak diekspresikan pada makrofag alveolar. Rangsangan mikobakterium melalui MR menyebabkan produksi sitokin anti-inflamasi seperti IL-4 dan IL-13, menghambat produksi IL-12, dan kegagalan mengaktivasi respon oksidatif. Man-LAM dan komponen utama lain dari dinding sel M.tuberculosis seperti PIMs merupakan ligan alami mikobakterium untuk MR. Ikatan M.tuberculosis dengan MR dapat menginduksi fagositosis, namun fusi fagosom dengan lisosom terbatas (Kleinnijenhuis et al, 2011). Perbedaan level mannosylation antara strain M.tuberculosis bisa juga berpengaruh terhadap pengenalan oleh C-type lectins. Torrelles dan Schlesinger pada tahun 2010 menyebutkan bahwa perbedaan virulensi antara strain M.tuberculosis bisa berkaitan dengan ekspresi Man-LAM pada dinding sel (Torrelles dan Schlesinger, 2010) DC-SIGN Dendritic cell-specific intercellular adhesion molecule-3 grabbing nonintegrin (DC-SIGN, CD209) berperan penting dalam interaksi antara sel dendritik dengan M.tuberculosis. Reseptor ini terutama diekspresikan pada sel dendritik dalam bentuk sebagai PRR dan reseptor adesi, berperan dalam migrasi sel dendritik dan interaksi antara sel dendritik-sel T. Bagian pengenalan karbohidrat

12 21 dari DC-SIGN mengenali Man-LAM dan lipomannans. -glucan (bagian dominan polisakarida kapsul) juga sebagai ligan untuk DC-SIGN. Setelah mengenali struktur M.tuberculosis, DC-SIGN memacu respon imun anti-inflamasi dengan cara maturasi sel dendritik yang terinfeksi dan menginduksi produksi IL-10 (Kleinnijenhuis et al, 2011) Dectin-1 Dectin-1 merupakan reseptor yang terdiri dari bagian pengenalan karbohidrat ekstraseluler dan bagian ITAM intraseluler. Reseptor ini terutama diekspresikan pada makrofag, sel dendritik, netrofil, dan subset sel T. Dectin-1 terutama mengenali β-glucan yang terdapat pada patogen fungi, namun hal ini juga diperkirakan berperan penting dalam pengenalan M.tuberculosis (Kleinnijenhuis et al, 2011). Laporan terakhir dikemukakan bahwa dectin-1 berperan penting pada pengenalan M.tuberculosis dalam imunitas alamiah dan menginduksi respon Th1 dan Th17 (Van De Veerdonk et al., 2010).

13 22 Gambar 2.4 Pengenalan mikobakterium oleh pattern recognition receptors (PRRs) Beberapa PRR seperti NOD-like receptors dan C-type lectin receptors, memediasi pengenalan M.tuberculosis. NOD2, merupakan anggota NODlike receptors, mengenali N-glycolyl MDP di dalam sitoplasma sel M.tuberculosis. DC-SIGN dan dectin-1 merupakan anggota dari C-type lectin receptors, berperan pada pengenalan mikobakterium. Selain itu, Mincle menunjukkan pengenalan terhadap TDM (merupakan suatu glikolipid dari dinding sel mikobakterium) (Saiga et al., 2010). 2.3 Imunitas alamiah dan Pertahanan Tubuh Terhadap M. tuberculosis Tahap pertama dalam aktivasi pertahanan tubuh alamiah dimulai dengan pola pengenalan patogen. PAMPs dari M.tuberculosis dikenali oleh PRRs spesifik yang akan memacu produksi sitokin proinflamasi dan kemokin, fagositosis dan pembunuhan mikobakterium, dan mempresentasikan antigen (Kleinnijenhuis et al., 2011).

14 23 Setelah mikobakterium yang ada pada aerosol terhisap melalui udara pernafasan kemudian masuk ke paru, kuman ditangkap oleh makrofag yang ada dalam alveolar. Mikobakterium yang lolos dari pemecahan intraseluler oleh makrofag bisa berkembang biak dan menghancurkan makrofag, setelah pengeluaran kemokin yang dapat merangsang pergerakan monosit atau sel inflamasi lainnya ke paru. Sel inflamasi seperti monosit akan berdiferensiasi menjadi makrofag yang siap untuk memakan mikobakterium namun tidak menghancurkan kuman tersebut (Van Crevel et al., 2002). Pada tahap infeksi ini, mikobakterium berkembang secara logaritmik dan akumulasi produk makrofag dalam darah, namun terjadi kerusakan jaringan paru yang sedikit. Dua sampai tiga minggu setelah infeksi, terjadi perkembangan imunitas sel T dan timbul antigenspecific T lymphocyte, berproliferasi dalam lesi awal atau tuberkel, mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti interferon- (IFN ) yang akan mengaktivasi makrofag untuk membunuh mikobakterium intraseluler. Keadaan ini menyebabkan pertumbuhan mikobakterium terhenti dan granuloma pada lesi primer akan menghambat pertumbuhan mikobakterium ekstraseluler. Granuloma mengandung jaringan nekrotik kaseosa sentral, menimbulkan kavitas dan penyebaran secara aerogen kuman mikobakterium (Kleinnijenhuis et al., 2011). Makrofag adalah sel yang sangat penting dalam kejadian tersebut diatas, terlibat dalam proses pagositosis, membunuh kuman mikobakterium dan mengawali imunitas sel T adaptif. Fagositosis kuman mikobakterium melibatkan reseptor yang berbeda-beda seperti scavenger receptors, mannose receptor (MR), dan complement receptors. Proses fagosistosis bisa melibatkan uptake basil

15 24 mikobakterium setelah opsonisasi dengan faktor komplemen dan/ tanpa opsonisasi. Studi invitro menunjukkan bahwa hampir 80% pagositosis M.tuberculosis melalui opsonisasi komplemen diperantarai oleh complement receptor 3 (CR3). Proses pagositosis tanpa melalui opsonisasi penting pada inpeksi primer paru, karena faktor komplemen sebagian besar tidak ada pada daerah alveolar (Kleinnijenhuis et al., 2011). Makrofag dapat mengeliminasi mikobakterium melalui mekanisme yang berbeda seperti produksi oksigen rekatif dan nitrogen species, asidifikasi fagosom, dan fusi fagosom dengan lisosom (Van Crevel et al., 2002). Nasib mikobakterium intraseluler juga dipengaruhi oleh proses autofagi, merupakan proses seluler melalui komponen sitoplasma, termasuk organela dan patogen intraseluler, kemudian diasingkan dalam double-membrane-bound autophagosome dan dibawa ke lisosom untuk dihancurkan (Kundu dan Thompson, 2008). Aktivasi dari autofagi menunjukkan maturasi dari fagosom, peningkatan asidifikasi fagosom, dan peningkatan pembunuhan mikobakterium dalam makrofag (Gutierrez et al, 2004). Interaksi antara M.tuberculosis dengan sel sistem imun alamiah dan adaptif menghasilkan sekresi kemokin dan sitokin, yang paling penting yaitu TNF-, sitokin keluarga interleukin-1 (IL-1β, IL-18), IL-12, dan IFN. TNF penting dalam proses pembentukan granuloma, merupakan mekanisme penting dalam membatasi replikasi basil tuberkulosis. IFN mengaktivasi makrofag untuk membunuh dan membatasi pertumbuhan mikobakterium. IFN juga meningkatkan ekspresi molekul MHC klas II untuk meningkatkan presentasi antigen ke sel T.

16 25 IFN disekresikan oleh sel NK, sel T CD4+, dan sel T CD8+ pada pengeluaran IL- 12 dan IL-18 endogen oleh makrofag dan sel dendritik. Ditunjukkan bahwa individu yang mengalami defisiensi reseptor IFN atau IL-12 terjadi peningkatan kepekaan terhadap infeksi mikobakterium (Kleinnijenhuis et al., 2011). Beberapa subset makrofag telah diidentifikasi dengan berbagai peran penting masing-masing. Dua subset utama yaitu classical phenotype dan nonclassical/ alternative phenotype. Diferensiasi melalui jalur klasik diinduksi oleh produk mikroba atau IFN menghasilkan induksi efek antimikroba dan produksi sitokin proinflamasi seperti TNF, IL-1β, IL-12 (p40), dan IL-23 (Verreck et a.l, 2004; Verreck et al., 2006). Keadaan yang berbeda dijumpai pada subset makrofag nonclassical yaitu gangguan aktivitas antimikroba dan produksi IL-12. Subset ini memiliki kapasitas presentasi antigen yang jelek dan dapat menekan imunitas seluler dengan memproduksi IL-10 (Verreck et al., 2006). 2.4 Proses Fagositosis dan Fusi Fagolisosom Interaksi antara M.tuberculosis dengan berbagai reseptor menyebabkan terjadinya proses fagositosis. Proses fagositosis memiliki beberapa tahap, antara lain (Kaiser, 2002): a. Aktivasi Makrofag non aktif diaktivasi oleh berbagai mediator inflamasi seperti produk mikroba, protein komplemen, sitokin proinflamasi dan prostaglandin. Sebagai akibatnya makrofag memproduksi reseptor glikoprotein permukaan yang meningkatkan kemampuan mereka

17 26 menangkap dan mengenali mikroba. Komponen mikroba yang dideteksi oleh reseptor ini dapat berupa peptidoglikan, teichoic acid, lipopolisakarida dan mannose. Selain reseptor mereka juga meningkatkan metabolisme dan efek mikrobisidalnya dengan jalan meningkatkan produksi ATP, enzimenzim lisosom dan oksidan letal. b. Kemotaksis Kemotaksis adalah pergerakan sel fagosit karena adanya zat penarik (attractant) seperti bakteri (protein, kapsul, fragmen dinding sel, endotoksin), komplemen (C5a), kemokin (IL-8), produk fibrin, kinin dan fosfolipid dari sel inang yang rusak. c. Penangkapan (attachment) Proses penangkapan ini dapat terjadi melalui opsonisasi terlebih dahulu maupun tidak. Beberapa zat seperti peptidoglikan, teichoic acid, lipopolisakarida, mannan dan glukan pada dinding mikroba (yang tidak ditemukan pada sel manusia) dapat menyebabkan attachment tanpa opsonisasi. Sedangkan attachment mikroba melalui jalur opsonisasi dengan menggunakan antibodi IgG atau protein komplemen C3b dan C4b. Opsonisasi akan meningkatkan kemampuan attachment dari sel fagosit. d. Penelanan (ingestion) Begitu terjadi attachment, filamen aktin membentuk pseudopodia yang melingkupi kemudian menelan mikroba dan menempatkannya pada suatu fagosom. Di dalam fagosom terjadilah proses survival dari kuman ini. Inang memerlukan zat besi sebagai kofaktor untuk menimbulkan mekanisme

18 27 degradasi kuman yang terfagosit, sedangkan M.tuberculosis memerlukan zat besi untuk kelangsungan hidupnya. Sel inang mendapatkan zat besi yang dibutuhkan melalui transferrin receptor (TfR) yang membawa zat besi dari ekstraseluler sebagai transferin dan laktoferin. Kompleks ini kemudian dibawa dalam endosom awal tempat pelepasan zat besi dari reseptornya dalam suasana sedikit asam. M.tuberculosis membuat beberapa strategi agar kebutuhan zat besinya dapat terpenuhi. Yang paling penting adalah mencegah maturasi dari fagosom pada kondisi endosom awal sehingga kuman ini dapat mengakses langsung zat besi yang ada pada endosom tersebut. Strategi lain adalah memproduksi enzim siderophores yang memiliki afinitas tinggi terhadap zat besi intraseluler dan memindahkannya dari protein inang ke enzim mycobactin pada dinding selnya (Collins dan Kaufmann, 2001; Vergne et al., 2004; Ulrichs and Kaufmann, 2004). Fagosom yang mengandung mikroba selain M.tuberculosis akan meneruskan maturasinya sehingga menjadi semakin asam. Kondisi yang asam ini akan memicu terjadinya fusi dengan lisosom yang banyak mengandung enzim hidrolisa, disamping itu fagosom yang matur juga menghasilkan oksigen dan nitrogen reaktif yang fatal bagi mikroba. Dengan menghambat proses maturasi ini akan menyebabkan M.tuberculosis selamat dari degradasi oleh lisosom (Collins and Kaufmann, 2001; Vergne et al., 2004; Ulrichs dan Kaufmann, 2004). e. Destruksi

19 28 Sel fagosit memiliki kantung yang disebut lisosom dan mengandung berbagai enzim digestif, zat kimia mikrobisidal dan oksigen radikal yang toksik. Lisosom kemudian berfusi dengan fagosom mengakibatkan terjadinya destruksi mikroba. 2.5 Peranan Coronin-1 dalam menghambat fagositosis oleh makrofag Coronin-1 (Coronin-1a) merupakan anggota dari keluarga protein coronin terekspresi pada vertebrata. Pertama kali dilaporkan peranan Coronin-1 pada leukosit dalam mekanisme survival bakteri intraseluler M.tuberculosis. Walaupun banyak bakteri setelah mengalami internalisasi oleh makrofag maka secara cepat akan terjadi fusi antara fagosom dengan lisosom dan akhirnya akan terjadi destruksi bakteri tersebut. Berbeda dengan M.tuberculosis, setelah internalisasi mikobakteria secara aktif memblok fusi antara fagosom dengan lisosom (Pieters, 2008a). Coronin 1 (TACO, Tryptophan Aspartate containing Coat protein) merupakan molekul inang yang kemungkinan terlibat dalam blok fusi fagosom dengan lisosom, suatu protein ekslusif menjaga mikobakterial dalam fagosom. Coronin-1 yang terdapat pada makrofag tidak terinfeksi distribusinya hampir sama antara sitosol dan membran, kemudian secara special menjaga fagosom makrofag yang terinfeksi M.tuberculosis hidup, sedangkan pada makrofag dengan infeksi M.tuberculosis mati maka Coronin-1 pada tahap awal mengalami ko-internalisasi namun secara cepat mengalami disosiasi dari fagosom. Setelah terjadi disosiasi, fagosom yang tidak dilapisi coronin-1 mengalami fusi dengan atau matur dalam lisosom, akhirnya terjadi degradasi M. tuberculosis. Diperkirakan peran penting

20 29 coronin-1 dalam mencegah fusi fagosom yang mengandung mikobakteria dengan lisosom. Pada jaringan hati, mikobakteria secara efektif dapat dihancurkan dalam sel Kuffer, sedangkan makrofag yang terdapat dalam jaringan hati tidak mengekspresikan Coronin-1. Coronin-1 berperan dalam aktivasi Ca-dependent phosphatase calcineurin. Pada makrofag normal, setelah internalisasi mikobakteria maka fosfatase ini menjadi aktif sehingga memblok fusi fagosom dengan lisosom dengan mekanisme yang belum diketahui dengan pasti, sehingga meningkatkan survival M.tuberculosis dalam makrofag. Pada keadaan defisiensi coronin-1, tidak terjadi aktivasi calcineurin sehingga terjadi fusi fagosom dengan lisosom dan membunuh M.tuberculosis dalam makrofag (Pieters, 2008b; Constantoulakis et al., 2010). Gambar 2.5 Model aktivitas Coronin-1 dalam makrofag Pada keadaan makrofag istirahat, Coronin-1 (Coronin-1A) tersebar pada sitoplasma kortex sel. Pada saat masuknya patogen mikobakteria, Coronin-

21 30 1 dikerahkan untuk melindungi membran fagosom dan mengaktivasi calcineurin. Aktivasi calcineurin menyebabkan terjadinya blok fusi antara fagosom yang mengandung M.tuberculosis hidup dengan lisosom. Delesi Coronin-1 atau hambatan aktivitas calcineurin menyebabkan induksi fusi fagosom dengan lisosom dan akhirnya dapat membunuh M.tuberculosis (Pieter, 2008a). Kode gen Coronin-1A untuk protein tidak hanya mempunyai kemampuan untuk mengikat actin-associated proteins, tubulin dan phospholipase C, namun juga memiliki peran dalam beberapa proses seluler, termasuk kemotaksis, fagositosis, pembelahan sel, transduksi sinyal, apoptosis dan regulasi gen. Gen Coronin-1A secara selektif diekspresikan dalam sel limfosit, makrofag dan netrofil pada jaringan limfa dan thymus. Kemampuan Coronin-1A untuk mengikat bagian C-terminal dari protein P40 phox, yang membentuk subunit NADPH oxidase, sebagai mekanisme dimana aktivitas bakterisidal yang tergantung generasi superoksida bisa dibatasi pada vakuola fagositik. Coronin-1A diregulasi oleh protein phox melalui pengerahan protein kinase C ke fagosom dan kemudian terjadi fosforilasi P47 phox dan kompleks Coronin. Coronin terfosforilasi yang melarut dan pembuangan lapisan Coronin menyebabkan terjadi fusi fagosom dengan endosom. Kolesterol, epigallocatechin-3-galate (EGCG, komponen utama polipenol pada teh hijau), vitamin D3 + retinoic acid dan chenodeoxycholic acid + retinoic acid dapat meregulasi transkripsi gen Coronin-1A. Melalui receptor-ck-dependent signalling, kolesterol diketahui dapat meregulasi SREBP dan PPAR- transcriptional factor. EGCG sekarang diketahui bekerja melalui SP-1 transcription factors, dimana vitamin D + retinoic acid dan chenodeoxycholic acid + retinoic acid diketahui bekerja melalui VDR/RXR dan FXR/RXR heterodimers. Tahap ini menunjukkan

22 31 bagaimana kontrol epigenomik gen Coronin-1A berperan dalam evolusi fagosom mikobakterial (Kaul, 2008) 2.6 Diabetes Melitus (DM) Diabetes melitus (DM) atau hanya disebut diabetes saja adalah suatu penyakit kronis yang ditandai dengan kadar gula darah penderita di atas nilai normal. Penetapan kadar gula darah normal untuk manusia memakai acuan PERKENI tahun Diabetes melitus mempunyai karakteristik berupa defisiensi insulin dan atau fungsi/efek insulin yang terganggu, menyebabkan hiperglikemia, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, protein, yang berawal dari tidak timbul gejala dan bila berlanjut berakibat komplikasi kronik yang dapat menimbulkan kerusakan pada berbagai organ (Dobbins, 2002). Secara normal kadar glukosa darah dipertahankan sekitar 4,0-5,5 mmol/l yang merupakan konsentrasi optimal untuk fungsi otak yang baik. Glukosa yang ada pada darah diperoleh melalui pasokan karbohidrat saat makan bebarapa saat sebelumnya, selanjutnya dipertahankan oleh produksi glukosa oleh hepar. Sintesis glukosa oleh hepar melalui degradasi glikogen dan glukoneogenesis dari prekursor non karbohidrat seperti asam amino, asam laktat dan gliserol. Konstribusi relatif glikogenolisis dan glukoneogenesis hepar diregulasi oleh hormonal. Glukagon menstimulasi glikogenolisis secara cepat sehingga cadangan glikogen menjadi berkurang. Selain itu glukagon juga berperan pada stimulasi glukoneogenesis yang tergantung pada kemampuan glukoneogenik substrat. Adrenalin menstimulasi glikogenolisis dan secara langsung meningkatkan glukoneogenesis dengan cara

23 32 meningkatkan pengeluaran substrat perifer. Kortisol menstimulasi glukoneogenesis melalui peranan hepar secara langsung. Insulin menstimulasi jalur komsumsi glukosa dan menekan jalur produksi glukosa dalam hepar, yang pada akhirnya meningkatkan pengambilan glukosa pada jaringan perifer (Baker et al., 2006). Pada keadaan mengalami penyakit akut, produksi glukosa akan meningkat dan bersihan glukosa perifer akan menurun, sehingga menyebabkan peningkatan kadar glukosa plasma. Respon tersebut diperantari oleh adanya perubahan neurohormonal, produksi sitokin dan pengeluaran mediator lipid (McGuinness, 2005). Resistensi insulin pada stress akut ditunjukkan dengan adanya produksi sitokin dan inflamasi. Pada mencit yang diberikan sitokin IL-6 menunjukkan penurunan uptake glukosa otot skeletal yang distimulasi oleh insulin dan menekan produksi glukosa dalam hepar oleh aktivitas insulin. Pemberian IL-10 yang merupakan sitokin antiinflamasi mencegah defek induksi IL-6 dalam kerja dan aktivitas sinyal dari insulin (Kim et al., 2004). Pada tikus yang diberikan infus TNF- sebagai sitokin proinflamasi menunjukkan terjadi penurunan sensitivitas insulin dalam waktu 24 jam dan menginduksi resistensi insulin dalam waktu 4 hari (Ruan et al., 2002). Diagnsosis DM ditegakkan dengan kadar glukosa darah puasa 7,0 mmol/l (126 mg/dl) pada dua atau lebih keadaan atau gula darah acak 11.0 mmol/l (200 mg/dl) pada satu keadaan, ditambah dengan gejala diabetes pada umumnya ( Expert Committee on the Diangnosis and Classification of Diabetes Melitus, 2003) (Baker et al., 2006).

24 33 Berbagai klasifikasi DM telah banyak dikemukakan, seperti klasifikasi berdasarkan timbulnya beberapa gejala klinik dan klasifikasi berdasarkan umur pasien. Berdasarkan umur, DM dapat diklasifikasikan menjadi juvenile-onset (kejadian yang dimulai pada anak) dan adult-onset (kejadian yang dimulai setelah dewasa). Berdasarkan tipe ketergantungan terhadap insulin, DM dapat dibagi menjadi insulin-dependent (ketergantungan insulin) dan non-insulin-dependent (tidak ketergantungan insulin) (Masharani et al., 2004). Klasifikasi DM dan katagori yang lain dari regulasi glukosa menurut American Diabetes Association (ADA), 2015 dapat dibagi mejadi: a. DM tipe 1, disebabkan karena terjadi kerusakan sel beta pankreas, biasanya ditandai dengan defisiensi absolut insulin, b. DM tipe 2, merupakan peralihan antara insulin resisten dengan defisiensi insulin relatif terutama defek sekresi insulin dengan insulin resisten c. Gestational diabetes melitus (GDM), diabetes melitus didiagnosis pada saat trimester kedua atau ke tiga kehamilan d. Tipe diabetes spesifik yang terjadi oleh penyebab lain: monogenic diabetes syndromes (seperti neonatal diabetes dan maturity-onset diabetes of the young [MODY]), penyakit kelenjar eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan diabetes yang diinduksi oleh obat atau zat kimia (pengobatan HIV/AIDS atau setelah trasnplantasi organ). DM tipe 1 terjadi lebih sering pada usia muda, namun dapat terjadi pada usia dewasa non obese. Keadaan ini disebabkan oleh kekurangan produksi insulin diikuti dengan plasma glukagon yang tinggi dan keadaan ini dipicu oleh kegagalan

25 34 sel beta pankreas. DM tipe 1 lebih dari 95% disebabkan oleh proses autoimun dan 5% karena destruksi sel beta pancreas yang idiopatik (Masharani et al., 2004). Sebagian besar DM yang terjadi merupakan DM tipe 2 (perkeni, 2011). DM tipe 2 ini sering juga disebut adult onset atau non insulin dependent diabetes melitus. Hal ini terjadi karena resistensi insulin yaitu suatu kondisi dimana tubuh gagal memakai cukup insulin atau tidak mampu mempergunakan insulin dengan baik, dan ditambang dengan defisiensi insulin secara relatif. Defisiensi insulin secara relatif adalah suatu keadaan tubuh memproduksi insulin tetapi tidak cukup mengubah makanan/glukosa menjadi energi oleh karena kegemukan (ADA, 2015). Peningkatan risiko tuberkulosis paru aktif pada penderita diabetes melitus (DM) diperkirakan akibat dari adanya gangguan sistem imun yang ada pada penderita DM, peningkatan daya lekat kuman Mycobacterium tuberculosis pada sel penderita DM, adanya komplikasi mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati, dan banyaknya intervensi medis pada pasien tersebut (Wulandari dan Sugiri, 2013). 2.7 Disfungsi imunologi pada penderita diabetes melitus Kemungkinan penyebab meningkatnya insiden tuberkulosis paru pada penderita diabetes bisa disebabkan karena defek pada mekanisme pertahanan tubuh penderita dan gangguan fungsi sel imun. Respon imun yang paling berperan yaitu sistem imun seluler. Derajat hiperglikemia juga mempengaruhi fungsi mikrobisidal dari makrofag, yaitu pada kadar gula darah > 200 mg/dl secara signifikan dapat menekan fungsi pembersihan sel respirasi. Pada penderita diabetes yang terkontrol buruk, dengan kadar haemoglobin yang terglikosilasi tinggi, sering diikuti dengan

26 35 kejadian tuberkulosis yang sangat parah dan bahkan berakhir dengan kematian yang cukup tinggi (Guptan and Shah, 2000). Tabel 2.2 Defek imunologi dan fungsi fisiologis paru pada penderita diabetes melitus (Guptan and Shah, 2000) Abnormalitas imunologi pada diabetes Disfungsi fisiologi paru pada diabetes mellitus mellitus Abnormal kemotaksis, adherence, fagositosis Penurunan reaktivitas bronchial dan fungsi mikrobisidal sel PMN Penurunan monosit darah tepi dengan Penurunan elastic recoil dan volume paru gangguan fagositosis Transformasi blast yang buruk dari limfosit Fungsi opsonin C3 terganggu Penurunan kapasitas difusi Sekresi mucus yang berlebihan pada jalan nafas Penurunan respon pernafasan terhadap hipoksemia Pasien pneumonia yang didapatkan dari rumah sakit yang memiliki kadar glukosa darah > 11 mmol/l memiliki risiko kematian dan komplikasi yang tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki kadar glukosa darah 11 mmol/l. Peningkatan kadar glukosa darah sebanyak 1 mmol/l berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya komplikasi sebanyak 3% (McAlister et al., 2005). Ditemukan bahwa sekitar 50% pasien rawat inap dengan penyakit paru obstruktif kronis eksaserbasi akut memiliki kadar glukosa darah 7.0 mmol/l (Baker et al., 2006). Pada daerah paru yang mengandung udara dilapisi oleh cairan tipis (cairan permukaan saluran nafas) dengan volume dan konsentrasinya diatur dengan seimbang sebagai mekanisme pertahanan paru. Penelitian pada binatang menyebutkan bahwa konsentrasi glukosa pada cairan permukaan saluran nafas 3-20 kali lebih rendah dibandingkan dengan di plasma. Glukosa tidak terdeteksi pada cairan hidung individu sehat yang diperiksa menggunakan alat stick glukosa. Cairan

27 36 saluran nafas bawah individu normal mengandung glukosa sekitar 0,4 mmol/l (Baker et al., 2006). Peningkatan glukosa pada saluran nafas terjadi ketika glukosa darah meningkat. Kadar glukosa cairan hidung sekitar 1-9 mmol/l pada pasien yang menderita diabetes melitus dan sekitar 1-11 mmol/l dalam aspirat bronkial pada pasien yang dirawat di ICU dengan stress hiperglikemia. Konsentrasi glukosa saluran nafas meningkat ketika terjadi inflamasi pada epitel saluran nafas (Philips et al., 2003). Glukosa pada sekresi saluran nafas dapat mempercepat infeksi saluran nafas melalui efek langsung pertumbuhan bakteri. Bakteri memecah sakarida menjadi substrat reaksi katabolik dalam menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan gugus karbon (C) untuk biosintesis materi seluler yang baru. Perubahan komposisi nutrisi lingkungan dari saluran nafas bisa menimbulkan perubahan ekspresi gen bakteri yang menimbulkan perubahan virulensi kuman. Kuman patogen pada epitel saluran nafas mengekspresikan sitokin proinflamasi seperti IL-6, IL-8 dan TNF- yang lebih lanjut dapat menimbulkan peningkatan glukosa saluran nafas, peningkatan inflamasi dan beratnya penyakit (Baker et al., 2006). Studi pada tikus DM tipe 1 yang diinduksi dengan alloxan menunjukkan bahwa netrofil dan makrofag alveolar mengalami gangguan dalam reaksi pengeluaran sitokin dan fagositosis, namun dengan pemberian insulin dapat memulihkan sebagian dari keadaan tersebut. Penemuan utama pada diabetes kronis yaitu pengaruhnya pada respon imun terhadap mikobakterium dengan memperlambat respon imun alamiah sel yang memediasi produksi interferon-. Efek ini disebabkan karena gangguan respon inflamasi cepat oleh makrofag

28 37 alveolar yang terinfeksi, saat migrasi sel dendritik dari paru ke limfonodi lokal (Knapp, 2012). TNF-, Interferon- dan IL-1β merupakan sitokin inflamasi yang penting. Beberapa studi klinis telah meneliti kadar sitokin serum pada penderita diabetes. Kadar IL-1 dan IFN- serum yang tinggi ditemukan pada penderita diabetes tipe 1 tanpa ketoasidosis yang baru terdiagnosis. Ekspresi mrna TNF-, IFN- dan IL-1β relatif lebih tinggi tujuh hari setelah infeksi tuberkulosis, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan respon inflamasi pada paru, dan mungkin dapat menjelaskan terbentuknya granuloma besar pada mencit dengan DM tipe 1. Pada tikus dengan DM tipe 1 tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna pada proses fagositosis basil tuberkel dibandingkan dengan tikus normal. Makrofag alveolar tikus diabetes memproduksi lebih sedikit NO (nitric oxide) dibandingkan dengan tikus normal. NO merupakan zat antituberkulosis yang disintesis oleh inducible NO synthase dalam makrofag. Makrofag alveolar dari tikus diabetes tidak mampu memproduksi NO secara sempurna melalui rangsangan oleh basil tuberkel. Hal ini sangat penting untuk memeriksa kadar insulin darah pada tikus diabetes karena gangguan dari insulin menyebabkan terjadinya hiperglikemi, yang akhirnya menyebabkan pertumbuhan kuman M.tuberculosis. Mencit diabetes tipe 1 dengan infeksi M.tuberculosis yang diterapi dengan insulin subkutan setiap hari, kadar glukosa darah akan menurun dan jumlah coloni forming unit pada paru dan limfa yang terinfeksi secara signifikan mengalami penurunan. Jadi sangat penting untuk menjaga kadar glukosa darah dalam batas normal untuk mencegah infeksi M.tuberculosis yang lebih parah (Sugawara dan Mizuno, 2008).

29 38 Pada kasus gagal nafas akut, hiperglikemia dapat menimbulkan efek imunomodulator dengan ditandai dengan meningkatnya produksi sitokin antiinflamasi seperti IL-10, yang dapat mengakibatkan disfungsi mitokondria, dan gangguan fungsi netrofil sehingga menurunkan aktivitas bakterisidal intraseluler, aktivitas opsonisasi, dan imunitas alami. Namun pada penemuan yang lain disebutkan bahwa hiperglikemia dapat meningkatkan respon inflamasi dengan meningkatkan produksi sitokin proinflamasi seperti TNF-, IL-1β, IL-6, IL-8, dan IL-18; peningkatan leukocyte adhesion molecule; induksi nuclear factor- B; dan meningkatkan status prokoagulan. Hiperglikemia juga dapat meningkatkan produksi stress oksidatif yang dapat menimbulkan kerusakan oksidatif pada gagal nafas akut (Honiden and Gong, 2009). Keadaan hiperglikemia dapat memacu pembentukan advanced glycation end products (AGE), yang sekarang dikenal berperan dalam proses inflamasi dan disfungsi endotel. Interaksi antara AGE dan reseptornya (RAGE) berperan dalam perkembangan terbentuknya fibrosis paru pada kerusakan paru oleh bleomycin yang merupakan suatu endotoksin yang menginduksi kerusakan paru akut, serta memodulasi terjadinya syok septik. Kadar RAGE yang tinggi dalam sirkulasi berhubungan dengan derajat kerusakan paru dan dampak klinis dari penderita tersebut (Honiden and Gong, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini

BAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus (DM) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh banyak faktor dengan gejala

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS MN / PMN LPS. NLRP3 ASC Adaptor protein OLIGOMERASI INFLAMMASOME. IL-1β SEPSIS SURVIVAL BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konseptual dan Hipotesis LPS CD14 TLR 4 TRAF poliubikuitinisa IKK MN / PMN LPS EKSTRA SEL SITOSOL Degradasi IKB NFƙB aktif Migrasi ke dalam nukleus NLRP3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kim et al., 2009). Tuberkulosis pada umumnya terjadi di paru-paru

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO

MEKANISME FAGOSITOSIS. oleh: DAVID CHRISTIANTO MEKANISME FAGOSITOSIS oleh: DAVID CHRISTIANTO 136070100011013 PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 1 DAFTAR ISI SAMPUL... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB) yang resisten terhadap dua Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB) yang resisten terhadap dua Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR-TB) MDR-TB merupakan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap dua Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) adalah merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN BAB 10 RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN 10.1. PENDAHULUAN Virus, bakteri, parasit, dan fungi, masing-masing menggunakan strategi yang berbeda untuk mengembangkan dirinya dalam hospes dan akibatnya

Lebih terperinci

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

7.2 CIRI UMUM SITOKIN BAB 7 SITOKIN 7.1 PENDAHULUAN Defnisi: Sitokin adalah senyawa protein, dengan berat molekul kira-kira 8-80 kda, yang merupakan mediator larut fase efektor imun natural dan adaptif. Nama dari sitokin bermacam-macam

Lebih terperinci

Respon imun adaptif : Respon humoral

Respon imun adaptif : Respon humoral Respon imun adaptif : Respon humoral Respon humoral dimediasi oleh antibodi yang disekresikan oleh sel plasma 3 cara antibodi untuk memproteksi tubuh : Netralisasi Opsonisasi Aktivasi komplemen 1 Dua cara

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Pemberian asam lemak trans dosis 5 % dan 10 % selama 8 minggu dapat

BAB VI PEMBAHASAN. Pemberian asam lemak trans dosis 5 % dan 10 % selama 8 minggu dapat BAB VI PEMBAHASAN Pemberian asam lemak trans dosis 5 % dan 10 % selama 8 minggu dapat menyebabkan perlemakan hati non alkohol yang ditandai dengan steatosis hati, inflamasi dan degenerasi ballooning hepatosit

Lebih terperinci

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik Tahapan Respon Sistem Imun 1. Deteksi dan mengenali benda asing 2. Komunikasi dengan sel lain untuk merespon 3. Rekruitmen bantuan dan koordinasi respon 4. Destruksi atau supresi penginvasi Respon Imune

Lebih terperinci

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut TUGAS IMUNOLOGI DASAR TUGAS I : CELLS AND TISSUE IN THE IMMUNE SYSTEM 1 Sebutkan jaringan dan sel yang terlibat dalam system imun Jaringan yang terlibat dalam system imun adalah : a. Primer Bone Marrow

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi salah satu masalah kesehatan dunia, dimana 2-3 milyar penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi TB (World Health Organization, 2015).

Lebih terperinci

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan.

ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. Hasil dari perhitungan rumus di atas diperoleh nilai minimal 3 kali ulangan pada tiap perlakuan. Pada penelitian ini dilakuan sebanyak 6 kali ulangan. 3.6. Analisis Data Data-data yang diperoleh adalah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. orang pada tahun 2030 (Patel et al., 2012). World Health Organization (WHO)

BAB I. PENDAHULUAN. orang pada tahun 2030 (Patel et al., 2012). World Health Organization (WHO) BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit dengan insidensi yang cukup tinggi di masyarakat. Saat ini diperkirakan 170 juta orang di dunia menderita DM dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh dari formula ekstrak herbal terhadap sistem imunitas tubuh ayam dapat diperoleh dengan melihat aktivitas dan kapasitas makrofag peritoneum ayam yang telah ditantang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan pendukung gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

Migrasi Lekosit dan Inflamasi Migrasi Lekosit dan Inflamasi Sistem kekebalan bergantung pada sirkulasi terusmenerus leukosit melalui tubuh Untuk Respon kekebalan bawaan - berbagai limfosit, granulosit, dan monosit dapat merespon Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 tahun ini bertambah 2 kali lipat. Penderita DM mempunyai resiko terhadap penyakit kardiovaskular 2 sampai 5

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah berhasil mencapai target

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah (Ruan, et al., 2013). Hiperglikemia tidak hanya meningkatkan resiko

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah (Ruan, et al., 2013). Hiperglikemia tidak hanya meningkatkan resiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronik yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia akibat gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK SEL SISTEM IMUN SPESIFIK Diana Holidah Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember Components of the Immune System Nonspecific Specific Humoral Cellular Humoral Cellular complement,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1) DM tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Adanya kerusakan sel β pancreas akibat autoimun yang umumnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1) DM tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Adanya kerusakan sel β pancreas akibat autoimun yang umumnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Mellitus Diabetes mellitus adalah suatu kelompok berbagai macam kelainan yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah. 14 Gejala khasnya adalah poliuri, polifagi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti pipa air melengkung (syphon). Diabetes dinyatakan sebagai keadaan di mana terjadi produksi urin

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, diabetes melitus merupakan permasalahan yang harus diperhatikan karena jumlahnya yang terus bertambah. Di Indonesia, jumlah penduduk dengan diabetes melitus

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan peranan penting dalam beberapa sistem biologis manusia. Diketahui bahwa endothelium-derived

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. dipanaskan selama 24 jam sampai terbentuk filtrat jernih, filtrat yang

BAB VI PEMBAHASAN. dipanaskan selama 24 jam sampai terbentuk filtrat jernih, filtrat yang BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Ekstraksi Bawang putih (Allium sativum) Dua ratus delapan gram bubuk bawang putih kering diekstraksi menggunakan metode sokletasi dengan pelarut ethanol 80% yang dipanaskan selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di zaman modern sekarang ini banyak hal yang memang dibuat untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, termasuk makanan instan yang siap saji. Kemudahan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium

BAB 5 PEMBAHASAN. Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium 49 BAB 5 PEMBAHASAN Mencit yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari Laboratorium Biokimia Universitas Muhammdiyah Jogjakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24 ekor, di mana tiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan RI, rerata prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari 1,1 pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing

BAB V PEMBAHASAN. Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing BAB V PEMBAHASAN Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing kelompok dapat dilihat pada tabel 11. Peningkatan kadar glukosa darah ini dikarenakan pemberian STZ yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular utama di sebagian wilayah Indonesia seperti di Maluku Utara, Papua Barat, dan Sumatera Utara. World Malaria Report - 2008,

Lebih terperinci

Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition

Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition 0 Imunitas Innate dan Adaptif pada Kulit Adapted from Fitzpatrick s Dermatology in General Medicine, 8th Edition Penerjemah : Oki Suwarsa Reyshiani Johan ISBN : Halaman dan Ukuran Buku : 1-40; 18,2x25,7

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga 54 BAB VI PEMBAHASAN Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga berperan sebagai Immunological recovery pada saat memulai terapi ARV sehingga dapat memaksimalkan respon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Patofisiologi stroke non hemoragik Kerusakan otak pada stroke non hemoragik diakibatkan oleh neuron yang mengalami iskemik. Daerah lesi jaringan otak pada serangan stroke non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem imun berfungsi dalam mempertahankan kondisi tubuh terhadap benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus dan parasit. Sistem

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM.

BAB VI PEMBAHASAN. salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM. 73 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Uji pendahuluan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun salam dapat menurunkan ekspresi kolagen mesangial tikus Sprague dawley DM. Agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak sakit kritis Penyakit kritis merupakan suatu keadaan sakit yang membutuhkan dukungan terhadap kegagalan fungsi organ vital yang dapat menyebabkan kematian, dapat berupa

Lebih terperinci

KOMPLEMEN. Tabel 1 : Protein Sistem Komplemen Kaskade klasik Kaskade lektin Kaskade alternatif Kaskade lisis Protein fungsional: Clqrs C2 C3 C4

KOMPLEMEN. Tabel 1 : Protein Sistem Komplemen Kaskade klasik Kaskade lektin Kaskade alternatif Kaskade lisis Protein fungsional: Clqrs C2 C3 C4 BAB 6 KOMPLEMEN 6.1. PENDAHULUAN Definisi: Komplemen, adalah senyawa yang mampu melisis sel yang diselimuti Ab, labil panas (rusak, jika dipanaskan pada suhu 56 C, selama 30 menit). Protein Sistem Komplemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hiperglikemia merupakan manifestasi penyakit diabetes mellitus (DM). Pada saat ini prevalensinya makin meningkat di negara maju. Penyakit ini menempati peringkat empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. STZ merupakan bahan toksik yang dapat merusak sel ß pankreas secara langsung.

BAB V PEMBAHASAN. STZ merupakan bahan toksik yang dapat merusak sel ß pankreas secara langsung. BAB V PEMBAHASAN STZ merupakan bahan toksik yang dapat merusak sel ß pankreas secara langsung. Mekanisme diabetogenik STZ adalah alkilasi DNA oleh STZ melalui gugus nitroourea yang mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global,

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global, BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global, jumlah penderita DM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan didapat terutama di paru atau berbagai organ tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin pesat secara tidak langsung telah menyebabkan terjadinya pergeseran pola hidup di masyarakat. Kemajuan teknologi dan industri secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di masyarakat. Sepsis menjadi salah satu dari sepuluh penyebab kematian terbesar di dunia. Diagnosis

Lebih terperinci

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM Pengertian Sistem Pertahanan Tubuh Pertahanan tubuh adalah seluruh sistem/ mekanisme untuk mencegah dan melawan gangguan tubuh (fisik, kimia, mikroorg) Imunitas Daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. seluruhnya berjumlah 270 dengan 9 penderita diantaranya memiliki penyakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. seluruhnya berjumlah 270 dengan 9 penderita diantaranya memiliki penyakit BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional. Subyek penelitian adalah pasien rawat jalan yang memiliki penyakit infeksi bakteri pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamatory bowel disease (IBD) mewakili suatu kondisi inflamasi kronik usus yang idiopatik. IBD terdiri atas dua jenis penyakit, yaitu Crohn's disease (CD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan perhatian khusus dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), terutama di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, banyak penyakit yang diakibatkan oleh gaya hidup yang buruk dan tidak teratur. Salah satunya adalah diabetes melitus. Menurut data WHO tahun 2014, 347 juta

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan perkembangan teknologi sangat mempengaruhi gaya hidup masyarakat, salah satu dampak negatifnya ialah munculnya berbagai penyakit degeneratif seperti Diabetes

Lebih terperinci

PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA

PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA Secretory Leukocyte Protease Inhibitor (SLPI) MENURUNKAN ESKPRESI IL-1β MELALUI PENGHAMBATAN EKSPRESI SELULER NF-Kβ PADA PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA Rattus Novergicus ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. karbohidrat, lemak dan protein. Diabetes Mellitus terjadi akibat keterbatasan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. karbohidrat, lemak dan protein. Diabetes Mellitus terjadi akibat keterbatasan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) adalah sindroma gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Diabetes Mellitus terjadi akibat keterbatasan insulin dan menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dikenal masyarakat Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang terkandung seperti polisakarida,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan

Lebih terperinci

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS INFEKSI VIRUS Port d entree Siklus replikasi virus Penyebaran virus didalam tubuh Respon sel terhadap infeksi Virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tantangan dalam bidang kesehatan di beberapa negara (Chen et al., 2011). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes tipe 2 merupakan kelainan heterogen yang ditandai dengan menurunnya kerja insulin secara progresif (resistensi insulin), yang diikuti dengan ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci