Ringkasan Eksekutif PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH... 4 PEMBANGUNAN DAERAH DAN PENINGKATAN INVESTASI... 5

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Ringkasan Eksekutif PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH... 4 PEMBANGUNAN DAERAH DAN PENINGKATAN INVESTASI... 5"

Transkripsi

1

2 Ringkasan Eksekutif Daftar Isi PENDAHULUAN... 2 PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH... 4 PEMBANGUNAN DAERAH DAN PENINGKATAN INVESTASI... 5 SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DAERAH... 8 RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN

3 Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah PENDAHULUAN Melalui Buku Pegangan yang diterbitkan setiap tahun ini, semua pihak yang berkepentingan diharapkan dapat memperoleh gambaran besar tentang proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Tema utama tahun 2007 ini adalah Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sinergi Kebijakan Investasi Pusat dan Daerah. Dengan demikian, upaya pencapaian tujuan nasional khususnya perbaikan iklim investasi dapat tersinergi secara harmonis dengan tujuan pembangunan daerah dan sesuai dengan potensi atau kekhususan yang dimiliki masing-masing daerah. Investasi adalah salah satu faktor penting penentu keberhasilan konkrit dari pembangunan ekonomi. Keberadaannya merupakan modal dasar bagi perwujudan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam jangka panjang, bila dibarengi dengan peningkatan daya saing, investasi akan meningkatkan penawaran melalui peningkatan stok kapital yang pada gilirannya akan meningkatkan pula kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output atau melakukan kegiatan-kegiatan produksi. Kegiatan produksi tersebut akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan proses tersebut pada akhirnya meningkatkan kualitas pembangunan ekonomi karena diversifikasi kegiatannya. Permasalahan investasi di Indonesia secara ringkas tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun Secara lebih spesifik, rinciannya adalah sebagai berikut: (1) Prosedur perijinan yang terkait dengan investasi yang panjang, dimana prosedur perijinan untuk memulai usaha di Indonesia termasuk relatif lebih lama, mahal dan cukup rumit dibandingkan dengan beberapa negara tetangga di kawasan Asia-Pasifik; (2) Masih rendahnya kepastian hukum yang tercermin dari masih banyaknya tumpang-tindih kebijakan antara pusat dan daerah serta kebijakan antar sektor; (3) Belum menariknya insentif bagi kegiatan investasi, dimana jika dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia termasuk tertinggal di dalam menyusun insentif investasi; 2

4 Ringkasan Eksekutif (4) Rendahnya kualitas dan kapasitas infrastruktur yang sebagian besar terus memburuk sejak krisis; (5) Iklim ketenagakerjaan yang kurang kondusif; dan kurangnya jaminan keamanan untuk melakukan kegiatan investasi/usaha. Pemerintah Daerah memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai penyelenggara pemerintahan dan sekaligus sebagai penyelenggara utama dalam pembangunan di daerah. Sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah, Pemerintah Daerah berperan utama mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat di daerah dalam kerangka regulasi Sedangkan sebagai penyelenggara utama dalam pembangunan daerah, Pemerintah Daerah berperan sebagai pelaksana dan penanggung jawab utama dalam keseluruhan proses pembangunan yang dilaksanakan di daerah, yaitu dalam kerangka investasi dan penyediaan barang dan pelayanan publik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah tetap berprinsip pada asas umum dalam penyelenggaraan negara, yaitu asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi, dan asas efektivitas. Buku ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi antara Pemerintah Pusat dan Daerah tentang hak, kewajiban, dan tanggungjawab serta peranan dari masing-masingnya dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, khususnya upaya peningkatan investasi dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan. Secara spesifik, tujuan yang ingin dicapai adalah: (1) Memantapkan koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah khususnya dalam upaya perbaikan iklim investasi; (2) Meningkatkan pemahaman mengenai berbagai landasan hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah khususnya dalam upaya perbaikan iklim investasi; 3

5 Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (3) Meningkatkan pemahaman mengenai aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah khususnya dalam upaya perbaikan iklim investasi; (4) Memahami berbagai permasalahan strategis dan solusi pemecahan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah khususnya dalam upaya perbaikan iklim investasi; (5) Mengembangkan dan memantapkan sistem pengendalian dan pengawasan (safeguarding system) terhadap pelaksanaan RKP 2007; (6) Mengembangan dan memantapkan sistem peringatan dini (early warning system) terhadap berbagai permasalahan yang terjadi di daerah; (7) Optimalisasi investasi pemerintah dan investasi swasta di daerah. PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Untuk mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah sebagai instrumen demokratisasi dan peningkatan kesejahteraan di tingkat lokal, Grand Strategy Desentralisasi dan Otonomi Daerah disusun berdasarkan 7 (tujuh) elemen dasar yang membentuk Pemerintah Daerah sebagai entitas pemerintahan. Tujuh elemen tersebut adalah urusan pemerintahan, kelembagaan, personil, perwakilan daerah, keuangan daerah, pelayanan publik, dan pengawasan. Pemulihan ekonomi yang berjalan saat ini belum diimbangi dengan membaiknya kinerja sektor riil. Tanpa ada perbaikan kinerja sektor riil, pemecahan masalah pengangguran dan kemiskinan akan menjadi kian sulit. Rendahnya kinerja sektor riil disebabkan oleh rendahnya investasi. Perbaikan iklim investasi sangat penting dan mendesak. Langkah perbaikan ini memerlukan koordinasi dan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah daerah dengan kewenangan dan sumber daya yang semakin besar mempunyai peran penting dalam memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan kinerja pembangunan daerah. 4

6 Ringkasan Eksekutif Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mempuyai tanggung jawab bersama dalam memberikan stimulan bagi pengembagan sektor riil melalui peningkatan investasi. Investasi akan menimbulkan efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian. Peningkatan investasi tidak hanya akan meningkatkan permintaan agregat, tetapi juga meningkatkan penawaran agregat melalui meningkatnya stok kapital dan kapasitas produksi. Kegiatan produksi akan menyerap tenaga kerja. Investasi, khususnya yang datang dari luar negeri atau luar wilayah, juga akan mendorong proses alih teknologi dan inovasi. Proses ini pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas, memacu pertumbuhan dan berpeluang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Untuk itu investasi yang perlu ditingkatkan adalah investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja, menggunakan sumber daya ekonomi daerah yang ada, dan dapat memberikan nilai tambah yang besar terutama investasi di sektor pertanian dan industri yang dapat menyerap tenaga kerja. Demikian pula, penataan dan pembenahan sektor informal seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan pedagang kaki lima (PKL) juga sangat penting dalam mengembangkan sektor rill. PEMBANGUNAN DAERAH DAN PENINGKATAN INVESTASI Keragaman Investasi Perkembangan investasi di Indonesia saat ini belum menyebar secara merata antardaerah. Data tahun 2005 menunjukkan bahwa DKI Jakarta merupakan provinsi dengan nilai investasi tertinggi atau setara dengan 27,9 persen dari total investasi di Indonesia. Lebih dari 60 persen investasi terdapat di Pulau Jawa dan Bali. Provinsi Maluku Utara dan Maluku adalah dua provinsi dengan nilai investasi terendah. Pola persebaran investasi tersebut selain disebabkan oleh ketersediaan infrastruktur juga disebabkan oleh kemudahan dalam mendapatkan layanan perijinan, dukungan sumber daya, dan komitmen pemerintah daerah dalam meningkatkan investasi. 5

7 Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah Kendala Investasi Dalam era otonomi daerah, daerah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan, memilih pimpinan, mengelola aparatur daerah, memungut pajak dan retribusi daerah, mengelola kekayaan daerah dan juga dapat mendapatkan sumber pembiayaan yang berasal dari daerah sendiri yang sah. Selain itu, daerah mempunyai kewajiban untuk menyediakan layanan publik dan membangun daerah. Bagi daerah yang kurang siap dengan otonomi, maka kewajiban tersebut akan menjadi beban berat dalam pelaksanaan pembangunan daerah. Namun, apabila daerah telah siap, maka pelaksanaan otonomi daerah akan menjadi peluang bagi percepatan pembangunan daerah. Perkembangan saat ini menunjukkan bahwa belum semua daerah dapat melaksanakan otonomi dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut terlihat dari berbagai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan otonomi daerah terutama terkait dengan permasalahan regulasi (peraturan daerah), serta pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya keuangan melalui pengeluaran atau belanja daerah. Dengan kewenangan yang dimiliki, daerah menerbitkan dan memberlakukan Perda baru, khususnya terkait dengan pungutan pajak dan retribusi daerah yang sering tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di atasnya, dan menambah beban bagi masyarakat dan dunia usaha di daerah yang bersangkutan. Sementara itu, sumber daya keuangan yang dimiliki daerah juga belum dialokasikan dan didistribusikan secara efisien dan efektif, baik dalam penyediaan barang dan pelayanan publik maupun dalam mendorong kinerja sektor riil di daerah. Daya Tarik Investasi Daerah Seiring dengan meningkatnya persaingan global, semua negara dan daerah berlomba-lomba menarik investor domestik maupun asing untuk menanamkan modal di wilayahnya. Pelaku usaha atau investor akan memilih lokasi yang paling memberikan kemudahan dan keuntungan bagi usahanya. Penciptaan iklim usaha yang kondusif merupakan elemen utama di dalam peningkatan investasi. Keberhasilan

8 Ringkasan Eksekutif suatu negara menarik investor menggambarkan daya tarik dan daya saing negara yang bersangkutan. Daya Saing Daerah Daya saing dapat dilihat menurut wilayah (negara atau daerah) dan menurut sektor atau pelaku (industri dan perusahaan). Kedua pemahaman tersebut saling berkaitan. Daya saing suatu industri atau perusahaan akan menentukan daya saing negara atau daerah. Daya saing negara atau daerah akan memberi pengaruh terhadap kemampuan suatu industri dan perusahaan. Daya saing suatu negara sering dikaitkan dengan kemampuan suatu negara dalam memasarkan produk yang dihasilkan negara itu relatif terhadap kemampuan negara lain. Pengertian ini diperluas oleh World Economic Forum (WEF), yaitu kemampuan suatu perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Institute of Management and Development (IMD) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan suatu negara untuk menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayan nasional dengan cara mengelola aset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globalitas dan proksimitas, serta dengan mengintegrasikan hubungan-hubungan tersebut kedalam suatu model ekonomi dan sosial. Daya saing daerah mempunyai arti yang sama dengan daya saing nasional. Suatu daerah yang mampu bersaing dengan daerah lain dalam memproduksi dan memasarkan barang dan jasa disebut mempunyai daya saing tinggi. Kini, lingkup persaingan tidak lagi hanya dalam wilayah suatu negara, tetapi juga dengan wilayah yang berada di negara lain. Kebijakan Pemerintah Daerah Dengan kewenangan yang dimiliki, peran pemerintah daerah kini menjadi sama pentingnya dengan pemerintah pusat dalam peningkatan investasi. Pemerintah Daerah dituntut dapat berkreasi dalam menangani 7

9 Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah permasalahan iklim investasi di daerah masing-masing melalui berbagai kebijakan yang mendukung terciptanya iklim usaha yang sehat. Pemerintah Daerah juga dituntut untuk dapat bersaing dengan Pemerintah Daerah lainnya dalam meningkatkan daya tarik investasi daerah. Hal ini disebabkan oleh motivasi pelaku usaha atau investor untuk berpindah atau melakukan investasi di daerah lain yang memiliki daya tarik lebih tinggi. Investor akan memilih lokasi yang menawarkan peluang keuntungan lebih besar dengan risiko lebih kecil. Kebijakan pemerintah daerah dalam meningkatkan investasi dipengaruhi oleh instrumen kebijakan, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut. Instrumen kebijakan untuk meningkatkan investasi berupa: (1) peraturan perundangan dalam kerangka regulasi, (2) pengelolaan belanja daerah dalam kerangka anggaran, (3) penyediaan layanan terpadu, (4) pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah dan koperasi, serta (5) pengembagan sektor unggulan melalui klaster industri. SINKRONISASI KEBIJAKAN PUSAT DAN DAERAH Upaya peningkatan investasi memerlukan berbagai dukungan berupa penciptaan iklim usaha yang kondusif, kapasitas infrastruktur yang memadai, intermediasi lembaga keuangan, tata kepemerintahan yang baik serta keamanan dan ketertiban. Dalam jangka panjang, peningkatan daya tarik investasi dan daya saing nasional juga ditentukan oleh dukungan sumber daya manusia berkualitas. Berbagai upaya peningkatan investasi tersebut perlu disiapkan dan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara konsisten dan sinergis. Paket Kebijakan Investasi Dalam menghadapi persaingan dengan negara Asia linnya dalam menarik investasi, Pemerintah telah mengeluarkan Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi yang dituangkan dalam Instruksi Presiden 8

10 Ringkasan Eksekutif (Inpres) Nomor 3 tahun 2006 pada tanggal 27 Februari 2006, dan berbagai paket kebijakan lainnya. Inpres No. 3 Tahun 2006 ini memuat sejumlah kebijakan, program, tindakan, keluaran, sasaran waktu dan penanggungjawab setiap keluaran yang diinginkan. Serangkaian program dan tindakan tersebut pada intinya bertujuan memperbaiki iklim investasi di Indonesia. Perumusan program dan tindakan tersebut disusun melalui serangkaian dialog dan konsultasi dengan kalangan pengusaha dalam dan luar negeri, serta pemangku kepentingan lainnya. Isi dari paket kebijakan ini meliputi aspek umum (termasuk penguatan kelembagaan pelayanan investasi dan sinkronisasi peraturan pusat dan daerah), serangkaian program di bidang kepabeanan, perpajakan, ketenagakerjaan, serta dukungan bagi usaha kecil, menengah dan koperasi. Paket Kebijakan Sektor Keuangan Pemerintah dan Bank Indonesia telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Paket Kebijakan Sektor Keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia sebagai otoritas fiskal dan moneter, melanjutkan langkah-langkah reformasi memperkuat industri perbankan, lembaga keuangan non-bank dan pasar modal. SKB yang ditandatangani oleh Menko Perekonomian, Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, melengkapi dua paket kebijakan sebelumnya, yaitu Paket Perbaikan Iklim Investasi dan Paket Percepatan Pembangunan Infrastruktur yang telah diterbitkan pada awal tahun ini. Melalui paket kebijakan sektor keuangan ini diupayakan perbaikan infrastruktur pasar dan kelembagaan, peningkatan aksesibilitas pelaku usaha terhadap modal dan penyempurnaan struktur sektor keuangan yang lebih kuat, seimbang dan stabil. Dengan demikian stabilitas makroekonomi yang sudah mulai pulih beberapa bulan belakangan ini diharapkan dapat terjaga dan menjadi basis yang solid bagi pemulihan sektor riil yang mendapat dukungan pembiayaan dari lembaga keuangan dan pasar modal.

11 Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah Dalam menyusun paket ini, Pemerintah dan Bank Indonesia telah melakukan berbagai konsultasi dengan dunia usaha, lembaga keuangan terkait, dan para pemangku kepentingan lainnya. Rincian dari paket ini menunjukkan komitmen yang kuat dari masing-masing instansi yang bertanggunjawab untuk melaksanakan masing-masing program dan tindakan yang ada dalam paket itu, lengkap dengan produk keluaran dan sasaran waktu yang jelas. Paket Kebijakan Sektor Keuangan terdiri dari tiga kelompok kebijakan, yaitu stabilitas sistem keuangan, lembaga keuangan perbankan dan non-bank, dan pasar modal dan privatisasi BUMN. Kebijakan Pertanahan Pertanahan menjadi salah satu isu strategis dalam upaya peningkatan investasi. Isu pertanahan tidak hanya terkait dengan pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur, tetapi juga pengembangan UMKM. Dalam pembangunan infrastruktur, masalah pengadaan tanah akan menentukan kelancaran implementasi proyek. Tersedianya kerangka regulasi yang jelas akan membantu percepatan pembangunan infrastruktur strategis khususnya dalam rangka pelayanan publik. Dalam pengembangan UMKM, pendaftaran status kepemilikan (sertifikasi) tanah milik pelaku UMKM sangat membantu peningkatan akses permodalan melalui tersedianya kolateral. Badan Pertanahan Nasional saat ini sedang menyusun Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Tanah. Tujuan dari penyusunan pedoman tersebut adalah (1) memberikan landasan perolehan tanah yang diperlukan untuk menunjang kegiatan pembangunan; (2) memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum kepada pihak yang tanahnya diambilalih dan pihak yang memerlukan tanah; (3) memberikan jaminan perlindungan kepada pihak-pihak yang terkena dampak berkaitan dengan kesejahteraan sosial ekonominya. 10

12 Ringkasan Eksekutif Pemantapan Keamanan, Ketertiban, dan Stabilitas Politik Kondisi keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas secara umum masih ditandai oleh adanya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. Daya beli masyarakat yang semakin menurun, tingkat pengangguran yang tinggi, kemiskinan yang bertambah menyebabkan masih tingginya tingkat kriminalitas. Tindak pidana konvensional dengan skala lokal seperti pencurian, penipuan, perampokan, kekerasan rumah tangga, pembunuhan atau kejahatan susila yang merupakan karakteristik cerminan kondisi perekonomian intensitasnya masih cukup tinggi dan semakin bervariasi. Di sisi lain, penerapan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) secara langsung telah menimbulkan gangguan keamanan di beberapa wilayah akibat adanya perselisihan antarpendukung dan antargolongan. Rendahnya kemampuan aparat keamanan sebagai akibat keterbatasan sarana dan prasarana menyebabkan upaya pencegahan, penanggulangan gangguan keamanan belum dapat memberikan hasil yang optimal. Gangguan keamanan dan ketertiban tersebut berdampak sangat signifikan terhadap upaya-upaya menciptakan iklim investasi yang kondusif di dalam negeri. Oleh karena itu, kemampuan pencegahan, penanggulangan, dan tindakan tepat sasaran dalam menanggulangi gangguan tersebut adalah tolok ukur keberhasilan utama mengamankan aktivitas dunia usaha. Meski permasalahan pencegahan dan penanggulangan gangguan keamanan dan ketertiban menjadi tanggung jawab langsung Pemerintah Pusat, namun Pemerintah Daerah mempunyai peran yang tidak kalah penting dalam mendukung dan mewujudkan kondisi aman dan damai. Penyelesaian masalah masyarakat lokal secara dini dan pembinaan masyarakat menjadi sangat penting sebagai upaya preventif yang efektif sebelum menjadi gangguan keamanan berskala besar. Mengingat hal tersebut, Pemerintah Daerah agar mencermati dinamika masyarakat dan melaksanakan koordinasi yang harmonis dengan institusi pertahanan dan keamanan setempat. Peran Pemerintah Daerah juga sangat menentukan dalam penyelesaian 11

13 Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah masalah keamanan teritorial seperti masalah keamanan laut dan kerawanan perbatasan karena adanya hubungan timbal balik antara kinerja pembangunan daerah di daerah rawan tersebut dengan kondisi aman dan damai yang ingin dicapai. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Perkembangan ekonomi global serta geo-ekonomi dan geo-strategis regional memberi indikasi yang kuat bahwa Indonesia perlu memfokuskan peningkatan ekspor dan investasinya pada beberapa kawasan khusus yang mendapatkan beberapa fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan infrastruktur pendukungnya sedemikian rupa sehingga dapat bersaing dengan negara-negara tetangga dalam menarik investasi asing masuk ke Indonesia dan sekaligus juga membantu mengembangkan wilayah dan kawasan. Kawasan-kawasan khusus inilah yang sementara ini akan dikembangkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau Special Economic Zones (SEZ). Dalam konstelasi perdagangan dan investasi global sebenarnya Indonesia memiliki beberapa keunggulan yang seharusnya dapat menjadi peluang dalam menarik investasi. Perencanaan pembangunan perlu diterjemahkan ke dalam program dan kegiatan pembangunan yang nyata, spesifik, dan jelas besaran alokasi pendanaannya. Pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional dituangkan dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2007 yang memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang telah disepakati bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 12

14 Ringkasan Eksekutif RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2007 Tema dan Prioritas RKP Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2007 merupakan pelaksanaan tahun ketiga dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun , dan merupakan kelanjutan RKP Tahun RKP ini telah digunakan sebagai acuan bagi penyusunan RAPBN Tahun RKP Tahun 2007 disusun berdasarkan berbagai kemajuan yang sudah dicapai di tahun 2005 dan tahun 2006, masalah dan tantangan yang dihadapi pada tahun 2007, serta berbagai sasaran yang harus dicapai dalam RPJMN dalam pelaksanaan 3 Agenda Pembangunan, yaitu: Mewujudkan Indonesia Yang Aman dan Damai; Menciptakan Indonesia Yang Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Berdasarkan pemahaman tersebut, tema pembangunan tahun 2007 adalah Meningkatkan Kesempatan Kerja dan Menanggulangi Kemiskinan dalam rangka Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Tema ini dijabarkan dalam 9 (sembilan) prioritas pembangunan, yaitu: 1. Penanggulangan Kemiskinan; 2. Peningkatan Kesempatan Kerja, Investasi, dan Ekspor; 3. Revitalisasi Pertanian dalam arti luas dan Pembangunan Perdesaan; 4. Peningkatan Aksesibilitas dan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan; 5. Penegakan Hukum dan HAM, Pemberantasan Korupsi, dan Reformasi Birokrasi; 6. Penguatan Kemampuan Pertahanan, Pemantapan Keamanan dan Ketertiban, serta Penyelesaian Konflik; 7. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Nias (Sumatera Utara), Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, serta Mitigasi dan Penanggulangan Bencana; 8. Percepatan Pembangunan Infrastruktur; 9. Pembangunan Daerah Perbatasan dan Wilayah Terisolir 13

15 Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah Pemilihan prioritas ini didasarkan pada pertimbangan antara lain memiliki dampak yang besar terhadap pencapaian sasaran pembangunan, mendesak dan penting untuk segera dilaksanakan; merupakan tugas Pemerintah, serta realistis untuk dilaksanakan. Pelaksanaan berbagai prioritas pembangunan tersebut menggunakan kerangka regulasi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan kerangka pelayanan investasi Pemerintah dan pelayanan umum. Dengan adanya prioritas dan fokus prioritas pembangunan, segenap aparatur negara dan seluruh lapisan masyarakat diharapkan mempunyai kesamaan arah dan pandangan dalam membangun negeri ini. Arah Kebijakan Fiskal Pokok-pokok kebijakan fiskal dalam RAPBN 2007 dapat dijelaskan berdasarkan arah kebijakan, strategi kebijakan, dan garis besar postur RAPBN Berdasarkan arah kebijakan, pertama, kebijakan fiskal dalam RAPBN 2007 diarahkan untuk dapat membiayai pengeluaran dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif, efisien dan bebas dari pemborosan maupun korupsi. Kedua, kebijakan fiskal diarahkan untuk dapat turut serta dalam memelihara dan memantapkan stabilitas perekonomian, dan berperan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Ketiga, kebijakan fiskal diarahkan untuk dapat mengatasi masalah mendasar yang menjadi prioritas pembangunan, yaitu: (a) Penanggulangan kemiskinan; (b) Peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor; (c) Revitalisasi pertanian dan pembangunan perdesaan; (d) Peningkatan kualitas dan aksesibilitas terhadap pendidikan dan pelayanan kesehatan; (e) Penegakan hukum dan HAM, pemberantasan korupsi, dan reformasi birokrasi; (f) Penguatan kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan dan ketertiban, serta penyelesaian konflik; (g) Mitigasi dan penanggulangan bencana; (h) Percepatan pembangunan infrastruktur; dan (i) Pembangunan daerah perbatasan dan wilayah terisolir. Keempat, kebijakan fiskal diarahkan untuk mendukung keberlanjutan proses konsolidasi desentralisasi fiskal dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dengan tujuan antara 14

16 Ringkasan Eksekutif lain untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah, serta antar daerah, dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah. Asumsi Ekonomi Makro (i) Pertumbuhan ekonomi tahun 2007 diperkirakan sebesar 6,3 persen; sedikit lebih tinggi dibandingkan asumsi APBN maupun Proyeksi (ii) Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat diperkirakan sebesar Rp 9.300/US$. (iii) Laju inflasi sebesar 6,5 persen, membaik dibanding tahun sebelumnya. (iv) Rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan sebesar 8,5 persen. (v) Rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude oil Price, ICP) di pasar internasional diperkirakan sebesar US$ 63 per barel, sedangkan rata-rata tingkat produksi (lifting) minyak mentah Indonesia sebesar 1,0 juta barel per hari. Postur APBN Besarnya beban pengeluaran negara antara lain pada pos pengeluaran pembayaran hutang luar negeri termasuk pembayaran pokok dan bunga, serta subsidi yang secara keseluruhan merupakan 36,5 persen dari belanja pemerintah pusat atau 24,2 persen dari belanja negara di tahun Kondisi ini memberikan keterbatasan pada anggaran negara. Namun demikian, selaras dengan semangat otonomi daerah, bagian anggaran yang diserahkan kepada daerah mengalami peningkatan. Untuk tahun 2007, dari seluruh belanja negara dianggarkan sebanyak 33,9 persen diserahkan kepada daerah, angka ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar 31,6 persen dari seluruh belanja negara (APBN-P 2006) sebagaimana digambarkan dalam Tabel 1. 15

17 Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah Tabel 1 APBN-P 2006 dan APBN 2007 dalam triliun rupiah APBN-P % PDB APBN % PDB A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri.. 1. Penerimaan Perpajakan.. 2. Penerimaan Bukan Pajak II. Hibah 659,1 654,9 425,1 229,8 4,2 21,1 21,0 13,6 7,4 0,1 723,1 720,4 509,5 210,9 2,7 20,5 20,4 14,4 6,0 0,1 B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat - Pembayaran Bunga Utang - Subsidi 699,1 478,2 82,5 107,6 22,4 15,3 2,6 3,5 763,6 504,8 85,1 103,0 21,6 14,3 2,4 2,9 II. Belanja Ke Daerah 1. Dana Perimbangan...a. Dana Bagi Hasil...b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian a. Dana Otonomi Khusus b. Dana Penyesuaian.... C. Keseimbangan Primer 220,8 216,8 59,6 145,7 11,6 4,1 3,5 0,6 42,5 7,1 7,0 1,9 4,7 0,4 0,1 0,1 0,0 1,4 258,8 250,3 68,5 164,8 17,1 8,5 4,0 4,4 44,6 7,3 7,1 1,9 4,7 0,5 0,2 0,1 0,1 1,3 D. Surplus / Defisit Anggaran -40,0-1,3-40,5-1,1 E. Pembiayaan I. Pembiayaan Dalam Negeri II. Pembiayaan Luar Negeri (netto) 40,0 55,3-15,3 1,3 1,8-0,5 40,5 55,1-14,6 1,1 1,6-0,4 Memorandum Items Rasio Pembayaran Bunga Utang terhadap Belanja Pemerintah Pusat 17,3 16,9 Rasio Subsidi thd Belanja Pemerintah Pusat 22,5 20,4 Rasio Belanja Daerah thd Belanja Negara 31,6 33,9 16

18 Ringkasan Eksekutif Belanja Negara Anggaran Belanja Negara TA 2007 direncanakan sebesar Rp 763,6 triliun terdiri dari: (1) Anggaran belanja pemerintah pusat direncanakan sebesar Rp 504,8 triliun; dan (2) Anggaran belanja daerah direncanakan sebesar Rp 258,8 triliun. Belanja Pemerintah Pusat Kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam RAPBN tahun 2007 lebih diarahkan pada langkah-langkah strategis dalam memperbaiki kualitas pengeluaran, antara lain dengan mempertajam prioritas alokasi anggaran, untuk: (i) perbaikan pendapatan aparatur negara dan pensiunan; (ii) pemenuhan kewajiban pembayaran bunga utang; (iii) peningkatan kualitas, efisiensi dan efektivitas pelayanan dan penyelenggaraan kegiatan operasional pemerintahan, serta pemeliharaan aset negara; (iv) peningkatan investasi pemerintah, terutama di bidang infrastruktur dasar untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional; (v) pemberian subsidi untuk membantu menstabilkan harga barang dan jasa yang berdampak luas kepada masyarakat; (vi) peningkatan anggaran pendidikan sejalan dengan amanat UUD 1945; serta (vii) kesinambungan bantuan langsung kepada masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan. Belanja Daerah Kebijakan belanja daerah dalam tahun 2007 diarahkan untuk mendukung keberlanjutan konsolidasi desentralisasi fiskal guna 17

19 Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah menunjang pelaksanaan otonomi daerah, sebagai upaya meningkatkan peran dan kemandirian daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerah. Kebijakan tersebut, antara lain diarahkan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah, antardaerah, serta untuk mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah (public service provision gap). 18

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN Melalui Buku Pegangan yang diterbitkan setiap tahun ini, semua pihak yang berkepentingan diharapkan dapat memperoleh gambaran umum tentang proses penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 Oleh: H. Paskah Suzetta Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pembangunan Tingkat Pusat (Rakorbangpus) untuk RKP 2010 Jakarta,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/2012 2013 PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN - 3 - LAMPIRAN: NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 910/3839-910/6439 TENTANG : PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA APBD KOTA

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

RINGKASAN APBN TAHUN 2017

RINGKASAN APBN TAHUN 2017 RINGKASAN APBN TAHUN 2017 1. Pendahuluan Tahun 2017 merupakan tahun ketiga Pemerintahan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk mewujudkan sembilan agenda priroritas (Nawacita)

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Kerangka Ekonomi Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah merupakan kerangka implementatif atas pelaksanaan RKPD Kabupaten Sijunjung Tahun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP

KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP Republik Indonesia Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP DISAMPAIKAN OLEH: DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH BAPPENAS PADA:

Lebih terperinci

hendrikoeswara@fisip.unand.ac.id Kunci dari pencapaian target defisit 1 persen tahun 2004 adalah reformasi perpajakan dan kepabeanan. Dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi, mobilisasi penerimaan

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016

Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016 Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENYAMPAIAN KETERANGAN PEMERINTAH ATAS RANCANGAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB 1 UMUM... 01-1 INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI

DAFTAR ISI BAB 1 UMUM... 01-1 INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAGIAN PERTAMA UMUM BAB 1 UMUM... 01-1 BAGIAN KEDUA AGENDA MEWUJUDKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI BAB 2 BAB 3 BAB 4 PENINGKATAN RASA PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT...

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

ANALISIS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya ANALISIS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Analisis

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategi berdasarkan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan mengemukakan beberapa isu strategis

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Hal mendasar dalam perencanaan pembangunan tahunan adalah kemampuannya dalam memproyeksikan kapasitas riil keuangan daerah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Penyusun: 1. Bilmar Parhusip 2. Basuki Rachmad Lay Out Budi Hartadi Bantuan dan Dukungan Teknis Seluruh Pejabat/Staf Direktorat Akuntansi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur

Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur IV Agenda dan Prioritas Pembangunan Jawa Timur IV.1 Agenda Pembangunan Berdasarkan visi, misi, dan strategi pembangunan, serta permasalahan pembangunan yang telah diuraikan sebelumnya, maka disusun sembilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada Trilogi Pembangunan (Rochmat Soemitro,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan Imam Bonjol Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Mukomuko Kode Poss 38364

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan Imam Bonjol Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Mukomuko Kode Poss 38364 PERATURAN BUPATI MUKOMUKO NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI MUKOMUKO NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO Jalan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Enam puluh tiga tahun merdeka memberikan pengajaran kepada bangsa Indonesia bahwa perjalanan sebuah bangsa adalah sebuah perjalanan yang penuh perjuangan dan kerja keras. Proses

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, 2007). Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA Kuliah SEI pertemuan 11 NANANG HARYONO, S.IP., M.Si DEPARTEMEN ADMINISTRASI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 Perencanaan Pembangunan Ekonomi ARTHUR LEWIS dalam buku DEVELOPMENT

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN & STRATEGI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BIDANG KOMINFO TAHUN

KEBIJAKAN & STRATEGI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BIDANG KOMINFO TAHUN KEBIJAKAN & STRATEGI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BIDANG KOMINFO TAHUN 2004-2009 Disampaikan oleh : Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Pada

Lebih terperinci

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Penetapan KUPA Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Tahun Anggaran 2017 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY Kompleks Kepatihan Danurejan Yogyakarta (0274)

Lebih terperinci

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral

BAB 2. Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral BAB 2 Kecenderungan Lintas Sektoral Temuan Pokok Sejak krisis ekonomi dan pelaksanaan desentralisasi, komposisi pengeluaran sektoral telah mengalami perubahan signifikan.

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN PEMBUKAAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR Nomor : 03/KB/BTD-2012 02/KSP/DPRD-TD/2012 TANGGAL 31 JULI 2012 TENTANG PRIORITAS DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan

Lebih terperinci

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN 2.1 EKONOMI MAKRO Salah satu tujuan pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat, sehubungan dengan itu pemerintah daerah berupaya mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

DASAR HUKUM. Jawab Keuangan Negara;. PP No. 20 Tahun 2004 tentang RKP;. PP No. 21 Tahun 2004 ttg Penyusunan RKA-KL. dan Tanggung

DASAR HUKUM. Jawab Keuangan Negara;. PP No. 20 Tahun 2004 tentang RKP;. PP No. 21 Tahun 2004 ttg Penyusunan RKA-KL. dan Tanggung DASAR HUKUM. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbend. Negara;. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;. PP No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi tahun 1997 di Indonesia telah mengakibatkan perekonomian mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah Indonesia terbelit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 disempurnakan untuk memberikan gambaran ekonomi

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA KEBIJAKAN FISKAL oleh: Rachmat Efendi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Prodip III Kepabeanan Dan Cukai Tahun 2015 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami Kebijakan Fiskal yang

Lebih terperinci

SOSIALISASI PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

SOSIALISASI PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 SOSIALISASI PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 Dalam upaya mewujudkan manajemen keuangan pemerintah yang baik, diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perumusan masalah menjelaskan mengenai butir-butir permasalahan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Perumusan masalah menjelaskan mengenai butir-butir permasalahan yang akan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini diuraikan perihal mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Kinerja keuangan daerah khususnya APBA sedikit membaik dibandingkan tahun lalu. Hal ini tercermin dari adanya peningkatan persentase realisasi anggaran. Hingga November 2012,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di segala bidang, dan juga guna mencapai cita-cita bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI SELATAN

PROVINSI SULAWESI SELATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BARRU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA PEMERINTAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2016-2021 BUPATI BARRU, Menimbang: a. bahwa berdasarkan ketentuan dalam

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2007-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA DAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci