KARAKTERISTIK SEMEN IKAN EKONOMIS BUDIDAYA: MAS (CYPRINUS CARPIO), DAN PATIN (PANGASIUS HYPOPHTHALMUS)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK SEMEN IKAN EKONOMIS BUDIDAYA: MAS (CYPRINUS CARPIO), DAN PATIN (PANGASIUS HYPOPHTHALMUS)"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK SEMEN IKAN EKONOMIS BUDIDAYA: MAS (CYPRINUS CARPIO), DAN PATIN (PANGASIUS HYPOPHTHALMUS) NUAH JAPET SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Karakteristik Semen Ikan Ekonomis Budidaya: Mas (Cyprinus carpio), dan Patin (Pangasius hypophthalmus) adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, April 2011 Nuah Japet C

3 RINGKASAN Nuah Japet. C Karakteristik Semen Ikan Ekonomis Budidaya: Mas (Cyprinus carpio), dan Patin (Pangasius hypophthalmus). Dibimbing oleh Yunizar Ernawati dan Iis Arifiantini. Ikan merupakan Filum terbesar dari semua vertebrata yang hidup, sekitar diantaranya merupakan jenis ikan dari total sekitar vertebrata (Mananos et al., 2008). Ikan mas dan patin merupakan jenis ikan bernilai ekonomis penting karena sudah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan kedua ikan tersebut mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Penelitian mengenai spermatozoa ikan belum banyak dilakukan, sehingga informasi mengenai hal ini sangat minim, dan perlu dilakukan penelitian mengenai kajian reproduksi ikan-ikan tersebut, salah satunya adalah studi sebagai data dan karakteristik spermatozoa ikan-ikan tersebut secara morfologi dan morfometri agar informasi mengenai ikan-ikan tersebut semakin banyak dan kegiatan budidaya bisa lebih dikembangkan melalui studi aspek ini. Tujuan penelitian ini antara lain, mengkaji karakteristik spermatozoa ikan Mas dan ikan Patin, mengkaji morfologi dan morfometri spermatozoa ikan, mengkaji konsentrasi spermatozoa ikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 s/d September 2010 di Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR) Fakultas Kedokteran Hewan, Laboratorium Biologi Makro, MSP FPIK IPB, serta Laboratorium Reproduksi Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi (LIPI) Cibinong. Hasil penelitian yang diperoleh antara lain karakteristik spermatozoa ikan mas dan patin secara umum berbeda. Volume spermatozoa ikan mas lebih banyak daripada ikan patin. Warna, konsistensi, gerakan massa dan ph memiliki nilai yang hampir sama. Morfologi dan Morfometri spermatozoa ikan mas dan patin memiliki bentuk dan ukuran yang mirip, namun ekor spermatozoa ikan mas lebih panjang. Konsentrasi pada spermatozoa ikan mas lebih besar daripada ikan patin. Rataan diameter kepala ikan mas didapat sebesar 15,974 μm dengan simpangan baku 6,575 μm dan rataan panjang ekor sebesar 113,858 μm dengan simpangan baku 15,696 μm. sedangkan pada ikan patin, rataan diameter kepala didapat sebesar 14,639 μm dengan simpangan baku 5,372 μm dan rataan panjang ekor sebesar 74,012 dengan simpangan baku sebesar 7,416 μm. Dengan demikian dapat dilihat bahwa diameter kepala spermatozoa ikan mas dan ikan patin tidak jauh berbeda, namun panjang ekor spermatozoa ikan mas sedikit lebih panjang daripada panjang ekor ikan patin, hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa dengan ekor yang lebih panjang, pergerakan massa akan lebih sulit pada ikan mas, yang dapat menjadi salah satu faktor pembeda pada keberhasilan suatu proses pembuahan. Saran untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan perlakuan terhadap ikan yang akan diteliti agar didapat informasi yang lebih, terkait dengan hubungan antara aspek geografis, pakan, panjang dan berat ikan dengan karakteristik spermatozoa ikan. Kata kunci: Ikan Mas, Ikan Patin, Karakteristik, Morfologi, Morfometri, Spermatozoa.

4 KARAKTERISTIK SEMEN IKAN EKONOMIS BUDIDAYA: MAS (CYPRINUS CARPIO), DAN PATIN (PANGASIUS HYPOPHTHALMUS) NUAH JAPET C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 PENGESAHAN SKRIPSI Judul Penelitian Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : Karakteristik Semen Ikan Ekonomis Budidaya: Mas (Cyprinus carpio), dan Patin (Pangasius hypophthalmus) : Nuah Japet : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS Dr. R.Iis Arifiantini,MSi NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP Tanggal Lulus : 14 Maret 2011

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyatakan kasih dan anugerah-nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Karakteristik Semen Ikan Ekonomis Budidaya: Mas (Cyprinus carpio), dan Patin (Pangasius hypophthalmus) disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan September 2009 s/d September 2010, dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ikan Mas, dan Patin adalah ikan ekonomis budidaya yang cukup digemari masyarakat, namun pada penelitian mengenai aspek morfologi dan morfometri spermatozoa belum pernah dilakukan. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan melihat rataan dan simpangan baku konsentrasi spermatozoa dan melihat hubungan antara morfologi dan morfometri spermatozoa dengan keberhasilan dalam proses reproduksi dan diharapkan penelitian ini memberikan manfaat yaitu memperoleh informasi lebih lanjut mengenai kajian aspek tersebut. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan skripsi ini, sehingga penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun. Bogor, April 2011 Penulis

7 UCAPAN TERIMA KASIH Terpujilah Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kasih, anugerah, dan penyertaan-nya serta kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, M.S dan Dr. R. Iis Arifiantini, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi I dan II atas bimbingan dan arahan-arahan yang telah diberikan selama berlangsungnya penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik atas segala bimbingannya selama masa studi di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3. Dr. Ir. M Mukhlis Kamal, M.Sc selaku dosen penguji tamu dan Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku dosen penguji dari progam studi yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat berarti untuk penulis. 4. Ayahanda M Ginting dan Ibunda K Br Sembiring, serta adik Fifandra dan Tri Lestari atas doa, dukungan, dan kasih sayang kepada penulis. 5. Bapak Bondan (Teknisi laboratorium URR Fakultas Kedokteran Hewan IPB) atas arahan, kerjasama, dan bantuannya selama di laboratorium. 6. Bapak Izul (Teknisi laboratorium Reproduksi Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong) atas bantuan dalam pengambilan foto dan penggunaan alat untuk keperluan penelitian ini. 7. Bapak Sukenda dan Bapak Aam (Teknisi laboratorium kolam departemen Budidaya Perairan) atas bantuannya dalam ilmu stripping. 8. Keluarga Perwira 43 atas bantuan moril kepada penulis selama ini. 9. Teman-teman di UKM PMK IPB, Komisi Pembinaan Pemuridan dan Perkantas Bogor yang telah membantu dalam kehidupan rohani penulis. 10. Mbak Widar dan staf Tata Usaha MSP lainnya atas bantuan, perhatian dan pengarahan selama penulisan skripsi. 11. Seluruh rekan-rekan MSP 42 Rikky, Alsade, Fredrik, Sudono, Agustina dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas persaudaraan, bantuan, dan motivasi selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Februari 1988 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak M Ginting dan Ibu K Br Sembiring. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu TK Kemala Bhayangkari 5 (1992), SD Ruwabadan Jakarta (1993), SLTP Ruwabadan Jakarta (1999), SMA Negeri 57 Jakarta (2002). Pada tahun 2005 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai asisten mata kuliah agama Kristen Protestan periode Penulis juga dalam kegiatan kerohanian Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen (UKM PMK IPB) dalam Komisi Pembinaan Pemuridan (KPP), aktif dalam berbagai kepanitiaan kegiatan Paskah, Natal dan Retreat Angkatan. Penulis juga menjadi Anggota Eksekutif Badan Penelitian dan Pengembangan Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (Balitbang UKM PMK IPB) periode Penulis juga menjadi staf Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (Himasper) divisi kerohanian periode Selain itu, penulis juga aktif mengikuti beberapa kepanitian dalam acara di lingkungan Departemen. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis menyusun skripsi yang berjudul Karakteristik Semen Ikan Ekonomis Budidaya: Mas (Cyprinus carpio), dan Patin (Pangasius hypophthalmus).

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ikan Ikan Mas Ikan Patin Reproduksi Ikan Organ Reproduksi Spermatozoa Morfologi Spermatozoa Morfometri Spermatozoa Teknik Pewarnaan III. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Peneltian pendahuluan Metode Pengumpulan Data Parameter Pengamatan Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Morfologi Spermatozoa Morfometri Spermatozoa Aplikasi Pengelolaan V. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 27

10 5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA... 28

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Kualitas Semen Segar Ikan Morfometri Ikan Mas dan Patin... 25

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Urutan pembentukan spermatozoa dan pematangan pada ikan jantan Aspek Morfometri Spermatozoa (Salisbury and Van Demark, 1961) Skema pembuatan preparat pewarnaan williams yang dimodifikasi Morfometri Spermatozoa Ikan Mas dan Patin... 23

13 DAFTAR LAMPIRAN 1. Contoh perhitungan konsentrasi Spermatozoa Morfometri Spermatozoa Ikan Mas dan Patin Halaman

14 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alam, termasuk sektor perikanan. Ikan merupakan bahan pangan yang berprotein tinggi, mudah dicerna oleh tubuh dan harganya terjangkau. Ikan mas dan patin termasuk jenis-jenis ikan ekonomis yang dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi. Ikan merupakan Filum terbesar dari semua vertebrata yang hidup, sekitar diantaranya merupakan jenis ikan dari total sekitar vertebrata (Mananos et al., in Cabrita et al., 2008). Ikan hidup pada hampir setiap lingkungan akuatik di bumi, pada kisaran temperatur, salinitas, oksigen dan juga karakteristik kimia dan fisika perairan yang luas. Lingkungan tersebut mengakibatkan tekanan pada ikan untuk beradaptasi dan menghasilkan keanekaragaman cara dalam melakukan reproduksi. Ikan mas merupakan jenis ikan bernilai ekonomis penting, karena sudah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia dan telah menjadi sumber mata pencaharian masyarakat pada daerah tertentu, seperti Jawa Barat, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah (Suseno, 2002). Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang cm. Sebagai keluarga Pangasidae, patin tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk membongsorkan tubuhnya. Pada perairan yang tidak mengalir dengan kandungan oksigen rendahpun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan ikan ini. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Penyediaan benih yang bermutu baik dalam jumlah cukup dan kontinyu merupakan faktor penting dalam upaya pengembangan budi daya ikan konsumsi dan ikan ekonomis. Kualitas benih ditentukan oleh kualitas telur dan

15 2 spermatozoa ikan. Penelitian mengenai spermatozoa ikan belum banyak dilakukan, sehingga informasi mengenai hal ini sangat minim, dan perlu dilakukan penelitian mengenai kajian reproduksi ikan-ikan tersebut, salah satunya adalah studi karakteristik spermatozoa ikan-ikan tersebut secara morfologi dan morfometri agar informasi mengenai ikan-ikan tersebut semakin banyak dan kegiatan budidaya bisa lebih dikembangkan melalui studi aspek ini Rumusan Masalah Untuk berlangsungnya proses reproduksi, selain sel telur ikan, dibutuhkan spermatozoa yang normal dan fertil, maka studi mengenai morfologi dan morfometri spermatozoa ikan perlu dilakukan terkait dengan usaha untuk mempertahankan spesies tersebut di alam ataupun dengan sistem budidaya. Salah satu permasalahan fertilisasi pada budidaya ikan air tawar antara lain rendahnya tingkat fertilisasi dari spermatozoa di dalam air. Hal ini mengakibatkan banyaknya sel telur yang tidak terbuahi secara sempurna (Ginzburg, 1972). Dalam satu siklus reproduksi, ikan dapat menghasilkan sel telur sampai jutaan per ekor, tetapi yang terbuahi hanya mencapai 5% dari total. Kemudian permasalahan lain adalah kurangnya ketersediaan cairan spermatozoa pada waktu pembuahan buatan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh viabilitas dan motilitas dari spermatozoa, sehingga kemampuan spermatozoa untuk menembus lubang mikropil pada sel telur rendah. Kemampuan spermatozoa hidup pada kebanyakan jenis ikan air tawar secara normal setelah keluar dari testis hanya berkisar antara 2-3 menit (Ginzburg, 1972). Pada ikan patin, kematangan gonad ikan jantan dan betina tidak bersamaan, sehingga sering terjadi kurang tersedianya sperma dan telur dalam saat yang sama. Volume sperma pada ikan patin relatif sedikit. Jika induk jantan matang gonad terlebih dahulu, maka selama menunggu kematangan gonad induk betina, sperma yang relatif lebih sedikit dapat dikeluarkan terlebih dahulu untuk diawetkan ataupun dengan pembekuan (kriopreservasi) (Ernawati, 1999).

16 3 Berbagai metode telah dirancang untuk mengetahui dan mengukur karakteristik semen pada berbagai makhluk hidup yang akan berhubungan dengan fertilitas atau tingkat kesuburan dari suatu makhluk hidup dalam reproduksi, antara lain : 1. Kemampuan ikan untuk menghasilkan spermatozoa. Kemampuan tersebut biasanya ditentukan oleh volume semen atau ejakulasi (kemampuan mengeluarkan sel spermatozoa) dan konsentrasi ataupun kepadatan dari spermatozoa. 2. Kelangsungan hidup pada spermatozoa. Hal tersebut ditentukan dari pengujian motilitas, rasio hidup/mati, semen dalam keadaan beku, serta akrosom yang lengkap. 3. Persentase morfologi spermatozoa yang normal (Barth and Oko, 1989). Parameter-parameter tersebut berhubungan satu dengan yang lain dan dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk menaksir hubungan parameterparameter diatas untuk menghindarkan kemungkinan kegagalan dalam pengujian. Studi mengenai morfologi dan morfometri sering diabaikan padahal jumlah morfologi spermatozoa yang abnormal akan berhubungan langsung dengan tingkat kesuburan. Oleh karena itu, studi mengenai morfologi dan morfometri spermatozoa dapat mengindikasikan ke dalam tingkatan motilitas dan produksi spermatozoa yang normal. 1.3.Tujuan Tujuan penelitian ini antara lain : 1. Mengkaji karakteristik semen ikan Mas dan ikan Patin. 2. Mengkaji morfologi dan morfometri spermatozoa ikan, 3. Mengkaji konsentrasi spermatozoa ikan.

17 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Ikan Mas Ikan mas adalah salah satu jenis ikan bernilai ekonomis penting. Ikan ini telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Ikan Mas berasal dari daratan Cina. Ikan mas pada umumnya (Common carp) (Cyprinus carpio L. 1758) sudah mulai dibudidayakan dari beberapa ratus tahun yang lalu. Untuk waktu yang cukup lama reproduksi tidak dapat terkontrol dan berkembang biak secara spontan di kolam ataupun sungai (Billard, 1995). Karena sifat ikan mas yang tahan terhadap lingkungan baru maka dengan cepat ikan mas tersebar ke seluruh penjuru dunia. Penyediaan benih yang bermutu baik dalam jumlah cukup dan kontinu merupakan faktor penting dalam upaya pengembangan budi daya ikan konsumsi. Oleh karenanya, informasi teknologi pengelolaan usaha pembenihan ikan mas yang mencakup ras-ras ikan mas yang potensial, pemilihan lokasi yang tepat, pengelolaan induk yang baik, pemijahan, penetasan telur, pendederan, pascapanen, dan analisis kelayakan ekonominya sangatlah diperlukan (Suseno, 2002). Secara umum, ikan mas mempunyai sifat-sifat sebagai hewan air omnivora yang lebih condong ke sifat hewan karnivora. Dalam ilmu taksonomi hewan, klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut. Filum Subfilum SuperKelas Kelas Subkelas Ordo Subordo : Chordata : Vertebrata : Pisces : Osteichthyes : Actinopterygii : Cypriniformes : Cyprinoidei

18 5 Famili : Cyprinidae Genus : Cyprinus Spesies : Cyprinus carpio L. Tubuh ikan mas agak memanjang dan memipih tegak (compressed). Mulut terletak di ujung tengah (terminal) dan dapat disembulkan (protaktil). Bagian anterior mulut terdapat 2 pasang sungut. Secara umum, hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi oleh sisik. Sirip pada ikan mas yaitu sirip punggung (dorsal), sirip dada (pektoral), sirip perut (ventral), sirip dubur (anal), dan sirip ekor (caudal). Siklus reproduksi ikan mas dimulai dari dalam gonad, yakni ovarium pada betina dan testis pada jantan. Dari ovarium akan dihasilkan telur, dan dari testis dihasilkan spermatozoa. Pemijahan ikan mas dapat terjadi sepanjang tahun dan tidak tergantung pada musim. Secara alami pemijahan terjadi pada tengah malam sampai akhir fajar (Suseno, 2002) Ikan Patin Ikan Patin (jambal) memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm. Kepala patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sementara itu, jari-jari lunak sirip punggung teerdapat enam atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak yang berukuran kecil sekali. Adapun sirip ekornya membentuk cagak dan bentuknya simetris. Ikan patin tidak memiliki sisik. Sirip dubur (anal) panjang, terdiri dari jari-jari lunak, sedangkan sirip perutnya (ventral) memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada (pektoral) memiliki jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal sebagai patil.

19 6 Sistematika ikan patin adalah sebagai berikut. Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroidea Famili : Pangasidae Genus : Pangasius Spesies : Pangasius hypophthalmus. Ikan patin terkenal dengan sifat kanibalnya. Masa benih ataupun juvenil merupakan masa yang rentan akan kanibal. Terjadinya kanibal mengakibatkan sedikitnya individu yang berhasil mencapai umur memijah generasi berikutnya (Baras et al., 2010). Ikan patin sulit memijah di kolam atau di wadah pemeliharaan dan termasuk pula ikan yang kawin musiman. Oleh karena itu pemijahan ikan patin umumnya dilakukan secara buatan karena selama ini belum ada yang berhasil memanipulasi lingkungan agar ikan patin dapat memijah secara alami (Susanto, 2008) Reproduksi ikan Organ Reproduksi Hafez (1987) mengatakan, bahwa organ reproduksi jantan terdiri dari sepasang testis, vasikular semina dan saluran-saluran sperma. Ginzburg (1972) menjelaskan, bahwa testis ikan teleostei, Liza aurata terdiri dari tubulus-tubulus seminiferi yang dibatasi oleh lamina basal. Di dalam tubulus-tubulus tersebut terdapat sel-sel germinal dan sel-sel sertoli, sedangkan di luar tubulus terdapat sel-sel interstistial atau sel Leydig. Sel-sel germinal terkumpul di dalam siste-siste semeniferi yang berbeda, yaitu: spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid pada tingkatan yang berbeda dan spermatozoa masing-masing siste dibatasi oleh sel-sel sertoli. Testes ikan berbentuk memanjang dalam rongga badan di bawah gelembung renang di atas usus. Jaringan pengikat yang disebut mesentrium

20 7 (mesorchium) menempelkan testes ini pada rongga badan di bagian depan gelembung renang. Biasanya testes ikan ada sepasang, dapat sama panjang dan ada pula yang satu lebih panjang dari yang lainnya. Struktur testes terdiri dari rongga-rongga yang tidak teratur dan banyak sekali. Disekitar dinding rongga (lumina) terdapat spermatogonia (sel indung sperma) yang nantinya akan berkembang menjadi spermatozoa melalui proses yang disebut spermatogenesis sebagai berikut: Spermatogonia membelah secara mitosis berkali-kali sampai menjadi spermatosit primer, selanjutnya dengan beberapa kali pembelahan lagi menjadi spermatosit sekunder, hasil dari pembelahan spermatosit sekunder menjadi spermatids yang nantinya akan bermetamorfose menjadi gamet yang dapat bergerak aktif disebut sebagai spermatozoa, sperma. Proses metamorfose dari spermatid tersebut sering juga disebut sebagai spermiogenesis. Secara umum, perkembangan kematangan testes kurang lebih sejalan dengan tingkat perkembangan ovarium. Ada dua tipe tubulus testis yang dikemukakan oleh Ginzburg (1972), yaitu: (1) tipe spermatogonia tertutup, spermatogonia membentuk suatu deretan panjang dan tinggi, terdapat hampir pada semua jenis ikan teleostei, (2) tipe spermatogonia tertutup, seluruh spermatogonia tertutup oleh bagian ujung distal tunica albuginea. Selanjutnya, Ginzburg (1972) juga menjelaskan, ada dua tipe struktur testikular jenis ikan teleostei berdasarkan perbedaan pola spermatogenesis, spermatologi, dan fisiologi reproduksi, yaitu : (1) tipe spermatogonia A adalah sama dengan tipe spermatogonia tertutup, (2) tipe spermatogonia B adalah proses akhir dari spermatogonia A dimana tubulustubulus akan membelah dan membentuk kelompok siste-siste, spermatid menempel pada sel-sel sertoli, spermatozoa yang dihasilkan mempunyai kromatin yang lebih tinggi, panjang, dan tebal dengan lapisan tengah yang penuh dengan glikogen.

21 8 Gambar 1. Urutan pembentukan spermatozoa dan pematangan pada ikan jantan (Mananos et al., in Cabrita et al., 2008). umum, yaitu : Nikolsky (1971), menguraikan tingkat perkembangan testis ikan secara Tingkat I : Tahap muda (immature), individuindividu muda belum mempunyai keinginan reproduksi dan ukuran testis sangat kecil. Tingkat II : Tahap istirahat (resting stage), testis belum mulai berkembang dan ukurannnya masih sangat kecil. Tingkat III : Proses pemasakan (maturation), pertambahan berat testis sangat cepat, testis berubah dari transparan menjadi warna pucat. Tingkat IV : Masak (maturity), testis sudah mencapai berat maksimum, tetapi spermatozoa tidak bisa keluar pada saat perutnya ditekan perlahan. Tingkat V : Kondisi salin (spent condition), spermatozoa telah dikeluarkan,

22 9 lubang genitalia meradang kemerahmerahan, gonad telah mengempis dan testis berisi spermatozoa sisa. Tingkat istirahat (resting stage) : Spermatozoa telah dikeluarkan, lubang genitalia tidak kemerahmerahan lagi dan ukuran testis sangat kecil. Pemilihan induk jantan yang sudah matang gonad pada masing-masing ikan berbeda-beda. Pada ikan mas induk jantan yang dipilih adalah ikan yang berumur lebih dari 6 bulan dan berbobot minimal 0,5 kg (Suseno, 2002). Pada ikan patin, induk jantan yang dipilih adalah induk yang berumur setidaknya 2 tahun dan memiliki bobot 1,5 sampai 2 kilogram (Susanto, 2008) Spermatozoa Spermatozoa dihasilkan dalam tubula seminiferus (Salisbury and VanDemark, 1961). spermatozoa ikan tergolong dalam tipe flagellata, karena mempunyai ekor flagellata yang panjang. Spermatozoa yang sudah matang terdiri dari kepala, leher, dan ekor flagellata. Inti spermatozoa terdapat pada bagian kepala (Salisbury and VanDemark, 1961). Ada juga yang mempunyai middle piece sebagai penghubung atau penyambung antara leher dan ekor. Ekor flagellata berguna sebagai organ renang. Pada saat dikeluarkan dari alat kelamin jantan, spermatozoa berada dalam seminal plasma. Campuran antara seminal plasma dengan spermatozoa disebut semen. Dalam setiap tetes semen terdapat jutaan spermatozoa. Pada testes bagian dorsal terdapat saluran pengeluaran spermatozoa yang disebut vas deferens. Secara radial, lumina bermuara ke vas deferens tersebut. Sel spermatozoa secara umum terdiri atas dua bagian besar, yaitu kepala dan ekor, tetapi ada pula yang terdiri atas tiga bagian bila bagian antara kepala dan ekor cukup besar yang dinamakan bagian tengah. Tiap bagian berbeda-beda ukurannya tergantung pada jenis ikannya.

23 10 Spermatozoa ikan teleostei memiliki struktur yang sederhana, dengan ukuran panjang kepala 2-3 µm dan panjang total 40 sampai dengan 60 µm. Kepala spermatozoa mengandung DNA yang berperan dalam penyimpanan dan menerjemahkan informasi genetik yang dibawa oleh spermatozoa (Hafez, 1987). Konsentrasi spermatozoa penting untuk diketahui karena hal ini sebagai kriteria penentu kualitas semen (Toelihere, 1981). Derajat kekeruhannya ditentukan oleh konsentrasi spermatozoa. Semakin banyak konsentrasinya semakin keruh warna semennya (Herrick and Self, 1962). Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tahan hidup spermatozoa adalah sifat-sifat fisik dan kimia bahan pengencer, suhu, cahaya, ph, tekanan osmotik, elektrolit, nonelektrolit. Spermatozoa akan tahan hidup lama pada ph 7.0 dan tetap motil dalam waktu lama pada media isotonik darah dan spermatozoa lebih mudah dipengaruhi oleh keadaan hipertonik daripada hipotonik (Toelihere, 1981). Spermatozoa ikan imotil didalam cairan plasma semennya sendiri dan baru bergerak apabila telah bercampur dengan air. Respon rangsangan aktifitas spermatozoa tergantung pada ph, tekanan osmotik, dan kandungan ion pada medium yang mengelilinginya (Ernawati, 1999). Salisbury and Vandemark (1961) menyatakan bahwa sel spermatozoa diselubungi oleh membran lipoprotein. Apabila sel tersebut mati maka permeabilitas selnya meningkat terutama di daerah pangkal kepala, dan hal ini merupakan dasar pewarnaan semen yang membedakan spermatozoa yang hidup dan mati. Spermatozoa ikan imotil di dalam cairan plasma semennya sendiri dan baru bergerak apabila telah bercampur dengan air. Respons rangsangan aktifitas spermatozoa tergantung pada ph, tekanan osmotik, dan kandungan ion pada medium yang mengelilinginya. Spermatozoa ketika berada di dalam alat reproduksinya memiliki ph yang berkisar pada 7.0 dan suhu sekitar 6 o C, dan ketika dikeluarkan sebaiknya suhu spermatozoa tetap dipertahankan dibawah 6 o C (Bobe and Labbe in Cabrita et al., 2008).

24 Morfologi Spermatozoa Spermatozoa merupakan sel kecil yang kompak dan sangat khas dengan bentuk yang menyerupai kecebong serta tidak tumbuh dan membelah diri. Pengetahuan terhadap morfologi spermatozoa diperlukan mengingat sudah cukup banyak penelitian-penelitian yang membahas korelasi antara morfologi dengan fertilitas pada berbagai ternak. Menurut bentuknya, spermatozoa terbagi atas kepala dan ekor. Kepala spermatozoa dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah akrosom anterior yang dibungkus oleh tudung akrosom dan daerah post akrosomal posterior. Tudung akrosom berasal dari apparatus golgi selama tahap awal spermiogenesis. Tudung akrosom mengandung akrosin, hyaluronidase, dan enzim-enzim hidroloitik lainnya yang terlibat pada proses fertilisasi. Bentuk kepala oval memanjang, lebar dan datar yang terisi sepenuhnya dengan materi yang homogen sebagai informasi genetik dari pejantan yaitu kromosom (Barth and Oko 1989). Benang-benang kromatin terdiri dari deoxyribo nucleic acid (DNA) kompleks dan bersifat haploid. Sel sperma yang haploid dihasilkan dari proses meiosis yang terjadi selama proses spermatogenesis. Ekor sperma berasal dari sentriol spermatid selama proses spermiogenesis yang berfungsi memberikan gerak maju atau lokomosi kepada spermatozoa dengan gelombang-gelombang yang dimulai di daerah implantasi ekor-kepala dan berjalan ke arah belakang. Barth and Oko (1989) menyatakan bahwa ekor sperma terbagi atas tiga bagian yaitu bagian utama (principal piece) bagian tengah (midpiece) dan bagian ujung (endpiece). Permukaan spermatozoa dibungkus oleh suatu membran lipoprotein. Bila sel tersebut mati maka permeabilitas sel akan meningkat terutama di daerah pangkal kepala. Hal ini dijadikan dasar pewarnaan sperma untuk membedakan sperma hidup dan sperma mati berdasarkan kemampuan zat warna untuk menembus membran sel yang rusak. Parameter yang dianggap penting bagi spermatozoa yang akan menentukan fertilitasnya antara lain: kapasitas produksi, daya tahan

25 12 spermatozoa dan persentase morfologi sperma normal. Abnormalitas sperma diketahui disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain penyakit, stres panas dan musim (Barth and Oko, 1989) termasuk perlakuan preservasi dan kriopreservasi semen. Beberapa peneliti telah menyebutkan bahwa tingkat abnormalitas juga bisa disebabkan oleh teknik pengumpulan semen dan teknik pewarnaan. Secara umum abnormalitas spermatozoa terdiri dari abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas primer adalah segala sesuatu perubahan yang terjadi pada saat proses spermatogenesis di tubuli seminiferi, sedangkan abnormalitas sekunderterjadi setelah sperma meninggalkan tubuli seminiferi, selama perjalanannya melalui epididimis, ejakulasi atau penanganan ejakulat termasuk pemanasan yang berlebihan, pendinginan yang cepat, kontaminasi dengan air, urine, antiseptik dan sebagainya (Barth and Oko, 1989). Herrick and Self (1962), mengklarifikasikan abnormalitas spermatozoa menjadi abnormalitas primer, dan abnormalitas sekunder. Abnormalitas primer terjadi pada proses spermatogenesis, abnormalitas sekunder kemungkinan terjadi pada epididimis, dan juga terjadi pada saat ejakulasi termasuk handling semen (temperatur, ph dan tekanan osmotik). Abnormalitas primer meliputi kepala yang terlampau besar atau terlampau kecil, kepala pendek dan melebar, ekor ganda, ekor melingkar, putus atau bercabang. Sedangkan abnormalitas sekunder meliputi kepala tanpa ekor, bagian tengah yang terlipat, adanya butiran-butiran sitoplasmik proksimal atau distal dan selubung akrosom yang terlepas (Hafez, 1987). Pengamatan morfologi dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara manual maupun menggunakan teknologi mutakhir. Cara manual dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pewarnaan dan pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya atau mikroskop fase kontras. Sedangkan metode mutakhir yang dapat digunakan adalah Timen-Exposure Photomicrography (TEP), Multiple Exposure Photomycrography (MEP), Microcinematography (Cine), Videomycrography dan Computerized Digital Image Analysis.

26 Morfometri Spermatozoa Morfometri spermatozoa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: teknik fiksasi, teknik pewarnaan, handling semen, kualitas mikroskop dan ketrampilan personal (Toelihere, 1981). Pengamatan morfometri spermatozoa dapat dilakukan dengan menggunakan metode manual yaitu dengan teknik fiksasi dan pewarnaan, sedangkan pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya atau mikroskop fase kontras yang dilengkapi dengan micrometer. Adapun metode terbaru untuk mengamati morfometri spermatozoa adalah dengan metode Automated Sperm Morphometry Analysis (ASMA), dengan menggunakan sistem ini akan memberikan hasil yang akurat dan lebih mudah (Cabrita et al,. 2008). Akan tetapi metode ini sangat mahal dan belum dapat diaplikasikan di Indonesia. Gambar 2. Morfometri spermatozoa: a. panjang kepala; b. lebar kepala; c. areal kepala; d. ekor bagian tengah; e. ekor bagian utama. (Salisbury and Van Demark, 1961). Ukuran dan bentuk spermatozoa berbeda pada setiap jenis hewan, namun memiliki struktur morfologis hampir sama. Panjang dan lebar spermatozoa sapi, domba dan babi berkisar antara µm x µm, tebal kepala berkisar µm pada semua jenis. Bagian tengah sperma mempunyai panjang kali panjang kepala dengan panjang spermatozoa µm. Panjang keseluruhan spermatozoa pada hewan peliharaan mencapai µm (Hafez, 1987).

27 Teknik Pewarnaan Pewarnaan spermatozoa berfungsi untuk membantu proses pengamatan morfologi dan morfometri spermatozoa. Berbagai metode pewarnaan dapat dilakukan di lapangan. Laboratorium rujukan Departemen Klinik Divisi Reproduksi, Kebidanan Dan Kesehatan Ambing Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Pertanian Swedia merekomendasikan penggunaan metode pewarnaan Williams karena sediaan pengamatan hanya perlu dibuat preparat ulas dan difiksasi di udara sedangkan pewarnaan dan pengamatan dapat dilakukan di laboratorium. Metode lain yang direkomendasikan adalah fiksasi spermatozoa dalam larutan formol-saline. Hal yang perlu diperhatikan dalam fiksasi formol-saline adalah senyawa formic acid yang terbentuk akibat terlalu lama disimpan sehingga akan merusak sel sehingga pengamatan morfometri sebaiknya dilakukan sebelum enam bulan sejak sampel diambil (Arifiantini, 2006). Formol-saline direkomendasikan sebagai media fiksasi spermatozoa yang baik karena memiliki kelebihan, antara lain: murah, pembuatannya mudah, memfiksasi lemak dengan baik, daya penetrasi yang baik dan tidak menyebabkan jaringan menjadi kering (Arifiantini, 2006). Menurut Arifiantini (2006), pewarnaan dengan metode Williams merupakan serangkaian proses pewarnaan dengan zat warna dasar basic fuchsin dan eosin, basic fuchsin merupakan zat warna yang termasuk dalam golongan trifenil methan dan umum mewarnai sitoplasma.

28 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Sampel diambil dari tiga ekor ikan mas jantan yang berasal dari empang di sekitar Kampus, dan tiga ekor ikan patin jantan yang berasal dari kolam penelitian jurusan Budidaya Perairan (BDP) dengan kondisi sudah matang gonad, tanpa perlakuan, dan siap untuk memijah. Penelitian pendahuluan dan penelitian utama dilakukan kurang lebih 1 tahun (September 2009 sampai september 2010). Pengamatan motilitas spermatozoa dan evaluasi langsung dilakukan di lapang dan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR) Fakultas Kedokteran Hewan, Laboratorium Biologi Makro Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Reproduksi Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong Alat dan Bahan Alat Bahan Bunsen sampel semen segar mikropipet 0,5-1,0 µl larutan pewarna Williams tabung epphendorf 2 ml larutan formol saline kamar hitung Neubauer tissue Outer slide box alkohol absolut Counter larutan chloramin 0,5% ph indikator paper larutan sodium sitrat 0,3% Stopwatch distilled water mikroskop cahaya alkohol 96% mikroskop compound Nikon Optihot 2 kertas label perangkat lunak CorelDraw X4 gelas objek wadah penampung sperma Syringe 5 ml Sentrifuse

29 Penelitian Pendahuluan Sebelum penelitian ini dilakukan, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan. Hal tersebut dilakukan karena belum ada metode yang ditemukan untuk menentukan pewarnaan yang tepat pada spermatozoa ikan yang diteliti. Pada mulanya, dilakukan pewarnaan spermatozoa dengan pewarnaan Williams sesuai dengan standar pada pewarnaan spermatozoa hewan mamalia. Karena spermatozoa tidak terlihat, maka dilakukan percobaan dengan pewarnaan eosin dan juga nigrosin. Namun sampel spermatozoa juga tidak terlihat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tuset et al., (2008) pada ikan trout (Onchorynchus mykiss), perlu dilakukan pengenceran dengan sodium sitrat dan sentrifugasi, sehingga spermatozoa menjadi cukup jelas terlihat setelah kedua metode tersebut dikolaborasikan. Langkah-langkah pewarnaan spermatozoa ikan dengan pewarnaan Williams yang dimodifikasi berdasarkan penelitian pendahuluan, antara lain : 1. Spermatozoa segar yang diambil dari ikan diencerkan dengan larutan sodium sitrat 3% dengan perbandingan 1:100 dan dimasukkan ke dalam tabung epphendorf 2 ml. 2. Sampel spermatozoa disentrifuse dengan kecepatan 300 g atau 1750 rpm selama 1 menit, lalu dibuat preparat ulas. 3. Preparat ulas difiksasi dari semen segar yang dikoleksi dari lapang dengan bunsen. 4. Cuci dalam alkohol absolut selama 4 menit. Biarkan sampai kering. 5. Masukkan kedalam larutan 0.5% chloramin selama 1-2 menit, sambil diangkat dan dimasukkan kembali berkali-kali dengan tujuan menghilangkan mukus dan ulasan terlihat jernih. 6. Cuci dalam distilled water selanjutnya masukkan ke dalam alkohol 95%. 7. Warnai dengan larutan Williams selama 10 menit. Keringkan.

30 17 Spermatozoa segar Pengenceran dengan larutan NaCO 3 3% Perbandingan 1 : 100 Masukkan ke dalam epphendorf 2 ml Sentrifuse 1750 rpm selama 1 menit dibuat preparat ulas Fiksasi dengan bunsen Cuci dalam Alkohol Absolut selama 4 Masukkan kedalam larutan chloramin 0,5% Tidak Tidak Mukus hilang? Cuci dalam distilled water Masukkan ke dalam alkohol Warnai (rendam) dengan larutan Williams Selama 10 menit, kering-udarakan Preparat pengamatan Gambar 3. Skema pembuatan preparat pewarnaan williams yang dimodifikasi.

31 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan sampel spermatozoa segar yang langsung dilakukan di lokasi penangkapan ikan dengan cara memfiksasi preparat ulas dari semen segar yang dikoleksi dari lapang dan pewarnaan dilakukan di laboratorium. Penampungan dan evaluasi semen dilakukan secara kontinyu, dengan cara pengambilan sampel ikan ke kolam sebanyak tiga kali. Setiap pengambilan sampel ikan, pada masing-masing ikan dilakukan tiga kali pengambilan sperma. Beberapa ml masing-masing spermatozoa diambil dari tiap ikan lalu dimasukkan ke tabung epphendorf. Dari setiap tabung epphendorf dijadikan tiga preparat pengamatan. Semen yang dikoleksi kemudian dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis untuk dilihat morfologi dan morfometrinya. Evaluasi makroskopis meliputi volume, warna, dan konsistensi, sedangkan mikroskopis terdiri dari gerakan massa, motilitas dan konsentrasi spermatozoa (Sorenson, 1979 in Arifiantini, 2006) Parameter Pengamatan Parameter-parameter yang diamati pada penelitian ini antara lain Morfologi dan Morfometri spermatozoa pada masing-masing ikan (mas dan patin), dan konsentrasi spermatozoa Analisis Data Pengamatan morfologi spermatozoa dilakukan dengan menghitung jumlah spermatozoa baik pada kepala maupun ekor. Pengamatan dilakukan pada 100 sel spermatozoa masing-masing preparat menggunakan mikroskop cahaya pada perbesaran 100x. Pengamatan kualitas semen segar, morfologi dan morfometri spermatozoa dilakukan dengan tiga kali ulangan. Pengamatan Morfometri semen dilakukan dengan melihat diameter kepala sperma, dan panjang ekor sperma. Hasil yang didapat pada mikrometer dikonversikan ke dalam satuan mikron (µ) atau 1/1000 kali dari milimeter. Analisis data dilakukan

32 19 secara deskriptif dengan melihat rataan dan simpangan baku konsentrasi spermatozoa dan melihat hubungan antara morfologi dan morfometri spermatozoa dengan keberhasilan dalam proses reproduksi.

33 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Hasil evaluasi semen segar merupakan pemeriksaan awal semen yang dijadikan dasar untuk menentukan kelayakan semen yang akan diproses lebih lanjut (Ginzburg, 1972). Volume ejakulat pada hewan ternak dipengaruhi oleh breeding, ukuran badan, tingkatan umur, frekuensi, metode penampungan dan kondisi lingkungan (Toelihere, 1981). Sedangkan pada ikan, volume ejakulat dipengaruhi oleh umur, bobot, frekuensi dan kondisi lingkungan (Billard, 1995). Tabel 1. Kualitas semen segar ikan. Karakteristik Mas Jenis Ikan Patin Makroskopis Volume (ml) 1,27 ± 0,47 1,23 ± 0,21 Warna Putih susu Krem-putih susu Konsistensi Sedang Sedang-kental Gerakan massa 2,67 ± 0,58 3 ± 0 ph 7,23 ± 0,25 7,5 ± 0 Mikroskopis Motilitas (%) 75 ± 5 78,33 ± 2,89 Konsentrasi (10 9 ) ml -1 11,08 ± 2,16 5,53 ± 3,57 Keterangan : Gerakan massa diambil berdasarkan nilai tingkat kekentalan sperma + = 1 ; ++ = 2 ; +++ = 3 Jumlah sampel pada masing-masing jenis ikan adalah tiga ekor. Pada hasil penelitian didapatkan volume spermatozoa ikan mas 1,27 ± 0,47 ml sedangkan pada ikan patin 1,23 ± 0,21 ml. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa volume spermatozoa kedua ikan tersebut hampir sama pada penelitian ini. Volume spermatozoa dapat dikaitkan dengan sex ratio pada ikan. Sex ratio adalah seberapa banyak perbandingan spermatozoa antara induk jantan dengan sel telur induk betina yang memijah untuk menghasilkan bibit yang optimal.

34 21 Perbedaan volume semen juga dapat mengindikasikan sex ratio yang dibutuhkan pada ikan jantan dan betina. Salah satu faktor berhasil tidaknya suatu proses pembuahan bergantung pada perbandingan spermatozoa dengan sel telur. Warna semen ikan mas adalah putih susu (Tabel 1) dan warna semen ikan patin adalah krem-putih susu. Warna krem pada semen mamalia disebabkan oleh pengaruh riboflavin yang disekresikan oleh kelenjar vesikularis dan dibawakan oleh suatu gen autosomal resesif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap fertilitas (Toelihere, 1981), pada semen ikan patin ditemukan warna krem, namun itu bukan merupakan akibat adanya riboflavin, karena riboflavin hanya ditemukan pada spermatozoa mamalia. Warna krem diduga disebabkan karena adanya pencampuran dengan feses atau lendir yang keluar dari kulit ikan pada saat pengambilan sperma. Konsistensi semen yang didapatkan berkisar sedang pada ikan mas, dan kental ke sedang pada ikan patin. Tebal tipisnya nilai gerakan massa sperma dilihat dari seberapa banyak spermatozoa yang terlihat pada mikroskop yang diamati pada 7 sampai 10 lapang pandang, dengan menilai gerakan spermatozoa apakah bergerak secara individu atau secara kelompok yang padat. Menurut Toelihere (1981) Nilai gerakan massa +++ adalah sangat baik, terlihat gelombang besar, banyak, gelap, tebal, dan aktif bagaikan gumpalan awan hitam dekat waktu hujan yang bergerak cepat berpindah-pindah tempat. Nilai ++ adalah jika terlihat gelombanggelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelas dan bergerak lamban. Nilai + adalah jika tidak terlihat gelombang melainkan hanya gerakan-gerakan individual aktif progresif, dan nilai - adalah jika hanya sedikit atau tidak ada gerakan-gerakan individual. Penilaian gerakan massa pada pemeriksaan makroskopis gerakan massa diperoleh rataan sebesar 2,67 (++/+++) pada ikan mas dan 3 (+++) pada ikan patin yang mengindikasikan sperma ikan patin lebih bergerak aktif (rough) dibandingkan sperma ikan mas. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa dengan gerakan massa yang lebih aktif, maka spermatozoa pada ikan patin mempunyai daya gerak yang lebih aktif dan dapat memaksimalkan pergerakan untuk proses pembuahan ke sel telur daripada ikan mas.

35 22 Persentase spermatozoa yang motil progresif merupakan parameter kuantitas spermatozoa sebagai ukuran kesanggupan membuahi sel telur. Dari hasil penelitian diperoleh sperma motil ikan mas sebesar 75 ± 5 %, dan 78,33 ± 2,89 % pada ikan patin, data tersebut menunjukkan persentase kesanggupan sperma ikan patin dalam membuahi sel telur lebih besar pada penelitian ini. Penilaian konsentrasi atau jumlah spermatozoa per mililiter semen menggambarkan sifat-sifat semen dan digunakan sebagai kriteria penentuan kuantitas semen. Perbedaan volume semen bergantung kepada keadaan gonad individu ikan. Pada penelitian ini tidak dilakukan pembedahan pada gonad ikan, sehingga diduga ikan yang diteliti berada pada tingkat kematangan gonad 3 atau 4, hal ini dikarenakan pada tingkat 1 atau 2, jika dilakukan stripping pada ikan sperma akan keluar namun kemungkinan sedikit ataupun keluar bersamaan dengan darah. Nilai ph pada pengamatan berada pada kisaran antara 7,23 pada spermatozoa ikan mas dan 7,5 pada ikan patin sedangkan pada ikan hake (Merluccius merluccius), yaitu 7,6 ± 0,1 (Groison et al., 2010). Nilai tersebut masuk ke dalam kisaran ph netral. Pada hasil penelitian diperoleh konsentrasi spermatozoa ikan mas sebesar 11,08 ± 2,16 x 10 9 ml -1 dan konsentrasi spermatozoa ikan patin sebesar 5,53 ± 3,57 x 10 9 ml -1 sebagai pembanding, konsentrasi spermatozoa pada ikan cod Atlantik Gadus morhua adalah 3,92 ± 0,74 sampai 29,07 ± 11,76 x 10 9 spermatozoa ml -1 (Rakitin et al., 1999) dan pada penelitian yang dilakukan Tvedt et al,. (2000) konsentrasi spermatozoa pada ikan Hippoglossus hippoglossus berkisar antara 200 x 10 9 sampai 600 x 10 9 spermatozoa ml -1. Konsentrasi spermatozoa dipengaruhi oleh kematangan seksual ikan jantan, kualitas pakan, kesehatan reproduksi, besar testis, umur, musim dan perbedaan geografis (Salisbury and Van Demark, 1961). Pada usaha pembiakan ikan maupun alam bebas, faktor biotik dan non abiotik mempengaruhi kualitas sperma dan bergantung pada interaksi genetik, fisiologi dan faktor-faktor lingkungan yang kompleks (Rurangwa et al., 2004).

36 Morfologi Spermatozoa Spermatozoa pada hewan mempunyai pola dasar yang sama, namun secara morfologi terdapat perbedaan-perbedaan tertentu yang menjadi karakteristik bentuk sperma pada masing-masing spesies. morfologi spermatozoa memiliki korelasi dengan fertilitas sehingga keberadaan spermatozoa abnormal akan berpengaruh terhadap kemampuan jantan untuk membuahi betina. studi terhadap karakteristik morfologi spermatozoa sebaiknya diikuti oleh kajian histologi pada organ kelamin jantan, khususnya testis (Barth and Oko, 1989). Morfologi spermatozoa ikan mas dan ikan patin diambil dari preparat yang telah diwarnai dengan pewarnaan Williams dan pengolahan gambar dengan menggunakan perangkat lunak CorelDraw X4 dan dengan skala yang telah dikalibrasikan dengan lensa mikroskop pada perbesaran 100x. (a) Gambar 4. Morfologi spermatozoa ikan patin (a) dan mas (b). (b) Gambar diatas menggunakan perbesaran 100x pada mikroskop, dapat dibandingkan dengan ikan patin, bentuk kepala spermatozoa ikan mas cenderung lebih bulat, dan ekor yang lebih panjang. Struktur sperma ikan pada umumnya terdiri dari kepala dan ekor sperma. Kepala sperma berbentuk cenderung ellips. Ekor sperma terdiri atas midpiece, principal piece, dan endpiece. Pada kepala sperma terkandung DNA yang membawa sifat genetik dari induk serta enzim-enzim yang berperan sampai proses pembuahan pada sel telur

37 24 yang dihasilkan pada induk betina. Sedangkan pada ekor sperma (midpiece) terdapat sisa-sisa sitoplasma dan mitochondria yang cukup untuk menggerakkan ekor sperma. Setelah proses spermatogenesis selesai, sperma akan tersimpan dalam testis. Pada wilayah temperate, spermatogenesis akan sempurna pada akhir musim panas dan pemijahan terjadi pada musim semi tahun berikutnya, namun pada wilayah tropis, pemijahan pada ikan bisa berjalan sepanjang tahun sesuai siklus hidupnya (Billard, 1995). Umumnya kepala sperma pada gambar berbentuk nyaris bulat sempurna, dengan ekor yang tidak menggulung kondisi tersebut dapat dikatakan normal. Namun jika dibandingkan dengan pustaka yang didapat, panjang ekor sperma tersebut tidak sempurna atau tidak sesuai dengan panjang pada pustaka. Hal ini diduga karena putusnya sebagian ekor sperma yang disebabkan oleh proses sentrifugasi yang bertujuan untuk memisahkan fase padatan dan cairan, karena melalui penelitian pendahuluan, jika tanpa proses sentrifugasi maka spermatozoa menyebar terlalu soliter sehingga ketika proses pewarnaan, hanya sedikit sampel individu yang didapatkan. Pada penelitian ini, memakai metoda Williams yang dimodifikasi dengan proses sentrifugasi pada sampel yang siap untuk diwarnai, hal tersebut dilakukan karena pada pewarnaan sebelumnya, spermatozoa ikan yang sudah diwarnai tidak kelihatan secara jelas, maka perlu pengendapan spermatozoa. Namun hasil yang didapat pada gambar adalah spermatozoa yang ekornya terputus pada bagian midpiece (bagian ekor tengah) sampai ke bagian ekor utama (endpiece) Morfometri Spermatozoa Morfologi spermatozoa ikan diambil berdasarkan panjang diameter kepala dan panjang ekor pada setiap sel spermatozoa dan dirata-ratakan. Sampel preparat diambil sel tergantung kepadatan pada setiap ulasan. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x dan lensa mikrometer yang dimasukkan ke dalam lensa okuler.

38 25 Tabel 2. Morfometri spermatozoa ikan Mas dan Patin. Mas Patin Preparat Diameter Panjang ekor Preparat Diameter Panjang ekor kepala (μm) (μm) kepala (μm) (μm) 1 14,96 ± 5,85 114,87 ± 14, ,91 ± 5,70 62,45 ± 8, ,80 ± 6,04 123,56 ± 17, ,85 ± 5,07 53,39 ± 4, ,19 ± 7,83 114,31 ± 16, ,37 ± 5,38 85,42 ± 6, ,94 ± 6,58 102,69 ± 14, ,42 ± 5,33 94,79 ± 9,94 Rataan 15,97 ± 6,57 113,86 ± 15,69 14,64 ± 5,37 74,01 ± 7,42 Rataan diameter kepala ikan mas didapat sebesar 15,97 μm dengan simpangan baku 6,57 μm dan rataan panjang ekor sebesar 113,86 μm dengan simpangan baku 15,69 μm. sedangkan pada ikan patin, rataan diameter kepala didapat sebesar 14,64 μm dengan simpangan baku 5,37 μm dan rataan panjang ekor sebesar 74,01 dengan simpangan baku sebesar 7,42 μm. Dengan demikian dapat dilihat bahwa diameter kepala spermatozoa ikan mas dan ikan patin tidak jauh berbeda, namun panjang ekor spermatozoa ikan mas sedikit lebih panjang daripada panjang ekor ikan patin, hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa dengan ekor yang lebih panjang, pergerakan massa akan lebih sulit pada ikan mas, yang dapat menjadi salah satu faktor pembeda pada keberhasilan suatu proses pembuahan Aplikasi Pengelolaan Pada ikan mas yang breedingnya secara relatif sinkron atau bersamaan, maka pada pengelolaan pada perikanan yang bisa diaplikasikan dari penelitian ini adalah data pada kualitas semen ikan bisa menjadi dasar untuk penentuan sex ratio antara spermatozoa dengan sel telur untuk bisa menghasilkan bibit yang optimal ke depannya. Sedangkan pada ikan patin yang breeding antara jantan dan betina secara tidak bersamaan (Ernawati, 1999) sehingga diperlukan cryopreservasi (pembekuan) sperma untuk kemudian dilakukan pembuahan

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012 dengan selang waktu pengambilan satu minggu. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Menurut ww.fishbase.org klasifikasi ikan lele sangkuriang adalah sebagai berikut: Class : Actinopterygii Ordo : Siluriformes Sub Ordo

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Budi Setyono, SPi dan Suswahyuningtyas Balai Benih Ikan Punten Batu email:

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 1 Mei

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting. Ikan mas telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. ekonomis penting. Ikan mas telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) adalah salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis penting. Ikan mas telah memasyarakat dan tersebar hampir di seluruh Indonesia. Dewasa ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik Kucing domestik (Felis catus, Linneaus 1758) (Gambar 1) menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Deskripsi...

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap evaluasi semen domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Domba Ekor Tipis Domba ekor tipis merupakan domba yang bersifat profilik yaitu mampu mengatur jumlah anak yang akan dilahirkan sesuai dengan ketersediaan pakan yang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum lokasi penelitian 4.1.1.1.Ciherang, Cianjur Lokasi pertama pengambilan sampel ikan lele sangkuriang terletak di Balai Pelestarian Perikanan Perairan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. TUGAS AKHIR - SB 091358 Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP. 1507 100 016 DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. Kebutuhan pangan (ikan air tawar) semakin meningkat Kualitas

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA

KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 RINGKASAN ADITYA. Kajian

Lebih terperinci

PENGUJIAN MORFOLOGI SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos Sondaicus) MENGGUNAKAN PEWARNAAN "WILLIAMS"

PENGUJIAN MORFOLOGI SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos Sondaicus) MENGGUNAKAN PEWARNAAN WILLIAMS PENGUJIAN MORFOLOGI SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos Sondaicus) MENGGUNAKAN PEWARNAAN "WILLIAMS" [Sperm Morphology Assesment of Bali Bull Cattle Using "Williams" Stain] R.I. Arifiantini, T. Wresdiyati, dan E.F.

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah 1 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Hubungan Bobot Badan dengan Konsentrasi, Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah dilaksanakan pada bulan Juli -

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var) Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah sebagai berikut : Phylum

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI Oleh: Connie AstyPakpahan Ines GustiPebri MardhiahAbdian Ahmad Ihsan WantiDessi Dana Yunda Zahra AinunNaim AlfitraAbdiGuna Kabetty T Hutasoit Siti Prawitasari Br Maikel Tio

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA LAPORAN PRAKTIKUM diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Mikroteknik disusun oleh: Kelompok 1 Kelas C Adam Andytra (1202577) Devi Roslina (1200351)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai 22 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah (UPTD-BIBD) Lampung Tengah. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah belut sawah (Monopterus albus) yang diperoleh dari pengumpul ikan di wilayah Dramaga. Kegiatan penelitian terdiri

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

Tatap muka ke 4&5 PENILAIAN ATAU EVALUASI SPERMA

Tatap muka ke 4&5 PENILAIAN ATAU EVALUASI SPERMA Tatap muka ke 4&5 PokokBahasan: PENILAIAN ATAU EVALUASI SPERMA 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti cara - cara menilai sperma Mengerti sperma yang baik dan buruk 2. Tujuan Intruksional Khusus Mampu melaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU Scy[la serrata ( FORSKAL ) SEGARA MORFOLOGIS DAN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET Olela TITIK RETNOWATI C 23.1695 JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi 1. Materi Penelitian Materi penelitian berupa benih ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) berumur 1, 2, 3, dan 4 bulan hasil kejut panas pada menit ke 25, 27 atau 29 setelah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil 4.1.1 Volume Cairan Semen Penghitungan volume cairan semen dilakukan pada tiap ikan uji dengan perlakuan yang berbeda. Hasil rata-rata volume cairan semen yang didapatkan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan (UPTD BIB) Tuah Sakato, Payakumbuh. 3.2. Materi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian menggunakan data sekunder di Laboratorium Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung, Jawa Barat. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder produksi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Beberapa tahun terakhir ini, para peneliti mencoba mengatasi masalahmasalah reproduksi pada hewan melalui teknologi transplantasi sel germinal jantan atau disebut juga transplantasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu jenis bangsa sapi asli Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu jenis bangsa sapi asli Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu jenis bangsa sapi asli Indonesia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan dan sapi bali ini juga merupakan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan inroduksi yang telah lebih dulu dikenal masyarakat indonesia. Budidaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian rataan suhu dan kelembaban harian kandang berturut-turut 28,3 o C dan 91,3% yang masih dalam kisaran normal untuk hidup kelinci. Adapun suhu dan kelembaban

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH Hanum, A. N., E. T. Setiatin, D. Samsudewa, E. Kurnianto, E. Purbowati, dan Sutopo Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6130 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan...1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Limousin Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. Karakteristik Sapi Limousin adalah pertambahan badan yang cepat perharinya sekitar 1,1

Lebih terperinci

GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B

GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B04103026 DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan

PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan semakin meningkat pula permintaan masyarakat terhadap bahan pangan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Teen.) Steenis) dalam pengencer tris kuning telur tehadap kualitas semen kambing Peranakan Etawah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai dengan Januari 2015 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.2. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Penelitian diawali dengan survey untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Kimia untuk pembuatan ekstrak Myrmecodia pendens Merr. &

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Kimia untuk pembuatan ekstrak Myrmecodia pendens Merr. & 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi untuk pengaklimatisasian hewan uji serta

Lebih terperinci