PERAN EKSPRESI E-CADHERIN PADA METASTASIS KARSINOMA NASOFARINGS. Karya Tulis Akhir

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN EKSPRESI E-CADHERIN PADA METASTASIS KARSINOMA NASOFARINGS. Karya Tulis Akhir"

Transkripsi

1 PERAN EKSPRESI E-CADHERIN PADA METASTASIS KARSINOMA NASOFARINGS Karya Tulis Akhir Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat spesialis Program Studi Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Program Pendidikan Dokter Spesialis I Diajukan oleh : TAUFIQURRAHMAN NIM. 10/309088/PKU/11999 BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014 i

2 LEMBAR PENGESAHAN PERAN EKSPRESI E-CADHERIN PADA METASTASIS KARSINOMA NASOFARINGS Dipersiapkan dan disusun oleh : TAUFIQURRAHMAN NIM. 10/309088/PKU/11999 Disetujui oleh: Pembimbing I Pembimbing II Dr. dr. Bambang Hariwiyanto, Sp.THT-KL(K) NIP Tanggal: dr. Camelia Herdini, M.Kes., Sp.THT-KL NIP Tanggal: Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher dr. Sagung Rai Indrasari, M.Kes., Sp.THT-KL(K) NIP ii

3 PERNYATAAN Nama : Taufiqurrahman NIM : 10/309088/PKU/11999 PERAN EKSPRESI E-CADHERIN PADA METASTASIS KARSINOMA NASOFARINGS Dengan ini saya menyatakan bahwa hasil penelitian ini bukan merupakan karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam kepustakaan. Yogyakarta, Maret 2014 Yang membuat penyataan, Taufiqurrahman iii

4 PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Akhir (KTA) dengan judul Peran Ekspresi E-cadherin Pada Metastasis Karsinoma Nasofarings. Penyusunan KTA ini merupakan salah satu syarat mencapai derajat spesialisasi pada Program Studi Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Program Pendidikan Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dengan selesainya penyusunan KTA ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat Dr. dr. Bambang Hariwiyanto, Sp.THT-KL(K) selaku pembimbing I dan dr. Camelia Herdini, M.Kes., Sp.THT- KL, selaku pembimbing II, yang dengan sabar memberikan masukan, pengarahan, saran, nasehat dan bimbingan dalam penyusunan dan penulisan KTA ini dari awal hingga akhir. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat : 1. Pasien-pasien karsinoma nasofarings yang menjalani biopsi di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta yang termasuk ke dalam subyek penelitian. 2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada berserta staf yang telah memberi izin dan kesempatan penulis menempuh pendidikan. 3. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas pendidikan kepada penulis. iv

5 4. Prof. Dr. dr. H. Soewito Atmosoewarno, Sp.THT-KL(K), Prof. Dr. dr. H. Soenarto Sastrowijoto, Sp.THT-KL(K), Prof. dr. Soepomo Sukardono, Sp.THT-KL(K) atas bimbingan dan masukannya dalam penyusunan dan penulisan KTA ini. 5. Dr. dr. Bambang Udji Djoko Rianto, M.Kes., Sp.THT-KL(K) selaku Kepala Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 6. dr. Sagung Rai Indrasari, M.Kes, Sp.THT-KL(K) selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 7. dr. Harijadi, Sp.PA(K) yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membacakan preparat subyek penelitian, memberikan bimbingan dan masukan penulisan KTA ini. 8. Seluruh Staf Pendidik di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang telah memberikan petunjuk dan pengarahan dalam penyusunan KTA ini. 9. Segenap rekan residen, staf nonedukatif Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan paramedis SMF THT-KL yang tulus memberikan saran, dukungan dan sumbangan pemikiran. 10. Seluruh petugas di bagian Rekam Medis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang turut membantu dalam pencarian rekam medis untuk penelitian ini. v

6 Terimakasih terbesar penulis sampaikan kepada Ayahanda Ahmad Riva i Arifin, Ibunda Rosmawati, istri tercinta dr. Tengku Afrina, Sp.M, Ananda Muhammad Hamizan Tamim, serta adik-adik tersayang Ikhwanul Arif, S.Hum, Tengku Ade Saputra, A.Md, dan Tengku Vivi Pertiwi, S.Psi yang selalu mendo akan, mendukung, memberi inspirasi dan dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan. Penulis menyadari bahwa KTA ini jauh dari sempurna. Segala masukan dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan KTA ini. Akhirnya penulis berharap semoga KTA ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya untuk perkembangan Ilmu Kesehatan THT-KL dibidang onkologi. Yogyakarta, Mei 2014 Taufiqurrahman vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN.. ii PERNYATAAN.. iii PRAKATA.. iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR.... x DAFTAR SINGKATAN... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii INTISARI..... xiii ABSTRACT... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah C. Pertanyaan Penelitian D. Keaslian Penelitian E. Tujuan Penelitian F. Manfaat Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karsinoma Nasofarings Definisi Etiologi Gambaran Klinis Diagnosis Klasifikasi Histologis Stadium Klinis.. 15 B. E-cadherin Struktur E-cadherin E-cadherin dan Metastasis.. 19 C. Kerangka Teori D. Kerangka Konsep E. Hipotesis.. 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancang Penelitian. 28 B. Populasi Penelitian C. Sampel Penelitian D. Kriteria Subyek Penelitian vii

8 E. Tempat dan Waktu Penelitian F. Definisi Operasional Variabel G. Instrument dan Cara Pengumpulan data Rekam Medis Pemeriksaan IHK H. Alur Penelitian I. Analisis Statistik BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.. 35 A. Karakteristik Subyek Penelitian Jenis Kelamin Umur Jenis Histopatologi Stadium Penyakit B. Analisis Ekspresi E-cadherin Ekspresi E-cadhrin Pada Jaringan KNF Perbedaan Ekspresi E-cadherin Antara Kelompok Kasus dan Kontrol Hubungan Ekspresi E-cadheran dengan Beberapa Gambaran Klinis KNF BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan. 48 B. Saran DAFTAR PUSTAKA 49 LAMPIRAN viii

9 DAFTAR TABEL Tabel 1. Korelasi ekspresi E-cadherin dengan gambaran klinis pasien KSS hipofarings Tabel 2. Hubungan ekspresi E-cadherin dengan gambaran klinis pasien KSS larings. 10 Tabel 3. Sistem klasifikasi stadium KNF menurut UICC Tabel 4. Pembagian stadium KNF menurut UICC/AJCC Tabel 5. Subfamili E- Cadherin. 17 Tabel 6. Karakteristik subyek penelitian Tabel 7. Distribusi umur subyek penelitian. 37 Tabel 8 Hasil penilaian ekspresi E-cadherin pada subyek penelitian.. 41 Tabel 9 Analisis Ekspresi E-cadherin Terhadap Kelompok Kasus dan Kontrol Tabel 10 Analisis jenis kelamin, umur, jenis histopatologi, ukuran tumor, dan stadium penyakit terhadap kelompok kasus dan kontrol. 42 Tabel 11 Hubungan ekspresi E-cadherin dengan beberapa gambaran klinis KNF Tabel 12 Hubungan mean ekspresi E-cadherin terhadap gambaran klinis pasien KNF.. 46 ix

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Ekspresi E-cadherin pada KSS hipofarings... 9 Gambar 2. Intercellular Junctional Complex (IJC) Gambar 3. E-cadherin memfasilitasi adesi antar sel epitel.. 19 Gambar 4. Tahapan proses metastasis.. 20 Gambar 5. Aktivasi jalur transduksi signal LMP Gambar 6. Aktiviasi DMNT1 yang dimediasi oleh LMP1 melalui signal JNK/AP Gambar 7. Kerangka teori 26 Gambar 8. Kerangka konsep Gambar 9. Bagan rancang penelitian Gambar 10. Alur penelitian Gambar 11. Ekspresi E-Cadherin pada jaringan KNF x

11 DAFTAR SINGKATAN AJCC : American Joint Committee on Cancer AJs : Adherens Junctions AP-1 : Activator Protein 1 COX-2 : Cyclooxygenase-2 CT Scan : Computed Tomography Scan CTAR : COOH-Terminal Activation Region DNMT : DNA methyltransferase EBNA : Epstein-Barr Nuclear Antigen EBV : Epstein-Barr Virus ECM : Extracellular Matrix EGFR : Epidermal Growth Factor Receptor HGF : Hepatocyte Growth Factor IHK : Imunohistokimia IJC : Intercellular Junctional Complex JNK : c-juni NH 2 -terminal kinase KKL : Kanker Kepala Leher KNF : Karsinoma nasofarings KSS : Karsinoma Sel Skuamosa LMP1 : Latent Membran Protein 1 MAPK : Mitogen Activated Protein Kinase MMP : Matrix Metalloproteinase MMP : Matrix Metalloproteinases NFκB : Natural Factor Kappa B RO : Rasio Odd RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat THT-KL : Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher TJs : Tight Junctions TNF : Tumor Necrosis Factor TRADD : TNF Receptor Associated Death Domain Protein TRAF : TNF Receptor Associated Factor Proteins UICC : Union for International Cancer Control USG : Ultrasonography VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor WHO : Wold Health Organization xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil penilaian ekspresi E-cadherin subyek penelitian Lampiran 2. Kompilasi data penelitian 56 Lampiran 3. Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) xii

13 INTISARI PERAN EKSPRESI E-CADHERIN PADA METASTASIS KARSINOMA NASOFARINGS Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Latar belakang: Sel-sel Karsinoma Nasofarings (KNF) sering kali menyebar ke jaringan sekitar atau bermetastasis pada stadium awal perkembangan tumor. Mekanisme yang pasti masih belum diketahui. Banyak faktor yang mungkin terlibat, seperti molekul-molekul adhesi antar sel. E-cadherin memainkan peran penting dalam pemeliharaan adhesi antar sel pada sel-sel epitel. Hilangnya adhesi antar sel yang dimediasi oleh E-cadherin merupakan peristiwa penting yang mendorong potensi terjadinya metastasis pada KNF. Epsteine Barr Virus (EBV) berkaitan dengan 90% kejadian KNF, Latent Membrane Protein 1 (LMP1) merupakan onkogen dari EBV yang mengambil bagian dalam regulasi metastasis tumor terkait gen seperti E-cadherin. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbedaan ekspresi E- cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis dengan KNF yang belum bermetastasis. Metode: Rancang penelitian adalah kasus kontrol. Subyek penelitian adalah blokblok parafin dari pasien KNF yang telah menjalani biopsi di bagian Telinga Hidung dan Tenggorok Bedah Kepala Lehar (THT-KL) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Sardjito Yogyakarta. Blok-blok parafin yang berasal dari pasien KNF yang sudah bermetastasis dikategorikan sebagai kelompok kasus, sedangkan yang belum bermetastasis sebagai kelompok kontrol. Sampel dari kedua kelompok diperiksa dengan metode Imunohistokimia (IHK) menggunakan antibodi E-cadhrin di laboratorium patologi anatomi RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Analisis statistik untuk membuktikan hipotesis menggunakan chi square. Hasil: Sampel penelitian berjumlah 48 blok parafin pasien KNF, masing-masing kelompok terdiri dari 24 blok parafin. Terdapat perbedaan yang bermakna ekspresi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis dengan KNF yang belum bermetastasis dengan nilai p<0,001 dan Rasio Odd (OR):87,4 (interval kepercayaan 95% 10, ,26). Disamping itu didapatkan juga hubungan yang signifikan antara penurunan ekspresi E-cadherin dengan status limfonodi leher (p<0,001), metastasis jauh (p=0,001), dan stadium penyakit (p=0,001). Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang bermakna ekspresi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis dengan KNF yang belum bermetastasis Kata Kunci : Karsinoma nasofarings, ekspresi E-cadherin, metastasis. xiii

14 ABSTACT ROLE OF E-CADHERIN EXPRESSION IN NASOPHARYNGEAL CARCINOMA METASTASIS Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Department Faculty of Medicine Gadjah Mada University Yogyakarta Background: Nasopharyngeal Carcinoma (NPC) tumor cells frequently invade surrounding tissue or metastasis at early stages of tumor development. The exact mechanisms of metastasis remain unknown. Many factors may be involved, such as cell adhesion molecules. E-cadherin plays an important role in maintenance of cell adhesions on epithelial cells. The loss of E-cadherin mediated cell adhesion is found to be an important step in promoting malignant metastatic potential in NPC. Epsteine Barr Virus (EBV) is associated with 90% of nasopharyngeal carcinoma (NPC), Latent membrane protein 1 (LMP1) is an oncogene of EBV which takes part in the regulation of tumor metastasis related genes such as E-cadherin. Objective: This study is aimed to determine the difference of E-Cadherin expression between the NPC patient that has metastasized and the NPC patient that has not metastasized. Methods: Research design was case control study. Subjects of this research were paraffin blocks of NPC patient who had undergone biopsy at the Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery (ORL-HNS) department dr. Sardjito General Hospital of Yogyakarta. Paraffin blocks from NPC patients who had metastasized were categorized as cases group, while the non metastasized as a control group. Samples from both groups were examined with immunohistochemistry (IHC) method using E-cadherin antibody at the anatomical pathology Laboratory dr. Sardjito General Hospital of Yogyakarta. Statistical analysis to prove the hypothesis were using chi square. Result: Study sample were 48 paraffin blocks of NPC patients, each group consisted of 24 paraffin blocks. There was statistically significant difference E- caherin expression between the NPC patient that had metastasized and the NPC patient that had not metastasized with p<0.001 and Odds Ratio (RO): 87.4 (95% confidence interval to ). It also found decreased E-cadherin expression were significantly correlated with neck lymph node status (p <0.001), distant metastasis (p=0.001), and stage of disease (p=0.001). Conclusion: There is significant difference of E-cadherin expression between the NPC patient that has metastasized and the NPC patient that has not metastasized. Keywords: Nasopharyngeal carcinoma, E-cadherin expression, metastasis. xiv

15 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari Kanker Kepala Leher (KKL) dalam hal epidemiologi, karakteristik klinis, etiologi, dan histopatologi (Ruiz et al., 2011). Etiologi KNF sangat kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV), dan lingkungan (Razak et al., 2010; Yu et al., 2013). Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya KNF sehingga kekerapan cukup tinggi terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia (Roezin dan Adham, 2011). Secara global, KNF menyumbang sekitar kasus baru dan kematian setiap tahunnya (Razak et al., 2010). Karsinoma nasofaring merupakan salah satu kanker yang paling sering terjadi di Cina Selatan dan Asia Tenggara (Xu et al., 2013), dengan jenis histologi yang paling sering ditemukan adalah karsinoma tak terdiferensiasi (World Health Organization (WHO) tipe III) (Cao et al., 2011). Insiden yang cukup tinggi terjadi di beberapa daerah di Cina Selatan, terutama di provinsi Guangzhou, dengan insiden sekitar 30-80/ per tahun (Spano et al., 2003; Zhao et al., 2012), sehingga menimbulkan masalah kesehatan yang serius (Xu et al., 2013). Insiden intermediate terjadi di Asia Tenggara, termasuk Singapura (15/ ), Malaysia (9.7/ ), Vietnam (7.5/ ), Taiwan (7/ ), dan Filipina (6,4/ ). Kecenderungan ini juga berlaku di Afrika, termasuk Kenya

16 2 (5.4/ ) dan Aljazair, Maroko, dan Tunisia (5.1/100.00) (Adham et al., 2012). Di luar negara-negara tersebut di atas, insiden KNF masih sangat rendah, terutama di Eropa Barat dan di Amerika Serikat (AS), di negara-negara tersebut, jenis histologi utama adalah WHO tipe I (differentiated type), yang berhubungan dengan penggunaan tembakau dengan insiden 0,5-2/ per tahun (Spano et al., 2003). Spano et al (2003), melaporkan rasio KNF pada laki-laki : perempuan sekitar 2-3 : 1. Baru-baru ini dilaporkan insiden KNF di Hongkong pada laki-laki sebesar 20-30/ , sedangkan pada perempuan 15-20/ (Wei dan Kwong, 2010). Distribusi usia pasien KNF tidak sama di Asia Tenggara dan Afrika Utara. Di Asia, sebagian besar kasus terjadi pada dekade kelima dan keenam kehidupan, sedangkan di Arika Utara ditemukan distribusi bimodal, dengan puncak utama kejadian sekitar usia 50 tahun, mirip dengan puncak usia kejadian KNF yang diamati di Asia, dan puncak kecil pada pasien berusia antara 10 dan 25 tahun. Insiden KNF pada remaja ini menyumbang sekitar 20% (Spano et al., 2003). Karsinoma nasofarings merupakan kanker yang sering terjadi di Indonesia, sebagai peringkat keempat setelah kanker leher rahim, kanker payudara, dan kanker kulit, dan merupakan kanker yang paling sering terjadi di bagian kepala leher. Penyakit ini 100% terkait dengan EBV, terutama tipe undifferentiated carcinoma (WHO tipe III). Insiden KNF di Indonesia diperkirakan 6.2/ atau sekitar kasus baru setiap tahunnya (Adham et al., 2012). Data

17 3 registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun 2003 menunjukkan bahwa KNF menempati urutan pertama dari semua tumor ganas primer pada laki laki dan urutan ke 8 pada perempuan (Ariwibowo, 2013). Dari data rekam medik poliklinik Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher (THT-KL) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Sardjito Yogyakarta, dalam 3 tahun terakhir didapatkan jumlah pasien yang terdiagnosis KNF pada tahun 2010 sebanyak 87 pasien, tahun 2011 ada 97 pasien, sedangkan pada tahun 2012 ada sebanyak 117 pasien. Dari data tersebut terlihat peningkatan jumlah pasien KNF dalam 3 tahun terakhir. Metastasis merupakan penyebab kematian (90%) dari semua kanker, dan menimbulkan gejala klinis yang berbeda (Yilmaz et al., 2007). Metastasis menunjukkan sebagai proses yang terkoordinasi, memiliki tahapan-tahapan, meliputi pemisahan sel dari tumor primer untuk untuk berkembang menjadi lesi baru di organ jauh (Beavon, 1999). Metastasis merupakan hasil dari pengaruh yang kompleks dari perubahan adhesi antar sel, motilitas dan migrasi sel, proteolisis Extracellular Matrix (ECM) dan membrana basalis (Howell dan Grandis, 2005) Berbeda dengan Karsinoma Sel Skuamosa (KSS) kepala leher lainnya (Cao et al., 2011), pertumbuhan tumor yang cepat menyebabkan KNF memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menginvasi daerah yang berdekatan, bermetastasis ke limfonodi regional dan organ jauh. Lebih dari 60% pasien KNF yang datang didiagnosis dengan metastasis. Apabila telah terjadi metastasis maka prognosis penyakit menjadi jelek dan menyebabkan tinggat kegagalan terapi yang

18 4 tinggi. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme molekuler metastasis KNF sangat penting untuk memeperbaiki prognosis pasien (Chen et al., 2012; Yu et al., 2013). Metastasis jauh sering terjadi pada pasien KNF (38-87%). Organ yang sering mengalami metastasis jauh adalah tulang (70-80%), liver (30%), paru-paru, dan sedikit pada limfonodi selain di regio leher (aksila, mediastinum, pelvis, dan inguinal). Prognosis penyakit tergantung pada lokasi metastasis, jika terjadi metastasis ke liver prognosis penyakit menjadi jelek, sedangkan bila metastasis ke tulang angka kelangsungan hidup lebih baik (Bensouda et al., 2011). Pada stadium awal penyakit, pasien sering tidak menyadari adanya gejala, sehingga pasien yang datang ke pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan stadium lanjut (Wei dan Kwong, 2010), dan pada 30-60% pasien stadium lanjut akan terjadi metastasis jauh dan mati akibat penyebaran penyakit (Cao et al., 2011). Sekitar 90% kontrol lokal tumor primer dapat dicapai dengan terapi yang ada saat ini, seperti radioterapi dan kemoterapi. Namun demikian, sekitar 30-40% KNF pasca terapi masih akan dapat berkembang untuk terjadi metastasis jauh dan atau terjadi kekambuhan lokoregional yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan terapi (Zhao et al., 2012). Kemajuan dalam diagnostik pencitraan, radioterapi, dan kemoterapi mungkin dapat mencapai kontrol lokoregional yang baik, namun hasil akhir terapi KNF tetap saja tidak memuaskan. Prognosis KNF terutama tergantung pada stadium klinis TNM. Namun, pasien KNF dengan stadium klinis yang sama sering kali memiliki prognosis yang berbeda, hal ini menunjukkan bahwa TNM

19 5 saja tidak cukup akurat untuk memprediksi prognosis penyakit. Dengan demikian, penting untuk mencari target terapi baru dan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme yang terlibat dalam penyebaran KNF (Chen et al., 2012). Sel KNF sangat sering menginvasi jaringan di sekitarnya dan bermetastasis ke limfonodi leher pada tahap awal perkembangan penyakit. Namun, mekanisme utama yang relevan masih belum diketahui. Banyak faktor yang mungkin terlibat dalam invasi dan metastasis seperti molekul adhesi antar sel, Matrix Metalloproteinase (MMP), dan sitokin yang dapat mendukung peningkatan mobilitas dan penyebaran sel kanker (Xu et al., 2013). Invasi dan metastasis sel tumor merupakan proses multi tahap, yang membutuhkan perubahan kompleks dalam interaksi adhesi antar sel. Adanya pelepasan sel tumor dari tumor primer adalah tahap awal yang penting dalam proses metastasis (Jones et al., 1996). Adhesi antar sel memainkan peran penting dalam pemeliharaan integritas sel dan jaringan (Kim et al., 2007). Beberapa molekul adhesi sel telah diakui sebagai penanda untuk potensi kejadian metastasis tumor padat (Tsao et al., 2003). E-cadherin adalah salah satu glikoprotein transmembran yang penting dalam adhesi sel, tumor suppression, diferensiasi sel, dan migrasi sel. Penelitian terbaru dari protein ini menunjukkan bahwa penurunan ekspresi E-cadherin memainkan peran dalam perkembangan dan metastasis tumor (Shnayder et al., 2001). Perubahan interaksi antar sel dan sel dengan matriks memberikan kemampuan sel kanker untuk melewati batas jaringan normal dan bermetastasis.

20 6 Adanya perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam ekspresi dan fungsi molekul adhesi sel yang dimediasi oleh E-cadherin merupakan penanda penting adanya potensi metastasis beberapa kanker seperti kanker lambung, kanker kolorektal, KSS kulit, dan kanker payudara (Huang et al., 2001; Shnayder et al., 2001). Yip dan Seow (2012), menganalisis ekspresi E-cadherin pada 64 jaringan KNF dan 38 jaringan nasofarings bukan kanker dengan Imunohistokimia (IHK) dari tahun 2000 sampai Pada penilaian ekspresi E-cadherin, didapatkan bahwa semua jaringan nasofarings bukan kanker (> 95% sel-sel epitel mukosa) menunjukkan pewarnaan pada membran yang kuat dan seragam. Imunoreaktifitas terhadap E-cahderin secara signifikan lebih rendah pada jaringan KNF dibandingkan dengan jaringan nasofarings bukan kanker dengan P < Penelitian sebelumnya yang senada oleh Huang et al (2001), melakukan pemeriksaan mukosa nasofarings bukan kanker (20 kasus) dan KNF (80 kasus), menunjukkan bahwa tingkat ekspresi E-cadherin pada KNF secara signifikan lebih rendah dibandingkan pada sel epitel bukan KNF dengan p < B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa hal penting sebagai berikut: 1. Karsinoma nasofarings merupakan suatu keganasan epitelial dengan frekuensi kejadian yang cukup tinggi. Di Indonesia termasuk 4 besar tumor ganas dengan frekuensi tertinggi, sedangkan di bagian THT-KL menduduki tempat pertama. Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah pasien KNF di RSUP dr. Sardjito setiap tahunnya.

21 7 2. Karsinoma nasofarings memiliki karakteristik yang berbeda KKL lainnya, berupa prilaku dengan pertumbuhan yang sangat cepat, dan kecenderungan yang tinggi untuk bermetastasis ke limfonodi regional dan organ jauh. Apabila telah terjadi metastasis maka prognosis penyakit menjadi jelek. 3. E-cadherin memainkan peran penting dalam pemeliharaan adhesi antar sel sel epitel. Perubahan molekul adhesi sel yang dimediasi oleh E-cadherin pada sel kanker berkontribusi pada peningkatan penyebaran sel tumor dan terbentuknya metastasis. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas maka disusun pertanyaan penelitian: Apakah terdapat perbedaan ekspresi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis dengan KNF yang belum bermetastasis? D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai ekspresi E-cadherin pada pasien KNF sangat terbatas. Baru-baru ini Xu et al (2013), melakukan penelitian terhadap 148 dari jaringan KNF yang bertujuan untuk menentukan komponen jalur Wnt/β-catenin (βcatenin, cyclooxygenase 2, cyclin D1, c-myc, dan E-cadherin) yang berhubungan dengan prognosis penyakit di Cancer Research Institute, Xiangya School of Medicine, Central South University (Changsha, Hunan, China). Dari 148 pasien didapatkan, 100 pasien sudah bermetastasis ke limfonodi regional (78 pasien N1, dan 22 pasien N2), sedangkan yang belum terjadi metastasis ke limfonodi regional sebanyak 48 pasien. Keseluruhan pasien yang

22 8 masuk ke dalam sampel penelitian belum terjadi metastasis jauh, sehingga diklasifikasikan sebagai M0. Dari analisis multivariat didapatkan peningkatan ekspresi β-catenin dan penurunan ekspresi E-cadherin adalah faktor prognosis (P=0.002 dan P=0.011) terlepas dari stadium TNM dan status limfonodi leher, sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan ekspresi β-catenin dan penurunan ekspresi E- cadherin berhubungan dengan prognosis yang jelek pada KNF (Xu et al., 2013). Penelitian lainnya pada KKL dilakukan oleh Kim et al. (2007), pada penelitian yang melibatkan sebanyak 66 pasien KSS hipofarings yang bertujuan untuk menilai pengaruh Hepatocyte Growth Factor (HGF) terhadap ekspresi dan distribusi E-cadherin di Ajou University Hospital dan Yonsei University Medical Center Korea dari tahun 1994 sampai Dari 66 pasien terdiri dari 7 pasien stadium I, 2 pasien stadium II, 19 pasien stadium III, dan 38 pasien stadium IV (berdasarkan sistem klasifikasi TNM American Joint Committee on Cancer (AJCC) tahun 2002). Pada pengecatan E-cadherin secara IHK, ekspresi E-cadherin ditemukan pada 87,9% dari jaringan KSS hipofarings, yang diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu tipe membranosa (46,9% ) yaitu lokasi E-cadheri hanya berada di dalam membran sel (gambar 1.A), dan tipe nonmembranosa (53,1%) yaitu lokasi E- cadheri berada di dalam sitoplasma atau tidak terlihat sama sekali (negatif) (gambar 1.B). Ekspresi E-cadherin pada tipe nonmembranosa secara signifikan berkorelasi dengan metastasis ke limfonodi, metastasis jauh, dan kekambuhan penyakit (tabel 1) (Kim et al., 2007).

23 9 Gambar 1. Ekspresi E-cadherin pada KSS hipofaring. (A) tipe membranosa, (B) tipe nonmembranosa (Kim et al., 2007) Tabel 1. Korelasi ekspresi E-cadherin dengan gambaran klinis pasien KSS hipofaring Tipe ekspresi E-cadherin (%) Variabel Membranosa Nonmembranosa (46.9%) (53.1%) Nilai P Metastasis ke limfonodi Negatif (n=25) 22 (88) 3 (12) Positif (n=41) 9 (22) 32 (78) Metastasis jauh Negatif (n = 45) 25 (55.6) 20 (44.4) Positive (n = 21) 6 (28.6) 15 (71.4) Kekambuhan penyakit Tidak (n = 48) 28 (58.3) 20 (41.7) Ya (n = 18) 3 (16.7) 15 (83.3) (Kim et al., 2007) Li et al (2012), melakukan penelitian yang bertujuan untuk menilai hubungan ekspresi E-cadherin dengan beberapa parameter klinikopatologi pasien KSS larings. Sebanyak 64 pasien KSS laring yang menjalani total atau parsial laringektomi berdasarkan ukuran tumor di bagian THT-KL di rumah sakit Xiangya II Central South University China periode Maret 2002 sampai Januari Sebagai kontrol adalah jaringan yang diperoleh dari jaringan laring non tumor yang positif E-cadherin yang dikonfirmasi oleh ahli patologi anatomi. Pada pengecatan E-cadherin secara IHK, didapatkan ekspresi E-cadherin menurun

24 10 secara statistik, dan memiliki korelasi yang signifikan dengan metastasis ke limfonodi dengan nilai P<0.001, seperti yang terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Hubungan ekspresi E-cadherin dengan gambaran klinis KSS laring Variavbel Kasus (n) Rata-rata skor Nilai F Nilai P pengecatan Metastasis ke limfonodi N ± <0.001 N ±63 N ±46 N ±23 (Li et al., 2012) Pada penelitian kali ini, peneliti hendak mengetahui adanya berbedaan ekspresi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis, baik metastasis ke limfonodi leher maupun ke organ jauh dengan KNF yang belum bermetastasis. Subyek penelitian akan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu KNF yang sudah bermetastasis sebagai kelompok kasus, sedangkan KNF yang belum bermetastasis sebagai kelompok kontrol, dengan masing-masing kelompok dengan jumlah yang sama. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbedaan ekspresi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis dengan KNF yang belum bermetastasis. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan kedokteran di bidang THT-KL khususnya onkologi, agar lebih memahami proses metastasis yang terjadi pada KNF, yaitu didapatkannya bukti medis peran E-cadherin pada metastasis KNF yang dibuktikan dengan adanya perbedaan ekspresi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis dengan KNF

25 11 yang belum bermetastasis. Perubahan tingkat ekspresi E-cahderin diharapkan juga dapat memberikan informasi tambahan dalam penentuan stadium penyakit, rencana terapi, dan prognosis penyakit pada pasien KNF.

26 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karsinoma Nasofarings 1. Definisi Karsinoma nasofarings adalah KSS yang berasal dari epitel nasofarings, keganasan ini dapat muncul dari beberapa tempat di nasofarings dan paling sering terdapat pada fossa Rosen Muller sebelah medial dari muara tuba eustasius (Brennan, 2006; Wei, 2006). 2. Etiologi Karsinoma nasofarings merupakan penyakit yang penyebabnya sangat kompleks. Perubahan pola genetik, faktor lingkungan, faktor kebiasaan, dan infeksi EBV pada epitel nasofarings telah diketahui sebagai faktor etiologi KNF. Namun demikian, faktor geografis dan ras juga berperan pada perkembangan KNF (Huang, 1999). 3. Gambaran Klinis Keluhan pasien KNF berupa satu atau lebih dari 4 kelompok gejala, pertama adalah berupa keluhan pada hidung seperti sumbatan hidung, produksi discharge yang meningkat, dan epistaksis. Hal ini berhubungan dengan adanya tumor di nasofarings. Pada tumor yang berukuran kecil sumbatan hidung terjadi satu sisi dan jika tumor berkembang menjadi besar dapat dirasakan pada kedua sisi. Epistaksis terjadi jika terdapat ulserasi pada tumor, epistaksis biasanya berulang dan disertai dengan post nasal drip, khususnya pada pagi hari (Wei, 2006; Wei dan Kwong, 2010).

27 13 Kedua, keluhan telinga yang berkaitan dengan gangguan fungsi tuba eustasius yang disebabkan oleh perluasan tumor ke posterolateral. Hal ini mengganggu fungsi drainase tuba sehingga terjadi akumulasi cairan pada telinga tengah dan mengakibatkan pasien mengeluhkan adanya penurunan pendengaran tipe konduktif, tinitus, dan rasa penuh pada telinga sampai otalgia (Wei, 2006; Wei dan Kwong, 2010). Ketiga, kelumpuhan saraf kranial, penyebaran ke atas sampai ke dinding lateral sinus kavernosus dan saraf kranial III, IV, dan VI menyebabkan pasien mengalami diplopia. Tumor yang penyebarannya sampai ke foramen ovale akan menyebabkan gangguan saraf kranial V sehingga pasien merasakan keluhan nyeri di wajah. Infiltrasi tumor ke dalam otak menyebabkan keluhan sakit kepala. Gangguan saraf kranial yang disebabkan karena KNF sekitar 23-30%, tergantung dari stadium penyakit (Wei, 2006; Wei dan Kwong, 2010; Roezen dan Adham, 2011). Keempat, massa leher, sekitar 75% pasien KNF telah mengalami metastasis ke limfonodi pada saat diagnosis. Limfonodi regional yang sering terlibat adalah retrofaring (82%), level II (95,5%), level III (60,7%) dan level IV (34,8%) (Chong et al., 2011). Penyebaran ke limfonodi leher dapat terjadi bilateral karena nasofarings terletak di tengah. Metastasis jauh KNF dapat terjadi pada vertebra, hepar dan paru-paru. Pasien KNF banyak terdiagnosis pada stadium lanjut karena gejala awal yang timbul tidak spesifik (Wei, 2006). Gejala umum keganasan seperti anoreksia dan penurunan berat badan jarang dapat terjadi

28 14 pada KNF, dan metastasis jauh harus dicurigai bila terdapat keluhan ini (Wei dan Kwong, 2010). Umumnya metastasis jauh terjadi pada tulang, paru-paru dan liver. Keterlibatan pada sistem skeletal rangka biasanya mempengaruhi tulang belakang (59,6%) dan pelvis (16,3%), diikuti oleh femur (9,9%), kosta dan sternum (7,8%) dan humerus (5,0%). Pada X-ray sebagian besar ditemukan lesi litik (66%), sklerotik (21%) dan campuran litik dan sklerotik (12,8%) (Chong et al., 2011). Sebuah analisis retrospektif dari pasien, mengidentifikasi gejala pada pasien KNF, didapatkan massa leher (75,8%), keluhan hidung (73,4%), keluhan telinga (62,4%), sakit kepala (34,8%), diplopia (10,7%), numbness pada wajah (7,6%), penurunan berat badan (6,9%), dan trismus (3,0%). Keluhan yang muncul pada pasien yang muda pada umumnya sama dengan pada pasien dewasa. Sayangnya, keluhan hidung dan telinga tidak spesifik sehingga mayoritas pasien KNF datang dan didiagnosis ketika tumor telah mencapai stadium lanjut (Wei dan Kwong, 2010) 4. Diagnosis Diagnosis KNF ditegakkan berdasarkan gambaran klinis tersebut di atas, diikuti pemeriksaan hidung (rinoskopi anterior dan posterior), dan dilengkapi dengan pemeriksaan nasofaringoskopi fiber optik. Kecurigaan adanya tumor dilakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi dapat dilakukan dengan bius lokal dan panduan nasofaringoskopi, apabila hasil biopsi negatif dapat diulang dan bila perlu biopsi dilakukan dengan bius umum. Stadium KNF ditetapkan berdasarkan gejaja, dilengkapi dengan pemeriksaan Computed

29 15 Tomography Scan (CT Scan) nasofaring, foto dada, Ultrasonography (USG) andomen upper lower, foto tulang (bone survey) (Chan et al., 2002). 5. Klasifikasi Histologis Secara mikroskopis tumor pada nasofarings 85% adalah jenis tumor maligna. World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan KNF menjadi 3 tipe: Tipe I karsinoma dengan keratinisasi dan adanya jembatan interseluler, hampir sama dengan keganasan lain yang ditemukan di saluran nafas atas. Tipe II karsinoma epidermoid non keratinisasi dengan diferensiasi baik sampai buruk, termasuk karsinoma transisional, selnya menunjukkan gambaran sel skuamous yang belum sempurna. Tipe III karsinoma tak terdiferensiasi, sel tumor terlihat memiliki inti sel yang hiperkromatis dan batas sel yang tidak jelas (Wei, 2006) Insidens terjadinya tipe III pada daerah endemik KNF dapat mencapai 95% dengan angka kelangsungan hidup 5 tahun sebesar 65% (Jeyakumar et al., 2006). Tipe I lebih sering ditemukan pada penderita dengan usia lanjut, sedangkan untuk anak dan dewasa muda lebih cenderung terjadi karsinoma nasofarings tipe III dan sedikit tipe II. Tipe II dan III berkaitan dengan proses terjadinya metastase jauh namun kedua tipe ini lebih mudah dikontrol karena lebih bersifat radiosensitif sehingga pragnosisnya pun lebih baik dibandingkan dengan tipe I (Brennan, 2006;Jeyakumar et al., 2006). 6. Stadium Klinis Sistem klasifikasi dan stadium pada karsinoma nasofarings ada beberapa macam, namun sejak tahun 1997 ada kesepakatan antara Union for International Cancer Control (UICC) dan AJCC edisi ke 5 yang menggantikan edisi ke 4

30 16 (1988). Dibawah ini merupakan pembagian stadium karsinoma dan sistem klasifikasi stadium karsinoma nasofarings menurut UICC tahun 1997 (tabel 3 dan 4) (Tamori et al.,2000;chien et al.,2001). Tabel 3. Sistem klasifikasi stadium KNF menurut UICC/AJCC 1997 Nasofaring (T) T1 Tumor terbatas pada nasofaring T2 Tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan atau kavum nasi T2a tanpa perluasan ke parafaring T2b dengan perluasan ke parafaring T3 Tumor menginvasi struktur tulang dan / atau sinus paranasal T4 Tumor meluas ke intrakranial dan/ atau melibatkan nervus kranialis, hipofaring, fossa infratemporalis atau orbita Limfonodi Regional (N) N0 Tidak ada metastasis limfonodi regional Metastasis unilateral dengan nodus < 6 cm, di atas fossa N1 supraklavikula Metastasis bilateral dengan nodus < 6 cm, di atas fossa N2 supraklavikula Metastasis nodus ukuran > 6 cm, tidak ada perluasan ke fossa N3a supraklavikula Metastasis nodus ukuran > 6 cm, dengan perluasan ke fossa N3b supraklavikula Metastasis Jauh (M) M0 Tidak terdapat metastasis jauh M1 Terdapat metastasis jauh (Wei, 2006) Tabel 4. Pembagian stadium KNF menurut UICC/AJCC 1997 Stadium Keterangan I T1N0M0 IIA T2aN0M0 IIB T1-2N1M0 atau T2aN1M0 atau T2bN0-1M0 III T1-2bN2M0 atau T3N0-2M0 IVA T4N0-2M0 IVB T apapun, N3M0 IVC T apapun, N apapun, M1 (Wei, 2006)

31 17 B. E-cadherin 1. Struktur E-cadherin Cadherin adalah superfamili molekul adhesi sel yang memediasi interaksi antar sel berupa ikatan Ca 2+ -dependent. Cadherin klasik terdiri dari E (epitel), N (neuron), dan P (plasenta) cadherin, dan beberapa lainnya (tabel 5). E-cadherin, atau dikenal sebagai uvomorulin, L-CAM, cell-cam 120/80 atau Arc-1 diekspresikan oleh semua sel epitel. Gen E-cadherin terdapat pada kromosom 16q22.1 dan menghasilkan sebuah protein 120 kda (Ramburan dan Govender, 2002). E-cadherin merupakan protein adhesi transmembran yang membentuk adherens junctions (Masterson dan O Dea, 2007). Tabel 5. Subfamili Cadherin Simbol Cadherin lokus CDH1 Cadherin1, E-cadherin (epithelial) 16q22.1 CDH2 Cadherin 2, N-cadherin (neuronal) 18q12.1 CDH3 Cadherin 3, P-cadherin (placental) 16q22.1 CDH4 Cadherin 4, R-cadherin (retinal) 20q13.3 CDH5 Cadherin 5,VE-cadherin (vascular endothelium) 16q22.1 CDH6 Cadherin 6, K-cadherin (kidney) 5p14-p15.1 CDH7 Cadherin 7 18q22-q23 CDH8 Cadherin 8 16q22.1 CDH9 Cadherin 9, (T1-cadherin) CDH10 Cadherin10, (T2-cadherin) 5p13-p14 CDH11 Cadherin11,OB-cadherin (osteoblast) 16q22.1 CDH12 Cadherin12, (N-cadherin 2) 5p13-p14 CDH12P Cadherin12, (N-cadherin 2) pseudogene 5q13 CDH13 Cadherin13, H-cadherin (heart) 16q24.2 CDH15 Cadherin15, M-cadherin (myotubule) 16q24.3 CDH16 Cadherin16, KSP-cadherin 16q22.1 CDH17 Cadherin17, LI cadherin (liver-intestine) 8q22.1-q22.3 CDH18 Cadherin18 5p15.1-p15.2 CDH19 Cadherin19 18q22-q23 CDH20 Cadherin 20 18q22-q23 CDH22 Cadherin-like 22 CDH23 Cadherin related 23 10q21-q22 CDH24 Cadherin-like 24 (Ramburan dan Govender, 2002)

32 18 Sel-sel epitel saling berhubungan erat melalui Intercellular Junctional Complex (IJC) (Semb dan Christofori, 1998). Adhesi antar sel epitel secara umum dimediasi oleh 3 jenis junction complex yaitu: Tight Junctions (TJs), Adherens Junctions (AJs), dan desmosomes (gambar 2) (Moreno et al., 2003) \ Gambar 2. Intercellular Junctional Complex (IJC). (A) Tiga jenis intercellular junctions pada sel epitel, Tight Junctions (TJs), Adherens Junctions (AJs), dan desmosomes (B) gambaran mikroelekton TJs, AJs, dan desmosomes antara 2 sel epitel (Moreno et al., 2003) E-cadherin memfasilitasi hubungan homofilik Ca +2 -dependent yang merupakan reseptor adhesi (Masterson dan O Dea, 2007) dan berlokasi di basolateral membran pada AJs (Schmalhofer et al., 2009). Fungsi ini penting, baik untuk membangun dan mempertahankan hubungan antar sel. Di dalam sel, E- cadherin berikatan dengan catenin α, β, dan γ-catenin (plakoglobin) yang

33 19 menghubungkan E-cadherin dengan aktin sitoskeleton (gambar 3) (Semb dan Christofori, 1998). Gambar 3. E-cadherin memfasilitasi adesi antar sel epitel, yang tergantung pada kalsium ekstrasel. E-cadherin intrasel berhubungan dengan β-atau γ-catenin, yang selanjutnya terhubung ke sitoskeleton aktin melalui α-catenin (Ramburan dan Govender, 2002) 2. E-cadherin dan Metastasis Kemampuan sel tumor untuk menginvasi jaringan yang berdekatan dan menyebar ke organ jauh telah lama dianggap sebagai ciri biologis keganasan. Kemampuan tumor ganas untuk menyebar dan menghancurkan organ jauh pertama kali temukan oleh Jean-Claude Recamier pada tahun 1829 dan disebut metastasis (Beavon, 1999). Metastasis adalah proses dinamis yang melibatkan interaksi antar sel tumor dan antara sel tumor dengan jaringan normal host (Howell dan Grandis,

34 ). Proses-proses tersebut terjadi secara terkoordinasi dan memiliki tahapantahapan (Beavon, 1999). Pada prinsipnya, metastasis dibentuk oleh sel-sel tumor primer dan bermigrasi, terutama melalui darah kanker yang telah meninggalkan dan pembuluh limfe untuk mencari daerah baru dalam tubuh di mana mereka membentuk koloni baru. Untuk bisa bermetastasis, sel-sel kanker menggunakan berbagai strategi, yang semuanya mengarah pada tujuan yang sama, yaitu membentuk pertumbuhan baru tumor sekunder (Yilmaz et al., 2007). Secara umum, metastasis tumor dapat dibagi menjadi beberapa langkah berurutan, dimulai dengan pemisahan sel tumor dari tumor primer yang selanjutnya menginvasi dan mengendap ke dalam organ target metastasis (gambar 4) (Howell dan Grandis,, 2005) Gambar 4. Tahapan prosess metastasis. Dimulai dengan pemisahan sel tumor dari tumor primer. Sel tumor yang terpisah akan menempel dan menginvasi membrana basalis, yang selanjutnya bermigrasi ke ECM, dan kemudian masuk ke dalam darah atau pembuluh limfatik, di mana mereka dapat menyebar ke organ jauh. Sel-sel tumor harus keluar dari pembuluh darah baru dapat menyebar ke organ target sebelum membentuk metastasis (Howell dan Grandis, 2005)

35 21 Banyak studi telah mempelajari tentang keterlibatan E-cadherin dalam perkembangan kanker pada manusia. Ketertarikan pada protein ini karena E- cadherin berperan sebagai molekul utama adhesi antar sel pada sel epitel (Semb dan Christofori, 1998), dimana mayoritas kanker pada manusia (80-90%) berasal dari sel epitel (Christofori dan Semb, 1999). Untuk meninggalkan tumor primer dan menyebarkan ke organ jauh, sel-sel kanker pertama kali harus kehilangan kemampuan perekatan antar sel (Yilmaz et al., 2007). Studi IHK telah menunjukkan bahwa kehilangan ekspresi E-cadherin merupakan peristiwa yang sering terjadi dalam berbagai jenis karsinoma (Hajra dan Fearon, 2002). Hilangnya fungsi E-cadherin dapat terjadi oleh beberapa mekanisme, tapi yang utama adalah mutasi gen CDH1 yang telah telah diidentifikasi dalam kasus kanker lambung yang menunjukkan bahwa penyimpangan pada gen ini mempengaruhi perkembangan keganasan (Semb dan Christofori, 1998). Namun, pada beberapa jenis kanker sering terjadi perubahan ekspresi E- cadherin, tetapi jarang atau tidak terdapat sama sekali terjadi mutasi CDH1. Mekanisme epigenetik diusulkan sebagai mekanisme terjadinya kehilangan ekspresi E-cadherin (Hajra dan Fearon, 2002). Chromatin rearrangement, hypermethylation, dan hilangnya transcription-factor binding sering menyebabkan penekanan aktivitas E-cadherin dan mendorong dalam aktifitas invasi sel karsinoma (Semb dan Christofori, 1998). Infeksi EBV terutama pada jaringan epitel nasofaring telah diketahui sebagai penyebab penting KNF, dan menunjukkan bahwa EBV berperan dalam

36 22 karsinogenesis KNF. Penurunan ekspresi E-cadherin baru-baru ini terbukti berhubungan dengan Latent Membran Protein 1 (LMP1) melalui aktivasi DNA methyltransferase (DNMT) (Niemhom et al., 2008). Latent Membran Protein 1 (LMP1) adalah protein transmembran yang dikodekan oleh gen LMP1 yang merupakan salah satu gen laten EBV. Meskipun EBV 90% berhubungan dengan KNF, dilaporkan bahwa ekspresi LMP1 terjadi pada 50-80% kasus KNF (Zhao et al, 2012). Epstein-Barr Virus menginfeksi sel B dan mengubahnya menjadi proliferating lymphoblastoid cell secara terus menerus dengan mengekspresikan 9 protein latent virus, yaitu 6 nuclear antigen (Epstein-Barr Nuclear Antigen (EBNA)-1, - 2,-3A, 3B-,-3C dan-lp), dan 3 protein membran (Latent Membrane Protein (LMP)-1,-2A dan 2B) (Ocheni et al., 2010). Latent Membran Protein 1 mengambil bagian dalam regulasi ekspresi gen tumor dalam bermetastasis, seperti E-cadherin, Matrix Metalloproteinases (MMP), c-met, Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) dan Cyclooxygenase-2 (COX-2), dengan meningkatkan kelangsungan hidup sel dan jalur signal proliferasi seperti Natural Factor Kappa B (NFκB), Activator Protein 1 (AP1), ets-1, Mitogen Activated Protein Kinase (MAPK), Janus Kinases (JAK)/STAT, phosphatidylinositol 3 kinase/akt LMP1, sehingga bisa terlibat dalam migrasi, invasi dan metastasis (Zhao et al, 2012). Latent Membran Protein 1 merupakan protein membran yang terdiri dari domain pendek NH 2 -terminal, enam domain transmembran, dan 200 asam amino domain COOH-terminal. Kebanyakan signal LMP1 dibatasi COOH-Terminal

37 23 Activation Region (CTAR), yang kemudian dibagi lagi menjadi dua domain utama, CTAR1 dan CTAR2. CTAR1 berhubungan dengan Tumor Necrosis Factor (TNF) Receptor Associated Factor Proteins (TRAF), sedangkan CTAR2 berinteraksi dengan TNF Receptor Associated Death Domain Protein (TRADD), baik CTAR1 dan CTAR2 memediasi jalur NFκB dan p38/mitogen Activated Protein Kinase (MAPK). Pada CTAR2 khususnya asam amino 3 terakhir (YYD) merupakan lokasi kunci LMP1 memicu aktivitas AP-1 melalui jalur c-juni NH 2 - terminal kinase (JNK) (gambar 5) (Tsai et al., 2006). Gambar 5. Aktivasi jalur transduksi signal LMP1. Latent Membran Protein 1 berinteraksi dengan familii reseptor TNF (TRAF and TRADD) melalui 2 domain aktivasi (CTAR1 and CTAR2). Latent Membran Protein 1 mengaktifkan NFκB, dan JNK dan menginduksi ekspresi gen yang diatur oleh NFκB dan AP1. LMP1 menginduksi ekspresi EGFR, CD40, cell surface activation markers, molekul adhesi, dan faktor-faktor antiapoptosis (Traub, 2002)

38 24 Kemampuan migrasi LMP1 yang tinggi berhubungan dengan ekspresi E- cadherin yang merupan molekul adhesi antar sel yang sering hilang pada berbagai kanker termasuk KNF (Tsai et al., 2006). Hipermetilasi gen E-cadherin menyebabkan ekpresi E-cadherin menurun dengan memacu aktivasi DNMT oleh LMP1 (Niemhom et al., 2008). DNMT mengubah struktur kromatin dengan menambahkan gugus metil pada sitosin CpG dinucleotides. Metilasi CpG islands yang terletak di dalam promoter dan proksimal ekson gen meyebabkan terjadinya perekrutan faktor protein tambahan seperti methyl-cpg binding proteins dan transcriptional repressors, sehingga gen sulit mengakses faktor transkripsi, dan akhirnya terjadi gene silencing. Regulasi daerah trankripsi DNMT terdiri dari 4 promoter (P1, P2, P3, P4 dan). P1 adalah promotor utama yang terletak pada CG-rich (Tsai et al., 2006). Metilasi DNA memainkan peran penting dalam pengaturan berbagai sel dan proses perkembangan sel. Namun, penyimpanan pola metilasi merupakan ciri dari kanker pada manusia, hipermetilasi pada CpG islands menyebabkan gen tersebut bertindak sebagai gene suppressor yang kuat (Tsai et al., 2006). Sel epitel yang mengekspresikan LMP1 menunjukkan bahwa sel tersebut memiliki kemampuan invasif yang tinggi dan berhubungan dengan penurunan ekspresi molekul adhesi antar sel (E-cadherin). Penekanan E-cadherin disebabkan oleh hipermetilasi gen E-cadherin yang diinduksi oleh LMP1 melalui aktivasi DNMT, khususnya DNMT1, DNMT3a, dan DNMT3b (gambar 6) (Tsai et al., 2006).

39 25 Gambar 6. Aktivasi DMNT1 yang dimediasi oleh LMP1 melalui signal JNK/AP-1. T domain YYD LMP1 mengaktifkan signal jalur JNK yang akhirnya phosphorylates transcription factor c-jun aktif dan membentuk ikatan komplek terfosforilasi c-jun, AP-1 dan transaktivasiv promotor DNMT1. Ekspresi DNMT1 yang tinggi menyebabkan hipermetilasi gen E-cadherin (Tsai et al., 2006).

40 26 C. Kerangka Teori EBV Epitel nasofaring Sel B Tumor primer (Karsinoma Nasofarings) Latent Membran Protein 1 (LMP1) Epigenetik Aktivasi DNA Methyltransferase (DNMT) Hipermetilasi gen E-cadherin Penurunan Ekspresi E-cadherin Gangguan adhesi antar sel tumor Pemisahan sel tumor dari tumor primer Invasi dan Metastasis Gambar 7. Kerangka teori

41 27 D. Kerangka Konsep Gambaran histopatologi K N F Ekspresi E-Cadherin (variabel bebas) Metastasis (variabel tergantung) MMP c-met VEGF EGFR COX-2 Gambar 8. Kerangka konsep E. Hipotesis Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah serta tinjauan pustaka, disusun pokok-pokok pikiran sebagai berikut: Premis mayor : E-cadherin merupakan glikoprotein transmembran yang berperan utama dalam pemeliharaan adhesi antar sel epitel. Gangguan adhesi antar sel menyebabkan peningkatan kemampuan sel tumor untuk bermetatsasis (Shnayder et al., 2001). Premis minor : Pada KNF, LMP1 dapat menyebabkan penurunan ekspresi E- cadherin (Niemhom et al., 2008). Berdasarkan pokok-pokok pikiran di atas penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: Terdapat perbedaan yang bermakna ekspersi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis dengan KNF yang belum bermetastasis.

42 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancang Penelitian Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional untuk menentukan perbedaan ekspresi E-cadherin antara KNF yang sudah bermetastasis dengan KNF yang belum bermetastasis. Rancang penelitian yang digunakan adalah casecontrol study (kasus-kontrol), dengan sampel penelitian adalah pasien KNF baik yang sudah mengalami metastasis (kelompok kasus) maupun yang belum mengalami metastasis (kelompok kontrol). Sebagai luaran (Outcome) pada penelitian ini adalah metastasis, baik ke limfonodi regional maupun organ jauh yang didapat dari rekam medis. Ekspresi E-cadherin merupakan variabel bebas yang mempengaruhi terjadinya metastasis. Penilaian ekspresi E-cadherin dilakukan secara IHK oleh ahli patologi anatomi (gambar 9). Ekspresi E-cadherin positif (+) Ekspresi E-cadherin negatif (-) Metastasis positif (+) (kelompok kasus) Sampel Ekspresi E-cadherin positif (+) Ekspresi E-cadherin negatif (-) Metastasis negatif (-) (kelompok kontrol) Gambar 9. Bagan rancang penelitian. Metastasis merupakan outcome, sedangkan ekspresi E-cadherin merupakan variabel yang mempengaruhi terjadinya metastasis.

43 29 B. Populasi Penelitian Populasi target adalah pasien KNF yang menjalani biopsi, dengan populasi terjangkau pasien KNF yang menjalani biopsi di bagian THT-KL RSUP dr.sardjito Yogyakarta mulai dari bulan Januari 2006 sampai Desember C. Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah adalah pasien KNF yang menjalani biopsi di bagian THT-KL RSUP dr.sardjito Yogyakarta mulai dari bulan Januari 2006 sampai Desember 2013 yang memenuhi kriteia inklusi dan eksklusi. Rumus besar sampel yang digunakan adalah : Dari kasus diketahui bahwa: Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, sehingga Zα = 1,64 Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20%, maka Zβ = 0,84 P2=proporsi pajanan pada kelompok kontrol sebesar 0,1 P1-P2 = Selisih proporsi pajanan minimal yang dianggap bermakna ditetapkan sebesar 0,3 P1=P2+0,20=0,1+0,3=0,4 Q1=1-P1=1-0,4=0,6 P=(P1+P2)/2=(0,4+0,1)/2=0,25 Q=1-P=1-0,25=0,75 Dengan memasukan nilai-nilai di atas pada rumus, diperoleh : N1=N2=(Zα 2PQ+Zβ P1Q1+P2Q2) 2 / (P1-P2) 2 =(1,64 2.0,5. 0,75+0,84 0,4.0,6+0,1.0,9) 2 / (0,4-0,1) 2 = 24 N1=N2=(Zα 2PQ+Zβ P1Q1+P2Q2) 2 / (P1-P2) 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma Nasofarings (KNF) merupakan subtipe yang berbeda dari Kanker Kepala Leher (KKL) dalam hal epidemiologi, karakteristik klinis, etiologi, dan histopatologi (Ruiz

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S.

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S. ABSTRAK Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, 2005. Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S. Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas kepala dan leher yang paling banyak

Lebih terperinci

Ekspresi E-cadherin pada metastasis karsinoma nasofaring

Ekspresi E-cadherin pada metastasis karsinoma nasofaring Laporan Penelitian Taufiqurrahman*, Camelia Herdini*, Bambang Hariwiyanto*, Harijadi** *Departemen Telinga Hidung Tenggorok - Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/Rumah Sakit

Lebih terperinci

PERBEDAAN EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA RETINOBLASTOMA STADIUM KLINIS INTRAOKULAR DAN INVASI LOKAL.

PERBEDAAN EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA RETINOBLASTOMA STADIUM KLINIS INTRAOKULAR DAN INVASI LOKAL. i PERBEDAAN EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA RETINOBLASTOMA STADIUM KLINIS INTRAOKULAR DAN INVASI LOKAL Tesis Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Studi Ilmu Kesehatan Mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, kanker payudara menduduki peringkat keempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006). Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang relatif jarang ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker masih menjadi masalah serius bagi dunia kesehatan. Hal ini terbukti dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat kanker di seluruh dunia. Terdapat 14

Lebih terperinci

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau

Lebih terperinci

D. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36

D. Kerangka Teori E. Kerangka Konsep F. Hipotesis... 36 vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR SINGKATAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kepala dan leher merupakan istilah luas yang mengacu kepada keganasan epitel sinus paranasalis, rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring. Hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN FIVE YEAR SURVIVAL RATE PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA MODALITAS KEMOTERAPI DAN KEMORADIASI

PERBANDINGAN FIVE YEAR SURVIVAL RATE PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA MODALITAS KEMOTERAPI DAN KEMORADIASI c PERBANDINGAN FIVE YEAR SURVIVAL RATE PENDERITA KARSINOMA NASOFARING PADA MODALITAS KEMOTERAPI DAN KEMORADIASI LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari setengahnya terdapat di negara berkembang, sebagian besar dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini jumlah penderita kanker di seluruh dunia semakin meningkat. Dari kasus kanker baru yang jumlahnya diperkirakan sembilan juta setiap tahun lebih dari setengahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker nasofaring (KNF) merupakan tumor daerah leher dan kepala dengan penyebab yang kompleks. Angka kejadian KNF tidak sering ditemukan di dunia barat diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker tersering pada wanita di seluruh dunia. Berbeda dengan negara maju dengan insiden kanker payudara yang stagnan atau malah semakin menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009

KARSINOMA DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

KARSINOMA NASOFARING

KARSINOMA NASOFARING KARSINOMA NASOFARING DEPT. ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK-KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN-USU RS. H. ADAM MALIK 2009 Tumor ganas kepala dan leher yang terbanyak di Indonesia Banyak terjadi di dunia, insidens

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari. 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Epstein-Barr Virus (EBV) menginfeksi lebih dari 90% populasi dunia. Di negara berkembang, infeksi primer terjadi pada awal masa anak-anak dan umumnya asimptomatik.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM.. i LEMBAR PERSETUJUAN ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii UCAPAN TERIMAKASIH iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.. v ABSTRAK.. vi ABSTRACT... vii RINGKASAN.. viii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa. yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma sel skuamosa yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006; Wei, 2006). Diperkirakan ada 10.000 kasus baru

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sectional untuk menilai hubungan ekspresi HER-2/neu dengan ukuran tumor pada

BAB III METODE PENELITIAN. sectional untuk menilai hubungan ekspresi HER-2/neu dengan ukuran tumor pada BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Pada penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional untuk menilai hubungan ekspresi HER-2/neu dengan ukuran tumor pada pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum. merupakan penyakit yang mengerikan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Paradigma mengenai kanker bagi masyarakat umum merupakan penyakit yang mengerikan. Banyak orang yang merasa putus harapan dengan kehidupannya setelah terdiagnosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang dijumpai hampir 30% dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada perempuan,

Lebih terperinci

" The validity of the CT scan examination on Therapy Response Evaluation of Primary Carcinoma Tumor Nasofarings "

 The validity of the CT scan examination on Therapy Response Evaluation of Primary Carcinoma Tumor Nasofarings ABSTRACT " The validity of the CT scan examination on Therapy Response Evaluation of Primary Carcinoma Tumor Nasofarings " Puji Sulastri, Bambang Hariwiyanto, Sagung Rai Indrasari Departement of Otorhinolaryngology

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kepala dan leher adalah berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT), meliputi rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... i ii iii iv vi x xii xiii

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

PERBEDAAN RERATA KADAR VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA KANKER OVARIUM EPITELIAL DERAJAT DIFERENSIASI BAIK DENGAN SEDANG-BURUK

PERBEDAAN RERATA KADAR VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA KANKER OVARIUM EPITELIAL DERAJAT DIFERENSIASI BAIK DENGAN SEDANG-BURUK PERBEDAAN RERATA KADAR VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) PADA KANKER OVARIUM EPITELIAL DERAJAT DIFERENSIASI BAIK DENGAN SEDANG-BURUK TESIS Universitas Andalas Oleh: Reno Muhatiah 1250305210 Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan terdapat kasus baru kanker ovarium dan kasus meninggal BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan penyebab kematian ketujuh pada wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 239.000 kasus baru kanker ovarium dan 152.000 kasus meninggal dunia

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK PREVALENSI DAN GAMBARAN PASIEN KARSINOMA NASOFARING DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 Jennifer Christy Kurniawan, 1210134 Pembimbing I : Dr. Hana Ratnawati, dr., M.Kes.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan. yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan keganasan yang berasal dari lapisan epitel nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang jarang terjadi di sebagian

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN USIA PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN USIA PADA PASIEN KANKER PAYUDARA KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN USIA PADA PASIEN KANKER PAYUDARA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling. sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan kanker yang paling sering pada wanita di negara maju dan berkembang, dan merupakan penyebab kematian kedua pada wanita setelah kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari. sistem limfatik (University of Miami Miller School of

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari. sistem limfatik (University of Miami Miller School of 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Limfoma merupakan keganasan yang berasal dari sistem limfatik (University of Miami Miller School of Medicine, 2014). Limfoma merupakan penyakit keganasan tersering

Lebih terperinci

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah.

Kata kunci: kanker kolorektal, jenis kelamin, usia, lokasi kanker kolorektal, gejala klinis, tipe histopatologi, RSUP Sanglah. ABSTRAK KARAKTERISTIK KLINIKOPATOLOGI KANKER KOLOREKTAL PADA TAHUN 2011 2015 BERDASARKAN DATA HISTOPATOLOGI DI LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH DENPASAR BALI Kanker kolorektal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang diikuti dengan timbulnya gejala ataupun tidak. WHO-IARC menggolongkan

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN KTI HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN GRADE HISTOLOGI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

HALAMAN PENGESAHAN KTI HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN GRADE HISTOLOGI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA HALAMAN PENGESAHAN KTI HUBUNGAN OVEREKSPRESI HUMAN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR 2 (HER-2) DENGAN GRADE HISTOLOGI PADA PASIEN KANKER PAYUDARA Disusun Oleh: AFIF ARIYANWAR 20130310063 Telah disetujui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN KANKER PAYUDARA DAN PENANGANANNYA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN KANKER PAYUDARA DAN PENANGANANNYA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN KANKER PAYUDARA DAN PENANGANANNYA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 Fajri Lirauka, 2015. Pembimbing : dr. Laella Kinghua Liana, Sp.PA, M.Kes.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan dengan tingginya insiden goiter. Goiter merupakan faktor predisposisi karsinoma tiroid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, karsinoma payudara menduduki ranking kedua setelah kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.

BAB I PENDAHULUAN. ganas hidung dan sinus paranasal (18 %), laring (16%), dan tumor ganas. rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009

ABSTRAK. Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009 ABSTRAK Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009 Fifi, 2010. Pembimbing I: Laella Kinghua Liana, dr., Sp.PA, M.Kes Pembimbing II: Evi Yuniawati,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker

BAB I PENDAHULUAN. dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan penting di dunia, dimana saat ini merupakan peringkat kedua penyakit kanker setelah kanker paru-paru

Lebih terperinci

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir

2.3.2 Faktor Risiko Prognosis...16 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK...v ABSTRACT... vi RINGKASAN... vii SUMMARY... viii KATA

Lebih terperinci

ABSTRAK. Wilianto, 2010 Pembimbing I :dr. July Ivone.,M.K.K.,M.Pd.Ked Pembimbing II :dr. Sri Nadya S., M.Kes

ABSTRAK. Wilianto, 2010 Pembimbing I :dr. July Ivone.,M.K.K.,M.Pd.Ked Pembimbing II :dr. Sri Nadya S., M.Kes ABSTRAK PREVALENSI KARSINOMA PROSTAT BERDASARKAN UMUR, KADAR PSA,DIAGNOSIS AWAL, DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI DI RUMAH IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2007-31 DESEMBER 2009 Wilianto, 2010 Pembimbing I

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker payudara merupakan penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab utama kematian di dunia.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: WULAN MELANI

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: WULAN MELANI KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER NASOFARING DI RUMAH SAKIT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011 Oleh: WULAN MELANI 090100114 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 HALAMAN PERSETUJUAN Proposal

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif deskriptif untuk melihat pola ekspresi dari Ki- 67 pada pasien KPDluminal A dan luminal B. 3.2 Tempat

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBEDAAN KADAR CANCER ANTIGEN 125 DAN HUMAN EPIDIDIMIS PROTEIN 4 PADA PASIEN KANKER OVARIUM EPITELIAL TIPE I DAN TIPE II

ABSTRAK PERBEDAAN KADAR CANCER ANTIGEN 125 DAN HUMAN EPIDIDIMIS PROTEIN 4 PADA PASIEN KANKER OVARIUM EPITELIAL TIPE I DAN TIPE II ABSTRAK PERBEDAAN KADAR CANCER ANTIGEN 125 DAN HUMAN EPIDIDIMIS PROTEIN 4 PADA PASIEN KANKER OVARIUM EPITELIAL TIPE I DAN TIPE II Pande Made Angger Parameswara Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv ABSTRAK...v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING TAHUN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Oleh : FATHIMAH NURUL WAFA

GAMBARAN HISTOPATOLOGI PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING TAHUN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Oleh : FATHIMAH NURUL WAFA GAMBARAN HISTOPATOLOGI PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING TAHUN 2012-2014 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN Oleh : FATHIMAH NURUL WAFA 120100414 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 GAMBARAN

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2011 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA KANKER PARU DI RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE JANUARI 2011- DESEMBER 2011 Christone Yehezkiel P, 2013 Pembimbing I : Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes. Pembimbing II :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai stadium lanjut dan mempunyai prognosis yang jelek. 1,2 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Osteosarkoma adalah keganasan pada tulang yang sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa. Ketepatan diagnosis pada keganasan tulang sangat penting karena

Lebih terperinci

2.8 Diagnosis Kanker Nasofaring Penggolongan Stadium pada Kanker Nasofaring...17

2.8 Diagnosis Kanker Nasofaring Penggolongan Stadium pada Kanker Nasofaring...17 DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN...iv KATA PENGANTAR...v ABSTRAK...vi ABSTRACT...vii RINGKASAN...viii SUMMARY...ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini angka kejadian kanker di. masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini angka kejadian kanker di. masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Di zaman modern ini angka kejadian kanker di masyarakat semakin meningkat.hal ini menuntut kita agar lebih peka terhadap salah satu jenis penyakit yang mematikan ini.limfoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi

Lebih terperinci

Tampilan Pulasan Imunohistokimia Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) Pada Undifferentiated Carcinoma Nasofaring Tipe Regaud dan Tipe Schmincke

Tampilan Pulasan Imunohistokimia Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) Pada Undifferentiated Carcinoma Nasofaring Tipe Regaud dan Tipe Schmincke (MMP-9) Pada Undifferentiated Carcinoma Nasofaring Tipe dan Tipe ABSTRAK Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara Medan Latar belakang Pola pertumbuhan undifferentiated

Lebih terperinci

(PR), serta human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) kanker payudara tersebut. (Shenkier, 2004) Keberhasilan dalam penatalaksanaan kanker

(PR), serta human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) kanker payudara tersebut. (Shenkier, 2004) Keberhasilan dalam penatalaksanaan kanker BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar. Kanker payudara menjadi penyebab kematian kedua terbanyak bagi wanita Amerika pada tahun 2013

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak

Lebih terperinci

Tommyeko H Damanik, 2005, Pembimbing : Hana Ratnawati. dr., M.Kes.

Tommyeko H Damanik, 2005, Pembimbing : Hana Ratnawati. dr., M.Kes. ABSTRAK PREY ALENSI KARSINOMA NASOFARING DI RUMAH SAKIT UMUM HASAN SADIKIN BAN DUNG PERIODE JANUARI- DESEMBER 2003 Tommyeko H Damanik, 2005, Pembimbing : Hana Ratnawati. dr., M.Kes. Karsinoma nasofaring

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENDERITA KANKER PAYUDARA BERDASARKAN UMUR DI KOTA MEDAN PERIODE

KARAKTERISTIK GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENDERITA KANKER PAYUDARA BERDASARKAN UMUR DI KOTA MEDAN PERIODE KARAKTERISTIK GAMBARAN HISTOPATOLOGI PENDERITA KANKER PAYUDARA BERDASARKAN UMUR DI KOTA MEDAN PERIODE 2010-2012 Oleh : NATHANIA VICKI RIANA 100100066 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

GAMBARAN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN STADIUM DAN KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN

GAMBARAN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN STADIUM DAN KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN GAMBARAN KANKER PAYUDARA BERDASARKAN STADIUM DAN KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012-2013 Oleh : IKKE PRIHATANTI 110100013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang. mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker Ovarium Epitel (KEO) merupakan kanker ginekologi yang mematikan. Dari seluruh kanker ovarium, secara histopatologi dijumpai 85-90% adalah kanker ovarium epitel.

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI 2011 31 DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG Dwirama Ivan Prakoso Rahmadi, 1110062 Pembimbing I : dr. Sri Nadya J Saanin, M.Kes Pembimbing

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 Prevalensi kanker kepala dan leher (KKL) di Indonesia cukup tinggi. Kanker kepala dan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu bedah digestif, ilmu bedah onkologi, dan ilmu gizi 4.2 Tempat dan waktu Lokasi penelitian ini adalah ruang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health Estimates, WHO 2013

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 ABSTRAK GAMBARAN SKOR OHIP-14 PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER YANG MENDAPATKAN RADIOTERAPI DAN KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 Kanker kepala dan leher adalah kanker tersering ke lima di dunia. Banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS Program Studi : Pendidikan Dokter Kode Blok : KBK301 Blok : NEOPLASMA (Blok 9) Bobot : 4 SKS Semester : III Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu: -

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker ovarium merupakan peringkat keenam keganasan terbanyak di dunia, dan merupakan penyebab kematian ketujuh akibat kanker. Kanker ovarium didiagnosis pada 225.500

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal. dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma ovarium adalah keganasan yang berasal dari jaringan ovarium. Ovarian Cancer Report mencatat pada tahun 2014 karsinoma ovarium adalah karsinoma peringkat tujuh

Lebih terperinci

GAMBARAN KASUS ABSES LEHER DALAM DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh : VERA ANGRAINI

GAMBARAN KASUS ABSES LEHER DALAM DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh : VERA ANGRAINI GAMBARAN KASUS ABSES LEHER DALAM DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012-2014 Oleh : VERA ANGRAINI 120100290 FAKULTAS KEDOKTERAN UNUIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 GAMBARAN KASUS ABSES LEHER DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker kolorektal merupakan kanker ketiga terbanyak dan penyebab kematian ketiga yang disebabkan oleh kanker baik secara global maupun di Asia sendiri.

Lebih terperinci

5.2 Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Lokasi

5.2 Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Lokasi DAFTAR ISI Halaman COVER... i LEMBAR PENGESAHAN... ii DAFTAR ISI... iii ABSTRAK... v ABSTRACT... vi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.3.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan. yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang jarang ditemukan di sebagian besar negara, namun sangat sering dijumpai di Cina Selatan, Afrika Utara, Alaska,

Lebih terperinci

Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan

Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan Kanker adalah suatu penyakit dimana terjadi proleferasi sel yang tidak terkontrol (Devita). Kanker terjadi karena adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan

Lebih terperinci

LEMBARAN PENJELASAN EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

LEMBARAN PENJELASAN EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN LAMPIRAN 1 LEMBARAN PENJELASAN EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN Bapak/Ibu yang terhormat, nama saya dr. Dewi Puspitasari, Peserta Program

Lebih terperinci

TUMOR KEPALA LEHER DI POLIKLINIK THT-KL RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012

TUMOR KEPALA LEHER DI POLIKLINIK THT-KL RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 TUMOR KEPALA LEHER DI POLIKLINIK THT-KL RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012 1 Taruli Hutauruk 2 Olivia Pelealu 3 Ora I. Palandeng Kandidat Fakultas Kedokteran Unsrat Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran respirodigesti atas, setelah kavum oris. Lebih dari 95% keganasan di

Lebih terperinci