ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI PAPUA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI PAPUA"

Transkripsi

1

2 Provinsi Papua 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI PAPUA 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 4 2. ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA Pendidikan Kesehatan Perumahan Mental/Karakter ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN Pengembangan Sektor Pangan Pengembangan Sektor Energi Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN Pusat Pertumbuhan Wilayah Kawasan Ekonomi Khusus Kesenjangan intra wilayah ISU STRATEGIS WILAYAH REKOMENDASI KEBIJAKAN PROSPEK PEMBANGUNAN TAHUN Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~i~

3 Persen / Tahun Provinsi Papua 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI PAPUA 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH Pembangunan wilayah bertujuan untuk meningkatkan daya saing wilayah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan antarwilayah, serta memajukan kehidupan masyarakat. Pembangunan wilayah yang strategis dan berkualitas menjadi harapan setiap daerah di Indonesia PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA Pembangunan wilayah selain meningkatkan daya saing wilayah juga mengupayakan keseimbangan pembangunan antardaerah sesuai dengan potensinya masing-masing. Perkembangan indikator utama dalam pembangunan wilayah meliputi pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, dan pengurangan kemiskinan dapat menggambarkan capaian kinerja pembangunan wilayah secara umum Pertumbuhan Ekonomi Potensi kekayaan alam di Provinsi Papua melimpah, yang berasal dari hasil hutan, perkebunan, pertanian, perikanan, dan pertambangan. Sektor pertambangan telah mampu menyumbang lebih dari 50 persen perekonomian di Papua dengan komoditas tembaga, emas, minyak dan gas. Selain sektor pertambangan, kegiatan perekonomian masyarakat dominan pada sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan. Pertumbuhan ekonomi Papua terus mengalami peningkatan periode , kemudian menurun pada tahun 2014(Gambar 1). Selama kurun waktu kinerja perekonomian Provinsi Papua memiliki laju pertumbuhan rata-rata 2,15 persen, mengalami pertumbuhan negatif tahun 2011 dan meningkat pada tahun 2013 karena pengaruh dari produksi sektor pertambangan yang mendominasi perekonomian di wilayah ini. Kegiatan ekonomi utama masih bersifat ekstraktif, memanfaatkan sumber daya alam secara langsung. Gambar 1 Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Papua Nasional Sumber: BPS, 2014 Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~1~

4 Ribu Rupiah 2015 Provinsi Papua Selama kurun waktu pendapatan per kapita di Provinsi Papua cenderung meningkat, lebih tinggi dari pendapatan per kapita nasional sampai dengan tahun 2013 namun pada tahun 2014 lebih rendah dari nasional. Tingginya pendapatan perkapita di Provinsi Papua tidak dapat digunakan untuk mengukur besarnya pendapatan di lapangan. Dukungan pendapatan dari sektor pertambangan mempengaruhi peningkatan pendapatan perkapita di Provinsi Papua. Jika pada tahun 2010 rasio PDRB perkapita Provinsi Papua dan PDB Nasional sebesar 134,77 persen, maka pada tahun 2014 rasionya menurun menjadi 93,92 persen (Gambar 2). Hal ini menunjukkan pengaruh sektor pertambangan mulai mengalami penurunan bagi peningkatan pendapatan perkapita di provinsi ini. Besarnya PDRB perkapita yang menunjukkan tingkat kesejahteraan di Provinsi Papua relatif meningkat namun tidak secara riil menunjukkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Gambar 2 PDRB Per Kapita ADHB 45, , , , , , , , , Papua 38, , , , , Nasional 28, , , , , Sumber: BPS, Pengurangan Pengangguran Tingkat pengangguran di Provinsi Papua berada di bawah rata-rata tingkat pengangguran nasional. Seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran wilayah cenderung menurun pada tahun , namun kembali meningkat pada tahun , yang menunjukkan peningkatan angkatan kerja baru selama tahun masih mampu diserap oleh lapangan kerja yang tersedia. Tingkat pengangguran terbuka Provinsi Papua tahun berkurang sebesar 1,13 persen (Gambar 3). ~2~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

5 Persen Persen Provinsi Papua Sumber: BPS, 2015 Gambar 3 Tingkat Pengangguran Terbuka Papua Nasional Pengurangan Kemiskinan Tingginya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua tidak berdampak signifikan terhadap pengurangan tingkat kemiskinan di wilayah ini. Selama kurun waktu persentase penduduk miskin di Provinsi Papua telah berkurang sebesar 10,78 persen namun kemiskinan di wilayah ini masih menempati urutan tertinggi secara nasional (Gambar 4). Kemiskinan disebabkan karena struktur sosial dalam masyarakat, yaitu kurang mampunya memanfaatkan pengelolaan sumber daya alam yang melimpah akibat terbatasnya tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki. Tingkat kemiskinan di Provinsi Papua tahun selalu berada di atas rata-rata nasional Gambar 4 Persentase Penduduk Miskin Perkotaan Perdesaan Papua Nasional Sumber: BPS, 2014 Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~3~

6 2015 Provinsi Papua 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA Kualitas pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti oleh pengurangan kemiskinan, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), serta perluasan lapangan kerja Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan Gambar 5 menunjukkan persebaran kabupaten dan kota di Provinsi Papua menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan tahun 2008 sampai dengan tahun 2013, dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama, Kabupaten Membramo Raya, Dunga, Puncak, Jayapura, dan Yalimo termasuk kabupaten dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di atas rata-rata provinsi. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di kuadran ini dapat mendorong pengurangan kemiskinan secara lebih cepat (pro-growth, propoor). Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap meningkatkan upaya pengurangan kemiskinan. Gambar 5 Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Papua Tahun Sumber: BPS, 2013 (diolah) ~4~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

7 Provinsi Papua 2015 Kedua, Kabupaten Merauke, Nabire, Intan Jaya, Biak Numfor, Mimika, Yopen Waropen, Sarmi, Paniai, Supiori, dan Puncak Jaya terletak di kuadran II yang termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di atas ratarata (low growth, pro-poor). Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga efektvititas dan efisiensi kebijakan dan program pengurangan kemiskinan, dan secara bersamaan mendorong percepatan pembangunan ekonomi dengan prioritas sektor atau kegiatan ekonomi yang punya potensi berkembang seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan, serta perdagangan dan jasa. Ketiga, Kabupaten Jayawijaya, Tolikara, Deiyai, Boven Digoel, Dogiyai, Keerom, dan Asmat terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-poor). Kinerja pembangunan daerah tersebut menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bekerja keras untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produkvititas sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih besar dari golongan miskin. Selain itu, pemerintah daerah juga dituntut untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi berbagai kebijakan dan program pengurangan kemiskinan. Keempat, Kabupaten Memberamo Tengah, Pegunungan Bintang, Waropen, Yahukimo, Lanny Jaya, Mappi, dan Kota Jayapura terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata (high-growth, less-pro poor). Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah tersebut belum memberi dampak penuruan angka kemiskinan secara nyata. Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan, serta usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. Tantangan lainnya adalah meningkatkan koordinasi sinergi dalam mengoptimalkan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan IPM Gambar 6 menunjukkan distribusi kabupaten dan kota di Provinsi Papua berdasarkan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM selama tahun Pertama, Kabupaten Lanny Jaya, Memberamo Raya, Pegunungan Bintang, Mappi, Jayapura, dan Kota Jayapura terletak di kuadran I, merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi sejalan dengan peningkatan IPM (pro-growth, pro-human development). Dengan kinerja yang baik ini, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah, dan sekaligus mempertahankan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Kedua, Kabupaten Jayawijaya, Merauke, Yapen Waropen, Deiyai, Boven Digoel, Dogiya, dan Nabire yang terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi peningkatan IPM di atas rata-rata (low growth, pro-human development). Hal ini mengindikasikan bahwa berbagai kebijakan dan program pembangunan untuk meningkatkan pelayanan publik dapat meningkatkan IPM. Tantangan yang harus diatasi adalah mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan ekonomi yang menggunakan sumber daya lokal seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~5~

8 2015 Provinsi Papua Gambar 6 Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Peningkatan IPM Provinsi Papua Tahun Sumber: BPS, 2013 (diolah) Ketiga, Kabupaten Asmat, Mimika, Supiori, Tolikara, Biak Numfor, Paniai, Keerom, Intan Jaya, Sarmi, dan Puncak Jaya terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-human development). Kondisi ini menegaskan perlunya pemerintah daerah membenahi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Selain itu, pemerintah daerah juga harus bekerja keras mendorong seluruh SKPD untuk memacu pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor dan kegiatan utama daerah. Keempat, Yahukimo, Waropen, memberamo Tengah, Yalimo, Nduga, dan Puncak terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi peningkatan IPM di bawah rata-rata (high-growth, less-pro human development). Tantangan bagi pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan peningkatan mutu pelayanan publik terutama di bidang pendidikan dan kesehatan. ~6~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

9 Provinsi Papua Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran Gambar 7 menunjukkan persebaran kabupaten/kota di Provinsi Papua menurut ratarata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran selama tahun Pertama, Kabupaten Pegunungan Bintang, Yahukimo, Mappi, Jayapura, dan Kota Jayapura termasuk darah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat mendorong perluasan lapangan kerja (pro-growth, pro-job). Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan. Kedua, Kabupaten Merauke, Biak Numfor, Supiori, Mimika, Paniai, Puncak Jaya, Intan Jaya, Dogiyai, Asmat, Sarmi, Boven Digoel yang terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi pengurangan pengangguran di atas ratarata (low growth, pro-job). Hal ini mengindikasikan bahwa perluasan lapangan kerja terjadi pada sektor ekonomi dengan pertumbuhan rendah seperti pertanian dan perikanan. Gambar 7 Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Rata-Rata Pengurangan Jumlah Pengangguran Provinsi Papua Tahun Sumber: BPS, 2013 (diolah) Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~7~

10 2015 Provinsi Papua Ketiga, Kabupaten Jayawijaya, Keerom. Nabire, Yapen Waropen, Deiyai, dan Tolikara terletak di kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di bawah rata-rata provinsi (low growth, less pro-job). Hal ini menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bekerja keras untuk memacu pengembangan sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja secara lebih besar. Keempat, Kabupaten Puncak, Waropen, Yalimo, memberamo Tengah, Lanny Jaya, dan Nduga terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi pengurangan pengangguran di bawah rata-rata (high-growth, less-pro job). Hal ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di wilayah tersebut, tetapi tidak dapat menurunkan jumlah pengangguran. Daerah tersebut termasuk daerah perkebunan, dan daerah perkotaan yang harus menampung migrasi penduduk dari daerah perdesaan. Tantangan yang harus dihadapi adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan. Tantangan lainnya adalah mengembangkan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang mampu menyerap tenaga kerja di sektor informal. 2. ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH Pembangunan wilayah berkelanjutan bersifat multidimensi sehingga diperlukan analisis pembangunan yang komprehensif untuk mengatasi berbagai masalah publik. Analisis pembangunan wilayah didasarkan pada dimensi pembangunan manusia, pembangunan sektor unggulan, serta pemerataan pembangunan dan kewilayahan ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA Pendidikan Pendidikan merupakan sarana dalam menyiapkan sumberdaya manusia untuk pembangunan. Penyelenggaraan pendidikan di daerah terpencil akan mampu menjembatani kesenjangan budaya di masyarakat melalui budaya belajar di sekolah. Karena pembangunan sektor pendidikan di Papua memiliki peran penting dan strategis, dalam UU Nomor 21 Tahun 200, tentang Otonomi Khusus Papua, pendidikan menjadi sektor prioritas yang berada pada urutan pertama diantara sektor-sektor prioritas lainnya. Secara keseluruhan tingkat pendidikan di Papua belum berkembang, terutama di kabupaten yang terisolir. Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 7-12 tahun dan tahun (pendidikan dasar) tahun 2013 antarkota dan kabupaten di Provinsi Papua tidak merata (Gambar 8). Rata-rata APS Provinsi Papua tahun 2013 sebesar 75,51 persen untuk usia 7-12 tahun dan 73,27 persen untuk usia tahun. Kabupaten di Provinsi Papua dengan APS terendah meliputi Kabupaten Nduga (13,34 persen), Kabupaten Puncak (21,35 persen), dan Kabupaten Asmat (36,8 persen). Pendidikan dasar di wilayah terpencil dan terisolir di Provinsi Papua belum terpenuhi karena kekurangan tenaga pendidik dan layanan pendidikan lainnya. Terbatasnya tenaga pendidik banyak terjadi pada jumlah guru yang bertugas di pedalaman, daerah pinggiran, serta terpencil. Kurangnya guru di daerah pedalaman Papua ini dikarenakan sulitnya transportasi menuju daerah tersebut, tempat tinggal penduduk yang masih nomaden, serta adanya budaya kamiri yang mengharuskan anak-anak ikut orang tua ketika mencari bahan makan ikan dan sagu. Angka ketidakhadiran guru dan kepala sekolah di wilayah terpencil dan terisolir cukup tinggi. Terbatasnya ketersediaan gedung sekolah juga mengakibatkan banyaknya anak Papua yang belum mendapatkan pendidikan. ~8~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

11 Kab. Merauke Kab. Jayawijaya Kab. Jayapura Kab. Nabire Kab. Kepulauan Yapen Kab. Biak Numfor Kab. Paniai Kab. Puncak Jaya Kab. Mimika Kab. Boven Digoel Kab. Mappi Kab. Asmat Kab. Yahukimo Kab. Pegunungan Bintang Kab. Tolikara Kab. Sarmi Kab. Keerom Kab. Waropen Kab. Supiori Kab. Mamberamo Raya Kab. Nduga Kab. Lanny Jaya Kab. Mamberamo Tengah Kab. Yalimo Kab. Puncak Kab. Dogiyai Kab. Intan Jaya Kab. Deiyai Kota Jayapura Provinsi Papua 2015 Gambar 8 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pendidikan Dasar Tahun 2013 (Persen) Angka Partisipasi Sekolah (APS) tahun APS 7-12 tahun Provinsi Angka Partisipasi Sekolah (APS) tahun APS tahun Provinsi Sumber: BPS, 2013 Gambar 9 Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf Tahun RLS Provinsi (Tahun) RLS Nasional (Tahun) AMH Provinsi (%) AMH Nasional (%) Sumber: BPS, Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~9~

12 2015 Provinsi Papua Rendahnya capaian APS pendidikan dasar usia 7-12 tahun dan tahun berdampak pada rendahnya rata-rata lama sekolah (RLS) dan angka melek huruf (AMH) sebagai indiktor keberhasilan pembangunan oleh MDGs di Provinsi Papua (Gambar 9). RLS di Provinsi Papua 6-7 tahun, lebih rendah dari RLS nasional 8 tahun. AMH Provinsi Papua tahun berkisar pada angka 75 persen dan tidak banyak peningkatannya, lebih rendah daripada AMH nasional yang terus meningkat dari 91 persen di tahun 2009 menjadi 94 persen di tahun Rendahnya AMH dan RLS di Provinsi Papua antara lain disebabkan kondisi Papua dengan aksesibilitas yang masih rendah sehingga pertumbuhan pencapaian komponen AMH dan RKS berjalan lambat. Beberapa faktor yang juga menyebabkan rendahnya APS, AMH, dan RLS di Provinsi Papua, seperti rendahnya pendanaan dukungan pendanaan bidang pendidikan karena alokasinya yang belum sesuai, ketersediaan unit layanan dan kapasitas pelaksana kegiatan yang menyebabkan rendahnya pertumbuhan AMH, serta didukung kondisi geografis yang sulit sehingga menyulitkan dalam penyediaan tenaga pendidik yang belum memadai. Dampak dari rendahnya APS, AMH, serta RLS mempengaruhi produktivitas tenaga kerja di Provinsi Papua. Angkatan kerja di Provinsi Papua memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga Papua berada dalam ekonomi dengan produktivitas rendah. Provinsi Papua perlu konsisten dalam meningkatkan APS, AMH, dan RLS sehingga penyelenggaraan layanan untuk pemerataan akses dan mutu pendidikan dapat tercapai. Salah satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya dilakukan analisis terhadap kondisi umum pendidikan, prioritas bidang, prioritas wilayah dan anggaran sebagai suatu kesatuan analisis pemecahan masalah penyelenggaraan pembangunan pendidikan di Papua Kesehatan Faktor kesehatan merupakan salah satu kebutuhan penting untuk pembangunan manusia. Penyediaan fasilitas kesehatan menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan pembangunan kesehatan di Provinsi Papua. Tingkat kesehatan masyarakat Papua belum menunjukkan hasil yang baik apabila dilihat dari indikator kesehatan, seperti angka kematian ibu, angka kematian bayi dan balita, serta gizi buruk yang berada di atas nasional. Kematian pada bayi baru lahir disebabkan karena gangguan pernafasan serta tidak mencukupinya berat badan bayi yang baru lahir. Hal lain anak-anak yang baru lahir kemudian mengalami masalah kesehatan akibat menderita gizi buruk sebelum usia 5 tahun. Angka kematian bayi di Papua pada tahun 2012 sebanyak 54 kematian per 1000 kelahiran baru, sedangkan angka nasional menunjukkan 34 kematian per 1000 kelahiran baru (Gambar 10). Angka ini juga mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan kondisi pada 2007, angka kematian bayi Papua 41 kematian per 1000 kelahiran hidup. Sementara itu, angka kematian balita mencapai 115 kematian per 1000 kelahiran hidup atau meningkat tajam dari kondisi tahun 2007 sebesar 64 kematian per 1000 kelahiran hidup. Faktor penyebab meningkatnya AKB adalah gizi buruk penanganan persalinan yang kurang memadai, kesehatan lingkungan yang buruk, serta wawasan masyarakat terhadap kesehatan. Kondisi geografis Papua membuat tenaga medis sulit memberikan pekayanan kesehatan terutama di daerah pedalaman. Sarana penunjang kesehatan bayi yang masih terbatas menjadi salah satu penyebab tingginya AKB di Papua. ~10~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

13 Provinsi Papua 2015 Gambar 10 Angka Kematian Bayi Provinsi Papua AKB Provinsi AKB Nasional Sumber: BPS, 2012 Pemerintah Provinsi Papua telah mengajukan program prioritas untuk percepatan pembangunan kesehatan di Papua. Program prioritas pembangunan bidang kesehatan di Provinsi Papua antara lain pembangunan rumah sakit pratama di Kabupaten Sarmi, Deiyai, Tolikara, Lanny Jaya, Waropen dan Intan Jaya. Sampai akhir tahun 2014, jumlah pelayanan kesehatan di Papua berupa puskesmas terbanyak berada di Kabupaten Yahukimo, beserta unit perawatan yang tersedia, sementara di Kabupaten Supiori memiliki 5 unit puskesmas dengan jumlah puskesmas perawatan 3 unit (Tabel 1). Jumlah puskesmas dan unit perawatan ini tidak bertambah selama tahun Mengingat luas wilayah Papua dengan sebaran penduduk dan pelayanan kesehatan yang tidak merata, jarak antara pusat kesehatan masyarakat cukup jauh. Walaupun jumlah layanan kesehatan telah tersedia, namun aksesibilitas dan jangkauan pelayanan kesehatan masyarakat masih rendah. Adanya pemekaran wilayah administratif dan rendahnya akses layanan dan informasi kesehatan di Papua juga menyebabkan permasalahan kesehatan terus bertambah. Penduduk Papua yang tinggal di daerah terisolir juga terancam penyakit menular yang berkembang di wilayah rawa-rawa karena belum memadainya upaya kesehatan lingkungan. Tabel 1 Jumlah Puskesmas (Unit) Tahun 2014 Provinsi Papua No. Kabupaten/ Kota Puskesmas Puskesmas Perawatan Pueskemsmas non Perawatan 1 Kab. Merauke Kab. Jayawijaya Kab. Jayapura Kab. Nabire Kab. Kepulauan Yapen Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~11~

14 2015 Provinsi Papua No. Kabupaten/ Kota Puskesmas Puskesmas Perawatan Pueskemsmas non Perawatan 6 Kab. Biak Numfor Kab. Paniai Kab. Puncak Jaya Kab. Mimika Kab. Boven Digoel Kab. Mappi Kab. Asmat Kab. Yahukimo Kab. Pegunungan Bintang Kab. Tolikara Kab. Sarmi Kab. Keerom Kab. Waropen Kab. Supiori Kab. Mamberamo Raya Kab. Nduga Kab. Lanny Jaya Kab. Mamberamo Tengah Kab. Yalimo Kab. Puncak Kab. Dogiyai Kab. Intan Jaya Kab. Deiyai Kota Jayapura Provinsi Nasional Sumber: BPS, 2014 Untuk masalah gizi buruk, di Papua masih terdapat kasus kurang gizi pada beberapa distrik. Hal ini terkait dengan status ekonomi masyarakat setempat yang tidak menunjukkan peningkatan yang lebih baik. Peningkatan angka kecukupan gizi harus sejalan dengan peningkatan kesejahteraan keluarga. Program prioritas yang harus dilakukan terkait dengan pembangunan kesehatan harus menyeluruh dari penurunan AKB, peningkatan gizi masyarakat,jaminan kesehatan ibu hamil, serta pelatihan tenaga medis Perumahan Arah kebijakan pada sasaran pembangunan perumahan adalah meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah terhadap hunian yang layak, aman, terjangkau serta didukung oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai. Kebutuhan rumah layak huni di Papua sangat besar, mengingat masih banyaknya penduduk yang belum meiliki rmah yang layak ditempati, kepemilikan pemukiman yang belum tertata, serta terdapat keterbatasan lahan yang disebabkan oleh kondisi fisik wilayah Papua. Pemenuhan hunian yang layak dengan didukung oleh prasaran, sarana, dan utilitas yang memadai perlu mendapatkan ~12~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

15 Provinsi Papua 2015 perhatian khusus. Masyarakat berpenghasilan rendah masih banyak yang belum tinggal di rumah layak huni karena rendahnya keterjangkuan mereka untuk membangun maupun membeli rumah. Untuk memenuhi kebutuhan rumah layak huni bagi masyarakat Papua dibutuhkan peran developer dalam membangun rumah yang dapat dijual pada masyarakat dengan kriteria tertentu. Pembangunan perumahan yang layak huni bagi masyarakat juga harus memperhatikan akses air minum dan sanitasi layak. Selama tahun rumah tangga di Papua yang mendapatkan kriteria sanitasi dan air minum layak cenderung meningkat, meskipun masih di bawah nasional (Gambar 11). Jumlah rumah tangga dengan kelayakan sanitasi di Provinsi Papua meningkat tajam pada tahun 2011 ke tahun 2012, yaitu dari 24,31 persen menjadi 55,57 persen; walaupun kemudian turun kembali menjadi 49,06 persen. Sementara itu jumlah rumah tangga dengan kriteria kelayakan air minum di Papua selama sedikit peningkatannya, dan masih jauh di bawah rata-rata nasional. Gambar 11 Persentase Rumah Tangga Kriteria Kelayakan Sanitasi dan Air Minum Sanitasi Air Minum Papua Nasional Papua Nasional Sumber: BPS, 2013 Tantangan terbesar dalam meningkatkan akses terhadap air bersih dan sanitasi di Papua adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengadakan perilaku hidup bersih dan sehat. Permasalahan dalam penyelenggaraan air minum dan sanitasi adalah minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana yang telah terbangun, semakin terbatasnya sumber air baku untuk air minum dan kurang optimalnya sinergi pembangunan air minum dan sanitasi. Minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana disebabkan oleh belum optimalnya kesadaran dan pemberdayaan masyarakat, keterlibatan aktif pemerintah daerah baik dari aspek regulasi maupun pendanaan, serta penerapan manajemen aset. Penyediaan layanan sanitasi belum tersinergikan dengan penyediaan layanan air minum sebagai upaya pengamanan air minum untuk pemenuhan aspek 4K (kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan). Indikator lain dalam pembangunan perumahan sanitasi dan air minum adalah berkurangnya kawasan kumuh perkotaan dan menurunnya jumlah kekurangan tempat tinggal berdasarkan perspektif penghuni. Kebutuhan rumah di Provinsi Papua banyak tersebar di Kota Sorong, Jayapura, Kabupaten Manokwari, Mimika, Jayawijaya, dan Puncak Jaya. Belum Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~13~

16 2015 Provinsi Papua optimalnya pembangunan prasarana dasar pada permukiman yang dibangun menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan kawasan kumuh di perkotaan Mental/Karakter Untuk mencapai Indonesia yang maju, makmur dan mandiri diperlukan sumberdaya manusia yang unggul dan memiliki pendidikan yang baik, keahlian dan keterampikan, pekerja keras, memiliki etos kemajuan, bersikap optimis, serta memiliki nilai luhur budaya bangsa. Nilai-nilai luhur yang penting ditanamkan untuk mencapai kemandirian tersebut antara lain gotong royong, toleransi, solidaritas, saling menghargai dan menghormati. Negara Indonesia merupakan negara majemuk dengan latar belakang budaya dan adat istiadat yang beragam. Pembangunan mental dan budaya masyarakat penting dilakukan untuk mendukung pembangunan fisik dan mengatasi permasalahan sosial. Pembangunan mental sangat diperlukan, termasuk dalam hal perlindungan hukum bagi perempuan dan anak-anak. Pembangunan karakter di setiap wilayah berbeda, tergantung dari budaya, agama, serta kehidupan masyarakatnya. Di Papua, pembangunan karakter membutuhkan peran kepala suku dan gereja sebagai pihak yang dominan membentuk karakter kehidupan sosial masyarakat Papua. Pendidikan karakter bisa ditanamkan melalui sekolah, tempat ibadah, serta lembaga sosial dalam masyarakat. Pendidikan karakter di sekolah dapat mempengaruhi karakter peserta didik karena guru membantu dalam pembentukan murid dalam hal memberikan keteladanan, menyampaikan materi, sikap toleransi, dan cara berperilaku. Implementasi pendidikan karakter yang dilakukan melalui media masyarakat adat dan gereja juga merupakan salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk membantu mengembangkan pendidikan karakter melalui budaya lokal. Pendidikan karakter di Papua dapat dikembangkan melalui budaya lokal berbasis gereja dan masyarakat adat. Unsur budaya dan agama perlu diikutsertakan dalam kurikulum dan program pendidikan masyarakat Papua. Keberadaan tempat ibadah untuk pendidikan karakter masyarakat menjadi penting untuk dikembangkan (Tabel 2). Media gereja dan tempat ibadah lain adalah komponen masyarakat Papua yang dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan. Tabel 2 Data Umat, Tempat Ibadah, Penyuluh PNS Provinsi Papua Agama Kristen Katholik Islam Hindu Budha Jumlah Umat Tempat Ibadah Penyuluh PNS Sumber: Kementerian Agama Kanwil Papua, 2015 Adanya keberagaman etnis dan agama dan berkembangnya lembaga sosial dalam kehidupan masyarakat membutuhkan peran pemuda sebagai aset pembangunan sosial. Untuk menjamin kesejahteraan sosial keterlibatan pemuda dipelukan untuk mendorong proses pembelajaran serta membangun komitmen bersama dalam pembangunan. Pengembangan karakter pemuda dapat dilakukan melalui lembaga sosial dan organisasi kemasyarakatan karena keterlibatan pemuda dalam hal ini sangat tinggi. Pada akhir tahun 2012 jumlah organisasi kemasyarakatan dalam ruang lingkup Provinsi Papua berjumlah 286 organisasi, dengan anggota terbanyak pada organisasi profesi (Gambar 12). Melalui peran organisasi ini ~14~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

17 Provinsi Papua 2015 pengembangan karakter yang positif dapat dilakukan. Pemuda memiliki rasa tanggung jawab dalam membangun daerahnya untuk kepentingan masyarakat. Gambar 12 Data Organisasi Kemasyarakatan Terdaftar Provinsi Papua Tahun 2012 Keagamaan 14% LSM 16% Pemuda 18% Kewanitaan 8% Profesi 23% Sosial 21% Sumber: Website Pemerintah Provinsi Papua, diolah (tanggal akses 24 November 2015) Pendidikan karakter bersifat menanamkan kebiasaan dan hal yang baik. Melalui media sekolah, tempat ibadah, serta organisasi masyarakat kebiasaan langsung dipraktekkan. Pembangunan karakter di Papua dapat terwujud melalui konsep pendidikan budaya dan agama menuju masyarakat Papua yang maju dan cerdas ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN Pengembangan Sektor Pangan Terwujudnya kedaulatan pangan merupakan salah satu cerminan kemandirian ekonomi nasional. Pertanian menjadi sektor strategis pembangunan di Papua karena potensi sumberdaya pertanian yang melimpah di wilayah ini. Potensi tersebut perlu dimanfaatkan dan dikembangkan untuk ketahanan pangan masyarakat Papua. Sumber pangan lokal di Provinsi Papua antara lain tanaman pangan dan holtikultura, peternakan, perkebunan, dan perikanan. Produksi padi di Provinsi Papua tahun 2015 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, dan mencapai ton (Gambar 13). Peningkatan produksi ini disebabkan karena bertambahnya luas panen seluas hektar (15,02 persen) dan naiknya produktivitas sebesar 0,48 kuintal/hektar. Kontribusi produksi padi di provinsi Papua tahun 2015 sebesar 0,30 persen terhadap produksi padi Nasional. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~15~

18 2015 Provinsi Papua Gambar 13 Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Padi Provinsi Papua 250, , , ,000 50, Sumber: BPS, 2015 Produksi Padi Produktivitas Padi Produktivitas Nasional Produksi jagung di Provinsi Papua pada tahun 2015 mencapai ton, turun sebesar 200 ton (3,06 persen) dari tahun 2014 sebesar 7282 ton (Gambar 14). Penurunan produksi ini juga dikarenakan menurunnya luas panen sebesar 317 ha (10,31 persen). Adanya penambahan lahan jagung di Provinsi Papua diharapkan dapat menambah produksi jagung di wilayah ini sehingga mampu mengurangi impor jagung. Gambar 14 Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Jagung Provinsi Papua 7,400 7,200 7,000 6,800 6,600 6,400 6,200 6,000 5, Sumber: BPS, 2014 Produksi Jagung Produktivitas Jagung Produktivitas Nasional Untuk komoditas kedelai, kontribusi Provinsi Papua terhadap nasional cenderung menurun dari 0,59 persen pada tahun 2013, 0,42 persen pada tahun 2014, dan menurun lagi ~16~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

19 Provinsi Papua 2015 menjadi 0,32 persen pada tahun Selama tahun tanaman kedelai di Papua menghasilkan produksi tertinggi yaitu mencapai ton, namun kemudian menurun menjadi ton di tahun 2014 dan ton pada tahun 2015 (Gambar 15). Produksi kedelai menurun tetapi produktivitasnya meningkat pada tahun 2015 karena produksi kedelai yang menurun juga diikuti oleh menurunnya luas panesn kedelai. Gambar 15 Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Kedelai Provinsi Papua 5,000 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, Sumber: BPS, 2014 Produksi Kedelai Produktivitas Kedelai Produktivitas Nasional Kondisi agroekosistem Papua sangat mendukung untuk pengembangan komoditas pertanian. Selain padi dan jagung, berbagai sumber pangan lokal di Papua telah dibudidayakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan. Tanaman pangan lokal yang sudah dimanfaatkan masyarakat Papua antara lain umbi-umbian dan sagu. Sagu umumnya dikonsumsi oleh masyarakat pesisir, sedangkan umbi-umbian merupakan makanan pokok penduduk yang tinggal di pegunungan. Komoditas tersebut juga dapat dikembangkan sebagai sumber pangan sehingga mengurangi ketergantungan pada beras. Kebutuhan bahan pangan selain bersumber dari pertanian juga bersal dari peternakan. Kebutuhan konsumsi daging di di Provinsi Papua dipenuhi dari produksi sendiri dan pasokan daerah lain. Kabupaten Merauke merupakan penyuplai daging terbesar di wilayah Papua. Sebagian besar produksi daging di Kabupaten Merauke juga memenuhi kebutuhan daging di Kabupaten Biak, Jayapura, Wamena, dan Kota Jayapura. Terdapat kendala pada aspek produksi dan produktivitas ternak dalam penyediaan daging di Papua khususnya daging sapi, yaitu jumlah kepemilikan ternak yang tidak ekonomis dan sistem pemeliharaan ternak dengan subsistem. Produksi daging di Provinsi Papua didominasi oleh daging babi yang terus mengalami peningkatan produksi setiap tahunnya (Gambar 16). Produksi daging babi dan sapi di Papua tahun 2014 berkontribusi masing-masing sebesar 0,59 persen dan 2,06 persen terhadap produksi daging babi dan sapi nasional. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~17~

20 2015 Provinsi Papua Gambar 16 Produksi Daging Provinsi Papua (Ton) 7,000 6,267 6,411 6,000 5,000 4,000 3,000 3,973 2,770 2,737 4,306 2,903 5,242 2,733 3,172 2,000 1, Daging Sapi Daging Kerbau Daging Kuda Daging Kambing Daging Domba Daging Babi Sumber: BPS, 2014 Gambar 17 Populasi Ternak Unggas Provinsi Papua (Ribu Ekor) 3, , , , , , , , , , , , , , , Sumber: BPS, 2014 Ayam Kampung Ayam Petelur Ayam Pedaging Itik Peternakan unggas di Provisi Papua juga mengalami peningkatan dengan hasil produksi yang terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah populasi ternak terbesar di Papua adalah ayam pedagang yaitu sebanyak 2,7 juta ekor pada tahun 2014, meningkat sebesar 8,36 persen dari tahun sebelumnya (Gambar 17). Peningkatan jumlah produksi dan populasi unggas didukung adanya pemberian bantuan bibit ternak, bantuan pakan ternak, serta pengobatan ternak dari ~18~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

21 Provinsi Papua 2015 pemerintah. Kebutuhan pakan ternak di Papua didatangkan dari Makassar dan Surabaya karena produksi bahan utama pembuat pakan ternak masih terbatas. Tercapainya kondisi ketahanan dan kemandirian pangan di Provinsi Papua juga dipengaruhi adanya inovasi dan adopsi teknologi dalam pengembangan usaha tani tanaman pangan, usaha tani hortikultura, usaha peternakan, dan usaha perkebunan yang mampu memberikan dampak bagi peningkatan produksi dan produktivitas petani dan peternak. Pemerintah daerah mendorong peningkatan jumlah lahan pertanian dengan memfungsikan kembali lahan sawah untuk ditanam padi, jagung, dan kedelai sesuai dengan musimnya. Ketersediaan lahan di Papua cukup luas untuk dimanfaatkan dalam meningkatkan produksi tanaman pertanian dan kebutuhan pangan lainnya. Kabupaten Merauke merupakan salah satu wilayah yang potensial untuk perluasan areal tanaman pangan. Upaya perluasan areal sawah sangat penting untuk mendukung ketahanan pangan karena kebutuhan produksi tanaman pangan khususnya padi terus meningkat sedangkan alih fungsi lahan cukup luas setiap tahunnya. Untuk mendukung Papua sebagai salah satu lumbung pangan nasional diperlukan pembukaan lahan pertanian dalam memenuhi target produksi tanaman pangan di tahun 2019 (Tabel 3). Tabel 3 Sasaran Kedaulatan Pangan Provinsi Papua Desa Mandiri Benih Cetak Sawah (Ha) Target Produksi 2019 (ribu ton) Padi Jagung Kedelai Daging Sapi dan kerbau Sumber: Perhitungan Bappenas, 2015 Dalam pemanfaatan dan pengolahan lahan sawah petani perlu mendapatkan pembinaan dan didampingi secara intensif baik dalam pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen, dan pasca panen oleh penyuluh pertanian dengan menerapkan inovasi teknologi spesifik lokasi. Dinas pertanian perlu memantau penyaluran benih dan pupuk agar lahan sawah bisa diusahakan secara berkelanjutan sehingga meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan. Petani juga perlu mendapatkan fasilitas berupa kemudahan dalam mengakses sarana produksi, sumber permodalan, pengolahan hasil serta pemasaran untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahterannya. Salah satu upaya dalam mendorong produksi dan produktivitas pangan adalah tersedianya infrastruktur pertanian yang memadai. Pembangunan infrastruktur yang saat ini diperlukan antara lain berupa perbaikan dan pembangunan infrastruktur pengairan, seperti waduk dan saluran irigasi, serta pembangunan jalan yang menghubungkan sentra produksi kepada konsumen akhir. Untuk mewujudkan ketersediaan infrastruktur tersebut, dukungan dan koordinasi antara instansi yang membidangi pembangunan fisik serta pemerintah daerah melalui dukungan kebijakan yang mempermudah implementasi pembangunan tersebut, mutlak diperlukan. Selain pembangunan infrastruktur, peningkatan produksi dan produktivitas pertanian juga memerlukan dukungan penyediaan teknologi dan sarana produksi, serta sumber daya manusia yang baik. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~19~

22 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Tangerang Jawa Barat Jawa Tengah D.I Yogyakarta Jawa Timur Banten B A L I Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua 2015 Provinsi Papua Pengembangan Sektor Energi Sumber daya energi Papua yang melimpah berupa minyak bumi, batu bara, gas bumi, panas bumi, tenaga air, dan tenaga matahari umumnya belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena pemanfaatan sumber energi tersebut memerlukan program konservasi, diversifikasi, intensifikasi energi. Sebagian besar kebutuhan energi di Papua baik untuk sektor ekonomi maupun sebagai pembangkit tenaga listrik masih mengandalkan potensi migas yang sebagian besar dimanfaatkan untuk memenuhi komoditas ekspor. Peran energi terbarukan di provinsi Papua akan menjadi penting mengingat seluruh pasokan bahan bakar minyak (BBM) dan LPG ke provinsi ini berasal dari luar Papua. BBM diperoleh dari depot utama di Maluku dan LPG masih bergantung pada pasokan dari wilayah Jawa. Keberadaan beberapa kilang di Papua tidak mampu memenuhi kebutuhan provinsi Papua, dan kilang tersebut hanya menghasilkan BBM. Disisi lain, pemanfaatan sumber energi terbarukan bersifat lokal dan tidak ekonomis jika ditransportasikan antar wilayah. Kondisi ini menyebabkan pengembangan sumber energi terbarukan sangat cocok dalam peningkatan pemanfaatan energi di wilayah terpencil dan terisolasi. Pemadaman listrik dan kelangkaan BBM menjadi fenomena yang biasa terjadi di Papua. Papua memiliki sumber daya energi terbarukan yang melimpah dan belum dimanfaatkan, antara lain luasnya wilayah pegunungan dengan potensi hutan yang mengandung sumber energi air dan biomasa energi biogas dari produk pertanian dan peternakan. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat harus diimbangin dengan ketersediaan tenaga listrik karena meningkatnya permintaan tenaga listrik. Rasio elektrifikasi di Provinsi Papua tahun 2014 masih di bawah 100 persen, lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 81,70 persen (Gambar 18). Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah rumah tangga yang berlistrik dan jumlah keseluruhan rumah tangga (RUPTL PLN ). Rasio elektrifikasi ini menggambarkan tingkat ketersediaan energi listrik untuk masyarakat. Wilayah Pulau Papua secara keseluruhan memiliki rasio elektrifikasi yang rendah karena luas wilayahnya dan jarak antarrumah tangga cukup jauh. Gambar 18 Rasio Elektrifikasi (%) Tahun Rasio Elektrifikasi Nasional Tidak termasuk pelanggan non PLN Sumber: Statistik PLN, 2014 ~20~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

23 Provinsi Papua 2015 Pengembangan kelistrikan di Papua terus ditingkatkan karena wilayah ini masih mengalami defisit listrik. Pembangunan Pembangkit listrik Tenaga Mikrohidro Provinsi Papua merupakan salah satu upaya mengembangkan energi baru terbarukan. PLTMH banyak dimanfaatkan untuk menyediakan energi listrik di wilayah terpencil namun harga pokok produksi listrik yang dibangkitkan PLTMH sangat kompetitif dibandingkan teknologi pembangkit lainnya. Pemerintah berupaya memenuhi kebutuhan listrik dengan pemenuhan yang terfokus di Kabupaten Dogiyai, Deiyai, Intan Jaya, Paniai, Puncak Jaya, Puncak, Mamberamo Tengah, Mamberamo Raya, Yalimo, Nduga, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Puncak Jaya, Puncak, Asmat, Waropen, Supiori dan Lanny Jaya yang selama ini relatif masih belum memperoleh pelayanan energi yang memadai dibandingkan daerah lainnya. Pelayanan sistem jaringan kelistrikan merupakan salah satu program yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Papua. Rencana penyediaan kebutuhan listrik selain untuk meningkatkan ketersediaan listrik, juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat sehingga dapat membantu kegiatan sosial dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan Pembangunan ekonomi bidang maritim merupakan salah satu prioritas program kerja pembangunan. Papua memiliki wilayah perbatasan dengan Papua Nugini (Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen), dengan potensi maritim antara lain industri bioteknologi kelautan, perairan dalam, wisata bahari, energi kelautan, mineral laut, pelayaran, pertahanan, dan industri maritim. Batas maritim memberikan kepastian hukum untuk seluruh kegiatan kelautan, penegakan kedaulatan dan hukum laut, khususnya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan. Kawasan perbatasan di Papua yang dikembangkan menjadi model pusat kegiatan kelautan dan perikanan terintegrasi adalah Merauke, sementara itu pengembangan Pelabuhan Jayapura merupakan salah satu sasaran untuk pengembangan tol laut dalam RKP Saat ini, aktivitas di dermaga Pelabuhan Merauke terdiri atas pelayaran lokal, pelayaran antarpulau, dan pelayaran samudera. Dermaga pelabuhan Merauke merupakan pelabuhan utama di Kabupaten Merauke yang disinggahi oleh kapal penumpang dan kapal perintis. Pelabuhan di Provinsi Papua yang melayani kunjungan kapal pelayaran luar negeri terdapat di Pelabuhan Merauke, Biak, Jayapura, dan Serui. Jumlah aktivitas pelayaran di Papua sebanyak unit dengan volume GRT (Tabel 4). Jumlah kunjungan kapal dapat digunakan untuk menganalisis aktivitas suatu pelabuhan karena data jumlah kunjungan kapal di suatu pelabuhan menunjukkan tingkat kesibukan aktivitas pelabuhan. Semakin rendahnya aktivitas pelabuhan, biaya logistik semakin tinggi sehingga biaya operasional kurang efisien. Transportasi laut bisa mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis maritim dan menekan angka inflasi karena disparitas harga antarwilayah makin rendah. Namun tingginya biaya logistik menyebabkan pengiriman barang di Papua lebih mahal daripada pengiriman barang ke luar negeri. Mahalnya biaya logistik ini menyebabkan transportasi maritim Indonesia tidak masuk dalam peta perdagangan maritim dunia. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~21~

24 2015 Provinsi Papua Tabel 4 Aktivitas Pelabuhan di Provinsi Papua Tahun 2014 Pelabuhan Jumlah Pelayaran Unit GRT)* Merauke Biak Jayapura (Kota Jayapura) Nabire Serui (Kep. Yapen) Sarmi Total )* 1 GRT = 2.83m 3 Sumber: Statistik Perhubungan Provinsi Papua, 2014 Papua memiliki potensi sumber daya besar pada wilayah pesisir dan laut. Hal ini didukung dengan wilayah teritorial perairan yang luas, sekaligus memiliki potensi berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi Papua. Sebagian besar produksi perikanan di Provinsi merupakan perikanan tangkap laut dengan hasil produksi tahun 2013 sebesar ton. Hasil perikanan budidaya di Papua terdiri atas budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah (mina padi) dengan hasil produksi yang kecil (gambar 19). Jenis ikan yang dibudidayakan antara lain udang windu, udang galah, gurame, mujair, nila dan ikan mas. Jenis alat tangkap yang digunakan masyarakat lokal masih bersifat tradisional, seperti jaring insang, pancing, tonda, tambak, serta kalawai. Gambar 19 Produksi Perikanan (ton) Provinsi Papua Tahun % 97% Sumber: BPS, 2013 Tangkap Laut Perairan Umum Budidaya Laut Tambak Kolam Keramba Jaring Apung Sawah ~22~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

25 Provinsi Papua 2015 Hasil produksi perikanan tangkap laut Papua menyumbang 5,02 persen terhadap hasil produksi perikanan tangkap laut nasional yang sebesar ton pada tahun Potensi perikanan yang besar di Papua terdapat di Kabupaten Asmat, Mimika, Sarmi, Waropen, Nabire, dan Biak, sertai didukung dengan perbedaan pasang surut arus laut yang tinggi sehingga potensi perikanan cukup tinggi. Tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan sektor perikanan di Papua antara lain belum terpadunya usaha penangkapan ikan, tambak ikan, serta budidaya perikanan lainnya, dan penggunaan teknologi penangkapan dan pengolahan hasil ikan yang belum memadai. Strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan perekonomian berbasis kelautan ini antara lain pemberian kredit mikro kepada nelayan, peningkatan kualitas produk perikanan di pasar lokal dan untuk ekspor, dan pengembangan industri yang berasal dari produk olahan ikan. Pengembangan sektor kelautan ini harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan agar memberikan dampak yang besar bagi pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri Sektor pariwisata dan industri merupakan salah satu komponen dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan pariwisata dan industri harus dilakukan secara berkelanjutan sehingga memberikan manfaat langsung untuk kesejahteraan masyarakat. Arah kebijakan dalam pengembangan sektor pariwisata meliputi: pemasaran pariwisata nasional dengan mendatangkan jumlah wisatawan nusantara dan mancanegara; pembangunan destinasi pariwisata dengan meningkatkan daya tarik daerah tujuan wisata sehingga berdaya saing di dalam dan luar negeri; pembangunan industri pariwisata dengan meningkatkan partisipasi usaha lokal dalam industri pariwisata nasional serta meningkatkan keragaman dan daya saing produk dan jasa pariwisata nasional di setiap destinasi pariwisata yang menjadi fokus pemasaran; dan pembangunan kelembagaan pariwisata dengan membangun sumberdaya manusia pariwisata serta organisasi kepariwisataan nasional. Arah kebijakan dalam pengembangan sektor industri meliputi pengembangan perwilayahan industri di luar Pulau Jawa, penumbuhan populasi industri, serta peningkatan daya saing dan produktivitas. Kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian Provinsi Papua masih rendah dibandingkan dengan potensi pariwisata yang dimilikinya. Wisatawan asing maupun domestik yang berkunjung ke Papua belum begitu besar. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke tempat wisata di Papua meningkat setiap tahunnya walaupun peningkatan jumlah kunjungan tersebut dianggap tidak signifikan. Hal ini juga terlihat dari jumlah tamu yang menginap di hotel dan akomodasi lainnya di Provinsi Papua dibandingkan Indonesia secara keseluruhan Tahun (Gambar 20). Jumlah tamu asing dan domestik pada hotel dan akomodasi lain di Papua mengalami peningkatan terutama pada tahun 2013 sebesar 147,62 persen dari tahun sebelumnya yaitu dari orang menjadi orang. Sementara itu, tingkat kunjungan ke objek wisata di Papua ditargetkan meningkat 2000 orang setiap tahunnya. Salah satu penyebab peningkatan jumlah kunjungan yang tidak signifikan adalah terkendala biaya transportasi yang sulit untuk menjangkau lokasi wisata. Pertimbangan faktor biaya karena sulitnya transportasi menjadi salah satu kendala bagi wisatawan yang berkunjung ke Papua. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~23~

26 2015 Provinsi Papua Gambar 20 Jumlah Tamu yang Menginap Tahun ,000, , , , , , , , , , , , , , ,155 8,614 11,287 14,269 70,735 20, ,000,000 90,000,000 80,000,000 70,000,000 60,000,000 50,000,000 40,000,000 30,000,000 20,000,000 10,000,000 - Jumlah Tamu Asing (Provinsi) Jumlah Tamu Asing (Nasional) Jumlah Tamu Indonesia (Provinsi) Jumlah Tamu Indonesia (Nasional) Sumber: BPS, 2014 Sektor pariwisata mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan lapangan kerja dan menjadi multiplier effect untuk pengembangan sektor perekonomian yang lain. Objek wisata yang dimiliki Papua belum ditata dengan baik menjadi daya tarik wisata unggulan, padahal potensinya sangat besar karena alam yang dimiliki masih asli dan memiliki budaya khas dan unik Papua. Salah satu objek wisata yang menarik di Papua adalah keberadaan salju abadi di Pegunungan Tengah dan Taman Nasional Lorentz yang menjadi kawasan konservasi terluas di Asia Tenggara. Kawasan ini tersebar di Kabupaten Jayawijaya, Mimika, Puncak Jaya, dan Asmat. UNESCO menetapkan Taman Nasional Lorentz menjadi situs warisan dunia yang memiliki lebih dari 43 jenis ekosistem, kawasan daerah tropis yang memiliki gletser di Puncak Cartenz, dan Danau Habema yang dihiasi padang rumput dan rawa-rawa. Untuk sektor industri, salah satu tantangan yang dihadapi industri nasional saat ini adalah daya saing yang rendah di pasar internasional. Faktor yang menyebabkan rendahnya daya saing tersebut antara lain adanya peningkatan biaya energi, tingginya biaya ekonomi, serta belum memadainya layanan birokrasi. Tantangan lain yang dihadapi adalah masih lemahnya keterkaitan antar industri (industri hulu dan hilir maupun antara industri besar dengan industri kecil dan menengah), adanya keterbatasan berproduksi barang setengah jadi dan komponen di dalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan ekonomi antardaerah, serta ketergantungan ekspor pada beberapa komoditas tertentu. Sektor industri Papua hanya berkontribusi sebesar 2 persen terhadap pembentukan PDRB provinsi karena saat ini kegiatan perekonomian masih didominasi oleh kegiatan pertambangan. Potensi sumberdaya alam Papua yang besar dalam perekonomian harus berimbas pada kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan usaha mandiri, seperti keberadaan industri rakyat. Sektor industri usaha mikro, kecil, dan menengah perannya tidak begitu besar dalam pembentukan ekonomi Papua, namun berperan dalam menciptakan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan di Provinsi Papua (Gambar 21). Penyerapan tenaga kerja di sektor industri mikro kecil dan menengah banyak terdapat di Kabupaten Merauke, Kota Jayapura dan Kota Mimika. Kabupaten Nduga, Yalimo, Puncak, dan Dogiyai belum terdapat ~24~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

27 Merauke Jayawijaya Jayapura Nabire Kepulauan Yapen Biak Numfor Paniai Puncak Jaya Mimika Boven Digoel Mappi Asmat Yahukimo Pegunungan Bintang Tolikara Sarmi Keerom Waropen Supiori Mamberamo Raya Nduga Lanny Jaya Mamberamo Tengah Yalimo Puncak Dogiyai Intan Jaya Deiyai Kota Jayapura Provinsi Papua 2015 industri yang mampu menyerap lapangan kerja besar. Pelatihan dan ketrampilan berwirausaha perlu diberikan kepada masyarakat di wilayah ini untuk meningkatkan daya saing saat memiliki industri mandiri. Gambar 21 Jumlah Tenaga Kerja Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Tahun Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Provinsi Papua, 2014 Jumlah industri mikro, kecil dan menengah di Provinsi Papua pada tahun 2014 sebesar industri, dengan jumlah industri tertinggi terdapat di Kabupaten Mimika, yaitu sebanyak industri dan terendah di Kabupaten Boven Digoel, sebanyak 34 industri (Tabel 5). Pertumbuhan produksi industri manufaktur Pengembangan usaha industri manufaktur mikro, kecil dan menengah belum menunjukkan hasil maksimal karena masih terkendala keterbatasan modal, bahan baku, serta pemasaran. Untuk meningkatkan skala industri dan menjadi industri yangberdaya saing industri, jenis usaha manufaktur sering mengalami kendala infrastruktur berupa akses jalan dan jembatan, misalnya sektor usaha perkebunan tebu mengalami kesulitan dalam pengangkutan tebu dari kebun ke pabrik gula. Tabel 5 Jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah Menurut Sektor Usaha Tahun 2014 Kabupaten/ Kota Pertanian/ Perkebunan/ Peternakan Perdagangan Non Pertanian/ Industri Aneka Usaha/ Jasa Jumlah Total Merauke Jayawijaya Jayapura Nabire Kepulauan Yapen i Biak Numfor Paniai Puncak Jaya Mimika Boven Digoel Mappi Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~25~

28 2015 Provinsi Papua Kabupaten/ Kota Pertanian/ Perkebunan/ Peternakan Perdagangan Non Pertanian/ Industri Aneka Usaha/ Jasa Jumlah Total Asmat Yahukimo Pegunungan Bintang Tolikara Sarmi Keerom Waropen Supiori Mamberamo Raya Nduga Lanny Jaya Mamberamo Tengah Yalimo Puncak Dogiyai Intan Jaya Deiyai Kota Jayapura Jumlah Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Provinsi Papua, 2014 Permasalahan yang dihadapi daerah saat ini adalah belum diterapkannya perencanaan perekonomian daerah yang menjadi komitmen bersama di tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota. Upaya meningkatkan kontribusi sektor industri dalam pembentukan PDRB Papua dapat dilakukan apabila ada jaminan pasokan bahan baku dengan berbagai jenisnya, jumlah produksi dan harga stabil untuk sektor primer yang akan diolah. Dalam hal ini diperlukan mobilisasi pada pelaku usaha sektor primer (petani, nelayan, peternak) agar menjamin kelangsungan produksi di sektor industri ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN Pusat Pertumbuhan Wilayah Pusat pertumbuhan wilayah banyak ditentukan berdasarkan potensi yang dimilikinya. Peningkatan infrastruktur dan ketersediaan sarana mampu mendukung percepatan pembangunan. Ketersediaan infrastruktur yang lengkap di suatu wilayah juga bisa digunakan sebagai dasar dalam penetapan pusat pertumbuhan, karena hierarki suatu kota yang besar akan mempercepat wilayah lain untuk berkembang. Hierarki kota dapat menentukan jenjang pelayanan terkait dengan pusat pelayanan di kota Kawasan Ekonomi Khusus Untuk mempercepat pengembangan ekonomi wilayah dan menjaga keseimbangan kemajuan daerah perlu dikembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan gesostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Setidaknya ada empat daerah di Pulau Papua yang akan dikembangkan menjadi KEK, salah satunya di Kabupaten Merauke (persiapan penetapan KEK). Pengembangan KEK difokuskan pada sektor pertanian dan ~26~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

29 Provinsi Papua 2015 kehutanan. Walaupun saat ini Provinsi Papua belum memiliki KEK, namun pemerintah telah menetapkan lima Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) berbasis wilayah adat di Papua dengan mengembangkan infrastruktur yang mendukung sektor pertanian dan pertambangan (Tabel 6). Hal ini juga dilakukan untuk mendukung sentra produksi di sektor pangan, peternakan, industri, dan pariwisata. Tabel 6 Kawasan Pengembangan Ekonomi Berbasis Wilayah Adat di Provinsi Papua KPE Wilayah Fokus Pengembangan Saereri Kabupaten Biak Numfor, Supiori, Perikanan laut, Industri Pengalengan, Kepulauan Yapen, dan Waropen Industri Perikanan Laut, pariwisata Mamta Kabupaten Mamberamo Raya, Jayapura, Keerom, Sarmi, dan Kota Jayapura Perkebunan dan industri kelapa sawit dan coklat, pariwisata Me Pago Kabupaten Nabire, Paniai, Deiyai, Dogiyai, Intan Jaya, dan Mimika Perkebunan dan industri sagu, buah merah, ubi jalar,pariwisata La Pago Kabupaten Mamberamo Tengah, Perkebunan dan industri sagu, buah Jayawijaya, Lanny Jaya, Nduga, merah, ubi jalar,pariwisata Pegunungan Bintang, Tolikara, Yalimo, Yahukimo, Puncak, dan Puncak Jaya Ha anim Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi, dan Boven Digoel Sumber: Buku III RPJMN Perkebunan dan industri karet, kelapa sawit, industri pengalengan ikan, pangan, dan peternakan Untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi KPE membutuhkan penguatan konektivitas di masing-masing wilayah adat. Kebutuhan infrastruktur untuk penguatan konektivitas di pusat pertumbuhan ekonomi antara lain mempercepat penyelesaian pembangunan transportasi darat, laut, dan udara, pembangunan ruas jalan strategis nasional, dan mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi. Beberapa pembangunan infrastruktur untuk penguatan konektivitas di KPE Provinsi Papua antara lain: 1. Pembangunan ruas jalan, antara lain: Ruas Jalan Sarmi-Ampawar-Barapasi-Sumiangga- Kimibay, Jalan Lingkar Numfor dan Kota Biak; Ruas Jalan Depapre-Bongkrang, ruas jalan Warumbaim-Taja-Lereh-Tengon, Ruas Jalan Jayapura-Wamena-Mulia; Ruas Jalan Sumohai-Dekai-Oksibil-Iwur-Waropko, ruas jalan Enarotali-Tiom, Ruas Jalan Wamena- Habema-Kenyam, Ruas Jalan Timika-Potowaiburu-Wagete-Nabire, Ruas jalan Yeti- Ubrub; Ruas Jalan Okaba Sanomere Bade, Ruas Jalan Merauke-Okaba-Buraka- Wanam -Bian-Wogikel, Ruas Jalan Okaba-Kumbe-Kuprik-Jagebob-Erambu; 2. Pengembangan Bandara Internasional Frans Kaisepo, Bandara Internasional Sentani, Bandara Internasional Moses Kilangin, Bandara Internasional Mopah; pembangunan Bandara di Yapen Waropen, Wamena, Dekai; 3. Reaktivasi Pelabuhan Biak; pengembangan Pelabuhan Peti Kemas depapre, pelabuhan Jayapura, Pelabuhan Merauke; pengembangan dermaga Kenyam dan Suru-suru; 4. Pembangunan Terminal Tipe A Kota Jayapura, Terminal B Kabupaten Sarmi, Keerom, dan Kota Jayapura; 5. Pembangunan jaringan kereta api mulai dari Timika ke Pegunungan Tengah Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~27~

30 2015 Provinsi Papua 6. Pengembangan PLTA Supiori, PLTA Mamberamo, PLTA Gayem, PLTA Hotekamp, PLTA Baliem, PLTA Urumuka, PLTS Makro. Salah satu syarat pengembangan KEK adalah ketersediaan investor yang akan menggerakkan investasi di wilayah tersebut. KEK bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan mengurangi kesenjangan dalam masyarakat melalui hadirnya aktivitas ekonomi yang memberikan nilai tambah. Terbentuknya KEK diharapkan semakin membangun daya saing wilayah dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kawasan Industri Percepatan pembangunan wilayah juga didukung oleh pembangunan lokasi industri berupa Kawasan Industri (KI). KI bertujuan untuk mengendalikan tata ruang, meningkatkan upaya industri yang berwawasan lingkungan, mempercepat pertumbuhan industri di daerah, meningkatkan daya saing industri, meningkatkan daya saing investasi, serta memberikan kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang terkoordinasi antar sektor terkait. Arah pengembangan KI di luar Pulau Jawa diharapkan dapat menciptakan pemerataan pembangunan ekonomi dan meningkatkan efisiensi sistem logistik dan KI sebagai pergerakan utama pusat-pusat pertumbuhan baru. Rencana pembangunan KI membutuhkan: kesiapan infrastruktur yang memadai sehingga semua fasilitas dapat terintegrasi; fasilitas pendukung tumbuhnya industri prioritas berupa area komersil serta penelitian dan pengembangan; dan fasilitas pendukung lainnya. Pemerintah telah menetapkan 14 kawasan industri di Indonesia, namun tidak ada pengembangan KI di Provinsi Papua. Adapun rencana pembangunan industri di Timika Papua antara lain pembangunan smelter, industri hasil perkebunan, industri hasil perikanan, dan industri hasil kehutanan. Penciptaan kawasan industri merupakan salah satu rencana strategis untuk pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat Kesenjangan intra wilayah Tingkat kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Papua yang ditunjukan dengan nilai indeks wiliamson dari tahun cukup tinggi dan berada di atas rata-rata nasional. Ketimpangan pembangunan yang terjadi di Papua tergolong pada kelompok ketimpangan tinggi. Penyebab kesenjangan ekonomi dan sosial di Provinsi Papua antara lain jarak kualitas pelayanan kesehatan, pendidikan, serta pemberdayaan ekonomi yang terbatas. Kesenjangan dalam perekonomian menimbulkan disparitas terutama melonjaknya harga barang kebutuhan pokok. ~28~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

31 Provinsi Papua 2015 Gambar 22 Perkembangan Kesenjangan Ekonomi (Indeks Williamson) Papua Nasional Sumber: BPS, 2013 (diolah) Kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Papua cukup tinggi, terlihat dari besarnya gap antara kabupaten atau kota dengan PDRB perkapita tertinggi dan PDRB perkapita terendah (Tabel 7). Pendapatan perkapita di Provinsi Papua relatif lebih tinggi daripada pendapatan perkapita kabupaten dan kota di Provinsi Papua. Wilayah Papua memiliki tingkat kepadatan penduduk paling rendah daripada wilayah lain di Indonesia dengan konsentrasi penduduk tersebar di perdesaan dan pedalaman. PDRB perkapita di Kabupaten Mimika tergolong tinggi karena potensi sumber daya alam di bidang pertambangan dan didukung oleh keberadaan perusahaan tambang PT Freeport Indonesia yang sudah puluhan tahun melakukan penambangan terhadap bijih tembaga, emas, dan perak. Infrastruktur di Mimika terbangun dengan keberadaan kota modern, bandara, pelabuhan, serta fasilitas jalan. Lapangan kerja di Kabupaten Mimika cukup terbuka meskipun tidak menyerap seluruh penduduk lokal. Perusahaan pendukung kegiatan pertambangan juga bermunculan di Mimika sehingga aktivitas ekonomi di wilayah ini semakin berkembang dan meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat. Seluruh lapangan pekerjaan yang digerakkan penduduk lokal maupun pendatang menghasilkan perputaran uang yang cukup besar. Hal ini bukan hanya menjadikan pendapatan per kapita Kabupaten Mimika tinggi, namun juga memberi kontribusi besar terhadap pendapatan daerah. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~29~

32 2015 Provinsi Papua Tabel 7 Perkembangan Nilai PDRB Perkapita ADHB dengan Migas Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Tahun (000/jiwa) Kab/ Kota Merauke Jayawijaya Jayapura Nabire Yapen Waropen Biak Numfor Paniai Puncak Jaya Mimika Boven Digoel Mappi Asmat Yahukimo Pegunungan Bintang Tolikara Sarmi Keerom Waropen Supiori Mamberamo Raya Nduga Lanny Jaya Mamberamo tengah Yalimo Puncak Dogiyai Intan Jaya Deiyai Kota Jayapura Papua Sumber: BPS, ISU STRATEGIS WILAYAH Isu strategis merupakan permasalahan pembangunan yang memiliki kriteria yaitu: (i) berdampak besar bagi pencapaian sasaran pembangunan nasional; (ii) merupakan akar permasalahan pembangunan di daerah; dan (iii) mengakibatkan dampak buruk berantai pada pencapaian sasaran pembangunan yang lain jika tidak segera diperbaiki. Berdasarkan gambaran kinerja pembangunan wilayah, analisis pembangunan, serta identifikasi permasalahan yang telah dilakukan, maka isu-isu strategis Provinsi Papua adalah sebagai berikut: 1. Tingginya Ketergantungan pada Sektor Primer (Pertambangan) Penambangan PT Freeport Indonesia di Provinsi Papua menarik banyak pekerja pada kegiatan operasional penambangan ataupun usaha-usaha lain yang berkaitan dengan ~30~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

33 Provinsi Papua 2015 pertambangan. Sebagai perusahaan tambang terbesar di Papua, perusahaan ini mempekerjakan sekitar karyawan. Dari jumlah tersebut, 26 persen merupakan penduduk lokal Papua. Kondisi sumber daya manusia Papua yang kurang memiliki keterampilan dan pendidikan untuk bekerja menggunakan teknologi modern menjadi kendalanya. Kinerja sektor pertambangan dan penggalian merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua. Naik turunnya produksi PT. Freeport Indonesia sangat menentukan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Strukur perekonomian Provinsi Papua tahun 2014 didominasi oleh kontribusi sektor pertambangan dan penggalian sebesar 40,11, sektor pertanian sebesar 12,02 persen, dan sektor konstruksi sebesar 10,70 persen (Tabel 8). Peranan sektor industri pengolahan hanya memberikan kontribusi sebesar 2,08 persen. Tabel 8 Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2014 Distribusi Persentase (%) No. Lapangan Usaha PDRB ADHK PDRB ADHB Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 14,11 12,02 2. Pertambangan dan Penggalian 28,87 40,11 3. Industri Pengolahan 2,44 2,08 4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,03 0,03 5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 0,07 0,06 6. Konstruksi 13,79 10,70 7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil 9,17 8,06 dan Sepeda Motor 8. Transportasi dan Pergudangan 5,48 4,17 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,86 0, Informasi dan Komunikasi 4,06 3, Jasa Keuangan dan Asuransi 1,92 1, Real Estate 2,88 2, Jasa Perusahaan 1,31 1, Administrasi Pemerintah, Pertahanan, Jaminan 9,96 8,43 Sosial Wajib 15. Jasa Pendidikan 2,16 2, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,72 1, Jasa Lainnya 1,16 1, Sumber: BPS, 2014 Apabila ditelusuri lebih lanjut berdasarkan analisis sektor basis, sektor pertambangan dan penggalian, administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, dan sektor jasakesehatan dan kegiatan sosial merupakan sektor-sektor tradable (dapat diperdagangkan antardaerah), dengan nilai location quotient lebih besar dari satu (LQ>1). Hal ini menunjukkan Provinsi Papua memiliki proportional share lebih besar dari rata-rata daerah lain untuk sektorsektor tersebut (Tabel 9). Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~31~

34 2015 Provinsi Papua Tabel 9 Nilai LQ Sektor Ekonomi Provinsi Papua No. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,75 0,83 0,89 0,88 0,92 2. Pertambangan dan Penggalian 5,18 4,60 4,35 4,47 4,39 3. Industri Pengolahan 0,08 0,09 0,09 0,08 0,09 4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,09 0,11 0,12 0,12 0,13 5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 0,57 0,63 0,66 0,67 0,69 6. Konstruksi 0,78 0,94 1,03 1,05 1,10 7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 0,46 0,52 0,55 0,56 0,58 8. Transportasi dan Pergudangan 0,89 1,00 1,05 1,06 1,10 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,17 0,19 0,21 0,21 0, Informasi dan Komunikasi 0,74 0,81 0,84 0,84 0, Jasa Keuangan dan Asuransi 0,33 0,38 0,39 0,40 0, Real Estat 0,62 0,72 0,77 0,79 0, Jasa Perusahaan 0,60 0,70 0,73 0,71 0, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 1,72 1,98 2,17 2,15 2, Jasa Pendidikan 0,54 0,61 0,64 0,65 0, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,18 1,34 1,40 1,40 1, Jasa lainnya 0,29 0,33 0,35 0,36 0,38 Nilai LQ dihitung menggunakan PDRB ADHK Tahun 2010 Sumber: BPS, 2014(diolah) Sektor pertanian perlu dikembangkan untuk mendukung kedaulatan pangan sesuai dengan agenda prioritas pembangunan. Upaya mencapai kedaulatan pangan dilakukan dengan meningkatkan produksi pertanian sekaligus menggerakkan usaha industri pengolahan hasilhasil pertanian. Ada dua alasan yang mendukung hal tersebut. Pertama, sektor pertanian primer memiliki elastisitas permintaan yang rendah terhadap pendapatan. Hal ini ditunjukkan dengan relatif bertahannya kinerja pertumbuhan sektor pertanian di masa krisis, namun ketika situasi ekonomi membaik dan pendapatan masyarakat meningkat permintaan terhadap komoditas pertanian tidak meningkat dengan proporsi yang sama. Berbeda halnya dengan permintaan terhadap produk manufaktur, yang sangat elastis terhadap peningkatan pendapatan. Kedua, sektor industri pengolahan non migas sangat potensial dalam menciptakan nilai tambah, mendorong perkembangan sektor-sektor lain dan menciptakan lapangan kerja. Di Provinsi Papua terdapat potensi pengolahan kakao dengan luas penanaman yang terus bertambah di beberapa kabupaten. Permasalahan yang dihadapi adalah terbatasnya tenaga penyuluh lapangan, baik dari segi jumlah maupun mutu, untuk melakukan tugastugas pendampingan, terbatasnya sarana produksi terutama pestisida, terbatasnya sumber dana pengembangan kakao, rendahnya nilai tambah, dan rendahnya proses pengolahan. Di Provinsi Papua juga terdapat potensi pengolahan kopi. Permasalahan yang dihadapi hampir sama dengan pengolahan kakao, yaitu terbatasnya tenaga penyuluh lapangan, baik dalam aspek ~32~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

35 Provinsi Papua 2015 jumlah maupun mutu, untuk melakukan tugas-tugas pendampingan, rendahnya nilai tambah produksi biji kopi kering, terbatasnya sarana produksi, rendahnya proses pengolahan dan pengeringan biji kopi dan belum tertatanya kelembagaan di tingkat petani plasma. Selama periode , perubahan orang bekerja di sektor pertanian, jasa-jasa, dan industri pengolahan menunjukkan peningkatan tertinggi, sementara orang bekerja di sektor pertambangan, listrik, gas, dan air, serta keuangan cenderung menurun (Tabel 10). Di sisi lain kekuatan perekonomian di Papua bergantung pada pertambangan sampai berakhirnya kontrak karya perusahaan pertambangan dengan pemerintah Indonesia. Ke depan, sektor industri pengolahan non migas masih perlu berkembang lagi sehingga mampu menyerap angkatan kerja baru dan menyerap tenaga kerja yang menumpuk di sektor pertanian dan jasa-jasa dengan yang kurang produktif. Tabel 10 Perubahan Jumlah Orang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan No. Lapangan Pekerjaan (Feb) Perubahan 1 Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas, Air Bangunan Perdagangan, Hotel, Restoran Angkutan & Telekomunikasi Keuangan Jasa-Jasa Total Sumber: BPS, Kurangnya Sumber Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan Dari sisi pengeluaran (penggunaan) pendorong utama pertumbuhan ekonomi selama adalah pada ekspor. Peningkatan penjualan komoditas pertambangan dari PT Freeport Indonesia menjadi pendorong utama peningkatan ekspor di Provinsi Papua. Jika terjadi penurunan produksi, hal ini tentunya akan berdampak langsung terhadap kinerja ekspor impor dan mempengaruhi perekonomian daerah. Perekonomian daerah memiliki ketergantungan tinggi terhadap ekspor produk pertambangan (Tabel 11). Besarnya kontribusi net ekspor antar daerah padapdrb ADHB Papua Barat mendominasi struktur perekonomian Papua, sedangkan investasi (PMTB) yang sangat penting bagi pertumbuhan daerah kontribusinya berada jauh di bawah tersebut. Investasi berperan meningkatkan stok kapital di daerah yang digunakan untuk berproduksi. Tingkat investasi yang rendah akan diikuti oleh terbatasnya kemampuan daerah untuk memacu peningkatan produksi. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~33~

36 2015 Provinsi Papua Tabel 11 PDRB Menurut Penggunaan 2014 No. Lapangan Usaha Distribusi Persentase (%) PDRB ADHB PDRB ADHK Konsumsi Rumah Tangga 0,60 42,01 2. Konsumsi Lembaga Nirlaba 0,02 27,51 3. Konsumsi Pemerintah 0,28 1,66 4. PMTB 0,38 20,04 5. Perubahan Stok 0,00-0,15 6. Ekspor 0,18 14,22 7. Impor 0,13 9,31 8. Net Ekspor Antar Daerah 98,66 4,02 Total 100,00 100,00 Sumber : BPS, 2014 Sejalan dengan kebijakan percepatan pembangunan di Papua, kegiatan investasi perlu ditingkatkan dengan mengembangkan potensi wilayah, meliputi sumber daya alam dengan kandungan minyak dan gas, kandungan mineral logam, sumber daya hutan dan perairan, pengembangan pertanian dan agribisnis, serta potensi pariwisata yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat. Mengingat pentingnya investasi bagi pertumbuhan ekonomi daerah, hal yang perlu diperhatikan adalah kelembagaan yang ramah dunia usaha. Pencapaian nilai tambah pada komponen investasi diantaranya dipengaruhi oleh pembenahan sarana infrastruktur, pengurusan perizinan usaha, kepastian hukum dan kondisi keamanan suatu daerah. 3. Rendahnya Kualitas dan Kuantitas Infrastruktur Wilayah Pembangunan infrastruktur yang baik akan menjamin efisiensi, memperlancar pergerakan barang dan jasa, dan meningkatkan nilai tambah perekonomian. Ketersediaan infrastruktur merupakan salah satu faktor pendorong produktivitas daerah. Keberadaan infratsruktur seperti jalan raya dan jembatan akan mampu membuka akses bagi masyarakat dalam melaksanakan aktivitas ekonomi. Provinsi Papua memiliki wilayah sangat luas dengan kepadatan penduduk rendah dan dilayani oleh jaringan jalan sepanjang km. Pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan sarana transportasi dan ketersediaan jaringan listrik yang memadai. Kerapatan jalan yang menunjukkan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah di Provinsi Papua menempati urutan terendah dibandingkan provinsi lain di Indonesia (Tabel 12). ~34~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

37 Provinsi Papua 2015 Tabel 12 Kerapatan Jalan dan PDRB Per Kapita Provinsi Tahun 2014 No. Provinsi PDRB Per Kapita ( Ribu Rp) Kerapatan Jalan 1 DKI Jakarta , ,36 2 D.I Yogyakarta ,72 136,19 3 Bali ,48 133,20 4 Jawa Tengah ,32 90,56 5 Jawa Timur ,80 89,03 6 Banten ,85 70,84 7 Sulawesi Selatan ,65 69,98 8 Jawa Barat ,05 69,55 9 Kepulauan Riau ,11 60,40 10 Lampung ,76 56,85 11 Sumatera Barat ,24 54,57 12 Sumatera Utara ,59 50,41 13 Sulawesi Utara ,68 49,14 14 Nusa Tenggara Barat ,54 43,52 15 Bengkulu ,40 43,06 16 Gorontalo ,37 42,76 17 Nusa Tenggara Timur ,42 42,10 18 Sulawesi Barat ,14 41,93 19 Aceh ,49 39,86 20 Sulawesi Tenggara ,88 31,32 21 Sulawesi Tengah ,32 30,38 22 Kalimantan Selatan ,80 30,16 23 Kep Bangka Belitung ,70 29,62 24 Riau ,01 28,27 25 Jambi ,33 26,65 26 Maluku Utara ,31 19,39 27 Sumatera Selatan ,55 18,71 28 Maluku ,08 16,61 29 Kalimantan Timur ,45 12,13 30 Kalimantan Barat ,79 10,42 31 Kalimantan Tengah ,97 9,93 32 Papua Barat ,84 8,40 33 Papua ,99 5,26 Sumber: BPS (2014) Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~35~

38 Log Kerapatan Jalan 2015 Provinsi Papua Gambar 23 Hubungan antara Kerapatan Jalan dan PDRB Per Kapita Tahun y = x R² = Papua Log PDRB per kapita Sumber: BPS (2014) - diolah Berdasarkan asumsi terdapat korelasi antara tingkat kerapatan jalan dan tingkat pendapatan perkapita dalam suatu perekonomian, dengan menggunakan data 33 provinsi terlihat hubungan positif antara PDRB per kapita dan tingkat kerapatan jalan (Gambar 23). Semakin tinggi pendapatan per kapita wilayah kerapatan jalannya cenderung tinggi pula. Provinsi-provinsi yang posisinya di bawah kurva linier tersebut berarti mengalami defisiensi infrastruktur jalan. Dengan menggunakan ukuran ini terlihat bahwa posisi Papua relatif tidak lebih baik dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Dengan pendapatan perkapita tinggi, posisi Papua masih mengalami defisiensi infrastruktur jalan. Secara kualitas, kondisi jalan di Provinsi Papua belum cukup baik dan berada jauh dibawah rata-rata nasional. Berdasarkan jenis permukaannya, persentase jalan belum beraspal di Provinsi Papua masih besar, yaitu sebesar 49,97 persen. Data kualitatif menunjukkan adanya tingkat kerusakan jalan di Papua lebih tinggi dari pada wilayah lain di Indonesia yang kemungkinan disebabkan oleh desain teknik yang tidak cocok untuk medan dan kondisi tanah yang sulit, hasil perkiraan biaya dan anggaran yang tidak memadai, mutu konstruksi dan pengawasan konstruksi yang buruk yang kemudian diperparah oleh pemeliharaan yang tidak memadai. Kondisi jalan yang buruk akan meningkatkan waktu tempuh perjalanan dan membengkakkan biaya distribusi barang antar daerah, yang pada gilirannya menghambat perekonomian daerah. Dengan adanya perbedaan kapasitas fiskal antardaerah, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi upaya peningkatan integrasi jaringan jalan antarwilayah. Infrastruktur lain yang mendorong produktivitas daerah adalah jaringan listrik. Konsumsi listrik di Papua termasuk rendah dan kurang dari rata-rata tingkat konsumsi listrik nasional sebesar 787,6 kwh (Gambar 24). Untuk mengukur defisiensi terhadap infrastruktur kelistrikan digunakan cara yang sama, yaitu dengan melihat korelasi antara pendapatan perkapita dan konsumsi listrik perkapita terlihat hubungan yang positif antara PDB per kapita ~36~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

39 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Tangerang Jawa Barat Jawa Tengah D.I Yogyakarta Jawa Timur Banten B A L I Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Provinsi Papua 2015 dengan tingkat konsumsi listrik (Gambar 25). Wilayah yang memiliki posisi di bawah kurva linier mengalami defisiensi infrastruktur listrik. Gambar 24 Konsumsi Listrik per Kapita (KWh) Tahun ,000 2,500 2,000 1,500 1, Konsumsi Listrik Rata-Rata Nasional Sumber: Statistik PLN, Gambar 25 Hubungan Konsumsi Listrik dan Pendapatan Tahun y = 0.648x R² = Papua Sumber: BPS (2014), Statistik PLN (2014) - diolah Semakin tinggi pendapatan perkapita suatu perekonomian, konsumsi listriknya cenderung semakin tinggi pula. Posisi Papua berada di bawah kurva linier, menunjukkan konsumsi listrik Papua jauh lebih rendah dari di provinsi lain yang memiliki pendapatan perkapita sama. Dengan demikian, ketersediaan jaringan listrik merupakan salah satu masalah di Papua Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~37~

40 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I Yogyakarta Jawa Timur Banten B A L I Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua 2015 Provinsi Papua 4. Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia Semakin tinggi kualitas sumber daya manusia di suatu daerah, semakin produktif angkatan kerja, dan semakin tinggi peluang melahirkan inovasi yang menjadi kunci pertumbuhan secara berkelanjutan. Kualitas sumber daya manusia di Papua yang ditunjukkan melalui nilai IPM relatif meningkat tahun 2014 dibandingkan tahun 2010 namun masih jauh di bawah IPM nasional sebesar 68,9 (Gambar 26). Nilai IPM ini sudah menerapkan metode baru yang lebih merepresentasikan kondisi saat ini. Nilai IPM di Papua ini juga selalu lebih rendah daripada Papua Barat. Rendahnya nilai IPM di Papua sejalan dengan rendahnya tingkat kemiskinan di provinsi ini. Kondisi ini tentunya bertolak belakang dengan tingginya nilai pendapatan perkapita Provinsi Papua, yang menunjukkan bahwa pembangunan di wilayah Provinsi Papua masih berjalan eksklusif dan tidak merata. Gambar 26 Nilai IPM Provinsi di Indonesia Tahun 2010 dan Nilai IPM menggunakan metode baru Sumber: BPS, Nasional No. Tabel 13 Angkatan Kerja Menurut Pendidikan yang Ditamatkan Pendidikan yang Ditamatkan Perubahan 1 SD SMP SMA (Umum dan Kejuruan) Diploma I/II/III/Akademi Universitas Sumber: BPS, 2015 Total ~38~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

41 Provinsi Papua 2015 Apabila dilihat dari struktur angkatan kerja berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, proporsi angkatan kerja di Papua dengan ijasah minimal SMA meningkat dari 24,22 persen pada tahun 2012 menjadi 30,56 persen pada tahun 2015 (Tabel 13). Angkatan kerja dengan pendidikan SD dan SMP masih mendominasi angkatan kerja di Papua dan masih menunjukkan peningkatan yang besar. Perbaikan kualitas angkatan kerja merupakan modal berharga untuk mendukung industrialiasi berbasis sumber daya alam setempat. 5. Terbatasnya Mobilitas Tabungan Masyarakat Salah satu sumber pendanaan investasi dan usaha ekonomi masyarakat adalah tabungan masyarakat. Melalui fungsi intermediasi perbankan, tabungan masyarakat akan berkembang apabila dikonversi menjadi investasi di sektor-sektor produktif. Imbal hasil dari investasi ini sebagian akan dikonsumsi dan sebagian akan ditabung oleh masyarakat. Demikian seterusnya sehingga terjadi perputaran dan pertumbuhan ekonomi. Rasio pinjaman terhadap simpanan di Papua nilainya lebih kecil dari satu, menunjukkan rendahnya posisi pinjaman dibandingkan simpanan. Hal ini juga berarti kegiatan investasi di Papua ditentukan oleh simpanan masyarakat. Rasio tersebut masih berada di bawah rata-rata nasional sebesar 0,64 (Tabel 14). Tabel 14 Rasio Simpanan dan Pinjaman di Bank Umum dan BPR Tahun 2014 Wilayah Posisi Pinjaman di Bank Umum dan BPR (Milyar Rp) Posisi Simpanan di bank Umum dan BPR (Milyar Rp) Rasio Pinjaman terhadap Simpanan Rasio PMTB terhadap Simpanan Papua , ,77 0,64 1,27 Nasional , ,57 0,92 0,85 Sumber: Bank Indonesia, 2014 Rendahnya posisi pinjaman di Provinsi Papua karena penyaluran kredit perbankan yang terkendala beberapa permasalahan, seperti kondisi geografis, ketidakjelasan status gak ulayat dan permintaan kredit dari debitur yang bersifat rendah. Tingkat bunga kredit bank umum maupun BPR juga saat ini masih dianggap terlalu tinggi untuk penyaluran kredit. Penyaluran kredit sebagian besar diberikan pada usaha mikro, kecil, dan menengah, yang sejalan dengan sasaran pembangunan ekonomi Provinsi Papua untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada golongan ini. Rasio PMTB terhadap simpanan di Papua nilainya lebih dari satu, menunjukkan investasi fisik di daerah mulai banyak dikembangkan. Percepatan pembangunan di Papua didukung oleh banyaknya infrastruktur fisik dibangun pemerintah maupun sektor swasta. PMTB biasa disebut investasi fisik karena dihitung dari penanaman modal yang benar-benar menghasilkan nilai tambah dan bukan dihitung dari realisasi penanaman modal yang tercatat pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). 6. Rendahnya Kualitas Belanja Daerah Investasi pemerintah yang umumnya merupakan pembangunan dan pemeliharaan prasarana publik yang bersifat non excludable dan atau non rivalry memiliki peran yang tidak tergantikan dibandingkan dengan peran swasta. Peran pemerintah semakin penting di daerah- Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015 ~39~

42 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua 2015 Provinsi Papua daerah relatif tertinggal, di mana tingkat investasi swasta masih rendah. Pada daerah-daerah ini investasi pemerintah diharapkan dapat meningkatkan daya tarik daerah melalui pembangunan infrastruktur wilayah seperti jalan, listrik, irigasi, dan prasarana transportasi lainnya, serta peningkatan sumberdaya manusia (SDM). Tanpa itu, sulit diharapkan dunia usaha daerah dapat berkembang. Komitmen pemerintah daerah dalam memprioritaskan investasi publik dapat ditunjukkan melalui rasio belanja modal pemerintah daerah terhadap total belanja pemerintah kabupaten/kota dan provinsi di Papua. Rasio belanja modal di Papua pada tahun 2014 sebesar 20,310 persen, dan rasio belanja pegawai sebesar 9,35 persen (Gambar 27). Kondisi ini belum cukup memacu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan peningkatan kualitas SDM. Pemerintah perlu melakukan upaya pengembangan program penanggulangan kemiskinan dan peningkatan SDM secara tepat dan berkelanjutan, dengan alokasi alokasi anggaran yang memadai. Gambar 27 Komposisi Belanja Pemerintah Daerah % 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Sumber: BPS, 2013 Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Pegawai Belanja Lain-lain Beberapa hal yang menyebabkan tidak tercapainya indikator kinerja tercapainya realisasi keuangan di Papua adalah karena belum terlaksananya sistem pengendalian internal pemerintah di lingkungan SKPD, adanya pemekaran wilayah yang belum masuk dalam rencana pembiayaan, dan beberapa faktor alam yang menghambat pelaksanaan program kegiatan. Proporsi dana otonomi khusus wilayah Papua dialokasikan untuk berbagai belanja pembangunan yang telah diprogramkan oleh pemerintah daerah, mencakup pembangunan infrastruktur, pembangunan sektoral, belanja modal dan belanja rutin dalam memacu pembangunan di wilayah Papua dan berdampak nyata terhadap kebutuhan pembangunan di wilayah Papua. ~40~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Papua 2015

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Provinsi Kep. Bangka Belitung 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI

Lebih terperinci

Provinsi Maluku Utara 2015

Provinsi Maluku Utara 2015 Provinsi Maluku Utara 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI MALUKU UTARA 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 4 2.

Lebih terperinci

Provinsi Sulawesi Barat 2015

Provinsi Sulawesi Barat 2015 Provinsi Sulawesi Barat 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SULAWESI BARAT 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 4

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA BARAT

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA BARAT Provinsi Sumatera Barat 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA BARAT 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 3

Lebih terperinci

Sejak tahun 2009, tingkat kemiskinan terus menurun namun pada tahun 2013 terjadi peningkatan.

Sejak tahun 2009, tingkat kemiskinan terus menurun namun pada tahun 2013 terjadi peningkatan. Jiwa (Ribu) Persentase (%) 40 37.08 37.53 36.8 35 30 31.98 30.66 31.53 27.8 25 20 15 10 5 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tingkat Kemiskinan Sejak tahun 2009, tingkat kemiskinan terus menurun namun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BENGKULU

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BENGKULU Provinsi Bengkulu 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BENGKULU 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 3 2. ANALISIS

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Jayapura, Desember 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Papua. Ir. Didik Koesbianto, M.Si

Seuntai Kata. Jayapura, Desember 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Papua. Ir. Didik Koesbianto, M.Si Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

Provinsi Kalimantan Tengah 2015

Provinsi Kalimantan Tengah 2015 Provinsi Kalimantan Tengah 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI JAMBI

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI JAMBI Provinsi Jambi 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI JAMBI 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 3 2. ANALISIS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Provinsi Kalimantan Timur 2015

Provinsi Kalimantan Timur 2015 Provinsi Kalimantan Timur 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

Provinsi Sulawesi Utara 2015

Provinsi Sulawesi Utara 2015 Provinsi Sulawesi Utara 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SULAWESI UTARA 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 4

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

Provinsi Papua Barat 2015

Provinsi Papua Barat 2015 Provinsi Papua Barat 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI PAPUA BARAT 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 4 2. ANALISIS

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BALI

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BALI Provinsi Bali 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BALI 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 3 2. ANALISIS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI MALUKU

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI MALUKU Provinsi Maluku 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI MALUKU 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 4 2. ANALISIS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Provinsi Gorontalo 2015

Provinsi Gorontalo 2015 Provinsi Gorontalo 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI GORONTALO 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 4 2. ANALISIS

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU Provinsi Kepulauan Riau 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 3

Lebih terperinci

Provinsi Kalimantan Barat 2015

Provinsi Kalimantan Barat 2015 Provinsi Kalimantan Barat 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

Provinsi Kalimantan Selatan 2015

Provinsi Kalimantan Selatan 2015 Provinsi Kalimantan Selatan 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

Provinsi Sulawesi Tenggara 2015

Provinsi Sulawesi Tenggara 2015 Provinsi Sulawesi Tenggara 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

Provinsi Sulawesi Tengah 2015

Provinsi Sulawesi Tengah 2015 Provinsi Sulawesi Tengah 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGAH 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI LAMPUNG

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI LAMPUNG Provinsi Lampung 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI LAMPUNG 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 3 2. ANALISIS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BANTEN

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BANTEN Provinsi Banten 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BANTEN 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 3 2. ANALISIS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Provinsi Jawa Barat 2015

Provinsi Jawa Barat 2015 Provinsi Jawa Barat 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 3 2. ANALISIS

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI PAPUA 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI PAPUA 2015 No. 32/06/94/Th. I, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI PAPUA 2015 IPM Provinsi Papua Tahun 2015 Hingga saat ini, pembangunan manusia di Provinsi Papua masih berstatus rendah yang ditunjukkan

Lebih terperinci

Provinsi DI Yogyakarta 2015

Provinsi DI Yogyakarta 2015 Provinsi DI Yogyakarta 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI DI YOGYAKARTA 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 3 2.

Lebih terperinci

Provinsi Nusa Tenggara Barat 2015

Provinsi Nusa Tenggara Barat 2015 Provinsi Nusa Tenggara Barat 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI RIAU

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI RIAU Provinsi Riau 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI RIAU 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 3 2. ANALISIS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat Nomor : BRS-02/BPS-9415/Th. I, 28 Juni 2016 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat 1. IPM pertama kali diperkenalkan oleh United Nation Development Programme (UNDP) pada tahun 1990

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA Provinsi Papua PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH PAPUA 1 Pendidikan Peningkatan akses pendidikan dan keterampilan kerja serta pengembangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

Provinsi DKI Jakarta 2015

Provinsi DKI Jakarta 2015 Provinsi DKI Jakarta 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI DKI JAKARTA 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 3 2. ANALISIS

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA SELATAN Provinsi Sumatera Selatan 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA SELATAN 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014 PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Tingkat Pengangguran 1.3 Tingkat Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PAPUA TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PAPUA TAHUN 2016 No. 25/05/94/ Th. II, 2 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PAPUA TAHUN 2016 Pada tahun 2016, IPM Papua mencapai 58,05. Angka ini meningkat sebesar 0,80 poin dibandingkan IPM Papua tahun 2015 yang sebesar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PROFIL PEMBANGUNAN PAPUA

PROFIL PEMBANGUNAN PAPUA 1 PROFIL PEMBANGUNAN PAPUA A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Provinsi Papua terletak pada posisi2 o 25' LU - 9o LS dan 3 o 48' Lintang Selatan, serta 119 o 22' dan 124 o 22' Gambar 1. bujur Timur.

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Provinsi Nusa Tenggara Timur 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Papua. UNITED NATIONS POPULATION FUND JAKARTA 2015 BADAN PUSAT STATISTIK

Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Papua.  UNITED NATIONS POPULATION FUND JAKARTA 2015 BADAN PUSAT STATISTIK Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Papua 2010-2020 BADAN PUSAT STATISTIK UNITED NATIONS POPULATION FUND JAKARTA 2015 BADAN PUSAT STATISTIK Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Papua ht t p:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua merupakan provinsi paling timur di Indonesia, memiliki luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Papua merupakan provinsi paling timur di Indonesia, memiliki luas wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Papua merupakan provinsi paling timur di Indonesia, memiliki luas wilayah terbesar dengan jumlah penduduk yang masih sedikit. Pemberlakuan Undang- Undang Desentralisasi

Lebih terperinci

Paparan Progres Implementasi 5 Sasaran Kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Minerba di Provinsi Papua PEMERINTAH PROVINSI PAPUA 2015

Paparan Progres Implementasi 5 Sasaran Kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Minerba di Provinsi Papua PEMERINTAH PROVINSI PAPUA 2015 Paparan Progres Implementasi 5 Sasaran Kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Minerba di Provinsi Papua PEMERINTAH PROVINSI PAPUA 2015 5 Sasaran Kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Minerba 1.

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI ACEH

ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI ACEH Provinsi Aceh 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI ACEH 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 3 2. ANALISIS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Drg. Josef Rinta R, M.Kes.MH Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua

Drg. Josef Rinta R, M.Kes.MH Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Drg. Josef Rinta R, M.Kes.MH Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Terbatasnya sistem transportasi terpadu yang menghubungkan antar pusat pelayanan Ada beberapa kabupaten pemekaran yang wilayahnya sebagian

Lebih terperinci

STRATEGI NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN

STRATEGI NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN KEMENTERIAN DESA, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN NASIONAL PERCEPATAN TAHUN 2015-2019 ? adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun. Perwakilan BKKBN Provinsi Papua 2014

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun. Perwakilan BKKBN Provinsi Papua 2014 i KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas izin dan ridhonya sehingga penyusunan Pengembangan Model Solusi Strategik Penanganan Dampak Ancaman Disaster

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI BANTEN 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI BANTEN 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI DKI JAKARTA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI DKI JAKARTA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

A. CABAI BESAR C. BAWANG MERAH

A. CABAI BESAR C. BAWANG MERAH No. 44/08/94/ Th. III, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 Produksi Cabai Besar Sebesar 3.089 Ton, Cabai Rawit Sebesar 3.649 Ton, Dan Bawang Merah Sebesar 718

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BAHAN SOSIALISASI PERMEN ESDM NOMOR 38 TAHUN 206 TENTANG PERCEPATAN ELEKTRIFIKASI DI PERDESAAN BELUM BERKEMBANG, TERPENCIL, PERBATASAN DAN

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/PMK.07/2017 TENTANG PELAKSANAAN DANA ALOKASI UMUM DAN TAMBAHAN DANA ALOKASI KHUSUS FISH( PADA ANGGARAN

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

Jayapura, November 2016 KEPALA BAPPEDA PROVINSI PAPUA. DR. Drs. MUHAMMAD MUSAAD, M.Si

Jayapura, November 2016 KEPALA BAPPEDA PROVINSI PAPUA. DR. Drs. MUHAMMAD MUSAAD, M.Si Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-nya sehingga publikasi Analisa Pembangunan Manusia Provinsi Papua Tahun 2015 dapat diterbitkan. Publikasi ini disusun oleh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen... I-7 1.4.

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PENGALOKASIAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI PAPUA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA,

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

Provinsi Kabupaten/kota Laki-laki Perempuan Total

Provinsi Kabupaten/kota Laki-laki Perempuan Total Tabel 1. Perkiraan Jumlah Responden yang Mewakili Rumah Tangga menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin Provinsi Laki-laki Perempuan Total (1) (2) (3) (4) (5) 01. Fakfak 10,747 6,081 16,828 02. Kaimana

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

BAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN 2011

BAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN 2011 BAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN 2011 8.1. Kondisi Wilayah Papua Saat Ini Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat secara tahunan (yoy) pada triwulan IV-2009 yang diprakirakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI BENGKULU 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI BENGKULU 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------ i DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI MALUKU 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI MALUKU 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi dan

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Papua Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Papua Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Papua Tahun 2013 sebanyak 438.524 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Papua Tahun 2013 hanya 40 Perusahaan Jumlah perusahaan tidak berbadan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Disampaikan dalam Acara: Musrenbang RKPD Provinsi Kepulauan Riau 2015 Tanjung

Lebih terperinci

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar Bupati Murung Raya Kata Pengantar Perkembangan daerah yang begitu cepat yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kegiatan pambangunan daerah dan perkembangan wilayah serta dinamisasi masyarakat, senantiasa

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTAR DAERAH

PERBANDINGAN ANTAR DAERAH Perbandingan Antar Daerah/ Inter Regency Comparison 349 BAB 13 PERBANDINGAN ANTAR DAERAH Inter Regency Comparison Secara Regional, daerah di Provinsi Papua yang memiliki jumlah penduduk terbesar pada tahun

Lebih terperinci

VISI PAPUA TAHUN

VISI PAPUA TAHUN ISU-ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2013-2018 ototus Oleh : DR.Drs. MUHAMMAD MUSAAD, M.Si KEPALA BAPPEDA PROVINSI PAPUA Jayapura, 11 Maret 2014 VISI PAPUA TAHUN 2013-2018 PAPUA BANGKIT PRINSIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 1 indikator kesejahteraan DAERAH provinsi papua sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat 111 Telp

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Disampaikan oleh: DeputiMenteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan pada Peluncuran Peta Kemiskinan dan Penghidupan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI BARAT 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI SULAWESI BARAT 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI MALUKU UTARA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI MALUKU UTARA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PINGGIRAAN MELALUI SAGU

PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PINGGIRAAN MELALUI SAGU REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PINGGIRAAN MELALUI SAGU Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 9 November 2016 1 1. MENGHADIRKAN KEMBALI NEGARA UNTUK MELINDUNGI

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN Pembangunan nasional tahun 2015-2017 menekankan kepada penguatan sektor domestik yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia, yaitu ketahanan pangan

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

Provinsi Sulawesi Selatan 2015

Provinsi Sulawesi Selatan 2015 Provinsi Sulawesi Selatan 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SULAWESI SELATAN 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya

Lebih terperinci

Dalam rangka. akuntabel serta. Nama. Jabatan BARAT. lampiran. perjanjiann. ini, tanggungg. jawab kami. Pontianak, Maret 2016 P O N T I A N A K

Dalam rangka. akuntabel serta. Nama. Jabatan BARAT. lampiran. perjanjiann. ini, tanggungg. jawab kami. Pontianak, Maret 2016 P O N T I A N A K GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIANN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahann yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

Provinsi Kalimantan Utara 2015

Provinsi Kalimantan Utara 2015 Provinsi Kalimantan Utara 2015 ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA 1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1 1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1 1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

MATRIKS RANCANGAN PRIORITAS RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

MATRIKS RANCANGAN PRIORITAS RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 MATRIKS RANCANGAN PRIORITAS RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 Prioritas Misi Prioritas Meningkatkan infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah 2 1 jalan dan jembatan Kondisi jalan provinsi mantap

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci