Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan"

Transkripsi

1 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA KONSEP ARCHAEBACTERIA DAN EUBACTERIA (Kuasi Eksperimen di SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan OLEH: FARIDATUL AMANIYAH NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA 2015

2 i

3 SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Faridatul Amaniyah Tempat/Tgl.Lahir : Tegal, 8 Januari 1993 NIM : Jurusan / Prodi Judul Skripsi Dosen Pembimbing : Pendidikan IPA/Pendidikan Biologi : Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap Keterampilan Berpikir Kritis pada Konsep Archaebacteria dan Eubacteria : 1. Dr. Zulfiani, M.Pd 2. Meiry Fadilah Noor, M.Si dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah. Jakarta, Juni 2015 Faridatul Amaniyah NIM i

4 ii

5 ABSTRAK Faridatul Amaniyah (NIM ): Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap Keterampilan Berpikir Kritis pada Konsep Archaebacteria dan Eubacteria (Quasi Eksperimen di SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan). Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap Keterampilan Berpikir Kritis pada Konsep Archaebacteria dan Eubacteria. Subjek penelitian adalah siswa SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan kelas X yang berjumal 79 siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu dengan rancangan penelitian two group pretest posttest design. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Instrument yang digunakan adalah tes essay uraian bebas. Analisis data dari kedua kelompok menggunakan uji-t. Hasil yang diperoleh yaitu nilai t-hitung sebesar 2,13 dan nilai t-tabel dengan taraf signifikasi 5% sebesar 1,99, maka t- hitung lebih besar dari nilai t-tabel. Hal ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap Keterampilan Berpikir Kritis pada Konsep Archaebacteria dan Eubacteria Kata Kunci : Pembelajaran, Sains Teknologi Masyarakat, Keterampilan Berpikir Kritis iii

6 ABSTRACT Faridatul Amaniyah (NIM ): Effect of science and technology society learning model to critical thimking skills in archaebacteria and eubacteria concept (a Quasi Experiment in SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan). Undergraduate Thesis Biology, Biology Education, Science Departement, Faculty Of Tarbiyah and Teaching Science, Syarif Hidayatullah, Jakarta Islamic State University. This Reseach to know the effect of science and technology society learning model to critical thimking skills in archaebacteria and eubacteria concept. Subject of this research is 79 student grade X in SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan. Quasi Experiment used with two group pretest posttest design. Sample used purposive sampling technique. Extended essay test instrument is used to know the result. The result of this research analized use t-test show t-hit 2,13 and t-table 1,99 (α=0,05), t-hit>ttable, this result show that any effect science and technology society learning model to critical thimking skills in archaebacteria and eubacteria concept Keyword : learning, science technology society, critical thinking skill. iv

7

8 ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. 7. Teruntuk orang tua tercinta, ayahanda Abdul Muin dan Ibunda Masnunaeni juga kepada kakak-kakak tersayang mba Yua, mba Wanah, mba Ain, mba Fidoh, mba Aty, mas Aliq, mas Ahmad dan Aka yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis sehingga selalu termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Kepala SMA N 8 Kota Tangerang selatan, atas nama Bapak Imam Supingi, S.Pd, MM yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian. Ibu Melli Yunerti, S.Si selaku guru Biologi kelas X dan seluruh siswa kelas X MIA 3 dan X MIA 4 yang membuat penulis termotivasi agar memberikan pembelajaran yang terbaik, dan membantu peneliti dalam penelitian ini. 9. Kawan-kawan angkatan 2010 Pendidikan Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama biobers: Zahidah, Annis, Meriza, dan kawan-kawan lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. 10. Kawan-kawan seperjuangan HIMBIO An-Nahl, PK ITK IMM, Time Of Almaun, Mumtaz Institute, terutama Nurva, Rizki, Nisa dan Faiz yang saling memotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Ungkapan rasa syukur dan ikhlas rasanya tepat untuk penulis ucapkan atas terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah SWT dapat membalas atas segala kebaikannya yang sepadan kepada semua pihak atas jasa dan bantuan yang telah diberikan. Penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak yang membaca skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pembacanya dan dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas pendidikan, khususnya bidang studi biologi. Jakarta, April 2015 Penulis Faridatul Amaniyah vi

9 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI... ii ABSTRAK... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Identifikasi Masalah... 7 C. Pembatasan Masalah... 7 D. Perumusan Masalah... 8 E. Tujuan Penelitian... 8 F. Manfaat Penelitian... 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat... 9 a. Karakteristik Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat b. Tahapan Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat c. Kelebihan dan Kekurangan Sains Teknologi Masyarakat Keterampilan Berpikir Kritis a. Pengertian Berpikir Kritis vii

10 b. Aspek Berpikir Kritis Pengertian Extended Essay (Uraian Bebas) Konsep Archaebacteria dan Eubacteria B. Hasil Penelitian yang Relevan C. Kerangka Berpikir D. Hipotesis Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Metode dan Desain Penelitian Metode Penelitian Desain Penelitian C. Populasi dan Sampel Populasi Sampel D. Prosedur Penelitian E. Teknik Pengumpulan Data F. Instrumen Penelitian G. Kalibrasi Instrumen Pengujian Validitas Instrumen Pengujian Realibilitas Instrumen Pengujian Tingkat Kesukaran Pengujian Daya Pembeda H. Teknik Analisis Data Uji Prasyarat Hipotesis a. Uji Normalitas b. Uji Homogenitas c. Uji Hipotesis Uji N-Gain Teknik Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa I. Hipotesis Statistik viii

11 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Data Ketercapaian Aspek Keterampilan Berpikir Kritis pada Pretest dan Postest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Data Lembar Kerja Siswa Berbasis Sains Teknologi Masyarakat dan Keterampilan Berpikir Kritis Data Observasi Kegiatan Guru B. Analisis Data 1. Uji Prasyarat Analisis Data a. Uji Normalitas b. Uji Homogenitas c. Uji Hipotesis Uji Hipotesis Pretest Uji Hipotesis Postest Uji N-Gain C. Pembahasan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

12 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 2.1 Tahapan Model Sains Teknologi Masyarakat Indikator Berpikir Kritis Instrumen Penelitian Berpikir Kritis Desain Penelitian Besarnya Koefesien Validitas Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Berpikir Kritis Tingkat Kesukaran Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal Klasifikasi Daya Pembeda Hasil Analisis Daya Pembeda Kategori Keterampilan Berpikir Kritis Statistik Hasil Penelitian Persentase Ketercapaian Keterampilan Berpikir Kritis Kelas Kontrol Persentase Ketercapaian Keterampilan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen Ketercapaian Keterampilan Berpikir Kritis pada Lembar Kerja Siswa Hasil uji Normalitas Pretest dan Postest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Hasil uji Homogenitas Pretest dan Postest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Hasil Uji-t Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Hasil Uji-t Lima Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Pretes Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Hasil Uji-t Postest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Hasil Uji-t Lima Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Postest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Hasil Uji N-Gain terhadap Kelompok Eksperimen dan Kontrol Kategori N-Gain Kelas Eksperimen dan Kontrol x

13 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Tahapan Model Sains Teknologi Masyarakat Tahapan dalam Prosedur Penelitian Grafik hasil pretest dan posttest keterampilan berpikir kritis kelompok eksperimen dan kelompok control Grafik rata-rata hasil keterampilan berpikir kritis lembar kerja siswa xi

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Lembar Kegiatan Siswa Lembar Observasi Hasil Pretes dan Postes Keterampilan Berpikir Kritis Kelas Kontrol dan Eksperimen Kisi-kisi Instrumen Instrumen Uji Coba Hasil Uji Validitas dengan Software Anates Instrumen Penelitian Kunci Jawaban Soal Instrumen Data Hasil KBK Kelas Eksperimen Data Hasil KBK Kelas Kontrol Distribusi Frekuensi Pretes Kelas Kontrol Pengujian Normalitas Pretest Kelas Kontrol Distribusi Frekuensi Pretest Kelas Eksperimen Pengujian Normalitas Pretest Kelas Eksperimen Uji Homogenitas Pretest Distribusi Frekuensi Postest Kelas Kontrol Pengujian Normalitas Postest Kelas Kontrol Distribusi Frekuensi Postest Kelas Eksperimen Pengujian Normalitas Postest Kelas Eksperimen Uji Homogenitas Postest Uji Hipotesis Data Pretes dan Postest Uji N-Gain Catatan Wawancara dengan Guru dan Siswa di SMA N 8 Kota Tangerang Selatan Dokumentasi Penelitian Surat Permohonan Izin Penelitian Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lembar Uji Referensi xii

15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi sekarang ini, sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan agar suatu bangsa dapat bersaing dan berkompetisi dengan bangsa lain. Indonesia yang tergolong kedalam kelompok negara berkembang memiliki sumberdaya manusia yang tergolong cukup rendah. Riset Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2009 disebutkan bahwa bedasarkan kemampuan sains pada peringkat 60 dengan nilai 383 dari 65 negara. 1 Aspek literasi yang diukur dalam kemampuan sains ini antara lain; menggunakan pengetahuan dan mengidentifikasi masalah untuk memahami fakta-fakta dan membuat keputusan tentang alam serta perubahan yang terjadi pada lingkungan. Dalam analisis Tim Literasi sains Puspendik tahun 2004 terungkap bahwa; komposisi jawaban siswa mengindikasikan lemahnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dasar sains yang sebetulnya telah diajarkan serta keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari, kemampuan bernalar yang masih rendah, ketelitian siswa yang masih rendah, adanya keterbatasan kemampuan siswa mengungkapkan pikiran dalam bentuk tulisan, lemahnya kemampuan siswa dalam membaca dan menafsirkan data dalam bentuk gambar, tabel dan bentuk penyajian lainnya. 2 Hasil riset tersebut menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan dan perlu untuk lebih ditingkatkan, khususnya dalam pendidikan sains. Sains sebagai salah satu bidang studi dari pendidikan di sekolah sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari siswa dalam masyarakat. Kecenderungan pembelajaran sains pada masa kini adalah peserta didik hanya mempelajari sains sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum. Dalam hal ini, guru 1 OECD (2012), PISA 2009 Technical Report. PISA: OECD Publishing. Tersedia pada: Diakses pada 9 April Mahyudin (2007). Pembelajaran Asam Basa dengan Pendekatan Konstektual Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA. Tesis. Sekolah Pascasarjana UPI. 1

16 2 masih cenderung mempergunakan model pembelajaran langsung, karena dinilai lebih praktis dan lebih mudah mencapai tujuan pembelajaran. 3 Guru hanya menyampaikan pelajaran sains sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual yang diperolehnya. Akibatnya pembelajaran lebih berpusat pada guru, sehingga pelajaran sains sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan disetiap jenjang pendidikan sekolah adalah sains (IPA). Menurut Sund dalam Usman, sains merupakan kumpulan pengetahuan dan juga kumpulan proses. 4 Laksmi Prihantoro dkk dalam Trianto, Pada hakikatnya IPA dibangun produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai proses IPA merupakan proses yang digunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains. Sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. 5 Laksmi Prihantro dalam Trianto menyebutkan terdapat tiga nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA, antara lain: a) kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah, b) keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah, c) memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan. 6 Implementasi hakikat IPA ini diwujudkan dalam pembelajaran IPA yang disusun melalui suatu kurikulum. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 64 Tahun 2013 pada Standar Isi Muatan Biologi untuk peminatan matematika dan ilmu-ilmu alam Mata Pelajaran Biologi bahwa 3 Anas, Kurniawan, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Sikap Terkait Sains Siswa SMP, Jurnal Penelitian Pascasarjana UNDIKSHA, Vol. 2, 2012, h. 4 4 Usman, Samatowa. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. (Jakarta: PT Indeks, 2011), h Trianto, Model Pembelajaran Terpadu. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), Cet. 2, h Ibid.,. h.142

17 3 penerapan proses kerja ilmiah dan keselamatan kerja di laboratorium biologi dalam pengamatan dan percobaan. Di tingkat SMA/MA/SMALB/PAKET C diharapkan untuk mengaitkan biologi dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat dalam memahami permasalahan biologi pada berbagai objek dan bioproses. 7 Dalam Kompetensi Inti dalam ranah pengetahuan disebutkan siswa diharapkan mampu memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 8 Sains Teknologi Masyarakat merupakan usaha untuk menyajikan IPA dengan mempergunakan masalah-masalah dari dunia nyata. Seringkali pendekatan sains teknologi masyarakat memanfaatkan konteks sosial untuk menggali dan menganalisis isu, serta memecahkan masalah sebagai dampak dari sains dan teknologi. Contoh aplikasi dalam penggunaan pendekatan STM ini yaitu, bioteknologi. Bioteknologi adalah pemanfaatan prinsip-prinsip dan kerekayasaan terhadap organisme, sistem, atau proses biologis untuk menghasilkan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia. 9 Bioteknologi umumnya menggunakan mikroorganisme seperti bakteri, yang dalam pembelajaran IPA termasuk dalam konsep Archaebacteria dan Eubacteria. Penerapan konsep Archaebacteria dan Eubacteria dengan pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat misalnya, pembuatan makanan, permasalahan lingkungan serta upaya untuk membuat obat dalam mengobati berbagai macam 7 Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. h.67 8 Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas(SMA)/ Madrasah Aliyah (MA). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan h, Diah Aryulina dkk. Biologi 3 SMA dan MA untuk Kelas XII. (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2007), h.,273

18 4 penyakit. Dalam hal pembuatan makanan contohnya pembuatan yogurt dan nata de coco, permasalahan lingkungan contohnya upaya mengatasi pencemaran dengan bioremediasi, dan pembuatan antibiotik untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Contoh tersebut menunjukan kepada kita bahwa penemuan teknologi membawa dampak pada lahirnya konsep, teori, serta hukum sains. Dengan mengetahui manfaat dan bahaya Archaebacteria dan Eubacteria bagi kehidupan, siswa dapat mengetahui pemanfaatannya dan penanggulangannya. Pembelajaran melalui model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat bersifat kontekstual, artinya langsung mengaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Manfaat pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat diantaranya kegiatan belajar menjadi lebih menarik dan tidak membosankan, sehingga motivasi belajar siswa akan lebih tinggi, hakikat belajar akan lebih bermakna. Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat sebagai salah satu model pembelajaran inovatif yang memanfaatkan isu lingkungan dalam proses pembelajaran, secara teori mampu membentuk individu memiliki kemampuan untuk menumbuhkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir. 10 Wowo Sunaryo membagi definisi berpikir dalam dua kelompok, yaitu definisi deskriptif dan definisi normatif. Definisi deskriptif cenderung bersifat psikologis, yang memandangnya sebagai keterampilan kognitif dan proses mental yang terlibat dalam berbagai aspek pemikiran. Sedangkan definisi berpikir normatif adalah berpikir kritis, berhubungan erat dengan pemikiran yang mengandung makna nilai-nilai. 11 Dewey dalam Alec Fisher menjelaskan bahwa berpikir kritis sebagai proses aktif, dimana dapat berpikir lebih dalam atas suatu hal, mengajukan pertanyaan, menemukan informasi yang relevan. 12 Berpikir kritis 10 Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 3, h Wowo sunaryo, Taksonomi Berpikir, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h Alec Fisher, Berpikir Kritis sebuah Pengantar, Terj. dari Critical Thingking: An Introduction oleh Benyamin Hadinata, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 2.

19 5 dapat mengembangkan kemampuan berpikir terhadap isu-isu/masalah dan membangun argumen yang baik. 13 Kenyataan di lapangan terutama pada mata pelajaran sains/ipa, sebagian besar siswa belum bisa untuk merumuskan masalah saat diberikan suatu materi pada pembelajaran IPA, masih rendahnya keterampilan berpikir kritis siswa terutama dalam hal memberikan ide-ide/pendapat dalam proses pembelajaran, siswa kurang dalam menyimpulkan materi dengan menggunakan kata-katanya sendiri. 14 Hal ini tentunya menyebabkan rendahnya keterampilan berpikir kritis IPA. Anna Poedjadi menjelaskan bahwa berpikir kritis dapat berkembang jika siswa dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang dirancang dalam konteks kehidupan sehari-hari siswa, yaitu dengan pembelajaran berbasis sains teknologi masyarakat. 15 Dalam usaha meningkatkan keterampilan berpikir kritis, diperlukan penerapan teknik extended essay (uraian bebas). Menurut Arikunto, tes uraian merupakan bentuk tes yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. 16 Tes ini sesuai dengan lima aspek keterampilan berpikir kritis yang diajukan Ennis, yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, kesimpulan, membuat penjelasan lebih lanjut dan strategi taktik. Dari lima aspek tersebut dibagi menjadi indicator-indikator disetiap aspeknya yang menuntun siswa untuk melatih keterampilan berpikir kritis. Tes uraian bebas memiliki kelebihan dibandingkan dengan tes objektif, terutama dalam hal meningkatkan menalar dikalangan siswa. 17 Secara umum, tes ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk 13 Lesley-Jane dkk., Critical Thingking Skills for Education Student, (London: SAGE, 2013), Cet. 2, h Lampiran Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet.3, h Suharsimi Arikunto. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h Nana Sudjana, Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15, h.36.

20 6 menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberi alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. 18 Oleh karena itu, peneliti memilih teknik uraian bebas dalam mengukur berpikir kritis karena diharapkan siswa dapat menjawab pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri melalui proses bernalar sehingga mampu memecahkan isu-isu atau masalah yang akan dihadapi. Penelitian yang dilakukan senada dengan penelitian Nurchayati yang menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis dan sikap sains antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran langsung. Akan tetapi pada prinsipnya penelitian ini memiliki perbedaan yang terletak dalam penilaian sikap dan sampel yang digunakan, dimana penelitian ini menilai sikap sains dan sampel yang digunakan yakni siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Bangorejo. 19 Penelitian ini menggunakan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap keterampilan berpikir kritis dengan penerapan teknik extended essay (uraian bebas) pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Pembelajaran yang dilakukan melalui model pembelajaran STM bersifat kontekstual, artinya langsung mengaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Melalui pembelajaran STM ini diharapkan dapat memunculkan keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis dapat dikembangkan dengan menerapkan teknik tes uraian bebas. Dengan tes uraian bebas ini, siswa dituntut untuk menjawab pertanyaan dengan menggunakan katakatanya sendiri melalui proses bernalar. Oleh karena itu, teknik uraian bebas diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis melalui 18 Harun Rasyid dan Mansyur. Penilaian Hasil Belajar. (Jakarta: CV Wacana Prima, 2001),. h Nurchayati, Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap keterampilan berpikir kritis dan sikap sains siswa SMP, Jurnal ilmiah progresif, Vol. 10, 2013, h. 29

21 7 permasalahan-permasalahan yang dirancang dalam konteks kehidupan sehari-hari siswa. Maka dari itulah, penelitian ini disusun. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis dapat mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran yang belum mengaitkan isu-isu masyarakat dengan keterampilan berpikir kritis. 2. Pembelajaran IPA lebih banyak hanya mengukur hasil belajar tanpa mengukur keterampilan kritisnya yang dilandasi dari pemahaman konsep, sehingga siswa kurang diberi kesempatan untuk menjelaskan dengan katakatanya sendiri. C. Pembatasan Masalah Agar masalah dapat dibahas dengan jelas dan tidak meluas, maka penelitian ini dibatasi pada: 1. Penggunaan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat karena model ini memunculkan pengetahuan baru siswa dengan penerapan isu-isu/masalah dalam kehidupan sehari-hari. 2. Keterampilan berpikir kritis siswa pada aspek kognitif siswa melalui teknik Extended Essay ( uraian bebas) karena dapat melatih proses bernalar siswa agar dapat menjelaskan dengan kata-katanya sendiri. 3. Aspek berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain aspek memfokuskan pertanyaan, membangun keterampilan dasar, kesimpulan, membuat pernyataan lebih lanjut, dan strategi taktik. 4. Konsep yang digunakan yaitu materi Archaebacteria dan Eubacteria karena dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya; peran bakteri dalam pembuatan makanan, pembuatan obat, dan penanggulangan berbagai macam penyakit.

22 8 D. Perumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran sains teknologi masyarakat terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis: sebagai penerapan dari penelitian yang dapat dimanfaatkan dalam masyarakat. 2. Manfaat teoritis: sebagai acuan pendekatan masalah yang lebih efektif dalam pembelajaran biologi.

23 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Deskripsi Teori 1. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Di Indonesia istilah Science Technology Society atau STS diterjemahkan menjadi Sains Teknologi Masyarakat atau STM. Beberapa istilah yang dikemukakan oleh para pendidik atau praktisi pendidikan yakni Science Technology Society yang diterjemahkan dengan Sains Teknologi Masyarakat (STM atau SATEMAS atau ITM), Science Environment Technology (SET) dan Science Environment Technology Society (SETS) yang disingkat dengan Salingtemas yang intinya sebenarnya sama saja. Dalam buku Anna Poedjiadi digunakan istilah sains teknologi masyarakat karena yang dipentingkan adalah kaitan antara sains dan teknologi serta manfaatnya bagi masyarakat. 1 Dalam buku Strategi Pembelajaran Sains pengertian pendekatan STM adalah pendekatan pembelajaran yang menerapkan konsep belajar yang mengaitkan materi yang diajarkan oleh guru dengan masalah-masalah dunia nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. 2 Hal ini senada dengan jurnal Nurchayati bahwa pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat merupakan model pembelajaran yang mengaitkan antara sains dan teknologi serta manfaatnya bagi lingkungan dan masyarakat. 3 Menurut Bernadete, pendekatan STSE (Science, Technology, Society and Environment), digunakan dengan pengembangan berbasis pengajaran pengetahuan lingkungan dan pengaruhnya untuk menentukan prestasi akademik, efikasi diri 1 Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet, 3, h Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet, 1, h N. Nurchayati, Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Sikap Sains Siswa SMP, Jurnal Ilmiah Progressif, Vol. 10, 2013, h.32 9

24 10 dan perspektif sosial budaya siswa. 4 John Lochhead dan Robert E. Yager dalam Dwi Gusfarenie, mengemukakan bahwa pembelajaran dengan model STM di dalamnya mengandung unsur pembelajaran konstruktivisme, dimana siswa dituntut untuk membangun suatu konsep atau pengertian berdasarkan perspektif mereka yang diperoleh dari pengalaman orang lain yang dihubungkan dengan pengalaman pribadi siswa itu sendiri sehingga konsep tersebut dapat lebih mudah dimengerti oleh siswa. 5 Teori konstruktivisme merupakan salah satu teori belajar yang berhubungan dengan cara seseorang memperoleh pengetahuan, yang menekankan pada penemuan makna. 6 Perolehan melalui informasi dalam struktur kognitif yang telah ada dari hasil perolehan sebelumnya yang tersimpan dalam memori dan siap dikonstruk untuk mendapatkan pengetahuan baru. Agar pembelajaran bermakna, maka belajar harus terjadi dalam latar realistik, diacukan kearah pemecahan masalah aktual yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Binadja dalam Dian Nugraheni dkk, pada hakekatnya, SETS (Science, Environment, Technology, Society) merupakan cara pandang ke depan untuk membawa ke arah pemahaman bahwa segala sesuatu yang kita hadapi dalam kehidupan ini mengandung aspek sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat sebagai satu kesatuan serta saling mempengaruhi secara timbal balik. 7 Yeger dalam Smarabawa menjelaskan bahwa model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) sebagai salah satu model pembelajaran inovatif yang memanfaatkan isu lingkungan dalam proses pembelajaran, secara teori 4 Bernadete I. Del Rosario, Science, Technology, Society and Environtment (STSE) Approach in Environmental Science for Nonscience Student in a Local Culture, Liceo Journal of Higher Education Research, Vol. 6, 2009, h Dwi Gusfarenie, Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat, Edu-Bio,Vol.4, 2013, h Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet, 1, h Dian Nugraheni, Sri Mulyani, dan Sri Retno Dwi Ariani, Pengaruh Pembelajaran Bervisi dan Berpendekatan SETS Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMAN 2 Sukoharjo pada Materi Minyak Bumi Tahun Pelajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Kimia,Vol. 2, 2013, h. 34

25 11 mampu membentuk individu memiliki kemampuan untuk menumbuhkan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kreatif. 8 Dalam buku Anna Poedjiadi kesalingterkaitan antar unsur STM dapat dijelaskan sebagai berikut: Perkembangan teknologi dan perkembangan sains sejak abad ke-17 hingga sekarang menunjukkan bahwa teknologi merupakan pemicu perkembangan sains, dan begitu pula perkembangan sains berdampak terciptanya kemajuan teknologi. Kaitan antara teknologi dengan masyarakat yakni teknologi lahir oleh adanya kebutuhan masyarakat. Sedangkan kaitan antara sains dengan masyarakat merupakan komponen yang dapat membantu meningkatkan kesiapan pengetahuan masyarakat tentang produk teknologi. Dapat disimpulkan bahwa sains yang telah dipahami peranannya dalam kehidupan masyarakat mampu meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya. 9 Berdasarkan beberapa pengertian yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat merupakan suatu model pembelajaran yang mengangkat masalah/isu-isu sebagai dampak terhadap lingkungan ke dalam pembelajaran dan mengaitkannya dengan konsep-konsep sains yang ada. a. Karakteristik Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat NSTA dalam Dwi Gusfarenie mengemukakan bahwa program STM memiliki karakteristik sebagai berikut; a) siswa mengidentifikasi masalah-masalah dengan dampak dan ketertarikan setempat, b) menggunakan sumber daya setempat untuk mengumpulkan informasi yang digunakan dalam memecahkan masalah, c) keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dpaat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, d) merupakan kelanjutan dari pembelajaran di kelas dan di sekolah, e) fokus kepada dampak sains dan teknologi terhadap siswa, f) suatu pandangan bahwa isi sains tersebut lebih dari pada konsep-konsep yang harus dikuasai siswa dalam tes, g) 8 Smarabawa, Igbn, IB.Arnyana, Igan Setiawan, Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Pemahaman Konsep Biologi dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA, e-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Vol.3, 2013, h. 3 9 Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 3, h 63-65

26 12 penekanan pada keterampilan proses, dimana siswa dapat menggunakannya dalam memecahkan masalah mereka, h) penekanan pada kesadaran berkarir, khususnya pada karir yang berhubungan dengan sains dan teknologi, i) kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga Negara, dimana ia mencoba untuk memecahkan yang telah diidentifikasi, j) mengidentifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak di masa depan, dan k) kebebasan dalam proses pembelajaran (sebagaimana masalah-masalah individu yang telah diidentifikasi). 10 Dalam buku Anna Poedjiadi pendekatan Sains Teknologi Masyarakat bertujuan untuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan lingkungannya. 11 Terdapat tiga strategi yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pendekatan SETS. Ketiga macam strategi itu adalah: Strategi pertama, menyusun topik-topik tertentu yang menyangkut konsep - konsep yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada strategi ini, di awal pembelajaran (topik baru) guru memperkenalkan atau menunjukkan kepada peserta didik adanya isu atau masalah di lingkungan anak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu produk teknologi yang ada di lingkungan mereka. Masalah atau isu yang ada di lingkungan masyarakat dapat pula diusahakan agar ditemukan oleh anak sendiri setelah guru membimbing dengan cara-cara tertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok yang dirancang oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada anak. Dalam hal ini, pengetahuan yang berbentuk konsep-konsep. Strategi kedua, menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep-konsep tertentu yang termasuk dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar. Pada saat membahas konsep-konsep tertentu, suatu topik relevan yang telah dirancang sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengan demikian program SETS merupakan suplemen dari kurikulum. 10 Dwi Gusfarenie. Model Pembelajran Sains Teknologi Masyarakat (STM). Edu-Bio, Vol.4, 2013, h Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 3, h. 123.

27 13 Strategi ketiga, mengajak anak untuk berpikir dan menemukan aplikasi konsep sains dalam industri atau produk teknologi yang ada di masyarakat di selasela kegiatan belajar berlangsung. Contoh-contoh adanya aplikasi konsep sains, isu atau masalah, sebaiknya diperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi peserta didik mempelajari konsep konsep selanjutnya, atau mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yang akan dibahas sebagai apersepsi. Ditinjau dari setiap ranah pembelajaran sains maka pembelajaran sains dengan pendekatan STM diharapkan akan menghasilkan hal-hal sebagai berikut 12 : 1. Ranah pengetahuan Ranah pengetahuan meliputi; a) siswa melihat pengetahuan sebagai hal yang berguna bagi dirinya sendiri, b) siswa yang belajar melalui pengalaman yang diendapkan untuk waktu yang cukup lama dan sering dapat menghubungkannya kepada situasi baru. 2. Ranah sikap Ranah sikap meliputi; a) minat siswa meningkat dalam pelajaran, b) siswa menjadi lebih ingin mengetahui tentang segala yang ada didunia, c) siswa memandang guru sebagai fasilitator, d) siswa memandang sains sebagai suatu cara untuk menangani masalah 3. Ranah Proses Sains Ranah proses sains meliputi; a) siswa melihat proses sains sebagai ketrampilan yang dapat mereka gunakan, b) siswa melihat proses ketrampilan yang mereka butuhkan untuk menyempurnakan dan mengembangkannya menjadi lebih mantap untuk kepentingan mereka sendiri, c) siswa siap melihat hubungan dari proses-proses sains kepada aksi mereka sendiri, d) siswa melihat proses sains sebagai bagian yang vital dari apa yang mereka lakukan dalam pelajaran sains. 12 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet, 1, h

28 14 4. Ranah Kreatifitas Ranah kreatifitas meliputi: a) siswa lebih banyak bertanya, b) siswa sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan unik yang memacu minat mereka dan guru, c) siswa terampil dalam mengajukan sebab dan akibat dari hasil pengamatannya, d) siswa penuh dengan ide-ide murni. 5. Ranah Hubungan dan Aplikasi Ranah hubungan dan aplikasi meliputi: a) siswa dapat menghubungkan studi sains mereka dengan kehidupan sehari-hari, b) siswa terlibat dalam pemecahan isu-isu sosial, c) siswa mencari informasi dan menggunakannya, d) siswa turut terlibat dalam perkembangan teknologi serta menggunakannya untuk kepentingan dan relevansi dari konsep-konsep sains. b. Tahapan Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Penggunaan pendekatan STM dalam pembelajaran menekankan peranan sains dan teknologi dalam berbagai lapisan kehidupan masyarakat, untuk menumbuhkan kepedulian dan tanggung jawab sosial siswa terhadap fenomena disekitarnya sebagai dampak dari teknologi yang digunakan. Secara umum, tahapan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dalam pembelajaran dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut: 13 Pendahuluan: Inisiasi/ Invitasi/ Persepsi/ Eksplorasi terhadap siswa Isu atau masalah Pembentukan/ pengembangan konsep Pemantapan konsep Aplikasi konsep dalam kehidupan: penyelesaian masalah atau analisis isu Pemantapan konsep Pemantapan konsep Penilaian Gambar 2.1 tahapan model Sains Teknologi Masyarakat 13 Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 3, h. 126

29 15 Penjelasan dalam tahapan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat adalah sebagai berikut: Pendahuluan Tahap ini membedakan STM dengan pembelajaran lainnya. Tahap ini dapat disebut dengan inisiasi atau mengawali, memulai, dan dapat pula disebut dengan invitasi yaitu undangan agar siswa memusatkan perhatian pada pembelajaran. Apersepsi dalam kehidupan juga dapat dilakukan, yaitu mengaitkan peristiwa yang telah diketahui siswa dengan materi yang akan dibahas, sehingga tampak adanya kesinambungan pengetahuan, karena diawali dengan hal-hal yang telah diketahui siswa sebelumnya yang ditekankan pada keadaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya apersepsi merupakan proses asosasi ide baru dengan yang sudah dimiliki sebelumnya oleh seseorang. Pada pendahuluan ini guru juga dapat melakukan kegiatan di lapangan atau di luar kelas secara berkelompok. Kegiatan mengunjungi dan mengobservasi keadaan di luar kelas itu bertujuan untuk mengaitkan antara konsep-konsep atau teori yang dibahas di kelas dengan keadaan nyata yang ada di lapangan. Pengungkapan masalah pada awal pembelajaran memungkinkan siswa mengkonstruksi pengetahuannya sejak awal. Selanjutnya konstruksi pengetahuan ini akan terus dibangun dan dikokohkan pada tahap pembentukan dan pemantapan konsep. 2. Pembentukan konsep Proses pembentukan konsep dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode. Misalnya pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup, metode demonstrasi, eksperimen dilaboratorium, diskusi kelompok, bermain peran dan lain-lain. Selama melakukan berbagai aktivitas pada tahap pembentukan konsep siswa diharapkan mengalami perubahan konsep menuju arah yang benar sampai pada akhirnya konsep yang dimiliki sesuai dengan para ilmuan. Pada akhir tahap pembentukan konsep, siswa telah dapat 14 Ibid., h

30 16 memahami apakah analisis terhadap masalah yang disampaikan pada awal pembelajaran telah sesuai dengan konsep para ilmuan. 3. Aplikasi konsep Berbekal pemahaman konsep yang benar siswa diharapkan dapat menganalisis isu dan menemukan penyelesaian masalah yang benar. Konsepkonsep yang telah dipahami siswa dapat menggunakan produk teknologi listrik dengan benar karena menyadari bahwa produk-produk listrik tersebut berpotensi menimbulkan kebakaran atau bahaya yang lain, misalnya bahaya akibat terjadinya hubungan arus pendek. Contoh yang lain siswa menjadi hemat dalam menggunakan beraneka sumber energi. Dalam kehidupan sehari-hari setelah mengetahui terbatasnya energi saat ini. 4. Pemantapan konsep Pada tahap ini, guru melakukan pelurusan terhadap konsepsi siswa yang keliru. Pemantapan konsep ini penting untuk dilakukan mengingat sangat besar kemungkinan guru tidak menyadari adanya kesalahan konsepsi pada tahap pembelajaran sebelumnya. Pematapan konsep penting sebab mempengaruhi retensi materi siswa. 5. Penilaian Kegiatan penilaian dilakukan untuk mengetahui ketercapaian tujuan belajar dan hasil belajar yang telah diperoleh siswa. Berbagai kegiatan penilaian dapat dilakukan mengingat beragamnya hasil belajar yang diperoleh siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan STM. Dalam buku Strategi Pembelajaran Sains, tahapan ini diperjelas pada Tabel Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet, 1, h.129

31 17 Tabel 2.1 Tahapan Model Sains Teknologi Masyarakat Tahap Invitasi Eksplorasi dan pembentukan konsep awal Pemantapan konsep dan aplikasi Keterangan Guru mengajak siswa untuk mengungkapkan hal yang ingin diketahui dari fenomena alam yang terkait dengan isu sosial Siswa dibangkitkan untuk mengajukan pertanyaan, mencatat kejadian sehari-hari yang tidak jalan dengan sains Guru memformulasikan persepsi siswa dengan tujuan pembelajaran Guru memfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas untuk memecahkan masalah Siswa diajak berpendapat, mencari informasi, bereksperimen, mengobservasi, mengumpulkan dan menganalisis data hingga merumuskan kesimpulan Peran guru dominan, guru mengelaborasi hasil kegiatan siswa Mengkomunikasikan informasi, ide, konsep, dan penjelasan baru untuk mengintegrasikan pemecahan berdasarkan pengetahuan yang berlaku. c. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Letak keunggulan pendekatan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat adalah pembelajaran sains yang dikemas untuk mudah dimengerti serta bermanfaat bagi setiap orang. Proses pembelajarannya mengaktifkan atau mengikutsertakan siswa terhadap isu-isu yang merupakan jalur untuk melihat nilai-nilai sains dan maknanya. Pembelajaran ini dapat melatih siswa mampu berpikir kritis. Pembelajaran sains yang dilakukan saat ini dengan pendekatan STM menunjukan beberapa perbedaan, hal ini dapat dilihat berikut: Pembelajaran sains saat ini (konvensional) Pembelajaran konvensional diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan yang sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memerhatikan keseluruhan situasi belajar. 17 Beberapa pembelajaran konvensional yang biasanya diterapkan antara lain; a) konsep berasal dari buku teks sesuai kurikulum, b) monodisipliner dan diajarkan secara terpisah, c) topik/arah/fokus ditentukan oleh guru, d)dalam pembelajarannya dimulai dari konsep, prinsip, baru kemudian contohnya, e) guru sebagai pemberi h Ibid., h Abdul Majid, Strategi Pembelajaran. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), Cet. 1,

32 18 informasi, f) menggunakan sumber daya yang ada di sekolah, g) tugas utama siswa adalah memahami isi buku teks. 2. Pembelajaran sains dengan pendekatan STM Pembelajaran sains dengan pendekatan STM yang biasanya diterapkan antara lain; a) sesuai dengan kurikulum dan menjawab permasalahan masyarakat, b) mutidisipliner dan diajarkan secara menyeluruh, c) topik/arah/fokus ditentukan oleh siswa atau isu yang ada disekitarnya, d) dimulai dengan aplikasi sains (IPA dan teknologi) yang ada di masyarakat, e) guru sebagai fasilitator, f) menggunakan sumber daya yang ada dilingkungannya, g) tugas utama siswa adalah mencari informasi, mengolah dan menyimpulkan. Penelitian ini menggunakan dua kelas yang dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok ekperimen menggunakan pendekatan STM dan kelompok kontrol menggunakan pendekatan saintifik. Alasan menggunakan pendekatan saintifik karena tuntutan dari kurikulum Pembelajaran dengan pendekatan saintifik terdiri atas kegiatan mengamati, merumuskan pertanyaan, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, mengasosiasi/ mengolah data (informasi) dan menarik kesimpulan serta mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pendekatan saintifik dan pendekatan STM keduanya sama-sma menekankan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh individu itu sendiri dalam struktur kognitif melalui beragam aktivitas-aktivitas ilmiah dalam pembelajaran. pendekatan saintifik menekankan lima pengalaman belajar untuk membantu siswa memahami dan mengaplikasikan konsep materi ajar. Penerapan pendekatan STM dalam pembelajaran menekankan dimensi proses bagaimana konsep materi dipahami dan diaplikasikan kemudian dikaitkan dengan teknologi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. 2. Keterampilan Berpikir Kritis a. Pengertian Berpikir Kritis Menurut Ngalim Purwanto, berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan terarah yang bertujuan untuk menemukan

33 19 pemahaman/pengertian yang kita kehendaki. 18 Menurut Garret dalam Wowo Sunaryo menjelaskan bahwa berpikir merupakan perilaku yang seringkali tersembunyi atau setengah tersembunyi di dalam lambang atau gambaran, ide, konsep yang dilakukan seseorang. 19 Wasty Soemanto mengungkapkan berpikir berarti meletakan hubungan antarbagian pengetahuan yang diperoleh manusia. 20 Gilmer dalam Wowo Sunaryo mengemukakan bahwa berpikir merupakan suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau lambang-lambang pengganti suatu aktivitas yang tampak secara fisik. 21 Sumadi Suryabrata menjelaskan berpikir adalah proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya. 22 Menurut Wowo Sunaryo, secara umum, definisi berpikir dapat dikelompokan ke dalam versi deskriptif dan normatif, yaitu sebagai berikut: Definisi berpikir deskriptif cenderung bersifat psikologis, yang memandangnya sebagai keterampilan kognitif an proses mental atau prosedur yang terlibat dalam berbagai aspek pemikiran. Sedangkan definisi berpikir normatif adalah berpikir kritis, berhubungan erat dengan pemikiran yang mengandung makna nilai-nilai. 23 Berpikir merupakan sebuah proses yang alamiah, terencana dan sistematis yang menghasilkan suatu perubahan terhadap objek yang mempengaruhinya. Hasil berpikir dapat berupa ide, gagasan, penemuan, pemecahan masalah, keputusan, yang selanjutnya dapat diwujudkan baik berupa tindakan untuk tujuan praksis atau keilmuan tertentu. Dalam kaitannya dengan perspektif deskriptif pada buku Wowo Sunaryo, berpikir kritis merupakan analisis situasi masalah melalui evaluasi potensi, pemecahan masalah, dan sintesis informasi untuk menentukan keputusan. Keputusan dilakukan secara parsial dengan cara membuat daftar isian informasi 18 Ngalim Purwanti, Psikologi Pendidikan. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), Cet.5, h Wowo Sunaryo, Taksonomi Berpikir. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. 1, h Wasty Sunaryo, Psikologi Pendidikan. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), Cet.5, h Wowo Sunaryo. loc. cit. 22 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan. (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2010), h Wowo sunaryo,taksonomi Berpikir. ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet.1, h.

34 20 yang selanjutnya dievaluasi, disintesis, dan pemecahan masalah, yang akhirnya menjadi sebuah keputusan. 24 Ennis mendefinisikan bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. 25 Menurut Richard Paul dalam Alec Fisher, berpikir kritis adalah mode berpikir, mengenai hal, substansi atau masalah apa saja yang dimana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil strukturstruktur yang melekat alam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya. 26 Menurut Edward Glaser dalam Alec Fisher mengungkapkan bahwa berpikir kritis sebagai; 1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalahmasalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang, 2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis, dan 3) semacam suatu keterampilan untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulankesimpulan lanjutan yang diakibatkannya. 27 Reber dalam Muhibbin Syah pada buku Psikologi Pendidikan mengungkapkan berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Dalam berpikir kritis, siswa dituntut menggunakkan stategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan. 28 Berpikir kritis adalah kemampuan untuk melakukan analisis, menciptakan dan menggunakan kriteria secara obyektif, dan melakukan evaluasi data Ibid. 25 Robert H Ennis, Critical Thingking. (New York: Prentice Hall, 1996), h.xvii 26 Alec Fisher, Berpikir Kritis sebuah Pengantar, Terj. dari Critical Thingking: An Introduction oleh Benyamin Hadinata dan Gugi Sagara, (Jakarta: Erlangga, 2009), h.4 27 Ibid.h 3 28 Muhibinsyah. Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. 17, h Adi W. Gunawan. Genius Learning Strategy.(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003). h.177

35 21 Siswa yang berpikir kritis adalah siswa yang terampil penalarannya, memiliki kecenderungan untuk mempercayai dan bertindak sesuai dengan penalarannya. Siswa tersebut mempunyai kemampuan untuk menggunakan penalarannya dalam suatu konteks dimana penalarannya digunakan sebagai dasar pemikirannya. Dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan. Orang-orang yang berpikir kritis tidak puas dengan hanya satu pendapat atau jawaban tunggal, tetapi akan selalu mencari hal-hal apa yang dihadapinya, sehingga menimbulkan motivasi yang kuat untuk belajar. 30 Jadi berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk menganalisis dan mengevaluasi suatu pernyataan atau informasi yang diperoleh melalui keyakinan pendapat mereka sendiri serta mampu untuk mengatakan atau mengungkapkan sesuatu dengan penuh percaya diri. b. Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Lesley-Jane dkk menjelaskan lima aspek penting berpikir kritis, meliputi; 1) mengidentifikasi pengetahuan yang telah dimiliki dan pengalaman yang berhubungan dengan keterangan-keterangan isu, 2) pertimbangan pernyataan atas isu yang dipaparkan (proses reflektif yang melibatkan emosi dan nilai), 3) mengumpulkan fakta-fakta sumber yang kredibel, yang mana dapat menyangkal atau mendukung pernyataan, 4) analisis kritikal (pembelajaran bermakna, terstruktur, dan valid) dan evaluasi (membuat keputusan) berdasarkan fakta-fakta, 5) menggunakan pengembangan pengetahuan diri dan pemahaman. 31 Ennis mengelompokan indikator berpikir kritis kedalam lima pokok dan dua belas sub pokok, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Sunatun Umroh, Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas X pada Pembelajaran Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit Menggunakan Metode Pembelajaran Discovery-Inquiry, Jurnal Skripsi Pendidikan Kimia-FMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia : Tidak Diterbitkan., h Lesley-Jane dkk., Critical Thingking Skills for Education Student, (London: SAGE, 2013), Cet. 2, h Robert H Ennis, Goal for a Critical Thinking Curriculum, dalam Al Costa (ed), Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thingking, (Alexandra:ASCD,1985), h. 46

36 22 Aspek berpikir kritis 1. Memberikan penjelasan sederhana (Elementary clarification) 2. Membangun ketrampilan dasar (basic support) Tabel 2.2 Indikator Berpikir Kritis Sub aspek berpikir kritis 1. Memfokuskan pertanyaan 2. Menganalisis argument 3. Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan dan tantangan 4. Mempertimbangk an kredibilitas suatu sumber 5. Mengobservasi dan mempertimbangk an hasil observasi Indikator a. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan b. Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin c. Menjaga kondisi pikiran a. Mengidentifikasi kesimpulan b. Mengidetifikasi alasan yang ditanyakan c. Mengidetifikasi alasan yang tidak dinyatakan d. Mencari persamaan dan perbedaan e. Mengidetifikasi relevan atau tidak f. Mencari struktur argument g. Merangkum a. Mengapa? b. Apa intinya? c. Apa artinya? d. Apa contohnya? e. Apa yang bukan contohnya f. Bagaimana menerapkan pada konsep tersebut? g. Perbedaan apa yang menyebabkan? h. Apa faktanya? i. Benarkah apa yang anda katakan? j. Mengatakan lebih pada apa yang dibicarakan a. Keahlian b. Tidak ada konflik interest c. Kesepakatan antara sumber d. Reputasi e. Mempertimbangkan prosedur yang tersedia f. Mempertimbangkan resiko g. Kemampuan memberikan alasan h. Kehati-hatian a. Ikut terlibat dalam menyimpulkan b. Jeda waktu antara mengamati dan melaporkan c. Dilaporkan oleh pengamat d. Mencatat hal-hal yang diinginkan e. Penguatan f. Kemungkinan penguatan g. Kondisi akses yang baik h. Penggunaan tes yang kompeten i. Kepuasan observer yang kredibilitas

37 23 Aspek Berpikir Sub Aspek Kritis Berpikir Kritis 3. Kesimpulan 6. Membuat deduksi dan mempertimbangk an hasil deduksi 7. Membuat induksi dan mempertimbangk an induksi 8. Membuat dan mempertimbangk an nilai keputusan 4. Membuat penjelasan lebih lanjut 5. Strategi dan taktik 9. Mendefinisikan istilah 10. Mengidentif ikasi asumsi 11. Memutuska n suatu tindakan 12. Berinteraksi dengan orang lain Indikator a. Kelompok yang logis b. Kondisi yang logis c. Interpretasi pertanyaan a. Membuat generalisasi b. Membuat kesimpulan & hipotesis c. Investigasi d. Kriteria berdasarkan asumsi a. Latar belakang fakta b. Konsekuensi c. Penerapan prinsip-prinsip d. Mempertimbangkan alternatif e. Penimbangan, pertimbangan, dan memutuskan a. Mengklasifikasi dan memberi contoh b. Strategi teknisi c. Isi a. Alasan yang tidak dinyatakan b. Alasan yang dinyatakan a. Mengidentifikasi masalah b. Menyeleksi kriteria untuk membuat solusi c. Merumuskan alternatif d. Memutuskan hal yang akan dilakukan e. Menelaah f. Memonitor a. Menyenangkan b. Strategi logis c. Strategi retorika d. Presentasi Keterampilan berpikir kritis menurut Alec Fisher mencakup Sembilan buah indikator yaitu; a) Mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan, khususnya alasan-alasan dan kesimpulan-kesimpulan, b) Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi-asumsi, c) Mengklarifikasi dan menginterpretasi pertanyaan-pertanyaan dan gagasan-gagasan, d) Menilai akseptabilitas, khususnya kredibilitas, klaim-klaim, e) Mengevaluasi argument-argumen yang beragam jenisnya, f) Menganalisis, mengevaluasi, dan menghasilkan penjelasan-

38 24 penjelasan, g) Menganalisis, mengevaluasi, dan membuat keputusan-keputusan, h) Menarik inferensi-inferensi, i) Menghasilkan argumen-argumen 33 Adi W Gunawan menyebutkan bahwa berpikir kritis meliputi 34 ; a) keahlian berpikir induktif (sebab akibat, problem yang banyak kemungkinan pemecahan, analogi, membuat kesimpulan, relasi, dan pemecahan masalah), b) keahlian berpikir deduktif (menggunakan logika, mengerti kontradiksi, silogisme, dan permasalahan yang bersifat spasial), c) keahlian berpikir evaluatif (fakta opini, sumber yang kredibel, mengidentifikasi persoalan dan permasalahan pokok, mengenali asumsi-asumsi, mendeteksi bias, mengevaluasi hipotesis, menggolongkan data, memprediksi konsekuensi, pengurutan, keahlian membuat keputusan, mengenali propaganda, kesamaan dan perbedaan, dan mengevaluasi argumentasi). Berdasarkan indikator-indikator dari beberapa ahli yang telah dipaparkan, dalam penelitian ini akan digunakan indikator yang dikemukakan oleh Ennis karena indikatornya sudah jelas dan spesifik. Dengan menggunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat, peneliti menggunakan sebelas sub indikator yang digunakan dalam penelitiannya kecuali subindikator berinteraksi dengan orang lain. Hal ini dikarenakan dalam indicator berinteraksi dengan orang lain dapat di lakukan dalam presentasi kelompok dalam tahap pemantapan konsep Sains Teknologi Masyarakat yang dijelaskan dalam RPP. 35 Berikut akan dijelaskan sub indikator melalui penjelasan lima aspek berpikir kritis. Aspek pertama berpikir kritis adalah memberikan penjelasan sederhana. yang meliputi tiga subaspek; memfokuskan pertanyaan, menganalisis argument, dan bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan dan tantangan. Secara umumnya, aspek ini digunakan untuk mengidentifikasi kesimpulan sementara. Dalam sebuah argument, memulai dengan memberikan kesimpulan 33 Alec Fisher, Berpikir Kritis sebuah Pengantar, Terj. dari Critical Thingking: An Introduction oleh Benyamin Hadinata dan Gugi Sagara, (Jakarta: Erlangga, 2009), h.8 34 Adi W. Gunawan. Genius Learning Strategy.(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), h Lampiran 1

39 25 adalah ide bagus untuk memulai suatu presentasi. 36 Dalam buku Alec Fisher kata karena (since dan because) merupakan indikator alasan, dan kata oleh karena itu dan sehingga merupakan indikator kesimpulan. 37 Indikator yang digunakan pada indikator-indikator alasan dan kesimpulan merupakan indikator yang digunakan dalam menganalisis argument. 38 Aspek kedua yaitu membangun keterampilan dasar, yang meliputi dua subaspek, yaitu: mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber dan mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi. Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber digunakan ketika mengetahui kebenaran sebuah klaim. 39 Namun, kredibilitas juga tidak menjamin kebenaran sumbernya, maka kita harus menjaga kondisi pikiran tentang klaim tersebut. Menurut Alec Fisher, dalam suatu kasus terdapat lima jenis klaim yang berbeda, yaitu klaim faktual, pertimbangan nilai, definisi, penjelasan sebab-akibat, dan rekomendasi yang kelimanya harus dievaluasi dengan cara-cara yang berbeda agar dapat memutuskan apakah klaim tersebut dapat diterima. 40 Ada beberapa bahasa yang digunakan untuk melihat seberapa kuat klaim tersebut, antara lain: intuisi/keyakinan/opini/pandangan/tesis saya adalah, saya yakin/saya tidak bisa membuktikannya tetapi saya percaya, faktanya ialah/menunjukan., saya mengamati/melihat, dan lain-lain. 41 Pernyataan pada observasi biasanya mendukung suatu alasan pada argument. Pada umumnya observasi lebih dapat dipercaya daripada kesimpulan yang berdasar. 42 Jika pada observasi yang telah dilakukan ada dua bukti, keduanya harus saling menguatkan. Supaya bukti itu saling menguatkan, bukti tersebut harus independen, dapat dipercaya dan mendukung klaim yang dibicarakan Robert Ennis, Critical Thingking, (New York, Printice Hall, 1996), h Alec Fisher, Berpikir Kritis sebuah Pengantar, Terj. dari Critical Thingking: An Introduction oleh Benyamin Hadinata, (Jakarta: Erlangga, 2009), h Ibid., h Robert Ennis, Critical Thingking, (New York, Printice Hall, 1996), h Alec Fisher, Berpikir Kritis sebuah Pengantar, Terj. dari Critical Thingking: An Introduction oleh Benyamin Hadinata, (Jakarta: Erlangga, 2009), h Ibid., h Robert Ennis, Critical Thingking, (New York, Printice Hall, 1996), h74 43 Alec Fisher, op.cit., h. 102.

40 26 Aspek ketiga yaitu kesimpulan (inferentia). Inferensia adalah bagian dari proses berpikir kritis dimana kita akan memulai mengumpulkan pengetahuan yang sudah ada dengan apa yang akan kita dapatkan, dengan kata lain membuat pengetahuan yang baru. 44 Argument selalu terdiri atas alasan dan inferensi, dimana inferensi merupakan perpindahan yang dibuat dari alasan hingga kesimpulan. Bahasa yang sering digunakan yaitu berdasarkan alasan-alasan ini saya menyimpulkan bahwa,oleh karena itu dengan tingkat kepercayaan yang bervariasi. 45 Aspek keempat yaitu membuat penjelasan lebih lanjut, yang meliputi subaspek mendefinisikan istilah dan mengidentifikasi asumsi. Kata kunci dari seluruh proses agar menjadi pemikir kritis yang baik adalah dapat menjelaskan alasan dengan benar dan jelas, harus berpikir dengan jernih dan dapat dipahami oleh para pendengar. 46 Alec Fisher menjelaskan bahwa supaya penalaran yang bersifat menjelaskan sampai pada sasarannya, maka penalaran itu harus: a) mempertimbangkan alternatif-alternatif yang masuk akal, b) menemukan buktibukti yang menyingkirkan penjelasan-penjelasan lain yang mungkin dan mendukung penjelasan yang diinginkan, c) cocok benar dengan hal lain yang kita tahu. 47 Aspek yang terakhir yaitu strategi dan taktik, yang meliputi memutuskan suatu tindakan dan berinteraksi dengan orang lain. Pemikiran yang dilakukan dalam memutuskan apa yang harus dilakukan, atau merekomendasikan rangkaian tindakan, atau mempertimbangkan rekomendasi orang lain, memerlukan perhatian khusus karena sangat umum, dan harus dievaluasi menurut cara tertentu. Oleh karena itu harus memahami dengan jelas apa permasalahannya, sehingga dapat 44 Lesley-Jane dkk., Critical Thingking Skills for Education Student, (London: SAGE, 2013), Cet. 2, h Alec Fisher, op.cit., h Ibid., h Alec Fisher, Berpikir Kritis sebuah Pengantar, Terj. dari Critical Thingking: An Introduction oleh Benyamin Hadinata, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 142

41 27 mempertimbangkan kumpulan opsi yang masuk akal dan akibat-akibat yang mungkin sebelum kita mengambil suatu kesimpulan. 48 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sebelas sub-aspek keterampilan berpikir kritis. Berikut sub-aspek beserta indikatornya yang digunakan dalam Instrumen penelitian pada Tabel 2.3: Aspek Berpikir Kritis 1. Memberikan penjelasan sederhana 2. Membangun keterampilan dasar Tabel 2.3 Instrumen Penelitian Keterampilan Berpikir Kritis Sub Aspek Berpikir Kritis Indikator 1. Memfokuskan pertanyaan a. a. Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin 2. Menganalisis argument a. Mengidentifikasi kesimpulan b. Mengidentifikasi alasan yang dinyatakan c. Mengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan d. Mencari persamaan dan perbedaan 3. Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan dan tantangan 4. Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber 5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi 3. Kesimpulan 6. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi 4. Membuat penjelasan lebih lanjut 5. Strategi dan taktik 7. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi 8. Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan a. Mengapa? b. Perbedaan apa yang menyebabkan? a. Kemampuan memberikan alasan a. Mencatat hal-hal yang diinginkan b. Penguatan c. Interpretasi pertanyaan a. Membuat generalisasi a. Mempertimbangkan alternatif 9. Mendefinisikan istilah a. Mengklasifikasi dan memberi contoh 10. Mengidentifikasi a. Alasan yang tidak dinyatakan asumsi b. Alasan yang dinyatakan 11. Memutuskan suatu tindakan a. Menyeleksi kriteria untuk membuat solusi b. Memutuskan hal yang akan dilakukan 48 Ibid., 166

42 28 3. Pengertian Extended Essay (Uraian Bebas) Dalam Zulfiani dkk, istilah Extended Essay disebutkan sebagai tes uraian bebas. 49 Suharsimi Arikunto menjelaskan tes bentuk essay adalah sejenis tes yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. 50 Menurut Nana Sudjana, secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberi alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakkan kata-kata dan bahasa sendiri. 51 Kusaeri menjelaskan soal uraian bebas merupakan suatu soal yang jawabannya menuntut siswa mengingat dan mengorganisasi gagasan-gagasan dengan cara mengemukakan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis. 52 Dalam hal inilah kekuatan atau kelebihan tes essay dari alat penilaian lainnya. 53 Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Nana Sudjana menjelaskan dengan melihat karakteristiknya, pertanyaan bentuk uraian bebas ini tepat digunakan apabila bertujuan untuk 54 : a) mengungkapkan pandangan para siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui luas dan intensitasnya, b) mengupas suatu persoalan yang kemungkinan jawabannya beraneka ragam sehingga tidak ada satu pun jawaban yang pasti, c) mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi atau dimensinya. Tes uraian dalam banyak hal mempunyai kelebihan daripada tes objektif, terutama dalam hal meningkatkan kemampuan penalaran dikalangan peserta didik 49 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet. 1, h Suharsimi arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), Cet. 1, h Nana Sudjana, Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet.14, h Kusaeri Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), Cet. 1, h Harun, Rasyid dan Mansyur, Penilaian Hasil Belajar, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses belajar Mengajar,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15, h. 37

43 29 (mahasiswa dan siswa). 55 Menurut Nana Sudjana, melalui tes uraian ini para peserta didik dapat mengungkapkan aspek kognitif tingkat tinggi seperti analisisevaluasi-mencipta, baik secara lisan maupun secara tulisan. Siswa juga dibiasakan dengan kemampuan memecahkan masalah (Problem solving), mencoba merumuskan hipotesis, menyusun dan mengekspresikan gagasannya, dan menarik kesimpulan dari pemecahan masalah. 56 Pokok uji uraian bebas tidak menyangkut satu masalah yang spesifik, melainkan masalah yang menuntut jawaban yang sangat terbuka, sehingga memberi kesempatan bagi siswa untuk secara bebas memperlihatkan keluasan pengetahuan dan kedalaman pemahaman pada pengetahuan itu, serta kemampuan mengorganisasikan pikiran dan mengungkapkannya didalam bentuk karangan. 57 Tes hasil belajar bentuk uraian sebagai salah satu alat pengukur hasil belajar, tepat dipergunakan apabila pembuat soal (guru, dosen, panitia ujian dan lain-lain) disamping ingin mengungkap daya ingat dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang ditanyakan dalam tes, juga dikehendaki untuk mengungkap kemampuan siswa dalam memahami berbagai macam konsep berikut aplikasinya. 58 Pada prinsipnya, perbedaan antara soal bentuk uraian objektif dan nonobjektif terletak pada kapasitas penyekorannya. Pada soal bentuk objektif, kunci jawaban dan pedoman penyekorannya lebih pasti, dengan komponen-komponen yang akan diskor diuraikan secara jelas dan ditentukan besarnya skor untuk setiap komponen. Pada soal bentuk non-objektif, skornya dinyatakan dalam bentuk rentangan karena komponen yang diskor hanya diuraikan secara garis besar dan berupa kriteria tertentu. Karena kriteria penyekoran belum jelas seperti halnya 55 Harun, Rasyid dan Mansyur, Penilaian Hasil Belajar, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15,h Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), Cet. 1, h Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), Cet. 13, h 101

44 30 pada soal bentuk objektif, kemungkinan masuknya unsur subjektifitas dari penskor tidak dapat dihindari. 59 Tes uraian memiliki kriteria sebagai berikut; 60 a) soal harus mengacu pada indikator, b) menggunakkan bahasa yang sederhana, benar, singkat dan jelas sehingga mudah dipahami, c) apabila terdapat gambar, grafik, tabel harus disajikan secara benar, jelas, dan komunikatif, d) hanya mengandung variabelvariabel, informasi-informasi, dan besaran-besaran fisis yang relevan saja, e) pertanyaan soal harus dirumuskan secara jelas sehingga tidak menimbulkan kesalahan/perbedaan penafsiran diantara siswa, f) sebaiknya untuk setiap soal hanya mengandung satu pertanyaan saja, g) siapkan jawaban secara lengkap, h) tetapkan pedoman penskorannya. Menurut Nana Sudjana, ada dua cara pemeriksaan jawaban soal uraian. Pertama diperiksa seorang demi seorang untuk semua soal, kemudian diberi skor. Kedua diperiksa nomor demi nomor untuk semua siswa, cara ini memakan waktu lama tetapi akan lebih objektif sebab jawaban setiap nomor untuk setiap siswa dapat diketahui dan dibandingkan. Dalam menilai jawaban, hendaknya dipertimbangkan beberapa aspek, antara lain; a) kebenaran isi sesuai dengan kaidah materi, b) sistematika atau urutan logis dari kerangka berpikirnya dilihat dari penyajian gagasan, dan c) bahasa yang digunakan dalam mengekspresikan pikirannya. 61 Menurut Martinis, tes essay mengembangkan kemampuan berfikir siswa tingkat tinggi, khusus pada aspek analisis, sintesis dan evaluasi. Pada awal perkembangan taksonomi bloom tahun 1956 memiliki enam level tingkat berpikir menggunakan kata benda, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Namun, Bloom Anderson dan Krathwohl merevisi menjadi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Menurut Anderson dan Krathwohl, menganalisis dan mengevaluasi digolongkan 59 Kusaeri Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), Cet. 1, h Martinis Yamin, Stategi pembelajaran berbasis kompetensi,( Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2009), Cet. 6, h Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15,h.43

45 31 ke dalam berpikir kritis, sementara menciptakan digolongkan ke dalam berpikir kreatif. 62 Dalam hal ini peneliti menggunakan taksonomi bloom yang belum direvisi, yaitu pada tingkat analisis, sintesis dan evaluasi dalam pembuatan soal keterampilan berpikir kritis. 63 Dibandingkan dengan soal pilihan ganda, soal tes bentuk uraian memiliki kelebihan antara lain dapat mengukur kemampuan siswa dalam hal menyajikan jawaban terurai secara bebas, mengorganisasikan pikirannya, mengemukakkan pendapatnya, dan mengekspresikan gagasan-gagasan dengan menggunakkan katakata atau kalimat siswa sendiri. 64 Butir soal ini dibuat dengan tujuan agar siswa mengungkapkan fikirannya ke dalam suatu kerangka yang terstruktur, menguraikan hubungan, dan mempertahankan pendapat secara tertulis. 65 Oleh karena itu, tes uraian ini sejalan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, dalam hal proses penalaran berpikir. Ada beberapa alasan para guru menggunakan tes uraian bebas ini, antara lain; (a) adanya gejala menurunnya hasil belajar atau kualitas pendidikan disemua level pendidikan, mulai dari SD sampai perguruan tinggi yang salah satu diantaranya berkenaan dengan penggunaan tes objektif, (b) lemahnya para peserta didik dalam menggunakan bahasa tulisan akibat penggunaan tes objektif yang berlebihan, (c) kurangnya daya analisa para peserta didik karena terbiasa dengan tes objektif yang memungkinkan mereka main tebak jawaban manakala menghadapi kesulitan dalam menjawabnya. 66 Namun demikian, soal bentuk ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu jumlah materi atau pokok bahasan yang ditayangkan relatif terbatas, waktu untuk memeriksa jawaban siswa cukup lama, penyekorannya relatif subjektif terutama 62 Muslimin Ibrahim, Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking), Makalah disampaikan pada Seminar Pendidikan, FMIPA Universitas Negeri Jakarta, Jakarta Timur, 11 April Lampiran 5 64 Kusaeri Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), Cet. 1, h Martinis Yamin.,Stategi pembelajaran berbasis kompetensi,(cet-6, Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2009), h Harun Rasyid dan Mansyur. Penilaian Hasil Belajar. (Jakarta: CV Wacana Prima, 2001),. hal

46 32 untuk soal uraian non-objektif, dan tingkat reliabilitasnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan soal bentuk pilihan ganda karena reliabilitas skor pada soal bentuk uraian sangat tergantung pada penyekoran tes Konsep Archaebacteria dan Eubacteria Dalam kompetensi dasar materi pokok Archaebacteria dan Eubacteria yang harus dicapai pada kurikulum 2013, memuat indikator; a) mendeskripsikan ciriciri, struktur dan bentuk Archaebacteria dan Eubacteria, b) menjelaskan cara hidup dan reproduksi bakteri, c) merinci bakteri gram positif dan gram negatif, d) menentukan solusi yang dapat dilakukan terkait peranan bakteri, e) menganalisis peranan bakteri dalam kehidupan manusia, f) membuat kesimpulan terkait peranan bakteri dalam kehidupan manusia. Berikut akan dijelaskan setiap sindikatornya. Peneliti menggunakan tiga buku dalam mengambil sumbernya, pertama buku Biologi Irnaningtyas terbitan Erlangga kurikulum 2013, kedua buku Biologi Sri Pujiyanto Platinum kurikulum 2013, dan ketiga, buku Biologi Istamar Syamsuri terbitan Erlangga kurikulum Archaebacteria banyak ditemukan di daerah berkondisi ekstrem 68, hidup di tempat yang organisme lain tidak dapat hidup 69, hidup di lingkungan yang diduga sebagai kehidupan awal bumi. 70 Menurut Irnaningtyas, Sri Pujiyanto dan Istamar dalam bukunya, menjelaskan Archaebacteria diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu metanogen, halofil dan termoasidofil. Bakteri digunakan sebagai acuan untuk semua organisme prokariotik baik dari kelompok Archaebacteria maupun Eubakteri, meskipun Archaebacteria dan Eubakteria sudah dipisahkan dalam kelompok (kingdom) yang berbeda. Terlepas dari masalah taksonomi, baik Archaebacteria maupun Eubakteria merupakan 67 Kusaeri Supranoto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan,(cet-1, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hal Ibid. 69 Sri Pujiyanto, Menjelajah Dunia Biologi Kelas X. (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,2013), h Irnaningtyas Irnaningtyas, Biologi untuk SMA/MA Kelas X. (Jakarta:Erlangga, 2013), h.122

47 33 organisme prokariotik, sehingga pembahasan Archaebacteria dan Eubakteria digabung dalam satu pokok pembahasan. 71 Bakteri merupakan organisme mikroskopis dengan ukuran sel yang bervariasi. Pada umumnya sel bakteri berdiameter sekitar 0,5-5 m (micrometer). Namun, ada pula yang berdiameter hingga 0,5 mm atau lebih besar daripada sel eukariotik ( m) (1 m = 1/ m = 1/1000 mm). 72 Menurut Istamar dan Sri Puji, bakteri berdiameter sekitar 0,5-1 m. Contoh bakteri yang berukuran besar adalah Epulopiscium fishelsoni ( 0,5 mm) dan Thiomargarita ( 0,75 mm), sedangkan bakteri berukuran kecil contohnya Mycoplasma ( 0,12 m). Eubacteria dibagi menjadi lima kelompok utama, yaitu Proteobacteria, bakteri Gram positif, Cyanobacteria, Spirochaeta, dan Chlamydia. 73 Bakteri memiliki bentuk sel yang bervariasi. Dalam Istamar dan Irnaningtyas, dijelaskan bentuk dasar sel bakteri antara lain berbentuk basil, kokus, dan spirilum. Selain itu, ada pula bakteri yang memiliki bentuk perpaduan, antara lain kokobasil, vibrio, dan spiroseta. Bakteri ada yang berupa sel tunggal dan ada pula yang membentuk agregat (kumpulan). Bakteri yang berbentuk vibrio dan spirilum pada umumnya berupa sel tunggal, sedangkan bakteri yang berbentuk kokus dan basil ada yang berupa sel tunggal maupun membentuk agregat. Sedangkan dalam Sri Pujiyanto, bentuk bakteri hanya dipaparkan secara umumnya tanpa dijelaskan macam-macamnya. Bakteri dapat bereproduksi secara vegetatif (aseksual) maupun generatif (seksual). Reproduksi secara aseksual melalui pembelahan biner (amitosis), sedangkan secara seksual dengan cara rekombinasi gen antarsel bakteri yang berbeda. Pada umumnya, bakteri mampu membelah sekitar 1-3 jam sekali. Contohnya, Escherichia coli membelah setiap 20 menit sekali. Dalam waktu singkat, jumlah sel dalam koloni akan terus berlanjut ganda dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Namun, pertumbuhan koloni bakteri akan melambat pada 71 Ibid. 72 Irnaningtyas, Biologi untuk SMA/MA Kelas X. (Jakarta:Erlangga, 2013), h Ibid., h. 139.

48 34 titik tertentu, yaitu ketika kehabisan nutrisi atau terjadi penumpukan sisa-sisa metabolisme yang meracuni bakteri itu sendiri. Terdapat dua jenis bakteri berdasarkan struktur dinding selnya, yaitu gram positif dan gram negatif. Dalam Sri Pujiyanto materi ini dijelaskan dalam submateri pengecatan bakteri. Lain halnya dengan Istamar menjelaskan materi ini dalam sub-materi struktur bakteri. Begitu pula dalam Irnaningtyas yang menjelaskan materi ini dalam sub-materi tersendiri (yaitu pokok pembahasan gram positif an negatif). Bakteri ada yang berperan penting dalam kehidupan manusia, tetapi ada juga yang merugikan. Dalam Irnaningtyas, yang merupakan bakteri menguntungkan antara lain : Lactobacillus casei dan S. Cremoris digunakan dalam pembuatan keju dari bahan susu, 74 Acetobacter xylinum digunakan dalam pembuatan nata de coco, 75 Streptomyces griceus menghasilkan antibiotik streptomisin yang dikembangbiakan oleh industri obat-obatan, 76 Selain yang bermanfaat, bakteri ada juga yang merugikan. Contoh spesies bakteri yang merugikan antara lain: Mycobacterium tuberculosis penyebab penyakit TBC, 77 Salmonella typhi penyebab penyakit tikus, 78 dan Treponema pallidum penyebab penyakit sifilis (raja singa). 79 Pembahasan tentang bakteri ini tidak luput dari permasalahan dalam kehidupan sehari-hari,antara lain: permasalahan pencemaran lingkungan, sampah yang terus menerus meningkat, serta upaya untuk membuat obat dalam mengobati berbagai macam penyakit. Ketika siswa telah memahami permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari, diharapkan dapat memberikan solusi terhadap upaya penanggulangan atas permasalahan tersebut. Berdasarkan peranan bakteri yang telah disebutkan, ada beberapa contoh penerapan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan sains teknologi masyarakat. Contohnya antara lain 74 Irnaningtyas, Biologi untuk SMA/MA Kelas X. (Jakarta:Erlangga, 2013), h Sri Pujiyanto, Menjelajah Dunia Biologi Kelas X. (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,2013), h Istamar Syamsuri, Biologi 1A untuk SMA Kelas X. (Jakarta: Erlangga, 2007), h Ibid. 78 Sri Pujiyanto, Menjelajah Dunia Biologi Kelas X. (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,2013), h Irnaningtyas, Biologi untuk SMA/MA Kelas X. (Jakarta:Erlangga, 2013), h.143

49 35 pembuatan yogurt, pembuatan nata de coco, bioremediasi, biogas dan pembuatan insulin. Dalam penelitian ini, pembuatan yogurt dan nata de coco dilakukan dalam penugasan siswa yang dibagi menjadi enam kelompok. Sedangkan pembahasan bioremediasi, biogas dan pembuatan insulin dijabarkan dalam LKS. 80 B. Hasil Penelitian yang relevan Beberapa penelitian telah dilakukan oleh para peneliti di dunia pendidikan dengan tema yang sama. I Wayan Redhana dan Liliasari menjelaskan dalam penelitiannya yaitu program pembelajaran keterampilan berpikir kritis sangat efektif meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa program pembelajaran keterampilan berpikir sangat efektif meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa yang kemampuan akademiknya sedang sampai kurang dan program pembelajaran ini diterima baik oleh siswa serta guru. 81 Berdasarkan Smarabawa dkk, terdapat pengaruh model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap Pemahaman Konsep Biologi dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen the post test- only control grup design. Dengan jumlah populasi 160 siswa dan sampel yang berjumlah 64 orang. Hasil penelitian menunjukan, a) terdapat perbedaan pemahaman konsep biologi dan keterampilan berpikir kreatif antara siswa yang belajar dengan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (MPSTM) dan dengan Model Pembelajaran Langsung (MPL), b) terdapat perbedaan pemahaman konsep biologi antara siswa yang belajar dengan MPSTM dan dengan MPL, dan pemahaman konsep biologi kelompok belajar MPSTM lebih baik daripada MPL, c) terdapat perbedaan keterampilan berpikir kreatif antara siswa yang belajar dengan MPSTM dan dengan MPL, dan keterampilan berpikir kreatif kelompok belajar MPSTM lebih baik daripada MPL Lampiran 2 81 I Wayan Redhana dan Liliasari, Program Pembelajaran Keterampilan Berpikir Kritis pada Topik Laju Reaksi untuk Siswa SMA, Forum Kependidikan, Vol.27 No.2 Maret 2008, h IGBN Smarabawa dkk, Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Pemahaman Konsep Biologi dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA. E-Journal Program Oascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha,2013, h 1

50 36 Dalam Nurchayati, menjelaskan hasil penelitian sebagai berikut: a) terdapat pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis dan sikap sains antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran langsung, b) terdapat perbedaan yang signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran sains teknologi masyarakat dengan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran langsung, c) terdapat perbedaan yang signifikan terhadap sikap sains antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran sains teknologi masyarakat dengan siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran langsung. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan the post test- only control grup design. Populasi berjumlah 232 siswa dan sampel yang digunakan adalah 147 siswa. 83 Lain halnya dengan jurnal Nurchayati, dalam jurnalnya Dian Nugraheni dkk menjelaskan hasil penelitiannya sebagai berikut: a) terdapat pengaruh signifikan pembelajaran bervisi dan berpendekatan Science Technologi Environment Society terhadap prestasi belajar kognitif dan efektif siswa, b) tidak terdapat pengaruh signifikan kemampuan berpikir kritis baik terhadap prestasi kognitif maupun prestasi afektif, c) tidak ada interaksi antara pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi kognitif maupun prestasi afektif siswa. Penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling. Hasil penelitian ini tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. 84 C. Kerangka Berpikir Berdasarkan dari masalah-masalah pada pembelajaran biologi diantaranya metode pembelajaran yang masih bersifat teacher center dan model pembelajaran yang lebih menekankan proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak jika dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami 83 Nurchayati.Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Sikap Sains Siswa SMP. Jurnal Ilmiah Progressif, 2013 h Dian Nugraheni. Pengaruh Pembelajaran Bervisi dan Berpendekatan SETS terhadap Prestasi Belajar ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMAN 2 Sukoharjo Pada Materi Minyak Bumi Tahun Pelajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Kimia, 2013.h 34.

51 37 informasi yang diingatnya untuk menghubungkannya dengan kehidupan seharihari, sehingga membuat siswa akan merasa kesulitan dalam memahami suatu konsep materi. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tidak hanya dituntut untuk pemahaman konsep, tetapi juga dalam ketrampilan berpikir kritis. Adapun tuntutan tersebut dapat tercapai dengan melibatkan siswa secara langsung dan aktif dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dapat direkomendasikan yaitu pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat. Pembelajaran ini merupakan suatu usaha untuk menyajikan IPA dengan mempergunakan masalah-masalah dari dunia nyata. Sains Teknologi Masyarakat adalah suatu pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan yaitu tujuan, topik/ masalah yang akan dieksplorasi, strategi pembelajaran, evaluasi dan persiapan/kinerja guru. Pendekatan ini melibatkan siswa dalam menentukan tujuan, prosedur pelaksanaan, pencarian informasi dan dalam evaluasi. Pendidikan sains dengan menggunakan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat adalah suatu bentuk pengajaran yang tidak hanya menekankan pada peran sains dan teknologi didalam berbagai kehidupan masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap dampak sains dan teknologi yang terjadi di masyarakat. Belajar IPA melalui isu-isu sosial di masyarakat yang ada kaitannya dengan IPA dan teknologi dirasakan lebih dekat, dan dirasakan lebih punya arti bila dibandingkan dengan konsep-konsep dan teori IPA itu sendiri. Pembelajaran Sains teknologi masyarakat merupakan strategi pembelajaran yang membuat siswa aktif (tidak pasif), maka dengan menggunakan pembelajaran STM, pembelajaran diduga lebih efektif untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran biologi. D. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap keterampilan berpikir kritis pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria.

52 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMAN 8 Tangerang Selatan, pada kelas X semester ganjil periode Jadwal dan waktu penelitian adalah bulan Oktober-November B. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen. Metode kuasi eksperimen merupakan eksperimen murni tetapi seperti murni, seolah-olah murni atau biasa disebut juga eksperimen semu. Eksperimen kuasi bisa digunakan minimal kalau dapat mengontrol satu variabel saja meskipun dalam bentuk matching, atau memasangkan/menjodohkan karakteristik, kalau bisa random lebih baik. 1 Penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama adalah kelompok kontrol yang belajar dengan model pembelajaran konvensional dan kelompok kedua adalah kelompok eksperimen yang belajar dengan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat, yang keduanya menggunakan teknik extended essay. 2. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah: Two Group, Pretest posttest design. Rancangan ini mengacu pada desain kuasi eksperimen menurut Nana Syaodih yang berbentuk seperti pada Tabel 3.1 berikut: 2 Tabel 3.1 Desain Penelitian Kelompok Pretes Perlakuan Postes KE kontrol O1 X kontrol O2 KE eksperimen O1 X eksperimen O2 h Ibid 1 Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), 38

53 39 Keterangan: KE kontrol KE eksperimen X1 X2 O1 O2 : Kelompok kontrol : Kelompok eksperimen : Perlakuan dengan perlakuan kontrol : Perlakuan dengan perlakuan eksperimen : Pemberian pretest : Pemberian posttest Dalam desain ini observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah eksperimen. Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (O1) disebut pretest dan observasi sesudah eksperimen (O2) disebut posttest. Perbedaan antara O1 dan O2 yakni O1 -O2 diasumsikan merupakan efek dari perlakuan atau eksperimen. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. 3 Populasi target pada penelitian ini adalah siswa SMA N 8 Tangerang Selatan pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015, sedangkan populasi terjangkau adalah siswa kelas X SMA N 8 Tangerang Selatan pada semester ganjil tahun ajaran 2014/ Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. 4 Pengambilan sampel secara acak dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengambilan sampel secara acak bertujuan untuk menarik kesimpulan atau generalisasi yang berlaku bagi populasi dalam batas-batas tertentu. 5 Sedangkan tujuan purposive sampling agar dapat melihat kemampuan rata-rata antara dua kelas yang diambil sebagai kelas kontrol dan eksperimen. Dari populasi terjangkau diambil secara acak, empat kelas yang parallel dengan purposive sampling, kemudian dari empat kelas diambil dua kelas berdasarkan 3 Sugiono. Statistika Untuk Penelitian. (Bandung:Penerbit Alfabeta, 2010), h Ibid., h Nana Syaodih Sukmadinata. Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. 2, h. 254

54 40 tingkat kemampuan rata-rata kelas. Pertama kelas eksperimen 40 siswa dan 39 siswa untuk kelas kontrol. D. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap pendahuluan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Berikut penjelasannya: 1. Tahap Pendahuluan Langkah awal pada tahap pendahuluan adalah studi pendahuluan berupa identifikasi masalah ke sekolah terkait dan telaah pustaka untuk menyusun rencana pembelajaran pada konsep Archebacteria dan Eubacteria (dalam hal ini melakukan observasi). Setelah itu, mengurus surat izin penelitian dari Fakultas IlmuTarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian merancang perangkat pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian. Langkah selanjutnya melakukan koordinasi dengan guru Biologi terkait dalam hal waktu penelitian dan proses penelitiannya. Hal ini dilakukan bersamaan dengan menyusun instrumen penelitian berupa tes Essay dan lembar observasi. Setelah koordinasi ke pihak sekolah untuk waktu penelitian dan teknisnya, dilakukanlah Uji coba instrumen. Setelah uji coba instrumen selesai, selanjutnya mengolah hasil uji coba instrumen yang kemudian akan digunakan dalam pengambilan data dengan jumlah soal yang valid. 2. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan dimulai dengan menentukan dua kelompok sampel yang akan menjadi kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Selanjutnya diadakan tes awal (pretest) pada kedua kelompok penelitian dengan menggunakan soal-soal hasil analisis data uji coba instrumen penelitian. Kemudian melaksanakan pembelajaran model Sains Teknologi Masyarakat pada kelas eksperimen dan metode pembelajaran dengan konvensional pada kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan berupa pengerjaan LKS berbasis Sains Teknologi Masyarakat, sedangkan kelompok kontrol diberikan perlakuan berupa pembelajaran konvensional. Tahap pertama dalam pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat adalah pendahuluan, dalam RPP dilakukan apersepsi dan

55 41 dalam LKS dikemukakan pertanyaan-pertanyaan pendahuluan yang mengeksplorasi pengetahuan awal siswa. Tahap kedua adalah pembentukan konsep, meliputi diskusi kelompok dan tanya jawab dalam kelompok. Diskusi, tanya jawab dan presentasi terdapat pada kegiatan inti dalam RPP. 6 Dalam kegiatan presentasi kelompok merupakan tahap aplikasi konsep dimana siswa dapat membuat solusi atas permasalahan dalam artikel yang telah mereka kerjakan dalan LKS. Dalam aplikasi konsep ini, guru juga menugaskan siswa untuk membuat produk berupa nata de coco dan yogurt. Terakhir, pemantapan konsep dimana kegiatan ini dilakukan di akhir pembelajaran. setelah semua kegiatan telah dilakukan, guru melakukan tanya jawab terhadap materi yang telah diajarkan dengan cara member pertanyaan kepada siswa dan juga memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan. Setelah keduanya diberikan perlakuan, dilanjutkan tes akhir (postest) untuk kedua kelompok penelitian menggunakan soal-soal yang sama ketika dilakukan pada tes awal (pretest). Tes akhir (posttest) merupakan langkah akhir dalam tahap pelaksanaan. 3. Tahap Akhir Setelah kedua kelompok penelitian melaksanakan tes akhir (posttest), selanjutnya adalah mengoreksi dan menuangkan data hasil tes essay dalam bentuk nilai/angka. Selanjutnya mengolah data hasil tes essay pada hasil pretest dan hasil posttest dengan analisis statistik. Kemudian menganalisis hasil penelitian yang tertuang dalam pembahasan. Tahap akhir dari penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dari hasil penelitian. Langkah-langkah pada setiap tahap dalam prosedur penelitian dapat dilihat lebih jelas pada gambar dibawah ini: 6 Lampiran 1

56 42 Tahap Pendahuluan Identifikasi masalah & Survey tempat Membuat perangkat pembelajaran Penyusunan istrumen Uji coba Instrumen Tahap Pelaksanaan Analisis Data hasil Uji coba Instrumen Pretest Eksperimen Kontrol Pembelajaran dengan STM Pembelajaran dengan konvensional postest Tahap Akhir Hasil penelitian Penarikan kesimpulan Analisis dan pembahasan Gambar 3.1 Tahapan dalam Prosedur Penelitian

57 43 E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui teknik tes berupa tes essay. Adapun urutan pengumpulan data dilakukan dengan pemberian tes keterampilan awal (pretest) tentang konsep Archaebacteria dan Eubacteria di kedua kelas tersebut, dan juga pemberian tes keterampilan akhir (postets) tentang konsep Archaebacteria dan Eubacteria di kedua kelas tersebut. F. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tes (tes keterampilan berpikir kritis). Instrument tes dalam bentuk essay (uraian bebas) dengan menggunakan skor 0-3 yang terdiri dari 20 soal. Untuk mengetahui keterampilan awal siswa diberikan pretest sedangkan untuk mengetahui keterampilan siswa setelah diberi perlakuan akan diberi posttest. G. Kalibrasi Instrumen Sebelum tes dijadikan sebagai instrumen penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba kepada responden, dalam hal ini diluar sampel yang sudah ditetapkan. Setelah ini instrumen diukur tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda, sehingga dapat dipertimbangkan apakah instrumen tersebut dapat dipakai atau tidak. 1. Pengujian Validitas Instrumen Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan instrument. Validitas berkenaan dengan ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. 7 Alat ukur yang baik harus memiliki validitas yang tinggi. Dengan demikian validitas menunjukan sejauh mana alat ukur tersebut memenuhi fungsinya. 7 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h.12

58 44 Perhitungan validitas menggunakan rumus korelasi point biseral sebagai berikut:8 γpbi = keterangan: γpbi : Koefesien korelasi point biseral Mp : Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya Mt : Rerata skor total St : Standar deviasi dari skor total P : Proporsi siswa yang menjawab benar (p= Q ) : Proporsi tes yang dijawab salah (q = 1- p) Untuk mengetahui valid atau tidaknya butir soal, maka data dapat diuji dengan menggunakkan program khusus ANATES Versi adapun besarnya koofesien pada Tabel 3.2 adalah sebagai berikut.9 Tabel 3.2 Besarnya Koefisien Validitas Koefesien Kriteria 0,800-1,00 Sangat Tinggi 0,600-0,800 Tinggi 0,400-0,600 Cukup 0,200-0,400 Rendah 0,000-0,200 Sangat rendah Pada penelitian ini pengujian validitas instrument (validitas butir) menggunakan program ANATES. Jumlah butir soal yang diberikan kepada siswa sebanyak 11 butir. Soal yang diberikan disusun berdasarkan indikator berpikir kritis menurut Ennis antara lain: memberi penjelasan sederhana, membangun ketrampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lebih lanjut, dan strategi dan taktik. Kisi-kisi instrument tes dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut ini: 8 Suharsimi Arikunto. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 9 Ibid., h. 89 h.93

59 45 Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Berpikir Kritis Ketrampilan Berpikir Kritis Memberikan penjelasan sederhana (Elementary clarification) Membangun keterampilan dasar (Basic Support) Kesimpulan Membuat penjelasan lebih lanjut Sub Keterampilan Berpikir Kritis 1. memfokuskan pertanyaan 2. menganalisis argument 3. Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan dan tantangan 4. mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber 5. mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi 6. membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi 7. membuat induksi dan mempertimbangkan induksi 8. membuat dan mempertimbangakan nilai keputusan 9. mendefinisikan istilah 10. mengidentifikasi asumsi No. Soal 1,2*,3*,4,5,6*,7 8*,9,10,11* 12,13,14* 15,16*,17 Strategi dan taktik 11. memutuskan suatu tindakan 18,19,20 Keterangan : *soal valid Berdasarkan Tabel 3.3, hasil uji instrument penelitian dengan menggunakan program ANATES ver dari 20 soal yang diberikan terdapat 13 soal yang valid yaitu nomor 1, 4, 5, 7, 9, 10, 12, 13, 15, 17, 18, 19, dan 20 sedangkan soal yang tidak valid sebayak 7 soal yaitu nomor 2, 3, 6, 8, 11, 14, dan Pengujian Realibilitas Instrumen Selain harus memenuhi syarat validitas, sebuah instrument juga harus dapat reliabel. Reliabilitas tes merupakan ukuran sejauh mana alat tersebut memberikan gambaran yang benar-benar dapat dipercaya tentang kemampuan seseorang. Suatu tes dikatakan memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi apabila pengukuran yang dilakukan secara berulang-ulang dengan tes tersebut terhadap subjek yang sama akan memberikan hasil yang sama atau mendekati sama. Realibilitas suatu tes ditunjukan dengan keajegan tes tersebut. Dengan kata lain apabila dalam tes

60 46 tersebut si A memiliki skor lebih rendah dibandingkan si B, maka pada saat tes itu diberikan kembali pada mereka akan tetap memberikan hasil yang ajeg (tetap), yaitu si A berada pada posisi di bawah si B. 10 uji realibilitas soal ini dilakukan dengan program ANATES Uraian Ver Pada penelitian ini, pengujian realibilitas instrument menggunakan program ANATES yang diperoleh Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh realibilitas tes sebesar 0,76 sehingga dapat disimpulkan instrument keterampilan berpikir kritis adalah realibel dan termasuk kategori tinggi. 3. Pengujian Tingkat Kesukaran Tingkat kesukaran butir soal adalah bagian dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut. Soal yang baik memiliki tiga variasi, yaitu mudah (25%), sedang (50%), dan sukar (25%). Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha untuk memecahkannya. Sebaliknya, soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya. Indeks kesukaran rentangannya dari 0,0-1,0. Semakin besar indeks menunjukan semakin mudah butir soal, karena dapat dijawab dengan benar oleh sebagian besar atau seluruh siswa. Sebaliknya jika sebagian kecil atau tidak ada sama sekali siswa yang menjawab benar menunjukan butir soal sukar. Perhitungan tingkat kesukaran dalam penelitian ini menggunakan program ANATES Uraian Ver terdapat dalam Tabel 3.4 sebagai berikut: Tabel 3.4 Tingkat Kesukaran 11 Tingkat Kesukaran Kriteria Sukar Sedang Mudah Berikut hasil analisis tingkat kesukaran butir soal yang diperoleh melalui program ANATES Uraian Ver sebagai berikut: 10 Ibid., h Anas Sudijono. Pengantar evaluasi Pendidikan.(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h.371

61 47 Tabel 3. 5 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal No Soal Kriteria Valid 20 1, 4, 5, 7, 9, 10, 12, 13, 15, 17, 18, Sukar Sedang Mudah Jumlah Tidak Valid 2, 8, 11, 14, 16 3, 6 7 Jumlah Berdadarkan Tabel 3. 5 hasil analisis tingkat kesukaran butir soal diketahui bahwa terdapat 2 soal mudah, 17 soal sedang dan 1 soal sukar. Jumlah yang valid untuk semua kriteria hasil analisis ada 13 soal. Namun demikian, jumlah soal yang digunakan dalam test pretest dan posttest hanya 11 soal. 4. Pengujian Daya Pembeda Daya beda digunakan untuk mengetahui kemampuan butir dalam membedakan kelompok siswa antara kelompok siswa yang pandai dengan kelompok siswa yang kurang pandai.12 Cara menentukan daya beda digunakan rumus:13 D= Keterangan: D :Indeks daya beda BA : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar JA : Banyaknya peserta kelompok atas JB : Banyaknya peserta kelompok bawah Adapun perhitungan daya pembeda menggunakkan kriteria sebagai berikut: Tabel 3. 6 Klasifikasi Daya Pembeda yaitu:14 Nilai Daya Pembeda 0,00-0,20 0,20-0,40 0,40-0,70 0,70-1,00 Negatif Ibid., h.385 Suharsimi Arikunto. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h Kriteria Jelek Cukup Baik Baik sekali Semua tidak baik Ibid.

62 48 Berikut hasil penelitian dengan menggunakan ANATES Ver pada hasil daya pembeda, diperoleh sebagai berikut: Tabel 3.7 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Kriteria No soal Valid Tidak Valid Jumlah Jelek - 3, 6, 8, 11, 16 5 Cukup 4, 5, 7, 12, 15, 17,18, 20-8 Baik 1, 9, 10, 13, Baik sekali Semuanya tidak baik Jumlah Berdasarkan Tabel 3.7 diketahui terdapat 5 soal yang memiliki daya pembeda jelek, 8 soal memiliki daya pembeda cukup, 6 soal memiliki daya pembeda baik dan 1 soal memiliki daya pembeda tidak baik. H. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini untuk menganalisis data digunakan uji statistik dengan uji-t, kemudian data yang diperoleh melalui instrument diolah dan dianalisis dengan maksud agar hasilnya dapat menjawab pertanyaan penelitian dan menguji hipotesis. 1. Uji Prasyarat Hipotesis a. Uji Normalitas Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan yaitu uji Liliefors. Kelebihan Liliefors test adalah penggunaan/perhitungannya yang sederhana, serta cukup kuat (power full) sekalipun dengan ukuran sampel kecil, misalnya n= 4. Lo = F(Zi) S(Zi) Keterangan: Lo : Harga mutlak terbesar F(Zi) : Peluang angka baku S(Zi) : Proporsi angka baku

63 49 Langkah-langkah yang dilakukan untuk menghitung uji normalitas yang pertama adalah mengurutkan data dari yang terkecil hingga terbesar, kemudian menghitung nilai Zi dari masing-masing data berikut dengan rumus: Z= (Keterangan: Xi= data, X= rata-rata data tunggal dan S= simpangan Baku). Setelah itu, dengan mengacu pada tabel distribusi normal baku, tentukan besar peluang untuk masing-masing nilai Z, berdasarkan tabel Z ditulis F(Z Zi) yang mempunyai rumus F(Zi) = 0,5 ± Z. dilanjutkan dengan menghitung proporsi Z1, Z2,..., Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi. Jika proporsi dinyatakan oleh S (Zi), maka: S(Zi)= Setelah F(Zi) dan S(Zi) sudah diketahui, kemudian hitung selisih absolut F(Zi)-S(Zi), pada masing-masing data, kemudian tentukan harga mutlaknya. kriteria harga mutlak adalah yang paling besar adalah Lhitung yang dicari. Lhitung tersebut dibandingkan dengan Ltabel pada tabel nilai kritis untuk uji Liliefors. Jika Lhitung < Ltabel, maka data berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas sebagai uji persyaratan analisis data yang bertujuan untuk mengetahui apakah data persyaratan normalitas terpenuhi, yakni data dinyatakan berdistribusi normal. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakkan uji Fisher pada taraf signifikansi 0,05, dengan rumus sebagai berikut: F= dengan kriteria: Fhitung Ftabel, maka data homogen Fhitung Ftabel, maka data tidak homogen c. Uji Hipotesis Uji analisis data dilakukan dengan menggunakan uji t pada taraf signifikan α=0,05. Rumus uji t:15 keterangan: t = uji hipotesis 15 Sugiono, Statistik untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2010), h.138

64 50 X1 = rerata kelas eksperimen X2= rerata kelas kontrol S= Simpangan baku n= Number of cases Kriteria pengujian Jika thitung ttabel, maka Ho ditolak, Ha diterima Jika thitung<ttabel, maka Ho diterima, Ha ditolak 2. Uji N-Gain N-Gain adalah selisih antara nilai pretest dan posttest, N-Gain menunjukan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Uji N-Gain dibutuhkan untuk melihat adakah peningkatan yang terjadi pada siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Rumus indeks gain menurut Meltzer yaitu:16 N-Gain = dengan kategori perolehan Gain adalah: g tinggi : nilai (<g>) 0,70 g sedang : nilai 0,70 e (<g>) e 0,30 g rendah : nilai (<g>) < 0,30 3. Teknik Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Untuk mengetahui presentase ketercapaian keterampilan berpikir kritis dapat digunakan rumus sebagai berikut17: NP = x 100 Keterangan: NP = nilai persen yang dicari atau diharapkan R = skor mentah yang diperoleh siswa SM = skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan 100 = bilangan tetap Selanjutnya, persentase keterampilan berpikir kritis siswa dikelompokan dalam lima kategori. Kategori ketrampilan berpikir kritis dapat dilihat dalam tabel 3.8: 16 David E Meltzer. The relationship between mathematics preparation and conceptual learning gains in physics: A possible hidden variable in diagnostic pretest scores. American Association of Physics Teacher. 2002, h Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2010) Cet.16, h

65 51 Tabel 3.8 Kategori Keterampilan Berpikir Kritis18 Persentase 86%-100% 76%-85% 60%-75% 55%-59% < 54% Kategori Sangat Baik Baik Cukup Kurang Kurang Sekali Hipotesis Statistik I. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: Ho: Hi: Keterangan: Ho : hipotesis nol H1 : hipotesis tandingan : rata-rata hasil belajar siswa yang diajar menggunakkan metode pembelajaran STM. : rata-rata hasil belajar siswa yang diajar menggunakkan metode pembelajaran konvensional. 18 Ibid.

66 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada subbab ini dijelaskan gambaran umum dari data yang telah diperoleh. Data-data yang dideskripsikan adalah data hasil pretest dan posttest dari kedua kelas. Pretest yang dilakukan terhadap model pembelajaran bertujuan untuk mengukur pengetahuan awal siswa mengenai pelajaran Biologi pada konsep Archaebacteria dan Eubacteria. Setelah itu setiap kelas mulai diberlakukan model pembelajaran, posttest dilakukan dengan tujuan untuk mengukur sejauh mana pengaruh keterampilan berpikir kritis siswa setelah menggunakan model Sains Teknologi Masyarakat. Gambaran umum tentang data-data ini yang telah diperoleh meliputi nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata, median, modus, dan standar deviasi. 1. Data keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Data yang terkumpul dalam penelitian ini yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa data pretest dan posttest berupa skor soal essay keterampilan berpikir kritis, sedangkan data kualitatif berupa data lembar observasi pada saat kegiatan berlangsung. Berikut data kuantitatif pretest dan posttest kedua kelompok. Tabel 4.1 Statistik Hasil Penelitian Data statistik Pretest Posttest Eksperimen Kontrol eksperimen Kontrol Nilai terendah 15,15 18,18 30,30 39,39 Nilai tertinggi 45,45 54,55 81,82 81,82 Rata-rata 32,34 32,00 66,44 61,46 Median 33,33 33,33 69,7 60,61 Modus 33,33 33,33 69,7 69,7 Simpangan 7,04 8,36 10,81 10,35 Baku Jumlah siswa

67 53 Berdasarkan tabel di atas, terdapat perbedaan rata-rata pretest dan posttest kelas ekperimen dan kontrol. Pada kelas eksperimen, rata-rata pretest sebesar 32,34 dan rata-rata posttest sebesar 66,44. sedangkan rata-rata pretest kelas kontrol sebesar 32,00 dan rata-rata posttest sebesar 61, Data Ketercapaian Aspek Keterampilan Berpikir Kritis pada Pretes dan Postes Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Hasil perhitungan persentase rata-rata ketercapaian aspek keterampilan berpikir kritis pada kelompok eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.2 dibawah ini: Tabel 4.2 Persentase Ketercapaian Keterampilan Berpikir Kritis Kelas Kontrol Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Memberikan penjelasan sederhana Membangun keterampilan dasar Pretest (%) Posttest (%) Kontrol Kategori Kontrol Kategori 43,87 Kurang sekali 10,68 Kurang sekali Kesimpulan 53,79 Kurang sekali Membuat 4,27 Kurang penjelasan lebih sekali lanjut Strategi dan taktik 41,45 Kurang sekali Rata-rata 30,82 Kurang sekali 62,97 Cukup 52,56 Kurang 65,38 Cukup 57,26 Kurang Cukup 61,31 Cukup Data di atas menunjukan perbedaan skor rata-rata pretest dan posttest kelas kontrol dari lima aspek keterampilan berpikir kritis. Pada kontrol skor rata-rata paling rendah adalah aspek membangun keterampilan dasar dengan ketercapaian 52,56% kategori kurang dan yang paling tinggi pada aspek strategi dan taktik dengan persentase ketercapaian 68,37% kategori cukup. Rata-rata skor 1 Lampiran 12, 14, 17, dan 19

68 54 keseluruhan dari 5 aspek keterampilan berpikir kritis pada posttest kelas kontrol mencapai 61,31% dengan kategori cukup. 2 Tabel 4.3 Persentase Ketercapaian Keterampilan Berpikir Kritis Kelas Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Memberikan penjelasan sederhana Membangun keterampilan dasar Eksperimen Pretest (%) Posttest (%) Eksperimen Kategori Eksperimen Kategori 36,95 Kurang sekali 20,41 Kurang sekali Kesimpulan 45,41 Kurang sekali Membuat 16,67 Kurang penjelasan lebih sekali lanjut Strategi dan taktik 40 Kurang sekali Rata-rata 31,88 Kurang sekali Cukup Cukup 72.5 Cukup Kurang Cukup Cukup Data di atas menunjukan perbedaan skor rata-rata pretest dan posttest kelas eksperimen dari lima aspek keterampilan berpikir kritis. Pada kelas eksperimen aspek paling rendah pada posttest adalah aspek membuat penjelasan lebih lanjut dengan ketercapaian 58.75% kategori kurang dan yang paling tinggi pada aspek kesimpulan dengan persentase ketercapaian 72,5% kategori cukup. Rata-rata skor keseluruhan dari 5 aspek keterampilan berpikir kritis pada posttest kelas eksperimen mencapai 66,167% dengan kategori cukup 3 3. Data Lembar Kerja Siswa Berbasis Sains Teknologi Masyarakat dan Keterampilan Berpikir Kritis Konten yang termuat dalam LKS meliputi bagian pendahuluan, pemantapan konsep, dan aplikasi konsep. Bagian pendahuluan berupa pertanyaan tanya jawab yang dilakukan guru dan siswa sebelum mengerjakan LKS. Bagian pemantapan 2 Lampiran 11 3 Lampiran 10

69 55 konsep berupa tiga artikel dengan masing-masing lima pertanyaan yang mengacu pada indikator berpikir kritis. Total ada 15 soal dan hanya 13 soal yang peneliti nilai, karena terdapat 2 soal yang tidak sesuai dengan indikator keterampilan berpikir kritis. 4 Terakhir, bagian aplikasi konsep berupa kesimpulan dari hasil akhir pada artikel yang telah mereka baca. Berikut Tabel 4.4 merupakan penilaian yang diperoleh siswa dalam LKS. Tabel 4.4 Ketercapaian Keterampilan Berpikir Kritis pada Lembar Kerja Siswa Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Ratarata Kelompok 1 66,67 88,89 83,33 66,67 66,67 72,22 Kelompok 2 83,33 77,78 83,33 66,67 77,78 77,78 Kelompok 3 83,33 66,67 83,33 66,67 77,78 77,78 Kelompok ,78 83,33 33,33 88,89 65,00 Kelompok 5 83,33 66,67 66,67 66,67 77,78 81,11 Kelompok 6 83,33 77,78 83,33 66,67 77,78 77,78 Rata-rata 79,17 75,92 80,56 61,11 77,78 Kategori Baik Cukup Baik Cukup Baik Keterangan: 1. Aspek memberikan penjelasan sederhana 2. Aspek membangun keterampilan dasar 3. Aspek kesimpulan 4. Aspek membuat penjelasan lebih lanjut 5. Aspek strategi dan taktik Data pada Tabel 4.4 menunjukan ketercapaian skor masing-masing kelompok terhadap keterampilan berpikir kritis. Rata-rata skor terendah hasil ketercapaian keterampilan berpikir kritis terdapat pada aspek membuat penjelasan lebih lanjut dengan skor 61,11 kategori cukup dan skor tertinggi pada aspek kesimpulan dengan perolehan skor 80,56 kategori baik. 4. Data Observasi Kegiatan Guru Observasi dilakukan untuk mengetahui kegiatan belajar mengajar selama pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran sains teknologi masyarakat. Guru bidang studi IPA/Biologi berperan sebagai observer/pengamat selama proses pembelajaran berlangsung. 4 Lampiran 2

70 56 Lembar observasi kegiatan guru meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pendahuluan meliputi membuka pelajaran, mengecek kesiapan kelas, menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa, dan melakukan apersepsi. Melakukan apersepsi ini merupakan tahap pertama dalam model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat. Selanjutnya kegiatan inti meliputi membagi LKS praktikum tiap kelompok, menuntun siswa untuk melakukan diskusi kelompok, melakukan tanya jawab saat diskusi, dan menuntun siswa untuk melakukan presentasi kelompok. Kegiatan menuntun siswa untuk melakukan diskusi kelompok adalah tahap kedua pembentukan konsep. Setelah guru melakukan mengeksplorasi pemahaman siswa, guru menuntun siswa untuk mendiskusikan dan tanya jawab terhadap artikelartikel yang telah mereka baca dalam LKS. Kemudian kegiatan presentasi kelompok merupakan tahap aplikasi konsep dimana siswa dapat membuat solusi atas permasalahan dalam artikel LKS yang telah mereka kerjakan. Dalam aplikasi konsep ini, guru juga menugaskan siswa untuk membuat produk berupa nata de coco dan yogurt. Terakhir, Kegiatan penutup yang meliputi menuntun siswa untuk menyimpulkan pembelajaran, dan menutup pembelajaran. Menyimpulkan pembelajaran merupakan tahap terakhir, yaitu pemantapan konsep. Kegitan ini dilakukan di akhir pembelajaran, setelah semua kegiatan telah dilakukan. Guru melakukan tanya jawab terhadap materi yang telah diajarkan dengan cara memberi pertanyaan kepada siswa dan juga memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan. Dengan demikian pemantapan konsep ini dapat dilaksanakan ditengah-tengah proses pembelajaran, baik pada tahap pembentukan konsep maupun pada tahap aplikasi konsep. Berdasarkan data observasi mengenai keterlaksanaan skenario pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran sains teknologi masyarakat dapat diketahui bahwa pada setiap pertemuan kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan baik oleh peneliti. Pada setiap pertemuan keterlaksanaan mencapai 100%. 5 5 Lampiran 3

71 57 B. Analisis Data 1. Uji Prasyarat Analisis Data a. Uji Normalitas Hasil perhitungan uji normalitas untuk kelas eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini. Untuk lebih jelasnya perhitungan uji normalitas dapat dilihat pada lampiran. Tabel 4.5 Hasil uji Normalitas Pretest dan Postest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Statistik Pretest Postes Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol Sampel (n) Lo 0,119 0,105 0,105 0,083 Ltabel 0,140 0,142 0,140 0,142 Kesimpulan Normal Normal Normal Normal Tabel 4.5 menunjukan kedua kelompok data berdistribusi normal pada taraf Data berdistribusi normal apabila Lo< Ltabel. Hasil Uji Normalitas Pretest kelompok eksperimen diperoleh 0,11<0,140 dan kelompok kontrol diperoleh 0,105<0,142 dimana Lo<L tabel, yang berarti data berdistribusi normal. Selanjutnya, hasil Uji Normalitas Postest kelompok eksperimen diperoleh 0,105<0,140 dan kelompok kontrol diperoleh 0,083<0,142, dimana Lo<L tabel, yang berarti data berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Setelah dilakukan uji normalitas pada kedua kelompok penelitian, maka langkah selanjutnya mencari nilai homogenitasnya. Dalam penelitian ini, nilai homogenitas didapat dengan menggunakan uji Fisher pada taraf signifikansi α = 0,05, sampel dinyatakan homogen apabila F hitung < F tabel. Hasil uji homogenitas kedua kelompok sampel penelitian dapat dilihat seperti pada tabel 4.4 di bawah ini. Sedangkan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

72 58 Tabel 4.6 Hasil uji Homogenitas Pretest dan Postest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Statistik Pretest Postes Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol N S F hitung F tabel Kesimpulan Homogen Homogen c. Uji Hipotesis 1. Uji Hipotesis Pretest Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara pretest kelompok eksperimen dengan posttest kelompok kontrol. Hasil uji t pada pretest kedua kelompok sampel penelitian dapat dilihat seperti pada tabel berikut. Sedangkan perhitungan selengkapnya dapat dilihat seperti pada Tabel 4.7 berikut. Sedangkan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Tabel 4.7 Hasil Uji-t Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Statistik Kelompok Kelompok Kontrol Eksperimen N X rata2 32,34 32,01 t hitung 0,197 t tabel 2,00 Kesimpulan Tidak terdapat perbedaan yang signifikan Berdasarkan Tabel 4.7 menyatakan bahwa skor pretest kedua kelompok terdapat tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan antara hasil keterampilan berpikir kritis kelompok eksperimen dengan hasil keterampilan berpikir kritis kelas kontrol. Sehingga dapat disimpulkan keterampilan berpikir kritis pada kelompok eksperimen tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap kelompok kontrol.

73 59 Tabel 4.8 Hasil Uji-t Lima Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Pretes Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Aspek Berpikir Mean t- t- Kritis Ekperimen Kontrol hitung tabel Kesimpulan Memberikan penjelasan sederhana 36,95 43,87-2,47 1,99 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan Membangun keterampilan Dasar 20,41 10,68 3,17 1,99 Terdapat perbedaan yang signifikan Kesimpulan 45,4 53,79-2,25 1,99 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan Membuat penjelasan lebih lanjut 16,66 4,28 4,98 1,99 Terdapat perbedaan yang signifikan Strategi dan taktik 40 41,46-0,45 1,99 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukan hasil pretest dari lima aspek keterampilan berpikir kritis menghasilkan dua aspek yang terdapat perbedaan yang signifikan, dan tiga aspek yang tidak menunjukan perbedaan signifikan. Aspek membangun keterampilan dasar dan membuat penjelasan lebih lanjut diperoleh skor t-hitung berturut-turut 3,17 dan 4,98, dimana t-tabel 1,99 dapat dikatakan bahwa t-hitung> t-tabel, sehingga menunjukan perbedaan yang signifikan. Selanjutnya aspek memberikan penjelasan sederhana, kesimpulan, dan strategi taktik diperoleh t-hitung< t-tabel, sehingga tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. 2. Uji Hipotesis Postest Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Karena kedua data berdistribusi normal dan homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah uji t pada taraf signifikan α = sampel dinyatakan terdapat perbedaan yang signifikan apabila t hitung > t tabel. 6 hasil uji t pada kedua kelompok dapat dilihat seperti pada tabel di bawah ini. 6 Lampiran 22

74 60 Tabel 4.9 Hasil Uji-t Postest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Statistik Kelompok Kelompok Kontrol Eksperimen N X rata2 66,44 61,46 t hitung 2,13 t tabel 1.99 Kesimpulan Terdapat perbedaan yang signifikan Berdasarkan hasil uji t menyatakan bahwa skor posttest kedua kelompok terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara hasil keterampilan berpikir kritis kelompok eksperimen dengan hasil keterampilan berpikir kritis kelas kontrol. Sehingga dapat disimpulkan keterampilan berpikir kritis pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan keterampilan berpikir kritis pada kelompok kontrol. Tabel 4.10 Hasil Uji-t Lima Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Postest Aspek Berpikir Kritis Memberikan penjelasan sederhana Membangun keterampilan Dasar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Mean t- t- Ekperimen Kontrol hitung tabel Kesimpulan 69,175 62,97 1,78 1,99 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan 61,67 52,56 0,11 1,99 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan Kesimpulan 72,5 65,38 2,06 1,99 Terdapat perbedaan yang signifikan Membuat penjelasan lebih lanjut 58,75 57,25 0,41 1,99 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan Strategi dan taktik 68,75 68,38 0,09 1,99 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan Data Tabel 4.10 menunjukan ada satu aspek yang berbeda signifikan dan empat aspek yang lainnya tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Aspek kesimpulan diperoleh t-hitung 2,06 dimana t-tabel 1,99 sehingga dapat dikatakan t-hitung>t-tabel terdapat perbedaan yang signifikan. Aspek memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, membuat penjelasan lebih

75 61 lanjut dan strategi taktik menunjukan hasil t-hitung<t-tabel sehingga tidak terdapat perbedaan yang signifikan. 2. Uji N-Gain Uji N-Gain digunakan untuk menunjukan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Uji N- Gain dibutuhkan untuk melihat adakah peningkatan yang terjadi pada siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Tabel 4.11 Hasil Uji N-Gain terhadap Kelompok Eksperimen dan Kontrol Kriteria Eksperimen Kontrol Terendah 0,04 0,14 Tertinggi 0,72 0,69 Rata-rata 0,50 0,43 Kategori Sedang Sedang Berdasarkan Tabel 4.11 menunjukan perbedaan peningkatan nilai rata-rata pretest dan posttest. Peningkatan kelas ekperimen lebih tinggi dibanding kelas kontrol yaitu nilai rata-rata N-Gain kelas eksperimen lebih tinggi sebesar 0,50 dari pada kelas kontrol 0,43. Hal ini dapat diperjelas dengan memperhatikan nilai N- Gain yang diperoleh kedua kelas setelah dilakukan perhitungan pada lampiran. 7 Nilai rata-rata pada kedua kelas walaupun berbeda tetapi berada pada kategori yang sama yaitu sedang karena nilai N-Gain berkisar antara 0,30-0,70. Tetapi walaupun kedua kelas memiliki kategori yang sama, kedua kelas memiliki perbedaan frekuensi siswa yang mengalami peningkatan nilai. Masing-masing nilai N-Gain dikelompokan ke dalam tiga kategori, yaitu rendah (G < 0,30), sedang (0,30 G < 0,70), dan tinggi (G 0,70). Berikut ini adalah tabel yang menunjukan frekuensi dari beberapa kategori nilai N-Gain: Tabel 4.12 Kategori N-Gain Kelas Eksperimen dan Kontrol Frekuensi Kategori Ekperimen Kontrol Rendah 4 8 Sedang Tinggi 2 - Jumlah Lampiran 23

76 62 Berdasarkan Tabel 4.12 menunjukan bahwa pada kelas ekperimen siswa yang berkategori N-Gain rendah sebanyak 4 siswa, yang berkategori sedang sebanyak 34 siswa, dan yang berkategori tinggi sebanyak 2 siswa. Sedangkan pada kelas kontrol siswa yang berkategori rendah sebanyak 8 siswa, yang berkategori sedang sebanyak 31 siswa dan tidak ada yang berkategori tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar yang lebih baik pada siswa adalah yang menggunakan pembelajaran sains teknologi masyarakat dibanding dengan yang menggunakan pembelajaran konvensional. C. Pembahasan Berdasarkan hasil pretest pada kelompok eksperimen dan kontrol, nilai ratarata pretest pada kelompok eksperimen tidak jauh berbeda dari kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen, rata-rata pretest sebesar 32,34. Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata pretest sebesar 32,00. Namun, hal ini tidak berpengaruh terhadap hasil uji homogenitas pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang menyatakan bahwa kedua kelompok homogen. Sedangkan uji normalitas pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dinyatakan normal. Berdasarkan tabel 4.2 dan tabel 4.3, dijabarkan data ketercapaian aspek berpikir kritis pada pretest dan posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dilihat dari rata-ratanya, hasil pretest dan posttest mengalami peningkatan yang signifikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini: Pretest (%) Eksperimen Posttest(%) eksperimen Pretest (%) Kontrol Posttest(%) Kontrol Gambar 4.1 Grafik hasil pretest dan posttest keterampilan berpikir kritis kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

77 63 Keterangan: 1. Aspek memberikan penjelasan sederhana 2. Aspek membangun keterampilan dasar 3. Aspek kesimpulan 4. Aspek membuat penjelasan lebih lanjut 5. Aspek strategi dan taktik Berdasarkan hasil posttest pada kelompok eksperimen dan kontrol, rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol. Namun demikian, hasil uji homogenitas menyatakan kedua kelompok memiliki kemampuan yang homogen. Sedangkan hasil uji normalitas, menunjukan bahwa kedua kelompok berdistribusi normal. Karena kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen, maka uji hipotesis posttest menggunakkan uji-t. Hasil uji-t menyatakan bahwa skor posttest kedua kelompok terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan antara hasil keterampilan berpikir kritis kelompok eksperimen dengan hasil keterampilan berpikir kritis kelompok kontrol. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t, pada taraf kepercayaan 95%. Uji hipotesis pretes dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretest kelompok eksperimen dan pretes kelompok kontrol, diperoleh nilai t-hitung = 0,197 dan t-tabel= 1,99. Hasil pengujian diperoleh bahwa nilai t hit < t tab, atau < 1.99 dengan demikian Ho diterima dan Ha ditolak pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretest kelompok ekperimen dengan skor pretest kelompok kontrol. Uji hipotesis posttest juga dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara skor posttest kelompok ekperimen dengan skor posttest kelompok kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh t-hitung=2.13 dan nilai t-tabel =1.99, maka t hit > t tab, 2.13>1.99. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima pada taraf kepercayaan 95%, hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara skor posttest kelompok eksperimen dan kontrol. Berdasarkan rata-rata hasil pretest kelompok ekperimen dan kelompok kontrol mempunyai nilai yang hampir sama, jika terjadi perbedaan hasil posttest dikarenakan perbedaan perlakuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Adapun hasil posttest menunjukan adanya perbedaan yang signifikan.

78 64 Maka pembelajaran model Sains Teknologi Masyarakat berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis. Hasil ini dicapai karena dalam penerapan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat guru memberikan motivasi dan kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk belajar secara aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri, seperti pada saat proses pembelajaran siswa dihadapkan dengan permasalahan, melakukan investigasi, menganalisis dan menarik kesimpulan kemudian mempresentasikannya. Dengan membangun pengetahuannya sendiri, sisiwa dapat melatih kemampuan berpikir siswa lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan Smarabawa dkk dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat membuat siswa memiliki keterampilan berpikir lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. 8 Beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar bahwa kelompok Sains Teknologi Masyarakat lebih baik dalam pencapaian keterampilan berpikir kritis dibandingkan dengan kelompok konvensional adalah sebagai berikut; Pada kelompok STM terdapat empat fase pembelajaran, fase pertama yaitu invitasi dimana guru mengajak siswa untuk mengungkapkan isu-isu atau masalah terkait dengan situasi kehidupan nyata siswa. Hal ini mengharuskan siswa berfikir untuk menganalisis isu tersebut. Dengan demikian ada interaksi antara guru dan siswa atau antara siswa dengan siswa lain. Proses interaksi ini menuntut seseorang untuk berfikir tentang ide-ide dan analisis yang akan dikemukakan atau cara mempertahankan pandangan tentang isu-isu tersebut, sehingga aspek keterampilan berpikir kritis yang dapat muncul dan dikembangkan dalam langkah ini adalah membangun penjelasan sederhana. Pada fase eksplorasi, siswa mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan kristis/spesifik yang diperlukan untuk mengarahkan isu-isu yang dibahas pada materi pembelajaran. Dalam hal ini, siswa bersama kelompoknya menganalisis informasi yang telah dikumpulkan dari kegiatan eksperimen/studi pustaka kemudian mensintesis pemecahan masalah berdasarkan hasil analisanya. Fase eksplorasi memberikan dasar untuk memecahkan masalah dengan cara mencari 8 IGBN, Smarabawa, IB. Arnyana, IGAN, Setiawan, Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Pemahaman Konsep Biologi dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA, e-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 3, 2013, h.9

79 65 informasi, berpendapat, bereksperimen, mengobservasi, mengumpulkan dan menganalisis data hingga merumuskan kesimpulan. Aspek keterampilan berpikir kritis yang dapat dikembangkan dan dilatih pada tahapan ini adalah memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, dan inferensi. Penyelidikan dan aktivitas memecahkan masalah yang dilakukan pada tahap ini akan mampu melatih kemampuan siswa dalam memahami atau menginterpretasi data dan informasi yang diperoleh, menganalisis data hasil diskusi, memberikan argumen-argumen dalam kegiatan diskusi, mengambil keputusan atau memutuskan konsekuensi yang harus diambil dari informasi yang diperoleh terkait dengan solusi terhadap permasalahan. Pada fase yang ketiga yaitu aplikasi konsep, siswa mengaplikasikan konsep yang telah dipelajari pada permasalahan lain yang terkait dan guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menyimpulkan seluruh kegiatan yang telah dilakukan. Pemecahan masalah yang diperoleh masing-masing kelompok dipresentasikan melalui kegiatan diskusi kelas sehingga setiap kelompok dapat membandingkan hasil yang mereka peroleh. Aspek keterampilan berpikir kritis yang dapat dilatih dan dikembangkan pada tahap ini adalah memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, inferensi, membuat penjelasan lebih lanjut dan strategi taktik. Pada tahap ini, siswa diberikan kesempatan untuk mengemukakan argumen, memberikan penjelasan, menyatakan hasil pemikiran yang disertai dengan bukti dan fakta, menganalisis berbagai penjelasan dan argumen melalui forum diskusi kelas, melakukan kegiatan diskusi dengan menguji dan menilai berbagai argumen, dan mampu memberikan kesimpulan berdasarkan data, informasi, serta argumen-argumen yang dikemukan dalam kegiatan presentasi. Pada fase terakhir yaitu tahap pemantapan konsep, guru mengelaborasi hasil kegiatan siswa serta meluruskan terhadap konsepsi siswa yang keliru. Aspek keterampilan berpikir kritis yang dapat dikembangkan adalah inferensi, membuat penjelasan lebih lanjut dan strategi taktik. Dalam model pembelajaran langsung guru sangat dominan dan guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan yang dilatihkan kepada siswa secara langkah demi langkah, sehingga kurang melatih keterampilan berpikir kritis siswa.

80 66 Berdasarkan hasil keterampilan berpikir kritis pada lembar kerja siswa dalam tabel 4.4 diperoleh bahwa rata-rata skor terendah terdapat pada aspek membuat penjelasan lebih lanjut dengan skor 61,11 dan skor tertinggi pada aspek kesimpulan dengan perolehan skor 80,56. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini: Gambar 4.2 Grafik rata-rata hasil keterampilan berpikir kritis lembar kerja siswa Keterangan: 1. Aspek memberikan penjelasan sederhana 2. Aspek membangun keterampilan dasar 3. Aspek kesimpulan 4. Aspek membuat penjelasan lebih lanjut 5. Aspek strategi dan taktik Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Berdasarkan tabel 4.4, jika dilihat dari rata-rata tiap kelompok ada satu kelompok yaitu kelompok 4 yang rata-ratanya dibawah 70 sedangkan kelompok lainnya rata-ratanya diatas 70. Hal ini mengindikasikan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa belum merata dengan baik. Hal ini pun menunjukan bahwa penguasaan keterampilan berpikir kritis siswa dapat dipahami karena pembelajaran yang dilakukan hanya 2 kali. Paul Eggen dan Don Kauchak mengemukakan bahwa keterampilan berpikir harus dilakukan melalui latihan yang sesuai dengan tahap perkembangan kondisi anak. 9 Demikian pula halnya dengan keterampilan berpikir kritis, semakin kompleks latihan yang diberikan maka akan makin meningkat pula keterampilan berpikirnya. Pada Tabel 4.2 dan tabel 4.3 Persentase ketercapaian aspek keterampilan berpikir kritis pada kelompok eksperimen dan kontrol terjadi peningkatan. Hasil 2012), h Paul Eggen dan Don Kauchak, Strategi dan Model Pembelajaran. (Jakarta: PT Indeks,

81 67 posttest kelompok eksperimen dari lima aspek berturut-turut dari perolehan tertinggi sampai terendah, yaitu kesimpulan, memberikan penjelasan sederhana, strategi dan taktik, membangun keterampilan dasar, dan membuat penjelasan lebih lanjut. Aspek memberikan penjelasan sederhana mendapat nilai sebesar 69,175% dengan kategori cukup. hal ini dikarenakan siswa sudah dapat menjawab pertanyaan berdasarkan informasi yang diberikan sehingga siswa dapat mengemukakan alasannya. Dalam hal ini siswa sudah dapat mengemukakan alasan, namun cenderung tidak memperhatikan fokus pertanyaan yang ada. Menurut Susan M Brookhart, yang menjadi perhatian dalam berpikir tingkat tinggi dapat terjadi jika siswa dapat menganalisis dengan dirinya sendiri. Siswa masih cenderung menganalisis berdasarkan contohnya, bukan berdasarkan faktafakta yang dijelaskan. 10 Aspek membangun keterampilan dasar sebesar 61,67% dengan kategori cukup. Aspek ini berada diposisi ke empat setelah strategi dan taktik. Pada aspek ini, siswa diminta untuk mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber untuk memberikan alasan yang tepat. Namun rata-rata nilai aspek ini tidak begitu tinggi, hal ini diduga karena dalam proses pelaksanaan indikator membangun keterampilan dasar belum dapat menstimulus siswa dalam membuat keputusan untuk mempertimbangkan jawaban berdasarkan sumber yang ada. Aspek membuat kesimpulan mendapat nilai yang tertinggi yaitu 72,5% dengan kategori cukup. Hal ini disebabkan karena siswa sudah mampu membuat kesimpulan dari informasi yang. Contohnya dalam membuat deduksi siswa telah mampu menginterpretasi pertanyaan dengan melihat informasi yang diberikan. Menurut Alec Fisher, kesahihan deduktif merupakan gagasan yang mudah dipahami (meskipun inferensi yang memenuhi standar ini, tidak begitu lazim dalam argumentasi yang biasa), sehingga dengan memulai gagasan ini karena dapat membantu orang memahami standar-standar lain untuk menilai inferensi Susan M Brookhat. Assess Hingher-Order Thingking Skills in Your Classroom. (USA:ASDC, 2010), h Alec Fisher, Berpikir Kritis sebuah Pengantar, Terj. dari Critical Thingking: An Introduction oleh Benyamin Hadinata, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 120

82 68 Aspek membuat penjelasan lebih lanjut mendapat nilai 58,75% dengan kategori kurang merupakan aspek yang mempunyai nilai paling rendah dibanding aspek yang lain. Siswa diminta untuk membuat penjelasan lebih lanjut pada sub aspek mengidentifikasi sebuah asumsi, yang mana indikator alasan yang tidak dinyatakan, contoh soalnya: Bakteri gram positif lebih rentan terhadap antibiotik penisilin, tetapi lebih resisten terhadap gangguan fisik. Sedangkan bakteri gram negatif resisten terhadap antibiotik penisilin, tetapi kurang resisten terhadap gangguan fisik. Berikan analisismu mengenai hal ini berdasarkan struktur yang dimiliki gram positif maupun gram negatif! 12 Hal ini diduga karena siswa belum terbiasa membuat alasan-alasan dari sebuah permasalahan yang dihubungkan dengan teori yang ada. Alec Fisher menjelaskan bahwa terdapat kesalahan umum ketika berpikir penyebab yang akhirnya kita bisa salah membuat penjelasan lebih lanjut, yaitu: a) kita hanya mempertimbangkan satu penyebab yang mungkin dan menerimanya tanpa mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan lain, b) kita memperhatikan hanya sebagian bukti yang relevan dalam menentukan apa yang menyebabkan atau telah menyebabkan sesuatu. 13 Selain hal tersebut, proses pelaksanaan indikator membuat penjelasan lebih lanjut tidak didefinisikan kepada siswa secara langsung, dengan kata lain tidak secara eksplisit dikemukakan kepada siswa, sehingga rata-rata persentase ketercapaian aspek ini rendah. Pada aspek strategi dan taktik mendapat nilai sebesar 68,75% dengan kategori cukup, hal ini dikarenakan siswa telah menjawab pertanyaan pada LKS dengan benar dan alasan yang tepat serta sesuai dengan konsep yang dipelajari dan melakukan diskusi kelompok dengan baik. Strategi dan taktik terlihat dengan presentasi yang telah dilakukan oleh siswa sehingga siswa mampu memutuskan suatu tindakan yang akan dilakukan dalam suatu masalah. Dari hasil yang diperoleh pada lima aspek keterampilan berpikir kritis yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata keseluruhan siswa cukup memiliki keterampilan berpikir kritis. Hasil posttest uji-t setiap aspek berpikir kritis diperoleh aspek kesimpulan menunjukan perbedaan signifikan. Hal 12 Lampiran 8 13 Loc.cit., h. 139

83 69 ini disimpulkan bahwa aspek ini berpengaruh terhadap model Sains Teknologi Masyarakat dibanding pembelajaran konvensional dengan pendekatan saintifik. Berikut alasan pada aspek kesimpulan memperoleh pengaruh yang signifikan terhadap model pembelajaran sains antara lain: a) aspek kesimpulan lebih banyak di eksplorasi dalam tahapan STM pada tahap eksplorasi, aplikasi konsep dan pemantapan konsep, b) kelebihan dari pendekatan STM ini menekankan konsep, proses, dan aplikasi dibanding dengan pendekatan saintifik yang menekankan pada konsep dan proses, kesimpulannya pendekatan STM lebih konstektual dibanding dengan pendekatan saintifik. Dalam penelitian Fety Herira dalam skripsinya yang menggunakan tiga aspek berpikir kritis yaitu, mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah, menilai informasi yang berhubungan dengan informasi yang diberikan, dan menentukan solusi masalah dan kesimpulan. Dari ketiga aspek tersebut diperoleh skor keterampilan berpikir kritis siswa meningkat pada tes siklus I dan meningkat lagi pada tes siklus II. Pada aspek I, mendefinisikan dan mengklarifikasi masalah pada tes pra-tindakan dalam kriteria sedang meningkat dalam kriteria tinggi pada siklus II. Aspek II menilai informasi yang berhubungan dengan informasi yang diberikan pada tes pra-tindakan dalam kriteria rendah meningkat dalam kriteria tinggi pada siklus II. Dan aspek III, menentukan solusi masalah dan kesimpulan pada tes pratindakan dalam kriteria rendah meningkat dalam kriteria sedang pada tes siklus II. 14 Berdasarkan penelitian, hampir seluruh aspek keterampilan berpikir kritis mengalami peningkatan, kecuali aspek membuat penjelasan lebih lanjut. Rendahnya keterampilan berpikir kritis pada aspek membuat penjelasan lebih lanjut diduga karena beberapa siswa masih belum terbiasa membuat penjelasan lebih lanjut berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan. Selain itu, kurangnya pertanyaan di LKS pada aspek ini yang hanya berjumlah dua soal pada artikel dua. 15 Aryana menjelaskan pada dasarnya keterampilan berpikir kritis bukanlah kemampuan yang diberikan tetapi kemampuan yang dapat dilatih dan 14 Fety Herira, Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa Kelas X Administrasi Perkantoran (AP) SMK Negeri 1 Depok pada Pembelajaran Matematika. Skripsi pada Universitas Negeri Yogyakarta: Tidak dipublikasikan 15 Lampiran 2

84 70 harus dipelajari di sekolah. 16 Frankel juga menjelaskan bahwa seberapa baik seseorang dalam berpikir bergantung pada usahanya dalam menemukan suatu makna atau materi yang dapat dilihat dari kemauannya untuk berusaha dan proses yang dia lewati, karena kemampuan berpikir tidak dapat diberikan oleh suatu guru kepada siswa. Perbandingan hasil posttest siswa yang menggunakan model Sains Teknologi Masyarakat dengan posttest siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional, dapat dikatakan bahwa kelompok yang menggunakan model Sains Teknologi Masyarakat berbeda signifikan dari pada kelompok yang menggunakan pembelajaran konvensional, artinya model Sains Teknologi Masyarakat berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis. Hasil penelitian yang telah dilakukan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yager yang mendapatkan bahwa model pembelajaran STM terbukti berbeda signifikan dalam meningkatkan hasil belajar siswa. 17 Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Nurchayati, yang menunjukan bahwa terdapat perbedan keterampilan berpikir kritis yang lebih baik antara kelompok siswa yang menggunakan pembelajaran sains teknologi masyarakat dibandingkan dengan menggunakan pembelajaran langsung. Menurutnya, siswa diberikan kesempatan mengeksplorasi kemampuannya dan mencari solusi terhadap isu yang ditemukan, sehingga siswa menjadi tertarik untuk belajar dan mengoptimalkan kemampuan berpikirnya dalam mencari berbagai solusi isu sains dan teknologi yang dibahas dalam pembelajaran Ida Bagus Putu Arnyana, Pengaruh Penerapan Model PBL Dipandu Strategi Kooperatif terhadap Kecakapan Berpikir Kritis Siswa SMA pada Mata Pelajaran Biologi. (Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No 4 Th. XXXVIII ISSN Oktober 2005) h Yager, Robert E Assessment Results with the Science/ Technology/ Society Approach. Artikel. Tersedia pada: ment%20results%20with%20the%20sts/assessment%20results%20with%20the%20sts.pdf. Diakses tanggal 13 april N. Nurchayati, Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Sikap Sains Siswa SMP, Jurnal Ilmiah Progressif, Vol. 10, 2013, h

85 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan mengenai pengaruh model pembelajaran sains teknologi masyarakat terhadap keterampilan berpikir kritis siswa, sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil uji t pada taraf signifikasi α = 0,05 diperoleh t hitung sebesar 2,089 > t tabel 1,99, rata-rata kelompok eksperimen sebesar 65,77 dan kelompok kontrol sebesar 60,84. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran sains teknologi masyarakat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis pada konsep Archaebakteria dan Eubacteria. 2. Aspek keterampilan berpikir kritis yang diteliti melalui model pembelajaran sains teknologi masyarakat terdiri dari lima aspek yaitu memberikan penjelasan sederhana sebesar 69,175, membangun keterampilan dasar sebesar 61,67, kesimpulan sebesar 72,5, membuat penjelasan lebih lanjut sebesar 58,75, dan strategi taktik sebesar 68,75. B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Pembelajaran model sains teknologi masyarakat ini dapat dijadikan alternatif model pembelajaran biologi, 2. Pembelajaran model sains teknologi masyarakat dapat diterapkan pada konsep lain dan mata pelajaran lain tetapi dengan perbaikan-perbaikan dalam proses pembelajaran dengan catatan guru memberi motivasi agar siswa lebih berperan aktif dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas, sehingga diharapkan hasil belajar siswa lebih optimal. 71

86 72 3. Hasil penelitian ini masih sangat sederhana dan bukan merupakan hasil akhir, untuk itu kepada peneliti berikutnya disarankan agar mencoba mengimplementasikan model sains teknologi masyarakat pada sekolah yang berbeda dengan kelompok siswa yang berbeda-beda; mencoba untuk mengembangkan model pembelajaran sejenis dengan topik yang berbeda.

87 73 DAFTAR PUSTAKA Anas, Kurniawan. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Sikap Terkait Sains Siswa SMP. Jurnal Penelitian Pascasarjana UNDIKSHA. Vol2, No.1, Tersedia dalam 91 Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2012 Aryulina, Diah dkk. Biologi 3 SMA dan MA untuk Kelas XII. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2007 Brookhart, Susan. Assess Higher-Order Thingking Skills in Your Classroom. Virginia USA: ASCD Alexandria, 2010 Del, I Bernadete Rosario, Science, Technology, Society and Environtment (STSE) Approach in Environmental Science for Nonscience Student in a Local Culture, Liceo Journal of Higher Education Research, Vol. 6, 2009Ennis, Robert. Critical Thingking. New York: Prentice Hall, 1996 Ennis, Robert. Goal for a Critical Thinking Curriculum, dalam Al Costa (ed), Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thingking, Alexandra:ASCD,1985 Eggen, Paul dan Don Kauchak, Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: PT Indeks, 2012 Fisher, Alec. Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga, 2009 Gunawan, Adi. Genius Learning Strategy. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003 Gusfarenie, Dwi. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat, Edu- Bio,Vol.4, 2013 Ibrahim, Muslimin. Berpikir Tingkat Tinggi (Higher Order Thinking), Makalah disampaikan pada Seminar Pendidikan FMIPA Universitas Negeri Jakarta. 11 April. Jakarta Timur: FMIPA Universitas Negeri Jakarta Irnaningtyas. Biologi untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga, 2013 Jane Lesley dkk. Critical Thingking Skills for Education Student. London: SAGE, 2013 Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas(SMA)/ Madrasah Aliyah (MA). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013 Majid, Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013 Meltzer, David. The relationship between mathematics preparation and conceptual learning gains in physics: A possible hidden variable in diagnostic pretest scores. American Association of Physics Teacher. 2002

88 74 Nugraheni Dian, Sri Mulyani, dan Sri Retno Dwi Ariani, Pengaruh Pembelajaran Bervisi dan Berpendekatan SETS Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMAN 2 Sukoharjo pada Materi Minyak Bumi Tahun Pelajaran 2011/2012, Jurnal Pendidikan Kimia,Vol. 2, 2013 Nurchayati, Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat terhadap keterampilan berpikir kritis dan sikap sains siswa SMP, Jurnal ilmiah progresif, Vol. 10, 2013 OECD (2012), PISA 2009 Technical Report. PISA: OECD Publishing. Tersedia pada: Diakses pada 9 April 2015 Poedjiadi, Anna. Sains Teknologi Masyarakat. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Pujiyanto, Sri. Menjelajah Dunia Biologi Kelas X. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013 Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002 Purwanto, Ngalim. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Rasyid, Harun dan Mansyur. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana Prima, 2009 Redhana, Wayan dan Liliasari, Program Pembelajaran Keterampilan Berpikir Kritis pada Topik Laju Reaksi untuk Siswa SMA, Forum Kependidikan, Vol.27 No.2 Maret 2008 Salinan lampiran standar isi tahun Tersedia pada ermendikbudno.64th2013ttgstandarisi.pdf. Diakses pada tanggal 9 April 2015 Samatowa, Usman. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Indeks, 2011 Smarabawa, IGBN, IB.Arnyana, Igan Setiawan, Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Pemahaman Konsep Biologi dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA, e-journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Vol.3, 2013 Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006 Sofyan, Ahmad, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006 Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012 Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010

89 75 Sugiyono. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2010 Sunaryo, Wasty. Psikologi Pendidikan Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006 Sunaryo, Wowo Kuswana. Taksonomi Berpikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011 Suprananto, Kusaeri. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012 Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010 Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011 Syamsuri, Istamar. Biologi 1A. Jakarta: Erlangga, 2007 Syaodih, Nana Sukmadinata. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006 Trianto. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010 Umroh Sunatun, Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas X pada Pembelajaran Larutan Elektrolit dan Nonelektrolit Menggunakan Metode Pembelajaran Discovery-Inquiry, Jurnal Skripsi Pendidikan Kimia-FMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia : Tidak Dipublikasikan., h. 28. Yamin Martinis. Stategi pembelajaran berbasis kompetensi. cet-6, Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2009 Zulfiani, dkk. Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009

90 76 Lampiran 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP KELAS EKSPERIMEN) SatuanPendidikan Mata Pelajaran Kelas/Semester AlokasiWaktu : SMA N 8 Kota Tangerang Selatan : Biologi : X/I (Ganjil) : 4 X 45menit (2x Pertemuan) TahunAjaran : 2014/2015 A. Kompetensi Inti : 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. B. Kompetensi Dasar : 1.1. Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang keanekaragaman hayati, ekosistem, dan lingkungan hidup.

91 Menyadari dan mengagumi pola pikir ilmiah dalam kemampuan mengamati bioproses Peka dan peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup, menjaga dan menyayangi lingkungan sebagai manisfestasi pengamalan ajaran agama yang dianutnya Berperilaku ilmiah: teliti, tekun, jujur sesuai data dan fakta, disiplin, tanggungjawab, dan peduli dalam observasi dan eksperimen, berani dan santun dalam mengajukan pertanyaan dan berargumentasi, peduli lingkungan, gotong royong, bekerjasama, cinta damai, berpendapat secara ilmiah dan kritis, responsive dan proaktif dalam setiap tindakan dan dalam melakukan pengamatan dan percobaan di dalam maupun di luar kelas/laboratorium Peduli terhadap keselamatan diri dan lingkungan dengan menerapkan prinsip keselamatan kerja saat melakukan kegiatan pengamatan dan percobaan di laboratorium dan di lingkungan sekitar. 3.4 Menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan Archaebacteria dan Eubacteria berdasarkan ciri-ciri dan bentuk melalui pengamatan secara teliti dan sistematis. 4.4 Menyajikan data tentang ciri-ciri dan peran Archaebacteria dan Eubacteria dalam kehidupan berdasarkan hasil pengamatan dalam bentuk laporan tertulis. Indikator pembelajaran Mendeskripsikan ciri-ciri, struktur dan bentuk Archaebacteria dan Eubacteria Menjelaskan cara hidup dan reproduksi bakteri Merinci bakteri gram positif dan bakteri gram negatif Menentukan solusi yang dapat dilakukan terkait peranan bakteri Menganalisis peran bakteri dalam kehidupan manusia Membuat kesimpulan terkait peranan bakteri dalam kehidupan manusia Melakukan percobaan serta melaporkan hasilnya secara tulisan tentang ciriciri dan pemanfaatan bakteri dalam kehidupan manusia. C. Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mendeskripsikan ciri-ciri, struktur dan bentuk Eubacteria 2. Siswa dapat menjelaskan cara hidup dan reproduksi bakteri

92 78 3. Siswa dapat merinci bakteri gram positif dan gram negatif 4. Siswa dapat menentukan solusi yang dapat dilakukan terkait peranan bakteri 5. Siswa dapat menganalisis peran bakteri dalam kehidupan manusia 6. Siswa dapat Membuat kesimpulan terkait peranan bakteri dalam kehidupan manusia 7. Siswa melakukan percobaan serta melaporkan hasilnya baik secara tulisan tentang ciri-ciri pemanfaatan bakteri dalam kehidupan manusia. D. Materi Pembelajaran Archaebacteria dan Eubacteria Bakteri adalah kelompok organisme mikroskopis yang ada umumnya uniseluler (bersel satu), tidak memiliki membran inti (prokariotik), dan berdiameter sekitar 0,5-5 m. Bagian-bagian sel bakteri, yaitu kapsul, dinding sel, membran plasma, mesosom, sitoplasma, ribosom, DNA, granula cadangan makanan, klorosom, vakuola gas, flagella, dan pilus (fimbria). Bakteri diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar (kingdom), yaitu Archaebacteria (bakteri metanogen, bakteri halofil ekstrem, bakteri termofil ekstrem) dan Eubacteria (Proteobacteria, bakteri Gram positif, Cyanobacteria, Spirochaeta, Chlamydia). Bakteri bereproduksi secara aseksual dengan pembelahan biner (amitosis) dan secara seksual dengan cara rekombinasi gen (konjugasi, transduksi, transformasi) Cyanobacteria (ganggang biru) adalah organisme prokariot, berwarna hijau kebiruan, dan dapat berfotosintesis. Tubuh Cyanobacteria berbentuk uniseluler tunggal atau berkoloni, dan multiseluler (filament/benang) E. Metode Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat- tanya jawab- diskusi kelompok F. Langkah-langkah Pembelajaran Pertemuan 1 a. Pendahuluan 15 menit Tahapan Aktivitas Pembelajaran Alokasi Guru Siswa waktu

93 79 Motivasi Guru membuka proses Siswa membalas salam dan 15menit pembelajaran dengan berdo a bersama mengucap salam dan berdo a bersama. Guru menyampaikan tujuan Siswa memperhatikan pembelajaran penjelasan guru Apersepsi / invitasi Guru menampilkan gambar terkait permasalahan limbah (rumah tangga, pabrik, tumpahan bahan kimia dll), obat-obatan antibiotik, dan metanobacterium (Mengamati). Guru melakukan tanyajawab (Menanya), Pernahkah kamu melihat begitu banyak tumpahan bahan kimia? bagaimana cara membersihkannya? Siswa memperhatikan gambar yang ditampilkan Siswa menanggapi Tanya jawab dari guru b. Kegiatan Inti (65 menit) Kegiatan Aktivitas pembelajaran Alokasi Guru Siswa waktu Pembentu kan konsep Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok pada LKS yang disediakan Guru memberikan tugas pada LKS yang berisi3 artikel bakteri dalam peranannya dalam kehidupan. Siswa menempatkan pada kelompok masing-masing Siswa memperhatikan penjelasan guru Siswa mengambil tugas yang diberikan guru Siswa mendiskusikan LKS 40 menit

94 80 Guru meminta siswa mendiskusikan peranan bakteri dalam kehidupan (eksplorasi) Aplikasi Guru meminta siswa Siswa mempresentasikan 15 konsep mempresentasikan hasil diskusi hasil diskusinya Pemantap ankonsep Guru memberi kesempatan bertanya bagi siswa yang belum jelas pada proses diskusi Siswa bertanya bagian yang belum jelas 10 menit c. Kegiatan Akhir (10 menit) Kegiatan Aktivitas pembelajaran Alokasi Guru Siswa waktu Penutup Siswa membuat kesimpulan bersama-sama dengan guru mengenai materi yang sudah dilalui. Menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam. Siswa bersama-sama guru menyimpulkan materi. Menjawab salam 10 menit Pertemuan2 a. Pendahuluan (15menit) Kegiatan Aktivitas Pembelajaran Alokasi Motivasi Apersepsi Guru Guru membuka proses pembelajaran dengan mengucap salam dan berdo a bersama. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran Guru melakukan tanyajawab, bagaimana bentuk dan struktur sel bakteri? Apakah Siswa Siswa membalas salam dan berdo a bersama Siswa memperhatikan penjelasan guru Siswa melakukan tanyajawab yang diberikan guru waktu 15menit

95 81 berupa sel tunggal atau berupa koloni? (menanya) Guru menyajikan gambar fotomikrograph berbagai Siswa mengamati gambar mikrograph bentuk bakteri. (mengamati) b. Kegiatan Inti (65 menit) Kegiatan Aktivitas pembelajaran Alokasi Guru Siswa waktu Pembentu Guru memberi tugas untuk Siswa melakukan 40 menit kan konsep melakukan pengamatan koloni bakteri dengan menggunakkan kentang, pada LKS yang telah disediakan. (eksperimen) pengamatan Aplikasi Guru meminta siswa untuk Siswa melaporkan hasil 10 menit Konsep melaporkan secara tertulis hasil pengamatan dan kegiatan laboratorium. (eksperimen) Guru menghimbau agar siswa dapat menerapkan keselamatan kerja dan biosafety dalam pengamatan bakteri. pengamatan Siswa memperhatikan penjelasan guru Pemantapa n konsep Siswa bersama-sama guru mendiskusikan hasil pengamatan yang telah dilakukan Guru memberi kesempatan bertanya bagi siswa yang belum jelas Siswa melakukan diskusi Siswa menanyakan bagian yang masih belum dipahami 15menit

96

97 83 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP KELAS KONTROL) SatuanPendidikan Mata Pelajaran Kelas/Semester AlokasiWaktu : SMA N 8 Kota Tangerang Selatan : Biologi : X/I (Ganjil) : 4 X 45menit (2x Pertemuan) TahunAjaran : 2014/2015 A. Kompetensi Inti : 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, procedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. B. Kompetensi Dasar : 1.4. Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang keanekaragaman hayati, ekosistem, dan lingkungan hidup.

98 Menyadari dan mengagumi pola pikir ilmiah dalam kemampuan mengamati bioproses Peka dan peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup, menjaga dan menyayangi lingkungan sebagai manisfestasi pengamalan ajaran agama yang dianutnya Berperilaku ilmiah: teliti, tekun, jujur sesuai data dan fakta, disiplin, tanggungjawab, dan peduli dalam observasi dan eksperimen, berani dan santun dalam mengajukan pertanyaan dan berargumentasi, peduli lingkungan, gotong royong, bekerjasama, cinta damai, berpendapat secara ilmiah dan kritis, responsive dan proaktif dalam setiap tindakan dan dalam melakukan pengamatan dan percobaan di dalam maupun di luar kelas/laboratorium Peduli terhadap keselamatan diri dan lingkungan dengan menerapkan prinsip keselamatan kerja saat melakukan kegiatan pengamatan dan percobaan di laboratorium dan di lingkungan sekitar. 5.4 Menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan Archaebacteria dan Eubacteria berdasarkan ciri-ciri dan bentuk melalui pengamatan secara teliti dan sistematis. 6.4 Menyajikan data tentang ciri-ciri dan peran Archaebacteria dan Eubacteria dalam kehidupan berdasarkan hasil pengamatan dalam bentuk laporan tertulis. Indikator pembelajaran Mendeskripsikan ciri-ciri, struktur dan bentuk Archaebacteria dan Eubacteria Menjelaskan cara hidup dan reproduksi bakteri Merinci bakteri gram positif dan bakteri gram negatif Menentukan solusi yang dapat dilakukan terkait peranan bakteri Menganalisis peran bakteri dalam kehidupan manusia Membuat kesimpulan terkait peranan bakteri dalam kehidupan manusia Melakukan percobaan serta melaporkan hasilnya secara tulisan tentang ciriciri dan pemanfaatan bakteri dalam kehidupan manusia. C. Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat mendeskripsikan ciri-ciri, struktur dan bentuk Eubacteria 2. Siswa dapat menjelaskan cara hidup dan reproduksi bakteri

99 85 3. Siswa dapat merinci bakteri gram positif dan gram negatif 4. Siswa dapat menentukan solusi yang dapat dilakukan terkait peranan bakteri 5. Siswa dapat menganalisis peran bakteri dalam kehidupan manusia 6. Siswa dapat Membuat kesimpulan terkait peranan bakteri dalam kehidupan manusia 7. Siswa melakukan percobaan serta melaporkan hasilnya baik secara tulisan tentang ciri-ciri pemanfaatan bakteri dalam kehidupan manusia. D. Materi Pembelajaran Archaebacteria dan Eubacteria Bakteri adalah kelompok organism mikroskopis yang ada umumnya uniseluler (bersel satu), tidak memiliki membran inti (prokariotik), dan berdiameter sekitar 0,5-5 m. Bagian-bagian sel bakteri, yaitu kapsul, dinding sel, membran plasma, mesosom, sitoplasma, ribosom, DNA, granula cadangan makanan, klorosom, vakuola gas, flagella, dan pilus (fimbria). Bakteri diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar (kingdom), yaitu Archaebacteria (bakteri metanogen, bakteri halofil ekstrem, bakteri termofil ekstrem) dan Eubacteria (Proteobacteria, bakteri Gram positif, Cyanobacteria, Spirochaeta, Chlamydia). Bakteri bereproduksi secara aseksual dengan pembelahan biner (amitosis) dan secara seksual dengan cara rekombinasi gen (konjugasi, transduksi, transformasi) Cyanobacteria (ganggang biru) adalah organism prokariot, berwarna hijau kebiruan, dan dapat berfotosintesis. Tubuh Cyanobacteria berbentuk uniseluler tunggal atau berkoloni, dan multiseluler (filament/benang) E. Metode Pembelajaran Metode Ceramah - tanyajawab F. Langkah-langkah Pembelajaran Pertemuan 1

100 86 a. Pendahuluan 15 menit Tahapan Aktivitas Pembelajaran Alokasi waktu Guru Siswa Motivasi Guru membuka proses pembelajaran dengan mengucap salam dan berdo a bersama. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran Siswa membalas salam dan berdo a bersama Siswa memperhatikan penjelasan guru 15menit Mengama ti Menanya Guru menampilkan gambar terkait permasalahan limbah (rumah tangga, pabrik, tumpahan bahan kimia dll), obat-obatan antibiotik, dan metanobacterium Guru melakukan tanyajawab, Apakah organisme yang sangat kecil penyebab berbagai penyakit? Apa ciricirinya? Bagaimana membedakannya dengan organisme lainnya? Apa peranannya dalam kehidupan? b. Kegiatan Inti (65 menit) Siswa memperhatikan gambar yang ditampilkan Siswa menanggapi Tanya jawab dari guru Kegiatan Aktivitas pembelajaran Alokasi Eksploras i Mengaso siasikan Guru Siswa bersama guru mendiskusikan jenis-jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan cara penanggulangannya melalui slide ppt Guru meminta siswa mendiskusikan peranan bakteri dalam kehidupan Guru meminta siswa menyimpulkan ciri, Siswa Siswa mendiskusikan dan memperhatikan penjelasan guru Siswa mendiskusikan peranan bakteri dalam kehidupan Siswa bersama guru menyimpulkan ciri, waktu 40menit 15 menit

101 87 karakteristik, peran bakteri karakteristik, peran bakteri dalam kehidupan. dalam kehidupan. Mengko Guru memberi Siswa bertanya bagian yang 10 menit munikasi kesempatan bertanya bagi belum jelas kan siswa yang belum jelas pada proses diskusi c. Kegiatan Akhir (10 menit) Kegiatan Aktivitas pembelajaran Alokasi Guru Siswa waktu Penutup Siswa membuat kesimpulan bersama-sama dengan guru mengenai materi yang sudah dilalui. Menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam. Siswa bersama-sama guru menyimpulkan materi. Menjawab salam 10 menit Pertemuan2 a. Pendahuluan (15menit) Kegiatan Aktivitas Pembelajaran Alokasi Motivasi Mengama ti Menanya Guru Guru membuka proses pembelajaran dengan mengucap salam dan berdo a bersama. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran Guru menyajikan gambar fotomikrograph berbagai bentuk bakteri. Guru melakukan tanyajawab, bagaimana Siswa Siswa membalas salam dan berdo a bersama Siswa memperhatikan penjelasan guru Siswa mengamati gambar mikrograph Siswa melakukan tanyajawab yang diberikan guru waktu 15menit

102 88 bentuk dan struktur sel bakteri? Apakah berupa sel tunggal atau berupa koloni? b. Kegiatan Inti (65 menit) Kegiatan Aktivitas pembelajaran Alokasi Guru Siswa waktu Eksperim en Guru memberi tugas untuk melakukan pengamatan koloni bakteri pada LKS yang telah disediakan. Siswa melakukan pengamatan 40 menit Mengaso siasikan Guru meminta siswa untuk melaporkan secara tertulis hasil pengamatan dan kegiatan laboratorium. Guru menghimbau agar siswa dapat menerapkan keselamatan kerja dan biosafety dalam pengamatan bakteri. Siswa melaporkan hasil pengamatan Siswa memperhatikan penjelasan guru 15 menit Mengko munikasi kan Siswa bersama-sama guru mendiskusikan hasil pengamatan yang telah dilakukan Guru memberi kesempatan bertanya bagi siswa yang belum jelas Siswa melakukan diskusi Siswa menanyakan bagian yang masih belum dipahami 10menit c. Kegiatan Akhir (10 menit) Kegiatan Aktivitas pembelajaran Alokasi Guru Siswa waktu Penutup Guru membuat kesimpulan Siswa bersama-sama guru 10 menit

103

104 90 Slide PPT Pernahkah kamu melihat fenomena ini? Apa akibat yang ditimbulkan? Lalu, apa yang bisa kita Lakukan? Melakukan Tindakan Nyata, Yap Kalian memang Agen Biologi Sejati Diam membiarkan lingkungan kita Rusak?, Atau Hanya Berdoa? Lantas, Bagaimana cara untuk memperbaiki Lingkungan yang benar-benar telah tercemar? Terutama oleh limbah Sampah dan Industri? BIOREMEDIASI Adakah diantara keluarga kalian ada yang menderita penyakit Diabetes? Apa itu Bioremediasi? Ayoo diskusikan bareng teman-temanmu untuk mengetahui Bioremediasi lebih lanjut, Apakah ada Obatnya?

105 91 Insulin Bagaimanakah proses pembuatan insulin? Apakah Insulin itu? Jelajahi lebih lanjut di LKS yang kamu pegang. Pernah melihat kejadian ini? Sebenarnya, ada apa dengan bensin? minyak? Gas? Yang semakin hari semakin berkurang? Bagaimana Sikapmu melihat hal ini? Apa itu biogas? Alternatif, Biogas Solusi apa yang bisa kamu tawarkan dalam masalah ini? Yukk cari dan pelajari lebih lanjut di LKS

106 Lampiran 2 uiopasdfghjklzxcvbnmqubakt ERIiopasdfghjklzxcvbnmqwert LEMBAR KERJA SISWA yuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuio ARCHAEBACTERIA & EUBACTERIA pasdfghjklzxcvbnmqwertyuio BIOLOGI SMA KELAS X pasdfghjklzxcvbnmqwertyuio SMA NEGERI 8 KOTA TANGERANG SELATAN pasdfghjklzxcvbnmqwertyuio Namakelompok asdfghjklzxcvbnmqwertyuiop

107 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil Tujuan Pembelajaran 1. Mendeskripsikan ciri-ciri, struktur dan bentuk Archaebacteria dan Eubacteria 2. Menjelaskan cara hidup dan reproduksi bakteri 3. Merinci bakteri gram positif dan bakteri gram negatif 4. Menentukan solusi yang dapat dilakukan terkait peranan bakteri 5. Menghubungkan peranan bakteri dalam kehidupan manusia 6. Membuat kesimpulan terkait peranan bakteri dalam kehidupan manusia PENDAHULUAN Tulislah apasaja yang kamu pikirkan tentang Bakteri! Kita diajurkan untuk selalu menjaga kebersihan tubuh setiap hari, misalnya dengan mandi dua kali sehari, mencuci tangan sebelum makan, serta mencuci tangan dan kaki sebelum tidur. Apa tujuannya? Tentu agar tubuh kita terhindar dari berbagai kuman dan bakteri. Apa yang kamu pikirkan jika mendengar kata bakteri? Mungkin kamu akan langsung berpikir tentang organisme yang dapat menyebabkan penyakit. Tahukah kamu di dalam tubuhmu hidup berjuta-juta bakteri yang membantumu mencerna makananmu? Apa sebenarnya bakteri tersebut?

108 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil PEMBENTUKAN KONSEP Baca dan cermati ketiga artikel berikut ini! Artikel 1 Bioremediasi di Indonesia Limbah minyak di Indonesia cukup mengkhawatirkan.produksi kilang minyak bumi sebanyak 1000 barrel per hari akan menghasilkan limbah padat (lumpur minyak) lebih dari 2.6 barrel sedangkan di Indonesia, produksi kilang menghasilkan minyak bumi sekitar 1,2 juta barrel per hari yang berarti menghasilkan limbah padat sebanyak 3120 barrel per hari dan dalam waktu satu tahun menghasilkan limbah sebanyak 1.3 juta barrel, yang barrel diantaranya adalah limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Limbah lumpur minyak bumi berpengaruh pada ekosistem pesisir baik terumbu karang, mangrove maupun biota air, baik yang bersifat lethal (mematikan) maupun sublethal (menghambat pertumbuhan, reproduksi dan proses fisiologis lainnya). Dalam hal menangani masalah diatas, pengolahan limbah secara biologi merupakan alternatif yang efektif dari segi biaya dan aman bagi lingkungan.pengolahan dengan metode biologis disebut juga bioremediasi, yaitu bioteknologi yang memanfaatkan makhluk hidup khususnya mikroorganisme untuk menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan pencemar (Kepmen LH No. 128, 2003).

109

110 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil Jawablah pertanyaan di bawah ini berdasarkan artikel diatas! 1. Berdasarkan artikel tersebut, kemukakan penjelasan anda mengenai peran Pseudomonas dalam kehidupan manusia? 2. Perhatikan pernyataan berikut ini! a. Pseudomonas merupakan bakteri gram negatif karena memiliki lapisan peptidoglikan yang tipis b. Pseudomonas merupakan bakteri gram negatif karena memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal Manakah pernyataan yang tepat? Mengapa demikian? 3. Berdasarkan cara memperoleh makanannya, Pseudomonas termasuk bakteri jenis apa! Adakah kaitannya dengan proses bioremediasi? Paparkan menurut pendapat anda? 4. Bioremediasi sepenuhnya menggunakan mikroba yang secara alami dapat hidup di tanah dan mikroba tersebut tidak membahayakan lingkungan. Mikroba diberi nutrisi berupa pupuk yang lazim digunakan di taman dan lahan kebun agar tumbuh sehingga bisa mempercepat proses remediasi. Tidak ada tambahan bahan kimia berbahaya selama proses bioremediasi. Apakah terdapat manfaat penambahan pupuk dan oksigen ke tanah yang terkontaminasi dalam proses bioremediasi? Mengapa demikian? 5. Buatlah kesimpulanmu berdasarkan analisismu pada artikel diatas!

111 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil Rekayasa Bakteri Penghasil Insulin Diabetes masih menjadi penyakit menakutkan. Laporan Internasional Diabetes Feseration 2013 menyebutkan Indonesia termasuk 10 negara dengan jumlah penderita diabetes terbesar. Diabetes merupakan sebuah kondisi gangguan metabolik yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah. Gula darah yang tinggi adalah akibat pabrik insulin, yaitu pankreas, tidak mampu memproduksi insulin (disebut insulin endogen) sesuai dengan kebutuhan tubuh, sekaligus sel-sel tubuh menjadi kurang sensitif dengan insulin, akibatnya dibutuhkan insulin yang lebih banyak untuk memasukkan gula darah ke dalam sel. Beragam usaha untuk menurunkan gula darah telah diupayakan, baik dalam bentuk obat makan maupun obat injeksi. Di sisi lain juga ada usaha meningkatkan kadar insulin itu sendiri dengan menambah insulin dari luar tubuh (insulin eksogen), hanya saja sampai saat ini insulin eksogen baru tersedia dalam bentuk suntikan, walaupun manusia sangat bercita-cita membuat insulin dalam bentuk selain suntikan sehingga mudah diterima oleh pasien. Insulin adalah hormon yang mengubah glukosa menjadi glikogen, dan berfungsi mengatur kadar gula darah bersama hormon glukagon. Kekurangan insulin karena cacat genetik pada pankreas, menyebabkan seseorang menderita diabetes melitus yang berdampak mulai kebutaan hingga impotensi. Sebelum ditemukan teknik sintesis insulin dengan bantuan bakteri E.coli, hormon ini hanya bisa diperoleh dari ekstraksi pankreas babi atau sapi, dan sangat sedikit insulin bisa diperoleh. Bakteri E.coli merupakan bakteri yang mersifat aerob atau fakultatif anaerob dan tumbuh pada perbenihan biasa. E.coliberbentuk batang pendek gemuk berukuran 2.4 µ x 0.4 sampai 0.7µ, gram negatif, bergerak aktif dan tidak berspora. Bakteri ini berkembangbiak dengan cara konjugasi. Artikel 2 Teknik sintesis insulin ini menggunakan teknologi plasmid. Tahap pertama, mengisolasi plasmid dari E.coli.Plasmid adalah salah satu bahan genetik bakteri yang berupa untaian DNA berbentuk lingkaran kecil.selain plasmid, bakteri juga memiliki kromosom. Keunikan plasmid ini adalah: ia bisa keluar-masuk tubuh bakteri, dan bahkan sering dipertukarkan antar bakteri. Tahap kedua, ini plasmid yang telah diisolir dipotong pada segmen tertentu menggunakan enzim restriksi endonuklease.sementara Gambar E. coli itu DNA yang di isolasi dari selpankreas dipotong pada

112

113 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil 3. E.coli dapat bereproduksi seksual dengan konjugasi.selain konjugasi, bakteri juga dapat bereproduksi melalui transduksi dan transformasi. Apakah ada perbedaan dari ketiga reproduksi bakteri tersebut? Bandingkan berdasarkan contohnya! 4. Bakteri E coli dan Pseudomonas merupakan bakteri gram negatif. Selain bakteri gram negatif, terdapat pula bakteri positif. Bakteri apa yang bergram positif yang dapat bertahan dalam lingkungan yang ekstrim? Mengapa demikian? 5. Laporan Internasional Diabetes Feseration 2013 menyebutkan Indonesia termasuk 10 negara dengan jumlah penderita diabetes terbesar. Kira-kira 20% dari mereka bergantung dengan insulin. Tentunya pengobatan insulin memerlukan biaya yang cukup banyak. Terdapat beberapa alasan untuk pengembangan metode produksi dan pemasaran insulin secara besar-besaran, yang melibatkan minat komersial, baik mengenai kemajuan ilmiahnya maupun kemungkinan keuntungannya dalam pengobatan. Bagaimana solusi anda terhadap permasalahan diatas?

114 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil Artikel 3 Agen Penghasil Biogas Permintaan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia dari tahun ketahun semakin meningkat, menyebabkan harga minyak melambung.pemerintah berencana menaikkan lagi harga minyak untuk mengurangi sudsidi yang harus ditanggung oleh APBN.Kelangkaan bahan bakar minyak, yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia yang signifikan ini, telah mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat mengatasi masalah energi bersama-sama. Salah satu bioteknologi yang digunakan untuk mengatasi masalah diatas adalah pembuatan biogas.biogas merupakan bahan bakar gas (biofuel) dan bahan bakar yang dapat diperbaharui (renewable fuel) yang dihasilkan secara anaerobic digestion atau fermentasi anaerob dari bahan organik dengan bantuan bakteri metana seperti Methanobacterium sp.methanobacterium sp merupakan organism anaerob obligat.secara alami, hidup di kubangan, rawa, tempat pembuangan limbah, dan di saluran pencernaan hewan serta manusia.metana yang dihasilkan di dalam saluran pencernaan hewan, termasuk manusia disebut gas intestinal. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas yaitu bahan biodegradable seperti biomassa (bahan organik bukan fosil), kotoran, sampah padat hasil aktivitas perkotaan dan lain-lain. Akan tetapi, biogas biasanya dibuat dari kotoran ternak seperti kerbau, sapi, kambing, kuda dan lain lain. Kandungan utama biogas adalah gas metana (CH 4 ) dengan konsentrasi sebesar % vol. Gas dalam biogas yang dapat berperan sebagai bahan bakar yaitu gas metana (CH 4 ), gas hidrogen (H 2 ) dan gas karbon monoksida (CO). Gambar Metanobacterium

115 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil terbentuk proses secara Gas methan karena fermentasi anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri methanobactherium atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik (biomassa) sehingga terbentuk gas methan (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan energi panas. Sebetulnya di tempat-tempat tertentu proses ini terjadi secara alamiah sebagaimana peristiwa ledakan gas yang terbentuk di bawah tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). Gas methan sama dengan gas elpiji (liquidified petroleum gas/lpg), perbedaannya adalah gas methan mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji lebih banyak. Dengan teknologi tertentu, gas methan dapat dipergunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik, menjalankan kulkas, mesin tetas, traktor, dan mobil.secara sederhana, gas methan dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan menggunakan kompor gas sebagaimana halnya elpiji. Reaksi kimia pembuatan biogas (gas metana) ada 3 tahap, yaitu : 1. Reaksi Hidrolisa / Tahap pelarutan Pada tahap ini bahan yang tidak larut seperti selulosa, polisakarida dan lemak diubah menjadi bahan yang larut dalam air seperti karbohidrat dan asam lemak.tahap pelarutan berlangsung pada suhu 25 o C di digester ( 2003). 2. Reaksi Asidogenik / Tahap pengasaman Pada tahap ini, bakteri asam menghasilkan asam asetat dalam suasana anaerob.tahap ini berlangsung pada suhu 25 o C di digester ( 2003). 3. Reaksi Metanogenik / Tahap gasifikasi Pada tahap ini, bakteri metana membentuk gas metana secara perlahan secara anaerob. Proses ini berlangsung selama 14 hari dengan suhu 25 o C di dalam digester. Pada proses ini akan dihasilkan 70% CH 4, 30 % CO 2, sedikit H 2 dan H 2 S ( 2003). Sumber:

116 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil Berdasarkan artikel diatas, jawablah pertanyaan di bawah ini! 1. Dalam kingdom archaebacteria, termasuk kelompok apakah Methanobacterium sp? 2. Sebutkan kelompok lain yang termasuk dalam kingdom aechaebacteria! Berilah penjelasan! 3. Pada saluran pencernaan ruminansia (sapi, domba) dijumpai Arkhaea dan bakteri yang membantu proses pencernaan. Bagaimana cara bakteri membantu proses pencernaan? Dan mengapa kotoran hewan ruminansia banyak dimanfaatkan dalam pembuatan biogas? 4. Kelangkaan bahan bakar minyak, yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat untuk melakukan penghematan energi di seluruh tanah air. Kenaikan harga yang mencapai 58 dollar amerika serikat ini termasuk luar biasa, sebab biasaya terjadi saat musim dingin di Negara-negara yang mempunyai empat musim. Penghematan ini harusnya dilakukan sejak dulu karena pasokan minyak bumi yang ada tidak dapat diperbaharui. Bagaimana sikap kalian sebagai ahli biologi untuk mengatasi hal ini? 5. Buatlah kesimpulan mengenai artikel diatas, meliputi peranan bakteri Mehanobacterium!

117 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil Pertanyaan tantangan Isilah kolom di bawah ini berdasarkan gambar dan penjelasan dari artikel diatas. Bakteri Deskripsi Bentuk Jenis E.coli flagel Cara hidup Peranan Methano bacteriu m sp Pseudom onas 1. Jadi, ciri-ciri bakteri dapat berbentuk: 2. Struktur sel pada bakteri terdiri dari: 3. Berdasarkan ketebalan dinding selnya, bakteri dapat digolongkan menjadi:

118 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil 4. Bakteri dapat memperoleh makanan dengan cara: 5. Berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen, bakteri dibagi menjadi: 6. Bakteri dapat mempertahankan diri dengan cara: 7. Bakteri dapat bereproduksi dengan cara: APLIKASI KONSEP Berdasarkan ketiga artikel tersebut, bagaimanakah peranan bakteri pada masyarakat? Kaitkan berdasarkan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada saat ini!

119 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil Pertemuan 2 Indikator pembelajaran : PENGAMATAN BENTUK BAKTERI Melakukan percobaan serta melaporkan hasilnya secara tulisan tentang ciri- ciri dan pemanfaatan bakteri dalam kehidupan manusia. Tujuan : Mengamati dan menentukkan bentuk-bentuk koloni bakteri Bahan dan Alat : Alat : Bahan : 1. Mikroskop 1. Kentang yang dibelah dua dan dibusukkan 2. Pipet tetes 2. Metilen biru 3. Kaca obyek, kaca penutup 3. Aquades 4. Lampu spiritus 5. Tusuk gigi 6. Cawan Petri Langkah kerja: 1. Kentang direbus, kemudian dibelah dua dan dibiarkan terbuka selama ± 3 hari 2. Jika sudah terlihat lendir, ambillah sedikit lendir pada potongan kentang dengan menggunakan tusuk gigi. 3. Oleskan lendir tipis pada kaca obyek 4. Keringkan preparat, lalu teteskan metilen biru, biarkan selama 10 menit. 5. Panaskan sebentar di atas api spiritus 6. Bilas hati-hati dengan aquades, keringkan lagi, tutup kaca obyek dengan kaca penutup 7. Amati dengan menggunakan mikroskop, mulai dengan perbesaran lemah 8. Gambar hasil pengamatan Anda dan tuliskan bagian-bagiannya. 9. Hasil Pengamatan Gambar koloni bakteri, perbesaran :. kali Keterangan:

120 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil Analisis Data 1. Bagaimana bentuk bakteri yang Anda temukan? 2. Ada berapa jumlah koloni yang ada di permukaan irisan kentang? 3. Bagian-bagian apa sajakah yang terlihat?dinding sel, kapsul! 4. Apa fungsi kapsul pada bakteri? 5. Bagaimana bakteri melakukan reproduksi? 6. Berdasarkan cara memperoleh makanan, termasuk bakteri apa yang Anda amati? 7. Bagaimana cara membedakan antara bakteri autorof dengan heterotrof? 8. Apa perbedaan dan perasamaan antara alga biru dengan bakteri?

121 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil Buatlah simpulan berdasarkan data dan hasil pengamatan!

122 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil PENGAMATAN ALGA HIJAU BIRU (CYANOPHYTA) Tujuan : setelah melakukan kegiatan, siswa dapat menunjukkan berbagai jenis alga hijau biru yang diamatinya. Alat dan bahan: 1) Mikroskop 2) Kaca/gelas obyek dan penutup 3) Pipet tetes 4) Botol plastik (bekas botol obat, gelas minuman) 5) Sumber air yang berwarna hijau (kolam, sawah dsb) 6) Tissu Prosedur: 1) Ambillah air kolam atau sawah yang telah siap untuk diamati, dengan menggunakan pipet teteskan di atas gelas obyek 2) Tutuplah dengan gelas penutup 3) Amati dengan mikroskop, mulai dengan perbesaran lemah Hasil Pengamatan Tabel Pengamatan No. Nama organisme /habitat Bentuk/gambar Bergerak/tidak bergerak Warna

123 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil Analisis Data 1) Jenis alga (ganggang) apa yang paling banyak ditemukan pada air kolam dan juga air sawah?... 2) Adakah kesamaan jenis alga tersebut? dalam bentuk dan warnanya!... 3) Faktor apakah yang mempengaruhi jumlah populasi alga tersebut?... 4) Jelaskan apa peranan alga dalam ekosistem?... Buatlah simpulan berdasarkan data dan hasil pengamatan!

124 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil PEMBUATAN YOGURT Tujuan: Siswa dapat mengetahui manfaat bakteri dalam fermentasi makanan Alat dan bahan: 1) Panci 2) Kompor 3) Pengaduk 4) Susu Murni kemasan 1 liter (susu UHT) 5) Starter Yogurt 10 sendok makan (yougurt rasa plain) 6) Wadah tertutup atau yang terbuat dari kaca (stoples, termos) Prosedur kerja: 1) Carilah informasi dari berbagai sumber baik dari buku maupun produsen yang ada di daerahmu tentang pembuatan yogurt. 2) Rancang dan lakukan percobaan bersama teman kelompokmu di rumah 3) Bawalah hasilnya dan tunjukkan kepada Guru 4) Buat laporan hasil percobaan dari kelompok Anda dan tulis secara lengkap sesuai urutannya. Langkah Kerja: 1) Panaskan susu murni di atas api kecil sambil terus diaduk selama 30 menit dan jaga agar susu tidak sampai mendidih supaya protein susu tidak rusak. 2) Setelah 30 menit, angkat susu dan dinginkan hingga hangat kuku dalam suhu ruangan 3) Masukan bibit yoghurt lalu aduk sampai rata dengan menggunakan alat pengaduk steril. 4) Apabila sudah selesai masukan ke wadah tertutup lalu tutupin dengan serbet/lap untuk menciptakan kondisi gelap yang adalah syarat hidup bakteri fermentasi selama jam. 5) Sesudah jam akan muncul lapisan berwarna kekuningan kental di atas permukaannya. Apabila masih kurang kental atau kurang asam bisa dilebihkan lagi waktunya. Bila dirasa sudah pas, aduk menggunakan alat steril sampai tercampur rata. 6) Bila sudah siap, bisa ditambahkan sirup atau buah-buahan sesuai selera. 7) Bawa hasil dari pembuatan yogurt dan tunjukkan ke gurumu. Beberapa tips supaya proses pembuatan yoghurt berhasil: 1. Pastikan proses fermentasi yoghurt menggunakan wadah kedap udara. Wadah yang tertutup rapat akan melancarkan proses fermentasi 2. Saat membeli yoghurt plain, lihat dulu masa kadaluarsanya. Kalau sudah expired maka proses pembuatan yoghurt tidak akan berhasil

125 Lembar kerja siswa Archaebacteria dan Eubacteria SMA kelas X semester ganjil 3. Saat memasukan susu ke wadah, pastikan susu dalam keadaan hangat. Tidak panas dan tidak terlalu dingin 4. Bibit yoghurt yang dimaksud adalah produk yoghurt seperti cimory, biokul, dst. Disebut bibit karena itulah yang akan menjadi biang penghasil yoghurt. Saat memilih bibit pilihlah bibit yang terdapat tulisan Live Culture pada kemasannya supaya bakteri fermentasi dapat berkembang. Live culture yang dimaksud pada umumnya adalah bakteri Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus. 5. Pastikan perbandingan susu murni dan bibitnya tepat. Apabila nanti yoghurtnya terlampau kental, itu artinya terlalu banyak bibit. Bila terlalu encer berarti terlalu sedikit. Jika sudah selesai kegiatan di atas cobalah Anda laporkan hasilnya kepada Guru Anda, laporan tersebut berisikan jawaban pertanyaan dibawah ini. Analisis Data 1) Tuliskan nama bakteri yang berperan dalam pembuatan yogurt? 2) Bagaimana mikroorganisme tersebut dapat menghasilkan yogurt?.

126

127 Lembar Observasi Siswa NamaSekolah : SMA N 8 KOTA TANGERANG SELATAN Kelas/Semester : X/GANJIL PertemuanKe : 1 Hari/Tanggal : Rabu, 5 November 2014 No Kegiatan siswa Ya 1 Siswa memperhatikan penjelasan awal yang guru sampaikan 2 Siswa menjawab pertanyaan awal yang guru ajukan 3 Siswa meminati materi saat guru memotivasi siswa 4 Siswa mematuhi perintah guru untuk berkelompok 5 Siswa menampilkan suasana semangat dalam menerima LKS dari guru 6 Siswa berdiskusi bersama kelompok masing-masing dalam mengerjakan LKS pembelajaran berbasis Sains teknologi Masyarakat yang ditugaskan 7 Siswa berkonsultasi jika terjadi kesulitan dalam proses pengerjaan LKS 8 Siswa mencari dan mengumpulkan informasi dari berbagai literatur, berupa buku dan internet 9 Perwakilan masing-masing kelompok menyampikan hasil diskusi 10 Siswa membuat kesimpulan dari hasil diskusi Total 10 Penilaian Tidak Jakarta, 5 November 2014 Observer (Faridatul Amaniyah) NIM:

128

129 Lembar Observasi Siswa Nama Sekolah Kelas/Semester Pertemuan Ke : 2 : SMA N 8 KOTA TANGERANG SELATAN : X/GANJIL Hari/Tanggal : Rabu, 12 November 2014 No Kegiatan siswa Ya 1 Mengamati setiap langkah dalam eksperimen dengan teliti 2 Mencatat hal-hal penting yang terjadi selama kegiatan praktikum 3 Terlibat langsung dalam menggunakkan fasilitas yang dipakai dalam pembelajaran 4 Kemampuan mengoperasikan fasilitas yang dipakai dalam pembelajaran 5 Ketekunan dalam melakukan eksperimen 6 Memberikan jawaban pada semua tugas yang ada di eksperimen 7 Terlibat dalam penarikan kesimpulan hasil pembelajaran 8 Memberikan jawaban atas pertanyaan dengan tepat sesuai dengan konsep yang ditanyakan 9 Memeriksa kelengkapan alat dan bahan praktikum 10 Menggunakan alat-alat praktikum sesuai prosedur yang tersedia 11 Menggunakkan mikroskop untuk mengamati struktur dan bentuk bakteri dengan benar 12 Bertanggungjawab mengembalikan alat-alat praktikum pada tempatnya seperti semula 13 Menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan 14 Kehati-hatian dalam praktikum 15 Bekerjasama antar anggota kelompok Total 15 Penilaian Tidak Jakarta, 12 November 2014 Observer (Faridatul Amaniyah) NIM:

130 Lampiran 4 Hasil Pretest dan Postest Keteranpilan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kontrol Hasil Pretes dan Postes Kelas Eksperimen No Nama Pretes Postes 1 A 33,33 69,70 2 B 3 C 4 D 5 E 6 F 7 G 8 H 9 I 10 J 11 K 12 L 13 M 14 N 15 O 16 P 17 Q 18 R 19 S 24,24 54,55 30,30 54,55 42,42 72,73 36,36 69,70 24,24 72,73 36,36 60,61 36,36 78,79 33,33 66,67 33,33 54, ,73 18,18 63,64 39,39 54,55 24,24 66,67 33,33 78,79 30,30 66,67 30,30 69,70 33,33 81,82 33,33 78,79 20 T 21 U 22 V 23 W 24 X 25 Y 26 Z 27 AA 28 BB 29 CC 30 DD 31 EE 32 FF 33 GG 34 HH 35 II 36 JJ 37 KK 38 LL 39 MM 40 NN 33,33 51,52 42,42 69,70 30,30 72,73 45,45 69,70 30,30 60,61 36,36 69,70 27,27 69,70 15,15 57,58 30,30 66,67 27,27 60,61 33,33 72,73 42,42 81,82 33,33 72,73 24,24 69,70 27,27 30,30 30,30 42,42 42,42 75,76 36,36 57,58 42,42 72,73 39,39 81,82 18,18 63,64

131 Hasil Pretes dan Postes Kelas Kontrol No Nama Pretes Postes 1 A 27,27 69,70 2 B 30,30 42,42 3 C 24,24 51,52 4 D 18,18 39,39 5 E 36,36 63,64 6 F 33,33 75,76 7 G 42,42 69,70 8 H 36,36 75,76 9 I 39,39 63,64 10 J 48,48 69,70 11 K 24,24 63,64 12 L 21,21 51,52 13 M 21,21 54,55 14 N 42,42 63,64 15 O 27,27 60,61 16 P 21,21 57,58 17 Q 33,33 51,52 18 R 24,24 63,64 19 S 33,33 51,52 20 T 27,27 45,45 21 U 22 V 23 W 24 X 25 Y 26 Z 27 AA 28 BB 29 CC 30 DD 31 EE 32 FF 33 GG 34 HH 35 II 36 JJ 37 KK 38 LL 39 MM 30,30 45,45 24,24 60,61 18,18 57,58 39,39 48,48 39,39 60,61 39,39 69,70 30,30 78,79 24,24 69,70 36,36 72,73 36,36 54,55 33,33 63,64 54,55 69,70 45,45 81,82 33,33 75,76 30,30 54,55 33,33 60,61 24,24 57,58 33,33 60,61 30,30 69,70

132 Lampiran 5 KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN Satuan Pendidikan : SMA/MA Mata Pelajaran/Materi : Biologi Alokasi Waktu : 90 menit Jumlah Soal : 20 Soal Bentuk Soal : Uraian Materi : Archaebacteria dan Eubacteria Kompetensi Dasar : 3.4 Menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan Archaebacteria dan Eubacteria berdasarkan ciriciri dan bentuk melalui pengamatan secara teliti dan sistematis. 4.4 Menyajikan data tentang ciri-ciri dan peran Archaebacteria dan Eubacteria dalam kehidupan berdasarkan hasil pengamatan dalam bentuk laporan tertulis. Indikator Pembelajaran Mendeskripsikan ciri-ciri, struktur dan bentuk Archaebacteria dan Eubacteria Menjelaskan cara hidup dan reproduksi bakteri Merinci bakteri gram positif dan gram negatif Menentukan solusi yang dapat dilakukan terkait peranan bakteri Menganalisis peranan bakteri dalam kehidupan manusia Membuat kesimpulan terkait peranan bakteri dalam kehidupan manusia Merencanakan dan melakukan percobaan serta melaporkan hasilnya baik secara lisan/tulisan tentang pemanfaatan bakteri dalam kehidupan manusia.

133 Pengelompokan Keterampilan Berpikir Kritis dengan Indikator Pembelajaran Ketrampilan berpikir kritis Memberikan penjelasan sederhana Sub-aspek Memfokuskan pertanyaan Menganalisis argument Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan dan tantangan Indikator Indikator pembelajaran No soal C3 C4 C5 C6 Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan jawaban yang mungkin 1 Mengidentifikasi alasan yang 7 dinyatakan Mengidentifikasi alasan yang tidak 2 dinyatakan Mengidentifikasi kesimpulan 10 Mencari persamaan dan perbedaan 11 Mengapa? 3 Perbedaan apa yang menyebabkan 12 Jml soal 7

134 Membangun ketrampilan dasar Kesimpulan Membuat penjelasan lebih lanjut Strategi dan taktik Mempertimbangk an kredibilitas suatu sumber Mengobservasi dan mempertimbangk an hasil observasi Membuat deduksi dan mempertimbangk an hasil deduksi Membuat induksi dan mempertimbangk an induksi Membuat dan mempertimbangk an nilai keputusan Mendefinisikan istilah Kemampuan memberikan alasan Mencatat hal-hal yang diinginkan Penguatan Interpretasi pertanyaan 9 Membuat generalisasi 4 Mempertimbangkan alternative 18 Mengklasifikasi dan 16 memberi contoh Alasan yang 19 3 dinyatakan Alasan yang tidak 17 dinyatakan Menyeleksi kriteria 5 untuk membuat solusi 6 3 Memutuskan hal yang 20 akan dilakukan Jumlah Mengidentifikasi asumsi Memutuskan suatu tindakan 4 3

135 Instrumen Keterampilan Berpikir Kritis Sub aspek berpikir kritis Memfokuskan pertanyaan Menganalisis argumen Indikator Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangk an jawaban yang mungkin Mengidentifikasi alasan yang dinyatakan Jenjang kognitif No soal Bentuk soal Jawaban Kriteria jawaban C3 1 Berdasarkan data yang diperoleh, baru-baru ini WHO melaporkan bahwa wabah bakteri E. Coli menewaskan 18 orang di Jerman dan satu orang di Swedia. Selain korban tewas, sudah lebih dari 1200 orang terkonfirmasi terkena wabah bakteri E. Coli di Eropa. Sebelumnya dua orang dilaporkan meninggal pada wabah di Jepang tahun 1996 dan membuat sakit orang. Sementara itu, pada tahun 2000 di Kanada dilaporkan 7 orang meninggal karena wabah E. Coli. Patogen wabah bakteri E. Coli ini adalah strain baru yang belum pernah dikenal oleh ilmuwan. Sumber: Kemukakan penjelasan anda mengenai wabah E.coli yang dapat menyebabkan kematian! C4 7 Berdasarkan Dinas Kesehatan Sleman, terdapat 110 warga mual dan muntah. Hal ini diduga adanya bakteri Staphylococcus aureus dalam makanan. Kepala Dinkes Sleman melaporkan bahwa bakteri tersebut berada didalam daging hewan. Akibat keracunan bakteri ini, sebanyak 20 orang warga menjalani rawat jalan dan tiga orang menjalani rawat inap. Staphylococcus aureus dapat memproduksi racun yang disebut dengan enterotoksin. Toksin ini dapat menyerang saluran pencernaan, jika manusia Wabah E.coli berbahaya karena menimbulkan penyakit hingga berujung kematian. Berdasarkan fakta bahwa wabah E.coli semakin meningkat dari tahun 1996 sampai sekarang. Oleh karena itu, kasus yang kebanyakan terjadi di Eropa ini belum diketahui penyebabnya, namun diduga karena muncul strain baru yang belum pernah diketahui sebelumnya. Staphylococcus aureus yang menyebabkan keracunan makanan dapat mengakibatkan perut mual, muntah dan diare. Hal ini karena warga telah mengkonsumsi daging yang telah terkontaminasi bakteri Staphylococcus aureus. Karena produksi enterotoksin, bakteri ini dapat menyebabkan keracunan yang menyerang saluran manusia. Namun, pembentukan toksin/racun tidak terjadi pada nilai a w dibawah 0,86 dan pada ph dibawah 6,0. a. Benar dan lengkap menjawab skor 3 b. Benar tapi kurang lengkap skor 2 c. Mengerjakan tapi kurang tepat skor 1 d. Tidak menjawab skor 0 a. Benar dan lengkap menjawab skor 3 b. Benar tapi kurang lengkap skor 2 c. Mengerjakan tapi kurang tepat skor 1 d. Tidak menjawab skor 0

136 Mengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan mengkonsumsi makanan yang mengandung bakteri ini. Hal ini menimbulkan gejala sakit perut, mual, muntah dan diare. Waktu inkubasi Staphylococcus aureus 1-8 jam, paling sering antara 2-4 jam. Bakteri ini tumbuh pada kisaran ph 4,0-9,3. Kisaran nilai ph untuk pembentukan enterotoksin lebih sempit dan toksin yang diproduksi akan lebih sedikit pada ph dibawah 6,0. Pertumbuhan bakteri ini akan tetap terjadi pada nilai a w 0,83, tetapi pembentukan toksinnya tidak terjadi pada nilai dibawah 0,86. Sumber: warga-berbah-keracunan-keracunan-dipicu-bakteristaphylococcus-aureus Buatlah analisismu mengenai bakteri Staphylococcusaureus yang menyebabkan keracunan makanan! C4 2 Bakteri E. coli secara normal terdapat pada saluran usus besar/kecil pada anak-anak dan orang dewasa sehat dan jumlahnya dapat mencapai 10 9 CFU/g. E. coli juga dapat menyebabkan keracunan makanan karena bakteri ini dapat berkembang biak dan memproduksi toksin selama ia tumbuh dalam makanan. Kuman E.coli akan tumbuh pada kisaran ph 4,4-8,5. Nilai a w yang minimal untuk pertumbuhannya adalah 0,95. Untuk menyebabkan penyakit, jumlah sel bakteri patogen yang dikonsumsi harus memadai. Namun, jika dalam keadaan normal, bakteri ini dapat membantu proses pencernaan Dalam jumlah normal, bakteri terdapat pada saluran pencernaan manusia. Oleh karenanya, bakteri berfungsi untuk menekan pertumbuhan bakteri jahat, juga membantu dalam proses pencernaan termasuk pembusukan sisa-sisa makanan dalam usus besar. Selain itu, fungsi utama yang lain adalah membantu memproduksi vitamin K untuk pembekuan darah melalui proses pembusukan sisa-sisa makan. a. Benar dan lengkap menjawab skor 3 b. Benar tapi kurang lengkap skor 2 c. Mengerjakan tapi kurang tepat skor 1 d. Tidak menjawab skor 0

137 Mengindentifikas i kesimpulan Mencari persamaan dan perbedaan manusia. Bagaimana bakteri E. coli dapat membantu proses pencernaan manusia? C3 10 Perhatikan kedua gambar dibawah ini! E.coli S.auerus Berdasarkan gambar, deskripsikan ciri-ciri bentuk dan struktur kedua bakteri diatas! C3 11 Dilihat dari struktur gambar bakteri pada soal No.4, temukan persamaan dan perbedaannya? Bakteri E.coli yang terlihat berdasarkan gambar berbentuk basil, batang, berupa monobasil (batang tunggal) dan memiliki flagel. Sedangkan bakteri S.auerus berbentuk coccus, bulat, berupa stafilokokkus (bulat bergandengan memanjang membentuk rantai) an tidak memiliki flagel. a. Benar dan lengkap menjawab skor 3 b. Benar tapi kurang lengkap skor 2 c. Mengerjakan tapi kurang tepat skor 1 Tidak skor 0 menjawab a. Benar dan lengkap menjawab skor 3 b. Benar tapi kurang lengkap skor 2 c. Mengerjakan tapi kurang tepat skor 1 d. Tidak menjawab skor 0 Bertanya dan menjawab pertanyaan Mengapa? C4 3 Berdasarkan soal nomor 3, dalam keadaan bagaimana jika bakteri E. coli ini dapat menguntungkan dan merugikan bagi manusia? Mengapa demikian? Bakteri E.coli menguntungkan jika dalam keadaan normal dan hidup bersimbiosis dalam pencernaan manusia. Sedangkan dapat merugikan karena bakteri pathogen banyak yang masuk kedalam tubuh sehingga dapat menginfeksi saluran cerna. Hal ini disebabkan karena bakteri pathogen diperoleh dari makanan yang terkontaminasi dari a. Benar dan lengkap menjawab skor 3 b. Benar tapi kurang lengkap skor 2 c. Mengerjakan tapi kurang tepat skor 1 d. Tidak menjawab skor 0

138 Perbedaan apa yang menyebabkan? C4 12 Berdasarkan ciri-ciri gambar bakteri pada soal no 4, carilah dan berikan penjelasanmu perbedaan pada kedua bakteri tersebut berdasarkan jumlah dan letak flagelumnya! lingkungan yang tidak terjaga kebersihannya. Berdasarkan jumlah dan letak a. Benar dan lengkap flagelnya, E coli memiliki flagel menjawab skor 3 lofotrik, yaitu bakteri yang memiliki b. Benar tapi kurang banyak flagela pada salah satu sisi. lengkap skor 2 Sedangkan S.aureus memiliki flagel c. Mengerjakan tapi atrik, yaitu bakteri yang tidak kurang tepat skor 1 memiliki flagel. d. Tidak menjawab skor 0 Mempertimbangka n kredibilitas suatu sumber Kemampuan memberikan alasan C5 8 Perhatikan pernyataan dibawah ini! a. Makanan yang memerlukan banyak penanganan selama penyiapannya dan yang disimpan dalam suhu yang sedikit lebih tinggi setelah dimasak sering menjadi penyebab kasus keracunan makanan Staphylococcus aureus, contohnya daging, salad, kue krim, dan susu. b. Sebagian bakteri Staphylococcus merupakan flora normal pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bertukar handuk bisa memperbesar risiko penularan infeksi kulit yang bisa berujung pada bisul dan abses. Kondisi kulit ini disebut juga dalam istilah medis adalah penyakit kulit karena bakteri Staphyloccocus aureus yang menghasilkan racun yang dikenal sebagai Panton-Valentine Leukocidin (PVL). c. Berjabat tangan dan penggunaan peralatan makanan bersamaan dapat menjadi Pernyataan yang tepat dalam ketiga pernyataan tersebut yaitu point a dan b, sedangkan yang tidak tepat point c. Pada point c, berjabat tangan dan penggunaan peralatan makanan bersama dapat menjadi perantara, namun seringkali hal ini tidak menimbulkan efek yang serius. S.aureus kebanyakan mengkontaminasi makanan yang tidak menjaga kebersihannya. a. Benar dan lengkap menjawab skor 3 b. Benar tapi kurang lengkap skor 2 c. Mengerjakan tapi kurang tepat skor 1 d. Tidak menjawab skor 0

139 perantara penularan bakteri Staphylococcus aureus. Staphylococci ada di udara, debu, air buangan, air, susu, dan makanan atau pada peralatan makan, permukaan-permukaan di lingkungan, manusia, dan hewan. Hal inilah yang dapat menjadi sumber kontaminasi oleh S. aureus. Mengobservasi dan mempertimbangka n hasil observasi Mencatat hal-hal yang diinginkan Menurut ketiga sumber penularan oleh Staphyloccocus aureus, manakah pernyataan yang tepat dan tidak tepat mengenai penularan Staphyloccocus aureus? Mengapa? C4 13 Dari kedua gambar bakteri diatas, tentukanlah isi kolom tabel dibawah ini! a. Benar dan lengkap menjawab skor 3 b. Benar tapi kurang lengkap skor 2 c. Mengerjakan tapi kurang tepat skor 1 d. Tidak menjawab skor 0 Penguatan C3 14 Berdasarkan jawaban kamu pada soal no.9, uraikan kembali bagaimana reproduksi bakteri E.coli dan Staphylococcus aureus! Berdasarkan daur hidup bakteri yang telah dipelajari, bakteri E.coli bereproduksi dengan konjugasi, yaitu pemindahan materi gen dari suatu sel bakteri ke sel bakteri lain secara langsung melalui jembatan konjugasi. Bakteri melakukan konjugasi dengan transfer plasmid/transfer kromosom melalui jembatan konjugasi. Sedangkan S. aureus bereproduksi a. Benar dan lengkap menjawab skor 3 b. Benar tapi kurang lengkap skor 2 c. Mengerjakan tapi kurang tepat skor 1 d. Tidak menjawab skor 0

140 Membuat deduksi dan mempertimbangka n hasil deduksi Interpretasi pertanyaan C4 15 Berdasarkan cara memperoleh makanan, kemukakan pendapatmu termasuk bakteri jenis apakah bakteri Staphylococcus aureus? C5 9 perhatikan tabel dibawah ini! a. Menurut kamu, sampai berapa hari batasan lama penyimpanan pada pangan siap saji? b. Jelaskan agar lama penyimpanan tidak membuat cemaran Staphylococcus aureus bertambah banyak! melalui transformasi, yaitu rekombinasi gen yang terjadi melalui pengambilan langsung sebagian materi gen dari bakteri lain, yang dilakukan oleh suatu sel bakteri. Bakteri yang mampu melakukan transformasi yaitu bakteri yang dapat memproduksi enzim khusus. Berdasarkan wacana yang dikemukakan pada soal nomor 2, bakteri S. aureus termasuk bakteri heterotrof, karena bakteri ini memperoleh makanan berupa senyawa organik dari organisme lainnya. Hal ini terlihat bahwa bakteri ini hidup bersimbiosis dengan makhluk hidup lain, baik itu merugikan maupun menguntungkan. a. Benar dan lengkap menjawab skor 3 b. Benar tapi kurang lengkap skor 2 c. Mengerjakan tapi kurang tepat skor 1 d. Tidak menjawab skor 0 a. berdasarkan tabel, batasan lamaa. Benar dan lengkap penyimpanan pangan siap saji adalah menjawab skor 3 2 hari, karena jika lebih akan melebihib. Benar tapi kurang 1x10 5. lengkap skor 2 b. Agar tidak tercemar S.aureu, kita c. Mengerjakan tapi dapat menjaga kebersihan, kurang tepat skor 1 pengolahan, serta penyimpanannya. d. Tidak menjawab Oleh karena itu, sebaiknya memasak skor 0 secukupnya agar selalu habis saat dijual.

Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran IPA

Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran IPA Juhji 25 Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dalam Pembelajaran IPA Oleh: Juhji 1 Abstrak Ilmu Pengetahuan Alam sebagai salah satu mata pelajaran di madrasah erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

MODEL SAINS TEKNOLOGI DAN MASYARAKAT UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS KONSEP ARCHAEBACTERIA

MODEL SAINS TEKNOLOGI DAN MASYARAKAT UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS KONSEP ARCHAEBACTERIA Seminar Nasional Biologi, Lingkungan, dan Pembelajaran Pendidikan Biologi FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 24 Oktober 2015 MODEL SAINS TEKNOLOGI DAN MASYARAKAT UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

Skripsi. Oleh NURFITRIYANA NIM Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Skripsi. Oleh NURFITRIYANA NIM Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Pendidikan (S.Pd.) PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PENCEMARAN UDARA KELAS X SMA SANTA MARIA TANJUNGPINANG Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus globalisasi menuntut semua aspek kehidupan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangannya, yaitu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI SKRIPSI OLEH: YENNY PUTRI PRATIWI K4308128 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM)

MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) Dwi Gusfarenie Abstrak Berkembangnya sains berimbas pada kemajuan teknologi yang dipergunakan bagi kesejahteraan manusia sehingga menuntut masyarakat

Lebih terperinci

JCAE, Journal of Chemistry And Education, Vol. 1, No.1, 2017,

JCAE, Journal of Chemistry And Education, Vol. 1, No.1, 2017, JCAE, Journal of Chemistry And Education, Vol. 1, No.1, 2017, 65-72 65 PENGARUH MODEL INKUIRI TERBIMBING BERVISI SETS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR LARUTAN PENYANGGA SISWA KELAS

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 4 No. 4 ISSN

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 4 No. 4 ISSN Perbedaan Pemahaman Konsep Kalor antara Siswa yang Belajar Melalui Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat Dengan Pembelajaran Konvensional di SMA Negeri 4 Palu Arini Faradina, Unggul Wahyono dan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4)

BAB V ANALISA. Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4) 83 BAB V ANALISA Pembelajaran yang diterapkan pada kelompok sampel (kelas X IA-4) adalah pembelajaran menggunakan model pembelajaran inquiry training yang dilakukan dalam tiga kali pertemuan dengan alokasi

Lebih terperinci

(Artikel) Oleh KHOIRUNNISA

(Artikel) Oleh KHOIRUNNISA PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA (Artikel) Oleh KHOIRUNNISA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015 PENGARUH

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA SKRIPSI Oleh : VERA IRAWAN WINDIATMOJO NIM K4308058

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Weak experiment yang digunakan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Weak experiment yang digunakan untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Weak experiment yang digunakan untuk mengukur penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa. Metode Weak

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN SCIENCE ENVIRONMENT TECHNOLOGY AND SOCIETY (SETS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP ILMIAH

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN SCIENCE ENVIRONMENT TECHNOLOGY AND SOCIETY (SETS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP ILMIAH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN SCIENCE ENVIRONMENT TECHNOLOGY AND SOCIETY (SETS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP ILMIAH MAIMUNAH queenahakim@gmail. com Program Studi Teknik Informatika,

Lebih terperinci

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA Linda Aprilia, Sri Mulyaningsih Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana dalam membangun watak bangsa. Tujuan pendidikan diarahkan pada

BAB I PENDAHULUAN. sarana dalam membangun watak bangsa. Tujuan pendidikan diarahkan pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memberikan konstribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam menterjemahkan pesan konstitusi serta sarana dalam

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SIKLUS BELAJAR HIPOTESIS DEDUKTIF PADA PEMBELAJARAN LARUTAN PENYANGGA UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR SISWA KELAS XI

PENGGUNAAN SIKLUS BELAJAR HIPOTESIS DEDUKTIF PADA PEMBELAJARAN LARUTAN PENYANGGA UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR SISWA KELAS XI SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IA SMA Negeri 3 Watansoppeng

Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IA SMA Negeri 3 Watansoppeng 77 Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis The Effect of Contextual Learning Method to the Critical Thinking Ability of Students Class XI SMA Negeri 3 Watansoppeng Sugiarti,

Lebih terperinci

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 4, No. 2, pp , May 2015

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 4, No. 2, pp , May 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK ASAM BASA KELAS XI MIA SMAN 2 MAGETAN IMPLEMENTATION OF COOPERATIVE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencapaian tujuan pendidikan ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Kata Kunci: STSE, Keterampilan Berpikir Kritis, Hasil Belajar Siswa dan Pencemaran Lingkungan.

Kata Kunci: STSE, Keterampilan Berpikir Kritis, Hasil Belajar Siswa dan Pencemaran Lingkungan. Jurnal EduBio Tropika, Volume 5, Nomor 1, April 2017, hlm. 1-53 Novi Marliani Prodi Magister Pendidikan Biologi FKIP Universitas Syiah Kuala Hasanuddin Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Syiah Kuala

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING DISERTAI MEDIA GAMBAR TERHADAP KOGNITIF SISWA KELAS VII MTs BAHRUL ULUM TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING DISERTAI MEDIA GAMBAR TERHADAP KOGNITIF SISWA KELAS VII MTs BAHRUL ULUM TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015 PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING DISERTAI MEDIA GAMBAR TERHADAP KOGNITIF SISWA KELAS VII MTs BAHRUL ULUM TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015 Hesti Fitriani 1), Nurul Afifah 2) dan Eti Meirina Brahmana 3) 1 Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran kimia menekankan pada pembelajaran pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran kimia menekankan pada pembelajaran pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kimia merupakan salah satu cabang ilmu IPA yang dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta,

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2016

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2016 KONSEP DAN KARAKTERISTIK PENDEKATAN PEMBELAJARAN SETS (SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY, SOCIETY) PADA PELAJARAN KIMIA SMA Imam Nursamsudin Mahasiswa Program Pascasarjana Pendidikan IPA Universitas Jember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa yang akan datang. IPA berkaitan dengan cara

Lebih terperinci

HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH

HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH Muhammad Zaini 1, Utari Intan Suwenda 2, Aulia Ajizah 3 Mahasiswa

Lebih terperinci

Joyful Learning Journal

Joyful Learning Journal JLJ 2 (3) (2013) Joyful Learning Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jlj PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENDEKATAN SETS PADA KELAS V Isti Nur Hayanah Sri Hartati, Desi Wulandari

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN SISTEM REPRODUKSI MANUSIA YANG DIINTEGRASIKAN NILAI-NILAI ISLAM TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN BERPIKIR KRITIS

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR RANAH KOGNITF DAN RANAH AFEKTIF SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA NEGERI 2 KARANGANYAR

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP Usep Suwanjal SMK Negeri 1 Menggala Tulang Bawang Email : usep.suwanjal@gmail.com Abstract Critical thinking

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan

I. PENDAHULUAN. inovatif. Menyadari bagaimana cara memikirkan pemecahan permasalahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan global menuntut dunia pendidikan untuk selalu berkembang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemerintah di beberapa negara mengajukan salah satu cara untuk

Lebih terperinci

Pembelajaran Fisika Dengan Menerapkan Model Inkuiri Terbimbing Dalam Menumbuhkan Kemampuan Berfikir Logis Siswa di SMA Negeri 8 Bengkulu

Pembelajaran Fisika Dengan Menerapkan Model Inkuiri Terbimbing Dalam Menumbuhkan Kemampuan Berfikir Logis Siswa di SMA Negeri 8 Bengkulu Pembelajaran Fisika Dengan Menerapkan Model Inkuiri Terbimbing Dalam Menumbuhkan Kemampuan Berfikir Logis Siswa di SMA Negeri 8 Bengkulu Andik Purwanto dan Resty Sasmita Prodi Pendidikan Fisika FKIP Unib

Lebih terperinci

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah JIPFRI, Vol. 1 No. 2 Halaman: 83-87 November 2017 JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Pembelajaran Matematika, Matematika Realistik, komunikasi matematika.

ABSTRAK. Kata kunci: Pembelajaran Matematika, Matematika Realistik, komunikasi matematika. ABSTRAK Ida Farihah. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP. Skripsi, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Hayati ISSN : Vol.3 No.4 (2017) :

Jurnal Pendidikan Hayati ISSN : Vol.3 No.4 (2017) : Jurnal Pendidikan Hayati ISSN : 2443-3608 Vol.3 No.4 (2017) : 152-157 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VII SMP NEGERI DI KANDANGAN PADA

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Tiara Irmawati Budi Handoyo Purwanto Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) TEMATIK DAN EVALUASINYA DALAM KURIKULUM 2013 SISWA KELAS RENDAH

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) TEMATIK DAN EVALUASINYA DALAM KURIKULUM 2013 SISWA KELAS RENDAH IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) TEMATIK DAN EVALUASINYA DALAM KURIKULUM 2013 SISWA KELAS RENDAH Naniek Sulistya Wardani S1-Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN BELIEF SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN BELIEF SISWA PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN BELIEF SISWA Intan Permata Sari (1), Sri Hastuti Noer (2), Pentatito Gunawibowo (2) intanpermatasari275@yahoo.com

Lebih terperinci

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING Jurnal Pengajaran MIPA, FPMIPA UPI. Volume 12, No. 2, Desember 2008. ISSN:1412-0917 PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

Lebih terperinci

PENERAPAN SCIENCE TECHNOLOGY SOCIETY DISERTAI CONCEPT MAP TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI DAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN SISWA SMPN 1 KEBAKKRAMAT

PENERAPAN SCIENCE TECHNOLOGY SOCIETY DISERTAI CONCEPT MAP TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI DAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN SISWA SMPN 1 KEBAKKRAMAT PENERAPAN SCIENCE TECHNOLOGY SOCIETY DISERTAI CONCEPT MAP TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI DAN SIKAP PEDULI LINGKUNGAN SISWA SMPN 1 KEBAKKRAMAT SKRIPSI Oleh: IVA YUNI LISTIANI NIM K4308094 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

Jurnal Bidang Pendidikan Dasar (JBPD) Vol. 1 No. 1 Januari 2017

Jurnal Bidang Pendidikan Dasar (JBPD) Vol. 1 No. 1 Januari 2017 PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN SAINTIFIK DAN PENDEKATA KETERAMPILAN PROSES PADA MATA PELAJARAN IPA. Oka Sandya Santi Email: ida.yani37@yahoo.co.id Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT

PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT Maret 2017 Vol. 1, No. 1, Hal.150 PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT Nurul Afifah Rusyda 1), Dwi

Lebih terperinci

Diterima: 8 Maret Disetujui: 26 Juli Diterbitkan: Desember 2016

Diterima: 8 Maret Disetujui: 26 Juli Diterbitkan: Desember 2016 Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation dan Motivasi Terhadap Hasil Belajar Siswa Kela VII SMP Dalam Pembelajaran IPA Terpadu Pada Materi Asam, Basa dan Garam The Effect of Group Investigation

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain selain menigkatkan mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan harus dapat mengarahkan peserta didik menjadi manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan manusia terdidik

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DISERTAI TEKNIK PETA KONSEP DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DISERTAI TEKNIK PETA KONSEP DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DISERTAI TEKNIK PETA KONSEP DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA 1) Hendrasti Kartika Putri, 2) Indrawati, 2) I Ketut Mahardika 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika

Lebih terperinci

Darussalam 23111, Banda Aceh. ABSTRAK. Kata Kunci: Kooperatif Tipe Jigsaw, Pencemaran Lingkungan, Berpikir Kritis.

Darussalam 23111, Banda Aceh.   ABSTRAK. Kata Kunci: Kooperatif Tipe Jigsaw, Pencemaran Lingkungan, Berpikir Kritis. Jurnal 8 Biotik, Rahmatan ISSN: 2337-9812, Vol. 4, No. 1, Ed. April 2016, Hal. 8-14 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA KONSEP PENCEMARAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini membawa perubahan hampir di semua aspek kehidupan sehingga dibutuhkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL INKUIRI TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA SUB POKOK BAHASAN CERMIN DATAR

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL INKUIRI TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA SUB POKOK BAHASAN CERMIN DATAR ISSN : 2337-9820 Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL INKUIRI TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA SUB POKOK BAHASAN CERMIN DATAR Suprianto, S.Pd., M.Si (1),

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 7 Bandar

III. METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 7 Bandar 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 7 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014-2015 yang berjumlah 341 siswa dan tersebar dalam

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS (Studi Eksperimen Pada Mata Kuliah Mikro Ekonomi Kompetensi Dasar Teori dan Biaya Produksi Mahasiswa Pendidikan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI SKRIPSI Oleh: VALENT SARI DANISA K4308123 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DISERTAI DENGAN KEGIATAN DEMONSTRASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR ASAM, BASA, DAN GARAM

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DISERTAI DENGAN KEGIATAN DEMONSTRASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR ASAM, BASA, DAN GARAM Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2 No. 2 Tahun 2013 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN Zulfah Nurul Rahila Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berjalannya waktu perkembangan sains pun berkembang dengan pesat. Hal ini memiliki keterkaitan yang erat dengan perkembangan teknologi. Sehubungan dengan dunia

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN KOLABORASI KONSTRUKTIF DAN INKUIRI BERORIENTASI CHEMO-ENTREPRENEURSHIP

PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN KOLABORASI KONSTRUKTIF DAN INKUIRI BERORIENTASI CHEMO-ENTREPRENEURSHIP 476 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol. 3 No.2, 2009, hlm 476-483 PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN KOLABORASI KONSTRUKTIF DAN INKUIRI BERORIENTASI CHEMO-ENTREPRENEURSHIP Supartono, Saptorini, Dian Sri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan penting terutama dalam kehidupan manusia karena ilmu pengetahuan ini telah memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia seutuhnya dan bertanggungjawab terhadap kehidupannya. Tujuan pendidikan sains (IPA) menurut

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL GRUP INVESTIGASI BERVISI SETS DI SEKOLAH DASAR

PENERAPAN MODEL GRUP INVESTIGASI BERVISI SETS DI SEKOLAH DASAR Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 PENERAPAN MODEL GRUP INVESTIGASI BERVISI SETS DI SEKOLAH DASAR Herniwati Wahid 1 Universitas Cokroaminoto Palopo 1 herniwati.wahid@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang tersebut, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang tersebut, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UU RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa guru merupakan pendidik profesional. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, tugas utama

Lebih terperinci

Furry Aprianingsih, Elsje Theodore Maasawet, Herliani Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Mulawarman Samarinda

Furry Aprianingsih, Elsje Theodore Maasawet, Herliani Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Mulawarman Samarinda PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP HASIL BELAJAR DAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 2 SAMARINDA TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015 Furry Aprianingsih, Elsje Theodore Maasawet,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP NEGERI 4 KUNINGAN

PENGGUNAAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP NEGERI 4 KUNINGAN PENGGUNAAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP NEGERI 4 KUNINGAN Oleh : Yeyen Suryani & Dewi Natalia S Abstrak Masalah dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis,

III. METODE PENELITIAN. oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, 34 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara atau kegiatan pelaksaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 5 No. 2 ISSN

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 5 No. 2 ISSN Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Alat Praktikum Sederhana Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII SMP Negeri 16 Palu Delpina Nggolaon, I Wayan Darmadi, dan Muhammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendididikan dasar dan menengah, Geografi merupakan cabang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan dibangun oleh peserta didik (siswa)

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

PENGARUH PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : 2541-0849 e-issn : 2548-1398 Vol. 1, no 3 November 2016 PENGARUH PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Abdul Wakhid

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PDEODE TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF FISIKA SISWA SMA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PDEODE TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF FISIKA SISWA SMA PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PDEODE TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF FISIKA SISWA SMA Raden Raisa Wulandari 1*), Siswoyo 1, Fauzi Bakri 1 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Jakarta, Jl. Pemuda No.10

Lebih terperinci

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah suatu upaya untuk meningkatkan kualitas manusia agar mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang

Lebih terperinci

IMPLIKASI PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA MTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

IMPLIKASI PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA MTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011 IMPLIKASI PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA MTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011 SKRIPSI Oleh: ULPIYA SUHAILAH K4306040 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 1 No.2 November 2015

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 1 No.2 November 2015 PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING DAN LEARNING (CTL) Rika Rostikaningsih, Uba Umbara, Ir. Irmakhamisah. STKIP Muhammadiyah

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON 2015 M/1436 H

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON 2015 M/1436 H PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA POKOK BAHASAN EKOSISTEM KELAS X DI SMA NEGERI 1 KRANGKENG Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA Eva M. Ginting dan Harin Sundari Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. keahlian atau keterampilan di bidang tertentu. Menurut 21 st. Partnership Learning Framework (BSNP, 2013: 3-4), terdapat enam

PENDAHULUAN. keahlian atau keterampilan di bidang tertentu. Menurut 21 st. Partnership Learning Framework (BSNP, 2013: 3-4), terdapat enam PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pada abad 21 menuntun masyarakat agar memiliki keahlian atau keterampilan di bidang tertentu. Menurut 21 st Century Partnership Learning Framework (BSNP,

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 2 No. 4 ISSN

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 2 No. 4 ISSN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT MENGGUNAKAN METODE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 DOLO Arumi Rahayu, Muhammad Ali dan Haeruddin

Lebih terperinci

Unesa Journal of Chemistry Education Vol. 2, No. 2, pp May 2013 ISSN:

Unesa Journal of Chemistry Education Vol. 2, No. 2, pp May 2013 ISSN: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATERI POKOK LARUTAN PENYANGGA UNTUK MELATIH KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 1 PLEMAHAN KEDIRI IMPLEMENTATION OF INQUIRY LEARNING

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah menunjukan perkembangan yang sangat pesat. Kemajuan IPTEK bukan hanya dirasakan oleh beberapa orang saja melainkan

Lebih terperinci

Oleh : Yeyen Suryani dan Sintia Dewiana. Abstrak

Oleh : Yeyen Suryani dan Sintia Dewiana. Abstrak PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PROJECT BASED LEARNING) PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Studi Eksperimen Pada Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas X IIS di SMA Negeri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Inquiry lesson yang dimaksud adalah pembelajaran inquiry tentang kompetensi dasar, Mendeskripsikan proses perolehan nutrisi dan transformasi energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) tentang sistem pendidikan nasional: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

62 Purwanti, Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses untuk Meningkatkan Prestasi Belajar JURNAL PENDIDIKAN GEOGRAFI

62 Purwanti, Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses untuk Meningkatkan Prestasi Belajar JURNAL PENDIDIKAN GEOGRAFI 6 Purwanti, Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses untuk Meningkatkan Prestasi Belajar JURNAL PENDIDIKAN GEOGRAFI PENERAPAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting dalam kehidupan manusia karena ilmu pengetahuan ini telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 oktober sampai 18

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 oktober sampai 18 38 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 oktober sampai 18 desember 2013 di MTs Muslimat NU Palangka Raya tahun ajaran 2013/2014. B. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan jumlah dan kategori ranah dari pertanyaan yang diajukan siswa adalah

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA Cita Bhekti Laksana Ria (1), Rini Asnawati (2), M.Coesamin (2) Citabhekti24@gmail.com 1 Mahasiswa Program

Lebih terperinci

JURNAL RISET FISIKA EDUKASI DAN SAINS

JURNAL RISET FISIKA EDUKASI DAN SAINS JURNAL RISET FISIKA EDUKASI DAN SAINS Education and Science Physics Journal E- ISSN : 2503-3425 JRFES Vol 2, No 2 (2016) 90 95 P- ISSN : 2407-3563 http://ejournal.stkip-pgri-sumbar.ac.id/index.php/jrfes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap atau prosedur ilmiah (Trianto, 2012: 137). Pembelajaran Ilmu

Lebih terperinci

Perbandingan Peningkatan Keterampilan Generik Sains Antara Model Inquiry Based Learning dengan Model Problem Based Learning

Perbandingan Peningkatan Keterampilan Generik Sains Antara Model Inquiry Based Learning dengan Model Problem Based Learning Perbandingan Peningkatan Keterampilan Generik Sains Antara Model Inquiry Based Learning dengan Model Problem Based Learning A. Kusdiwelirawan 1, Tri Isti Hartini 2, Aniq Rif atun Najihah 3 1,2,3 Program

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

Model pembelajaran Sains Teknologi. Masyarakat (STM) Untuk meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Subtopik Pencemaran Air

Model pembelajaran Sains Teknologi. Masyarakat (STM) Untuk meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Subtopik Pencemaran Air Vol. III No. 19 - Mei 2015 Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Untuk meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Subtopik Pencemaran Air Oleh Lesy Luzyawati ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING BERBANTUAN MACROMEDIA FLASH TERHADAP HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA PELAJARAN FISIKA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING BERBANTUAN MACROMEDIA FLASH TERHADAP HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA PELAJARAN FISIKA PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING BERBANTUAN MACROMEDIA FLASH TERHADAP HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA PELAJARAN FISIKA Dewi Ratna Pertiwi Sitepu Program Studi Pendidikan Fisika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dengan kata lain, peran pendidikan sangat penting untuk. pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pendidikannya. Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, semua infomasi dengan sangat mudah masuk ke dalam diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa harus berpikir secara

Lebih terperinci

Ria Septiana, Ila Rosilawati, Tasviri Efkar, Noor Fadiawati, Nina Kadaritna Pendidikan Kimia, Universitas Lampung

Ria Septiana, Ila Rosilawati, Tasviri Efkar, Noor Fadiawati, Nina Kadaritna Pendidikan Kimia, Universitas Lampung THE IMPROVEMENT OF SKILLS IN GIVING SIMPLE EXPLANATIONS AND IMPLEMENTING ACCEPTABLE CONCEPTS IN SALT HYDROLYSIS MATERIAL THROUGH GUIDED INQUIRY LEARNING MODEL. Ria Septiana, Ila Rosilawati, Tasviri Efkar,

Lebih terperinci

ISSN : X Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia Vol. 1 No. 1 Mei 2013

ISSN : X Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia Vol. 1 No. 1 Mei 2013 PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN PRAKTIKUM BERBASIS INKUIRI PADA MATERI LAJU REAKSI Oleh : Meli Siska B 1, Kurnia 2, Yayan Sunarya 3 Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci