BAB VI. MIKROBIOLOGI PADA PROSES TERMAL PENGOLAHAN PANGAN. A. Penerapan Proses Termal pada Pengolahan Pangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI. MIKROBIOLOGI PADA PROSES TERMAL PENGOLAHAN PANGAN. A. Penerapan Proses Termal pada Pengolahan Pangan"

Transkripsi

1 BAB VI. MIKROBIOLOGI PADA PROSES TERMAL PENGOLAHAN PANGAN A. Penerapan Proses Termal pada Pengolahan Pangan 1. Blanching Blanching dapat dilakukan dengan cara steaming (pengukusan) atau boiling (perebusan) bahan pangan yang diolah. Proses ini bukan merupakan tahapan akhir dari suatu proses pengolahan pangan. Tujuan blanching diantaranya: Menginaktivasi mikrobia yang ada di dalam bahan pangan Menginaktivasikan enzim yang ada pada bahan pangan yang olah Memperbaiki tekstur sehingga memudahkan memasukan bahan yang diolah ke dalam wadah Penerapan blanching sering dilakukan pada pengolahan sayur-sayuran dan buahbuahan sebelum dikalengkan. 2. Pasteurisasi: suhu < C C Pasteurisasi diterapkan untuk membunuh semua mikrobia yang ada dalam suatu bahan (misalnya pasteurisasi susu) atau pengurangan sejumlah populasi mikrobia perusak pada bahan pangan tertentu (misalnya pasteurisasi vinegar). Pasteurisasi susu dilakukan dengan pemanasan pada suhu 145 o F selama 35 menit atau pada 161 o F selama 15 detik (High Temperature Short Time, metode HTST). Pada umumnya tujuan pasteurisasi ialah untuk membunuh semua mikrobia pathogen. Namun perlu diingat, karena suhu kurang dari C, maka dimungkinkan mikrobia dalam bentuk spora dari jamur atau bakteri tidak mengalami kerusakan/destruksi. Pasteurisasi dapat merupakan proses final (susu pasteurisasi) atau bukan final (misalnya pasteurisasi susu pada pembuatan susu bubuk atau yoghurt) dari pengolahan pangan. Oleh karena itu, agar susu pasteurisasi tidak mudah terkontaminasi atau mengalami kerusakan, perlu dilakukan penyimpanan pada suhu dingin. 74

2 3. Sterilisasi : Suhu di atas 100 o C (biasanya 115 o C selama 15 menit) Sterilisasi dimaksudkan untuk membunuh semua mikrobia baik yang pathogen/merusak yang bentuk spora sel vegetatif. Tahapan ini merupakan tahap akhir dari suatu pengolahan bahan pangan. Proses ini sering disebut sebagai proses sterilisasi komersial dan banyak diterapkan pada pengalengan bahan makanan, misalnya pengalengan ikan, jamur, dsb. Mikrobia jika berada pada lingkungan yang berbeda maka ada 3 kemungkinan yang dialami oleh mikrobia tersebut. 1. Terjadi peningkatan aktivitas dari mikrobia tersebut 2. Terjadi penurunan aktivitas mikrobia/percepatan pertumbuhan 3. Terjadi pemusnahan/penghancuran aktivitas mikrobia Jika jumlah spora/bakteri dinyatakan dalam Log sel atau spora dan t = waktu pemanasan dan diperlakukan pada suhu tinggi, maka akan terjadi penurunan populasi sel/spora, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar berikut, Log Σ sel T suhu pemanasan = suhu di atas suhu pertumbuhan 0 t waktu pemanasan B. Proses Kematian Bakteri oleh Panas Panas yang tinggi menyebabkan perubahan fungsi senyawa-senyawa seluler yang pada akhirnya akan mengarah pada perubahan struktur protein yaitu denaturasi. Pendapat lain mengatakan bahwa pemanasan dapat 75

3 menyebabkan kerusakan pada membran sel. Kerusakan DNA juga merupakan salah satu penyebab kematian sel karena pemanasan. Kerusakan DNA ini dapat dikarenakan pengaruh langsung, yaitu putusnya ikatan hydrogen intramolekuler DNA yang cukup menyebabkan kerusakan yang bersifat irreversible. C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Mikrobia oleh Panas Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi resistensi mikrobia terhadapa panas ada 3 tipe : Pertama, resistensi inherent, yaitu dipengaruhi oleh jenis spesies atau strain mikrobia, spora atau sel vegetatif. Kedua, Kondisi lingkungan yang mempengaruhi selama pertumbuhan dan pembentukan sel atau spora (umur sel, suhu pertumbuhan, dan media pertumbuhan). Ketiga, Kondisi lingkungan yang mempengaruhi selama proses pemanasan sel atau spora, yaitu ph, aw, menstrum suspensi (jenis bahan pangan), garam, senyawa organik dan anorganik). Dari beberapa informasi, faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Tipe Mikrobia Berdasarkan pada kisaran suhu pertumbuhannya mikrobia dapat dikelompokkan menjadi 4 group yaitu Thermofil, Mesofil, Psikhofil dan Psikotrof (Tabel ). Tabel 6.1. Suhu pertumbuhan untuk mikrobia prokariotik Suhu ( 0 C) Group Minimal Optimal Maksimal Thermofil Mesofil Psikhrofil (-5) (+5) Psikhrotrof (-5) (+5)

4 Dikutip dari : International Commission on Microbiological Specification for Foods, 1980 Kelompok termofil lebih tahan disbanding mesofil, mesofil lebih tahan terhadap psikotrof, bakteri pembentuk spora dapat tahan pada suhu yang tinggi dan diketahui ada yang survive/tahan hidup beberapa menit pada suhu 120 o C atau beberapa jam pada suhu 100 o C. Sel vegetatif dari bakteri pembentuk spora, sebagaimana bakteri yang tidak membentuk spora, yeast dan kapang diketahui tidak lebih resisten daripada bakteri vegetatif. Kelompok yeast dan jamur kebanyakan dapat dimatikan/dibunuh setelah beberapa menit pada suhu C dan di dalam bahan pangan yang basah (moist) pemanasan pada suhu C mematikan semua mikrobia tersebut. 2. Jumlah Sel Populasi bakteri awal yang lebih banyak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menurunkan populasinya dibandingkan dengan populasi yang sedikit. 3. Umur Sel Spora yang lebih muda lebih tahan dibanding yang tua, namun ada penelitian lain yang mengungkapkan sebaliknya. Pada E.coli, sel yang muda diketahui lebih peka/sensitif terhadap panas dibanding yang tua. 4. Tahapan Pertumbuhan 5. Suhu Pada umumnya mikrobia yang berada pada fase pertumbuhan logaritmik lebih peka dibanding fase pertumbuhan lain. Sel bakteri yang tidak membentuk spora jika ditumbuhkan pada suhu yang relatif lebih tinggi akan memiliki daya tahan yang lebih tinggi daripada mikrobia tersebut ditumbuhkan pada suhu yang lebih rendah. 6. Medium pertumbuhan Dari hasil penelitian dapat diketahui komposisi media pertumbuhan dapat menaikkan ataupun menurunkan ketahanan mikrobia terhadap panas. 77

5 7. Menstruum Medium yang dipergunakan untuk pemanasan ini dipengaruhi oleh aw (aktivitas air), ph, KH, protein dan lemak. Pada ph yang relatif rendah/bersifat asam akan meningkatkan kepekaan mikrobia terhadap panas dan mudah mengalami kematian. Sedangkan adanya protein dan lemak dapat bersifat protektif terhadap mikrobia. Menurut Hansen dan Riemanm (dalam Jay, 1986), faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan mikrobia terhadap panas ialah: 1. Kadar Air Ketahanan mikrobia terhadap panas akan meningkat jika kadar air biomassa/sel tersebut rendah/menurun. Hal ini dapat disebabkan denaturasi protein terjadi lebih cepat ketika panaskan di dalam air daripada di udara. 2. Lemak Adanya lemak mengakibatkan ketahanan mikrobia terhapan panas semakin meningkat. Semakin tinggi kadar lemak dalam suatu media pemanasan, ternyata diperlukan Thermal Death Point (TDP) yang semakin tinggi pula. TDP didefinisikan suhu yang diperlukan untuk membunuh sejumlah spora atau sel mikrobia dalam selang waktu tertentu. Krim yang paling banyak mengandung lemak memerlukan suhu TDP setinggi 73 0 C untuk membunuh sejumlah sel E. coli selama 10 menit pemanasannya (Tabel 6.2 ), sedangkan jika digunakan whey dibutuhkan suhu 63 0 C. Tabel Efek medium terhadap Thermal Death Point (TDP) pada E. coli Medium TDP 0 C Cream 73 78

6 2. Garam Whole milk Skim milk Whey Berillon (broth) Waktu pemanasan = 10 menit, Efek dari garam terhadap ketahanan mikrobia terhadap panas sangat bervariasi tergantung jenis garam dan konsentrasi garam yang dipergunakan. Suplementasi pada media pertumbuhan Bacillus meganterium dengan CaCl 2 menghasilkan spora yang lebih tahan terhadap panas dibandingkan jika medium tersebut ditambah dengan L-glutamat, L-prolin, fosfat. 3. Karbohidrat Adanya gula (sukrosa, glukosa, fruktosa) di dalam menstruum dapat meningkatkan resistensi terhadap panas. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya sukrosa ternyata meningkatkan resistensi dari Salmonella senftenberg, dengan urutan dari yang paling tahan ialah sukrosa > glukosa > sorbitol > fruktosa > gliserol. 4. ph Pada umumnya mikrobia tumbuh baik pada ph 7, oleh karena bila derajat keasaman tersebut diturunkan/ditingkatkan akan menurunkan/ meningkatkan resistensi mikrobia terhadap panas. 5. Protein Protein diketahui bersifat protektif terhadap mikrobia sehingga adanya protein mampu meningkatkan ketahanan/resistensinya terhadap panas semakin meningkat. 6. Jumlah Mikrobia

7 Semakin besar populasi mikrobia, semakin tinggi pula ketahanannya terhadap panas. Proteksi panas dari populasi mikrobia tersebut diperkirakan adanya produksi material yang diekskresikan oleh sel-sel yang bersangkutan. Pengaruh jumlah spora awal dari C.botullinum terhadap Thermal Death Time (TDT) pada C disajikan pada Tabel. TDT didefinisikan waktu yang diperlukan untuk membunuh sejumlah spora atau sel mikrobia pada suhu tertentu. Pada jumlah spora 32 juta diperlukan TDT 110 menit, tetapi pada jumlah spora 92 milyar diperlukan TDT 240 menit. Tabel Pengaruh jumlah spora awal dari C.botallinum terhadap Thermal Death Time (TDT) pada C Jumlah spora TDT (menit) Umur Mikrobia Pada umumnya sel bakteri cenderung resisten terhadap panas ketika berada pada fase pertumbuhan stasioner ( sel tua) dan sangat peka ketika berada pada fase pertumbuhan logaritmik. 7. Suhu Pertumbuhan Ketahanan mikrobia terhadap panas cenderung meningkatkan jika suhu inkubasinya ditingkatkan. 80

8 8. Senyawa Inhibitor Penurunan ketahanan panas kebanyakan mikrobia terjadi jika pemanasan tersebut dilakukan bersamaan dengan adanya senyawa antibiotik, SO 2, atau senyawa penghambat lainnya. 8. Time & Temperatur Kombinasi antara waktu dan suhu sangat menentukan ketahanan mikrobia terhadap panas. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pemanasan akan efektif menurunkan populasi mikrobia atau spora. Semakin tinggi suhu, semakin besar efek letalnya. Efek suhu pemanasan terhadap TDT spora C. botulinum disajikan pada Tabel VI. 4. Tabel VI. 4. Efek suhu pemanasan terhadap TDT spora C. botulinum Suhu 0 C Clostridium botulinum ( spore/ml pada buffer ph 7) Thermofil ( spora/ml pada jus jagung ph 6,1) Menit D. Destruksi Mikrobia dan Parameter yang Digunakan untuk Mengevaluasi Ketahanan Mikrobia / Spora terhadap Pemanasan Agar dapat memahami destruksi termal pada mikrobia akibat pemanasan (pengawetan pangan dan pengalengan) perlu disampaikan konsep dasar dalam proses termal. 1. Thermal Death Time (TDT) 81

9 TDT ialah waktu yang diperlukan untuk membunuh sejumlah mikrobia pada suhu tertentu. Suhu dipertahankan konstan dan waktu dapat ditentukan. TDP = Thermal Death Point ialah temperatur yang diperlukan untuk membunuh sejumlah mikrobia pada waktu tertentu. Waktu pemanasan Replikasi (ulangan) Pengenceran Rerata Jumlah Misal : 10 menit pada (Tabel pangaruh lemak terhadap TDP). TDT dapat dihitung dengan mengukur ketahanan hidup mikrobia ,5 1, Survival (log scale) ,5 F F Waktu Pemanasan 2. D. Value Desimal Reduction Time Ketahanan sel terhadap pemanasan dinyatakan dengan Decimal Reduction Time atau nilai D yaitu waktu yang diperlukan untuk mengurangi populasi sebanyak 90% pada suhu tertent atau waktu yang diperlukan untuk merubah sebesar 1 log cycle dalam kurva kecepatan destruksi mikrobia. Makin besar nilai D berarti 82

10 mikrobia tersebut makin besar ketahanannya terhadap panas. Jika D ditentukan pada suhu F, maka sering dinyatakan sebagai D r. Pengaruh ph terhadap nilai D spora C. botulinum pada berbagai produk pangan dengan pemanasan F dapat dilihat pada Tabel 6.5. Tabel Pengaruh ph terhadap nilai D spora C. botulinum pada bergai produk pangan dengan pemanasan F ph D value (mnt) C.botulinum F Spagheti, saus tomat, keju Macaroni Creole Spanish rice 4 0,128 0,127 0,117 4,6 0,223 0,232 0, ,260 0,306 0, ,515 0,568 0,550 Jika jumlah spora mula-mula 100 spora, maka penurunan sebesar 90% ialah 90 x 100 spora = 90 spora, dengan kata lain setelah waktu pemanasan 100 tertentu tinggal 10 spora. Dapat pula dimisalkan perubahan dari 10 7 sel berkurang menjadi 10 6 sel ( log 10 7 sel log 10 6 sel = 1 log cycle), berarti waktu yang diperlukan untuk merubah sejumlah sel 90% atau 1 log cycle tersebut sebagai besarnya nilai D. Waktu pemanasan 83

11 log Σ bakteri Dt 0 C = 4 mnt D t Waktu pemanasan (mnt) 3. Z. Value Nilai D suatu jenis mikrobia akan berbeda dengan suhu pemanasan yang berbeda. Ketahanan panas pada suhu yang berbeda ini dapat digambarkan pada liku TDT dengan nilai D sebagai sebagai ordinat dan suhu pemanasan sebagai absisnya. Besarnya kenaikan suhu ( o F) yang dibutuhkan dalam suatu liku TDT untuk melalui harga D satu satuan log disebut dengan nilai Z. Dengan kata lain, nilai Z ialah besarnya suhu yang diperlukan untuk merubah (bisa naik atau turun) sebesar 1 log cycle nilai D. nilai D dan Z ini sangat penting artinya perhitungan-perhitungan proses pemanasan. Perbandingan daya tahan terhadap panas dari beberapa jenis bakteri dan spora bakteri yang penting dalam kerusakan makanan kaleng terlihat pada Tabel D 1 0, Z Σnilai Z = 15 0 C 100 D 10, ,3 0,65 Z =17, Suhu Pemanasan Suhu Pemanasan 84

12 Tabel Perbandingan daya tahan terhadap panas beberapa organism yang penting dalam kerusakan makanan kaleng Kelompok mikorganisme Pekiraan kisaran daya terhadap panas D (menit) z (kisaran 0 C) Bahan pangan berasam sedang dan rendah (ph di atas 4,5) Thermofilik ( spora ), Flat D 121 sour B.stearothermofilus 4,0 5,0 7,6 12,1 Pembusuk bentuk gas C. Thermosaccharolyticum 3,0 4,0 8,8 12,1 Pembusuk pembentuk sulfite C. nigrificans 2,0 3,0 8,8 12,1 Mesofilik ( spora) Pembusuk aneorobik C. botulinum (tipe A,B) 0,1 0,20 7,6 10,0 Sporogenus 0,1 1,5 7,6 10,0 (termasuk PA 3679) Bahan pangan asam (ph 3,7 atau 4.0-4,5) Thermofilik (spora) 0,01 0,07 7,6 10,0 B.Thermoacidurans (fakultatif mesofilik) Mesofilik (spora) D 100 B. polymixa, B. macerans 0,10 0,50 6,5 8,8 Anaerobic butirik C. Pasteurianum 0,10 0,50 6,5 8,8 Bahan pangan berasam tinggi (ph dibawah 3,7 atau 4,0) Mesofilik bakteri tidak berspora d 65 Lactobacillus,Leuconostoc spp, ragi, jamur 0,5 1,0 4,4 5,5 85

13 4. F 0 Value F 0 adalah waktu yang diperlukan untuk mematikan / membunuh sejumlah spora/bakteri tertentu pada suhu 121,21 0 C atau F dengan nilai Z sebesar 10 0 C atau 18 0 F. Besarnya suhu dan Z tersebut digunakan sebagai referensi. Menurut Esty dan Meyer serta Townsend, nilai F 0 untuk Clostridium botunum adalah 2,45. Nilai ini dihitung pada larutan buffer fosfat sebagai media pemanas. Dengan demikian nilai F 0 untuk medium yang lain misalnya pada bahan pangan dapat ditentukan dengan metoda the inoculated pack system sebagai modifikasi metoda kaleng. Untuk mengamankan produk pangan yang dikalengkan biasa digunakan konsep 12 D atau faktor 12 decimal value. Dengan demikian pada konsep ini diterapkan pengurangan sampai dari jumlah sel/spora mikrobia mula-mula. Menurut Stumbo (1973), pada proses pengalengan makanan apabila tiap kaleng sudah mengandung 1 spora / sel mikrobia, maka hal ini menunjukkan sanitasi yang buruk, maka nilai Fo dapat dihitung. Fo = Dr (log a log b) Fo = 0,21 (log 1 log ) Fo = 0,21 x 12 = 2,52 (menit) Pemanasan selama 2,52 menit pada F (Dr) dapat mengurangi spora C. botulinum menjadi 1 spora atau 1 kaleng kemungkinan / probabilitas terjadi (masih hidup) dari kaleng. Dalam praktek proses termal, Fo yang diberikan sering lebih lama dari nilai Fo teoritis. Hal ini ada kekawatiran jangan-jangan produk yang dipanaskan belum steril.tentu saja ini akan memboroskan energi dan dapat merusak atribut mutu bahan pangan yang dikalengkan. Bahan makanan yang bersifat asam biasanya (yoghurt, kefir, picles) diproses dengan konsep 5 6 D. 86

14 100 D value of Fi 10 Log D2 Log D1 = 1.00 D 1 1 0, Temperature ( 0 F) Gambar 6.1. Kurva TDT pada F dengan D 1 menit 5. Thermal Death Time Kurva Sebagaimana dijelaskan terdahulu nilai D dapat diperoleh dari kurva Thermal Death Time. Ketahanan spora dari mikrobia termofil dan mesofil dapat dibandingkan dengan menggunakan nilai Dr (menit) dari mikrobia berikut. B. stearothermoplhilus 4 5 2,52 menit C. thermosccharolyticum 3 4 C. negrificaus 2 3 C. botulinum (tipe A + B) 0,1-0,2 C. sporagenes 0,1-1,5 B. coagolans 0,01-0,07 87

15 E. Cara-Cara Pengukuran Ketahanan Terhadap Panas Daya tahan sel atau spora mikrobia terhadap panas dapat ditentukan dengan beberapa macam cara. Pada prinsipnya ada dua metoda dasar yaitu successive sampling system dan multiple replicate unit testing system. Pada metoda yang pertama dasarnya adalah memanaskan suatu inokulum dalam suatu wadah. setiap interval waktu tertentu diambil sejumlah cuplikan kemudian ditumbuhkan dengan metode SPC (Standart Plate Count Method). Ketahanan terhadap panas dinyatakan dengan hubungan antara pengurangan jumlah (destruksi) dengan lama pemanasan. 1. Metode Successive Sampling System Ada empat macam cara yang telah dikembangkan dari metoda successive sampling system, yaitu a. Pemanasan dalam wadah gelas (flash method), b. Pemanasan dengn menggunakan tanki(tank method), c. Atmospheric mixing method dan d. Nitrogen pressure mixing method. Pemanasan Dengan Wadah Gelas (Flash Method) Pengukuran ketahanan panas dengan metoda ini dikerjakan dengan menggunakan botol Woulff, yaitu suatu wadah gelas yang mempunyai 3 leher menyempit, masing-masing untuk memasukkan pengaduk, thermometer dan untuk memasukkan inokulum serta untuk mengambil cuplikan. Semua leher ditutup dengan karet penutup atau kapas sehingga tidak terjadi kontaminasi selama percobaan. Botol beserta isinya kemudian dipanaskan dengan pemanas yang suhunya dapat dikontrol dengan termostat.selama pemanasan dilakukan pengadukan. Setelah suhu didalam botol stabil inokulum dimasukkan sambil pengadukan berjalan terus. Tiap interval 88

16 waktu tertentu diambil cuplikan kemudian ditumbuhkan pada medium yang sesuai dan dihitung jumlah spora yang masih hidup. Pemanasan Dengan Tangki (Tank Method) Pada pengukuran ketahanan panas dengan metoda ini dipergunakan tabung khusus yang terbuat dari logam nirkarat (stainless steel), bergaris tengah 4 inci dengan tingginya 4,5 inci. Tabung ini merupakan tabung utama yang pada bagian luarnya setinggi 2 inci diberi tabung penutup yang berjarak 0,75 inci dari tabung utama. Antara tabung penutup dan tabung utama terdapat rongga yang dapat diisi dengan uap panas. Tabung utama diberi tutup yang terbuat dari karet yang mempunyai 4 lubang, masing-masing untuk memasang thermometer, pengaduk, pengeluaran gas dan pengambilan cuplikan. Setelah tabung diisi dengan substrat dan inokulus, segera dipanaskan. Perlakuan pemanasan dilakukan sedemikian rupa, supaya suhu pemanas C. ( F) dapat dicapai dalam waktu 2,5 menit. Atmosferic Mixing Method Metode ini dikembangkan khusus untuk proses pasteurisasi. Alat yang digunakan sangat sederhana, yaitu suatu gelas piala yang berkapasitas 4 liter. Ke dalam gelas piala ini dimasukkan pipa yang dapat dilalui oleh air pemanas. Susu atau bahan cair lain yang akan digunakan untuk percobaan tang telah steril dimasukkan kedalam gelas piala kemudian dipanaskan. Setiap 200 ml bahan ditambahkan 1 ml inokulum. Pada setiap interval waktu tertentu diambil contoh untuk ditumbuhkan pada medium yang sesuai. Nitrogen Pressure Mixing Method Metode ini merupakan modifikasi dari metode Atmoferic mixing method. Pada prinsipnya gas nitrogen dengan tekanan rendah diberikan diatas permukaan medium cair yang telah diinokulasi dengan sel atau spora bakteri, dengan maksud untuk menjaga agar supaya suhu pemanasan tidak banyak berubah. Sebagai pemanas digunakan uap panas yang dialirkan melalui pipa-pipa pemanas yang diletakkan 89

17 dalam wadah yang dipergunakan untuk percobaan. Pengambilan contoh selama pemanasan dilakukan seperti pada metoda-metoda yang lain. 2. Metode Multiple Replicate Unit Testing System Untuk metoda yang kedua yaitu multiple replicate unit testing system dikembangkan menjadi beberapa cara, diantaranya: 1. Metode tabung gelas, 2. Metoda tabung kapiler, 3. Metoda kaleng dan 4. Metoda Thermoresistometer. Metoda Tabung Gelas Alat yang digunakan adalah tabung reaksi kecil, dengan garis tengah kurang 7-10 mm. kedalam tabung dimasukkan spora-spora bakteri yang telah disuspensikan kedalam buffer fosfat netral sebanyak 2 ml. buffer fosfat dapat diganti dengan air, kultur media ataupun bahan acir lain yang dikehendaki. Tabung kemudian ditutup rapat kemudian dipanaskan dengan penangas minyak yang suhunya dikontrol dengan thermostat. Suhu pemanasan antara ,1 0 C. Setelah pemanasan selesai segera dilakukan pendinginan pada suhu 21,1 0 C. Tutup tabung dibuka, isinya dipindahkan secara apsetik kedalam medium untuk melihat pertumbuhannya. Biasanya digunakan satu seri tabung yang terdiri atas 10 tabung untuk tiap pemanasan. Evaluasi dilakukan dengan melihat sampai seberapa jauh pemanasan dapat menghasilkan hanya satu tabung saja yang tumbuh. Metoda ini sering disebut metoda tumbuh atau tidak tumbuh (growth or no grwth method). Stumbo memuat hubungan antara waktu pemanasan, nilai D dan jumlah mikrobia awal dan jumlah mikrobia setelah pemanasan: U = F = D ( log a + P) D = nilai D (Decimal Reduction Time) a = jumlah awal mikrobia 90

18 P =log 1/b, dimana b adalah mikroorganime yang masih hidup setelah pemanasan selama U menit. Metoda Tabung Kapiler Metoda tabung kapiler merupakan modifikasi metoda tabung gelas untuk mengurangi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada metoda tersebut. Metoda ini mempergunakan tabung kecil. Sehingga panas yang diberikan dapat merata ke seluruh bagian medium. Tabung kapiler ini berukuran panjang 3 inci diameter dalam 0,8 mm dan diameter luarnya 1,5 mm.setelah diisi inokulum sebanyak 0,01 ml dengan mempergunakan syringe, tabung ditutup rapat dengan memanaskan ujungnya. Kemudian dipanaskan dalam waktu tertentu, kemudian tabun kapiler dipecah diatas medium perkecambahan, kemudian diinkubasi dan diamati. Metoda Kaleng Kaleng dari logam special yang mempunyai garis tengah 2,5 inci dan tinggi 0, 375 inci, merupakan alat utama untuk penentuan ketahanan panas dengan metoda kaleng. Metoda ini dikembangkan oleh American Can Company pda tahun Karena wadah yang dipergunakan adalah kaleng, memberikan kemungkinan untuk mengadakan penelitian ketahanan panas bacteria dalam bahan makanan padat maupun cairan kental yang tidak mungkin dimasukkan ke dalam tabung gelas maupun tabung kapiler. Sebelum digunakan kaleng harus dibersihkan dan disterilkan. Seri-seri kaleng kemudian dipanaskan sesuai dengan suhu yang dikehendaki. Setiap interval waktu tertentu satu seri kaleng diangkat dan di inkubasi pada suhu yang sesuai. Evaluasi didasarkan pada terdapat tidaknya kaleng yang menggelembung. Jika ada kaleng yan menggelembung berarti sel atau spora masih dapat tumbuh. Metoda Thermoresistometer Thermoresistometer merupakan alat yang agak kompleks terdiri atas tiga buah tangki yang dihubungkan dengan pipa-pipa sehingga dapat disterilkan bersama-sama dengan uap panas bertekanan. Kaleng-kaleng yang dipergunakan untuk pengujian dapat keluar masuk secara otomatis. Suhu pemanasan harus dicapai pada waktu yang 91

19 sangat singkat untuk memperpendek waktu adaptasinya. Umumnya diperlukan suhu ,17 0 C dan harus dicapai dalam waktu 0,02 menit. Pengambilan contoh harus dilakukan dengan cepat untuk mengurangi pengaruh perubahan suhu yang disebabkan terlalu lamanya alat dibuka. Keuntungan metoda ini adalah waktu lag yang sangat pendek sehingga kesalahan yang disebabkan oleh panjangnya waktu lag dapat diperbaiki. Sebagai contoh perhitungan nilai D, berikut disajikan data hasil pemanasan puree terhadap bakteri anaerob ( Tabel 6.7). Berdasarkan data tersebut diatas, umumnya dikatakan bahwa waktu destruksi pada suhu F (121,1 0 F) adalah 6 menit, atau ada yang mengatakan waktu destruksi tersebut adalah 5,5 menit. Namun apabila digunakan persamaan : U=D (log a + P), akan diperoleh suatu informasi yang lebih nyata. Jika jumlah sampel yang dipanaskan untuk setiap interval waktu pemanasan adalah 12, dan tiap sampel memuat spora, maka untuk setiap interval waktu pemanasan jumlah spora yang dipanaskan adalah spora, maka U = D ( log P). Untuk pemanasan selama 5 menit, P adlah log 1/3, sehingga 5 = D ( log log 1/3) 5 D = Log (log 1 log 3) D = 1,137 menit Tabel 6.7. Ketahanan panas bakteri anaerobik penyebab pembusukan pada pureed canned peas, yang dipanaskan pada suhu F* Jumlah sempel yang dipanaskan untuk setiap interval waktu pemanasan Lama waktu pemanasan (menit) Jumlah sempel yang menunjukkan adanya pertumbuhan setelah pemanasan 92

20 12 1, , , , , , , , ,00 0 *Tiap sampel memiliki konsentrasi awal spora Jika waktu pemanasan selama 6 menit disubsitusikan pada persamaan tersebut, maka besarnya P adalah : 6 = 1,137 (log P) P = 0,404 P = log 1/b, dimana b adalah spora yang masih hidup setelah pemanasan. Jika P = log 1/b =0,404, maka 1/b=2,536 sehingga besarnya nilai b, yaitu jumlah spora yang masih hidup adalah 1/2,536. Angka terakhir ini diartikan atau diinterpresentasikan bahwa masih ada satu spora yang hidup untuk setiap 2,536 volume bahan makanan, dan setiap volume memuat spora apabila bahan tersebut dipanaskan pada suhu F (121,1 0 C) selama 6 menit. Berdasarkan prinsip ini dikatakan bahwa jumlah sel atau spora yang hidup tidak akan pernah mencapai 0, akan tetapi menjadi sangat kecil, misalnya 1 dalam 100 liter, 1 dalam 1000 liter, 1 dalam liter dan seterusnya. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa setiap metoda pasti memuat kemungkinan kesalahan, dan besar kecilnya kesalahan pada penentuan ketahanan panas ini tergantung pada jumlah ulangan dan jarak atau interval waktu pemanasan. 93

21 Liku Ketahanan Hidup Mikrobia Sebagaimana dijelaskan terdahulu kurva hubungan jumlah sel yang di-log (sebagi ordinat) dengan waktu pemanasan (sebagai absis), jika dilakukan proses termal dimana suhu yang diterapkan di atas suhu yang tidak dapat ditoleransi akan memliki garis lurus (Gambar a). Tetapi kurva ketahanan hidup sel / spora dapat tidak normal, karena adanya aktivasi, germinasi, dan pertumbuhan spora akibat pemanasan dimana pada suhu tersebut menguntungan bagi pertumbuhan spora tersebut, meskipun setelahnya akan mengalami kematian karena berbentuk sel vegetatif yang dapat mati pada suhu paparan (Gambar B). Jika jumlah sel yang bertambah seimbang dengan jumlah sel yang mati pada wal pemanasan, kurva akan berupa Gambar (C). Sedangkan jika berupa mikrobia campuran (mixed), ada yang resisten dan ada yang sensifit, maka bentuk kurva merupakan resultan dari mikrobia yang ada dan ditunjukkan pada Gambar (D). Σ Sel hidup Normal Σ Sel hidup A B t 0 pemanasan C D Tugas untuk dikumpul: Hitung nilai D 1. sel awal 10 9 sel/ml setelah dipanaskan pada 90 0 C tinggal 10 2 sel/ml; t pemanasan = 60 menit, berapa nilai D? 94

22 2. Hitung nilai D C; jika diketahui D C = 0,6 menit, Z value = 10 0 C. Berapa waktu yang diperlukan mengurangi populasi sel sebesar 5 log cycle pada C. Jawab : dikumpulkan ketika tatap muka or di kan ke wisnuway7@yahoo.com 95

BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI

BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN: 1. Mikrobia penyebab kerusakan dan mikrobia patogen yang dimatikan. 2. Panas tidak boleh menurunkan nilai gizi / merusak komponen

Lebih terperinci

VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI

VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI Penggunaan suhu tinggi untuk pengawetan makanan secara umum dapat digolongkan menjadi 2 kategori yaitu : pasteurisasi dan sterilisasi. - Pasteurisasi - Pasteurisasi

Lebih terperinci

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah sangat familier dalam aktivitas

Lebih terperinci

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI

BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI PENGOLAHAN TERMAL I BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI TIM DOSEN PENGAMPU BRAWIJAYA UNIVERSITY 2013 outline 1 PENDAHULUAN 4 STERILISASI 3 PASTEURISASI 2 BLANCHING PENDAHULUAN MERUPAKAN PROSES THERMAL

Lebih terperinci

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 2 Merupakan proses thermal yang menggunakan suhu Blansing: perlakuan pendahuluan pada buah dan sayuran Pasteurisasi dan sterilisasi merupakan proses pengawetan pangan 3 Blansing air panas Blansing uap

Lebih terperinci

Pengolahan dengan Suhu Tinggi

Pengolahan dengan Suhu Tinggi Program Studi Teknologi Pangan Internationally Recognized Undergraduate Program by IFT & IUFoST FTP 200 Pengantar Teknologi Pertanian Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut

Lebih terperinci

STERILISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1

STERILISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 STERILISASI Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 DEFINISI Proses mematikan mikroba Ada dua jenis Sterilisasi total Sterilisasi komersial Teti Estiasih - THP - FTP - UB 2 STERILISASI KOMERSIAL Kondisi dimana

Lebih terperinci

Departemen Ilmu & Teknologi Pangan - IPB

Departemen Ilmu & Teknologi Pangan - IPB TOPIK 6 Sub-topik 6.2. Parameter Ketahanan Panas Mikroba KECUKUPAN PROSES TERMAL Harus tahu kombinasi suhu-waktu yang diperlukan untuk memusnahkan the most heat resistant pathogen and/or spoilage organism

Lebih terperinci

Inokulum adalah bahan padat/cair yang mengandung mikrobia/spora/enzim yang ditambahkan kedalam substrat/media fermentasi

Inokulum adalah bahan padat/cair yang mengandung mikrobia/spora/enzim yang ditambahkan kedalam substrat/media fermentasi INOKULUM Inokulum adalah bahan padat/cair yang mengandung mikrobia/spora/enzim yang ditambahkan kedalam substrat/media fermentasi Kriteria inokulum untuk industri : 1. Kultur mikrobia sehat dan aktif (dalam

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MIKROORGANISME

PENGENDALIAN MIKROORGANISME PENGENDALIAN MIKROORGANISME 1 MIKROORGANISME Menimbulkan penyakit Infeksi ringan-berat- kematian Mencemari makanan, minuman, kosmetik, obat dan sediaan farmasi Perubahan secara kimia Tidak dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan antara lain : oven, autoklap, ph meter, spatula, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 o C) dengan tujuan

Lebih terperinci

PASTEURISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1

PASTEURISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 PASTEURISASI Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 DEFINISI Merupakan perlakuan panas yang bertujuan membunuh mikroba patogen dan pembusuk, serta inaktivasi enzim Proses termal pada produk pangan dengan tujuan

Lebih terperinci

Pengolahan dengan suhu tinggi

Pengolahan dengan suhu tinggi Pengolahan dengan suhu tinggi Kompetensi dasar Mahasiswa memahami teknologi pemanasan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pemanasan terhadap mutu pangan Indikator Setelah

Lebih terperinci

A. Isolasi Mikrobia merupakan proses pemisahan mikrobia dari lingkungannya di alam dan menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam medium buatan harus

A. Isolasi Mikrobia merupakan proses pemisahan mikrobia dari lingkungannya di alam dan menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam medium buatan harus A. Isolasi Mikrobia merupakan proses pemisahan mikrobia dari lingkungannya di alam dan menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam medium buatan harus diketahui cara-cara penumbuhan mikrobia pada media biakan

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 Teknologi Pengawetan dan Produk Susu Cair (Lanjutan). Pengaruh Pasteurisasi (pemanasan) terhadap sifat fisik dan kimia susu Pemanasan dapat

Lebih terperinci

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan PENGAWETAN MAKANAN DENGAN SUHU TINGGI DAN SUHU RENDAH Pengertian Pengawetan makanan salah satu cara pengolahan pangan yg sering dilakukan untuk mencegah kerusakan bahan pangan & menjaga kualitasnya. Cara

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI SITI AMINAH FIKKES - UNIMUS

PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI SITI AMINAH FIKKES - UNIMUS PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI SITI AMINAH FIKKES - UNIMUS KLASIFIKASI TEKNOLOGI PANGAN KLASIFIKASI BERDASARKAN TUJUAN menciptakan makanan yang aman mengendalikan kontaminasi yaitu

Lebih terperinci

TEKNOLOGI HASIL TERNAK. Kuliah ke 2

TEKNOLOGI HASIL TERNAK. Kuliah ke 2 TEKNOLOGI HASIL TERNAK Kuliah ke 2 METODE PRESERVASI DAGING, SUSU DAN TELUR 1. Penggunaan panas atau PROSES TERMAL (THERMAL PROCESSING) 2. Penurunan suhu atau PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN (COOLING AND FREEZING)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Cikaret, Bogor dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra 240210080133 BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra 240210080133 BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Pada praktikum ini membahas mengenai Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme Selama Proses Aging Keju. Keju terbuat dari bahan baku susu, baik susu sapi, kambing, atau kerbau. Proses pembuatannya

Lebih terperinci

METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA

METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA 1. Metabolisme Aerobik dan Anaerobik Proses metabolisme: a. Katabolisme: reaksi eksergonik (Penguraian Senyawa Karbohidrat energi). Contoh: respirasi asam piruvat,

Lebih terperinci

Homogenisasi, Separasi, Susu Steril

Homogenisasi, Separasi, Susu Steril PENGOLAHAN SUSU Homogenisasi, Separasi, Susu Steril Materi 10 TATAP MUKA KE-10 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cheddar digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cheddar digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cheddar digunakan peralatan antara lain : oven, autoclave, ph meter, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain media penyegaran mikroba, media pertumbuhan, media pemupukan mikroba, pengencer, medium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan Laboratorium Kimia Universitas

Lebih terperinci

Factors influencing microbial growth. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

Factors influencing microbial growth. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Factors influencing microbial growth Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Factors related to microbial growth Intrinsic Factor: ph, moisture content, Redox Potential, nutrition content, antimicrobial

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Prosedur Penelitian

BAB III METODOLOGI. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Prosedur Penelitian BAB III METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan Agustus dan November 2011, yang berlokasi di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Bab IV Hasil Dan Pembahasan Bab IV Hasil Dan Pembahasan IV.1 Reaktor dan Proses Pengkomposan Skala Kecil IV.1.1 Reaktor Kompos Desain awal reaktor pengkomposan merupakan konsep sederhana dari tempat sampah biasa yang memiliki lubang

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-3

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-3 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-3 Mikrobiologi Susu Bakteri dalam susu, bakteri dalam susu dapat berasal dari sapi itu sendiri atau berasal dari luar. Dari sapi itu sendiri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

PENGONTROLAN MIKROBA DALAM MAKANAN MIKROBIOLOGI MAKANAN PROGRAM STUDI MIKROBIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

PENGONTROLAN MIKROBA DALAM MAKANAN MIKROBIOLOGI MAKANAN PROGRAM STUDI MIKROBIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG PENGONTROLAN MIKROBA DALAM MAKANAN MIKROBIOLOGI MAKANAN PROGRAM STUDI MIKROBIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Pengendalian pertumbuhan mikroba Pengendalian pertumbuhan

Lebih terperinci

PENGAWETAN. Pengawetan Termal Pengawetan Non Thermal. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Pengolahan Non Thermal 1. Pengolahan Non Thermal

PENGAWETAN. Pengawetan Termal Pengawetan Non Thermal. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Pengolahan Non Thermal 1. Pengolahan Non Thermal Pengolahan Non Thermal PENGAWETAN Pengawetan Termal Pengawetan Non Thermal Tujuan Pengolahan Pangan Termal Mematikan bakteri patogen & organisme pembusuk Merubah tekstur, warna, rasa Meningkatkan daya

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER

PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER Ninik Lintang Edi Wahyuni Teknik Kimia - Politeknik Negeri Bandung Jl Gegerkalong Hilir Ciwaruga, Bandung 40012 Telp/fax :

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Sulfahri ( ) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si.

Disusun Oleh : Sulfahri ( ) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si. SIDANG TUGAS AKHIR (SB 091385) Disusun Oleh : Sulfahri (1507100022) Desen Pembimbing Ir. Sri Nurhatika, MP. Tutik Nurhidayati, S.Si.M.Si. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rajungan (Portunus pelagicus) Rajungan (Portunus pelagicus) disebut juga blue swimmimg crab atau kepiting berenang merupakan salah satu jenis crustacea (berkulit keras) yang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 32 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2015 di Laboratorium Teknologi Pakan dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-4

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-4 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-4 Teknologi Pengawetan dan Produk Susu Cair Sebelum membahas produk susu cair akan dijelaskan perlakuan sebelum susu diolah yaitu susu sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Untuk lebih memudahkan prosedur kerja pembuatan crude papain dan

BAB III METODOLOGI. Untuk lebih memudahkan prosedur kerja pembuatan crude papain dan BAB III METODOLOGI 31 Bagan Alir Penelitian Untuk lebih memudahkan prosedur kerja pembuatan crude papain dan pembuatan keju cottage, maka di bawah ini dibuat bagan alir prosedur kerja yaitu prosedur preparsi

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN VI. PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 23 Mei 2011 mengenai pengujian mikroorganisme termodurik pada produk pemanasan. Praktikum ini dilakukan agar praktikan dapat membuat perhitungan SPC dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, diperoleh hasil pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 : Hasil pengukuran

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

PERTUMBUHAN JASAD RENIK PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO

PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO Rahardyan Dina Natalia(L2C307052) dan Sulvia Parjuningtyas(L2C307061) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln.

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam

BAB III METODA PENELITIAN. Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Metoda Percobaan Rancangan analisis data pada penelitian ini menggunakan faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK), desain faktorialnya 4 x 4 dengan tiga kali ulangan.

Lebih terperinci

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk Firman Jaya 2 Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk 3 4

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium sulfat dalam menghasilkan enzim bromelin dan aplikasinya sebagai koagulan pada produksi keju. 3.1

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Hasil Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang berasal dari daerah Sumalata, Kabupaten Gorontalo utara. 4.1.1 Hasil Ektraksi Daun Sirsak

Lebih terperinci

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN 1 MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN Pengalengan Metode pengawetan dengan pengalengan ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nasi Goreng Beras merupakan salah satu sumber makanan pokok yang biasa dikonsumsi masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Beras sebagaimana bulir serealia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Pengalengan nasi beserta lauk telah dilakukan di Filipina. Di Filipina nasi dan sosis babi kaleng diproduksi untuk kebutuhan anggota militer saat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nasi Uduk Makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia adalah nasi. Menurut Kristiatuti dan Rita (2004) makanan pokok adalah makanan yang dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental, tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laboratorium Teknologi Pangan dan laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Mikroba Patogen dan Pembusuk Potensial Identifikasi mikroba target dilakukan dengan mengidentifikasi cemaran mikroba di dalam nata de coco, yaitu dengan melakukan analisis mikrobiologi

Lebih terperinci

PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SUSU, TELUR DAN DAGING PASCA PANEN

PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SUSU, TELUR DAN DAGING PASCA PANEN PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA SUSU, TELUR DAN DAGING PASCA PANEN Pertemuan Minggu ke 6 Kelas B Juni Sumarmono & Kusuma Widayaka ILMU PASCAPANEN PETERNAKAN 2017 Kualitas Baik Edible (dapat dimakan)

Lebih terperinci

Chemistry In Our Daily Life

Chemistry In Our Daily Life Chemistry In Our Daily Life Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS Jumiati Catur Ningtyas*, Adam M. Ramadhan, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

METODE PENELITIAN. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung dari bulan Juni 2011 sampai dengan Januari 2012

Lebih terperinci

Preparasi Sampel. Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3.

Preparasi Sampel. Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3. Preparasi Sampel Disampaikan pada Kuliah Analisis Senyawa Kimia Pertemuan Ke 3 siti_marwati@uny.ac.id Penarikan Sampel (Sampling) Tujuan sampling : mengambil sampel yang representatif untuk penyelidikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

I. PERTUMBUHAN MIKROBA

I. PERTUMBUHAN MIKROBA I. PERTUMBUHAN MIKROBA Pertumbuhan adalah penambahan secara teratur semua komponen sel suatu jasad. Pembelahan sel adalah hasil dari pembelahan sel. Pada jasad bersel tunggal (uniseluler), pembelahan atau

Lebih terperinci

Prosedur pembuatan suspensi alginat

Prosedur pembuatan suspensi alginat LAMPIRA 39 Lampiran 1. Prosedur pembuatan suspensi alginat 1. Pembuatan suspensi alginat tanpa filler Aquades Na-alginat Pencampuran Sterilisasi 121 o C, 15 menit Pendinginan suhu ruang Suspensi alginat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN KULIAH KE-9: PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN DASAR PROSES TERMAL PUSTAKA:

Lebih terperinci

bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dan buah pisang yang sudah matang (Musa paradisiaca) yang diperoleh dari petani yang ada di Gedong Tataan dan starter

bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dan buah pisang yang sudah matang (Musa paradisiaca) yang diperoleh dari petani yang ada di Gedong Tataan dan starter 1 III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu Erlenmeyer, 1.2. Bahan beaker glass, tabung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental yang dilakukan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental yang dilakukan untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian kefir dari susu sapi dengan kualitas terbaik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

Penyiapan Kultur Starter. Bioindustri Minggu 6 Oleh : Sri Kumalaningsih, dkk

Penyiapan Kultur Starter. Bioindustri Minggu 6 Oleh : Sri Kumalaningsih, dkk Penyiapan Kultur Starter Bioindustri Minggu 6 Oleh : Sri Kumalaningsih, dkk Pendahuluan Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi barang dan jasa dengan menggunakan mikroorganisme diantaranya

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-9

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-9 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-9 Produk Susu Evaporasi dan Konsentrasi (Lanjutan) Sweetened Condenced Mttk (Susu kental Manis) Sweeted condenced milk adalah pengurangan air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembuatan starter di pondok pesantren pertanian Darul Fallah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembuatan starter di pondok pesantren pertanian Darul Fallah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Proses Pembuatan Starter Proses pembuatan starter di pondok pesantren pertanian Darul Fallah bogor meliputi langkah-langkah sebagai berikut, dapat dilihat pada Gambar 1.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KULTIVASI, REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN BAKTERI. ARIF SUPENDI, M.Si.

KULTIVASI, REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN BAKTERI. ARIF SUPENDI, M.Si. KULTIVASI, REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN BAKTERI ARIF SUPENDI, M.Si. Berdasarkan zat hara yang diperlukan bakteri : 1. Sumber energi : - Kemotrofik : energi dari bahan kimia - Fototrofik : energi dari cahaya

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990). BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Enzim menjadi primadona industri bioteknologi karena penggunaanya dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk yang mempunyai nilai ekonomis

Lebih terperinci

MO aerob pertumbuhan MO perlu bantuan O2 MO anaerob pertumbuhan MO tanpa bantuan O2 MO aerob obligat pertumbuhan MO harus ada O2

MO aerob pertumbuhan MO perlu bantuan O2 MO anaerob pertumbuhan MO tanpa bantuan O2 MO aerob obligat pertumbuhan MO harus ada O2 1. SUHU. Mikrobia dpt tumbuh pd kisaran suhu yg sangat lebar. Meskipun MO memiliki suhu pertumbuhan optimum yaitu suhu yg dpt memberikan laju / kecepatan reproduksi tertinggi yg dapat dicapai MO yg tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. SPESIFIKASI BAHAN PENELITIAN

LAMPIRAN 1. SPESIFIKASI BAHAN PENELITIAN LAMPIRAN 1. SPESIFIKASI BAHAN PENELITIAN A. Spesifikasi Susu Skim Bubuk Oldenburger Komponen Satuan Jumlah (per 100g bahan) Air g 3,6 Energi kj 1480 Protein g 34,5 Lemak g 0,8 Karbohidrat g 53,3 Mineral

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan Jumlah dan jenis populasi mikroorganisme yang terdapat pada berbagai produk perikanan sangat spesifik. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci