BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Leony Widjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rajungan (Portunus pelagicus) Rajungan (Portunus pelagicus) disebut juga blue swimmimg crab atau kepiting berenang merupakan salah satu jenis crustacea (berkulit keras) yang memiliki anatomi yang berbeda dengan ikan. Dagingnya terbungkus oleh suatu lapisan kulit daging yang terletak di bawah kulit keras (cangkang/karapas). Rajungan memiliki cangkang atau karapas yang melebar ke samping, kaki bercapit yang panjang dan runcing (Juwana dan Romimohtarto, 2000). Rajungan seperti halnya produk perikanan lainnya merupakan bahan pangan yang mudah rusak dan membusuk (perishable). Rajungan yang baru ditangkap dalam beberapa jam saja bila tidak diberi perlakuan atau penanganan yang tepat maka mutunya akan menurun. Penanganan harus segera dilakukan sejak ditangkap dengan perlakuan suhu rendah dan memperhatikan faktor kebersihan dan kesehatan (Anggawati, 2002). Menurut Purwaningsih et al. (2005) daging rajungan rebus dingin dengan nilai organoleptik 6,5 (kriteria 1-9), batas maksimum penyimpanan di dalam suhu kamar adalah 5 jam. Penanganan dan pengolahan rajungan pasca tangkap oleh nelayan atau pengumpul meliputi pencucian, perebusan atau pengukusan, pengambilan daging (picking) dan pengepakan. Selanjutnya daging rajungan umumnya didistribusikan ke industri pengalengan untuk diproses menjadi rajungan pasteurisasi dalam kaleng. Proses penanganan dan pengolahan di industri pengalengan meliputi penerimaan bahan baku daging rajungan, sortasi, pengisian daging dalam kaleng, penimbangan, penutupan kaleng, pasteurisasi, pengepakan dan penyimpanan dingin (Windika, 2007). Rajungan sebagai bahan baku pasteurisasi dalam kaleng harus memenuhi persyaratan yaitu bersih, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan. Bahan baku dalam bentuk utuh 5
2 memiliki kenampakan bersih, cemerlang, antar ruas kokoh dan kuat serta bau segar spesifik jenis. Sedangkan mutu organoleptik dalam bentuk daging memiliki kenampakan bersih dan cemerlang, bau segar spesifik jenis serta tekstur padat dan kompak (SNI :2010). Persyaratan mutu bahan baku daging rajungan rebus dingin dari segi cemaran mikroba yaitu angka lempeng total (ALT) maksimum 5x10 5 koloni/g (SNI ). Sedangkan cemaran mikroba daging rajungan kaleng pasteurisasi maksimum angka lempeng total (ALT) adalah 1x10 4 koloni/g (SNI :2010). B. Mikroorganisme Penyebab Kerusakan Produk Perikanan Mikroorganisme penyebab kerusakan makanan adalah bakteri, kapang dan khamir. Organisme utama penyebab kerusakan pada produk perikanan adalah bakteri karena kondisi produk perikanan memang cocok untuk pertumbuhan bakteri (Adawyah, 2007). Kecepatan kerusakan mikrobiologis hasil perikanan tergantung pada kecepatan pertumbuhan mikroba yang ada terutama bakteri pembusuk (Hadiwiyoto, 1993). Banyaknya jumlah mikroba pembusuk mempengaruhi daya simpan produk perikanan. Kebusukan yang terjadi dipengaruhi oleh jenis produk, komposisi, proses thermal, kontaminasi selama pengolahan serta suhu dan waktu penyimpanan (Fardiaz, 1992b). Pada produk olahan ikan yang telah mengalami proses pemanasan, termasuk pengasapan dan penggaraman, bakteri yang masih ada adalah bakteri yang lebih tahan terhadap pemanasan seperti Bacillus, Micrococcus dan beberapa khamir. Uji mikrobiologi terhadap produk olahan ikan dan daging terdiri dari penetapan total mikroorganisme aerobik dengan suhu dan waktu inkubasi yang berbeda-beda tergantung jenis produknya. Misalnya pada suhu 7 o C selama 10 hari untuk menghitung mikroba psikrofilik, suhu 25 o C untuk ikan dan daging segar atau suhu 35 o C untuk produk yang telah mengalami pemanasan (Fardiaz, 1992a). Olgunoglu (2010) meneliti sumber kontaminasi mayor pada pasteurisasi daging rajungan. Pada lima CCP (critical control point) yang berbeda yaitu penerimaan rajungan hidup/segar, pengukusan, pengambilan daging secara manual, setelah penimbangan dan pengalengan serta setelah pasteurisasi/saat penyimpanan dingin. Sampel daging rajungan pada lima 6
3 CCP tersebut diuji total bakteri mesofilik aerobik, Coliform, E. Coli, Staphylococcus aureus, yeast dan mold dengan hasil terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah mikroba pada pengolahan pasteurisasi daging rajungan Tahapan Proses Total bakteri Coliform E. Coli S. aureus Yeast & mesofilik Mold aerobik (log MPN/g) (log MPN/g) (log kol/g) (log kol/g) (log kol/g) Penerimaan rajungan hidup/segar 4,11 negative negatif negatif - Setelah pengukusan 1,08-1,85 negative negatif negatif - Pengambilan daging secara manual 3,55-5,50 1,32-1,62 0,96-1,36 2-3,47 - Setelah penimbangan dan penutupan kaleng 4,50-6,77 1,63-2,32 1,36-2,18 2,95-3,64 - Setelah pasteurisasi 1,37-1,88 negative negatif negatif negative Peralatan (food contact surface) 3,85 2,17 1,24 2,54 negative Peralatan proses 3,64 2,02 0,84 2,3 negative Tangan pekerja 4,18 2,93 2,21 1,4 0,77 Udara lingkungan 2, ,11 Sumber: Olgunoglu (2010) Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa total bakteri, Coliform, E. coli dan S. aureus mulai naik pada tahap pengambilan daging secara manual sampai setelah penimbangan dan penutupan kaleng. Kemudian jumlah bakteri pada peralatan dan tangan pekerja juga tinggi sehingga disimpulkan bahwa tangan pekerja dan peralatan merupakan sumber kontaminan primer, sedangkan udara lingkungan merupakan sumber kontaminan sekunder. Tahapan pasteurisasi mampu mengurangi tingkat kontaminasi secara keseluruhan dan memberikan pengaruh yang positif terhadap mutu mikrobiologi produk akhir. Prosedur sanitasi dan higiene yang benar merupakan cara yang sangat penting untuk mengurangi tingkat kontaminasi mikroba (Olgunoglu, 2010). C. Faktor faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Panas Mikroba Ketahanan panas mikroba dipengaruhi oleh jumlah sel, umur sel, suhu pertumbuhan, air, nilai ph, suhu dan waktu pemanasan (Fardiaz, 1992b). 7
4 1. Jumlah sel mikroba Semakin tinggi jumlah sel mikroba, semakin tinggi tingkat ketahanannya terhadap panas. Mekanisme perlindungan sel terhadap panas di dalam populasi sel yang tinggi karena sel memproduksi protein sebagai komponen pelindung (Fardiaz, 1992b, Supardi dan Sukamto, 1999). 2. Umur sel Sel mikroba lebih tahan panas pada saat pertumbuhannya mencapai fase statis yaitu sel sudah tua dan paling sensitif pada saat sel mengalami fase logaritmik. Sehingga semakin berkurang aktivitas sel mikroba, semakin meningkat ketahanan panasnya (Fardiaz, 1992b). 3. Suhu Pertumbuhan Ketahanan panas mikroba meningkat dengan semakin tingginya suhu inkubasi. Pada suhu inkubasi yang tinggi terjadi seleksi genetik yang merangsang pertumbuhan galur yang lebih tahan panas (Fardiaz, 1992b). 4. Air Ketahanan panas sel mikroba meningkat dengan menurunnya kelembaban atau kandungan air. Pemanasan basah terhadap protein menyebabkan terbentuknya gugus sulfhidril (-SH) yang mengakibatkan peningkatan kapasitas mengikat air oleh protein. Adanya air yang terikat pada protein mempermudah pemecahan ikatan peptida. Pada keadaan kering diperlukan energi lebih tinggi untuk memecah ikatan peptida atau protein lebih sukar terdenaturasi sehingga sel mikroba lebih tahan panas (Fardiaz, 1992b). 5. Nilai ph Mikroba mempunyai ketahanan panas tertinggi pada ph optimum untuk pertumbuhannya yaitu sekitar ph 7,0. Jika ph diturunkan atau dinaikkan menjauhi ph optimum maka ketahanan panas mikroba akan turun (Fardiaz, 1992b, Supardi dan Sukamto, 1999). 6. Suhu dan Waktu Pemanasan Pada suhu yang sama, waktu pemanasan yang lebih lama akan meningkatkan kematian sel mikroba. Semakin tinggi suhu pemanasan, 8
5 kematian sel mikroba semakin besar. Pada suhu yang lebih tinggi, waktu pemanasan yang diperlukan untuk membunuh sejumlah sel semakin singkat (Fardiaz, 1992b). D. Pasteurisasi Proses pengolahan rajungan dengan pasteurisasi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu dan mencegah pembusukan pada rajungan. Menurut Moeljanto (1992) pada dasarnya pasteurisasi sama dengan sterilisasi, tetapi pada pasteurisasi suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi yaitu di bawah 100 o C, biasanya antara o C. Menurut Muchtadi (1989) pasteurisasi adalah proses thermal yang dilakukan pada suhu di bawah 100 o C dengan waktu yang bervariasi, mulai beberapa detik sampai beberapa menit tergantung dari tingginya suhu tersebut. Makin tinggi pasteurisasi, makin singkat proses pemanasannya. Kombinasi suhu dan waktu yang dipakai tergantung ketahanan panas dari mikroba target dan kepekaan atribut mutu pangan terhadap panas. Proses pasteurisasi dengan pemanasan suhu di bawah 100 o C menyebabkan produk tidak steril dan mikroorganisme masih mungkin tumbuh. Konsekuensinya, setelah dipasteurisasi maka produk harus disimpan pada suhu rendah agar pertumbuhan mikroorganisme dapat ditekan dan produk dapat mencapai umur simpan yang ditentukan. Proses pasteurisasi pada produk hasil perikanan biasanya diaplikasikan menggunakan kemasan hermetis (Rippen et al, 1993 dan FDA, 2001). Proses pasteurisasi secara umum dapat mengawetkan produk pangan dengan adanya inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (terutama khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk spora) tetapi hanya sedikit menyebabkan perubahan/penurunan mutu gizi dan organoleptik. Keampuhan proses pemanasan dan peningkatan daya simpan dari proses pasteurisasi dipengaruhi oleh karakteristik pangan terutama nilai ph, kondisi penyimpanan pasca proses, ketahanan panas mikroorganisme dan sporanya terhadap panas, karakteristik pindah panas dan jumlah mikroba awal pada produk (Kusnandar, 2010). 9
6 Rajungan merupakan kelompok bahan pangan berasam rendah (ph 7,0). Proses pemanasan yang diaplikasikan pada daging rajungan adalah pasteurisasi berupa long time pasteurization (holder process). Pemilihan proses didasarkan pada tujuan utama pemanasan yaitu hanya membunuh mikroba pathogen. Pemanasan yang disertai dengan metode pengawetan lainnya seperti pengemasan rapat tertutup dan penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan sisa mikroba yang masih ada setelah pasteurisasi dapat terkendali (Hariyadi et al., 2010). Menurut Waters (tanpa tahun) pemilihan teknologi pasteurisasi dilakukan untuk mendapatkan produk akhir yang memiliki karakteristik as nearly as possible the original fresh like. E. Evaluasi Kecukupan Panas Proses panas secara komersial umumnya didesain untuk menginaktifkan mikroorganisme yang ada pada makanan dan dapat mengancam kesehatan manusia serta mengurangi jumlah mikroroganisme pembusuk ke tingkat yang rendah sehingga peluang terjadinya kebusukan sangat rendah. Penetapan kecukupan panas didasarkan atas dua faktor yaitu kinetika pemusnahan mikroba oleh panas dan kecepatan panas berpenetrasi ke dalam produk pangan yang dikemas selama pemanasan. Kinetika pemusnahan mikroba mencakup data nilai D, nilai z dan nilai lethal rate. Untuk mencapai level pengurangan jumlah mikroba yang diinginkan maka ditentukan siklus logaritma pengurangan mikroba. Kemudian dihitung nilai sterilitas pada suhu tertentu (Fo). Nilai Fo ini ditentukan sebelum proses thermal berlangsung. Nilai Fo dapat dihitung pada suhu standar atau pada suhu tertentu, di mana untuk menghitungnya perlu diketahui nilai D dan nilai z (Kusnandar et al., tanpa tahun). 1. Nilai D Nilai D adalah waktu dalam menit pada suhu tertentu (T) yang dibutuhkan untuk membunuh 90 % dari jumlah populasi mikroba yang masih hidup sebanyak satu satuan log (satu log cycle). Nilai D dari mikroba menunjukkan daya tahan mikroba terhadap panas dan suhu tertentu. Semakin tinggi nilai D, mikroba tersebut semakin tahan panas. (Winarno, 2004). 10
7 Daya tahan panas mikroba pada umumnya berkaitan dengan suhu pertumbuhan optimum sehingga bakteri thermofilik lebih tahan panas dibanding mesofilik dan psikrofilik. Jumlah bakteri yang mati oleh panas sesuai dengan kematian secara logaritmis seperti terlihat pada Gambar survivor 10 2 a log a- log b = D b 10 0 Waktu (menit) pada suhu tetap (T) Gambar 1. Kurva mikroba yang selamat (survivors) pada pemanasan dan harga D T pada kertas semilog Untuk proses pasteurisasi dengan target Clostridium botulinum non proteolitik biasanya pemanasan selama 6D dianggap cukup (misalnya dari ). Level yang lebih rendah dapat digunakan apabila jumlah bakteri awal lebih rendah yang dibuktikan dengan studi ilmiah. Sebaliknya level yang lebih tinggi digunakan apabila jumlah bakteri awal lebih tinggi (FDA, 2001). 2. Nilai z Kurva kematian mikroba dapat ditentukan menggunakan nilai z yaitu kenaikan suhu yang dibutuhkan untuk penurunan populasi miroba satu satuan log. Nilai D dari berbagai suhu dapat diterapkan dalam suatu kertas semilog dengan ordinat mewakili nilai D dan absis mewakili suhu percobaan. Kurva yang terbentuk disebut Thermal Death Time Curve yang dapat dilihat pada Gambar 2. Pasteurisasi daging rajungan pada suhu 85 o C dengan target mikroba yang tidak spesifik menggunakan nilai z sebesar 9 o C. Hal ini didasarkan pada pasteurisasi daging rajungan pada suhu pemanasan yang normal, ketika menggunakan nilai z sebesar 9 o C menghasilkan nilai P 11
8 yang logis. Sedangkan pada pasteurisasi dengan target mikroba C. botulinum non proteolitik dengan suhu internal produk di bawah 88 o C menggunakan nilai z sebesar 7 o C (Rippen et al., 1993 dan FDA, 2001). D2 Nilai D Log D2 log D1 = 1.00 z D1 Temperatur (T) Gambar 2. Thermal Death Time Curve 3. Nilai Lethal Rate (LR) Efek letalitas dari proses pemanasan bahan selama proses thermal akan berbeda pada suhu yang berbeda. Nilai lethal rate (LR) adalah efek letalitas pada suhu tertentu dibandingkan dengan suhu standar. Nilai LR suatu proses sterilisasi dapat dihitung dengan mengkonversikan waktu proses pada suhu-suhu tertentu ke waktu ekivalen pada suhu standar. Secara matematis, nilai LR dihitung dengan persamaan 1 berikut: LR = 10 (T-Tref)/z...(1) LR = lethal rate yaitu rata-rata kematian mikroba per satuan waktu T = suhu bahan T ref = suhu referensi pasteurisasi yaitu 85 ºC z = menggunakan nilai z mikroba hasil percobaan Dengan menggunakan persamaan (1) tersebut, maka nilai LR tidak memiliki satuan. Nilai lethal rate pada suhu standar (misal 121 o C untuk proses sterilisasi) adalah 1. Pada suhu melebihi standar, maka nilai LR>1, sedangkan bila suhu di bawah standar, maka nilai LR<1 (Kusnandar et al., tanpa tahun). 12
9 4. Nilai Pasteurisasi (Nilai P) Nilai pasteurisasi (nilai P) adalah waktu pemanasan pada suhu tertentu yang diperlukan untuk mencapai nilai pasteurisasi tertentu. Nilai P dihitung untuk melihat kecukupan panas pada proses pasteurisasi. Dalam suatu industri pengolahan pangan, nilai P merupakan efisiensi untuk mengoptimalkan suatu proses. Secara matematis, nilai P dihitung dengan persamaan 2 (Sukasih et al., 2005). P = LR. t...(2) P = nilai pasteurisasi LR = lethal rate t = waktu pasteurisasi Nilai P dihitung sesuai dengan level steril 2D, 3D, 4D dan seterusnya, namun untuk pasteurisasi biasanya 5D-6D tergantung jumlah mikroba awal. Untuk menetapkan level steril harus dihitung terlebih dahulu jumlah mikroba awal (sebelum pasteurisasi) (Zanoni et al., 2003; Mazzota et al., 2001; Fellow, 1992 dalam Sukasih et al., 2009). The National Blue Crab Industry Pasteurization and Alternative Thermal Processing Standards menerbitkan standar nilai P minimal 31 menit dengan nilai z sebesar 9 o C. Tri State Seafood Committee merekomendasikan pemanasan 1 pound kaleng (401x301) daging rajungan pada titik terdingin mencapai 85 o C selama 1 menit dengan nilai z sebesar 9 o C dan nilai P sebesar 31 menit (Rippen et al., 1993 dan Hariyadi, 2010). F. Sifat Organoleptik Daging Rajungan Daging rajungan secara umum terdiri dari daging yang berasal dari bagian badan/dada, bagian paha, capit dan kaki. Persyaratan minimal nilai sensori daging rajungan pasteurisasi adalah 7 (kriteria 1-9) yaitu daging dada memiliki bentuk utuh, sedikit ada serpihan daging, warna daging putih susu cerah, sedikit sekali warna kekuningan, bersih, cemerlang, menarik. Sedangkan daging paha, capit dan kaki dengan nilai sensori 7 memiliki warna kecoklatan cerah, serpihan rata, bersih, cemerlang, menarik. Sedangkan bau daging segar, harum khas rajungan, rasa manis, enak, gurih, tekstur serat kuat, kompak, kenyal, elastis (SNI :2010). 13
10 Pada penelitian ini menggunakan uji skoring yang digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik sensori yang penting pada suatu produk dan memberikan informasi mengenai derajat atau intensitas karakteristik tersebut. Pengujian tersebut membutuhkan panelis yang terlatih atau berpengalaman (Soekarto, 1990). 14
BAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental. Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari
Lebih terperinciPengolahan dengan Suhu Tinggi
Program Studi Teknologi Pangan Internationally Recognized Undergraduate Program by IFT & IUFoST FTP 200 Pengantar Teknologi Pertanian Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Lebih terperinciPengawetan dengan Suhu Tinggi
Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah sangat familier dalam aktivitas
Lebih terperinciSNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi
Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah
Lebih terperinciPrinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan
PENGAWETAN MAKANAN DENGAN SUHU TINGGI DAN SUHU RENDAH Pengertian Pengawetan makanan salah satu cara pengolahan pangan yg sering dilakukan untuk mencegah kerusakan bahan pangan & menjaga kualitasnya. Cara
Lebih terperinciBAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI
BAB IV RESPONS MIKROBIA TERHADAP SUHU TINGGI FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN: 1. Mikrobia penyebab kerusakan dan mikrobia patogen yang dimatikan. 2. Panas tidak boleh menurunkan nilai gizi / merusak komponen
Lebih terperinciASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN
ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting
Lebih terperinciJurnal Pangan dan Gizi Vol 03 No. 05 Tahun 2012
ANALISIS KECUKUPAN PANAS PADA PROSES PASTEURISASI DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) Adequacy Analysis on Process Heat Pasteurization Crab Meat (Portunus pelagicus) Nur Aeni dan Nurhidajah Program Studi
Lebih terperinciTeti Estiasih - THP - FTP - UB
1 2 Merupakan proses thermal yang menggunakan suhu Blansing: perlakuan pendahuluan pada buah dan sayuran Pasteurisasi dan sterilisasi merupakan proses pengawetan pangan 3 Blansing air panas Blansing uap
Lebih terperinciBLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI
PENGOLAHAN TERMAL I BLANSING PASTEURISASI DAN STERIISASI TIM DOSEN PENGAMPU BRAWIJAYA UNIVERSITY 2013 outline 1 PENDAHULUAN 4 STERILISASI 3 PASTEURISASI 2 BLANCHING PENDAHULUAN MERUPAKAN PROSES THERMAL
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nasi Goreng Beras merupakan salah satu sumber makanan pokok yang biasa dikonsumsi masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Beras sebagaimana bulir serealia
Lebih terperinciTugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.
Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan
Lebih terperinciPENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR
PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR Sri Purwaningsih 1, Josephine W 2, Diana Sri Lestari 3 Abstrak Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil laut yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nasi Uduk Makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia adalah nasi. Menurut Kristiatuti dan Rita (2004) makanan pokok adalah makanan yang dapat dikonsumsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu adalah salah satu jenis makanan yang banyak digemari masyarakat Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan protein. Karena itu, tahu
Lebih terperinciSNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi
Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman
Lebih terperinciKepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi
Standar Nasional Indonesia Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan
Lebih terperinciMENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN
1 MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN Pengalengan Metode pengawetan dengan pengalengan ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Pengertian
Lebih terperinciSosis ikan SNI 7755:2013
Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini
Lebih terperinciVI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI
VI. PENGAWETAN MAKANAN MENGGUNAKAN SUHU TINGGI Penggunaan suhu tinggi untuk pengawetan makanan secara umum dapat digolongkan menjadi 2 kategori yaitu : pasteurisasi dan sterilisasi. - Pasteurisasi - Pasteurisasi
Lebih terperinciIkan beku Bagian 1: Spesifikasi
Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.
4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel
Lebih terperinciPengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian
Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian Teknologi Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Tahap Awal Proses Pengolahan (1) Kualitas produk olahan yang dihasilkan sangat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan
Lebih terperinciOPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN
OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu
Lebih terperinciPengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP
Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan
Lebih terperinciMIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12
MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang
Lebih terperinciKARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH
KARAKTERISTIK DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) INDUSTRI RUMAH TANGGA, DESA GEGUNUNG WETAN KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH Nurjanah Dwi 2, Ariyanti 1, Tati Nurhayati 2 dan Asadatun Abdullah 2 ABSTRAK
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 o C) dengan tujuan
Lebih terperinciTeknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan
Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Susu
TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Balai Besar Industri Agro (BBIA) Cikaret, Bogor dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian
Lebih terperinciTEKNOLOGI HASIL TERNAK. Kuliah ke 2
TEKNOLOGI HASIL TERNAK Kuliah ke 2 METODE PRESERVASI DAGING, SUSU DAN TELUR 1. Penggunaan panas atau PROSES TERMAL (THERMAL PROCESSING) 2. Penurunan suhu atau PENDINGINAN DAN PEMBEKUAN (COOLING AND FREEZING)
Lebih terperinciPENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN
PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN Oleh: Amanda Gabriella Chandra (6103008080) Ivana Halingkar (6103008103) Lita Kuncoro (6103008104) Catherine Tanaya (6103008105) PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu
TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)
3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
31 HASIL DAN PEMBAHASAN Mikroba Patogen dan Pembusuk Potensial Identifikasi mikroba target dilakukan dengan mengidentifikasi cemaran mikroba di dalam nata de coco, yaitu dengan melakukan analisis mikrobiologi
Lebih terperinciTuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi
Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan
Lebih terperinciSiomay ikan SNI 7756:2013
Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini
Lebih terperinciPASTEURISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1
PASTEURISASI Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 DEFINISI Merupakan perlakuan panas yang bertujuan membunuh mikroba patogen dan pembusuk, serta inaktivasi enzim Proses termal pada produk pangan dengan tujuan
Lebih terperinciPENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama
Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan
Lebih terperinciHaris Dianto Darwindra 240210080133 BAB VI PEMBAHASAN
BAB VI PEMBAHASAN Pada praktikum ini membahas mengenai Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme Selama Proses Aging Keju. Keju terbuat dari bahan baku susu, baik susu sapi, kambing, atau kerbau. Proses pembuatannya
Lebih terperinciBahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. Mikroorganisme itu sangat kecil, biasanya bersel tunggal, secara individual tidak dapat dilihat dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar
Lebih terperinciPERTUMBUHAN JASAD RENIK
PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan pangan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sejak dipanen. Bahan pangan mentah, baik tanaman maupun hewan akan mengalami kerusakan melalui serangkaian reaksi
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak
Lebih terperinciAnalisis Kandungan Mikroba Pada Permen Soba Alga Laut Kappaphycus Alvarezii Selama Penyimpanan
Analisis Kandungan Mikroba Pada Permen Soba Alga Laut Kappaphycus Alvarezii Selama Penyimpanan 1,2 Srinildawaty Badu, 2 Yuniarti Koniyo, 3 Rully Tuiyo 1 badu_srinilda@yahoo.com 2 Jurusan Teknologi Perikanan,
Lebih terperinciSTERILISASI. Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1
STERILISASI Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 DEFINISI Proses mematikan mikroba Ada dua jenis Sterilisasi total Sterilisasi komersial Teti Estiasih - THP - FTP - UB 2 STERILISASI KOMERSIAL Kondisi dimana
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan
Lebih terperinciPRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE
PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE Disusun Oleh: Mukaromah K3310058 Nuryanto K3310060 Sita Untari K3310079 Uswatun Hasanah K3310081 Pendidikan Kimia A PROGAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN
Lebih terperinciNova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN
VI. PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2011 mengenai pengaruh suhu penyimpanan beku terhadap mikroba pada bahan pangan. Praktikum ini dilaksanakan agar praktikan dapat mengerjakan
Lebih terperinciTHERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
THERMOBAKTERIOLOGI PROF. DR. KRISHNA PURNAWAN CANDRA, M.S. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MULAWARMAN KULIAH KE-9: PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN DASAR PROSES TERMAL PUSTAKA:
Lebih terperinciJURNAL ISSN TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 4 No. 1; Juni 2017
JURNAL ISSN 2407-4624 TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 4 No. 1; Juni 2017 PENENTUAN UMUR SIMPAN GETUK PISANG RAINBOW YANG DIKEMAS MENGGUNAKAN KEMASAN PLASTIK POLIETILEN FATIMAH 1*, DWI SANDRI 1, NANA YULIANA
Lebih terperinciUdang beku Bagian 1: Spesifikasi
Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai
II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Baku Kerang Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai ciri-ciri: cangkang terdiri dari dua belahan atau katup yang dapat membuka dan menutup dengan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN FORMULA SARI TEMPE TERPILIH Penentuan formula sari tempe terpilih dilakukan berdasarkan hasil uji rating hedonik. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa terdapat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. beragam jenis minuman tradisional. Walaupun memiliki nama yang berbeda-beda
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7)
Lebih terperinciDAN PENGEMASAN ASEPTIK. Purwiyatno Hariyadi 1
STERILISASI UHT DAN PENGEMASAN ASEPTIK Purwiyatno Hariyadi 1 'Kepala Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, dan
Lebih terperinciMenerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan
1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara
Lebih terperinciPENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN
PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM
Lebih terperinciPembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan
Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ultra High Temperature merupakan pemanasan bahan pangan dengan temperatur di antara 135 C hingga 150 C selama 2 5 detik [1]. Proses sterilisasi UHT mampu membunuh spora
Lebih terperinci4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata
4. PEMBAHASAN Nata merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari fermentasi substrat dengan bantuan mikroba yaitu Acetobacter xylinum. Selama proses fermentasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari A.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan
Lebih terperinciIkan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan
Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya
2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih
Lebih terperinciHaris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN
Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.
Lebih terperinciPENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-9
PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Minggu ke-9 Produk Susu Evaporasi dan Konsentrasi (Lanjutan) Sweetened Condenced Mttk (Susu kental Manis) Sweeted condenced milk adalah pengurangan air
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR KEP.61/MEN/2009 TENTANG PEMBERLAKUAN WAJIB STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR KEP.61/MEN/2009 TENTANG PEMBERLAKUAN WAJIB STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN
Lebih terperinciPengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani
Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani Bahan makanan umumny mudah rusak (perishable). Perhatikan saja, buah-buahan dan sayuran yang kita panen. Kita dapat melihat
Lebih terperinciPENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN
PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN Oleh : Eddy Afrianto Evi Liviawaty i DAFTAR ISI PENDAHULUAN PROSES PENURUNAN KESEGARAN IKAN PENDINGINAN IKAN TEKNIK PENDINGINAN KEBUTUHAN ES PENGGUNAAN ES
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan yang cepat mengalami proses
Lebih terperinciBAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan
BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan Jumlah dan jenis populasi mikroorganisme yang terdapat pada berbagai produk perikanan sangat spesifik. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut SNI 01-3719-1995, minuman sari buah ( fruit juice) adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan
Lebih terperinciBAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK
BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya
Lebih terperinciPengawetan dengan garam, asam dan gula
Pengawetan dengan garam, asam dan gula Pengawetan dengan garam Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Efek garam: saat aktivitas air menurun mikroorganisme terhambat.
Lebih terperinciPEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY
PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi
Lebih terperinciMATA PELAJARAN : PRAKARYA SEMESTER : II Tema : Pengolahan
MATA PELAJARAN : PRAKARYA Kelas : IX SEMESTER : II Tema : Pengolahan Kompetensi Dasar Materi Pokok dan Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Penilaian Siswa mampu: 3.3 menganalisis prinsip perancangan,
Lebih terperinciPrinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri
Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus)
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Rajungan (Portunus pelagicus) Rajungan adalah salah satu anggota filum crustacea yang memiliki tubuh beruas-ruas. Klasifikasi rajungan (Portunus pelagicus)
Lebih terperinciLatar Belakang : Dasar Tek Pengolahan Pangan
() Sterilisasi UHT dan Pengolahan Aseptik: engawetkan dan empertahankan utu Susu Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi
Lebih terperinciPENGOLAHAN DAN PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI SITI AMINAH FIKKES - UNIMUS
PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN PANGAN DENGAN SUHU TINGGI SITI AMINAH FIKKES - UNIMUS KLASIFIKASI TEKNOLOGI PANGAN KLASIFIKASI BERDASARKAN TUJUAN menciptakan makanan yang aman mengendalikan kontaminasi yaitu
Lebih terperinci