II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Morfologi Escherichia coli Bakteri E. coli merupakan spesies dengan habitat alami dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan. E. coli pertama kali diisolasi oleh Theodor Escherich dari tinja seorang anak kecil pada tahun Bakteri ini berbentuk batang, berukuran 0,4-0,7 x 1,0-3,0 µm, termasuk gram negatif, dapat hidup soliter maupun berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, serta fakultatif anaerob (Gambar 1) (Carter & Wise 2004). Gambar 1. Morfologi E. coli (Sumber: Kunkel 2009) Struktur sel E. coli dikelilingi oleh membran sel, terdiri dari sitoplasma yang mengandung nukleoprotein (Gambar 2). Membran sel E. coli ditutupi oleh dinding sel berlapis kapsul. Flagela dan pili E. coli menjulur dari permukaan sel (Gambar 3) (Tizard 2004). Tiga struktur antigen utama permukaan yang digunakan untuk membedakan serotipe golongan E. coli adalah dinding sel, kapsul dan flagela. Dinding sel E. coli berupa lipopolisakarida yang bersifat pirogen dan menghasilkan endotoksin serta diklasifikasikan sebagai antigen O. Kapsul E. coli berupa polisakarida yang dapat melindungi membran luar dari fagositik dan sistem komplemen, diklasifikasikan sebagai antigen K. Flagela E. coli terdiri dari protein yang bersifat antigenik dan dikenal sebagai antigen H. Faktor virulensi E. coli juga disebabkan oleh enterotoksin, hemolisin, kolisin,

2 6 siderophor, dan molekul pengikat besi (aerobaktin dan entrobaktin) (Quinn et al. 2002). DNA sitoplasma Membran sel Flagella Gambar 2. Struktur bakteri E. coli (Sumber: Anonim 2009) Gambar 3. E. coli dengan pili dan flagella (Sumber: Li A 2009) Bakteri E. coli dapat membentuk koloni pada saluran pencernaan manusia maupun hewan dalam beberapa jam setelah kelahiran. Faktor predisposisi pembentukan koloni ini adalah mikroflora dalam tubuh masih sedikit, rendahnya kekebalan tubuh, faktor stres, pakan, dan infeksi agen patogen lain. Kebanyakan E. coli memiliki virulensi yang rendah dan bersifat oportunis (Songer & Post 2005). Ditjenak (1982) melaporkan bahwa E. coli keluar dari tubuh bersama tinja dalam jumlah besar serta mampu bertahan sampai beberapa minggu. Kelangsungan hidup dan replikasi E. coli di lingkungan membentuk koliform.

3 7 E. coli tidak tahan terhadap keadaan kering atau desinfektan biasa. Bakteri ini akan mati pada suhu 60 0 C selama 30 menit Klasifikasi Klasifikasi E. coli menurut Songer dan Post (2005) adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Spesies : Escherichia coli Berdasarkan perbedaan serotipe dan virulensi, strain E. coli patogen yang menyebabkan penyakit pada saluran pencernaan dibedakan menjadi enam golongan, yaitu enterotoksigenik (ETEC), enteroinvasif (EIEC), enteropatogenik (EPEC), enterohemorhagik (EHEC), enteroagregatif (EAEC), dan nekrotoksigenik (NTEC) (Sommer et al. 1994). Golongan ETEC merupakan penyebab diare enterotoksigenik pada mamalia, seperti anak sapi, anak babi, dan anak domba. Gejala klinis yang terjadi antara lain diare, dehidrasi, asidosis, bahkan kematian (Hanif et al. 2003). Faktor virulensi yang digunakan untuk identifikasi ETEC adalah enterotoksin dan antigen pili (fimbriae). Enterotoksin ETEC berupa toksin labil panas (heat-labile toxins/ LT) dan toksin stabil panas (heat-stabile toxins/ ST). ETEC dapat menghasilkan satu atau dua enterotoksin tergantung pada plasmid (massa DNA ekstra kromosom). Makhluk hidup yang terinfeksi bakteri mengandung kedua plasmid biasanya mengalami diare yang lebih berat dan lebih lama. Enterotoksin akan diabsorbsi oleh sel epitel yeyunum dan ileum serta dapat merusak motilitas usus sehingga memfasilitasi keberadaan ETEC di dalam lumen usus (Salyers & Whitt 1994). ETEC yang mempunyai antigen perlekatan K99 merupakan penyebab utama diare neonatal dan kematian anak sapi (Supar et al. 1998). ETEC K99

4 8 dapat terdeteksi pada hari kedua sampai hari kelima dari ulas rektal anak sapi yang menderita diare dan tidak ditemukan lagi pada anak sapi yang diare setelah lebih dari lima hari (Supar 1986). Adapun faktor yang mempengaruhi infeksi ETEC pada inang, yaitu umur, ph lambung, dan kehadiran antibodi spesifik terhadap permukaan antigen ETEC (Supar 2001) Patogenesa Infeksi ETEC Mekanisme infeksi ETEC di dalam tubuh, yaitu ETEC menempel pada sel enterosit melalui pili (fimbriae). ETEC kemudian berproliferasi dan berkolonisasi pada mukosa usus sehingga terjadi peningkatan jumlah ETEC di dalam saluran pencernaan dan muncul lesio. Diare terjadi karena dinding usus mengalami kerusakan dan menghalangi reabsorbsi cairan (Biowey & Weaver 2003). ETEC memproduksi enterotoksin heat labile toxin (LT) atau heat stable toxin (ST) (Sommer et al. 1994). Menurut Ganong (2002), toksin akan berikatan dengan reseptor dan masuk ke dalam sel. Toksin stabil bekerja mengaktivasi guanilat siklase sehingga menyebabkan akumulasi cairan dan elektrolit di dalam lumen usus serta memblokade absorbsi. Toksin labil akan mengikat ribose adenosin difosfat (ADP) sehingga menghambat kegiatan GTPase (pemecah protein G). Akibatnya, protein G ini meningkat dan merangsang adenilil siklase sel epitel yang berkepanjangan sehingga menyebabkan peningkatan jumlah adenil monofosfat (AMP). Peningkatan AMP akan menyebabkan peningkatan sekresi sel-sel kelenjar di dalam usus, yaitu merangsang seksresi Cl - (hipersekresi) dengan membuka saluran klorida pada sel kripta dan menghambat absorbsi Na + dari lumen ke dalam sel epitel usus. Peningkatan kadar elektrolit dan air di dalam lumen usus menyebabkan diare. Diare merupakan gejala gangguan pencernaan yang ditandai dengan pengeluaran feses dalam jumlah melebihi normal, konsistensi cair, dan frekuensi pengeluaran yang melebihi normal. Feses dikeluarkan oleh penderita tanpa kesulitan karena terjadi peningkatan peristaltik usus (Ganong 2002). Frekuensi diare pada anak sapi berhubungan dengan keadaan imunodefisiensi neonatus. Imunodefisiensi pada anak sapi disebabkan oleh kegagalan transfer kekebalan pasif pada neonatus akibat tidak diberi kolostrum atau diberi susu berkualitas

5 9 rendah, belum optimalnya kemampuan absorbsi dari epitel usus, populasi terlalu padat, sanitasi buruk, stres akibat perubahan pakan, higiene pakan, panas, dan perubahan lingkungan (Khan & Khan 1996), serta kurangnya respon imun dan mikroflora intestinal. Anak sapi yang diare terus-menerus akan memperlihatkan gejala klinis berupa lemas, lesu, tidak mau menyusu, daerah di sekitar perineal kotor oleh feses, mukosa mulut kering, pucat, kebiruan, turgor kulit jelek, dan dapat menimbulkan kematian (Setiawan et al. 1983). Cairan yang diseksresikan oleh kelenjar mukosa usus mengandung banyak NaHCO 3 sehingga ion Na + - dan HCO 3 akan ditarik dari darah, akibatnya derajat asam (ph) darah menurun dan terjadi asidosis. Asidosis yang ditimbulkan oleh keadaan ini akan menyebabkan kolapsnya sistem peredaran darah yang segera diikuti shock dan kematian (Subronto 1985) Sapi Friesian Holstein Sapi merupakan hewan ternak sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan lainnya (misalnya upacara agama). Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging, 95% kebutuhan susu, dan 85% kebutuhan kulit di dunia (Ismail 2008). Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari Belanda Utara dan Friesland Barat. Bangsa sapi ini dikembangkan dari sapi liar Bos taurus. Sapi FH murni mempunyai ciri-ciri berwarna belang hitam putih, ada juga berwarna merah putih dengan batas warna yang jelas. Sapi FH merupakan sapi perah dengan produksi susu tertinggi dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi perah lainnya dengan kadar lemak susu rendah (3-7%). Dewasa kelamin sapi ini lambat, umur pertama kali dikawinkan berkisar antara bulan. Anak sapi FH neonatus memiliki berat badan berkisar antara kg (Sudono 1999). Berat badan sapi FH betina dan jantan dewasa masing-masing sekitar 625 kg dan 900 kg. Umumnya terdapat warna putih berbentuk segitiga pada dahi, kaki bagian bawah dan rambut di bagian ekor berwarna putih, bertanduk pendek serta mengarah ke depan (Gambar 4). Sapi FH bersifat jinak dan tenang sehingga mudah untuk ditangani (Anonim 2008).

6 10 Klasifikasi sapi perah menurut Tyler dan Ensminger (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Artiodactyla Subordo : Ruminansia Famili : Bovidae Genus : Bos Spesies : Bos taurus Sapi FH mempunyai adaptasi lingkungan yang baik pada dataran tinggi (sekurang-kurangnya 700 m di atas permukaan laut), pada temperatur berkisar antara C dan curah hujan sekitar 2000 mm/ tahun. Produksi susu sapi FH tidak berselisih jauh dibandingkan dengan negara asalnya bila suhu lingkungan sejuk yaitu pada suhu 18,3 0 C dengan kelembaban udara 55%. Produksi susu ratarata sapi FH dapat mencapai 6360 kg/ tahun (Sutardi 1983). Sapi perah akan mengalami cekaman panas yang berakibat pada menurunnya produktivitas jika berada di lokasi yang memiliki suhu tinggi dan kelembaban udara yang tidak mendukung (Anonim a 2009). Gambar 4. Sapi perah jenis Friesian Holstein (Sumber : Anonim 2008)

7 Sistem Pencernaan Sapi Neonatus Saat dilahirkan, ruminansia pada umumnya memiliki lambung depan yang kecil dan belum berfungsi. Lambung depan yang terdiri dari rumen, retikulum, dan omasum, hanya menempati 30% dari keseluruhan lambung (Triakoso 2008). Perkembangan lambung pada ruminansia muda dibagi ke dalam empat tahap, yaitu tahap baru lahir (0-24 jam), tahap pre-ruminan (1 hari-3 minggu), tahap transisi (3-8 minggu), serta tahap sebelum dan sesudah penyapihan (8 minggudewasa) (Leek 1993). Tahap pre-ruminan, pakan cair akan masuk melalui oesophageal groove, yang dapat menutup. Penutupan oesophageal groove merupakan refleks yang diaktifkan oleh adanya gerakan menyusu dari anak neonatus. Makanan dari esofagus langsung masuk ke dalam abomasum tanpa melalui lambung depan (Imran 2010). Abomasum secara fisik dan biokimiawi mampu mencerna bahan pakan utama anak sapi yaitu susu. Abomasum mensekresi renin pada masa pre-ruminan. Renin adalah enzim proteolitik dan berfungsi memecah susu menjadi kasein dan whey. Whey masuk ke dalam duodenum dalam waktu lima menit setelah minum susu, sedangkan kasein akan tetap berada di dalam abomasum. Kasein didegradasi secara bertahap oleh renin atau pepsin serta asam klorida. Pencernaan protein ini akan berlangsung selama 24 jam. Pencernaan dilanjutkan di dalam usus oleh enzim-enzim seperti tripsin, kimotripsin dan karbopeptidase yang disekresikan oleh pankreas serta peptidase lain yang disekresi oleh usus. Asam amino yang terbentuk diabsorbsi di dalam usus halus, terutama pada yeyunum (Ruckebusch et al. 1983). Perubahan renin menjadi pepsin di dalam abomasum dipengaruhi faktor umur. Semakin dewasa anak sapi, maka pepsin yang terbentuk semakin banyak. Aktivitas pepsin masih rendah pada anak sapi yang berumur kurang dari tiga minggu. Peningkatan jumlah pepsin terjadi jika anak sapi mulai mengkonsumsi pakan selain susu dan pepsin bekerja optimal pada cairan abomasum dengan ph 2 (Triakoso 2008). Pakan yang dikonsumsi juga akan menggertak perkembangan populasi mikroba dan fungsi ruminoretikulum. Sistem pencernaan anak sapi sudah berfungsi penuh pada umur lebih dari delapan minggu (Sudono 1999).

8 Kolostrum dan Susu Sapi Kolostrum merupakan sekresi yang dihasilkan kelenjar ambing mamalia pada tahap akhir kebuntingan sampai beberapa hari setelah melahirkan (Tizard 2004). Kolostrum mulai diproduksi sekitar 3-6 minggu sebelum melahirkan (Lazzaro 2000), berwarna kuning, konsistensi kental, dengan komposisi zat nutrisi tinggi (Sutardi 1983). Menurut Parakkasi (1998), komposisi nutrisi dan sifat fisik kolostrum dipengaruhi bangsa, paritas (jumlah kelahiran), ransum prepartum, dan lamanya masa kering kandang. Transfer imunoglobulin dari sirkulasi darah induk ruminansia menuju kelenjar ambing dimulai pada beberapa minggu menjelang induk melahirkan dan berhenti segera menjelang induk melahirkan (Esfandiari 2005). Antibodi di dalam kolostrum melintasi epitel kelenjar ambing secara transitosis dan memasuki sirkulasi anak melalui usus halus dan memberi imunitas pasif terhadap infeksi (Arthington et al. 2000). Imunoglobulin utama yang terkandung di dalam kolostrum sapi meliputi IgG (90%), IgM (7%), dan IgA (5%) (Stott et al. 1979). Fraksi globulin kolostrum disintesa oleh sel-sel plasma di dalam kelenjar ambing dari asam-asam amino bebas di dalam darah (Toelihere 1979). Imunoglobulin utama di dalam kolostrum hewan domestik pada umumnya adalah IgG, yaitu 65-90% dari total antibodi, sedangkan kandungan IgA dan imunoglobulin lainnya hanya sedikit. Namun setelah kolostrum berubah menjadi susu terjadi perubahan konsentrasi imunoglobulin, tergantung spesies. IgG merupakan imunoglobulin paling dominan pada ruminansia baik di dalam kolostrum maupun susu, sedangkan IgA merupakan imunoglobulin yang paling dominan di dalam susu non-ruminansia (Tabel 1) (Tizard 2004).

9 13 Tabel 1. Kandungan imunoglobulin dalam kolostrum dan susu pada hewan domestik (Tizard 2004) Imunoglobulin (mg/dl) Spesies Fluida IgA IgM IgG Kuda Kolostrum Susu Sapi Kolostrum Susu Domba Kolostrum Susu Babi Kolostrum Anjing Kolostrum Susu IgG merupakan antibodi utama yang berperan di dalam pengaturan respon kekebalan sekunder, fiksasi komplemen, bertindak sebagai opsonin oleh makrofag, dan imunoglobulin utama yang berperan dalam transfer kekebalan pasif untuk anak neonatus. IgA berperan dalam melindungi selaput lendir, menetralisir toksin atau virus dan mencegah perlekatan toksin atau virus pada permukaan sel sasaran. IgA juga dapat meningkatkan efek bakteriolitik dengan cara mengaktifkan komplemen. IgM berperan dalam perlindungan primer melawan septikemia, fiksasi komplemen, dan proses agglutinasi (Roitt et al. 1998). Pernyataan ini didukung oleh Subronto (1985) bahwa IgG dan IgM kolostrum diperlukan untuk melindungi hewan neonatus dari penyakit sistemik, sedangkan IgA mempunyai fungsi lokal dalam saluran percernaan. Komponen kekebalan di dalam kolostrum mempunyai dua fungsi. Pertama, antibodi kolostrum diabsorpsi ke dalam sirkulasi untuk mencegah invasi mikroorganisme. Kedua, antibodi kolostrum tidak diabsorpsi karena usus halus tidak lagi permeabel karena sel-sel di dalam usus sudah mature, akibatnya antibodi tetap berada di dalam lumen usus dan berperan sebagai imunitas pasif lokal (Scott et al. 2004). Frandson (1992) melaporkan bahwa kolostrum harus segera diberikan setelah anak lahir karena permeabilitas usus paling tinggi segera setelah lahir dan menurun dengan cepat terutama setelah 24 jam. Lebih dari waktu tersebut usus tidak lagi permeabel menyerap protein antibodi kolostrum.

10 14 Kolostrum mengandung lebih banyak bahan kering, karbohidrat, lemak, protein, vitamin (terutama vitamin A, B, D, dan E), dan mineral, dibandingkan dengan susu (Tabel 2), sedangkan kandungan laktosa di dalam kolostrum lebih sedikit dibandingkan dengan susu. Kolostrum juga terdiri dari asam amino essensial dan non essensial, hormon steroid, growth factor, berfungsi sebagai laksatif (membersihkan mekonium) dan menggertak alat pencernaan anak sapi agar bekerja dengan baik. Oleh karena itu, kolostrum tidak hanya berfungsi sebagai sumber antibodi, tetapi juga menyediakan zat gizi untuk metabolisme dan pertumbuhan neonatal (Blum & Hammon 2000). Kadar vitamin A yang tinggi dalam kolostrum dapat juga sebagai tambahan perlindungan terhadap invasi mikroorganisme ke dalam tubuh karena vitamin A dapat mempertahankan epitel agar tidak cepat rusak akibat adanya perlekatan mikroorganisme pada epitel (Anonim 2001). Tabel 2. Komposisi Kolostrum dan Susu Sapi (Blum dan Hammon 2000) Kriteria Kolostrum sapi Susu sapi Bahan kering (g/l) Abu (g/l) 18 7 Energi (MJ/l) Lemak (g/l) Protein (g/l) Asam amino essensial (mmol/l) 390 ND Asam amino non esensial (mmol/l) 490 ND Imunoglobulin G (g/l) 81 <2 Laktoferin (g/l) 1.84 ND Transferin (g/l) 0.55 ND Insulin (µg/l) 65 1 Glukagon (µg/l) Prolaktin (µg/l) Hormon pertumbuhan (µg/l) 1.4 <1 Insulin-like growth factor-i (µg/l) 310 <2 Insulin-like growth factor-ii (µg/l) 150 ND Keterangan : ND = tidak terukur. Degradasi kolostrum di dalam saluran pencernaan tidak terjadi karena rendahnya aktivitas protease pankreas sapi neonatus, terdapatnya tripsin inhibitor di dalam kolostrum, rendahnya sekresi asam di dalam abomasum pada tiga hari pertama, serta adanya sifat resistensi IgG terhadap proteolisis oleh kimotripsin

11 15 (Stott et al. 1979). Tizard (2004) melaporkan bahwa pada hewan neonatus, kegiatan proteolitik di dalam saluran pencernaan rendah, karena itu protein kolostrum tidak dipecah dan tidak digunakan sebagai sumber makanan, melainkan utuh sampai di usus halus terutama yeyunum. Protein diserap di usus halus oleh sel epitel usus melalui proses pinositosis. Melalui sel ini protein masuk ke dalam saluran limfe dan kapiler usus, kemudian mencapai sirkulasi darah. Usus pada ruminansia bersifat permeabel tapi tidak selektif. Semua imunoglobulin diabsorpsi walaupun IgA berangsur-angsur diseksresi kembali ke dalam lumen usus. Setelah absorbsi berhenti, antibodi yang diperoleh secara pasif ini akan segera menurun konsentrasinya melalui proses katabolisme normal. Tingkat penurunan antibodi tergantung pada kelas imunoglobulin dan konsentrasi awal. Kolostrum penting untuk anak sapi karena adanya imunitas pasif dari induk ke anak melalui pemindahan imunoglobulin asal kolostrum yang diserap di dalam usus halus anak sapi. Kegagalan transfer imunoglobulin menyebabkan anak sapi akan memiliki kadar imunoglobulin yang rendah atau tidak cukup di dalam serumnya sehingga beresiko besar terhadap koliseptikemi, pneumoni, dan infeksi lainnya (Biowey & Weaver 2003). Supar et al. (1998) melaporkan bahwa anak sapi yang lahir dari induk sapi yang divaksin tetapi tidak mendapat kolostrum, dan kemudian ditantang dengan E. coli K99, meskipun tidak mati akan menderita diare dan bobot badan relatif tidak bertambah sampai umur 42 hari Kekebalan Humoral Neonatus Tipe plasenta ruminansia adalah sindesmokhorial. Tipe plasenta tersebut memiliki struktur jaringan pemisah antara sirkulasi darah induk dan fetus, yang terdiri dari beberapa lapis yang tersusun atas endotel kapiler induk, jaringan uterus, epitel uterus, epitel khorion, jaringan ikat fetus, dan endotel kapiler fetus. Transfer imunoglobulin (Ig) transplasenta pada tipe plasenta ini benar-benar terhambat akibatnya tidak memungkinkan terjadinya transfer Ig di dalam uterus (Tizard 2004). Anak sapi lahir dalam keadaan hipogammaglobulinemia, oleh karena itu sapi neonatus sangat tergantung pada antibodi yang diterima melalui kolostrum sampai sistem imun anak sapi aktif (Khan & Khan 1996). Sapi neonatus yang

12 16 belum menyusu mengandung sedikit sekali konsentrasi antibodi di dalam serumnya, sedangkan sapi neonatus yang sudah menyusu mengandung konsentrasi antibodi yang tinggi dalam serumnya (Supar et al. 1998). Rendahnya konsentrasi imunoglobulin berhubungan dengan tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas. Sebanyak 53,6% resiko terjadinya mortalitas disebabkan oleh konsentrasi IgG di dalam serum <10 g/l akibat kurangnya transfer IgG dari kolostrum. Konsentrasi IgG normal di dalam serum agar anak sapi sehat adalah sekitar 17,5-18 g/l (Stott et al. 1979). Menurut Loucks et al. (1985), frekuensi kejadian hipo dan agammaglobulinemia diakibatkan oleh kegagalan ingesti kolostrum, rendahnya konsentrasi IgG di dalam kolostrum, keterlambatan pemberian kolostrum, dan kegagalan absorbsi kolostrum. Kekebalan pasif yang rendah pada anak sapi akan menurunkan laju pertumbuhan bobot badan, menurunkan produksi susu pada laktasi pertama, serta meningkatkan angka kesakitan pada enam bulan pertama setelah lahir (Sudono 1999). Antibodi adalah molekul glikoprotein yang bersirkulasi dalam darah, berperan di dalam pencegahan dan pengobatan suatu penyakit karena dapat bereaksi dengan antigen yang merangsang pembentukannya. Antibodi memiliki kemampuan berikatan secara khusus dengan antigen serta mempercepat penghancuran dan penyingkiran antigen. Molekul ini disintesa oleh sel plasma (sel B) sebagai respon kekebalan terhadap suatu antigen dan bersifat spesifik terhadap antigen tersebut (Tizard 2004). Antibodi di dalam serum memiliki konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan cairan tubuh lainnya (susu, sekresi nasal, saliva, air mata, urin, sekresi vagina, dan cairan broncho-alveolar), namun lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi antibodi di dalam kolostrum. Konsentrasi tertinggi imunoglobulin dalam serum umumnya dicapai antara jam setelah lahir. Imunoglobulin dalam serum merupakan kompleks antibodi yang ditujukan terhadap bermacammacam determinan antigen (Norman et al. 1981). Berdasarkan ukuran molekul, waktu paruh di dalam plasma, kandungan karbohidrat, dan aktivitas biologi, antibodi dikelompokkan menjadi IgG, IgM, IgA, IgE, dan IgD. Antibodi yang paling berlimpah di dalam sirkulasi darah

13 17 adalah imunoglobulin gamma (IgG). Antibodi umumnya hanya berikatan khusus dengan antigen yang merangsang pembentukannya (Kuby 2004). Antibodi yang secara umum meningkat setelah paparan antigen adalah IgM dan IgG. IgM adalah kelas imunoglobulin yang terdapat dalam konsentrasi tertinggi kedua setelah IgG di dalam serum kebanyakan hewan. IgM lebih efisien dibandingkan dengan IgG pada aktivasi komplemen, opsonisasi, netralisasi virus, dan aglutinasi walaupun diproduksi dalam jumlah relatif kecil. IgM akan terbentuk sebagai respon paling awal dan selanjutnya konsentrasi akan menurun dengan cepat. Sementara itu IgG akan terus-menerus meningkat hingga level maksimum dalam periode yang relatif lama. IgG adalah imunoglobulin yang terdapat dalam konsentrasi tertinggi dalam serum darah karena lebih mudah berdifusi ke dalam cairan ekstravaskular dibandingkan dengan imunoglobulin lain sehingga berperan utama dalam mekanisme pertahanan yang diperantai antibodi (Roitt 1991). Respon kekebalan humoral utama terhadap infeksi E. coli bekerja secara langsung melawan bakteri atau produknya, seperti faktor kolonisasi dan toksin. Antibodi terhadap antigen kapsul (K) dapat membantu menetralkan sifat antifagosit dari kapsul (mengopsonisasi organisme) dan menyebabkan penghancuran bakteri oleh sel fagositik. Antibodi juga akan berikatan dengan reseptor sel usus sehingga ETEC tidak dapat melekat pada dinding usus dan tidak patogen (Carter & Wise 2004). Salyers dan Whitt (1994) melaporkan bahwa antibodi dalam usus halus akan melapisi permukaan usus halus sehingga menghambat terjadinya perlekatan antara reseptor pada vili enterosit dengan ETEC, akibatnya bakteri tidak dapat melekat pada dinding usus sehingga kolonisasi E. coli pada vili dan produksi enterotoksin dapat dihindari Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) merupakan salah satu jenis uji pengikatan primer. Uji ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur antibodi atau antigen. Prinsip dasar ELISA adalah mengukur langsung interaksi antara antigen dengan antibodi. Adanya antibodi menunjukkan adanya paparan antigen ke dalam tubuh inang yang diperiksa (Tizard 2004). Menurut

14 18 Burgess (1995), teknik ELISA dapat bekerja dengan konsentrasi bahan yang cukup kecil dengan tingkat sensitifitas yang tinggi. Terdapat dua macam teknik ELISA yang merupakan metode dasar ELISA, yaitu ELISA langsung dan ELISA tidak langsung. ELISA langsung maupun tidak langsung digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi dengan syarat salah satunya diketahui. Indikator enzim untuk reaksi imunologi merupakan ciri utama teknik ELISA. ELISA tidak langsung merupakan konfigurasi paling sederhana yang dapat digunakan untuk mengukur titer antibodi. ELISA tidak langsung digunakan sebagai uji serologik karena cepat, sederhana dan relatif murah (Parede & Ginting 1996). Ikatan antigen dan antibodi pada ELISA tidak langsung ada dua macam, yaitu ikatan antigen-antibodi primer dan ikatan antibodi primer-antibodi sekunder. Ikatan antigen-antibodi primer bersifat spesifik, terjadi antara epitop antigen dengan paratop pada rantai Fab antibodi. Antibodi primer tidak berlabel dapat diperoleh dari serum atau cairan tubuh lain. Ikatan antibodi primer-antibodi sekunder bersifat tidak spesifik, artinya ikatan antara antibodi dan anti-antibodi dapat terjadi pada semua macam antibodi. Antibodi sekunder (sering disebut juga dengan konjugat) terikat pada enzim (berlabel enzim). Enzim ini dapat menguraikan substrat yang ditambahkan sehingga terjadi perubahan warna larutan. Kekuatan warna ini tergantung dari banyaknya substrat yang terurai. Banyaknya substrat yang terurai tergantung dari banyaknya enzim dalam larutan. Kekuatan ini menunjukkan jumlah ikatan antigen-antibodi primer (Burgess 1995).

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI-Escherichia coli DI DALAM SERUM SAPI NEONATUS YANG DIBERI KOLOSTRUM DENGAN METODE ELISA

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI-Escherichia coli DI DALAM SERUM SAPI NEONATUS YANG DIBERI KOLOSTRUM DENGAN METODE ELISA DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI-Escherichia coli DI DALAM SERUM SAPI NEONATUS YANG DIBERI KOLOSTRUM DENGAN METODE ELISA FERANI WIDYANINGTYAS ANGGRAENI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan antibodi sebagai respon terhadap vaksinasi dapat dideteksi melalui pengujian dengan teknik ELISA. Metode ELISA yang digunakan adalah metode tidak langsung. ELISA

Lebih terperinci

Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli

Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli Bakteri ini termasuk flora normal tubuh yang berbentuk batang pendek (kokobasil) berukuran 0,4-0,7 μm x 1,4 μm. Bersifat Gram negatif. E. coli memiliki 150 tipe

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Kuta Selatan Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º46 58.7 LS dan 115º05 00-115º10 41.3 BT, berada pada ketinggian

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Pakan Bahan pakan sapi perah terdiri atas hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang sangat disukai oleh sapi. Hijauan merupakan pakan yang memiliki serat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu awal hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolostrum sapi adalah susu hasil sekresi dari kelenjar ambing induk sapi betina selama 1-7 hari setelah proses kelahiran anak sapi (Gopal dan Gill, 2000). Kolostrum

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, bakteri, virus, dan parasit. Dari ketiga faktor tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi merupakan hewan berdarah panas yang berasal dari famili Bovidae. Sapi banyak dipelihara sebagai hewan ternak. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas ternak

Lebih terperinci

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Pendahuluan Berbagai metode telah dikembangkan untuk mendeteksi berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroba

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Escherichia coli Escherichia coli ( E. Coli) adalah organisme kelompok Gram negatif (Jawetz 1968). Bakteri ini pertama kali diisolasi oleh Esheric dari feses pada tahun 1885

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutfah (Batubara dkk., 2014). Sebagian dari peternak menjadikan kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutfah (Batubara dkk., 2014). Sebagian dari peternak menjadikan kambing 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ternak Kambing Kambing adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh peternakan rakyat dan merupakan salah satu komoditas kekayaan plasma nutfah (Batubara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup adalah bangsa itik yang berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini sering disebut sebagai itik

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pedet Pedet merupakan ternak replacement stock. Pemberian suplemen pada pedet prasapih pada awal laktasi diharapkan akan dapat mengendalikan penyebab terjadinya penurunan kemampuan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeromonas salmonicida 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi A. salmonicida A. salmonicida merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak motil, tidak membentuk spora,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang bersifat patogen merupakan prioritas utama untuk dilakukan pada bidang kesehatan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar 4 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Susu Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli banteng dan telah mengalami proses domestikasi. Sapi bali telah tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni Asal Kudus dan Demak Bobot badan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Bobot badan ayam yang diinfeksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang sebagian besar waktunya dihabiskan di air. Kemampuan termoregulasi itik menjadi rendah karena tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Friesian Holstein Sapi merupakan hewan ternak yang penting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45%-55%) kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Itik Bali Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena badannya yang tegak saat berjalan mirip dengan burung penguin (Rasyaf,1992).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Analisis sampel yang pertama diperoleh data berat basah yang menunjukkan berat sel dan air dari usus besar tersebut. Tabel 7. Pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Babi adalah binatang yang dipelihara dari dahulu, dibudidayakan, dan diternakkan untuk tujuan tertentu utamanya untuk memenuhi kebutuhan akan daging atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar karena makanan adalah sumber energi manusia. Makanan yang dikonsumsi manusia mempunyai banyak jenis dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ternak ruminansia khususnya sapi pada umumnya adalah bakteri yang berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ternak ruminansia khususnya sapi pada umumnya adalah bakteri yang berasal dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri dalam Saluran Pencernaan Sapi Mikroorganisme yang aktif di dalam saluran pencernaan bagian belakang ternak ruminansia khususnya sapi pada umumnya adalah bakteri yang

Lebih terperinci

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni

TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni 5 TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni Taksonomi dan nomenklatur dari genus Campylobacter diperbaharui pada tahun 1991. Genus Campylobacter memiliki 16 spesies dan 6 subspesies (Ray & Bhunia 2008). Campylobacter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Escherichia coli Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Familia Genus : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriales

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan susu hasil sekresi dari payudara setelah ibu melahirkan. ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan tanpa

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing 4 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing Kelenjar mamaria atau ambing pada sapi letaknya di daerah inguinal yang terdiri dari empat perempatan kuartir. Setiap kuartir memiliki satu puting, keempat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

PATOGENISITAS MIKROORGANISME PATOGENISITAS MIKROORGANISME PENDAHULUAN Pada dasarnya dari seluruh m.o yg terdapat di alam, hanya sebagian kecil saja yg patogen maupun potensial patogen. Patogen adalah organisme yg menyebabkan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Kuta Selatan sejak tahun 2013 masih mempunyai beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi

Lebih terperinci

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya.

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. 2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel dan membran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Kadar Albumin Darah Itik Cihateup Rata-rata kadar albumin darah itik Cihateup yang diberi ransum mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Sapi Fries Holland (FH) berasal dari Propinsi Belanda Utara dan Propinsi Friesland Barat. Bulu sapi FH murni umumnya berwarna hitam dan putih, namun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol 30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Foodborne disease adalah penyakit yang ditularkan lewat makanan, dengan ciri berupa gangguan pada saluran pencernaan dengan gejala umum sakit perut, diare dan atau

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karateristik Sapi Bali Bangsa (breed)) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, ternak-ternak tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm Pengaruh tingkat energi protein ransum terhadap total protein darah ayam lokal Jimmy

Lebih terperinci

LISNA UNITA, DRG.M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL

LISNA UNITA, DRG.M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL LISNA UNITA, DRG.M.KES DEPARTEMEN BIOLOGI ORAL MEKANISME PERTAHANAN IMUN DAN NON IMUN SALIVA SALIVA Pembersihan secara mekanik Kerja otot lidah, pipi dan bibir mempertahankan kebersihan sisi-sisi mulut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.

Lebih terperinci

SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN

SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN Secara sederhana, sistem pencernaan adalah portal untuk Secara sederhana, sistem pencernaan adalah portal untuk nutrisi untuk mendapatkan akses ke sistem

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya adalah untuk menghasilkan daging yang banyak dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat pesat. Ayam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah,

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok SISTEM PENCERNAAN Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok PENDAHULUAN Sistem pencernaan bertanggung jawab untuk menghancurkan dan menyerap makanan dan minuman Melibatkan banyak organ secara mekanik hingga kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Escherich 1885) dengan seluruh patogenitasnya di infeksi saluran pencernaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Escherich 1885) dengan seluruh patogenitasnya di infeksi saluran pencernaan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Escherichia coli Escherichia coli pertama kali diidentifikasikan oleh dokter hewan Jerman, Theodor Escherich dalam studinya mengenai sistem pencernaan pada bayi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein) 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein) Sapi perah yang umum digunakan sebagai ternak penghasil susu di Indonesia adalah sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH). Sapi PFH merupakan

Lebih terperinci

ISTILAH-ISTILAH. Ilmu Pakan Ternak Suatu ilmu yang berhubungan dng.pakan dan zat pakan yang terkandung di dalamnya thdp.kesehatan ternak dan manusia.

ISTILAH-ISTILAH. Ilmu Pakan Ternak Suatu ilmu yang berhubungan dng.pakan dan zat pakan yang terkandung di dalamnya thdp.kesehatan ternak dan manusia. ISTILAH-ISTILAH Ilmu Pakan Ternak Suatu ilmu yang berhubungan dng.pakan dan zat pakan yang terkandung di dalamnya thdp.kesehatan ternak dan manusia. Bahan Pakan Ternak Segala bahan yang dapat dimakan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Air Susu Ibu (ASI) Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi perah Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia. Bangsa sapi ini bisa berwarna putih dan hitam ataupun merah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi adalah hewan ternak yang merupakan famili Bovidae dari subfamili

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi adalah hewan ternak yang merupakan famili Bovidae dari subfamili BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Sapi adalah hewan ternak yang merupakan famili Bovidae dari subfamili Bovinae. Sapi banyak dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bangsa ( breed) sapi

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA Salah satu ciri mahluk hidup adalah membutuhkan makan (nutrisi). Tahukah kamu, apa yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales. 1 Strategi Pemberian Pakan Berkualitas Rendah (Jerami Padi) Untuk Produksi Ternak Ruminansia Oleh Djoni Prawira Rahardja Dosen Fakultas Peternakan Unhas I. Pendahuluan Ternak menggunakan komponen zat-zat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus hewan dan manusia dengan ratusan strain yang berbeda, baik yang berbahaya maupun yang

Lebih terperinci

kerusakan karena pengaruh lingkungan saluran pencernaan, sehingga dapat menjalankan fungsinya secara efektif dan efisien.

kerusakan karena pengaruh lingkungan saluran pencernaan, sehingga dapat menjalankan fungsinya secara efektif dan efisien. 2 kerusakan karena pengaruh lingkungan saluran pencernaan, sehingga dapat menjalankan fungsinya secara efektif dan efisien. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi mikrokapsul yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Kadar Kolesterol Daging pada Ayam Broiler Ulangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Kadar Kolesterol Daging pada Ayam Broiler Ulangan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Susu Sapi, Kedelai Fermentasi dan Kombinasinya Terhadap Kolesterol Daging Ayam Broiler. Hasil pengatamatan kadar kolesterol daging pada ayam broiler pada penelitian

Lebih terperinci