STUDI KASUS 2 BUAH STRUKTUR TEROWONGAN DAN MASALAH 2 YANG MEMERLUKAN SOLUSI TEKNIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KASUS 2 BUAH STRUKTUR TEROWONGAN DAN MASALAH 2 YANG MEMERLUKAN SOLUSI TEKNIS"

Transkripsi

1 STUDI KASUS 2 BUAH STRUKTUR TEROWONGAN DAN MASALAH 2 YANG MEMERLUKAN SOLUSI TEKNIS Terowongan merupakan struktur bawah tanah yang banyak digunakan sebagai salah satu pra-sarana transportasi khususnya di kawasan perkotaan, mengingat keterbatasan lahan kosong akibat peningkatan jumlah penduduk dan struktur bangunan. Sukses pemboran terowongan bawah tanah pada proyek Mass Rapid Transit Jakarta, diperkirakan akan memicu timbulnya pembangunan struktur terowongan pada lokasi 2 lain di Indonesia di waktu 2 mendatang. Untuk membagikan pengetahuan mengenai terowongan dibuatlah ulasan yang berisikan tentang pengalaman 2 pelaksanaan struktur terowongan, permasalahan riil yang dihadapi di lapangan, dan solusi 2 teknis yang dipakai para praktisi geoteknik dari 2 buah kasus terowongan yang telah terkonstruksi dengan baik di Michigan (U.S.A.) dan di London (U.K.), sbb. : Studi Kasus 1: The New St. Clair River Tunnel (Port Huron, Michigan, 1994) The New St. Clair River Tunnel (1994) merupakan salah satu project yang mendapatkan perhatian kalangan para praktisi teknik sipil pada masanya. The New St. Clair River Tunnel yang dikonstruksikan menggunakan lining baja tersebut dibuat dengan tujuan untuk menghubungkan jalur kereta api antara Montreal (Canada) dan Chicago (U.S.A.), khususnya pada area yang akan melintasi sungai. Montreal Jalur Kereta Api Chicago Perencanaan lokasi tunnel Gambar 1. Denah jalur kereta api dan lokasi tunnel. 1

2 A. Latar Belakang Permasalahan Penggunaan kapal ferry yang sebelumnya dijadikan sebagai satu-satunya jalur penghubung perdagangan dinilai kurang efektif dan tidak praktis, oleh karena itu timbullah ide untuk memanfaatkan kereta api sebagai sarana transportasi untuk mengoptimalkan waktu dan biaya. Sarana kereta api tersebut direncanakan untuk melewati tunnel existing (1891) yang ternyata memiliki ukuran lebih kecil dari ukuran kereta api yang akan melewatinya. Pada tahun 1991, The Canadian Nationals Railways (CNR) mengadakan feasibility study untuk mencari solusi yang paling memungkinkan untuk mengoptimalkan peran kereta api sebagai sarana transportasi. Pada akhirnya, setelah melalui berbagai pertimbangan dari segi dampak ke lingkungan, keamanan konstruksi, ketersediaan material, harga, & gangguan pada transportasi kereta api selama pelaksanaan; pelaksanaan shallow bored tunnel terpilih sebagai tunnel baru yang akan melintas dibawah sungai. Perencanaan potongan melintang dari struktur terowongan dideskripsikan sebagai berikut : Gambar 2. Potongan melintang The New St. Clair River Tunnel. B. Penyelidikan Geoteknik Untuk mendukung perencanaan tunnel, telah dilaksanakan 60 titik pemboran lapangan dengan stratifikasi tipikal tanah bawah sebagai berikut : 2

3 Fine to medium gravel with some sand 2-3 m Silty clay with cobbles and boulders m cu = kpa Overconsolidated sand/ silt Shale containing strong to very strong limestone concretions, contaminated by deep level industrial waste deposits cu = kpa 0-1 m m Gambar 3. Stratifikasi tipikal tanah bawah pada proyek The New St. Clair River Tunnel. Tunnel berdiameter 9.2 m tersebut sepenuhnya berada pada lapisan kedua, the silty clay with cobbles and boulders. Mengingat rendahnya kekuatan tanah (cu = kpa) yang nantinya menjadi tumpuan bagi struktur terowongan, diperkirakan akan terjadi efek squeezing pada tanah lempung yang berpotensi mengakibatkan penurunan pada konstruksi terowongan. Jalur masuk terowongan direncanakan terletak dipermukaan tanah dan jalur keluar direncanakan terletak 1 m dibawah lapisan pertama, the fine to medium gravel di permukaan. C. Beban Terowongan Terowongan baru yang dibangun tersebut akan dilewati oleh 24 kereta api sepanjang 2350 m yang masing-masing memuat ± 100 mobil setiap harinya dan 2 kereta api transportasi berkecepatan 80 km/ jam yang menghubungkan kota Chicago (U.S.A.) dan Toronto (Canada). D. Metode Pelaksanaan Pemboran tanah untuk konstruksi terowongan akan dilakukan secara hidrolis menggunakan tunnel boring machine (TBM) atau lebih spesifiknya menggunakan earth pressure balance machine (EPBM). Perkembangan TBM yang mampu memberikan support di bagian 3

4 permukaan membuat terowongan baru tersebut dapat diinstal tanpa bantuan tekanan udara, namun pemeriksaan berkala ke dalam working chamber merupakan hal yang penting untuk menjaga performa dan kualitas TBM. Support tersebut dihasilkan dengan menjaga keseimbangan antara kotoran yang keluar dari conveyor dan kecepatan penetrasi EPBM. EPBM berdiameter 9.52 tersebut dapat beroperasi diruang tertutup hingga seluruh panjang terowongan terselesaikan. Komponen 2 yang terdapat pada EPBM selanjutnya disajikan melalui Gambar 4 berikut ini : Gambar 4. Sistem Earth Pressure Balance Machine (EPBM). Adapun spesifikasi EPBM tipe ME-375SE yang digunakan a.l. sbb. : - Diameter Bor : 9.52 m - Kekuatan Alat Potong : 1800 kw - Panjang Shield : m - Kecepatan Alat Potong : rpm - Berat Shield : 524 ton - Panjang Total Alat : 105 m Bagian depan alat pemotong terdiri dari pick dan disk cutter yang dikombinasikan bersama-sama, bilamana komponen-komponen tersebut mengalami kerusakan reparasi dapat dilakukan didalam chamber. Selanjutnya, material yang ter-ekskavasi dibuang/ mengalir secara hidrolis menuju ke belt conveyor yang memiliki diameter 1.2 m. Lapisan bagian dalam dari belt conveyor diinjeksi dengan bentonite/ polymer untuk melumasi kotoran yang berbentuk cair 4

5 tersebut, sehingga aliran kotoran berjalan dengan lancar sekaligus untuk mempertahankan tekanan dipermukaan untuk keperluan ground support. Setelah itu kotoran dibuang ke permukaan melalui kendaraan berat yang telah disediakan sebelumnya. Untuk mereduksi penurunan yang akan terjadi pada bagian belakang EPBM, dilakukan grouting menggunakan pompa, segera setelah lubang pada bagian belakang mesin terbentuk. Hal yang perlu ditekankan disini adalah, kecepatan aliran dan tekanan pompa grouting harus terus dipantau dan dimonitor secara konstan untuk memastikan lubang telah tertutup dengan baik. E. Struktur Lining 5 hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam perencanaan struktur lining terowongan a.l. sbb. : Pembebanan : Beban tanah diatas, beban kereta api (long term) dan beban konstruksi (short term) harus masuk dalam pertimbangan, Gaya uplift : Tidak seperti beton yang sudah cukup berat, segmen baja ataupun besi perlu diberi pemberat (ballast), Durabilitas : Umumnya didesain sepanjang 100 tahun masa layan, Kekedapan : Mengingat kebocoran akan mengakibatkan terendamnya area konstruksi, sambungan perlu direncanakan dengan seksama terutama bila digunakan segmen baja, Waktu konstruksi : Penggunaan TBM diharapkan mampu mempercepat masa konstruksi. Pocket Gambar 5. Perencanaan struktur lining dan sambungan antar segmen. 5

6 Berdasarkan evaluasi menggunakan kelima poin yang telah diuraikan diatas, lining beton yang terkoneksi dengan baut dipilih. Untuk menjaga kekedapan terhadap air, digunakan gasket yang terletak diantara segmen-segmen lining. Lining didesain selebar 1.5 m, setebal 400 mm, dan dengan berat standar 725 ton. Direncanakan untuk memakai 6 segmen yang disambungkan menggunakan baji. Didalam mendesain tebal lining digunakan analisis finite element yang telah mempertimbangkan faktor-faktor terkait seperti halnya daya tolak dari EPBM (6000 ton), beban tanah dan air dalam kondisi paling maksimum, dan beban hidup (dalam hal ini beban kereta api). Tingginya kadar klorida (4000 ppm) dan sulfat (155 ppm) pada air tanah ditambah tingginya tekanan hidrostatis air, menimbulkan keraguan mengenai durabilitas struktur terowongan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, para engineer menyarankan penggunaan beton berkekuatan tinggi dengan kuat tekan sebesar 60 MPa yang memiliki permeabilitas rendah terhadap penetrasi klorida (telah teruji menggunakan ionic diffusion test). Disamping itu, untuk menghindarkan tulangan dari karat, tulangan dilapisi menggunakan epoxy. F. Permasalahan & Solusi Teknis Pada saat pemboran menggunakan EPBM mulai memasuki area bawah sungai, EPBM mengalami permasalahan serius. Alat potong dibagian depan mengalami kerusakan serius akibat rusaknya labyrinth seal/ main seal yang menyebabkan debris dan kerikil masuk ke bagian main bearing. Sebuah pukulan telak bagi orang 2 yang terlibat dalam proyek tersebut, mengingat deadline penyelesaian proyek yang harus dikejar, ditambah lagi perbaikan di tengah sungai bukanlah pekerjaan yang mudah untuk ditangani. Setelah melakukan rapat darurat antara owner, engineer, dan kontraktor; ditarik suatu kesimpulan bahwa alat pemotong harus diambil untuk diperiksa dan direparasi. Untuk mengambil cutterhead tersebut, dikonstruksikan sebuah shaft pada lokasi dimana mesin EPBM mengalami permasalahan (berjarak sekitar 140 m dari tepi sungai). Gambar 6. Perencanaan Shaft. 6

7 Diperlukan setidaknya penetrasi shaft sedalam 5 m dari dasar sungai untuk dapat mengambil cutterhead yang telah rusak tersebut. Untuk mengakomodasi hal tersebut, dikonstruksikan cofferdam dengan diameter 13.8 m menggunakan secant pile yang direncanakan terinstal hingga kedalaman 35 m. Menggunakan cara tersebut, cutterhead berhasil diambil dan diperbaiki sehingga pekerjaan dapat dilanjutkan dan terselesaikan dengan baik. Gambar 7. Struktur cofferdam menggunakan sistem secant pile. G. Kesimpulan Perlunya penyelidikan geoteknik yang intensif untuk mendapatkan stratifikasi dan properti tanah yang akurat dan memadai, Keberadaan boulder akan berpotensi menghambat teknik pelaksanaan dengan menggunakan EPBM (shield tunneling), oleh karena itu material ini perlu dihancurkan dahulu menggunakan hammer ataupun blasting, Grouting diperlukan untuk mereduksi penurunan yang akan terjadi, terutama pada bagian belakang/ ekor EPBM yang seringkali meninggalkan lubang, Dengan menggunakan teknik pelaksanaan yang baik dan benar, EPBM terbukti cocok diaplikasikan untuk pembuatan terowongan dibawah tekanan air tanah, Penggunaan lining beton akan memberikan kestabilan yang lebih baik terutama pada daerah-daerah dengan muka air tanah yang tinggi, bilamana perlu dapat dilakukan pelapisan tulangan menggunakan epoxy untuk meningkatkan resistensi terhadap karat, Pemeliharaan TBM dan metode pelaksanaan pemboran yang baik dan benar merupakan faktor penting untuk meminimalkan potensi permasalahan yang akan terjadi di depan. 7

8 Studi Kasus 2: Heathrow Express Tunnel (London - Heathrow Airport, 1994). Maksud dari perencanaan Heathrow Express Tunnel adalah untuk menghubungkan pusat kota London dengan Heathrow Airport. Disamping itu perkembangan jumlah penumpang dan transportasi yang diprediksi akan melonjak beberapa tahun ke depan juga menjadi salah satu dasar perencanaan. Dengan prediksi pertambahan pengguna lalu lintas sebesar 4% per tahun, jalur lalu lintas dipastikan akan menjadi amat padat 2-3 tahun ke depan. Persentase pengguna motor didapati sebesar 15% dari total pengguna lalu lintas, berdasarkan data statistik tersebut direncanakan 4 kereta api non-stop berkecepatan tinggi yang menghubungkan Heathrow dan Paddington yang terletak di pusat kota London yang ditempuh dalam waktu 16 menit perjalanan. A. Perencanaan Rute Kereta Api Jarak rute dari Paddington-Heathrow Central Terminal Area (CTA) - Terminal 4 adalah 27 km, dimana 19 km pertama menggunakan jalur eksisting di permukaan tanah dan sisanya menggunakan akses terowongan seperti terlihat pada Gambar 8 berikut ini : Gambar 8. Rute kereta api & lokasi perencanaan terowongan. 8

9 Pada bagian awal sepanjang 500 m direncanakan konstruksi twin cell cut and cover box yang melewati daerah pemukiman penduduk. Jalur kemudian berganti menuju ke Shepiston Lane yang menggunakan akses terowongan, hal tersebut didasari oleh padatnya lalu lintas pada daerah yang dimaksud. 100 m ke arah selatan dari Shepiston Lane terdapat intervention shaft yang dapat digunakan sebagai akses keluar pada saat kondisi darurat seperti halnya kebakaran dan kecelakaan lalu lintas, selain itu keberadaan intervention shaft juga dimaksudkan untuk mengontrol kualitas udara, air, dan temperatur pada saat terowongan tersebut digunakan. Bagian ini digunakan sebagai akses masuk peralatan pemboran dari permukaan untuk mengkonstruksikan 2 buah terowongan berdiameter 5.7 m. Setelah konstruksi terowongan tersebut mencapai CTA station, 2 buah terowongan tersebut kemudian menyatu untuk kemudian dialihkan menuju Terminal 4. B. Stratifikasi Tanah Bawah Stratifikasi tipikal tanah bawah pada proyek ini terdiri dari 2 meter tanah timbunan di permukaan. Lapisan berikutnya tersusun oleh gravel setebal 4-6 m. Lapisan penyusun dibawahnya didominasi oleh London clay setebal 50 m, dimana 1.5 m awal tanah lempung berada dalam kondisi lapuk, selanjutnya lempung mengalami peningkatan kuat geser undrained seiring dengan bertambahnya kedalaman, dengan perkiraan kuat geser rata-rata sebesar 70 kpa. C. Metode Konstruksi Terowongan & Struktur Lining Pada awalnya metode cut and cover tidak disetujui karena konstruksi galian berpotensi mengganggu operasional airport. Oleh karena itu digunakan metode pemboran menggunakan TBM untuk mengkonstruksikan terowongan. Bahan buangan yang berasal dari belt conveyor dimanfaatkan sebagai bahan backfill pada site cut and cover yang terletak pada Shepiston Lane. Rate penetrasi TBM dapat mencapai maksimal 180 m per minggu. Sistem lining semula direncanakan secara segmental dengan menggunakan beton precast yang memang umum digunakan untuk jenis tanah London clay. Namun seiring dengan berjalannya waktu dipilih penggunaan shotcrete/ sprayed concrete lining (SCL). Sistem ini sudah banyak diaplikasikan di Germany namun tidak banyak digunakan di U.K. Setelah melakukan 9

10 studi terowongan di Frankfurt (Germany), Tokyo (Japan), dan Sao Paulo (Brazil); SCL dipertimbangkan sebagai pilihan yang tepat untuk konstruksi Heathrow Express Tunnel dengan alasan 2 berikut ini : Mudah dikerjakan, Cost murah, Dapat memperkuat non-circular tunnel, Memiliki fleksibilitas terhadap perubahan diameter lining, Mampu mensupport lining, terutama disaat adanya perubahan desain yang membutuhkan diameter lining yang lebih besar. Untuk menguji dan mempelajari kemampuan SCL (mengingat proyek ini adalah proyek dengan skala yang besar) untuk menahan pembebanan yang ada, dibuatlah sebuah trial tunnel sepanjang 300 m yang terletak diantara CTA dan terminal 4. Pemasangan instrumentasi secara intensif dilakukan untuk memonitor pergerakan tanah. Hasil monitoring menunjukkan tidak ada problem serius yang terjadi, penurunan dan pergerakan tanah masih dalam batas 2 yang dapat diterima, sehingga teknik ini dipandang layak untuk dapat diterapkan pada lokasi proyek. D. Kegagalan Struktur Terowongan Pada tanggal 21 Oktober 1994 struktur mengalami kolaps. Beberapa saat sebelum terjadinya kegagalan struktur, pengawas mengidentifikasi adanya keretakan pada struktur terowongan dan memutuskan untuk mengevakuasi seluruh pekerja dalam terowongan. Tidak ada pekerja yang terluka akibat peristiwa ini, berkat tindakan sigap dan tepat dari pengawas konstruksi tersebut. Kegagalan struktur diakibatkan oleh besarnya tekanan dan penurunan berlebih pada tanah di atasnya. Namun beruntung, efek kegagalan tidak meluas ke bangunan 2 / struktur 2 yang berada disekitar proyek. Section 2 yang terletak didekat section lining yang gagal masih tetap stabil dan berdiri, namun amat berpotensi mengalami kegagalan serupa karena memiliki desain dan teknik pelaksanaan yang sama pada section yang gagal. Untuk mengantisipasi hal tersebut, sectionsection yang terletak dekat section yang gagal diisi penuh dengan concrete dengan tujuan untuk menciptakan bulkhead (prinsip pelaksanaan tiang bor). Pada section 2 lain yang terletak cukup jauh, pengisian foam concrete dilaksanakan sebagai perkuatan. 10

11 E. Tantangan & Solusi Teknis 6 minggu sebelum kegagalan pada terowongan Heathrow, kegagalan terowongan dengan sistem SCL juga terjadi di Munich, Germany. Hal ini membuat pemerintah Inggris memberikan larangan terhadap pelaksanaan teknik perkuatan terowongan menggunakan SCL, sampai dilakukan pengkajian ulang untuk menentukan dan memastikan terjaminnya stabilitas sistem konstruksi terowongan. Berdasarkan hasil rapat antara klien (Heathrow Express), kontraktor (Balfour Beatty), designer (Mott MacDonald), dan pihak asuransi proyek; diambil beberapa keputusan sehubungan dengan pelaksanaan proyek. Keputusan tersebut diantaranya : Station pada lokasi CTA akan dikonstruksikan sesuai dengan perencanaan semula, namun sistem lining menggunakan SCL akan diganti menggunakan sistem segmental lining, Pada area dimana kegagalan/ kolaps terjadi akan segera digali dan ditopang oleh sistem proteksi cofferdam berdiameter 60 m yang menggunakan secant pile, Pada area-area lain di terminal 4 dan lokasi dimana tunnel menyatu, penggunaan SCL tetap dilaksanakan dengan catatan perlu dilakukannya review ulang terhadap desain dan metode konstruksi, bilamana perlu modifikasi dapat dilakukan. Review ulang dan beberapa modifikasi yang telah dilakukan terhadap desain SCL selanjutnya dipaparkan sebagai berikut : Cross section dibuat dengan bentuk elips, terutama pada bagian invert, Penggunaan lattice girder sebagai sistem penopang tambahan pada seluruh section lining, Gambar 9. Lattice Girder. Peningkatan faktor beban untuk overburden ditingkatkan dari 1.0 menjadi 1.4, 11

12 Diadakannya pengarahan dan pelatihan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam mengkonstruksikan SCL untuk memastikan kualitas pengerjaan, Desainer senior SCL dipandang perlu untuk memberikan arahan pada saat pelatihan dan pelaksanaan SCL di lapangan. Gambar 10. Desain SCL yang telah direvisi. Pengkonstruksian terowongan menggunakan SCL kembali dilaksanakan pada bulan September 1995 pada lokasi terminal 4. Pemasangan instrumentasi dilakukan untuk mengamati perilaku struktur. hasil monitoring menunjukkan bahwa respons struktur memberikan hasil yang tidak jauh berbeda terhadap desain. Gaya dalam dan pergerakan lining yang terjadi masih dalam batas 2 yang masih dapat diterima. Sedangkan pada area dimana tanah bawah mengalami kolaps dan berada dalam kondisi terganggu, perlu digali dengan sistem proteksi secant pile seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada bagian section yang gagal digunakan segmental lining sebagai perkuatan. Konstruksi terowongan selesai lebih lambat 6 bulan dari perkiraan awal akibat kegagalan struktur, namun dapat terselesaikan dengan baik, berkat kerjasama yang terorganisir antara klien, kontraktor, dan desainer. F. Kesimpulan Perlunya penyelidikan geoteknik yang intensif untuk mendapatkan stratifikasi dan properti tanah yang akurat dan memadai, 12

13 Perlu mempertimbangkan kondisi dan karakteristik tanah diatas terowongan berikut beserta fluktuasi muka dan tekanan air tanah, mengingat tekanan overburden yang berlebihan akan berakibat keretakan dan bahkan kegagalan struktur terowongan, Diperlukan pengetahuan, pengarahan, dan kontrol dari pihak yang telah berpengalaman dibidangnya; khususnya jika digunakan metode dan sistem konstruksi yang masih relatif baru (dalam hal ini SCL) sebelum proyek memasuki masa konstruksi, Pemasangan instrumentasi seperti halnya inklinometer, piezometer, extensometer, dll.; merupakan hal yang penting untuk memantau kondisi aktual di lapangan sekaligus berperan sebagai early warning system, sehingga bilamana didapati keadaan yang dipertimbangkan cukup berbahaya, tindakan antisipasi dapat segera dilakukan untuk menanggulangi permasalahan yang ada, Komunikasi dan kerjasama antar pihak 2 yang terkait merupakan hal yang perlu dijaga dan ditingkatkan sehingga proyek dapat terselesaikan dengan aman, efisien, dan ekonomis. Oleh : Yehezkiel A. Sucipto, Foundation Engineer, Testana Engineering, Inc., Surabaya. 13

Overpass (Flyover) vs Underpass

Overpass (Flyover) vs Underpass Overpass (Flyover) vs Underpass Sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan kemacetan lalu-lintas pada persimpangan padat di kawasan perkotaan, dapat dipertimbangkan pengadaan suatu sistem

Lebih terperinci

Potensi Permasalahan Konstruksi Terowongan (Tunnel) PadaTanah Liat Ekspansif Surabaya Barat

Potensi Permasalahan Konstruksi Terowongan (Tunnel) PadaTanah Liat Ekspansif Surabaya Barat Potensi Permasalahan Konstruksi Terowongan (Tunnel) PadaTanah Liat Ekspansif Surabaya Barat Tanah liat ekspansif termasuk material berbutir halus yang banyak menimbulkan masalah bagi bangunan-bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemui diberbagai kota kota besar di Indonesia khususnya di DKI Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. ditemui diberbagai kota kota besar di Indonesia khususnya di DKI Jakarta. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemacetan lalu lintas merupakan salah satu masalah yang paling sering ditemui diberbagai kota kota besar di Indonesia khususnya di DKI Jakarta. Sebagai ibu

Lebih terperinci

Teknologi Selubung Terowongan (Shield Tunneling Technology)

Teknologi Selubung Terowongan (Shield Tunneling Technology) Teknologi Selubung Terowongan (Shield Tunneling Technology) Untuk membuat terowongan yang lebih besar dan lebih dalam, dengan metode shield tunneling membuat mimpi geofront*) abad 21 menjadi kenyataan.

Lebih terperinci

PERMASALAHAN STRUKTUR ATAP, LANTAI DAN DINDING

PERMASALAHAN STRUKTUR ATAP, LANTAI DAN DINDING PERMASALAHAN STRUKTUR ATAP, LANTAI DAN DINDING DEASY MONICA PARHASTUTI M. IRFAN NUGRAHA NOVSA LIRIK QORIAH TAUFAN HIDAYAT KELOMPOK 3 KG-3A PERMASALAHAN PADA ATAP PERMASALAHAN 5. BUBUNGAN RETAK PENYEBAB

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL 3.1 PENDAHULUAN Proyek jembatan Ir. Soekarno berada di sebelah utara kota Manado. Keterangan mengenai project plan jembatan Soekarno ini dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Pekerjaan pondasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu pondasi dangkal dan pondasi

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Pekerjaan pondasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu pondasi dangkal dan pondasi BAB VII PEMBAHASAN MASALAH 7.1 Tinjauan umum Pekerjaan pondasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dalam sendiri dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Dalam setiap Proyek Konstruksi, metode pelaksanaan yang dilakukan memiliki

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH. Dalam setiap Proyek Konstruksi, metode pelaksanaan yang dilakukan memiliki BAB VII PEMBAHASAN MASALAH 7.1. Uraian Umum Dalam setiap Proyek Konstruksi, metode pelaksanaan yang dilakukan memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan Proyek yang lainnya. Metode pelaksanaan yang

Lebih terperinci

5- PEKERJAAN DEWATERING

5- PEKERJAAN DEWATERING 5- PEKERJAAN DEWATERING Pekerjaan galian untuk basement, seringkali terganggu oleh adanya air tanah. Oleh karena itu, sebelum galian tanah untuk basement dimulai sudah harus dipersiapkan pekerjaan pengeringan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab III Metodologi. 3.1 Deskripsi Proyek Jembatan Budi Indah Bandung Lokasi Proyek. Gbr 3.1 Peta Site Plan Proyek

BAB III METODOLOGI. Bab III Metodologi. 3.1 Deskripsi Proyek Jembatan Budi Indah Bandung Lokasi Proyek. Gbr 3.1 Peta Site Plan Proyek BAB III METODOLOGI 3.1 Deskripsi Proyek Jembatan Budi Indah Bandung 3.1.1 Lokasi Proyek Keterangan: Gbr 3.1 Peta Site Plan Proyek Sebelah utara Sebelah timur Sebelah barat Sebelah selatan : Lembang ( ±

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH BAB VII PEMBAHASAN MASALAH 7.1 Pembahasan Masalah Secara umum setiap proyek memiliki permasalahan masing-masing, sesuai dengan tingkat kesulitan suatu perencanaan suatu proyek berdasarkan keinginan pemilik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN. lapisan tanah dan menentukan jenis pondasi yang paling memadai untuk mendukung

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN. lapisan tanah dan menentukan jenis pondasi yang paling memadai untuk mendukung BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1 Keadaan Lokasi Penyelidikan Tanah Penyelidikan tanah terdiri dari pemboran di empat titik yang meliputi tapak rencana bangunan. Maksud dari penyelidikan ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua bangunan yang didesain bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu

BAB I PENDAHULUAN. Semua bangunan yang didesain bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Semua bangunan yang didesain bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu pondasi. Pondasi adalah bagian dari suatu sistem desain yang bertugas untuk meneruskan beban dari

Lebih terperinci

Persyaratan agar Pondasi Sumuran dapat digunakan adalah sebagai berikut:

Persyaratan agar Pondasi Sumuran dapat digunakan adalah sebagai berikut: Pondasi Caisson atau Pondasi Sumuran Pondasi sumuran adalah suatu bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang dan digunakan apabila tanah dasar (tanah keras) terletak pada kedalaman yang

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Galian adalah pekerjaan menggali tanah untuk keperluan konstruksi

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Galian adalah pekerjaan menggali tanah untuk keperluan konstruksi BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1. Pekerjaan Galian Galian adalah pekerjaan menggali tanah untuk keperluan konstruksi yang bertujuan untuk mendapatkan desain atau bentuk konstruksi yang sesuai dengan elevasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan tahun kehadiran kendaraan bermotor khususnya di daerah ibu kota seperti Jakarta semakin meningkat dan membutuhkan infrastruktur jalan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN. digunakan untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban dari struktur

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN. digunakan untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban dari struktur BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1 Uraian Umum Pondasi tiang pancang (pile foundation) adalah bagian dari struktur yang digunakan untuk menerima dan mentransfer (menyalurkan) beban dari struktur atas

Lebih terperinci

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB III DATA PERENCANAAN BAB III DATA PERENCANAAN 3.1 Umum Perencanaan pondasi tiang mencakup beberapa tahapan pekerjaan. Sebagai tahap awal adalah interpretasi data tanah dan data pembebanan gedung hasil dari analisa struktur

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN BETON PRACETAK PADA STRUKTUR TUNNEL FEEDER Antonius Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Islam Sultan Agung Jl. Raya Kaligawe Km.4, Semarang 50012 Email: antoni67a@yahoo.com

Lebih terperinci

METODE PEKERJAAN BORE PILE

METODE PEKERJAAN BORE PILE METODE PEKERJAAN BORE PILE Dalam melaksanakan pekerjaan bore pile hal-hal yang harus diperhatikan adalah : 1. Jenis tanah Jenis tanah sangat berpengaruh terhadap kecepatan dalam pengeboran. Jika tipe tanah

Lebih terperinci

Bottom-Up Construction pada Gedung 48 Lantai dengan 5 Besmen Plaza Indonesia II Jakarta

Bottom-Up Construction pada Gedung 48 Lantai dengan 5 Besmen Plaza Indonesia II Jakarta Bottom-Up Construction pada Gedung 48 Lantai dengan 5 Besmen Plaza Indonesia II Jakarta Ir. Davy Sukamta IP Utama HAKI PENDAHULUAN Proyek Plaza Indonesia II adalah extension dari kompleks Plaza Indonesia

Lebih terperinci

LOKASI BH 140 (35+782)

LOKASI BH 140 (35+782) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan konstruksi pondasi dalam menopang dan menyalurkan beban struktur diatasnya harus dapat direncanakan dengan baik, perencanaan disini dapat berpedoman kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM 1.2. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM 1.2. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Kotamadya Semarang yang merupakan Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah, memiliki kondisi yang cukup kompleks. Sebagai kota yang terletak di pesisir utara pulau Jawa, dahulu

Lebih terperinci

STABILISASI TANAH HIDROLIS

STABILISASI TANAH HIDROLIS STABILISASI TANAH HIDROLIS Pre-fabricated Vertical Drain Oleh : Andika Satria Agus (0907132986) Jurusan Teknik SIpil, Fakultas Teknik, Universitas Riau Prefabricated Vertical Drain (PVD) adalah adalah

Lebih terperinci

MEMO. Please advise immediately if any pages are not received to

MEMO. Please advise immediately if any pages are not received to MEMO Please advise immediately if any pages are not received to 2223472 NO. DATE TO CC PROJECT TOTAL PAGES FROM SUBJECT : 6/ST 1617/1611/3944 : 14 November 216 : Pak Teddy, Pak Yuri :: The MAJ : 7 (include

Lebih terperinci

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN. Dalam pelaksanaan suatu proyek baik proyek besar maupun proyek kecil selalu

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN. Dalam pelaksanaan suatu proyek baik proyek besar maupun proyek kecil selalu BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN Dalam pelaksanaan suatu proyek baik proyek besar maupun proyek kecil selalu diharapkan hasil dengan kualitas yang baik dan memuaskan, yaitu : 1. Memenuhi spesifikasi

Lebih terperinci

PONDASI TIANG BOR (BOR PILE)

PONDASI TIANG BOR (BOR PILE) PONDASI TIANG BOR (BOR PILE) Disusun Oleh : Ama Muttahizi Ahadan Auhan Hasan Fastajii Bulloh TEKNIK KONSTRUKSI SIPIL POLITEKNIK NEGERI JAKARTA 2014 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Pada masa Pembangunan Jangka Panjang Tahap II ini, Indonesia telah

BABI PENDAHULUAN. Pada masa Pembangunan Jangka Panjang Tahap II ini, Indonesia telah BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa Pembangunan Jangka Panjang Tahap II ini, Indonesia telah rnemasuki babakan kemajuan di bidang perekonomian yang cukup berarti. Perkembangan ini menuntut antisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Bangunan sipil pada umumnya meliputi dua bagian utama, yaitu struktur bagian bawah (sub structure) dan struktur bagian atas (upper structure). Struktur bagian bawah berfungsi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pondasi Dalam Pondasi dalam adalah pondasi yang dipakai pada bangunan di atas tanah yang lembek. Pondasi ini umumnya dipakai pada bangunan dengan bentangan yang cukup lebar, salah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH

PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH PENGGUNAAN BORED PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH Yeremias Oktavianus Ramandey NRP : 0021136 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

BAB. V PELAKSANAAN PEKERJAAN V. 1. Uraian Umum Tahap pelaksanaan pekerjaan merupakan tahap yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya suatu proyek. Hal ini membutuhkan pengaturan serta pengawasan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan kelas utama di Indonesia. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan kelas utama di Indonesia. Sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan kelas utama di Indonesia. Sebagai pelabuhan terbesar, diperlukan sarana dan fasilitas pelabuhan untuk menunjang bongkar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. pondasi tiang mencangkup beberapa tahapan pekerjaan, sebagai tahapan awal

BAB III METODOLOGI. pondasi tiang mencangkup beberapa tahapan pekerjaan, sebagai tahapan awal BAB III METODOLOGI 3.1. Umum Pada perencanaan suatu struktur gedung, khususnya pada perencanaan pondasi tiang mencangkup beberapa tahapan pekerjaan, sebagai tahapan awal adalah interprestasi data tanah.

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN. Pekerjaan Perbaikan Darurat Bencana Erupsi Gunung Merapi (Paket 2) - Lanjutan 1

METODE PELAKSANAAN. Pekerjaan Perbaikan Darurat Bencana Erupsi Gunung Merapi (Paket 2) - Lanjutan 1 I. INFORMASI / PENDAHULUAN 1. Peta lokasi pekerjaan : (lihat lampiran) a Lokasi pelaksanaan pekerjaan 2. Informasi Pekerjaan & Lapangan a Site : - Luas tempat kerja : memanjang - Topografi : daerah aliran

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 STRUKTUR BETON

BAB V PEMBAHASAN 5.1 STRUKTUR BETON BAB V PEMBAHASAN 5.1 STRUKTUR BETON Beton bertulang adalah struktur komposit yang sangat baik untuk digunakan pada konstruksi bangunan. Pada struktur beton bertulang terdapat berbagai keunggulan akibat

Lebih terperinci

PERENCANAAN KONSTRUKSI DINDING PENAHAN TANAH UNDERPASS JEMURSARI SURABAYA

PERENCANAAN KONSTRUKSI DINDING PENAHAN TANAH UNDERPASS JEMURSARI SURABAYA PERENCANAAN KONSTRUKSI DINDING PENAHAN TANAH UNDERPASS JEMURSARI SURABAYA Gagah Triambodo 3110100119 Dosen Pembimbing : Ir. Suwarno, M.Eng Putu Tantri Kumalasari, ST., MT. 1.1 Latar Belakang Surabaya adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jembatan merupakan prasarana umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Jembatan merupakan salah satu prasarana transportasi yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempengaruhi berbagai macam aspek kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah ilmu pengetahuan mengenai penerapan

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN BETON PRACETAK PADA STRUKTUR TUNNEL FEEDER

METODE PELAKSANAAN BETON PRACETAK PADA STRUKTUR TUNNEL FEEDER METODE PELAKSANAAN BETON PRACETAK PADA STRUKTUR TUNNEL FEEDER Antonius Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Islam Sultan Agung Jl. Raya Kaligawe Km.4, Semarang 50012 Email: antoni67a@yahoo.com

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA RESUME MAKALAH EVALUASI PROPERTI GEOTEKNIK LIMBAH PADAT PERKOTAAN (MUNICIPAL SOLID WASTE)

UNIVERSITAS INDONESIA RESUME MAKALAH EVALUASI PROPERTI GEOTEKNIK LIMBAH PADAT PERKOTAAN (MUNICIPAL SOLID WASTE) UNIVERSITAS INDONESIA RESUME MAKALAH EVALUASI PROPERTI GEOTEKNIK LIMBAH PADAT PERKOTAAN (MUNICIPAL SOLID WASTE) DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH GEOTEKNIK LINGKUNGAN oleh: Fadhilaa Muhammad LT

Lebih terperinci

BAB VII TINJAUAN KHUSUS. Pada bab ini penulis akan membahas tinjauan khusus sebagaimana yang

BAB VII TINJAUAN KHUSUS. Pada bab ini penulis akan membahas tinjauan khusus sebagaimana yang BAB VII TINJAUAN KHUSUS 7.1 Pembahasan Tinjauan Khusus Pada bab ini penulis akan membahas tinjauan khusus sebagaimana yang telah di tugaskan oleh pembimbing kerja praktek kepada penulis, adapun pembahasan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN INSTALASI BOREDPILE PADA PROYEK PEMBANGUNAN FLYOVER GATOT SUBROTO BANJARMASIN

PELAKSANAAN INSTALASI BOREDPILE PADA PROYEK PEMBANGUNAN FLYOVER GATOT SUBROTO BANJARMASIN PELAKSANAAN INSTALASI BOREDPILE PADA PROYEK PEMBANGUNAN FLYOVER GATOT SUBROTO BANJARMASIN M. Firdaus Politeknik Banjarmasin Ahli Madya Geoteknik (G-1 HATTI) ABSTRAK: Pada konstruksi yang kondisi tanah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier.

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier. ABSTRAK Dalam perencanaan pondasi tiang harus memperhatikan karakteristik tanah di lapangan serta beban struktur atas bangunan karena hal ini akan mempengaruhi desain pondasi yang akan digunakan. Metode

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen terpenting dari suatu proyek pembangunan, karena kumpulan berbagai macam material itulah yang

Lebih terperinci

BAB VII MONITORING SUHU BETON DENGAN ALAT THERMOCOUPLE. beton yang cukup besar (umumnya diatas 1000 m³). Pada Mass Concrete

BAB VII MONITORING SUHU BETON DENGAN ALAT THERMOCOUPLE. beton yang cukup besar (umumnya diatas 1000 m³). Pada Mass Concrete BAB VII MONITORING SUHU BETON DENGAN ALAT THERMOCOUPLE 7.1 Uraian Umum Struktur dengan volume beton yang besar atau disebut juga dengan Mass Concrete adalah istilah pengecoran beton yang dilakukan secara

Lebih terperinci

Tata cara pengukuran tekanan air pori tanah dengan pisometer pipa terbuka Casagrande

Tata cara pengukuran tekanan air pori tanah dengan pisometer pipa terbuka Casagrande Standar Nasional Indonesia Tata cara pengukuran tekanan air pori tanah dengan pisometer pipa terbuka Casagrande ICS 93.140 Badan Standardisasi Nasional i BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

Analisa Alternatif Penanggulangan Kelongsoran Lereng

Analisa Alternatif Penanggulangan Kelongsoran Lereng Bab V Analisa Alternatif Penanggulangan Kelongsoran Lereng V.1 Alternatif Penanggulangan Kelongsoran Lereng Metode stabilitas lereng bertujuan untuk mengurangi gaya dorong, meningkatkan gaya tahan, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan pengetahuan tentang perencanaan suatu bangunan berkembang semakin luas, termasuk salah satunya pada perencanaan pembangunan sebuah jembatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Uraian Singkat Jembatan Kereta Api Lintas Semarang-Bojonegoro Pembangunan Jembatan Kereta Api Lintas Semarang-Bojonegoro, merupakan proyek pembangunan Track dan Jalur

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Pembersihan Lahan Pada umumnya dalam membangun bangunan, harus ada tanah sebagai tempat dimana bangunan tersebut berada. Tanah yang digunakan harus bersih, tidak ada rerumputan

Lebih terperinci

Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong

Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong SNI 03-6367-2000 1 Ruang lingkup Spesifikasi ini meliputi pipa beton tidak bertulang yang digunakan sebagai pembuangan air

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS. 3.1 Data Teknis

BAB III STUDI KASUS. 3.1 Data Teknis BAB III STUDI KASUS Bab ini menyajikan studi kasus pada penulisan tugas akhir. Studi kasus ini mengambil data pada proyek pembangunan Bendungan Way Biha. Bab ini mengungkapkan data teknis stabilitas bendungan

Lebih terperinci

BAB III KABEL BAWAH TANAH

BAB III KABEL BAWAH TANAH BAB III 1. TUJUAN Buku pedoman ini membahas tata cara pemasangan kabel bawah tanah dengan tujuan untuk memperoleh mutu pekerjaan yang baik dan seragam dalam cara pemasangan serta peralatan yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB 3 DATA TANAH DAN DESAIN AWAL

BAB 3 DATA TANAH DAN DESAIN AWAL BAB 3 DATA TANAH DAN DESAIN AWAL Jembatan Cable Stayed Menado merupakan jembatan yang direncanakan dibangun untuk melengkapi sistem jaringan Menado Ring Road sisi barat untuk mengakomodasi kebutuhan jaringan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print D-44

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print D-44 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print D-44 Perbaikan Tanah Dasar Menggunakan Pre-Fabricated Vertical Drain Dengan Variasi Dan Perkuatan Lereng Dengan Turap Studi Kasus

Lebih terperinci

Kata Kunci : Underpass, Dinding Penahan Tanah, Dinding Diafragma, Secant Pile, Sheet Pile

Kata Kunci : Underpass, Dinding Penahan Tanah, Dinding Diafragma, Secant Pile, Sheet Pile 1 Perencanaan Konstruksi Dinding Penahan Tanah pada Underpass Jemursari, Surabaya Gagah Triambodo,Ir. Suwarno, M.Eng, Putu Tantri Kumalasari, ST., MT Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,Institut

Lebih terperinci

PERBAIKAN ELEMEN STRUKTUR PASCA KEBAKARAN. Kusdiman Joko Priyanto. Abstrak

PERBAIKAN ELEMEN STRUKTUR PASCA KEBAKARAN. Kusdiman Joko Priyanto. Abstrak PERBAIKAN ELEMEN STRUKTUR PASCA KEBAKARAN Kusdiman Joko Priyanto Abstrak Kebakaran merupakan bencana yang dapat terjadi setiap saat dan kapan saja. Banyak bangunan telah mengalami kebakaran karena berbagai

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai kota metropolitan memang memiliki daya tarik bagi penduduk dari luar kota untuk tinggal dan bekerja mencari nafkah. Banyaknya lapangan pekerjaan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan sarana infrastruktur dalam dunia teknik sipil mengalami perkembangan yang cukup pesat, meningkatnya populasi manusia dan terbatasnya lahan merangsang

Lebih terperinci

BAB VI TINJAUAN KHUSUS. (Secant Pile dan Soldier Pile)

BAB VI TINJAUAN KHUSUS. (Secant Pile dan Soldier Pile) BAB VI TINJAUAN KHUSUS (Secant Pile dan Soldier Pile) 6.1 Uraian umum Pada proyek Brooklyn Soho and Apartment, didnding penahan tanah menggunakan metode Secant pile dan Soldier pile. 6.1.1 Secant Pile

Lebih terperinci

SPESIFIKASI TEKNIS. Pasal 1 JENIS DAN LOKASI PEKERJAAN

SPESIFIKASI TEKNIS. Pasal 1 JENIS DAN LOKASI PEKERJAAN SPESIFIKASI TEKNIS Pasal 1 JENIS DAN LOKASI PEKERJAAN 1. Nama Kegiatan : Penataan Listrik Perkotaan 2. Nama pekerjaan : Penambahan Lampu Taman (65 Batang) 3. Lokasi : Pasir Pengaraian Pasal 2 PEKERJAAN

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 ALTERNATIF PERENCANAAN DINDING PENAHAN TANAH STASIUN BAWAH TANAH DUKUH ATAS DENGAN DIAPHRAGM WALL, SECANT PILE, DAN SOLDIER PILE PADA PEMBANGUNAN PROYEK

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF JEMBATAN

BAB V ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF JEMBATAN BAB V ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF JEMBATAN Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan untuk membangun berbagai jenis konstruksi jembatan, yang pelaksanaannya menyesuaikan dengan kebutuhan kondisi setempat.

Lebih terperinci

BAB V METODE PELAKSANAAN. 5.1 Pekerjaan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebihdahulu, lalu kemudian diisi

BAB V METODE PELAKSANAAN. 5.1 Pekerjaan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebihdahulu, lalu kemudian diisi BAB V METODE PELAKSANAAN 5.1 Pekerjaan Pondasi Tiang Bor (Bored Pile) Pondasi tiang bor (bored pile) adalah pondasi tiang yang pemasangannya dilakukan dengan mengebor tanah pada awal pengerjaannya. Bored

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalur Pantura atau pantai utara merupakan jalur yang sangat vital bagi sarana transportasi lintas provinsi di Pulau Jawa. Selain itu juga sebagai penghubung aktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Proyek pembangunan gedung berlantai banyak ini adalah pembangunan gedung

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Proyek pembangunan gedung berlantai banyak ini adalah pembangunan gedung BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Deskripsi Proyek Proyek pembangunan gedung berlantai banyak ini adalah pembangunan gedung perkantoran, hotel dan pasilitas lainnya di daerah Jakarta Selatan. Untuk meneruskan/mentransfer

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Team ilmu sipil dalam websitenya mengartikan pile cap sebagai bagian dari pondasi bangunan yang digunakan untuk mengikat tiang pancang yang sudah terpasang dengan struktur diatasnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pengetahuan Umum Rencana Anggaran Biaya ( RAB ) diberikan sebagai dasar pemikiran lebih lanjut.

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Pengetahuan Umum Rencana Anggaran Biaya ( RAB ) diberikan sebagai dasar pemikiran lebih lanjut. BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Pengetahuan Umum Rencana Anggaran Biaya ( RAB ) Pelaksanaan atau pekerjaan sebuah proyek konstruksi dimulai dengan penyusunan perencanaan, penyusunan jadwal (penjadwalan)

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN

TUGAS AKHIR SIMON ROYS TAMBUNAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL STRUKTUR DAN REKLAMASI PELABUHAN PARIWISATA DI DESA MERTASARI - BALI OLEH : SIMON ROYS TAMBUNAN 3101.100.105 PROGRAM SARJANA (S-1) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Jalur Kereta Api Utama Di Pulau Jawa I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Jalur Kereta Api Utama Di Pulau Jawa I Latar Belakang Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah pondasi didefinisikan sebagai suatu bagian konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan atas

Lebih terperinci

BAB III DATA PERENCANAAN

BAB III DATA PERENCANAAN BAB III DATA PERENCANAAN 3.1 Konsep Perencanaan Dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan perkuatan lereng dengan menggunakan geosintetik, tahap awal yang harus dilakukan adalah evaluasi data dari hasil

Lebih terperinci

BONDEK DAN HOLLOW CORE SLAB

BONDEK DAN HOLLOW CORE SLAB BONDEK DAN HOLLOW CORE SLAB Dibuat Untuk Memenuhi Persyaratan Perkuliahan Struktur Beton Gedung Semester IV Tahun Ajaran 2015 Dibuat oleh : KELOMPOK 6 Deasy Monica Parhastuti 131111003 Gani Adnan Sastrajaya

Lebih terperinci

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan Mata Kuliah Kode SKS : Perancangan Struktur Beton : CIV-204 : 3 SKS Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan Pertemuan - 15 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan penulangan pada elemen-elemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk sehingga muncul banyak kendaraan-kendaraan

Lebih terperinci

Ronald Adi Saputro Dosen Pembimbing : Ir. Suwarno, Meng Musta in Arif, ST., MT.

Ronald Adi Saputro Dosen Pembimbing : Ir. Suwarno, Meng Musta in Arif, ST., MT. Ronald Adi Saputro 3110100027 Dosen Pembimbing : Ir. Suwarno, Meng Musta in Arif, ST., MT. 1.1 Latar Belakang Surabaya adalah kota dengan terbesar ke 2 di Indonesia. Besarnya jumlah penduduk membuat transportasi

Lebih terperinci

RSU KASIH IBU - EXTENSION STRUKTUR : BAB - 06 DAFTAR ISI PEKERJAAN KONSTRUKSI BAJA 01. LINGKUP PEKERJAAN BAHAN - BAHAN..

RSU KASIH IBU - EXTENSION STRUKTUR : BAB - 06 DAFTAR ISI PEKERJAAN KONSTRUKSI BAJA 01. LINGKUP PEKERJAAN BAHAN - BAHAN.. DAFTAR ISI 01. LINGKUP PEKERJAAN.. 127 02. BAHAN - BAHAN.. 127 03. SYARAT-SYARAT PELAKSANAAN...... 127 PT. Jasa Ferrie Pratama 126 01. Lingkup Pekerjaan Pekerjaan ini meliputi seluruh pekerjaan Konstruksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Timbunan Ringan Dengan Mortar Busa Material timbunan ringan dengan Mortar busa adalah merupakan foamed embankment mortar disebut juga sebagai high-grade soil yang terdiri dari

Lebih terperinci

FONDASI DALAM BAB I PENDAHULUAN

FONDASI DALAM BAB I PENDAHULUAN FONDASI DALAM BAB I PENDAHULUAN A. FUNGSI FONDASI PENDAHULUAN Meneruskan beban yang diterima ke tanah dasar fondasi kepada tanah, baik beban dalam arah vertical maupun horizontal. Fungsi fondasi tiang

Lebih terperinci

STANDAR LATIHAN KERJA

STANDAR LATIHAN KERJA STANDAR LATIHAN (S L K) Bidang Ketrampilan Nama Jabatan : Pengawasan Jembatan : Inspektor Lapangan Pekerjaan Jembatan (Site Inspector of Bridges) Kode SKKNI : INA.5212. 322.04 DEPARTEMEN PEAN UMUM BADAN

Lebih terperinci

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN

BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN BAB V METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1 Uraian Umum Metoda pelaksanaan dalam sebuah proyek konstruksi adalah suatu bagian yang sangat penting dalam proyek konstruksi untuk mencapai hasil dan tujuan yang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu konstruksi, pertama tama sekali yang dilaksanakan dan dikerjakan dilapangan adalah pekerjaan pondasi (struktur bawah) baru kemudian melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Beton merupakan bahan utama pada suatu bangunan sehingga sangat penting memperhatikan perilaku atau sifat-sifat beton. Walaupun beton sangat baik dan kuat tetapi

Lebih terperinci

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN Prof. Dr.Ir.Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.,DEA Workshop Continuing Profesional Development (CPD) Ahli Geoteknik Hotel Ambara - Jakarta 3-4 Oktober 2016

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN PT.GUNUNG MURIA RESOURCES

METODE PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN PT.GUNUNG MURIA RESOURCES METODE PELAKSANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN I. RUANG LINGKUP PEKERJAAN PT.GUNUNG MURIA RESOURCES Pekerjaan Pembangunan Jembatan ini terdiri dari beberapa item pekerjaan diantaranya adalah : A. UMUM 1. Mobilisasi

Lebih terperinci

Pada ujung bawah kaki timbunan terlihat kelongsoran material disposal yang menutup pesawahan penduduk seperti terlihat pada Gambar III.27.

Pada ujung bawah kaki timbunan terlihat kelongsoran material disposal yang menutup pesawahan penduduk seperti terlihat pada Gambar III.27. Retakan Gambar III.23 Kondisi Badan Jalan di KM 96+660 B (Nov - Des 2007) ( Sumber : Balai Geoteknik Puslitbang Jalan dan Jembatan DPU) Retakan Gambar III.24 Retak-retak Geoteknik Puslitbang Jalan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk tiap tahunnya, maka secara langsung kebutuhan akan lahan sebagai penunjang kehidupan pun semakin besar. Pada kota-kota

Lebih terperinci

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR Penyusunan RKS Perhitungan Analisa Harga Satuan dan RAB Selesai Gambar 3.1 Flowchart Penyusunan Tugas Akhir BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR 4.1 Data - Data Teknis Bentuk pintu air

Lebih terperinci

Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan Metode Partial Floating Sheetpile (PFS)

Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan Metode Partial Floating Sheetpile (PFS) Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No. 3 Vol. 3 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional September 2017 Pengaruh Perkuatan Sheetpile terhadap Deformasi Area Sekitar Timbunan pada Tanah Lunak Menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah perusahaan dalam melakukan aktivitas kontruksi harus memenuhi unsur keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam kegiatan konstruksi kecelakaan dapat terjadi

Lebih terperinci

BABV PELAKSANAAN PERKUATAN DINnING GALIAN DENGAN METODE "SOIL NAILING" PADA PROYEK MENARA DEA

BABV PELAKSANAAN PERKUATAN DINnING GALIAN DENGAN METODE SOIL NAILING PADA PROYEK MENARA DEA BABV PELAKSANAAN PERKUATAN DINnING GALIAN DENGAN METODE "SOIL NAILING" PADA PROYEK MENARA DEA 5.1 Tinjauan Umum Proyek Menara Dea merupakan proyek pembangunan "multistorey building" di kawasan terpadu

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 Citra Bahrin Syah 3106100725 Dosen Pembimbing : Bambang Piscesa, ST. MT. Ir. Djoko Irawan,

Lebih terperinci

PROFIL PERMUKAAN TANAH KERAS KOTA SURAKARTA SEBAGAI INFORMASI PRADESAIN PONDASI

PROFIL PERMUKAAN TANAH KERAS KOTA SURAKARTA SEBAGAI INFORMASI PRADESAIN PONDASI PROFIL PERMUKAAN TANAH KERAS KOTA SURAKARTA SEBAGAI INFORMASI PRADESAIN PONDASI Reza Satria Warman 1), Yusep Muslih Purwana 2), Noegroho Djarwanti 3) 1) Soil Mechanics Laboratory, Program Studi Teknik

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK SEMINAR TUGAS AKHIR JULI 2011 MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK Oleh : SETIYAWAN ADI NUGROHO 3108100520

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan

Lebih terperinci