Dalam rangka melaksanakan pembangunan daerah Kabupaten Sukabumi, telah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dalam rangka melaksanakan pembangunan daerah Kabupaten Sukabumi, telah"

Transkripsi

1 MATERI TEKNIS BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam rangka melaksanakan pembangunan daerah Kabupaten Sukabumi, telah diupayakan adanya keterpaduan pembangunan sektoral dan wilayah. Wujud operasionalnya diselenggarakan melalui pendekatan pembangunan wilayah yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi yang komprehensif dan bersinergi dengan RTRW Nasional dan RTRW Propinsi Jawa Barat. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang keterpaduan, mengamanatkan keserasian, azas penyelenggaraan keselarasan, dan penataan keseimbangan, ruang, yaitu keberlanjutan, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan, perlindungan kepentingan umum, kepastian hukum dan keadilan, serta akuntabilitas. Penetapan azas tersebut di atas tentunya dilaksanakan demi mencapai dan mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, sesuai dengan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan ketahanan nasional. Untuk itu, dalam rangka menyelaraskan dan menjabarkan RTRW Nasional dan RTRW Provinsi Jawa Barat diperlukan RTRW Kabupaten Sukabumi yang mengakomodir kepentingan nasional, regional dan lokal dalam satu kesatuan penataan ruang. Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, ruang udara dan termasuk juga ruang di dalam bumi, sebagai tempat masyarakat Kabupaten Sukabumi melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya, serta merupakan suatu sumber daya yang harus ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana. Dengan demikian RTRW Kabupaten Sukabumi sangat strategis untuk dapat menjadi pedoman dalam penyelenggaraan penataan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I-1

2 ruang, serta untuk menjaga kegiatan pembangunan agar tetap sesuai dengan kaidahkaidah pembangunan berkelanjutan. Hal ini ditegaskan juga oleh Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Propinsi Jawa Barat , yang menetapkan kedudukan Rencana Tata Ruang sebagai acuan utama pembangunan sektoral dan wilayah, dan ditindaklanjuti dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sukabumi Sebagai matra spasial pembangunan, maka RTRW Kabupaten Sukabumi disusun berdasarkan hasil kajian secara menyeluruh terhadap karakteristik wilayah internal dan eksternal serta pencermatan terhadap kepentingan-kepentingan jangka panjang, disamping memperhatikan dinamika yang terjadi, baik dalam lingkup eksternal maupun internal. Sehubungan dengan itu, dalam proses penyusunan RTRW Kabupaten Sukabumi tidak terlepas dari hasil evaluasi pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi , sebagai dasar dalam perumusan strategi dan rencana tata ruang ke depan. Hal ini terutama dikaitkan dengan kinerja penataan ruang, yang pada kenyataannya masih terdapat penyimpangan, baik dalam aspek struktur maupun pola ruang. Selanjutnya dari sisi dinamika pembangunan, telah diperhatikan pula beberapa perubahan yang perlu diantisipasi dan direspon, terutama menyangkut antisipasi dan respon atas kesepakatan eksekutif-legislatif pada awal tahun 2009 tentang persetujuan terhadap pembentukan calon daerah otonom baru (DOB) pemekaran Kabupaten Sukabumi menjadi Kabupaten Sukabumi Utara (21 kecamatan) dan Kabupaten Sukabumi (26 kecamatan), dalam suatu substansi rencana tata ruang yang mampu menjamin keberlangsungan pelaksanaannya di lapangan, serta terlebih penting lagi dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan jangka panjang. Dalam konteks penataan ruang wilayah kabupaten, dinamika eksternal mencakup pengaruh tataran global, nasional dan regional, seperti tuntutan sistem kepemerintahan yang baik (good governance), tuntutan pasar dunia (global market forces), dan tuntutan setiap orang untuk memenuhi hak hidupnya, bebas menyatakan pendapat, mencapai kehidupan yang lebih baik, serta memenuhi nilai-nilai agama dan kepercayaan yang dianut. Dinamika eksternal ini juga dipengaruhi oleh perkembangan paradigma baru dalam penataan ruang sehubungan dengan terbitnya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), serta peraturan perundangan lainnya yang terkait termasuk Norma Standar Pedoman dan Manual yang telah diterbitkan oleh Pemerintah. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 2

3 Sementara dalam konstelasi global Indonesia digambarkan sebagai sebuah negara berkembang yang memiliki berbagai tantangan dari segi perekonomian dan pembangunan, di antaranya berupa rendahnya prosentase aliran masuk Foreign Direct Investment (FDI) ke Indonesia, rendahnya posisi Indonesia dalam rangking Global Competitiveness Index (GCI), serta rendahnya total nilai perdagangan Indonesia dalam kegiatan perdagangan intra ASEAN. Fenomena dinamika global juga dipengaruhi faktor urbanisasi dan munculnya lebih banyak Megacities/Megapolitan/Conurbation, revolusi teknologi yang mengurangi peranan faktor jarak, waktu, dan lokasi di dalam penentuan kegiatan-kegiatan ekonomi/ bisnis serta sosial-politik yang melumerkan arti batas-batas antar negara, serta proses perdagangan dalam hal mempercepat masuknya peranan aktor-aktor pasar untuk menguasai sumberdaya alam, energi, air bersih, dan bahanbahan mineral diseluruh dunia, sehingga berimplikasi pada sejauhmana penataan ruang mampu memanfaatkan tantangan yang ada, sebagai peluang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dari sisi konservasi lingkungan, isu global warming memberikan pengaruh yang besar terhadap kebijakan penataan ruang dan pengembangan di Indonesia termasuk Provinsi Jawa Barat. Dengan adanya isu tersebut, tentu kebijakan penataan ruang yang dihasilkan harus sejalan dengan konservasi dan preservasi lingkungan secara global, serta upaya-upaya mitigasi bencana. Atau dengan kata lain, kegiatan pembangunan harus tetap dalam koridor daya dukung lingkungan, dan oleh karenanya keseimbangan alokasi ruang antara kawasan budidaya dan kawasan lindung merupakan prasyarat yang tetap dibutuhkan. Kabupaten Sukabumi juga menghadapi berbagai tantangan dan dinamika pembangunan yang bersifat internal. Dinamika internal tersebut lebih menggambarkan kinerja yang mempengaruhi penataan ruang kabupaten, yaitu perubahan fisik, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya yang berasal dari dalam wilayah tersebut. Isu internal terutama tingginya pertumbuhan jumlah penduduk yang saat ini ini (data tahun 2008) sudah mencapai 2,30 juta jiwa dan dalam waktu 20 tahun mendatang (tahun 2030) akan berjumlah 3,38 juta jiwa. Hal ini tentu akan berimplikasi pada semakin tingginya kebutuhan akan sumberdaya lahan, air, energi, ketahanan pangan, kesempatan kerja, dan sebagainya. Selain dari aspek kependudukan, dinamika internal juga ditunjukkan oleh masih belum optimalnya penanggulangan kemiskinan dan pencapaian target Indeks Pembangunan Manusia (IPM), target alokasi luasan Kawasan Lindung minimal sebesar 45 %, realisasi pembangunan infrastruktur wilayah, ketersediaan sarana dan prasarana dasar, meningkatnya permasalahan lingkungan dan konflik pemanfaatan ruang, serta upaya-upaya mitigasi bencana yang masih membutuhkan peningkatan lebih lanjut. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 3

4 Berdasarkan penjelasan di atas, perumusan substansi RTRW Kabupaten Sukabumi yang memuat tujuan, kebijakan dan strategi, rencana, arahan pemanfaatan dan pengendalian, ditujukan untuk dapat menjaga sinkronisasi dan konsistensi pelaksanaan penataan ruang dan mengurangi penyimpangan implementasi indikasi program utama yang ditetapkan, serta diharapkan akan lebih mampu merespon tantangan dan menjamin keberlanjutan pembangunan, melalui berbagai pembenahan dan pembangunan ruang yang produkltif dan berdaya saing tinggi demi terwujudnya masyarakat Kabupaten Sukabumi yang lebih sejahtera. 1.2 FUNGSI, KEDUDUKAN, TUJUAN DAN SASARAN Fungsi dan Kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi merupakan matra spasial dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sukabumi, yang berfungsi sebagai penyelaras kebijakan penataan ruang Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota perbatasan, serta sebagai acuan bagi Organisasi Perangkat Daerah atau instansi Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk mengarahkan lokasi, dan menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Sukabumi. Kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi adalah sebagai pedoman bagi : a. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sukabumi dan rencana sektoral lainnya, b. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah Kabupaten Sukabumi, c. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah (kecamatan dan desa) serta keserasian antar sektor di Kabupaten Sukabumi, d. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Kabupaten Sukabumi, e. Penataan ruang kawasan strategis Kabupaten Sukabumi, f. Penataan ruang wilayah Kecamatan dan Desa se Kabupaten Sukabumi Tujuan dan Sasaran Tujuan penyusunan RTRW Kabupaten Sukabumi mengacu pada Undangundang Nomor 26 Tahun 2007 yaitu mewujudkan ruang wilayah kabupaten yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Secara lebih operasional, tujuan penyusunan RTRW Kabupaten Sukabumi 2030 adalah : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 4

5 a. Menyediakan acuan operasional bagi pelaksanaan pembangunan sektoral dan wilayah (kecamatan dan desa) di Kabupaten Sukabumi, dengan memperhatikan peluang dan tantangan global, nasional dan regional. b. Mengatur struktur dan pola ruang, menetapkan kawasan strategis kabupaten, serta menyusun arahan pemanfaatan ruang dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang untuk operasionalisasinya. c. Mewujudkan keterpaduan dan keterkaitan antara perencanaan tata ruang wilayah kabupaten dengan provinsi, kabupaten/ kota perbatasan, kecamatan dan antar kecamatan, serta dengan kepentingan sektoral. d. Mengarahkan pemanfaatan ruang agar sesuai dengan tahapan pembangunan, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang, termasuk dalam pemanfaatan ruang-ruang investasi. Sasaran penyusunan RTRW Kabupaten Sukabumi 2030, secara substansi selaras dengan Kepmenkimpraswil No. 327/KPTS/M/2002 tanggal 12 Agustus 2002 yaitu sebagai berikut : 1. Terkendalinya pembangunan di wilayah Kabupaten Sukabumi, baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat dan dunia usaha ; 2. Terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya; 3. Tersusunnya rencana, kebijakan dan keterpaduan program-program pembangunan di wilayah Kabupaten Sukabumi ; 4. Terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha di wilayah Kabupaten Sukabumi ; 5. Terkoordinasinya pembangunan antara wilayah dan antar sektor pembangunan. 1.3 RUANG LINGKUP Lingkup Wilayah RTRW Kabupaten Sukabumi mencakup perencanaan seluruh wilayah administrasi Kabupaten Sukabumi, yang meliputi daratan seluas ,54 Ha, wilayah pesisir dan laut sejauh 4 (empat) mil dari garis pantai sepanjang 117 Km, wilayah udara yang merupakan wilayah Kabupaten Sukabumi dan secara administrasi terdiri dari 47 Kecamatan, 363 desa dan 4 kelurahan, serta wilayah dalam bumi yang merupakan wilayah kabupaten. Batas koordinat Kabupaten Sukabumi adalah BT BT dan LS LS, dengan batas wilayah sebagai berikut : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 5

6 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi adalah Bogor Provinsi Jawa Barat, Sebelah Selatan berbatasan dengan garis pantai Samudera Indonesia (merupakan 40 % dari seluruh keliling batas wilayah Kabupaten) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten dan Samudera Indonesia, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur Disamping itu, Kabupaten Sukabumi juga berbatasan dengan wilayah Kota Sukabumi yang berada di dalam wilayah Kabupaten Sukabumi di sebelah Timur Lingkup Substansi Lingkup subtansi ini tidak terlepas dari pengaturan yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Sehubungan dengan hal tersebut, maka lingkup substansi RTRW Kabupaten Sukabumi menjelaskan kondisi dan permasalahan penataan ruang Kabupaten Sukabumi selama 5 (lima) tahun, serta kondisi dan tuntutan penataan ruang Kabupaten Sukabumi 20 (duapuluh) tahun ke depan, tujuan penataan ruang, kebijakan dan strategi penataan ruang, rencana tata ruang wilayah, arahan pemanfaatan ruang, serta arahan pengendalian pemanfaatan ruang Dimensi Waktu Perencanaan Sesuai amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimensi waktu perencanaan RTRW Kabupaten Sukabumi adalah 20 (dua puluh) tahun. Dalam penyusunan rencana, ditetapkan bahwa tahun terakhir perencanaan adalah 2030 yang diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sukabumi , agar tercapai sinergitas dalam pelaksanaan maupun monitoring dan evaluasi penataan ruang. 1.4 DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 6

7 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian; 5. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan; 6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi Perserikatan bangsa-bangsa tentang Hukum Laut); 7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 8. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan; 9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman; 10. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya; 11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; 12. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia; 13. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan; 14. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa; 15. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; 16. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 17. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi; 18. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara; 19. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; 20. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi; 21. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan; 22. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; 23. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 24. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; 25. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 26. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan; 27. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun ; 28. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian; 29. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; 30. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 31. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 7

8 32. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; 33. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; 34. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; 35. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah; 36. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara; 37. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; 38. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ; 39. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; 40. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan; 41. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan; 42. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ; 43. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ; 44. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; 45. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga; 46. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura; 47. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan; 48. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai; 49. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Benda Cagar Budaya; 50. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan; 51. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan; 52. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan; 53. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi; 54. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam; 55. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman; Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 8

9 56. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang; 57. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776); 58. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut; 59. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; 60. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun Yang Berdiri Sendiri; 61. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ; 62. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah; 63. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomasa; 64. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan Dan Atau Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan Dan Atau Lahan; 65. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan; 66. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan; 67. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun; 68. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; 69. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan; 70. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan; 71. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota; 72. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan; 73. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah; 74. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan; 75. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan; Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 9

10 76. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum; 77. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa; 78. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan; 79. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; 80. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi ; 81. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan; 82. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan; 83. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; 84. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan; 85. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; 86. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air; 87. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah; 88. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri; 89. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan; 90. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097); 91. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (; 92. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; 93. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman ; 94. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan; 95. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; 96. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan; Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 10

11 97. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; 98. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern; 99. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 100. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan; 101. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2001 tentang Pola Induk Pengelolaan Sumber Daya Air di Provinsi Jawa Barat; 102. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perhubungan ; 103. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 14 Tahun 2002 tentang Retribusi dan Ijin Usaha Perikanan ; 104. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM); 105. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 14 Tahun 2004 tentang Hutan Kota; 106. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 4 Tahun 2008 tentang Irigasi; 107. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun ; 108. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat; 109. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat; 110. Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 17 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Sukabumi ; 111. Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 13 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Sukabumi Tahun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 11

12 1.5 PROFIL WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Gambaran Umum Kabupaten Sukabumi Sub bab ini menguraikan karakteristik umum wilayah Kabupaten Sukabumi yang meliputi kedudukan Kabupaten Sukabumi, karakteristik fisik dasar, kependudukan, ekonomi, penggunaan lahan, prasarana dan sarana wilayah, sumberdaya alam, lingkungan hidup dan kelautan, serta pemerintahan umum dan pelayanan publik Kedudukan Kabupaten Sukabumi dalam Lingkup Nasional Kedudukan Kabupaten Sukabumi dalam lingkup nasional, didasarkan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), yaitu Pemerintah telah menetapkan Pusat Kegiatan Nasional dan Pusat Kegiatan Wilayah di Jawa Barat, dimana Palabuhanratu merupakan salah satu dari delapan PKW di Jawa Barat yang ditetapkan Pemerintah. Berikut adalah PKN da PKW di Jawa Barat sebagai berikut : 1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN), terdiri dari : a. PKN Jabodetabek, meliputi Provinsi Jabar, DKI dan Banten. b. PKN Bandung Raya. c. PKN Cirebon. 2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), terdiri dari : a. PKW Sukabumi. b. PKW Palabuhanratu. c. PKW Cikampek - Cikopo. d. PKW Kadipaten. e. PKW Pangandaran. f. PKW Indramayu. g. PKW Tasikmalaya. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Fungsi PKW terutama adalah memberikan pelayanan skala regional yang dapat mengurangi pergerakan langsung dari PKL dan kawasan perdesaan ke PKN. Sedangkan penetapan PKL, berdasarkan usulan pemerintah kabupaten/kota. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang ditetapkan terdiri dari pusat kegiatan lokal perkotaan dan pusat kegiatan lokal perdesaan. Pusat kegiatan lokal perkotaan (PKL Perkotaan) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. Sedangkan pusat kegiatan lokal perdesaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 12

13 (PKL Perdesaan) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi lokal yang menghubungkan desa sentra produksi dengan PKL perkotaan. Dalam RTRWN, kedudukan Kabupaten Sukabumi juga terkait dengan penetapan salah satu dari enam Kawasan Andalan di Jawa Barat yaitu Kawasan Sukabumi dan sekitarnya. Kawasan andalan adalah kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional meliputi kemampuan kawasan untuk memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di sekitarnya serta mendorong pemerataan perkembangan wilayah. Berdasarkan karakteristik dan potensinya, Kawasan Sukabumi dan sekitarnya diarahkan pada pengembangan 4 (empat) sektor unggulan yaitu perikanan, pertanian, pariwisata dan perkebunan. Sesuai penetapan kriteria dalam RTRWN, Kawasan Sukabumi dan sekitarnya termasuk kawasan andalan berkembang dengan kriteria: a. memiliki paling sedikit 3 (tiga) kawasan perkotaan; b. memiliki kontribusi terhadap produk domestik bruto paling sedikit 0,25% (nol koma dua lima persen); c. memiliki jumlah penduduk paling sedikit 3% (tiga persen) dari jumlah penduduk provinsi; d. memiliki prasarana berupa jaringan jalan, pelabuhan laut dan/atau bandar udara, prasarana listrik, telekomunikasi, dan air baku, serta fasilitas penunjang kegiatan ekonomi kawasan; dan e. memiliki sektor unggulan yang sudah berkembang dan/atau sudah ada minat investasi Kedudukan Kabupaten Sukabumi dalam Lingkup Jawa Barat Sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Propinsi Jawa Barat dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Jawa Barat , kedudukan Kabupaten Sukabumi dalam lingkup Jawa Barat terkait 3 (tiga) hal yaitu : Rencana pengembangan sistem perkotaan di Jawa Barat Kebijakan pengembangan kawasan andalan di Jawa Barat Penetapan 5 (lima) pembagian wilayah kerja pembangunan (WKP) Berdasarkan rencana pengembangan sistem perkotaan di Provinsi Jawa Barat yang menetapkan PKN, PKNp, PKW, PKWp, dan PKL, sesuai dengan konteks kebijakan dan strategi pembangunan wilayah Provinsi Jawa Barat dan berdasarkan pertimbangan teknis yang telah dilakukan dalam proses penyusunan RTRWP, serta untuk mencapai target pembangunan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 13

14 Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat 2025, pengembangan sistem perkotaan yang direncanakan Jawa Barat di Kabupaten Sukabumi adalah sebagai berikut : 1. Penetapan Palabuhanratu sebagai Pusat Kegiatan Nasional - Propinsi (PKNp) yang mempunyai fungsi tertentu dengan skala pelayanan internasional, nasional atau beberapa provinsi. PKNp Palabuhanratu ditetapkan dengan memperhatikan potensi perikanan yang akan dikembangkan dengan dukungan pembangunan pusat bisnis kelautan skala pelayanan nasional dan internasional. 2. Penetapan Palabuhanratu beserta Kota Sukabumi, Cikampek-Cikopo, Indramayu, Kadipaten, Tasikmalaya dan Pangandaran sebagai PKW dengan peran menjadi pusat koleksi dan distribusi skala nasional. Berdasarkan RTRWN, kriteria penentuan PKW adalah kawasan perkotaan yang mempunyai potensi untuk mendorong pertumbuhan daerah sekitarnya, pusat pengolahan atau pengumpul barang, simpul transportasi, dan pusat jasa publik dengan skala beberapa kabupaten. Fasilitas minimum yang tersedia di PKW adalah: a. Perhubungan : pelabuhan udara (sekunder), dan atau pelabuhan laut (pengumpan), dan atau terminal tipe B b. Ekonomi : pasar induk regional c. Kesehatan : rumah sakit umum tipe B d. Pendidikan : perguruan tinggi 3. Penetapan Cibadak sebagai PKL perkotaan, dan Jampang Kulon, Sagaranten, dan Jampang Tengah sebagai PKL perdesaan beserta beberapa kota kecamatan lain di Jawa Barat dengan wilayah pelayanan Kabupaten dan beberapa kecamatan. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) terdiri dari PKL Perkotaan dan PKL Perdesaan. PKL perkotaan adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. Sedangkan PKL perdesaan adalah kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi lokal yang menghubungkan desa sentra produksi dengan PKL perkotaan. Penetapan PKL perkotaan diarahkan pada pertimbangan teknis bahwa kota-kota yang ditetapkan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan perkotaan dengan kegiatan-kegiatan yang berciri perkotaan, seperti industri, permukiman perkotaan, perdagangan dan jasa, dan lainnya. PKL pedesaan diarahkan untuk menjadi pusat kegiatan koleksi dan distribusi bagi wilayah-wilayah belakangnya dan ditetapkan sebagai kawasan yang dapat dikembangkan secara terbatas untuk kegiatan industri berbasis pertanian. Berdasarkan kebijakan pengembangan kawasan andalan Jawa Barat yang ditentukan berdasarkan potensi wilayah, aglomerasi pusat-pusat permukiman perkotaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 14

15 dan kegiatan produksi serta perkembangan daerah sekitarnya, kedudukan Kabupaten Sukabumi termasuk dalam Kawasan Andalan Sukabumi yang terdiri dari Kabupaten dan Kota Sukabumi serta Kabupaten Cianjur. Pengembangan kawasan andalan tersebut lebih ditekankan pada peningkatan kegiatan ekonomi yang diharapkan memberikan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kebijakan pengembangan Kawasan Andalan Sukabumi difokuskan pada : a. Peningkatan cakupan pelayanan kesehatan. b. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan. c. Peningkatan produksi dan distribusi pangan (padi dan protein hewani) d. Peningkatan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi. e. Peningkatan kesiapan dini dan mitigasi bencana. f. Peningkatan cakupan listrik perdesaan. g. Penyediaan energi alternatif. h. Penataan daerah otonom. Sementara, berdasarkan pertimbangan yang mengacu pada perkembangan pembangunan serta mencermati karakteristik potensi dan permasalahan di setiap kabupaten/ kota, Pemerintah Jawa Barat telah menetapkan pembagian 5 (lima) Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) sebagai berikut : 1. WKP Cirebon dengan lingkup kerja, Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan. 2. WKP Bandung Raya, dengan lingkup kerja Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat. 3. WKP Priangan Timur, dengan lingkup kerja Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya. 4. WKP Purwakarta, dengan lingkup kerja Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi. 5. WKP Bogor, dengan lingkup kerja Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur dan Kota Depok. Seiring dengan hal tersebut di atas, dalam rangka menciptakan suatu rentang kendali yang proporsional dan mencapai hasil yang optimal dalam pembangunan setiap WKP di atas, Pemerintah Jawa Barat memandang perlu mengoptimalkan dan memperkuat peran Badan Koordinasi Wilayah (atau Badan Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan, yang disingkat menjadi BKPP). Berkaitan dengan 5 (lima) WKP yang telah ditetapkan Jawa Barat di atas, Kabupaten Sukabumi termasuk ke dalam WKP Bogor dengan kebijakan pengembangan wilayah Kabupaten Sukabumi sebagai berikut : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 15

16 1. Sebagai bagian dari Kawasan Andalan Sukabumi dalam sektor pertanian dan pariwisata. 2. Simpul pengembangan wilayah PKW Palabuhanratu. 3. Simpul layanan bagi wilayah sekitarnya Kedudukan Kabupaten Sukabumi dalam Lingkup Wilayah Sukabumi dan Sekitarnya Kedudukan Kabupaten Sukabumi dalam lingkup wilayah Sukabumi dan sekitarnya sangat terkait dengan kedudukannya sebagai wilayah yang mendukung pengembangan sistem perkotaan Jawa Barat, fungsi Kawasan Andalan Sukabumi sebagai Kawasan Strategis Propinsi Jawa Barat dan WKP Bogor. Dalam konteks kedudukannya tersebut, maka sistem perkotaan yang diharapkan tumbuh dan berkembang di wilayah Kabupaten Sukabumi adalah : PKNp terdiri atas Kota Palabuhanratu, sehubungan keberadaan Pelabuhan Samudera dan potensi perikanan yang akan dikembangkan dengan dukungan pembangunan pusat bisnis kelautan skala pelayanan nasional dan internasional. PKW, terdiri atas Kota Palabuhanratu, sehubungan Palabuhanratu selain sebagai ibukota Kabupaten Sukabumi juga sebagai pusat kegiatan permukiman, perdagangan, dan pariwisata. PKL perkotaan, terdiri atas Kota Kecamatan Cibadak, yang diarahkan pada pertimbangan teknis bahwa Kota Cibadak termasuk kota-kota yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan perkotaan dengan kegiatan-kegiatan yang berciri perkotaan, seperti industri, permukiman perkotaan, perdagangan dan jasa, dan lainnya. PKL perdesaan, terdiri atas Kota Kecamatan Jampangtengah, Jampangkulon dan Sagaranten, yang diarahkan untuk menjadi pusat kegiatan koleksi dan distribusi bagi wilayah-wilayah belakangnya dan ditetapkan sebagai kawasan yang dapat dikembangkan secara terbatas untuk kegiatan industri berbasis pertanian. Namun demikian, sehubungan rencana pembentukan daerah otonom baru (DOB) pemekaran Kabupaten menjadi Kabupaten Sukabumi Utara (21 kecamatan) dan Kabupaten Sukabumi (26 kecamatan), dimana akan muncul kota pusat pemerintahan baru yang direncanakan di Cibadak, dipandang perlu mengembangkan sistem perkotaan yang tidak hanya mendukung pengembangan sistem perkotaan Nasional dan Jawa Barat, akan tetapi juga mengembangkan sistem perkotaan yang sesuai karakteristik dan potensi wilayah rencana pemekaran Kabupaten Sukabumi yakni Kabupaten Sukabumi Utara dan Kabupaten Sukabumi. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 16

17 Tinjauan Rencana Pembentukan Daerah Otonom Baru Pemekaran Kabupaten Sukabumi Berdasarkan hasil kesepakatan eksekutif dan legislatif tentang persetujuan pemekaran Kabupaten Sukabumi, sebagaimana tertuang dalam : Keputusan Bupati Sukabumi Nomor 135.1/KEP.52-Tapem/ 2009, tanggal 20 Januari 2009 tentang Persetujuan Pembentukan Calon Daerah Otonom Baru Pemekaran Kabupaten Sukabumi; dan Keputusan DPRD Kabupaten Sukabumi Nomor 02 Tahun 2009, tanggal 20 Januari 2009 tentang Persetujuan Pembentukan Calon Daerah Otonom Baru Pemekaran Kabupaten Sukabumi. Telah disepakati bahwa pemekaran Kabupaten Sukabumi diputuskan meliputi 2 (dua) daerah otonom baru yaitu Kabupaten Sukabumi Utara dan Kabupaten Sukabumi. Kabupaten Sukabumi Utara, dengan calon ibukota di Cibadak, meliputi 21 kecamatan yaitu : 1) Cidahu 2) Cicurug 3) Cibadak 4) Cicantayan 5) Caringin 6) Cisaat 7) Bojonggenteng 8) Cireunghas 9) Gegerbitung 10) Gunungguruh 11) Kabandungan 12) Kapalanunggal 13) Kadudampit 14) Kebonpedes 15) Parakansalak 16) Parungkuda 17) Nagrak 18) Sukaraja 19) Sukalarang 20) Sukabumi 21) Ciambar Kabupaten Sukabumi sebagai induk, dengan ibukota di Palabuhanratu, meliputi 26 kecamatan yaitu : 1) Cisolok 2) Cikidang 3) Ciemas 4) Cikakak 5) Lengkong 6) Palabuhanratu 7) Simpenan 8) Warungkiara 9) Bantargadung 10) Cidadap 11) Ciracap 12) Cidolog 13) Cibitung 14) Curugkembar 15) Jampangtengah 16) Jampangkulon 17) Kalibunder 18) Purabaya 19) Surade 20) Sagaranten 21) Tegalbuleud 22) Pabuaran 23) Waluran 24) Cimanggu 25) Cikembar 26) Nyalindung Kependudukan dan Sumber Daya Manusia Sub bab ini menjelaskan karakteristik kependudukan Kabupaten Sukabumi, yang meliputi jumlah dan sebaran penduduk, laju pertumbuhan penduduk, komposisi penduduk menurut jenis kelamin, tingkat pendidikan, ketenagakerjaan. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 17

18 Jumlah dan Sebaran Penduduk Berdasarkan data hasil proyeksi BPS , jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi tahun 2008 sebanyak jiwa yang terdiri atas laki-laki jiwa dan perempuan jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 100,41. Sedangkan pada tahun 2000, penduduk berdasarkan hasil sensus tahun 2000 tercatat jiwa, ini berarti selama kurun penduduk diperkirakan bertambah sebanyak jiwa. Tabel I.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Sukabumi Tahun Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin , , , , , , , , , , ,10 Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, Proyeksi Penduduk Hasil Sensus Penduduk 2000 Selain data jumlah penduduk hasil proyeksi BPS tersebut yang digunakan sebagai pembanding, untuk keperluan penyusunan RTRW Kabupaten Sukabumi selanjutnya digunakan data kependudukan hasil registrasi penduduk sebagai pendekatan utama dalam proyeksi 20 tahun mendatang. Penggunaan data hasil registrasi penduduk tahun untuk penyusunan RTRW didasarkan atas pertimbangan bahwa data hasil registrasi penduduk dipandang lebih akurat selain karena pencatatannya setiap saat juga karena dilakukan oleh 47 kecamatan hasil pemekaran dari 45 kecamatan sejak tahun Berdasarkan data hasil registrasi penduduk oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2008 adalah sekitar jiwa dengan jumlah rumah tangga (kepala keluarga atau KK) sebanyak KK. Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi tersebut terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak jiwa dan penduduk perempuan sebanyak jiwa, yang tersebar di 47 kecamatan (363 desa dan 4 kelurahan) di Kabupaten Sukabumi. Jika dilihat sebaran penduduk per kecamatan, maka kecamatan yang paling banyak penduduknya adalah Kecamatan Cisaat dengan jumlah penduduk jiwa atau 4,71% dari jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi. Kecamatan yang paling sedikit Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 18

19 adalah kecamatan Cidolog dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa atau 0,78 % dari keseluruhan jumlah penduduk di Kabupaten Sukabumi (selengkapnya lihat Tabel I.2 dan Gambar 1.1). Tabel I.2 Sebaran Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Sukabumi Tahun No Kecamatan Tahun Palabuhanratu Simpenan Cikakak Bantargadung Cisolok Cikidang Lengkong Jampangtengah Warungkiara Cikembar Cibadak N a g r a k Parungkuda Bojonggenteng Parakansalak Cicurug C i d a h u Kalapanunggal Kabandungan Waluran Jampangkulon C i e m a s Kalibunder S u r a d e Cibitung Ciracap Gunungguruh Cicantayan C i s a a t Kadudampit Caringin Sukabumi Sukaraja Kebonpedes Cireunghas Sukalarang Pabuaran Purabaya Nyalindung Gegerbitung Sagaranten Curugkembar Cidolog Cidadap Tegalbuleud Cimanggu Ciambar JUMLAH Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sukabumi (Registrasi Penduduk) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 19

20 Gambar 1.1 Sebaran Jumlah Penduduk Per Kecamatan Tahun 2008 Kondisi sebaran jumlah penduduk tersebut sejalan dengan persebaran penduduk berdasarkan kepadatannya, yang telah mencapai angka sebesar... jiwa per Ha. Kepadatan penduduk di Kecamatan Cisaat adalah yang terpadat di Kabupaten Sukabumi dengan kepadatan 53,13 jiwa/ Ha, diikuti Kecamatan Kebonpedes dengan kepadatan 29,58 jiwa/ Ha, Kecamatan Parungkuda 28,32 jiwa/ Ha dan Kecamatan Cicurug 22,40 jiwa/ha. Sedangkan kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Tegalbuleud dengan kepadatan 1,36 jiwa/ Ha, Kecamatan Ciemas 1,72 jiwa/ Ha dan Kecamatan Cidolog 1,97 jiwa/ha (Analisis Bappeda, 2008). Sebaran kepadatan penduduk per kecamatan di Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 2.2. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 20

21 Gambar 2.2 Sebaran Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Tahun Laju Pertumbuhan Penduduk Faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran. Bila Sensus Penduduk tahun 1971, angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) mencapai 5,6 anak per wanita usia reproduksi, maka saat ini telah turun lebih 50 persen menjadi 2,05 anak per wanita usia reproduksi. Penurunan TFR antara lain karena meningkatnya penggunaan alat dan obat kontrasepsi (prevalensi) pada pasangan usia subur Kecenderungan meningkatnya angka prevalensi merupakan hasil dari peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB, serta ketersediaan alat kontrasepsi. Dengan demikian angka prevalensi perlu terus ditingkatkan agar angka kelahiran terkendali sehingga dapat mencapai kondisi penduduk tumbuh seimbang. Oleh karena itu peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB, dan penyediaan alat kontrasepsi menjadi sangat penting untuk menurunkan tingkat kelahiran. Berdasarkan data hasil sensus BPS tahun 2000, laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Sukabumi tahun diperkirakan sebesar 1,86 % per tahun. Namun, berdasarkan data hasil registrasi penduduk selama kurun , laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Sukabumi dari tahun mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 0,72 % per tahun dalam rentang waktu tiga tahun. Dirinci per kecamatan, kecamatan yang paling tinggi laju pertumbuhan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 21

22 penduduknya selama tiga tahun adalah kecamatan Cisaat dengan laju pertumbuhan penduduk 0,77% per tahun sementara kecamatan yang paling kecil laju pertumbuhan penduduknya adalah kecamatan Cidolog dengan laju pertumbuhan penduduknya 0,67% pertahun Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Komposisi penduduk dapat diklasifikasikan berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin. Kelompok umur dan jenis kelamin merupakan komposisi penduduk yang pokok. Komposisi ini mempunyai pengaruh yang penting baik terhadap tingkah laku demografis maupun sosial ekonomi. Berdasarkan kelompok umur, mayoritas penduduk Kabupaten Sukabumi berada dalam rentang usia produktif, yaitu tahun. Angka ketergantungan menunjukkan perbandingan antara banyaknya penduduk yang tidak produktif (0 14 tahun dan lebih dari 65 tahun) dengan yang produktif. Angka ketergantungan secara kasar dapat digunakan sebagai indikator ekonomi suatu wilayah; semakin kecil angka ketergantungan, semakin baik keadaan ekonomi suatu wilayah. Sementara berdasarkan jenis kelamin, setiap 100 penduduk wanita di terdapat 102 penduduk pria. Artinya, perbandingan antara jumlah penduduk pria dan wanita hampir sama banyak, dengan sedikit dominasi oleh jumlah penduduk pria Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Sukabumi mayoritas berada antara tiga jenjang pendidikan dasar yaitu SD/MI, SLTP/MTs, SMU/SMK/MA. Pada Tahun 2007, mayoritas penduduk (45,52 %) mengenyam pendidikan sampai Sekolah Dasar (SD) atau sederajat, diikuti SLTP atau sederajat (13,84 %) dan SMU atau sederajat (9,21 %). Jumlah penduduk yang tidak tamat SD atau masih menjalani pendidikannya pada tingkat tersebut lebih kecil aripada yang telah menamatkan jenjang pendidikan, yaitu sebesar 29,02 %. Hanya sebagian kecil penduduk Kabupaten Sukabumi yang mengenyam pendidikan sampai ke perguruan tinggi, yaitu 2,39 % Penduduk menurut Mata Pencaharian Karakteristik penduduk Kabupaten Sukabumi dari segi mata pencaharian ditunjukkan oleh banyaknya jumlah penduduk yang bekerja pada sektor tertentu. Secara keseluruhan pada tahun 2007, mayoritas penduduk bekerja pada sektor pertanian 45,73 %. Sektor lainnya yang cukup mendominasi adalah perdagangan, hotel dan restoran sebesar 20,47 % dan industri pengolahan sebesar 11,33 %. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 22

23 Capaian Indeks Pembangunan Manusia dan Angka Kemiskinan Kualitas penduduk salah satunya diukur menggunakan komponen-komponen target dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yaitu Indeks Pendidikan melalui nilai Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf (AMH), serta Indeks Kesehatan melalui nilai Angka Harapan Hidup (AHH). Peta Indeks Pembangunan Manusia tahun 2008 dapat dilihat pada Gambar 2.3, sedangkan tabel target dan realisasi IPM tahun dapat dilihat pada Tabel II.3. Tabel I.3 Target dan Realisasi IPM Kabupaten Sukabumi Tahun No Komponen Nilai IPM Target 66,60 67,13 67,56 68,62 69,76 70,79 71,89 Realisasi 66,60 67,13 67,56 68,62 69,2 69,42 69,85 2. Indeks Pendidikan Target 0,764 0,772 0,785 0,798 0,820 0,838 0,855 Realisasi 0,764 0,772 0,785 0,798 0,792 0,795 0,797 RLS Target 5,86 5,9 6,45 6,56 7,85 8,55 9,25 Realisasi 5,86 5,9 6,45 6,56 6,61 6,67 6,73 AMH Target 95,12 96,17 96,23 97,78 96,83 97,13 97,43 Realisasi 95,12 96,17 96,23 97,78 96,71 96,96 97,11 3. Indeks Kesehatan Target 0,660 0,663 0,664 0,673 0,680 0,687 0,693 Realisasi 0,660 0,663 0,664 0,673 0,682 0,682 0,691 AHH Target 64,6 64,8 64,82 65,37 65,81 66,19 66,56 Realisasi 64,6 64,8 64,82 65,37 65,89 65,94 66,43 4. Indeks Daya Beli Target 0,568 0,572 0,572 0,582 0,587 0,594 0,603 Realisasi 0,568 0,572 0,572 0,582 0,592 0,599 0,602 PPP Target 548, , , , , , ,500 Realisasi 548, , , , , , ,090 Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi dan Hasil Analisis, 2008 Berdasarkan survey IPM tahun 2008, dihasilkan fenomena disparitas pembangunan di Kabupaten Sukabumi yang tercermin dari bervariasinya angka IPM di tiap kecamatan. Dari hasil penghitungan sementara, kualitas pembangunan manusia di wilayah Utara secara umum relatif lebih baik dibandingkan dengan wilayah Selatan. Kondisi geografis Kabupaten Sukabumi yang sangat berat merupakan penyebab yang sangat mendasar dari terjadinya kesenjangan pembangunan tersebut. Di wilayah Selatan pada umumnya prasarana perhubungan, pendidikan dan kesehatan yang masih relatif terbatas, selain itu basic dari mata pencaharian penduduk di wilayah Selatan pada umumnya di sektor pertanian dengan nilai tambah yang relatif kecil dibandingkan dengan sektor lain. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 23

24 Kesenjangan nilai IPM antara kecamatan setidaknya mencerminkan adanya perbedaan pemanfaatan hasil pembangunan ekonomi dan sosial selama ini yang dapat dinikmati oleh seluruh penduduk. Oleh karena itu, tinggi rendahnya nilai IPM di suatu wilayah diharapkan dapat mengukur tingkat kesejahteraan penduduk secara menyeluruh di wilayah tersebut. Namun dalam kenyataannya, tidak semua dari tiga dimensi yang digunakan senantiasa dapat menggambarkan kemajuan pembangunan manusia secara bersamaan, pemerintah daerah seharusnya terus berupaya agar penyediaan akses dan fasilitas pendidikan dan kesehatan dasar bersifat universal dalam arti yang sesungguhnya, yaitu bebas biaya sehingga dapat dinikmati secara merata dan adil oleh seluruh penduduk. Gambar 1.3 Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 24

25 Tabel I.4 IPM Kabupaten Sukabumi dirinci menurut Kecamatan Tahun 2008 Kecamatan Kesehatan Pendidikan Daya beli I P M AHH Indeks AMH MYS Indeks PPP Indeks Indeks Peringkat 1 Ciemas 63,94 64,90 95,79 6,16 77,55 577,88 64,22 68, Ciracap 63,64 64,40 97,33 7,48 81,51 571,60 62,76 69, Waluran 56,38 52,30 94,41 5,36 74,85 562,43 60,65 62, Surade 66,04 68,40 97,42 6,68 79,79 566,55 61,60 69, Cibitung 58,12 55,20 93,12 5,94 75,28 564,21 61,06 63, Jampang Kulon 66,64 69,40 96,30 6,54 78,73 568,15 61,97 70, Cimanggu 64,25 65,42 96,22 6,99 79,68 580,12 64,73 69, Kali Bunder 63,40 64,00 94,60 6,26 76,97 585,82 66,05 69, Tegal Buleud 59,30 57,17 93,05 5,80 74,92 563,72 60,94 64, Cidolog 59,14 56,90 92,96 5,95 75,20 571,29 62,69 64, Sagaranten 66,17 68,62 92,12 6,30 75,42 568,22 61,98 68, Cidadap 65,96 68,27 92,16 5,98 74,73 561,68 60,47 67, Curugkembar 63,06 63,43 89,71 5,34 71,67 553,59 58,60 64, Pabuaran 65,10 66,83 92,39 5,67 74,19 557,24 59,45 66, Lengkong 63,89 64,82 94,23 6,88 78,11 560,25 60,14 67, Pelabuhan Ratu 68,39 72,32 97,43 7,52 81,67 582,98 65,39 73, Simpenan 62,31 62,18 94,62 6,19 76,84 566,61 61,61 66, Warung Kiara 63,84 64,73 96,35 7,53 80,96 562,93 60,76 68, Bantargadung 65,96 68,27 93,76 6,16 76,20 557,13 59,42 67, Jampang Tengah 66,12 68,53 93,73 6,64 77,24 557,59 59,53 68, Purabaya 65,40 67,33 91,39 6,36 75,06 564,63 61,15 67, Cikembar 68,55 72,58 92,76 6,16 75,53 567,40 61,80 69, Nyalindung 62,87 63,12 94,66 6,79 78,20 566,86 61,67 67, Geger Bitung 65,99 68,32 94,03 6,77 77,73 563,97 61,00 69, Sukaraja 65,47 67,45 97,35 7,37 81,27 577,17 64,05 70, Kebonpedes 66,40 69,00 95,71 7,12 79,63 570,01 62,40 70, Cireunghas 65,40 67,33 94,95 7,11 79,10 567,81 61,89 69, Sukalarang 66,26 68,77 95,50 6,40 77,89 573,01 63,09 69, Sukabumi 66,35 68,92 95,90 7,30 80,15 579,43 64,58 71, Kadudampit 66,60 69,33 95,95 6,10 77,52 571,69 62,79 69, Cisaat 67,28 70,47 97,65 8,17 83,25 580,77 64,88 72, Gunungguruh 63,20 63,67 95,57 7,63 80,67 580,47 64,81 69, Cibadak 65,67 67,78 97,27 7,99 82,60 576,59 63,92 71, Cicantayan 65,78 67,97 96,37 6,55 78,80 570,74 62,57 69, Caringin 66,37 68,95 94,26 5,97 76,10 580,12 64,73 69, Nagrak 65,43 67,38 96,05 7,02 79,63 562,32 60,62 69, Ciambar 64,84 66,40 94,54 6,29 77,00 555,73 59,10 67, Cicurug 67,70 71,17 97,92 8,08 83,23 592,10 67,50 73, Cidahu 66,30 68,83 97,21 6,71 79,72 561,52 60,44 69, Parakan Salak 63,33 63,88 95,12 7,31 79,65 579,87 64,68 69, Parung Kuda 67,58 70,97 96,38 6,51 78,72 569,66 62,32 70, Bojong Genteng 62,93 63,22 96,75 7,30 80,73 577,37 64,10 69, Kalapa Nunggal 65,48 67,47 96,41 7,16 80,18 562,60 60,69 69, Cikidang 65,66 67,77 96,83 6,41 78,80 551,97 58,23 68, Cisolok 65,92 68,20 94,66 6,85 78,33 572,22 62,91 69, Cikakak 65,95 68,25 93,70 5,74 75,23 575,03 63,56 69, Kabandungan 64,63 66,05 97,11 6,28 78,69 559,83 60,05 68,26 34 Sukabumi ,43 69,05 97,11 6,73 79,70 563,09 60,80 69,85 Sumber : BPS (Hasil Survei IPM Tahun 2008). Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 25

26 Berkaitan dengan kondisi kemiskinan, target penurunan angka kemiskinan diperkirakan sangat sulit dicapai. Berdasarkan kecenderungan selama , diperkirakan angka kemiskinan masih di atas KK tahun Paket kebijakan pemerintah tahun 2007 dan diimplementasikan tahun 2008 berupa Bantuan Langsung Tunai kepada KK miskin belum dapat mengurangi jumlah penduduk miskin tetapi keadaannya sebaliknya, penduduk yang masuk data kategori miskin tetap bertahan sebagai status penduduk miskin karena mendapat kompensasi dari program pemerintah tersebut. Dalam hal ini diperlukan strategi khusus baik optimalisasi pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan maupun penataan sistem penanggulangan kemiskinan. Secara umum, Kabupaten Sukabumi memiliki angka IPM dan kemiskinan relatif tinggi di Jawa Barat, untuk itu masalah kemiskinan dan pengangguran sangat memerlukan penanganan yang serius. Mengoptimalkan pengelolaan dan pengendalian penduduk secara terintegrasi antara pemerintah, provinsi dan kabupaten sangat perlu dilakukan karena hasilnya berkonsekuensi terhadap penataan ruang Kabupaten Sukabumi, khususnya terhadap guna lahan, kondisi iklim, ketahanan pangan, kesempatan kerja, kecukupan energi dan air baku Proyeksi Penduduk Proyeksi jumlah penduduk dilakukan untuk mengetahui jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi untuk jangka waktu 20 tahun mendatang, yakni Metode proyeksi penduduk pada dasarnya menggunakan tahun 2010 sebagai dasar pijakan dan mengacu pada hasil proyeksi BPS , dimana penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak jiwa berdasarkan laju pertumbuhan penduduk rata-rata selama sebesar 1,82 %. Hal ini berarti terdapat perbedaan dengan perkiraan jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi tahun 2010 berdasarkan kecenderungan data hasil registrasi dimana penduduk pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak jiwa. Penggunaan data penduduk hasil proyeksi BPS tahun 2010 sebagai dasar pijakan proyeksi hingga tahun 2030 didasarkan atas asumsi bahwa potensi penduduk yang belum teregistrasi diperkirakan masih banyak terkait fenomena penduduk komuter antar kota/ daerah yang cenderung mereka tidak bertempat tinggal permanen. Namun demikian, kondisi tersebut diperkirakan akan semakin baik dengan asumsi : sistem administrasi kependudukan semakin baik, sehingga setiap penduduk akan tercatat secara baik karena hanya akan memiliki satu kartu tanda penduduk. setiap keluarga diperkirakan akan semakin ketat dalam menerapkan keluarga berencana, selain karena faktor keberhasilan program pemerintah tentang keluarga Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 26

27 berencana juga karena semakin timbul kesadaran setiap keluarga untuk membatasi jumlah anak sesuai kemampuannya. Khusus untuk 21 kecamatan yang termasuk wilayah Kabupaten Sukabumi bagian Utara, diperkirakan laju pertumbuhan penduduknya akan lebih meningkat dibandingkan 26 kecamatan lainnya seiring dengan pembangunan kawasan pusat pemerintahan baru di Kecamatan Cibadak dan pembangunan jalan toll Ciawi- Sukabumi yang diperkirakan akan selesai dan mulai beroperasi sekitar 2015 atau menjelang berakhirnya RPJPD Tahap Kedua. Oleh karena itu, alternatif proyeksi penduduk Kabupaten Sukabumi hingga tahun 2030 disusun dengan skenario sebagai berikut : Skenario optimis, yakni menggunakan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,82 % per tahun, dengan asumsi perkembangan penduduk masih sangat sulit dikendalikan dan program pemerintah tidak berjalan efektif. Skenario moderat-optimis, yakni menggunakan laju pertumbuhan penduduk ratarata Kabupaten selama sebesar 1,49 % per tahun berdasarkan kecenderungan (ekstrapolasi) laju pertumbuhan penduduk per kecamatan, dengan asumsi perkembangan penduduk dapat sedikit dikendalikan (LPP semakin menurun dan program pemerintah cukup berjalan secara efektif). Skenario moderat-pesimis, yakni menggunakan laju pertumbuhan penduduk ratarata Kabupaten selama sebesar 1,27 % per tahun dan berlaku untuk seluruh kecamatan, dengan asumsi perkembangan penduduk dapat dikendalikan dan program pemerintah cukup efektif menekan laju pertumbuhan penduduk. Skenario pesimis, yakni menggunakan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,72 % per tahun, dengan asumsi program pemerintah sangat efektif dalam menekan laju pertumbuhan penduduk di bawah satu persen. Berdasarkan keempat alternatif di atas, direkomendasikan untuk RTRW Kabupaten Sukabumi menggunakan proyeksi penduduk dengan skenario moderatoptimis. Dengan demikian, jumlah penduduk di Kabupaten Sukabumi pada akhir tahun rencana (tahun 2030) diperkirakan berjumlah jiwa. Proyeksi penduduk 21 kecamatan di wilayah Kabupaten Sukabumi bagian Utara (WP Utara), berdasarkan kecenderungan perkembangan per kecamatan , diperoleh LPP rata-rata selama sebesar 1,56 % maka jumlah penduduk WP Utara pada tahun 2030 diperkirakan berjumlah jiwa. Sementara proyeksi penduduk 26 kecamatan di wilayah Kabupaten Sukabumi bagian Selatan (WP Selatan), diperoleh LPP rata-rata sebesar 1,42 % per tahun untuk proyeksi penduduk , maka jumlah penduduk WP Selatan pada tahun 2030 diperkirakan akan mencapai jiwa. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 27

28 Selengkapnya mengenai hasil proyeksi penduduk Kabupaten Sukabumi dapat dilihat Tabel I.5. Hasil dari proyeksi tersebut di atas mengindikasikan adanya peningkatan jumlah penduduk yang berdampak pada tingkat kepadatan serta daya tampung Kabupaten Sukabumi nantinya. Peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi kebutuhan penduduk terhadap ketersedian sarana dan prasarana, yang berarti juga berkonsekuensi terhadap penataan ruang Kabupaten Sukabumi, khususnya terhadap guna lahan, pangan, kesempatan kerja, kecukupan energi, dan air bersih Daya Tampung Analisis daya tampung dilakukan untuk melihat kemampuan Kabupaten Sukabumi untuk menampung penduduk tahun 2030 mendatang. Asumsi yang digunakan untuk menghitung daya tampung adalah bahwa setiap satu kilometer persegi luas wilayah mempunyai daya tampung sebanyak 100 jiwa penduduk. Meskipun begitu perlu dilakukan arahan penyebaran penduduk yang akan datang sehingga merata dan tidak terkonsentrasi di satu tempat. Daya tampung penduduk di Kabupaten Sukabumi di dasarkan pada dua kriteria, yaitu : Kriteria masih mencukupi, jika : daya tampung > jumlah penduduk tahun ke-n (tahun 2030) Kriteria melebihi kapasitas, jika : daya tampung < jumlah penduduk tahun ke-n (tahun 2030) Berdasarkan hasil analisa perhitungan daya tampung Kabupaten Sukabumi terhadap jumlah penduduk tahun 2030, secara umum kapasitas/daya tampung Kabupaten Sukabumi masih mencukupi untuk menampung jumlah penduduk pada tahun 2030 yang berjumlah jiwa. Begitu juga bila dirinci per kecamatan, daya tampung semua kecamatan yang ada di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2030 mendatang pada dasarnya masih dapat menampung jumlah penduduk yang bertambah. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 28

29 Tabel I.5 Proyeksi Penduduk Kabupaten Sukabumi Tahun No Kecamatan LPP rata A WP Utara LPP 1,56 % 1 Bojonggenteng C i d a h u Cicurug Kabandungan Kalapanunggal Parakansalak Parungkuda Ciambar Cibadak Cicantayan N a g r a k C i s a a t Caringin Gunungguruh Kadudampit Sukabumi Cireunghas Gegerbitung Kebonpedes Sukalarang Sukaraja B WP Selatan (Induk) LPP 1,42 % 1 Bantargadung Cikakak Cikidang Cisolok Palabuhanratu Simpenan Warungkiara Cikembar Jampangtengah Lengkong Nyalindung Pabuaran C i e m a s Cibitung Cimanggu Ciracap Jampangkulon S u r a d e Waluran Cidadap Cidolog Curugkembar Kalibunder Purabaya Sagaranten Tegalbuleud Kab. Sukabumi LPP 1,49 % Sumber : Hasil Analisis, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 29

30 1.5.3 Potensi Bencana Alam Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dinyatakan bahwa Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Sedangkan Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Dengan demikian, Mitigasi Bencana dapat diartikan sebagai tindakan yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana (alam atau ulah-manusia) terhadap suatu komunitas, kawasan, dan wilayah. Merujuk pada substansi UU 24 Tahun 2007 tersebut, harus disadari bahwa penduduk dan segala kegiatan kehidupan berada di atas bumi, begitu juga segala bangunan dan infrastruktur berada di atas bumi. Oleh karena itu, menjadi keharusan semua pihak untuk harus mengetahui karakterisik atau ondisi lingkungan kebumian dimana semua penduduk dan segala kegiatan pembangunan akan berpijak. Jika salah berpijak, maka semua penduduk dan segala kegiatan pembangunan yang telah dirintis akan Tergelincir atau terkena bencana yang sulit ditanggulangi. Sejalan dengan UU Nomor 24 Tahun 2007 tersebut, dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Pasal 6 ayat (1) huruf a, secara tegas memerintahkan bahwa dalam penyelenggaraan penataan ruang, baik tingkat nasional, tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota, harus memperhatikan, antara lain : kondisi fisik wilayah NKRI yang rentan terhadap bencana. Pada pasal 50 ayat 1 ditegaskan mengenai pembagian Pola Ruang Wilayah Nasional menjadi 2 (dua) yaitu : kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional. Dalam kawasan lindung nasional, antara lain disebutkan adanya kawasan lindung geologi (Pasal 52 ayat 5), yang terdiri atas : kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. Khusus mengenai Kawasan rawan bencana alam geologi (pasal 53) terdiri atas : kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan gerakan tanah, kawasan yang terletak di zona patahan aktif, kawasan rawan tsunami, kawasan rawan abrasi, dan kawasan rawan bahaya gas beracun. Struktur geologi yang bersifat kompleks menjadikan wilayah Kabupaten Sukabumi sebagaimana wilayah Jawa Barat umumnya memiliki tingkat kerentanan tinggi dari ancaman bencana alam. Sumber-sumber potensi penyebab bencana alam di Kabupaten Sukabumi yang perlu diwaspadai adalah adanya gunung api aktif (Gunung Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 30

31 Gede-Pangrango), adanya sesar aktif serta aktivitas lempeng tektonik di wilayah Selatan. Sumber penyebab bencana lainnya adalah tingginya intensitas curah hujan yang memicu gerakan tanah terutama di wilayah Kabupaten Sukabumi bagian Selatan. Gambar 1.4 Peta Kawasan Rawan Bencana Dalam kurun waktu dan , tercatat beberapa kejadian bencana alam yang sering melanda Kabupaten Sukabumi mulai dari angin topan, longsor, banjir, pergeseran tanah, hingga gempa bumi. Gambaran kejadian bencana di Kabupaten Sukabumi dapat dilihat Gambar 1.5 dan Tabel I.6. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 31

32 Gambar 1.5 Peta Kejadian Bencana di Kabupaten Sukabumi Tahun Tabel I.6 Kejadian Bencana di Kabupaten Sukabumi Tahun JENIS KEJADIAN BENCANA TAHUN Angin topan Longsor Kebakaran Banjir Pergeseran Tanah Gempa Bumi Lain-lain JUMLAH Sumber : Dinas Sosial dan PBA, Adapun kejadian bencana alam di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2008, diperkirakan 105 desa dari 368 desa yang tersebar di 47 kecamatan, berada dalam kategori merah rawan bencana. Dari data Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengunsi (Satlak PBP) di Dinas Sosial dan Penanggulangan Bencana Alam (Dinas Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 32

33 Sosial dan PBA), bencana tanah longsor masih mendominasi bencana di Kabupaten Sukabumi. Satlak PBP mencatat kasus bencana longsor menyergap hampir di seluruh kecamatan, yakni sebanyak 25 kasus bencana tanah longsor. Disusul 22 kasus bencana angin topan di beberapa kecamatan, seperti di Kecamatan Kebonpedes, Gegerbitung, Sukabumi, Sukalarang, Cidolog, Sagaranten dan Jampangkulon. Sementara bencana bajir yang mencapai 21 kasus berada di urutan ketiga. Daerah rawan itu berada di Kabupaten Sukabumi bagian Selatan. Karateristik penyebab bencana banjir tidak jauh berbeda dengan wilayah lainnya, yakni disebabkan aliran sungai mengalami pedangkalan akibat penebangan hutan. Terkait dengan kejadian bencana alam, tercatat sebanyak 15 orang warga meninggal dunia, 302 orang lukaluka baik ringan dan parah. Begitu pula KK terpaksa harus dievakuasi karena rumah mereka dalam kondisi rusak berat. Diperoleh angka hampir buah rumah dalam kondisi rusak berat, dan sisanya sebanyak 123 dalam kondisi rusak ringan. Sehubungan berbagai bencana alam geologi yang sering terjadi di Kabupaten Sukabumi selama kurun di atas, berikut disampaikan gambaran kawasan rawan bencana alam geologi dan upaya mitigasi yang dapat dilakukan : a. Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi Kawasan rawan letusan gunung berapi ditetapkan dengan kriteria: wilayah di sekitar kawah atau kaldera; dan/atau wilayah yang sering terlanda awan panas, aliran lava, aliran lahar, lontaran atau guguran batu pijar dan/atau aliran gas beracun. Bahaya Letusan Gunung Api di bagi menjadi 2 berdasarkan waktu kejadiannya : 1) Bahaya Primer 1. Awan Panas, suhu O C, kecepatan bisa > Lontaran Material pijar ( bom ), jarak lontaran bisa mencapai ratusan meter, suhu >200 O C 3. Hujan Abu, arahnya tergantung arah angin. Karena ukurannya halus, maka sangat berbahaya bagi pernafasan, mata, pencemaran air tanah, pengrusakan tumbuh-tumbuhan dan mengandung unsur-unsur kimia yang bersifat asam sehingga mampu mengakibatkan korosi terhadap seng dan mesin pesawat. 4. Aliran Lava, bersuhu O C. 5. Gas beracun, berupa CO 2, H 2 S, HCl, SO 2, dan CO. Beberapa gunung yang memiliki karakteristik letusan gas beracun adalah G. Tangkuban Perahu, G.Ciremai, G.Papandayan dan Dieng. 6. Tsunami, umumnya terjadi pada gunung api pulau, misalnya G. Krakatau tahun1883. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 33

34 2) Bahaya Sekunder : Aliran Lahar Strategi mitigasi bencana letusan gunung api mencakup : Pemetaan Kawasan Rawan Bencana Gunung api Pengamatan menerus aktivitas gunung api secara instrumental dan visual Penyelidikan Gunung api : Geologi, Geokimia, Geofisika Peringatan Dini Letusan Gunung api Tanggap Darurat Sosialisasi b. Kawasan Rawan Gempa Bumi / Tsunami Kawasan rawan gempa bumi ditetapkan dengan kriteria yaitu kawasan yang berpotensi dan/atau pernah mengalami gempa bumi dengan skala VII sampai dengan XII Modified Mercally Intensity atau MMI (Pasal 61 Ayat 2). Sedangkan kawasan rawan tsunami ditetapkan dengan kriteria yaitu pantai dengan elevasi rendah dan/atau berpotensi atau pernah mengalami tsunam (pasal 61 Ayat 5). Jika suatu wilayah pernah terlanda gempa bumi maka pasti akan terjadi lagi di kemudian hari namun kapan dan berapa besar daya rusaknya tidak dapat di ramalkan. Maka, strategi mitigasinya sebagai berikut : identifikasi tingkat kerentanan terjadi gempa bumi, siapkan masyarakat guna mengantisipasi kejadian bencana. Dalam rangka antisipasi masyarakat dan Pemerintah Daerah di daerah rawan Gempa bumi diperlukan panduan berupa Peta Intensitas Gempa Bumi : Sangat Rendah, dalam sejarah kejadiannya MMI < IV, berarti bebas membangun sarana dan prasarana permukiman Rendah, dalam sejarah kejadiannya MMI IV V, berarti bebas membangun sarana dan prasarana permukiman namun tahan goncangan gempa bumi Menengah, dalam sejarah kejadiannya MMI VI VII, berarti berpotensi terjadi gempa bumi dan bangunan harus tahan gempa Tinggi, dalam sejarah kejadian MMI > VIII, berarti jika terpaksa membangun bangunan vital dan strategis harus benar-benar yang tahan gempa. c. Kawasan Rawan Gerakan Tanah (Longsor) Gerakan tanah terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun lereng. Penyebab terjadinya gerakan tanah bukan hanya faktor proses geologi dan cuaca saja (alamiah), namun juga dapat dipicu oleh kegiatan manusia yang merubah bentang alam secara sembarangan. Proses pemicu longsoran dapat berupa : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 34

35 Peningkatan kandungan air dalam pori-pori tanah/batuan pada lereng, penyebabnya antara lain oleh meresapnya air hujan, air kolam/selokan yang bocor atau air sawah kedalam lereng. Getaran pada lereng akibat gempa bumi ataupun ledakan, penggalian, getaran alat/kendaraan. Peningkatan beban yang melampaui daya dukung tanah atau kuat geser tanah. Beban yang berlebihan ini dapat berupa beban bangunan ataupun pohon-pohon yang terlalu rimbun dan rapat yang ditanam pada lereng lebih curam dari 40 derajat. Pemotongan kaki lereng secara sembarangan yang mengakibatkan lereng kehilangan gaya penyangga. Strategi dan upaya penanggulangan bencana pada kawasan rawan gerakan tanah adalah sebagai berikut : Hindarkan pembangunan pemukiman dan fasilitas utama lainnya Mengurangi tingkat keterjalan lereng Memperbaiki dan memelihara drainase, baik air permukaan maupun air tanah. Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) pada lereng Terasering dengan sistem drainase yang tepat Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang tepat Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan Pengenalan daerah rawan longsor Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall) Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam tanah. Dalam beberapa kasus relokasi sangat disarankan. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap gempa bumi merusak yang pernah terjadi, bencana gempabumi guncangan tanah menempati urutan pertama diikuti oleh gerakan tanah dan pelulukan. Patahan permukaan dan tsunami sangat jarang terjadi disebabkan kekuatan gempabumi di Kabupaten Sukabumi dan Jawa Barat umumnya < 6 pada Sekala Richter. Gempabumi tektonik berasal dari dua sumber yakni sumber gempabumi penunjaman dan sumber gempabumi sesar aktif. Bencana dan risiko yang diakibatkan oleh kedua sumber gempabumi tersebut, dikontrol oleh kekuatan gempabumi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 35

36 kedalaman gempabumi, jarak pusat gempabumi, kondisi geologi, kepadatan penduduk serta infrastruktur. Dalam Peta Wilayah Rawan Bencana Gempa Bumi (lihat Gambar 1.6) tempattempat atau daerah-daerah yang memiliki nilai intensitas atau tingkat kerusakan yang sama dihubungkan oleh suatu garis isoseismal. Dengan demikian peta tersebut dapat memperlihatkan atau menetapkan tempat-tempat atau daerah-daerah yang mempunyai tingkat kerusakan yang sama. Intensitas yang dipakai ialah Modified Mercelli Intensity (MMI), dengan kurun nilai dari I sampai XII. Gambar 1.6 Peta Wilayah Rawan Bencana Gempa Bumi di Kabupaten Sukabumi dan Sekitarnya Sebagaimana wilayah pantai Selatan Jawa Barat, pantai Selatan Kabupaten Sukabumi pada dasarnya juga merupakan daerah rawan bencana tsunami (lihat Gambar 2.20). Hal ini karena daerah pantai Selatan tersebut secara geologis rentan terhadap bencana alam pesisir. Tsunami adalah salah satu bencana alam yang senantiasa mengancam penduduk pesisir. Walaupun jarang terjadi, namun daya hancurnya yang besar membuatnya harus diperhitungkan. Tsunami umumnya disebabkan oleh gempabumi dasar laut. Sekitar 70% gempabumi tektonik terjadi di dasar laut yang berpotensi menyebabkan tsunami (tsunamigenik). Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 36

37 Berdasarkan penyelidikan seorang ahli tsunami dari Jepang yaitu Iida, dapat disimpulkan bahwa tidak semua gempabumi yang terjadi di laut akan menyebabkan timbulnya tsunami. Syarat terjadinya tsunami adalah magnituda gempa harus lebih besar dari 6 sekala Richter, gerakan kulit bumi ke arah atas (up thrusting) dan kedalaman gempabumi kurang dari 80 kilometer, memiliki topografi dasar laut relatif landai ( < 60 0 ). Jarak sumber gempa terhadap pantai di semua kelompok pantai ratarata kurang dari 300 kilometer, sedangkan kecepatan rambat tsunami mencapai kilometer per jam, maka tsunami datang dengan amat cepat. Kurang dari setengah jam setelah gempa mengguncang. Pada kasus gempabumi Biak dan Aceh dilaporkan, tsunami menyerang hanya 5 sampai 10 menit sesudah guncangan gempa. Oleh karena itu, praktis tidak ada waktu untuk mempersiapkan diri atau menyingkir. Apabila kesempatan untuk memberikan peringatan dini, amat sukar untuk dilakukan. Untuk memperkecil resiko tersebut yang perlu dilakukan adalah mengembangkan manajemen bencana alam terutama pada tahap mitigasi bencana yang dikaitkan dengan rencana tata ruang yang didasrkan pada peta rawan bencana alam. Sedangkan bencana gerakan tanah (tanah longsor) merupakan peristiwa alam yang seringkali mengakibatkan banyak kerusakan, baik berupa kerusakan lingkungan maupun kerusakan prasarana dan sarana fisik hasil pembangunan, serta menimbulkan kerugian yang tidak sedikit baik berupa harta benda maupun korban jiwa manusia. Wilayah Kabupaten Sukabumi bagian Selatan merupakan salah satu kawasan yang sangat rawan terhadap gerakan tanah, hampir setiap mengalami bencana gerakan tanah dan menimbulkan kerusakan yang cukup besar. Pada umumnya bencana tanah longsor dipicu oleh turunnya curah hujan yang cukup tinggi, disamping kondisi kelerengan lahan yang cukup terjal dan tidak tertutup oleh vegetasi serta sifat batuan atau tanah yang cukup sensitif terhadap kondisi keairan. Secara umum, daerah potensi longsor di Kabupaten Sukabumi dapat dirangkum pada Tabel I.7. Erosi pada tebing sungai terdapat berupa longsoran dan runtuhan. Umumnya terjadi pada alur sungai yang membelok. Erosi terjadi pada tebing busur luar tikungan yang selalu dihantam oleh kekuatan arus air sungai. Pada daerah dataran lanjutan proses erosi ini membentuk meander. Selain dari itu perbuatan manusia dapat pula mempercepat proses erosi tersebut seperti di sekitar lokasi penambangan batu kali. Seperti terlihat pada Sungai Cimandiri di wilayah Sukabumi dimana telah mengancam dan menghancurkan rumah penduduk yang berlokasi di tepi sungai. Pengambilan bongkahan batu kali dapat mempercepat arus sungai, sehingga kekuatan arus menghantam tebing lebih kuat dan terjadi lekukan pada kaki tebing sungai. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 37

38 Gambar 1.7 Peta Rawan Bencana (Zona Bahaya) Tsunami di Kabupaten Sukabumi Tabel I.7 Daerah Rawan Longsor di Kabupaten Sukabumi No Potensi Longsor Lokasi Kecamatan 1 Menengah Tinggi Tegalbeuleud, Cidolog, Sagaranten, Jampang Tengah, Palabuhanratu, Parung Kuda 2 Menengah Cibadak, Nyalindung Sumber : Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Berangkat dari uraian ketentuan peraturan dan kejadian bencana alam, dapat disimpulkan bahwa perencanaan tata ruang tidak bisa terlepas dengan mitigasi bencana. Oleh karena itu, RTRW Kabupaten Sukabumi yang disusun harus berbasis mitigasi bencana. Berikut adalah landasan yang harus dipedomani dalam mewujudkan penataan ruang berbasis mitigasi bencana : a. Aspek Perencanaan Langkah pertama adalah mengumpulkan informasi ANCAMAN sebagai input bagi analisis KERENTANAN dan analisis RISIKO BENCANA serta indikator wilayah akan potensi bencana tertentu. Selanjutnya, ketika suatu wilayah diindikasikan memiliki potensi bencana, maka perencanaan tidak mengarahkan wilayah tersebut sebagai pusat pertumbuhan atau wilayah pemukiman penduduk, melainkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 38

39 diarahkan sebagai kawasan lindung sebagai bentuk penanganan antisipatif dan responsif untuk menyesuaikan diri dengan alam. b. Pemanfaatan Ruang Strategi untuk pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan meliputi : a. membatasi perkembangan kegiatan budi daya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana (sesuai UUPR Pasal 8 ayat 3) Kawasan peruntukan permukiman ditetapkan dengan criteria yaitu berada di luar kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana (sesuai PP 26/2008 Pasal 71 ayat 1) c. Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui : 1) Peraturan zonasi Peraturan zonasi untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya disusun dengan memperhatikan: pembatasan pemanfaatan ruang di sekitar kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana alam (sesuai PP 26/2008 Pasal 98) Peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana alam geologi disusun dengan memperhatikan (PP 26/2008 Pasal 105) : pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana; penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum. Kegiatan budi daya lain di kawasan rawan bencana alam geologi masih dimungkinkan, antara lain budi daya pertanian, perkebunan dan pariwisata. Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang menimbulkan bencana, dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagai bagian dari penanggulangan bencana sesuai dengan kewenangannya (pasal 40 ayat 3). 2) Perizinan 3) Pemberian insentif dan disinsentif, dan 4) Pengenaan sanksi. Penuangan kawasan rawan bencana alam geologi dalam RTRW direpresentasikan dengan : 1. Kawasan rawan bencana alam geologi paling tinggi harus dimuat dalam RTRW, direpresentasikan dalam bentuk delineasi/arsiran. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 39

40 2. Didalam delineasi tidak dibenarkan ada aktivitas manusia, kalaupun ada dapat dilakukan dengan persyaratan yang sangat ketat, antara lain : tidak dibenarkan ada bangunan vital dan strategis di daerah rawan bencana gunung api-paling tinggi, atau tidak melakukan aktivitas yang mengumpulkan banyak orang. 3. Analisis biaya dan manfaat harus dilakukan didalam pemanfaatan ruang di dalam kawasan rawan bencana alam geologi-paling tinggi. Penataan ruang harus memperhatikan aspek kebencanaan geologi sebagai bahan pertimbangan dalam Penyusunan RTRW, sehingga diperlukan suatu pemetaan rinci dari aspek kebencanaan geologi. Keberhasilan mitigasi bencana alam geologi sangat bergantung pada peran aktif seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah daerah, karena hakekat mitigasi bencana alam geologi adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya tanggung jawab Pemerintah. Upaya menyadarkan publik dan pendidikan (public awareness dan education), penumbuhan pola pikir sadar bencana dan sadar lingkungan terhadap masyarakat merupakan ujung tombak keberhasilan mitigasi bencana di masa datang sehingga terbentuk kearifan dan komunitas yang ulet dan waspada terhadap bencana alam geologi. Apabila penataan ruang diselenggarakan dengan baik dan bijaksana dengan mempertimbangkan aspek kebencanaan geologi secara menyeluruh, maka risiko terhadap kejadian bencana alam geologi dapat diminimalkan, atau dengan kata lain penataan ruang mempunyai peranan penting dalam penanggulangan bencana alam geologi Potensi Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, dan Kelautan Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Sumber daya pertanian di Kabupaten Sukabumi terutama tersebar di bagian Utara aliran Sungai Cimandiri. Kondisi ini tidak bisa terlepas dari keberadaan Gunung Gede-Pangrango di sebelah Utara dan Gunung Salak di sebelah Barat. Selain karena didukung kondisi lembah dan lereng di kedua gunung tersebut yang melandai ke arah Selatan juga karena kondisi hutannya yang memberi daya dukung iklim dan tata air yang baik sehingga daerah pertanian relatif lebih subur dibandingkan daerah pertanian bagian selatan aliran sungai Cimandiri. Dalam sejarahnya, sejak dulu daerah Utara terkenal sebagai penghasil komoditi perkebunan berupa karet dan teh yang sempat memegang peranan penting dalam perekonomian negara di masa lampau. Sementara adanya dukungan tata air yang sangat baik, menyebabkan daerah utara berkembang menjadi daerah persawahan, usaha tani sayur mayur, peternakan dan budidaya ikan air tawar yang cukup potensial. Potensi sumber daya pertanian lain yang juga terdapat di Kabupaten Sukabumi adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 40

41 kehutanan. Sebaran kawasan hutan di Kabupaten Sukabumi terdapat di beberapa kecamatan, dengan pengelompokan besar terdapat di Sukabumi-Sukaraja bagian Utara, Cicurug Parungkuda Parakansalak Kalapanunggal Cisolok, Palabuhanratu, Ciemas, Surade Jampangkulon Kalibunder Lengkong Tegalbuleud Cidolog Sagaranten dan Nyalindung Pertambangan Kabupaten Sukabumi termasuk salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki potensi bahan tambang yang cukup beragam, yang meliputi bahan galian mineral logam, mineral bukan logam, batuan, hingga batubara. Bahan galian logam dengan potensi yang cukup baik antara lain emas, timbal, pasir besi, bijihbesi, dan mangan. Sedangkan bahan galian nonlogam dan batuan yang sangat potensial diantaranya zeolit, bentonit, pasir kuarsa, felspar, marmer, tras, batugamping, tanahliat, andesit, pasir sungai dan lain-lain. a. Sumber Daya Bahan Galian Mineral Logam Bahan galian mineral logam di Kabupaten Sukabumi terdapat 3 (tiga) jenis yang hingga saat ini belum diusahakan secara optimum dan sebagian besar masih dalam tahap eksplorasi, antara lain pasir besi, timbal dan emas. Pasir besi, terdapat di sepanjang pantai km di antaranya terdapat di Kecamatan Palabuhanratu (Muara S.Cimandiri dan S. Cidadap), Cibitung, Jampangkulon, Ciracap (Desa Gunungbatu, Desa Cikangkung, Desa Caringinnunggal), dan Tegalbuleud (muara S.Cibuni S.Cikaso). Lebar endapan ke arah daratan sekitar meter. Penggunaan pasir besi terutama untuk keperluan industry logam (melallurgi) yang menghasilkan besi baja. Timbal, secara ekonomis biasanya ditemukan dalam mineral galena dengan komposisi kimia PbS. Penyebaran galena di Kabupaten Sukabumi antara lain di Kecamatan Ciemas dan Sagaranten, dengan jumlah cadangan secara pasti perlu dilakukan penelitian lebih rinci. Emas, lokasi berpotensi endapan emas antara lain terdapat di Kecamatan Ciemas (Desa Mekarjaya), Kecamatan Simpenan (Blok Ciawitali, Cinangka, dan Pasawahan), Kecamatan Waluran (Blok Bojongpari), Kecamatan Cisolok (Blok Citalaga, Desa Sirnaresmi). Permasalahan mendasar dalam kegiatan usaha pertambangan mineral logam adalah aspek tata guna lahan dimana sebagian besar lahan yang berpotensi berada di wilayah perkebunan (Kec. Simpenan dan Ciemas) dan kawasan lindung (Kec. Cisolok). Dengan pengaturan tata ruang yang jelas dan mengikat diharapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 41

42 kepentingan pertambangan dapat berjalan serasi dan terpadu dengan kepentingan sector lainnya. b. Sumber Daya Bahan Tambang Non Logam dan Batuan Melalui beberapa upaya penelitian yang dilakukan telah teridentifikasi beberapa jenis bahan tambang nonlogam dan batuan yang potensial untuk dikembangkan yaitu zeolit, lempung (tanah liat), bentonit, pasir kuarsa, batugamping, marmer, batu gunung/andesit, batu apung, perlit, tras, sirtu, pasir, pasir sungai, dan lain-lain. Sebagian besar bahan tambang tersebut telah terdata baik kuantitas maupun kualitasnya. Meskipun demikian pemanfaatannya hingga kini masih terbatas sebagai bahan konstruksi atau dijual ke daerah lain sebagai bahan baku industri. Tabel I.8 Penyebaran Sumber Daya Bahan Galian Konstruksi dan Industri di Wilayah Kabupaten Sukabumi NO KECAMATAN JENIS BAHAN GALIAN 1 Sukabumi Batugunung, sirtu 2 Sukaraja Zeolit 3 Cireunghas Zeolit, batugunung, pasir 4 Gunungguruh Lempung, marmer, kaolin, ball clay & bondclay, mangan 5 Cisaat Batugamping, pasir kuarsa, lempung, batugunung, batubara muda 6 Cibadak Batugamping, pasir kuarsa, lempung, marmer, batubara muda 7 Cikembar Batugamping, lempung, zeolit, pasir, sirtu, feldspar 8 Warungkiara Batugamping, pasir kuarsa,, zeolit, pasir, sirtu, feldspar 9 Palabuhanratu Batugamping, pasir kuarsa, pasir, sirtu, batugunung, rijang, pasir besi 10 Cisolok Batugamping, pasir kuarsa, lempung, zeolit, bentonit, marmer, batugunung, perlit/ obsidian, feldspar, dasit hijau, batubara muda 11 Parungkuda Tras, sirtu 12 Cicurug Tras, sirtu, batugunung, batu apung 13 Parakansalak Batugunung 14 Kalapanunggal Sirtu, marmer, perlit/obsidian 15 Cikidang Batugamping, zeolit, pasir, batu gunung, feldspar, Kristal kuarsa 16 Ciemas Pasir kuarsa, batugunung, batu apung, sarpentin, diabas, gabro, mangan 17 Ciracap Batugamping, pasir kuarsa, pasir, sirtu, batugunung, batu apung, batu papan, pasir besi 18 Surade Lempung, pasir, dammar, batu papan, pasir besi, timbal 19 Jampangkulon Tras, batugunung, batu papan 20 Lengkong Lempung, bentonit, pasir, batugunung, kaolin, damar 21 Jampangtengah Batugamping, fosfat, bentonit, pasir, kalsedon/agate, rijang, jasper, batubara muda 22 Nyalindung Batugamping, lempung, fosfat, pasir 23 Kalibunder Batugamping, batu papan 24 Cibitung Batugamping 25 Cicantayan Pasir kuarsa 26 Cidolog Lempung 27 Sagaranten Lempung, bentonit, pasir, Kristal kuarsa, timbal 28 Bantargadung Zeolit, batugunung, bentonit 29 Cidahu Tras 30 Gegerbitung Pasir, batugunung, tras 31 Sukalarang Sirtu 32 Kabandungan Batugunung 33 Pabuaran Batu gunung 34 Caringin Toseki 35 Tegalbuleud Pasir besi Sumber : LPPM Unpad, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 42

43 MATERI TEKNIS Gambar 1.8 Peta Sebaran Potensi Pertambangan di Kabupaten Sukabumi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 43

44 Air Permukaan Dalam laporan kajian sumber daya air, diperoleh hasil analisis ketersediaan air yang memperkiraan ketersediaan air di suatu wilayah sungai atau suatu sistem tata air, secara spasial maupun dalam waktu. Potensi air permukaan di masing-masing sungai yang berada di wilayah Kabupaten Sukabumi bagian utara dihitung dengan cara pengolahan data debit yang tercatat di masing-masing stasiun pencatat debit. Untuk sungai yang tidak memiliki pos pencacatan debit dihitung dengan cara perbandingan daerah aliran sungai (DAS), yaitu membandingkan dengan DAS yang paling dekat dan yang memiliki karakteristik yang mirip. Hasil perhitungan potensi air permukaan di masing-masing wilayah sungai di Kabupaten Sukabumi wilayah utara adalah sebagai berikut: Tabel I.9 Potensi Air Sungai Citarik STASIUN : PAJAGAN SATUAN : m3/dt Tahun Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Ket Q Q Rata-rata Q Q SATUAN : m3/dt Tahun Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Ket Q Q Rata-rata Q Q Catatan : Dihitung dengan perbandingan DAS Tabel I.10 Potensi Air Sungai Cicareuh Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 44

45 SATUAN : m3/dt Tahun Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Ket Q Q Rata-rata Q Q Catatan : Dihitung dengan perbandingan DAS Tabel I.11 Potensi Air Sungai Cicatih Tabel I.12 Potensi Air Sungai Cibareno STASIUN : CIAWI, DS.CIKADU, KEC.BAYAH, KAB.LEBAK SATUAN : m3/dt Tahun Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Ket Q Q Rata-rata Q Q Tabel I.13 Potensi Air Sungai Cisolok SATUAN : m3/dt Tahun Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Ket Q Q Rata-rata Q Q Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 45

46 Tabel I.14 Potensi Air Sungai Cidadap SATUAN : m3/dt Tahun Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Ket Q Q Rata-rata Q Q Tabel I.15 Potensi Air Sungai Cimandiri STASIUN : TEGALDATAR SATUAN : m3/dt Tahun Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah Ket Q Q Rata-rata Q Q Air Tanah Air tanah merupakan salah satu sumber air di alam yang terdapat dalam tanah atau batuan. Sebagai salah satu komponen daur hidrologi, maka pembentukan dan pergerakan airtanah akan dikontrol oleh komponen daur hidrologi lainnya seperti curah hujan, evapotranspirasi dan air permukaan. Sebagian air hujan yang jatuh kepermukaan tanah akan meresap ke dalam tanah dan kemudian akan bergerak melalui ronggarongga yang ada menuju ke tempat yang letaknya lebih rendah seperti lembah, sungai dan akhirnya ke laut. Di Kabupaten Sukabumi terdapat 2 Cekungan Air Tanah (CAT) yaitu CAT Sukabumi dan CAT Jampangkulon. CAT Sukabumi (lintas Kabupaten/Kota) memiliki potensi air tanah bebas (Q1) sebesar 759 juta m3/tahun dan potensi air tanah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 46

47 (Q2) sebesar 34 juta m3/tahun. Sementara CAT Jampangkulon memiliki potensi air tanah bebas sebesar 276 juta m3/tahun. Pemanfaatan air tanah (terutama air tanah dalam) untuk tujuan komersial (baik secara langsung atau tidak langsung) terkonsentrasi di wilayah Cicurug, Cidahu dan Parungkuda, sedangkan sebagian kecil di wilayah Nagrak, Cibadak Cikembar, Sukabumi dan Sukalarang. Di Kabupaten Sukabumi juga memiliki banyak mata air, baik yang mempunyai luas besar maupun kecil. Mata air umumnya terdapat di bagian kaki bukit atau lekuklekuk di bagian lereng. Keberadaan mata air sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan air bersih di wilayah ini. Penyebaran mata air cukup merata antara lain di Kecamatan Sukabumi, Cisaat, Sukaraja, Cibadak, Parungkuda, Kabandungan, Cicurug, Nagrak, Palabuhanratu, Jampangkulon, Sagaranten, Lengkong. Debit mata air tersebut berkisar antara lt/dt. Pada beberapa tempat dijumpai pula adanya mata air panas. Data mata air di Kabupaten Sukabumi adalah sebagai berikut : Tabel I.16 Potensi Mataair yang Terdapat di Kabupaten Sukabumi No. Kecamatan Jumlah Debit Air Rata-rata Mata air (lt/detik) (1) (2) (3) (4) 1 Jampangkulon Sagaranten Lengkong Palabuhanratu Nyalindung Sukaraja Sukabumi Cisaat Cibadak Nagrak Cicurug Parungkuda Cisolok Kabandungan Total 34 Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan DPU, 1988 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 47

48 Gambar 1.9 Peta Cekungan Air Tanah (CAT) Sukabumi Pemanfaatan air di Kabupaten Sukabumi banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi, air baku penduduk dan industri, dan ditambang. Pemenuhan kebutuhan air irigasi mengandalkan air permukaan, dan untuk memenuhi kebutuhan air air baku penduduk dan industri, dan ditambang banyak menggunakan air tanah. Data penggunaan air tanah yang tercacat di Balai KSDA Kabupaten Sukabumi adalah sebanyak ,00 m3/bln atau 786,85 lt/dt. Data mengenai pemanfaatan air tanah yang tercatat pada Balai KSDA dapat dilihat pada tabel berikut ini. Sedangkan pemanfaatan debit air permukaan di Kabupaten Sukabumi tidak tercatat. Tabel I.17 Data Pemanfaatan Air Tanah yang Tercatat pada Balai BKSDA di Kabupaten Sukabumi Jumlah Volume Berdasarkan SIPPA Dalam m3 /Bulan Pengusaha NO Kota/ kabupaten Ter- Non Pasif PDAM Industri Pertanian Niaga Jumlah daftar PDAM 1 Kab Sukabumi Kota. Sukabumi Jumlah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi Halaman I - 48

L.I - 1 BUPATI, BUPATI SUKABUMI, H. SUKMAWIJAYA H. SUKMAWIAJAYA

L.I - 1 BUPATI, BUPATI SUKABUMI, H. SUKMAWIJAYA H. SUKMAWIAJAYA L.I - 1 LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR : TANGGAL : TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI 2012-2032 RENCANA STRUKTUR RUANG KABUPATEN A. PETA RENCANA STRUKTUR RUANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 282 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH ( IPPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat laju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT Pendahuluan LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT Pendahuluan LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyelenggaraan penataan ruang nasional dilaksanakan berdasarkan asas keterpaduan, keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, keberlanjutan, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan,

Lebih terperinci

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 22 TAHUN 2010 TANGGAL : 30 NOVEMBER 2010 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT ARAHAN PEMBAGIAN WILAYAH PENGEMBANGAN I. KAWASAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENGEMBANGAN WILAYAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN TAHUN 2010-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan.

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan. 1.1 LATAR BELAKANG Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari Koridor Tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang pantai Selatan Pulau Jawa. Berdasarkan sistem ekonomi, geokultural

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2009-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI DINAS TATA RUANG, PERMUKIMAN DAN KEBERSIHAN

PEMERINTAH KABUPATEN SUKABUMI DINAS TATA RUANG, PERMUKIMAN DAN KEBERSIHAN Bab ini menjelaskan mengenai substansi yang terkait dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi Koridor Sukaraja Kabupaten Sukabumi diantaranya adalah; (1) Dasar Hukum ; (2)

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang 56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 12 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG IBU KOTA KABUPATEN LEBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Rencana Tata Ruang Wilayah diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI...... i 1. GEOGRAFI Tabel : 1.01 Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat Dan Kabupaten/Kota... 1 Tabel : 1.02 Jumlah Kecamatan Dan Desa Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011... 2 2. KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang merupakan bagian dari wilayah pantai utara Pulau Jawa, dalam hal ini kabupaten yang termasuk dalam wilayah tersebut yaitu Kabupaten

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 4.1 Permasalahan Pembangunan Capaian kinerja yang diperoleh, masih menyisakan permasalahan dan tantangan. Munculnya berbagai permasalahan daerah serta diikuti masih banyaknya

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2011 2031 UMUM Ruang wilayah Kabupaten Karawang dengan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR : 22 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR : 22 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR : 22 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2012-2032 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

BAB 2 KETENTUAN UMUM

BAB 2 KETENTUAN UMUM BAB 2 KETENTUAN UMUM 2.1 PENGERTIAN-PENGERTIAN Pengertian-pengertian dasar yang digunakan dalam penataan ruang dan dijelaskan di bawah ini meliputi ruang, tata ruang, penataan ruang, rencana tata ruang,

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 11 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG REVISI RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA MALINGPING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU I. UMUM Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu wilayah/kota berdampak pada perubahan sosial, ekonomi, geografi, lingkungan dan budaya sehingga diperlukan fasilitas penunjang untuk melayani kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan dan pengembangan suatu kota berjalan sangat cepat, sehingga apabila proses ini tidak diimbangi dengan pengelolaan lingkungan hidup dikhawatirkan akan

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola pemanfaatan ruang pada kawasan perkotaan dicirikan dengan campuran yang rumit antara aktivitas jasa komersial dan permukiman (Rustiadi et al., 2009). Hal ini sejalan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

L E M B A R A N D A E R A H

L E M B A R A N D A E R A H L E M B A R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TAHUN 2004 NOMOR 1 SERI E NO. SERI 1 P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Kat al ogbps:1102001. 3202 K a b u p a t e n htt p:/ /su ka bu mi ka b.b p s.g o.i d SUKA BUMI D a l a ma n g k a 2 01 5 BADANPUSATSTATI STI K KABUPATENSUKABUMI KABUPATEN SUKABUMI DALAM ANGKA 2015 ISSN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Cirebon berada pada posisi ' BT dan 6 4' LS, dari Barat ke Timur 8

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Cirebon berada pada posisi ' BT dan 6 4' LS, dari Barat ke Timur 8 BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 2.1 Deskripsi Wilayah Kota Cirebon 1. Geografi Kota Cirebon merupakan salah satu Kota bersejarah yang memiliki keunikan yang khas. Kota Cirebon adalah bekas ibu Kota kerajaan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS UNIT DAN TATA KERJA BADAN KOORDINASI PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH II PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH Pada bab ini akan disampaikan seluruh program dalam RPJMD 2013-2017 baik yang bersifat Program Unggulan maupun program dalam rangka penyelenggaraan Standar Pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KABUPATEN BANYUMAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KABUPATEN BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut dikembangkannya berbagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Jawa Barat Akhir Tahun Anggaran 2011 disusun berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF PENATAAN RUANG PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pembangunan di Kabupaten Murung Raya pada tahap ketiga RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun 2013-2018 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

A. Gambaran Umum Daerah

A. Gambaran Umum Daerah Pemerintah Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Daerah K ota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat, terletak di antara 107º Bujur Timur dan 6,55 º

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

Draft 18/02/2014 GUBERNUR JAWA BARAT,

Draft 18/02/2014 GUBERNUR JAWA BARAT, Draft 18/02/2014 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN UNTUK KEGIATAN FASILITASI DAN IMPLEMENTASI GREEN PROVINCE

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 2002 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN GARUT DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Sleman Akhir Masa Jabatan Tahun DAFTAR TABEL

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Sleman Akhir Masa Jabatan Tahun DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman... 2 Tabel 1.2. Ketinggian Wilayah Kabupaten Sleman... 3 Tabel 1.3. Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman Menurut Jenis Kelamin, Kepadatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2011-2015 Diperbanyak oleh: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dilaksanakan terus-menerus untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin. Proses tersebut dilaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci