BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Intubasi Trakea Insuflasi trakea pada binatang pertama sekali dilakukan oleh Vesalius pada tahun 1555 dan Robert Hooke pada tahun Kite pada tahun1788 melakukan intubasi oral dan nasal untuk menolong korban tenggelam, Jhon Snow pada tahun 1858 melakukan intubasi melalui lubang trakeostomi pada binatang, sedangkan Trendelenberg pada tahun 1871 melakukan hal serupa pada manusia. W. Mac Ewen dari Glaslow pada tahun 1878 melakukan intubasi endotrakeal lewat mulut dengan mengunakan jari-jarinya pada pasien sadar, hal tersebut dilakukan untuk mencegah aspirasi pneumonia pada pembedahan di daerah rongga mulut dan hidung. 21 Pada tahun 1893 Eisenmenger merupakan orang pertama yang menemukan pipa endotrakeal dengan kaf. Karl Maydl dan J.P.O. Dwyer pada tahun 1898 mengunakan pipa endotrakeal untuk pasien difteri yang mengalami gagal nafas.franz Kuhn pada tahun 1901 menemukan pipa endotrakeal metal. Pada tahun 1907 Barthelemy menemukan pipa endotrakeal karet. Rowbotham dan Magill pada tahun 1921 menggunakan pipa endotrakeal karet tanpa kaf untuk operasi didaerah leher dan kepala. 21 Tahun 1930 Magill melaporkan hasil penelitiannya mengenai intubasi nasal memakai pipa endotrakeal karet tanpa kaf. Walaupun pipa endotrakeal yang memakai kaf telah ditemukan sejak tahun 1893, namun pipa endotrakeal tanpa kaf lebih sering digunakan sampai Tahun 1952 di Kopenhagen terjadi wabah polio, saat itu banyak pipa endotrakeal dengan kaf digunakan untuk menolong pasien pasien polio yang mengalami gagal nafas, sejak itulah pipa endotrakeal dengan kaf merupakan alat baku untuk anestesi. Sejak tahun 1970 penggunaan pipa endotrakeal karet tergeser dengan pipa yang terbuat dari plastik. Begitu pula rancangan kaf diperbaiki sedemikian rupa untuk mengurangi efek samping yang timbul akibat pemakaian pipa terebut. 21 Walaupun saat ini banyak rancangan pipa 8

2 endotrakeal yang cukup ideal tetapi tata laksana yang baik harus selalu diperhatikan untuk menghindari terjadinya hal hal yang tidak diinginkan. 21 Pemakaian pipa endotrakeal memiliki beberapa keuntungan seperti terpeliharanya jalan nafas, kemungkinan nafas kontrol atau alat bantu. Pengurangan ruang rugi dan mencegah aspirasi pneumonia serta memudahkan pembersihan pada tenggorok dan mencegah mengedan akibat spasme laring. Penggunaan pipa endotrakeal yang non kinking sangat membantu ahli anestesiologi untuk mencegah pipa endotrakeal tertekuk pada pembedahan kepala, leher atau posisi telungkup. 22 Kerugiannya terutama bersifat mekanik dan kesalahan teknik, juga karena iritasi atau reaksi alergik lokal alat yang digunakan seperti pipa endotrakeal, pelumas. Pipa endotrakeal menyebabkan saluran nafas menjadi lebih sempit, sehingga tahanan aliran udara nafas menjadi lebih besar. Hal tersebut berbahaya terutama untuk anak anak. Oleh karena itu kita selalu berusaha agar pipa endotrakeal yang dipasang sebesar mungkin tetapi tidak sampai melukai laring Pipa Endotrakea Pipa endotrakeal umumnya memiliki jari jari lengkung cm, pada potongan lintang pipa, dinding dalam maupun luar sebaiknya bulat, bila oval atau ellips akan mudah tertekuk. Disebelah distal terdapat bagian yang miring disebut bevel, membentuk sudut Bila sudut lebih kecil maka akan memudahkan masuknya pipa lewat hidung tetapi terjadi sumbatan bertambah. Sisi bevel biasanya menghadap kekiri, karena umumnya ahli anestesiologi menggunakan tangan kanan dan memasukkan pipa dari sebelah kanan. Ujung bevel sebaiknya bulat dengan tepi tumpul. Ada pipa endotrakeal yang memiliki lubang dekat ujung distal disebut jenis murphy dan lubangnya disebut mata murphy. Tujuan dari mata murphy adalah bila terjadi sumbatan pada ujung bevel maka gas masih dapat 21, 22 lewat. Jenis Magill tidak memiliki lubang pada ujung distalnya. 9

3

4 terbuat dari bahan ini umumnya lebih lunak, tidak iritasi terhadap jaringan, kecenderungan untuk mudah tertekuk kecil, termoplastik sehingga mudah menyesuaikan dengan anatomi jalan nafas, permukaan rata dan licin. Pipa endotrakeal PVC dibuat untuk sekali pakai, namun untuk mengurangi biaya ada rumah sakit yang menggunakan lebih dari sekali. Karena PVC tidak tahan panas maka biasanya untuk sterilisasi digunakan etilen oksid, hal tersebut dapat mengakibatkan reaksi toksik. Oleh karena itu produsen selalu mencantumkan pada pipa tersebut Dilarang dipakai ulang, Hanya sekali pakai dan 21, 22 sebagainya. Sprangue membandingkan antara pipa endotrakeal Magill ( terbuat dari karet ) dengan Mallincrodt ( terbuat dari polivinilklorid ) volume besar tekanan rendah pada 100 pasien, hasilnya kekerapan nyeri tenggorok jenis Magill adalah 60 % dan Mallincrodt 28%. 21 Ukuran Pipa Endotrakeal Ada beberapa cara untuk menentukan ukuran pipa Endotrakeal, dahulu sering dipakai ukuran skala French, ukuran ini merupakan kelipatan tiga dari pada diameter eksterna dalam milimeter. Sekarang umumnya pabrik menggunakan ukuran diameter interna dalam milimeter. Meskipun demikian pada katalok atau 21, 22 pembungkus pipa masih sering dicantumkan ukuran skala French. Ukuran pipa Endotrakeal meliputi ukuran diameter dalam dan panjang pipa. Para peneliti menghubungkan penggunaan pipa dengan diameter dalam yang lebih besar akan memperbesar resiko penekanan pipa pada laring dan trakea. 23 Sementara bila digunakan pipa endotrakeal dengan diameter yang lebih kecil, sistem kaf lebih cenderung dikembangkan berlebihan sehingga akan memperbesar resiko penekanan kaf pada trakea. Untuk mengurangi resiko akibat ukuran pipa endotrakeal ini para peneliti menganjurkan penggunaan nomor 7 7,5 ID bagi penderita wanita dan nomor 7,5 8 ID bagi penderita laki laki. Chandler M dkk berpendapat bahwa untuk penderita laki laki berat badan kurang dari 50 kg memakai pipa nomor 7,5 ID sedangkan berat badan lebih dari 50 kg memakai pipa nomor 8 ID. Penderita wanita dengan berat badan kurang 11

5 dari 50 kg memakai pipa nomor 7 ID sedangkan berat badan lebih dari 50 kg memakai pipa nomor 7,5 ID. 23 Ada juga peneliti yang menganjurkan untuk menentukan ukuran pipa endotrakeal dengan menyesuaikannya terhadap diameter jari kelingking atau jari manis penderita. 23 Panjang Pipa Endotrakeal Penentuan panjang pipa endotrakeal merupakan masalah sulit, penggunaan pipa endotrakeal terlalu panjang akan meningkatkan ruang rugi dan kemungkinan pipa tertekuk, intubasi endobronkial atau ujung pipa menempel dikarina, sedangkan pipa yang terlalu pendek dapat mengakibatkan ekstubasi tidak sengaja 21, 22,23 atau tekanan kaf pada struktur laring. Sistem Kaf Sistem ini meliputi katup pengembang ( inflating valve ), ronga pengembang ( inflating lumen ) yang berada pada dinding pipa pengembang sebelah luar ( external inflating tube ), pilot balon dan kaf. Tujuan dari sistem kaf yaitu menyumbat rongga antara pipa tendorakea dengan dinding mukosa trakea untuk mencegah atau mengurangi kebocoran gas, cairan maupun benda benda asing kedalam atau keluar trakea. Rancangan dari pada kaf ada bermacam macam, tetapi pada dasarnya dibagi dalam 2 jenis, yaitu : 1. Kaf tekanan tinggi ( high pressure cuff / small resting diameter cuff / low compliance high pressure cuff / low residual volume cuff / low volume cuff / small cuff / conventional cuff ). Dengan kaf tekanan tinggi, maka tekanan kaf dan tekanan dinding trakea akan naik sesuai dengan udara yang dimasukkan kedalam kaf. Oleh karena itu dianjurkan memakai pipa endotrakeal sebesar mungkin agar udara yang dimasukkan kedalam kaf lebih sedikit dan tekanan kaf maupun tekanan dinding tidak terlalu tinggi. Diperlukan tekanan kaf yang tinggi untuk dapat menutup trakea, rata rata 200 cmh 2 O. Sifat lain daripada kaf tekanan tinggi yaitu condong untuk menekan trakea sehingga trakea berubah bentuk. Tidak dapat disangsikan lagi bahwa penggunaan pipa endotrakeal dengan tekanan tinggi untuk 12

6 jangka lama akan menimbulkan kerusakan pada trakea. Sering kali kaf mengembang eksentris sehingga tekanan trakea lebih tinggi dibandingkan 21, 22,23 dengan kaf tekanan rendah yaitu pada pemakaian jangka pendek. 2. Kaf tekanan rendah( low pressure cuff / large resting diameter cuff / large residual volume cuff / high volume cuff / large cuff / floppy cuff ). Penggunaannya tidak terbatas untuk intubasi lama tetapi juga utuk intubasi jangka pendek. Jenis ini biasanya disebut dengan tekanan rendah baku ( standart low pressure ). Keuntungan dari kaf tersebut yaitu tekanan kaf kira kira sama dengan tekanan pada dinding trakea sehingga dengan pemantauan tekanan kaf maka tekanan dinding trakea dapat diatur sesuai dengan tekanan kaf. Beberapa masalah dari penggunaan pipa kaf jenis ini yaitu kekerapan nyeri tenggorok lebih tinggi, kecuali dipakai kaf dengan rancangan tertentu. Aspirasi lebih sering terjadi karena kaf tidak mengembang sempurna, untuk mencegah aspirasi maka tekanan kaf harus lebih besar dari pada tekanan untuk sekedar menutup trakea terutama pada ventilasi dengan tekanan positif. Atas dasar tersebut dianjurkan pemakaian pipa endotrakeal tekanan kaf rendah dengan ukuran tidak terlalu besar, karena kaf tidak akan mengembang sempurna. Tekanan dalam kaf harus diukur kira kira cmh 2 O. 21, 22 Tekanan kaf kurang dari 30cmH 2 O pada dinding trakea adalah lebih rendah dari pada tekanan perfusi kapiler. Hal ini dapat mengurangi terjadinya nyeri tenggorok, suara serak, ulkus, stenosis, trakeomalasia, fistel trakeoesofagus, akibat gangguan mikrosirkulasi mukosa trakea, 27 21, 22 mukosa. tujuannya untuk mencegah kerusakan Loeser dkk menyatakan bahwa angka kekerapan nyeri tenggorok terendah pada pipa endotrakeal volume kecil, luas kontak kaf dengan mukosa trakea sempit, tekanan kaf tinggi dibandingkan dengan volume besar tekanan rendah. Loeser lalu mengadakan penelitian kembali dengan menggunakan pipa endotrakeal tekanan rendah, volume rendah, kaf kecil ( 22 mm), luas kontak mukosa trakea dengan kaf kecil ternyata dapat menurunkan angka kekerapan nyeri tenggorok sampai 10% jauh lebih rendah dibandingkan pipa endotrakeal 13

7 tekanan tinggi, volume kecil. 24 Jensen dkk menyatakan bahwa kaf yang terlalu besar akan mengakibatkan trauma pada laring waktu intubasi maupun saat ekstubasi. 25 Mekanisme Difusi N2O Difusi adalah perpindahan zat yang melewati membran dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Difusi suatu gas melewati membran ke suatu cairan dipengaruhi oleh kelarutan gas tersebut kedalam cairan. 23 Koefisien partisi N 2 O adalah 0.46, kurang lebih 34 x lebih besar dari koefisien partisi dari nitrogen (0,014), ini artinya N 2 O akan berdifusi 34 x lebih cepat kerongga yang ada udara dibandingkan nitrogen meninggalkan rongga tersebut. 23 Besarnya volume difusi N 2 O tergantung dari tekanan partial N 2 O aliran darah kerongga yang berisi udara, dan lamanya pemberian N 2 O. 23 Difusi N2O kedalam kaf pipa endotrakeal mengakibatkan peningkatan tekanan intra kaf. Tekanan intra kaf yang berlebihan akan mengganggu perfusi mukosa dan menyebabkan kerusakan trakea sehingga menimbulkan nyeri tenggorok. Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa mukosa trakea akan mengalami iskemik pada tekanan intrakaf endotrakeal lebih dari 30 cmh 2 O. Dianjurkan tekanan intrakaf harus dimonitor 20 30cmH 2 O. Pada tekanan kurang dari 30 cmh 2 O ini tidak terjadi gangguan aliran darah kapiler sehingga tidak merusak mukosa jalan nafas Persiapan Untuk Intubasi Endotrakeal Persiapan untuk intubasi termasuk memeriksa perlengkapan dan posisi pasien. ETT harus diperiksa. Sistem inflasi kaf pipa dapat dites dengan menggembungkan balon dengan menggunakan spuit 10 ml. Pemeliharaan tekanan balon menjamin balon tidak mengalami kebocoran dan katup berfungsi. Beberapa dokter anestesi memotong ETT untuk mengurangi panjangnya dengan tujuan untuk mengurangi resiko dari intubasi bronkial atau sumbatan akibat dari pipa tertekuk. Konektor harus ditekan sedalam mungkin untuk menurunkan 14

8 kemungkinan terlepas, jika mandren digunakan ini harus dimasukan ke dalam ETT dan ini ditekuk menyerupai stik hoki. Bentuk ini untuk intubasi dengan posisi laring ke anterior. Blade harus terkunci di atas gagang laringoskop dan bola lampu dicoba berfungsi atau tidak, dan mandren harus disediakan. Suction diperlukan untuk membersihkan jalan nafas pada kasus dimana sekresi jalan nafas tidak diinginkan, darah, atau muntah. 26 Keberhasilan intubasi tergantung dari posisi pasien yang benar. Kepala pasien harus sejajar atau lebih tinggi dengan pinggang dokter anestesi untuk mencegah ketegangan bagian belakang yang tidak perlu selama laringoskopi. Rigid laringoskop memindahkan jaringan lunak faring untuk membentuk garis langsung untuk melihat dari mulut ke glotis yang terbuka. Elevasi kepala sedang (sekitar 5-10 cm diatas meja operasi) dan ekstensi dari atlantoocipito join menempatkan pasien pada posisi sniffing yang diinginkan. Bagian bawah dari tulang leher adalah fleksi dengan menepatkan kepala diatas bantal. 26 Persiapan untuk induksi dan intubasi juga meliputi preoksigenasi rutin. Preoksigenasi dengan beberapa kali nafas dalam dengan 100% oksigen memberikan ekstra margin of safety pada pasien yang tidak mudah diventilasi setelah induksi. Preoksigenasi dapat dihilangkan pada pasien yang mau di face mask, yang bebas dari penyakit paru, dan yang tidak memiliki jalan nafas yang sulit Intubasi Endotrakeal Laringoskop dipegang oleh tangan kiri. Dengan mulut pasien terbuka lebar, blade dimasukkan pada sisi kanan dari orofaring dengan hati-hati untuk menghindari gigi. Geserkan lidah ke kiri dan masuk menuju dasar dari faring dengan pinggir blade. Puncak dari lengkung blade biasanya di masukan ke dalam vallecula, dan ujung blade lurus menutupi epiglotis. Handle diangkat dan jauh dari pasien secara tegak lurus dari mandibula pasien untuk melihat pita suara. Terperangkapnya lidah antara gigi dan blade dan pengungkitan dari gigi harus dihindari. ETT diambil dengan tangan kanan, dan ujungnya dilewatkan melalui pita suara yang terbuka (abduksi). Balon ETT harus berada dalam trakea bagian 15

9 atas tapi diluar laring. Langingoskop ditarik dengan hati- hati untuk menghindari kerusakan gigi. Balon dikembungkan dengan sedikit udara yang dibutuhkan untuk tidak adanya kebocoran selama ventilasi tekanan positif, untuk meminimalkan tekanan yang ditransmisikan pada mukosa trakea. Merasakan pilot balon bukan metode yang dapat dipercaya untuk menentukan tekanan balon yang adekuat. 26 Setelah intubasi, dada dan epigastrium dengan segera diauskultasi untuk memastikan ETT ada di intratracheal. Jika ada keragu-raguan tentang apakah pipa dalam esophagus atau trakhea, cabut lagi ETT dan ventilasi pasien dengan face mask. Sebaliknya, pipa diplester atau diikat untuk mengamankan posisi. Lokasi pipa yang tepat dapat dikonfirmasi dengan palpasi balon pada sternal notch sambil menekan pilot balon dengan tangan lainnya. Balon jangan ada diatas level kartilago cricoid, karena lokasi intralaringeal yang lama dapat menyebabkan suara serak pada post operasi dan meningkatkan resiko ekstubasi yang tidak disengaja Persyarafan dan vaskularisasai laring Laring adalahsuatu rangka kartilago yang diikat oleh ligamen dan otot. Laring disusun oleh 9 kartilago: tiroid, krikoid, epiglotis, dan (sepasang) aritenoid, kornikulata dan kuneiforme. Saraf sensoris dari saluran nafas atas berasal dari saraf kranial. Membran mukosa dari hidung bagian anterior dipersarafi oleh bagian ophthalmic saraf trigeminal (saraf ethmoidalis anterior) dan di bagian posterior oleh bagian maxila (sarafsphenopalatina). Saraf palatinus mendapat serabut saraf sensori dari saraf trigeminus untuk mempersarafi permukaan superior dan inferior dari palatum molle dan palatum durum. Saraf lingual (cabang dari saraf bagian mandibula saraf trigeminal) dan saraf glosofaringeal (saraf kranial yang ke 9) untuk sensasi umum pada dua pertiga bagian anterior dan sepertiga bagian posterior lidah. 27 Cabang dari saraf fasialis dan saraf glosofaringeal untuk sensasi rasa di daerah tersebut. Saraf glosofaringeal juga mempersarafi atap dari faring, tonsil dan bagian dalam palatum molle. Saraf vagus ( saraf kranial ke 10 ) untuk sensasi 16

10 jalan nafas dibawah epiglotis. Laring dipersarafi oleh cabang N. Vagus yaitu Nn. Laringeus Superior dan Nn. Laringeus Inferior ( Nn. Laringeus Rekuren ) kiri dan kanan N. Laringeus Superior. 28 Meninggalkan N. vagus tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke depan dan medial di bawah arteri karotis interna dan eksterna yang kemudian akan bercabang dua, yaitu : Cabang Interna ; bersifat sensoris, mempersarafi vallecula, epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa bagian dalam laring di atas pita suara sejati. Cabang Eksterna ; bersifat motoris, mempersarafi m. Krikotiroid dan m. Konstriktor inferior. 2. N. Laringeus Inferior (N. Laringeus Rekuren). 27 Berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea. N. laringeus yang kiri mempunyai perjalanan yang panjang dan dekat dengan Aorta sehingga mudah terganggu. Merupakan cabang N. vagus setinggi bagian proksimal arteri subklavia dan berjalan membelok ke atas sepanjang lekukan Antara trakea dan esofagus, selanjutnya akan mencapai laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea dan memberikan persarafan : Sensoris, mempersarafi daerah sub glotis dan bagian atas trakea Motoris, mempersarafi semua otot laring kecuali m. Krikotiroidea Cabang vagus yang lainnya yaitu saraf laringeal rekuren, mempersarafi laring dibawah pita suara dan trakhea. Nervus laringeal rekurens mempersarafi motorik dari semua otot-otot intrinsik dari laring kecuali otot Cricothyroid. Reflex laryngeal dapat terstimuli di daerah laring atau supraglotis dan dapat menyebabkan tertutupnya pita suara sampai dengan terjadinya laringospasme. Untuk memblok sensorik dari mukosa laring dibutuhkan blok daripada Nervus Laringeal Superior sampai dengan pita suara ditambah dengan blok pada Nervus Laringeal Rekurens atau dengan pemberian anestesi lokal 17

11 Gambar 2. Persyarafan laring Hyoid cartilage Thyroid cartilage Sup Thyroid arthery Sup Thyroid vein Cricothyroid membrane Inf Thyroid arthery Internal Jugular vein Common Carotid arthery Inf Thyroid vein Brachiocephalic vein

12 1. Arteri Laringeus Superior Berjalan bersama ramus interna N. Laringeus Superior menembus membrana tirohioid menuju ke bawah diantara dinding lateral dan dasar sinus pyriformis Arteri Laringeus Inferior Berjalan bersama N. Laringeus Inferior masuk ke dalam laring melalui area Killian Jamieson yaitu celah yang berada di bawah m. Konstriktor Faringeus Inferior, di dalam laring beranastomose dengan A. Laringeus Superior dan memperdarahi otot-otot dan mukosa laring Nyeri Tenggorok dansuara Serak Gejala tenggorok berupa nyeri tenggorok dan suara serak yang disebut jugasore throat atau lebih dikenal dengan post operative sore throat( POST ) merupakan keluhan yang jarang diungkapkan oleh pasien, akan tetapi komplikasi ini sering dijumpai pasca operasi. Walaupun komplikasi ini bersifat minor dan biasanya pulih dalam waktu 72 jam. 3 Namun, komplikasi ini bisa menyebabkan ketidak puasan dan ketidak nyamanan pasien pasca operasi serta mempengaruhi aktifitas pasien setelah pulang dari rumah sakit. Istilah sore throat adalah salah satu bentuk dari suatu sindroma yang mana Conway dan Miler tahun 1960 menggunakan sore throat untuk suatu sindrom yang terdiri dari hilangnya suara, suara serak dan stridor akibat efek samping intubasi. 13,22 Loeser, Ohr dkk mengatakan sindroma sore throat pasca intubasi terdiri dari radang leher dan suara serak yang biasanya berakhir hanya beberapa hari pasca bedah dan ini sebagai efek pasca bedah yang paling ringan oleh karena dapat sembuh dengan sendirinya. 13,22 Boies, Hilger dan Priest mengatakan sore throat adalah tenggorokan yang nyeri karena lamanya anestesi menyebabkan mukosa didaerah faring menjadi kering. 13,22 Gambaran sitologi dari sore throat oleh Kambie Radoel menyatakan selama intubasi dan ekstubasi serta lamanya anestesi selain mukosa faring, mukosa faring juga cedera. 13,26 Baron dan Kahl Moog membuktikan berbagai tingkat kerusakan kartilago aritenoid dan pita suara pada sepertiga posterior pada kelompok penderita dengan keluhan suara serak pasca intubasi. 13,22 Snow 19

13 menghubungkan sore throat ini dengan adanya cidera faring dengan gejala rasa tidak enak sewaktu menelan dan trauma laring dengan gejala suara serak ( hoarseness ) atau disfonia Penilaian Nyeri Tenggorok dan Suara Serak Nyeri merupakan suatu pengalaman dan tidak hanya sekedar hasil dari suatu indra saja. The International Assosiation for the Study of Pain ( IASP ) mendefinisikan Nyeri dapat didefenisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan yang aktual maupun potensialnya. Hal ini menggambarkan hubungan obyektif antara proses fisiologi nyeri dengan faktor subyektif yaitu emosi dan 30, 31 psikologi yang bersifat individual. Secara individual rasa nyeri ini sulit di nilai secara obyektif, walaupun dokter telah melakukan observasi atau menggunakan alat monitor. Standar baku untuk mengetahui seseorang berada dalam kondisi nyeri atau tidak adalah dengan menanyakannya secara langsung. 32 Penilaian nyeri tenggorok dapat dilakukan dengan anamnesis secara langsung maupun tidak langsung, atau dari keluhan spontan penderita postoperative. Penilaian dapat dilakukan dengan Visual Analogue Score (VAS). Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat tanda 15, 32 digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Dalam kajian pustakanya Coll dkk merekomendasikan VAS sebagai alat ukur nyeri pascaoperasi, bahkan untuk operasi rawat sehari (day surgery). Rekomendasi ini dikeluarkan mengingat alat ini telah digunakan secara luas, kualitasnya secara metodologis baik dan penggunaannya mudah, hanya menggunakan beberapa kata, sehingga kosakata tidak menjadi persoalan. 15,32,33 Williamson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. 24,34 Nilai VAS antara 1 4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk 20

14

15 2.9. Etiologi Nyeri Tenggorok dan Suara Serak Secara garis besar terdapat beberapa penyebab timbulnya nyeri tenggorok dan suara serak, yaitu 35 : 1. Trauma pada mukosa Tindakan laringoskopi, pemasangan pipa nasogastrikatau suctioning yang bersifat traumatik yang bisa melukai mukosa faring-laring. 2. Iskemik pada mukosa Tekanan intrakaf dan desain kaf mengurangi perfusi kapiler mukosa trakea sehingga menyebabkan iskemia pada mukosa trakea 3. Mukosa dehidrasi Pemakaian obat obat golongan antikolinergik yang dapat mengurangi sekresi kelenjar sehingga mukosa tenggorok menjadi lebih kering. Demikian pula pemakaian gas gas anestesi perlu diperhatikan kelembabannya, karena gas yang kurang kelembabannya dapat mengakibatkan keringnya mukosa 4. Inflamasi Segala penyebab diatas dapat mengakibatkan inflamasi yang akhirnya dapat menimbulkan nyeri tenggorok dan suara serak Faktor Resiko Nyeri Tenggorok dan Suara Serak Faktor yang mempengaruhi terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak adalah : 1. Faktor dari pasien : a. Jenis kelamin Dari beberapa penelitian didapatkan insiden pada wanita lebih besar dari pada laki laki. Hal ini disebabkan wanita memiliki mukosa yang lebih tipis sehingga lebih mudah mengalami edem. Selain itu juga kemungkinan wanita lebih sering diintubasi dengan pipa endotrakeal yang sedikit lebih besar. 15,35 b. Umur Semakin bertambahnya umur kemungkinan timbulnya kelainan atau penurunan fungsi organ tubuh makin meningkat, seperti adanya 22

16 diabetes mellitus atau penyakit vaskuler. Insiden nyeri tenggorok lebih sering ditemukan pada usia yang lebih tua (>60 tahun) daripada usia di bawahnya (18-60 tahun). 15,35 c. Pasien dengan penyakit kronis yang berat Pada hal ini terjadi penurunan perfusi jaringan, sehingga intubasi pada pasien ini mudah sekali mengalami trauma jaringan, mudah terjadi nekrosis dan ulserasi jaringan. 15,35 d. Kebiasaan merokok Merokok meningkatkan resiko terjadinya komplikasi jalan nafas pada pasien akibat operasi. Untuk pasien perokok berat perlu persiapan pra anestesi yang baik area komplikasi pada jalan nafas atas, dimana diketahui angka kekerapannya enam kali dibandingkan dengan yang tidak merokok. 15,20,35 e. Pasien dengan perkiraan kesulitan intubasi. Penatalaksaan jalan nafas menjadi lebih sulit sehingga lebih mudah terjadi ciderajalan nafas yang menyebabkan nyeri teggorok pasca operasi Faktor anestesi a. Besar ukuran peralatan airway Penggunaan ETT yang lebih kecil secara terus menerus telah dibuktikan dapat menurunkan insiden nyeri tenggorok dan suara serak tanpa ada masalah pada ventilasi pada pasien. Penelitian mencatat pengunaan ETT 6,5 mm untuk wanita dan 7,0 mm ETT untuk laki laki yang menghasilkan rata rata nyeri tenggorok da suara serak yang rendah dibandingkan dengan ukuran ETT yang lebih besar. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa insiden tertinggi pada wanita dilaporkan mengalami nyeri tenggorok langsung dihubungkan dengan ketatnya ETT dibanding dengan laki laki. Grup penelitian pertama menerima pilihan dalam ukuran ETT tidak sepenuhnya sesuai dengan anatomi pasien ( mereka menggunakan 8.0 mm untuk laki laki dan 7,5 mm untuk wanita dan menyarankan bahwa 7.0 mm ETT 23

17 sebagai alternatif yang lebih baik untuk wanita. Kenyataannya, beberapa penelitian sepertinya mendukung ukuran ETT mm untuk pasien wanita dan 7,5 mm untuk pria. 2,35 b. Tinginya tekanan kaf Banyak bukti yang mendukung bahwa tekanan kaf ETT yang terbatas akan menurunkan insiden nyeri tenggorok dan suara serak. Bahkan kaf dengan volume tinggi, tekanan rendah yang umumnya digunakan bila diberikan secara over inflasi dapat meningkatkan tekanan yang menyebabkan iskemia mukosa dan nyeri tenggorok. Beberapa penelitian menyarankan penggunaan manometri untuk monitor dan pemeliharaan tekanan intrakaf kurang dari 30 cmh 2 O, tetapi manometer kemungkinan tidak tersedia di semua institusi. Hal ini penting untuk menentukan inisial poin kaf seal setelah intubasi trakea dan untuk mengukur secara terus menerus dan menyesuaikan tekanan kaf minimum yang dibutuhkan untuk seal yang adekuat. 35 c. Pengunaan anestesi spray atau pelumas Pemakain lidokain spray sangat berhubungan dengan terjadinya nyeri tenggorok. Lidokain spray yang mengandung etanol dan menthol dan polyethilenglikol yang mengiritasi mukosa dan bisa menyebabkan nyeri tenggorok. 2 Walaupun jeli anestesi lokal memiliki sifat lumbrikatif yang dapat mengurangi cidera trakea namun perannya dalam mencegah nyeri tenggorok pasca operasi tidak konsisten bahkan tidak ada karena anestesi lokal tidak memiliki kemampuan sebagai anti inflamasi intrinsik. 2,21,35 d. Trauma Trauma merupakan faktor paling sering menyebabkan nyeri tenggorok maupun suara serak. Ini dapat disebabkan oleh orang yang melakukan intubasi kurang berpengalaman atau terlalu kasar. Trauma dapat disebabkan oleh laringoskop, pipa endotrakeal, stilet, pipa orofaring, pipa nasofaring, pipa nasogastrik, tampon faring, penghisap lendir dan sebagainya. 2 24

18 3. Faktor pembedahan Christensen melaporkan insiden nyeri tenggorok lebih besar setelah operasi tiroid disebabkan oleh pergerakan yang lebih besar daripipa endotrakeal dalam trakea. 2, Komplikasi Intubasi Endotrakea Komplikasi tindakan intubasi endotrakea ini dapat terjadi pada waktu intubasi, selama pemeliharaan anestesi atau pasca anestesi. Dari penyelidikan patologi anatomi pada penderita yang meninggal sesudah pembedahan didapatkan hampir separuhnya menunjukkan berbagai tingkat perubahan morfologis yang disebabkan oleh intubasi. Secara makroskopis dan mikroskopis didapatkan pendarahan, peradangan, ulserasi, eksudasi dan pembentukan serta pemisahan pseudomembran. Tampaknya semua perubahan ini disebabkan oleh trauma. Oleh karena itu harus diingat pada setiap penderita dapat terjadi komplikasi ini walau dengan trauma ringan sekalipun. Komplikasi yang terjadi pasca intubasi endotrakea dapat berupa laringitis trakeitis, karena trauma oleh tekanan pipa endotrakeal yang berlebihan antara pipa terhadap laring yang kemudian berkembang menjadi laringitis. 21,22 Baron dan Khalmogh, dua orang ahli THT dari San Fransisco (california) pada tahun 1951 mendapatkan berbagai kemerahan di kartilago aritenoid pada sebagian besar penderita yang diintubasi yang menderita berbagai tingkat perubahan suara mulai afonia lengkap sampai berbagai derajat suara serak. Edema laring atau edem subglotis dapat timbul ½ sampai 1 jam pasca intubasi akibat reaksi berlebihan pada mukosa laring yang diakibatkan oleh trauma sehingga dapat timbul penyempitan / edem lumen laring yang akhirnya menjadi obstruksi jalan nafas. 21,22 Snow dari Boston Universitas School of Medicine berpendapat edem laring ini berkembang akibat infeksi superimposed akut pada trauma laring yang disebabkan intubasi. Batuk pasca intubasi, suara serak, stridor ekspirasi, adanya edema dapat berkembang menjadi obstruksi jalan nafas. Blanc dkk dari canada mengemukakan bahwa ulkus laring dapat terjadi di daerah prosesus vokalis 25

19 aritenoid atau pada pita suara sesudah trauma. Ulkus ini dapat menjadi kronis akibat trauma yang berulang dan infeksi super imposed yang berkembang menjadi granuloma jika tidak diberikan pengobatan yang adekuat pada stadium dini. Granuloma ini timbul dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Gejala klinis granuloma ialah suara serak dan disfagia. 22,22 Stenosis trakea merupakan komplikasi yang gawat dan disebabkan intubasi yang lama. Gejala dimulai dengan batuk kering selanjutnya semakin berat sampai timbul gejala obstruksi jalan nafas. 21, Mekanisme Nyeri Tenggorok dan Suara Serak Mekanisme terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak pasca intubasi masih belum jelas. Nyeri tenggorok merupakan keluhan paling sering pasca intubasi dengan pipa endotrakeal. Lesi yang terjadi yaitu abrasi fokal, perdarahan, ulkus, granuloma, laserasi laring biasanya jarang terjadi. Penyulit paling berat yaitu pseudomembran laringotrakeitis, bila tidak mendapatkan pertolongan dan pengobatan yang cepat biasanya dapat menimbulkan kematian mendadak. Ini tidak hanya merupakan akibat trauma tetapi justru akibat adanya infeksi saluran nafas atas yang tidak terditeksi sebelum anestesi. 36 Lesi paling ringan yaitu kerusakan epitel vokal dan vestibular folds, biasanya lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki laki. Ini disebabkan karena epitel vestibular folds/ false cord pada perempuan lebih tipis kira kira 85 um untuk vokal fold sedangkan laki laki 95 um. Untuk vokal fold / true cord kira kira 59 um dan 97 um dan subglotik sekitar 70 dan 80 um. Lesi laring paling sering terjadi di daerah posterior subglotis. Perdarahan dan reaksi radang dapat dideteksi 3 jam pasca ekstubasi. 21,26 Derajat trauma tergantung dari beberapa faktor yaitu ukuran, bentuk dan elastisitas pipa endotrakeal, lama intubasi, posisi kepala dan keahlian dari dokter spesialis anestesiologi yang melakukan intubasi. 21,26 Suara serak terjadi biasanya akibat paresis pita suara dimana dapat terjadi paresis unilateral atau bilateral. Paresis uniateral umumnya menimbulkan keluhan suara serak ringan dan biasanya akan sembuh dengan sendirinya. 26

20 Penyebabnya dapat karena trauma karena kesulitan intubasi, posisi kepala hiperekstensi atau mungkin karena tekanan kaf pipa endotrakeal. Saraf rekuren laring letaknya tidak terlindung kira kira 0,5 1 cm dibawah pita suara sehingga bagian ini merupakan bagian rawan dan mudah tertekan oleh kaf pipa endotrakeal bila kaf pipa endotrakeal waktu intubasi letaknya pada daerah tersebut. Sebaiknya jarak kaf sekitar 1,5 cm dibawah pita suara sehingga tidak terjadi penekanan saraf rekuren laring. Paresis bilateral lebih jarang terjadi. Gejalanya yaitu timbul keluhan sesak nafas mendadak segera sesudah ekstubasi diikuti stridor dan takipnoe. Biasanya diperlukan tindakan intubasi ulang dan akan sembuh dalam beberapa bulan. 21,26 Penyebab suara serak pasca intubasi lainnya adalah perdarahan submukosa, ulkus karena lamanya kontak dengan kaf, subglotik edem, laringitis dan sebagainya. Pipa nasogastrik dapat juga menyebabkan suara serak, diduga terjadi gangguan pada cabang posterior saraf rekuren laring. 21, Inflamasi Inflamasi adalah sekumpulan perubahan yang terjadi dalam jaringan sebagai reaksi dari kerusakan jaringan. Pada awalnya semata mata peristiwa lokal, dengan manifestasi nyeri, pembengkakan atau keduanya, dan menimbulkan rasa panas dan berdenyut pada bagian yang luka. Pada tempat inflamasi timbul kemerahan dan licin, meradang dan nyeri, bila disentuh sebagai hasil perubahan pembuluh darah lokal dan limfatik. Jaringan dapat kembali normal atau menjadi jaringan parut. 34,37,38 Karakteristik inflamasi adalah : (1). Vasodilatasi pembuluh darah lokal dengan konsekuensi peningkatan aliran darah lokal. (2) Peningkatan permeabilitas kapiler disertai kebocoran sejumlah cairan menuju rongga interstisial. (3) terjadi bekuan cairan dirongga intertisial disebabkan fibrinogen yang berlebihan dan kebocoran protein protein lain dari kapiler. (4) migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit dalam jaringan dan (5) pembengkakan sel sel jaringan. 34,37,38 27

21 kronis. 34,37,38 Inflamasi umumnya dibagi dalam 3 fase : akut, respon imun, dan 1. Inflamasi akut adalah respon awal dari luka jaringan yang diperantarai oleh pelepasan autokoid( histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, leukotrien ) yang biasanya melalui respon imun. 2. Respon imun terjadi bila sel yang memiliki kemampuan imunologik diaktifasi untuk menimbulkan respon terhadap organisme asing atau zat antigenik yang dilepaskan selama respon inflamasi akut atau kronis. 3. Inflamasi kronis melibatkan pelepasan sejumlah mediator yang tidak menonjol pada respon akut seperti interleukin 1,2,3, granulosit macrophaq-colony stimulating factor ( GM-CSF ), tumor nekrosis factor alpha ( TNF alpha ), interferon, platelet derived growt factor ( PDGF). Pengobatan penderita inflamasi meliputi 2 sasarn utama : (1) menghilangkan rasa sakit dan (2) perlambatan ( mengistirahatkan proses kerusakan jaringan). Pengurangan inflamasi dengan obat obat anti inflamasi sering mengakibatkan perbaikan rasa sakit selama periode yang bermakna Prostaglandin Prostaglandin ada di jaringan dan cairan tubuh, dan memiliki efek yang bermacam macam terhadap pembuluh darah, ujung syaraf ( nerve ending ) dan terhadap sel yang terlibat dalam infamasi. Pada vaskular otot polos arteriol manusia direlaksasi oleh PGE2 dan PGI2. Prostaglandin ini memudahkan vasodilatasi dengan mengaktifkan adenilsiklase. Pada jalan nafas, otot polos pernafasan direlaksasi oleh PGF1, PGE2 dan PGI2 serta dikontraksi oleh TXA2 dan PGF alfa. Pada kondisi demam, PGE1 dan PGE2 meningkatkan suhu tubuh. Pirogen melepaskan interleukin 1 yang memacu sintesis dan pelepasan PGF 2. Senyawa PGE2 menghambat pelepasan norepinefrin dari ujung ujung syaraf simpatis, kemudian obat obat antiinflamasi nonsteroid meningkatkan pelepasan norepinefrin. Vasokonstriksi yang terjadi setelah pengobatan dengan penghambat 28

22 siklooksigenase disebabkan peningkatan dari norepinefrin serta hambatan terhadap sintesis vasodilator endotel (PGE2 dan PGI2). 34,37 Respon mekanisme seluler untuk membentuk prostaglandin ada di semua organ dari tubuh. Prostaglandin dan tromboksan dibentuk oleh jalur siklooksigenase serta leukotrien dan asam hidroperoksieikosatetraenoat dihasilkan melalui jalur lipooksigenase. Reaksi siklooksigenase dihambat oleh obat obat anti inflamasi non steroid, terdapat 2 siklooksigenase ( COX 1 dan COX 2). 34,37 Benzydamine HCl menghambat pembentukan prostaglandin E 2. F 2, D 2 dan produk NMDA non prostaglandin PencegahanNyeri Tengorok dan Suara Serak Pencegahan terhadap terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi merupakan langkah yang sudah seharusnya dipertimbangkan sebelum kita melakukan intubasi. Hal ini penting karena akan menurunkan angka kekerapan nyeri tenggorok dan suara serak pasca intubasi sehingga pasien akan merasa lebih nyaman. Langkah yang harus dipertimbangkan adalah : 1. Pemakaian obat premedikasi golongan antikolinergik sebaiknya dihindari, karena obat obat tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi kelenjar sehingga mukosa tenggorok menjadi lebih kering. Demikian pula pemakaian gas anestesi perlu diperhatikan kelembabannya karena gas yang kurang lembab dapat mengakibatkan keringnya mukosa Pemakaian pelumpuh otot seperti golongan suksametonium, walaupun sampai saat ini masih kontroversial perlu juga diperhatikan. Ada yang mengatakan bahwa nyeri tenggorok dapat terjadi pada penggunaan obat tersebut sedang peneliti lain mengatakan tidak ada perbedan angka kekerapan nyeri tenggorok pada pemakaian suksametoniumdan pankuronium Demikian pula mengenai pemakaian lumbrikan / jeli maupun semprot dengan tujuan untuk mengurangi trauma saat intubasi. Beberapa peneliti menganjurkan sebaiknya dihindari pemakaian lumbrikasi /jeli maupun semprot yang mengandung lidokain karena zat tersebut dapat mengiritasi 29

23 mukosa tenggorok. Christine menganjurkan untuk mengurangi kekerapan nyeri tenggorok dan suara serak sebaiknya tidak digunakan lumbrikan Trauma yang terjadi saat intubasi, selama pipa endotrakeal terpasang maupun waktu ekstubasi sebaiknya dihindarkan, karena faktor ini akan menambah kekerapan nyeri tenggorok maupu suara serak.perlu diperhatikan pemakaian alat alat untuk intubasi. Dan sebagainya. Laringoskop yang terlalu besar dapat mengakibatkan traumadi daerah orofaring. Stilet yang tidak sesuai dengan panjang pipa endotrakeal sehingga ujung stilet terlalu menonjol keluar juga mengakibatkan trauma pada mukosa. Intubasi setelah relaksasi penuh, suctioning orofaringdengan hati hati, meminimalkan tekanan intrakaf dan ekstubasi apabila kaf pipa endotrakeal telah benar benar kempis Penggunaan orofaring / nasofaring, pipa nasogastrik tampon nasofaring dapat merangsang mukosa orofaring. Ukuran pipa endotrakeal, tekanan dan volume kaf juga harus diperhatikan karena memegang peranan penting terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak Obat Kumur Cara kerja obat kumur melalui kontak dengan mukosa di daerah oral, hipofaring, dan nasofaring. Penyerapan melalui mukosa umumnya efisien karena epidermidis stratum corneum yang merupakan hambatan utama penyerapan obat di kulit tidak ditemukan di mukosa. Mukosa kaya akan pembuluh darah dan cepat masuk dalam sirkulasi darah. Faktor yang mempengaruhi penyebaran obat di mukosa antara lain konsentrasi, waktu kontak dengan mukosa, pembuluh darah di daerah mukosa, derajat ionisasi obat dan ph tempat penyerapan, ukuran molekul obat dan relatif kelarutan lipid. Keuntungan penggunaan obat kumur diantaranya efek obat lebih cepat, kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari, mudah dan nyaman dalam penggunaannya

24 Karena mulut adalah tempat masuknya makanan dan juga merupakan bagian dari saluran pernafasan membran mukosa mulut diinervasi secara padat sehingga membran mukosa dapat memonitor semua materi yang masuk. Inervasi yang sangat memadai juga berfungsi untuk inisiasi dan juga memelihara berbagai macam aktivitas voluntari dan aktivitas reflek yang terlibat dalam mastikasi, salivasi, menelan, gagging, dan berbicara. 39 Terdapat supai darah yang banyak pada oral mukosa yang didapat dari arteri yang berjalan paralel ke permukaan submukosa. Aliran darah pada mukosa mulut paling banyak pada ginggiva. Tidak seperti pada kulit, oral mukosa manusia kekurangan arteriovenous, tetapi memiliki anastomosis yang banyak dari arteriol dan kapiler. Hal ini menyebabkan penyembuhan jaringan di oral mukosa akan lebih cepat daripada di kulit. 39 Proses penyembuhan adalah suatu proses perbaikan jaringan yang merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis. Penyembuhan jaringan terdiri dari rangkaian reaksi inflamasi dan perbaikan jaringan yang berlanjut dimana terjadi infiltrasi dan interaksi antara sel epitel, sel endotel, sel radang, trombosit dan sel fibroblastsecara perlahan untuk kembali berfungsi normal. 40 Terdapat dua fase pada tahap inflamasi, Yang pertama adalah fase vaskular yang dimulai dengan vasokonstriksi pembuluh darah akibat dari normal vascular tone. Vasokonstriksi ini memperlambat aliran darah ke area injuri dan menyebabkan koagulasi darah. Dalam beberapa menit mediator radang seperti histamin dan prostaglandin E1 serta E2 bergabung dengan sel darah putih, menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular, sehingga plasma keluar dan leukosit bermigrasi ke dalam jaringan intertisial. 41 Fase yang kedua adalah fase selular. Pada fase ini leukosit bermigrasi ke jaringan intertisial yang meradang. Kemudian leukosit yang bermigrasi tersebut mengalami pergerakan yang terarah mengikuti berbagai agen yang dapat memberikan signal kemotaksis untuk menarik leukosit. 41 Respon mekanisme seluler untuk membentuk prostaglandin ada di semua organ dari tubuh. Prostaglandin dan tromboksan dibentuk oleh jalur siklooksigenase serta leukotrien dan asam hidro peroksi eikosa tetraenoat dihasilkan melalui jalur lipooksigenase. 31

25 Ketamin Benzydamine HCl

26 Benzydamine HCl merupakan nama dari 1-benzyl-3-(3- dimetihylaminoproposy)-h-indazole hdrochloride. Berbeda dengan NSAID lainnya, Benzydamine HCl bersifat basa. 18,19 Benzydamine HCL pertama sekali di sintesa di Italia pada tahun 1966, yang merupakan obat dengan struktur yang berbeda sama sekali dengan obat lain.. Benzydamine HCl awalnya digunakan secara sistemik memiliki kemampuan anti inflamasi selektif terhadap proses lokal dari inflamasi. Selektifitas inilah yang menyebabkan Benzydamine HCl disebut sebagai obat anti inflamasi primer, yang berarti berkemampuan menghambat proses inflamasi tanpa mempengaruhi proses reaksi fisiologi dari jaringan dan tanpa menimbulkan efek samping seperti yang timbul pada penggunaan kortikosteroid dan aspirin. Saat ini Benzydamine HCl telah digunakan secara topikal dengan hasil yang memuaskan. 18,19 Penelitian farmakologi menunjukkan bahwa Benzydamine HCl memiliki berbagai aktifitas meliputi analgesik, anti inflamasi, antipiretik, anestesi lokal dan aktifitas anti bakterial. Benzydamine HCl secara spesifik berpengaruh pada mekanisme lokal dari proses inflamasi. Aktifitasnya terutama terhadap nyeri, edema dan granuloma yang terjadi pada mekanisme lokal dari proses inflamasi. Berbeda dengan obat sejenis, Benzydamine HCl tidak bersifat ulserogenik dan timolisis. Pada pemberian sistemik maupun topikal, Benzydamine HCl akan berada dalam konsentrasi yang tinggi di jaringan yang mengalami inflamasi sedangkan pada jaringan normal konsentrasinya sangat rendah, dengan demikian pemberian topikal akan meningkatkan efektifitasnya. 18 Mekanisme Kerja Benzydamine HCl Pengaruh pada sintesa prostaglandin. Salah satu kemampuan obat anti inflamasi adalah menghambat sitesa prostaglandin. Benzydamine HCl diteliti bersama dengan obat lain yaitu meclofenamic acid, indometasin, naproksen, ibuprofen, fenilbutason, asam asetil salisilat dan aminopirin. Keempat obat pertama menghambat pembentukan prostaglandin E 2. F 2, D 2 dan produk NMDA non prostaglandin. Benzydamine HCl dan fenilbutason memiliki sifat tertentuyang tidak khas dimana IC 50 dari 33

27 benzydamine HCl untuk PGE 3 kali lebih tinggi dari 3 produk lain bahkan biosintesa PGE 2 akan meningkat menjadi 150 % pada pemberian dosis untuk IC 50 pada 3 produk lainnya. Hal inilah yang dapat menjelaskan kenapa Benzydamine HCl tidak memiliki efek ulserogenik. 18,19 Dalam menghambat sintesa PGF2, Benzydamine HCl sebanding dengan fenilbutason,2 kali lebih kuat dari naproksen dan 2 kali lemah dari ibuprofen. Pada dosis yang lebih tinggi dari dosis terapi, Benzydamine HCl lebih selektif efektifitas penghambatannya pada tromboksan dari pada endoperoksida yaitu IC 50 masing masing 100 dan 250 ug / ml. 18 Pengaruh pada dekarboksilase asam amino NSAID menghambat satu atau lebih dekarboksilase asam amino yaitu dekarboksilase ornitin, lisin, histidin, arginin, dan tirosin. 18 Pengaruh pada reaktifitas grup S-H Benzydamine HCl tidak aktif pada grup sulphydryl dari protein serum. 18 Pengaruh pada tombosit dan agresgasi trombosit Pada konsentrasi 1,1-4 dan Benzydamine HCl menghambat % agregasi trombosit yang dipicu oleh ADP, trombin dan kompleks imun, juga agregasi yang dipicu oleh asam arakhidonat. Pada dosis 2 5 x 10-4 Benzydamine HCl menghambat agregasi trombosit yang dipicu oleh fibrinogen, dekstran dan gelatin. 18 Stabilisasi membran eritrosit dan lisosom Benzydamine HCl memiliki afinitas yang nyata pada membran eritrosit dan membran lisosom, hepar. Hal ini menyebabkan stabilisasi membran tersebut

28 Stabilisasi membran sel dan menghambat beberapa sel radang. Benzydamine HCl menghambat pengeluaran enzim granul dari netrofil yang merupakan cara kerja utamanya dalam aktifitas anti inflamasi dan kunci selektifitasnya terhadap jaringan yang mengalami inflamasi. Pada konsentrasi 1 10 ug / ml, Benzydamine HCl akan menghambat pengeluaran granul enzim dari netrofil, menghambat agregasi trombosit, stabilisasi membran sel. Pada konsentrasi yang lebih tinggi ( ug/ml ) Benzydamine HCl akan menghambat produksi superokside dan sintesa tromboksan. Konsentrasi ini dapat dicapai dengan pemberian topikal dalam bentuk krim. 18 Farmakokinetik / Farmakodinamik Benzydamine HCl Absorbsi Benzydamine HCl diabsorbsi dengan baik di kulit dan mukosa, hal ini menguntungkan karena disamping pengaruh sistemik yang tidak diharapkan menjadi kecil, juga efek pengobatan di jaringan lokal menjadi lebih baik. 18 Distribusi jaringan Dalam hal disribusi obat, hal terpenting dari Benzydamine HCl adalah kecenderungannya untuk terkonsentrasi pada jaringan yang mengalami inflamasi. Pada penelitian yang membandingkan pemberian Benzydamine HCl dengan topikal didapat bukti bahwa konsentrasi obat di jaringan yang mengalami inflamasi lebih tinggi setelah pemberian topikal dan tidak terdapat Benzydamine HCl pada jaringan yang normal. Waktu paruh Benzydamine HCl pada pemberian oral, intra vena maupun kumur adalah jam. Konsentrasi plasma tertinggi pada pemberian Benzydamine HCl 100 mg adalah 37 ng/ml yang terjadi 3 jam setelah pemberian. 18 Metabolisme Benzydamine HCl akan dipecah melalui jalur oksidatif dan dealkalasi. Metabolitnya akan terditeksi di urinsetelah 24 jam

29 Ekskresi Pada pemberian oral ( sistemik ), Benzydamine HCl akan dieksresi oleh ginjal, sedangkan pada pemberian topikal tidak didapatkan kadar Benzydamine HCl di urin. Benzydamine HCl akan terditeksi di urin bila diberikan 5 g / kg Benzydamine HCl krim 3 % setelah 24 jam. Pada manusia setelah pemberian Benzydamine HCl topikal kadar Benzydamine HCl dalam urin sangan kecil. 18 Toksikologi Berdasarkan data penelitian pada binatang, pemberian Benzydamine HCl topikal tidak memberikan resiko intoleransi yang tinggi, namun demikian kontak dengan mata harus dihindari. 18 Sediaan Benzydamine HCl Ada beberapa bentuk sediaan Benzydamine HCl yaitu topikal gel, spray, vaginal douch, tablet hisap dan obat kumur. Di Indonesia ada tiga bentuk sediaan Benzydamine HCl yaitu krim 5 %, tablet hisap 3 mg dan obat kumur dengan kandungan 7.5 mg tiap 5 ml. Penggunaannya tanpa diencerkan, berkumur sebanyak 15 ml selama 60 detik. Obat kumur Benzydamine HCl memiliki aktifitas klinis seperti pada sediaan tablet hisap sebagai anti inflamasi yang memiliki aktifitas analgetik dan dekongestan yang cepat, efek analgetik tersebut terjadi 10 menit setelah pemberian dan lama kerjanya sampai 2,5 jam. Efek anastesi lokal bersama dengan aktifitas analgesik menyebabkan berkurangnya rasa sakit. Benzydamine HCl juga memiliki efek anti bakterial yang dapat mencegah berkembangnya bakteri patogen. Aktifitas anti inflamasi dari Benzydamine HCl dilihat dari 2 hal yaitu hiperemis dan edema. Dari penelitian yang ada menunjukkan bahwa secara statistik Benzydamine HCl memiliki pengaruh yang signifikan pada pengobatan sore throat baik dalam hal hiperemis maupun edema mukosa. 18 Agar tidak mengurangi efektifitas kerja dari obat Benzydamine HCl, maka konsentrasi obat yang dipakai pada penelitian ini adalah 0,15 % atau 22,5 mg dalam 15 ml. 36

30

31 mengandung pengawet benzetonium klorida. Molekul ketamin mengandung atom karbon asimetrik sehingga mengakibatkan adanya 2 isomer optikal yaitu S(+) dan R(-) isomer dalam jumlah yang seimbang dan saling berhubungan dengan rangsangan yang spesifik. Isometri yang S(+) menghasilkan analgesia yang 2 3 kali lebih poten, kesadaran lebih cepat, dan lebih rendahnya insiden reaksi terbangun dibandingkan isomer R(-). Kedua isometri ketamin mampu menghalangi pengambilan kembali katekolamin ke saraf simpatik postganglion. 2,15,38 Gambar 8. Isomer Ketamin Farmakokinetik Pada pemberian intravena, mulai masa kerja adalah dilihat dalam 30 detik, 1-5 menit jika disuntikkan intramuskuler, 5 10 menit per nasal dan menit per oral. Masa kerja ketamin biasanya berlangsung menit bila diberi intravena, per nasal menit, dan 1 2 jam akibat pemberian peroral. Ikatan ketamin dengan protein plasma tidak bermakna dan dengan cepat meninggalkan darah untuk didistribusikan ke jaringan. Pada awalnya ketamin didistribusikan ke jaringan dengan perfusi yang tinggi seperti otak, dengan konsentrasi puncaknya sekitar 4 5kali konsentrasi dalam darah. Ketamin diredistribusi dari otak dan jaringan dengan tingkat perfusi tinggi ke jaringan dengan perfusi yang rendah seperti otot dan lemak. Metabolisme ketamin di hepar secara ekstensif oleh enzim sitokrom P-450 melalui proses demetilasi membentuk norketamin. Metabolit ini mempunyai potensi 1/3-1/5 ketamin dan dapat menyebabkan pemanjangan efek ketamin terutama bila diberikan secara dosis bolus berulang atau infus kontinu. Ketamin mempunyai rasio pengambilan obat

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas.

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan gold standard untuk penanganan jalan nafas. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas. Prosedur ini dapat dilakukan pada sejumlah kasus pasien yang mengalami penyumbatan jalan

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten Pendahuluan Endotracheal Tube (ETT) adalah sejenis alat yang digunakan di dunia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Airway Management Menurut ATLS (Advance Trauma Life Support) (2008), Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dimulai tahun 1880 Sir William Mac. Ewen ahli bedah Skotlandia untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dimulai tahun 1880 Sir William Mac. Ewen ahli bedah Skotlandia untuk 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laringoskopi dan intubasi Dimulai tahun 1880 Sir William Mac. Ewen ahli bedah Skotlandia untuk pertama kalinya melakukan intubasi endotrakea tanpa melalui trakeostomi. Lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Intubasi Endotrakeal Tindakan pembedahan terutama yang memerlukan anestesi umum diperlukan teknik intubasi endotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah suatu tehnik memasukkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2008). 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal nafas merupakan salah satu kondisi kritis yang diartikan sebagai ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan homeostasis oksigen dan karbondioksida.

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk melakukan pembedahan diperlukan tindakan anestesi yang dapat berupa anestesi umum atau regional. Masing masing teknik anestesi ini mempunyai keuntungan dan kerugian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan EMBRIOLOGI ESOFAGUS Rongga mulut, faring, dan esophagus berasal dari foregut embrionik. Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum respiratorium (tunas paru) Nampak di dinding ventral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. LAPORAN KASUS RUMAH SAKIT UMUM YARSI II.1. Definisi Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). II.2. Etiologi Epistaksis dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA A. Organ-Organ Pernapasan Bernapas merupakan proses yang sangat penting bagi manusia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tan dan Rahardja, 2007). Rasa nyeri merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cedera pulpa dapat menyebabkan inflamasi pulpa. Tanda inflamasi secara makroskopis diantaranya tumor (pembengkakan), rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (nyeri).

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 2/17/2016 2 2/17/2016 3 2/17/2016

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal, laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi pulpa dapat disebabkan oleh iritasi mekanis. 1 Preparasi kavitas yang dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis

Lebih terperinci

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil TONSILEKTOMI 1. Definisi Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2 Sistem Respirasi Manusia Sistem Respirasi Manusia Isilah bernapas, seringkali diarikan dengan respirasi, walaupun secara hariah sebenarnya kedua isilah tersebut berbeda. Pernapasan

Lebih terperinci

[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat,

[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Obat anti inflamasi terbagi 2 : 1. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) Kronis, bekerja di saraf perifer Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal Ex : Ibuprofen,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

Definisi Bell s palsy

Definisi Bell s palsy Definisi Bell s palsy Bell s palsy adalah penyakit yang menyerang syaraf otak yg ketujuh (nervus fasialis) sehingga penderita tidak dapat mengontrol otot-otot wajah di sisi yg terkena. Penderita yang terkena

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Informed consent 2.1.1 Definisi Informed consent Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX. Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral

BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX. Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral BAB 2 DEFINISI GAG REFLEX 2.1 Definisi Dari semua permasalahan yang mungkin terjadi di bagian intraoral radiography, gagging merupakan salah satu masalah terbanyak. Gagging yang juga sering disebut gag

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Penyakit keturunan di mana penderitanya mengalami gangguan dalam pembekuan darah disebut... Leukopeni Leukositosis Anemia Hemofilia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mukosa mulut memiliki salah satu fungsi sebagai pelindung atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Mukosa mulut memiliki salah satu fungsi sebagai pelindung atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mukosa mulut memiliki salah satu fungsi sebagai pelindung atau pertahanan yang akan melindungi rongga mulut dari trauma, penyakit, dan agen karsinogenik. Mukosa mulut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi Rinitis Alergi (RA) menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh V. PEMBAHASAN UMUM Lesi mukosa akut lambung akibat efek samping OAINS/Aspirin merupakan kelainan yang sering ditemukan. Prevalensi kelainan ini sekitar 70 persen sedangkan pada 30 persen kasus tidak didapatkan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Perhatikan gambar berikut! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL Bagian yang ditunjukan nomor 2 dan 4 adalah... Bronkiolus dan alveolus Bronkus danalveolus Bronkus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan lainnya, baik

Lebih terperinci

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal. HIDUNG Hidung adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Swamedikasi 1. Definisi Swamedikasi Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam

Lebih terperinci

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1 Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal Hewan yang digunakan adalah anjing lokal berjumlah 2 ekor berjenis kelamin betina dengan umur 6 bulan. Pemilihan anjing betina bukan suatu perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB

Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB Kegiatan menginhalasi dan mengekshalasi udara dengan tujuan mempertukarkan oksigen dengan CO2 = bernafas/ventilasi Proses metabolisme selular dimana O2 dihirup, bahan2 dioksidasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan seorang dokter gigi untuk mengenali anatomi normal rongga mulut, sehingga jika ditemukan

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per 100.000 per tahun. 1 Sekitar 250.000 kejadian fraktur femur terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Prevalensi penyakit terkait inflamasi di Indonesia, seperti rematik (radang sendi) tergolong cukup tinggi, yakni sekitar 32,2% (Nainggolan, 2009). Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Rasa nyeri merupakan masalah unik, disatu pihak bersifat melindugi badan kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International Association

Lebih terperinci

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt ARTERI Membawa darah bersih (oksigen) kecuali arteri pulmonalis Mempunyai dinding yang tebal Mempunyai jaringan yang elastis Katup hanya

Lebih terperinci

INDERA PENCIUMAN. a. Concha superior b. Concha medialis c. Concha inferior d. Septum nasi (sekat hidung)

INDERA PENCIUMAN. a. Concha superior b. Concha medialis c. Concha inferior d. Septum nasi (sekat hidung) INDERA PENCIUMAN Indera penciuman adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar melalui aroma yang dihasilkan. Seseorang mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan Sariawan Neng...! Kata-kata itu sering kita dengar pada aneka iklan suplemen obat panas yang berseliweran di televisi. Sariawan, gangguan penyakit pada rongga mulut, ini kadang ditanggapi sepele oleh penderitanya.

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

Carpal tunnel syndrome

Carpal tunnel syndrome Carpal tunnel syndrome I. Definisi Carpal tunnel syndrome adalah keadaan nervus medianus tertekan di daerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parestesia, dan kelelahan otot tangan. Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik, serta anti radang dan banyak digunakan untuk menghilangkan

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI

ANATOMI DAN FISIOLOGI ANATOMI DAN FISIOLOGI Yoedhi S Fakar ANATOMI Ilmu yang mempelajari Susunan dan Bentuk Tubuh FISIOLOGI Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari Ilmu yang mempelajari faal (fungsi) dari alat atau jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Rataan nilai temperatur tubuh ( 0 C) dari setiap perlakuan dan kontrol selama induksi dengan Metil-N-Nitrosourea dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 4.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI Daya Tahan tubuh Adalah Kemampuan tubuh untuk melawan bibit penyakit agar terhindar dari penyakit 2 Jenis Daya Tahan Tubuh : 1. Daya tahan tubuh spesifik atau Immunitas 2.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 01. Sample penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Association for Study of Pain (IASP) dalam Potter & Perry

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Association for Study of Pain (IASP) dalam Potter & Perry BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan suatu rasa atau sensasi yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya

Lebih terperinci

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi diabetes mellitus pada kesehatan gigi masalah dan solusi pencegahannya. Bagi penderita diabetes tipe 2 lebih rentan dengan komplikasi kesehatan

Lebih terperinci

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support) Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) Sistem utama tubuh manusia Sistem Pernapasan Sistem Peredaran Darah Mati Mati klinis Pada saat pemeriksaan penderita tidak menemukan adanya fungsi sistem perdarahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang

Lebih terperinci

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp FISIOLOGI PEMBULUH DARAH Kuntarti, SKp Overview Struktur & Fungsi Pembuluh Darah Menjamin keadekuatan suplay materi yg dibutuhkan jaringan tubuh, mendistribusikannya, & membuang zat sisa metabolisme Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuester)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN X O-1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN X O-1 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan posttest only control group design. 23 R : X O-1 ( ) O-2 Dalam rancangan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.4

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.4 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.4 1. Pasang yang tepat antara alat ekskresi dan zat yang dikeluarkan adalah... Hati menghasilkan hormon Paru-paru mengeluarkan uap air

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflamasi merupakan bentuk respon pertahanan terhadap terjadinya cedera karena kerusakan jaringan. Inflamasi tidak hanya dialami oleh orang tua, tetapi dapat terjadi

Lebih terperinci

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea 1. Terjadinya inspirasi pada proses pernapasan manusia adalah karena diafragma.... a. melengkung, tulang rusuk dan dada terangkat b. melengkung, tulang rusuk dan dada turun c. mendatar, tulang rusuk dan

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker leher kepala merupakan kanker yang terdapat pada permukaan mukosa bagian dalam hidung dan nasofaring sampai trakhea dan esophagus, juga sering melibatkan

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci