BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Intubasi Endotrakeal Tindakan pembedahan terutama yang memerlukan anestesi umum diperlukan teknik intubasi endotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah suatu tehnik memasukkan suatu alat berupa pipa ke dalam saluran pernafasan bagian atas. Tujuan dilakukannya intubasi endotrakeal untuk mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas, mengendalikan oksigenasi dan ventilasi, mencegah terjadinya aspirasi lambung pada keadaan tidak sadar, tidak ada refleks batuk ataupun kondisi lambung penuh, sarana gas anestesi menuju langsung ke trakea, membersihkan saluran trakeobronkial. Komplikasi akibat intubasi endotrakeal antara lain nyeri tenggorok, suara serak, paralisa pita suara, edem laring, laring granuloma dan ulser, glottis dan subglotis granulasi jaringan, trachealstenosis, tracheamalacia, tracheoesophagial fistula. 9,10 9 Pipa endotrakeal digunakan untuk menghantarkan gas anestesi langsung ke trakea dan memfasilitasi ventilasi dan oksigenasi. Pipa endotrakeal terbuat dari plastik Polyvinyl Chlorida yang merupakan cetakan dari bentukan jalan nafas. Bahan dari ETT harus bersifat radioopaq untuk mengetahui posisi ujung distal ke karina dan transparan agar dapat dilihat sekresi atau aliran udara yang dibuktikan oleh adanya pengembungan uap air pada lumen pipa selama ekshalasi. Pipa Murphy memiliki lubang (Murphy eye) untuk menurunkan resiko oklusi bagian bawah pipa yang berbatas langsung dengan carina atau trakea. 9,10 9

2 Gambar 1 : Murphy Tracheal tube (Morgan Clinical Anesthesiology) Faktor dari pipa endotrakeal seperti ukuran pipa endotrakeal, desain pipa endotrakeal, desain kaf pipa endotrakeal, tekanan intrakaf, lubrikasi pipa endotrakeal, zat aditif bahan pembuat pipa endotrakeal, pasien batuk saat masih memakai pipa endotrakeal, suctioning faring yang berlebihan selama ekstubasi, insersi pipa lambung (NGT), bahan pembersih pipa endotrakeal yang digunakan dapat menyebabkan nyeri tenggorok dan suara serak. 2,11,12,13 Keterampilan pelaku intubasi seperti intubasi yang dilakukan oleh orang yang belum berpengalaman sering menyebabkan trauma pada bibir sering terjadi di sisi kanan bibir atas terjepit diantara bilah laringoskop dan gigi atas. Keberhasilan intubasi pada laringoskopi pertama juga dikatakan mempengaruhi insiden komplikasi intubasi endotrakeal. Kesulitan intubasi / intubasi berulang mempengaruhi timbulnya komplikasi intubasi endotrakeal. Pada pasien dengan kesulitan intubasi, penatalaksanaan jalan napas menjadi lebih sulit sehingga lebih mudah terjadi cedera pada jalan napas yang menyebabkan nyeri tenggorok. Prosedur intubasi dengan menekankan krikoid selama laringoskopi memfasilitasi visualisasi pita suara sehingga manuver ini bisa membantu menghindari kerusakan sekitar pita suara yang disebabkan oleh intubasi yang dipaksakan. 1,11,12

3 2.2 Nyeri Tenggorok Akibat Intubasi Endotrakeal Nyeri tenggorok akibat intubasi endotrakeal termasuk urutan ke-8 pada daftar hasil akhir akibat operasi yang paling dihindari oleh pasien akibat mual, tersadar selama operasi, batuk saat masih dengan pipa endotrakeal, menggigil, muntah, kelemahan yang tersisa dan somnolen. Komplikasi minor ini belum dapat dicegah sepenuhnya dan masih dicari cara penanganannya. Walaupun bukan suatu yang gawat dan tidak menimbulkan kecacatan, nyeri tenggorok ini bisa menjadi keluhan utama jika nyeri pada luka operasi bisa terkontrol dengan baik. Komplikasi ini bisa menyebabkan ketidakpuasan dan ketidaknyamanan pasien serta bisa memperlambat kembalinya aktifitas rutin pasien akibat pulang dari rumah sakit. 2 Nyeri tenggorok akibat intubasi endotrakeal adalah nyeri inflamasi yang menyebabkan rasa tidak nyaman, rasa gatal di tenggorok dan dapat menimbulkan rasa sakit pada saat menelan akibat intubasi endotrakeal. Hal ini terjadi karena trauma pada tonsil, faring, lidah, laring dan trakea. Pada keluhan nyeri tenggorok yang terjadi adalah trauma mukosa trakea akibat intubasi endotrakeal. Trauma merupakan faktor etiologi yang penting pada nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi, dan ditemukan adanya edema dan memar tenggorok pada penderita yang mengeluh nyeri tenggorok akibat intubasi. Tenggorok dapat luka waktu intubasi karena manipulasi. Trauma dapat terjadi waktu laringoskopi langsung dan intubasi yang dilakukan karena kurang relaksasi otot. Sebab lain trauma faring mungkin disebabkan karena pergeseran yang berlebihan antara pipa endotrakeal dan mukosa faring. Gerakan kepala yang berlebihan ini dihubungkan dengan lokasi pembedahan di kepala dan leher. Patofisiologi nyeri tenggorok dan suara serak disebabkan oleh berbagai faktor yaitu: 1. Laringoskopi, pemasangan pipa lambung atau suctioning yang bersifat 1,14 traumatik yang bisa melukai mukosa faring-laring. 2, 14 1

4 2. Tekanan intrakaf dan desain kaf mengurangi perfusi kapiler mukosa trakea sehingga menyebabkan iskemia pada mukosa trakea. RD Seegobin dalam tulisannya menilai aliran darah mukosa trakea dalam hubungannya dengan tekanan kaf yang berbeda. Pada tekanan diatas 30 cmh2o sudah cukup menyebabkan perubahan histologi pada mukosa trakea. Pada tekanan 30 cmh2o mukosa anterior di atas cincin trakea lebih merah dibandingkan daerah interkartilago yang artinya sudah ada daerah yang iskemik sehingga dapat menyebabkan nyeri tenggorok. Dipertimbangkan 20 cmh2o dapat dibuat menjadi batas bawah tekanan kaf untuk dewasa. Kaf yang high pressure memiliki hubungan dengan iskemik dan kerusakan mukosa trakea sehingga kurang cocok untuk intubasi yang lama. Keuntungan dari kaf low pressure yaitu tekanan yang kira-kira sama dengan tekanan pada dinding trakeal sehingga dengan pemantauan tekanan kaf maka tekanan dinding trakeal dapat diatur sesuai dengan tekanan kaf sehingga tipe ini lebih dianjurkan dalam pemakaiannya karena kurang menyebabkan kerusakan mukosa trakea. 3. Kontak pipa endotrakeal dengan pita suara dan dinding faring bagian posterior serta jaringan disekitarnya bisa mengakibatkan iritasi atau trauma pada tonsil, faring, laring atau trakea. 2,17 Difusi Nitrous Oxide (N2O) ke dalam kaf pipa endotrakeal mengakibatkan peningkatan tekanan intrakaf. Tekanan intrakaf yang berlebihan akan mengganggu perfusi mukosa meyebabkan kerusakan trakea sehingga menimbulkan nyeri tenggorok ,16 2

5 2.3 Suara serak Definisi suara serak menggambarkan kelainan memproduksi suara ketika mencoba berbicara, atau ada perubahan nada suara. Suaranya terdengar lemah, terengah-engah, kasar dan serak. Pada intubasi endotrakeal trauma pada laring menyebabkan inflamasi laring sehingga menyebabkan suara serak. Peningkatan tekanan kaf karena difusi N 2 O juga memberikan kontribusi terhadap kerusakan pita suara, terutama jika posisi kaf tepat di bawah pita suara. Kompresi kaf pipa endotrakeal terhadap nervus laringeus rekurens ke lamina kartilago tiroid. Posisi dari kaf pipa endotrakeal tepat di bawah atau mengenai pita suara dapat meningkatkan insiden tersebut. 1 Penyebab timbulnya suara serak salah satunya adalah paralisis pita suara. Paralisis pita suara dapat terjadi bilateral atau unilateral. Paralisis pita suara yang unilateral dapat menjadi penyebab terjadinya suara serak yang menetap akibat ekstubasi. Paralisis pita suara bilateral dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas atas. Paralisis pita suara ini berhubungan dengan timbulnya suara serak, yang biasanya muncul segera setelah operasi. Biasanya paralisis pita suara terjadi sekunder dari cedera nervus laringeus rekurens Faktor yang mempengaruhi dan patofisiologi nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal. Faktor yang mempengaruhi terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak yaitu: 1. Jenis kelamin. Dari beberapa penelitian didapatkan insiden pada wanita lebih besar daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena lapisan mukosa pada wanita lebih tipis sehingga lebih mudah mengalami edema. 2. Umur. 1,14,19

6 Semakin bertambahnya umur kemungkinan timbulnya kelainan atau penurunan fungsi organ tubuh makin meningkat, seperti adanya diabetes mellitus atau penyakit vaskuler. Berdasarkan penelitian Ahmed dkk mendapatkan bahwa insiden nyeri tenggorok lebih sering ditemukan pada usia yang lebih tua (>60 tahun) daripada usia di bawahnya (18-60 tahun). 1,13 3. Pasien dengan penyakit kronis yang berat Pada hal ini terjadi penurunan perfusi jaringan, sehingga intubasi pada pasien ini mudah sekali mengalami trauma jaringan, mudah terjadi nekrosis dan ulserasi jaringan. 1,20,21 4. Kebiasaan merokok. Merokok meningkatkan resiko terjadinya komplikasi jalan nafas pada pasien akibat operasi. 1,22 5. Hal - hal yang berhubungan dengan intubasi endotrakeal seperti prosedur, intubasi, keterampilan pelaku intubasi, kesulitan intubasi, pipa endotrakeal dan obat -obatan anestesi. 1,11,13,21 6. Faktor pembedahan. Christensen dkk melaporkan insiden nyeri tenggorok lebih besar akibat operasi tiroid disebabkan oleh pergerakan yang lebih besar dan pipa endotrakeal dalam trakea. 2,13,19,20, Pencegahan Nyeri Tenggorok dan Suara Serak Akibat Intubasi Endotrakeal. Berbagai macam usaha pencegahan telah dilakukan baik nonfarmakologik maupun farmakologik untuk mengurangi insiden dan derajat nyeri tenggorok dan suara serak dengan hasil yang bervariasi. Metode nonfarmakologik yang dilakukan untuk mengurangi insiden nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal seperti 1. Menghindari trauma baik yang terjadi pada saat laringoskopi, intubasi, dan selama pipa endotrakeal terpasang maupun pada saat ekstubasi.

7 Trauma yang timbul karena pergeseran pipa yang berlebihan dengan mukosa jalan nafas mungkin dapat dikurangi dengan memakai pipa endotrakeal yang licin, pipa endotrakeal sesuai ukuran, dan fiksasi pipa endoktrakeal yang baik, tidak menggunakan stylet, dan mencegah ekstensi atau fleksi kepala dan leher yang berlebihan. 2,11,12,13 2. Tekanan kaf yang menetap dan kuat pada dinding trakea dapat dicegah dengan kaf tekanan rendah yang diinflasi di bawah kartilago krikoid. Kaf harus dikempiskan tiap jam dan pipa endotrakeal yang digunakan tidak terlalu besar sehingga iskemia yang timbul pada dinding trakea dapat dicegah. 3. Sebelum ekstubasi suctioning orofaring dengan hati-hati, meminimalkan tekanan intrakaf dan ekstubasi apabila kaf pipa endotrakeal benar-benar kempes. 2,15,16,17,18 2,11,12 4. Untuk pasien perokok berat perlu persiapan pra anastesi yang baik karena komplikasi pada jalan nafas atas, insidennya 6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak merokok. 1,20,21 5. Intubasi endotrakeal dilakukan oleh orang yang berpengalaman. Metode farmakologik yang dilakukan untuk mengurangi insiden nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal seperti : 1. Menghindari pemakaian obat-obat premedikasi golongan antikolinergik, karena dapat menyebabkan berkurangnya sekresi kelenjar sehingga mukosa tenggorok menjadi lebih kering. Memperhatikan kelembaban gas anestesi karena jika kelembabannya kurang dapat mengakibatkan keringnya mukosa Menghindari pemakaian pelumas maupun semprot yang mengandung lidokain dengan tujuan untuk mengurangi trauma waktu intubasi. Beberapa peneliti menganjurkan untuk menghindari pemakaian pelumas maupun semprot yang mengandung lidokain karena lidokain spray mengandung adiktif etanol dan mentol yang bisa menyebabkan nyeri tenggorok dan tidak ada kemampuan antiinflamasi intrinsik. Christine 1,13

8 menganjurkan untuk mengurangi insiden nyeri tenggorok dan suara serak sebaiknya tidak digunakan pelumas. 1,23,24,25 3. Menggunakan obat pelumpuh otot saat intubasi endotrakeal. Hal yang perlu diperhatikan yaitu bila pasien mengedan/melawan pada saat pipa endotrakeal terpasang perlu induksi yang cukup sebelum intubasi, pemberian pelumpuh otot yang adekuat sehingga relaksasi penuh pada waktu intubasi dan selama pemeliharaan. Combes dkk mendapatkan penggunaan pelumpuh otot untuk intubasi endotrakeal mengurangi insiden keluhan efek samping jalan nafas atas dan membuat kondisi intubasi lebih bagus. Pada penelitian yang lain insiden dan derajat nyeri tenggorok tidak berbeda secara signifikan antara penggunaan pelumpuh otot suksinilkolin, rokuronium dan atrakurium. 2,24, Penilaian Nyeri Tenggorok dan Suara Serak Penilaian nyeri tenggorok dapat dilakukan dengan anamnesis secara langsung maupun tidak langsung, atau dari keluhan spontan penderita postoperative. Penilaian dapat dilakukan dengan Visual Analogue Score (VAS). Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya.vas juga secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya mudah hanya menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi permasalahan.willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara 1 4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia. Nilai VAS

9 > 4 dianggap nyeri sedang menuju berat sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesik penyelamat (rescue analgetic). 27,28 Gambar 2. Visual Analogue Score (Williamson A, a review of three commonly used Visual Analogue Score) Derajat Nyeri Tenggorok Akibat Intubasi Endotrakeal. Nilai 0 : Tidak ada nyeri tenggorok (VAS 0). Nilai 1 : Nyeri tenggorok ringan adalah dijumpai nyeri tenggorok, rasa tidak nyaman, gatal di tenggorok namun tidak nyeri saat menelan (VAS 1 3). Nilai 2 : Nyeri tenggorok sedang adalah dijumpai nyeri tenggorok dan nyeri saat menelan (VAS 4 6). Nilai 3 : Nyeri tenggorok berat adalah dijumpai nyeri tenggorok disertai susah atau tidak dapat menelan (VAS 7 10). 2 Penilaian terhadap suara serak : 1 Nilai 0 : Tidak didapatkan suara serak. Nilai1 : Suara serak ringan hanya dirasakan oleh penderita, namun tidak terdengar oleh pemeriksa. Nilai 2 : Suara serak sedang dapat didengar oleh pemeriksa.

10 Nilai 3 : Suara serak berat yaitu afonia 2.7. Ketamin Ketamin merupakan molekul yang larut dalam air dengan pka 7,5. Ketamin tersedia dalam larutan cair dengan konsentrasi 1%, 5% dan 10% dan mengandung pengawet benzetonium klorida. Molekul ketamin mengandung atom karbon asimetrik sehingga mengakibatkan adanya 2 isomer optikal yaitu S(+) dan R(-) isomer dalam jumlah yang seimbang dan saling berhubungan dengan rangsangan yang spesifik. Isometri yang S(+) menghasilkan analgesia yang 2 3 kali lebih poten, kesadaran lebih cepat, dan lebih rendahnya insiden reaksi terbangun dibandingkan isomer R(-). Kedua isometri ketamin mampu menghalangi pengambilan kembali katekolamin ke saraf simpatik postganglion Farmakokinetik Pada pemberian intravena, mulai masa kerja adalah dilihat dalam 30 detik, 1-5 menit jika disuntikkan intramuskuler, 5 10 menit per nasal dan menit per oral. Masa kerja ketamin biasanya berlangsung menit bila diberi intravena, per nasal menit, dan 1 2 jam akibat pemberian peroral. Ikatan ketamin dengan protein plasma tidak bermakna dan dengan cepat meninggalkan darah untuk didistribusikan ke jaringan. Pada awalnya ketamin didistribusikan ke jaringan dengan perfusi yang tinggi seperti otak, dengan konsentrasi puncaknya sekitar 4-5 kali konsentrasi dalam darah. Ketamin diredistribusi dari otak dan jaringan dengan tingkat perfusi tinggi ke jaringan dengan perfusi yang rendah seperti otot dan lemak. Metabolisme ketamin di hepar secara ekstensif oleh enzim sitokrom P-450 melalui proses demetilasi membentuk norketamin. Metabolit ini mempunyai potensi 1/3-1/5 ketamin dan dapat menyebabkan pemanjangan efek ketamin terutama bila diberikan secara dosis bolus berulang atau infus kontinyu. Ketamin mempunyai rasio pengambilan obat

11 oleh hepar yang tinggi 1 L/menit dan volume distribusi yang besar 3 L/kgBB yang menyebabkan waktu paruh yang singkat 2 3 jam, sehingga perubahan aliran darah hepar dapat mempengaruhi kecepatan bersihan ketamin. Produk hidroksinorketamin terkonjugasi dengan derivat glukoroid menjadi senyawa yang tidak aktif dan larut dalam air selanjutnya diekskresikan melalui ginjal. 2,29,30, Mekanisme Kerja Ketamin berinteraksi dengan reseptor NMDA, merupakan neurotransmiter pemacu terbesar dalam Susunan Saraf Pusat. Ketamin juga dilaporkan dapat berinteraksi dengan reseptor opioid yakni antagonis pada reseptor mu, delta dan agonis pada reseptor kappa. Toleransi silang antara ketamin dan opioids suatu reseptor umum untuk induksi analgesia ketamin. Efek antinosiseptif mungkin juga akibat penghambatan jalur monoaminergik. Fakta bahwa ketamin menghasilkan gejala antikolinergik (delirium, bronkodilatasi, reaksi simpatomimetik) menunjukan bahwa ketamin menyebabkan efek antagonis pada reseptor muskarinik. Ketamin pada konsentrasi subanestetik merupakan analgetik poten. Efek anestesia ketamin secara parsial dapat dihilangkan oleh obat-obat antikolinesterase. 2,29,30, Efek Ketamin pada Berbagai Organ Efek pada Sistem Saraf Pusat yaitu ketamin dapat menimbulkan anestesia disosiatif yang ditandai dengan katatonia, amnesia dan analgesia. Pasien yang mendapat ketamin tampaknya berada pada status kataleptik, dimana pasien akan mendapatkan analgesia yang kuat namun matanya tetap terbuka dan refleks kornea, batuk dan menelan yang masih positif. Efek amnesianya tidak sekuat benzodiazepin. Kelarutan lemak yang sangat tinggi membuatnya dapat melewati sawar darah otak dengan cepat. Ditambah lagi dengan peningkatan aliran darah otak yang disebabkan oleh ketamin dapat memfasilitasi penghantaran obat dan meningkatkan kecepatan tercapainya konsentrasi dalam otak yang tinggi. Ketamin meningkatkan konsumsi oksigen serebral (CMRO2), aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Namun pada penelitian-penelitian terbaru dilaporkan adanya

12 efek neuroprotektif dari ketamin. Efek ketamin pada sistem kardiovaskular yaitu ketamin memperlihatkan stimulasi kardiovaskular akibat sekunder dan perangsangan langsung dari sistem saraf simpatis, pelepasan katekolamin dan hambatan pengambilan kembali norepinefrin. Induksi anestesia dengan ketamin memperlihatkan peningkatan tekanan darah, denyut jantung dan curah jantung. Perubahan variabel hemodinamik ini menyebabkan kerja jantung dan konsumsi oksigen jantung meningkat. Pemberian obat golongan benzodiazepin sebagai premedikasi dapat mengurangi efek ketamin pada sistem kardiovaskular. Efek ketamin pada sistem respirasi yaitu ketamin mempunyai efek yang minimal terhadap pusat pernapasan. Ketamin adalah bronkodilator poten, menjadikannya sebagai agen induksi yang baik untuk pasien asma bronkial. Ketamin untuk induksi dan pemeliharaan anestesia yaitu pasien dengan resiko tinggi dengan gangguan respirasi (gangguan jalan napas bronkospastik) dan kardiovaskular (gangguan hemodinamik baik akibat hipovolemia atau kardiomiopati, bukan penyakit arteri koroner), merupakan sebagian besar kandidat untuk induksi cepat ketamin. Ketamin untuk sedasi dan analgesia yaitu ketamin yang diberikan secara oral atau intranasal cukup berhasil untuk premedikasi anestesia yang memberikan efek sedasi dan analgesia yang memuaskan. Premedikasi ketamin intranasal dosis 3mg/kgBB memberikan efek sedasi dalam waktu menit. Dosis ketamin intranasal untuk mengobati nyeri sedang sampai berat rerata 1/6 dosis induksi ketamin intravena. Mula kerja ketamin intranasal 2 10 menit dan lama kerja menit. Pemberian ketamin intranasal ini juga terbukti mengurangi nyeri dengan cepat, aman dan efektif. Ketamin dosis kecil (dosis subanestetik) secara intravena dengan dosis 0,1-0,5mg/kgBB atau intramuskuler 2-4 mg/kgbb dapat mengurangi nyeri akibat pembedahan. Saat ini ketamin dengan dosis subanestetik merupakan pilihan ketiga akibat obat golongan opioid dan NSAID untuk mengatasi nyeri akibat pembedahan. 2,29,30,31

13 2.7.4 Ketamin Kumur Untuk Mencegah Nyeri Tenggorok dan Suara Serak Akibat Intubasi Endotrakeal. Beberapa penelitian melaporkan bahwa ketamin memegang peranan sebagai protektif terhadap lung injury, karena kemampuan antiinflamasi yang dimilikinya. Ketamin bekerja dengan mengurangi aktifitas TNF kappa B, mengurangi produksi TNF-alpa dan mengurangi sintesis nitric oxide. Penelitian Zhu dkk pada binatang yang menderita asma mendapatkan bahwa inhalasi ketamin mengurangi beberapa komponen sentral dan inflamasi. Penelitian Zhu dkk pada tikus yang lain melaporkan efek protektif ketamin pada trauma inflamasi jalan napas yang disebabkan oleh alergen dan reaktifitas jalan napas yang tinggi pada asma. Penelitian pada pemberian ketamin secara nasal, oral dan rektal juga diyakini bahwa penggunaan lokal obat ini efektif dan memungkinkan. Saat ini ada peningkatan jumlah data eksperimental yang menunjukan bahwa reseptor NMDA ditemukan tidak hanya di Sistem Saraf Pusat tetapi juga di saraf perifer. Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa pemberian secara perifer antagonis reseptor NMDA seperti ketamin melibatkan kaskade antinosisepti dan antiinflamasi. Berkaitan dengan potensi efek protektif dan efek anti inflamasi yang dimiliki ketamin, Cabay dkk melakukan penelitian pada populasi orang Turkey untuk mengurangi nyeri tenggorok dan mendapatkan bahwa berkumur dengan ketamin kumur efektif mengurangi insiden dan derajat nyeri tenggorok. Walaupun mekanisme yang pasti dari ketamin kumur ini belum diketahui, namun diduga karena efek anitinflamasi dan analgetik yang dimiliki ketamin. Dalam penelitian ini dosis ketamin yang digunakan adalah 40 mg yang diencerkan dengan NaCl 0,9% sebanyak 30 ml

14 2.8. Aspirin (Asam Asetil Salisilat) Ilmuwan Yunani Hipokrates menulis pada abad ke 5 sebelum Masehi mengenai sejenis serbuk berasa pahit berasal dan kulit pohon yang dapat mengurangi sakit dan nyeri dan menurunkan demam. Sintesis dan aspirin digolongkan dan reaksi ester, dimana golongan alkohol dan asam salisilat bereaksi dengan asam (acetyl anhydride) membentuk ester. Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar. Aspirin digunakan sebagai analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik. Aspirin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg untuk anak-anak dan 500 mg untuk dewasa. Di luar negeri terdapat sediaan soluble aspirin 300 mg dan dapat digunakan sebagai obat kumur. Dosis obat kumur untuk dewasa mg setiap 6 jam. 5,32, Farmakokinetik Secara umum, dosis oral solid aspirin diabsorbsi sebesar %. Larutan air dan aspirin atau salisilat lainnya secara oral memperlihatkan absorbsi yang sempurna. Salisilat terdeteksi di serum selama 5-30 menit akibat pemberian secara oral dengan bentuk yang cepat diserap (larutan air, uncoated tablet) dengan konsentrasi puncak antara 1-3 jam dan menetap 3-6 jam. Pada pemberian obat kumur aspirin memiliki waktu paruh 8-12 jam. Melalui pemberian secara rectal aspirin suposituria, efek antipiretik secara umum dimulai antara 1-2 jam dengan puncak 4-5 jam dan menetap 4 jam atau lebih. 5, Mekanisme Kerja Aspirin Keefektifan aspirin terutama disebabkan oleh kemampuannya menghambat biosintesis prostaglandin, kerjanya menghambat enzim siklooksigenase secara menetap yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi senyawa endoperoksida (prostaglandin dan tromboksan). Reaksi siklooksigenase dihambat oleh obat-obat antiinflamasi nonsteroid, terdapat 2

15 siklooksigenase (COX 1 dan COX2). Aspirin jauh lebih kuat menghambat COX1 dibandingkan dengan COX Efek Aspirin sebagai Analgesia dan Antiinflamasi Efek analgesia aspirin adalah hasil dari penghambatan sintesis prostaglandin. Prostaglandin tampaknya mensensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik atau mediator kimia lainnya seperti bradikinin, histamin. Efek analgesia salisilat berperan terutama di perifer. Efek antiinflamasi aspirin dapat bekontribusi terhadap efek analgesia. Efek antiinflamasi salisilat dapat berperan dalam menghambat sintesa prostaglandin dan dikeluarkan selama proses inflamasi. Efek antiinflamasi salisilat dan antiinflamasi nonsteroid lainnya secara umum menunjukkan secara positif berkorelasi dengan kemampuannya menghambat sintesis prostaglandin. Selain menghambat sintesis prostaglandin, aspirin juga menghambat perlekatan mediator kini sistem kalikrein, akibatnya aspirin menghambat perlekatan granulosit pada pembuluh darah yang rusak. Menstabilkan membrane lisosom, dan menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear dan makrofag ke tempat peradangan. Meskipun aspirin dan salisilat lainnya menghambat siklooksigenase dan oleh karenanya menurunkan produksi prostaglandin, nampaknya tidak menghambat pembentukan leukotrien. Peran yang pasti dari leukotrien pada inflamasi belum terungkap sepenuhnya namun berkontribusi tehadap respon inflamasi. Penghambatan sikloosigenase oleh aspirin dan salisilat lainnya, selama menurunkan sintesis prostaglandin, dapat menghasilkan peningkatan formasi leukotrien. Prostaglandin ada di jaringan dan cairan tubuh, dan mempunyai efek yang bermacam-macam terhadap pembuluh darah, ujung saraf dan terhadap set yang terlibat dalam inflamasi. Prostaglandin ini memudahkan vasodilatasi dengan mengaktifkan adenilsiklase. Pada kondisi demam, PGE1 dan PGE2 meningkatkan suhu tubuh. Pirogen melepaskan interleukin 1 yang memacu sintesis dan pelepasan PGE2. Sintesis ini dihambat oleh aspirin. Pada neurotransmisi, senyawa PGE2 menghambat pelepasan norepinefrin dan ujung-ujung saraf simpatis presinaptik, kemudian obat-obat antlinflamasi nonsteroid meningkatkan pelepasan norepinefrin. Vasokonstriksi yang terjadi akibat pengobatan dengan penghambat siklooksigenase disebabkan

16 peningkatan pelepasan norepinefrin serta hambatan terhadap sintesis vasodilator endotel (PGE2 dan PGI2). 5, Efek Aspirin Terhadap Berbagai Organ Efek aspirin terhadap pernafasan yaitu salisilat merangsang pernafasan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan dosis tinggi salisilat mempertinggi konsumsi oksigen dan produksi CO 2. Peninggian PCO 2 akan merangsang pernafasan sehingga pengeluaran CO 2 melalui alveoli bertambah dan PCO 2 dalam plasma menurun. Lebih lanjut salisilat yang mencapai medula, merangsang langsung pusat pernafasan sehingga terjadi hiperventilasi dengan pernafasan yang dalam dan cepat. Pada keadaan intoksikasi, hal ini berlanjut menjadi alkalosis respirasi yang dapat berpengaruh pada keseimbangan asam basa. Efek aspirin terhadap saluran pencernaan yaitu komplikasi saluran pencernaan (dispepsia, gangguan perut). Untuk menolong menghindari masalah ini aspirin diberikan saat atau sesudah makan atau diberikan dalam bentuk enteric coated. Pasien yang menerima dosis tinggi dan atau terapi jangka lama diberikan obat pencegahan pada lambung dengan dosis tinggi seperti antasida, ranitidin atau omeperazol. Efek aspirin terhadap Susunan Saraf Pusat bila diberikan dosis tinggi seperti tinitus, vertigo, kehilangan pendengaran, gangguan penglihatan mediasentral, sakit kepala, pusing, berkeringat bila diberikan dosis tinggi. Efek aspirin terhadap hati, ginjal dan kulit yaitu pemakaian jangka lama dengan dosis tinggi sering meningkatkan enzim hati tanpa gejala dan bersifat reversibel. Nepritis kronik pada pemakaian jangka lama, biasanya digunakan bersama dengan obat analgetik yang lain. Kondisi ini dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Reaksi alergi kulit, angioedema dan bronkospasme tidak sering terjadi. 5,32,33,34

17 2.8.5 Aspirin sebagai obat kumur Ditinjau dari farmakokinetik, aspirin memiliki onset dengan konsentrasi plasma terdeteksi dalam waktu 5 menit dan memiliki konsentrasi puncak 1 3 jam serta lama kerja 8 12 jam. Absorpsi yang cepat dari aspirin menunjukkan onset analgesia yang lebih cepat untuk mengatasi nyeri. Pengurangan nyeri diakibatkan oleh intervensi pemberian obat kumur aspirin yang diberikan sebelum intubasi endotrakeal dapat memblok stimulasi nosiseptif selama dan pascaoperasi. Akibatnya proses modulasi menuju sel sel kornu dorsalis medula spinalis terhambat dan transmisi ke otak (talamus) tidak tercapai sehingga nyeri tidak terjadi. Aspirin sebagai obat kumur topikal berperan dalam: a. Proses penghambatan nyeri oleh aspirin akibat dari penghambatan sintesis prostaglandin, sehingga terjadi hambatan sensitisasi nyeri terhadap stimulus mekanik atau dengan mengurangi sensitisasi mediator kimia lainnya yang terlibat pada proses nyeri seperti bradikinin dan histamin. b. Obat kumur aspirin juga bersifat anti inflamasi dengan menghambat sintesis prostaglandin dan tromboksan, menghambat sistem kalikrein sehingga terjadi penghambatan perlekatan granulosit pada pembuluh darah yang rusak, dan menstabilkan membran lisosom, menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear dan makrofag ke tempat peradangan yang dapat dicapai dengan pemberian obat topikal. Pemberian obat topikal adalah langsung pada tempat kerjanya seperti pemberian topikal obat antiinflamasi pada membran mukosa atau kulit. Pemberian obat topikal membuat konsentrasi menjadi maksimum pada tempat kerja dan menghindari efek firstpass. 5

18 2.9 KERANGKA TEORI - Ukuran,tekanan intrakaf - Umur - Jenis kelamin - Penyakit Kronis berat - Operasi tiroid - Insersi pipa lambung (NGT) - Suctioning - ekstubasi Intubasi Endotrakeal - pelaku intubasi - prosedur intubasi - kesulitan intubasi Lama operasi/ett eksposure Cedera mukosa: Iskemia dan inflamasi mukosa Obat kumur ketamin: Efek analgetik: Bekerja pada reseptor NMDA Efek antiinflamasi: Mengurangi aktifitas TNF alpha, sintesis nitric oxide, kappa B Nyeri tenggorok Suara serak ObatKumurAspirin Menghambat biosintesis prostaglandin dan enzim COX 1

19 2.10 KERANGKA KONSEP Obat Kumur Ketamin General Anestesi Intubasi Endotrakeal Obat Kumur Aspirin Nyeri tenggorok Suara Serak

20 2.11 KERANGKA KERJA Populasi Kriteria inklusi Kriteria eksklusi Sampel masuk kamar operasi dipasang alat monitoring TD,HR,EKG,SpO Kumur Ketamin 40mg dalam atau Kumur Aspirin 300mg dalam NaCl 0,9% 30ml NaCl 0,9% 20ml 2 (berkumur dgn kepala tengadah selama 30 detik) Premedikasi :Midazolam 0,05 mg/kgbb dan fentanil 2ug/kgBB 5 Menit Induksi Propofol 2mg/kgBB, Rocuronium 1mg/KgBB 1 Menit Intubasi endotrakeal (ETT sdh dilubrikasi dgn water soluble jelly dan diukur tekanan intracuff) Pemeliharaan : Isofluran O,5 1 %, O2 : N2O = 2 : 2 Operasi selesai Ketorolac 30 mg, suction, kaf dikempiskan Ekstubasi Penilaian nyeri tenggorok konversi dengan VAS dan suara serak pada jam ke 0, 2, dan 24

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk melakukan pembedahan diperlukan tindakan anestesi yang dapat berupa anestesi umum atau regional. Masing masing teknik anestesi ini mempunyai keuntungan dan kerugian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas.

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan gold standard untuk penanganan jalan nafas. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas. Prosedur ini dapat dilakukan pada sejumlah kasus pasien yang mengalami penyumbatan jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot

BAB I PENDAHULUAN. pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan. secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laringospasme dan batuk merupakan komplikasi setelah ekstubasi pada pediatrik pada stadium light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan menutupnya glottis secara

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003

BAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 melaporkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengembangan turunan asam salisilat dilakukan karena asam salisilat populer di masyarakat namun memiliki efek samping yang berbahaya. Dalam penggunaannya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tan dan Rahardja, 2007). Rasa nyeri merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten Pendahuluan Endotracheal Tube (ETT) adalah sejenis alat yang digunakan di dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian fentanil intravena sebagai Preemptive Analgesia merupakan suatu tindakan yang sering dilakukan pada anestesi umum untuk mengurangi atau menumpulkan respon

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Asam Asetilsalisilat (AAS) merupakan turunan dari asam salisilat yang ditemukan dari ekstraksi kulit pohon Willow Bark (Miller et al.,1978). AAS diperoleh dengan mereaksikan

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB 1 1. PENDAHULUAN

BAB 1 1. PENDAHULUAN BAB 1 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penanganan nyeri paska bedah yang efektif adalah penting untuk perawatan pasien yang mendapat tindakan pembedahan. Penanganan nyeri yang efektif dengan efek samping

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman saat ini, dimana kehidupan masyarakat semakin dimudahkan dengan perkembangan teknologi, secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup yang serba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi dikenal luas sebagai penyakit kardiovaskular, merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemukan di masyarakat modern

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan perasaan bahwa dia pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri adalah mekanisme protektif untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu aspek yang penting dalam bidang medis, dan menjadi penyebab tersering yang mendorong seseorang untuk mencari pengobatan (Hartwig&Wilson,

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Swamedikasi 1. Definisi Swamedikasi Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam

Lebih terperinci

anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut :

anak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada penelitian farmakologi tentang efektivitas obat antinyeri parasetamol dan tramadol pada pasien sirkumsisi dengan sampel berjumlah 18 anak didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Parasetamol atau acetaminofen merupakan nama resmi yang sama dengan senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAID) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman emosi tertentu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP) sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak berkembangnya ilmu anestesiologi telah ada pencarian terhadap sebuah pelumpuh otot yang ideal yang dapat memberikan kondisi intubasi yang ideal dalam durasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasa nyeri merupakan masalah yang umum terjadi di masyarakat dan salah satu penyebab paling sering pasien datang berobat ke dokter karena rasa nyeri mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 01. Sample penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak BAB 1 PENDAHULUAN 11 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit Nyeri bersifat subjektif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propofol adalah obat anestesi intravena yang sangat populer saat ini dikarenakan memiliki waktu mula kerja, durasi dan waktu pulih sadar yang singkat. 1,2 Disamping

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Nyeri bersifat subjektif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu gangguan yang sering dialami oleh banyak orang didunia. Sekitar 50 juta orang Amerika terganggu aktivitasnya karena nyeri (Dipiro et al.,2005).

Lebih terperinci

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT Pendahuluan Obat adalah zat yang dapat memberikan perubahan dalam fungsi-fungsi biologis melalui aksi kimiawinya. Pada umumnya molekul-molekul obat berinteraksi dengan molekul

Lebih terperinci

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam 1. Agen Pelindung Mukosa a Sukralfat Dosis Untuk dewasa 4 kali sehari 500-1000 mg (maksimum 8 gram/hari) sewaktu lambung kosong (1 jam sebelum makan dan tidur). Pengobatan dianjurkan selama 4-8 minggu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prostaglandin, bradykinin, dan adrenaline. Mediator-mediator inilah yang akan

BAB I PENDAHULUAN. prostaglandin, bradykinin, dan adrenaline. Mediator-mediator inilah yang akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah sensasi emosional berupa perasaan tidak nyaman pada daerah tertentu. Hal tersebut terjadi akibat adanya suatu kerusakan jaringan. Kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan dan anestesi merupakan suatu kondisi yang dapat memberikan respon stress bagi pasien, dan setiap pasien yang akan menjalani pembedahan sudah tentunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analgetika adalah zat yang bisa mengurangi rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran (Tjay dan Rahardja, 2015). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang mengganggu,

Lebih terperinci

Kesetimbangan asam basa tubuh

Kesetimbangan asam basa tubuh Kesetimbangan asam basa tubuh dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Departemen Biokimia, Biologi Molekuler dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ph normal darah Dipertahankan oleh sistem pernafasan

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analgesik (obat penghilang rasa nyeri) merupakan suatu senyawa yang dalam dosis terapetik dapat meringankan atau menekan rasa nyeri yang timbul tanpa memiliki kerja

Lebih terperinci

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes ANALGETIKA dr. Agung Biworo, M.Kes Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi

Lebih terperinci

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi nyeri dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radang (Inflamasi) adalah suatu mekanisme proteksi dari dalam tubuh terhadap gangguan luar atau infeksi (Wibowo & Gofir, 2001). Pada keadaan inflamasi jaringan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pasien-pasien mata umumnya memiliki risiko khusus terhadap tindakan anestesi. Pasien biasanya datang dengan umur yang ekstrim, sangat muda atau justru sangat tua. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Rasa nyeri merupakan masalah unik, disatu pihak bersifat melindugi badan kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International Association

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada jaman modern ini perkembangan obat sangat pesat, para ilmuan berlomba membuat rancangan obat baru sebagai usaha mengembangkan obat yang sudah ada. Modifikasi obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Analgetika adalah zat-zat yang memiliki efek mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per 100.000 per tahun. 1 Sekitar 250.000 kejadian fraktur femur terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Jumlah

Lebih terperinci

ASIDOSIS RESPIRATORIK

ASIDOSIS RESPIRATORIK ASIDOSIS RESPIRATORIK A. PENGERTIAN. Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat). 1. Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. visualisasi saluran napas melalui bronkoskop. Bronkoskopi berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. visualisasi saluran napas melalui bronkoskop. Bronkoskopi berfungsi sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bronkoskopi merupakan tindakan medis yang bertujuan untuk melakukan visualisasi saluran napas melalui bronkoskop. Bronkoskopi berfungsi sebagai prosedur diagnostik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Rataan nilai temperatur tubuh ( 0 C) dari setiap perlakuan dan kontrol selama induksi dengan Metil-N-Nitrosourea dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 4.

Lebih terperinci

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh V. PEMBAHASAN UMUM Lesi mukosa akut lambung akibat efek samping OAINS/Aspirin merupakan kelainan yang sering ditemukan. Prevalensi kelainan ini sekitar 70 persen sedangkan pada 30 persen kasus tidak didapatkan

Lebih terperinci

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar : Kep. Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar belakang. hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang Anestesi adalah hilangnya rasa sakit yang disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pada dasarnya anestesi digunakan pada tindakan-tindakan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi dr H M Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi Keperawatan

Pengantar Farmakologi Keperawatan Pengantar Farmakologi Keperawatan dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktik dokter sehari-hari. Nyeri juga dapat diderita semua orang tanpa memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik, serta anti radang dan banyak digunakan untuk menghilangkan

Lebih terperinci

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan BAB 1 PEDAHULUA Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Kemajuan di setiap aspek kehidupan menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ulkus lambung merupakan masalah pencernaan yang sering ditemukan di masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi penduduk dunia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Udema (Inflamasi) Inflamasi merupakan respon pertahanan tubuh terhadap invasi benda asing, kerusakan jaringan. Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis,

Lebih terperinci