II. LANDASAN TEORI A. Kemitraan Usaha

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. LANDASAN TEORI A. Kemitraan Usaha"

Transkripsi

1 24 II. LANDASAN TEORI A. Kemitraan Usaha Kemitraan adalah strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis maka keberhasilannya sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Kemitraan merupakan sebuah solusi untuk mengurangi masalah ketimpangan yang dihadapi sebagian lapisan masyarakat dewasa ini dan sebagai antisipasi munculnya masalah yang sama di masa mendatang. Kemitraan dijadikan solusi karena baik keberadaannya maupun fungsi dan perannya diperlukan untuk memberdayakan semua lapisan masyarakat (Hafsah, 2000). Menurut Tambunan (1996) salah satu pencetus kemitraan di Indonesia adalah pemerintah. DPM-LUEP merupakan salah satu program pemerintah yang berprinsip kemitraan, yang dalam hal ini kemitraan antara pemerintah dengan petani. Menurut Direktorat Jenderal Pembinaan Pengusaha Kecil Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil (1996), kemitraan adalah hubungan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil yang disertai bantuan pembinaan berupa peningkatan sumber daya manusia (SDM), peningkatan pemasaran, peningkatan teknik produksi, peningkatan modal kerja dan peningkatan kredit perbankan. Dalam pasal 2 ayat 1 Keputusan Menteri Pertanian tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian disebutkan bahwa tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan mutu sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang mandiri (Departemen Pertanian, 1997). Kemitraan merupakan suatu jawaban untuk meningkatkan kesempatan berkiprahnya pengusaha kecil dan menengah dalam percaturan perekonomian nasional, sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat serta mengurangi kesenjangan sosial. Kemitraan yang ideal adalah kemitraan antara usaha menengah dan usaha besar yang kuat dengan pengusaha kecil yang kuat yang didasari oleh

2 25 kesejajaran kedudukan dan derajat yang sama bagi kedua pihak yang bermitra (Hafsah, 2000). Menurut Hafsah (2000) jenis-jenis pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan sebagi berikut : 1. Pola inti plasma, merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Salah satu contoh kemitraan ini adalah pola perusahaan inti (PIR), dimana perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung mengolah dan memasarkan hasil produksi. 2. Pola Subkontrak, merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan. Ciri khas dari bentuk kemitraan subkontrak adalah dalam melaksanakan kemitraan dilakukan dengan dengan membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu. Pelaksanaan program DPM-LUEP melaksanakan kemitraan dengan pola subkontrak, dimana kemitraan antara LUEP dengan kelompok tani dalam pembelian gabah sesuai HPP diatur dalam kontarak dan kesepakatan kelompok yang bermitra. 3. Pola dagang umum, merupakan pola hubungan kemitraan usaha yang memasarkan hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan yang diperlukan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh perusahaan mitra. Pola kemitraan ini memerlukan struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra dalam membiayai usahanya. karena pada dasarnya adalah hubungan sifat kemitraan pada dasarnya adalah hubungan membeli dan menjual terhadap produk yang dimitrakan. 4. Pola keagenan, merupakan hubungan kemitraan dimana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah atau usaha besar sebagi mitranya. Usaha menengah atau usaha besar sebagi perusahaan mitra usaha bertanggung jawab terhadap produk (barang dan jasa) yang dihasilkan sedangkan usaha kecil sebagai mitra diberi kewajiban untuk memasarkan barang atau jasa yang disertai dengan target-target yang harus dipenuhi.

3 26 5. Waralaba, merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra yang memberi hak lisensi, merek dagang saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usaha sebagi penerima waralaba yang disertai dengan bantuan dan bimbingan manjemen. Perusahaan mitra usaha sebagai pemilik waralaba, bertanggung jawab terhadap sistem operasi, pelatihan, program pemasaran dan merek dagang. Sedangkan pemegang usaha waralaba, hanya mengikuti pola yang ditetapkan oleh pemilik waralaba serta memberikan sebagian dari pendapatannya berupa royalti dan biaya lainnya yang terkait dari kegiatan usaha tersebut. B. Kredit Modal Kerja Kredit berasal dari bahasa yunani Credere yang berarti kepercayaan, karena dasar pemberian kredit adalah kepercayaan. Seseorang yang memperoleh kredit pada dasarnya adalah memperoleh kepercayaan. Didalam pemberian kredit terdapat dua pihak yang berkepentingan langsung yaitu pihak yang kelebihan uang yang disebut pemberi kredit dan yang membutuhkan uang disebut penerima kredit (Sinungan, 1987). Menurut Sinungan (1987), kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan kontra prestasi berupa bunga. Kredit yang diberikan atas dasar kepercayaan yang berarti bahwa prestasi yang diberikan benarbenar diyakini dapat dikembalikan oleh penerima sesuai dengan waktu dan syaratsyarat yang disetujui bersama. Unsur-unsur di dalam kredit meliputi : 1. Kepercayaan, merupakan suatu keyakinan pemberi kredit bahwa prestasi (uang, jasa dan barang) yang diberikan akan benar-benar diterimanya kembali di masa tertentu mendatang. 2. Waktu. Pemberian prestasi dan pengembaliannya dibatasi oleh suatu waktu tertentu. Dalam unsur waktu terkandung pengertian tentang nilai agio uang bahwa sekarang lebih bernilai dari uang di masa mendatang.

4 27 3. Degree of risk, yaitu pemberian kredit menimbulkan suatu tingkat resiko, dimasa tenggang adalah masa abstrak. Risiko timbul bagi pemberi karena uang/jasa/barang yang berupa prestasi telah lepas kepada orang lain. 4. Prestasi yang diberikan adalah suatu prestasi yang dapat berupa barang, jasa atau uang. Dalam perkembangan perkreditan di masa ini dimaksud dengan prestasi adalah pemberian kredit dalam bentuk uang. Tujuan kredit mencakup ruang lingkup yang cukup luas. Dua fungsi pokok yang saling berkaitan dari kredit adalah : 1. Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang didapatkan dari pemungutan bunga. 2. Safety. Keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar terjamin, sehingga tujuan profitability dapat benar-benar tercapai tanpa hambatan yang berarti. Menurut Bank Mandiri (2008), kredit modal kerja adalah fasilitas yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal 1 tahun. Di dalam kehidupan perekonomian, perdagangan dan keuangan pada umumnya, Fungsi kredit modal kerja tidak terlepas dari fungsi kredit. Menurut Muljono (2001) garis besar fungsi kredit modal kerja adalah : 1. Meningkatkan daya guna (utility) dari suatu modal atau uang. Melalui kredit, dana yang mengendap di dalam kas Bank dapat dimanfaatkan oleh para debitur untuk memperbesar usaha produksi maupun perdagangan. 2. Meningkatkan daya guna (utility) dari suatu barang. Dengan adanya fasilitas kredit, para pengusaha dapat memproduksi bahan mentah menjadi barang jadi dan pendistribusiannya akan meningkat. Dengan demikian, pemanfaatan atas barang tersebut meningkat pula. 3. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Kredit yang disalurkan melalui rekening penerima kredit menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet, giro dan sebagainya. Peredaran uang kartal dan giral akan lebih berkembang, karena kredit akan menciptakan suatu kegairahan

5 28 berusaha, sehingga penggunaan uang akan bertambah baik, secara kualitatif maupun kuantitatif. 4. Menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat. Manusia adalah mahluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi, yaitu selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Usaha sesuai dengan dinamika akan selalu berkembang dan fasilitas kredit yang diterima pengusaha dari pemberi kredit/bank, kemudian digunakan untuk memperbesar volume usaha dan meningkatkan produktivitasnya. 5. Kredit sebagai alat stabilisasi ekonomi. Untuk menekan arus inflasi dan usaha pembangunan ekonomi, kredit bank memegang peranan yang sangat penting. Arah kredit harus berpedoman pada segi-segi pembatasan kualitatif, yaitu pengarahan ke sektor-sektor yang produktif dan sektor-sektor prioritas yang secara langsung berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak. 6. Sebagai jembatan peningkatan pendapatan nasional. Penerima kredit akan berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan keuntungan. Orientasi pengusaha tidak hanya memenuhi pasar domestik, namun juga merambah pasar ekspor. Dengan demikian, kegairahan dalam melakukan usahanya akan meningkat untuk mendatangkan devisa bagi negara. 7. Sebagai alat hubungan ekonomi nasional. Negara yang kaya atau kuat perekonomiannya, demi persahabatan akan memberikan bantuan kepada negara yang sedang berkembang. Bantuan tersebut tercermin dalam bentuk bantuan kredit dengan syarat ringan, yaitu bunga yang relatif ringan dan jangka waktu penyelesaian yang panjang. Hal ini tercermin melalui bantuan antar negara yang disebut G to G (Government to Government). Kredit prioritas merupakan kredit modal kerja yang diberikan pemerintah untuk menolong golongan yang lemah, namun penting ditinjau dari segi politik, kesejahteraan masyarakat dan pembangunan bangsa. Kredit ini diadakan sesuai kebutuhan, sehingga dapat saja kredit prioritas diubah menjadi kredit biasa jika masalahnya telah dapat diatasi seperti kredit usaha kecil, kredit modal kerja permanen dan kredit usaha tani (Soesarsono, 2003). DPM-LUEP merupakan bentuk implementasi dari kredit/pinjaman modal kerja yang bersifat prioritas. DPM-LUEP

6 29 diberikan dalam bentuk uang tunai yang akan digunakan dalam pembelian gabah/beras petani dengan jangka waktu pengembalian satu tahun. Untuk memperoleh kredit modal kerja pada perbankan, ketentuan yang dipersyaratkan yaitu : (a) Mempunyai usaha yang layak dibiayai, (b) Mempunyai izin-izin usaha, seperti SIUP dan TDP, (c) Maksimum jangka waktu kredit 1 tahun dan (d) Agunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitur menyerahkan agunan tambahan jika menurut penilaian Bank diperlukan (Bank Mandiri, 2008). C. Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan Lembaga usaha ekonomi pedesaan (LUEP) adalah lembaga yang berbadan hukum atau berbadan usaha di pedesaan yang bergerak di bidang pembelian, pengolahan, pengemasan dan pemasaran gabah/beras, jagung atau kedelai. Lembaga berbadan hukum tersebut dapat berupa Koperasi Tani (KOPTAN), dan Koperasi Unit Desa (KUD). Lembaga yang berbadan usaha dapat berupa usaha milik perorangan atau kolektif yang berintegrasi dengan kelompoktani/gabungan kelompoktani (Gapoktan), usaha milik kelompoktani, atau gabungan kelompoktani (Badan Ketahanan Pangan, 2007). Menurut Badan Ketahanan Pangan (2007), agar kegiatan DPM-LUEP pada tahun 2007 lebih berpihak dan memberi manfaat yang lebih besar bagi petani, maka LUEP perorangan atau kolektif penerima DPM diwajibkan untuk berintegrasi dengan kelompoktani untuk membentuk gapoktan atau berintegrasi dengan ke dalam Gapoktan yang telah eksis. Integarasi dilakukan untuk meningkatkan peran LUEP dalam memberdayakan petani yang tergabung dalam kelompoktani atau Gapoktan. Integarasi tersebut dilakukan dengan pola berikut : 1. LUEP perorangan atau kolektif yang telah memenuhi persyaratan penerima DPM berintegrasi dengan Gapoktan setempat yang tidak mempunyai unit usaha, sehingga LUEP menjadi unit usaha dalam Gapoktan. Gapoktan memupuk modal dari iuran anggota untuk kemudian disertakan dalam modal LUEP menjadi modal usaha bersama. Keuntungan usaha dibagi secara proporsional sesuai dengan kontribusi masing-masing kelompok anggotanya.

7 30 2. LUEP perorangan atau kolektif yang telah memenuhi persyaratan dan selama ini telah menerima DPM difasilitasi Tim Teknis untuk membentuk Gapoktan bersama kelompoktani mintranya. 3. LUEP perorangan atau kolektif yang telah memenuhi persyaratan menerima DPM difasilitasi Tim Teknis untuk membentuk Gapoktan bersama kelompoktani di sekitarnya. D. Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan DPM-LUEP merupakan pinjaman tanpa bunga yang bersumber dari APBN yang dipinjamkan kepada lembaga usaha ekonomi pedesaan untuk pembelian gabah/beras. Tujuan DPM-LUEP untuk pembelian gabah/beras petani adalah : (a) Menjaga stabilitas harga gabah/beras yang diterima petani pada tingkat yang wajar; (b) Meningkatkan pendapatan petani padi di wilayah sentra produksi melalui pengamanan penerapan harga pembelian pemerintah (HPP); (c) Menumbuh kembangkan kelembagaan usaha ekonomi di pedesaan, yang dapat mendorong pertumbuhan dan menggerakkan perekonomian di pedesaan; (d) Meningkatkan kerjasama antara LUEP dengan petani/kelompok tani; (e) Memperkuat posisi daerah dalam ketahanan pangan wilayah yang berakumulasi pada ketahanan pangan nasional (Badan Ketahanan Pangan Deptan, 2006). Untuk memperoleh dana penguatan modal kelompok LUEP harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam pedoman umum DPM-LUEP. Persyaratan penetapan lokasi dan peserta kegiatan DPM-LUEP adalah sebagai berikut (Badan Ketahanan Pangan Deptan, 2006) : 1. Berbadan hukum dan atau Badan Usaha sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun. 2. Memiliki rekening (giro) Badan Usaha pada Bank Pemerintah/Bank Pemerintah Daerah. 3. Berpengalaman dalam perdagangan gabah/beras sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, dengan bukti-bukti kuitansi/kontrak/kerjasama dan atau pernyataan yang disyahkan Tim Teknis Kabupaten/Kota. 4. Tidak mempunyai tunggakan kredit dan tunggakan pokok dan denda DPM 2003, 2004 dan 2005.

8 31 5. Memiliki dan atau melakukan kerjasama dengan penggilingan padi dalam penggunaan sarana pengeringan, pengolahan dan penyimpanan, yang dibuktikan dengan perjanjian kerjasama dan diketahui oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota. 6. Memiliki surat perjanjian kontrak pembelian gabah/beras dengan petani dan atau kelompok tani. 7. Memiliki mitra dagang untuk pemasaran gabah/beras. 8. Mampu menyediakan dan menyerahkan agunan barang tidak bergerak senilai sekurang-kurangnya 150% dari DPM yang diterima dan memberikan AHPT yang dibuat di hadapan notaris. 9. Bersedia menyerahkan surat kuasa pemindahbukuan dana LUEP dari rekening Giro 1 (satu) kepada Rekening Bendaharawan Penerima Provinsi. 10. Tidak menyalurkan DPM yang diterimanya kepada LUEP lainnya atau kepada Badan/Lembaga usaha lainnya. 11. Wajib menggunakan DPM untuk pembelian gabah/beras petani dan atau kelompok tani mitranya. 12. Bersedia membayar biaya notaris yang dipilih LUEP untuk mendapatkan surat AHPT. 13. Bersedia membuat laporan Form-A setiap bulan dan dikirimkan kepada Tim Teknis Kabupaten/Kota. Sesuai dengan Pedoman Umum DPM-LUEP, pengusulan persyaratan oleh kelompok calon penerima DPM mulai dilaksanakan pada bulan Desember (Minggu IV). Dalam pengusulan persyaratan tersebut, kelompok diberikan waktu 15 hari untuk menyelesaikan dan memenuhi persyaratan yang dibutuhkan sebagai calon LUEP penerima DPM. E. Mekanisme Penetapan, Penyaluran dan Pengembalian Dana Dana penguatan modal yang disalurkan pada usaha pertanian yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran gabah petani diharapkan dapat lebih berperan dalam membeli gabah petani dengan harga yang wajar, mengeringkannya, menyimpan dan menjualnya dalam bentuk gabah kering giling, atau menjualnya setelah diproses menjadi beras. Jika LUEP ini berfungsi dengan baik, maka akan

9 32 terjadi kerjasama yang saling menguntungkan antara petani dan LUEP. Petani mendapat manfaat, karena menerima harga gabah yang wajar, sedangkan LUEP mendapatkan nilai tambah dari pengolahan, penyimpanan dan penjualan gabah/beras (Badan Ketahanan Pangan Deptan, 2004). Oleh karena itu, diperlukan evaluasi mekanisme penetapan dan penyaluran dana sehingga dapat meningkatkan penyerapan gabah/beras petani serta pendapatan usaha ekonomi pedesaan (Badan Ketahanan Pangan Deptan, 2003). Proses penetapan DPM-LUEP idealnya dilaksanakan 30 hari waktu kerja efektif yang dilaksanakan pada bulan Junuari (Minggu II), sehingga proses pencairan DPM dapat dilaksankaan pada bulan Februari Maret untuk tahap awal. Menurut Badan Ketahanan Pangan, Deptan (2006), prosedur penetapan DPM-LUEP dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan prosedur penyaluran DPM dan pengembalian DPM dapat dilihat pada Gambar 2.

10 33 a Gubernur b + (3) a (4) Kepala Badan/Dinas/Kantor KP/Unit Kerja Provinsi Tim Teknis Provinsi (4) Bupati Kepala (3) Badan/Dinas/Kantor KP Unit Kerja Kab/Kota (3) Tim Teknis Kab/Kota (1) (b) c + (5) LUEP Keterangan : Garis Komando Identifikasi/Verifikasi Laporan (2) Kel. Tani Gambar 1. Prosedur Penetapan LUEP (Badan Ketahanan Pangan Deptan, 2006)

11 34 Keterangan : a : Gubernur menetapkan Kepala Badan/Dinas/Kantor Ketahanan Pangan (KP) Provinsi sebagai penanggung jawab kegiatan dan menetapkan Tim Teknis DPM- LUEP tingkat provinsi. b : Bupati/Walikota, menetapkan Tim Teknis Kab/Kota dan mengusulkan calon penerima DPM-LUEP kepada Badan/Dinas/Kantor KP provinsi. c : Kepala Badan/Dinas/Kantor KP provinsi menetapkan peserta kegiatan DPM- LUEP. (1) : Tim Teknis Kab/Kota melakukan identifikasi dan penilaian terhadap LUEP dan kelompok tani. (2) : LUEP yang memenuhi persyaratan, membuat surat perjanjian pembelian gabah/beras dari kelompok tani. (3) : Atas dasar surat perjanjian pembelian gabah/beras dari petani/kelompok tani oleh LUEP dan hasil identifikasi, Tim Teknis Kab/Kota mengusulkan kepada Kepala Badan/Dinas/Kantor KP Kab/Kota, untuk diusulkan ke Bupati. (4) : Usulan dari Bupati/Walikota terhadap LUEP dan Kelompok tani, selanjutnya diverifikasi oleh Tim Teknis Provinsi. (5) : Berdasarkan hasil verifikasi, Kepala Badan/Dinas/Kantor KP Provinsi menetapkan pelaksana LUEP, jumlah dana, jumlah gabah/beras yang akan dibeli oleh LUEP dan harga gabah/beras sesuai HPP

12 KAS NEGARA Badan Ketahanan Pangan Deptan KPPN PROVINSI b c MOU GUBERNUR a d BENDAHARAWAN PROVINSI Penyetoran 1 x 24 jam f Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) f Rek Giro II BANK Rek Giro I BUPATI/WALIKOTA 2 TIM TEKNIS KAB/KOTA c e 3 1 c LUEP Keterangan : Garis komando Pengembalian DPM Laporan Rekomendasi 4 Kelompok tani Gambar 2. Prosedur Penyaluran dan Pengembalian Dana (Badan Ketahanan Pangan Deptan, 2003) 16

13 Keterangan : a. Gubernur bersama Bupati/Walikota menandatangani Surat Kesepakatan Kerjasama (MOU) tentang penggunaan DPM-LUEP. b. Dana yang telah diterima melalui rekening giro I LUEP di Bank Pelaksana Kabupaten/Kota, dapat dicairkan oleh LUEP dengan tahapan dan mekanisme sebagai berikut : (1) LUEP mengajukan usulan penarikan DPM-LUEP ke Bank Pelaksana berdasarkan rekomendasi Tim Teknis Kabupaten/Kota. Untuk tahap pertama, usulan pengambilan dana oleh LUEP hanya diperkenankan maksimal 40 persen dari nilai kontrak dan pencairan untuk tahap berikutnya dapat dilaksanakan setelah penggunaan pencairan tahap pertama dipertanggungjawabkan dan berdasarkan rekomendasi Tim Teknis Kabupaten/Kota sesuai penilaian kinerja LUEP; (2) Berdasarkan usulan penarikan dana oleh LUEP dan rekomendasi Tim Teknis Kabupaten/Kota, Bank Pelaksana mentransfer ke rekening giro II LUEP; (3) LUEP dapat mencairkan DPM dari rekening giro II, untuk selanjutnya digunakan membeli gabah/beras petani sesuai dengan perjanjian kontrak jual beli dengan kelompok tani; (4) LUEP wajib membeli gabah/beras petani mitranya pada wilayah kerja LUEP sesuai dengan kontrak yang disepakati. Pada putaran kedua dan seterusnya diatur lebih lanjut dalam petunjuk pelaksanaan di masing-masing provinsi. c. Selambat-lambatnya pada tanggal 15 Desember, LUEP wajib mengembalikan DPM sebesar dana yang diterima ke rekening bendaharawan penerima provinsi. d. Dana pengembalian DPM oleh LUEP yang diterima Bendaharawan Penerima Provinsi, disetor ke Rekening Kas Negara selambat-lambatnya satu hari atau 24 jam setelah tanggal penerimaan dari LUEP. e. KPA provinsi melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengembalikan jaminan/agunan LUEP yang telah melunasi DPM baik

14 54 pokok maupun denda dan dinyatakan dengan berita acara serah terima jaminan/agunan. f. Setelah tanggal 15 Desember, KPA Provinsi merekapitulasi data pengembalian per LUEP untuk kemudian dilaporkan kepada Bupati, Gubernur dan Badan Ketahanan Pangan pada tanggal 1 dan 15 setiap bulannya. g. Pada saat tidak ada pembelian gabah/beras, LUEP wajib mengembalikan DPM yang diterimanya ke rekening I yang diatur lebih lanjut didalam petunjuk pelaksanaan masing-masing provinsi pelaksana kegiatan DPM- LUEP. F. Mekanisme Penyelesaian Tunggakan Penyelesaian tunggakan pinjaman dana DPM-LUEP dilaksanakan sesuai dengan ketetapan yang berlaku sebagi berikut : 1. Kepala Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja yang menangani ketahanan pangan provinsi menyerahkan agunan LUEP yang belum melunasi tunggakan pengembalian DPM-LUEP tahun anggaran yang telah berjalan ke KP2LN di wilayah kerja pelayanan untuk selanjutnya diproses sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Penyerahan agunan dilakukan 50 hari setelah jatuh tempo pengembalian, dengan melampirkan : (i) data penyerahan kasus piutang, (ii) daftar agunan asli yang diserahkan, (iii) akta pemberian hak tanggungan (APHT). 3. Apabila nilai angunan yang dilelang lebih rendah dari nilai tunggakan maka LUEP wajib melunasi kekurangannya. 4. KP2LN melaporkan perkembangan proses pelelangan kepada Kepala Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja yang menangani ketahanan pangan provinsi, kemudian direkapitulasi dan dilaporkan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian dan Bupati/Walikota. G. Mekanisme Pengawasan dan Pengendalian Pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan internal dan fungsional secara berjenjang mulai dari Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat.

15 55 1. BupatiWalikota melalui pejabat yang ditunjuk melaksanakan pengawasan internal terhadap; (i) pelaksana kegiatan DPM-LUEP atas pengelolaan serta pelaksanaan teknis dan administratif, (ii) Bank pelaksana atas dasar proses pencairan, penyaluran dan pengembalian dana DPM, serta (iii) LUEP atas pemanfaatan DPM untuk membeli gabah petani. 2. Gubernur melalui pejabat yang ditunjuk melaksanakan pengawasan internal terhadap; (i) pelaksana kegiatan DPM-LUEP atas pengelolaan teknis dan administratif di tingkat kabupaten/kota, dan (ii) Bank pelaksana atas proses pencairan, penyaluran dan pengembalian dana DPM. 3. Menteri Pertanian melalui pejabat yang ditunjuk melaksanakan pengawasan internal terhadap pengelola kegiatan DPM-LUEP pada Badan Ketahanan Pangan atas pengelolaan kegiatan DPM-LUEP. 4. Pengawasan fungsional atas substansi yang sama di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi juga dilaksanakan oleh pejabat fungsional dari Departemen Pertanian maupun dari instansi pengawasan pembangunan nasional yaitu BPKP dan BPK. Mekanisme pengendalian dilakukan secara berjenjang mulai dari Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat. 1. Bupati/Walikota melalui Tim Teknis Kabupaten/Kota, dengan mengacu pada laporan hasil evaluasi dan pengawasan, melakukan pengendalian terhadap penyimpangan adminstratif maupun teknis pada pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan DPM-LUEP di tingkat lapangan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan di tingkat kabupaten. 2. Gubernur, melalui Tim Teknis Provinsi, dengan mengacu pada laporan hasil evaluasi dan pengawasan tingkat kabupaten/kota dan Provinsi, melakukan pengendalian terhadap penyimpangan administratif maupun teknis pada kegiatan DPM-LUEP di tingkat kabupaten/kota dan Provinsi, dalam rangka menjamin tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan di tingkat provinsi. 3. Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian bersama Tim Pengendali, dengan mengacu pada laporan hasil evaluasi dan pengawasan tingkat provinsi dan pengarahan dari Menteri Pertanian, melakukan pengendalian

16 56 terhadap penyimpangan pada pengelolaan kegiatan DPM-LUEP di tingkat Provinsi, dalam rangka menjamin tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan di tingkat nasional. H. Profitabilitas Perhitungan profitabilitas didasarkan atas berbagai aspek. Dalam hal ini ini, laju penghasilan sederhana (simple rate of return), yaitu keuntungan bersih setelah dipotong pajak dibagi rataan modal sendiri (average equity), cadangan (reserves), dan keuntungan yang belum terbagi harus lebih besar dari pada bunga yang berlaku di pasar modal (Soesarsono, 2003). Untuk menilai kemampuan usaha dalam memperoleh laba dapat dianalisa melalui : 1. Laju penghasilan (rate of return) Laju penghasilan mencakup beberap faktor yaitu : (a) penghasilan penjulan (sale revenue), (b) biaya operasional, (c) penyusutan, (d) bunga pinjaman, (e) keuntungan sebelum dan sesudah dipotong pajak. Laju penghasilan = Keuntunganbersih + bunga x 100% Total pinjaman 2. Lama pembayaran kembali (rate of repayment) Laju pembayarankembali= Total pinjaman Keuntunganbersih+ penyusu tan + pajak 3. Laju Keuntungan Untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh harus diketahui besar biaya dan besar penerimaan. Keuntungan yang diperoleh adalah selisih penerimaan dikurangi biaya. Laju keuntungan= Total keuntungan Total biaya 4. Marginal Income Ratio (MIR) x 100% Marginal Income Ratio (MIR) adalah rasio antara marginal income dengan hasil penjualannya yang menggambarkan bagian dari hasil produk dimana P = Harga jual per unit (Rp) AVC = Biaya variabel total (Rp) MIR = Marginal Income Ratio (%)

17 57 yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan laba (Sigit, 1987). Marginal Income adalah selisih antara hasil penjualan dengan biaya variabel. P AVC MIR = x 100% P 5. Margin of Safety(MOS) Margin of Safety merupakan ratio antara volume penjualan yang diperkirakan dengan volume penjualan pada titik impas. Hubungan ini disebut sebagai batas keamanan bagi perusahaan, sehingga tidak merugi dan tidak pula memperoleh keuntungan (Sigit, 1987). dimana Q = Harga jual per unit (Rp) Q BEP BEP = Produksi pada titik impas (kg) MOS = x 100% MOS = Margin of Safety (%) Q I. Focus Discussion Group Menurut Lingkaran Survei Indonesia (2006) focus Discussion Group (FGD) yang biasa disebut diskusi kelompok terarah, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu diskusi yang dilakukan secara sistematis dan terarah atas suatu isu atau masalah tertentu. Meski sebuah diskusi, FGD tidak sama dengan pembicaraan di kedai warung kopi, karena FGD tidak hanya sebuah diskusi tetapi diskusi yang terarah dan sistematis. Dengan kata lain, FGD adalah sebuah bentuk diskusi dimana peserta, proses dan topik diskusi dirancang sedemikian rupa untuk mendapatkan informasi tertentu. FGD adalah salah satu bentuk riset dalam penelitian sosial. Karena itu pelaksanaan FGD dilakukan dengan menggunakan prosedur tertentu. Penyelenggara menentukan tujuan dari riset dan merumuskankan tujuan tersebut ke dalam tahapan-tahapan FGD. Ada 2 bentuk format FGD. Pertama, FGD dengan format ketat (terstruktur), kedua FGD dengan format cair (kurang terstruktur). Format diskusi yang dipilih akan menentukan bentuk selanjutnya dari diskusi. J. Critical Path Method (CPM) Pada metode CPM terdapat dua buah waktu perkiraan waktu dan biaya untuk setiap kegiatan yang terdapat dalam jaringan. Kedua perkiraan tersebut

18 58 adalah perkiraan waktu penyelesaian dan biaya yang sifatnya normal (normal estimate) dan perkiraan waktu dan penyelesaian dan biaya yang sifatnya dipercepat (crash estimate). Dalam menentukan perkiraan waktu penyelesaian akan dikenal istilah jalur kritis yang merupakan jalur yang memiliki rangkaian-rangkaian kegiatan dengan total jumlah waktu terlama dan dan waktu penyelesaian proyek tercepat. Sehingga dapat dikatakan bahwa jalur kritis berisikan kegiatan-kegiatan kritis dari awal sampai akhir jalur (Murahartawaty, 2008). Dalam metode CPM, seorang manajer proyek harus mampu mengidentifikasi jalur kritis dengan baik, sebab pada jalur ini terdapat kegiatan yang jika pelaksanaannya terlambat akan mengakibatkan keterlambatan seluruh proyek. Dalam sebuah jaringan kerja dapat saja terdiri dari beberapa jalur kritis. Dalam perhitungan waktu juga digunakan tiga asumsi dasar yaitu : (1) proyek hanya memiliki satu initial event (start) dan satu terminal event (finish), (2) saat tercepat terjadinya initial event adalah hari ke-nol, dan (3) saat paling lambat terjadinya terminal event adalah latest activity start time sama dengan earliest activity start time (Murahartawaty, 2008) Adapun cara perhitungan dalam menentukan waktu penyelesaian terdiri dari dua tahap, yaitu perhitungan maju dan perhitungan mundur. 1. Perhitungan maju Dimulai dari start menuju finish untuk menghitung waktu penyelesaian tercepat suatu kegiatan, waktu tercepat terjadinya kegiatan dan saat paling cepat dimulainya suatu peristiwa. 2. Perhitungan mundur Dimulai dari finish menuju start untuk mengidentifikasi saat paling lambat terjadinya suatu kegiatan, waktu paling lambat terjadinya suatu kegiatan dan saat paling lambat suatu peristiwa terjadi.

19 59 Apabila kedua perhitungan tersebut telah selesai, maka dapat diperoleh nilai slack yang merupakan sejumlah kelonggaran waktu dan elastisitas dalam jaringan kerja.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG DUKUNGAN DANA PERKUATAN MODAL KEPADA LEMBAGA USAHA EKONOMI PEDESAAN (LUEP) DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2010

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2010 BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS DANA TALANGAN PENGADAAN PANGAN UNTUK PEMBELIAN GABAH/BERAS PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PEDESAAN (DPM-LUEP)

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PEDESAAN (DPM-LUEP) Lampiran Peraturan Gubernur Jambi Nomor Tahun 2009 Tanggal 2009 PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI PEDESAAN (DPM-LUEP) UNTUK PENGENDALIAN HARGA JAGUNG, KEDELE DAN KENTANG

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT

BUPATI PAKPAK BHARAT BUPATI PAKPAK BHARAT PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN USAHA BAGI MASYARAKAT MELALUI KREDIT NDUMA PAKPAK BHARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN. 1. Lokasi dan Waktu Penelitian

III. METODE KAJIAN. 1. Lokasi dan Waktu Penelitian 60 III. METODE KAJIAN 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan Kabupaten Bogor terhadap 45 responden yang terdiri dari pengurus, anggota penerima DPM dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR GUBERNUR JAMBI. dto H. HASAN BASRI AGUS

KATA PENGANTAR GUBERNUR JAMBI. dto H. HASAN BASRI AGUS KATA PENGANTAR Upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan harus dimulai dengan penggunaan benih unggul bermutu di tingkat petani. Untuk menjamin ketersediaan benih tanaman pangan varietas

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 26 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 607 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 26 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 607 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 26 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 607 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYALURAN DANA PINJAMAN MODAL USAHA KEGIATAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 68 TAHUN 2008/434.013/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 84 Tahun 2009 TENTANG PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2009

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 84 Tahun 2009 TENTANG PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2009 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 84 Tahun 2009 TENTANG PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengendalian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bank selain sebagai tempat menyimpan uang juga dikenal sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bank selain sebagai tempat menyimpan uang juga dikenal sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Kredit 2.1.1. Pengertian Kredit Bank selain sebagai tempat menyimpan uang juga dikenal sebagai tempat meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya.

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo. PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut :

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut : BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut : Permberian prestasi oleh

Lebih terperinci

CAKUPAN DATA. AKSES DATA Data Antar Bank Aktiva dapat di akses dalam website BI :

CAKUPAN DATA. AKSES DATA Data Antar Bank Aktiva dapat di akses dalam website BI : 1 Nama Data : Antar Bank Aktiva BPR Semua jenis simpanan/tagihan BPR Pelapor dalam rupiah kepada bank lain di Indonesia. Simpanan/tagihan kepada bank lain di Indonesia dengan jenis giro, tabungan, deposito

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 05/Kpts/OT.140./1/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 05/Kpts/OT.140./1/2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 05/Kpts/OT.140./1/2005 TENTANG PERUBAHAN LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 149/Kpts/OT.140/3/2005 TENTANG PEDOMAN UMUM DANA PENGUATAN MODAL LEMBAGA USAHA EKONOMI

Lebih terperinci

Tata Kerja Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan; 7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 259/KMK.017/1993 tanggal 27 Pebruari 1993

Tata Kerja Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan; 7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 259/KMK.017/1993 tanggal 27 Pebruari 1993 KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 346 /KMK.017/2000 TENTANG PENGELOLAAN REKENING DANA INVESTASI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan penerapan sistem pencatatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KEGIATAN

BAB 3 GAMBARAN UMUM KEGIATAN 30 BAB 3 GAMBARAN UMUM KEGIATAN 3.1 Profil UPP Kota Metro UPP Kota Metro adalah wadah bagi pembudidaya ikan di Kota Metro di mana bertempat di Jalan Jenderal Sudirman No.151 Kota Metro dengan Ketua UPP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Rasio Keuangan a. Pengertian Rasio Keuangan Menurut Kasmir (2008:104), rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... iii Peraturan Gubernur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) 28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana

Lebih terperinci

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.40, 2013 KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur. No.515, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penyediaan Air Minum. Prosedur. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 229/PMK. 01/2009 TENTANG TATACARA PELAKSANAAN PEMBERIAN

Lebih terperinci

1 of 9 21/12/ :39

1 of 9 21/12/ :39 1 of 9 21/12/2015 12:39 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN KELAYAKAN ATAS SEBAGIAN BIAYA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1311, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Biaya Konstruksi. Proyek Kerja Sama. Infrastruktur. Dukungan Kelayakan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

Rekening Dana Investasi (RDI)

Rekening Dana Investasi (RDI) Rekening Dana Investasi (RDI) A. Latar Belakang Pada awal pelaksanaan Pelita I, kegiatan investasi unit-unit usaha produktif pemerintah semakin meningkat. Ketersediaan dana untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

PERENCANAAN, PELAKSANAAN/PENATAUSAHAAN, DAN PEMANTAUAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH

PERENCANAAN, PELAKSANAAN/PENATAUSAHAAN, DAN PEMANTAUAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH PERENCANAAN, PELAKSANAAN/PENATAUSAHAAN, DAN PEMANTAUAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH A. PENGANTAR Pinjaman luar negeri merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan

Lebih terperinci

SURVEI LEMBAGA KEUANGAN PERUSAHAAN DANA PENSIUN

SURVEI LEMBAGA KEUANGAN PERUSAHAAN DANA PENSIUN RAHASIA REPUBLIK INDONESIA SURVEI LEMBAGA KEUANGAN PERUSAHAAN DANA PENSIUN 2011-2012 PERHATIAN 1. Daftar isian ini digunakan untuk mencatat Keterangan dan Laporan Keuangan Perusahaan Dana Pensiun Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (Mulyadi, 2010:5). Prosedur adalah suatu urutan pekerjaan klerikal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur pengertian prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai pengaruh faktor suku bunga kredit, dana pihak ketiga, nilai tukar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Pengertian Bank berdasarkan pasal 1 UU No.10 tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PETIKAN q. PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani Credere yang berarti kepercayaan, oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Di dalam memahami pengertian kredit banyak pendapat dari para ahli, namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT MENTERI KEUANGAN, Menimbang: a. bahwa peningkatan akses dunia usaha pada sumber

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG nis 2006 11-08-2006 1.2005Draft tanggal, 28 Juli 2006 PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS DANA PENJAMINAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan

Lebih terperinci

Analisis Efektivitas Bantuan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (Studi Kasus DPM-LUEP, Kabupaten Bogor) ABSTRACT

Analisis Efektivitas Bantuan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (Studi Kasus DPM-LUEP, Kabupaten Bogor) ABSTRACT Manajemen IKM, September 9 (6-16) Vol. 4 No. ISSN 85-8418 Analisis Efektivitas Bantuan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (Studi Kasus DPM-LUEP, Kabupaten Bogor) Harun A.S. * 1, Rizal

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 1/PLPS/2005 TENTANG PROGRAM PENJAMINAN SIMPANAN DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN,

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 1/PLPS/2005 TENTANG PROGRAM PENJAMINAN SIMPANAN DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN, c SALINAN PERATURAN NOMOR 1/PLPS/2005 TENTANG PROGRAM PENJAMINAN SIMPANAN DEWAN KOMISIONER, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan perlu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA - 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memudahkan pengelolaan perusahaan. besar dan buku pembantu, serta laporan.

BAB II LANDASAN TEORI. memudahkan pengelolaan perusahaan. besar dan buku pembantu, serta laporan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Sistem Akuntansi Pengertian sistem akuntansi (Mulyadi:2010) adalah organisasi formulir, catatan dan laporan yang dikoordinasi sedemikian rupa untuk menyediakan informasi

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 171/PMK.05/2009 TENTANG SKEMA SUBSIDI RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Menurut Amsyah (1977: 11), menyatakan bahwa prosedur adalah aturan permainan atau langkah-langkah aturan yang harus dipatuhi oleh masing-masing

Lebih terperinci

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM PERATURAN GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 83 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS BANTUAN PERKUATAN PERMODALAN BAGI KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL GUBERNUR NANGGROE

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 8/1/PBI/2006 TENTANG FASILITAS PEMBIAYAAN DARURAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank dapat mengalami kesulitan likuiditas

Lebih terperinci

No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N. kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N. kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) Perihal : Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT 1 of 50 8/23/2014 7:22 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT MENTERI

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang No.1000, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. PDN. PLN. Penerusan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 /PMK.05/2016 TENTANG TATA CARA PENERUSAN PINJAMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 301/KMK.01/2002 TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA KREDIT PERUMAHAN BANK TABUNGAN NEGARA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Piutang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/2/PBI/2003 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/2/PBI/2003 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/2/PBI/2003 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya turut memelihara dan mendukung pencapaian stabilisasi nilai rupiah,

Lebih terperinci

No.8/26/DPbS Jakarta, 14 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA

No.8/26/DPbS Jakarta, 14 November 2006 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA No.8/26/DPbS Jakarta, 14 November 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Perkreditan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.563, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. PNBP. Kegiatan Panas Bumi. Konservasi Energi. Penerimaan. Penyetoran. Pemungutan. Pengenaan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT No. Urut: 14, 2015 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, 2002:75).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, 2002:75). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan lembaga keuangan ditengah-tengah masyarakat dalam memajukan perekonomian sangat penting. Tidak dapat dipungkiri peranannya sebagai lembaga perantara

Lebih terperinci

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 23 TAHUN 2007

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 23 TAHUN 2007 GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYALURAN DAN PENGEMBALIAN DANA PERKUATAN MODAL USAHA KELOMPOK (PMUK) BERGULIR SUB SEKTOR TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 20

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 01/Per/Dep.

PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 01/Per/Dep. KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 01/Per/Dep.3/II/2014

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian dan Fungsi Kredit Menurut Dahlan Siamat (2005 : 349), kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan

Lebih terperinci

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) I. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Dae

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Dana Jaminan Penugasan Pembiayaan Infrastruktur Dae No.1283, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pengelolaan DJPPID. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR125/PMK.08/2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DANA JAMINAN PENUGASAN PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 99/PMK.010/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT DENGAN

Lebih terperinci

*37998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 107 TAHUN 2000 (107/2000) TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*37998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 107 TAHUN 2000 (107/2000) TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 107/2000, PINJAMAN DAERAH *37998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 107 TAHUN 2000 (107/2000) TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LAPORAN ARUS KAS I. PENDAHULUAN I.1 Tujuan

LAPORAN ARUS KAS I. PENDAHULUAN I.1 Tujuan LAMPIRAN IV PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 2.a TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI LAPORAN ARUS KAS I. PENDAHULUAN I.1 Tujuan 1. Tujuan Kebijakan Akuntansi laporan arus kas adalah mengatur penyajian

Lebih terperinci

BAB II Kajian Pustaka. mampu diserap dari masyarakat dan disalurkan kembali kepada masyarakat yang

BAB II Kajian Pustaka. mampu diserap dari masyarakat dan disalurkan kembali kepada masyarakat yang BAB II Kajian Pustaka 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Dunia keuangan khususnya perbankan dari tahun ketahun telah mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan ini ditunjukkan dari jumlah

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 66 /POJK.03/2016 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PEMBIAYAAN RAKYAT

Lebih terperinci

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat No. 10/ 45 /DKBU Jakarta, 12 Desember 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat Sehubungan dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

2016, No Dana Desa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, per

2016, No Dana Desa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, per No.478, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Dana. Desa. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/PMK.07/2016 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN, PENYALURAN,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

No. 6/7/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 November 2003 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum

No. 6/7/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 November 2003 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum No. 6/7/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 November 2003 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank

Lebih terperinci

Akuntansi Modal Bank K E L O M P O K 4 : H A F I L I A P O N G G O H O N G S U S A N T I A S S A S A R W I N D A S A R I R I K I K U M A U N A N G

Akuntansi Modal Bank K E L O M P O K 4 : H A F I L I A P O N G G O H O N G S U S A N T I A S S A S A R W I N D A S A R I R I K I K U M A U N A N G Akuntansi Modal Bank K E L O M P O K 4 : H A F I L I A P O N G G O H O N G S U S A N T I A S S A S A R W I N D A S A R I R I K I K U M A U N A N G Materi: 2 1 2 3 Klasifikasi Modal Bank Rasio Kecukupan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PINJAMAN OLEH PEMERINTAH DAERAH. Ilustrasi: https://www.cermati.com

PINJAMAN OLEH PEMERINTAH DAERAH. Ilustrasi: https://www.cermati.com PINJAMAN OLEH PEMERINTAH DAERAH Ilustrasi: https://www.cermati.com I. Pendahuluan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mempunyai peran penting bagi Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan tugas

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.229,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PMK.08/2012 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DANA CADANGAN PENJAMINAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN ANGGARAN

Lebih terperinci