K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR"

Transkripsi

1 K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI CIMANUK-CISANGGARUNG Jl. Pemuda No. 40 Telp. (0231) Fax. (0231) Cirebon LAPORAN AKHIR Pekerjaan : Perencanaan Penanggulangan Genangan Banjir Antara Sungai Pekik Sampai Dengan Sungai Kumpul Kuista (Paket 50) Kontrak No. : HK.02.03/At-1/03/02-28/2012 Tanggal : 20 Juni 2012 Tahun Anggaran 2012

2 Halaman i KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pekerjaan Perencanaan Penanggulangan Genangan Banjir antara Sungai Pekik Sampai dengan Sungai Kumpulkuista sesuai dengan Surat Perjanjian Kontrak antara Satuan Kerja Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk- Cisanggarung dengan PT. Cita Prisma dengan Kontrak Nomor HK.02.03/At-1/03/02-28/2012 tanggal 20 Juni 2012, bersama ini disampaikan pekerjaan tersebut di atas. ini memuat seluruh hasil pekerjaan, termasuk di dalamnya hasil survey investigasi lapangan berupa pengukuran topografi, penyelidikan geologi teknik dan mekanika tanah, analisis hidrologi dan hidrolika, perencanaan bangunan pengendali banjir, volume pekerjaan serta rencana anggaran biaya untuk pekerjaan fisik pembangunan bangunan pengendali banjir. Demikian ini diserahkan dengan harapan dapat digunakan sebagai acuan yang penting di dalam pelaksanaan pekerjaan ini. Diharapkan pekerjaan dapat diterima dengan baik, tepat sasaran dan sesuai dengan KAK. Bandung, November 2012 PT. CITA PRISMA Ir. Kabul Suwitaatmadja, MSCE

3 Halaman ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR...vii DAFTAR TABEL... x BAB I P E N D A H U L U A N... I LATAR BELAKANG PEKERJAAN... I MAKSUD DAN TUJUAN PEKERJAAN... I SASARAN PEKERJAAN... I RUANG LINGKUP PEKERJAAN... I KELUARAN... I LOKASI PEKERJAAN... I DASAR HUKUM & REFERENSI... I-7 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI... II PROFIL DAERAH ALIRAN SUNGAI... II Pendahuluan... II Administratif Wilayah Pekerjaan... II KONDISI GEOGRAFIS... II KONDISI KLIMATOLOGI... II KONDISI SUMBER DAYA AIR... II KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN CIREBON... II KONDISI FASILITAS SOSIAL DAN FASILITAS UMUM... II Sarana Sosial... II Sarana Umum... II KONDISI KEPENDUDUKAN... II KONDISI PERTANIAN DAN PERIKANAN KABUPATEN CIREBON... II Pertanian... II Perikanan... II PENGEMBANGAN RUANG... II PERMASALAHAN BANJIR DAN KEKERINGAN... II Sungai Pekik... II-19

4 Halaman iii Sungai Condong... II Genangan Banjir di Antara Sungai Utama dan Saluran Pengumpul... II RESUME SURVEY PENDAHULUAN... II-21 BAB III PENGUMPULAN DATA & REVIEW STUDI TERDAHULU... III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN & KRITERIA TEKNIS YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ACUAN... III INVENTARISASI PETA TOPOGRAFI & DATA HIDROLOGI... III Data Hidrologi... III Peta Topografi... III DATA STUDI TERDAHULU... III REVIEW STUDI TERDAHULU... III Lower Cimanuk Flood Control Project atau LCFC ( )... III Perencanaan Penanggulangan Banjir Sungai Pekik (2005)... III-13 BAB IV HIDROLOGI KUMPULKUISTA JAMBLANG...IV TINJAUAN UMUM...IV DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)...IV DATA HUJAN HARIAN MAKSIMUM TAHUNAN...IV Perhitungan Hujan Rata-rata Periode Ulang Tertentu...IV Analisa Frekuensi Hujan Rencana...IV ANALISA STATISTIK...IV Pengukuran Dispersi...IV Pemilihan Jenis Sebaran...IV Pengujian Kecocokan Sebaran...IV ANALISA DEBIT BANJIR RENCANA...IV Hidrograf Satuan Sintetis...IV Pemilihan dan Penetapan Debit Banjir Rencana... IV-28 BAB V HIDROLOGI PEKIK CONDONG...V ANALISIS CURAH HUJAN MAKSIMUM RENCANA...V ANALISIS DISTRIBUSI FREKUENSI...V Metode Gumbel...V Uji Kesesuaian Distribusi...V ANALISIS DEBIT BANJIR RENCANA...V Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu DAS Pekik...V Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Snyder DAS Pekik...V-11

5 Halaman iv Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) ITB DAS Pekik...V Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu DAS Condong...V Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Snyder DAS Condong...V Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) ITB DAS Condong...V KAPASITAS DEBIT EKSISTING...V MORFOLOGI SUNGAI...V APLIKASI PROGRAM HEC-RAS UNTUK ANALISIS HIDROLIKA...V Tahapan Analisis...V Analisis Kapasitas Penampang Sungai Eksisting dan Profil Muka Air Banjir Rencana...V Evaluasi Hasil Perhitungan...V-38 BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI...VI U M U M...VI MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN PENGUKURAN TOPOGRAFI...VI LINGKUP DAN VOLUME KEGIATAN PENGUKURAN TOPOGRAFI...VI LOKASI DAN BATAS KEGIATAN SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI...VI PERSONIL PELAKSANA DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN...VI PELAKSANAAN KEGIATAN PENGUKURAN...VI Referensi Koordinasi dan Elevasi yang Digunakan...VI Pemasangan Bench Mark (BM)...VI Pengamatan Pasang-Surut...VI Evaluasi Ketelitian Pengukuran Sudut dan Jarak (Poligon) dan Sipat Datar (Levelling)...VI Gambar Peta Hasil Pengukuran...VI-9 BAB VII SURVEY INVESTIGASI GEOTEKNIK...VII U M U M...VII MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN INVESTIGASI GEOTEKNIK...VII LINGKUP DAN VOLUME KEGIATAN SURVEY INVESTIGASI GEOTEKNIK......VII GEOLOGI REGIONAL LOKASI STUDI...VII U m u m...vii Stratigrafi Regional...VII Struktur Geologi Regional...VII Kegempaan...VII KEGIATAN SURVEY INVESTIGASI GEOTEKNIK...VII-7

6 Halaman v Lokasi Titik Investigasi Geoteknik...VII Hasil Kegiatan Pemboran Inti & Test Pit...VII Hasil Analisis dan Uji Laboratorium Mekanika Tanah... VII-10 BAB VIII KRITERIA PERENCANAAN... VIII U M U M... VIII KRITERIA DESAIN BANGUNAN PENGENDALI BANJIR... VIII Tanggul Banjir... VIII Perkuatan Lereng (Revetment)... VIII Perbaikan (Normalisasi) Alur Sungai... VIII Penanganan Banjir dengan Tandon Banjir/Polder... VIII UPAYA PENGENDALIAN BANJIR DENGAN PENGATURAN... VIII Pekerjaan Terasering Lahan... VIII Perbaikan Tanaman Yang Sesuai... VIII Pengendalian Tata Guna Lahan... VIII Pemberian Tanaman di Alur Sungai... VIII Pengendalian Daerah Banjir dengan Peraturan (Pemerintah)... VIII KRITERIA PENANGGULANGAN GENANGAN... VIII Sistem pengendalian Drainase Lokal... VIII Jenis Drainase... VIII Pola Jaringan Drainase... VIII SISTEM PENGENDALIAN BANJIR DAN GENANGAN SUNGAI PEKIK DAN SUNGAI CONDONG... VIII Sungai Pekik... VIII Sungai Condong... VIII SISTEM PENGENDALIAN BANJIR DAN GENANGAN SUNGAI CIWARINGIN DAN SUNGAI KUMPULKUISTA... VIII Sungai Ciwaringin... VIII Sungai Kumpulkuista... VIII Genangan Banjir di antara Sungai Utama dan Saluran Pengumpul dari Sungai Winong sampai dengan Sungai Kumpulkuista... VIII-36 BAB IX RENCANA ANGGARAN BIAYA... VIII U M U M... VIII REKAPITULASI ANGGARAN BIAYA... VIII-2

7 Halaman vi BAB X 1 ANALISIS EKONOMI...IX U M U M...IX ASUMSI-ASUMSI...IX PERKIRAAN BIAYA...IX USULAN KEGIATAN...IX Jadwal Pelaksanaan...IX Kebutuhan Biaya Konstruksi...IX ANALISA MANFAAT PROYEK...IX ANALISIS KELAYAKAN...IX NET PRESENT VALUE (NPV)... IX ECONOMIC INTERNAL RATE OF RETURN (EIRR)... IX BENEFIT COST RATIO (BCR)... IX EVALUASI KELAYAKAN PROYEK... IX-12 BAB XI KESIMPULAN & REKOMENDASI...XI PENANGGULANGAN BANJIR SISTEM PEKIK - CONDONG...XI PENANGGULANGAN BANJIR SISTEM KUMPULKUISTA CIWARINGIN...XI REKOMENDASI TERKAIT PENGENDALIAN BANJIR DAN GENANGAN SISTEM SUNGAI PEKIK-CONDONG DAN KUMPULKUISTA-CIWARINGIN...XI-4 LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN 1 : PETA SITUASI PENGUKURAN LAMPIRAN 2 : DOKUMENTASI DISKUSI AKHIR LAMPIRAN 3 : NOTULEN DISKUSI AKHIR LAMPIRAN 4 : DAFTAR HADIR DISKUSI AKHIR

8 Halaman vii DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 1 Lokasi Wilayah Studi... I-5 Gambar 1. 2 Peta DAS Lokasi Studi... I-6 Gambar 2. 1 Peta Administratif Wilayah Studi... II-4 Gambar 2. 2 Batas Lokasi Wilayah Studi (Sungai Pekik s/d Sungai Kumpulkuista)... II-5 Gambar 2. 3 Kondisi Sungai Winong Saat Musim Kemarau... II-8 Gambar 2. 4 Kondisi Sungai Sigranala Saat Musim Kemarau... II-8 Gambar 2. 5 Peta Pelayanan PDAM Kabupaten Cirebon... II-9 Gambar 2. 6 Persentase Kontribusi Sektor-sektor di Kabupaten Cirebon... II-10 Gambar 2. 7 Grafik Kepadatan Penduduk Kabupaten Cirebon... II-14 Gambar 2. 8 Peta Sebaran Wilayah Budi Daya Padi... II-16 Gambar 2. 9 Peta Lokasi Saluran Pengumpul... II-20 Gambar Kondisi Saluran Pengumpul Tampak ke Utara dan Pemanfaatan oleh Penduduk Sekitar Menjadi Kolam... II-21 Gambar 3. 1 Kondisi Sungai Winong Saat Musim Kemarau... III-9 Gambar 3. 2 Peta Genangan Banjir di Sistem Sungai Pekik-Condong (2005)... III-14 Gambar 4. 1 Peta DAS Lokasi Studi...IV-2 Gambar 4. 2 Bentuk Kurva Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu... IV-12 Gambar 4. 3 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu untuk DAS Kumpulkuista... IV-14 Gambar 4. 4 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu untuk DAS Ciwaringin... IV-15 Gambar 4. 5 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu untuk DAS Winong IV-16 Gambar 4. 6 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu untuk DAS Jamblang... IV-18 Gambar 4. 7 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Snyder untuk DAS Kumpulkuista... IV-19 Gambar 4. 8 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Snyder untuk DAS Ciwaringin IV-20 Gambar 4. 9 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Snyder untuk DAS Winong. IV-21 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Snyder untuk DAS Jamblang... IV-22

9 Halaman viii Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-1 untuk DAS Kumpulkuista... IV-23 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-1 untuk DAS Ciwaringin... IV-23 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-1 untuk DAS Winong... IV-24 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-1 untuk DAS Jamblang... IV-25 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-2 untuk DAS Kumpulkuista... IV-26 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-2 untuk DAS Ciwaringin... IV-26 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-2 untuk DAS Winong... IV-27 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-2 untuk DAS Jamblang... IV-28 Gambar 5. 1 Peta DAS Lokasi Studi...V-2 Gambar 5. 2 Curah Hujan Rencana Metode Gumbel...V-5 Gambar 5. 3 Curah Hujan Rencana Metode Log Person III...V-7 Gambar 5. 4 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Nakayasu DAS Pekik...V-10 Gambar 5. 5 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Snyder DAS Pekik...V-12 Gambar 5. 6 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-1 DAS Pekik...V-14 Gambar 5. 7 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-2 untuk DAS Pekik...V-15 Gambar 5. 8 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Nakayasu DAS Condong...V-17 Gambar 5. 9 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Snyder DAS Condong...V-19 Gambar Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-1 untuk DAS Condong...V-21 Gambar Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-2 untuk DAS Condong...V-22 Gambar Skema Model HEC RAS Sistem Sungai Pekik...V-26 Gambar Skema Model HEC RAS Sistem Sungai Condong...V-27 Gambar Input Data Geometri dan Kondisi Batas Pemodelan HEC RAS Sistem Sungai Pekik...V-29 Gambar Input Data Geometri dan Kondisi Batas Pemodelan HEC RAS Sistem Sungai Condong...V-30 Gambar Profil Muka Air Sungai Pekik dengan Q 2 hasil Program HEC-RAS...V-32 Gambar Profil Muka Air Sungai Pekik dengan Q 10 hasil Program HEC-RAS...V-33 Gambar Profil Muka Air Sungai Pekik dengan Q 25 hasil Program HEC-RAS...V-34

10 Halaman ix Gambar Profil Muka Air Sungai Condong dengan Q 2 hasil Program HEC-RAS......V-35 Gambar Profil Muka Air Sungai Condong dengan Q 10 hasil Program HEC-RAS......V-36 Gambar Profil Muka Air Sungai Condong dengan Q 25 hasil Program HEC-RAS......V-37 Gambar 6. 1 Lokasi Area Survey Pengukuran Topografi...VI-3 Gambar 6. 2 Grafik Elevasi Muka Air Pengamatan Pasang Surut...VI-8 Gambar 7. 1 Geologi Regional Lokasi Studi...VII-4 Gambar 7. 2 Peta Zonasi Gempa Indonesia (2012)...VII-6 Gambar 8. 1 Standar Bentuk Tanggul... VIII-3 Gambar 8. 2 Rencana Berm Tanggul dan Kemiringan... VIII-4 Gambar 8. 3 Garis Rembesan dalam Tubung Tanggul... VIII-5 Gambar 8. 4 Tindakan untuk Mengatasi Bocoran Badan Tanggul... VIII-6 Gambar 8. 5 Tindakan untuk Mengatasi Kebocoran Pondasi... VIII-7 Gambar 8. 6 Contoh Penyelesaian Stabilitas Lereng Metode Fellenius... VIII-9 Gambar 8. 7 Klasifikasi Perkuatan Lereng... VIII-10 Gambar 8. 8 Konstruksi Perkuatan Lereng... VIII-11 Gambar 8. 9 Turap Papan... VIII-12 Gambar Turap Beton... VIII-12 Gambar Dranaise Buatan... VIII-22 Gambar Pola Jaringan Drainase Siku... VIII-23 Gambar Pola Jaringan Drainase Pararel... VIII-23 Gambar Pola Jaringan Drainase Grid Iron... VIII-24 Gambar Pola Jaringan Drainase Alamiah... VIII-24 Gambar Pola Radial... VIII-25 Gambar Skema Model HEC RAS Sistem Sungai Pekik... VIII-27 Gambar Skema Model HEC RAS Sistem Sungai Condong... VIII-31

11 Halaman x DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Pembagian Luas Daerah Pengaliran Sungai... II-2 Tabel 2. 2 Jumlah Curah Hujan... II-7 Tabel 2. 3 Jumlah Pelanggan PDAM... II-9 Tabel 2. 4 PDRB Atas Harga Berlaku Pada Tahun di Kabupaten Cirebon (Juta Rupiah)... II-10 Tabel 2. 5 PDRB Atas Harga Konstan Pada Tahun di Kabupaten Cirebon (Juta Rupiah)... II-11 Tabel 2. 6 Jumlah Sarana Pendidikan... II-12 Tabel 2. 7 Jumlah Sarana Kesehatan... II-12 Tabel 2. 8 Jumlah Penduduk dan Rata-rata Penduduk per km 2... II-13 Tabel 2. 9 Jumlah Olahan Ikan (Ton) Menurut Kecamatan... II-15 Tabel 3. 1 Rekapitulasi Data Hujan Maksimum... III-3 Tabel 3. 2 Estimasi Banjir Rencana SungaiKumpulkuista... III-5 Tabel 3. 3 Profil Muka Air Banjir Q 25 pada Beberapa Lokasi... III-5 Tabel 3. 4 Banjir Rencana di Siphon... III-7 Tabel 3. 5 Profil Muka Air Banjir Q III-8 Tabel 3. 6 Estimasi Debit Banjir Sungai Winong... III-10 Tabel 3. 7 Profil Banjir Rencana Sungai Winong... III-10 Tabel 3. 8 Debit Banjir Rencana Sungai Jamblang (Bondet)... III-12 Tabel 3. 9 Profil Muka Air Banjir Rencana Sungai Jamblang (Bondet)... III-12 Tabel 4. 1 Tabel Luas DAS...IV-1 Tabel 4. 2 Data Hujan Harian Maksimum Tahunan yang Digunakan...IV-3 Tabel 4. 3 Hasil Perhitungan Luas Masing-masing DAS...IV-3 Tabel 4. 4 Perhitungan Pengukuran Dispersi Data Hujan...IV-4 Tabel 4. 5 Tabel Parameter Penentu Jenis Sebaran Data Hujan DAS Kumpulkuista...IV-4 Tabel 4. 6 Tabel Parameter Penentu Jenis Sebaran Data Hujan DAS Ciwaringin...IV-5 Tabel 4. 7 Tabel Parameter Penentu Jenis Sebaran Data Hujan DAS Winong...IV-5 Tabel 4. 8 Tabel Parameter Penentu Jenis Sebaran Data Hujan DAS Jamblang...IV-5 Tabel 4. 9 Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Kumpulkuista (i)...iv-6 Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Kumpulkuista (ii)...iv-6

12 Halaman xi Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Ciwaringin (i)...iv-6 Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Ciwaringin (ii)...iv-7 Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Winong (i)...iv-7 Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Winong (ii)...iv-7 Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Jamblang (i)...iv-8 Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Tabel Jamblang (ii)...iv-8 Tabel Perhitungan Debit Banjir Rencana DAS Kumpulkuista Metode FSR Jawa - Sumatera... IV-10 Tabel Tabel Perhitungan Debit Banjir Rencana DAS Ciwaringin Metode FSR Jawa - Sumatera... IV-11 Tabel Tabel Perhitungan Debit Banjir Rencana DAS Winong Metode FSR Jawa - Sumatera... IV-11 Tabel Tabel Perhitungan Debit Banjir Rencana DAS Jamblang Metode FSR Jawa - Sumatera... IV-12 Tabel Unit Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu DAS Kumpulkuista... IV-13 Tabel Unit Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu DAS Ciwaringin... IV-14 Tabel Unit Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu DAS Winong... IV-16 Tabel Unit Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu DAS Jamblang... IV-17 Tabel Debit Banjir Rencana Terpilih sebagai Input HEC-RAS... IV-28 Tabel 5. 1 Jaringan Hidrometri (Stasiun Curah Hujan) di sekitar DAS Pekik dan DAS Condong...V-1 Tabel 5. 2 Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Gumbel Stasiun Cirebon...V-3 Tabel 5. 3 Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Gumbel Stasiun Krangkeng...V-3 Tabel 5. 4 Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Gumbel Stasiun Wanasaba Kidul...V-4 Tabel 5. 5 Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Gumbel Stasiun Cangkring...V-4 Tabel 5. 6 Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Gumbel Stasiun Sindangjawa...V-4

13 Halaman xii Tabel 5. 7 Tabel 5. 8 Tabel 5. 9 Tabel Tabel Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Log Person III Stasiun Cirebon...V-5 Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Log Person III Stasiun Krangkeng...V-6 Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Log Person III Stasiun Wanasaba Kidul...V-6 Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Log Person III Stasiun Cangkring...V-6 Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Log Person III Stasiun Sindang Jawa...V-7 Tabel Resume Hasil Analisis Uji Smirnov Kolmogorov untuk Distribusi Gumbel Tabel dan Log Person III DAS Pekik dan Condong...V-8 Resume Hasil Analisis Uji Chi - Square untuk Distribusi Gumbel dan Log Person III DAS Pekik dan Condong...V-9 Tabel Resume Curah Hujan Terpilih Periode Ulang 2, 5, 20, 25, 50 dan 100 Tahun...V-9 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Nakayasu DAS Pekik...V-10 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Snyder DAS Pekik...V-11 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-1 DAS Pekik...V-13 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-2 DAS Pekik...V-15 Tabel Resume Debit Banjir Rencana DAS Pekik...V-16 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Nakayasu DAS Condong......V-16 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Snyder DAS Condong..V-18 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-1 DAS Condong...V-20 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-2 DAS Condong...V-21 Tabel Resume Debit Banjir Rencana DAS Condong...V-22 Tabel Debit Eksisting di Sungai Pekik...V-23 Tabel Debit Eksisting di Sungai Condong...V-23 Tabel 6. 1 Jumlah BM Terpasang...VI-5 Tabel 6. 2 Data Pengamatan Pasang Surut di Lokasi Studi (Sungai Jamblang)...VI-6 Tabel 6. 3 Evaluasi Ketelitian Pengukuran Poligon...VI-9 Tabel 6. 4 Evaluasi Ketelitian Pengukuran Sipat Datar...VI-9 Tabel 7. 1 Koordinat Titik-titik Investigasi Geoteknik...VII-7 Tabel 7. 2 Uraian Bor Log...VII-7 Tabel 7. 3 Uraian Test Pit Log...VII-9 Tabel 7. 4 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.1... VII-11

14 Halaman xiii Tabel 7. 5 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.2... VII-12 Tabel 7. 6 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.3... VII-13 Tabel 7. 7 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.5... VII-14 Tabel 7. 8 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.6... VII-15 Tabel 7. 9 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.7... VII-16 Tabel Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.8... VII-17 Tabel Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.9... VII-18 Tabel Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH VII-19 Tabel 8. 1 Hubungan Antara Debit Banjir Rencana dan Tinggi Jagaan... VIII-3 Tabel 8. 2 Hubungan Antara Debit Rencana dan Lebar Puncak Tanggul... VIII-4 Tabel 8. 3 Hubungan antara Debit Banjir Rancangan dengan Lebar Sungai... VIII-16 Tabel 8. 4 Resume Debit Banjir Rencana DAS Pekik... VIII-26 Tabel 8. 5 Debit Eksisting di Sungai Pekik... VIII-28 Tabel 8. 6 Resume Debit Banjir Rencana DAS Condong... VIII-30 Tabel 8. 7 Debit Eksisting di Sungai Condong... VIII-32 Tabel 9. 1 Rekapitulasi Daftar Kuantitas dan Harga...IX-2 Tabel 9. 2 Daftar Kuantitas dan Harga Sistem A...IX-3 Tabel 9. 3 Daftar Kuantitas dan Harga Sistem B...IX-6 Tabel 9. 4 Daftar Harga Satuan Pekerjaan...IX -7 Tabel Jadwal Pembangunan Penanggulangan Banjir Di Sistem A...X-4 Tabel Jadwal Pembangunan Penanggulangan Banjir Di Sistem B...X-4 Tabel Kebutuhan Biaya Konstruksi Usulan Pekerjaan di Sistem A...X-5 Tabel Kebutuhan Biaya Konstruksi Usulan Pekerjaan di Sistem B...X-5 Tabel Nilai Bangunan Permukiman yang Terendam Banjir...X-6 Tabel Nilai Kerugian Langsung Banjir...X-7 Tabel Nilai Kerugian Tidak Langsung...X-8 Tabel Kelayakan Proyek...X-12

15 Halaman I - 1 BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG PEKERJAAN Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung memiliki luas wilayah ± km 2, terdiri dari 4 sub wilayah sungai, di antaranya adalah Sub Wilayah Sungai Pantura-Cirebon- Indramayu (Ciayu) dengan luas ± km 2, yang merupakan kumpulan sungai-sungai kecil (minor river) yang bermuara ke Laut Jawa. Sungai utama yang berada di Sub Wilayah Sungai Pantura-Ciayu sebelah Barat adalah Sungai Pekik, Condong, Jamblang, Winong, Ciwaringin, dan Kumpulkuista. Antara Sungai Winong dan Sungai Ciwaringin terdapat sungai kecil, yaitu Sungai Sigranala dan antara Sungai Ciwaringin dan Sungai Kumpulkuista juga terdapat sungai kecil, yaitu Sungai Situnggak. Dari Sungai Winong sampai dengan Sungai Kumpulkuista terdapat saluran pengumpul (collector drain) dengan tujuan utama untuk menampung air baku (sistem long storage) dan dimanfaatkan untuk mengairi sawah penduduk di daerah sekitarnya (pada musim kemarau), namun pada musim hujan terjadi genangan akibat tidak adanya sistem drainase yang memadai pada lokasi tersebut. Hal ini diperparah lagi dengan ketinggian air di sungai utama dan terjadi pasang air laut. Tingginya fluktuasi sumber daya air antara musim hujan dan musim kemarau menandakan telah menurunnya kondisi daerah resapan air di wilayah ini baik segi luasannya maupun fungsinya. Hal ini disebabkan meningkatnya alih fungsi lahan di daerah resapan. Curah hujan dengan intensitas 81 mm selama 5 jam telah terjadi pada hari Sabtu tanggal 24 Desember 2011, dan mengakibatkan genangan banjir yang diikuti dengan kejadian pasang air laut sehingga air tidak lancar mengalir ke laut. Genangan banjir terjadi di perumahan Villa Intan, Desa Kali Sapu, Desa Grogol, Desa Wanakaya, Desa Babadan dan daerah yang berada di hulu (upstream) di sebelah Selatan dari saluran pengumpul, serta jalan raya Pantura antara Cirebon-Indramayu.

16 Halaman I MAKSUD DAN TUJUAN PEKERJAAN Maksud dari pekerjaan ini adalah : 1. Melakukan evaluasi dan analisis masalah banjir dan kekeringan yang terjadi pada daerah antara Sungai Pekik dan Sungai Condong, serta antara Sungai Jamblang dan Sungai Kumpulkuista. 2. Membuat kerangka pola pengendalian banjir pada lokasi tersebut di atas. 3. Menyiapkan gambar perencanaan (DED) untuk pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan (fisik). 4. Membuat prakiraan biaya, jadwal pelaksanaan, serta metode pelaksanaan. Tujuan dari pekerjaan ini adalah untuk memperoleh hasil kajian yang sesuai dengan kondisi lapangan saat ini, serta solusi terhadap masalah genangan banjir pada lokasi tersebut di atas dengan tetap memperhatikan dan mengoptimalkan sistem penyediaan air baku yang telah ada. 1.3 SASARAN PEKERJAAN Sasaran pekerjaan ini adalah : 1. Melakukan pengukuran topografi pada sungai dan daerah genangan di sekitar saluran pengumpul, yang menghasilkan data ukur dan gambar peta situasi, profil memanjang sungai serta profil melintang sungai. 2. Melakukan investigasi geologi dan penyelidikan mekanika tanah, serta analisis laboratorium, untuk mengetahui kondisi geologi dan aspek geoteknik dalam perencanaan struktur bangunan. 3. Melakukan analisis hidrologi yang menghasilkan besaran debit banjir rencana dengan berbagai periode ulang. 4. Melakukan analisis permasalahan genangan banjir, agar genangan dan waktu genangan dapat dieliminir sekecil mungkin dengan tetap mempertimbangkan sistem tampungan air baku yang akan dimanfaatkan pada musim kemarau. 5. Membuat gambar Detail Engineering Design terhadap rencana penanggulangan genangan banjir dan rencana rehabilitasi terhadap sarana dan prasarana pengendalian banjir dan penyediaan air baku yang telah ada. 6. Membuat laporan pelaksanaan pekerjaan. 1.4 RUANG LINGKUP PEKERJAAN Lingkup pekerjaan dan jenis pekerjaan Perencanaan Penanggulangan Genangan Banjir antara Sungai Pekik sampai dengan Sungai Kumpulkuista adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan Data dan Survey Lapangan Pengumpulan data primer dan sekunder. Survey pendahuluan.

17 Halaman I - 3 Data-data lain yang berkaitan dengan pekerjaan. 2. Pengukuran Topografi Pengukuran dan pemetaan situasi skala 1 : Pengukuran dan penggambaran potongan melintang.dan memanjang sungai. 3. Penelitian Geologi Penelitian geologi di 4 (empat) lokasi yang terdiri dari pekerjaan : Pemboran inti masing-masing 2 titik dengan kedalaman 20 meter. Pengambilan contoh tanah tak terganggu sebanyak masing-masing 2 sampel. Standard Penetration Test (SPT) sebanyak 24 tes. Pengujian laboratorium meliputi : 1) Spesific Gravity = 36 sampel 2) Unit Density = 36 sampel 3) Natural Water Content = 36 sampel 4) Atterberg Limit = 36 sampel 5) Grain Size Analysis = 12 sampel 6) Direct Shear = 36 sampel 7) Triaxial UU = 12 sampel 8) Compaction Test = 12 sampel (Proctor Test) 9) Consolidation Test = 12 sampel 10) Analysis Coarse Agregat = 6 sampel (batuan) 4. Perencanaan Detail Desain terdiri dari : Review design terhadap struktur bangunan pengendali banjir yang telah ada serta perencanaan detail desain di daerah genangan di sekitar saluran pengumpul. Perencanaan detail desain bangunan lainnya, misalnya konstruksi untuk menanggulangi longsoran tebing, gerusan sungai, dan lain-lain. Melakukan perhitungan stabilitas struktur bangunan yang direncanakan. Penyiapan gambar desain untuk dokumen lelang. Pembuatan prakiraan biaya proyek. Pembuatan jadwal pelaksanaan. Pembuatan metode pelaksanaan. 1.5 KELUARAN Keluaran dan laporan yang harus diserahkan dalam pekerjaan ini adalah sebagai berikut : a. Laporan Rencana Mutu Kontrak (RMK); b. Laporan Pendahuluan, dibuat sebanyak 10 (sepuluh) rangkap;

18 Halaman I - 4 c. Laporan Bulanan, dibuat sebanyak 10 (sepuluh) rangkap selama 5 (lima) bulan; d. Laporan Antara/Interim, dibuat sebanyak 10 (sepuluh) rangkap; e. Sementara, dibuat sebanyak 10 (sepuluh) rangkap; f., dibuat sebanyak 10 (sepuluh) rangkap; g. Laporan Hidrologi dan Hidrometri, dibuat sebanyak 10 (sepuluh) rangkap; h. Laporan Geologi dan Mektan, dibuat sebanyak 10 (sepuluh) rangkap; i. Laporan Survey Pengukuran, dibuat sebanyak 10 (sepuluh) rangkap; j. Laporan Hasil Analisa Ekonomi, dibuat sebanyak 10 (sepuluh) rangkap; k. Laporan Rencana Anggaran Biaya, dibuat sebanyak 10 (sepuluh) rangkap; l. Laporan Spesifikasi Teknik dan Dokumen Tender, dibuat sebanyak 10 (sepuluh) rangkap; m. Laporan Pedoman O&P, dibuat sebanyak 10 (sepuluh) rangkap; n. Gambar Desain pada kertas Kalkir A1; o. Album Gambar A1, reproduksi blue-print sebanyak 5 (lima) set; p. Album Gambar A3, dibuat sebanyak 5 (lima) set; q. Laporan dalam bentuk CD/DVD, dibuat sebanyak 10 (sepuluh) keping. 1.6 LOKASI PEKERJAAN Lokasi pekerjaan ini terletak di wilayah antara Sungai Pekik dan Sungai Condong, serta antara Sungai Jamblang dan Sungai Kumpulkuista di Pantura Cirebon-Indramayu bagian Barat.

19 Halaman I - 5 S. Kumpulkuista S. Ciwaringin S. Sigranala S. Winong S. Jamblang S. Pekik Gambar 1. 1 Lokasi Wilayah Studi

20 Halaman I - 6 DAS KUMPULKUISTA DAS CIWARINGIN DAS TERWU DAS SIGRANALA DAS WINONG DAS CONDONG DAS JAMBLANG/BONDET DAS PEKIK Gambar 1. 2 Peta DAS Lokasi Studi

21 Halaman I DASAR HUKUM & REFERENSI Dasar hukum dan referensi pekerjaan Perencanaan Penanggulangan Genangan Banjir antara Sungai Pekik sampai dengan Sungai Kumpulkuista adalah sebagai berikut : Undang-Undang Dasar 1945; UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; PP No. 38 tahun 2011 tentang Sungai; PP No. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air; Keppres No. 12 tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai; Permen PU No. 11ª/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai; Kepmen PU No. 267/KPTS/M/2010 tentang Pola Pengelolaan Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung; Kriteria Perencanaan (KP) Sungai; Kriteria Perencanaan Pengendalian Banjir; Standar Nasional Indonesi (SNI); NSPM lainnya.

22 Halaman I - 8 DAFTAR ISI BAB I... 1 P E N D A H U L U A N LATAR BELAKANG PEKERJAAN MAKSUD DAN TUJUAN PEKERJAAN SASARAN PEKERJAAN RUANG LINGKUP PEKERJAAN KELUARAN LOKASI PEKERJAAN DASAR HUKUM & REFERENSI... 7 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 1 Lokasi Wilayah Studi... 5 Gambar 1. 2 Peta DAS Lokasi Studi... 6 DAFTAR TABEL No table of figures entries found.

23 Halaman II - 1 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 2.1 PROFIL DAERAH ALIRAN SUNGAI Pendahuluan Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan batas, sekaligus sebagai pintu gerbang Propinsi Jawa Tengah. Wilayah Kecamatan yang terletak sepanjang jalur pantura termasuk pada dataran rendah yang memiliki letak ketinggian antara 0 10 m dari permukaan air laut, sedangkan wilayah kecamatan yang terletak di bagian selatan memiliki letak ketinggian antara m dari permukaan laut. Kabupaten Cirebon dilalui oleh 18 aliran sungai yang berhulu di bagian selatan. Sungai-sungai yang ada di Kabupaten Cirebon yang tergolong besar antara lain Cisanggarung, Ciwaringin, Cimanis, Cipager, Pekik, dan Kalijaga. Pada umumnya, sungai-sungai besar tersebut dipergunakan untuk pengairan pesawahan dan keperluan sehari-hari masyarakat. Sebaran sungai di wilayah Kabupaten Cirebon memberikan gambaran proporsi pembagian air yang cukup baik, sebagaimana yang terpola pada luas daerah pengaliran sungai. Berdasarkan sebaran jaringan irigasi, maka banyak lahan sawah irigasi yang digunakan pertanaman padi atau padi-palawija hingga intensitas tanam sebesar 300%. Pembagian WAS dan DAS yang menggambakan luas daerah pengaliran sungai dapat dilihat pada tabel 2.1.

24 Halaman II - 2 Tabel 2. 1 Pembagian Luas Daerah Pengaliran Sungai No Daerah Aliran Sungai Luas Daerah Pengaliran Sungai Wilayah Aliran Sungai 1 Cisanggarung a. Condong - Kalijaga 1) Condong 2364,47 2) Pekik 21153,76 3) Kedung Pane 11222,19 b. Kanci - Ciberes 1) Kanci 32855,72 2) Pangarengan 18703,34 3) Bangkaderes 69778,88 4) Cijurangrejo 1361,87 5) Ciberes 30790,66 2 Cimanuk Hilir Kumpulkuista- Jamblang 1) Kumpulkuista 27099,31 2) Ciwaringin 412,55 3) Winong 15852,36 4) Jamblang 23090,54 Wilayah Kabupaten Cirebon terbagi dalam 2 pola aliran sungai yaitu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisanggarung di Timur dan Cimanuk Hilir di Barat. Masing-masing DAS dibagi menjadi Wilayah Aliran Sungai (WAS) yang kemudian dibagi lagi menjadi Daerah Pengairan Sungai (DPS). DAS Cisanggarung terbagi atas : a. WAS Condong-Kalijaga terdiri dari DPS Sawit (107 Km 2 ), DPS Condong (33 m2), DPS Pekik (51 Km 2 ), DPS Kedung Pane (26 Km 2 ). b. WAS Kanci-Cirebon terdiri atas DPS Kanci (34 Km 2 ), DPS Pangarengan (36 Km 2 ), DPS Bangkaderes (188 Km 2 ), DPS Cijarangjero (41 Km 2 ), DPS Ciberes (72 Km 2 ) dan DPS Pantai (104 Km 2 ). DAS Cimanuk Hilir sebenarnya terdiri atas lima WAS, tetapi yang termasuk wilayah Kabupaten Cirebon hanya satu WAS, yaitu WAS Kumpul Kwista - Jamblang Administratif Wilayah Pekerjaan Sungai Kumpulkuista merupakan salah satu sungai besar yang terdapat di Kabupaten Cirebon, yang sebagian kecil sungainya masuk dalam administratif Kabupaten Indramayu, berbatasan di kawasan Pantura-Ciayu. Sungai- sungai besar tersebut memiliki peran sangat penting dalam mengatasi kekurangan air saat di musim kemarau. Sungai utama yang berada di Sub Wilayah Sungai Pantura-Ciayu sebelah Barat adalah Sungai Pekik, Condong, Jamblang, Winong, Ciwaringin, dan Kumpulkuista. Antara Sungai Winong dan Sungai Ciwaringin terdapat sungai kecil, yaitu Sungai Sigranala dan antara Sungai Ciwaringin dan Sungai Kumpulkuista juga terdapat sungai kecil, yaitu Sungai Situnggak.

25 Halaman II - 3 Secara administratif di wilayah penanganan banjir ini, yaitu di tujuh sungai antara Sungai Pekik sampai dengan Sungai Kumpulkuista, terdapat 7 kecamatan, yang terletak di Kabupaten Cirebon. yaitu : a. Kecamatan Kapetakan b. Kecamatan Gegesik c. Kecamatan Kaliwedi d. Kecamatan Arjawinangun e. Kecamatan Panguragan f. Kecamatan Suranenggala g. Kecamatan Gunungjati Sungai-sungai tersebut menjadi pemasok kebutuhan air saat musim kemarau, namun seringkali menyebabkan banjir disaat musim hujan dan terjadi kekeringan dibeberapa kawasan saat di musim kemarau. Sehingga perlunya penanganan banjir dan kekeringan di kawasan 7 sungai tersebut yaitu di Sungai Pekik hingga Sungai Kumpul Kuista. Batas Wilayah penanganan banjir dan kekeringan ini yaitu sepanjang aliran sungai hingga muara, bagian hulu dibatasi dengan rel kreta api dan bagian hilir dibatasi dengan laut Jawa, Sungai Pekik dengan panjang m, Sungai Condong m, Sungai Bondet/Jamblang m, Winong m, Sigranalla m, Sungai Ciwaringin m dan Sungai Kumpul Kuista dengan panjang m. Total panjang sungai yang menjadi prioritas dalam identifikasi penanganan banjir yaitu sepanjang 60,6 km.

26 Halaman II - 4 Kaliwed Gegesik Kapetakan Panguragan Arjawinangun Suranenggala Gunungjati Gambar 2. 1 Peta Administratif Wilayah Studi

27 Halaman II - 5 Gambar 2. 2 Batas Lokasi Wilayah Studi (Sungai Pekik s/d Sungai Kumpulkuista)

28 Halaman II KONDISI GEOGRAFIS Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian Timur dan merupakan batas, sekaligus sebagai pintu gerbang menuju Propinsi Jawa Tengah. Dalam sektor pertanian, Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah produsen beras yang terletak di jalur Pantura. Letak daratannya memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Dilihat dari permukaan tanah/daratannya dapat dibedakan menjadi dua bagian, pertama daerah dataran rendah umumnya terletak di sepanjang Pantai Utara Pulau Jawa, yaitu Kecamatan Gegesik, Kaliwedi, Kapetakan, Arjawinangun, Panguragan, Klangenan, Cirebon Utara, Cirebon Barat, Weru, Astanajapura, Pangenan, Karangsembung, Waled, Ciledug, Losari, Babakan, Gebang, Palimanan, Plumbon, Depok dan Kecamatan Pabedilan. Sedangkan sebagian lagi termasuk pada daerah dataran tinggi. Ketujuh sungai yang berada di Kabupaten Cirebon dan menjadi obyek identifikasi penanganan banjir, yaitu Sungai Pekik hingga Sungai Kumpulkuista ini posisinya cukup strategis karena dilintasi jalur Pantai Utara Jawa yang mempertemukan arus lalu lintas Jawa Barat Jawa Tengah dan terletak = di antara BT dan LS. Batas Wilayah Sungai Pekik hingga Sungai Kumpulkuista adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Kabupaten Indramayu; Sebelah Timur : Laut Jawa; Sebelah Barat : Kecamatan Cikedung; Sebelah Selatan : Kota Cirebon. 2.3 KONDISI KLIMATOLOGI Seperti halnya Indonesia pada umumnya Kabupaten Cirebon mengalami dua musim yaitu musim kemarau dan penghujan, antara lain dipengaruhi adanya arus angin yang melintasi suatu daratan serta banyak tidaknya kandungan uap air. Faktor iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri dari daerah pantai dan perbukitan terutama daerah bagian utara, timur, dan barat, sedangkan daerah bagian selatan merupakan daerah perbukitan. Kelembaban udara berkisar antara ± 48-93% dengan kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Januari-Maret dan angka terendah terjadi pada bulan Juni-Agustus, dengan bulan kering 5,4 bulan dan 6,6 bulan basah, suhu berkisar 23 C sampai 33 C, dengan curah hujan rata-rata 258,3 mm/tahun, curah hujan tertinggi pada bulan Nopember mecapai 620,5 mm dengan hari hujan rata-rata 8 hari dalam sebulan. Jenis tanah di Kabupaten Cirebon adalah Alluvial, Regosol, Grumosol, Mediteran dan Podsolik merah kuning, ph tanah berkisar 5,5 sampai 6,0.

29 Halaman II - 7 Tabel 2. 2 Jumlah Curah Hujan Bulan Nomer dan Tempat Station Cangkring S.Jawa Cirebon Wns.Kidul Mndrcn Linggarjati Arjawng Krangkeng 1. Januari , Februari , , Maret , , April ,6 163, Mei , Juni Juli Agustus September Oktober November , Desember Jumlah ,5 2921, KONDISI SUMBER DAYA AIR Sumber daya air pada suatu kawasan terdiri atas air hujan, air permukaan, air tanah, maupun air laut yang berada di daratan. Faktor klimatologis, topografis dan geologis sangat mempengaruhi potensi SDA tersebut. Kebutuhan dan pemanfaatan air di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh karakteristik masyarakatnya. Karakteristik penduduknya secara spesifik sangat berbeda antara kelompok penduduk yang bermukim di pesisir pantai yang pada umumnya adalah nelayan dengan mereka yang bermukim di daerah perbatasan wilayah administrasi bagian selatan yang umumnya terdiri dari kelompok petani. Kabupaten Cirebon memiliki cukup banyak daerah rawan air bersih mengingat kondisi geografisnya, lokasi daerah rawan air di Kabupaten Cirebon umumnya terletak di daerah perbatasan wilayah administrasi serta di pesisir pantai utara Jawa Barat. Sumber daya air yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu melalui air sungai, sumur dan pelayanan dari PDAM. Terjadinya rawan air bersih seringkali terjadi disebabkan pengelolaan air yang belum maksimal sehingga terjadi banjir pada musim hujan dan terjadi kekeringan pada musim kemarau. Setiap tahun saat musim hujan hampir seluruh Kecamatan di bagian utara Kabupaten Cirebon mengalami banjir, khususnya pada tujuh kecamatan yaitu Kapetakan, Gegesik, Kaliwedi, Arjawinangun, Panguragan, Suranenggala dan Guningjati. Paling parah terjadi di Kecamatan Gunung Jati di 5 desa, yaitu Desa Astana, Wanakaya, Grogol, Kalisapu dan Babadan terendam banjir hingga ketinggian hampir dua meter. Sedangkan pada musim kemarau, sumber mata air seperti sumur dan sungai secara berangsur terus menyusut. Pada musim kemarau, air sumur lebih terasa lebih asin,

30 Halaman II - 8 sehingga tidak dapat dimanfaatkan sebagai air minum. Sehingga kebutuhan air bersih masyarakat harus dipenuhi dengan membeli. Gambar 2. 3 Kondisi Sungai Winong Saat Musim Kemarau Gambar 2. 4 Kondisi Sungai Sigranala Saat Musim Kemarau Pada umumnya potensi sumber daya air sebagian besar terletak di luar Kabupaten Cirebon, sehingga diperlukanya manajemen PDAM dalam memenuhi kebutuhan air bersih di Kabupaten Cirebon. Walaupun setiap tahunnya jumlah pelanggan PDAM terus meningkat, Namun pelayanan PDAM belum memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat, hal tersebut dipengaruhi oleh sistem perpipaan dan tingkat kemampuan masyarakat dalam berlangganan.

31 Halaman II - 9 Tabel 2. 3 Jumlah Pelanggan PDAM Kecamatan SL/ Pelanggan Pemakaian (m³) Kapetakan Gegesik Kaliwedi Arjawinangun Panguragan - - Suranenggala Gunungjati - - Gambar 2. 5 Peta Pelayanan PDAM Kabupaten Cirebon 2.5 KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN CIREBON Pada tahun 2010 Kabupaten Cirebon memiliki jumlah penduduk sebanyak jiwa. Namun persebaran penduduk yang ada di Kabupaten Cirebon tidaklah merata. Hal ini disebabkan kondisi dan potensi masing-masing wilayah kecamatan yang tidak sama. Wilayah yang padat penduduknya cenderung berada di pusat kota kecamatan dan daerah perkotaan. Roda perekonomian kabupaten Cirebon ditopang oleh pertanian dan perdagangan. Pada tahun 2000 sampai dengan tahu 2002 kedua sektor ini menyumbang lebih dari 50% pendapatan domestik regional bruto (PDRB) kabupaten. Sektor pertanian yang terdiri dari tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan, di saat krisis ekonomi tahun 1998 menyumbang 27,4%.tahun sebelumnya 19,8%. Dua tahun kemudian kontribusi pertanian dalam kegiatan ekonomi kabupaten menjadi 30,9%.

32 Halaman II - 10 Sektor pertanian merupakan sektor andalan bagi Kabupaten Cirebon, terlihat dari kontribusinya terhadap PDRB yang masih di atas 30%. Sektor pertanian meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakanan, dan perikanan. Adapun komoditi perkebunan di Kabupaten Cirebon meliputi kelapa, cengkeh, kenanga, tebu, lada, kapuk, dan melinjo. Gambar 2. 6 Persentase Kontribusi Sektor-sektor di Kabupaten Cirebon Sektor pertanian masih yang paling besar kontribusinya dalam perekonomian Kabupaten Cirebon dengan memberikan sumbangan sebesar Rp juta (PDRB Atas Dasar Harga Berlaku) atau 31,14% dari seluruh total PDRB Kabupaten Cirebon, ini embuktikan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Cirebon masih sangat dominan. Tabel 2. 4 PDRB Atas Harga Berlaku Pada Tahun di Kabupaten Cirebon (Juta Rupiah) No Sektor Pertanian Pertambangan/ Penggalian Industri Pengolahan Listrik Gas dan Air bersih Bangunan atau Konstruksi Perdagangan, Hotel, Restoran Pengangkutan dan Komnikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total

33 Halaman II - 11 Tabel 2. 5 PDRB Atas Harga Konstan Pada Tahun di Kabupaten Cirebon (Juta Rupiah) No Sektor Pertanian Pertambangan/ Penggalian Industri Pengolahan Listrik Gas dan Air bersih Bangunan atau Konstruksi Perdagangan, Hotel, Restoran Pengangkutan dan Komnikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total KONDISI FASILITAS SOSIAL DAN FASILITAS UMUM Sarana Sosial Pembangunan merupakan suatu proses untuk mengoptimalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Pembangunan berkaitan dengan aspek fisik seperti sarana dan prasarana, dan aspek non fisik seperti pendidikan dan kesehatan. Fasilitas sosial di Kabupaten Cirebon Akan diwakili dengan jumlah sarana pendidikan dan kesehatan. Penyebaran Sekolah Dasar di Kabupaten Cirebon sudah cukup merata dan proporsional dengan jumlah penduduk secara umum. Pada tahun 2010 jumlah Sekolah Dasar yang terbanyak terdapat di Kecamatan Sumber dengan jumlah murid murid. Sedangkan jumlah SLTP (negeri dan swasta) di Kabupaten Cirebon sebanyak 148 sekolah dengan murid. Sarana Kesehatan di Kabupaten Cirebon terdapat 7 Rumah Sakit Umum (termasuk RS Paru-paru), 53 Puskesmas Umum, 65 Puskesmas Pembantu, 208 Puskesmas Keliling, 77 Balai Pengobatan, 26 Klinik Bersalin dan 68 Apotek. Selain sarana kesehatan, Kabupaten Cirebon juga memiliki personel kesehatan sebanyak 132 dokter umum, 33 dokter gigi, 635 perawat umum, 46 perawat gigi dan 591 bidan.

34 Halaman II - 12 Tabel 2. 6 Jumlah Sarana Pendidikan Kecamatan TK SD SLTP SLTA SMK Kapetakan Gegesik Kaliwedi Arjawinangun Panguragan Suranenggala Gunungjati Tabel 2. 7 Jumlah Sarana Kesehatan Rumah Puskesmas Kecamatan Sakit Umum Pembantu Keliling Kapetakan Balai Pengobat Gegesik Kaliwedi Arjawinangun Panguragan Suranenggala Klinik Bersalin Gunungjati Sarana Umum Cirebon berada di jalur pantura, sebagai pintu gerbang utama provinsi Jawa Barat di sebelah timur, yakni di Kecamatan Losari. Pada waktu musim mudik, jalur ini merupakan salah satu yang terpadat di Indonesia. Cirebon juga terdapat jalan tol Palimanan-Kanci. Keberadaan sarana penghubung di Kabupaten Cirebon relatif cukup baik dilihat dari kondisi jalan kabupaten, jalan propinsi maupun jalan negara yang hampir semuanya berkondisi baik/sedang. Kelas jalan untuk kategori jalan lintas umum membentang sepanjang 407,1 km dan jaringan strategis sepanjang 233,90 km (untuk jalan kabupaten). Kondisi jalan secara umum belum memadai. Akses jalan di beberapa kecamatan, desa dan pusatpusat produksi atau lokasi sumber daya alam yang menghubungkan ke daerahdaerah pemasaran atau pelabuhan belum dapat dibangun seluruhnya. Status jalan yang terdapat di Kabupaten Cirebon adalah : 635,09 km merupakan jalan kabupaten, 53,25 km jalan propinsi dan 83,88 km jalan negara. Panjang jalan yang rusak (rusak dan rusak berat) adalah 90,37 km atau 15,33%. Kabupaten Cirebon memiliki beberapa stasiun kereta api sebagai salah satu penghubung prasarana transportasi antara jawa barat dan jawa tengah. Adapun stasiun tersebut diantaranya : a. Stasiun Kejaksan; b. Stasiun Perujakan; c. Stasiun Ciledug; d. Stasiun Arjawinangun; e. Stasiun Kaliwedi; f. Stasiun Karangsuwung;

35 Halaman II - 13 g. Stasiun Losari; h. Stasiun Babakan; i. Stasiun Cangkring; j. Stasiun Bangoduo; k. Stasiun Ciledug. Untuk kegiatan pasar terkonsentrasi di Kecamatan Arjawinangun dan Weru/Pleret. Kegiatan industri skala kecil dan menengah sebagian besar terkonsentrasi di Tegalwangi. 2.7 KONDISI KEPENDUDUKAN Kabupaten Cirebon adalah salah satu di antara kabupaten-kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang mempunyai jumlah penduduk cukup besar. Penduduk Kabupaten Cirebon pada tahun 2010 adalah sebanyak jiwa dan dengan luas wilayah administratif 990,36 km 2 maka rata-rata kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Cirebon adalah sebesar jiwa per km 2. Dari total penduduk sebanyak jiwa, jiwa diantaranya adalah perempuan sehingga seks rasionya adalah 105. Persebaran penduduk Kabupaten Cirebon per Kecamatan hingga pada tahun 2010 masih menunjukkan kondisi kurang merata seperti pada tahuntahun sebelumnya. Penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Sumber yaitu sebanyak jiwa dengan sebaran/distribusi penduduknya sebesar 3,92 % dan yang terkecil adalah Kecamatan Pasaleman dengan jumlah penduduk hanya jiwa (sebaran penduduk sebesar 1,21 %). Kepadatan penduduk di masing-masing Kecamatan juga menunjukkan ketidakmerataan. Hal ini disebabkan kondisi dan potensi masing-masing wilayah kecamatan yang tidak sama. Makin padatnya penduduk cenderung di pusat kota kecamatan dan daerah perkotaan, dimana banyak terdapat kegiatankegiatan ekonomi masyarakat di berbagai bidang usaha yang dapat memberikan lapangan pekerjaan seperti perdagangan, industri, pengangkutan, pertanian, pertambangan, pemerintahan, jasa-jasa dan lain-lain. Tabel 2. 8 Jumlah Penduduk dan Rata-rata Penduduk per km 2 Luas Jumlah Rata-rata Kecamatan Wilayah Desa Rumah Tangga Penduduk Penduduk (m²) Kapetakan 60, Gegesik 60, Kaliwedi 27, Arjawinangun 24, Panguragan 20, Suranenggala 22, Gunungjati 20,

36 Halaman II - 14 Gambar 2. 7 Grafik Kepadatan Penduduk Kabupaten Cirebon 2.8 KONDISI PERTANIAN DAN PERIKANAN KABUPATEN CIREBON Pertanian Kabupaten Cirebon merupakan lumbung padi, palawija dan sayuran dataran rendah, dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Cirebon dan untuk memasok kebutuhan masyarakat di sekitarnya, bahkan turut memasok kebutuhan masyarakat Jawa Barat dan kebutuhan nasional. Hasil pertanian Kabupaten Cirebon juga berperan dalam rangka memantapkan ketahanan pangan sektor pertanian masih merupakan sektor andalan bagi Kabupaten Cirebon, terlihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto yang masih di

37 Halaman II - 15 atas 30%. Sektor pertanian dimaksud meliputi Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan dan Perikanan. Potensi areal mencapai Ha, dengan luas tanam Ha dan kapasitas produksi : ton/tahun (GKG). Kawasan andalan penyebaran budi daya padi terdapat pada kecamatan Kapetakan, Gegesik, Kaliwedi, Susukan, Panguragan, Arjawinangun, Suranenggala, Ciwaringin, Palimanan, Klangenan, Dukupuntang, Beber dan Sedong Perikanan Salah satu sumber devisa bagi Kabupaten Cirebon adalah sector perikanan. Perikanan disini meliputi perikanan darat (kolam dan waduk), perikanan tambak, perikanan laut, dan ikan olahan. Ikan olahan merupakan sub sektor perikanan yang mampu menghasilkan nilai produksi terbesar diantara perikanan lainnya, dengan nilai produksi sebesar 518,032 milyar rupiah, maka ikan olahan merupakan primadona baru bagi Kabupaten Cirebon terutama pengalengan ikan yang mampu menyumbang lebih kurang 51,81% dari total nilai produksi ikan olahan tersebut. Tabel 2. 9 Jumlah Olahan Ikan (Ton) Menurut Kecamatan Kecamatan Ikan Olahan Ikan Laut Losari Gebang Pabuaran Mundu Gunungjati Klangenan Kapetakan Astanajapura Jamblang Greged Suranenggala Sumber Total

38 Halaman II - 16 Gambar 2. 8 Peta Sebaran Wilayah Budi Daya Padi 2.9 PENGEMBANGAN RUANG Untuk mendukung produktivitas pembangunan dan untuk mendorong pengembangan wilayah, maka dalam rangka memanfaatkan ruang secara proporsional dilakukan dengan menyusun tata ruang wilayah. Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon disusun secara global sebagai pijakan kegiatan baik bagi pemerintah, bagi masyarakat, dan bagi para pelaku usaha.

39 Halaman II - 17 Adapun Pola Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Cirebon di antaranya adalah : 1. Rencana pemanfaatan lahan non budidaya a) a.kawasan lindung mutlak b) Kawasan konservasi pantai c) Kawasan badan air (sungai, danau dan mata air) 2. Rencana pemanfaatan kawasan budidaya d) Budidaya pertanian pertanian lahan basah pertanian lahan kering pertanian tanaman tahunan e) Budidaya non pertanian - pemukiman - perdagangan - industri - pertambangan Pusat Kabupaten Cirebon adalah kota yang berperan sebagai pusat kegiatan yang memiliki skala pelayanan se-kabupaten Cirebon. Pusat Sub Wilayah Pengembangan (SWP), yaitu kota kecamatan yang berperan sebagai pusat kegiatan yang memiliki skala pelayanan se-swp. Pusat SWP melayani beberapa kecamatan disekitarnya. Pusat Kecamatan, yaitu kota kecamatan yang berperan sebagai pusat kegiatan yang memiliki skala pelayanan se-kecamatan, pusat kecamatan melayani beberapa kecamatan disekitarnya. Arahan pengembangan sarana dalam sistem wilayah pelayanan di Kabupaten Cirebon secara garis besar meliputi : 1. Sarana perumahan seluas ha. Termasuk fasilitas umum dan fasilitas sosial dasar seperti alam lingkungan, TK, masjid, lapangan olahraga, sarana rekreasi dan home industri. 2. Untuk pelayanan umum meliputi terminal SWP, sub terminal, pasar, puskesmas, pusat kecamatan, tempat pembuangan sampah, tempat pemakaman umum, sarana pendidikan dan jalan umum. Alokasi luas lahan pelayanan umum sekitar Ha. 3. Fasilitas umum penunjang PKN, seluas Ha. 4. Perdagangan bahan tambang, seluas Ha. 5. Pengembangan sarana transportasi darat, laut dan udara. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Pengembangan Tata Guna Lahan di Kabupaten Cirebon direncanakan : 1. Alokasi fungsi lahan non budidaya 2. Alokasi luas lahan non budidaya 3. Alokasi fungsi lahan pertanian 4. Alokasi luas lahan pertanian

40 Halaman II Alokasi luas lahan pertanian lahan basah 6. Alokasi fungsi lahan non pertanian 7. Alokasi luas lahan non pertanian 8. Rencana pola tata guna tanah 2.10 PERMASALAHAN BANJIR DAN KEKERINGAN Permasalahan dalam pengelolaan SDA di wiilayah pekerjaan yaitu di Sungai Pekik sampai Sungai Kumpulkuista adalah permasalahan tentang bagainmana upaya untuk : 1. Mengatasi daya rusak air, terutama yang terkait dengan masalah banjir 2. Mengatasi masalah kekurangan air untuk memenuhi semua kebutuhan air, yaitu kebutuhan air irigasi, dan kebutuhan air untuk lngkungan 3. Mengatasi penurunan kualitas air 4. Mengatasi kerusakan lahan Banjir yang terjadi merupakan banjir taunan, disebabkan meluapnya air dari aliran sungai disaat musim hujan. Namun pada musim kemarau aliran sungai tidak mampu menjaga kapasitas tampungan air, sehingga menurunnya cadangan air yang disimpan pada musim penghujan menyebabkan cadangan air menjadi sangat rendah dan terjadi kekeringan dan krisis air bersih di beberapa kawasan. Sistem pengendalian bahaya banjir umumnya sudah dilakukan untuk sungaisungai besar di WS Kabupaten Cirebon dimana banjir tersebut menyebabkan dampak ekonomi dan sosial yang cukup signifikan. Daerah aliran sungai dimana biasa terkena langsung dampak dari banjir seperti pemukiman, lahan pertanian, atau jalan-jalan utama akan sangat membutuhkan adanya sistem pengendalian bahaya banjir. Namun, beberapa sistem pengendali banjir sering berjalan kurang efektif, yang disebabkan karena kurangnya waktu peringatan tanda bahaya banjir ketika banjir akan terjadi. Beberapa sistem peringatan tanda bahaya banjir umumnya terdiri atas 3 komponen berikut ini. Sistem pengamatan/monitoring banjir sepanjang waktu yang mengukur curah hujan (rainfall station) dan ketinggian muka air (AWLR) di lokasi-lokasi tertentu yang kemudian data tersebut ditransfer ke pusat pengendalian banjir. Sistem perkiraan banjir yang memonitor waktu dan besarnya debit banjir yang akan terjadi. Sistem peringatan tanda bahaya banjir yang mampu menyampaikan informasi perkiraan banjir yang akan terjadi ke masyarakat yang akan terkena dampak banjir tersebut.

41 Halaman II - 19 Ada beberapa penyebab terjadinya banjir di Kabupaten Cirebon, yang antara lain adalah : pendangkalan/agradation dasar sungai (sedimentation), meluapnya aliran sungai melalui tanggul-tanggul, kondisi saluran drainase yang buruk, efek dari backwater pada daerah-daerah penyempitan dan elevasi hilir sungai yang lebih tinggi, dan kurang berfungsinya pintu-pintu air pengendali banjir pada sungai-sungai Sungai Pekik Sungai Pekik merupakan sungai kecil (minor river) yang mengalir mulai dari kaki Gunung Ciremai di Kuningan dan bermuara di Laut Jawa. Pada umumnya Sungai Pekik tidak menimbulkan masalah pada sungai utamanya, namun masalah terjadi pada anak sungainya (Kali Rawa Tunjung, panjang ± 2,8 km), yang mengalir melalui perumahan Villa Intan. Akibat tingginya muka air di Sungai Pekik, maka aliran anak Sungai Rawa Tunjung tertahan dan menimbulkan genangan cukup lama dengan kedalaman rata-rata 0,5 meter Sungai Condong Sungai Condong merupakan sungai kecil yang mengalir dari saluran pembuang di Desa Plumbon dan bermuara di Laut Jawa. Permasalahan genangan banjir utama adalah akibat kapasitas Sungai Condong tidak mampu menampung debit banjir dengan periode ulang 2 tahun (20,3 m 3 /detik) Genangan Banjir di Antara Sungai Utama dan Saluran Pengumpul Secara garis besar permasalahan utama di antara sungai utama dan upstream saluran pengumpul adalah permasalahan drainase. Genangan banjir dari curah hujan dengan intensitas cukup tinggi mengakibatkan air terkurung dalam sistem penyediaan air baku (yang dimanfaatkan pada saat musim kemarau), sehingga air tidak dapat mengalir ke sungai utama akibat tingginya muka air di sungai utama dan terjadinya air pasang dari laut. Sistem long storage antara Kumpulkuista sampai dengan Winong secara teoritis mampu untuk mengairi areal sawah dan tambak di sebelah Utara, dengan kapasitas tampungan total 3,61 x 10 6 m 3.

42 Halaman II - 20 Saluran Pengumpul Gambar 2. 9 Peta Lokasi Saluran Pengumpul Masyarakat yang berada di daerah saluran pengumpul pada umumnya sangat mendukung sekali dengan adanya saluran pengumpul, karena selain mampu mengatasi banjir di hilir, tampungan air yang tersedia mampu dimanfaatkan untuk tambak dan persawahan. Namun dengan adanya saluran pengumpul menyebabkan terjadinya genangan di hulu saluran pengumpul yaitu di di Kecamatan Gegesik. Hal tersebut, salah satunya disebabkan oleh meningkatnya permukaan tanah yang disebabkan adanya tanggul di sekitar saluran pengumpul. Dampak dari terjadinya banjir dan kekeringan pada dasarnya memiliki efek yang sama terhadap sosial ekonomi masyarakat yang khususnya pada kawasan pertanian. Dampak-dampak tersebut di antaranya : Produksi tanaman turun/rendah/puso bahkan menyebabkan tanaman mati sehingga merugikan petani; Karena produksi rendah secara riil mengalami kerugian material maupun finansial yang besar dan bila terjadi secara luas, akan mengancam ketahanan pangan nasional;

43 Halaman II - 21 Menyebabkan terganggunya hidrologis lingkungan yang berakibat terjadinya kekurangan air pada musim kemarau dan banjir pada muism hujan. Gambar Kondisi Saluran Pengumpul Tampak ke Utara dan Pemanfaatan oleh Penduduk Sekitar Menjadi Kolam Beberapa kondisi sosial yang ditemui di lapangan diantaranya : Air genangan yang mengendap lebih dari 3 hari di lahan pertanian berpotensi melumpuhkan tanaman padi dan mengakibatkan kerugian bagi petani. Permasalahan genangan banjir di daerah hilir ini belum dapat diatasi hingga saat ini. Solusi yang diharapkan ialah adanya embung atau waduk lapangan untuk menampung sementara kelebihan air di musim hujan yang terintegrasi dengan sistem saluran pengumpul eksisting RESUME SURVEY PENDAHULUAN Permasalahan dalam pengelolaan SDA di wiilayah studi yaitu di Sungai Pekik sampai Sungai Kumpulkuista adalah permasalahan tentang bagainmana upaya untuk : 1. Mengatasi daya rusak air, terutama yang terkait dengan masalah banjir. 2. Mengatasi masalah kekurangan air untuk memenuhi semua kebutuhan air, yaitu kebutuhan air irigasi, dan kebutuhan air untuk lingkungan. 3. Mengatasi penurunan kualitas air. 4. Mengatasi kerusakan lahan. Banjir yang terjadi merupakan banjir tahunan, disebabkan meluapnya air dari aliran sungai disaat musim hujan. Namun pada musim kemarau aliran sungai tidak mampu menjaga kapasitas tampungan air, sehingga menurunnya cadangan air yang disimpan pada musim penghujan menyebabkan cadangan air menjadi sangat rendah dan terjadi kekeringan dan krisis air bersih di beberapa kawasan.

44 Halaman II - 22 Ada beberapa penyebab terjadinya banjir di Kabupaten Cirebon, yang antara lain adalah : pendangkalan/agradation dasar sungai (sedimentation), meluapnya aliran sungai melalui tanggul-tanggul, kondisi saluran drainase yang buruk, efek dari backwater pada daerah-daerah penyempitan dan elevasi hilir sungai yang lebih tinggi, dan kurang berfungsinya pintu-pintu air pengendali banjir pada sungai-sungai. Dampak dari terjadinya banjir dan kekeringan pada dasarnya memiliki efek yang sama terhadap sosial ekonomi masyarakat yang khususnya pada kawasan pertanian. Dampak-dampak tersebut di antaranya : produksi tanaman turun/rendah/puso bahkan menyebabkan tanaman mati sehingga merugikan petani; Karena produksi rendah secara riil mengalami kerugian material maupun finansial yang besar dan bila terjadi secara luas, akan mengancam ketahanan pangan nasional; menyebabkan terganggunya hidrologis lingkungan yang berakibat terjadinya kekurangan air pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan.

45 Halaman II - 23 DAFTAR ISI BAB II... 1 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI PROFIL DAERAH ALIRAN SUNGAI Pendahuluan Administratif Wilayah Pekerjaan KONDISI GEOGRAFIS KONDISI KLIMATOLOGI KONDISI SUMBER DAYA AIR KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN CIREBON KONDISI FASILITAS SOSIAL DAN FASILITAS UMUM Sarana Sosial Sarana Umum KONDISI KEPENDUDUKAN KONDISI PERTANIAN DAN PERIKANAN KABUPATEN CIREBON Pertanian Perikanan PENGEMBANGAN RUANG PERMASALAHAN BANJIR DAN KEKERINGAN Sungai Pekik Sungai Condong Genangan Banjir di Antara Sungai Utama dan Saluran Pengumpul RESUME SURVEY PENDAHULUAN...21 DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Peta Administratif Wilayah Studi... 4 Gambar 2. 2 Batas Lokasi Wilayah Studi (Sungai Pekik s/d Sungai Kumpulkuista)... 5 Gambar 2. 3 Kondisi Sungai Winong Saat Musim Kemarau... 8 Gambar 2. 4 Kondisi Sungai Sigranala Saat Musim Kemarau... 8 Gambar 2. 5 Peta Pelayanan PDAM Kabupaten Cirebon... 9 Gambar 2. 6 Persentase Kontribusi Sektor-sektor di Kabupaten Cirebon...10 Gambar 2. 7 Grafik Kepadatan Penduduk Kabupaten Cirebon...14 Gambar 2. 8 Peta Sebaran Wilayah Budi Daya Padi...16 Gambar 2. 9 Peta Lokasi Saluran Pengumpul...20 Gambar Kondisi Saluran Pengumpul Tampak ke Utara dan Pemanfaatan oleh Penduduk Sekitar Menjadi Kolam...21 DAFTAR TABEL

46 Halaman II - 24 Tabel 2. 1 Pembagian Luas Daerah Pengaliran Sungai... 2 Tabel 2. 2 Jumlah Curah Hujan... 7 Tabel 2. 3 Jumlah Pelanggan PDAM... 9 Tabel 2. 4 PDRB Atas Harga Berlaku Pada Tahun di Kabupaten Cirebon (Juta Rupiah)...10 Tabel 2. 5 PDRB Atas Harga Konstan Pada Tahun di Kabupaten Cirebon (Juta Rupiah)...11 Tabel 2. 6 Jumlah Sarana Pendidikan...12 Tabel 2. 7 Jumlah Sarana Kesehatan...12 Tabel 2. 8 Jumlah Penduduk dan Rata-rata Penduduk per km Tabel 2. 9 Jumlah Olahan Ikan (Ton) Menurut Kecamatan...15

47 Halaman III - 1 BAB III PENGUMPULAN DATA & REVIEW STUDI TERDAHULU 3.1 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN & REFERENSI KRITERIA PERENCANAAN YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ACUAN Dasar hukum dan referensi pekerjaan Perencanaan Penanggulangan Genangan Banjir antara Sungai Pekik sampai dengan Sungai Kumpulkuista adalah sebagai berikut : Undang-Undang Dasar 1945; UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; PP No. 38 tahun 2011 tentang Sungai; PP No. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air; Keppres No. 12 tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai; Permen PU No. 11ª/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai; Kepmen PU No. 267/KPTS/M/2010 tentang Pola Pengelolaan Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung; Kriteria Perencanaan (KP) Sungai; Kriteria Perencanaan Pengendalian Banjir; Standar Nasional Indonesi (SNI); NSPM lainnya. 3.2 INVENTARISASI PETA TOPOGRAFI & DATA HIDROLOGI Data Hidrologi Untuk data curah hujan dalam studi ini diambil dari 8 (delapan) stasiun penakar hujan Arjawinangun, Cangkol, Karangkendal, Tukmudal, Bunder, Walahar, Gegesik dan Wanasaba Kidul dengan pencatatan data bervariasi anatara tahun

48 Halaman III - 2 Dari stasiun-stasiun stasiun hujan tersebut, diambil masing-masing 2 (dua) hingga 3 (tiga) stasiun curah hujan yang mewakili kondisi hidrologi masing-masing DAS, yaitu Sungai Kumpulkuista, Sungai Ciwaringin, Sungai Sigranala, Sungai Winong, Sungai Jamblang/Bondet, Sungai Pekik/Cipager dan Sungai Condong. Rekapitulasi data hujan maksimum dari tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Peta Topografi Peta Topografi yang diperoleh dari Dinas Geologi Bandung dan Bakosurtanal sebagai berikut : Peta Topografi US-Army Skala 1: lembar Arjawinangun Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1: : Lembar Gegesik Lembar Bungko Lembar Palimanan Lembar Cirebon Lembar Sumber

49 Halaman III - 3 Tabel 3. 1 Rekapitulasi Data Hujan Maksimum Kabupaten/Nama Pos No. Pos Periode Pencatatan Jumlah Tahun Tahun 19-- Tahun 20-- Pencatatan KAB. CIREBON Arjawinangun , x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Cangkol / Kecomberan (kec 1986) 33 x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Cangkring x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Gebang Udik x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Jatiseeng 89a x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Karangkendal , (kec 1983) 23 x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Losari x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Pamengkang x x x x x x x x x x x x x x Sindang jawa x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Sindanglaut x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Tukmudal Crb x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x

50 Halaman III DATA STUDI TERDAHULU lain : Data studi terdahulu yang digunakan sebagai referensi pekerjaan ini adalah antara Lower Cimanuk Flood Control Project ( ); Laporan Mekanika Tanah; Perencanaan Detail Pengendalian Banjir Sistim Sungai Pekik & Condong (Maret 1984); North Java Flood Sector Project (NJFSP) 2001; ; Studi Identifikasi Potensi Air Baku Wilayah Sungai Cimanuk- Cisanggarung (2003); Laporan Eksekutif; Perencanaan Detail Penanggulangan Banjir Sungai Pekik Kabupaten Cirebon (2005); Inventarisasi & Identifikasi Penyusunan Rancangan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung (2009); Pola Pengelolaan SDA Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung (2010) REVIEW STUDI TERDAHULU Lower Cimanuk Flood Control Project atau LCFC ( ) A. Sungai Kumpul Kuista Estimasi hidrolik dibuat dari jalan raya Palimanan-Jatibarang hingga ke muaranya; luas DTA pada batas hulu tersebut adalah sekitar 75 km 2. Keseluruhan DAS Kumpul Kuista terletak di sisi timur Sungai Cimanuk dengan bagian hulunya terletak di sisi kiri saluran induk Gegesik dengan topografi datar sampai ke muara di Laut Jawa. Sebagian besar alur sungai, mulai dari jembatan jalan Palimanan- Jatibarang sampai ke muara, sudah ada tanggul banjir di kanan dan kiri alur. Sekitar 1974, bagian hilir sepanjang sekitar 5 km telah dilakukan pelebaran alur sungai; pengaruhnya bisa menurunkan tinggi genangan banjir di daerah tersebut.pekerjaan yang diusulkan terutama berupa peninggian/penguatan tanggul (augmentation) atau relokasi tanggul dengan lebar mercu 2,5 m dan tinggi jagaan untuk debit rencana adalah 0,5 m. Alur sungai akan dilebarkan untuk digunakan sebagai bahan konstruksi tanggul.' Data Dasar Pengukuran oleh PROSIDA telah dilakukan pada 1969; Konsultan mengukur ulang mulai dari 2 km di hulu jembatan KA sampai ke laut dengan jarak antar profil melintang sekitar 500 m. Data muka air dan pengukuran debit tersedia di Truka dekat Jagapura Kidul. Tiga hidrograf banjir signifikan dapat dikembangkan dari data yang ada tersebut.

51 Halaman III - 5 PLI yang dipasang oleh Konsultan di 3 lokasi, dalam rentang jarak 14 km, ternyata tidak mendapatkan banjir besar sebelum desain dilakukan. Observasi dan wawancara di 4 lokasi mengindikasikan muka air banjir yang biasa terjadi di Sungai Kumpulkuista. Estimasi Debit Banjir Estimasi puncak debit rencana dan volumenya untuk Sungai Kumpulkuista dianalisis berdasarkan data banjir di Truka dan dari metode Regional Flood Frequency (SMEC, 1977) untuk Jawa. Karena DAS Kumpulkuista sangat datar, hidrograf banjirnya mempunyai puncak yang rendah dengan durasi yang panjang. Hidrograf banjir rencana 25- tahunan mempunyai durasi 60 jam; bandingkan untuk Sungai Ciwaringan yang hanya 24 jam, karena DAS-nya lebih curam. Besarnya banjir dengan kala-ulang 1,1 tahun dikuatkan/dibenarkan dalam kalibrasi dengan model IFR untuk Sungai Kumpul Kuista. Estimasi banjir rencana Sungai Kumpulkuista diadopsi sebagai berikut: Tabel 3. 2 Estimasi Banjir Rencana SungaiKumpulkuista KALA-ULANG PUNCAK (Tahun) BANJIR (m 3 /d) VOLUME BANJIR (106 m 3 ) 1,1 40 3, , , ,7 Profil Banjir Model IFR digunakan untuk mensimulasi estimasi profil muka air banjir dengan kala-ulang 1,1 untuk alur sungai yang ada (existing channel). Model yang telah dikalibrasi kemudian digunakan untuk menghitung profil muka air banjir dengan kala-ulang yang lebih tinggi untuk alur yang diusulkan. Muka air laut yang digunakan adalah pada elevasi 0,60 (IVP). Tabel 3. 3 Profil Muka Air Banjir Q 25 pada Beberapa Lokasi LOKASI BM JARAK SUNGAI (km) MUKA AIR BANJIR RENCANA (m-ivp) DEBIT RENCANA (m 3 /d) Jembatan Kereta Api CMK ,2 5,05 63 CMK ,5 3,44 60 Kampung Jagakarsa Kidul CMK ,8 2,76 55 Jalan Raya Cirebon-Indramayu CMK ,1 1,53 54 Laut CMK 208 5,1 0,60 53

52 Halaman III - 6 Sedimen Transpor Berdasarkan observasi di lapangan mengindikasikan bahwa sedimen bukan menimbulkan masalah besar di Sungai Kumpulkuista. Sebagian besar sedimen berbentuk washload dan akan selama banjir akan terangkut langsung ke laut. B. Sungai Ciwaringin Tanggul yang ada, di kanan-kiri alur sungai sepanjang sekitar 10 km di bagian pusat lokasi proyek, relatif tinggi (pada beberapa lokasi melebihi 4 m). Pada bagian pusat lokasi proyek tersebut, di kanan-kiri alur sungai, juga terdapat dusun/desa berpenduduk padat dan banyak infrastruktur/fasilitas umum. Pada bagian hulu dan hilir daerah itu tanggulnya lebih rendah sehingga dataran banjir di daerah itu secara reguler tergenang banjir. Alur sungai di hilir jembatan jalan raya Cirebon-Indramayu, sekitar 1979, telah dilebarkan oleh PROSIDA (Proyek Irigasi dengan bantuan IDA) Cirebon- Rentang. Karena besarnya biaya konstruksi dan adanya gangguan sosial, debit rencana Sungai Ciwaringin tidak mengadopsi debit rencana seperti sungai-sungai lainnya, yaitu Q 25, tetapi Q 5, berhubung Q 25 tidak akan tertampung di alur sungai yang ada. Sehubungan masalah debit tersebut maka diterapkan suatu strategi pengendalian banjir sebagai berikut: tanggul kanan di daerah padat penduduk, mulai dari ± 1,14 km di hilir jembatan Tegalgubug ke hilir sepanjang ±1,21 km, diperkuat agar tahan terhadap limpasan; debit banjir > Q 5 akan dilimpaskan di atas mercu tanggul kanan kemudian dialirkan ke kolam retensi banjir (shallow depression) yang berada di dataran banjir di dekat jembatan kereta api; ketika muka air banjir di alur sungai sudah turun, air yang tertampung dalam kolam retensi akan dialirkan kembali masuk ke alur sungai atau ke saluran drainase di sekitarnya; dan sepanjang ± 1,2 km dataran banjir di hulu jembatan Tegalgubug masih merupakan daerah genangan banjir. Pekerjaan yang diusulkan terutama berupa pelebaran alur sungai dan relokasi atau peninggian/penguatan tanggul yang ada dengan lebar mercu 2,5 m dan tinggi jagaan (freeboard) untuk debit rencana (Q 25 ) adalah 0,5 m. Data Dasar Luas daerah tangkapan air (DTA) sampai siphon saluran induk Gegesik sekitar 84 km 2 merupakan daerah berhutan dengan kemiringan terjal, tetapi mulai dari siphon itu ke hilir (sekitar 15 km) merupakan daerah yang datar. Stasiun pengamatan muka air otomatik (AWLR) terdapat di dua lokasi, yaitu di Gegesik dan di jembatan Kapetakan yang dioperasikan oleh DPUP Jawa

53 Halaman III - 7 Barat. Data yang tercatat sekitar dua tahun di mana ada tiga kejadian banjir tercatat di Gegesik dan hanya sekali kejadian tercatat di Kapetakan. Pengukuran dengan current meter di Gegesik menghasilkan debit tertinggi 32,5 m 3 /d; tidak ada pengukuran serupa di Kapetakan. Konsultan telah memasang empat peak level indicators (PLI) yang terbentang dalam jarak sekitar 20 km, tetapi tidak ada debit besar yang tercatat sebelum desain dilakukan. Untuk mengetahui tinggi muka air banjir yang biasa terjadi telah dilakukan inspeksi dan wawancara di 12 lokasi. Tidak tersedia data sedimen, kecuali laporan adanya endapan sedimen setebal 1,0 m di hilir jembatan Kapetakan akibat pelebaran alur yang dimulai pada Estimasi Debit Banjir Rating curve di stasiun AWLR Gegesik telah dikembangkan menggunakan hasil running IFR model dan dari metode Einstein-Barbarossa (ASCE, 1977). Hal serupa tidak bisa dilakukan di jembatan Kapetakan karena di antara Gegesik dengan Kapetakan banyak terjadi limpasan banjir. Data dari AWLR Gegesik, data muka air lainnya, dan IFR model digunakan untuk mengestimasi hidrograf banjir kala-ulang 1,1 di siphon suluran induk Gegesik. Hidrograf banjir rencana yang lebih tinggi (sampai 25 tahun) diestimasi menggunakan gradient dari metode Regional Flood Frequency (SMEC, 1977) dan analisis frekuensi hujan harian di DAS Ciwaringin. Banjir rencana di Siphon Saluran Induk Gegesik dirangkum pada tabel berikut ini. Tabel 3. 4 Banjir Rencana di Siphon KALA-ULANG PUNCAK (Tahun) BANJIR (m3/d) VOLUME BANJIR (106 m3) 1, , , , , ,8 Profil Banjir Rencana Model IFR digunakan untuk mensimulasi estimasi profil muka air banjir dengan kala-ulang 1,1 untuk alur sungai yang ada (existing channel). Model yang telah dikalibrasi kemudian digunakan untuk menghitung profil muka air banjir dengan kala-ulang yang lebih tinggi untuk alur yang diusulkan. Muka air laut yang digunakan adalah pada elevasi 0,60 (IVP).

54 Halaman III - 8 Tidak ada kegiatan proyek di sepanjang alur antara siphon saluran induk Gegesik sampai ke jembatan Tegalgubug, sehingga dataran banjir di sepanjang alur itu tetap menjadi daerah genangan banjir sampai banjir surut. Pelebaran alur dan pembangunan tanggul direncanakan dari jembatan Tegalgubug sampai ke jembatan Kapetakan. Pada sisi kanan alur sungai, antara 1,2 km sampai 2,25 km dari jembatan Tegalgubug, dibangun konstruksi peluap (overflow) untuk melimpaskan semua debit banjir yang besarnya di atas banjir 5- tahunan (Q 5 ). Limpasan itu dialirkan ke kolam retensi banjir yang berada di dataran banjir di dekat jembatan kereta api dan kalau muka air banjir sudah turun, melalui pintu klep, akan dialirkan kembali ke alur sungai; alternatif lain limpasan tersebut akan dialirkan ke laut melalui sistem drainase yang ada. Model IFR digunakan untuk menghitung profil muka air banjir rencana, berdasarkan rencana desain seperti diuraikan di atas, untuk debit banjir rencana (Q 25 ) di siphon saluran induk Gegesik. Profil muka air banjir Q 25 pada beberapa lokasi adalah sbb: LOKASI Tabel 3. 5 Profil Muka Air Banjir Q 25 BM JARAK SUNGAI (km) MUKA AIR BANJIR RENCANA (m-ivp) DEBIT RENCANA (m 3 /d) Sipon Sal. Induk Gegesik CMK ,2 14,0 450 Jembatan Tegalgubug CMK ,1 11,0 390 Limpasan 26,96 10, ,75 10,1 280 Jembatan KA CMK ,0 8,5 250 Gegesik CMK 95 19,1 6,3 230 CMK 91 15,1 4,4 220 Jembatan Kapetakan CMK 86 10,0 2,5 210 Muara 4,9 0,6 210 Perkiraan ujung delta 0,0 0,6 Sedimen Meskipun tidak ada data dan pengukuran sedimen di Sungai Ciwaringin, observasi lapangan mengindikasikan bahwa sedimen tidak menimbulkan masalah besar. Pada beberapa lokasi di bagian hilir terdapat beberapa endapan kerikil yang mungkin berasal dari kaki Gunung Ciremai. Alur sungai pada umumnya lurus dengan kecenderungan ber-meander kecil. Antara Gegesik dan Jembatan Kapetakan tanggul yang ada rendah, alur sungai penuh endapan lumpur dengan kapasitas sekitar m 3 /d sehingga limpasan sering terjadi. Sekitar tiga tahun sebelumnya, PROSIDA telah melebarkan alur sungai di hilir jembatan Kapetakan dari sekitar 30 m menjadi m. Sejak itu, sekitar 1,0 m sedimen halus telah mengendap di alur-alur sungai yang dilebarkan. Dengan menggunakan rumus regime yang dikembangkan oleh Simons dan Albertson (Henderson, 1966, hal. 459) untuk alur kohesif, diestimasi bahwa

55 Halaman III - 9 penyebaran endapan sedimen di hilir Jembatan Kapetakan akan berhenti setelah pekerjaan di hulu selesai. Diperkirakan endapan sedimen tersebut akan tergerus. Sebaiknya semua pekerjaan di hilir jembatan Kapetakan ditunda dulu sampai pekerjaan di hulu selesai. C. Sungai Winong Terdapat tanggul banjir di sepanjang kiri-kanan alur mulai dari jembatan jalan raya Palimanan-Jatibarang sampai ke muara dengan ketinggian tidak lebih dari 2 m. Pada beberapa lokasi terjadi erosi tebing dan tebing longsor. Pekerjaan yang diusulkan terutama berupa pelebaran alur sungai dan relokasi atau peninggian/penguatan tanggul yang ada dengan lebar mercu 2,5 m dan tinggi jagaan untuk debit rencana adalah 0,5 m. Diusulkan juga konstruksi krib kayu dibangun di dua lokasi dan sudetan (cut off) diusulkan di dua lokasi. Data Dasar Perkiraan hidrolik dibuat dari sekitar 2 km di hulu jalan raya Palimanan- Jatibarang sampai ke muaranya. Luas DTA pada batas hulu tersebut sekitar 56 km2. Anak sungai yang cukup besar, dengan luas DAS sekitar 37 km2, berkuala di Sungai Winong sekitar 3,5 km di hulu jalan Cirebon-Indramayu. DAS Winong lumayan datar dan sebagian besar penuh tanaman. Tidak ada stasiun pencatat muka air, pengukuran debit atau data sedimen di Sungai Winong. PLI yang dipasang oleh Konsultan di empat lokasi ternyata tidak mendapatkan banjir besar sebelum desain dilakukan. Observasi dan wawancara di lima lokasi mengindikasikan muka air banjir yang biasa terjadi di Sungai Winong. Gambar 3. 1 Kondisi Sungai Winong Saat Musim Kemarau

56 Halaman III - 10 Estimasi Debit Banjir Estimasi puncak banjir rencana untuk Sungai Winong dibuat dengan menyesuaikan estimasi yang dibuat untuk Sungai Jamblang dengan pangkat 0,7 terhadap area ratio-nya. Pangkat itu diadopsi dari metode Regional Flood Frequency yang dikembangkan oleh SMEC (1977) untuk Jawa dan yang diperkuat oleh estimasi banjir di Kali Sawit dan Sungai Jamblang. Estimasi vol. banjir didasarkan pada runoff 43 mm untuk debit banjir dengan kala-ulang 1,1 tahun dan 100 mm runoff untuk debit banjir dengan kala-ulang 25-tahun. Besarnya debit banjir dengan kala-ulang 1,1 tahun diperkuat oleh kalibrasi model IFR untuk Sungai Winong. Debit banjir rencana yang diadopsi adalah sebagaimana tampak pada tabel berikut ini. KALA-ULANG (Tahun) Tabel 3. 6 Estimasi Debit Banjir Sungai Winong SUNGAI WINONG (55 km 2 ) ANAK SUNGAI (37 km 2 ) Puncak Banjir (m 3 /d) Volume Banjir (106 m 3 ) Puncak Banjir (m 3 /d) 1,1 75 2,4 55 1, , , , , , ,7 Profil Banjir Rencana Volume Banjir (106 m 3 ) Model IFR digunakan untuk mensimulasi estimasi profil muka air banjir dengan kala-ulang 1,1 untuk alur sungai yang ada (existing channel). Model yang telah dikalibrasi kemudian digunakan untuk menghitung profil muka air banjir dengan kala-ulang yang lebih tinggi untuk alur yang diusulkan. Muka air laut yang digunakan adalah pada elevasi 0,60 (IVP). Profil muka air banjir rencana yang diadopsi adalah sebagaimana ditampilkan pada tabel berikut ini. LOKASI Tabel 3. 7 Profil Banjir Rencana Sungai Winong BENCH JARAK SUNGAI km ELEVASI BANJIR RENCANA m (IVP) DEBIT RENCANA (m 3 /d) Kampung Winong CMK ,4 10, Jalan Palimanan-Jatibarang CMK ,2 8, Jalan KA CMK ,1 6, CMK ,2 4, Hilir Kuala Anak Sungai CMK 140 8,6 2, Jalan Cirebon-Indramayu CMK 133 5,0 2, Muara CMK 128 2,4 0,60 227

57 Halaman III - 11 D. Sungai Jamblang Sungai Jamblang terletak di luar daerah irigasi Rentang, tetapi limpasan air banjir dari tanggul kirinya dapat berpengaruh ke daerah tersebut. Terdapat tanggul banjir di kanan-kiri alur sungai mulai dari jembatan kereta api Cirebon-Jakarta sampai ke muaranya. Tanggul-tanggul letaknya sangat dekat dengan tebing alur sungai sehingga pada saat banjir besar sering terjadi limpasan (overtopping), erosi, dan penurunan tanggul. Sekitar 2 km sebelah hulu jambatan jalan raya Cirebon-Indramayu berkuala anak sungai Kali Sawit, dengan luas DAS sekitar 30 km 2, dari sisi kanan alur. Air banjir sering menggenangi dataran banjir Kali Sawit (sawah tidak intensif). Pekerjaan yang diusulkan terutama relokasi atau peninggian/perkuatan tanggul mulai dari jembatan keret api sampai muaranya dengan lebar mercu 2,5 m dan tinggi jagaan untuk debit rencana adalah 0,5 m. Tidak ada usulan pekerjaan konstruksi di Kali Sawit. Data Dasar Estimasi hidrolik ditetapkan mulai dari 1,0 km di hulu jembatan kereta api sampai ke muaranya. Luas DTA di batas hulu tersebut adalah sekitar 100 km2; sedangkan luas DAS Kali Sawit, yang berkuala sekitar 4 km di hulu jembatan jalan raya Cirebon-Indramayu, sampai ke kualanya adalah sekitar 30 km2. Sungai Jamblang bermata air dari kaki gunung Ciremai bagian utara, tetapi sebagian besar bagian hilir DAS-nya cukup datar. Tidak ada stasiun pencatat muka air, pengukuran debit atau data sedimen di Sungai Jamblang. Tabel debit bendung di Kali Sawit, di hilir jalan kereta api, sebagian dapat digunakan. PLI yang dipasang oleh Konsultan di tiga lokasi, dalam rentang sepanjang 6 km, ternyata tidak mendapatkan banjir besar sebelum desain dilakukan. Satu pasang PLI juga dipasang di Kali Sawit. Estimasi Debit Banjir Beberapa pendekatan mencakup metode Regional Flood Frequency (SMEC, 1977), area ratio dengan Ciwaringin, dan ratio dari Sungai Jamblang dan bendung Sawit digunakan untuk mengestimasi banjir. Puncak debit banjir rencana Sungai Jamblang yang diadopsi, diturunkan dengan menyesuaikan estimasi debit Kali Sawit dengan area ratio dipangkatkan 0,7. Pendekatan yang sama yang diaplikasikan ke data Sungai Ciwaringin menguatkan estimasi puncak debit rencana untuk Sungai Jamblang itu. Volume banjir diestimasi berdasarkan 43 mm runoff untuk banjir dengan kalaulang 1,1 tahun dan 100 mm runoff untuk banjir rencana dengan kala-ulang 25

58 Halaman III - 12 tahun. Besarnya debit dengan kala-ulang 1,1 tahun dikuatkan dalam kalibrasi Sungai Jamblang dengan IFR. Debit banjir rencana yang diadopsi adalah seperti pada tabel berikut ini. KALA-ULANG (tahun) Tabel 3. 8 Debit Banjir Rencana Sungai Jamblang (Bondet) SUNGAI JAMBLANG (100 km 2 ) KALI SAWIT (30 km 2 ) Debit Puncak (m 3 /d) Volume Banjir (106 m 3 ) Debit Puncak (m 3 /d) 1, ,3 75 1, , , , , , ,2 Profil Banjir Rencana Model IFR digunakan untuk mensimulasi estimasi Volume Banjir (106 m 3 ) profil muka air banjir dengan kala-ulang 1,1 untuk alur sungai yang ada (existing channel). Model yang telah dikalibrasi kemudian digunakan untuk menghitung profil muka air banjir dengan kala-ulang yang lebih tinggi untuk alur yang diusulkan. Muka air laut yang digunakan adalah pada elevasi 0,60 (IVP). Hanya diusulkan pelebaran kecil pada alur sungai guna mendapatkan bahan konstruksi untuk tanggul, tetapi pengaruh pelebaran ini diperhitungkan dalam analisis hidrolik. Profil muka air banjir rencana yang diadopsi adalah seperti pada tabel berikut ini. Tabel 3. 9 Profil Muka Air Banjir Rencana Sungai Jamblang (Bondet) LOKASI Jalan Kereta Api B.M JARAK SUNGAI (km) ELEVASI BANJIR RENCANA m (IVP) DEBIT RENCANA (m 3 /d) CMK ,6 6, CMK ,6 5, CMK ,0 4, Hilir kuala Kali Sawit CMK 183 8,5 3, Jalan Cirebon-Indramayu CMK 176 5,0 2, Laut CMK 171 2,3 0, Sedimen Berdasarkan observasi di lapangan mengindikasikan bahwa sedimen bukan menimbulkan masalah besar di Sungai Winong. Sebagian besar sedimen berbentuk washload dan akan selama banjir akan terangkut langsung ke laut.

59 Halaman III Perencanaan Penanggulangan Banjir Sungai Pekik (2005) Pada tahun 2005 telah dilakukan perencanaan penanggulangan banjir Sungai Pekik dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : Dilakukan pengukuran topografi S. Pekik dan anak-anak sungainya dari Jembatan KA hingga muara. Perencanaan pengendalian banjir meliputi : Normalisasi alur dan pembuatan tanggul tanah sisi kanan dan kiri Sungai Pekik sepanjang 5,04 km dari muara hingga jembatan KA. Pembuatan bangunan drainase pada sisi kanan dan sisi kiri Sungai Pekik masing-masing 5 dan 4 unit. Penggalian alur Kali Rawatunjung sepanjang 2,51 km dan peninggian tanggul di tanggul kanan Kali Rawatunjung sepanjang 2,21 km. Diperlukan pembebasan lahan seluas ± 25 Ha. Biaya Konstruksi Rp. 46,70 M yang terbagi menjadi 4 paket.

60 Halaman III - 14 Gambar 3. 2 Peta Genangan Banjir di Sistem Sungai Pekik-Condong (2005) Genangan banjir terjadi di sebelah hilir Jembatan KA meliputi Desa Astana, Kalibaru, Batembat, Gesik dan Sarabau; melintasi Jalan Raya Cirebon-Indramayu di Kecamatan Gunungjati dan Tengahtani.

61 Halaman III - 15 DAFTAR ISI BAB III... 1 PENGUMPULAN DATA &... 1 REVIEW STUDI TERDAHULU PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN & KRITERIA TEKNIS YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ACUAN INVENTARISASI PETA TOPOGRAFI & DATA HIDROLOGI Data Hidrologi Peta Topografi DATA STUDI TERDAHULU REVIEW STUDI TERDAHULU Lower Cimanuk Flood Control Project atau LCFC ( ) Perencanaan Penanggulangan Banjir Sungai Pekik (2005)...13 DAFTAR GAMBAR Gambar 3. 1 Kondisi Sungai Winong Saat Musim Kemarau... 9 Gambar 3. 2 Peta Genangan Banjir di Sistem Sungai Pekik-Condong (2005)...14 DAFTAR TABEL Tabel 3. 1 Rekapitulasi Data Hujan Maksimum... 3 Tabel 3. 2 Estimasi Banjir Rencana SungaiKumpulkuista... 5 Tabel 3. 3 Profil Muka Air Banjir Q 25 pada Beberapa Lokasi... 5 Tabel 3. 4 Banjir Rencana di Siphon... 7 Tabel 3. 5 Profil Muka Air Banjir Q Tabel 3. 6 Estimasi Debit Banjir Sungai Winong...10 Tabel 3. 7 Profil Banjir Rencana Sungai Winong...10 Tabel 3. 8 Debit Banjir Rencana Sungai Jamblang (Bondet)...12 Tabel 3. 9 Profil Muka Air Banjir Rencana Sungai Jamblang (Bondet)...12

62 Halaman IV - 1 BAB IV HIDROLOGI KUMPULKUISTA JAMBLANG 4.1 TINJAUAN UMUM Dalam merencanakan penanggulangan banjir, analisa yang perlu ditinjau adalah analisa hidrologi. Analisa hidrologi diperlukan untuk menentukan besarnya debit banjir rencana yang akan berpengaruh terhadap besarnya debit maksimum maupun kestabilan konstruksi yang akan dibangun. Data hujan selanjutnya akan diolah menjadi data curah hujan rencana, yang kemudian akan diolah menjadi debit banjir rencana. Data hujan harian didapatkan dari beberapa stasiun pengukur hujan dimana stasiun tersebut masuk dalam catchment area atau daerah pengaliran sungai. Adapun langkah-langkah dalam analisa hidrologi adalah sebagai berikut (Soewarno, 1995) : a. Menentukan Daerah Aliran Sungai (DAS) beserta luasnya. b. Menentukan luas pengaruh daerah stasiun-stasiun penakar hujan sungai. c. Menentukan curah hujan maksimum tiap tahunnya dari data curah hujan yang ada. d. Menganalisa curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun. e. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan besarnya curah hujan rencana pada periode ulang T tahun. 4.2 DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) Sebelum menentukan daerah aliran sungai, terlebih dahulu menentukan lokasi Sub DAS yang akan ditinjau. Dari lokasi Sub DAS ini ke arah hilir, kemudian ditentukan batas daerah aliran sungai dengan menarik garis imajiner yang menghubungkan titik-titik yang memiliki kontur tertinggi sebelah kiri dan kanan dari sungai yang ditinjau. Dari peta topografi, didapatkan luas DAS seperti ditampilkan pada tabel berikut ini. Tabel 4. 1 Tabel Luas DAS No. Nama DAS Luas (Km 2 ) 1. DAS Kumpulkuista DAS Ciwaringin DAS Winong DAS Jamblang Sumber : Peta Rupabumi Skala 1 :

63 Halaman IV - 2 Untuk peta DAS disajikan pada gambar berikut ini. DAS KUMPULKUISTA DAS CIWARINGIN DAS TERWU DAS SIGRANALA DAS WINONG DAS CONDONG DAS JAMBLANG/BONDET DAS PEKIK Gambar 4. 1 Peta DAS Lokasi Studi

64 Halaman IV DATA HUJAN HARIAN MAKSIMUM TAHUNAN Data hujan yang dipakai dalam analisa hidrologi ini adalah data hujan harian maksimum tahunan dari 3 s/d 4 stasiun pengukur hujan. Stasiun pengukur hujan yang digunakan ditampilkan pada tabel berikut ini. Tabel 4. 2 Data Hujan Harian Maksimum Tahunan yang Digunakan No. Nama DAS Stasiun Hujan 1. DAS Kumpulkuista Sta. Jatiwangi Sta. Kertasemaya Sta. Gegesik Sta. Krangkeng Sta. Karangkendal 2. DAS Ciwaringin Sta. Gegesik Sta. Walahar Sta. Karangkendal 3. DAS Winong Sta. Arjawinangun Sta. Karangkendal Sta. Bojongwetan 4. DAS Jamblang Sta. Cangkring Sta. Sindangjawa Sumber : Balai PSDA Cimanuk - Cisanggarung Periode Pemakaian Data Σ Pemakaian Data (tahun) Thn s/d Thn s/d Thn s/d Thn s/d Perhitungan Hujan Rata-rata Periode Ulang Tertentu Metode yang digunakan adalah Metode Thiessen karena pada lokasi studi terdapat 3 s/d 4 stasiun pengukur hujan dengan jarak masing-masing stasiun variatif. Hasil perhitungan luas masing-masing DAS dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4. 3 Hasil Perhitungan Luas Masing-masing DAS No. Nama DAS Stasiun Hujan Luas Koef. (Km2) Thiessen Sta. Jatiwangi DAS Kumpulkuista Sta. Kertasemaya Sta. Gegesik Sta. Krangkeng Sub Total Sta. Karangkendal DAS Ciwaringin Sta. Gegesik Sta. Walahar Sub Total Sta. Karangkendal DAS Winong Sta. Arjawinangun Sta. Karangkendal Sub Total Sta. Bojongwetan DAS Jamblang Sta. Cangkring Sta. Sindangjawa Sub Total Sumber : Hasil Perhitungan

65 Halaman IV Analisa Frekuensi Hujan Rencana Dari hasil perhitungan hujan rata-rata Metode Thiessen di atas perlu ditentukan kemungkinan terulangnya hujan harian maksimum untuk menentukan besarnya debit banjir rencana. 4.4 ANALISA STATISTIK Pengukuran Dispersi Suatu kenyataan bahwa tidak semua nilai dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya, tetapi kemungkinan ada nilai yang lebih besar atau lebih kecil dari nilai rata-ratanya. Besarnya dispersi dapat diketahui dari hasil pengukuran dispersi, yaitu melalui perhitungan parameter statistik untuk (X-X rt ), (X- X rt ) 2, (X- X rt ) 3, (X-X rt ) 4 terlebih dahulu. Dimana : X = Besarnya curah hujan daerah (mm) X rt = Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm) Perhitungan pengukuran dispersi data hujan untuk masing-masing DAS dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4. 4 Perhitungan Pengukuran Dispersi Data Hujan No. Nama DAS Pengukuran Dispersi Data Hujan Sx Cs Ck Cv 1. DAS Kumpulkuista DAS Ciwaringin DAS Winong DAS Jamblang Sumber : Hasil Perhitungan Pemilihan Jenis Sebaran Berdasarkan parameter data curah hujan skala normal, dapat diestimasi distribusi yang cocok dengan curah hujan tertentu. Adapun ketentuan dalam pemilihan distribusi dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4. 5 Tabel Parameter Penentu Jenis Sebaran Data Hujan DAS Kumpulkuista Jenis Sebaran Syarat Hasil Perhitungan Keterangan Normal C s = 0 C k = 3 C s = C k = Tidak Memenuhi Log Normal C s = C k = 3 C s = C k = Tidak Memenuhi Log Pearson C C s 0 k = 1.5 Cs + 3 Type III C k = C s = C k = Tidak Memenuhi Gumbel C s < C k < C s = C k = Memenuhi Sumber : Hasil Analisa

66 Halaman IV - 5 Tabel 4. 6 Tabel Parameter Penentu Jenis Sebaran Data Hujan DAS Ciwaringin Jenis Sebaran Syarat Hasil Perhitungan Keterangan Normal Cs = 0 Ck = 3 Cs = Ck = Tidak Memenuhi Log Normal Cs = Ck = 3 Cs = Ck = Tidak Memenuhi Log Pearson Ck = 1.5 Cs + 3 Cs 0 Type III Ck = Cs = Ck = Tidak Memenuhi Gumbel Cs < Ck < Cs = Ck = Memenuhi Sumber : Hasil Analisa Tabel 4. 7 Tabel Parameter Penentu Jenis Sebaran Data Hujan DAS Winong Jenis Sebaran Syarat Hasil Perhitungan Keterangan Normal Cs = 0 Ck = 3 Cs = Ck = Tidak Memenuhi Log Normal Cs = Ck = 3 Cs = Ck = Tidak Memenuhi Log Pearson Ck = 1.5 Cs + 3 Cs 0 Type III Ck = Cs = Ck = Tidak Memenuhi Gumbel Cs < Ck < Cs = Ck = Memenuhi Sumber : Hasil Analisa Tabel 4. 8 Tabel Parameter Penentu Jenis Sebaran Data Hujan DAS Jamblang Jenis Sebaran Syarat Hasil Perhitungan Keterangan Normal Cs = 0 Ck = 3 Cs = Ck = Tidak Memenuhi Log Normal Cs = Ck = 3 Cs = Ck = Tidak Memenuhi Log Pearson Ck = 1.5 Cs + 3 Cs 0 Type III Ck = Cs = Ck = Tidak Memenuhi Gumbel Cs < Ck < Cs = Ck = Memenuhi Sumber : Hasil Analisa Dari tabel di atas, akan dicoba menghitung curah hujan rencana dengan menggunakan Metode Distribusi Gumbel, karena hasil perhitungan C s dan C k dianggap paling mendekati dengan parameter yang disyaratkan Pengujian Kecocokan Sebaran Pengujian kecocokan sebaran digunakan untuk menguji sebaran data apakah memenuhi syarat sebagai data perencanaan. Untuk menguatkan perkiraan pemilihan distribusi yang kita ambil, maka dilakukan dua pengujian keselarasan distribusi, yaitu pengujian dengan menggunakan Metode Chi Square (Chi Kuadrat) dan Metode Kolmogorov - Smirnov.

67 Halaman IV - 6 A. Metode Chi Square (Chi Kuadrat) distribusi. Uji Chi Square (Chi Kuadrat) dilakukan untuk menguji kesesuaian Tabel 4. 9 Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Kumpulkuista (i) No. P r Log X rt C s G S Log X X (mm) Sumber : Hasil Perhitungan Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square No. Batas Kelas F e DAS Kumpulkuista (ii) Jumlah Data F e - F t (F e - F t ) 2 / F t ~ Jumlah Sumber : Hasil Perhitungan Dari perhitungan di atas diperoleh nilai f 2 F t = Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai f 2 kritis. Dengan nilai derajat kebebasan (d k ) = 3.000, maka didapat nilai f 2 kritis = Karena f 2 hitung < f 2 kritis, maka distribusi data hujan untuk DAS Kumpulkuista dapat diterima. G = log n = kelas 6 kelas Batas Kelas = %, Frekuensi teoritis = Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Ciwaringin (i) No. P r Log X rt C s G S Log X X (mm) Sumber : Hasil Perhitungan

68 Halaman IV - 7 Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square No. Batas Kelas F e DAS Ciwaringin (ii) Jumlah Data F e - F t (F e - F t ) 2 / F t ~ Jumlah Sumber : Hasil Perhitungan Dari perhitungan tersebut diperoleh nilai f 2 F t = Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai f 2 kritis. Dengan nilai derajat kebebasan (d k ) = 4.000, maka didapat nilai f 2 kritis = Karena f 2 hitung < f 2 kritis, maka distribusi data hujan untuk DAS Ciwaringin dapat diterima. G = log n = kelas 6 kelas Batas Kelas = %, Frekuensi teoritis = Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Winong (i) No. P r Log X rt C s G S Log X X (mm) Sumber : Hasil Perhitungan Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square No. Batas Kelas F e DAS Winong (ii) Jumlah Data F e - F t (F e - F t ) 2 / F t ~ Jumlah Sumber : Hasil Perhitungan Dari perhitungan di atas diperoleh nilai f 2 F t = Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai f 2 kritis. Dengan nilai derajat kebebasan (d k ) = 4.000, maka didapat nilai f 2 kritis = Karena f 2 hitung < f 2 kritis, maka distribusi data hujan untuk DAS Winong dapat diterima.

69 Halaman IV - 8 G = log n = kelas 5 kelas Batas Kelas = %, Frekuensi teoritis = Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Jamblang (i) No. P r Log X rt C s G S Log X X (mm) Sumber : Hasil Perhitungan Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square No. Batas Kelas F e DAS Jamblang (ii) Jumlah Data F t F e - F t (F e - F t ) 2 / F t ~ Jumlah Sumber : Hasil Perhitungan Dari perhitungan di atas diperoleh nilai f 2 = Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai f 2 kritis. Dengan nilai derajat kebebasan (d k ) = 3.000, maka didapat nilai f 2 kritis = Karena f 2 hitung < f 2 kritis, maka distribusi data hujan untuk DAS Jamblang dapat diterima. B. Metode Kolmogorov-Smirnov Pengujian dilakukan dengan membandingkan probabilitas tiap data, antara sebaran empiris dan sebaran teoritis, yang dinyatakan dalam. Harga terbesar ( maks) dibandingkan dengan kritis (dari Tabel Kolmogorov Smirnov) dengan tingkat keyakinan ( ) tertentu. Distribusi dianggap sesuai jika maks < kritis. Sebelum melakukan uji kesesuaian terlebih dahulu dilakukan plotting data dengan tahapan sebagai berikut : a. Data hujan harian maksimum tahunan disusun dari besar ke kecil. b. Hitung probabilitasnya dengan Rumus Weibull (Sri Harto, 1993 : 179) : = % 100 ݔ + 1 Dengan : P = Probabilitas (%) m n = nomor urut data = jumlah data c. Plotting data debit (X) dengan probabilitas P.

70 Halaman IV - 9 d. Tarik garis durasi dengan mengambil 2 titik pada Metode Gumbel(garis teoritis berupa garis lurus) dan 3 titik pada Metode Log Pearson Tipe III (garis teoritis berupa garis lengkung kecuali untuk harga Cs = 0, garis teoritis berupa garis lurus). Persamaan yang digunakan adalah (Shahin, 1976 : 188) sebagai berikut : maks = P e - P t Dengan : maks P e P t cr = selisih maksimum antara peluang empiris dan teoritis = peluang empiris = peluang teoritis = simpangan kritis (dari tabel) Kemudian dibandingkan antara maks dan cr, distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima apabila maks < cr, dan jika maks > cr, berarti gagal. Untuk mendapatkan debit banjir rencana, digunakan curah hujan rencana yang didapat berdasarkan perhitungan dengan menggunakan jenis sebaran yang cocok. 4.5 ANALISA DEBIT BANJIR RENCANA Hidrograf Satuan Sintetis Berdasarkan cara-cara untuk mendapatkan hidrograf satuan pengamatan, diperlukan serangkaian data antara lain data tinggi muka air (rekaman AWLR), data pengukuran debit, data hujan harian dan data hujan jam-jaman dari ARR. Data tersebut seringkali sulit diperoleh atau bahkan tidak tersedia sama sekali. Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai-sungai yang tidak ada atau sedikit sekali dilakukan pengamatan (observasi) hidrograf banjirnya, maka perlu dicari karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu. Karakteristik atau parameter tersebut antara lain waktu untuk mencapai puncak hidrograf, lebar dasar, luas, kemiringan, panjang alur sungai terpanjang, koefisien limpasan dan sebagainya. Untuk sungai-sungai yang tidak mempunyai hidrograf banjir pengamatan, biasanya digunakan hidrograf-hidrograf sintetis yang telah dikembangkan di negara-negara lain, yang parameter-parameternya harus disesuaikan terlebih dahulu dengan karakteristik dari daerah pengaliran yang akan ditinjau. Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) yang telah dikembangkan oleh para pakar antara lain HSS Metode FSR Jawa - Sumatra, HSS Nakayasu, HSS Snyder, HSS ITB 1, HSS ITB 2 dan lain-lain. Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) ini dikembangkan berdasarkan pemikiran bahwa pengalihragaman hujan menjadi aliran baik akibat pengaruh translasi maupun tampungan, dipengaruhi oleh sistem daerah pengalirannya.

71 Halaman IV - 10 Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) merupakan suatu cara untuk memperkirakan penggunaan konsep hidrograf satuan dalam suatu perencanaan yang tidak tersedia pengukuran-pengukuran langsung mengenai hidrograf banjir. A. Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Metode FSR Jawa - Sumatera Untuk mendapatkan debit puncak banjir pada periode ulang tertentu, maka dapat dikelompokkan menjadi dua tahap perhitungan, yaitu : a. Perhitungan debit puncak banjir tahunan rata-rata (mean annual flood = MAF) b. Penggunaan faktor pembesar (Growth Factor = GF) terhadap nilai MAF untuk menghitung debit puncak banjir sesuai dengan periode ulang yang diinginkan. Parameter DAS Kumpulkuista Luas DAS (AREA) = Km 2 ; H = 3 m Jarak terjauh dari tempat pengamatan sampai hulu sungai (MSL) = km Indeks danau (LAKE) = 0 Faktor pembesar (GF) = tergantung dari luas DAS (AREA) dan periode ulang Tabel Tabel Perhitungan Debit Banjir Rencana DAS Kumpulkuista Metode FSR Jawa - Sumatera T PBAR APBAR AREA ARF SIMS (tahun) (mm) (mm) (km 2 ) LAKE V GF MAF Q T (m 3 /dtk) Sumber : Hasil Perhitungan Parameter DAS Ciwaringin Luas DAS (AREA) = Km 2 ; H = 8 m Jarak terjauh dari tempat pengamatan sampai hulu sungai (MSL) = Km Indeks danau (LAKE) = 0 Faktor pembesar (GF) = tergantung dari luas DAS (AREA) dan periode ulang

72 Halaman IV - 11 Tabel Tabel Perhitungan Debit Banjir Rencana DAS Ciwaringin Metode FSR Jawa - Sumatera T PBAR APBAR AREA ARF SIMS (tahun) (mm) (mm) (km 2 ) LAKE V GF MAF Q T (m 3 /dtk) Sumber : Hasil Perhitungan Parameter DAS Winong Luas DAS (AREA) = Km 2 ; H = 20 m Jarak terjauh dari tempat pengamatan sampai hulu sungai (MSL) = Km Indeks danau (LAKE) = 0 Faktor pembesar (GF) = tergantung dari luas DAS (AREA) dan periode ulang Tabel Tabel Perhitungan Debit Banjir Rencana DAS Winong Metode FSR Jawa - Sumatera T PBAR ARF APBAR SIMS AREA LAKE V GF MAF Q T (tahun) (mm) (mm) (km 2 ) (m 3 /dtk) 2 44,695 0,899 40,182 1, , ,964 0,51 6,522 3, ,229 0,899 58,643 1, , ,964 1,28 16,437 21, ,781 0,899 75,322 1, , ,964 1,56 30,311 47, ,516 0,899 95,761 1, , ,964 1,88 54, , ,946 0, ,340 1, , ,964 1,96 65, , ,340 0, ,665 1, , ,964 2,35 116, , ,453 0, ,930 1, , ,964 2,78 205, ,627 Sumber : Hasil Perhitungan Parameter DAS Jamblang Luas DAS (AREA) = Km 2 ; H = 41 m Jarak terjauh dari tempat pengamatan sampai hulu sungai (MSL) = Km Indeks danau (LAKE) = 0 Faktor pembesar (GF) = tergantung dari luas DAS (AREA) dan periode ulang

73 Halaman IV - 12 Tabel Tabel Perhitungan Debit Banjir Rencana DAS Jamblang Metode FSR Jawa - Sumatera T PBAR APBAR AREA ARF SIMS (tahun) (mm) (mm) (km 2 ) LAKE V GF MAF Q T (m 3 /dtk) 2 72,340 0,882 63,825 1, , ,960 0,51 28,039 14, ,610 0,882 82,592 1, , ,960 1,28 52,659 67, ,030 0,882 97,961 1, , ,960 1,56 79, , ,778 0, ,385 1, , ,960 1,88 119, , ,748 0, ,535 1, , ,960 1,96 135, , ,644 0, ,618 1, , ,960 2,35 200, , ,460 0, ,160 1, , ,960 2,78 295, ,659 Sumber : Hasil Perhitungan B. Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu merupakan suatu cara untuk mendapatkan hidrograf banjir rancangan dalam suatu DAS. Untuk membuat suatu hidrograf banjir pada sungai, perlu dicari karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut. Adapun karakteristik tersebut antara lain : a. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time to peak magnitude). b. Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag). c. Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph). d. Luas daerah pengaliran. e. Panjang alur sungai utama (length of the longest channel). Gambar 4. 2 Bentuk Kurva Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu

74 Halaman IV - 13 Parameter DAS Kumpulkuista Luas DAS (A) = Km 2 Panjang Sungai Utama (L) = Km Parameter α = Koefisien Pengaliran (c) = Hujan Satuan (Ro) = mm Tabel Unit Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu DAS Kumpulkuista t Q (jam) (m 3 /detik) Sumber : Hasil Perhitungan

75 Halaman IV - 14 Gambar 4. 3 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu untuk DAS Kumpulkuista Parameter DAS Ciwaringin Luas DAS (A) = Km 2 Panjang Sungai Utama (L) = Km Parameter α = Koefisien Pengaliran (c) = Hujan Satuan (Ro) = mm Tabel Unit Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu DAS Ciwaringin t Q (jam) (m 3 /detik)

76 Halaman IV - 15 t Q (jam) (m 3 /detik) Sumber : Hasil Perhitungan Gambar 4. 4 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu untuk DAS Ciwaringin Parameter DAS Winong Luas DAS (A) = Km 2 Panjang Sungai Utama (L) = Km Parameter α = Koefisien Pengaliran (c) = Hujan Satuan (Ro) = mm

77 Halaman IV - 16 Tabel Unit Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu DAS Winong t Q (jam) (m3/detik) 0 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,003 Sumber : Hasil Perhitungan Gambar 4. 5 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu untuk DAS Winong

78 Halaman IV - 17 Parameter DAS Jamblang Luas DAS (A) = Km 2 Panjang Sungai Utama (L) = Km Parameter α = Koefisien Pengaliran (c) = Hujan Satuan (Ro) = mm Tabel Unit Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu DAS Jamblang t Q (jam) (m3/detik) 0 0, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,017 Sumber : Hasil Perhitungan

79 Halaman IV - 18 Gambar 4. 6 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu untuk DAS Jamblang C. Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Snyder Parameter Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Snyder terdiri dari debit puncak (Q p ), waktu puncak (T p ), dan waktu dasar (T b ). Parameter debit puncak (Q p ), merupakan fungsi dari luas DAS (A), waktu puncak (T p ), dan koefisien debit puncak (C p ). Sedangkan waktu puncak (T p ) dirumuskan sebagai fungsi panjang sungai utama dari titik tinjauan (L), panjang sungai dari titik tinjauan terhadap titik di dekat pusat DAS (L c ), koefisien waktu puncak (C t dan C p ), kemudian waktu dasar (T b ) yang merupakan fungsi dari waktu puncak. Parameter-parameter dari Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Snyder memberikan bentuk hidrograf segitiga dengan tinggi Q p dan lebar sisi bawah T b. Nilai koefisien debit puncak (C p ) dan koefisien waktu puncak (C t ) terbukti cukup konstan untuk sejumlah daerah pengaliran yang terukur pada suatu wilayah, sehingga koefisien-koefisien ini dapat dipakai pada DAS yang tidak terukur di dalam wilayah yang sama. Parameter DAS Kumpulkuista A = Km 2 L = Km L c = Km Parameter lain yang dibutuhkan : h = 1 mm

80 Halaman IV - 19 C t = 1.00 ( ) C p = 1.00 ( ) Parameter hitung : t p t e T p T b Q p = jam = jam = jam = jam = m 3 /dtk/mm Gambar 4. 7 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Snyder untuk DAS Kumpulkuista Parameter DAS Ciwaringin A = Km 2 L = Km L c = Km Parameter lain yang dibutuhkan : h = 1 mm C t = 1.00 ( ) C p = 1.00 ( ) Parameter hitung : t p = jam

81 Halaman IV - 20 t e T p T b Q p = jam = jam = jam = m 3 /dtk/mm Gambar 4. 8 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Snyder untuk DAS Ciwaringin Parameter DAS Winong A = Km 2 L = Km L c = Km Parameter lain yang dibutuhkan : h = 1 mm C t = 1.00 ( ) C p = 1.00 ( ) Parameter hitung : t p t e T p T b Q p = jam = jam = jam = jam = m 3 /dtk/mm

82 Halaman IV - 21 Gambar 4. 9 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Snyder untuk DAS Winong Parameter DAS Jamblang A = Km 2 L = Km L c = Km Parameter lain yang dibutuhkan : h = 1 mm C t = 1.00 ( ) C p = 1.00 ( ) Parameter hitung : t p t e T p T b Q p = jam = jam = jam = jam = m 3 /dtk/mm

83 Halaman IV - 22 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Snyder untuk DAS Jamblang D. Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) ITB 1) Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) ITB - 1 Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) ITB-1 memiliki persamaan lengkung naik dan lengkung turun seluruhnya yang dinyatakan dengan satu persamaan yang sama, yaitu : 1 a. ݐ 2 ݔ = (ݐ)ݍ ൠ ݐ Parameter DAS Kumpulkuista Luas (A DAS ) = Km 2 Panjang sungai utama (L) = Km Tinggi hujan satuan (R) = 1.00 mm Durasi hujan satuan (T r ) = 1.00 jam Parameter DAS Ciwaringin Luas DAS (A DAS ) = Km 2 Panjang sungai utama (L) = Km Tinggi hujan satuan (R) = 1.00 mm Durasi hujan satuan (T r ) = 1.00 jam

84 Halaman IV - 23 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-1 untuk DAS Kumpulkuista Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-1 untuk DAS Ciwaringin

85 Halaman IV - 24 Parameter DAS Winong Luas DAS (A DAS ) = Km 2 Panjang sungai utama (L) = Km Tinggi hujan satuan (R) = 1.00 mm Durasi hujan satuan (T r ) = 1.00 jam Parameter DAS Jamblang Luas DAS (A DAS ) = Km 2 Panjang sungai utama (L) = Km Tinggi hujan satuan (R) = 1.00 mm Durasi hujan satuan (T r ) = 1.00 jam Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-1 untuk DAS Winong

86 Halaman IV - 25 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-1 untuk DAS Jamblang 2) Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) ITB - 2 Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) ITB-2 memiliki persamaan lengkung naik dan lengkung turun yang dinyatakan dengan dua persamaan yang berbeda, yaitu : a. Lengkung naik (0 < t < 1) : a ݐ = (ݐ)ݍ b. Lengkung turun (t > 1 s/d ) b. ݐ 1 ݔ = (ݐ)ݍ Parameter DAS Kumpulkuista Luas DAS (A DAS ) = Km 2 Panjang sungai utama (L) = Km Tinggi hujan satuan (R) = 1.00 mm Durasi hujan satuan (T r ) = 1.00 jam Parameter DAS Ciwaringin Luas DAS (A DAS ) = Km 2 Panjang sungai utama (L) = Km Tinggi hujan satuan (R) = 1.00 mm Durasi hujan satuan (T r ) = 1.00 jam

87 Halaman IV - 26 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-2 untuk DAS Kumpulkuista Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-2 untuk DAS Ciwaringin

88 Halaman IV - 27 Parameter DAS Winong Luas DAS (A DAS ) = Km 2 Panjang sungai utama (L) = Km Tinggi hujan satuan (R) = 1.00 mm Durasi hujan satuan (T r ) = 1.00 jam Parameter DAS Jamblang Luas DAS (A DAS ) = Km 2 Panjang sungai utama (L) = Km Tinggi hujan satuan (R) = 1.00 mm Durasi hujan satuan (T r ) = 1.00 jam Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-2 untuk DAS Winong

89 Halaman IV - 28 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-2 untuk DAS Jamblang Pemilihan dan Penetapan Debit Banjir Rencana Pada lokasi studi, yaitu DAS Kumpulkuista, Ciwaringin, Winong maupun Jamblang tidak ada atau bahkan sama sekali tidak dilakukan pengamatan (observasi) hidrograf banjirnya, sehingga pada waktu proses penyesuaian (kalibrasi) hasil perhitungan HSS terhadap karakteristik dari daerah pengaliran yang ditinjau menjadi tidak mudah. Untuk itu, sebagai dasar dalam menetapkan besarnya nilai debit rencana terpilih dilakukan pendekatan besaran nilai debit dari hasil studi terdahulu yang telah dikaji dalam Lower Cimanuk Flood Control (LCFC). Adapun debit banjir rencana terpilih yang telah ditetapkan dan digunakan sebagai bahan masukan (input) dalam proses running program HEC-RAS adalah pada tabel berikut ini. Tabel Debit Banjir Rencana Terpilih sebagai Input HEC-RAS No Metode Nama DAS Perhitungan HSS DAS Metode Kumpulkuista ITB - 1 DAS Metode Ciwaringin ITB - 2 Sumber : Hasil Analisa Debit Banjir Rencana Periode T Tahun (m 3 /dtk) Q 2 thn Q 5 thn Q 10 thn Q 20 thn Q 25 thn Q 50 thn Q 100 thn

90 Halaman IV - 29 DAFTAR ISI BAB IV...1 HIDROLOGI...1 KUMPULKUISTA JAMBLANG TINJAUAN UMUM DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DATA HUJAN HARIAN MAKSIMUM TAHUNAN Perhitungan Hujan Rata-rata Periode Ulang Tertentu Analisa Frekuensi Hujan Rencana ANALISA STATISTIK Pengukuran Dispersi Pemilihan Jenis Sebaran Pengujian Kecocokan Sebaran ANALISA DEBIT BANJIR RENCANA Hidrograf Satuan Sintetis Pemilihan dan Penetapan Debit Banjir Rencana...28 DAFTAR GAMBAR Gambar 4. 1 Peta DAS Lokasi Studi...2 Gambar 4. 2 Bentuk Kurva Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu...12 Gambar 4. 3 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu untuk DAS Kumpulkuista...14 Gambar 4. 4 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu untuk DAS Ciwaringin...15 Gambar 4. 5 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu untuk DAS Winong..16 Gambar 4. 6 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu untuk DAS Jamblang...18 Gambar 4. 7 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Snyder untuk DAS Kumpulkuista...19 Gambar 4. 8 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Snyder untuk DAS Ciwaringin..20 Gambar 4. 9 Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Snyder untuk DAS Winong...21 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode Snyder untuk DAS Jamblang.22 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-1 untuk DAS Kumpulkuista...23 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-1 untuk DAS Ciwaringin...23 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-1 untuk DAS Winong...24

91 Halaman IV - 30 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-1 untuk DAS Jamblang...25 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-2 untuk DAS Kumpulkuista...26 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-2 untuk DAS Ciwaringin...26 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-2 untuk DAS Winong...27 Gambar Hidrograf Debit Banjir Rancangan Metode HSS ITB-2 untuk DAS Jamblang...28 DAFTAR TABEL Tabel 4. 1 Tabel Luas DAS...1 Tabel 4. 2 Data Hujan Harian Maksimum Tahunan yang Digunakan...3 Tabel 4. 3 Hasil Perhitungan Luas Masing-masing DAS...3 Tabel 4. 4 Perhitungan Pengukuran Dispersi Data Hujan...4 Tabel 4. 5 Tabel Parameter Penentu Jenis Sebaran Data Hujan DAS Kumpulkuista...4 Tabel 4. 6 Tabel Parameter Penentu Jenis Sebaran Data Hujan DAS Ciwaringin...5 Tabel 4. 7 Tabel Parameter Penentu Jenis Sebaran Data Hujan DAS Winong...5 Tabel 4. 8 Tabel Parameter Penentu Jenis Sebaran Data Hujan DAS Jamblang...5 Tabel 4. 9 Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Kumpulkuista (i)...6 Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Kumpulkuista (ii)...6 Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Ciwaringin (i)...6 Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Ciwaringin (ii)...7 Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Winong (i)...7 Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Winong (ii)...7 Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Jamblang (i)...8 Tabel Tabel Pengujian Kesesuaian Distribusi Data Hujan Metode Chi Square DAS Jamblang (ii)...8 Tabel Tabel Perhitungan Debit Banjir Rencana DAS Kumpulkuista Metode FSR Jawa - Sumatera...10 Tabel Tabel Perhitungan Debit Banjir Rencana DAS Ciwaringin Metode FSR Jawa - Sumatera...11

92 Halaman IV - 31 Tabel Tabel Perhitungan Debit Banjir Rencana DAS Winong Metode FSR Jawa - Sumatera...11 Tabel Tabel Perhitungan Debit Banjir Rencana DAS Jamblang Metode FSR Jawa - Sumatera...12 Tabel Unit Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu DAS Kumpulkuista...13 Tabel Unit Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu DAS Ciwaringin...14 Tabel Unit Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu DAS Winong...16 Tabel Unit Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu DAS Jamblang...17 Tabel Debit Banjir Rencana Terpilih sebagai Input HEC-RAS...28

93 Halaman V - 1 BAB V HIDROLOGI PEKIK CONDONG 5.1 ANALISIS CURAH HUJAN MAKSIMUM RENCANA Analisis curah hujan maksimum rencana di wilayah kajian dilakukan dengan menggunakan data pencatatan curah hujan pada jaringan hidrometri yang ada dan memiliki kelengkapan data dengan validitas yang baik, yaitu data curah hujan tahun 1981 s.d (27 tahun). Terdapat total 29 stasiun pencatatan hujan di sekitar DAS Pantura, namun hanya 5 stasiun yang diperhitungkan dalam análisis. Jaringan hidrometri di sekitar DAS Pekik dan DAS Condong dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini. Tabel 5. 1 Jaringan Hidrometri (Stasiun Curah Hujan) di sekitar DAS Pekik dan DAS Condong Tahun Stasiun Curah Hujan Cirebon Krangkeng Wanasaba Kidul Cangkring Sindang Jawa Sumber : BBWS Cimanuk Cisanggarung 2012

94 Halaman V - 2 DAS KUMPULKUISTA DAS CIWARINGIN DAS TERWU DAS SIGRANALA DAS WINONG DAS CONDONG DAS JAMBLANG/BONDET DAS PEKIK Gambar 5. 1 Peta DAS Lokasi Studi

95 Halaman V ANALISIS DISTRIBUSI FREKUENSI Curah hujan maksimum wilayah yang diperoleh digunakan untuk perhitungan curah hujan rencana melalui analisis distribusi frekuensi. Analisis distribusi frekuensi yang digunakan dalam kajian ini adalah Metode Gumbel dan Log Pearson III Metode Gumbel Parameter statistik yang diperlukan untuk analisis distribusi frekuensi dengan Metode Gumbel adalah nilai tengah dan standar deviasi, untuk selanjutnya dihitung curah hujan rencana menurut periode ulang yang diinginkan. Analisis curah hujan rencana di DAS Pekik dan DAS Condong untuk periode ulang tertentu dapat dilihat pada Tabel 5.2 s.d. Tabel 5.6. Tabel 5. 2 Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Gumbel Sumber : Hasil Analisis Stasiun Cirebon PERIODE ULANG NO. Tr Yt Xr Yn Xt Sn K Sx (tahun) (mm) (mm) C.H. MAKS. RERATA C.H. RENCANA (1) (2) (3) (4) (5) 6) = {(3) - (4)}/ (5 (7) (8) (9) = (8) + {(6) * (7)} Tabel 5. 3 Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Gumbel Sumber : Hasil Analisis Stasiun Krangkeng PERIODE ULANG NO. Tr Yt Xr Yn Xt Sn K Sx (tahun) (mm) (mm) C.H. MAKS. RERATA C.H. RENCANA (1) (2) (3) (4) (5) 6) = {(3) - (4)}/ (5 (7) (8) (9) = (8) + {(6) * (7)}

96 Halaman V - 4 Tabel 5. 4 Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Gumbel Sumber : Hasil Analisis Stasiun Wanasaba Kidul PERIODE ULANG NO. Tr Yt Xr Yn Xt Sn K Sx (tahun) (mm) (mm) C.H. MAKS. RERATA C.H. RENCANA (1) (2) (3) (4) (5) 6) = {(3) - (4)}/ (5 (7) (8) (9) = (8) + {(6) * (7)} Tabel 5. 5 Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Gumbel Sumber : Hasil Analisis Stasiun Cangkring PERIODE ULANG NO. Tr Yt Xr Yn Xt Sn K Sx (tahun) (mm) (mm) C.H. MAKS. RERATA C.H. RENCANA (1) (2) (3) (4) (5) 6) = {(3) - (4)}/ (5 (7) (8) (9) = (8) + {(6) * (7)} Tabel 5. 6 Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Gumbel Sumber : Hasil Analisis Stasiun Sindangjawa PERIODE ULANG NO. Tr Yt Xr Yn Xt Sn K Sx (tahun) (mm) (mm) C.H. MAKS. RERATA C.H. RENCANA (1) (2) (3) (4) (5) 6) = {(3) - (4)}/ (5 (7) (8) (9) = (8) + {(6) * (7)}

97 Halaman V CURAH HUJAN RENCANA METODE GUMBEL DAS PEKIK dan DAS CONDONG C.H. Rencana (mm) Cirebon Wanasaba Kidul Sindangjawa Kragkengg Cangkringg Periode Ulang (tahun) Sumber : Hasil Analisiss Gambar 5. 2 Curah Hujan Rencana Metode Gumbel A. Metode Log Pearson Type III Hasil analisis curah hujan rencana Metode Log Person III untuk periode ulang tertentu padaa DAS Pekik dan DAS Condong diperlihatkan pada Tabel 5.7 Tabel Tabel 5. 7 Hasil Analisiss Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Log Person III Stasiun Cirebon NO. PERIODE ULANG Tr PELUANG P (tahun) (%) (1) (2) (3) = 100/ (2) K Xr Sx (sesuai nilai Cs) (dalam Log) (dalam Log) K * Sx C.H. RENC CANA Xr (dalam Log) C.H. RENCANA (4) (5) (6) (7) = (4) * (6) (8) = (5) + (7) (9) = 10 (8) (0.019) Xt (mm) Sumber : Hasil Analisis Perencanaan Penanggulangan Genangan Banjir antara Sungai Pekik s/ /d Sungai Kumpulkuista

98 Halaman V - 6 Tabel 5. 8 Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Log Person III Stasiun Krangkeng NO. PERIODE ULANG PELUANG K Xr Sx C.H. C.H. RENCANA RENCANA K * Sx Tr P (sesuai nilai Xr Xt (dalam Log) (dalam Log) (tahun) (%) Cs) (dalam Log) (mm) (1) (2) (3) = 100/ (2) (4) (5) (6) (7) = (4) * (6) (8) = (5) + (7) (9) = 10 (8) (0.006) Sumber : Hasil Analisis Tabel 5. 9 Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Log Person III Stasiun Wanasaba Kidul NO. PERIODE ULANG PELUANG K Xr Sx C.H. C.H. RENCANA RENCANA K * Sx Tr P (sesuai nilai Xr Xt (dalam Log) (dalam Log) (tahun) (%) Cs) (dalam Log) (mm) (1) (2) (3) = 100/ (2) (4) (5) (6) (7) = (4) * (6) (8) = (5) + (7) (9) = 10 (8) (0.002) Sumber : Hasil Analisis Tabel Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Log Person III Stasiun Cangkring NO. PERIODE ULANG PELUANG K Xr Sx C.H. C.H. RENCANA RENCANA K * Sx Tr P (sesuai nilai Xr Xt (dalam Log) (dalam Log) (tahun) (%) Cs) (dalam Log) (mm) (1) (2) (3) = 100/ (2) (4) (5) (6) (7) = (4) * (6) (8) = (5) + (7) (9) = 10 (8) (0.005) Sumber : Hasil Analisis

99 Halaman V - 7 Tabel Hasil Analisiss Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencana Periode Ulang NO. PERIODE ULANG Tr Metode Log Person III Stasiun Sindang Jawa PELUANG K Xr Sx P (tahun) (%) (sesuai nilai Cs) (dalam Log) (dalam Log) K * Sx C.H. RENCAN NA (1) (2) (3) = 100/ (2) (4) (5) (6) (7) = (4) * (6) (8) = (5) + (7) (9) = 10 (8) Xr (dalam Log) C.H. RENCANA Xt (mm) (0.002) Sumber : Hasil Analisis Resume hasil analisis curah hujan rencana Metode Log Person III seperti pada gambar berikut ini. 350 CURAH HUJAN RENCANA METODE LOG PERSON III 300 C.H. Rencana (mm) Cirebon Wanasaba Kidul Sindang Jawa Krangkengg Cangkringg Periode Ulang (tahun) 100 Sumber : Hasil Analisiss Gambar 5. 3 Curah Hujan Rencana Metode Log Person III Perencanaan Penanggulangan Genangan Banjir antara Sungai Pekik s/ /d Sungai Kumpulkuista

100 Halaman V Uji Kesesuaian Distribusi Uji kesesuaian distribusi dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan analisis curah hujan rencana terhadap simpangan data vertikal dan horisontal, sehingga diketahui apakah pemilihan metode distribusi frekuensi yang digunakan dalam analisis tersebut diterima atau ditolak, dengan membandingkan hasil perhitungan data pengamatan dengan nilai kritis. Metode uji kesesuaian distribusi yang digunakan dalam kajian ini adalah Uji Smirnov - Kolmogorov dan Uji Chi Kuadrat. A. Uji Smirnov - Kolmogorov Analisis uji ini digunakan untuk mengetahui simpangan horisontal yaitu simpangan maksimum antara distribusi teoritis dan empiris (D maks ). Uji Smirnov Kolmogorov dilakukan pada distribusi frekuensi Metode Gumbel dan Log Person III dengan menggunakan asumsi sebagai berikut : Derajat signifikansi (α) = 5 % Tingkat kepercayaan = 95 % Tabel Resume Hasil Analisis Uji Smirnov Kolmogorov untuk Distribusi Gumbel dan Log Person III DAS Pekik dan Condong Uraian Gumbel Metode Log Person III Keterangan D maks D krt Kesimpulan Diterima Diterima Sumber : Hasil Analisis Dipilih distribusi Gumbel Berdasarkan hasil analisis uji kesesuain distribusi tersebut, kedua distribusi yang digunakan layak untuk dijadikan sebagai metode perhitungan curah hujan rencana, serta memperhatikan nilai D (delta/selisih) maksimum terkecil, maka distribusi yang sesuai adalah distribusi Gumbel. B. Uji Chi - Square Selanjutnya dilakukan uji kesesuaian secara vertikal dengan Metode Chi Square terhadap distribusi tersebut sebelum digunakan sebagai curah hujan rencana. Taraf signifikansi nilai kritis yang digunakan pada Uji Chi Square pada kajian ini adalah 5%.

101 Halaman V - 9 Tabel Resume Hasil Analisis Uji Chi - Square untuk Distribusi Gumbel dan Log Person III DAS Pekik dan Condong Uraian Gumbel Metode Log Person III D maks D krt Kesimpulan Diterima Diterima Sumber : Hasil Analisis Keterangan Dipilih distribusi Gumbel Tabel Resume Curah Hujan Terpilih Periode Ulang 2, 5, 20, 25, 50 dan 100 Sumber : Hasil Analisis Tahun PERIODE ULANG NO. Tr Yt Xr Yn Xt Sn K Sx (tahun) (mm) (mm) C.H. MAKS. RERATA C.H. RENCANA (1) (2) (3) (4) (5) 6) = {(3) - (4)}/ (5 (7) (8) (9) = (8) + {(6) * (7)} ANALISIS DEBIT BANJIR RENCANA Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu DAS Pekik Tahapan analisis HSS Nakayasu DAS Pekik dilakukan dengan menentukan parameter-parameter unit hidrografnya.

102 Halaman V - 10 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Nakayasu DAS Pekik WAKTU (jam) HIDROGRAF BANJIR PERIODEULANG 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 25 Tahun 50 Tahun 100 Tahun (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) KET Debit Maks Debit (m 3 /dt) Hidrografraf Banjir Rencana HSS Nakayasu Periode Ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 Tahun DAS Pekik 2 tahun 5 Tahun 10 tahun 25 tahun 50 tahun 100 tahun Waktu (jam) Gambar 5. 4 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Nakayasu DAS Pekik Perencanaan Penanggulangan Genangan Banjir antara Sungai Pekik s/ /d Sungai Kumpulkuista

103 Halaman V Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Snyder DAS Pekik Tahapan analisis HSS Snyder DAS Pekik dilakukan dengan menentukan parameter-parameter unit hidrografnya seperti perhitungan berikut ini. Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Snyder DAS Pekik RESUMEHIDROGRAF BANJIR RENCANA METODESNYDER PERIODEULANG 2, 5, 10, 25, 50 DAN 100 TAHUN DAS PEKIK WAKTU HIDROGRAF BANJIR PERIODEULANG 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 25 Tahun 50 Tahun 100 Tahun KET. (jam) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) Debit Maks

104 Halaman V Hidrograf Banjir Rencana HSS Snyder Periode Ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 Tahun DAS Pekik 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 25 Tahun 50 Tahun 100 Tahun 150 Debit (m 3 /dt) Waktu (jam) Gambar 5. 5 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Snyder DAS Pekik Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) ITB DAS Pekik Tahapan analisis HSS ITB DAS Pekik dilakukan dengan menentukan parameter-parameter unit hidrografnya. Perencanaan Penanggulangan Genangan Banjir antara Sungai Pekik s/ /d Sungai Kumpulkuista

105 Halaman V - 13 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-1 DAS Pekik HIDROGRAF BANJIR PERIODEULANG WAKTU 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 25 Tahun 50 Tahun 100 Tahun KET. (jam) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) Debit Maks

106 Halaman V - 14 Hidrograf Banjir Rencana HSS ITB 1 Periode Ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 Tahun DAS Pekik Tahun 5 Tahun 10 Tahun 25 Tahun 50 Tahun 100 Tahun 200 Debit (m 3 /dt) Waktu (jam) Gambar 5. 6 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-1 DAS Pekik

107 Halaman V - 15 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-2 DAS Pekik WAKTU HIDROGRAF BANJIR PERIODEULANG 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 25 Tahun 50 Tahun 100 Tahun KET. (jam) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) Debit Maks Hidrograf Banjir RencanaHSS ITB 2 PeriodeUlang2, 5, 10, 25, 50dan 100 Tahun DAS Pekik Debit (m 3 /dt) tahun 5 Tahun 10 tahun 25 tahun 50 tahun 100 tahun Waktu (jam) Gambar 5. 7 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-2 untuk DAS Pekik

108 Halaman V - 16 Tabel Resume Debit Banjir Rencana DAS Pekik REKAPITULASI DEBIT BANJIR DAS PEKIK METODE PERIODE ULANG HSS ITB HSS ITB SNYDER NAKAYASU Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu DAS Condong Tahapan analisis HSS Nakayasu DAS Condong dilakukan dengan menentukan parameter-parameter unit hidrografnya. Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Nakayasu DAS Condong HIDROGRAF BANJIR PERIODEULANG WAKTU 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 25 Tahun 50 Tahun 100 Tahun KET. (jam) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) Debit Maks

109 Halaman V Hidrograf Banjir Rencana HSS Nakayasu Periode Ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 Tahun DAS Condong 2 tahun 5 Tahun 10 tahun 25 tahun Debit (m 3 /dt) Waktu (jam) Gambar 5. 8 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Nakayasu DAS Condong Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Snyder DAS Condong Tahapan analisis HSS Snyder DAS Condong dilakukan dengan menentukan parameter-parameter unit hidrografnya seperti perhitungan berikut ini. Perencanaan Penanggulangan Genangan Banjir antara Sungai Pekik s/ /d Sungai Kumpulkuista

110 Halaman V - 18 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Snyder DAS Condong HIDROGRAF BANJIR PERIODEULANG WAKTU 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 25 Tahun 50 Tahun 100 Tahun KET. (jam) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) Debit Maks

111 Halaman V Debit (m 3 /dt) Hidrograf Banjir Rencana HSS Snyder Periode Ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 Tahun DAS Condong Waktu (jam) 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 25 Tahun 50 Tahun 100 Tahun Gambar 5. 9 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Snyder DAS Condong Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) ITB DAS Condong Tahapan analisis HSS ITB DAS Condong dilakukan dengan menentukan parameter-parameter unit hidrografnya. Perencanaan Penanggulangan Genangan Banjir antara Sungai Pekik s/ /d Sungai Kumpulkuista

112 Halaman V - 20 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-1 DAS Condong HIDROGRAF BANJIR PERIODEULANG WAKTU 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 25 Tahun 50 Tahun 100 Tahun KET. (jam) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) Debit Maks

113 Halaman V Debit (m 3 /dt) Hidrograf Banjir Rencana HSS ITB 1 Periode Ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 Tahun DAS Condong Waktu (jam) 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 25 Tahun 50 Tahun 100 Tahun Gambar Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-1 untuk DAS Condong Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-2 DAS Condong WAKTU (jam) HIDROGRAF BANJIR PERIODEULANG 2 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 25 Tahun 50 Tahun 100 Tahun KET. (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) (m 3 /dt) Debit Maks

114 Halaman V - 22 Hidrograf Banjir Rencana HSS ITB 2 Periode Ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 Tahun DAS Condong tahun 5 Tahun tahun 25 tahun 50 tahun 100 tahun 250 Debit (m 3 /dt) Waktu (jam) Gambar Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-2 untuk DAS Condong Tabel Resume Debit Banjir Rencana DAS Condong REKAPITULASI DEBIT BANJIR DAS CONDONG METODE PERIODE ULANG HSS ITB HSS ITB SNYDER NAKAYASU KAPASITAS DEBIT EKSISTING Kecepatan aliran rata-rata hasil pengukuran di lokasi adalah 0.02 m/s. Dari data hasil pengukuran cross section di Sungai Pekik dan Sungai Condong khususnya di titiktitik rawan banjir, maka diperoleh data debit berikut ini.

115 Halaman V - 23 Tabel Debit Eksisting di Sungai Pekik No. Gambar Luas (m 2 ) Debit (m 3 /s) P P P P Tabel Debit Eksisting di Sungai Condong No. Gambar Luas (m 2 ) Debit (m 3 /s)

116 Halaman V MORFOLOGI SUNGAI Luas DAS Condong 33,8 km 2. Bentuk DAS Condong adalah memanjang dengan bagian hulu dan tengah agak lebar dan bagian hilir menyempit. Bentuk DAS semacam ini mengakibatkan waktu konsentrasi aliran yang cukup panjang. Topografi DAS relatif datar dengan elevasi tertinggi ±50 m dpl (di atas permukaan laut) dan elevasi terendah 0 m dpl. Kelerengan lahan sangat landai. Sungai utama memiliki panjang ± 17 km dengan kemiringan sungai 0,0029. Morfologi sungai yang kurang menguntungkan dimana bagian hulu dan tengah DAS memiliki banyak percabangan sungai yang kemudian menyatu/menyempit di bagian hilir. Banyaknya sungai di bagian hulu dan tengah mengakibatkan besarnya aliran dan berpotensi menimbulkan banjir di bagian hillir saat musim penghujan tiba. Kondisi ini diperparah jika kapasitas sungai di hilir tidak cukup besar, muka air laut pasang saat kejadian banjir dan sebagian besar lahan di hulu merupakan lahan terbangun. DAS Pekik terletak bersebelahan dengan DAS Condong yaitu di sisi timurnya. Dilihat dari bentuknya, DAS Pekik lebih panjang dibanding DAS Condong. Konsekuensinya waktu konsentrasi di DAS Pekik juga lebih lama dibanding DAS Condong. Luas DAS Pekik 66,73 km 2. Topografi DAS di bagian hulu dan tengah bergelombang sedangkan di bagian hilir relatif datar. Kontur tertingginya mencapai ± m dpl dan terendah berada di muara sungai dengan ketinggian 0 m dpl. Panjang sungai utama 31,2 km dengan kemiringan rata-rata 0,091. Pada DAS Pekik, debit banjir yang diterima sungai di bagian hilir cukup besar akibat kecepatan aliran yang tinggi (kemiringan lahan curam) dan bagian hulu memiliki sungai yang bercabang-cabang yang kemudian menyatu di bagian tengah dan hilir. Akibat banyaknya aliran sungai yang mengalir dengan kecepatan tinggi, debit di hulu cukup besar dan berpotensi menimbulkan genangan banjir di bagian hilir (kapasitas sungai dan kecepatan aliran berkurang). 5.5 APLIKASI PROGRAM HEC-RAS UNTUK ANALISIS HIDROLIKA Tujuan analisis hidraulik adalah untuk mengetahui kapasitas alur sungai eksisting dan profil muka air banjir rencana. Analisis ini dilakukan melalui pendekatan pemodelan matematik dengan menggunakan bantuan software HEC - RAS (Hydrologic Engineering Center River Analysis System) versi 4.00, Maret 2008 dan versi 4.10, Januari Tahapan Analisis Proses pemodelan matematik sistem Sungai Pekik dan Condong secara umum dilakukan dengan tahapan kerja sebagai berikut : 1. Skematisasi model sistem Sungai Pekik dan Sungai Condong 2. Input data geometri dan karakteristik sistem sungai 3. Menentukan kondisi batas (boundary conditions) sistem model sungai, terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu :

117 Halaman V - 25 Batas hulu adalah hidrograf banjir rencana periode ulang (flow hydrograph) Batas hilir adalah data pengamatan muka air pasang surut (stage hydrograph) di muara sungai 4. Eksekusi (run/compute) software HEC RAS untuk verifikasi kesesuaian model dan analisis simulasi banjir rencana 5. Evaluasi hasil analisis simulasi banjir rencana 6. Finalisasi dan evaluasi hasil analisis simulasi alternatif pengendalian banjir Pada akhir dari analisis akan dihasilkan suatu kesimpulan dari kajian ini, sehingga dapat dirumuskan suatu rekomendasi tentang alternatif penanganan banjir di Sungai Pekik dan Sungai Condong. A. Skematisasi Model Sistem Dengan pendekatan beda hingga yang digunakan pada perangkat lunak HEC - RAS untuk menyelesaikan persamaan-persamaan aliran tidak langgeng, maka sistem Sungai Pekik-Condong harus dibagi menjadi rangkaian elemen, dimana masing - masing elemen tersebut disebut ruas (station). Setiap ruas dihubungkan dengan ruas lain di bagian hulu maupun hilirnya oleh suatu simpul, rangkaian simpul dan ruas ini disebut skematisasi model. Berdasarkan skematisasi ini disusun file input sebagai masukan program HEC - RAS. Skematisasi model sistem Sungai Pekik dapat dilihat pada gambar berikut.

118 Halaman V - 26 Laut Jawa Gambar Skema Model HEC RAS Sistem Sungai Pekik

119 Halaman V - 27 Laut Jawa Gambar Skema Model HEC RAS Sistem Sungai Condong B. Input Data Geometri dan Karakteristik Sungai File masukan untuk sistem model sungai meliputi data - data sebagai berikut : Data jaringan sungai sesuai skematisasi. Data fisik setiap elemen sungai, yaitu data geometri dari hasil pengukuran topografi serta data kekasaran tebing dan dasar sungai. Data geometri dan karakteristik sungai yang dibutuhkan, antara lain meliputi : a) Data koordinat (x,y) dan profil melintang sungai (cross section) masing - masing elemen (station) di sepanjang ruas sungai yang akan dianalisis.

120 Halaman V - 28 Pengisian data koordinat dimulai dari titik awal lokasi studi pada bagian up stream hingga titik akhir pada bagian down stream dengan penomoran setiap stasiun semakin ke hilir semakin kecil Data penampang melintang sungai yang digunakan sesuai skematisasi seluruhnya ada 59 penampang b) Profil memanjang sungai (long section) diperoleh dengan meng-input jarak memanjang antar stasiun dari titik awal lokasi sampai ke titik akhir tinjauan analisis. Input data jarak dilakukan terhadap jarak tebing kiri, kanan dan jarak titik tengah sungai c) Titik bank full sungai (bank station) serta tanggul (jika ada) dari setiap profil melintang d) Koefisien kekasaran Manning (n) pada dasar (alur) dan tebing baik kiri maupun kanan sungai (USA Army Corp of Engineers, 2010), yaitu : Alur sungai : untuk sungai alami yang dalam dan tanpa batuan, n = 0,03 Bantaran sungai : untuk dataran banjir (floodplain) yang terdiri dari semak belukar yang tersebar dan ditumbuhi rumput liar, n = 0,050 Data aliran sungai serta periode dan interval waktu perhitungan Data aliran sungai yang menjadi input, antara lain : a) Input data aliran adalah unsteady flow data b) Data flow hydrograph adalah data hidrograf banjir rencana periode ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun sebagai kondisi batas di bagian hulu, seperti hasil analisis hidrologi c) Data stage hydrograph adalah data pengamatan tinggi muka pasang surut air laut selama 15 hari sebagai kondisi batas di bagian hilir.

121 Halaman V - 29 Sumber : Hasil Analisis Gambar Input Data Geometri dan Kondisi Batas Pemodelan HEC RAS Sistem Sungai Pekik

122 Halaman V - 30 Sumber : Hasil Analisis Gambar Input Data Geometri dan Kondisi Batas Pemodelan HEC RAS Sistem Sungai Condong

123 Halaman V - 31 C. Eksekusi untuk Verifikasi Kesesuaian Model dan Analisis Simulasi Setelah file masukan disiapkan seperti diuraikan di atas, maka langkah selanjutnya adalah eksekusi dari perangkat lunak HEC - RAS untuk melakukan verifikasi kesesuaian model sebelum digunakan dalam analisis simulasi berbagai kondisi. Setelah mengkaji kesesuaian model dengan kondisi lapangan, maka selanjutnya dilakukan analisis simulasi berbagai kondisi alternatif upaya pengendalian banjir, yaitu : a. Kondisi eksisting Sungai Pekik dan Sungai Condong, dianalisis kapasitas penampang sungai; b. Kondisi dengan altrnatif pembangunan/peninggian tanggul banjir; c. Kondisi dengan alternatif galian alur sungai (normalisasi); d. Kondisi dengan alternatif galian alur sungai dan dikombinasi dengan pembangunan/ peninggian tanggul banjir; e. Kondisi dengan alternatif pembangunan retarding basin; f. Kondisi dengan alternatif pembangunan retarding basin dan dikombinasi dengan pembangunan/ peninggian tanggul banjir. D. Evaluasi Hasil Perhitungan (Output) Hasil analisis berbagai skenario di atas kemudian dievaluasi untuk mengetahui kelebihan serta kekurangan masing-masing alternatif penanggulangan dalam rangka reduksi dan pengendalian banjir Analisis Kapasitas Penampang Sungai Eksisting dan Profil Muka Air Banjir Rencana Analisis kapasitas penampang sungai dilakukan pada kondisi sungai yang ada saat ini dengan tujuan untuk mengetahui kapasitas pengaliran maksimum pada masing-masing segmen sungai. Analisis ini dilakukan dengan cara mencoba-coba debit rencana sedemikian rupa sehingga profil muka air tepat setinggi tebing dan tanggul sungai yang ada. Berdasarkan hasil simulasi dapat diketahui hal-hal sebagai berikut : Kapasitas penampang Sungai Pekik dan Sungai Condong secara umum dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : Bagian hilir mempunyai kapasitas pengaliran rata-rata untuk Sungai Pekik sebesar 73,38 m 3 /dt dan untuk Sungai Condong sebesar 53,3 m 3 /dt. Bagian hulu mempunyai kapasitas pengaliran rata-rata untuk Sungai Pekik sebesar 110,6 m 3 /dt dan untuk Sungai Condong sebesar 83,66 m 3 /dt Sedangkan hasil analisis simulasi profil muka air banjir rencana untuk periode ulang 2, 10, dan 25 tahun dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini.

124 Halaman V - 32 Gambar Profil Muka Air Sungai Pekik dengan Q 2 hasil Program HEC-RAS

125 Halaman V - 33 Gambar Profil Muka Air Sungai Pekik dengan Q 10 hasil Program HEC-RAS

126 Halaman V - 34 Gambar Profil Muka Air Sungai Pekik dengan Q 25 hasil Program HEC-RAS

127 Halaman V - 35 Gambar Profil Muka Air Sungai Condong dengan Q 2 hasil Program HEC-RAS

128 Halaman V - 36 Gambar Profil Muka Air Sungai Condong dengan Q 10 hasil Program HEC-RAS

129 Halaman V - 37 Gambar Profil Muka Air Sungai Condong dengan Q 25 hasil Program HEC-RAS

130 Halaman V Evaluasi Hasil Perhitungan Analisis simulasi banjir dengan menggunakan HEC RAS di atas memberikan hasil bahwa kapasitas alur Sungai Pekik dan Sungai Condong relatif kecil, bahkan debit banjir rencana periode ulang 2 tahun (Q 2 ) tidak mampu dialirkan tanpa terjadi limpasan. Bagian sungai yang bertanggul hanya mampu mengalirkan debit banjir rencana periode ulang 10 tahun (Q 10 ) di bagian hilir dan debit banjir rencana periode ulang 25 tahun (Q 25 ) pada bagian hulu tanpa tinggi jagaan.

131 Halaman V - 39 DAFTAR ISI BAB V... 1 HIDROLOGI PEKIK CONDONG ANALISIS CURAH HUJAN MAKSIMUM RENCANA ANALISIS DISTRIBUSI FREKUENSI Metode Gumbel Uji Kesesuaian Distribusi ANALISIS DEBIT BANJIR RENCANA Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu DAS Pekik Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Snyder DAS Pekik Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) ITB DAS Pekik Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu DAS Condong Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Snyder DAS Condong Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) ITB DAS Condong KAPASITAS DEBIT EKSISTING MORFOLOGI SUNGAI APLIKASI PROGRAM HEC-RAS UNTUK ANALISIS HIDROLIKA Tahapan Analisis Analisis Kapasitas Penampang Sungai Eksisting dan Profil Muka Air Banjir Rencana Evaluasi Hasil Perhitungan...38 DAFTAR GAMBAR Gambar 5. 1 Peta DAS Lokasi Studi... 2 Gambar 5. 2 Curah Hujan Rencana Metode Gumbel... 5 Gambar 5. 3 Curah Hujan Rencana Metode Log Person III... 7 Gambar 5. 4 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Nakayasu DAS Pekik...10 Gambar 5. 5 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Snyder DAS Pekik...12 Gambar 5. 6 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-1 DAS Pekik...14 Gambar 5. 7 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-2 untuk DAS Pekik...15 Gambar 5. 8 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Nakayasu DAS Condong...17 Gambar 5. 9 Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Snyder DAS Condong...19 Gambar Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-1 untuk DAS Condong...21 Gambar Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-2 untuk DAS Condong...22 Gambar Skema Model HEC RAS Sistem Sungai Pekik...26 Gambar Skema Model HEC RAS Sistem Sungai Condong...27 Gambar Input Data Geometri dan Kondisi Batas Pemodelan HEC RAS Sistem

132 Halaman V - 40 Sungai Pekik...29 Gambar Input Data Geometri dan Kondisi Batas Pemodelan HEC RAS Sistem Sungai Condong...30 Gambar Profil Muka Air Sungai Pekik dengan Q 2 hasil Program HEC-RAS...32 Gambar Profil Muka Air Sungai Pekik dengan Q 10 hasil Program HEC-RAS...33 Gambar Profil Muka Air Sungai Pekik dengan Q 25 hasil Program HEC-RAS...34 Gambar Profil Muka Air Sungai Condong dengan Q 2 hasil Program HEC-RAS...35 Gambar Profil Muka Air Sungai Condong dengan Q 10 hasil Program HEC-RAS...36 Gambar Profil Muka Air Sungai Condong dengan Q 25 hasil Program HEC-RAS...37 DAFTAR TABEL Tabel 5. 1 Jaringan Hidrometri (Stasiun Curah Hujan) di sekitar DAS Pekik dan DAS Condong... 1 Tabel 5. 2 Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Gumbel Stasiun Cirebon... 3 Tabel 5. 3 Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Gumbel Stasiun Krangkeng... 3 Tabel 5. 4 Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Gumbel Stasiun Wanasaba Kidul... 4 Tabel 5. 5 Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Gumbel Stasiun Cangkring... 4 Tabel 5. 6 Hasil Analisis Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Gumbel Stasiun Sindangjawa... 4 Tabel 5. 7 Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Log Person III Stasiun Cirebon... 5 Tabel 5. 8 Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Log Person III Stasiun Krangkeng... 6 Tabel 5. 9 Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Log Person III Stasiun Wanasaba Kidul... 6 Tabel Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Log Person III Stasiun Cangkring... 6 Tabel Hasil Analisis Distribusi Frekuensi Curah Hujan Rencana Periode Ulang Metode Log Person III Stasiun Sindang Jawa... 7 Tabel Resume Hasil Analisis Uji Smirnov Kolmogorov untuk Distribusi Gumbel dan Log Person III DAS Pekik dan Condong... 8 Tabel Resume Hasil Analisis Uji Chi - Square untuk Distribusi Gumbel dan Log Person III DAS Pekik dan Condong... 9 Tabel Resume Curah Hujan Terpilih Periode Ulang 2, 5, 20, 25, 50 dan 100 Tahun9 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Nakayasu DAS Pekik...10

133 Halaman V - 41 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Snyder DAS Pekik...11 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-1 DAS Pekik...13 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-2 DAS Pekik...15 Tabel Resume Debit Banjir Rencana DAS Pekik...16 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Nakayasu DAS Condong..16 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS Snyder DAS Condong...18 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-1 DAS Condong...20 Tabel Resume Hidrograf Banjir Rencana Metode HSS ITB-2 DAS Condong...21 Tabel Resume Debit Banjir Rencana DAS Condong...22 Tabel Debit Eksisting di Sungai Pekik...23 Tabel Debit Eksisting di Sungai Condong...23

134 Halaman VI - 1 BAB VI SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI 6.1 U M U M Kegiatan survey pengukuran topografi dan hidrografi pada Pekerjaan Perencanaan Penanggulangan Genangan Banjir antara Sungai Pekik s/d Sungai Kumpulkuista adalah untuk mendapatkan gambaran topografis dan konfigurasi dasar sungai serta kondisi lokasi studi untuk perencanaan penanggulangan genangan banjir dan bangunan pengendali banjir. Dengan data topografi tersebut perencana dapat terbantu untuk mendapatkan gambaran kelayakan dari lokasi terpilih. Dalam penentuan awal lokasi pekerjaan digunakan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : (BAKOSURTANAL) dan peta-peta beserta data lainnya hasil studi terdahulu. Penentuan awal lokasi pekerjaan meliputi kegiatan-kegiatan penentuan batas areal survey pengukuran, penentuan lokasi titik referensi (BM dan CP), pelaksanaan pengukuran topografi dan penggambaran peta situasi dan potongan memanjang dan melintang. Untuk menunjang Pekerjaan Perencanaan Penanggulangan Genangan Banjir antara Sungai Pekik s/d Sungai Kumpulkuista digunakan data topografi dan hidrografi hasil pengukuran langsung di lapangan yang meliputi data hasil dari pengukuran situasi sungai dan pengamatan pasang surut di lokasi studi. Semua kegiatan survey yang dilakukan mengikuti Spesifikasi Teknis yang telah disetujui oleh pihak Direksi dan Pengawas Pekerjaan. 6.2 MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN PENGUKURAN TOPOGRAFI Kegiatan pengukuran topografi ini dimaksudkan untuk melaksanakan kegiatan survey pengukuran topografi dan penggambaran dalam rangka menyiapkan peta dan gambar yang digunakan untuk Pekerjaan Perencanaan Penanggulangan Genangan Banjir antara Sungai Pekik s/d Sungai Kumpulkuista. Sedangkan tujuan pekerjaan ini adalah untuk memperoleh hasil kajian berupa peta dan gambar kondisi lapangan saat ini, yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar perencanaan dan desain bangunan pengendali banjir sebagai solusi terhadap masalah genangan banjir pada lokasi studi dengan tetap memperhatikan dan mengoptimalkan sistem penyediaan air baku yang telah ada.

135 Halaman VI LINGKUP DAN VOLUME KEGIATAN PENGUKURAN TOPOGRAFI Lingkup dan volume kegiatan pengukuran topografi yang dilakukan adalah sebagai berikut : Pemasangan BM sebanyak 20 buah; Pengukuran antara Sungai Pekik sampai dengan Sungai Kumpulkuista; Pengukuran dan pemetaan situasi skala 1 : 5.000; Pengamatan pasang surut di lokasi studi; Pengolahan data dan penggambaran peta situasi dan potongan melintang dan memanjang sungai. 6.4 LOKASI DAN BATAS KEGIATAN SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI Lokasi kegiatan survey pengukuran topografi ini terletak di wilayah antara Sungai Pekik dan Sungai Condong, serta antara Sungai Jamblang dan Sungai Kumpulkuista di Kabupaten Cirebon bagian Barat. Secara geografis lokasi kegiatan survey pengukuran terletak pada koordinat BT dan LS. Sedangkan batas area pengukuran terletak di daerah sungai yang diukur dari muara sampai dengan rel kereta api jalur Pantura. Lokasi wilayah studi disajikan pada Gambar 6.1. berikut ini.

136 Halaman VI - 3 S. Kumpulkuista S. Ciwaringin S. Sigranala S. Winong S. Jamblang S. Pekik Gambar 6. 1 Lokasi Area Survey Pengukuran Topografi

137 Halaman VI PERSONIL PELAKSANA DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN Pelaksana kegiatan survey ini adalah Tim Survey Topografi PT. Cita Prisma yang dipimpin oleh Ketua Tim Survey/Ahli Geodesi. Tim Survey tersebut terdiri dari : Ahli Geodesi (1 orang) Juru Ukur (2 orang) Tenaga Lokal Pengukuran Topografi (4 orang) Juru Gambar (1 orang) Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan pengukuran topografi, pengamatan pasang-surut dan pengolahan data serta penggambaran adalah : Total Station GPS Merk Garmin 76csx Theodolit T0 Tripod Prisma Roll Meter 50 m Note Book Komputer Radio HT 6.6 PELAKSANAAN KEGIATAN PENGUKURAN Pelaksanaan kegiatan pengukuran dan pemetaan, pengamatan pasang surut serta pengolahan data dan penggambaran diuraikan berikut ini Referensi Koordinasi dan Elevasi yang Digunakan Sebagai referensi koordinat digunakan hasil pengamatan GPS dan Z mengunakan elevasi hasil pengamatan pasang-surut di Muara Sungai Bondet/ Jamblang. Bench Mark X Y Z Lokasi BM BD , , Sungai Bondet/Jamblang Pemasangan Bench Mark (BM) Jumlah BM yang dipasang adalah 20 buah. BM terbuat dari beton menggunakan tulangan dengan ukuran 20 cm x 20 x cm x 100 cm. BM dilengkapi dengan baut yang diberi tanda silang pada bagian atasnya sebagai titik centering, serta diberi penamaan pada bagian samping menggunakan marmer/tegel. BM ini dipasang sedemikian rupa sehingga bagian yang muncul di atas tanah lebih kurang 20 cm. Jumlah BM terpasang, nilai koordinat dan elevasi BM (x, y, z) dapat dilihat pada tabel berikut ini.

138 Halaman VI - 5 Tabel 6. 1 Jumlah BM Terpasang KK , ,014 4,228 KK , ,114 3,262 KK , ,975 5,204 KK , ,047 7,943 CW , ,000 2,417 CW , ,987 4,089 CW , ,000 5,004 CW , ,000 10,376 SN , ,000 2,488 SN , ,000 2,557 SN , ,000 8,392 WN , ,000 3,370 WN , ,000 3,676 WN , ,000 9,383 BD , ,000 4,271 BD , ,000 8,951 PK , ,000 5,061 PK , ,200 7,432 CD , ,482 4,482 CD , ,870 7, Pengamatan Pasang-Surut Pengamatan pasang-surut dilakukan selama 15 hari berturut-turut di Sungai Bondet/Jamblang. Hasil pengamatan tinggi muka air kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Admiralty sehingga menghasilkan konstanta harmonis pasang-surut dan jenis pasang surut. Pengamatan di lokasi dilakukan dilakukan dari tanggal 30 Juli 2012 sampai dengan tanggal 13 Agustus Koordinat lokasi pengamatan pasang surut adalah sebagai berikut : X = ,796 Y = ,271

139 Halaman VI - 6 Tabel 6. 2 Data Pengamatan Pasang Surut di Lokasi Studi (Sungai Jamblang) Tgl. Pertengahan : 06 Agustus 2012 DATA PENGAMATAN KONSTANTA PASUT PASANG SURUT JAM Tgl /07/ /07/ /08/ /08/ /08/ /08/ /08/ /08/ /08/ /08/ /08/ /08/ /08/ /08/ /08/

140 Halaman VI - 7 Dari analisa pasang surut dengan Metode Admiralty didapatkan konstanta harmonik pasang surut antara lain : Tetapan S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1 A_Cm 157,8 7,1 6,4 7,4 20,0 5,3 1,2 0,7 1,7 6,6 g 147,6-150,1 212,6 70,5 399,7 13,3 349,0-150,1 70,5 Z0 = A(K1) + A(O1) + A(M2) + A(S2) + 15 (FAKTOR KEAMANAN) Z0 = 53,712 Cm MSL = 157,813 Cm F = ((AK1 + AO1) / (AM2 + AS2)) F = 1,872 HASIL TERAKHIR F = CAMPURAN CONDONG KEHARIAN TUNGGAL Jenis pasang surut di lokasi studi adalah pasang surut campuran condong ke harian tunggal. Sedangkan elevasi-elevasi penting yang didapatkan adalah sebagai berikut : HWS = cm (Palem) = cm LWS MSL = cm (Palem) = + 53 cm LWS LWS = cm (Palem) = + 0,00 cm LWS

141 Halaman VI - 8 Gambar 6. 2 Grafik Elevasi Muka Air Pengamatan Pasang Surut

142 Halaman VI Evaluasi Ketelitian Pengukuran Sudut dan Jarak (Poligon) dan Sipat Datar (Levelling) Hasil evaluasi ketelitian dari pengukuran poligon dan sipat datar dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini. Tabel 6. 3 Evaluasi Ketelitian Pengukuran Poligon Resume Poligon Tertutup Refferensi Awal : BM CW1 X = ,000 Y = ,000 Azimuth Awal Banyak Titik 54 Kesalahan Sudut (fs)* 0, Toleransi 10" sqrt (n) = 73,485 " Kesalahan Absis (fx) -0,084 Kesalahan Ordinat (fy) 0,320 Kesalahan Linier 1: 14811,118 Toleransi 1 : Tabel 6. 4 Evaluasi Ketelitian Pengukuran Sipat Datar ELEVASI REFERENSI I b27 0,000 meter BEDA TINGGI DEFINITIF b27 Ke b27 0,000 TOTAL BEDA TINGGI UKURAN b27 Ke b27-0,185 meter KESALAHAN BEDA TINGGI DARI b27 Ke b27-0,185 meter KOREKSI BEDA TINGGI DARI b27 Ke b27 0,185 meter TOTAL JARAK DARI b27 Ke b27 13,930 kilometer KETELITIAN BEDA TINGGI b27 Ke b27 0,050 D KESALAHAN TOLERANSI MAKSIMAL 37,323 milimeter Gambar Peta Hasil Pengukuran Penggambaran yang dilakukan meliputi : Penggambaran peta ikhtisar lokasi studi skala 1 : Penggambaran trase sungai di lokasi studi dengan skala 1 : 200 untuk gambar potongan memanjang (long section) dan skala 1 : 100 untuk gambar potongan melintang (cross section). Semua penggambaran peta situasi dan gambar long, cross section dilakukan dengan cara digital dan langsung dikerjakan di lapangan sehingga memudahkan bila ada kekurangan. Aturan penggambaran yang meliputi : Ukuran kertas gambar Garis tepi Garis-garis grid peta.

143 Halaman VI - 10 Letak Kop gambar. Besar huruf-huruf yang digunakan. Tebal garis. Dibuat sesuai standar perencanaan dan atas persetujuan Direksi Pekerjaan.

144 Halaman VI - 11 DAFTAR ISI BAB VI... 1 SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI U M U M MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN PENGUKURAN TOPOGRAFI LINGKUP DAN VOLUME KEGIATAN PENGUKURAN TOPOGRAFI LOKASI DAN BATAS KEGIATAN SURVEY PENGUKURAN TOPOGRAFI PERSONIL PELAKSANA DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN PELAKSANAAN KEGIATAN PENGUKURAN Referensi Koordinasi dan Elevasi yang Digunakan Pemasangan Bench Mark (BM) Pengamatan Pasang-Surut Evaluasi Ketelitian Pengukuran Sudut dan Jarak (Poligon) dan Sipat Datar (Levelling) Gambar Peta Hasil Pengukuran... 9 DAFTAR GAMBAR Gambar 6. 1 Lokasi Area Survey Pengukuran Topografi... 3 Gambar 6. 2 Grafik Elevasi Muka Air Pengamatan Pasang Surut... 8 DAFTAR TABEL Tabel 6. 1 Jumlah BM Terpasang... 5 Tabel 6. 2 Data Pengamatan Pasang Surut di Lokasi Studi (Sungai Jamblang)... 6 Tabel 6. 3 Evaluasi Ketelitian Pengukuran Poligon... 9 Tabel 6. 4 Evaluasi Ketelitian Pengukuran Sipat Datar... 9

145 Halaman VII - 1 BAB VII SURVEY INVESTIGASI GEOTEKNIK 7.1 U M U M Kegiatan investigasi geoteknik ini dilakukan untuk menunjang Pekerjaan Perencanaan Penanggulangan Genangan Banjir antara Sungai Pekik s/d Sungai Kumpulkuista. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi lapisan tanah di permukaan dan di bawah permukaan pada lokasi rencana bangunan pengendali banjir. Selain terkait dengan permasalahan kondisi tanah fondasi bangunan pengendali banjir yang akan dibuat, pada tahap ini juga dilakukan pula pekerjaan pengambilan sampel tanah. 7.2 MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN INVESTIGASI GEOTEKNIK Kegiatan investigasi geoteknik dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan data primer maupun sekunder tentang kondisi geologi dan fisiografi di lokasi sekitar rencana bangunan penanggulangan banjir, maupun batuan pondasi penopangnya. Sedangkan tujuannya adalah mendapatkan parameter kondisi lapisan tanah di permukaan dan di bawah permukaan pada lokasi rencana bangunan pengendali banjir, melalui parameter geoteknik yang didapatkan dari data hasil penyelidikan dan pengujian di lapangan serta pengujian sampel tanah di laboratorium. 7.3 LINGKUP DAN VOLUME KEGIATAN SURVEY INVESTIGASI GEOTEKNIK Survey investigasi geoteknik meliputi kegiatan sebagai berikut : a. Analisa geologi/geoteknik meliputi kajian geologi pada lokasi tubuh bangunan penampung drainase, long storage, dan daerah genangan. Kajian geologi tapak bangunan untuk mengetahui kondisi batuan fondasi maupun bangunan pelengkap terhadap penurunan, daya dukung dan bocoran serta upaya penanganan (treatment) yang dibutuhkan.

146 Halaman VII - 2 b. Pemetaan geologi permukaan memperlihatkan semua keadaan geologi di lokasi rencana poros bangunan penampung, bangunan-bangunan lain yang terdapat di lokasi rencana bangunan penampung dan long storage, daerah genangan dan lokasi sumber bahan timbunan. Selain itu, peta tersebut juga harus menunjukkan nama batuan, tanah penutup serta penyebarannya, tampakan-tampakan (feature) geologis, seperti kekar, daerah patahan, jurus dan kemiringan lapisan. c. Investigasi geoteknik pada lokasi rencana bangunan yang meliputi : Pemetaan geologi permukaan; Bor inti dengan volume total kedalaman 160 meter, terdistribusi pada 8 (delapan) titik dengan masing-masing kedalaman adalah 20 meter; Pengambilan contoh tanah tak terganggu sebanyak 2 (dua) sampel pada masing-masing titik pemboran; Pelaksanaan Standard Penetration Test (SPT) sebanyak 24 tes; Analisa laboratorium mekanika tanah untuk material di lokasi studi; Penentuan parameter yang akan digunakan dalam digunakan pada pemilihan tata letak pondasi bangunan pengendali banjir, long storage, termasuk analisa daya dukung, penghambat aliran filtrasi dan tahan terhadap terjadinya rembesan (piping). 7.4 GEOLOGI REGIONAL LOKASI STUDI U m u m Penelitian geologi regional untuk lokasi studi ini bersumber dari gabungan peta geologi regional Lembar Cirebon yang dibuat oleh P.H. Silitonga dkk (1996) dan peta geologi regional Lembar Arjawinangun yang dibuat oleh Djuri (1995) dengan skala 1 : Stratigrafi Regional Stratigrafi lokasi studi ini terdiri dari Formasi Gintung (Qpg), sebagai batuan tertua. Formasi ini tersusun dari perselingan batulempung tufan, batupasir tufan, konglomerat dan breksi. Formasi ini diduga berumur Plistosen Tengah-Akhir dengan tebal sekitar 90 meter. Setelah Formasi Gintung (Qpg) ditutupi oleh Hasil Gunungapi Muda Careme (Qvr) terdiri dari lahar, breksi dan batupasir tufan. Singkapan breksi

147 Halaman VII - 3 umumnya masih padu, sedangkan batupasir tufan dan lahar telah melapuk dan berubah menjadi pasir dan pecahan-pecahan lepas batuan beku. Pelapukan yang telah berlanjut menghasilkan tanah penutup berwarna kuning kemerahan atau kecokelatan. Satuan batuan ini tersebar dominan didaerah penelitian dan diduga berumur Holosen. Setelah hasil Gunungapi Muda Careme (Qvr) diendapakan Endapan Pantai (Qac) dan menjemari dengan Endapan Aluvium (Qa) yang merupakan endapan termuda pada daerah penelitian. Endapan Pantai (Qac) terdiri dari lumpur hasil endapan rawa, lanau serta lempung kelabu yang mengandung cangkang kerang hasil pengendapan di sekitar pantai dengan ketebalan beberapa meter. Endapan Aluvium (Qa) terdiri dari kerikil, pasir dan lempung kelabu yang terendapkan sepanjang dataran banjir sungai dengan tebal sekitar 5 meter. Satuan ini berumur Resen sampai dengan sekarang.

148 Halaman VII - 4 Gambar 7. 1 Geologi Regional Lokasi Studi

149 Halaman VII Struktur Geologi Regional Pada daerah penelitian ini tidak terdapat adanya indikasi struktur geologi berupa sesar dan lipatan sehingga diperkirakan relatif aman terhadap bangunan, tetapi perlu diperhitungkan zona gempanya Kegempaan Berdasarkan Peta Zona Gempa Indonesia tahun 2010 yang terdiri dari 10 zona dengan percepatan puncak di batuan dasar untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun (redaman 5%) maka daerah Cirebon dan sekitarnya, merupakan wilayah gempa bumi yang termasuk dalam Zona dengan koefesien zona = 0,15-0,2 g.

150 Halaman VII - 6 Gambar 7. 2 Peta Zonasi Gempa Indonesia (2012)

151 Halaman VII KEGIATAN SURVEY INVESTIGASI GEOTEKNIK Lokasi Titik Investigasi Geoteknik Lokasi titik penyelidikan tanah dan pengambilan contoh tanah (undisturbed sample/us dan disturbed sample/ds) adalah pada lokasi-lokasi berikut ini. Tabel 7. 1 Koordinat Titik-titik Investigasi Geoteknik No. Lokasi X Y Kedalaman (m) (m) (m) BH.1 Desa Condong, Cirebon , BH.2 Sungai Situnggak, Cirebon BH.3 Desa Kedung Dalem, Cirebon , BH.5 Desa Jati Merta, Cirebon , BH.6 Desa Astana, Cirebon , BH.7 Desa Jati Merta, Cirebon BH.8 Desa Jati Merta, Cirebon BH.9 Desa Astana, Cirebon BH.10 Desa Kalisapu/Condong, Cirebon TOTAL KEDALAMAN Hasil Kegiatan Pemboran Inti & Test Pit Berikut ini adalah uraian bor log pada masing-masing titik penyelidikan tanah di lokasi studi. Tabel 7. 2 Uraian Bor Log No. Titik Kedalaman (m) Deskripsi 0,00 1,00 Lempung lanauan, warna coklat, sifat agak lunaksedang, plastisitas sedang-tinggi. 1,00 3,50 Lempung, warna abu-abu, sifat kenyal, plastisitas tinggi. 3,50 6,00 Lempung lanau pasiran, warna abu-abu, plastisitas sedang, sifat lunak, terdapat kulit BH.1 kerang. 6,00 11,00 Lempung, warna abu-abu kehitaman, sifat lunak, plastisitas tinggi, terdapat kulit kerang. 11,00 15,80 Tufa pasiran, warna coklat kemerahan, lapuk padat. 15,80 20,00 Batu pasir tufaan warna abu-abu kekuningan, kompak. 0,00 1,00 Lempung lanauan, warna coklat, sifat agak lunaksedang, plastisitas sedang-tinggi. 1,00 2,00 Lempung, abu-abu kehitaman, sifat lunak, plastisitas tinggi. BH.2 2,00 3,00 Lempung lanauan, coklat tua, sifat sedang, plastisitas sedang 3,00 4,00 Lempung lanauan, coklat muda, sifat sedang, plastisitas sedang. 4,00 5,50 Lempung, abu-abu kehitaman, sifat agak lunak, plastisitas tinggi.

152 Halaman VII - 8 No. Titik Kedalaman (m) Deskripsi 5,50 11,00 Lempung lanauan, warna coklat muda, sifat sedang, plastisitas tinggi. 11,00 14,60 Pasir kerikil lanauan, abu-abu kecoklatan, sifat lepas agak padat. 14,60 20,00 Lempung lanauan, abu-abu, sedang agak keras, plastisitas tinggi 0,00 1,00 Lempung lanauan, warna coklat, sifat agak lunaksedang, plastisitas sedang-tinggi. 1,00 3,00 Lempung, abu-abu kehitaman, sifat sedang, tinggi. BH.3 BH.5 BH.6 BH.7 BH.8 3,00 3,50 Pasir halus kulit kerang, coklat, padat. 3,50 6,00 Pasir, butiran pasir halus, abu-abu kehijauan, sifat padat. 6,00 20,00 Lempung, warna abu-abu kehitaman, plastisitas tinggi, sifat sedang. 0,00 3,00 Tanah timbunan, warna coklat, berupa lanau lempungan, plastisitas sedang tinggi. 3,00 4,10 Lempung tufaan, merah kecoklatan, sedang, plastisitas sedang 4,10 12,00 Lempung tufaan, warna merah marun, sifat keras, plastisitas sedang tinggi. 12,00 16,50 Lempung lanau tufaan, warna merah marun, sifat keras, plastisitas sedang. 16,50 20,00 Batu pasir tufaan, warna merah marun kekuningan, kompak. 0,00 0,80 Tanah timbunan, lempung, warna hitam, sifat lunak. 0,80 5,30 Lempung, warna abu-abu kecoklatan, sifat kenyal, plastisitas tinggi. 5,30 6,80 Lempung tufaan, warna merah marun, sifat sedang, plastisitas sedang tinggi. 6,80 9, 80 Lempung tufaan, warna abu-abu kecoklatan, sifat keras plastisitas sedang tinggi. Lempung lanau pasir, terdapat kerikil kerakalan, 9,80 17,90 warna merah kecoklatan, sifat keras, plastisitas rendah sedang. 17,90 18,40 Boulder 18,40 20,00 Batu pasir tufaan, hancur, abu-abu kecoklatan, sifat padat keras. 0,00 2,00 Tanah disposal, pengerukan, lumpur dan sampah, abu-abu kecoklatan. 2,00 5,00 Pasir, butiran pasir halus sedang, warna abuabu, sifat lunak agak padat. 5,00 6,50 Lempung lanauan, abu-abu, terdapat kulit kerang, sifat lunak, plastisitas sedang tinggi. 6,50 11,50 Lanau pasiran, warna coklat tua muda, sifat keras, plastisitas rendah. 11,50 15,00 Lempung tufaan, warna kuning muda, plastisitas sedang tinggi, sifat keras. 15,00 20,00 Lempung, warna abu-abu, sifat keras, plastisitas tinggi. 0,00 1,00 Lempung, terdapat akar tumbuhan. 1,00 6,00 6,00 9,50 Lempung, warna abu-abu, sifat lunak, plastisitas tinggi. Pasir kerikil lanauan, warna coklat, sifat lepas padat.

153 Halaman VII - 9 No. Titik Kedalaman (m) Deskripsi BH.9 9,50 10,00 Lempung, abu-abu, sifat sedang, tinggi. 0,00 2,00 Lempung dan sampah. Lanau lempungan, warna abu-abu, terdapat kulit 2,00 4,00 kerang, sifat agak lunak, plastisitas sedang rendah. 4,00 20,00 Pasir tufaan (batu lapuk kuat), warna merah marun, sifat keras padat. 0,00 1,00 Lanau pasiran, terdapat akar tumbuhan. BH.10 1,00 3,00 Lempung, abu-abu, sifat lunak, plastisitas tinggi. 3,00 10,00 Lempung lanauan, coklat muda, sifat sedang, plastisitas sedang. Berikut ini adalah uraian test pit log pada masing-masing titik penyelidikan tanah di lokasi studi. Tabel 7. 3 Uraian Test Pit Log No. Titik Kedalaman (m) Deskripsi 0,00 0,90 Lempung lanauan, warna hitam, plastisitas tinggi, sifat agak lunak. TP.1 0,90 1,90 Lempung lanauan, warna abu-abu kekuningan, sifat sedang, plastisitas tinggi. 1,90 2,00 Pasir lanauan, warna coklat, sifat sedang, plastisitas rendah 2,00 2,50 Lanau pasiran, warna coklat, sifat sedang, plastisitas rendah. 0,00 1,20 Lempung lanauan, warna coklat kehitaman, sifat sedang, plastisitas sedang tinggi. TP.2 1,20 1,60 Lempung lanauan, warna abu-abu kekuningan, sifat sedang, plastisitas tinggi. 1,60 2,50 Lempung lanau pasiran, warna abu-abu, sifat sedang agak keras, plastisitas sedang. TP.3 0,00 0,90 Lempung lanauan, warna abu-abu kehitaman, sifat sedang, plastisitas tinggi. 0,90 2,50 Lempung lanauan, warna abu-abu tua, sifat sedang agak keras, plastisitas sedang tinggi. 0,00 0,70 Lempung lanauan, warna abu-abu hitam, sifat sedang, plastisitas sedang tinggi. 0,70 1,50 Lempung lanauan, warna abu-abu, sifat sedang, plastisitas tinggi. TP.4 Lanau pasiran kulit kerang, warna abu-abu 1,50 2,00 kecoklatan, plastisitas rendah sedang, agak keras. 2,00 2,50 Lempung lanau pasir kulit kerang, warna coklat, sifat sedang, plastisitas rendah. TP.5 0,00 0,20 Lempung lanau, warna coklat, sifat sedang, plastisitas tinggi 0,90 2,50 Lempung lanauan, warna abu-abu, sifat sedang agak keras, plastisitas sedang tinggi.

154 Halaman VII - 10 No. Titik Kedalaman (m) Deskripsi TP.6 0,00 0,30 Lempung lanau, terdapat akar tumbuhan, warna abu-abu muda, sifat lunak, plastisitas tinggi 0,30 2,50 Lempung lanauan, warna abu-abu, sifat sedang agak keras, plastisitas tinggi. 0,00 0,40 Lempung lanauan, terdapat akar tumbuhan, warna abu-abu hitam, plastisitas sedang tinggi. TP.7 0,40 1,70 Lempung lanauan, warna hitam, sifat agak lunak sedang, plastisitas tinggi. 1,70 2,50 Lempung lanauan, warna abu-abu kecoklatan, sifat agak keras, plastisitas sedang tinggi. 0,00 0,30 Lempung lanauan, warna abu-abu, sifat lunak, plastisitas tinggi. TP.8 0,30 2,00 Lempung lanauan, warna coklat keabu-abuan, sifat sedang, plastisitas sedang tinggi. 2,00 2,50 Lempung lanau pasiran, warna coklat, sifat agak keras, plastisitas sedang. 0,00 0,20 Lempung lanau, terdapat akar tumbuhan, warna coklat, sifat lunak, plastisitas tinggi. TP.9 0,20 0,80 Lempung lanauan, warna coklat, sifat sedang, plastisitas sedang. 0,80 2,50 Lempung lanauan, warna abu-abu tua, sifat agak keras, plastisitas tinggi. TP.10 0,00 1,20 Lempung lanauan, warna coklat, sifat sedang, plastisitas sedang tinggi 1,20 2,50 Lempung lanauan, warna abu-abu tua, sifat sedang, plastisitas tinggi. TP.11 0,00 2,50 Lempung lanauan, warna abu-abu, sifat sedang agak keras, plastisitas sedang tinggi Hasil Analisis dan Uji Laboratorium Mekanika Tanah Resume hasil uji laboratorium mekanika tanah terhadap masing-masing contoh tanah yang diperoleh dari survey investigasi geoteknik di lapangan diuraikan berikut ini. Sedangkan untuk uraian lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.

155 Halaman VII - 11 Tabel 7. 4 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.1 T E S T I N G I N D E X P R O P E R T I E S E N G I N E E R I N G P R O P E R T HOLE No. US.1 US.2 DS.1 DEPTH ( m )BH.1 BH.1 BH.1 MATERIAL ORIGINAL Lempung pasir- Lempung lanauan, Lempung lanauan, lanauan, abu - abu abu - abu kehitaman coklat ke abu - abuan GROUP SYMBOL CH CH CH SPECIFIC GRAVITY of soil Gs SPECIFIC GRAVITY of gravel App. Gs NATURAL WATER CONTENT Wn % UNIT WEIGHT, NATURAL STATE m t/m DRY UNIT WEIGHT d t/m NATURAL VOID RATIO e NATURAL POROSITY n % DEGREE OF SATURATION Sr % SATURATION WATER CONTENT Wsat % SATURATION UNIT WEIGHT sat t/m LIQUID LIMIT LL % PLASTIC LIMIT PL % PLASTICITY INDEX PI % GRAVEL % SAND % SILT % CLAY % % FINER # 200 % cu deg TOTAL TRIAXIAL CU Ccu kg/cm COMPRESSION TEST EFFECTIVE cu deg Ccu kg/cm TRIAXIAL UU uu deg COMPRESSION TEST Cuu kg/cm UNCONFINED TEST SYM BOL UNIT qu kg/cm St Cc CONSOLIDATION TEST Pc DIRECT SHEAR cv cm/sec 4.04E E-04 - deg C kg/cm COEFF OF PERMEABILITY TEST k cm/sec - - -

156 Halaman VII - 12 Tabel 7. 5 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.2 T E S T I N G I N D E X P R O P E R T I E S E N G I N E E R I N G P R O P E R T HOLE No. US.1 US.2 DS.1 DEPTH ( m )BH.2 BH.2 BH.2 MATERIAL ORIGINAL Lempung lanauan, Lempung lanauan, Pasir kerikil lanauan, coklat abu - abu abu - abu kecoklatan GROUP SYMBOL CH CH SM SPECIFIC GRAVITY of soil Gs SPECIFIC GRAVITY of gravel App. Gs NATURAL WATER CONTENT Wn % UNIT WEIGHT, NATURAL STATE m t/m DRY UNIT WEIGHT d t/m NATURAL VOID RATIO e NATURAL POROSITY n % DEGREE OF SATURATION Sr % SATURATION WATER CONTENT Wsat % SATURATION UNIT WEIGHT sat t/m LIQUID LIMIT LL % NP PLASTIC LIMIT PL % NP PLASTICITY INDEX PI % NP GRAVEL % SAND % SILT % CLAY % % FINER # 200 % cu deg TOTAL TRIAXIAL CU Ccu kg/cm COMPRESSION TEST EFFECTIVE cu deg Ccu kg/cm TRIAXIAL UU uu deg COMPRESSION TEST Cuu kg/cm UNCONFINED TEST SYM BOL qu kg/cm St Cc CONSOLIDATION TEST Pc DIRECT SHEAR UNIT cv cm/sec 4.17E E-04 - deg C kg/cm COEFF OF PERMEABILITY TEST k cm/sec - - -

157 Halaman VII - 13 Tabel 7. 6 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.3 T E S T I N G I N D E X P R O P E R T I E S E N G I N E E R I N G P R O P E R T HOLE No. US.1 US.2 DS.1 DEPTH ( m )BH.3 BH.3 BH.3 MATERIAL ORIGINAL Pasir halus, Lempung lanauan, Lempung lanauan, coklat abu - abu kehitaman abu - abu kehitaman GROUP SYMBOL SM CH CH SPECIFIC GRAVITY of soil Gs SPECIFIC GRAVITY of gravel App. Gs NATURAL WATER CONTENT Wn % UNIT WEIGHT, NATURAL STATE m t/m DRY UNIT WEIGHT d t/m NATURAL VOID RATIO e NATURAL POROSITY n % DEGREE OF SATURATION Sr % SATURATION WATER CONTENT Wsat % SATURATION UNIT WEIGHT sat t/m LIQUID LIMIT LL % NP PLASTIC LIMIT PL % NP PLASTICITY INDEX PI % NP GRAVEL % SAND % SILT % CLAY % % FINER # 200 % cu deg TOTAL TRIAXIAL CU Ccu kg/cm COMPRESSION TEST EFFECTIVE cu deg Ccu kg/cm TRIAXIAL UU uu deg COMPRESSION TEST Cuu kg/cm UNCONFINED TEST qu kg/cm St Cc CONSOLIDATION TEST Pc DIRECT SHEAR SYM BOL UNIT cv cm/sec E+00 - deg C kg/cm COEFF OF PERMEABILITY TEST k cm/sec - - -

158 Halaman VII - 14 Tabel 7. 7 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.5 T E S T I N G I N D E X P R O P E R T I E S E N G I N E E R I N G P R O P E R T HOLE No. US.1 DS.1 DS.2 DEPTH ( m )BH.5 BH.5 BH.5 MATERIAL ORIGINAL Lempung lanauan, Lempung lanauan, Lempung lanauan, coklat coklat coklat GROUP SYMBOL CH CH CH SPECIFIC GRAVITY of soil Gs SPECIFIC GRAVITY of gravel App. Gs NATURAL WATER CONTENT Wn % UNIT WEIGHT, NATURAL STATE m t/m DRY UNIT WEIGHT d t/m NATURAL VOID RATIO e NATURAL POROSITY n % DEGREE OF SATURATION Sr % SATURATION WATER CONTENT Wsat % SATURATION UNIT WEIGHT sat t/m LIQUID LIMIT LL % PLASTIC LIMIT PL % PLASTICITY INDEX PI % GRAVEL % SAND % SILT % CLAY % % FINER # 200 % cu deg TOTAL TRIAXIAL CU Ccu kg/cm COMPRESSION TEST EFFECTIVE cu deg Ccu kg/cm TRIAXIAL UU uu deg COMPRESSION TEST Cuu kg/cm UNCONFINED TEST qu kg/cm St Cc CONSOLIDATION TEST Pc DIRECT SHEAR SYM BOL UNIT cv cm/sec 4.29E deg C kg/cm COEFF OF PERMEABILITY TEST k cm/sec - - -

159 Halaman VII - 15 Tabel 7. 8 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.6 T E S T I N G I N D E X P R O P E R T I E S E N G I N E E R I N G P R O P E R T HOLE No. US.1 DS.1 DS.2 DEPTH ( m )BH.6 BH.6 BH.6 MATERIAL ORIGINAL Lempung lanauan, Lempung lanauan, Lempung lanauabu - abu tua coklat pasiran,coklat GROUP SYMBOL CH CH CH SPECIFIC GRAVITY of soil Gs SPECIFIC GRAVITY of gravel App. Gs NATURAL WATER CONTENT Wn % UNIT WEIGHT, NATURAL STATE m t/m DRY UNIT WEIGHT d t/m NATURAL VOID RATIO e NATURAL POROSITY n % DEGREE OF SATURATION Sr % SATURATION WATER CONTENT Wsat % SATURATION UNIT WEIGHT sat t/m LIQUID LIMIT LL % PLASTIC LIMIT PL % PLASTICITY INDEX PI % GRAVEL % SAND % SILT % CLAY % % FINER # 200 % cu deg TOTAL TRIAXIAL CU Ccu kg/cm COMPRESSION TEST cu deg EFFECTIVE Ccu kg/cm TRIAXIAL UU uu deg COMPRESSION TEST Cuu kg/cm UNCONFINED TEST qu kg/cm St Cc CONSOLIDATION TEST Pc DIRECT SHEAR SYM BOL UNIT cv cm/sec 4.12E deg C kg/cm COEFF OF PERMEABILITY TEST k cm/sec - - -

160 Halaman VII - 16 Tabel 7. 9 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.7 T E S T I N G I N D E X P R O P E R T I E S E N G I N E E R I N G P R O P E R T HOLE No. US.1 DS.1 DS.2 DEPTH ( m )BH.7 BH.7 BH.7 MATERIAL ORIGINAL Lempung lanau Lanau lempung- Lempung lanau- Coklat pasiran,coklat tuffa,coklat kekuningan GROUP SYMBOL CH CH MH SPECIFIC GRAVITY of soil Gs SPECIFIC GRAVITY of gravel App. Gs NATURAL WATER CONTENT Wn % UNIT WEIGHT, NATURAL STATE m t/m DRY UNIT WEIGHT d t/m NATURAL VOID RATIO e NATURAL POROSITY n % DEGREE OF SATURATION Sr % SATURATION WATER CONTENT Wsat % SATURATION UNIT WEIGHT sat t/m LIQUID LIMIT LL % PLASTIC LIMIT PL % PLASTICITY INDEX PI % GRAVEL % SAND % SILT % CLAY % % FINER # 200 % cu deg TOTAL TRIAXIAL CU Ccu kg/cm COMPRESSION TEST cu deg EFFECTIVE Ccu kg/cm TRIAXIAL UU uu deg COMPRESSION TEST Cuu kg/cm UNCONFINED TEST qu kg/cm St Cc CONSOLIDATION TEST Pc DIRECT SHEAR SYM BOL UNIT cv cm/sec 3.91E deg C kg/cm COEFF OF PERMEABILITY TEST k cm/sec - - -

161 Halaman VII - 17 Tabel Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.8 T E S T I N G I N D E X P R O P E R T I E S E N G I N E E R I N G P R O P E R T HOLE No. US.1 US.2 DEPTH ( m )BH.8 MATERIAL ORIGINAL BH Lempung lanau Abu - abu tua Pasir lanau kerikilan GROUP SYMBOL CH SM Coklat SPECIFIC GRAVITY of soil Gs SPECIFIC GRAVITY of gravel App. Gs NATURAL WATER CONTENT Wn % UNIT WEIGHT, NATURAL STATE m t/m DRY UNIT WEIGHT d t/m NATURAL VOID RATIO e NATURAL POROSITY n % DEGREE OF SATURATION Sr % SATURATION WATER CONTENT Wsat % SATURATION UNIT WEIGHT sat t/m LIQUID LIMIT LL % NP PLASTIC LIMIT PL % NP PLASTICITY INDEX PI % NP GRAVEL % SAND % SILT % CLAY % % FINER # 200 % cu deg - - TOTAL TRIAXIAL CU Ccu kg/cm COMPRESSION TEST cu deg - - EFFECTIVE Ccu kg/cm TRIAXIAL UU uu deg - - COMPRESSION TEST Cuu kg/cm UNCONFINED TEST qu kg/cm St Cc CONSOLIDATION TEST Pc DIRECT SHEAR SYM BOL cv cm/sec 4.25E-04 - deg C kg/cm COEFF OF PERMEABILITY TEST k cm/sec - - UNIT

162 Halaman VII - 18 Tabel Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.9 T E S T I N G I N D E X P R O P E R T I E S E N G I N E E R I N G P R O P E R T HOLE No. DS.1 DS.2 DS.3 DEPTH ( m )BH.9 BH.9 BH.9 MATERIAL ORIGINAL Lanau lempung pasir- Lempung lanau- Pasir kerikilan Kerikilan, Coklat pasiran, Abu -abu Coklat tua GROUP SYMBOL CH CH SM SPECIFIC GRAVITY of soil Gs SPECIFIC GRAVITY of gravel App. Gs NATURAL WATER CONTENT Wn % UNIT WEIGHT, NATURAL STATE m t/m DRY UNIT WEIGHT d t/m NATURAL VOID RATIO e NATURAL POROSITY n % DEGREE OF SATURATION Sr % SATURATION WATER CONTENT Wsat % SATURATION UNIT WEIGHT sat t/m LIQUID LIMIT LL % NP PLASTIC LIMIT PL % NP PLASTICITY INDEX PI % NP GRAVEL % SAND % SILT % CLAY % % FINER # 200 % cu deg TOTAL TRIAXIAL CU Ccu kg/cm COMPRESSION TEST EFFECTIVE cu deg Ccu kg/cm TRIAXIAL UU uu deg COMPRESSION TEST Cuu kg/cm UNCONFINED TEST qu kg/cm St Cc CONSOLIDATION TEST Pc DIRECT SHEAR SYM BOL UNIT cv cm/sec deg C kg/cm COEFF OF PERMEABILITY TEST k cm/sec - - -

163 Halaman VII - 19 Tabel Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH.10 T E S T I N G I N D E X P R O P E R T I E S E N G I N E E R I N G P R O P E R T HOLE No. US.1 US.2 DEPTH ( m ) BH.10 BH.10 MATERIAL ORIGINAL GROUP SYMBOL Lempung Lanauan Abu - abu muda Lempung Lanauan Abu - abu muda SPECIFIC GRAVITY of soil Gs SPECIFIC GRAVITY of gravel App. Gs NATURAL WATER CONTENT Wn % UNIT WEIGHT, NATURAL STATE m t/m DRY UNIT WEIGHT d t/m NATURAL VOID RATIO e NATURAL POROSITY n % DEGREE OF SATURATION Sr % SATURATION WATER CONTENT Wsat % SATURATION UNIT WEIGHT sat t/m LIQUID LIMIT LL % PLASTIC LIMIT PL % PLASTICITY INDEX PI % GRAVEL % - - SAND % SILT % CLAY % % FINER # 200 % cu deg - - TOTAL TRIAXIAL CU Ccu kg/cm COMPRESSION TEST cu deg - - EFFECTIVE Ccu kg/cm TRIAXIAL UU uu deg COMPRESSION TEST Cuu kg/cm UNCONFINED TEST qu kg/cm St Cc CONSOLIDATION TEST Pc DIRECT SHEAR SYM BOL cv cm/sec 4.30E E-04 deg - - C kg/cm COEFF OF PERMEABILITY TEST k cm/sec - - UNIT

164 Halaman VII - 20 DAFTAR ISI BAB VII... 1 SURVEY INVESTIGASI GEOTEKNIK U M U M MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN INVESTIGASI GEOTEKNIK LINGKUP DAN VOLUME KEGIATAN SURVEY INVESTIGASI GEOTEKNIK GEOLOGI REGIONAL LOKASI STUDI U m u m Stratigrafi Regional Struktur Geologi Regional Kegempaan KEGIATAN SURVEY INVESTIGASI GEOTEKNIK Lokasi Titik Investigasi Geoteknik Hasil Kegiatan Pemboran Inti & Test Pit Hasil Analisis dan Uji Laboratorium Mekanika Tanah...10 DAFTAR GAMBAR Gambar 7. 1 Geologi Regional Lokasi Studi... 4 Gambar 7. 2 Peta Zonasi Gempa Indonesia (2012)... 6 DAFTAR TABEL Tabel 7. 1 Koordinat Titik-titik Investigasi Geoteknik... 7 Tabel 7. 2 Uraian Bor Log... 7 Tabel 7. 3 Uraian Test Pit Log... 9 Tabel 7. 4 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH Tabel 7. 5 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH Tabel 7. 6 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH Tabel 7. 7 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH Tabel 7. 8 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH Tabel 7. 9 Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH

165 Halaman VII - 21 Tabel Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH Tabel Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH Tabel Resume Uji Laboratorium Mekanika Tanah BH

166 Halaman VIII - 1 BAB VIII KRITERIA PERENCANAAN 8.1 U M U M Penanggulangan permasalahan banjir dan genangan yang terjadi antara Sungai Pekik sampai dengan Sungai Kumpulkuista dibagi dalam dua sistem penanganan, yaitu sistem Sungai Pekik Condong dan sistem Sungai Jamblang Kumpulkuista. Upaya penanganan banjir dan genangan sungai-sungai ini hendaknya dilaksanakan secara terpadu di wilayah bagian hulu dengan melaksanakan pekerjaan pengaturan fungsi lahan sehingga debit banjir yang akan masuk ke badan sungai sudah direduksi di lahan. Daerah Aliran Sungai (DAS) masing-masing sungai mempunyai bentuk, karakteristik dan luas DAS yang berbeda, hal ini sangat berpengaruh pada besarnya debit banjir yang terjadi. Semakin luas DAS maka semakin besar debit puncak yang terjadi, namun juga tergantung dari bentuk dan kemiringan DAS tersebut. Dua DAS yang sama luasnya tidak selalu memberikan debit banjir yang sama, demikian pula dengan pengaruh kemiringan DAS. Semakin terjal (daerah pegunungan) maka akan semakin deras debit banjirnya, sedangkan daerah yang landai (daerah sekitar pantai) aliran air akan terkumpul pada muaranya dan semakin besar debit banjir yang terjadi serta semakin besar waktu limpas permukaan. Setelah melimpas pada permukaan DAS, maka aliran akan masuk kedalam saluran drainase yang ada dan mengalir menuju muara DAS. Pada daerah studi antara Sungai Pekik sampai dengan Sungai Kumpulkuista pada umumnya berupa daerah yang relatif landai, sehingga pengaruh banjir dan genangan yang terjadi sangat terpengaruh pada kondisi pasang surut air laut. Sungai Jamblang, Winong, Ciwaringin dan Kumpulkuista telah bertanggul. Dalam BAB V telah dibahas kondisi tanggul masing-masing sungai terhadap debit banjir Q2, Q5, Q10, Q25, dan Q50 dengan menggunakan paket program aplikasi (software) HEC-RAS. Debit design tanggul sungai-sungai tersebut adalah Q10 dengan waking (tinggi jagaan) satu meter.

167 Halaman VIII KRITERIA DESAIN BANGUNAN PENGENDALI BANJIR Dalam perencanaan perbaikan dan pengaturan sungai yang diutamakan adalah konsep pengaliran banjir sungai secara aman, guna mencegah luapan-luapan yang dapat menyebabkan terjadinya bencana banjir. Upaya penanganan secara struktural banyak sekali yang dapat dilakukan diantaranya adalah pembuatan sudetan, tanggul sungai, normalisasi alur sungai, polder dan lain-lain. Tetapi tentu masing-masing metode penanganan tersebut memiliki kriteria-kriteria teknis perencanaan yang harus dipenuhi sehingga dalam perencanaan pekerjaan persungaian akan didapat hasil yang maksimal dengan biaya pelaksanaan yang minimal. Tanggul adalah salah satu bangunan sungai yang dibuat untuk pengamanan dari limpasan debit banjir sungai, bukan untuk sistem drainase. Tanggul biasanya terbuat dari tanah (clay) dan semacam bangunan hidrolik yang selalu terkena gerusan atau infiltrasi akibat aliran air. Sungai Jamblang, Winong, Ciwaringin dan Kumpulkuista telah bertanggul, namun perlu dilakukan pengecekan terhadap keberadaan bentuk tanggul yang telah dibangun 30 tahunan yang lalu dan mengembalikan kepada fungsi semula sebagai penahan banjir dari limpasan sungai Tanggul Banjir A. Standar Bentuk Tanggul Bentuk standar tanggul sesuai dengan standard dari SMEC pada saat LCFC (Lower Cimanuk Flood Control Project) dengan tinggi jagaan (waking) 1,00 meter, dengan mempertimbangkan : Teknik Mekanika Tanah. Rencana HWL, durasi hujan, kondisi topografi, mekanika tanah pondasi, bahan timbunan, perkuatan permukaan dan sebagainya. Bahan-bahan timbunan umumnya diambil dari bagian terdekat sehingga kerap kali terjadi material dasar sungai dipakai untuk bahan timbunan. Dalam perencanaan tanggul, rembesan (seepage) longsoran dan penurunan (settlement) telah dipelajari lebih cermat.

168 Halaman VIII - 3 Gambar 8. 1 Standar Bentuk Tanggul Tinggi tanggul akan dilakukan pengecekan berdasarkan rencana HWL dengan penambahan jagaan yang diperlukan sebesar 1,00 meter. Jagaan adalah tinggi tambahan dari rencana HWL dimana air tidak diizinkan melimpah. Tabel berikut ini memperlihatkan standar hubungan antara besarnya debit banjir rencana dengan tinggi jagaan yang disarankan (sesuai dengan standar dari SMEC). Tabel 8. 1 Hubungan Antara Debit Banjir Rencana dan Tinggi Jagaan No Debit Banjir Rencana (m 3 /det) Jagaan (m) < 500 0, < , < , < , atau lebih 2,00 Tanah timbunan untuk tanggul sangat lemah terhadap limpasan. Jagaan juga dibuat dengann beberapa kelonggaran untuk menampung kenaikan-kenaikan sementara dari muka air akibat angin, gelombang dan selama banjir. Lebar puncak tanggul seperti ditunjukkan oleh tabel berikut ini.

169 Halaman VIII - 4 Tabel 8. 2 Hubungan Antara Debit Rencana dan Lebar Puncak Tanggul Debit Banjir Rencana Lebar Puncak Tanggul No. (m 3 /det) (m) , , , , ,00 Berm dan elevasi kemiringan talud dasar mempunyai hubungan yang sangat erat satu sama lain dan keduanya harus ditentukan melalui pengujian terhadap bahan badan tanggul, durasi banjir, stabilitas terhadap kebocoran dari air tinggi dan pondasi subsoil dari pada tanggul tersebut. Hal tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut : Berm harus disediakan tiap 3 5 m dari puncak pada sisi bagian air bila tinggi tanggul 6 m atau lebih, dan berm tiap 2 m sampai 3 m dari puncak pada sisi bagian luar bila tinggi tanggul 4 m atau lebih. Lebar berm 3 m atau lebih. Miring talud tanggul harus merupakan kemiringan landai bandingan 1 : 2 atau lebih, namun hal itu tidak perlu bila talud permukaan dilapisi dengan beton atau bahan serupa. Gambar 8. 2 Rencana Berm Tanggul dan Kemiringan B. Pertimbangan-pertimbangan dalam perencanaan Dalam merencanakan tanggul hal-hal berikut harus dipelajari secara cermat : a. Stabilitas lereng terhadap infiltrasi air banjir dan hujan. b. Stabilitas lereng terhadap penurunan tiba-tiba air banjir. c. Penurunan dan keretakan tanggul pada lokasi pondasi yang lemah.

170 Halaman VIII - 5 Untuk membuat tanggul pada tanah dasar yang lemah diperlukan : a. Tanggul imbangan (counterweight); b. Metode preloading; c. Penimbunan dengan lambat; d. Penggantian tanah; e. Metode sand pile atau sand drain dan lain-lain. C. Kebocoran Tanggul Salah satu masalah yang sering timbul/terjadi ialah kebocoran tanggul, yang dapat dibagi dalam kebocoran badan tanggul dan kebocoran pondasi, juga sering kedua kasuss ini terjadi bersama-sama. Sebab-sebab kebocoran tanggul antara lain disebabkan oleh : a. Penampang melintang timbunan tidak mencukupi. b. Bagian kedap air pada sisi lereng air atau inti timbunann kurang, atau bila bahan timbunann porous. c. Timbunan tidak cukup padat. d. Keretakan akibat gempa atau lubang-lubang yang dibuat oleh binatang. e. Garis seepage terjadi di sepanjang batas antara timbunan dan bangunan. Kebocoran pondasi disebabkan oleh : a. Tanggul berdiri pada lapisan pasir atau kerikil. b. Tanggul dibangun pada bekas aliran sungai. c. Menutup/mengakhiri tanggul pada bagian yang retak. Gambar 8. 3 Garis Rembesan dalam Tubung Tanggul

171 Halaman VIII - 6 Masalah-masalah besar akan timbul apabila kebocoran tanggul dipercepat oleh hal-hal sebagai berikut : a. Tinggi air menjadi naik akibat penurunan (settlement) tanah dasar b. Dasar utama mengecil akibat penggerusan atau akibat lain c. Tanah dasar dekat lereng bagian belakang digali. Penanggulangan kebocoran dibagi menjadi 2 bagian besar : a. Menghentikan/mengurangi kebocoran (leakage) atau rembesan (seepage) b. Hanya mendrainase seepage atau kebocoran sampai tidak membahayakan Untuk metode cut-off, dinding penghalang rembesan (cut-off wall), pekerjaan lapisan (blanket) kerap kali dipakai dan yang umum adalah metode dainasi, saluran drainase dan sumuran. Untuk kebocoran badan tanggul metode-metode yang diambil sebagai pencegahan adalah sebagai berikut : 1. Memperlebar potongan lintang; 2. Melapisi bagian lereng air dengan beton, lapisan aspal; 3. Perkuatan lereng belakang dengan adukan kering. Gambar 8. 4 Tindakan untuk Mengatasi Bocoran Badan Tanggul Untuk kebocoran pondasi metode dinding halang rembesan (cut off wall), secara umum dapat dipakai pekerjaan lapisan (blanket), pelebaran tanggul dan sumuran-sumuran.

172 Halaman VIII - 7 Gambar 8. 5 Tindakan untuk Mengatasi Kebocoran Pondasi Pada sungai asli yang belum pernah diadakan perubahan-perubahan (belum dipengaruhii oleh manusia) yaitu dengan mengadakan pengaturan sungai dan sebagainya, sungai secara alamiah mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut : 1. Perubahan morfologi Sebagai hasilnya dapat dijumpai pada beberapa sungai antara lain : a) Sungai bermeander b) Sungai lurus c) Sungai yang bercabang cabang (braided river) 2. Apabila daerah di kanan-kiri sungai sepanjang meander belt telah merupakan daerah pemukiman yang padat dan bahkan merupakan daerah perkotaan, maka tanggul dapat diletakkan berdekatan dengan alur sungai yang bermeander tersebut. Pekerjaan ini harus diikuti dengan usaha pengamanan tanggul tersebut dari bahaya erosi tebing. Bentuk alur sungai kita atur dan sedapat mungkin bentuk tersebut dapat dipertahankan. (channel rectification dan fixation). Biaya untuk mengamankan bangunan tanggul itu, harus lebih kecil dengan biaya pemindahan penduduk ketempatt lain. Pekerjaan pengaturan sungai (channel rectification dan fixation) ini dilakukan antara lain dengan membuat bangunan bangunan : pengarah arus; perlindungan tebing (bank protection/revetment); sudetan (short cut/coupure) dan sebagainya. 3. Pemilihan lokasi tanggul ditentukan pula oleh keadaan / sifat sifat dasar (pondasi) tanggul. Tanah dasar untuk pondasi tanggul antara lain harus memenuhi syarat- syarat : cukup kuat menahan beban tanggul, tidak lolos air,

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon

KONDISI UMUM LOKASI. Gambaran Umum Kabupaten Cirebon KONDISI UMUM LOKASI Gambaran Umum Kabupaten Cirebon Letak Administrasi Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon merupakan salah satu wilayah yang terletak di bagian timur Propinsi Jawa Barat. Selain itu, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 25 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cirebon 4.1.1 Kondisi geografis dan topografi Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Sungai Sragi terletak pada perbatasan antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Pemalang. Di bagian hulu sungai, terdapat percabangan membentuk dua alur sungai yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Geografi

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Geografi 20 4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Geografi Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur Jawa Barat dan merupakan batas sekaligus

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dua kecamatan yang dipilih di Kabupaten Indramayu, yaitu: Kecamatan Patrol dan Lelea. Batas administratif Kabupaten Indramayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut berasal dari perairan Danau Toba. DAS Asahan berada sebagian besar di wilayah Kabupaten Asahan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut :

Penyusunan laporan dari pengumpulan data sampai pengambilan kesimpulan beserta saran diwujudkan dalam bagan alir sebagai berikut : III-1 BAB III 3.1 URAIAN UMUM Sebagai langkah awal sebelum menyusun Tugas Akhir terlebih dahulu harus disusun metodologi pelaksanaannya, untuk mengatur urutan pelaksanaan penyusunan Tugas Akhir itu sendiri.

Lebih terperinci

Ir. H. Yayan Eka Tavipian, MT MT

Ir. H. Yayan Eka Tavipian, MT MT SEUNTAI KATA Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Untuk dapat memenuhi tujuan penyusunan Tugas Akhir tentang Perencanaan Polder Sawah Besar dalam Sistem Drainase Kali Tenggang, maka terlebih dahulu disusun metodologi

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA Hendra Kurniawan 1 1 Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Jakarta ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 39 BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 4.1 KARAKTERISTIK UMUM KABUPATEN SUBANG 4.1.1 Batas Administratif Kabupaten Subang Kabupaten Subang berada dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang akan digunakan untuk keperluan penelitian. Metodologi juga merupakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang akan digunakan untuk keperluan penelitian. Metodologi juga merupakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah adalah proses atau cara ilmiah untuk mendapatkan data yang akan digunakan untuk keperluan penelitian. Metodologi juga merupakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi dari objek penelitian ini berada pada Kecamatan Rancaekek, tepatnya di Desa Sukamanah dan Kecamatan Rancaekek sendiri berada di Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Ir. R. Basworo Wahyu Utomo NIP

Sekapur Sirih. Ir. R. Basworo Wahyu Utomo NIP Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010 (Population

Lebih terperinci

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. BAB III METODA ANALISIS 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bekasi dengan luas 127.388 Ha terbagi menjadi 23 kecamatan dengan 187 desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. Sungai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan di Kabupaten Gresik

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan di Kabupaten Gresik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No., (1) ISSN: 337-3539 (31-971 Print) C-35 Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan di Kabupaten Gresik Gemma Galgani Tunjung Dewandaru, dan Umboro Lasminto

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekalongan dibagi menjadi dua wilayah administratif yaitu wilayah Kabupaten Pekalongan dan wilayah Kotamadya Pekalongan. Di Kabupaten Pekalongan mengalir beberapa sungai

Lebih terperinci

PENYEDIAAN SUMBER AIR ALTERATIF PENUNJANG IRIGASI DI KAWASAN PANTURA 1. Abstrak

PENYEDIAAN SUMBER AIR ALTERATIF PENUNJANG IRIGASI DI KAWASAN PANTURA 1. Abstrak PENYEDIAAN SUMBER AIR ALTERATIF PENUNJANG IRIGASI DI KAWASAN PANTURA 1 Oleh : Dr. Ir. Dede Rohmat, M.T. Letktor Kepala pada Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI Jln. Dr. Setyabudhi No 229 Bandung 40154

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan Di Kabupaten Gresik

Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan Di Kabupaten Gresik JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (1) 1-1 Studi Penanggulangan Banjir Kali Lamong Terhadap Genangan Di Kabupaten Gresik Gemma Galgani T. D., Umboro Lasminto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR KALI BANGILTAK DAN KALI WRATI DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN NORMALISASI TUGAS AKHIR

PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR KALI BANGILTAK DAN KALI WRATI DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN NORMALISASI TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENGENDALIAN BANJIR KALI BANGILTAK DAN KALI WRATI DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN NORMALISASI TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL Oleh : MIRAWATI SEPTYANINGSIH 0753010037 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2. Maksud dan Tujuan...

Lebih terperinci

Perencanaan Penanggulangan Banjir Akibat Luapan Sungai Petung, Kota Pasuruan, Jawa Timur

Perencanaan Penanggulangan Banjir Akibat Luapan Sungai Petung, Kota Pasuruan, Jawa Timur JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2 (2017), 2720 (201928X Print) C82 Perencanaan Penanggulangan Banjir Akibat Luapan Sungai Petung, Kota Pasuruan, Jawa Timur Aninda Rahmaningtyas, Umboro Lasminto, Bambang

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI MELAWI DENGAN TANGGUL

PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI MELAWI DENGAN TANGGUL PENANGGULANGAN BANJIR SUNGAI MELAWI DENGAN TANGGUL Joni Ardianto 1)., Stefanus Barlian S 2)., Eko Yulianto, 2) Abstrak Banjir merupakan salah satu fenomena alam yang sering membawa kerugian baik harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini krisis air merupakan salah satu masalah utama di Kabupaten Rembang, yang aktifitas ekonomi didukung oleh kegiatan di sektor pertanian dan perikanan. Hal ini

Lebih terperinci

NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK

NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK NORMALISASI SUNGAI RANTAUAN SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KECAMATAN JELIMPO KABUPATEN LANDAK Martin 1) Fransiskus Higang 2)., Stefanus Barlian Soeryamassoeka 2) Abstrak Banjir yang terjadi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

METODOLOGI Tinjauan Umum 3. BAB 3

METODOLOGI Tinjauan Umum 3. BAB 3 3. BAB 3 METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan konstruksi dan rencana pelaksanaan perlu adanya metodologi yang baik dan benar karena metodologi merupakan acuan untuk menentukan langkah

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR Perencanaan Pengendalian Banjir Kali Kemuning Kota Sampang

TUGAS AKHIR Perencanaan Pengendalian Banjir Kali Kemuning Kota Sampang TUGAS AKHIR Perencanaan Pengendalian Banjir Kali Kemuning Kota Sampang Disusun oleh : Agung Tri Cahyono NRP. 3107100014 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Sarwono, M.Sc JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN Kota Semarang sebagai ibukota propinsi Jawa Tengah merupakan sebuah kota yang setiap tahun mengalami perkembangan dan pembangunan yang begitu pesat.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO

ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO Pemanfaatan Metode Log Pearson III dan Mononobe Untuk 1 ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO ABSTRAK Ir. H. Cholil Hasyim,

Lebih terperinci

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III 3.1 Tinjauan Umum Dalam penulisan laporan Tugas Akhir memerlukan metode atau tahapan/tata cara penulisan untuk mendapatkan hasil yang baik dan optimal mengenai pengendalian banjir sungai

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kabupaten Serang terletak di Banten, secara geografis letaknya sangat startegis karena merupakan pintu gerbang lalu lintas darat dan laut antara Pulau Jawa dan Pulau

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI 2.. Tinjauan Umum Untuk dapat merencanakan penanganan kelongsoran tebing pada suatu lokasi terlebih dahulu harus diketahui kondisi sebenarnya dari lokasi tersebut. Beberapa

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Wilayah BPSDA Pemali Comal

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Wilayah BPSDA Pemali Comal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal merupakan salah satu Satuan Wilayah Sungai yang ada di Pulau Jawa disamping SWS Cimanuk, SWS Serayu Bogowonto, SWS Bengawan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA Alamat : Jl. Brigjen S. Sudiarto No. 379 Semarang Telp. (024) 6720516, Fax. (024)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup termasuk manusia. Keberadaan air baik kualitas maupun kuantitas akan berpengaruh pada kehidupan manusia. Sistem penyediaan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH PERENCANAAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH PERENCANAAN BAB III III.1 Gambaran Umum Kabupaten Indramayu III.1.1 Kondisi Geografis dan Topografi Kabupaten Indramayu berada di wilayah pesisir utara Pulau Jawa. Secara geografis Kabupaten Indramayu berada pada

Lebih terperinci

BAB III METODA ANALISIS. Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas

BAB III METODA ANALISIS. Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas BAB III METODA ANALISIS 3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas 273.657 km 2 dan memiliki sub DAS Dodokan seluas 36.288 km 2. Sungai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Flow Chart Rencana Kerja Tugas Akhir

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Flow Chart Rencana Kerja Tugas Akhir BAB IV METODOLOGI 4.1 Tinjauan Umum Penulisan laporan Tugas Akhir ini memerlukan adanya suatu metode atau cara yaitu tahapan tahapan dalam memulai penulisan sampai selesai, sehingga penulisan Tugas Akhir

Lebih terperinci

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING ABSTRAK Sungai Ayung adalah sungai utama yang mengalir di wilayah DAS Ayung, berada di sebelah selatan pegunungan yang membatasi Bali utara dan Bali selatan serta berhilir di antai padanggalak (Kota Denpasar).

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang 1.1. Latar Belakang yang terletak sekitar 120 km sebelah selatan Kota Surabaya merupakan dataran alluvial Kali Brantas. Penduduk di Kabupaten ini berjumlah sekitar 1.101.853 juta jiwa pada tahun 2001 yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL, KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG

PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL, KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL, KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Program Studi Teknik Sipil Oleh : DONNY IRIAWAN

Lebih terperinci

3 BAB III METODOLOGI

3 BAB III METODOLOGI 3-1 3 BAB III METODOLOGI 3.1 PENGUMPULAN DATA Untuk pengumpulan data yang dipergunakan dalam Tugas Akhir ini didapatkan dari data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh langsung dari catatancatatan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Perencanaan muara sungai diawali dengan melakukan survey dan investigasi di lokasi yang bersangkutan untuk memperoleh data perencanaan yang lengkap dan teliti. Metodologi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 2.1 Geografis dan Administratif Sebagai salah satu wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Kendal memiliki karakteristik daerah yang cukup

Lebih terperinci

ABSTRAK Faris Afif.O,

ABSTRAK Faris Afif.O, ABSTRAK Faris Afif.O, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, November 2014, Studi Perencanaan Bangunan Utama Embung Guworejo Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Dosen Pembimbing : Ir. Pudyono,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2014

PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG BATAS JUMLAH SURAT PERMINTAAN PEMBAYARAN UANG PERSEDIAAN (SPP-UP) DAN GANTI UANG PERSEDIAAN (SPP-GU) SERTA PENGAJUAN TAMBAHAN UANG PERSEDIAAN (SPP-TU)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir Pengendalian Banjir 1. Fenomena Banjir 1 2 3 4 5 6 7 8 Model koordinasi yang ada belum dapat menjadi jembatan di antara kelembagaan batas wilayah administrasi (kab/kota) dengan batas wilayah sungai/das

Lebih terperinci

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian merupakan wilayah Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang No 12 Tahun 1999 sebagai hasil pemekaran Kabupaten

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data meliputi data primer maupun data sekunder Pengumpulan Data Primer

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data meliputi data primer maupun data sekunder Pengumpulan Data Primer BAB III METODOLOGI 3.1 Studi Pustaka dan Survey Lapangan Studi pustaka diperlukan sebelum atau bersamaan dengan survey lapangan dengan maksud ketika pengamat menemui kesulitan dilapangan, dapat mengacu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I - 1

BAB 1 PENDAHULUAN I - 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banjir di Kota Kudus dan sekitarnya banyak menimbulkan kerugian karena menyebabkan terganggunya transportasi di jalur pantura maupun transportasi lokal, terganggunya

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN 1. PENDAHULUAN TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat di Indonesia, permasalahan drainase perkotaan semakin meningkat pula. Pada umumnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Besai yang terletak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Besai yang terletak BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Besai yang terletak di Kabupaten Way Kanan. Lokasi ini berjarak sekitar 180 km dari Kota

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Akhir Masa Jabatan 2007 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DAS Konaweeha adalah DAS terbesar di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Sungai Konaweeha sebagai sungai utama. Hulu DAS Konaweeha berada di Kabupaten Kolaka dan melintasi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup termasuk manusia. Keberadaan air baik kualitas maupun kuantitas akan berpengaruh pada kehidupan manusia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 83 4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 4.17.1. UMUM Perencanaan garis sempadan Kali Sememi untuk melindungi dan menjaga kelestarian sungai dengan menciptakan Kali Sememi yang bersih

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci